• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan ASI Eksklusif dengan Kejadian Rinitis Pada Bayi Usia 0-12 Bulan di Rumah Sakit Syarif Hidayatullah Ciputat 2013

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Hubungan ASI Eksklusif dengan Kejadian Rinitis Pada Bayi Usia 0-12 Bulan di Rumah Sakit Syarif Hidayatullah Ciputat 2013"

Copied!
54
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN ASI EKSKLUSIF DENGAN KEJADIAN

RINITIS PADA BAYI USIA 0 -12 BULAN

DI RUMAH SAKIT SYARIF HIDAYATULLAH CIPUTAT

2013

Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA KEDOKTERAN

OLEH :

Cika Irlia Azzahra

NIM 1110103000001

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

(2)
(3)
(4)
(5)

v

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh :

Puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya sehingga dapat menyelesaikan penelitian yang berjudul

HUBUNGAN ASI EKSKLUSIF DENGAN KEJADIAN RINITIS PADA

BAYI USIA 0 – 12 BULAN DI RUMAH SAKIT SYARIF HIDAYATULLAH

CIPUTAT 2013. Shalawat serta salam saya sampaikan kepada nabi besar

Muhammad SAW, suri tauladan kita dengan sebaik-baiknya akhlak. Penulisan laporan penelitian ini saya susun dalam rangka memenuhi syarat kelulusan memperoleh gelar Sarjana Kedokteran (S.Ked) pada Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Oleh karena itu saya mengucapkan terima kasih kepada :

1. Prof. DR. (hc). Dr. M.K. Tadjudin, Sp.And sebagai Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syaruf Hidayatullah Jakarta.

2. dr. Witri Ardini, M.Gizi, SpGK sebagai Ketua Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syaruf Hidayatullah Jakarta.

3. dr. Riva Auda, Sp.A, M.Kes sebagai dosen pembimbing I dan Ibu Silvia Fitrina Nasution, M.Biomed sebagai dosen pembimbing II yang telah banyak menyempatkan waktu dalam membimbing saya untuk menyelesaikan penelitian ini.

4. Direktur serta semua staf RS Syarif Hidayatullah yang sudah memberikan izin dan membantu saya untuk melakukan penelitian ini sampai selesai di RS Syarif Hidayatullah.

(6)

vi

senantiasa selalu mendoakan, memberikan dukungan moril dan materi kepada saya hingga saya dapat menyelesaikan penelitian ini tepat waktu. 7. Keluarga saya dan adik saya tersayang Aulia Irlia Zafirah yang selalu

memberi dukungan kepada saya untuk menyelesaikan penelitian ini. 8. M. Ichsan Pribadi yang selalu membantu dan memberi dukungan kepada

saya untuk menyelesaikan penelitian ini.

9. Teman-teman sekelompok penelitian saya yaitu Maulina Sulpi, M. Fernando Pratama, Ummi Habibah, dan Mutiara Qori Akbar yang senantiasa saling membantu memberi masukan dan mengajari satu sama lain sehingga dapat menyelesaikan penelitian ini.

10.Seluruh teman sejawat mahasiswa Pendidikan Dokter angkatan 2010 yang selalu bersama-sama menempuh pendidikan selama ini.

Akhir kata saya berharap Allah SWT berkenan membalas segala kebaikan dari semua pihak yang telah membantu saya menyelesaikan penelitian ini. Semoga penelitian ini dapat membawa manfaat bagi plerkembangan ilmu khususnya dalam bidang kedokteran.

Ciputat, 11 September 2013

(7)

vii ABSTRAK

Cika Irlia Azzahra. Program Studi Pendidikan Dokter. Hubungan ASI Eksklusif dengan Kejadian Rinitis Pada Bayi Usia 0-12 Bulan di Rumah Sakit Syarif Hidayatullah Ciputat 2013.

Angka Kematian Bayi (AKB) di Indonesia masih cukup tinggi, dengan salah satu penyebab utamanya yaitu infeksi saluran pernapasan. Penyakit infeksi saluran pernapasan atas tersering pada anak yaitu rinitis / common cold. WHO menyebutkan bahwa infeksi saluran pernapasan dapat dicegah dengan pemberian ASI eksklusif. Penelitian ini bertujuan mengetahui hubungan antara pemberian ASI eksklusif dengan kejadian rinitis pada bayi usia 0-12 bulan. Penelitian ini bersifat analitik deskriptif dengan metode cross sectional (potong lintang). Sampel diambil secara consecutive sampling, dengan menggunakan kuesioner dan wawancara. Kriteria sampel pada penelitian ini adalah bayi usia 0-12 bulan yang datang ke RS Syarif Hidayatullah pada 2 Mei-2 Juli 2013. Jumlah sampel pada penelitian ini sebesar 91 orang. Dari hasil analisa silang sebaran data didapatkan bahwa frekuensi rinitis lebih jarang terjadi pada kelompok ASI eksklusif yaitu sebesar 96,5% dibandingkan dengan ASI non eksklusif. Hasil uji hipotesis penelitian dengan menggunakan uji Fisher didapatkan nilai p = 0.005. Hasil ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara kejadian rinitis dengan pemberian ASI eksklusif pada bayi usia 0-12 bulan di RS Syarif Hidayatullah.

Kata Kunci : Rinitis, ASI eksklusif, Bayi 0-12 bulan

ABSTRACT

Cika Irlia Azzahra. Medical Education Programe. The Correlation of ASI Exclusive and the Incidence of Rhinitis in Infants of 0-12 Months at Syarif Hidayatullah Hospital Ciputat 2013.

Infant Mortality Rate (IMR) in Indonesia is still quite high, with one of the main causes of respiratory tract infections. Upper respiratory tract infections are common in children rhinitis / cold. WHO stated that respiratory infections can be prevented by ASI exclusive. The study aimed to investigate the correlation between ASI exclusive with the incidence of rhinitis in infants of 0-12 months. The study designed in descriptive analytic by crosssectional method. Samples collected by consecutive sampling method and data was perfomed by questionnaires and interviews. Criteria of the sample defined as infants of 0-12 months who came at Syarif Hidayatullah Hospital on 2 May-2 July 2013. Selected samples by the criteria were 91 respondent. From the cross analysis of data showed that the frequency of rhinitis is less common in the group of ASI exclusive in the amount of 96.5% compared to ASI non-exclusive. The analytical

statistic perfomed by Fisher’s test resulted p=0,05, which defined a significant

different of the incidence of rhinitis and ASI exclusive in infant of 0-12 month at RS Syarif Hidayatullah in 2013.

(8)

viii

1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 1

1.3 Hipotesis ... 1

1.4 Tujuan Penelitian ... 2

1.4.1 Tujuan Umum ... 2

1.4.2 TujuanKhusus ... 2

1.5 Manfaat Penelitian ... 2

BAB II ... 3

TINJAUAN PUSTAKA ... 3

2.1 ISPA ... 3

2.2 Rinitis dan Penyebabnya ... 5

2.3 Patofisiologi Rinitis ... 5

2.4 Gejala dan Komplikasi Rinitis... 6

2.5 ASI dan Komposisinya ... 7

2.6 Manfaat Pemberian ASI ... 10

2.7 Pengaruh ASI Eksklusif Terhadap Kejadian Rinitis ... 12

2.8 ASI dalam Pandangan Islam ... 14

2.9 Kerangka Teori ... 16

2.10 Kerangka Konsep ... 17

(9)

ix

BAB III ... 19

METODOLOGI PENELITIAN ... 19

3.1 Desain Penelitian ... 19

3.2 Waktu dan Tempat Penelitian ... 19

3.3 Populasi dan Sampel ... 19

3.3 Jumlah Sampel ... 20

3.4 Kriteria Sampel ... 20

3.4.1 Kriteria Inklusi ... 20

3.4.2 Kriteria Eksklusi ... 21

3.5 Cara Kerja Penelitian ... 21

3.6 Managemen Data ... 22

3.6.1 Pengumpulan Data ... 22

3.6.2 Pengolahan Data ... 22

3.6.3 Analisis Data ... 22

BAB IV ... 23

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 23

4.1 Karakteristik Responden Penelitian ... 23

4.2 Analisa Silang Sebaran Data Antara 2 Variabel ... 24

4.3 Analisa Silang Sebaran Data ASI dengan Frekuensi Rinitis ... 25

BAB V ... 27

SIMPULAN DAN SARAN ... 27

5.1 Kesimpulan ... 27

5.2 Saran ... 27

DAFTAR PUSTAKA ... 28

(10)

x

Tabel 3.1 Waktu Penelitian ... 19

Tabel 4. 1 Karakteristik Responden Penelitian ... ….23

Tabel 4. 2Analisa Silang Sebaran Data Antara 2 Variabel ... 24

(11)

xi

DAFTAR GAMBAR

(12)

xii

ISPA : Infeksi Saluran Pernapasan Akut SKN : Survei Kesehatan Nasional WHO : World Health Organization ASI : Air Susu Ibu

RISKESDAS : Riset Kesehatan Dasar

SDKI : Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia RSV : Respiratory Syncitial Virus

BBLR : Berat Bayi Lahir Rendah

ICAM : Intracellular Adhesion Molecular IL : Interleukin

TNF : Tumor Necrosis Factor PMN : Polimorfonuklear DHA : Asam Dokosaheksanoik

AA : Asam Arakidonat

IQ : Intelligence Quotien sIgA : Sekretori Imunoglobulin A BSSL : Bile Salt Stimulated Lipase

(13)

xiii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1.1Jumlah Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ... 31

Lampiran 1.2 Jumlah Responden Berdasarkan Usia... 31

Lampiran 1.3 Frekuensi Kejadian Rinitis ... 32

Lampiran 1.4 ASI Pada Responden ... 32

Lampiran 1.5 Analisa Silang Sebaran Data Jenis Kelamin dan Frekuensi Rinitis 33 Lampiran 1.6 Grafik Karakteristik Jenis Kelamin pada Frekuensi Rinitis ... 33

Lampiran 1.7 Analisa Silang Sebaran Data Usia dan Frekuensi Rinitis.. ... 34

Lampiran 1.8 Grafik Karakteristik Usia Responden pada Frekuensi Rinitis ... 34

Lampiran 1.9 Analisa Silang Sebaran Data ASI dan Frekuensi Rinitis... ... 35

Lampiran 1.10 Grafik Karakteristik ASI pada Frekuensi Rinitis ... 35

Lampiran 1.11 Uji Fisher ASI dengan Frekuensi Kejadian Rinitis ... 36

Lampiran 2.1 Informed Consent ... 37

Lampiran 2.2 Kuesioner ... 38

(14)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) merupakan penyebab terpenting morbiditas dan mortalitas pada anak berusia dibawah 5 tahun dengan insiden tertinggi terjadi selama 2 tahun pertama. Berdasarkan Survei Kesehatan Nasional (SKN) 2001, kematian bayi di Indonesia 27,6% diakibatkan oleh ISPA. Penyakit ISPA tersering pada anak yaitu rinitis / common cold.1,2

World Health Organization (WHO) menyebutkan bahwa pemberian Air

Susu Ibu (ASI) secara eksklusif dapat menurunkan angka kematian bayi akibat ISPA.3 Penelitian yang dilakukan oleh Areefen tahun 2001 menunjukan bahwa bayi yang tidak diberikan ASI eksklusif berisiko mengalami kematian akibat ISPA 3,94 kali lebih tinggi dibandingkan bayi yang diberikan ASI eksklusif.4 ASI mengandung zat-zat protektif yang penting untuk mencegah infeksi selama beberapa bulan pertama kehidupan bayi ketika kekebalan tubuh bayi belum berkembang, ASI mengandung immunoglobulin yang tidak terdapat dalam susu formula jenis apapun. Antibodi tersebut yang berperan sebagai faktor anti virus dan anti bakteri terhadap infeksi.5

Prevalensi pemberian ASI eksklusif dari data Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 1997-2007 menunjukkan penurunan dari tahun ke tahun yaitu dari 40,2% (1997) menjadi 39,5% (2003) dan semakin menurun pada tahun 2007 yaitu sebanyak 32%. Dari hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) 2010 menunjukan bahwa rendahnya pemberian ASI eksklusif (15,3%) di Indonesia, masih jauh dari target Nasional pemberian ASI eksklusif yaitu 80%. Selain itu terjadi peningkatan pemberian susu formula dari 10,8% menjadi 32,4%.6,7

Melihat tingginya angka kejadian infeksi saluran pernapasan akut dan rendahnya pemberian ASI eksklusif, maka peneliti ingin mengetahui apakah pemberian ASI eksklusif berhubungan terhadap kejadian ISPA yaitu rinitis pada bayi 0-12 bulan di RS Syarif Hidayatullah Ciputat, Tangerang Selatan.

(15)

2

1.2Rumusan Masalah

Infeksi saluran pernapasan akut merupakan penyebab terpenting mortalitas dan morbiditas pada anak. Dari beberapa teori dan berbagai penelitian menunjukan bahwa bayi yang diberikan ASI secara eksklusif dapat menurunkan risiko terjadi infeksi saluran pernapasan akut, salah satunya yaitu rinitis. “Apakah terdapat hubungan antara ASI eksklusif dengan kejadian rinitis pada bayi usia 0-12 bulan di RS Syarif Hidayatullah ? “

1.3Hipotesis

ASI eksklusif berhubungan dengan kejadian rinitis pada bayi usia 0-12 bulan di RS Syarif Hidayatullah.

1.4Tujuan Penelitian

1.4.1 Tujuan Umum

Mengetahui hubungan antara ASI eksklusif dengan kejadian rinitis pada bayi usia 0-12 bulan di RS Syarif Hidayatullah.

1.4.2 Tujuan Khusus

 Mengetahui persentase bayi usia 0-12 bulan yang mendapatkan ASI ekslusif dan ASI non eksklusif.

 Mengetahui persentase bayi usia 0-12 bulan berdasarkan kelompok usia dengan kejadian rinitis.

 Mengetahui persentase bayi usia 0-12 bulan berdasarkan jenis kelamin dengan kejadian rinitis.

 Mengetahui persentase bayi usia 0-12 bulan yang medapatkan ASI eksklusif dan mengalami rinitis.

1.5Manfaat Penelitian

(16)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA)

ISPA yaitu infeksi yang terjadi mulai dari infeksi saluran pernapasan bagian atas dan adneksanya hingga parenkim paru yang berlangsung hingga 14 hari. Bayi dan anak prasekolah mengalami 6 sampai 10 penyakit pernapasan pertahun dan remaja mengalami 3 sampai 5 penyakit pertahunnya. Demam terjadi pada sekitar 30 sampai 40% penyakit pernapasan dan berlangsung sekitar 3 hari, maksimum 5 sampai 6 hari. Infeksi saluran pernapasan dapat disebabkan oleh berbagai mikroorganisme.1,9

Terdapat berbagai faktor yang mendasari perjalanan penyakit ISPA pada anak yaitu :

 Usia

Usia mempunyai pengaruh yang cukup besar terhadap terjadinya ISPA. WHO melaporkan bahwa penyebab utama dari empat penyebab kematian anak di negara berkembang adalah ISPA, dengan kasus terbanyak pada anak berusia dibawah 1 tahun. Kejadian ISPA pada bayi dan balita akan memberikan gambaran klinis yang lebih buruk, disebabkan ISPA pada bayi merupakan kejadian infeksi pertama serta belum terbentuknya secara optimal proses kekebalan alamiah. Pada orang dewasa sudah banyak terbentuk proses kekebalan alamiah yang lebih optimal.1,8

 Jenis kelamin

Pada umumnya tidak ada perbedaan kejadian ISPA pada laki-laki dan perempuan, namun berdasarkan hasil berbagai penelitian menemukan bahwa kejadian ISPA lebih sering terjadi pada anak laki-laki dibandingkan perempuan.1,8

 Status gizi

Status gizi merupakan faktor predisposisi terjadinya ISPA pada anak. Dalam keadaan status gizi yang baik, tubuh mempunyai cukup

(17)

4

kemampuan untuk mempertahankan diri terhadap infeksi. Apabila status gizi menjadi buruk maka reaksi kekebalan tubuh akan menurun.

 Pemberian ASI

Berbagai penelitian menunjukan adanya hubungan antara pemberian ASI dengan kejadian ISPA. ASI berfungsi sebagai proteksi karena kandungan imunologik yang dimilikinya.1,8

 Berat Badan Lahir Rendah (BBLR)

BBLR yaitu berat lahir kurang dari 2500 gram. Sebanyak 22% kematian akibat ISPA terjadi pada bayi dengan BBLR. Hal ini disebabkan oleh pertumbuhan dan pengembangan paru yang belum sempurna dan otot pernapasan yang masih lemah.1,8

 Sosial ekonomi

Status sosial ekonomi mempunyai pengaruh terhadap faktor lain seperti nutrisi, penerimaan layanan kesehatan, dan lingkungan. Status sosial ekonomi yang rendah mempunyai risiko yang lebih besar utnuk mengalami ISPA.1,8

 Imunisasi

Anak yang telah mendapatkan imunisasi memiliki kekebalan terhadap penyakit tertentu. Maka jika ada kuman yang masuk ke dalam tubuh, secara langsung tubuh akan membentuk antibodi terhadap kuman tersebut.1,8

 Lingkungan.

Polutan lingkungan berkaitan dengan infeksi saluran pernapasan karena dapat mengiritasi mukosa saluran respiratori. Orangtua yang merokok juga menyebabkan anak lebih rentan untuk terkena ISPA.1,8

(18)

2.2 Rinitis dan Penyebabnya

Rinitis (common cold atau selesma) adalah terjadinya proses inflamasi pada mukosa hidung. Rinitis merupakan salah satu penyakit ISPA yang sering terjadi pada anak. Rinitis lebih sering terjadi pada anak-anak dibanding dewasa. Pada anak-anak sekitar 6-8 kali per tahun, sedangkan pada dewasa 2 sampai 4 kali per tahun.10

Mikroorganisme penyebab infeksi terdiri dari virus, bakteri non spesifik, bakteri spesifik, dan jamur. Infeksi hidung dapat disebabkan oleh satu mikroorganisme atau beberapa mikroorganisme dan mengakibatkan infeksi primer, sekunder, atau infeksi multipel. Rinovirus merupakan penyebab tersering rinitis di semua usia dan penyebab 30 sampai 50% rinitis pertahun. Penyebab lainnya yaitu RSV (Respiratory Syncitial Virus), virus influenza, virus para influenza, dan coronavirus. Penyakit ini sangat menular dan gejala dapat timbul akibat tidak adanya kekebalan atau menurunnya daya tahan tubuh.1,11

2.3 Patofisiologi Rinitis

Penularan rinitis bisa melalui kontak tangan dengan sekret yang mengandung virus yang berasal dari lingkungan atau inhalasi aerosol. Infeksi dimulai dengan deposit virus di mukosa hidung. Virus memasuki epitel dengan cara berikatan dengan reseptor spesifik di epitel yaitu intracellular adhesion molecular (ICAM) 1. Setelah berada di dalam epitel, virus bereplikasi dengan cepat. Infeksi pada mukosa hidung menyebabkan adanya peranan mediator-mediator inflamasi seperti leukotrien, kinin, histamin, interleukin (IL) 2, IL-6, IL-8, dan Tumor Necrosis Factor (TNF). Mediator-mediator inflamasi tersebut menyebabkan vasodilatasi

(19)

6

2.4 Gejala dan Komplikasi Rinitis

Gejala rinitis yaitu pilek, bersin, hidung tersumbat, dan iritasi tenggorokan. Rata-rata lama gejala berlangsung sekitar 7-14 hari. Gejala yang sering ditemukan pada 3 hari pertama yaitu sekret hidung yang encer dan bening. Sekret akan berubah menjadi lebih kental dan purulen bila terjadi infeksi sekunder bakteri, yang berhubungan dengan adanya aktivitas sel polimorfonuklear (PMN). Gejala lain berupa nyeri tenggorokan, rewel, penurunan nafsu makan, dan gangguan tidur. Pemeriksaan fisik tidak ada tanda khas, tetapi dapat dijumpai eritema dan edema mukosa hidung.1,11

Rinitis bisa menimbulkan komplikasi karena infeksi primer maupun sekunder oleh bakteri yaitu :

 Otitis Media

Merupakan komplikasi tersering pada anak. Infeksi telinga tengah (otitis media) didiagnosis pada 30 sampai 35% anak dengan penyakit saluran pernapasan akut. Pada anak memiliki tuba eustachius lebih pendek, lebih lebar, dan lebih horizontal daripada orang dewasa. Panjang tuba eustachius orang dewasa 37,5 mm dan pada anak dibawah 9 bulan adalah 17,5 mm. Infeksi pada saluran pernapasan bisa menyebabkan disfungsi tuba eustachius, sehingga infeksi bisa menyebar ke telinga tengah dan tekanan telinga tengah menjadi abnormal yang akan menimbulkan otitis media.10,11  Rinosinusitis

Komplikasi ini terjadi pada 6 sampai 13% anak. Perlu dicurigai adanya infeksi sekunder bakteri pada sinus paranasalis apabila gejala nasal menetap sampai lebih dari 10-14 hari.11

 Infeksi pada saluran pernapasan bawah

(20)

2.5 ASI dan Komposisinya

ASI mempunyai nilai nutrisi yang unggul. Komposisi nutrien yang terdapat di dalam ASI sangat tepat dan ideal untuk tumbuh kembang anak. ASI eksklusif yaitu pemberian ASI tanpa disertai makanan dan minuman tambahan lain sampai usia 6 bulan. ASI non eksklusif yaitu pemberian ASI disertai makanan atau minuman tambahan lain sebelum usia 6 bulan. Menurut WHO, bayi dianjurkan untuk diberikan ASI eksklusif sampai usia 6 bulan. Setelah 6 bulan pertama, ASI tetap di lanjutkan disertai dengan pemberian makanan pendamping untuk melengkapi nutrisi ASI sampai bayi berusia 2 tahun.3,12

Tahapan sekresi ASI diawali dengan pengeluaran kolostrum pada saat lahir. Kolostrum adalah cairan kekuningan yang disekresi hingga hari ke 4. Mengandung lebih sedikit laktosa, lemak, dan vitamin-vitamin yang larut air dibandingkan dengan ASI matur, namun lebih banyak mengandung protein dan vitamin-vitamin yang larut lemak. Kandungan zat-zat imunologik dalam kolostrum 10 sampai 17 kali lebih banyak dibandingkan ASI matur.13

ASI transisi atau peralihan yaitu ASI yang keluar setelah kolostrum (setelah hari ke 4 sampai dengan hari ke 14). Kadar protein semakin turun, tetapi kadar laktosa dan lemak meningkat. Volume ASI juga semakin meningkat. ASI matur keluar setelah hari ke 14 sampai seterusnya. Kandungan dari setiap tahapan berguna untuk bayi baru lahir, terutama upaya adaptasi fisiologis terhadap kehidupan di luar kandungan. Semakin matang ASI, konsentrasi immunoglobulin total, protein, dan vitamin yang larut di dalam lemak menurun, sedangkan laktosa, lemak, kalori, dan vitamin yang larut dalam air meningkat.13,14

ASI mengandung makronutrien dan mikronutrien. Makronutrien pada ASI berupa lemak, karbohidrat, dan protein. Mikronutriennya yaitu vitamin dan mineral. ASI juga mengandung sebanyak 87,5% air, sehingga bayi tidak perlu lagi mendapatkan tambahan air.14

 Karbohidrat

(21)

8

Flora usus tersebut akan menciptakan keadaan asam dalam usus sehingga menekan pertumbuhan kuman patogen. Selain itu laktosa juga akan dirubah menjadi galaktosa untuk membentuk galaktolipid yang penting dalam perkembangan otak.17,18

 Lemak

ASI mengandung lemak yang lebih tinggi dibandingkan susu formula. ASI banyak mengandung asam lemak esensial yaitu asam linoleat (omega 6),

asam α linolenat (omega 3), serta derivatnya yaitu asam dokosaheksanoik (DHA) dan asam arakidonat (AA). Asam linoleat (omega 6) dan asam α

linolenat (omega 3) berperan dalam perkembangan otak bayi. Sedangkan AA dan DHA berperan dalam perkembangan jaringan saraf dan retina mata. Susu sapi tidak mempunyai komponen tersebut, sehingga pada beberapa susu sapi ditambahkan AA dan DHA, namun tidak sebaik yang terdapat dalam ASI. Asam lemak jenuh dan tidak jenuh lebih seimbang whey pada ASI terutama mengandung alfalaktalbumin, sedangkan protein

whey pada susu sapi adalah betalaktoglobulin. ASI juga mengandung

(22)

Neurotransmiter yang dibentuk oleh triptofan yaitu serotonin dan melatonin, sedangkan tirosin membentuk noradrenalin dan dopamin.15  Vitamin

ASI mengandung vitamin A, D, E, dan K. Kandungan vitamin A dan vitamin E tinggi dalam ASI, terutama pada kolostrum dan ASI transisi awal. Vitamin A berfungsi untuk kesehatan mata, mendukung pembelahan sel, kekebalan tubuh, dan pertumbuhan. Vitamin E salah satu fungsinya yaitu untuk ketahanan dinding sel darah merah. ASI hanya mengandung sedikit vitamin K dan vitamin D. Vitamin K berfungsi sebagai faktor pembekuan. Selain terdapat vitamin larut lemak, ASI juga mempunyai vitamin larut air seperti vitamin B, asam folat, dan vitamin C. Makanan yang dikonsumsi ibu berpengaruh terhadap kadar vitamin tersebut. Kadar vitamin B6, B12, dan asam folat rendah pada ibu dengan gizi kurang. Vitamin B6 (piridoksin) diperlukan untuk membentuk enzim dekarboksilase dan transaminase yang diperlukan dalam metabolisme jaringan saraf serta penting untuk pembentukan DNA.15,16

 Mineral

(23)

10

2.6 Manfaat Pemberian ASI

ASI memiliki banyak manfaat untuk bayi maupun untuk ibunya. Manfaat pemberian ASI pada bayi yaitu :

 ASI sebagai pencegah infeksi pada bayi

ASI bermanfaat untuk perlindungan kesehatan bayi. Pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan pertama akan menurunkan tingkat kerentanan terhadap berbagai penyakit infeksi. Zat kekebalan yang terdapat dalam ASI akan di transfer ke bayi untuk melengkapi sistem imun bayi yang pada awal-awal kehidupan masih belum terbentuk sepenuhnya serta merangsang pembentukan antibodi pada tubuh bayi. Hal tersebut tidak didapatkan pada bayi yang mendapat susu formula. Selain itu, ASI keluar langsung dari payudara sehingga tidak terkontaminasi oleh air dan botol tercemar yang dapat menimbulkan penyakit.17,18

 ASI menjaga kesehatan saluran cerna bayi

ASI lebih mudah dicerna dibandingkan susu formula. ASI membuat lingkungan di dalam usus besar menjadi asam sehingga meningkatkan pertumbuhan dan aktivitas bakteri baik (Bifidobacterium dan Lactobacillus), serta menghambat pertumbuhan bakteri patogen.

Bifidobacterium mempunyai aktivitas seperti enzim laktase yang dapat

mengurangi gejala klinis intoleransi laktosa. Suasana asam juga merupakan sinyal untuk pembentukan mukus di dalam saluran cerna. Pembentukan mukus yang melapisi epitel saluran cerna berfungsi sebagai barrier agar mikroorganisme tidak dapat masuk. Di dalam ASI, banyak

terkandung oligosakarida yang dapat menstimulasi pertumbuhan dan aktivitas bakteri bifidobacterium (bakteri baik) di dalam saluran cerna. Bakteri tersebut dapat mencegah pertumbuhan mikroorganisme patogen. Selain itu ASI mengandung sIgA yang merupakan faktor proteksi mukosa, salah satunya yaitu mukosa saluran cerna.17,18

 ASI menurunkan kejadian alergi pada bayi

(24)

pada susu sapi ini merupakan jenis protein yang berpotensi menyebabkan alergi karena mempunyai berat molekul yang besar. Pada bayi yang memiliki risiko alergi, maka masuknya molekul protein yang besar ini akan menyebabkan timbulnya gejala alergi. 17,18

 ASI membantu tumbuh kembang bayi

ASI mengandung hormon dan faktor pertumbuhan (growth factor) yang merupakan komponen bioaktif protein. ASI juga mengandung leptin yang berfungsi untuk mengatur asupan makanan dan metabolism energi. Hormon leptin tersebut menyebabkan berat badan bayi yang diberikan ASI lebih seimbang (tidak mengalami kegemukan) dibandingkan bayi yang mendapatkan susu formula.18

 ASI meningkatkan kecerdasan bayi

(25)

12

 Manfaat pemberian ASI bagi ibu

Selain mempunyai banyak manfaat untuk bayi, menyusui juga memberi keuntungan untuk ibu. Menyusui merangsang uterus untuk berkontraksi kembali ke ukurannya semula, sehingga membantu mengurangi perdarahan setelah melahirkan. Peningkatan konsentrasi oksitoksin menyebabkan perdarahan post partum berkurang. Menyusui eksklusif selama 6 bulan akan meningkatkan kadar antibodi ibu sehingga dapat menurunkan risiko terjadinya infeksi setelah melahirkan. Risiko kanker payudara, kanker ovarium, dan osteoporosis pasca menopause juga lebih kecil pada ibu menyusui. Pemberian ASI eksklusif juga dapat meningkatkan jalinan kasih sayang antara ibu dan anak.19

2.7 Pengaruh ASI Eksklusif Terhadap Kejadian Rinitis

ASI mengandung komponen imunologik. Saat awal kehidupan, imunitas bayi masih belum terbentuk dengan sempurna sehingga lebih rentan terkena infeksi. Namun dengan pemberian ASI eksklusif membuat kerentanan terhadap infeksi berkurang akibat komponen imunologik yang dimilikinya. Kandungan immunoglobulin yang relatif tinggi pada ASI yaitu sekretori immunoglobulin A (sIgA), yang belum dimiliki oleh bayi saat awal kehidupan. sIgA yang terdapat pada ASI berasal dari imunoglobulin A (IgA) di dalam sistem imun saluran cerna dan pernafasan maternal yang dibawa melalui sirkulasi darah dan limfatik ke kelenjar payudara.15,20

(26)

IgA merupakan salah satu sistem imunitas mukosa. Antibodi tersebut dapat mengikat antigen pada mikroorganisme patogen sehingga tidak dapat menempel pada mukosa dan menghambat perkembangbiakkannya. Hal tersebut membuat mikroorganisme patogen penyebab rinitis seperti virus tidak dapat berikatan dengan reseptor spesifik yang ada di epitel sehingga tidak dapat berkembangbiak. sIgA tahan terhadap enzim penghancur protein (tripsin, pepsin) dan keasaman lambung di saluran cerna bayi. Kolostrum mengandung sIgA dengan kadar tinggi yang cukup untuk melapisi permukaan mukosa bayi. Selain itu terdapat faktor pendukung perkembangan imunitas termasuk faktor pertumbuhan dan perbaikan jaringan.20

Imunoglobulin lainnya yaitu IgM akan ditransfer pada awal kehidupan bayi sebagai perlindungan terhadap E.coli dan polio, bila ibu sudah pernah terpajan sebelumnya. IgG dimiliki oleh bayi dari transfer melalui plasenta. IgD hanya sedikit sekali ditemukan dalam ASI, sedangkan IgE tidak ada.20,21

ASI mengandung sel makrofag yang merupakan sel fagosit sehingga dapat menghambat pertumbuhan bakteri patogen pada saluran cerna. Sel makrofag juga dapat mensintesis komplemen, lisozim, serta laktoferin. Komplemen mempunyai sifat opsonisasi sehingga memudahkan fagosit mikroorganisme pada mukosa. Lisozim yaitu suatu enzim yang diproduksi oleh epitel kelenjar payudara, makrofag, dan neutrofil. Dapat memecah dinding sel bakteri gram positif yang ada pada mukosa dan menambah aktifitas bakterisid sIgA. ASI mengandung lisozim 300 kali lebih banyak dibandingkan susu sapi. Laktoferin merupakan protein yang terikat dengan zat besi, diproduksi oleh epitel kelenjar payudara, makrofag, dan neutrofil. Menghambat pertumbuhan bakteri dengan cara berikatan dengan zat besi sehingga pertumbuhan bakteri patogen menjadi terhambat.15,21

(27)

14

Di dalam ASI terkandung bile salt stimulated lipase (BSSL) yang berperan mematikan protozoa. Lipase membentuk asam lemak dan monogliserida yang menginaktivasi organisme. Komponen-komponen imunologik lain yang terdapat dalam ASI yaitu Granulocyte colony-stimulating factor (G-CSF) merupakan sitokin spesifik yang dapat menambah pertahanan anti bakteri melalui efek diferensiasi, proliferasi, dan ketahanan neutrofil. Interferon dan fibronektin mempunyai aktivitas antiviral. Protein pengikat vitamin B12 dan asam folat, dapat menjadi antibakteri dengan cara menghalangi bakteri untuk mengikat vitamin bebas sebagai faktor pertumbuhan. Sitokin yang terdapat dalam ASI berperan meningkatkan jumlah antibodi IgA pada ASI. Sitokin yang berperan yaitu IL-l yang berfungsi mengaktifkan sel limfosit T. Sel makrofag juga menghasilkan TNF α dan IL-6 yang mengaktifkan sel limfosit B sehingga antibodi IgA meningkat. ASI juga mengandung musin yang berfungsi melapisi membran lemak susu, dan mempunyai sifat antimikroba dengan cara mengikat bakteri dan virus serta segera mengeliminasinya dari tubuh. Lactadherin protein globule fat yang terdapat pada ASI berfungsi merusak membran pembungkus virus.21

2.8 ASI dalam Pandangan Islam

(28)

Artinya: “Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. Dan kewajiban ayah

memberi makanan dan pakaian kepada para ibu dengan cara ma’ruf. Seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya. Janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan karena anaknya dan seorang ayah karena anaknya, dan warispun berkewajiban demikian. Apabila keduanya ingin menyapih (sebelum dua tahun) dengan kerelaan keduanya dan permusyawaratan, maka tidak ada dosa atas keduanya. Dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran yang patut. Bertakwalah kamu kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.“22

(29)

16

2.9 Kerangka Teori

ASI

Komponen imunologik pada ASI

Rinitis

Non eksklusif

Mencegah infeksi Faktor Risiko:

-Usia

-Jenis Kelamin -Status Gizi -Imunisasi -BBLR

-Sosial ekonomi -Lingkungan Menurunkan

kejadian rinitis

Tanpa pemberian makanan atau

minuman lain sampai usia 6 bulan

Disertai pemberian makanan atau minuman lain

(30)

2.10 Kerangka Konsep

Keterangan :

: variabel dependen : variabel independen : hubungan yang diteliti : hubungan yang tidak diteliti : variabel yang tidak diteliti

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara pemberian ASI ekslusif dengan kejadian rinitis. Faktor lain yang dapat mempengaruhi yaitu status gizi, imunisasi, sosial ekonomi, BBLR, dan lingkungan, tidak dilakukan penelitian untuk faktor tersebut.

Rinitis

ASI eksklusif ASI non eksklusif

Sering Jarang

Faktor Risiko: -Status Gizi -Imunisasi -Sosial ekonomi -BBLR

-Lingkungan ASI

>4 kali dalam sebulan

(31)

18

2.11 Definisi Operasional

Variabel Definisi Alat Ukur Cara

Pengukuran

Skala Pengukuran

Usia Usia responden dalam

penelitian, dikelompokan menjadi :

 0-6 bulan  >6-12 bulan

Kuesioner Wawancara Numerik

Jenis Kelamin Jenis kelamin responden dalam penelitian, di kelompokan menjadi:

 Perempuan

 Laki-laki

Kuesioner Wawancara Kategorik

ASI, terdiri

Kuesioner Wawancara Kategorik

Rinitis Salah satu penyakit

infeksi saluran

(32)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian

Desain penelitian ini merupakan penelitian deskriptif analitik dengan metode cross sectional (potong lintang).

3.2 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di RS Syarif Hidayatullah Ciputat pada tanggal 2 Mei sampai dengan 2 Juli 2013.

Tabel 3.1 Waktu Penelitian

Kegiatan orangtuanya ke RS Syarif Hidayatullah.

 Populasi terjangkau untuk penelitian ini adalah bayi usia 0 – 12 bulan yang dibawa orangtuanya ke bagian anak RS Syarif Hidayatullah dan bersedia menjadi responden.

(33)

20

 Sampel penelitian adalah responden yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi.

3.3.1 Jumlah Sampel

Sampel yang digunakan dalam penelitian ini diambil dengan cara consecutive sampling. Jumlah sampel dihitung dengan rumus untuk penelitian analitik deskriptif kategorik tidak berpasangan 23,24 :

Keterangan :

Zα : deviat baku alfa 1,96

Zβ : deviat baku beta 0,84 P1-P2 : 0,2

P2 : 0,525 (kepustakaan) P1 : 0,725

Q1 : 1 – P1 = 1 – 0,725 = 0,275 Q2 : 1 – P2 = 1 – 0,525 = 0,475

P : proporsi total ( P1 + P2 ) / 2 = 1,25 / 2 = 0,625 Q : 1 – P = 1 – 0,625 = 0,375

Maka hasil hitung adalah 91. Sampel pada penelitian ini berjumlah 91 dari bayi 0 – 12 bulan di RS Syarif Hidayatullah.

3.3.2 Kriteria Sampel

3.3.2.1 Kriteria Inklusi

 Bayi yang berusia 0 – 12 bulan yang berkunjung ke poli anak di RS Syarif Hidayatullah Ciputat.

 Bayi yang diberi ASI ekslusif dan non-ekslusif.

(34)

3.3.2.2 Kriteria Ekslusi

 Bersedia menjadi responden namun tidak mengisi data dengan lengkap.  Bayi yang mengalami rinitis karena alergi.

 Bayi yang menderita kelainan atau komplikasi dari penyakit lain.

3.4 Cara Kerja Penelitian

3.5 Managemen Data

3.5.1 Pengumpulan Data

 Data yang digunakan adalah data primer yang didapat langsung melalui kuesioner dari sampel yang memenuhi kriteria inklusi di poli anak RS Syarif Hidayatullah.

Pembuatan surat izin penelitian ke RS Syarif

Hidayatullah

Pengambilan sampel

Pengumpulan data hasil jawaban responden

Analisis data

Kesimpulan Informed Consent

Bersedia Tidak bersedia

Pengisian kuesioner

(35)

22

3.5.2 Pengolahan Data

 Pengolahan data dalam penelitian ini menggunakan software statistic yaitu semua data yang terkumpil dicatat dan dilakukan editing dan coding untuk kemudian dimasukan kedalam program Statistical Package for Sosial Sciences (SPSS) versi 16.

3.5.3 Analisis Data

Data diolah lebih lanjut dan dilakukan beberapa uji analisa data sebagai berikut :

1. Univariat

Analisa univariat dilakukan untuk menyajikan dan mendeskripsikan karakteristik data setiap variabel yang diteliti.

2. Bivariat

Analisa bivariat dilakukan untuk menguji dan menjelaskan hubungan antara variabel dependen dan variabel independen. Analisis bivariat dilakukan dengan menggunakan uji Chi Square dengan Confident Interval

(CI) 95% atau α sama dengan 0,05. Jika variabel independen terdiri dari dua kategori dan dijumpai expected count<5, maka nilai p dapat dilihat dari nilai fisher exact.

Adapun hubungan kemanakaan antara variabel independen dan dependen dari penelitian ini adalah :

a) Hubungan bermakna atau secara statistik terdapat hubungan yang

signifikan, apabila p value ≤ α

b) Hubungan tidak bermakna atau secara statistik terdapat hubungan yang

(36)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Karakteristik Responden Penelitian

Responden penelitian ini adalah semua bayi yang datang ke bagian anak di RS Syarif Hidayatullah pada bulan Mei sampai dengan Juli 2013. Total sampel yang memenuhi kriteria pada penelitian ini adalah 91 responden.

Tabel 4.1 Karakteristik Subyek Penelitian

Variabel Jumlah Persentase

Jenis Kelamin

Dari tabel 4.1, didapatkan bahwa karakteristik subyek penelitian terbanyak adalah perempuan sebesar 52,7% dengan usia terbanyak yaitu 0-6 bulan sebesar 67,1%, 62,6% subyek lebih banyak yang diberi ASI eksklusif, dan frekuensi rinitis lebih jarang terjadi sebesar 89%.

(37)

24

4.2 Analisa Silang Sebaran Data Antara 2 Variabel Tabel 4.2 Analisa Silang Sebaran Data Antara 2 Variabel

Jenis Kelamin Responden

Rinitis Total

Sering Jarang Jumlah %

Perempuan 5 10,4% 43 89,6% 48 52,7%

Laki-laki 5 11,6% 38 88,4% 43 47,3%

Total 10 22% 81 178% 91 100%

Usia Responden

0-6 bulan 4 6,6% 57 93,4% 61 67,1%

7-12 bulan 6 20% 24 80% 30 32,9%

Total 10 26,6% 81 173,4% 91 100%

Dari tabel 4.2, didapatkan bahwa frekuensi rinitis lebih jarang terjadi pada subyek jenis kelamin perempuan yaitu sebanyak 89,6%dengan kelompok usia 0-6 bulan sebesar 93,4%. Pada penelitian ini terdapat dua kelompok usia responden yaitu usia 0-6 bulan dan 7-12 bulan. Namun data kejadian rinitis pada kelompok usia 7-12 bulan, merupakan data riwayat rinitis saat responden berusia 0-6 bulan.

Hasil yang sama juga ditemukan pada penelitian yang dilakukan di Puskesmas Rumbai Pekanbaru oleh Handayani tahun 2012, bahwa kelompok usia 8-12 bulan lebih sering mengalami kejadian infeksi saluran pernapasan sebanyak 33,8%. Semakin tinggi usia bayi maka semakin tinggi pula tingkat kejadian ISPA, hal ini dikarenakan bayi telah banyak terpapar lingkungan luar. Pada penelitian tersebut juga ditemukan bahwa bayi perempuan lebih jarang mengalami infeksi saluran pernapasan sebanyak 37,3% dibandingkan bayi laki-laki.25

(38)

4.3 Uji Hipotesis ASI dengan Frekuensi Rinitis

Tabel 4.3 Analisa Silang Sebaran Data ASI dengan Frekuensi Rinitis

ASI kelompok ASI eksklusif yaitu sebesar 96,5% dibandingkan ASI non eksklusif. Hasil tersebut juga ditemukan pada penelitian yang dilakukan di Semarang oleh Abbas tahun 2011, bahwa frekuensi infeksi saluran pernapasan akut lebih jarang terjadi pada kelompok ASI eksklusif yaitu sebesar 52,9% dibandingkan ASI non eksklusif. Pada bayi yang tidak mendapatkan ASI eksklusif, frekuensi kejadian infeksi saluran pernapasan akut lebih sering sebesar 40,8% dibandingkan ASI eksklusif.27 Penelitian yang dilakukan oleh Abdullah menunjukan bahwa infeksi saluran pernapasan akut 63,3% terjadi pada bayi yang tidak mendapat ASI eksklusif, sedangkan bayi mendapat ASI eksklusif terserang infeksi saluran pernapasan akut sebesar 23,5%. Simpulan pada penelitian tersebut, pemberian ASI memberikan efek protektif 39,8% terhadap infeksi saluran pernapasan akut.28

Hasil uji Fisher pada penelitian ini, didapatkan nilai p=0.005, yang berarti terdapat hubungan yang bermakna antara kejadian rinitis dengan pemberian ASI eksklusif pada bayi 0-12 bulan di RS Syarif Hidayatullah.29 Penelitian dengan hasil yang sama yaitu penelitian yang dilakukan oleh Yatmihatun di Yogyakarta tahun 2008, menunjukkan bahwa ada pengaruh yang bermakna antara bayi yang diberi ASI eksklusif dengan non eksklusif. Kejadian infeksi saluran pernapasan akut pada bayi yang mendapatkan ASI secara eksklusif selama 6 bulan ditemukan lebih sedikit daripada bayi yang diberikan ASI noneksklusif (ρ<0,05). Bayi yang diberi ASI eksklusif 27,3% yang mengalami infeksi saluran pernapasan akut dan 72,7% tidak mengalami saluran pernapasan akut.30

(39)

26

kali lebih banyak pada anak yang riwayat pemberian ASI tidak eksklusif dibandingkan anak yang diberi ASI secara eksklusif.31

Secara teoritis dijelaskan bahwa kandungan imunologik yang terdapat pada ASI berupa sIgA dapat membuat kerentanan terhadap infeksi berkurang. Hal ini sangat membantu terutama saat awal kehidupan, imunitas bayi masih belum terbentuk dengan sempurna. IgA merupakan salah satu sistem imunitas mukosa. Antibodi tersebut dapat mengikat antigen mikroorganisme penyebab rinitis seperti virus, sehingga tidak dapat berikatan dengan reseptor spesifik di epitel yaitu ICAM-1.32

ASI juga mengandung faktor protektif lain seperti oligosakarida dan laktoferin. Oligosakarida berfungsi berikatan dengan reseptor spesifik di mukosa sehingga menghambat perlekatan bakteri patogen pada mukosa. Laktoferin juga mempunyai beberapa fungsi yaitu menghambat pertumbuhan bakteri gram positif maupun gram negatif dengan cara berikatan dengan zat besi yang dibutuhkan untuk pertumbuhan, menghambat virus berikatan dengan reseptor spesifik di sel target, memodulasi aktivasi komplemen, dan menstimulasi sel Natural Killer (NK). Komplemen mempunyai sifat opsonisasi sehingga memudahkan fagosit mikroorganisme pada mukosa.32

(40)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 KESIMPULAN

1. Persentase responden yang diberi ASI eksklusif 62,6% dan yang diberi ASI non eksklusif sebesar 37,4%.

2. Responden yang mengalami frekuensi rinitis lebih jarang terjadi pada subyek jenis kelamin perempuan yaitu sebanyak 89,6% dan pada kelompok usia 0-6 bulan sebesar 93,4%.

3. Terdapat hubungan bermakna antara ASI eksklusif dengan kejadian rinitis.

5.2 SARAN

1. Pada penelitian selanjutnya dalam memperoleh data perlu dilakukan pengambilan data dari rekam medis pasien.

2. Perlu dilakukan studi kohort untuk mengetahui riwayat perjalanan rinitis selama pemberian ASI.

(41)

28

DAFTAR PUSTAKA

1. Rahajoe N, Supriyatno B, Setyanto DB. Buku Ajar Respirologi Anak, edisi ke 1. Jakarta: Badan Penerbit IDAI; 2013. h. 268-83.

2. Wiryawan Y, Maisya IB. Trend of Causes of Death of Infant and Children Under-Five Year Old in Indonesia in the Year Period 1992-2007. Jurnal Ekologi Kesehatan; 2009. 1100-7.

3. World Health Organization. Global Strategy for Infant and Young Child Feeding. Geneva: World Health Organization; 2002.

4. Arifeen S, dkk. Exclusive Breastfeeding Reduces Acute Respiratory Infection and Diarrhea Deaths Among Infants in Dhaka Slums. Pediatrics; 2001. 1-7.

5. Work Group on Breastfeeding. Breastfeeding and the Use of Human Milk. Pediatrics. 1035-37.

6. Fikawati S, Syafiq A. Penyebab Keberhasilan dan Kegagalan Praktik Pemberian ASI Eksklusif. 2011.

7. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan RI. Riset Kesehatan Dasar. Persentase Pola Menyusui Menurut Kelompok Umur. 2010.

8. Alpers A, dkk. Buku Ajar Pediatri Rudolph, volume 1, edisi ke 20. Jakarta: EGC; 2006. h. 159-60.

9. Behrman, Kliegman, Arvin. Ilmu Kesehatan Anak Nelson, volume ke 2, edisi ke 15. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2000. h. 1455-6. 10.Davey, Patrick. At a Glance Medicine. Jakarta: Erlangga; 2005. h.174-7. 11.Wardani RS, Mangunkusumo E. Infeksi Hidung. Dalam: Hendra U, dkk,

penyunting. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala dan Leher, edisi ke 6. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2007. h.139-41. 12.Behrman, Kliegman, Arvin. Nelson: Ilmu Kesehatan Anak, volume ke 1,

edisi ke 15. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2000. h.192-3. 13.Roesli, Utami. Mengenal ASI Eksklusif: Niaga Swadaya; 2000. h. 60-85. 14.Heinig MJ, Dewey KG. Health Advantages of Breast Feeding for Infants.

(42)

15.Anhari E, Hernawati I, Suradi R, Rochani S. Pemberian Makanan untuk Bayi: Dasar-Dasar Fisiologi. Jakarta: Binarupa Aksara; 2010. h. 86-117. 16.Mexitalia M. ASI Sebagai Pencegah Malnutrisi pada Bayi. Dalam: Suradi

R, Hegar B, Partiwi I, Ananta Y, penyunting. Indonesia Menyusui. Jakarta: Badan Penerbit IDAI; 2010. h. 220-22.

17.Sulistyoningsih, Hariyani. Gizi untuk Kesehatan Ibu dan Anak. Yogyakarta: Graha Ilmu; 2011. h. 60-92.

18.Hegar B, Suradi R, Hendrato A. Bedah ASI. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2008. h. 45-97.

19.Hegar B. Nilai Menyusui. Dalam: Suradi R, Hegar B, Partiwi I, Ananta Y, penyunting. Indonesia Menyusui. Jakarta: Badan Penerbit IDAI; 2010. h.3-6.

20.Hanson L. Breastfeeding and Immune Function. Proceedings of the Nutrition Society; 2007. 384–96.

21.Aldy O, Lubis B, Sianturi P, Azlin E, Tjipta G. Dampak Proteksi Air Susu Ibu terhadap Infeksi, volume ke 11. Sari Pediatri; 2009. 167-71.

22.Kitab Suci Al-qur’an. Juz 1. Surah Al-Baqarah ayat 233.

23.Dahlan MS. Membuat Proposal Penelitian Bidang Kedokteran dan Kesehatan. Jakarta: Sagung Seto; 2009. h. 84-8.

24.Dahlan MS. Besar Sampel dan Cara Pengambilan Sampel dalam Penelitian Kedokteran dan Kesehatan. Jakarta: Salemba Medika; 2009. h. 46-60.

25.Handayani Y, Novayelinda R, Misrawati. Hubungan Pemberian ASI terhadap Kejadian ISPA pada Bayi Usia 0-12 Bulan. Pekanbaru; 2012. 26.Sinha A, Madden J, Degnan RD, Soumerai S, Platt R. Reduced Risk of

Neonatal Respiratory Infections Among Breastfed Girls but Not Boys. Pediatrics; 2003. 303-7.

27.Abbas P, Haryati AS. Hubungan Pemberian ASI Eksklusif dengan Kejadian Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) pada Bayi. Semarang; 2012. 79-83.

(43)

30

29.Dahlan MS. Statistik untuk Kedokteran dan Kesehatan. Jakarta: Salemba Medika; 2009. h. 126-8.

30.Yatmihatun S. Pengaruh Pemberian ASI Eksklusif terhadap Kejadian Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) pada Bayi Usia 7-12 Bulan. Yogyakarta; 2008.

31.Utomo B. Pengaruh Pemberian ASI Eksklusif terhadap Kejadian Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) pada Anak Usia 6-23 Bulan di Kabupaten Konawe. Yogyakarta; 2009.

(44)

LAMPIRAN

LAMPIRAN 1 (Hasil Statistik)

Lampiran 1.1

Jenis kelamin responden

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Perempuan 48 52.7 52.7 52.7

Laki-laki 43 47.3 47.3 100.0

Total 91 100.0 100.0

Lampiran 1.2

Kategori usia

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid 0-6 bulan 61 67.0 67.0 67.0

7-12 bulan 30 33.0 33.0 100.0

Total 91 100.0 100.0

Jumlah Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

(45)

32

LANJUTAN

Lampiran 1.3

Frekuensi Rinitis Responden

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Jarang 81 89.0 89.0 89.0

Sering 10 11.0 11.0 100.0

Total 91 100.0 100.0

Lampiran 1.4

ASI responden

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid ASI non eksklusif 34 37.4 37.4 37.4

ASI eksklusif 57 62.6 62.6 100.0

Total 91 100.0 100.0

Frekuensi Kejadian Rinitis

(46)

LANJUTAN

Lampiran 1.5

Jenis kelamin responden * Frekuensi Pilek responden Crosstabulation

Frekuensi Pilek responden

Total

Jarang Sering

Jenis kelamin responden

Perempuan Count 43 5 48

Expected Count 42.7 5.3 48.0

Laki-laki Count 38 5 43

Expected Count 38.3 4.7 43.0

Total Count 81 10 91

Expected Count 81.0 10.0 91.0

Lampiran 1.6

Analisa Silang Sebaran Data Jenis Kelamin dan Frekuensi Rinitis

(47)

34

LANJUTAN

Lampiran 1.7

Kategori usia * Frekuensi Pilek responden Crosstabulation

Frekuensi Pilek responden

Total

Jarang Sering

Kategori usia 0-6 bulan Count 57 4 61

Expected Count 54.3 6.7 61.0

7-12 bulan Count 24 6 30

Expected Count 26.7 3.3 30.0

Total Count 81 10 91

Expected Count 81.0 10.0 91.0

Lampiran 1.8

Analisa Silang Sebaran Data Usia dan Frekuensi Rinitis

(48)

LANJUTAN

Lampiran 1.9

ASI responden * Frekuensi Rinitis responden Crosstabulation

Frekuensi Pilek Responden

Total

Jarang Sering

ASI responden ASI Non Eksklusif

Count 26 8 34

Expected

Count 30.3

3.7 34.0

ASI Eksklusif Count 55 2 57

Expected

Count 50.7 6.3 57.0

Total Count 81 10 91

Expected

Count 81.0 10.0 91.0

Lampiran 1.10

Analisa Silang Sebaran Data ASI dan Frekuensi Rinitis

(49)

36

LANJUTAN

Lampiran 1.11

Value Df

Asymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-Square 8.727a 1 .003

Continuity Correctionb 6.800 1 .009

Likelihood Ratio 8.595 1 .003

Fisher's Exact Test .005 .005

Linear-by-Linear

Association 8.631 1 .003

N of Valid Casesb 91

a. 1 cells (25.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 3.74. b. Computed only for a 2x2 table

(50)

LAMPIRAN 2

Lampiran 2.1

INFORMED CONSENT

Assalamualaikum Wr. Wb.

Sehubungan akan dilaksanakannya penelitian dengan tema Hubungan Kejadian Rinitis dengan Pemberian ASI Eksklusif sebagai salah salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan kejadian rinitis dengan pemberian ASIEkslusif pada bayi usia 0-12 bulan.

Untuk terlaksananya penelitian ini, kami mengharapkan agar Ibu menjadi responden dalam penelitian ini, dengan menjawab pertanyaan yang ada dalam kuesioner dengan jujur dan sesuai perilaku pemberian ASI pada anak ibu.

Informasi yang diberikan akan dijaga kerahasiaannya. Data-data ini hanya akan dipergunakan untuk kepentingan penelitian ini.

Atas bantuan dan kerjasama yang baik kami ucapkan terima kasih.

Wassalamualaikum Wr. Wb.

Ciputat, 2013

Responden

( )

Peneliti

(51)

38

LANJUTAN

Lampiran 2.2

KUESIONER

Hubungan Pemberian ASI Ekslusif terhadap Diare, Pilek, Perkembangan Motorik Kasar dan Halus pada bayi usia 0-12 bulan, serta Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku pemberian ASI Eksklusif pada Ibu di Rumah Sakit Syarif Hidayatullah Tahun 2013”

Identitas responden :

1. Nama anak :

2. Jenis kelamin :

3. Usia : _____ Bulan

4. Anak ke_____ dari ____ saudara

5. Nama Ayah : setelah bayi lahir dengan memfokuskan pada kemampuan alami (sendiri) bayi dengan cara bayi melangkah didada Ibunya.

1. Apakah anak ibu hanya menggunakan ASI eksklusif 0-6 bulan ? a. Ya

b. Tidak

2. Sejak kapan anak ibu diberi ASI?

a. Beberapa menit setelah lahir  IMD b. Setelah Ibu siap menyusui (tanpa IMD) c. dan lain-lain, sebutkan (…………)

3. Saat ini apakah anak bungsu Ibu telah diberi makanan lain selain ASI ? a. Ya

(52)

LANJUTAN

4. Sejak kapan ASI dicampur dengan PASI? a. Tidak dicampur sampai usia 6 bulan b. Sejak usia 0-6 bulan

c. Sejak usia 3-6 bulan d. Sejak usia 0- >6 bulan

e. Sampai saaat ini belum diberikan PASI

5. Apakah dalam 6 bulan ibu pernah memberikan Susu formula ? a. Pernah

b. Tidak pernah

6. Apabila pernah diberikan sejak kapan ? a. sejak usia 0-6 bulan

b. Sejak usia 3-6 bulan c. Sejak usia 0->6 bulan

7. Apakah anak ibu lahir langsung menangis atau tidak ? a. Ya

b. Tidak

8. Apakah anak ibu pernah dirawat karena penyakit berat ? a. Ya

b. Tidak

Isilah lembar pernyataan di bawah ini dengan memberikan tanda silang (x)

1. Apakah pernah timbul keluhan pilek saat usia 0-6 bulan ? a. Ya

b. Tidak

2. Berapa kali anak Ibu mengalami pilek saat usia 0- 6 bulan ? a. Sering ( dalam sebulan > 4 kali)

b. Jarang ( dalam sebulan < 4 kali) 3. Pilek timbul saat waktu kapan ?

a. Pagi hari b. Malam hari c. Tidak tentu

4. Apakah pilek yang timbul disertai demam (panas) ? a. Ya

b. Tidak

5. Berapa lama keluhan pilek berlangsung dalam 1 episode ( dalam 1 kali timbul) ?

a. 1 hari

(53)

40

LANJUTAN

6. Apakah di keluarga ada yg memiliki riwayat alergi ? a. Ayah

7. Apakah ibu pernah mengkonsumsi sesuatu yang kemudian menimbulkan pilek pada bayi?

8. Apakah anak ibu pernah dinyatakan oleh dokter keluhan pilek yang timbul disebabkan oleh alergi ?

a. Ya b. Tidak

9. Apakah anak ibu pernah diberikan obat alergi ? a. Ya

b. Tidak

10.Apakah ibu tetap memberikan ASI kepada anak ibu yang sedang pilek ? a. Ya

b. Tidak

11.Keluhan pilek yang timbul pada anak ibu :

(54)

LAMPIRAN 3

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

PERSONAL DATA

Nama : Cika Irlia Azzahra

Jenis Kelamin : Perempuan

Tempat Tanggal Lahir: Bandung, 11 November 1993

Status : Belum Menikah

Agama : Islam

Alamat : Jl. Mekarlaksana no.14 Istana Mekarwangi Moh Toha Bandung

Nomor Telepon/HP : 022-87804163 / 087808075140

Email : cikaazzahra@gmail.com

RIWAYAT PENDIDIKAN

1997 – 1999 : Taman Kanak-Kanak Fitriyah 1999 – 2005 : Sekolah Dasar Negeri 2

2005 – 2008 : Sekolah Menengah Pertama Insan Kamil 2008 – 2010 : Sekolah Menengah Atas Insan Kamil

Gambar

Tabel 4. 3 Analisa Silang Sebaran Data ASI dengan Frekuensi Rinitis   .............. 25
Gambar 1.1 Proses Pembentukan sIgA   ...............................................................
Gambar 2.1 Proses Pembentukan sIgA
Tabel 3.1 Waktu Penelitian
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk: (1) mendeskripsikan langkah- langkah pengembangan tes hasil belajar matematika materi perkalian, pembagian dan operasi hitung campuran siswa

PESAN SEKARANG JUGA

Remote sensing data of four different spatial resolutions; broad- scale (250 m resolution Terra/MODIS); medium scale (10 m resolution SPOT/HRG-2); fine scale (0.5m

Kami Guru Indonesia, bersatu dalam wadah organisasi perjuangan Persatuan Guru Republik Indonesia, membina persatuan dan kesatuan bangsa yang berwatak kekeluargaan.. Kami

This paper introduces fire monitoring works of two different projects, namely TIMELINE (TIMe Series Processing of Medium Resolution Earth Observation Data assessing Long –Term

KEPALA KANTOR WILAYAH KEMENTERIAN AGAMA PROVINSI JAWA BARAT, Menimbang : a. bahwa sehubungan dengan telah terbitnya Keputusan Bersama Menteri Agama, Menteri

On the one hand side the mapped avalanche debris was punctuated by small holes (i.e., errors of omission); at the same time many areas, especially wind-blown areas and rock

Tepat w aktu, informasi yang diterima harus tepat pada waktunya, sebab informasi yang usang (terlambat) tidak mempunyai niali yang baik, sehingga bila digunakan sebagai dasar