Semester 1
1. TEATER
KOMPETENSI DASAR
3.1 Memahami penerapan teknik olah tubuh, olah suara, dan olah rasa yang mengacu pada sumber budaya tradisional
4.1 Menerapkan teknik olah tubuh, olah suara, dan olah rasa yang mengacu pada sumber budaya tradisional
INDIKATOR
Mendeskripsikan pengertian olah tubuh, olah suara, dan olah rasa
Menjelaskan macam-macam teknik olah tubuh, olah suara, dan olah rasa
Mengidentifikasi penerapan teknik olah tubuh, olah suara, dan olah rasa
MATERI:
Teater tradisional tidak mengenal teknik-teknik pemeranan yang sama seperti yang kita temui pada latihan pemeranan teater modern. Aktor dan pemeran dalam teater tradisional secara alamiah tampil seperti apa adanya atau dalam istilah teori dramaturgi disebut stock karakter atau tipe casting. Pemeran cenderung bermain tetap seperti sosok keseharian. Misalnya, karena tubuhnya tinggi besar, ia akan berperan sebagai tokoh-tokoh ksatria atau tokoh-tokoh Buto. Tokoh putri atau permaisuri dimainkan oleh pemeran yang berparas cantik. Begitupun tokoh lucu, bodor, a t a u punakawan selalu dimainkan oleh pemeran yang kesehariannya suka melucu. Gaya permainan dalam teater tradisional semua laku dan dialog untuk menjalin cerita dilakukan dengan improvisasi. Para pemain menyesuaikan diri dengan alur cerita pada umumnya, di samping mahir bermain improvisasi juga harus pandai menyanyi sebagai kelengkapan keahlian dalam bermain teater tradisional. Kamu bisa berlatih peran untuk menjadi pemain teater tradisional, seperti melatih tubuh dengan bernyanyi, berikut ini latihan yang harus dilakukan para pemain teater tradisional yang bisa kamu lakukan.
Untuk mengolah tubuh para seniman teater tradisional biasanya mengolah tubuh dengan berlatih gerak-gerak dasar tarian tradisional. Mengapa? Karena pemain dituntut untuk bisa menari dalam pertunjukan teater tradisional. Seperti tarian wayang pada pemeran teater-teater wayang orang, tari kuda lumping, tari ksatria ataupun gerak-gerak komikal yang lucu-lucu dapat kamu tiru dari gerak-gerak keseharian. Olah tubuh bisa dilakukan dengan berbagai hal sebagai berikut.
a. Pemanasan (Lari, Push-up, Sit-up, dan sebagainya)
Latihan olah tubuh bagi para pemain sifatnya wajib menjelang latihan. Mula-mula para pemain diwajibkan berlari mengitari halaman dengan tetap mengatur napas agar tetap terjaga kehangatan pada daerah alat artikulasi. Setelah selesai berlari, disusul gerakan wajib yaitu push-up dan sit-up dengan porsi yang selalu ditambah setiap harinya. Porsi latihan yang intens dan terus melakukan penambahan dari hari ke hari bertujuan agar para pemain meningkatkan kemampuan fisik sampai batas maksimal. b. Stretching (Peregangan Sendi-sendi Tubuh)
Latihan stretching sangat dibutuhkan bagi para pemain, karena selain usaha mencapai bahasa tubuh yang indah di panggung, juga diharapkan tidak ada kekakuan pada setiap otot. Perlu disadari tubuh yang kaku akan menampakkan sebuah gesture yang kurang menarik untuk ditonton.
c. Intensitas Gerak dan Kelenturan
Latihan intensitas gerak dan kelenturan akan lebih baik apabila dilakukan jauh-jauh hari dan secara terus-menerus. Latihan tubuh bertujuan agar fisik terbiasa saat berakting dan tidak mudah lelah ketika hari pertunjukan.
2. Olah Suara
Pengolahan suara, sangat penting bagi seorang pemeran, tujuannya antara lain untuk kekuatan suara, kejelasan suara, dan memberi penekanan pada dialog-dialog penting, irama serta dinamika dialog. Pengolahan suara dalam teater tradisional sangat penting terutama kekuatan suara pemeran dituntut sekali karena biasanya teater tradisional berpentas di panggung arena terbuka, jadi cenderung para pemeran tradisional bersuara keras. Beberapa latihan yang dilakukan adalah dengan cara berlatih menyanyikan lagu-lagu tradisional, atau lagu-lagu dolanan (permainan) anak-anak secara bebas di alam terbuka. Beberapa bentuk latihan vokal antara lain sebagai berikut:
a. Latihan Pernapasan
2) Tahap kedua dinamakan latihan vokal getaran dalam. Teknik yang dilakukan masih sama yaitu penghimpunan dan penahanan napas hanya saja waktu pelepasan menggunakan getaran dalam.
Hal ini bertujuan agar pemain memiliki vokal dalam yang mantap. Bunyi yang dihasilkan adalah
{hhmmmm}. Minimal melakukannya latihan vokal getaran dalam adalah 20 menit untuk para pemain yang memiliki jam terbang tinggi. Bagi pemain yang baru, latihan vokal getaran dalam bersifat kondisional karena tingkat kekuatan alat artikulasi setiap individu berbeda-beda, tentunya dibutuhkan waktu yang lebih lama lagi.
3) Tahap ketiga adalah latihan vokal getaran luar. Teknik yang dilakukan adalah melakukan penghimpunan napas dan penahanan napas, sedangkan pengeluaran napas menggunakan getaran luar. Hal ini bertujuan agar suara menjadi lantang dan keras. Bunyi yang biasa dihasilkan adalah pelafalan {aaaaaaaa} yang panjang sampai udara dalam perut habis. Durasi latihan sama dengan teknik latihan vokal dalam.
b. Latihan Pengucapan
Tahap setelah segala rongga artikulasi penghasil suara dari perut sampai mulut mengalami penghangatan dan keutuhan adalah latihan pengucapan. Hal ini bertujuan agar suara pemain jelas secara fonem, diksi, maupun kalimat yang hendak disampaikan.
1) Tahap pertama, latihan pengucapan adalah senam mulut. Senam mulut dilakukan agar mulut menjadi luwes dan tidak kaku. Segala yang berada pada wilayah mulut dan alat penghasil bunyi sebisa mungkin digerakkan dari lidah, gigi, dan juga bibir.
2) Pada tahap kedua, mulai mempraktikkan penggunaan ilmu-ilmu lingustik, semisal contoh dalam ilmu fonologis pengucapan fonem vokal {a,i,u,e,o}, konsonan bilabial {p,b}, opiko-palatal {dh}.
3) Tahap ketiga adalah menghentakkan suara sekeras dan sejelas mungkin, (contoh, “B”), kemudian dilanjutkan dengan satu kata, (contoh,”B-A-B-U’). Hal ini dilakukan berulang-ulang dengan variasi fonem dan kata selanjutnya dikembangkan menjadi satu kalimat.
3.Olah Rasa
KOMPETENSI DASAR
3.2 Memahami teknik membuat naskah drama dari sumber budaya tradisional
4.2 Membuat naskah drama secara sederhana dari sumber budaya tradisional
INDIKATOR:
1. Menjelaskan pengertian teater tradisional Indonesia
2. Memahami penulisan naskah drama teater tradisional Indonesia 3. Mengidentifikasi unsur-unsur dalam naskah drama
MATERI:
A. SUMBER CERITA TEATER TRADISIONAL INDONESIA
Naskah sangat penting sebagai panduan dalam bermain teater. Teater modern biasanya memakai naskah tertulis (drama) dalam permainannya. Sementara teater tradisional biasanya tidak memakai naskah secara tertulis melainkan secara lisan, yakni dengan cara penuangan cerita, alur cerita secara global dari sutradara kepada pemain. Teater tradisional kental dengan tradisi lisan. Para pemain terbiasa berimprovisasi (spontanitas) dalam memainkan cerita, yang penting para pemain sudah memahami alur cerita. Namun, teater tradisional sekarang sudah mulai menggunakan naskah, dialog dan akting para pemain bisa dirancang sangat baik.
atau lakon. Di dalam naskah tersebut termuat nama-nama tokoh dalam cerita, dialog yang harus diucapkan pemain, teks samping yang harus dilakukan pemain, dan juga keadaan panggung yang diperlukan. Bahkan terkadang dilengkapi juga penjelasan tentang tata busana, tata lampu (lighting) dan tata suara (musik pengiring). Rangkaian cerita terdapat di dalam dialog para tokoh. Jadi, naskah drama itu mengutamakan ucapan-ucapan atau pembicaraan para tokoh. Dari pembicaraan para tokoh itu penonton dapat menangkap dan mengerti seluruh ceritanya.
Dalam teater tradisional di Indonesia, alur cerita dalam naskah biasanya dibagi dalam babak demi babak. Setiap babak mengisahkan peristiwa tertentu. Peristiwa itu terjadi di tempat tertentu, dalam waktu tertentu dan suasana tertentu pula. Misalnya, naskah itu terjadi atas tiga babak, berarti ada babak I, babak II dan III. Tiap babak menggambarkan peristiwa yang berbeda, sehingga penonton memperoleh gambaran yang jelas bahwa setiap peristiwa berlangsung di tempat, waktu, dan suasana yang berbeda.
Untuk memudahkan para pemain teater, naskah ditulis selengkap-lengkapnya, bukan hanya berisi percakapan, melainkan juga disertai keterangan atau petunjuk. Petunjuk merupakan gerakan-gerakan yang dilakukan pemain, tempat terjadinya peristiwa, benda-benda peralatan yang diperlukan setiap babak, dan keadaan panggung. Selain itu juga tentang bagaimana dialog diucapkan, apakah dengan suara lantang, lemah atau berisik. Singkatnya, naskah itu benar-benar sudah lengkap dan sudah siap dimainkan diatas pentas. Sebagian besar pementasan teater tradisional Indonesia banyak mengambil cerita dari kitab-kitab yang sudah terkenal dari sumber lain, seperti Ramayana, Mahabrata, Sejarah, Dongeng dan Legenda.
B. UNSUR-UNSUR DALAM NASKAH LAKON 1. TEMA
Tema merupakan unsur penting naskah lakon, yang berupa ide, gagasan, persoalan tertentu yang dijadikan dasar cerita dan ditentukan oleh pengarang sebelum mulai mengarang. Tema harus memiliki alasan yang kuat sebagai pijakan. Alasan – alasan yang dapat digunakan dalam menentukan tema antara lain:
- Persoalan yang penting, yang perlu ditunjukkan dalam lakon - Secara kuantitatif menimbulkan konflik yang melahirkan cerita - Menghitung waktu penceritaan, yaitu waktu yang diperlukan
untuk menceritakan suatu peristiwa atau tokoh dalam lakon 2. PENOKOHAN
tokoh dapat dideskripsikan berwatak baik, jahat, pemberani, pemarah,dll. Karakter seorang tokoh dapat dilihat dari dialog, gerakan, kostum, pikiran (monolog) dan cara menghadapi masalah.
3. ALUR
Alur atau plot (jalan cerita) adalah rangkaian peristiwa atau urutan bagian-bagian dalam keseluruhan cerita. Peristiwa dalam sebuah lakon adalah kejadian yang berlangsung dalam suatu adegan. Rangkaian alur dapat disusun dengan pola eksposisi, intrik, komplikasi, klimaks, antiklimaks dan resolusi.
4. LATAR ATAU SETTING
Latar atau setting adalah segala keterangan yang berhubungan dengan waktu, tempat dan suasana yang tergambar ketika peristiwa teater berlangsung.
5. AMANAT
Amanat adalah pesan yang disampaikan penulis melalui ceritanya. Seorang penulis pada dasarnya tidak sekedar ingin mengungkapkan gagasan, tapi mempunyai maksud tertentu atau pesan yang ingin disampaikan kepada penonton.
6. DIALOG ATAU PERCAKAPAN
Dialog atau percakapan adalah percakapan antar dua orang atau lebih. Melalui dialog yang dilakukan para tokoh cerita dapat diketahui sikap dan reaksi pelaku terhadap masalah yang terjadi di lingkungannya serta pandangan terhadap suatu masalah yang muncul lewat kegiatan berdialog. Melalui dialog ini, perwatakan para tokoh dapat diketahui.
C. TAHAPAN PROSES MENULIS NASKAH DRAMA DARI SUMBER DAYA TRADISIONAL
1. Tahap pertama, yaitu identifikasi gagasan yang ada pada budaya tradisi yakni tradisi lisan. Tahapan ini berada dalam wilayah budaya tradisi yang dikenal pengarang. Gagasan ini masih abstrak dan berada di angan dan pikiran pengarang, sehingga belum memiliki bentuk yang jelas. Tahap ini dapat digunakan sebagai cara menemukan dan mengenali kembali cerita lisan yang pernah hidup dan berkembang di masyarakat. Tahap ini menjadi sumber garapan pertunjukan serta menjadi sumber budaya yang menjadi pesan kepada penonton.
2. Tahap kedua, yaitu observasi nilai artistik tradisi lisan. Sebuah usaha seniman mengkonkretkan gagasan melalui bentuk artistik. Cara yang dilakukan adalah mencari spirit tradisi yang pernah dikenali. Misalnya, kisah Ande-Ande Lumut, Roro Jonggrang,dll. 3. Tahap ketiga, yakni perspektif seniman. Tahap penyesuaian
Hubungan dalam teori dramaturgi mulai diperhitungkan seniman yang terlibat di sini. Tahap ini harus menampilkan keterkaitan antara ide, lakon, pelaku, dan penonton.
4. Tahap keempat, yakni pementasan, merupakan upaya memindahkan gagasan menuju realisasi pemanggungan. Tahapan ini merupakan usaha mendekatkan sudut pandang seniman dengan penontonnya melalui elemen – elemen artistik dan media pemanggungannya.
5. Tahap kelima, adalah kehadiran penonton. Tahapan ini merupakan uji coba mendekatkan ungkapan gerak spontan dengan penontonnya melalui pertunjukan. Kemampuan dan daya apresiasi yang dimiliki penonton mulai diperhitungkan seniman teater. Selera modern bertemu dengan artistik seni tradisi. Proses penyampaian tentu saja menuntut kreativitas artistik yang saling tarik ulur dengan penonton.
2. MUSIK
Kompetensi Dasar
3.1 Memahami teknik dan gaya lagu daerah secara unisono atau perseorangan
4.1 Menyanyikan lagu daerah secara unisono atau perseorangan Indikator:
- Menjelaskan konsep lagu tradisi dan lagu daerah
- Mengidentifikasi teknik menyanyikan lagu daerah secara unisono
MATERI:
A. KONSEP LAGU TRADISI DAN LAGU DAERAH
Lagu tradisional adalah lagu yang hidup di masyarakat secara turun temurun, dipertahankan sebagai sarana hiburan, upacara adat ritual budaya, dan identitas suatu komunitas. Lagu tradisional
sebagai milik perorangan. Itulah sebabnya, nama pencipta lagu tradisional tidak disebutkan.
beberapa lagu yang dikenal sebagai lagu tradisi misalnya lagu dolanan di jawa seperti cublak-cublak suweng, nina bobo, dll.
Lagu daerah adalah lagu yang berasal dari suatu daerah tertentu dan menjadi populer karena menjadi nyanyian khas masyarakat di daerah tersebut. Lagu daerah biasanya tercipta karena kearifan lokal, tradisi, dan kultur seni yang tumbuh dan berkembang di suatu daerah tertentu. Lagu daerah biasanya
menggunakan lirik berbahasa daeah masing-masing. Kekhasan lagu daerah dapat dilihat dari melodinya, komposisi irama, tangga nada dan tentu saja liriknya. Perhatikan lagu – lagu seperti “rasa sayang sayange” dari maluku, “yamko rambe yamko” dari papua, “soleram” dari riau, dan “si patokaan” dari sulawesi utara. Lagu-lagu tersebut merupakan identitas dari daerah tersebut.
B. FUNGSI MUSIK DAERAH
a. Sebagai upacara adat dan keagamaan
Sebagai bagian dari kebudayaan, musik bagi adat daerah tertentu biasanya memiliki fungsi untuk mnegiringi upacara-upacara adat setempat. Difungsikan demikian karena sejak zaman prasejarah musik dianggap sebagai bahasa para dewa. b. Pengiring tari adat
Musik yang berirama akan mempengaruhi perasaan
pendengarnya. Perasaan yang meluap-luap karena musik itu sering muncul dalam gerakan-gerakan berirama. Gerakan tubuh secara berirama itulah yang kita kenal sebagai seni tari. Untuk sarana pementasannya, tari daerah sangat tepat diiringi musik daerah setempat. Paduan musik dan tari daerah menjadi ciri khas budaya daerah.
c. Media bermain
Hampir di tiap daerah ditemukan lagu-lagu sebagai media bermain bagi anak-anak. Di Jawa lagu-lagu tersebut disebut Dolanan. Misalnya seperti pok ame-ame (Betawi), ampar-ampar pisang (Kalimantan),dll.
d. Iringan pertunjukan
Tidak ada satupun seni pertunjukan yang tidak menggunakan musik sebagai pengiringnya. Dalam seni pertunjukan, musik berfungsi sebagai penguat suasana. Wayang kulit (Jawa dan Bali), ketoprak, wayang golek (Sunda), saman menggunakan iringan musik daerah setempat.
Sama dengan lagu modern, lagu tradisional dan lagu daerah juga dapat dinyanyikan dengan teknik unisono dan grup vokal. Bernyanyi unisono adalah bernyanyi satu suara tanpa akor. Jadi, yang dinyanyikan adalah melodi pokoknya saja. Banyak masyarakat dari beberapa suku di Indonesia yang hanya terbiasa bernyanyi dalam satu suara, yaitu sesuai dengan melodi pokoknya saja. Lagu daerah yang ada di setiap provinsi merupakan warisan budaya. Mengenal budaya di setiap daerah tidak harus dengan kita berkunjung ke daerah tersebut. Banyak yang kita pelajari dari sebuah lagu daerah tersebut, kita dapat mengerti bahasa mereka walaupun tidak semahir kalau kita tinggal disana, dan setiap lagu yang diciptakan di setiap daerah sebagai warisan budaya sangat mengandung nilai-nilai yang baik.
KOMPETENSI DASAR
Indikator:
- Menjelaskan teknik vokal grup untuk menyanyikan lagu tradisi dan lagu daerah
- Mengidentifikasi teknik bernyanyi dengan vokal grup berdasarkan teknik vokal
Materi:
Teknik Bernyanyi Vokal Grup Lagu Tradisional
Bernyanyi dengan teknik vokal grup membutuhkan kelompok karena teknik ini merupakan teknik bernyanyi dengan lebih dari satu suara. Teknik vokal grup dapat dibedakan menjadi:
a. Duo, vokal grup dengan dua penyanyi dan dua suara
b. Trio, vokal grup beranggotakan tiga penyanyi dengan tiga suara c. Kuartet, vokal grup beranggota empat penyanyi dengan empat
suara
d. Kuintet, vokal grup beranggota lima penyanyi dengan lebih dari empat suara.
e. Paduan suara atau koor, vokal grup beranggota lebih dari lima penyanyi
Teknik bernyanyi vokal grup berdasarkan teknik vokalnya dalam seni musik modern diantaranya:
1. Akapela
Akapela adalah teknik vokal grup tanpa iringan musik. Teknik akapela adalah teknik vokal grup yang menyanyikan lagu hanya dengan vokal, dalam hal ini hanya dengan suara manusia saja. Kadang-kadang dalam teknik akapela juga ada pembagian suara penyanyi sebagai vokalis melodis, ada juga sebagai vokalis ritmis. Vokalis melodis adalah vokalis yang memainkan melodi lagu, sedangkan vokalis ritmis adalah vokalis yang memainkan ritme atau iringan lagu yang dalam sajian biasa dimainkan dengan instrumen musik.
2. Kanon
bersahut-sahutan. Hal ini terjadi karena jaringan harmonik yang berbentuk peniruan suatu bagian lagu, yang dinyanyikan bersama dengan bagian lagu yang lain secara susul-menyusul.
3. Koor
Koor disebut juga paduan suara, yaitu teknik bernyanyi vokal grup dengan banyak suara. Biasanya, koor dimainkan dengan aransemen empat suara (S-A-T-B) atau tergantung kebutuhan, bisa dengan dua atau tiga suara saja.
Teknik bernyanyi vokal grup seni musik tradisional di Indonesia ada bermacam-macam, diantaranya:
a. Panembromo
Panembromo adalah sebutan lain dari koor untuk lagu – lagu tradisional Jawa. Lagu-lagu yang dinyanyikan dalam bentuk panembromo adalah lagu-lagu yang biasanya dibawakan dengan iringan karawitan atau gamelan. Lagu-lagu yang dibawakan dalam panembromo biasanya bertangga nada pentatonis.
b. Gerong
Gerong adalah teknik vokal grup dalam seni karawitan yang mirip dengan kanon. Beberapa penyanyi laki-laki (wiraswara) memberikan sahut-sahutan tertentu di sela-sela lagu yang dibawakan sinden (penyanyi wanita). Gerong gerong adalah paduan suara dalam seni musik tradisional Jawa. Gerong biasanya merupakan paduan suara laki-laki yang bersama-sama bernyanyi dengan iringan gamelan. c. Gondang
Gondang adalah ansambel musik tradisional Batak. Ansambel gondang terbagi menjadi dua bagian, yakni gondang sabangunan (gondang bolon) dan gondang hasapi (uning-uningan). Keduanya merupakan dua jenis ansambel musik yang terdapat pada tradisi musik Batak Toba. Secara umum selalu digunakan dalam upacara yang berkaitan dengan religi, adat, maupun upacara-upacara seremonial lainnya.