SIKAP MASYARAKAT DAN KONSERVASI
Suatu Analisis Kedawung (
Parkia timoriana
(DC) Merr.)
Sebagai Stimulus Tumbuhan Obat Bagi Masyarakat,
Kasus Di Taman Nasional Meru Betiri
ERVIZAL AMZU
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
ABSTRACT
ERVIZAL AMZU. Community Attitude and Conservation, An Analysis on Kedawung (Parkia timoriana (DC.) Merr.) As Medicinal Plant Stimulus to the Community, Case in Meru Betiri National Park. Under supervision of KURNIA SOFYAN, LILIK BUDI PRASETYO and HARIADI KARTODIHARDJO.
Ten years of direct experience in Meru Betiri National Park (MBNP) had shown that the community attitude and conservation was one united action. Kedawung (Parkia timoriana (DC) Merr.) conservation in the natural forest of MBNP was not going well and there were no natural regeneration of kedawung for over the last 10 years.
This research studied the root of conservation problem viewed from the relation of attitude and conservation action taking shape in the field, through the study of the attitude of pendarung community to kedawung stimulus in the natural forest. Pendarung is small community in MBNP, which had conducted non-timber forest products collection for generations, one of which is kedawung.
Ideal conservation attitude toward kedawung is the motivation of crystallization of kedawung stimulus to the attitude components of cognitive,
affective and behavior/overt action. The research assessed the attitude and behavior of community and manager by conducting interview to the statements of kedawung stimulus to conservation. The stimulus being assessed were divided into three groups, which were natural stimulus (mainly stimulus related to rarity, population characteristics and regeneration, ecological function), benefit stimulus (economic and medicinal), and religious stimulus (spiritual values, ethics, culture which encourage the willingness to sacrifice for conservation).
Result of the research had obviously shown that the conservation of kedawung did not happen in the field. The root of the problem was because the three group of stimulus had not simultaneously become the stimulant to the attitude and conservation action of the community and manager. There were also no willingness to sacrifice for conservation action, both in the community and the manager. Kedawung stimulus strongly responded by the community were only the benefit stimulus (economic value) and natural stimulus (ecological function value). However, the stimulus had not encouraged the attitude and action of the community to conservation of kedawung.
The solution to the problem root of this research findings were to build the attitude of community and manager with the concept of tri-stimulus amar konservasi and to revise national park management policies, particularly regulation, and to improve the capacity and performance of human resources.
Prerequisite of the realization of conservation in the real world was the creation of the attitude of community and manager strongly encouraged by tri-stimulus amar konservasi, which was the crystallization or intact union of natural stimulus, benefit stimulus, and religious stimulus.
The implication of the research to the national park and biodiversity management was that the concept of tri-stimulus amar konservasi is the tool and gate to conduct management policies revision, started from regulation up to the substantial of management activity in the field.
ABSTRAK
ERVIZAL AMZU. Sikap Masyarakat dan Konservasi, Suatu Analisis Kedawung (Parkia timoriana (DC.) Merr.) Sebagai Stimulus Tumbuhan Obat Bagi Masyarakat, Kasus di Taman Nasional Meru Betiri. Dibimbing oleh KURNIA SOFYAN, LILIK BUDI PRASETYO DAN HARIADI KARTODIHARDJO.
Pengalaman langsung (direct experience) 10 tahun di Taman Nasional Meru Betiri (TNMB), menunjukkan bahwa sikap masyarakat dan konservasi merupakan satu kesatuan aksi. Konservasi kedawung (Parkia timoriana (DC) Merr.) di hutan alam TNMB tidak berjalan dengan baik dan tidak terjadinya regenerasi kedawung secara alami selama lebih dari 10 tahun terakhir.
Penelitian disertasi ini mengkaji akar permasalahan konservasi yang ditinjau dari kaitan sikap dan aksi konservasi yang terwujud di lapangan melalui kajian sikap masyarakat pendarung terhadap stimulus kedawung yang terjadi di hutan alam. Masyarakat pendarung merupakan masyarakat kecil di TNMB yang telah melakukan secara turun temurun kegiatan pengambilan hasil hutan non-kayu, diantaranya spesies kedawung.
Sikap konservasi terhadap kedawung yang ideal adalah merupakan dorongan dari kristalisasi stimulus kedawung terhadap komponen sikap cognitive, affective dan
behavior/overt action. Penelitian ini menguji sikap dan perilaku masyarakat dan pengelola dengan cara wawancara terhadap pernyataan-pernyataan stimulus kedawung untuk konservasi. Stimulus yang diujikan terdiri dari tiga kelompok, yaitu stimulus
alamiah (terutama stimulus yang berkaitan dengan kelangkaan, karakteristik populasi dan regenerasi, fungsi ekologis), stimulus manfaat (ekonomi dan obat) dan stimulus
religius (nilai-nilai spritual, etika, budaya yang mendorong terjadinya kerelaan berkorban untuk konservasi).
Hasil penelitian secara nyata menunjukkan bahwa konservasi kedawung tidak terwujud di lapangan. Akar permasalahannya adalah karena ketiga kelompok stimulus kedawung tidak secara simultan menjadi pendorong terhadap sikap dan aksi konservasi masyarakat maupun pengelola. Begitu juga tidak terjadi kerelaan berkorban untuk aksi konservasi pada masyarakat pendarung maupun pada pengelola. Stimulus kedawung yang direspon kuat oleh masyarakat hanyalah stimulus manfaat (nilai ekonomi) dan stimulus alamiah (nilai fungsi ekologis). Namun ternyata stimulus ini tidak mendorong sikap dan aksi masyarakat untuk konservasi terhadap kedawung.
Penyelesaian akar permasalahan dari temuan penelitian ini adalah membangun sikap masyarakat dan pengelola dengan konsep tri-stimulus amar konservasi dan memperbaiki kebijakan pengelolaan taman nasional terutama merevisi peraturan-perundangan serta meningkatkan kapasitas dan kinerja SDM pengelola.
Prasyarat terwujudnya konservasi di kehidupan dunia nyata adalah terciptanya sikap masyarakat dan sikap pengelola yang didorong kuat oleh tri-stimulus amar konservasi, yaitu kristalisasi atau kesatuan utuh dari stimulus alamiah, stimulus
manfaat dan stimulus religius.
Implikasi dari penelitian ini bagi pengelolaan taman nasional dan sumberdaya keanekaragaman hayati adalah bahwa konsep tri-stimulus amar konservasi merupakan
alat dan pintu masuk untuk melakukan penyempurnaan kebijakan pengelolaan, yaitu mulai dari peraturan perundangan sampai kepada substansi kegiatan pengelolaan di lapangan
SIKAP MASYARAKAT DAN KONSERVASI
Suatu Analisis Kedawung (
Parkia timoriana
(DC) Merr.)
Sebagai Stimulus Tumbuhan Obat Bagi Masyarakat,
Kasus Di Taman Nasional Meru Betiri
ERVIZAL AMZU
Disertasi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor Pada
Program Studi Ilmu Pengetahuan Kehutanan
SEKOLAH PASCA SARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Judul : SIKAP MASYARAKAT DAN KONSERVASI
Suatu Analisis Kedawung (Parkia timoriana (DC) Merr.)
Sebagai Stimulus Tumbuhan Obat Bagi Masyarakat,
Kasus di Taman Nasional Meru Betiri
Nama Mahasiswa : Ervizal Amzu
Nomor Pokok : E 061030021
Program Studi : Ilmu Pengetahuan Kehutanan
Menyetujui :
Komisi Pemimbing
Prof. Dr. Ir. Kurnia Sofyan
Ketua
Dr. Ir. Lilik Budi Prasetyo, M.Sc. Dr. Ir. Hariadi Kartodihardjo, MS
Anggota
Anggota
Mengetahui,
Ketua Program Dekan Sekolah Pascasarjana
Ilmu Pengetahuan Kehutanan Institut Pertanian Bogor
Dr. Ir. Rinekso Soekmadi, MScF Prof. Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, MS
SURAT PERNYATAAN
Saya menyatakan dengan sebenarnya bahwa disertasi yang berjudul :
SIKAP MASYARAKAT DAN KONSERVASI : Suatu Analisis Kedawung (Parkia
timoriana (DC) Merr.) Sebagai Stimulus Tumbuhan Obat Bagi Masyarakat,
Kasus di Taman Nasional Meru Betiri, merupakan gagasan atau hasil penelitian saya sendiri, dengan bimbingan Komisi Pembimbing, kecuali yang dengan jelas ditunjukkan
rujukannya. Disertasi ini belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar Doktor pada
program sejenis di perguruan tinggi lain. Semua data yang digunakan telah dinyatakan
secara jelas dan dapat diperiksa kebenarannya.
Bogor, Juli 2007
© Hak Cipta milik IPB, tahun 2007
Hak Cipta dilindungi Undang-undang
1.
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau
menyebutkan sumber
a.
Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah,
penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah.
b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB
SABAQA’L MUFARRIDUN
(Al Hadist)x
PRAKATA
Puji syukur kehadirat Allah SWT serta shalawat dan salam untuk Nabi Muhammad SAW. Hanya dengan izin dan rahmat-Nya penelitian ini dapat diselesaikan dengan judul “SIKAP MASYARAKAT DAN KONSERVASI :
Suatu Analisis Kedawung (Parkia timoriana (DC) Merr.) Sebagai Stimulus Tumbuhan Obat Bagi Masyarakat, Kasus di Taman Nasional
Meru Betiri yang hasilnya dituangkan dalam tulisan disertasi ini.
Pada kesempatan ini penulis perlu menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Prof. Dr. Ir. Kurnia Sofyan, selaku ketua komisi pembimbing; Dr. Ir. Lilik B. Prasetyo, M.Sc. dan Dr. Ir. Hariadi Kartodihardjo, M.S. masing-masing selaku anggota komisi pembimbing yang telah dengan sabar memberikan banyak bimbingan, saran, kritikan dan semangat yang hangat untuk penyelesaian tulisan ini.
2. Prof. Dr. Ir. Ali M.A. Rachman, MA yang banyak memberikan inspirasi dan sekaligus sebagai penguji luar komisi pada ujian tertutup; Dr. Ir. Fauzi Febrianto, MS. sebagai Wakil Dekan Fakultas Kehutanan IPB yang memimpin sidang dan Dr. Ir. Didik Suharjito, MS. yang mewakili Ketua Program Studi Ilmu Pengetahuan Kehutanan pada ujian tertutup, atas saran dan kesediaannya membantu penulis untuk memperbaiki tulisan ini.
3. Prof. Dr. Ir. Hadi S. Alikodra, MS. sebagai penguji luar komisi pada ujian terbuka serta atas saran dan kesediaannya membantu penulis untuk memperbaiki tulisan ini.
4. Dr. Herwasono Soedjito, sebagai penguji luar komisi luar IPB pada ujian terbuka dan atas sarannya untuk perbaikan tulisan ini.
5. Rektor IPB yang telah memberikan tugas belajar dan kesempatan penulis untuk melanjutkan program Doktor.
6. Dekan Fakultas Kehutanan IPB yang telah memberikan tugas belajar dan kesempatan penulis untuk melanjutkan program Doktor di IPB, sekaligus mewakili Rektor IPB sebagai ketua sidang ujian terbuka.
7. Ketua Departemen Konservasi Sumnberdaya Hutan dan Ekowisata IPB Dr. Ir. Rinekso Soekmadi, M.Sc.F yang telah memberikan tugas belajar, kesempatan dan dukungan moril dan materil kepada penulis untuk menyelesaikan program Doktor di IPB.
8. Dekan Sekolah Pascasarjana IPB yang telah memberikan kesempatan penulis untuk menempuh pendidikan Doktor pada SPs-IPB.
9. Direktorat Pendidikan Tinggi, DIKNAS-RI yang telah memberikan dukungan beasiswa program doktor melalui proyek BPPS.
x 11.Semua kawan-kawan di Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan
Ekowisata IPB yang telah banyak memberikan dukungan, kritikan dan inspirasi kepada penulis.
12.Kepala dan staf TN. Meru Betiri Ir. Nadzrun Jamil. Masyarakat Pendarung
kedawung yang banyak membantu penulis di lapangan, terutama Mbah Setomi dan Mbah Rogayah. Kawan-kawan dari LSM-KAIL : Mas Ir. Kaswinto, Mas Kirman dan isteri, Mas Halim dan isteri, Mas Budi, Mas Nur Hadi dan Mas Suparno. Juga kepada semua mahasiswa-mahasiswa yang penulis bimbing penelitiannya di TNMB mulai tahun 1993 sampai tahun 2007: Mujenah, Nana, Mirwan, Baihaki, Albert, Sofyan, Sari, Sihotang, Dewi H., Aji, Yanie, Dewi dan Joko yang telah ikut membantu dalam pengumpulan data di lapangan.
13.Bapak-bapak di IWF : Prof. Dr. Rubini (alm); Ir. Soedjadi Hartono; Prof. Dr. Abdul Bari; Prof.Dr. Kasijan Romimohtarto (alm) ; Prof.Dr. Dedi Sudarma; Drs. Djoko Setiono; Drs. Ismu S. Suwelo; Sukandi SH; dan ibu Dr. Sri Murni Soenarno, MS yang telah memberikan dukungan dan semangat.
14.Kepada teman-teman dari Puslitbang Biologi LIPI dan Kebun Raya Bogor, Dr. Y. Mogea, Dr. Irawati, Dr. Didik, serta Direktur LATIN Ir. Arif Aliadi yang telah bersedia hadir dalam ujian terbuka.
15.Kepada semua teman dan kolega yang penulis tidak bisa sebutkan satu persatu yang telah banyak membantu secara materi dan non-materi yang memungkinkan penulis menyelesaikan studi dan penelitian ini. Hanya Allah SWT. saja yang dapat membalasnya.
Penulis menyampaikan penghargaan kepada isteri Hj. Nurluklu’in Maknun dan anak-anak tercinta (Mahzhous, Putri, Zaiemah, Louayy, Rabbani, Rahmat dan Ahmad), serta Ibunda Hj. Zuraida, Ibu mertua Hj. Siti Musrifah dan kakak-kakak, adik-adik, kakak-kakak ipar dan adik-adik ipar yang telah memberikan pengertian, semangat dan dorongan.
Akhirnya izinkanlah penulis menyampaikan penghargaan secara khusus yang setulus-tulusnya kepada kedua Maha Guru yang telah banyak membimbing hidup penulis hampir 30 tahun terakhir ini, yaitu YML Al Arif Billah Al Hafidz Mawlana Syeikhul Akbar Al Mufarridun Al Haji Muhammad Makmun dan
Mawlana Syeikh Al Haji DM. Asy’ari Al Hakiem,
Sebagai penutup, penulis menyadari bahwa penulisan disertasi ini masih jauh dari kesempurnaan, saran-saran yang bersifat konstruktif dari para pembaca diterima dengan senang hati. Khususnya kepada para peneliti muda dan calon-calon doktor, penulis mengharapkan dapat meneruskan, mengembangkan dan menyempurnakan hasil-hasil penelitian ini, sehingga dapat memberikan sumbangan yang berarti bagi perkembangan IPTEKS konservasi keanekaragaman hayati di masa kini dan masa mendatang. Semoga disertasi ini dapat bermanfaat. Amiiiin.
Bogor, September 2007 Penulis,
Ervizal AMZU
SIKAP MASYARAKAT DAN KONSERVASI
Suatu Analisis Kedawung (
Parkia timoriana
(DC) Merr.)
Sebagai Stimulus Tumbuhan Obat Bagi Masyarakat,
Kasus Di Taman Nasional Meru Betiri
ERVIZAL AMZU
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
ABSTRACT
ERVIZAL AMZU. Community Attitude and Conservation, An Analysis on Kedawung (Parkia timoriana (DC.) Merr.) As Medicinal Plant Stimulus to the Community, Case in Meru Betiri National Park. Under supervision of KURNIA SOFYAN, LILIK BUDI PRASETYO and HARIADI KARTODIHARDJO.
Ten years of direct experience in Meru Betiri National Park (MBNP) had shown that the community attitude and conservation was one united action. Kedawung (Parkia timoriana (DC) Merr.) conservation in the natural forest of MBNP was not going well and there were no natural regeneration of kedawung for over the last 10 years.
This research studied the root of conservation problem viewed from the relation of attitude and conservation action taking shape in the field, through the study of the attitude of pendarung community to kedawung stimulus in the natural forest. Pendarung is small community in MBNP, which had conducted non-timber forest products collection for generations, one of which is kedawung.
Ideal conservation attitude toward kedawung is the motivation of crystallization of kedawung stimulus to the attitude components of cognitive,
affective and behavior/overt action. The research assessed the attitude and behavior of community and manager by conducting interview to the statements of kedawung stimulus to conservation. The stimulus being assessed were divided into three groups, which were natural stimulus (mainly stimulus related to rarity, population characteristics and regeneration, ecological function), benefit stimulus (economic and medicinal), and religious stimulus (spiritual values, ethics, culture which encourage the willingness to sacrifice for conservation).
Result of the research had obviously shown that the conservation of kedawung did not happen in the field. The root of the problem was because the three group of stimulus had not simultaneously become the stimulant to the attitude and conservation action of the community and manager. There were also no willingness to sacrifice for conservation action, both in the community and the manager. Kedawung stimulus strongly responded by the community were only the benefit stimulus (economic value) and natural stimulus (ecological function value). However, the stimulus had not encouraged the attitude and action of the community to conservation of kedawung.
The solution to the problem root of this research findings were to build the attitude of community and manager with the concept of tri-stimulus amar konservasi and to revise national park management policies, particularly regulation, and to improve the capacity and performance of human resources.
Prerequisite of the realization of conservation in the real world was the creation of the attitude of community and manager strongly encouraged by tri-stimulus amar konservasi, which was the crystallization or intact union of natural stimulus, benefit stimulus, and religious stimulus.
The implication of the research to the national park and biodiversity management was that the concept of tri-stimulus amar konservasi is the tool and gate to conduct management policies revision, started from regulation up to the substantial of management activity in the field.
ABSTRAK
ERVIZAL AMZU. Sikap Masyarakat dan Konservasi, Suatu Analisis Kedawung (Parkia timoriana (DC.) Merr.) Sebagai Stimulus Tumbuhan Obat Bagi Masyarakat, Kasus di Taman Nasional Meru Betiri. Dibimbing oleh KURNIA SOFYAN, LILIK BUDI PRASETYO DAN HARIADI KARTODIHARDJO.
Pengalaman langsung (direct experience) 10 tahun di Taman Nasional Meru Betiri (TNMB), menunjukkan bahwa sikap masyarakat dan konservasi merupakan satu kesatuan aksi. Konservasi kedawung (Parkia timoriana (DC) Merr.) di hutan alam TNMB tidak berjalan dengan baik dan tidak terjadinya regenerasi kedawung secara alami selama lebih dari 10 tahun terakhir.
Penelitian disertasi ini mengkaji akar permasalahan konservasi yang ditinjau dari kaitan sikap dan aksi konservasi yang terwujud di lapangan melalui kajian sikap masyarakat pendarung terhadap stimulus kedawung yang terjadi di hutan alam. Masyarakat pendarung merupakan masyarakat kecil di TNMB yang telah melakukan secara turun temurun kegiatan pengambilan hasil hutan non-kayu, diantaranya spesies kedawung.
Sikap konservasi terhadap kedawung yang ideal adalah merupakan dorongan dari kristalisasi stimulus kedawung terhadap komponen sikap cognitive, affective dan
behavior/overt action. Penelitian ini menguji sikap dan perilaku masyarakat dan pengelola dengan cara wawancara terhadap pernyataan-pernyataan stimulus kedawung untuk konservasi. Stimulus yang diujikan terdiri dari tiga kelompok, yaitu stimulus
alamiah (terutama stimulus yang berkaitan dengan kelangkaan, karakteristik populasi dan regenerasi, fungsi ekologis), stimulus manfaat (ekonomi dan obat) dan stimulus
religius (nilai-nilai spritual, etika, budaya yang mendorong terjadinya kerelaan berkorban untuk konservasi).
Hasil penelitian secara nyata menunjukkan bahwa konservasi kedawung tidak terwujud di lapangan. Akar permasalahannya adalah karena ketiga kelompok stimulus kedawung tidak secara simultan menjadi pendorong terhadap sikap dan aksi konservasi masyarakat maupun pengelola. Begitu juga tidak terjadi kerelaan berkorban untuk aksi konservasi pada masyarakat pendarung maupun pada pengelola. Stimulus kedawung yang direspon kuat oleh masyarakat hanyalah stimulus manfaat (nilai ekonomi) dan stimulus alamiah (nilai fungsi ekologis). Namun ternyata stimulus ini tidak mendorong sikap dan aksi masyarakat untuk konservasi terhadap kedawung.
Penyelesaian akar permasalahan dari temuan penelitian ini adalah membangun sikap masyarakat dan pengelola dengan konsep tri-stimulus amar konservasi dan memperbaiki kebijakan pengelolaan taman nasional terutama merevisi peraturan-perundangan serta meningkatkan kapasitas dan kinerja SDM pengelola.
Prasyarat terwujudnya konservasi di kehidupan dunia nyata adalah terciptanya sikap masyarakat dan sikap pengelola yang didorong kuat oleh tri-stimulus amar konservasi, yaitu kristalisasi atau kesatuan utuh dari stimulus alamiah, stimulus
manfaat dan stimulus religius.
Implikasi dari penelitian ini bagi pengelolaan taman nasional dan sumberdaya keanekaragaman hayati adalah bahwa konsep tri-stimulus amar konservasi merupakan
alat dan pintu masuk untuk melakukan penyempurnaan kebijakan pengelolaan, yaitu mulai dari peraturan perundangan sampai kepada substansi kegiatan pengelolaan di lapangan
SIKAP MASYARAKAT DAN KONSERVASI
Suatu Analisis Kedawung (
Parkia timoriana
(DC) Merr.)
Sebagai Stimulus Tumbuhan Obat Bagi Masyarakat,
Kasus Di Taman Nasional Meru Betiri
ERVIZAL AMZU
Disertasi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor Pada
Program Studi Ilmu Pengetahuan Kehutanan
SEKOLAH PASCA SARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Judul : SIKAP MASYARAKAT DAN KONSERVASI
Suatu Analisis Kedawung (Parkia timoriana (DC) Merr.)
Sebagai Stimulus Tumbuhan Obat Bagi Masyarakat,
Kasus di Taman Nasional Meru Betiri
Nama Mahasiswa : Ervizal Amzu
Nomor Pokok : E 061030021
Program Studi : Ilmu Pengetahuan Kehutanan
Menyetujui :
Komisi Pemimbing
Prof. Dr. Ir. Kurnia Sofyan
Ketua
Dr. Ir. Lilik Budi Prasetyo, M.Sc. Dr. Ir. Hariadi Kartodihardjo, MS
Anggota
Anggota
Mengetahui,
Ketua Program Dekan Sekolah Pascasarjana
Ilmu Pengetahuan Kehutanan Institut Pertanian Bogor
Dr. Ir. Rinekso Soekmadi, MScF Prof. Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, MS
SURAT PERNYATAAN
Saya menyatakan dengan sebenarnya bahwa disertasi yang berjudul :
SIKAP MASYARAKAT DAN KONSERVASI : Suatu Analisis Kedawung (Parkia
timoriana (DC) Merr.) Sebagai Stimulus Tumbuhan Obat Bagi Masyarakat,
Kasus di Taman Nasional Meru Betiri, merupakan gagasan atau hasil penelitian saya sendiri, dengan bimbingan Komisi Pembimbing, kecuali yang dengan jelas ditunjukkan
rujukannya. Disertasi ini belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar Doktor pada
program sejenis di perguruan tinggi lain. Semua data yang digunakan telah dinyatakan
secara jelas dan dapat diperiksa kebenarannya.
Bogor, Juli 2007
© Hak Cipta milik IPB, tahun 2007
Hak Cipta dilindungi Undang-undang
1.
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau
menyebutkan sumber
a.
Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah,
penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah.
b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB
SABAQA’L MUFARRIDUN
(Al Hadist)x
PRAKATA
Puji syukur kehadirat Allah SWT serta shalawat dan salam untuk Nabi Muhammad SAW. Hanya dengan izin dan rahmat-Nya penelitian ini dapat diselesaikan dengan judul “SIKAP MASYARAKAT DAN KONSERVASI :
Suatu Analisis Kedawung (Parkia timoriana (DC) Merr.) Sebagai Stimulus Tumbuhan Obat Bagi Masyarakat, Kasus di Taman Nasional
Meru Betiri yang hasilnya dituangkan dalam tulisan disertasi ini.
Pada kesempatan ini penulis perlu menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Prof. Dr. Ir. Kurnia Sofyan, selaku ketua komisi pembimbing; Dr. Ir. Lilik B. Prasetyo, M.Sc. dan Dr. Ir. Hariadi Kartodihardjo, M.S. masing-masing selaku anggota komisi pembimbing yang telah dengan sabar memberikan banyak bimbingan, saran, kritikan dan semangat yang hangat untuk penyelesaian tulisan ini.
2. Prof. Dr. Ir. Ali M.A. Rachman, MA yang banyak memberikan inspirasi dan sekaligus sebagai penguji luar komisi pada ujian tertutup; Dr. Ir. Fauzi Febrianto, MS. sebagai Wakil Dekan Fakultas Kehutanan IPB yang memimpin sidang dan Dr. Ir. Didik Suharjito, MS. yang mewakili Ketua Program Studi Ilmu Pengetahuan Kehutanan pada ujian tertutup, atas saran dan kesediaannya membantu penulis untuk memperbaiki tulisan ini.
3. Prof. Dr. Ir. Hadi S. Alikodra, MS. sebagai penguji luar komisi pada ujian terbuka serta atas saran dan kesediaannya membantu penulis untuk memperbaiki tulisan ini.
4. Dr. Herwasono Soedjito, sebagai penguji luar komisi luar IPB pada ujian terbuka dan atas sarannya untuk perbaikan tulisan ini.
5. Rektor IPB yang telah memberikan tugas belajar dan kesempatan penulis untuk melanjutkan program Doktor.
6. Dekan Fakultas Kehutanan IPB yang telah memberikan tugas belajar dan kesempatan penulis untuk melanjutkan program Doktor di IPB, sekaligus mewakili Rektor IPB sebagai ketua sidang ujian terbuka.
7. Ketua Departemen Konservasi Sumnberdaya Hutan dan Ekowisata IPB Dr. Ir. Rinekso Soekmadi, M.Sc.F yang telah memberikan tugas belajar, kesempatan dan dukungan moril dan materil kepada penulis untuk menyelesaikan program Doktor di IPB.
8. Dekan Sekolah Pascasarjana IPB yang telah memberikan kesempatan penulis untuk menempuh pendidikan Doktor pada SPs-IPB.
9. Direktorat Pendidikan Tinggi, DIKNAS-RI yang telah memberikan dukungan beasiswa program doktor melalui proyek BPPS.
x 11.Semua kawan-kawan di Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan
Ekowisata IPB yang telah banyak memberikan dukungan, kritikan dan inspirasi kepada penulis.
12.Kepala dan staf TN. Meru Betiri Ir. Nadzrun Jamil. Masyarakat Pendarung
kedawung yang banyak membantu penulis di lapangan, terutama Mbah Setomi dan Mbah Rogayah. Kawan-kawan dari LSM-KAIL : Mas Ir. Kaswinto, Mas Kirman dan isteri, Mas Halim dan isteri, Mas Budi, Mas Nur Hadi dan Mas Suparno. Juga kepada semua mahasiswa-mahasiswa yang penulis bimbing penelitiannya di TNMB mulai tahun 1993 sampai tahun 2007: Mujenah, Nana, Mirwan, Baihaki, Albert, Sofyan, Sari, Sihotang, Dewi H., Aji, Yanie, Dewi dan Joko yang telah ikut membantu dalam pengumpulan data di lapangan.
13.Bapak-bapak di IWF : Prof. Dr. Rubini (alm); Ir. Soedjadi Hartono; Prof. Dr. Abdul Bari; Prof.Dr. Kasijan Romimohtarto (alm) ; Prof.Dr. Dedi Sudarma; Drs. Djoko Setiono; Drs. Ismu S. Suwelo; Sukandi SH; dan ibu Dr. Sri Murni Soenarno, MS yang telah memberikan dukungan dan semangat.
14.Kepada teman-teman dari Puslitbang Biologi LIPI dan Kebun Raya Bogor, Dr. Y. Mogea, Dr. Irawati, Dr. Didik, serta Direktur LATIN Ir. Arif Aliadi yang telah bersedia hadir dalam ujian terbuka.
15.Kepada semua teman dan kolega yang penulis tidak bisa sebutkan satu persatu yang telah banyak membantu secara materi dan non-materi yang memungkinkan penulis menyelesaikan studi dan penelitian ini. Hanya Allah SWT. saja yang dapat membalasnya.
Penulis menyampaikan penghargaan kepada isteri Hj. Nurluklu’in Maknun dan anak-anak tercinta (Mahzhous, Putri, Zaiemah, Louayy, Rabbani, Rahmat dan Ahmad), serta Ibunda Hj. Zuraida, Ibu mertua Hj. Siti Musrifah dan kakak-kakak, adik-adik, kakak-kakak ipar dan adik-adik ipar yang telah memberikan pengertian, semangat dan dorongan.
Akhirnya izinkanlah penulis menyampaikan penghargaan secara khusus yang setulus-tulusnya kepada kedua Maha Guru yang telah banyak membimbing hidup penulis hampir 30 tahun terakhir ini, yaitu YML Al Arif Billah Al Hafidz Mawlana Syeikhul Akbar Al Mufarridun Al Haji Muhammad Makmun dan
Mawlana Syeikh Al Haji DM. Asy’ari Al Hakiem,
Sebagai penutup, penulis menyadari bahwa penulisan disertasi ini masih jauh dari kesempurnaan, saran-saran yang bersifat konstruktif dari para pembaca diterima dengan senang hati. Khususnya kepada para peneliti muda dan calon-calon doktor, penulis mengharapkan dapat meneruskan, mengembangkan dan menyempurnakan hasil-hasil penelitian ini, sehingga dapat memberikan sumbangan yang berarti bagi perkembangan IPTEKS konservasi keanekaragaman hayati di masa kini dan masa mendatang. Semoga disertasi ini dapat bermanfaat. Amiiiin.
Bogor, September 2007 Penulis,
Ervizal AMZU
i
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Dabo Singkep (Riau), 18 Juni 1959 sebagai anak
ke-3 dari 7 bersaudara dari Bapak Amir Muhammad (almarhum) dan Ibu Hj. Zuraida.
Pendidikan dasar dan menengah pertama diselesaikan di Bukittinggi pada tahun
1974. Kemudian dilanjutkan pendidikan menengah atas di SMA Negeri 1
Bukittinggi dan selesai pada tahun 1977 akhir. Selanjutnya pada awal tahun 1978
penulis diterima menjadi mahasiswa undangan di tingkat persiapan bersama IPB.
Akhir tahun 1978 penulis memilih masuk Fakultas Kehutanan IPB. Pada tahun
1981 penulis menjadi mahasiswa angkatan pertama Jurusan Konservasi
Sumberdaya Hutan, Fakultas Kehutanan IPB dan lulus menjadi sarjana kehutanan
dalam bidang konservasi sumberdaya hutan pada tahun 1983.
Pada tahun 1984 penulis mulai bekerja menjadi asisten dosen di Jurusan
Konservasi Sumberdaya Hutan. Pada tahun 1985 diangkat menjadi PNS di
Jurusan yang sama. Pada tahun 1986-1989 penulis mengikuti pendidikan S2 pada
Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan Hidup, Sekolah
Pascasarjana IPB dengan beasiswa dari Ditjen Dikti dan lulus pada tahun 1989.
Pada tahun 1990 penulis ikut mendirikan Kelompok Kerja Nasional
Tumbuhan Obat Indonesia (POKJANASTOI) di Bogor.
Sejak tahun 2000 penulis menjabat Kepala Laboratorium Konservasi
Tumbuhan dengan jabatan Lektor Kepala dibidang konservasi tumbuhan.
Penulis pernah menjadi mahasiswa pada Program Doktor Pascasarjana UI
bidang studi konservasi biologi selama 2 semester (1997/1998).
Penulis menikah dengan Hj. Nurluklu’in Maknun dan dikaruniai 5 orang
anak bernama Mahzhuzh Al Mutawally, Putri Syahierah, Zaiemah Asy-Syifa’,
xi
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR SINGKATAN…..………... i
ABSTRAK….……… ii
ABSTRACT ..………... iii
SURAT PERNYATAAN..……… v
RIWAYAT HIDUP ………. viii
PRAKATA……… ix
DAFTAR ISI ……… xi
DAFTAR TABEL ……… xiv
DAFTAR GAMBAR ……….. xv
DAFTAR LAMPIRAN ……… xvii
I. PENDAHULUAN ……… 1
A. Latar Belakang ……….. 1
B. Permasalahan……….. 6
C. Fokus Penelitian ………... 7
D. Tujuan Penelitian………... 8
E. Manfaat Penelitian …..……… 9
II. METODOLOGI PENELITIAN ……….
A. Kerangka Pemikiran ……….
10 10 1. Teori hubungan stimulus dan sikap ………
2. Hubungan sistem nilai dengan stimulus ... 3. Aliran informasi dalam ekosistem sebagai stimulus ……….. 4. Stimulus, sikap dan konservasi ………….………..
10 12 15 17
5. Hipotesis penelitian………. 21
B. Metoda ……… 23
1. Lokasi dan waktu penelitian ……… 24
2. Data yang dikumpulkan ……….. 25
3. Teknik pengumpulan data……… 26
4. Pengukuran sikap ………... 27
5. Tahapan penelitian ………..………... 29
6. Stimulus kedawung ……… ………… 30
7. Pengolahan dan analisis data ……….. 34
III. PROFIL TAMAN NASIONAL MERU BETIRI ………. 35
A. Sejarah Kawasan ………. 35
B. Letak dan Luas ……… 36
C. Topografi ………
1. Kelas ketinggian ………
37 37
D.
2. Kelas lereng ………... Tipe Iklim dan Hidrologi ………
38 38
E. Penutupan Vegetasi ……… 39
F. Potensi Fauna ……….. 40
xii
IV. PROFIL MASYARAKAT ………... 43
A. Masyarakat Umum ………... 1. Jumlah penduduk ………..
43 43
B.
2. Tingkat pendidikan ……… 3. Penggunaan lahan ……….. 4. Perekonomian desa ……… 5. Budaya masyarakat ……… Sejarah Masyarakat Pendarung………...
44 44 45 45 46 C. Karakteristik Masyarakat Pendarung Kedawung ….………. 49
V. PROFIL KEDAWUNG ... 51
A. Botani ………. 51
1. Morfologi ………. 51
2. Distribusi geografis ……….. 52
3. Ekologi ………. 52
B. Status Konservasi Kedawung…. ……… 54
1. Populasi ……….. 54
2. Kondisi regenerasi ……….. 55
3. Produksi biji kedawung ……….. 57
4. Penyebar biji ………... 58
5. Penyebaran spasial……….. 58
C. Status Kedawung dengan Tumbuhan Obat Lainnya……….. 65
1. Habitus………….. ………. 65
2. Khasiat ……… ……….. 65
3. Kekariban dengan spesies lain ………..……….. 66
D. Nilai Manfaat Kedawung……… 67
1. Kegunaan untuk obat……….. 67
2. Kandungan kimia………. 69
3. Nilai ekonomi ……….. 71
VI. PERMASALAHAN KONSERVASI……….. 73
A. Sikap dan Aksi Konservasi……….. 73
xiii
C. Masalah Kebijakan Pengelolaan……….. 121
1. Peraturan perundangan………. 121
2. Kegiatan pengelolaan………... 123
VII.
VIII.
SINTESIS PENYELESAIAN MASALAH ……… A. Membangun Sikap Pro-konservasi ……..………... 1. Membangun sikap “tri-timulus amar konservasi” ………. 2. Menjadikan nilai religius sebagai stimulus kuat sikap konservasi.. 3. Menyambungkan dan mengembangkan pengetahuan tradisional .. B. Kebijakan Pengelolaan ……… 1. Peraturan perundangan ……… 2. Aspek legalitas pendarung sebagai kelompok masyarakat pelestari 3. Pengembangan tetelan sebagai hutan kebun kedawung …………. 4. Peningkatan kapasitas dan kinerja SDM pengelola ……….. 5. Membangun kemitraan industri jamu dengan masyarakat ……….. 6. Membangun image stimulus tumbuhan obat kedawung ………….
KESIMPULAN DAN IMPLIKASI………..
132 132 133 136 141 144 144 145 148 152 153 154
157
A. Kesimpulan……….. 157
B. Implikasi……….. 159
1. Teori……….. 159
2. Kebijakan ……….. 160
DAFTAR PUSTAKA ……….. 162
LAMPIRAN ………. 169
DAFTAR TABEL
Halaman
1. Beberapa contoh informasi kejadian alam sebagai stimulus ………….. 16 2. Rumusan pernyataan stimulus, aksi dan kerelaan berkorban untuk
konservasi kedawung yang diuji terhadap sikap masyarakat ………….. 31 3. Jumlah penduduk desa sekitar kawasan TNMB ……….. 43 4. Tingkat pendidikan masyarakat desa sekitar kawasan TNMB ………… 44 5. Pola penggunaan lahan di desa sekitar kawasan TNMB ………. 44 6. Jenis mata pencaharian penduduk desa sekita kawasan TNMB ……….. 45
7. Karakteristik masyarakat pendarung kedawung ……….. 50
8. Kondisi anakan kedawung yang tumbuh di bawah pohon induknya ….. 55
9. Kondisi diameter batang, tinggi, diameter tajuk, dugaan jumlah biji,
tanah, tumbuhan bawah dan dipanen atau tidak ……….. 56 10. Kelimpahan populasi kedawung antara bagian Barat dan bagian Timur
kawasan TNMB ………..……. 61
11. Jumlah spesies tumbuhan obat di TNMB berdasarkan habitus ……….. 65
12. Macam penyakit yang dapat diobati dengan spesies tumbuhan obat ..… 66
13. Sembilan tumbuhan obat yang sering dijumpai bersama kedawung ….. 67
14. Harga jual biji kedawung berdasarkan mata rantai perdagangannya ... 72
15. Keterkaitan stimulus dengan sikap masyarakat dan sikap pengelola ….. 74
16. Perbedaan pengalaman pendarung dengan pengelola tentang kedawung 108
17. Hasil analisis kandungan tri-stimulus amar konservasi dengan
peraturan perundangan yang terkait dengan kebijakan pengelolaan…… 122 18. Kegiatan pengelolaan yang telah dilakukan tahun 1998-2004 dan
keterkaitannya dengan tri-stimulus amar konservasi ………... 124 19. Kegiatan pengelolaan sedang dan akan dilakukan tahun 2005-2009 dan
keterkaitannya dengan tri-stimulus amar konservasi ………... 126 20. Analisis kandungan keterkaitan visi, misi, strategi, tujuan, sasaran,
kegiatan dan tugas pokok pengelola dengan tri-stimulus amar
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1. Skema konsep stimulus dan sikap ... 10 2. Sistem nilai ... 14 3. Aliran informasi dalam ekosistem masyarakat tradisional ... 15 4. Hubungan sinyal kedawung, informasi kelangkaan, stimulus bagi sikap
dan informasi untuk aksi konservasi ... 19 5. Diagram tahap penelitian ... 30 6. Peta lokasi TNMB ... 36 7. Histogram kondisi populasi kedawung berdasarkan kelas diameter ... 54 8. Kelimpahan kedawung berdasar penyebaran pada kelas ketinggian ... 59 9. Kelimpahan kedawung berdasar penyebaran pada kelas kemiringan …. 59 10. Kelimpahan pohon kedawung berdasarkan jarak dengan sungai………. 60 11. Frekuensi kedawung ditemukan berdasarkan kelas luas bidang dasar
pada 129 plot pengamatan ... 61 12. Peta penyebaran spesial kedawung dan peta habitat potensial ... 62 13. Kelimpahan kedawung berdasarkan kelas jarak dengan kampung ... 63 14. Fungsi multi guna kedawung dalam masyarakat Afrika Barat ... 70 15. Keterkaitan sikap masyarakat terhadap stimulus manfaat ekonomi... 76 16. Alat dan bahan patek (a), pendarung sedang memanjat pohon (b), dan
bekas patek yang tertancap di pohon kedawung (c). ... 77 17. Sikap masyarakat terhadap stimulus nilai manfaat obat ... 79 18. Sikap masyarakat terhadap stimulus tentang kelangkaan kedawung ... 81 19. Sikap masyarakat yang terkait stimulus fungsi ekologis kedawung ... 82 20. Bentuk tajuk pohon kedawung dilihat dari kejauhan ... 84 21. Sikap pengelola yang terkait dengan stimulus manfaat ekonomi ... 86 22. Sikap pengelola terhadap nilai manfaat obat ... 88 23. Sikap pengelola terhadap kondisi populasi dan regenerasi kedawung... 89 24. Sikap pengelola terhadap nilai manfaat ekologis ... 90 25. Stimulus terkait dan bias dengan sikap pendarung dan pengelola ... 91 26. Aksi masyarakat untuk konservasi kedawung ... 92 27. Percabangan utama pohon kedawung yang dipotong masyarakat pada
waktu memanen buah kedawung... 95 28. Pertumbuhan pohon kedawung yang kerdil, sejak ditanam tahun 1994
dengan jarak tanam yang rapat 6x5 m ... 97 29. Pohon kedawung umur 3 tahun dan umur 12 tahun ……… 98 30. Pohon kedawung berumur 10 tahun ... 99 31. Aksi pengelola tidak sejalan dengan harapan konservasi ... 100 32. Bias pemahaman stimulus, tidak sejalan dengan aksi pendarung dan
aksi pengelola untuk konservasi kedawung ... 102 33. Kerelaan berkorban masyarakat belum ada untuk konservasi ... 103 34. Kerelaan berkorban pengelola untuk konservasi belum terjadi ... 107 35. Bias pemahaman stimulus, sikap dan aksi pendarung atau pengelola
untuk konservasi tidak berjalan simultan ... 112 36. Bagan ketidak-sejalanan stimulus dengan sikap dan aksi pendarung
37. Biji kedawung yang diolah menjadi ”camilan biji kedawung” yang gurih dijual pedagang asongan di Probolinggo (a); Dadawa makanan
khas masyarakat Afrika yang terbuat dari biji Parkia biglobosa (b) ... 115 38. Sketsa areal hutan alam yang dibabat dan diganti menjadi tanaman jati
prosesnya mulai 1955 sampai 1967, kemudian tahun 2000 dijadikan
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1. Nilai rata-rata, standar deviasi, modus dan median skor sikap
masyarakat ……… 169
2. Nilai rata-rata, Standar deviasi, modus dan median skor sikap
pengelola ……….. 170
3. Analsis Kandungan Hasil Wawancara Mendalam Kepada 10
Responden ……… 171
4. Rincian hasil analisis ragam satu arah (oneway anova) sikap
masyarakat berdasarkan kels umur dengan menggunakan SPSS ... 177 5. Rincian hasil analisis ragam satu arah (oneway anova) sikap
masyarakat berdasarkan etnis dengan menggunakan SPSS ... 178 6. Rincian hasil analisis ragam satu arah (oneway anova) sikap
masyarakat berdasarkan tigkat pendidikan menggunakan SPSS ... 179 7. Rincian hasil analisis ragam satu arah (oneway anova) sikap
masyarakat berdasarkan umur mulai mengenal kedawung dengan
menggunakan SPSS ... 180 8. Rincian hasil analisis ragam satu arah (oneway anova) sikap
masyarakat berdasarkan anak dari pemanen kedawung dengan
menggunakan SPSS ... 181 9. Rincian hasil analisis ragam satu arah (oneway anova) sikap
masyarakat berdasarkan lama pengalaman menggunakan SPSS ... 182 10. Korelasi antara sikap konservasi masyarakat dengan umur dan lama
pengalaman memanen kedawung berdasarkan Uji Pearson
Correlation... 183 11. Spesies pohon yang hidup berdekatan dengan pohon kedawung di
TNMB ... 184 12. Analisis kedawung substansi: visi, misi, strtegi kebijakan dan tujuan
Pengelolaan TNMB terhadap konservasi dan kesejahteraan masyarakat... 185 13. Analisi kandungan tri-stimulus amar konservasi dengan peraturan
perundangan yang terkait dengan kebajikan pengelolaan taman
nasional dan serta peran serta masyarakat ... 187 14. Analisis kandungan tri-stimulus amar konservasi kegiatan pengelolaan
TNMB yang telah dilakukan pada tahun 1998-2004 ... 196 15. Kegiatan pengelolaan yang sedang dan akan dilakukan tahun
2005-2009, berkaitan dengan tri-stimulus amar konservasi ... 198 16. Sejarah Ringkas Perkembangan Desa Curahnongko (konsorsium
DAFTAR SINGKATAN
AMAR = Alamiah, manfaat dan religius
IPB = Institut Pertanian Bogor
LATIN = Lembaga Alam Tropika Indonesia
LSM KAIL = Lembaga Swadaya Masyarakat Konservasi Alam Indonesia Lestari
lbds = luas bidang dasar
mdpl = meter dari permukaan laut
MBNP = Meru Betiri National Park
PA = Pelestarian Alam
SDM = Sumber Daya Manusia
TNMB = Taman Nasional Meru Betiri
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada akhir millenium kedua dan di awal millenium ketiga ini agaknya
merupakan puncak teratas atau titik kulminasi peradaban manusia terhadap hutan
yang terburuk semenjak sejarah manusia ada di muka bumi ini. Kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi (IPTEK) yang sudah sangat canggih pada masyarakat
global, namun tidak diikuti dengan perkembangan sikap manusia yang terpuji
terhadap alam, khususnya kepada hutan alam, bahkan menghasilkan nilai
kemanusiaan yang mungkin terendah selama sejarah dunia berkembang.
Kemajuan pesat IPTEK menimbulkan kontra-produktif terhadap
kelestarian dan rusaknya sumberdaya alam hayati yang menjadi modal dasar bagi
kehidupan di bumi ini. Kerusakan dan pengurangan kawasan hutan di dunia telah
terjadi dimana-mana, yaitu di awali dari kerusakan hutan di Amerika Utara,
Amerika Serikat, Eropah, bekas wilayah Uni Soviet dan lain-lain. Kemudian
dalam waktu 50 tahun terakhir ini telah terjadi kerusakan dan penyempitan
kawasan hutan tropika dunia yang masih tersisa secara drastis pada hutan hujan
tropika Amerika di Brazilia, hutan tropika Afrika di Zaire dan hutan tropika
Malaesiana di Indonesia, Malaysia, Filipina dan Papua (Barber, Johnson dan
Hafild, 1999; Meffe dan Carroll, 1994).
Hutan tropika menjadi suatu masalah politik atas berbagai alasan. Hutan
tropika memuat 50 hingga 90 persen keanekaragaman hayati planet ini (Reid dan
Miller, 1989). Hutan ini menjadi hunian berjuta-juta penduduk asli, suku dan
penduduk tradisional lainnya yang menggantungkan nafkah mereka pada hutan
dan juga dalam hal tertentu menggantungkan kelangsungan kebudayaannya
(Durning, 1992; Myers, 1989). Saat ini secara global, hutan tropika sedang
menciut jauh lebih cepat daripada hutan di wilayah iklim sedang (Dudley, 1992
dan WRI, 1992).
Begitu juga kerusakan hutan alam yang terjadi di Indonesia, direfleksikan
dari angka kerusakan hutan alam di Indonesia mencapai 59,63 juta hektar.
2 hektar, hutan lindung mencapai 10,52 juta hektar dan hutan alam produksi
mencapai 44,42 juta hektar (Kementerian Lingkungan Hidup, 2004).
Tanggapan-tanggapan resmi tentang kondisi hutan dunia yang memburuk
dalam dekade terakhir ini berupa upaya-upaya internasional, seperti dibentuknya
Rencana Langkah-langkah Hutan Tropika(Tropical Forestry Action Plan, TFAP)
dan Organisasi Internasional Kayu Tropika (International Tropical Timber
Organisation, ITTO) dan peningkatan pesat rencana langkah-langkah nasional,
strategi, program dan proyek. Namun, kesehatan hutan dunia terus memburuk
dan juga sangat mengancam terjadinya pemanasan global. Pendekatan
pengelolaan hutan yang sempit berdasarkan ilmu kehutanan tidak dapat
menembus kekuatan-kekuatan ekonomi, politik dan sosial yang pada umumnya
menentukan masa depan hutan itu (Barber, Johnson dan Hafild, 1999). Selama ini
pendekatan pengelolaan kawasan hutan konservasi sangatlah sempit, yaitu
berdasarkan ilmu konservasi konvensional yang terfokus pada aspek bio-ekologi,
dan tidak memasukkan aspek-aspek ekonomi, politik dan sosio-budaya menjadi
satu kesatuan pengelolaan.
Selanjutnya Barber, Johnson dan Hafild (1999) menyatakan, bahwa ada
tiga rangkaian masalah tentang pandangan yang lebih luas terhadap krisis hutan
dan memahami hambatan-hambatan struktural utama tentang pengelolaan
kawasan hutan berkelanjutan dalam abad ke-21, yaitu pada 3 rangkaian masalah :
(1) tata laksana hak milik hutan, (2) pembagian kerugian dan keuntungan
pengelolaan dan penggunaan kawasan hutan, dan (3) proses politik untuk
menetapkan kebijakan kehutanan.
Untuk mengetahui akar permasalahan yang termasuk pada rangkaian
masalah di atas, maka perlu dilakukan penelitian yang bersifat grass root, lokal,
tajam tetapi bersifat holistik yang mencakup interaksi hutan dengan masyarakat
kecil sekitar hutan.
Harris dan Hillman (1989) menyatakan bahwa tumbuhan dan habitat serta
budaya masyarakat tak dapat dipisahkan satu sama lain sebagai satu kesatuan utuh
kehidupan manusia sejak awal keberadaannya di muka bumi. Sayangnya
pengetahuan, pengalaman dan budaya ini tak dapat berkelanjutan karena adanya
3 terjadi pemutusan kelanjutan evolusi genetik tersebut dan tidak dipahami lagi oleh
generasi muda.
Berdasarkan pengalaman langsung (direct experience) selama lebih dari
10 tahun di Taman Nasional Meru Betiri (TNMB) dalam melakukan kegiatan
program konservasi tumbuhan obat kedawung bersama masyarakat,
membuktikan bahwa konservasi taman nasional belum berhasil terwujud di
lapangan sesuai dengan tujuan ideal suatu taman nasional (Konsorsium
FAHUTAN IPB – LATIN, 2001). Berdasarkan pengalaman tersebut di atas
diyakini konservasi hutan secara nyata di lapangan sangat berkaitan dengan sikap
masyarakat dan sikap pengelola.
Konservasi kedawung di hutan alam TNMB tidak berjalan dengan baik,
hal ini ditunjukkan oleh tidak terjadinya regenerasi kedawung secara alami selama
lebih 10 tahun terakhir. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan sejak tahun
1993 sampai tahun 2006 di kawasan TNMB tentang kondisi populasi kedawung
hanya ditunjukkan oleh 3 individu anakan dan 136 individu pohon dewasa,
sedangkan individu tingkat pancang dan tingkat tiang sama sekali tidak ada. Ini
sangat beda dengan pohon bendo (Artocarpus elasticus Rein ex. Bl.)) yang
melimpah di TNMB pada berbagai tingkat anakan sampai tingkat pohon.
Begitu juga kedawung yang ditanam bersama dan oleh masyarakat pada
tahun 1994 sebanyak 1870 bibit di demplot rehabilitasi seluas 7 hektar saat ini
pertumbuhannya sangat lambat dan kerdil, karena ditanam dengan jarak tanam
yang rapat, yaitu 5 m x 6 m. Penjarangan selama ini tidak pernah dilakukan
karena terkendala dengan peraturan perundangan yang berlaku.
Kedawung dalam skala nasional termasuk satu diantara 30 spesies
tumbuhan obat langka Indonesia dengan status kelangkaan dan ancaman jarang,
populasinya di Indonesia menurun, bahkan dirasakan mulai jarang dijumpai di
habitat aslinya. Biji kedawung sangat sukar berkecambah tanpa perlakuan,
sedangkan persentase perkecambahannya di alam sangat kecil (Wiriadinata,
1992). Proses regenerasi kedawung dapat dipastikan secara alami di hutan alam
terjadi dengan sangat lambat. Sehingga kalau tidak ada intervensi kebijakan dan
campur tangan manusia dalam pengembang-biakannya dapat dipastikan akan
4 Fakta di lapangan membuktikan bahwa pohon kedawung yang ditanam
oleh pengelola dan masyarakat (didampingi oleh konsorsium IPB-LATIN) pada
tahun 1989 sampai 1994 di blok Wonowiri, saat ini pohon kedawung telah
berumur sekitar 13-18 tahun dan tidak satu pohonpun yang berhasil berbuah.
Hasil-hasil penelitian mengenai aspek bioekologi dan kelangkaannya
yang dilakukan di TNMB sampai 2006, diketahui bahwa kedawung adalah
termasuk spesies pohon hutan yang besar dengan tajuk (canopy) strata A (strata
tajuk tertinggi), bersifat intoleran (tidak suka naungan), sehingga regenerasinya
secara alami di hutan tropika primer sangat sulit terjadi. Hal ini ditunjukkan
dengan sulitnya menjumpai individu pohon remajanya di habitat hutan alam.
Pohon ini hidupnya soliter dengan sesamanya, tetapi hidup berdampingan dan
menaungi berbagai spesies tumbuhan lainnya, yang terdiri beraneka bentuk
habitus pohon, liana, perdu maupun tumbuhan bawah (Mirwan, 1994; Dewi,
1999; Rinekso, 2000; Winara, 2001; Zuhud et.al, 2003; Subastian, 2007).
Pola penyebaran spasial kedawung di kawasan TNMB bagian barat lebih
bersifat mengelompok dibanding dengan pola penyebaran spasialnya pada
kawasan bagian timur (Subastian, 2007). Fenomena ini menunjukkan bahwa
masyarakat pendarung1) diduga berpengaruh terhadap konservasi kedawung di
TNMB, yaitu fenomena ini diduga adanya pengaruh masyarakat pendarung
dulunya dalam pola penyebaran biji kedawung di hutan alam.
Berdasarkan manfaatnya kedawung merupakan salah satu spesies
tumbuhan obat yang dikenal sebagai obat penyakit pencernaan (perut kembung).
Biji kedawung merupakan kelompok 10 bahan baku yang terbanyak dibutuhkan
industri jamu di Jawa (Mujenah, 1993; Sandra dan Kemala, 1994; Purwandari,
2001). Kedawung di TNMB merupakan pohon tumbuhan obat yang bernilai
ekonomi bagi masyarakat pendarung, yaitu sebagai sumber mata pencaharian
pada saat musim kemarau dan paceklik.
Berdasarkan keterangan di atas, pohon kedawung baik secara bioekologis
maupun secara sosio-ekonomi masyarakat merupakan spesies penting di TNMB
dan spesies ini sedang menuju kelangkaan. Hal inilah yang menjadi stimulus
_______________________________________________________________ 1 )
5 memilih spesies kedawung sebagai salah satu spesies tanaman pokok untuk
dikembangkan di lahan rehabilitasi.
Penelitian disertasi ini mengkaji akar permasalahan konservasi yang
ditinjau dari kaitan sikap dan aksi konservasi masyarakat dan pengelola yang
terwujud di lapangan. Penelitian ini dilakukan melalui kajian kasus tentang sikap
masyarakat pendarung terhadap sinyal dan stimulus kedawung (Parkia timoriana
(DC) Merr.) yang terjadi di hutan alam. Masyarakat pendarung merupakan
masyarakat kecil di TNMB yang melakukan kegiatan pengambilan hasil hutan
non-kayu, antara lain terhadap spesies tumbuhan pohon obat kedawung. Kegiatan
masyarakat pendarung ini di TNMB sudah berlangsung secara turun temurun
lebih dari 50 tahun yang lalu.
Penelitian ini juga menggunakan pengalaman dan data dari hasil kegiatan
domestikasi dan budidaya kedawung di lahan rehabilitasi tetelan2) yang dilakukan
sejak tahun 1993 bersama dan oleh masyarakat sekitar TNMB.
Selama ini tidak ditemukan penelitian mengenai sinyal, stimulus atau
informasi karakteristik bioekologi suatu spesies yang dikaitkan dengan sikap
masyarakat untuk kegiatan konservasinya. Walaupun sudah banyak penelitian
yang mengaitkan konservasi dengan sikap masyarakat, namun penelitian
mengenai sikap masyarakat dan konservasi yang dikaitkan dengan stimulus
tumbuhan tidak ditemukan.
Suatu spesies tumbuhan yang banyak berinteraksi dengan manusia dalam
jangka waktu yang panjang, diyakini konservasi dan bioekologinya banyak terkait
dengan sikap dan perilaku manusia. Konservasi atau keberlanjutan suatu spesies
dapat terjadi apabila sikap dan perilaku manusia tersebut sesuai dengan kebutuhan
hidup spesies itu di alam. Artinya konservasi kedawung dapat berlangsung
apabila sinyal dari kedawung di alam yang menginformasikan kelangkaan dapat
ditangkap dan dipahami oleh masyarakat maupun pengelola menjadi stimulus atau
pendorong sikap masyarakat maupun sikap pengelola untuk aksi konservasinya.
Pengertian stimulus adalah sinyal, fenomena dan informasi yang
diperlihatkan oleh kedawung yang dapat dipahami dan menjadi pendorong atau
perangsang masyarakat untuk bersikap dan berperilaku konservasi. Seperti halnya
_______________________________________________________________ 2)
6 dalam masyarakat Afrika Barat nilai kedawung ini telah menjadi stimulus bagi
sikap dan aksi konservasi masyarakat lokalnya (Hall, Tomlinson, Oni, Buchy dan
Aebischer, 1997; Quedraogo, 1995; Shao, 2002).
Kelompok masyarakat kecil yang dipilih untuk diteliti adalah masyarakat
pendarung kedawung, karena mereka inilah orang yang paling dekat dan paling
banyak berinteraksi dengan kedawung selama ini.
Penelitian ini dilakukan secara bertahap, yaitu terdiri dari penelitian
pendahuluan dalam bentuk klarifikasi dan verifikasi hasil-hasil penelitian tentang
karakteristik bioekologi kedawung kepada beberapa tokoh masyarakat pendarung
dan pengelola. Hal ini bertujuan terutama untuk merumuskan
pernyataan-pernyataan stimulus kedawung dan pernyataan-pernyataan aksi konservasi yang
disesuaikan dengan bahasa dan pengalaman masyarakat, sehingga dapat dijadikan
sebagai alat ukur sikap yang valid. Selanjutnya dilakukan penelitian wawancara
langsung secara sensus untuk menguji sikap masyarakat pendarung dan sikap
pengelola dengan menggunakan pernyataan-pernyataan yang telah disusun seperti
yang disebutkan di atas. Sehingga dari hasil penelitian ini dapat diketahui sejauh
mana stimulus kedawung ini menjadi sikap dan aksi masyarakat untuk
konservasinya
B. Permasalahan
Berdasarkan latar belakang yang diungkapkan di atas dapat dikemukakan
rumusan permasalahan penelitian secara umum, dalam bentuk pertanyaan
penelitian, sebagai berikut : “Mengapa sampai saat ini belum terwujud cita-cita
ideal taman nasional dalam kenyataan, yaitu terpeliharanya potensi
keanekaragaman hayati alamiah dan asli dari suatu ekosistem hutan primer dan
sekaligus bermanfaat dan dimanfaatkan sebesar besarnya secara berkelanjutan
bagi kehidupan dan kesejahteraan masyarakat ?
Apa dan mengapa tujuan ideal taman nasional belum terwujud, penulis
mencoba mengaktualisasikan dengan kasus konservasi kedawung. Khususnya
lagi fokus penelitian ini adalah yang berhubungan dengan sikap masyarakat dan
7 konservasi. Pertanyaan-pertanyaan berikut ini merupakan rincian permasalahan
yang diharapkan dapat diperoleh jawaban yang tajam dari penelitian, yaitu :
1. Apakah sikap masyarakat berkaitan erat dengan stimulus kedawung yang telah
dan sedang terjadi di kawasan taman nasional ?
2. Apakah sikap pengelola taman nasional berkaitan erat dengan stimulus
kedawung yang telah dan sedang terjadi di kawasan taman nasional ?
3. Apakah sikap masyarakat dan sikap pengelola berkaitan erat atau bias dengan
stimulus kedawung guna keberlanjutan konservasi di habitat alaminya ?
4. Apakah keterkaitan stimulus kedawung dan aksi konservasi oleh masyarakat
berjalan simultan ?
5. Apakah keterkaitan stimulus kedawung dan aksi konservasi oleh pengelola
berjalan simultan ?
6. Apakah terjadi bias pemahaman stimulus kedawung dengan aksi konservasi
oleh masyarakat dan pengelola ?
7. Apakah sikap dan aksi konservasi oleh masyarakat dilandasi
kesediaan-kerelaan berkorban ?
8. Apakah sikap dan aksi konservasi oleh pengelola dilandasi kesediaan-kerelaan
berkorban ?
9. Apakah ada perbedaan pengalaman antara masyarakat dengan pengelola ?
10.Apakah masyarakat dan atau maupun pengelola memahami bahwa stimulus
kedawung, sikap dan aksi konservasi itu seharusnya dilaksanakan simultan ?
C. Fokus Penelitian
Fokus penelitian ini adalah mengetahui secara mendalam dan rinci tentang
sikap masyarakat dan sikap pengelola terhadap stimulus kedawung yang sedang
berlangsung saat ini di kawasan TNMB. Masyarakat yang dimaksud terdiri dari
individu-individu masyarakat pendarung yang sudah berpengalaman dan
berulang-ulang selama lebih 10 tahun berinteraksi dengan pohon kedawung,
terutama dalam kegiatan pengambilan buahnya di hutan taman nasional.
Berdasarkan alasan atau argumen di atas, maka ditetapkan asumsi penelitian ini
8 paling bisa menangkap sinyal menjadi stimulus untuk mendorong sikap dan aksi
konservasi kedawung di TNMB.
D. Tujuan Penelitian
Mengetahui faktor-faktor pendorong berupa stimulus apa saja yang terkait
kuat dengan sikap masyarakat maupun pengelola secara aktual di lapangan.
Sekaligus mengetahui dan memastikan kelompok stimulus kuat (evoking stimulus)
apa saja yang seharusnya menjadi pendorong dan perangsang sikap masyarakat
dan pengelola untuk aksi konservasi, sehingga terwujud tujuan ideal taman
nasional seperti apa yang telah disebutkan dalam permasalahan di atas.
Penelitian ini dilakukan dan didekati dengan contoh kasus konservasi
kedawung di TNMB, melalui perumusan tujuan sebagai berikut :
1. Mengetahui stimulus kedawungapa saja yang terkait dengan sikap masyarakat
2. Mengetahui stimulus kedawung apa saja yang terkait dengan sikap pengelola
3. Mengetahui keterkaitan stimulus kedawung antara sikap masyarakat dengan
sikap pengelola untuk konservasi
4. Mengetahui stimulus kedawung apa saja yang terkait dengan aksi masyarakat
untuk konservasi
5. Mengetahui stimulus kedawung apa saja yang terkait dengan aksi pengelola
untuk konservasi
6. Mengetahui stimulus kedawung apa saja yang bias dengan aksi masyarakat
dan aksi pengelola untuk konservasi
7. Mengetahui sikap yang terkait dengan kerelaan berkorban masyarakat untuk
aksi konservasi.
8. Mengetahui sikap yang terkait dengan kerelaan berkorban pengelola untuk
aksi konservasi
9. Mengetahui perbedaan pengalaman dalam sikap dan aksi konservasi antara
masyarakat dan pengelola
10.Mengetahui ketidak sejalanan stimulus kedawung dengan sikap dan aksi
9
E. Manfaat Penelitian
Penelitian ini menghasilkan rumusan akar permasalahan dan sekaligus
sintesis penyelesaian masalah bagi pengelolaan kawasan konservasi taman
nasional ditinjau dari sikap masyarakat dan implikasi konservasinya. Hasil
penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai alat (tool) untuk membantu
penyelesaian masalah pengelolaan untuk mendukung terwujudnya tujuan ideal
taman nasional atau bentuk kawasan hutan konservasi lainnya.
Hasil penelitian ini juga diharapkan dapat bermanfaat menjadi “pintu
masuk” bagi penyusunan, perbaikan dan penyempurnaan peraturan perundangan
sampai kepada program aksi di lapangan, terutama yang berkaitan dengan
II. METODOLOGI PENELITIAN
A.
Kerangka Pemikiran
1. Teori hubungan stimulus dan sikap
Menurut Rosenberg dan Hovland (1960), sikap merupakan kecenderungan
bertindak (tend to act), kesediaan bereaksi atau berbuat terhadap sesuatu hal
dalam masyarakat, menunjukkan bentuk, arah, dan sifat yang merupakan
dorongan, respon dan refleksi dari stimulus. Sikap berisikan komponen berupa
cognitive (pengalaman, pengetahuan, pandangan, dan lain-lain), affective (emosi,
senang, benci, cinta, dendam, marah, masa bodoh, dan lain-lain) dan behavioral /
overt actions (perilaku, kecenderungan bertindak).
Berikut ini dikemukakan skema konsep sikap menurut Rosenberg dan
Hovland (1960) dalam bukunya berjudul “ Attitude Organization and Change” :
Gambar 1. Skema konsep stimulus dan sikap
Menurut Rosenberg (1960) dan Krech, Crutchfield & Ballachey (1962),
pembentukan sikap dipengaruhi oleh faktor dari luar berupa stimulus. Individu
menanggapi lingkungan luarnya bersifat selektif, ini berarti bahwa apa yang
datang dari luar tidak semuanya begitu saja diterima, tetapi individu mengadakan
seleksi mana yang akan diterima, mana yang akan ditolak atau tidak direspon,
yaitu tidak menjadi stimulus. Hal ini berkaitan erat dengan apa yang telah ada
dalam komponen cognitive dan affective pada diri individu dalam menanggapi
stimulus dari luar. Hal ini akan menentukan apakah sesuatu stimulus dapat
diterima atau tidak, karena itu faktor individu justru merupakan faktor penentu. Stimulus (individuals,
situations, social issues, social groups, and other “attitude objects”)
Attitudes
Affective: Sympathetic nervous responses Verbal statement of affective
Cognitive: Perceptual responses Verbal statement of beliefs
Behavior: Overt actions (tand to act) Verbal statement concerning behavior Measurable Independent
variables
Intervening variables
11 Rosenberg (1960) mengemukakan teori “affetive-cognitive consistency”
dalam hal sikap (attitudes), teori ini kadang disebut dengan teori “dua faktor”.
Teori ini memusatkan perhatian pada hubungan komponen cognitive dan
komponen affective. Komponen affective berhubungan dengan bagaimana
perasaan yang timbul pada seseorang yang menyertai sikapnya, dapat positif tetapi
juga dapat negatif terhadap stimulus. Bila seseorang mempunyai sikap yang
positif terhadap stimulus, maka ini berarti adanya hubungan pula dengan
nilai-nilai positif yang lain yang berhubungan dengan stimulus tersebut, demikian juga
dengan sikap yang negatif. Ini berarti menurut Rosenberg (1960), bahwa
komponen affective akan selalu berhubungan dengan komponen cognitive dan
hubungan tersebut dalam keadaan konsisten. Ini berarti pula bahwa bila
seseorang mempunyai sikap yang positif terhadap sesuatu stimulus, maka indeks
cognitive-nyajuga akan tinggi, demikian sebaliknya.
Suatu hal yang penting dalam penerapan teori Rosenberg (1960) ialah
dalam kaitannya dengan perubahan sikap. Karena hubungan komponen affective
dengan komponen cognitive konsisten, maka bila komponen affective berubah
maka komponen cognitive-nya juga akan berubah. Pada umumnya dalam rangka
pengubahan sikap, orang akan mengubah dahulu komponen cognitive-nya, hingga
akhirnya komponen affective-nya akan berubah. Dalam rangka pengubahan sikap,
Rosenberg (1960) mencoba mengubah komponen affective terlebih dahulu dan
dengan berubahnya komponen affective akan berubah pula komponen cognitive
-nya, yang akhirnya akan berubah pula sikapnya.
Jadi pada dasarnya komponen sikap cognitive (objektif) adalah berupa
rasionalitas yang didasarkan pada pengalaman sendiri atau pengetahuan yang
menjadikan seseorang anggota masyarakat membentuk perilakunya. Komponen
sikap affective (subjektif) cenderung membangkitkan emosional baik suka
maupun sedih atau tidak suka terhadap suatu stimulus yang merangsang untuk
berbuat atau bertindak. Komponen sikap yang ketiga behavioral/overt action
adalah kecenderungan bertindak nyata yang merupakan operasional dan
12
2. Hubungan sistem nilai dengan stimulus
Pengertian cognitive dalam sikap tidak hanya mencakup tentang
pengetahuan-pengetahuan yang berhubungan dengan stimulus, melainkan juga
mencakup beliefs atau kepercayaan tentang hubungan antara stimulus itu dengan
sistem nilai yang ada dalam diri individu (Rosenberg, 1960; dan Krech,
Crutchfield & Ballachey, 1962).
Pemahaman tentang sistem nilai dalam suatu masyarakat tradisional atau
masyarakat kecil sekitar hutan yang relevan dengan penelitian ini antara lain:
Nilai ekonomi. Nilai ini berkaitan erat dengan pandangan praktis atau pragmatis, yang bahkan menjadi pegangan banyak orang, terutama apabila
dikaitkan dengan kenyataan dan tujuan yang ingin dicapai, baik pada tingkat
individu, kelompok maupun masyarakat. Kehadiran nilai ini mendorong manusia
bersikap realistik, baik menentukan tujuannya maupun dalam menentukan standar
tingkat kepuasan yang ingin diperoleh. Nilai ini relatif mudah diamati dan diukur
sehingga sering dikaitkan “harga” padanya (Siagian, 2004). Nilai varietas
tanaman tradisional seperti tumbuhan dan hewan yang kurang dikenal akan tetapi
mempunyai nilai nutrisi atau tumbuhan obat yang dipanen dari hidupan liar
ternyata dapat menyediakan basis ekonomi yang penting bagi masyarakat
membantu mereka untuk menyangga dan menopang hidupnya di kala rawan
pangan (Soedjito dan Sukara, 2006).
Nilai sosio-budaya. Manusia adalah makhluk sosial, setiap individu sangat mendambakan penerimaan yang ikhlas oleh orang lain terhadap keberadaannya.
Manusia tidak hidup sendiri di dunia ini akan tetapi, dikelilingi oleh komunitas
dan alam semesta sekitarnya. Manusia harus memelihara hubungan baik dengan
sesamanya, cinta kepada sesama, cinta dan rela berkorban untuk hak-hak generasi
mendatang, mengutamakan kepentingan bersama ketimbang kepentingan pribadi,
bersifat harmoni dalam interaksi dengan orang lain dan lingkungan alam. Hal ini
merupakan contoh nilai-nilai sosial-budaya yang penting. Nilai sosial-budaya
sangat perlu ditanamkan, dikembangkan dan dipupuk dalam kehidupan
berkelompok dan bermasyarakat karena akan memperlancar segala usaha dan
kebersamaan dalam komunitas, untuk mencapai tujuan bersama (Siagian, 2004
13 sistem spritual dan kepercayaan masyarakat yang terpusat pada konsep sifat
keramat, seperti hutan keramat dan lansekap keramat yang dapat berperan penting
dalam konservasi keanekaragaman hayati (Soedjito dan Sukara, 2006).
Nilai sosio-ekologi. Manusia hidup sangat tergantung kepada keberlanjutan sediaan sumberdaya alam dalam jangka panjang. Manusia secara fisik biologis
merupakan bagian dari ekosistem alam di bumi ini. Manusia tidak dapat hidup
tanpa terpeliharanya sistem lingkungan alam yang sehat dan berkelanjutan, seperti
terpeliharanya fungsi ekosistem hutan untuk stabilisasi fungsi-fungsi hidrologis,
daur oksigen, perlindungan kesuburan tanah dan longsor, menjaga stabilitas
iklim, perlindungan sumberdaya keanekaragaman hayati, menjaga kesimbangan
lingkungan, dan lain-lain. Kesemua ini merupakan contoh nilai-nilai ekologis
yang sangat penting bagi keberlanjutan hidup manusia sepanjang masa. Nilai
ekologis ini sangat erat hubungannya dan saling mendukung dengan nilai-nilai
sosial, yang merupakan motivator untuk melakukan aksi bersama mencapai
tujuannya, seperti halnya tujuan konservasi (McNeely, 1992). Cara bagaimana
masyarakat melestarikan dan memanipulasi kekompleksan keanekaragaman
hayati dan ekosistem memberi kontribusi kepada ketahanan ekosistem dan
memperkuat kapasitas masyarakat dalam menanggulangi perubahan lingkungan
(Soedjito dan Sukara, 2006).
Nilai religius. Nilai-nilai religius menempati peringkat yang sangat tinggi dalam kehidupan seorang yang beradab. Dikatakan demikian karena nilai-nilai
religius berkaitan dengan kebenaran Ilahi yang bersifat absolut yang berangkat
dari dan bermuara pada hak asasi manusia yang paling asasi, yaitu hubungan
seseorang dengan Penciptanya. Sesungguhnya nilai religius tidak semata-mata
berkaitan dengan kehidupan keagamaan seseorang, akan tetapi tercermin juga
dalam kehidupan sehari-hari seperti menjunjung tinggi nilai-nilai luhur tertentu,
seperti kejujuran, kesediaan berkorban, kesetiaan dan lain sebagainya (Siagian,
2004). Nilai-nilai religius inilah merupakan motivator utama dalam sejarah
kehidupan umat manusia yang hidup dimasa hayat nabi-nabi yang telah menjadi
stimulus yang efektif dalam membangun sikap dan perilaku manusia di zaman itu.
Begitu juga nilai-nilai religius agama Shinto yang merupakan kepercayaan
14 para pemimpin Jepang sebagai energi stimulus untuk melaksanakan pembangunan
atas nama Kaisar yang keramat. Unsur-unsur ajaran Shin