• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis kesediaan pengusaha industri batik membayar peningkatan kualitas pengelolaan unit pengelolaan limbah dengan pendekatan contingent valuation method (Kasus kelurahan jenggot, kecamatan Pekalongan Selatan, kota Pekalongan)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis kesediaan pengusaha industri batik membayar peningkatan kualitas pengelolaan unit pengelolaan limbah dengan pendekatan contingent valuation method (Kasus kelurahan jenggot, kecamatan Pekalongan Selatan, kota Pekalongan)"

Copied!
135
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS KESEDIAAN PENGUSAHA INDUSTRI BATIK MEMBAYAR

PENINGKATAN KUALITAS PENGELOLAAN UNIT PENGOLAHAN

LIMBAH DENGAN PENDEKATAN

CONTINGENT VALUATION

METHOD

(Kasus Kelurahan Jenggot, Kecamatan Pekalongan Selatan, Kota

Pekalongan)

Oleh :

Farida

A14304039

PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN DAN SUMBERDAYA

FAKULTAS PERTANIAN

(2)

RINGKASAN

FARIDA. Analisis Kesediaan Pengusaha Industri Batik Membayar Peningkatan Kualitas Pengelolaan Unit Pengolahan Limbah Dengan Pendekatan Contingent Valuation Method (Kasus Kelurahan Jenggot, Kecamatan Pekalongan Selatan, Kota Pekalongan). Di bawah bimibingan SUTARA HENDRAKUSUMAATMAJA.

Kota Pekalongan selama ini dikenal sebagai Kota Batik karena sebagai salah satu pusat industri-industri batik. Di kota ini sentra industri batik terdapat hampir di setiap pelosok Kota Pekalongan. Sektor industri batik di Kota Pekalongan berperan penting dalam percepatan peningkatan ekonomi masyarakat, karena sektor tersebut lebih banyak menyerap tenaga kerja dan peningkatan pendapatan daerah. Selain pada peningkatan perekonomian, sektor industri ini juga telah banyak menyumbang limbah industri ke berbagai wilayah di kota pekalongan maupun sekitarnya.

Masalah mengenai pencemaran air sungai oleh limbah batik bukan merupakan masalah baru di Kota Pekalongan, oleh karena itu pemerintah telah membuat kebijakan dalam pembuatan sarana Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL), namun peraturan pemerintah untuk membuat IPAL kurang didengar oleh para pengusaha. Hal tersebut karena dibutuhkan dana tidak sedikit dalam pembuatan IPAL dan biaya pengolahan, yang akhirnya membuat para pengusaha urung membuat IPAL.

Dengan berbagai alasan diatas, Pemerintah Kota Pekalongan dalam hal ini Dinas Penataan Kota dan Lingkungan Hidup (DPKLH) membuat Unit Pengolahan Limbah (UPL) yang dapat diterima oleh masyarakat, karena murah dan alami. UPL ini termasuk pertama kali di Jawa Tengah. UPL tersebut dibangun di tempat bekas IPAL yang dulu tidak dioperasikan dan berada di Daerah Jenggot, untuk mengetahui tentang keberadaan UPL tersebut di Daerah Jenggot maka diperlukan analisis persepsi dari para pengusaha batik dan masyarakat Jenggot mengenai keadaan sebelum dan sesudah terdapat UPL di daerah tersebut dengan analisis deskriptif yang nantinya akan diketahui berapa peluang pengusaha batik dan masyarakat Jenggot menerima atau tidak menerima keberadaan UPL di daerah tersebut.

Mengingat dilakukannya adanya perbaikan dalam penyediaan sarana prasarana dan perbaikan pelayanan maka perlu adanya penelitian tentang faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kesediaan dan ketidaksediaan pengusaha batik untuk membayar iuran pengelolaan dengan menggunakan regresi logit. Selain itu perlu adanya penilaian ekonomi mengenai besarnya iuran pengelolaan UPL dengan menggunakan metode CVM dan analisis regresi berganda. Sehingga akan diketahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi nilai WTP tersebut.

Tujuan dari penelitian ini adalah 1) mengkaji persepsi pengusaha industri batik serta rumah tangga di daerah Jenggot terhadap keberadaan UPL Jenggot saat ini; 2) menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi pengusaha industri batik bersedia dan tidak bersedia untuk membayar besarnya rencana biaya pengelolaan UPL; 3) menganalisis besarnya kesediaan pengusaha industri batik mengenai tingkat kesediaan membayar biaya pengelolaan air limbah; dan 4) menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya kesediaan pengusaha industri batik dalam membayar biaya pengelolaan UPL.

(3)

kapasitas produksi kurang dari 500 kodi. Jumlah kapasitas buangan limbah dari responden terbanyak adalah kurang dari 1500 liter dimana sebagian besar adalah batik cap dan hanya membuat motif. Sedangkan karakteristik responden dari Desa Jenggot khususnya rumah tangga, sebagian responden masih rendah tingkat pendidikannya yaitu, lulusan SLTP dan kesejahteraannya masih rendah dengan tingkat pendapatan rumah tangga terbanyak dengan kisaran Rp.600.001-Rp.800.000, dan dengan jenis pekerjaan sebagai buruh industri batik atau tekstil sebanyak 42 persen.

Persepsi dari responden mengenai keadaan lingkungannya cukup beragam, dan berbeda antara responden pengusaha batik dengan rumah tangga di wilayah tersebut, dimana sebagian besar pengusaha menganggap bahwa limbah batik yang dibuang tidak berbahaya, sedangkan responden rumah tangga sebagian besar berpendapat bahwa limbah tersebut sudah sangat meresahkan, dan keadaan air maupun udara di sekitar wilayah Jenggot juga sudah bermasalah, dimana sumber air bersih sudah mulai tercemar sehingga sebagian besar pengusaha menggunakan air PAM maupun sumur bor, sedangkan rumah tangga yang kurang mampu masih menggunakan air sumur.

Faktor-faktor yang mempengaruhi secara nyata pada persepsi pengusaha industri batik untuk menerima keberadaan UPL adalah tingkat pendidikan, tingkat sosialisasi, dan jumlah kapasitas buangan limbah. Berdasarkan penelitian diperoleh 70 persen responden pengusaha industri batik menerima keberadaan UPL. Faktor-faktor yang mempengaruhi secara nyata persepsi rumah tangga terhadap keberadaan UPL adalah jenis pekerjaan, biaya untuk mengurangi pencemaran dan pengetahuan mengenai pencemaran limbah batik. Alasan responden menerima keberadaan UPL terutama untuk memperbaiki kualitas lingkungan di daerah tersebut, sedangkan alasan responden tidak menerima keberadaan UPL Jenggot dikarenakan kinerja dari UPL kurang atau tidak berjalan dengan baik.

Faktor-faktor yang mempengaruhi kesediaan responden pengusaha batik untuk membayar biaya pengelolaan UPL adalah biaya yang dikeluarkan untuk mengurangi dampak dari limbah batik dan pengetahuan mengenai pencemaran. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh 85 persen responden bersedia membayar biaya pengelolaan UPL.

Nilai WTP yang didapat akan dijadikan acuan untuk besarnya biaya pengelolaan UPL Jenggot, yaitu sebesar Rp. 53.088,2,- per pengusaha. Berdasarkan nilai WTP yang ditawarkan oleh responden didapatkan estimasi perolehan biaya pengelolaan total sebesar Rp.1.805.000,- perbulan. Faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya nilai WTP secara nyata adalah tingkat pendapatan, tingkat pengetahuan, jumlah kapasitas buangan limbah perhari, dan biaya pengurangan pencemaran.

(4)

ANALISIS KESEDIAAN PENGUSAHA INDUSTRI BATIK MEMBAYAR

PENINGKATAN KUALITAS PENGELOLAAN UNIT PENGOLAHAN

LIMBAH DENGAN PENDEKATAN

CONTINGENT VALUATION

METHOD

(Kasus Kelurahan Jenggot, Kecamatan Pekalongan Selatan, Kota

Pekalongan)

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar

Sarjana Pertanian

Pada Fakultas Pertanian

Institut Pertanian Bogor

Oleh :

Farida

A14304039

PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN DAN SUMBERDAYA

FAKULTAS PERTANIAN

(5)

JUDUL :

ANALISIS KESEDIAAN PENGUSAHA INDUSTRI BATIK

MEMBAYAR PENINGKATAN KUALITAS PENGELOLAAN

UNIT PENGOLAHAN LIMBAH DENGAN PENDEKATAN

CONTINGENT VALUATION METHOD

(Kasus Kelurahan

Jenggot,

Kecamatan

Pekalongan

Selatan,

Kota

Pekalongan)

NAMA : FARIDA

NRP : A14304039

Menyetujui, Dosen Pembimbing

Ir. Sutara Hendrakusumaatmaja, M.Sc NIP. 130 367 086

Mengetahui, Dekan Fakultas Pertanian

Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M.Agr NIP. 131 124 019

(6)

PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI SAYA YANG BERJUDUL ‘‘ANALISIS KESEDIAAN PENGUSAHA INDUSTRI BATIK MEMBAYAR PENINGKATAN KUALITAS PENGELOLAAN UNIT PENGOLAHAN LIMBAH DENGAN PENDEKATAN CONTINGENT VALUATION METHOD (Kasus Kelurahan Jenggot, Kecamatan Pekalongan Selatan, Kota Pekalongan)”. BELUM PERNAH DIAJUKAN PADA SUATU PERGURUAN TINGGI, LEMBAGA, ATAU INSTITUSI MANAPUN UNTUK TUJUAN MEMPEROLEH GELAR AKADEMIK TERTENTU. SAYA JUGA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI DAN TIDAK MENGANDUNG BAHAN-BAHAN YANG PERNAH DITULIS ATAU DITERBITKAN OLEH PIHAK LAIN KECUALI SEBAGAI RUJUKAN YANG DINYATAKAN DALAM NASKAH.

Bogor, Juli 2008

(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir di Pekalongan, 13 Juli 1986, sebagai anak kedua dari tiga bersaudara pasangan Halimi bin H. Zuhri dan Khabsah.

Penulis mengawali pendidikannya di TK Roudhotul Ulama Simbang Kulon pada tahun 1990, dilanjutkan di Madrasah Ibtidaiyah Simbang Kulon dari tahun 1992 sampai 1994, lalu melanjutkan studi di SD Negeri 1 Simbang Kulon pada tahun 1994 sampai 1998. Pada tahun 1998, melanjutkan di SLTP Negeri 14 Pekalongan, kemudian penulis menyelesaikan sekolah menengah atas di SMU Negeri 1 Pekalongan pada tahun 2004. Pada tahun yang sama, penulis diterima sebagai mahasiswa Program Studi Ekonomi Pertanian dan Sumberdaya, Departemen Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI.

(8)

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas rahmat dan ridho-Nya lah penulis mampu menyelesaikan penulisan skripsi ini. Penulisan skripsi ini sebagai tugas akhir untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian di Institut Pertanian Bogor.

Skripsi ini Berjudul “Analisis Kesediaan Pengusaha Industri Batik Membayar Peningkatan Kualitas Pengelolaan Unit Pengolahan Limbah

Dengan Pendekatan Contingent Valuation Method (Kasus Kelurahan

Jenggot, Kecamatan Pekalongan Selatan, Kota Pekalongan)”. Bertujuan untuk mengukur WTP (Willingness to Pay) pengusaha industri batik dalam kesediaannya membayar biaya pengelolaan UPL Jenggot agar berjalan lebih baik.

Penulis menyadari skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan karena adanya keterbatasan-keterbatasan yang dihadapi selama penelitian. Untuk itu penulis sangat mengharapan tanggapan, saran, dan kritik demi kesempurnaan dalam penulisan skripsi ini. Penulis juga mengucapkan banyak terima kasih kepada dosen pembimbing atas bimbingannya, orang tua yang selalu mengirimkan do’a dan juga kepada semua pihak yang telah turut memberikan peran dalam penulisan skripsi ini.

Bogor, Juli 2008

(9)

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulisan skripsi ini tidak akan terwujud tanpa bantuan dari berbagai pihak, pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Keluarga tersayang ; AyahQ (Halimi bin H. Zuhri), IbuQ (Khabsah) atas Do’a, perhatian, dan motivasi yang tak terbatas maturnuwun sanget, semoga ida bisa lebih berbakti, Mbak (Mbak Ephie) atas semangat dan bantuannya yang tak terbatas dan Adek (Lia).

2. Ir. Sutara Hendrakusumaatmaja, M.Sc., sebagai dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan dengan sabar dan pengertiannya.

3. Dr. Ir. Ahyar Ismail, M.Agr., sebagai dosen penguji utama yang telah memberikan banyak masukan dan saran yang sangat bermanfaat.

4. A. Faroby Falatehan, SP, ME sebagai dosen penguji komisi pendidikan yang telah memberikan saran dan masukan yang sangat bermanfaat. 5. Ir. Yety Lis Purnamadewi selaku dosen pembimbing akademik selama

masa perkuliahan yang telah memotivasi penulis untuk lebih baik. 6. Keluarga Wo Kus di Kota Solo atas do’a dan semangatnya.

7. Dosen-dosen maupun staf pengajar EPS yang telah menyalurkan ilmunya kepada penulis, serta staf-staf dari program studi EPS maupun ESL yang telah banyak membantu. Mbak Pini, Mbak Tuti, Pak Husen, Pak Basyir, dan Pak Dayat.

8. Teman-teman seperjuanganku “Cha-does” (cibe alias Cita terimakasih telah menjadi pembahas dalam seminar penulis, vindut alias Vina atas bantuan dalam mempersiapkan segalanya, pepelepew alias Avenia atas semangat, bantuan dan segalanya, Uchie atas semangat dan do’anya, Irak alias Irna atas semangatnya, dan Wulan atas semangatnya) dan Rissa Gumanti atas semangat dan bantuannya.

9. Muhammad Arif Alamsyah atas semangat, bantuan dan segalanya. 10. Teman- teman EPS ’41 sebagai angkatan terakhir, terima kasih atas

(10)

11. Teman-teman yang berada di Pekalongan, (Fifi atas bantuan dalam menemani penulis mencari data, Dias atas semangat dan bantuannya, Ricko atas bantuannya, Husni atas semua hal yang telah diberi dan Dinar atas konsultasi statistiknya)

12. Ridho atas bantuannya, Bowo atas semangatnya, dan Mbak Ratri beserta keluarga yang telah banyak membantu.

13. Acc kost (teman-teman seperjuangan Testi, Dilla, Amal, Nisa, Mayang, Opie, Nope dan lainnya yang telah memberi semangat).

14. Teman satu perjuanganku sewaktu KKP 2007 di Desa Kongsijaya Indramayu; Ferdi, mama Lia, mama Tika, dan papa Dho. Semoga kita bisa menjadi lebih berguna bagi semua.

15. Maharani kost (Pipit alias Vidya sebagai satu pembimbing terima kasih atas semangat, do’a, dan bantuannya, Santi atas semangatnya, Nia, Mute’, Mbak Umi atas sarapan-sarapan paginya, dan Cian).

16. Dinas Penataan Kota dan Lingkungan Hidup (DPKLH) Kota Pekalongan, Kepala Bagian Pengelolaan UPL Jenggot Bapak Supriyatno dan Bapak Heru atas data-data yang sangat bermanfaat.

17. Kelurahan Jenggot, Kecamatan Pekalongan Selatan Kota Pekalongan, Bapak Lurah atas data-data yang bermanfaat dan izin-izinnya)

18. Seluruh pengusaha industri batik di Kelurahan Jenggot, atas kerja samanya dalam membantu penulis selama melakukan penelitian.

(11)

ANALISIS KESEDIAAN PENGUSAHA INDUSTRI BATIK MEMBAYAR

PENINGKATAN KUALITAS PENGELOLAAN UNIT PENGOLAHAN

LIMBAH DENGAN PENDEKATAN

CONTINGENT VALUATION

METHOD

(Kasus Kelurahan Jenggot, Kecamatan Pekalongan Selatan, Kota

Pekalongan)

Oleh :

Farida

A14304039

PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN DAN SUMBERDAYA

FAKULTAS PERTANIAN

(12)

RINGKASAN

FARIDA. Analisis Kesediaan Pengusaha Industri Batik Membayar Peningkatan Kualitas Pengelolaan Unit Pengolahan Limbah Dengan Pendekatan Contingent Valuation Method (Kasus Kelurahan Jenggot, Kecamatan Pekalongan Selatan, Kota Pekalongan). Di bawah bimibingan SUTARA HENDRAKUSUMAATMAJA.

Kota Pekalongan selama ini dikenal sebagai Kota Batik karena sebagai salah satu pusat industri-industri batik. Di kota ini sentra industri batik terdapat hampir di setiap pelosok Kota Pekalongan. Sektor industri batik di Kota Pekalongan berperan penting dalam percepatan peningkatan ekonomi masyarakat, karena sektor tersebut lebih banyak menyerap tenaga kerja dan peningkatan pendapatan daerah. Selain pada peningkatan perekonomian, sektor industri ini juga telah banyak menyumbang limbah industri ke berbagai wilayah di kota pekalongan maupun sekitarnya.

Masalah mengenai pencemaran air sungai oleh limbah batik bukan merupakan masalah baru di Kota Pekalongan, oleh karena itu pemerintah telah membuat kebijakan dalam pembuatan sarana Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL), namun peraturan pemerintah untuk membuat IPAL kurang didengar oleh para pengusaha. Hal tersebut karena dibutuhkan dana tidak sedikit dalam pembuatan IPAL dan biaya pengolahan, yang akhirnya membuat para pengusaha urung membuat IPAL.

Dengan berbagai alasan diatas, Pemerintah Kota Pekalongan dalam hal ini Dinas Penataan Kota dan Lingkungan Hidup (DPKLH) membuat Unit Pengolahan Limbah (UPL) yang dapat diterima oleh masyarakat, karena murah dan alami. UPL ini termasuk pertama kali di Jawa Tengah. UPL tersebut dibangun di tempat bekas IPAL yang dulu tidak dioperasikan dan berada di Daerah Jenggot, untuk mengetahui tentang keberadaan UPL tersebut di Daerah Jenggot maka diperlukan analisis persepsi dari para pengusaha batik dan masyarakat Jenggot mengenai keadaan sebelum dan sesudah terdapat UPL di daerah tersebut dengan analisis deskriptif yang nantinya akan diketahui berapa peluang pengusaha batik dan masyarakat Jenggot menerima atau tidak menerima keberadaan UPL di daerah tersebut.

Mengingat dilakukannya adanya perbaikan dalam penyediaan sarana prasarana dan perbaikan pelayanan maka perlu adanya penelitian tentang faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kesediaan dan ketidaksediaan pengusaha batik untuk membayar iuran pengelolaan dengan menggunakan regresi logit. Selain itu perlu adanya penilaian ekonomi mengenai besarnya iuran pengelolaan UPL dengan menggunakan metode CVM dan analisis regresi berganda. Sehingga akan diketahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi nilai WTP tersebut.

Tujuan dari penelitian ini adalah 1) mengkaji persepsi pengusaha industri batik serta rumah tangga di daerah Jenggot terhadap keberadaan UPL Jenggot saat ini; 2) menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi pengusaha industri batik bersedia dan tidak bersedia untuk membayar besarnya rencana biaya pengelolaan UPL; 3) menganalisis besarnya kesediaan pengusaha industri batik mengenai tingkat kesediaan membayar biaya pengelolaan air limbah; dan 4) menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya kesediaan pengusaha industri batik dalam membayar biaya pengelolaan UPL.

(13)

kapasitas produksi kurang dari 500 kodi. Jumlah kapasitas buangan limbah dari responden terbanyak adalah kurang dari 1500 liter dimana sebagian besar adalah batik cap dan hanya membuat motif. Sedangkan karakteristik responden dari Desa Jenggot khususnya rumah tangga, sebagian responden masih rendah tingkat pendidikannya yaitu, lulusan SLTP dan kesejahteraannya masih rendah dengan tingkat pendapatan rumah tangga terbanyak dengan kisaran Rp.600.001-Rp.800.000, dan dengan jenis pekerjaan sebagai buruh industri batik atau tekstil sebanyak 42 persen.

Persepsi dari responden mengenai keadaan lingkungannya cukup beragam, dan berbeda antara responden pengusaha batik dengan rumah tangga di wilayah tersebut, dimana sebagian besar pengusaha menganggap bahwa limbah batik yang dibuang tidak berbahaya, sedangkan responden rumah tangga sebagian besar berpendapat bahwa limbah tersebut sudah sangat meresahkan, dan keadaan air maupun udara di sekitar wilayah Jenggot juga sudah bermasalah, dimana sumber air bersih sudah mulai tercemar sehingga sebagian besar pengusaha menggunakan air PAM maupun sumur bor, sedangkan rumah tangga yang kurang mampu masih menggunakan air sumur.

Faktor-faktor yang mempengaruhi secara nyata pada persepsi pengusaha industri batik untuk menerima keberadaan UPL adalah tingkat pendidikan, tingkat sosialisasi, dan jumlah kapasitas buangan limbah. Berdasarkan penelitian diperoleh 70 persen responden pengusaha industri batik menerima keberadaan UPL. Faktor-faktor yang mempengaruhi secara nyata persepsi rumah tangga terhadap keberadaan UPL adalah jenis pekerjaan, biaya untuk mengurangi pencemaran dan pengetahuan mengenai pencemaran limbah batik. Alasan responden menerima keberadaan UPL terutama untuk memperbaiki kualitas lingkungan di daerah tersebut, sedangkan alasan responden tidak menerima keberadaan UPL Jenggot dikarenakan kinerja dari UPL kurang atau tidak berjalan dengan baik.

Faktor-faktor yang mempengaruhi kesediaan responden pengusaha batik untuk membayar biaya pengelolaan UPL adalah biaya yang dikeluarkan untuk mengurangi dampak dari limbah batik dan pengetahuan mengenai pencemaran. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh 85 persen responden bersedia membayar biaya pengelolaan UPL.

Nilai WTP yang didapat akan dijadikan acuan untuk besarnya biaya pengelolaan UPL Jenggot, yaitu sebesar Rp. 53.088,2,- per pengusaha. Berdasarkan nilai WTP yang ditawarkan oleh responden didapatkan estimasi perolehan biaya pengelolaan total sebesar Rp.1.805.000,- perbulan. Faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya nilai WTP secara nyata adalah tingkat pendapatan, tingkat pengetahuan, jumlah kapasitas buangan limbah perhari, dan biaya pengurangan pencemaran.

(14)

ANALISIS KESEDIAAN PENGUSAHA INDUSTRI BATIK MEMBAYAR

PENINGKATAN KUALITAS PENGELOLAAN UNIT PENGOLAHAN

LIMBAH DENGAN PENDEKATAN

CONTINGENT VALUATION

METHOD

(Kasus Kelurahan Jenggot, Kecamatan Pekalongan Selatan, Kota

Pekalongan)

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar

Sarjana Pertanian

Pada Fakultas Pertanian

Institut Pertanian Bogor

Oleh :

Farida

A14304039

PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN DAN SUMBERDAYA

FAKULTAS PERTANIAN

(15)

JUDUL :

ANALISIS KESEDIAAN PENGUSAHA INDUSTRI BATIK

MEMBAYAR PENINGKATAN KUALITAS PENGELOLAAN

UNIT PENGOLAHAN LIMBAH DENGAN PENDEKATAN

CONTINGENT VALUATION METHOD

(Kasus Kelurahan

Jenggot,

Kecamatan

Pekalongan

Selatan,

Kota

Pekalongan)

NAMA : FARIDA

NRP : A14304039

Menyetujui, Dosen Pembimbing

Ir. Sutara Hendrakusumaatmaja, M.Sc NIP. 130 367 086

Mengetahui, Dekan Fakultas Pertanian

Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M.Agr NIP. 131 124 019

(16)

PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI SAYA YANG BERJUDUL ‘‘ANALISIS KESEDIAAN PENGUSAHA INDUSTRI BATIK MEMBAYAR PENINGKATAN KUALITAS PENGELOLAAN UNIT PENGOLAHAN LIMBAH DENGAN PENDEKATAN CONTINGENT VALUATION METHOD (Kasus Kelurahan Jenggot, Kecamatan Pekalongan Selatan, Kota Pekalongan)”. BELUM PERNAH DIAJUKAN PADA SUATU PERGURUAN TINGGI, LEMBAGA, ATAU INSTITUSI MANAPUN UNTUK TUJUAN MEMPEROLEH GELAR AKADEMIK TERTENTU. SAYA JUGA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI DAN TIDAK MENGANDUNG BAHAN-BAHAN YANG PERNAH DITULIS ATAU DITERBITKAN OLEH PIHAK LAIN KECUALI SEBAGAI RUJUKAN YANG DINYATAKAN DALAM NASKAH.

Bogor, Juli 2008

(17)

RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir di Pekalongan, 13 Juli 1986, sebagai anak kedua dari tiga bersaudara pasangan Halimi bin H. Zuhri dan Khabsah.

Penulis mengawali pendidikannya di TK Roudhotul Ulama Simbang Kulon pada tahun 1990, dilanjutkan di Madrasah Ibtidaiyah Simbang Kulon dari tahun 1992 sampai 1994, lalu melanjutkan studi di SD Negeri 1 Simbang Kulon pada tahun 1994 sampai 1998. Pada tahun 1998, melanjutkan di SLTP Negeri 14 Pekalongan, kemudian penulis menyelesaikan sekolah menengah atas di SMU Negeri 1 Pekalongan pada tahun 2004. Pada tahun yang sama, penulis diterima sebagai mahasiswa Program Studi Ekonomi Pertanian dan Sumberdaya, Departemen Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI.

(18)

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas rahmat dan ridho-Nya lah penulis mampu menyelesaikan penulisan skripsi ini. Penulisan skripsi ini sebagai tugas akhir untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian di Institut Pertanian Bogor.

Skripsi ini Berjudul “Analisis Kesediaan Pengusaha Industri Batik Membayar Peningkatan Kualitas Pengelolaan Unit Pengolahan Limbah

Dengan Pendekatan Contingent Valuation Method (Kasus Kelurahan

Jenggot, Kecamatan Pekalongan Selatan, Kota Pekalongan)”. Bertujuan untuk mengukur WTP (Willingness to Pay) pengusaha industri batik dalam kesediaannya membayar biaya pengelolaan UPL Jenggot agar berjalan lebih baik.

Penulis menyadari skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan karena adanya keterbatasan-keterbatasan yang dihadapi selama penelitian. Untuk itu penulis sangat mengharapan tanggapan, saran, dan kritik demi kesempurnaan dalam penulisan skripsi ini. Penulis juga mengucapkan banyak terima kasih kepada dosen pembimbing atas bimbingannya, orang tua yang selalu mengirimkan do’a dan juga kepada semua pihak yang telah turut memberikan peran dalam penulisan skripsi ini.

Bogor, Juli 2008

(19)

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulisan skripsi ini tidak akan terwujud tanpa bantuan dari berbagai pihak, pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Keluarga tersayang ; AyahQ (Halimi bin H. Zuhri), IbuQ (Khabsah) atas Do’a, perhatian, dan motivasi yang tak terbatas maturnuwun sanget, semoga ida bisa lebih berbakti, Mbak (Mbak Ephie) atas semangat dan bantuannya yang tak terbatas dan Adek (Lia).

2. Ir. Sutara Hendrakusumaatmaja, M.Sc., sebagai dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan dengan sabar dan pengertiannya.

3. Dr. Ir. Ahyar Ismail, M.Agr., sebagai dosen penguji utama yang telah memberikan banyak masukan dan saran yang sangat bermanfaat.

4. A. Faroby Falatehan, SP, ME sebagai dosen penguji komisi pendidikan yang telah memberikan saran dan masukan yang sangat bermanfaat. 5. Ir. Yety Lis Purnamadewi selaku dosen pembimbing akademik selama

masa perkuliahan yang telah memotivasi penulis untuk lebih baik. 6. Keluarga Wo Kus di Kota Solo atas do’a dan semangatnya.

7. Dosen-dosen maupun staf pengajar EPS yang telah menyalurkan ilmunya kepada penulis, serta staf-staf dari program studi EPS maupun ESL yang telah banyak membantu. Mbak Pini, Mbak Tuti, Pak Husen, Pak Basyir, dan Pak Dayat.

8. Teman-teman seperjuanganku “Cha-does” (cibe alias Cita terimakasih telah menjadi pembahas dalam seminar penulis, vindut alias Vina atas bantuan dalam mempersiapkan segalanya, pepelepew alias Avenia atas semangat, bantuan dan segalanya, Uchie atas semangat dan do’anya, Irak alias Irna atas semangatnya, dan Wulan atas semangatnya) dan Rissa Gumanti atas semangat dan bantuannya.

9. Muhammad Arif Alamsyah atas semangat, bantuan dan segalanya. 10. Teman- teman EPS ’41 sebagai angkatan terakhir, terima kasih atas

(20)

11. Teman-teman yang berada di Pekalongan, (Fifi atas bantuan dalam menemani penulis mencari data, Dias atas semangat dan bantuannya, Ricko atas bantuannya, Husni atas semua hal yang telah diberi dan Dinar atas konsultasi statistiknya)

12. Ridho atas bantuannya, Bowo atas semangatnya, dan Mbak Ratri beserta keluarga yang telah banyak membantu.

13. Acc kost (teman-teman seperjuangan Testi, Dilla, Amal, Nisa, Mayang, Opie, Nope dan lainnya yang telah memberi semangat).

14. Teman satu perjuanganku sewaktu KKP 2007 di Desa Kongsijaya Indramayu; Ferdi, mama Lia, mama Tika, dan papa Dho. Semoga kita bisa menjadi lebih berguna bagi semua.

15. Maharani kost (Pipit alias Vidya sebagai satu pembimbing terima kasih atas semangat, do’a, dan bantuannya, Santi atas semangatnya, Nia, Mute’, Mbak Umi atas sarapan-sarapan paginya, dan Cian).

16. Dinas Penataan Kota dan Lingkungan Hidup (DPKLH) Kota Pekalongan, Kepala Bagian Pengelolaan UPL Jenggot Bapak Supriyatno dan Bapak Heru atas data-data yang sangat bermanfaat.

17. Kelurahan Jenggot, Kecamatan Pekalongan Selatan Kota Pekalongan, Bapak Lurah atas data-data yang bermanfaat dan izin-izinnya)

18. Seluruh pengusaha industri batik di Kelurahan Jenggot, atas kerja samanya dalam membantu penulis selama melakukan penelitian.

(21)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ………... iii

DAFTAR GAMBAR .……….……….. v

DAFTAR LAMPIRAN ………..………... vii

I. PENDAHULUAN……….………. 1

1.1 Latar Belakang ………. 1

1.2 Perumusan Masalah ………... 4

1.3 Tujuan ………..……….……… 6

1.4 Kegunaan Penelitian ………….……….……….. 6

II. TINJAUAN PUSTAKA ……….. 8

2.1 Batik ……….. 8

2.2 Teknik Pembuatan Batik ...……….………….. 9

2.3 Karakteristik Limbah Cair Batik ……….…………... 10

2.4 Efek Buruk Air Limbah ………….……….………... 12

2.5 Pengolahan Air Limbah ………. 14

2.6 Penelitian Terdahulu ……… 16

III. KERANGKA PEMIKIRAN ……….………. 20

3.1 Kerangka Pemikiran Teoritik ………..………… 20

3.1.1 Teknik Penilaian Non-Pasar Sumber Daya Alam dan Lingkungan ……… 20

3.1.1.1 Konsep Contingent Valuation Method (CVM).... 20

3.1.1.2 Kelebihan dan Kekurangan Contingent Valuation Method ……….……….... 21

3.1.1.3 Asumsi dalam Pendekatan Kesediaan Membayar (Willingness To Pay) Pengusaha Batik…………. 23

3.1.2 Analisis Regresi Logit ………..………..….. 24

3.2 Hipotesis ……….……….………... 25

3.2 Kerangka Pemikiran Operasional ………. 26

IV. METODE PENELITIAN ………..……… 30

4.1 Tempat dan Waktu Penelitian …………..………. 30

4.2 Metode Pengambilan Contoh ……..……….… 30

4.3 Jenis dan Sumber Data …………..……….…. 30

4.4 Pengolahan dan Analisis Data ……...………..… 31

4.4.1 Analisis Persepsi Responden terhadap Keberadaan UPL ………. 31

4.4.2 Kesediaan atau Ketidaksediaan Pengusaha Industri Batik Membayar Biaya Pengelolaan UPL ……….… 35

4.4.3 Analisis Nilai Kesediaan Membayar Pengusaha Batik Terhadap Biaya Pengelolaan UPL ………. 37

4.4.3.1 Metode Pendugaan Besarnya Nilai Kesediaan Membayar ………..…... 37

4.4.3.2 Tahap-tahap dalam Penerapan Penilaian Ketidak-tentuan ( CVM) ………... 38

4.4.4 Analisis Fungsi WTP ……….……… 42

4.5 Pengujian Parameter ……….….…… 43

(22)

V. GAMBARAN UMUM ……… 49

5.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian ………. 49 5.1.1 Letak Geografis dan Luas Wilayah ………….…………. 49 5.1.2 Keadaan Penduduk ……….……… 49 5.2 Keadaan Lingkungan Unit Pengolahan Limbah (UPL) ……..…. 50 5.3 Karakteristik Pengusaha Industri Batik Desa Jenggot ……... 51

5.3.1 Usia ……… 52

5.3.2 Pendidikan Terakhir ……….………..…… 52 5.3.3 Jenis Pekerjaan ……….. 53 5.3.4 Tingkat Pendapatan ……… …………. 54 5.3.5 Jumlah Tanggungan ………. 55 5.3.6 Jumlah Kapasitas Produksi ………. 55 5.3.7 Biaya Produksi ……….…. 56 5.3.8 Kapasitas Buangan Air Limbah …..………. 56 5.4 Karakteristik Rumah Tangga Desa Jenggot ………. 57 5.4.1 Jenis Kelamin ………..…….. 57

5.4.2 Usia …….……….…… 58

5.4.3 Pendidikan Terakhir ……….……. 58 5.4.4 Jenis Pekerjaan ……….……. 59 5.4.5 Tingkat Pendapatan ……… 60 5.4.6 Jumlah Tanggungan ………..………... 60 5.4.7 Jarak Rumah dengan Industri Batik dan Tekstil ……….... 61

VI. PENILAIAN RESPONDEN TERHADAP LINGKUNGAN DAN

PENGELOLAAN LINGKUNGAN ……….… 62

6.1 Persepsi Responden terhadap Derajat Masalah Akibat

Limbah Industri Batik ……….………... 62 6.2 Persepsi Responden terhadap Dampak Negatif Limbah …….. 63 6.3 Persepsi Responden terhadap Keadaan Lingkungan Jenggot

Sebelum terdapat UPL ………. 64 6.4 Persepsi Responden terhadap Keadaan Lingkungan Jenggot

Sesudah terdapat UPL ………..……….. 65 6.5 Penilaian Responden mengenai Keadaan Air dan Udara…….. 66 6.6 Penilaian Responden terhadap Keberadaan UPL di Jenggot.… 66

6.6.1 Analisis Persepsi Pengusaha Batik terhadap

Keberadaan UPL di Jenggot ……… 66 6.6.2 Analisis Persepsi Rumah Tangga Desa Jenggot terhadap

Keberadaan UPL di Jenggot ………. 74

VII. ANALISIS WILLINGNESS TO PAY (WTP) ……….. 80

7.1 Analisis Kesediaan Membayar Responden terhadap

Biaya Pengelolaan UPL ……….. 80 7.2 Analisis Willingness to Pay dengan Pendekatan

Contingent Valuation Method (CVM) ……… 86 7.3 Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Nilai

Willingness to Pay ……… 89 7.4 Kebijakan Pengolahan Limbah Industri Batik ……….. 92

VIII. KESIMPULAN DAN SARAN

8.1 Kesimpulan ……… 94

8.2 Saran ………. 95

DAFTAR PUSTAKA ………..… 97

(23)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Banyak Perusahaan dan Tenaga kerja menurut Klasifikasi

di Kota Pekalongan Tahun 2006 ... 1 2. Jenjang Pendidikan Penduduk Desa Jenggot Tahun 2007 ...…… 50 3. Penilaian Responden terhadap Derajat Masalah Limbah

Tahun 2008 ……...… 63 4. Penilaian Responden terhadap Dampak Limbah Batik maupun

Tekstil Tahun 2008 ……… 64

5. Persepsi Responden terhadap Keadaan Lingkungan Sebelum

terdapat UPL Tahun 2008 ……….. 66 6. Persepsi Responden terhadap Keadaan Lingkungan Sesudah

terdapat UPL Tahun 2008 ……… 66 7. Penilaian Keadaan Lingkungan di sekitar Responden

Tahun 2008 ……….… 67

8. Persepsi Responden Menerima Keberadaan UPL,

Tahun 2008 ……… 68

9. Persepsi Responden Tidak Menerima Keberadaan UPL,

Tahun 2008 ………. 69

10. Hasil Logit Persepsi Pengusaha Batik terhadap Keberadaan UPL

di Jenggot Tahun 2008 ……….… 70 11. Frekuensi Observasi dan Harapan Peluang Pengusaha Batik

Menerima atau Tidak Menerima Keberadaan UPL

di Jenggot, 2008 ……….… 74

12. Koreksi Nilai Observasi dan Harapan Peluang Pengusaha Batik Dalam Memilih Menerima atau Tidak Menerima Keberadaan UPL

di Jenggot, 2008 ……….. 75 13. Hasil Hasil Logit Persepsi Rumah Tangga di Desa Jenggot

Terhadap Keberadaan UPL Jenggot Tahun 2008 ………..… 76 14. Frekuensi Observasi dan Harapan Peluang Rumah Tangga

Menerima atau Tidak Menerima Keberadaan UPL Jenggot, 2008… 79 15. Koreksi Nilai Observasi dan Harapan Peluang Rumah Tangga

dalam Memilih Menerima atau Tidak Menerima Keberadaan UPL

(24)

16. Alasan Pengusaha Bersedia Membayar Biaya Pengelolaan UPL

Tahun 2008 ………. 82

17. Alasan Pengusaha Tidak Bersedia Membayar

Biaya Pengelolaan UPL, Tahun 2008 ………. 83 18. Hasil Hasil Logit Kesediaan Pengusaha Industri Batik

Membayar Biaya Pengelolaan UPL Jenggot,

Tahun 2008 ……….… 84

19. Frekuensi Observasi dan Harapan Peluang Pengusaha Industri Batik dalam Memilih Bersedia atau Tidak Bersedia

Membayar Biaya Pengelolaan UPL, Tahun 2008 ……….… 86 20. Koreksi Nilai Observasi dan Harapan Peluang Pengusaha

Industri Batik Bersedia atau Tidak Bersedia Membayar

(25)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Perubahan Distribusi Kurva Bentuk S Menjadi

Distribusi Linier ……….. 25 2. Bagan Kerangka Pemikiran Operasional ………. 29 3. Karakteristik Responden Berdasarkan Distribusi Usia Di Desa Jenggot

Tahun 2008 ………... 52

4. Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan

di Desa Jenggot Tahun 2008 ……….... 53 5. Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Pekerjaan

di Desa Jenggot Tahun 2008 ………... 54 6. Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Pendapatan

di Desa Jenggot Tahun 2008 ………... 55 7. Karakteristik Responden Berdasarkan Jumlah Tanggungan

di Desa Jenggot Tahun 2008 ……….……….. 55 8. Karakteristik Responden Berdasarkan Jumlah Kapasitas

Produksi dalam Perbulan di Desa Jenggot Tahun 2008 …………. 56 9. Karakteristik Responden Berdasarkan Besarnya Biaya

Produksi dalam Perbulan di Desa Jenggot Tahun 2008 …………. 56 10. Karakteristik Responden Berdasarkan Jumlah Kapasitas

Buangan Limbah Perhari di Desa Jenggot Tahun 2008 …... 57 11. Karakteristik Rumah Tangga Berdasarkan Jenis Kelamin

di Desa Jenggot Tahun 2008 ……….. 58 12. Karakteristik Rumah Tangga Berdasarkan Distribusi Usia

Di Desa Jenggot Tahun 2008 ………..………... 58 13. Karakteristik Rumah Tangga Berdasarkan Tingkat Pendidikan

di Desa Jenggot Tahun 2008 ………... 59 14. Karakteristik Rumah Tangga Berdasarkan Jenis Pekerjaan

di Desa Jenggot Tahun 2008 ………... 60 15. Karakteristik Rumah Tangga Berdasarkan Tingkat Pendapatan

di Desa Jenggot Tahun 2008 ……….……….. 61 16. Karakteristik Rumah Tangga Berdasarkan Jumlah Tanggungan

(26)

17. Karakteristik Rumah Tangga Berdasarkan Jarak Rumah dengan

Industri Batik di Desa Jenggot Tahun 2008 ………..………. 62 18. Distribusi Pilihan Bersedia dan Tidak Bersedia Pengusaha

Industri Batik dalam Membayar Biaya Pengelolaan UPL,

Tahun 2008 ………. 81

(27)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Hasil Logit Persepsi Rumah Tangga terhadap Keberadaan UPL ……. 100 1. Hasil Logit Persepsi Pengusaha Industri Batik terhadap

Keberadaan UPL ……….……. 101

2. Hasil Logit Persepsi Pengusaha Industri Batik terhadap

Kesediaan Membayar Pengelolaan UPL ……….……. 102

(28)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kota Pekalongan selama ini dikenal sebagai Kota Batik karena sebagai salah satu pusat industri-industri batik, disamping kota-kota lainnya, seperti Solo, dan Jogjakarta. Di kota ini sentra industri batik terdapat hampir di setiap pelosok Kota Pekalongan. Sektor industri batik di Kota Pekalongan berperan penting dalam percepatan peningkatan ekonomi masyarakat, karena sektor tersebut lebih banyak menyerap tenaga kerja dan peningkatan pendapatan daerah. Jumlah industri di Pekalongan semakin berkembang, seperti yang terlihat dalam Tabel 1, semakin banyaknya industri-industri yang berkembang.

Tabel 1. Banyak Perusahaan dan Tenaga Kerja menurut Klasifikasi di Kota Pekalongan Tahun 2006

No Klasifikasi Perusahaan

2004 2005 2006

1 Industri Logam Mesin Dan Kimia

a. Besar 0 0 0

b. Menengah 8 9 9

c. Kecil 313 287 284

2 Industri Aneka

a. Besar 3 3 3

b. Menengah 30 30 30

c. Kecil 1720 1728 1736

3 Industri Hasil Pertanian

a. Besar 0 0 1

b. Menengah 11 11 13

c. Kecil 1528 1541 1563

Sumber: BPS Kota Pekalongan, Tahun 2006.

(29)

Seiring dengan adanya keberhasilan dalam pembangunan, terdapat juga suatu perubahan dalam aspek lingkungan. Adanya pertumbuhan penduduk dan usaha untuk meningkatkan kualitas kehidupan serta keterbatasan sumberdaya alam, akan menimbulkan permasalahan yang berupa penurunan daya dukung lingkungan. Target dari suatu industri adalah pertumbuhan output untuk meningkatkan keuntungan. Semakin meningkatnya jumlah yang diproduksi, maka akan meningkatkan pula sisa hasil usaha atau limbah yang nantinya akan mencemari lingkungan.

Disadari bahwa sebab dari rusaknya lingkungan adalah adanya kegiatan ekonomi yang semakin menggebu baik di sektor pertanian maupun di sektor industri. Tidak ada lagi yang menolak bahwa pola dan skala kegiatan-kegiatan tersebut yang bertanggung jawab terhadap meningkatnya pencemaran dan pengurasan sumberdaya alam ( Suparmoko, 2000).

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup dalam Suparmoko (2000) pencemaran lingkungan adalah masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan atau komponen lain ke dalam lingkungan dan atau berubahnya tatanan lingkungan oleh kegiatan manusia atau oleh proses alam, sehingga kualitas lingkungan turun sampai ke titik tertentu yang menyebabkan ingkungan hidup tidak berfungsi sesuai dengan peruntukannya.

(30)

pertambangan, (2) pencemaran pesisir dan laut, (3) pencemaran udara seperti: penurunan kualitas udara ambien di lokasi-lokasi tertentu di kota besar yang disebabkan oleh sektor transportasi, industri, kebakaran hutan dan aktifitas rumah tangga; dan (4) pencemaran sumber limbah domestik seperti: permasalahan sampah akibat rendahnya jumlah sampah yang terangkut, terutama kurangnya peran dari masyarakat dalam pengelolaan sampah, kurangnya sarana dan prasarana, sistem pengelolaan TPA yang kurang tepat, dan belum diterapkannya konsep reduce, recycle, dan reuse (3R).

Masalah mengenai pencemaran air sungai oleh limbah batik bukan merupakan masalah baru di Kota Pekalongan dan pemerintah telah membuat kebijakan dalam pembuatan sarana instalasi pengolahan air limbah. Pembuatan Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) merupakan salah satu cara dalam mengolah limbah agar sesuai dengan baku mutu air yang ditetapkan guna memperbaiki lingkungan yang tertuang dalam SK Menteri Lingkungan Hidup Nomor 112 Tahun 2003, yaitu dengan mengolah limbah batik agar air yang dikeluarkan dari hasil pembuangan tersebut dapat dibuang langsung ke sungai dan sehingga dapat terus terjaga kelestarian lingkungannya.

Upaya perbaikan kualitas lingkungan yang lebih baik oleh pemerintah sangat diperlukan untuk menguntungkan berbagai pihak, khususnya masyarakat sekitar. Pemerintah telah mencari alternatif-alternatif instalasi yang sesuai dengan keadaan yang ada, dan yang bisa dijangkau oleh para pengusaha sendiri. Salah satu alternatif dalam pengolahan air limbah adalah membuat Unit Pengolahan Limbah (UPL), dan UPL tersebut termasuk satu-satunya di Jawa Tengah.

(31)

industri-industri batik pada khususnya, akan tetapi juga dapat terus mendukung perekonomian wilayah, dan para pengusaha batik dapat terus bekerja tanpa merusak lingkungan yang dapat menimbulkan dampak-dampak ke masyarakat luas sehingga akhirnya dapat terbentuk suatu keberlanjutan dalam segala aspek kehidupan.

1.2 Perumusan Masalah

Tahun 1998 sampai saat ini, masalah lingkungan di Kota Pekalongan tidak pernah habis dibahas. Pada tahun 1998, pernah terjadi suatu ketidakadilan lingkungan di Pekalongan, korban dari ketidakadilan tersebut adalah masyarakat yang bertempat tinggal di sepanjang aliran Kali Banger, Pekalongan. Sejak tahun 1998 sampai 2003 mereka tidak bisa memanfaatkan air dari Kali Banger, karena terdapatnya pabrik-pabrik yang dengan sewenang-wenang membuang limbah industri langsung ke Kali Banger tanpa proses pengolahan terlebih dahulu.1 Kejadian pencemaran tersebut tidak hanya terdapat di kota, tetapi juga pada beberapa di wilayah kabupaten yang jumlah industrinya lebih banyak, sampai saat ini sebagian besar industri-industri tersebut masih membuang air limbah langsung ke sungai.

Pemerintah Kota Pekalongan telah berupaya dalam menjaga kelestarian lingkungan dengan mewajibkan setiap perusahaan membuat instalasi pengolahan air limbah, tetapi para pengusaha kurang menindaklanjuti peraturan pemerintah tersebut, dengan alasan besarnya biaya yang dikeluarkan untuk mengolah air limbah. Banyak instalasi-instalasi yang tidak berjalan sesuai dengan fungsinya dan dibiarkan menganggur sehingga industri-industri masih banyak yang langsung membuang air limbah tersebut ke sungai-sungai.

1

(32)

Pada tahun 2003 Pemerintah Kota Pekalongan dan Pemerintah Provinsi Jawa Tengah bekerja sama untuk membuat Unit Pengolahan Limbah (UPL) dengan biaya yang lebih murah, sebab pemerintah sebelumnya telah membuat suatu Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) dengan teknik kimia di tempat tersebut, namun karena membutuhkan biaya pengolahan yang mahal dan kesulitan dalam pengelolaan, pengelolaan IPAL tersebut tidak dilaksanakan.

Menurut data penelitian dari Pusat Studi Bencana UGM (2006), IPAL dulu hanya menempati tanah seluas 900 meter persegi, sedangkan kini UPL menempati seluas 3,1 Ha dan mampu menampung 400 meter kubik perhari dari perajin batik yang ada di Jenggot dan sekitarnya. Jumlah tersebut diakui masih kurang dalam menampung seluruh limbah yang dihasilkan, karena mengingat jumlah seluruh limbah mencapai 700 meter kubik perhari.

Sampai saat ini UPL tersebut masih beroperasi dan berdasarkan beberapa penelitian yang dilakukan UPL tersebut cukup bagus untuk dikembangkan. Untuk mengatasi kekurangan dalam menampung kapasitas buangan limbah, pemerintah berencana menambah beberapa fasilitas seperti membuat pipa-pipa penyaluran air limbah menuju UPL. Dengan hal itu diharapkan dapat berjalan lebih baik lagi. Oleh pemerintah, pengusaha batik diharapkan ikut serta dalam upaya membantu pengolahan air limbah sehingga limbah cair dari industri-industri tidak menggangu lingkungan sekitarnya.

Penarikan iuran pembuangan limbah sebagai perangkat ekonomi diharapkan akan mendorong industri untuk menerapkan produksi bersih dalam mengurangi iuran pembuangan limbah yang harus dibayar.2

Berdasarkan uraian dari latar belakang diatas, maka perumusan masalah yang dibahas dalam penelitian ini adalah :

2 Lembaga Kajian Ekologi dan Konservasi Lahan Basah - http://www.ecoton.or.id dalam berita KAI

(33)

1. Bagaimana penilaian pengusaha industri batik serta masyarakat khususnya rumah tangga terhadap keberadaan UPL Jenggot saat ini? 2. Faktor-faktor apa yang mempengaruhi pengusaha industri batik bersedia

maupun tidak bersedia untuk membayar besarnya rencana biaya pengelolaan UPL?

3. Berapa besar nilai rencana kesediaan pengusaha industri batik dalam membayar biaya pengelolaan serta faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya nilai biaya pengelolaan UPL?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah yang telah dikemukakan, maka tujuan dari penelitian ini adalah :

1. mengkaji penilaian pengusaha industri batik serta rumah tangga di daerah Jenggot terhadap keberadaan UPL Jenggot saat ini;

2. menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi pengusaha industri batik bersedia dan tidak bersedia untuk membayar besarnya rencana biaya pengelolaan UPL;

3. menganalisis besarnya kesediaan pengusaha industri batik mengenai tingkat kesediaan membayar biaya pengelolaan air limbah serta menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya kesediaan pengusaha industri batik dalam membayar biaya pengelolaan UPL;

1.4 Kegunaan Penelitian

Kegunaan penelitian ini antara lain :

(34)

mata pengusaha maupun masyarakat sekitar, untuk masukan dan perbaikan dalam pengelolaan UPL.

2. bagi masyarakat, hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi mengenai pentingnya UPL dengan sistem alamiah bagi pengolahan air limbah .

3. bagi pengusaha industri batik pada khususnya, agar memperhatikan aspek kelestarian lingkungan pada saat berproduksi dan menyadari pentingnya melakukan pengolahan limbah cair batik.

(35)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Batik

Batik berasal dari bahasa Jawa "amba" yang berarti menulis dan "titik". Kata batik merujuk pada kain dengan corak yang dihasilkan oleh bahan "malam" (wax) yang diaplikasikan ke atas kain, sehingga menahan masuknya bahan pewarna (dye), atau dalam Bahasa Inggrisnya "wax-resist dyeing".

Batik adalah kerajinan yang memiliki nilai seni tinggi dan telah menjadi bagian dari budaya Indonesia (khususnya Jawa) sejak lama. Perempuan-perempuan Jawa di masa lampau menjadikan keterampilan mereka dalam membatik sebagai mata pencaharian, sehingga di masa lalu pekerjaan membatik adalah pekerjaan eksklusif perempuan sampai ditemukannya "Batik Cap" yang memungkinkan masuknya laki-laki ke dalam bidang ini.

Teknik membatik telah dikenal sejak ribuan tahun yang silam. Tidak ada keterangan sejarah yang cukup jelas tentang asal usul batik. Ada yang menduga teknik ini berasal dari bangsa Sumeria, kemudian dikembangkan di Jawa setelah dibawa oleh para pedagang India. Saat ini batik bisa ditemukan di banyak negara seperti Indonesia, Malaysia, Thailand, India, Sri Lanka, dan Iran. Selain di Asia, batik juga sangat populer di beberapa negara di Benua Afrika. Walaupun demikian, batik yang sangat terkenal di dunia adalah batik yang berasal dari Indonesia, terutama dari Jawa.3

3Kategori: Pakaian tradisional Indonesia dalam "http://id.wikipedia.org/wiki/Batik" diakses

(36)

2.2 Teknik Pembuatan Batik

Sebelum membuat batik, ada beberapa tahapan yang harus dilakukan diantaranya adalah sebagai berikut:

1. Memotong Kain

Kain batik atau mori yang masih berbentuk piece (geblokan) dipotong-potong menurut panjang kain yang akan dibuat. Untuk membuat kain panjang wanita (tapih, jarit), mori kualitas primissima panjang 17,5 yard lebar 105 cm dibagi menjadi 6 potong kain. Untuk mori kualitas biru atau medium, mempunyai ukuran tiap piece panjang 43 m dan lebar 105 cm, biasanya dipotong menjadi 19 (ukuran batik normal) atau menjadi 20 (ukuran batik sandang).

2. Mencuci (ngirah) atau ngetel (ngloyor) kain

Biasanya mori batik diperdagangkan dengan diberi kanji berlebihan agar kain tampak tebal dan berat. Karena kanji tersebut dianggap tidak baik untuk kain yang akan dibatik, maka perlu dihilangkan, kemudian diganti dengan kanji ringan. Cara menghilangkan kanji tersebut, kain direndam semalam dengan air bersih kemudian pada pagi harinya “dikeprok” lalu dibilas dengan air sampai bersih.

(37)

Seluruh proses pembuatan batik yang umumnya terdiri dari pembuatan motif, pewarnaan kain, proses nglorot malam dan penjemuran.4

Proses pembuatan motif dilakukan dengan bahan utama lilin atau malam yang digunakan sebagai zat perintang warna. Dalam membuat batik tulis, maka pembuatan motif digunakan dengan alat bantu canting sementara batik cap menggunakan cap batik yang telah didesain sesuai motif yang diinginkan.

Proses dilanjutkan dengan memberi warna pada kain, yaitu kain yang telah dimotif dicelupkan dalam ember yang berisi zat warna. Setelah memberi warna, proses pembuatan batik dilanjutkan dengan nglorot malam, atau melarutkan lilin yang melekat di kain. Air yang mendidih dicampur dengan abu soda dan kain dicelupkan hingga seluruh lilin larut dalam air. Bila lilin belum juga larut, maka harus dibersihkan dahulu pasca pelorotan.

Tahap akhirnya adalah pencucian. Bila menggunakan pewarna alami, maka pencuciannya tidak bisa menggunakan deterjen, sebab akan merusak warna. Setelah dicuci, kain dijemur dengan cara diangin-anginkan agar warna tidak memudar.

2.3 Karakteristik Limbah Cair Batik

Limbah adalah buangan yang kehadirannya pada suatu saat dan tempat tertentu tidak dikehendaki lingkungan karena tidak memiliki nilai ekonomi. Limbah yang mengandung bahan polutan yang memiliki sifat racun dan berbahaya dikenal dengan limbah B3, yang dinyatakan sebagai bahan yang dalam jumlah relatif sedikit tetapi berpotensi untuk merusak lingkungan hidup dan sumberdaya (Kristanto, 2002). Sedangkan menurut Suparmoko (2000) limbah adalah segala macam sisa dari adanya suatu kegiatan yang tidak dimanfaatkan lagi baik untuk

4

(38)

kegiatan produksi lebih lanjut, untuk konsumsi maupun distribusi dan sisa tersebut kemudian dibuang ke badan air, udara ataupun tanah.

Beberapa kerancuan dalam mengidentifikasikan limbah cair atau air limbah, dimana limbah cair yaitu buangan air yang digunakan untuk mendinginkan mesin suatu pabrik, seh ingga dapat dikatakan untuk mendinginkan mesin dapat dipakai sumber air yang mungkin sudah tercemar sebelum digunakan untuk mendinginkan mesin. Disamping itu terdapat bahan baku yang mengandung air, sehingga dalam pengolahannya air tersebut harus dibuang. Misalnya ketika digunakan untuk mencuci suatu bahan sebelum proses lanjut, pada air tersebut ditambahkan unsur-unsur kimia, kemudian diproses dan setelah itu dibuang, sehingga akan mengakibatkan adanya air buangan yang mengandung sejumlah partikel baik yang mengendap maupun yang larut (Kristanto,2002).

Sektor sandang dan kulit seperti pencucian batik, batik printing, penyamakan kuit dapat mengakibatkan pencemaran karena dalam proses pencucian memerlukan air sebagai mediumnya dalam jumlah yang besar. Proses ini menimbulkan air buangan (bekas proses) yang besar pula, dimana air buangan mengandung sisa-sisa warna, BOD tinggi, kadar minyak tinggi dan beracun (mengandung limbah B3 yang tinggi).5

Zat warna tekstil maupun batik merupakan suatu senyawa organik yang akan memberikan nilai COD dan BOD. Penghilangan zat warna dari air limbah tekstil maupun batik akan menurunkan COD dan BOD air limbah tersebut. Sebagai contoh dari air limbah tekstil maupun batik yang mengandung beberapa zat warna reaktif sebanyak 225 mg/L mempunyai COD 534 mg/L dan BOD 99 mg/L, setelah dikoagulasi dengan penambahan larutan Fero (Fe2+) 500 ma/L

5Asisten Deputi Urusan Pengendalian Pencemaran Limbah Domestik dan Usaha Skala

(39)

dan kapur (Ca2+) 250 mg/L air limbah tinggal mengandung zat warna 0,17 mg/L dengan COD 261 mg/L dan BOD 69 mg/L.

Pengamatan di lapangan dapat dilihat bahwa secara fisik air telah terjadi perubahan warna dan berbau. Warna air yang dulunya jernih telah berubah menjadi kecoklatan, kemerahan, kehitaman bahkan berwarna hitam pekat. Perubahan warna tersebut mengindikasikan telah terjadi pencemaran bahan buangan dan air limbah dari kegiatan industri yang berupa bahan anorganik maupun organik yang larut dalam air. Apabila bahan tersebut larut dalam air maka akan timbul perubahan warna air. Timbulnya bau pada air lingkungan dapat pula dipakai sebagai salah satu tanda terjadinya pencemaran air. Bau yang keluar dari dalam air dapat langsung berasal dari bahan buangan maupun air limbah dari kegiatan industri, atau dapat pula dari hasil degradasi bahan buangan oleh mikroba yang hidup dalam air.

2.4 Efek Buruk Air Limbah

Sesuai dengan batasan dari air limbah yang merupakan benda sisa, maka tentu air limbah adalah benda yang sudah tidak dipergunakan lagi, akan tetapi tidak berarti bahwa air limbah tersebut tidak perlu dilakukan pengelolaan. Apabila limbah ini tidak dikelola secara baik, maka akan dapat menimbulkan gangguan, baik terhadap lingkungan maupun terhadap kehidupan yang ada.

a. Gangguan terhadap kesehatan

(40)

b. Gangguan terhadap Kehidupan Biotik

Semakin banyak zat pencemar yang terdapat di dalam air limbah, maka akan menyebabkan menurunnya kadar oksigen yang terlarut di dalam air limbah. Dengan demikian akan menyebabkan kehidupan di dalam air yang membutuhkan oksigen akan terganggu, dalam hal ini akan mengurangi perkembangannya. Selain kematian kehidupan di dalam air karena kurangnya oksigen dalam air, dapat juga disebabkan karena adanya zat beracun yang berada di dalam air limbah tersebut. Selain matinya ikan dan bakteri-bakteri yang baik di dalam air, juga dapat menimbulkan kerusakan pada tanaman dan tumbuhan air.

Akibat matinya bakteri-bakteri, maka proses penjernihan yang seharusnya bisa terjadi pada air limbah menjadi terhambat, sehingga air limbah akan sulit untuk diuraikan. Selain bahan-bahan kimia yang dapat mengganggu kehidupan di dalam air maka juga akan terganggu dengan adanya pengaruh fisik seperti temperatur tinggi yang dikeluarkan oleh industri yang memerlukan proses pendinginan. Proses tersebut akan dapat mematikan semua organisme jika tidak dilakukan proses pendinginan terlebih dahulu sebelum dibuang ke saluran air limbah. c. Gangguan terhadap Keindahan

(41)

d. Gangguan terhadap Kerusakan Benda

Apabila air limbah mengandung gas oksida yang agresif, maka akan mempercepat proses terjadinya karat pada benda yang terbuat dari besi. Dengan cepat rusaknya benda tersebut maka biaya pemeliharaannya akan semakin besar juga, yang berarti akan menimbulkan kerugian material.

2.5 Pengolahan Air Limbah

Air limbah mungkin terdiri dari satu atau lebih parameter pencemar yang melampui ambang batas yang telah ditetapkan. Oleh karena itu limbah harus diolah terlebih dahulu sebelum dibuang. Suatu perkiraan harus dibuat terlebih dahulu dengan mengidentifikasi sumber pencemaran, fungsi, dan jenis bahan, sistem pengolahan, kuantitas, dan jenis buangan, serta fungsi B-3 dalam proses. Meskipun kebanyakan limbah perlu diolah sebelum dibuang, namun tidak selamanya limbah harus diolah terlebih dahulu sebelum dibuang ke lingkungan. Ada limbah yang dapat langsung dibuang tanpa pengolahan terlebih dahulu, ada limbah yang setelah diolah dapat dimanfaatkan kembali. (Kristanto, 2002).

Tujuan utama pengolahan air limbah adalah untuk mengurangi BOD, partikel tercampur, serta membunuh organisme patogen (Sugiharto, 1987). Selain itu diperlukan juga tambahan pengolahan untuk menghilangkan bahan nutrisi, komponen beracun, serta bahan yang tidak dapat didegradasikan agar konsentrasi yang menjadi rendah, untuk itu diperlukan pengolahan secara bertahap agar bahan tersebut dapat berkurang kapasitasnya.

(42)

pembangunan fasilitas IPAL atau UPL yang benar, serta pengoperasian UPL yang cermat.

Pada umumnya pengolahan air limbah industri tekstil memerlukan tahap-tahap pengolahan sebagai berikut :

1. Pemisahan padatan kasar yaitu sisa serat dan padatan kasar lainnya 2. Segregrasi, hal ini dilakukan apabila air limbah dari suatu proses tertentu

mempuyai sifat yang spesifik, mempunyai beban pencemaran yang sangat tinggi dibandingkan dengan air limbah dari proses lainnya, atau bersifat racun (toxic), sehingga apabila digabungkan akan memberatkan atau menyulitkan proses pengolahan.

3. Ekualisasi untuk menghomogenkan konsentrasi zat pencemar, temperatur dan sebagainya, serta untuk menyamakan laju alir atau debit. 4. Penghilangan, penurunan atau penghancuran bahan organik terdispersi. 5. Penghilangan bahan organik dan anorganik terlarut.

Tahap 1, 2 dan 3 merupakan Pre-treatment. Tahap ini tidak banyak memberikan efek penurunan COD, BOD, tetapi lebih banyak ditujukan untuk membantu kelancaran dan meningkatkan efektifitas tahap pengolahan selanjutnya.6

Unit Pengolahan Limbah

Unit Pengolahan Limbah (UPL) merupakan pengganti bagi IPAL, karena UPL ini lebih murah dalam pembuatan dan pengolahan. Metode yang digunakan dalam pengolahan ini adalah peresapan alami. Sebidang tanah dibuat penampungan terlebih dahulu, dasar tanah penampungan dipasang geo membran yang tidak dapat ditembus oleh air. Sehingga tidak khawatir lingkungan sekitarnya tercemar limbah (Pusat Studi Bencana UGM, 2006).

6 Paket Terapan Produksi Bersih Pada Industri Tekstil dalam Forlink diakses tanggal 19 februari

(43)

Di dalam bak diuruk batu kerikil atau semacam batu zeolit hingga lebih dari satu meter. Kemudian di atasnya ditanami tanaman pisang-pisangan maupun tanaman-tanaman yang tahan hidup di air yang akan mengisap beberapa unsur kimia yang terkandung dalam bak. Setelah air limbah masuk ke bak penampungan tersebut, dan melewati masa penyerapan maka air akan mengalir melalui pipa-pipa yang di beri lobang untuk mengalirkan air yang sudah sesuai dengan baku mutu air yang ditetapkan oleh pemerintah, kemudian air tersebut baru mengalir ke pembuangan atau ke sungai. Meski demikian, dalam proses sebelum masuk ke bak, pH air dinormalkan terlebih dulu.

2.5 Penelitian Terdahulu

Analisis mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi kesediaan pengusaha tahu dalam pembangunan dan operasional IPAL biogas pernah dilakukan oleh Hudayanti (2007), dalam penelitiannya peneliti menganalisis karakteristik sosial demografi dan ekonomi pengusaha tahu di daerah Pasir Jaya, Kecamatan Bogor Barat, respon responden terhadap pengolahan dan kesediaan membayar terhadap IPAL. Hasil penelitian menunjukkan bahwa karakteristik pengusaha tahu yang berpengaruh nyata adalah biaya produksi.

Faktor-faktor yang mempengaruhi kesediaan atau ketidaksediaan pengusaha tahu terhadap WTP adalah tingkat pendidikan, biaya produksi, tingkat pendapatan, tingkat masalah dengan limbah, dan pengetahuan manfaat IPAL. Pada skenario pertama variabel yang berpengaruh nyata adalah tingkat masalah terhadap limbah dan pengetahuan manfaat IPAL. Pada skenario kedua variabel yang berpengaruh nyata terhadap WTP untuk pembangunan IPAL adalah tingkat pendapatan.

(44)

Ciluar, Kecamatan Bogor Utara, Kota Bogor) menganalisis mengenai karakteristik dan penilaian pengusaha mengenai pengolahan limbah cair industri yang dilakukan oleh kelurahan Ciluar, mengkaji faktor-faktor yang mempengaruhi bersedia ataupun tidak bersedia membayar (WTP) pengolahan limbah dan mengkaji besarnya dan faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya WTP pengusaha.

Pengrajin aci di Kelurahan Ciluar dominan oleh laki-laki, dan seluruhnya adalah berkeluarga. Karakteristik dapat dilihat dari kondisi sosial dan ekonomi pengrajin, yaitu : tingkat umur, pendidikan, jumlah tanggungan, lama usaha, biaya tenaga kerja, waktu produksi, kapasitas produksi, luas tempat usaha dan pendapatan usaha. Faktor-faktor yang berpengaruh nyata pada penilaian pengrajin terhadap pengolahan limbah adalah pendapatan dan jarak pabrik ke badan air.

Penelitian lainnya adalah Ayu (2004) dalam penelitiannya menganalisis tentang willingness to pay (WTP) masyarakat terhadap perbaikan ekosistem hutan mangrove muara angke Jakarta Utara melalui pendekatan Contingent Valuation Method (CVM) dengan analisis regresi logit. Penelitian tersebut bertujuan untuk mengidentifikasi dan menganalisis nilai keberadaan dari ekosistem hutan mangrove dan aspek sosial ekonomi masyarakatnya, menganalisis tingkat hubungan (asosiasi) antara frekuensi kunjungan, besarnya nilai WTP dengan variabel-variabel yang diduga mempengaruhi frekuensi kunjungan, dan memfomulasikan penilaian ekonomis mengenai besarnya nilai willingness to pay masyarakat melalui pendekatan CVM dengan analisis regresi logit.

(45)

yang dikeluarkan untuk sekali kunjungan, kemudahan mencapai lokasi, tingkat kenyamanan, tingkat pendidikan, jenis pekerjaan, tingkat pendapatan, dan jumlah tanggungan dalam keluarga. Faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya nilai WTP pengunjung untuk kawasan HMMA adalah pengetahuan mengenai manfaat mangrove, tingkat umur, tingkat pendidikan, dan tingkat pendapatan.

Penelitian mengenai analisis willingness to pay konsumen rumah tangga terhadap peningkatan pelayanan PDAM dan faktor-faktor yang mempengaruhinya di wilayah pelayanan III PDAM Tirta Kerta Raharja Kabupaten Tangerang, Banten pernah dilakukan oleh Lestari (2006) dengan menggunakan metode kuantitatif. Tujuan dari penelitiannya adalah untuk mengestimasi besarnya nilai WTP pelanggan terhadap peningkatan pelayanan PDAM Tirta Kerta Raharja, dan mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kesediaan pelanggan untuk membayar tambahan biaya pemeliharaan dan pengelolaan air untuk peningkatan pelayanan PDAM Tirta Kerta Raharja.

Hasil dari analisis regresi linier berganda diperoleh kesimpulan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi pelanggan rumah tangga dalam membayar tambahan biaya pemeliharaan dan pengelolaan air adalah variabel tingkat pendapatan, pengetahuan, dan tingkat pelayanan. Variabel yang tidak berpengaruh nyata adalah variabel umur, jumlah tanggungan keluarga, tingkat kepercayaan, tingkat kepuasan, lama berlangganan dan kelompok pelanggan.

(46)

tentang tingkat partisipasi masyarakat dalam perawatan IPAL dan tingkat kesadaran masyarakat terhadap lingkungan yang bersih dan sehat. Lokasi yang diangkat dalam penelitian Universitas Pekalongan sama dengan yang diangkat dalam penelitian ini, tetapi permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah UPL, yang dibuat sebagai pengganti IPAL yang kurang dioperasikan tersebut.

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan didapatkan bahwa tingkat pengetahuan masyarakat dengan adanya IPAL di Desa Jenggot termasuk kategori kurang baik, hanya 25 persen masyarakat yang tahu dan memperhatikan IPAL. Penilaian mayarakat dengan adanya IPAL di Desa Jenggot menunjukkan kategori baik, 52,5 persen menganggap penting dan hanya 22,5 persen sanggup memelihara, berdasarkan uji statistik diketahui bahwa tidak terdapat korelasi antara tingkat pemahaman dan kesadaran masyarakat terhadap partisipasi dan kesanggupan mereka dalam memelihara IPAL.

(47)

BAB III

KERANGKA PEMIKIRAN

3.1 Kerangka Pemikiran Teoritik

3.1.1 Teknik Penilaian Non-Pasar Sumberdaya Alam dan Lingkungan

Teknik valuasi ekonomi sumberdaya yang tidak dapat dipasarkan ( non-market valuation) dapat digolongkan ke dalam dua kelompok (Fauzi, 2004). Kelompok pertama adalah teknik valuasi yang mengandalkan harga implisit, atau dikenal dengan mengandalkan revealed WTP. Beberapa teknik yang termasuk ke dalam kelompok pertama ini adalah travel cost, hedonic price, dan random utility model. Kelompok kedua adalah teknik valuasi yang didasarkan pada survey dimana keinginan membayar atau WTP diperoleh secara langsung dari responden. Salah satu teknik yang popular adalah Contingent Valuation Method (CVM), dan Discrete Choice Method.

3.1.1.1 Konsep Contingent Valuation Method (CVM)

Dalam penelitian ini akan dibahas mendalam tentang CVM, dimana diperkenalkan oleh Davis pada tahun 1963 dalam penelitian mengenai perilaku perburuan (hunter) di Miami. Pendekatan ini disebut contingent (tergantung) karena pada prakteknya informasi yang diperoleh sangat tergantung pada hipotesis yang dibangun (Fauzi, 2004).

(48)

kuesioner dan alat hipotetik yang digunakan untuk pembayaran, seperti pajak dan biaya masuk langsung, juga dikenal sebagai alat pembayaran (Hanley and Spash, 1993).

Pada kasus bidding game, kuesioner menyarankan penawaran pertama (nilai awal dari penawaran) dan responden setuju atau tidak setuju jumlah yang akan mereka bayarkan. Kemudian nilai awal (starting point price) dinaikkan untuk melihat apakah responden masih bersedia membayar hal tersebut, dan seterusnya sampai responden menyatakan bahwa ia tidak bersedia membayar dan tidak mau menerima lagi dalam penawaran yang terus diajukan. Penawaran terakhir yang disetujui oleh responden merupakan nilai maksimum dari WTP mereka.

3.1.1.2 Kelebihan dan Kekurangan Contingent Valuation Method (CVM)

Hal yang penting dari CVM adalah penggunaan dalam berbagai macam penilaian barang-barang lingkungan disekitar masyarakat. Secara khusus CVM menyarankan bahwa nilai keberadaan barang-barang lingkungan merupakan hal yang penting untuk diketahui (Hanley dan Spash, 1993).

Kelebihan dari penggunaan CVM yaitu :

1. Sifatnya yang fleksibel dan dapat diterapkan pada beragam kekayaan lingkungan, tidak hanya terbatas pada benda atau kekayaan alam yang terukur secara nyata di pasar saja.

2. Dapat diaplikasikan pada semua kondisi dan memiliki dua hal yang penting, yaitu menjadi satu-satunya teknik yang mengestimasi manfaat dan dapat diaplikasikan pada kebanyakan konteks kebijakan lingkungan. 3. Dapat digunakan dalam berbagai macam penilaian barang-barang

(49)

4. Dibandingkan dengan teknik yang lain, CVM memiliki kemampuan untuk mengestimasi dan menduga nilai non pengguna dan dapat mengukur utilitas dari penggunaan barang lingkungan bahkan jika digunakan secara langsung.

5. Responden dapat dipisahkan dalam kelompok pengguna dan non pengguna sesuai dengan informasi dari wawancara, sehingga perhitungan dapat dipisahkan.

Munculnya kebiasaan dalam mengumpulkan data merupakan kelemahan dari teknik CVM, bias dalam CVM tersebut antara lain:

1. Strategic bias yang muncul akibat dari ketidakjujuran responden yang mencoba memanipulasi hasil dari analisis dan mencoba mempengaruhi kebijakan pemerintah di masa yang akan datang.

Solusi : dapat dihilangkan dengan menggunakan format referendum (jawaban “ya” atau “tidak”) terhadap nilai WTP yang terlalu tinggi.

2. Information bias yang muncul dari reaksi subjek survei pada alat pembayaran yang dipilih atau pilihan yang ditawarkan.

Solusi : desain yang berhati-hati dari alat survei dan alat penjelas yang tepat.

3. Instrument bias yang muncul dari reaksi subyek survei pada alat pembayaran yang dipilih atau pilihan yang ditawarkan.

Solusi : desain dari alat sedemikian rupa hingga alat pembayaran dan aspek yang lainnya dari kuesioner tidak mempengaruhi tanggapan subjek wawancara.

(50)

dikarenakan oleh saran pada subjek akan jawaban yang benar atau dikarenakan subjek yang menjadi bosan dengan proses wawancara. Solusi : desain dari alat survei sedemikian hingga pertanyaan open-ended memungkinkan dan starting point yang realistis.

5. Hypothetical bias yang muncul karena hipotetik alami dari situasi yang dikondisikan dengan reaksi dari subjek terhadap kondisi tersebut. Subjek mungkin tidak menanggapi proses survei dengan serius dan jawaban yang mereka berikan cenderung tidak memenuhi pertanyaan yang diajukan.

Solusi : desain dari alat survei sedemikian hingga memaksimalkan realitas dari situasi yang akan diuji dan melakukan pengulangan kembali untuk kekonsistenan responden.

3.1.1.3 Asumsi dalam Pendekatan Kesediaan Membayar (Willingness to Pay)

Asumsi-asumsi yang diperlukan dalam pelaksanaan pengumpulan nilai WTP dari masing-masing responden adalah :

1. Responden dalam hal ini pengusaha industr

Gambar

Gambar 1. Perubahan Distribusi Kurva Bentuk S Menjadi Distribusi Linier
Gambar 2. Kerangka Pemikiran Operasional
Tabel 2. Jenjang Pendidikan Penduduk Desa Jenggot Tahun 2007
Gambar 4. Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan di
+7

Referensi

Dokumen terkait