• Tidak ada hasil yang ditemukan

Study of Seedling Plant of Rare Species Kulim (Scorodocarpus borneensis Becc.) and The Composition of Trees Suround It in Tesso Nilo National Park, Riau

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Study of Seedling Plant of Rare Species Kulim (Scorodocarpus borneensis Becc.) and The Composition of Trees Suround It in Tesso Nilo National Park, Riau"

Copied!
161
0
0

Teks penuh

(1)

WILAYAH SEKSI PENGELOLAAN TAMAN NASIONAL I

KABUPATEN KUNINGAN PROVINSI JAWA BARAT

ERLIN WIDIYATI

DEPARTEMEN

KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA

FAKULTAS KEHUTANAN

(2)

WILAYAH SEKSI PENGELOLAAN TAMAN NASIONAL I

KABUPATEN KUNINGAN PROVINSI JAWA BARAT

ERLIN WIDIYATI

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata

Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN

KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA

FAKULTAS KEHUTANAN

(3)

RINGKASAN

ERLIN WIDIYATI (E34061670). Pengembangan Pariwisata Alam di Taman Nasional Gunung Ciremai Wilayah Seksi Pengelolaan Taman Nasional I Kabupaten Kuningan Provinsi Jawa Barat. Dibimbing oleh Prof. Dr. E.K.S. Harini Muntasib, MS. Dan Ir. Nandi Kosmaryandi, MSc.F.

Taman Nasional Gunung Ciremai (TNGC) merupakan salah satu kawasan pelestarian alam yang berada dalam dua wilayah administrasi Kabupaten Kuningan dan Kabupaten Majalengka. TNGC memiliki sumberdaya yang memberikan daya tarik tersendiri sebagai obyek wisata terutama kawasan Seksi Pengelolaan Taman Nasional (SPTN) I Kuningan seperti air terjun, sumber air panas, telaga dan kebudayaan masyarakat serta keanekaragaman flora dan faunanya. Adanya potensi tersebut dan belum adanya perencanaan pengembangan pariwisata alam di TNGC yang baru ditetapkan pada tahun 2004, maka perlu dilakukan penelitian mengenai potensi daya tarik wisata alam untuk dibuat rencana pengembangannya.

Penelitian dilaksanakan pada 7 lokasi wisata alam di kawasan TNGC wilayah SPTN I Kuningan yang termasuk pada surat perjanjian Nomor PKS 02/BTNGC/2009 dan Nomor 556/49/Disparbud/2009 tentang pengelolaan obyek wisata alam di TNGC yaitu Telagaremis, Paniis, Buper Cibeureum, Buper Cibunar, Buper Balongdalam, Lembah Cilengkrang dan Buper Palutungan. Penelitian tersebut dilaksanakan selama bulan Mei-Juni 2010 dengan menggunakan kriteria penilaian analisis daerah operasi obyek daya tarik wisata alam (ADO-ODTWA) Dirjen PHKA tahun 2003 yang telah dimodifikasi. Unsur-unsur penilaian yang digunakan yaitu daya tarik, aksesibilitas dan kondisi sosial ekonomi masyarakat sekitar lokasi obyek wisata. Metode pengambilan data dilakukan melalui studi pustaka, wawancara, kuisioner dan pengamatan langsung di lapangan. Pengambilan data meliputi daya tarik; aksesibilitas; kondisi sosial ekonomi masyarakat; pengunjung : karakteristik, penilaian terhadap obyek, tujuan dan aktivitas pengunjung, harapan pengunjung; pengelola obyek wisata dan pemerintah daerah.

Pengelolaan obyek wisata alam di TNGC wilayah SPTN I Kuningan dikelola oleh beberapa pihak yaitu Pemerintah Daerah (Disparbud), pihak swasta dan masyarakat sebagai bentuk kemitraan yang bekerjasama dengan taman nasional. Setiap lokasi wisata alam mempunyai kebijakan dan sistem pengelolaan yang berbeda.

Hasil penilaian obyek wisata yang ada di TNGC wilayah SPTN I Kuningan berada pada klasifikasi penilaian sedang (1184-1657) dan tinggi (1658-2130). Nilai yang termasuk pada klasifikasi tinggi yaitu Lembah Cilengkrang (1800) dan Buper Palutungan (1675). Lima obyek wisata lainnya termasuk pada kategori sedang yaitu Telagaremis (1655), Paniis (1575), Buper Cibeureum (1525), Buper Cibunar (1570) dan Buper Balongdalam (1515). Berdasarkan penilaian tersebut maka obyek wisata Lembah Cilengkrang dan Buper Palutungan merupakan obyek prioritas pengembangan pariwisata alam TNGC wilayah SPTN I Kuningan.

(4)

daerah Kuningan seperti Cirebon, Indramayu dan Majalengka. Usia pengunjung yang paling banyak adalah remaja 51,9% (13-21 tahun). Tujuan sebagian besar pengunjung datang untuk melihat pemandangan alam dengan aktivitas yang paling banyak dilakukan hanya berjalan dan duduk santai menikmati pemandangan alam sekitar obyek wisata. Harapan pengunjung terhadap keberadaan obyek wisata yaitu adanya pengembangan obyek wisata terutama pengembangan produk wisata serta sarana dan prasarana yang ada.

Rekomendasi pengembangan obyek pariwisata alam di TNGC wilayah SPTN I Kuningan mempertimbangkan beberapa aspek yaitu potensi obyek, usulan pengunjung dan rencana pengelola. Pengembangan pariwisata alam meliputi pengembangan sarana dan prasarana, peningkatan kerjasama dalam pengelolaan dan pengembangan potensi serta kegiatan wisata pada setiap lokasi.

(5)

SUMMARY

ERLIN WIDIYATI. E34061670. Development of Nature-based Tourism in National Park Management Section (SPTN) I Kuningan areas, Gunung Ciremai National Park, Kuningan Regency, West Java Province. Under supervision of E.K.S. HARINI MUNTASIB and NANDI KOSMARYANDI.

Gunung Ciremai National Park (GCNP) is one of conservation areas located in two administrative regions, i.e. Majalengka and Kuningan Regency. Gunung Ciremai National Park, particularly the area of National Park Management Section (SPTN) I Kuningan, has various resources potential for tourism objects and attractions, such as waterfalls, hot springs, lake, forest, flora and fauna diversity, and culture. Considering the potentials and the absence of tourism development plan in GCNP, a research on the development of the potentials for tourism objects and attractions was needed.

Research was conducted on May – June 2010, covering 7 nature-based tourism location on SPTN I Kuningan area of GCNP, which enclosed in the letter of agreement Number PKS 02/BTNGC/2009 and Number 556/49/Disparbud/2009 about the management of nature-based tourism objects at GCNP, viz. Telagaremis, Paniis, Buper Cibeureum, Buper Cibunar, Buper Balongdalam, Lembah Cilengkrang and Buper Palutungan. A modified criteria of the Directorate General of Forest Protection and Nature Conservation’s criteria of assessment of tourism object and attraction operational areas analysis year 2003 (ADO-ODTWA) was used in the research’s analysis. Elements of assessment used in the analysis were attraction, accessibility, and community’s social -economic condition of the area concerned. Data were collected through literature study, interview, questionnaire, and field observation. Data collected were attraction, accessibility, community’s social-economic condition, visitors’ characteristics, visitors’ valuation of the objects, visitors’ purpose and activities, visitors’ expectations, and development plant from tourism object management and local government.

Gunung Ciremai National Park entrusted the management of the tourism locations concerned in this research to various stakeholders, viz. Tourism and Culture Agency of the local government, private ventures, communities, in cooperation with GCNP. Therefore, each location had different policy and management system.

The assessment of the existing tourism objects on the area of SPTN I Kuningan GCNP resulted in moderate value (1184-1657) and high value (1658-2130) classifications. Lembah Cilengkrang (1800) and Buper Palutungan (1675) were classified into high value objects, while the other five objects, Telagaremis (1655), Paniis (1575), Buper Cibeureum (1525), Buper Cibunar (1570) dan Buper Balongdalam (1515), fell into the moderate value objects. Therefore, Lembah Cilengkrang and Buper Palutungan became the priority of the development of nature-based tourism in SPTN I Kuningan Gunung Ciremai National Park.

(6)

majority of the visitors (51,9%) were teenager (13-21 year old). Most of the visitors came to the area to enjoy the scenery, with walking and sitting as dominating activities. Visitors expected that there would be a tourism object development, particularly concerning tourism products and facilities.

Recommendation on nature-based tourism development of SPTN I Kuningan areas of GCNP were made taking into account the aspects of object’s potential, visitor’s suggestion, and management plan. Nature-based tourism development covered the development of facilities, improvement of cooperation in potential management and development, and tourism activities development on each location.

(7)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengembangan Pariwisata Alam di Taman Nasional Gunung Ciremai Wilayah SPTN I Kuningan adalah benar-benar hasil karya saya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, November 2010

(8)

Judul : Pengembangan Pariwisata Alam di Taman Nasional Gunung Ciremai Wilayah Seksi Pengelolaan Taman Nasional I Kabupaten Kuningan Provinsi Jawa Barat

Nama : Erlin Widiyati

NRP : E34061670

Departemen : Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata Fakultas : Kehutanan

Menyetujui,

Pembimbing I Pembimbing II

Prof. Dr. E.K.S. Harini Muntasib, MS. Ir. Nandi Kosmaryandi, MScF

NIP : 19550410 198203 2 002 NIP : 19660628 199802 1 001

Mengetahui: Ketua

Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

Prof. Dr. Ir. Sambas Basuni, MS

(9)

KATA PENGANTAR

Penulis memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan kasih sayang-Nya sehingga penulisan skripsi ini berhasil terselesaikan. Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei-Juni 2010 dengan judul Pengembangan Pariwisata Alam di Taman Nasional Gunung Ciremai Wilayah Seksi Pengelolaan Taman Nasional I Kuningan Provinsi Jawa Barat.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Prof. Dr. E.K.S. Harini Muntasib, MS dan Ir. Nandi Kosmaryandi, MSc.F selaku pembimbing. Selain itu, penghargaan penulis disampaikan pula kepada pihak Taman Nasional Gunung Ciremai dan pihak pengelola obyek wisata yang telah membantu dalam pengambilan data dilapang. Ungkapan terima kasih juga penulis ucapkan kepada Bapak, Ibu dan adik-adik tercinta, serta seluruh keluarga dan teman-teman KSHE 43 atas segala doa dan kasih sayangnya.

Dengan terselesaikannya penulisan karya ilmiah ini, saya berharap dapat bermanfaat bagi pembaca untuk menambah pengetahuan dan informasi mengenai pengembangan pariwisata alam di kawasan konservasi terutama di Taman Nasional Gunung Ciremai.

(10)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Majalengka, Jawa Barat pada tanggal 9 Mei 1988 sebagai anak pertama dari tiga bersaudara yaitu Puji Raharja dan Tria Suparti dari pasangan Supardi ABD dan Tati Kusnaeti. Pada tahun 2000 penulis lulus dari SDN 1 Jagasari, tahun 2003 penulis lulus dari SLTP Negeri 1 Cikijing, tahun 2006 penulis lulus dari SMA Negeri 2 Majalengka dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk IPB melaui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB. Tahun 2007 penulis memilih Program Studi Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan.

Selama menuntut ilmu di IPB, penulis pernah menjadi anggota beberapa organisasi yakni Himpunan Mahasiswa Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata (HIMAKOVA), Organisasi Mahasiswa Daerah Majalengka dan salah satu tour guide Agroedutourism kampus IPB. Selain itu penulis juga melakukan Praktik Pengenalan Ekosistem Hutan (PPEH) di Cagar Alam Kamojang dan Cagar Alam Leuweung Sancang, Praktik Pengelolaan Hutan (PPH) di Hutan Pendidikan Gunung Walat dan Praktik Kuliah Lapang Profesi di Taman Nasional Gunung Ciremai.

(11)
(12)

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN ... 19

5.1 Pengelolaan Obyek Wisata di Taman Nasional Gunung Ciremai Wilayah SPTN I Kuningan ... 19

5.2 Obyek dan Daya Tarik Wisata Alam di Taman Nasional Gunung Ciremai Wilayah SPTN I Kuningan ... 28

5.2.1 Telagaremis ... 28

5.2.2 Paniis ... 38

5.2.3 Buper Cibeureum ... 39

5.2.4 Buper Cibunar ... 41

5.2.3 Buper Balongdalam ... 43

5.2.6 Buper Cilengkrang ... 46

5.2.7 Buper Palutungan ... 51

5.3 Penilaian obyek dan daya tarik wisata alam di TNGC wilayah SPTN I Kuningan ... 53

5.3.1 Kriteria Penilaian ... 53

5.3.2 Rekapitulasi Penilaian ... 61

5.4 Sarana dan Prasarana ... 63

5.5 Pengunjung ... 65

5.5.1 Karakteristik Pengunjung ... 65

5.5.2 Tujuan dan Aktivitas Pengunjung ... 66

5.5.3 Penilaian terhadap Obyek Wisata ... 67

5.5.4 Harapan Pengunjung ... 68

5.6 Pengembangan Pariwisata Alam di TNGC Wilayah SPTN I Kuningan ... 69

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ... 86

6.1 Kesimpulan ... 86

6.2 Saran ... 87

DAFTAR PUSTAKA ... 88

(13)

DAFTAR TABEL

No. Halaman

1. Jenis data dan informasi yang dikumpulkan ... 9 2. Jumlah sampel pengunjung pada setiap lokasi obyek wisata berdasarkan

Rumus Slovin dan kelas umur ... 11 3. Metode penilaian obyek daya tarik wisata ... 13 4. Klasifikasi penilaian hasil skoring ... 14 5. Pengelolaan obyek wisata alam di TNGC Wilayah SPTN I Kuningan 21 6. Hasil penilaian ODTW di TNGC wilayah SPTN I Kuningan ... 54 7. Hasil penilaian kriteria aksesibilitas menuju obyek wisata di TNGC

Wilayah SPTN I Kuningan ... 55 8. Hasil penilaian kondisi sosial ekonomi masyarakat sekitar obyek wisata

alam di TNGC wilayah SPTN I Kuningan ... 59 9. Hasil rekapitulasi penilaian obyek dan daya tarik wisata di TNGC Wilayah

SPTN I Kuningan ... 62 10. Karakteristik pengunjung obyek wisata di TNGC wilayah SPTN I

Kuningan ... 65 11. Rekomendasi pengembangan obyek wisata alam di TNGC wilayah SPTN I

(14)

DAFTAR GAMBAR

(15)

29. Mushola pinggir sungai di Hambulu ... 48

30. (a) Curug Sabuk dan (b) Curug Sawer ... 49

31. Sumber air panas ... 50

32. (a) Lutung (Trachypithecus auratus) dan (b) Bunga bangkai ... 51

33. Curug Ciputri . ... 51

34. Aliran Curug Ciputri . ... 52

35. Zona camping ground Palutungan ... 52

36. Hasil kerajinan tangan masyarakat ... 61

37. (a) Mushola di Buper Palutungan, (b) Tempat ganti pakaian di Lembah Cilengkrang, (c) MCK di Buper Cibunar dan (d) MCK sementara di Buper Balongdalam ... 64

38. Peta lokasi 9 telaga di obyek wisata Telagaremis . ... 79

39. Peta jalur intepretasi Lembah Cilengkrang ... 84

(16)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Halaman 1. Tabel kriteria penilaian obyek dan daya tarik wisata di Taman Nasional

Gunung Ciremai ... 92 2. Kuisioner pengunjung ... 95 3. Panduan wawancara dengan pihak pengelola Taman Nasional Gunung

Ciremai ... 100 4. Panduan wawancara dengan masyarakat sekitar kawasan Taman

(17)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kawasan hutan Gunung Ciremai ditetapkan sebagai Taman Nasional pada tanggal 19 Oktober 2004 dengan SK Menteri Kehutanan No. 424/Menhut-II/2004 tentang perubahan fungsi kawasan hutan lindung pada kelompok hutan Gunung Ciremai seluas ± 15.500 hektar. Kawasan hutan Taman Nasional Gunung Ciremai (TNGC) memiliki fungsi ekologis yang sangat penting yaitu sebagai daerah resapan air dan sebagai sumber air bersih bagi daerah di sekitarnya yaitu Kabupaten Majalengka, Kuningan dan Cirebon yang perlu dilindungi dan dilestarikan.

Taman nasional berdasarkan Undang-Undang No. 5 Tahun 1990 merupakan salah satu kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli dan dikelola berdasarkan sistem zonasi dan dapat dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang kebudayaan serta pariwisata dan rekreasi. Oleh karena itu, pemanfaatan kawasan TNGC tidak hanya berupa hasil hutan kayu ataupun non kayu seperti getah atau madu, akan tetapi dapat diperoleh hasil hutan berupa penjualan jasa hutan seperti panorama alam yang dimiliki kawasan TNGC sebagai obyek daya tarik wisata.

(18)

1.2 Tujuan

Tujuan dari penelitian ini adalah pengembangan pariwisata alam di Taman Nasional Gunung Ciremai khususnya wilayah Seksi Pengelolaan Taman Nasional (SPTN) I Kuningan yang secara rinci yaitu :

1. Menginventarisasi potensi obyek daya tarik wisata di Taman Nasional Gunung Ciremai Wilayah SPTN I Kuningan

2. Melakukan penilaian terhadap obyek daya tarik wisata, dan 3. Menyusun pengembangan pariwisata alam.

1.3 Manfaat

(19)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pariwisata

Pariwisata merupakan semua gejala-gejala yang ditimbulkan dari adanya aktivitas perjalanan yang dilakukan oleh seseorang dari tempat tinggalnya dalam waktu sementara, dengan tujuan mengisi waktu luang dan selama perjalanan tidak melakukan aktivitas yang menghasilkan uang. Gejala yang ditimbulkan terjadi akibat adanya interaksi dari unsur manusia/pelaku, waktu, dan ruang selama perjalanannya (Wahab 1989).

Menurut Undang-Undang No. 10 tahun 2009 tentang Kepariwisataan Bab I Pasal 1, wisata merupakan kegiatan perjalanan yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang dengan mengunjungi tempat tertentu untuk tujuan rekreasi, pengembangan pribadi, atau mempelajari keunikan daya tarik wisata yang dikunjungi dalam jangka waktu sementara. Sedangkan pariwisata adalah berbagai macam kegiatan wisata dan didukung berbagai fasilitas serta layanan yang disediakan oleh masyarakat, pengusaha, pemerintah dan pemerintah daerah.

Pariwisata merupakan perpindahan yang bersifat sementara ke daerah tujuan wisata di luar tempat tinggal dan pekerjaan, melakukan aktivitas selama tinggal dan fasilitas yang diciptakan untuk melayani kebutuhan wisatawan (Cooper et al. 1996).

2.2 Obyek dan Daya Tarik Wisata

(20)

dikembangkan sehingga mempunyai daya tarik dan diusahakan sebagai tempat tujuan kunjungan wisatawan (Marpaung 2002).

Undang – Undang No. 10 tahun 2009 tentang Kepariwisataan pada Bab I Pasal 1 menyebutkan bahwa daya tarik wisata adalah segala sesuatu yang memiliki keunikan, keindahan, dan nilai yang berupa keanekaragaman kekayaan alam, budaya, dan hasil buatan manusia yang menjadi sasaran atau tujuan kunjungan wisatawan.

Definisi obyek wisata menurut Wardiyanta (2006) adalah sesuatu yang menjadi pusat daya tarik wisatawan dan dapat memberikan kepuasan pada wisatawan. Obyek wisata tersebut bisa berupa 1) berasal dari alam, misalnya pegunungan, hutan dan pantai, 2) merupakan hasil budaya, misalnya museum dan candi, 3) hasil dari kegiatan atau aktivitas manusia seperti tarian dan karnaval. Hal ini sama dengan Marpaung (2002) yang membagi daya tarik wisata menjadi tiga klasifikasi yaitu daya tarik alam, budaya dan daya tarik buatan manusia, sedangkan definisi obyek dan daya tarik wisata menurutnya adalah suatu bentukan atau aktivitas dan fasilitas yang berhubungan, menarik wisatawan untuk datang berkunjung pada suatu daerah.

Kodhyat (2007) obyek dan daya tarik wisata merupakan komponen paling utama karena merupakan pendorong atau sebagai motivasi wisatawan untuk datang berkunjung pada daerah wisata tersebut, obyek dan daya tarik wisata menurutnya dibagi dalam empat jenis yaitu Alam, Budaya, Aktivitas dan Peristiwa.

2.3 Ekowisata dan Wisata Alam

(21)

hiburan semata, namun merupakan jenis pariwisata yang dapat meningkatkan pengetahuan, memperluas wawasan dengan mempelajari sesuatu dari alam, flora dan fauna atau bahkan dari kehidupan masyarakat etnis setempat.

Deklarasi Quebec secara spesifik menyebutkan bahwa ekowisata merupakan suatu bentuk wisata yang mengadopsi prinsip-prinsip pariwisata berkelanjutan, dalam praktik jelas terlihat bahwa bentuk wisata ini secara aktif menyumbang kegiatan konservasi alam dan budaya, melibatkan masyarakat lokal dalam perencanaan, pengembangan, dan pengelolaan wisata serta memberikan sumbangan positif terhadap kesejahteraan masyarakat, dan dilakukan dalam bentuk wisata independen atau organisasi kelompok kecil (UNEP 2000 dalam Damanik dan Weber 2006).

Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2010 tentang Pengusahaan Pariwisata Alam di Suaka Margasatwa, Taman Nasional, Taman Hutan Raya dan Taman Wisata Alam pada Bab I Pasal 1 menyebutkan bahwa wisata alam merupakan kegiatan perjalanan atau sebagian dari kegiatan tersebut dilakukan secara sukarela serta bersifat sementara untuk menikmati gejala keunikan dan keindahan alam di kawasan suaka margasatwa, taman nasional, taman hutan raya dan taman wisata alam.

Hakim (2004) wisata alam merupakan aktivitas wisata menuju tempat-tempat alamiah yang biasanya diikuti oleh kegiatan olah fisik wisatawan. Tempat wisata favorit wisatawan ini biasanya kebanyakan termasuk kawasan lindung, seperti Taman Nasional, Cagar Alam, Taman Hutan Raya dan Taman Laut.

2.4 Pengembangan Pariwisata Alam

(22)

Pariwisata Alam di Suaka Margasatwaa, Taman Nasional, Taman Hutan Raya, dan Taman Wisata Alam).

Selanjutnya dijelaskan pada PP No. 36 Tahun 2010 bahwa sejalan dengan perkembangan kebutuhan pariwisata alam maka taman nasional yang memiliki keunikan dan keindahan alam sangat potensial untuk dikembangkan sebagai obyek dan daya tarik wisata alam, disamping sebagai pengembangan ilmu pengetahuan, penelitian dan pendidikan. Untuk mengoptimalkan kegiatan pariwisata alam di taman nasional diikutsertakan pengusahaan pariwisata alam. Pengusahaan pariwisata alam dapat memberikan dampak positif dalam menciptakan perluasan kesempatan kerja dan kesempatan berusaha untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitar. Oleh karena itu, penyelenggaraan pengusahaan pariwisata alam harus memperhatikan beberapa faktor:

a. Konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya

b. Kemampuan untuk mendorong dan meningkatkan perkembangan kehidupan ekonomi dan sosial budaya

c. Nilai-nilai agama, adat-istiadat, serta pandangan dan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat

d. Kelestarian budaya dan mutu lingkungan hidup

e. Kelangsungan pengusahaan pariwisata alam itu sendiri, dan f. Keamanan dan ketertiban masyarakat.

Penetapan kawasan strategis untuk pariwisata dapat dilakukan dengan memperhatikan beberapa aspek yaitu (Undang-undang No 10 Tahun 2009):

a. Sumberdaya pariwisata alam dan budaya yang potensial menjadi daya tarik pariwisata.

b. Potensi pasar

c. Lokasi strategis yang berperan menjaga persatuan bangsa dan keutuhan wilayah

(23)

e. Lokasi strategis yang mempunyai peran dalam usaha pelestarian dan pemanfaatan aset budaya

f. Kesiapan dan dukungan masyarakat; dan g. Kekhususan wilayah

Konsep pengembangan pariwisata alam pada daerah konservasi yang dianggap paling penting yaitu pengembangan obyek dan daya tarik wisata dengan adanya tujuan pendidikan bagi wisatawan tentang apa yang mereka lihat dan mereka rasakan dengan penekanan pendidikan terhadap masalah ekologi dan konservasi. Direktorat Wisata Alam dan Pemanfaatan Jasa Lingkungan (2003) menyebutkan ada lima prinsip pengembangan pariwisata alam yaitu:

1. Konservasi: menghindari dampak negatife terhadap lingkungan, sosial, budaya dan tetap menjaga kelestarian fungsi kawasan beserta keanekaragaman hayati yang dimilikinya dengan adanya pengaturan pengunjung yang sesuai daya dukung kawasan.

2. Edukasi: memberikan pendidikan konservasi pada masyarakat setempat dan pengunjung serta pengelolanya dengan mengembangkan program interpretasi lingkungan yang bertujuan untuk menimbulkan kesadaran dan kepedulian terhadap sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya.

3. Ekonomi: terjaminannya kesinambungan usaha yang dapat memberikan keuntungan bagi masyarakat sekitar, pengelola dan penyelenggara pariwisata alam. Sehingga dapat memacu pembangunan wilayah setempat baik lokal, regional maupun nasional.

4. Peran Masyarakat: masyarakat ikut berperan mulai dari tahap perencanaan sampai pelaksanaan serta monitoring dan evaluasi, tetap memperhatikan kearifan tradisional dan kekhasan daerah setempat serta memahami struktur sosial dan budaya masyarakat.

(24)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat

Kegiatan penelitian mengenai Pengembangan Pariwisata Alam di Taman Nasional Gunung Ciremai (TNGC) dilakukan pada bulan Mei-Juni Tahun 2010 di Kawasan TNGC pada wilayah Seksi Pengelolaan Taman Nasional (SPTN) I Kuningan Provinsi Jawa Barat.

3.2 Alat dan Obyek Penelitian

Peralatan yang digunakan dalam kegiatan penelitian antara lain alat tulis, kamera digital untuk mendokumentasikan hasil kegiatan, pedoman analisis daerah operasi obyek dan daya tarik wisata alam (ADO-ODTWA) Dirjen PHKA Tahun 2003 yang telah dimodifikasi, panduan wawancara dan kuisioner. Sedangkan obyek penelitian terdiri atas tujuh lokasi obyek wisata alam di kawasan TNGC khususnya wilayah SPTN I Kuningan yang termasuk dalam surat perjanjian Nomor PKS 02/BTNGC/2009 dan Nomor 556/49/Disparbud/2009 tentang pengelolaan obyek wisata di Taman Nasional Gunung Ciremai. Obyek wisata tersebut yaitu Telagaremis, Paniis, Bumi Perkemahan Cibeureum, Bumi Perkemahan Cibunar, Bumi Perkemahan Balongdalem, Lembah Cilengkrang dan Bumi Perkemahan Palutungan.

3.3 Metode Pengumpulan Data

(25)

Tabel 1 Jenis data dan informasi yang dikumpulkan

No. Jenis data Metode

pengumpulan data Informasi yang dikumpulkan

1 Daya tarik wisata* dianggap memiliki ciri khas tertentu

b. Sumberdaya alam

Aktivitas yang dapat dan berpotensi

untuk dilakukan oleh pengunjung

disesuaikan dengan kondisi dilapangan

d. Kebersihan lokasi Observasi lapang Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi

kebersihan lokasi obyek wisata

e. Keamanan

terhadap kawasan

Studi literatur dan observasi lapang

Aktivitas yang intensitasnya dapat

menurunkan kualitas dan keamanan kawasan

f. Kenyamanan Studi literatur dan

observasi lapang

Kondisi lingkungan obyek wisata yang mempengaruhi kenyamanan pengunjung

2 Aksesibilitas Observasi lapang dan

wawancara pengelola

Kondisi jalan, waktu dan jarak tempuh dari pusat kota, serta sarana transportasi menuju lokasi wisata

pencaharian, potensi budaya masyarakat

(atraksi budaya, kesenian, dan

kepercayaan), pendidikan dan tanggapan pengembangan obyek wisata (hambatan dan manfaat)

pendidikan, pekerjaan dan tingkat

pendapatan

informasi, tujuan berwisata, aktivitas yang dilakukan

Pelayanan, pengelolaan serta kondisi kawasan wisata yang dikunjungi

kebijakan yang berlaku, rencana

pengembangan pariwisata alam dan hubungan kerjasama dengan pihak luar

6 Pemerintah daerah Wawancara dan studi

literatur

(26)

3.3.1 Studi Pustaka dan Survei Pendahuluan

Pengumpulan data melalui studi pustaka dan survei pendahuluan ini dilakukan sebagai langkah awal sebelum pelaksanaan penelitian berlangsung dilapangan. Tujuan dari kegiatan pendahuluan ini adalah untuk mengetahui gambaran umum mengenai kondisi lapangan dan pengumpulan informasi terdahulu berkaitan dengan penelitian yang akan dilakukan. Studi pustaka dilakukan dengan cara mengumpulkan bahan, mempelajari dan menelaah sumber- sumber pustaka dan dokumen pengelola yang berkaitan dengan penelitian.

3.3.2 Wawancara dan Kuisioner

Kegiatan wawancara ini dilakukan secara langsung berinteraksi dan berkomunikasi dengan responden melalui pengisian kuisioner dan wawancara terpandu yang dilakukan kepada:

a. Pengunjung

Kegiatan wawancara kepada pengunjung dilakukan dengan cara pengisian kuisioner. Jenis data yang dikumpulkan meliputi karakteristik pengunjung (jenis kelamin, usia, pendidikan, pekerjaan dan asal pengunjung), tujuan pengunjung, aktivitas pengunjung, penilaian pengunjung terhadap obyek wisata yang telah ada dan keinginan atau harapan pengunjung dalam pengembangan potensi obyek wisata (Lampiran 2).

Pengumpulan data dan informasi dari pengunjung dilakukan dengan pengambilan total sampel menggunakan Rumus Slovin yaitu dengan memperhatikan tingkat ketelitian dan jumlah populasi wisatawan dalam waktu tertentu dengan batas ketelitian yang digunakan untuk populasi besar 0,1 (10%) dan 0,2 (20%) untuk populasi kecil (Sevilla 1993 dalam Prasetyo 2005).

Rumus Slovin :

n = N 1+Ne2

Keterangan : n = ukuran total sampel atau jumlah responden

(27)

Pengambilan sampel pengunjung berdasarkan pembagian kelas umur yaitu anak-anak 7-12 tahun, remaja 13-21 tahun, dewasa 22-40 tahun dan tua (dewasa pertengahan) 41-65 tahun (Dariyo 2007). Proporsi pengambilan sampel pada setiap kelas umur :

Total populasi = ukuran populasi atau jumlah wisatawan dalam waktu tertentu Total sampel = ukuran keseluruhan sampel yang diperoleh dari Rumus Slovin

Pengambilan sampel dilakukan pada semua lokasi obyek wisata yaitu Telagaremis, Paniis, Bumi Perkemahan (Buper) Cibeureum, Buper Cibunar, Buper Balongdalem, Lembah Cilengkrang dan Buper Palutungan. Pengambilan data pengunjung meliputi karakteristik pengunjung, tujuan kunjungan, penilaian dan harapan pengunjung terhadap obyek wisata. Pengambilan data tersebut melalui pengisian kuisioner di setiap lokasi obyek wisata. Pengambilan sampel pengunjung dilakukan dengan menggunakan Rumus Slovin pada penelitian ini yaitu menggunakan populasi dari data banyaknya pengunjung yang datang selama satu minggu terakhir sebelum pengambilan data. Oleh karena itu, jumlah sampel pengunjung pada setiap lokasi obyek wisata berbeda jumlah dan sebaran persentase setiap kelas umurnya seperti yang tersaji pada Tabel 2.

Tabel 2 Jumlah sampel pengunjung pada setiap lokasi obyek wisata berdasarkan Rumus Slovin dan kelas umur

No. Lokasi Total populasi per

minggu

(28)

pihak pengelola tidak mengetahui secara pasti jumlah pengunjung yang datang. Sehingga pengambilan sampel disesuaikan dengan jumlah pengunjung yang ada pada saat kegiatan penelitian berlangsung. Bahkan berdasarkan keterangan dari pihak pengelola Buper Cibeureum, pengunjung yang datang untuk berkemah terakhir kali yaitu 30 Oktober – 1 November 2009. Obyek wisata ini umumnya dikunjungi pada saat tertentu seperti libur hari raya, hari kemerdekaan, tahun baru dan liburan akhir tahun sekolah.

b. Pengelola Obyek Wisata

Pengumpulan data meliputi kebijakan pengelola yang berlaku, sistem pengelolaan, hubungan kerjasama dengan pihak luar dan rencana pengembangan pariwisata obyek wisata yang dikelola melalui wawancara terpandu (Lampiran 3).

c. Masyarakat Sekitar

Kegiatan wawancara kepada masyarakat sekitar lokasi obyek wisata dilakukan dengan wawancara langsung secara terpandu (Lampiran 4) meliputi informasi tingkat pengetahuan, pemahaman dan dukungan mengenai perkembangan obyek wisata, serta dampak yang ditimbulkan dari adanya kegiatan wisata. Pengambilan sampel pada masyarakat yaitu dengan menggunakan teknik penarikan sampel purposive dengan jumlah sampel disesuaikan dengan data dan informasi yang dibutuhkan. Pengambilan sampel dilakukan pada setiap lokasi obyek wisata meliputi masyarakat yang ikut berperan aktif maupun tidak.

d. Pemerintah Daerah

Informasi yang dikumpulkan melalui wawancara terpandu meliputi kebijakan-kebijakan pemerintah yang berlaku, hubungan kerjasama dengan pihak luar dan rencana pengembangan obyek wisata yang akan dilakukan (Lampiran 5).

3.3.3 Observasi Lapang

(29)

Tabel 3 Metode penilaian obyek daya tarik wisata

No Data yang dinilai Metode penilaian

1. Daya tarik Penelitian di lapang dengan menggunakan

kriteria penilaian

2. Aksesibilitas Penelitian di lapang dengan menggunakan

kriteria penilaian

3. Kondisi sosial ekonomi masyarakat Penelitian di lapang dengan menggunakan

kriteria penilaian 3.4 Analisis Data

Analisis data dilakukan dengan metode skoring dan deskriptif. Metode skoring yang diperoleh berdasarkan hasil penilaian ODTWA dengan menggunakan Pedoman Analisis Daerah Operasi Obyek dan Daya Tarik Wisata Alam (ADO-ODTWA) Dirjen PHKA Tahun 2003 (Lampiran 1).

3.4.1 Analisis Potensi Wisata

Potensi wisata berhubungan dengan sumberdaya alam yang ada di Kawasan TNGC. Analisis data dilakukan dengan skoring kriteria hasil penilaian, kemudian di uraikan secara deskipsi sehingga menjadi data potensi wisata alam yang dapat dikembangkan sebagai daya tarik wisata. Penilaian dilakukan berdasarkan pada tabel penilaian yang disesuaikan dengan potensi dan kondisi masing-masing lokasi. Kriteria penilaian berupa daya tarik wisata, aksesibilitas dan sosial ekonomi masyarakat sekitar obyek wisata.

Bobot nilai paling besar diberikan pada kriteria daya tarik yaitu 6, hal ini dikarenakan daya tarik merupakan alasan utama wisatawan datang berkunjung. Sedangkan bobot untuk kriteria penilaian dari segi aksesibilitas dan sosial ekonomi masyarakat diberikan angka 5 karena kedua kriteria ini dapat mempengaruhi potensi pengembangan obyek wisata tersebut. Perhitungan data penilaian potensi wisata dihitung dengan menggunakan persamaan (Romani 2006):

S = N× B

Keterangan : S = Skor/nilai B = Bobot nilai

N = Jumlah nilai unsur – unsur pada kriteria

(30)

penilaian tersebut akan dimasukan pada klasifikasi penilaian seperti yang tersaji pada Tabel 4.

Tabel 4 Klasifikasi penilaian hasil skoring

No. Kriteria penilaian Klasifikasi penilaian

Buruk Sedang Baik

1 Daya tarik 360-600 601-840 841-1080

2 Aksesibilitas 225-300 301-375 376-450

3 Kondisi sosial ekonomi 300-400 401-500 501-600

4 Nilai total kriteria penilaian 710-1183 1184-1657 1658-2130

Nilai selang tersebut diperoleh dari hasil klasifikasi penilaian menggunakan rumus yaitu:

Selang =

Smak - Smin

Banyaknya klasifikasi penilaian Keterangan = S mak : nilai maksimal dari hasil penilaian kriteria

S min : nilai minimal dari hasil penilaian kriteria

Hasil klasifikasi penilaian tersebut kemudian dideskripsikan potensi fisik, biologi, sosial dan budaya dari masing-masing obyek baik yang telah dikembangkan sebagai daya tarik wisata maupun yang belum dikembangkan sebagai bahan pertimbangan dalam rencana pengembangan pariwisata alam di TNGC wilayah SPTN I Kuningan.

3.4.2 Analisis Pengunjung

Data dan informasi yang diperoleh dari kuisioner disajikan dalam bentuk tabel dan grafik yang akan menggambarkan hubungan beberapa jawaban dari pertanyaan yang telah disajikan dalam kuisioner. Berdasarkan data tersebut kemudian dideskripsikan ke dalam beberapa kategori yaitu karakteristik pengunjung, tujuan pengunjung, penilaian pengunjung dan harapan pengunjung terhadap obyek.

3.4.3 Analisis pengelola

(31)

BAB IV

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

4.1 Sejarah dan Status Kawasan

Berdasarkan keputusan Menteri Kehutanan Nomor 195/Kpts-II/2003 tanggal 4 Juli 2003 areal hutan di Provinsi Jawa Barat seluas ± 816.603 hektar telah ditunjuk sebagai kawasan hutan lindung, termasuk di dalamnya kawasan Hutan Lindung Ciremai yang berada di Kabupaten Kuningan dan Majalengka. Pada tahun 2004 sesuai dengan ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 1998 tentang Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam, maka pemerintah memutuskan adanya perubahan fungsi kawasan untuk mengubah Hutan Lindung Ciremai menjadi kawasan Pelestarian Alam yang berfungsi sebagai Taman Nasional dengan nama Taman Nasional Gunung Ciremai (TNGC). Penetapan kawasan ini diikuti dengan adanya SK Menteri Kehutanan No. 424/Menhut-II/2004 tanggal 19 Oktober 2004 tentang Penetapan Hutan Lindung Gunung Ciremai sebagai Taman Nasional Gunung Ciremai seluas ± 15.500 hektar yang berada di Kabupaten Kuningan dan Majalengka. Menimbang diantaranya kawasan hutan Gunung Ciremai memiliki ekosistem yang relatif utuh dengan tiga tipe hutan yang diantaranya memiliki vegetasi hutan alam primer, memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi dan merupakan daerah resapan air bagi kawasan dibawahnya dan beberapa sungai penting di Kabupaten Majalengka, Kuningan dan Cirebon, serta merupakan sumber beberapa mata air yang dipergunakan untuk masyarakat, pertanian dan industri.

4.2 Letak dan Luas

(32)

4.3 Kondisi Fisik 4.3.1 Iklim

Iklim TNGC berdasarkan klasifikasi Schmidt dan Ferguson termasuk kedalam tipe iklim B dan C. Curah hujan pada kawasan ini berkisar antara 2.000-4.000 mm/tahun dengan curah hujan rata-rata 3.500 mm/tahun, sedangkan curah hujan tertinggi mencapai 4.000-4.500 mm/tahun yang terjadi di daerah sekitar puncak dan curah hujan terendah antara 2.000-2.500 mm/tahun yang terjadi di sebelah timur kawasan (Rachmat 2007).

4.3.2 Topografi

Kawasan Taman Nasional Gunung Ciremai memiliki topografi yang bergelombang dan berbukit sepanjang bagian kaki gunung hingga bagian puncak tertinggi yang mencapai 3.078 m dpl (Hadiprasetya 2009).

4.3.3 Hidrologi

Kawasan Gunung Ciremai kaya dengan sumberdaya air berupa sungai dan mata air. Berdasarkan hasil inventarisasi mata air tahun 2006 di dalam kawasan TNGC terdapat 156 mata air. Seratus empat puluh tujuh mata air mengalir sepanjang tahun untuk wilayah Kuningan, sedangkan wilayah Majalengka terdapat 36 mata air produktif dan 7 sungai yang mengalir sepanjang tahun. Kualitas air yang dihasilkan memenuhi standar kriteria kualitas air minum, sehingga merupakan sumber pasokan air minum PDAM Cirebon yang penampungannya terletak di desa Paniis Kecamatan Pasawahan Kabupaten Kuningan (BTNGC 2006).

4.4 Flora dan Fauna 4.4.1 Flora

(33)

4.4.2 Fauna

Keanekaragaman jenis di Ciremai cukup tinggi. Jenis satwa yang ada di kawasan ini antara lain: macan kumbang (Phantera pardus), kijang (Muntiacus muntjak), landak (Hystrix brachyura) dan babi hutan (Sus scrofa). Primata yang

dapat ditemukan pada kawasan Ciremai yaitu surili (Presbytis comata) dan lutung budeng (Trachypithecus auratus). Sedangkan untuk jenis burung yaitu elang jawa (Spizaetus bartelsi), elang ular (Spilornis cheela) dan jenis burung kacamata gunung (Zoosterops montanus). Jenis-jenis satwaliar yang terdapat di kawasan ini sebagian besar termasuk pada kategori jenis yang dilindungi (Gunawan 2007).

4.5 Aksesibilitas

Taman Nasional Gunung Ciremai ini dapat diakses melalui tiga kabupaten yaitu Kuningan, Majalengka dan Cirebon. Waktu tempuh menuju kawasan ini dengan menggunakan bus dari arah Jakarta-Cirebon-Kuningan melalui jalur pantai utara (Pantura) sekitar ± 7 jam, sedangkan jalur Jakarta-Majalengka dapat di tempuh dengan bus sekitar ± 8 jam. Namun untuk jalur pendakian resmi menuju puncak Gunung Ciremai ada tiga (BTNGC 2006) yaitu:

1. Jalur pendakian Linggarjati : Kuningan-Cilimus-Linggarjati, jarak tempuh 16 km dengan kondisi jalan beraspal dan terdapat angkutan umum.

2. Jalur pendakian Palutungan : Kuningan-Cigugur-Palutungan, jarak tempuh 7 km dengan kondisi jalan beraspal dan terdapat angkutan umum.

3. Jalur pendakian Apuy : Majalengka-Maja-Argamukti, jarak tempuh 29 km dengan kondisi jalan beraspal dan berbatu dan terdapat angkutan umum.

4.6 Potensi Wisata 4.6.1 Wisata Alam

(34)

panas di daerah Pejambon, wisata air deras Paniis, dan wisata telaga. Selain itu, kegiatan wisata seperti birdwatching dapat dilakukan pada kawasan ini dengan potensi satwa yang dimiliki terutama beberapa jenis burung berkicau dan burung langka seperti Elang jawa (BTNGC 2006).

4.6.2 Wisata Budaya

Kawasan TNGC juga memiliki beberapa tempat yang dianggap memiliki nilai histori sehingga banyak dikunjungi oleh para penjiarah seperti Situ Sangiang dan Gunung Puncuk (BTNGC 2006).

4.7 Kondisi Sosial, Ekonomi dan Budaya Masyarakat Sekitar Kawasan

Masyarakat lokal yang tinggal berbatasan dengan kawasan TNGC terbagi dalam 14 kecamatan yaitu 7 kecamatan jumlah desa 25 termasuk wilayah administratif Kabupaten Kuningan dan 7 kecamatan lainnya dengan jumlah desa 20 termasuk pada wilayah administratif Kabupaten Majalengka. Mata pencaharian penduduk sekitar sebagian besar sebagai petani baik petani tanah milik, penggarap atau buruh tani, komoditas yang dihasilkan berupa sayur -sayuran, padi dan buah-buahan. Secara umum pola pengunaan lahan masyarakat di sekitar TNGC terdiri dari tanah sawah dan bukan sawah (kebun, hutan rakyat, perkebunan, perumahan, dan tanah pekarangan) (BTNGC 2006).

(35)

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Pengelolaan Obyek Wisata di Taman Nasional Gunung Ciremai Wilayah SPTN I Kuningan

Taman Nasional Gunung Ciremai (TNGC) merupakan taman nasional dengan gunung tertinggi di Jawa Barat. TNGC juga memiliki obyek-obyek wisata alam yang berpotensi untuk dilakukan pengembangan pariwisatanya. Namun lokasi obyek wisata tersebut sebagian besar berada di luar hamparan kawasan TNGC khususnya yang termasuk pada wilayah SPTN I Kuningan seperti yang terlihat pada Gambar 4. Keberadaan obyek wisata tersebut memberikan ketertarikan pada pemerintah daerah dan swasta untuk ikut serta dalam pengelolaan obyek wisata di TNGC yang berada di luar hamparan kawasan.

(36)

Gambar 1 Peta Lokasi ODTWA di Kawasan TNGC.

(37)

Tujuan dan sasaran dalam surat perjanjian pengelolaan obyek wisata di kawasan TNGC Kabupaten Kuningan tersebut diantaranya dalam pengelolaan, pemanfaatan dan pengembangan obyek dan daya tarik wisata di TNGC harus menjamin keseimbangan ekologis, ekonomi, sosial budaya, serta kelestarian sumberdaya alam hayati dan ekosistem di kawasan TNGC. Oleh karena itu, pihak pengelola harus menempatkan masyarakat sekitar lokasi obyek wisata sebagai bagian dari pengelolaan dan pemanfaatan obyek wisata. Namun peranan masyarakat dalam pengelolaan dan pemanfaatan wisata mempunyai peran yang berbeda pada setiap lokasi obyek wisata sesuai dengan kebijakan pengelola obyek wisata. Hal ini dikarenakan pengelolaan beberapa obyek yang termasuk dalam surat perjanjian tersebut tidak sepenuhnya dilakukan oleh Disparbud, tetapi beberapa obyek wisata yang dikelola oleh swasta dan masyarakat sekitar sebagai bentuk kerjasama dengan BTNGC sebagai pemilik kawasan seperti yang tersaji dalam Tabel 5.

Tabel 5 Pengelola obyek wisata alam di TNGC Wilayah SPTN I Kuningan

No Obyek wisata Lokasi obyek wisata Pihak pengelola

1 Talagaremis Desa Kaduela Kecamatan

Pasawahan

Disparbud

2 Paniis Desa Paniis dan Desa Singkup

Kecamatan Pasawahan

Disparbud

3 Buper Cibeureum Desa Cibeureum Kecamatan

Cilimus

Pemerintah desa melalui Karang Taruna

4 Buper Cibunar Desa Linggajati Kecamatan

Cilimus

Pemerintah desa melalui Pos Pendakian G. Ciremai

5 Buper Balongdalem Desa Babakanmulya

Kecamatan Jalaksana

Pemerintah desa melalui Kompepar

4 Lembah Cilengkrang Desa Pajambon Kecamatan

Jalaksana

Kompepar

7 Buper Palutungan Desa Cisantana Kec. Cigugur CV. Wisata Putri Mustika

(38)

pengembangan wisata salah satu caranya yaitu perbaikan jalan menuju lokasi wisata untuk mempermudah aksesibilitas pengunjung.

1. Telagaremis

Disparbud mengelola aktif obyek wisata ini secara resmi pada bulan Januari 2010. Petugas lapang dari Disparbud di obyek wisata ini berjumlah 2 orang yang biasanya berjaga di loket karcis. Pihak pengelola dalam melaksanakan tugasnya di bantu oleh Kompepar Desa Kaduela yang terdiri dari beberapa kelompok mitra usaha (KMU). Kompepar ini sudah ikut serta mengelola Telagaremis sejak masih oleh perhutani dulu. Kegiatan rutin anggota Kompepar antara lain yaitu membantu penjualan tiket, petugas kebersihan dan menjaga keamanan atau patroli di sekitar lokasi obyek terutama bila ada perkemahan.

Harga tiket masuk obyek wisata alam ini sebesar Rp 6.500/lembar. Pengunjung yang membawa anak-anak petugas memberikan kebijakan yaitu satu tiket untuk dua orang anak-anak. Pembagian hasil dari tiket tersebut setelah dipotong PNBP Rp 1.500/lembar yang diserahkan kepada TNGC yaitu 5% untuk pemda Cirebon dan selebihnya oleh Disparbud. Biaya parkir kendaraan Rp 1.000 untuk kendaraan roda dua, Rp 2.500 untuk kendaraan roda empat dan Rp 6.500 untuk kendaraan roda enam dibayar bersama dengan tiket masuk.

(39)

2. Paniis

Pengelolaan obyek wisata Paniis ini dilakukan oleh Disparbud. Petugas lapangan berjumlah 3 orang, dalam pelaksanaan pengelolaan petugas dibantu oleh beberapa masyarakat yang ikut serta dalam pengelolaan obyek wisata sejak perhutani dahulu. Pintu masuk menuju obyek wisata alam ini terdapat dua yaitu dari Buper Singkup dan dari Paniis.

Bumi perkemahan termasuk dalam wilayah adminstrasi Desa Singkup yang saat ini sudah dikontrakkan pada salah satu masyarakat yang ingin mengelola oleh pihak desa, namun perjanjian tersebut pada dasarnya tidak berlaku. Hal ini dikarenakan status lahan merupakan milik TNGC dan pengelolaan wisatanya dilakukan oleh Disparbud. Namun berdasarkan kebijakan dari pihak pengelola maka orang tersebut diberi kepercayaan untuk ikut mengelola obyek wisata sebagai petugas penjaga tiket di pintu masuk Buper, sedangkan petugas tiket di pintu masuk Paniis dari Disparbud yang bertugas sebagai koordinator.

Harga tiket masuk sebesar Rp 3.500/lembar seperti terlihat pada Gambar 1 yaitu contoh tiket masuk dan parkir yang dikeluarkan oleh Disparbud. Petugas tiket biasanya tidak menetapkan tiket masuk untuk 1 orang anak-anak yang dibawa oleh orang tuanya. Anak-anak yang datang bersama orang tua lebih dari 1 membayar tiket 1 untuk 2 orang anak. Hal ini berbeda dengan pengunjung rombongan anak-anak dari sekolah yang tetap membayar tiket secara penuh, namun petugas biasanya memberikan potongan harga pada rombongan besar.

Gambar 2 Tiket masuk Cipaniis.

(40)

minimal 2 hari sebelum kegiatan berlangsung. Pengelola tidak menyediakan peralatan berkemah, sehingga pengunjung yang datang harus menyiapkan sendiri peralatannya.

Pembagian hasil dari tiket masuk Cipaniis yaitu PNBP Rp 1.500/lembar diserahkan melalui BTNGC dan sisanya diserahkan ke Disparbud. Besarnya tiket parkir yaitu Rp 1.000 untuk kendaraan roda dua. Petugas yang berjaga untuk mengatur parkir berasal dari masyarakat sekitar, mereka bekerja sebagai petugas parkir sejak masih dikelola oleh perhutani. Namun saat ini mereka hanya mendapatkan penghasilan dari jasa penitipan helm atau barang pengunjung.

3. Buper Cibeureum

Pengelolaan Buper Cibeureum ini dilakukan oleh pemerintah Desa Cibeureum melalui kelompok pemuda Karang Taruna. Saat ini buper tersebut masih belum dikelola secara optimal, hal ini terlihat tidak adanya petugas yang berjaga dan penarikan tiket bagi pengunjung yang datang. Penarikan tiket hanya dilakukan pada pengunjung yang melakukan kegiatan berkemah dengan sistem paket berdasarkan peraturan pemerintah desa yaitu:

a. Pengunjung lebih dari 100 orang biaya yang dikenakan yaitu Rp 200.000 ditambah biaya kegiatan sebesar Rp 20.000 untuk 1 hari 1 malam.

b. Pengunjung kurang dari 100 orang biaya yang dikenakan yaitu Rp 4.000 per orang selama kegiatan berlangsung.

Harga paket tersebut belum termasuk sarana prasarana seperti lampu dan kamar mandi. Kamar mandi yang digunakan peserta camping yaitu kamar mandi milik perseorangan yang sengaja dibangun sebagai sebagai kamar mandi umum dengan harga yang telah ditentukan. Sedangkan untuk biaya penerangan dikenakan Rp 25.000 per malam.

(41)

4. Buper Cibunar

Berdasarkan Peraturan Desa Linggajati Kecamatan Cilimus Kabupaten Kuningan Nomor 08 tahun 2009 tentang Bumi Perkemahan dan Pendakian Gunung Ciremai, Pengelolaan Buper Cibunar dilakukan oleh pemerintah desa melalui organisasi PPGC (Pos Pendakian Gunung Ciremai). Status PPGC merupakan salah satu mitra Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) Linggajati yang bertugas sebagai pelaksana lapangan dalam pengelolaan Buper Cibunar dan pendakian Gunung Ciremai jalur Linggajati. Pembentukan PPGC dilakukan oleh pemerintah desa dengan susunan anggota berasal dari karang taruna dan masyarakat Desa Linggajati.

Pembagian hasil dari pengelolaan obyek wisata alam tersebut ditentukan oleh pemerintah desa dengan memperhatikan pembangunan dan pendapatan asli desa. Nilai tiket Buper Cibunar dibedakan menjadi dua yaitu tiket untuk hiking dan tiket untuk berkemah dapat dilihat pada Gambar 2. Besarnya pembagian hasil berbeda untuk setiap kegiatan yaitu:

a. Harga tiket untuk kegiatan berkemah Rp 5.000/lembar. Pembagian hasil per lembar tiket yang terjual terdiri dari Rp 1.700 untuk PPGC, Rp 700 biaya operasional, Rp 1.200 untuk pendapatan desa, Rp 700 untuk pemilik lahan dan Rp 700 untuk blok.

b. Harga tiket untuk hiking Rp 2.000/lembar, hasil dari penjualannya 100% diserahkan untuk PPGC.

c. Kendaraan yang masuk dikenakan biaya sebesar Rp 1.000/kendaraan, hasil tersebut diserahkan 100% untuk pendapatan desa. Nilai tersebut di luar jasa penitipan kendaraan.

(42)

Selain sebagai petugas pelaksana pengelolaan Buper Cibunar PPGC juga ikut dalam pengelolaan pendakian Gunung Ciremai jalur Linggajati. Tiket untuk pendakian berasal dari TNGC dengan harga Rp 6.500/lembar (Gambar 3). Pembagian hasil tersebut terdiri dari PNBP Rp 1.500/lembar, dana konservasi 5%, desa 15%, PPGC 49%, Pemuda 7%, PHBM 4%, Asuransi 5%, dan Disparbud 10%.

Gambar 4 Tiket pendakian Gunung Ciremai.

5. Buper Balongdalem

Masyarakat yang berperan dalam pengelolaan Buper Balongdalem ini yaitu anggota Kompepar Desa Babakanmulya. Pengunjung yang melakukan kegiatan di Buper ini biasanya datang menemui ketua kompepar dan mengurus perizinan pengunaan lahan Buper. Pengunjung yang berkemah di lokasi ini cukup membayar Rp 3.000/orang selama kegiatan berlangsung. Pihak pengelola dalam hal ini yaitu kompepar akan mengurus perizinan ke desa dan pihak keamanan yang terkait perihal kegiatan tersebut.

(43)

6. Lembah Cilengkrang

Pengelola obyek wisata alam ini dilakukan oleh KOMPEPAR (Kelompok Penggerak Pariwisata) Lembah Cilengkrang yang anggotanya terdiri dari masyarakat PHBM Desa Pajambon. Pengelolaan oleh masyarakat ini merupakan salah satu bentuk kemitraan TNGC dalam mewujudkan pengelolaan kawasan secara lestari dan efektif dengan melibatkan masyarakat sekitar.

Nilai harga tiket masuk obyek wisata ini mengalami kenaikan beberapa kali karena adanya perubahan status kawasan. Tahun 2002-2005 tiket masuk berasal dari Perum Perhutani KPH Kuningan dengan tiket Rp 2.000/lembar. Tahun 2006 tiket masuk berasal dari BKSDA Jawa Barat II dengan harga tiket Rp 3.500/lembar, hal ini dikarenakan ada kewajiban pembayaran PNBP sebesar Rp 1.000/lembar. Tahun 2007 tiket masuk berasal dari TNGC dengan harga yang sama dan kewajiban penyetoran PNBP yang sama. Mulai tahun 2008 sampai sekarang harga tiket meningkat menjadi Rp 4.000/lembar dikarenakan peningkatan tarif PNBP menjadi Rp 1.500/lembar.

Pembagian hasil dilakukan kepada beberapa pihak yang terkait yaitu untuk PNBP dan dana konservasi disetorkan ke Balai TNGC, Pemerintah desa disetorkan melalui bendahara desa, dan Forum PHBM desa yang digunakan untuk operasional kegiatan PHBM Desa Pajambon. Sebelum pembagian hasil kepada anggota sebesar 20 orang, bagi hasil tersebut disisihkan terlebih dahulu sebesar 10% untuk biaya operasional kegiatan di Lembah Cilengkrang, 5% untuk ATK Kompepar dan 5% untuk dana taktis (dana pertemuan, tranportasi menghadiri undangan di luar desa, dll). Anggota Kompepar memiliki pekerjaan lain di luar kegiatan wisata di Lembah Cilengkrang, hal ini bisa dilakukan karena adanya pengaturan waktu bertugas.

7. Buper Palutungan

(44)

namun lokasi efektif yang kini telah dikelola hanya 9,5 ha. Adanya perubahan status kawasan menjadi taman nasional mewajibkan pihak pengelola untuk mempunyai izin pengusahaan pariwisata alam di taman nasional. Namun sampai saat ini pihak pengelola belum mempunyai izin tersebut, walaupun pihak CV sudah mengajukan izin tersebut ke Dirjen PHKA.

Pungutan hasil dari obyek wisata Buper Palutungan dari harga tiket sebesar Rp 7.000 dilakukan pembagian hasil yaitu Rp 1.500 untuk PNBP yang diserahkan melalui pihak TNGC, Rp 1.000 disisihkan sebagai dana konservasi. Walaupun obyek wisata ini dikelola oleh pihak swasta yaitu CV, pemerintah daerah dalam hal ini juga mendapatkan pembagian sebesar 35% dari harga tiket yang sudah dipotong oleh PNBP dan dana konservasi.

Pihak pengelola yang bekerjasama dengan TNGC dan pemerintah desa, mengikutsertakan masyarakat sekitar dalam pengelolaan Buper Palutungan yaitu dengan cara melibatkan KTK (Kelompok Tani Konservasi) sebagai petugas parkir dengan imbalan jasa dari pengelolaan parkir tersebut. Sedangkan kelompok PKK desa menyediakan pemesanan makanan pada pengunjung yang melakukan kegiatan berkemah dalam jumlah besar seperti acara organisasi atau sekolah.

5.2 Obyek dan Daya Tarik Wisata Alam (ODTWA) di Taman Nasional Gunung Ciremai Wilayah SPTN I Kuningan

Lokasi obyek daya tarik wisata alam yang ada di wilayah SPTN I Kuningan sebagian besar terletak di luar hamparan kawasan. Setiap lokasi obyek wisata memiliki daya tarik yang berbeda berupa sumberdaya alam seperti air terjun, sumber air panas, tumbuhan, satwa, pemandangan alam hutan pinus dan pegunungan, serta kebudayaan masyarakat sekitar. Beragamannya daya tarik wisata tersebut memberikan pilihan pada pengunjung yang ingin berwisata ke TNGC wilayah SPTN I Kuningan untuk berwisata sesuai dengan tujuannya.

5.2.1 Telagaremis

(45)

dimiliki oleh kawasan wisata ini berupa danau alami, pemandangan alam seperti tegakan pohon pinus dan 9 sumber mata air yang tersebar di sekitar lokasi obyek wisata. Selain itu, udara sekitar obyek wisata ini terasa sejuk dan bersih seperti udara di daerah pegunungan. Telagaremis berasal dari sebuah nama kerang kecil (disebut remis) yang hidup di sekitar telaga, kerang ini dipercaya masyarakat dapat mengobati penyakit.

Sejarah asal usul Telagaremis yaitu dari legenda peperangan antara Pangeran Salingsingan dengan Pangeran Purbaya yang terjadi selama berabad-abad. Kedua pangeran tersebut masih kakak beradik yang terpisah jauh selama mereka pergi mencari ilmu. Kepergian kedua bersaudara ini berdasarkan titah sang ayah yaitu orang yang berhak menduduki tahta setelah beliau pergi adalah orang yang paling sakti. Pada suatu hari mereka bertemu kembali dan beradu kesaktian. Saat peperangan terjadi Pangeran Salingsingan hampir kalah oleh Pangeran Purbaya, namun kekalahan itu justru dijadikan taktik peperangan oleh Pangeran Salingsingan yaitu Pangeran Salingsingan lari bersembunyi di rungkun oyong (rimbunan tanaman oyong) yang terdapat kidang (hewan sejenis kijang). Saat Pangeran Salingsingan yang dikejar oleh Pangeran Purbaya tersebut lari ke rungkun oyong, kidang tersebut keluar dari rungkun karena kaget. Purbaya melihat kidang keluar dan beranggapan bahwa kidang tersebut merupakan jelmaan dari Pangeran Salingsingan.

(46)

Purbaya. Salingsingan menyerang Purbaya dari dalam perutnya dengan melukai bagian hati Purbaya hingga dia menyerah. Saat menyerah itulah Salingsingan membuat suatu kesepakatan dengan Purbaya bahwa dia akan berubah jadi air dan Purbaya akan diubahnya jadi kura-kura bernama “si Mendung” yang akan selalu hidup di bawah air.

Cerita ini pun memberikan kepercayaan pada sebagian masyarakat bahwa air yang ada di sumber air keramat akan mendatangkan berkah jadi barang siapa pun perawan atau janda yang sulit mendapatkan jodoh, mandikanlah dia dengan air keramat pasti cepat mendapatkan jodoh. Selain itu orang yang ingin bekerja atau mempunyai keinginan lain sering datang untuk dimandikan oleh kuncen. Sumber air yang biasa dipakai untuk memandikan disebut Sumur Jalatunda dan telaga yang sering dipakai mandi Telaga Nilem. Selain mempunyai cerita mitos Telagaremis juga memiliki keunikan dan keindahan sumberdaya alam yang berpotensi untuk dijadikan daya tarik wisata diantaranya yaitu:

a) Telagaremis (Situ Ayu Salintang)

(47)

Gambar 5 Telagaremis.

Keberadaan telaga ini erat kaitannya dengan makam Buyut Ayu Salintang yang makamnya terdapat di pinggir telaga ini, namun sampai saat ini masih belum ada orang yang berani menceritakan keterkaitan makam Buyut Ayu Salintang dengan keberadaan Telagaremis ini. Sebagian masyarakat ada yang menyatakan bahwa Telagaremis dan Situ Ayu Salintang berbeda dipisahkan oleh makam Buyut, namun tidak banyak orang yang mengetahui hal tersebut dan beranggapan Situ Ayu Salintang merupakan nama lain dari Telagaremis. Hal ini dikarenakan lokasi kedua telaga ini yang terlihat menyatu hanya saja tersekat pada salah satu sisinya oleh makam keramat Buyut Ayu Salintang dan mushola serta panggung hiburan seperti yang terlihat pada Gambar 6.

(a) (b)

(48)

b) Telaga Deleg

Telaga Deleg merupakan salah satu telaga yang tadah hujan karena air di telaga ini penuh saat musim hujan. Air di telaga ini berwarna kecoklatan seperti yang terlihat pada Gambar 7. Pada telaga ini terdapat ikan yang sengaja dipelihara oleh masyarakat sekitar diantaranya ikan nilem, ikan mas, lele dan ikan nila. Sedangkan saat musim kemarau telaga ini kering dan lahannya digunakan oleh warga sebagai kebun biasanya ditanami umbi-umbian seperti singkong. Selain itu pada lokasi telaga ini juga terdapat sebuah petak sawah yang dikelola oleh kuncen Telagaremis. Tanaman yang terdapat di sekitar telaga yaitu kapuk randu (Ceiba petandra), kenanga, mangga (Mangifera sp.) dan beberapa tanaman palawija.

Gambar 7 Telaga Deleg.

Pada lokasi Telaga Deleg ini terdapat lahan terbuka yang terdapat banyak bebatuan besar, biasanya warga sekitar menggunakan lahan ini untuk menjemur padi pada musim panen dan sebagian pengunjung biasanya menggunakan lahan ini untuk berkemah. Udara di sekitar camping ground ini cukup panas dan rawan terjadi kebakaran karena banyaknya semak belukar yang mengering pada saat musim kemarau.

c) Telaga Salam

(49)

Tanaman yang terdapat di sekitar telaga diantaranya nangka (Artocarpus heterophyllus), kapuk randu (Ceiba petandra), beringin (Ficus benjamina), sukun

(Artocarpus communis), akasia (Acacia mangium) dan pisang.

Gambar 8 Telaga Salam.

d) Telaga Buruy I

Telaga ini tertutup oleh semak dan tumbuhan air seperti yang terlihat pada Gambar 9, sehingga pengunjung tidak bisa melihat telaga dari jarak dekat. Udara sekitar telaga terasa panas, pada musim kemarau sering terjadi kebakaran karena semak yang mengelilingi telaga dan air telaga mengering. Jalan setapak menuju telaga ini sudah tidak terlihat, tertutup oleh tumbuhan bawah dan semak yang agak tinggi. Jarang masyarakat yang datang ke lokasi telaga ini. Tanaman yang ada di sekitar telaga berupa pisang, sengon (Paraserianthes falcataria) dan beberapa jenis semak belukar.

(50)

e) Nyi Eloh

Air telaga ini berwarna bening (Gambar 10) dan mengalir setiap musim di sepanjang tahun. Letak sumber air ini di pinggir jalan dalam kawasan wisata sebelum Telaga Deleg. Biasanya pengunjung yang berkemah di camping ground Telaga Deleg menggunakan air Nyi Eloh ini untuk keperluan selama kegiatan, terdapat MCK yang sudah tidak terawat dan dapat digunakan sebagai tempat ganti pakaian. Tanaman yang terdapat di sekitar sumber air diantaranya kenanga, tanaman pisang, singkong, paku-pakuan dan semak belukar. Air yang berasal dari telaga ini digunakan oleh perusahaan lokal air minum isi ulang.

Gambar 10 Nyi Eloh.

f) Telaga Leutik dan Telaga Buruy II

(51)

(a) (b)

Gambar 11 (a) Talaga Leutik dan (b) Telaga Buruy II.

g) Sumur Jalatunda

Sumur Jalatunda ini merupakan sumber mata air keramat (Gambar 12) yang biasa dipakai memandikan pengunjung oleh Kuncen. Biasanya pengunjung datang pada hari-hari tertentu seperti malam jum’at kliwon. Kebanyakan pengunjung yang datang berasal dari luar daerah seperti Cirebon dan Indramayu. Pengunjung yang datang memiliki tujuan khusus di luar kegiatan berwisata, kepercayaan mereka terhadap mitos yang berkembang masih cukup tinggi. Beberapa orang datang dengan tujuan ingin mendapatkan kehidupan yang lebih baik seperti mendapatkan pekerjaan atau jodoh. Akan tetapi tidak banyak pengunjung yang mengetahui keberadaan dan mitos Sumur Jalatunda ini. Lokasi Sumur Jalatunda terletak sebelum Telaga Leat.

(52)

h) Telaga Leat dan Telaga Nilem

Letak kedua telaga ini sangat berdekatan, memiliki air yang jernih sehingga tanaman yang berada di bawah telaga dapat terlihat seperti yang terlihat pada Gambar 13. Kegiatan wisata yang bisa dilakukan di kedua telaga ini antara lain memancing dan berenang. Namun pengunjung lebih senang berenang di telaga Nilem karena airnya lebih jernih dan dalam serta lebih luas. Pada sepanjang jalan menuju kedua lokasi telaga ini terdapat batu-batuan besar yang menjulang tinggi. Jalan menuju lokasi kedua telaga ini berbatu, bisa dilalui oleh kendaraan bermotor.

(a) (b)

Gambar 13 (a) Telaga Leat. (b) Telaga Nilem.

i) Batu Tumpeng

(53)

jarang dilalui oleh manusia. Beberapa tanaman yang banyak ditemukan yaitu sengon (Paraserianthes falcataria), mahoni (Swietenia macrophylla) dan melinjo (Gnetum gnemon).

Gambar 14 Batu Tumpeng.

j) Camping ground Pinus

Camping ground selain di Telaga Deleg juga terdapat di sebelah utara Telagaremis (Situ Ayu Salintang) yang tersebar menghadap pemandangan Telagaremis, berupa area yang terbuka di bawah tegakan pinus seperti yang disajikan pada Gambar 15. Beberapa tempat yang biasa digunakan untuk mendirikan tenda ditumbuhi oleh tumbuhan bawah dan semak yang akan dibersihkan oleh pihak pengelola apabila sudah ada pengunjung yang siap untuk berkemah.

(54)

5.2.2 Paniis

Obyek wisata ini berupa bumi perkemahan singkup dan aliran air sungai yang jernih langsung dari sumber mata air. Luas obyek wisata alam Paniis sekitar ± 35,32 Ha. Pada obyek wisata ini terdapat dua tiket masuk yaitu di Buper dan jalan menuju sungai. Daya tarik wisata ini berupa aliran sungai dengan kondisi air yang jernih dan bersih (Gambar 16). Masyarakat sekitar sering menggunakan air sungai ini untuk mandi dan mencuci. Bahkan sumber air ini digunakan oleh PDAM untuk pasokan air minum ke wilayah Kabupaten Cirebon, aliran air ini juga dipergunakan warga Paniis untuk saluran irigasi areal pertanian.

Aliran sungai Cipaniis tidak pernah kering walaupun musim kemarau panjang. Sebagian masyarakat dan pengunjung memiliki kepercayaan bahwa air dari sungai ini membawa berkah, sehingga banyak yang mencuci peralatan masak sebelum acara hajatan (pernikahan atau acara syukuran khitanan), baju atau karpet (tempat usaha) dan lain-lain agar apa yang mereka inginkan mendapatkan berkah. Selain itu ada juga orang yang beranggapan bahwa aliran air sungai Paniis ini mempunya khasiat awet muda, apabila mereka sering mandi di aliran sungai ini maka kulit mereka akan terasa kencang.

Gambar 16 Sungai Cipaniis.

(55)

ground ini biasanya adalah rombongan sekolah atau organisasi. Lokasi

perkemahan ini berada di pinggir jalan utama, berdekatan dengan permukiman warga dan peserta dapat mengunakan aliran air Cipaniis untuk kebutuhan selama kegiatan berlangsung.

Gambar 17 Camping ground Singkup.

Jenis tumbuhan yang ada di lokasi obyek wisata ini yaitu kersen (Muntingia calabura), karet (Hevea brasiliensis), angsana (Pterocarpus indicus), kopi (Coffea

sp), melinjo (Gnetum gnemon), sonokeling (Dalbergia latifolia), durian (Durio

zibethinus), beringin (Ficus benjamina) dan pinus (Pinus merkusii). Sedangkan

jenis satwa yang ada yaitu cabai jawa (Dicaeum trochileum) dan pijantung kecil (Arachnothera longirostra).

5.2.3 Buper Cibeureum

(56)

Gambar 18 Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis).

Pada lokasi Buper Cibeureum ini terdapat sumber mata air yang cukup besar. Namun masyarakat, pengelola dan pemerintah desa melarang peserta kemah atau pengunjung lainnya turun melihat sumber air dari dekat. Hal ini dikarenakan sumber air tersebut digunakan untuk keperluan masyarakat seperti air minum dan keperluan sehari-hari lainnya. Selain takut tercemari oleh aktivitas pengunjung, masyarakat juga percaya akan beberapa mitos yang berkembang.

(57)

(a) (b)

Gambar 19 (a) Lapangan Bola Buper Cibeureum, dan (b) Camping ground. Camping ground pada buper ini berada di bawah pohon pinus sebelah atas dan bawah lapangan bola, sedangkan lapangan bola biasanya dipakai oleh peserta kemah untuk upacara, api unggun dan kegiatan lainnya. Jenis flora dan fauna yang dapat ditemui dilokasi Buper Cibeureum ini antara lain pinus (Pinus merkusii), kopi (Coffea sp), beringin (Ficus benjamina), salam (Eugenia polyantha), pulus, ambit (Elaeocarpus grandiflora) dan huni. Sedangkan jenis fauna yang bisa ditemukan diantaranya yaitu elang hitam (Ictinaetus malayensis), cinenen pisang (Orthotomus sutorius) dan cekakak sungai (Todirhamphus chloris).

5.2.4 Buper Cibunar

(58)

(a) (b)

Gambar 20 (a) pesawahan dan (b) perkebunan warga menuju Buper. Keunikan Buper Cibunar ini yaitu pemandangan alam pengunungan. Topografi dan lokasi buper yang berada di jalur pendakian menjadi daya tarik tersendiri bagi pengunjung yang ingin berkemah di Buper ini, terutama untuk kegiatan pelantikan ekstrakurikuler sekolah, atau kegiatan pecinta alam lainnya. Pengunjung yang banyak berkemah di Buper ini biasanya para pendaki yang beristirahat setelah pendakian atau persiapan untuk pendakian, lokasi Buper berada di bawah tegakan pohon pinus seperti pada Gambar 21.

Gambar 21 Camping ground Cibunar.

Flora yang banyak ditemukan pada buper ini antara lain pinus (Pinus merkusii), kayu afrika (Maesopsis eminii), suren, mahoni (Swietenia

macrophylla), kaliandra (Calliandra haematocepala) dan beberapa tanaman

Gambar

Gambar 1  Peta Lokasi ODTWA di Kawasan TNGC.
Gambar 5  Telagaremis.
Gambar 11  (a) Talaga Leutik  dan  (b) Telaga Buruy II.
Gambar 14  Batu Tumpeng.
+7

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Transit rates in the canine upper small intestine were significantly different after oral administration of hyperosmotic glucose solution (20%, 200 mL) compared to the same volume

DINAS PEKERJAAN UMUM KABUPATEN SINTANG Jasa Pembuatan Dokumen Perencanaan Teknis Keciptakaryaan. Konstruksi

Beberapa kasus sebagian norma-norma suatu masyarakat yang berubah antara lain terjadi pada lembaga keluarga. Lembaga tradisional sudah mengalami beberapa perubahan

Evaluasi Kinerja Sistem Informasi Akuntansi Menggunakan Kerangka Kerja COBIT 5 Domain Align, Plan and Organize :.. Studi kasus

28 Table 3.1 Categories for Student Questionnaire in Needs Analysis 51 Table 3.2 Categories for Interview with English Teacher in Needs Analysis 52 Table 3.4 Categories for

Altruism Ratio – atau yang akhir-akhir ini sering disebut Local Wisdom - tersebut kini terancam oleh berdirinya korporasi yang akan membeli lahan mereka, karena Pegunungan

Dari grafik sebagaimana pada gambar 5.8 di bawah, terlihat bahwa kita perlu mencari luas daerah dua kali, lalu menjumlahkannya.. Dari suatu penelitian di Rumah Sakit Sayang Ibu