• Tidak ada hasil yang ditemukan

Evaluasi Kadar Bakteri Di Udara Dengan Menggunakan Media Plate Count Agar (PCA) Berdasarkan Tinggi Secara Vertikal Di Departemen Bedah Mulut RSGMP FKG USU dengan Metode Total Plate Count (TPC)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Evaluasi Kadar Bakteri Di Udara Dengan Menggunakan Media Plate Count Agar (PCA) Berdasarkan Tinggi Secara Vertikal Di Departemen Bedah Mulut RSGMP FKG USU dengan Metode Total Plate Count (TPC)"

Copied!
92
0
0

Teks penuh

(1)

EVALUASI KADAR BAKTERI DI UDARA DENGAN

MENGGUNAKAN MEDIA PLATE COUNT AGAR

(PCA) BERDASARKAN TINGGI SECARA

VERTIKAL DI DEPARTEMEN BEDAH

MULUT RSGMP FKG USU DENGAN

METODE TOTAL PLATE COUNT

(TPC)

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi

Oleh:

GHINA ADDINA

NIM. 100600160

Pembimbing:

Hendry Rusdy, drg., Sp.BM., M.Kes

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

Fakultas Kedokteran Gigi

Departemen Bedah Mulut dan Maksilofasial

Tahun 2014

Ghina Addina

Evaluasi kadar bakteri di udara dengan menggunakan media Plate Count Agar (PCA) berdasarkan tinggi secara vertikal di Departemen Bedah Mulut RSGMP

FKG USU dengan metode Total Plate Count (TPC)

XV + 70 halaman

Rumah sakit merupakan tempat pelayanan kesehatan yang memerlukan penanganan dan perhatian yang seksama. Sebagai tempat berkumpulnya orang sakit maupun sehat, rumah sakit juga merupakan tempat yang memungkinkan untuk

terjadinya pencemaran lingkungan, gangguan kesehatan dan atau dapat menjadi tempat penularan penyakit. Di antara berbagai polutan yang memiliki peran penting

terhadap kesehatan adalah terdapatnya bakteri di udara dalam ruangan. Tujuan penelitian ini adalah untuk melakukan identifikasi terhadap bakteri di udara dalam ruang kerja mahasiswa kepaniteraan klinik dan kamar bedah minor di Departemen

Bedah Mulut RSGMP FKG USU. Jenis penelitian ini merupakan studi cross sectional. Pengambilan sampel udara di ruang kerja mahasiswa kepaniteraan klinik

(3)

Pengukuran kadar bakteri udara yaitu indeks angka kuman yang dihitung dengan menggunakan metode Total Plate Count (TPC) kemudian dilakukan identifikasi

bakteri. Data yang diperoleh diolah secara manual untuk mengetahui bakteri yang dominan. Hasil penelitian didapatkan indeks angka kuman di ruang kerja mahasiswa kepaniteraan klinik yaitu 257,78 CFU/m3 dan indeks angka kuman udara di kamar

bedah minor yaitu 112,22 CFU/m3. Terdapat 4 jenis bakteri yaitu Bacillus sp, Neisseria sp, Staphylococcus sp, dan Streptococcus sp. Angka kuman udara di ruang

kerja mahasiswa kepaniteraan klinik masih dalam batas normal, sedangkan indeks angka kuman udara di kamar bedah minor telah melebihi ambang batas.

(4)

Faculty of Dentistry

Department of Oral Surgery and Maxilofacial

2014

Ghina Addina

Evaluation levels of bacteria in the air by using the media Plate Count Agar

(PCA) based on vertical height in the Department of Oral Surgery and Maxilofacial RSGMP-Faculty of Dentistry University of North Sumateraby method Total Plate Count (TPC)

XV + 70 pages

Hospitals are places of health services that require careful handling and

attention. As a gathering place for sick and healthy people, hospital is also a place that allows for environmental pollution, health problems and can be a place or

disease transmission. Among the various pollutants that have an important role to health is the presence of bacteria in indoor air. The purpose of this study is to identify the bacteria in the air in the workspace of clinical students and minor surgery room at

the Department of Oral Surgery and Maxilofacial RSGMP-Faculty of Dentistry University of North Sumatera Utara. This type of research is a cross sectional study.

(5)

each room to be examined. Measurement of levels of airborne bacteria are bacteria that index number is computed by using Total Plate Count (TPC) and then to

identify the bacteria. The data obtained were processed manually to determine the dominant bacteria. The results showed the index number of bacteria in workspace of clinical studentswas 257,78 CFU/m3 and index number of airborne bacteria in minor

surgery room was 112,22 CFU/m3. There were 4 kinds of bacteria, Bacillus sp, Neisseria sp, Staphylococcus sp, and Streptococcus sp.Index number of airborne

bacteria in workspace of clinical studentwas within normal limits, while the index number of airborne bacteria in the minor surgery room has exceeded the threshold.

(6)

EVALUASI KADAR BAKTERI DI UDARA DENGAN

MENGGUNAKAN MEDIA PLATE COUNT AGAR

(PCA) BERDASARKAN TINGGI SECARA

VERTIKAL DI DEPARTEMEN BEDAH

MULUT RSGMP FKG USU DENGAN

METODE TOTAL PLATE COUNT

(TPC)

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi

Oleh:

GHINA ADDINA

NIM. 100600160

Pembimbing:

Hendry Rusdy, drg., Sp.BM., M.Kes

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(7)

PERNYATAAN PERSETUJUAN

Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan tim penguji skripsi

Medan, 19 April 2014

Pembimbing: Tanda Tangan

(8)

TIM PENGUJI SKRIPSI

Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan tim penguji pada tanggal 19 April 2014

TIM PENGUJI

KETUA : Olivia Avriyanti Hanafiah, drg., Sp.BM ANGGOTA : 1. Eddy A. Ketaren, drg., Sp.BM

(9)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya yang tidak terhingga sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian ini. Salam serta shalawat senantiasa tercurah kepada Nabi Muhammad SAW, suri tauladan yang baik sepanjang sejarah. Sebagai salah satu area kompetensi dasar yang harus dimiliki oleh seorang dokter gigi umum, penelitian ini disusun sebagai rangkaian tugas akhir dalam menyelesaikan pendidikan di program studi Pendidikan Dokter Gigi Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.

Penyelesaian skripsi ini tidak lepas dari dukungan dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Prof. Nazruddin, drg., C.Ort., Ph.D, Sp.Ort, sebagai Dekan Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan kesempatan untuk mengikuti program pendidikan dokter gigi di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.

2. Eddy A. Ketaren., drg., Sp.BM, sebagai Ketua Departemen Bedah Mulut dan Maksilofasial Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara, atas segala kritik, saran, dan bantuan sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.

3. Hendry Rusdy, drg., Sp.BM., M.Kes selaku dosen pembimbing skripsi yang telah banyak membantu meluangkan waktunya untuk memberikan pengarahan, bimbingan, tenaga, pikiran, penjelasan dan motivasi kepada penulis selama proses penyusunan skripsi sampai dengan selesai.

4. Minasari, drg., MM, sebagai penasehat akademik yang telah membimbing, mengarahkan, dan membantu penulis selama menjalani pendidikan di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.

5. Seluruh staf pengajar dan pegawai Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara terutama di Departemen Bedah Mulut dan Maksilofasial. 6. Ayahanda dan Ibunda tercinta, H. Azhar, SE dan Hj. Rostita, yang telah

(10)

kepada penulis untuk menyelesaikan pendidikan. Dalam do’a mereka terkandung harapan kesuksesan bagi penulis.

7. Kakak dan adik-adik, Vera Arista, S.Ked, M. Luthfi Zuhair dan M. Fayyadh Muzaffar yang selalu memberikan semangat dan inspirasi kepada penulis. 8. Syahriga Syahrul yang telah memberikan semangat dan motivasi yang tak

henti hingga sekarang.

9. Sahabat-sahabat terbaik penulis, Blisa Novertasari, SKG, Gebby Gabrina, SKG, dan Nurul Rahmy yang telah banyak mendoakan, membantu, dan memberi kritik serta saran kepada penulis.

10. Seluruh teman-teman angkatan 2010 yang telah banyak mendo’akan, membantu, memberi saran, dan memberi semangat kepada penulis.

11. Teman-teman seperjuangan skripsi di Departemen Bedah Mulut yang telah memberikan semangat dan bantuan selama proses pengerjaan skripsi ini. 12. Semua pihak yang secara langsung dan tidak langsung telah mendukung

membantu dan mendoakan penulis dalam menyelesaikan penelitian ini. Untuk seluruh dukungan yang diberikan kepada penulis selama ini, penulis mengucapkan terima kasih. Hanya Allah SWT yang mampu memberikan balasan terbaik kepada orang-orang tersebut. Semoga penelitian ini dapat memberikan balasan terbaik kepada orang-orang tersebut.

Penulis menyadari bahwa laporan hasil penelitian ini belum sempurna, baik dari segi materi maupun tata cara penulisannya. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk lebih menyempurnakan laporan hasil penelitian ini.

Medan, 19 April 2014 Penulis,

(11)
(12)
(13)

3.2.2 Waktu Penelitian ... 45

3.3 Populasi dan Sampel ... 45

3.3.1 Populasi ... 45

3.3.2 Sampel ... 45

3.4 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ... 46

3.5 Alat dan Bahan Penelitian ... 47

3.5.1 Alat Penelitian ... 47

3.5.2 Bahan Penelitian ... 47

3.6 Prosedur Pengambilan Sampel ... 47

3.7 Pengolahan Data dan Analisis Data ... 48

BAB 4 HASIL PENELITIAN ... 49

BAB 5 PEMBAHASAN ... 56

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN ... 63

6.1 Kesimpulan ... 63

6.2 Saran ... 63

DAFTAR PUSTAKA ... 65

(14)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

Tabel 3.1 Variabel dan Definisi Operasional ... 46 Tabel 4.1 Hasil Perhitungan Bakteri Udara Pada Ruang Kerja Mahasiswa

Kepaniteraan Klinik ... 49 Tabel 4.2 Hasil Perhitungan Bakteri Udara Pada Kamar Bedah Minor ... 51

Tabel 4.3 Hasil Identifikasi Bakteri Udara Pada Ruang Kerja Mahasiswa

(15)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

Gambar 2.1 Morfologi Bakteri ... 6

Gambar 2.2 Jalur Penyebaran Infeksi di Klinik ... 9

Gambar 2.3 Prosedur Mencuci Tangan ... 16

Gambar 2.4 Sarung Tangan Steril ... 17

Gambar 2.5 Masker ... 17

Gambar 2.6 Kacamata Pelindung ... 19

Gambar 2.9 Nutrient Agar (NA) ... 24

Gambar 2.10 Blood Agar Plate (BAP) ... 25

Gambar 2.11 Jenis-jenis Hemolisis Pada Blood Agar Plate (BAP) ... 25

Gambar 2.12 Salmonella Shigella Agar (SS) ... 27

Gambar 2.13 MacConkey Agar Plate (MAC) ... 28

Gambar 2.14 Plate Count Agar (PCA) ... 30

Gambar 2.15 Pergerakan Udara ... 35

Gambar 2.16 Gerakan Laminar Mengurangi Mikroorganisme Yang Menyebar ... ... 36

Gambar 4.1 Hasil Identifikasi Bakteri Udara Di Ruang Kerja Mahasiswa Kepaniteraan Klinik ... ... 53

Gambar 4.2 Hasil Identifikasi Bakteri Udara Di Kamar Bedah Minor .... 54

(16)

DAFTAR LAMPIRAN

(17)

Fakultas Kedokteran Gigi

Departemen Bedah Mulut dan Maksilofasial

Tahun 2014

Ghina Addina

Evaluasi kadar bakteri di udara dengan menggunakan media Plate Count Agar (PCA) berdasarkan tinggi secara vertikal di Departemen Bedah Mulut RSGMP

FKG USU dengan metode Total Plate Count (TPC)

XV + 70 halaman

Rumah sakit merupakan tempat pelayanan kesehatan yang memerlukan penanganan dan perhatian yang seksama. Sebagai tempat berkumpulnya orang sakit maupun sehat, rumah sakit juga merupakan tempat yang memungkinkan untuk

terjadinya pencemaran lingkungan, gangguan kesehatan dan atau dapat menjadi tempat penularan penyakit. Di antara berbagai polutan yang memiliki peran penting

terhadap kesehatan adalah terdapatnya bakteri di udara dalam ruangan. Tujuan penelitian ini adalah untuk melakukan identifikasi terhadap bakteri di udara dalam ruang kerja mahasiswa kepaniteraan klinik dan kamar bedah minor di Departemen

Bedah Mulut RSGMP FKG USU. Jenis penelitian ini merupakan studi cross sectional. Pengambilan sampel udara di ruang kerja mahasiswa kepaniteraan klinik

(18)

Pengukuran kadar bakteri udara yaitu indeks angka kuman yang dihitung dengan menggunakan metode Total Plate Count (TPC) kemudian dilakukan identifikasi

bakteri. Data yang diperoleh diolah secara manual untuk mengetahui bakteri yang dominan. Hasil penelitian didapatkan indeks angka kuman di ruang kerja mahasiswa kepaniteraan klinik yaitu 257,78 CFU/m3 dan indeks angka kuman udara di kamar

bedah minor yaitu 112,22 CFU/m3. Terdapat 4 jenis bakteri yaitu Bacillus sp, Neisseria sp, Staphylococcus sp, dan Streptococcus sp. Angka kuman udara di ruang

kerja mahasiswa kepaniteraan klinik masih dalam batas normal, sedangkan indeks angka kuman udara di kamar bedah minor telah melebihi ambang batas.

(19)

Faculty of Dentistry

Department of Oral Surgery and Maxilofacial

2014

Ghina Addina

Evaluation levels of bacteria in the air by using the media Plate Count Agar

(PCA) based on vertical height in the Department of Oral Surgery and Maxilofacial RSGMP-Faculty of Dentistry University of North Sumateraby method Total Plate Count (TPC)

XV + 70 pages

Hospitals are places of health services that require careful handling and

attention. As a gathering place for sick and healthy people, hospital is also a place that allows for environmental pollution, health problems and can be a place or

disease transmission. Among the various pollutants that have an important role to health is the presence of bacteria in indoor air. The purpose of this study is to identify the bacteria in the air in the workspace of clinical students and minor surgery room at

the Department of Oral Surgery and Maxilofacial RSGMP-Faculty of Dentistry University of North Sumatera Utara. This type of research is a cross sectional study.

(20)

each room to be examined. Measurement of levels of airborne bacteria are bacteria that index number is computed by using Total Plate Count (TPC) and then to

identify the bacteria. The data obtained were processed manually to determine the dominant bacteria. The results showed the index number of bacteria in workspace of clinical studentswas 257,78 CFU/m3 and index number of airborne bacteria in minor

surgery room was 112,22 CFU/m3. There were 4 kinds of bacteria, Bacillus sp, Neisseria sp, Staphylococcus sp, and Streptococcus sp.Index number of airborne

bacteria in workspace of clinical studentwas within normal limits, while the index number of airborne bacteria in the minor surgery room has exceeded the threshold.

(21)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pasien, dokter gigi, dan perawat mempunyai resiko terhadap infeksi silang setiap saat ketika mereka memasuki klinik gigi.1 Dalam menjalankan profesinya, dokter gigi tidak terlepas dari kemungkinan untuk berkontak secara langsung ataupun tidak langsung dengan mikroorganisme dalam saliva dan darah pasien. Bukti menunjukkan bahwa dokter gigi berisiko tinggi terutama terhadap penyakit menular berbahaya yang disebabkan oleh bakteri, virus, dan jamur. Hal ini disebabkan tindakan dokter gigi yang berkaitan langsung dengan kontaknya terhadap darah dan saliva penderita tersebut.2,3

Dokter gigi, pasien, dan tenaga medis lainnya mempunyai resiko yang sangat besar terhadap penyakit infeksi seperti AIDS, hepatitis, tuberkulosis, dan lain-lain.2,4 Penyakit infeksi dapat menyebar di tempat praktek melalui kontak langsung antara manusia dengan manusia, kontak tidak langsung, percikan darah dan saliva, instrumen yang terkontaminasi, dan aerosol (udara).2,3

Udara, sebagai salah satu komponen lingkungan merupakan kebutuhan yang paling utama untuk mempertahankan kehidupan. Metabolisme dalam tubuh makhluk hidup tidak mungkin dapat berlangsung tanpa oksigen yang berasal dari udara. Selain oksigen terdapat zat-zat lain yang terkandung di udara, yaitu karbon monoksida, karbon dioksida, formaldehid, bakteri, jamur, virus, dan sebagainya.5

(22)

Dalam pertumbuhannya mikroorganisme sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan antara lain suhu, kelembaban, pencahayaan, dan sebagainya yang mana semua itu diatur dalam Permenkes tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit. Salah satu upaya sanitasi lingkungan rumah sakit dalam mengontrol pertumbuhan mikroorganisme adalah kegiatan disinfeksi dan sterilisasi.7

Berdasarkan hasil penelitian Fahriza Risnawati di ruang rawat inap anak RSUD Batang, angka kuman udara sebelum kegiatan sterilisasi 82,2 CFU dan setelah kegiatan sterilisasi 18,4 CFU. Rata-rata kepadatan hunian 22 orang/hari. Terdapat perbedaan yang signifikan antara angka kuman udara sebelum dan sesudah kegiatan sterilisasi serta terdapat hubungan yang signifikan antara kepadatan hunian dengan angka kuman udara sebelum kegiatan sterilisasi.8

Berdasarkan penelitian Ririn Arminsih di kamar operasi dan ruang UGD RSU Bhakti Depok menunjukkan jumlah koloni kuman untuk kamar operasi sebelum kegiatan disinfeksi dan sterilisasi adalah 29 koloni dimana 26 koloni diantaranya adalah bakteri. Setelah dilakukan kegiatan disinfeksi dan sterilisasi hasilnya adalah 3 koloni, 2 koloni diantaranya adalah bakteri. Efektivitas kegiatan disinfeksi dan sterilisasi memberikan hasil 89,66%. Kegiatan disinfeksi dan sterilisasi dapat menurunkan jumlah koloni kuman udara di kamar operasi walaupun pada kenyataannya masih ada bakteri yang tertinggal karena faktor lingkungan yaitu pencahayaan yang masih dibawah standar yang ditetapkan oleh Permenkes.7

Pada penelitian yang sama, jumlah koloni bakteri di ruang UGD sebelum kegiatan disinfeksi adalah 60 koloni sedangkan hasil sesudah kegiatan disinfeksi adalah 84 koloni. Terjadi peningkatan pada kegiatan sesudah disinfeksi sehingga efektivitasnya memberikan hasil -44%. Menurut Ririn Arminsih, kegiatan disinfeksi saja tidak memberikan arti apa-apa dalam menurunkan jumlah koloni bakteri di udara.7

(23)

disinfektan incidine secara rutin sekali dalam seminggu, tetapi jumlah bakteri udara yang ditemukan melebihi syarat bakteri udara yang diperbolehkan yaitu 5-10 CFU.9

Mikroorganisme hidup di mana-mana di lingkungan kita. Mikroorganisme menyesuaikan diri dengan lingkungan dimana mereka secara normal bertempat tinggal dan hidup. Dalam bekerja, bakteri meningkatkan kemampuannya untuk bertahan dan meningkatkan kemungkinan penyebaran. Dengan menghasilkan infeksi atau penyakit ringan, mikroorganisme yang secara normal hidup dalam tubuh manusia kemungkinan menyebar dari satu orang ke orang yang lain.10,11

Kondisi udara mengakibatkan bakteri, virus, dan mikroorganisme lainnya bercampur baur dan masuk ke dalam tubuh melalui tarikan nafas. Mengetahui jenis-jenis penyakit yang disebabkan oleh mikroorganisme yang berterbangan bebas di udara dan cara penanggulangannya adalah penting agar kita dapat melakukan pencegahan terhadap penyakit tersebut.10,11

Berdasarkan latar belakang di atas, maka peneliti tertarik untuk mengevaluasi kadar bakteri di udara dengan menggunakan Plate Count Agar (PCA) berdasarkan tinggi secara vertikal di Departemen Bedah Mulut RSGMP FKG USU dengan teknik Total Plate Count (TPC).

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas, berikut ini merupakan rumusan permasalahan yang akan dibahas:

1. Berapakah jumlah bakteri di udara berdasarkan tinggi secara vertikal yang terdapat di Departemen Bedah Mulut RSGMP FKG USU?

2. Apakah jenis bakteri di udara yang terdapat di Departemen Bedah Mulut RSGMP FKG USU?

1.3 Tujuan Penelitian

Berikut ini merupakan tujuan dari penelitian yang akan dilakukan:

(24)

2. Mengetahui identifikasi bakteri di udara di Departemen Bedah Mulut RSGMP FKG USU.

1.4 Manfaat Penelitian

Berikut ini merupakan beberapa manfaat dari penelitian yang akan dilakukan: 1. Sebagai tambahan informasi, tambahan referensi, dan masukan bagi

Departemen Bedah Mulut RSGMP FKG USU.

2. Sebagai bahan evaluasi bagi Departemen Bedah Mulut RSGMP FKG USU. 3. Sebagai tambahan pengetahuan bagi peneliti dan sebagai bahan perbandingan

antara praktik dengan teori yang ada.

(25)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Keanekaragaman Mikroorganisme

Mikrobiologi adalah suatu ilmu yang mempelajari makhluk hidup yang sangat kecil yang tidak dapat dilihat dengan kasat mata biasa tanpa bantuan suatu peralatan khusus. Makhluk ini yang disebut jasad renik atau mikroorganisme, terdapat di mana-mana. Di antaranya ada yang bermanfaat bagi kehidupan manusia, tetapi ada pula yang merugikan seperti menimbulkan penyakit.12

Pengaruh mikroorganisme terhadap kehidupan manusia dimulai sejak bayi dilahirkan. Setelah bayi lahir, ia akan berhubungan dengan mikroorganisme yang ada di alam bebas dan orang-orang yang disekitarnya. Mikroorganisme tersebut akan tumbuh dan berkembang biak serta mengadakan kolonisasi pada permukaan tubuh seperti kulit, kuku, rongga hidung, rongga telinga luar, rongga mulut, dan tenggorokan serta permukaan bagian dalam tubuh, misalnya pada saluran cerna bagian bawah seperti kolon dan rektum.13 Mikroorganisme adalah agen penyebab infeksi.11 Dunia mikroorganisme yang mempengaruhi kehidupan manusia terdiri atas bakteri, virus, dan jamur.13

2.1.1 Bakteri

(26)

2.1.1.1Morfologi Bakteri

Bentuk bakteri bermacam-macam, ada yang berbentuk bulat (kokus), batang (basil), dan ada yang berbentuk spiril.13,15

Gambar 2.1 Morfologi Bakteri15

a. Kokus (Coccus) adalah bakteri yang berbentuk bulat seperti bola. Kokus mempunyai beberapa variasi sebagai berikut:

• Mikrokokus, jika tunggal dan kecil.

• Diplokokus, jika dua kokus bergandengan.

(27)

• Sarkina, jika kokus bergerombol dan membentuk kubus.

• Stafilokokus, jika bergerombol.

• Streptokokus, jika bergandengan membentuk rantai.

b. Basil (Bacillus) adalah kelompok bakteri yang berbentuk batang atau silinder dan mempunyai variasi sebagai berikut:

• Monobasilus, jika basil berdiri sendiri-sendiri.

• Diplobasilus, jika dua basil bergandengan.

• Streptobasilus, jika bergandengan membentuk rantai.

c. Spiril (Spirilum) adalah bakteri yang berbentuk lengkung dan mempunyai variasi sebagai berikut:

• Spiral, jika spiril berbentuk seperti gelombang.

• Vibrio, jika lengkung kurang dari setengah lingkaran atau berbentuk koma.

2.1.1.2 Pengaruh Lingkungan Terhadap Bakteri

Kondisi lingkungan yang mendukung dapat memacu pertumbuhan dan reproduksi bakteri. Faktor-faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap pertumbuhan dan reproduksi bakteri adalah suhu, kelembaban, dan cahaya.13,15

1. Suhu13,15

Seperti halnya makhluk hidup tingkat tinggi, untuk pertumbuhannya, bakteri perlu suhu tertentu. Atas dasar suhu yang diperlukan untuk tumbuh, bakteri dapat dibagi dalam beberapa golongan sebagai berikut:

a. Bakteri psikrofil (cold loving bacteria), yaitu bakteri yang hidup pada daerah suhu antara (0-20)oC, dengan suhu optimum 25oC. Misalnya golongan mikroorganisme laut.

(28)

c. Bakteri termofil (heat loving bacteria), yaitu bakteri yang tumbuh antara suhu (50-60)oC.

2. Kelembaban15

Pada umumnya bakteri memerlukan kelembaban yang cukup tinggi, kira-kira 85%. Pengurangan kadar air dari protoplasma menyebabkan kegiatan metabolisme terhenti, misalnya pada proses pembekuan dan pengeringan.

3. Cahaya15

Cahaya sangat berpengaruh pada proses pertumbuhan bakteri. Umumnya cahaya merusak sel mikroorganisme yang tidak berklorofil. Sinar ultraviolet dapat menyebabkan terjadinya ionisasi komponen sel yang berakibat menghambat pertumbuhan atau menyebabkan kematian. Pengaruh cahaya terhadap bakteri dapat digunakan sebagai dasar sterilisasi atau pengawetan bahan makanan.

2.1.2 Virus

Virus memiliki ukuran yang lebih kecil bila dibandingkan dengan bakteri, yaitu berkisar 20 nm dan hanya dapat dilihat dengan menggunakan mikroskop elektron. Intinya terdiri atas RNA atau DNA saja, hidupnya intraseluler, tidak dapat dihambat oleh antibiotika, bentuknya bermacam-macam yaitu segi banyak beraturan, dan filamentous.13

Virus yang kali pertama ditemukan adalah Tobacco mosaic virus oleh Iwanowski pada tahun 1892. Infeksi oleh virus biasanya akan disertai imunitas yang long life (berjangka waktu panjang), misalnya akibat infeksi variola virus, tetapi ada pula yang merusak sistem imun misalnya pada infeksi HIV.13

2.1.3 Fungi (Jamur)

(29)

ada yang hanya terdiri atas satu sel misalnya golongan ragi. Jamur juga ada makroskopik dan mikroskopik. 13

2.2 Infeksi Silang

Infeksi merupakan suatu resiko kesehatan kerja bagi para petugas kesehatan.2 Infeksi silang merupakan transmisi dari agen infeksi antara pasien dan operator dalam lingkungan klinis. Transmisi dapat terjadi antara kontak orang yang satu terhadap orang yang lainnya atau melalui objek yang terkontaminasi. Transmisi infeksi dari satu orang terhadap yang lainnya, memerlukan: sumber infeksi, agen infeksi, dan jalur penyebaran infeksi. Infeksi silang dapat terjadi melalui jalur sebagai berikut yaitu antara pasien, dokter gigi beserta staf, instrumen, dan udara.16,17

(30)

Beberapa organisme atau agen infeksi dapat ditularkan dalam perawatan gigi melalui:19

1. Penularan langsung. Adanya kontak langsung dengan lesi infeksi, saliva, darah atau cairan mukosa mulut lainnya.

2. Penularan tidak langsung. Adanya perpindahan mikroorganisme dari obyek perantara yang terkontaminasi, misalnya peralatan dan permukaan lingkungan kerja.

3. Percikan darah, saliva, atau sekresi langsung pada kulit atau mukosa yang lecet.

4. Aerosol, merupakan penyebaran mikroorganisme melalui udara.

Menurut suharto dkk., penularan adalah perjalanan kuman patogen dari sumber ke hospes. Ada 4 jalan yang dapat ditempuh yaitu kontak langsung, alat, udara, dan vektor.12 Kebanyakan pembawa penyakit infeksi tidak dapat diketahui dengan mudah. Risiko infeksi terdapat pada praktek gigi karena banyak agen infeksi yang bisa ditularkan.20

(31)

2.3 Penyakit Infeksi

Banyak penyakit yang dijumpai pada praktek dokter gigi, puskesmas, bahkan rumah sakit. Kadang-kadang pasien yang terinfeksi datang untuk mencari perawatan dan tidak jarang pula tenaga medis tertular oleh kondisi penyakit dari pasien.22,23,24

2.3.1 Hepatitis

2.3.1.1Hepatitis A

Virus hepatitis A (HAV) adalah penyakit keturunan dan merupakan virus RNA. Infeksi HAV menyebabkan penyakit kuning dan jarang menyebabkan kematian. Pada orang dewasa tingkat kematian adalah sekitar 1 dari 1000 orang dan pada orang lebih dari 50 tahun tingkat kematian sekitar 27 dari 1000. Masa inkubasi virus hepatitis A adalah sekitar 4 sampai 6 minggu. Setelah seseorang sembuh dari infeksi virus hepatitis A, orang tersebut akan terlindungi seumur hidup. Vaksin untuk virus Hepatitis A sekarang sudah tersedia. Jika seseorang belum terkena HAV, vaksinasi satu kali dapat memberikan kekebalan seumur hidup.22,23

2.3.1.2Hepatitis B

Infeksi virus hepatitis B (HBV) disebabkan oleh virus DNA yang merupakan suatu Hepadnavirus. Secara klinis kebanyakan pasien yang terinfeksi HBV tidak teridentifikasi.23 Virus ini diperkirakan menginfeksi sepertiga dari total populasi dunia dan sekitar 20% dari mereka terinfeksi kronis. Tidak hanya menyebabkan infeksi kronis, virus ini juga dapat menyebabkan sirosis hati dan karsinoma hepatoseluler. Sebagai tahap awal dalam mencegah infeksi HBV, small hepatitis B surface antigen (sHBsAg) digunakan sebagai komponen utama dari vaksin hepatitis B.22

(32)

kematian. Vaksin terhadap infeksi HBV telah tersedia. Tingkat infeksi di kalangan dokter gigi (termasuk dokter umum dan spesialis) berkisar dari 13,6% sampai 38,5%. Oleh karena itu penyakit ini tidak sedikit menyerang dokter gigi. Ada beberapa kasus dokter gigi yang terinfeksi HBV dari pasien . Menurut Centers for Disease Control & Prevention (CDC) dosis vaksin booster mungkin tidak dianggap perlu karena respon anemnistic dan kurangnya bukti dari orang yang sebelumnya diimunisasi menjadi terinfeksi kembali (tubuh akan menunjukkan respon imun protektif).22,23

2.3.1.3 Hepatitis C

Hepatitis C Virus (HCV) diidentifikasi pertama kali pada tahun l998 dan merupakan penyakit yang penting karena bertanggung jawab atas sekitar 90% hepatitis pasca transfusi dan diduga 3% populasi dunia telah terinfeksi virus hepatitis C yang mempunyai masa inkubasi sekitar 7 minggu. Hepatitis C kronis menjadi penyebab utama dari Sirosis hati dan Karsinoma hepatoseluler. Lebih dari 60% yang terinfeksi dapat menjadi penyakit hati kronis. Dari yang terjangkit penyakit ini, 30-60% menjadi penyakit hati aktif dan 5-20% menjadi sirosis hati.22,23

Virus hepatitis C biasanya menular melalui transfusi darah, kontak dengan darah dan cairan tubuh lainnya. Penyakit ini juga biasa terlihat pada orang-orang yang menggunakan berbagi jarum selama pemakaian narkoba, dan pada pasien dengan penyakit menular seksual lainnya. Penyakit ini bisa sangat melemahkan dan bisa berakibat fatal.22,23

2.3.1.4Hepatitis D

Virus hepatitis D adalah suatu virus seperti partikel yang selalu tergantung pada kehadiran infeksi virus Hepatitis B pada pasien (piggy-back virus). Penyakit ini mungkin terjadi sebagai koinfeksi dengan HBV atau setelah terinfeksi oleh HBV. Cara penularannya dapat melalui darah dan kontak cairan tubuh lainnya.22,23

(33)

memiliki pembuangan limbah yang baik untuk menghindari infeksi silang antara pasien lainnya.22,23

2.3.2 Human Immunodeficiency Virus

AIDS disebabkan oleh HIV (Human Immunodeficiency Virus) yaitu suatu virus yang melumpuhkan sistem kekebalan tubuh. Penularan HIV terjadi melalui kontak dengan darah dan cairan tubuh lainnya. Awalnya penyakit ini hanya terlihat pada masyarakat homoseksual dan kemudian ditemukan pada semua lapisan masyarakat termasuk heteroseksual, perempuan dan anak-anak.22,23

Ada banyak klasifikasi untuk AIDS seperti Center For Disease Control’s Surveilance Definition, Klasifikasi Walter-Reed atau Klasifikasi WHO. Pada tahap awal infeksi HIV tidak dapat terlihat dan biasa disertai dengan gejala seperti lemah, artralgia, atau bahkan sama sekali tanpa gejala. Pada perkembangannya, infeksi HIV dapat dikaitkan dengan berbagai kondisi. Beberapa lesi oral yang terkait dengan infeksi HIV dan AIDS adalah Hairy Leukoplakia, Kaposi’s Sarkoma dan Kandidiasis. Sangat penting dokter gigi untuk mengetahui tampakan klinis dari lesi

oral tersebut. Selain kondisi dalam rongga mulut, ada juga kondisi sistemik seperti infeksi protozoa, infeksi jamur, infeksi virus lain dan infeksi mikrobakteri.22,23

2.3.3 Tuberkulosis

(34)

Setiap tahun sekitar 8 juta orang terjangkit TB dan 3 juta diantaranya meninggal. TB banyak menyerang sistem pernafasan, gejala penyakit TBC aktif adalah batuk lebih dari 3 minggu (batuk produktif), dahak dengan darah, kelelahan, malaise, demam, penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan, dan berkeringat di malam hari. Jika didiagnosis dengan infeksi aktif pasien harus dirawat sampai sembuh dan kemudian dapat dilakukan perawatan gigi. Di Amerika Serikat, dokter gigi dapat menunda perawatan gigi sampai pasien tersebut telah dikatakan sembuh, dan pengobatan gigi darurat dapat diberikan tetapi harus dilengkapi dengan perlengkapan khusus dengan kontrol kontaminasi silang dalam pekerjaan. Fasilitas tersebut meliputi ruang pengobatan yang negatif terkontaminasi virus. Pendingin udara dan sistem ventilasi juga harus dilengkapi dengan filter HEPA dan personil harus menggunakan masker yang memiliki filter HEPA selama kontak dengan pasien yang terinfeksi.22,23

2.4 Standard Precautions

Prosedur penatalaksanaan infeksi silang yang umum digunakan adalah berdasarkan aturan yang dikeluarkan oleh Centers for Disease Control and Prevention (CDC). Pada awalnya, aturan ini dikenal sebagai universal precautions.

Sejalan dengan perkembangan pengetahuan dalam bidang kedokteran dan kedokteran gigi, istilah universal precautions diubah menjadi standard precautions.25

Menurut Centers for Disease Control and Prevention (CDC), Standard Precautions dikembangkan dari universal precautions dengan menggabungkan dan menambah tahapan pencegahan yang dirancang untuk melindungi petugas kesehatan gigi dan pasien dari patogen yang dapat menyebar melalui darah dan cairan tubuh yang lain. Standar ini harus dilakukan untuk semua pasien ketika melakukan tindakan yang melibatkan kontak dengan darah, semua cairan tubuh, sekresi, ekskresi (kecuali keringat), kulit dengan luka terbuka dan mukosa.25

(35)

infeksi menular pada operator baik dari sumber terinfeksi yang diketahui maupun yang tidak diketahui. Prosedur standard precautions bertujuan untuk melindungi dokter gigi, pasien, dan staf dari paparan objek yang infeksius selama prosedur perawatan berlangsung. Standard precautions di bidang ilmu kedokteran gigi terdiri dari perlindungan diri, sterilisasi instrumen, sterilisasi permukaan (asepsis dan disinfeksi), penggunaan alat sekali pakai, dan pembuangan limbah medis.25,26,27

2.4.1 Perlindungan Diri

Perlindungan diri pada standard precautions terdiri dari mencuci tangan, menggunakan sarung tangan, menggunakan masker, menggunakan kacamata pelindung, menggunakan jas praktek atau jas laboratorium, dan imunisasi.24,25,28

2.4.1.1Cuci Tangan

(36)

Gambar 2.3 Prosedur mencuci tangan29

2.4.1.2Penggunaan Sarung Tangan

Semua dokter gigi dan stafnya harus memakai sarung tangan lateks atau vinil sekali pakai. Hal ini untuk melindungi dokter gigi, staf dan pasien. Tujuan penggunaan sarung tangan adalah untuk mencegah bersentuhan langsung dengan darah, saliva, mukosa, cairan tubuh, atau sekresi tubuh lainnya dari penderita. Sarung tangan vinil dapat dipakai untuk mereka yang alergi terhadap lateks. Sarung tangan harus diganti setiap selesai perawatan pada setiap pasien.28

Ada tiga macam sarung tangan yang dipakai dalam bidang kedokteran gigi, diantaranya:30

a. Sarung tangan lateks yang bersih harus digunakan pada saat dokter gigi memeriksa mulut pasien atau merawat pasien tanpa kemungkinan terjadinya perdarahan.

b. Sarung tangan steril harus digunakan saat melakukan tindakan bedah atau mengantisipasi kemungkinan terjadinya perdarahan pada perawatan.

(37)

Gambar 2.4 Sarung tangan steril30

2.4.1.3Penggunaan Masker

Pemakaian masker seperti masker khusus untuk bedah sebaiknya digunakan pada saat menggunakan instrumen berkecepatan tinggi untuk mencegah terhirupnya aerosol yang dapat menginfeksi saluran pernafasan atas dan bawah. Efektifitas penyaringan dari masker tergantung pada bahan yang dipakai (masker polipropilen lebih baik dari masker kertas) dan lama pemakaian (efektif 30 – 60 menit). Sebaiknya menggunakan satu masker untuk satu pasien.28,30,31

(38)

2.4.1.4Pemakaian Jas Praktek / Jas Laboratorium

Dokter gigi dan stafnya harus memakai jas praktek yang bersih dan sudah dicuci. Jas tersebut harus diganti setiap hari dan harus diganti saat terjadi kontaminasi. Jas praktek harus dicuci dengan air panas dan deterjen serta pemutih klorin, bahkan jas yang terkontaminasi perlu penanganan tersendiri. Bakteri patogen dan beberapa virus, terutama virus hepatitis B dapat hidup pada pakaian selama beberapa hari hingga beberapa minggu.30,31

Semua petugas dikamar bedah sebaiknya mengingat tindakan pencegahan saat memakai jas dan sarung tangan tanpa bantuan perawat. Adapun tindakan pencegahan yang harus dilakukan oleh operator adalah:33

1. Pegang kertas suci hama dengan tangan yang belum steril kemudian batalkan kesanggupan untuk melakukan teknik sarung tangan tertutup (close glove technique) dengan baik.

2. Tidak tersedianya ruangan yang cukup untuk membuka jas steril, dapat menyebabkan terkontaminasinya lengan jas, apabila hal ini terjadi maka jas yang mungkin telah terkontaminasi tangan harus diganti dan cuci tangan harus diulang kembali.

3. Bagian manset rajutan tidak cukup steril dan sebaiknya ditutup dengan manset sarung tangan.

4. Meskipun memulai dengan panel steril pada bagian belakang jas, akan tetapi bagian ini tidak pernah dianggap steril. Setiap petugas tidak dapat memperhatikan punggung secara terus-menerus. Oleh karena itu, bagian tersebut harus dianggap tidak steril.

5. Daerah jas yang steril adalah mulai dari pinggang sampai batas ketiak dibagian depan dan pada lengan jas dari pergelangan tangan sampai 3 inchi diatas siku.

6. Posisi tangan harus dipertahankan agar tetap berada diatas batas pinggang dan didepan dada, jauh dari wajah dan masker.

(39)

2.4.1.5Penggunaan Kacamata Pelindung

Kacamata pelindung harus dipakai dokter gigi dan stafnya untuk melindungi mata dari debris yang diakibatkan oleh high speed handpiece dan pembersihan karang gigi baik secara manual maupun ultrasonik. Perlindungan mata dari saliva, mikroorganisme, aerosol dan debris sangat diperlukan untuk dokter gigi maupun staf.28,30,31

Gambar 2.6 Kacamata pelindung30

2.4.1.6Imunisasi

(40)

dan rubella (MMR), difteri, pertusis, dan tetanus (DPT), infuenza, poliomyelitis dan TBC (BCG).24,28

2.4.2 Sterilisasi Instrumen

Sterilisasi merupakan suatu cara untuk membunuh atau menghancurkan semua mikroorganisme dan spora yang melekat pada peralatan medis. Definisi lain dari sterilisasi adalah suatu proses pembunuhan semua mikroorganisme hidup yang melekat pada benda atau tempat tertentu. Kondisi steril merupakan keadaan dimana sesuatu terbebas dari seluruh mikroorganisme hidup.25 Tahapannya meliputi: pembersihan, perendaman, pengeringan, sterilisasi autoklaf, dan penyimpanan instrumen.25,26,28,34

2.4.3 Sterilisasi Permukaan

Salah satu tindakan sterilisasi permukaan adalah asepsis dan disinfeksi permukaan. Asepsis merupakan suatu teknik yang digunakan untuk memberantas semua jenis mikroorganisme. Disinfeksi adalah membunuh organisme-organisme patogen (kecuali spora kuman) dengan cara fisik atau kimia yang dilakukan terhadap benda mati. Disinfeksi dapat mengurangi kemungkinan terjadi infeksi. Disinfeksi permukaan dilakukan pada dantal unit, kabinet, tuba dan pipa, serta handpiece dan instrumen tangan.9,22,28

(41)

2.4.4 Penggunaan Alat Sekali Pakai (Disposible)

Cara terbaik untuk menghindari infeksi silang antar pasien ke operator, operator ke pasien, pasien ke pasien, dan operator ke masyarakat adalah dengan cara mengganti alat sekali pakai apabila telah terkontaminasi oleh darah, saliva atau cairan tubuh lainnya. Alat sekali pakai seperti sarung tangan, masker, celemek, jarum suntik, dan lain-lain.11

Sterilitas dapat dengan mudah dipastikan dengan menggunakan alat-alat sekali pakai (disposible). Hal paling penting adalah penggunaan jarum suntik yang digunakan untuk anestesi lokal atau bahan lain. Jarum tersebut terbungkus sendiri-sendiri dan disterilkan, sehingga dijamin ketajaman dan sterilitasnya. Selain jarum suntik, benang dan jarum jahit juga tersedia dalam bentuk sekali pakai. Bilah skalpel dan kombinasi bilah tangkai juga tersedia dalam bentuk steril untuk sekali pemakaian. Disamping itu, cara terbaik untuk mencegah terjadinya penularan penyakit antar pasien adalah menggunakan alat sekali pakai seperti sarung tangan, masker, kain alas dada, ujung saliva ejektor dan lain-lain.22

2.4.5 Pembuangan Limbah Medis

Pembuangan barang-barang bekas pakai seperti sarung tangan, masker, tisu bekas, dan pelapis permukaan yang terkontaminasi darah, saliva, atau cairan tubuh harus ditangani secara hati-hati, yaitu dengan memasukkannya ke dalam kantong plastik yang kuat dan tertutup rapat untuk mengurangi kemungkinan orang berkontak dengan benda-benda tersebut. Alat tajam seperti jarum suntuk harus dimasukkan ke dalam wadah khusus yang tidak dapat ditembus sebelum dimasukkan ke dalam kantong plastik. Limbah jaringan tubuh juga harus mendapatkan perlakuan yang sama dengan alat-alat tajam.25,26

2.5 Media Pertumbuhan Bakteri

(42)

jumlah, menguji sifat-sifat fisiologi dan perhitungan jumlah mikroorganisme. Proses pembuatan media harus disterilisasi dan menerapkan metode asepsis untuk menghindari kontaminasi pada media.35

Pembiakan mikroorganisme dalam laboratorium memerlukan media yang berisi zat hara serta lingkungan pertumbuhan yang sesuai dengan mikroorganisme. Zat hara digunakan oleh mikroorganisme untuk pertumbuhan, sintesis sel, keperluan energi dalam metabolisme, dan pergerakan. Lazimnya, media biakan berisi air, sumber energi, zat hara sebagai sumber karbon, nitrogen, sulfur, fosfat, oksigen, hidrogen serta unsur-unsur lain. Dalam bahan dasar media dapat pula ditambahkan faktor pertumbuhan berupa asam amino, vitamin atau nukleotida. Media yang digunakan untuk menumbuhkan dan mengembangbiakkan mikroorganisme tersebut harus sesuai susunannya dengan kebutuhan jenis-jenis mikroorganisme yang bersangkutan. Media berdasarkan bentuk terbagi menjadi tiga bagian, yaitu media cair, media semi padat, dan media padat.36,37

Beda utama dari ketiga media adalah ada tidaknya bahan pemadat. Media cari tidak menggunakan bahan pemadat, media semi padat dan media padat menggunakan bahan pemadat. Bahan pemadat yang paling umum digunakan adalah agar-agar. Jumlah bahan pemadat pada media semi padat setengah dari media padat, jumlah agarnya sekitar 1,5%-18%. Dalam menumbuhkan mikroorganisme dan mengidentifikasi mikroorganisme tersebut biasanya menggunakan media padat. Media padat adalah media yang berbentuk padat yang dapat digunakan untuk menumbuhkan mikroorganisme dipermukaan sehingga membentuk koloni yang dapat dilihat, dihitung, dan diisolasi.Adapun beberapa media yang dapat digunakan untuk membiakkan bakter, yaitu Nutrient Agar (NA), Blood Agar Plate (BAP), Salmonella Shigella Agar (SS), Mac Conkey Agar Plate (MAC), dan Plate Count Agar (PCA). 36,37,38,39,40

2.5.1 Nutrient Agar (NA)

(43)

Agar (NA) merupakan suatu media yang mengandung sumber nitrogen dalam jumlah cukup yang dapat digunakan untuk budidaya bakteri dan untuk penghitungan mikroorganisme dalam air, limbah, kotoran dan bahan lainnya. Komposisi Formula ini tergolong relatif simpel untuk menyediakan nutrisi-nutrisi yang dibutuhkan oleh sejumlah besar mikroorganisme.41,42

Pada Nutrient Agar (NA), ekstrak daging sapi dan peptone digunakan sebagai bahan dasar karena merupakan sumber protein, nitrogen, vitamin, serta karbohidrat yang sangat dibutuhkan oleh mikroorganisme untuk tumbuh dan berkembang. Ekstrak daging sapi mengandung senyawa-senyawa yang larut di dalam air termasuk karbohidrat, vitamin, nitrogen organik dan juga garam. Peptone merupakan sumber utama dari nitrogen organik, yang sebagian merupakan asam amino dan peptida rantai panjang. Dalam hal ini agar digunakan sebagai bahan pemadat, karena sifatnya yang mudah membeku dan mengandung karbohidrat sehingga tidak mudah diuraikan oleh mikroorganisme. Media Nutrient Agar (NA) merupakan suatu media berwarna coklat muda yang memiliki konsistensi yang padat dimana media ini berasal dari sintetik dan memiliki kegunaan sebagai media untuk menumbuhkan bakteri.41,42 Di Indonesia sendiri, Nutrient Agar (NA) sudah banyak dipakai oleh industri khususnya industri produk susu dan juga di pengolahan air dan limbah pabrik. Tidak semua bakteri dapat dibiakkan pada media ini karena media ini hanya mengisolasi bakteri antraks dan stafilokokus.41,43

(44)

Gambar 2.9 Nutrient Agar (NA)43

2.5.2 Blood Agar Plate (BAP)

(45)

Gambar 2.10 Blood Agar Plate (BAP)46

Ada tiga jenis hemolisis yaitu beta hemolisis, alfa hemolisis, dan gamma hemolisis. Beta hemolisis merupakan lisis lengkap sel darah merah dan hemoglobin. Alfa hemolisis mengacu pada lisis parsial/lisis sebagian dari sel darah merah dan hemoglobin. Hal ini menghasilkan perubahan warna disekitar menjadi abu-abu kehijauan. Gamma hemolisis yaitu tidak terjadi hemolisis dimana tidak ada perubahan warna dalam media.47

(46)

Prosedur pembuatan media Blood Agar adalah dengan menimbang bubuk Blood Agar sesuai dengan petunjuk pabrik dimasukkan ke dalam erlenmayer kemudian ditambahkan air dan dipanaskan sampai mendidih kemudian mulut tabung disumbat dengan kapas, lalu ditutup dengan kertas disterilkan ke dalam autoklaf pada suhu 1210 C selama 15 menit. Setelah keluar dari autoklaf dibiarkan dingin selama 45 menit atau hangat kemudian ditambahkan darah 5% - 8% kemudian dituang pada cawan petri masing-masing 10 ml kemudian dibiarkan dingin sampai suhunya mencapai 450-500 C.45,46,47

2.5.3 Salmonella Shigella Agar (SS)

Salmonella Shigella Agar (SS) adalah media yang berbentuk padat. Media Salmonella Shigella Agar (SS) merupakan media agar diferensial dan media selektif untuk mengisolasi kuman salmonella sp dan shigella sp dari alat-alat kesehatan, bahan percobaan klinik, makanan atau minuman.49,50

Salmonella Shigella Agar (SS) mengandung ekstrak daging sapi 5 gram, laktosa 10 gram, bile salt 8,5 gram, sodium citrate 8,5 gram, brilliant green 0,33 mg, ferric citrate 1 gram, neutral red 0,025 gram, dan agar 13,5 gram. Media ini tersusun dari beberapa macam bahan yaitu campuran ekstrak daging dan peptone menyediakan kebutuhan nitrogen. Vitamin, mineral, dan asam amino diperlukan untuk pertumbuhan. Campuran bile salt, sodium sitrat, dan brilliant green menghambat bakteri gram positif, sebagian besar bakteri coliform dan pertumbuhan swarming dari proteus sp sehingga kuman salmonella sp dan shigella sp dapat tumbuh dengan baik. Neutral red sebagai indikator. Ferric citrate mendeteksi adanya H2S yang dihasilkan bakteri seperti proteus dan beberapa strain dari salmonella akan

terbentuk koloni dengan titik hitam ditengah. 51,52,53

(47)

Gambar 2.12 Salmonella Shigella Agar (SS)51

2.5.4 Mac Conkey Agar Plate (MAC)

MacConkey Agar Plate (MAC) adalah salah satu jenis media padat yang digunakan untuk identifikasi mikroorganisme. MacConkey Agar Plate (MAC) termasuk dalam media selektif dan diferensial bagi mikroba. Jenis mikroba tertentu akan membentuk koloni dengan ciri tertentu yang khas apabila ditumbuhkan pada media ini.54,55

MacConkey Agar Plate (MAC) merupakan media selektif untuk isolasi dan

identifikasi bakteri gram negatif. Media ini digunakan untuk membedakan bakteri yang memfermentasi laktosa dan yang tidak memfermentasi laktosa.55,56,57

Media ini mengadung laktosa, garam empedu, dan neutral red sebagai indikator warna. Media ini akan menghambat pertumbuhan bakteri gram positif dengan adanya garam empedu yang akan membentuk kristal violet. Bakteri gram negatif yang tumbuh dapat dibedakan dalam kemampuannya memfermentasikan laktosa. Koloni bakteri yang memfermentasikan laktosa berwarna merah bata dan dapat dikelilingi oleh endapan garam empedu. Endapan ini disebabkan oleh penguraian laktosa menjadi asam yang akan bereaksi dengan garam empedu.55,56

(48)

koloninya sama dengan warna media. Warna koloni dapat dilihat pada bagian koloni yang terpisah.56,57

Gambar 2.13 MacConkey Agar Plate (MAC)55

2.5.5 Plate Count Agar (PCA)

Mikroorganisme dapat hidup dimana saja seperti air, udara, darat, termasuk di makanan. Pada beberapa kondisi, jumlah mikroorganisme harus dibatasi, seperti mikroorganisme pada saluran pembuangan limbah dan juga mikroorganisme pada makanan atau produk susu jumlahnya harus mengikuti standar-standar yang sudah ditetapkan. Untuk menghitung jumlah mikroorganisme tersebut biasanya sampel dari makanan atau produk susu atau dari air limbah tersebut di uji menggunakan media Plate Count Agar (PCA) dengan metode Total Plate Count (TPC).37,38

(49)

Goldstein pada tahun 1953 atas permintaan dari American Public Health Association (APHA).38,39,40,58,59

Penggunaan Plate Count Agar (PCA) sebagai media untuk menghitung jumlah total dari bakteri sudah dilakukan sejak lama. Sekarang industri-industri seperti makanan, produk susu dan juga pengolahan limbah sudah menerapkan perhitungan jumlah total bakteri pada sampel mereka sesuai dengan standar yang ada menggunakan Plate Count Agar (PCA). Plate Count Agar (PCA) dibuat dengan melarutkan semua bahan hingga membentuk suspensi 23,5 g/L kemudian disterilisasi pada autoklaf.36,37,38,39,58

Komposisi Plate Count Agar (PCA) dapat bervariasi, tetapi biasanya mengandung : 0,5% trypton, 0,25% ekstrak ragi, 0,1% glukosa, 1,5% agar-agar. Plate Count Agar (PCA) mengandung glukosa dan ekstrak ragi yang digunakan untuk menumbuhkan semua jenis bakteri. Plate Count Agar (PCA) mengandung nutrisi yang disediakan oleh trypton, vitamin dari ekstrak ragi, dan glukosa yang digunakan sebagai sumber energi bagi mikroorganisme sehingga mendukung pertumbuhan dari bakteri. Plate Count Agar (PCA) bukan merupakan media selektif karena media ini tidak hanya ditumbuhi oleh satu jenis mikroorganisme tertentu.35,36,37,38,39,40,41

Pembuatan media Plate Count Agar (PCA) dapat dilakukan dengan mencampurkan 23,5g ke dalam 1L air suling, kemudian dipanaskan sampai mendidih untuk melarutkan media sepenuhnya. Serta mensterilkannya menggunakan autoklaf pada suhu dan waktu yang ditetapkan yaitu pada suhu 1210C selama 15 menit. Media yang akan di inokulasi dengan mikroorganisme tentu sebelum memadat harus didinginkan terlebih dahulu disuhu ruangan sampai 47-50oC. Jika media terlalu panas, mikroorganisme yang akan ditumbuhkan akan mati.39,40,58.59 Setelah media menjadi padat dan sudah steril, media dibiarkan terbuka terkena udara selama 15 menit untuk di inokulasi dengan mikroorganisme.60

(50)

untuk memurnikan, mengidentifikasi, meremajakan, dan menyimpan mikroorganisme.58,59

Gambar 2.14 Plate Count Agar (PCA)36

2.6 Total Plate Count (TPC)

Cara pengukuran yang paling akurat untuk menghitung jumlah mikroorganisme yang hidup pada media menggunakan metode Total Plate Count (TPC).61 Metode Total Plate Count (TPC) adalah metode yang digunakan dalam menghitung jumlah bakteri pada sampel yang akan di uji. Jumlah mikroorganisme pada sampel yang diperoleh dengan metode ini merupakan gambaran populasi. Tidak semua mikroorganisme dapat tumbuh dalam media agar dan kondisi inkubasi yang diterapkan. Jumlah mikroorganisme yang dapat tumbuh (membentuk koloni) hanya berasal dari mikroorganisme yang dapat tumbuh pada kondisi yang ditetapkan (misalnya jenis media, ketersediaan oksigen, suhu, dan lama inkubasi) karena mikroorganisme lain yang terdapat pada sampel uji tidak dapat tumbuh atau bahkan menjadi mati.37,61,62

(51)

berkembang biak dengan sangat lambat. Pada cawan petri dengan ukuran yang standar mengandung 25 hingga 250 unit koloni. Apabila jumlah mikroorganisme kurang dari 25 unit koloni pada sampel, maka mikroorganisme dapat diinkubasi hingga koloni tersebut berkembang biak.61,62,63

Metode penghitungan ini merupakan analisis untuk menguji cemaran mikroorganisme dengan menggunakan metode pengenceran. Dalam hal ini membutuhkan kemampuan melakukan pengenceran dan mencawankan hasil pengenceran. Metode ini dilakukan dengan mengencerkan media ke dalam 9 ml Buffered Peptone Water (BPW) pada tabung reaksi. Buffered Peptone Water (BPW) adalah larutan pengencer dimana merupakan larutan yang digunakan untuk mengencerkan media. Pengenceran adalah melarutkan atau melepaskan mikroorganisme dari substratnya ke dalam air sehingga lebih mudah penanganannya. Pengenceran biasanya dilakukan 1:10, 1:100, 1:1000, dan seterusnya. Tujuan pengenceran yaitu untuk memperkecil atau mengurangi kepadatan bakteri yang ditanam sehingga membantu untuk mempermudah perhitungan jumlah mikroorganisme. Media yang sudah dilakukan pengenceran dimasukkan ke dalam cawan petri. Cawan petri tersebut kemudian diinkubasi dan kemudian dihitung jumlah koloni yang terbentuk dengan menggunakan colony counter.62,63

Koloni yang nampak pada biakan tidak selalu berasal dari satu sel mikroorganisme, tetapi dapat berasal dari sekelompok mikroorganisme. Jumlah mikroorganisme yang diperoleh dengan metode ini merupakan prakiraan. Jumlah koloni yang diperoleh dinyatakan dengan Colony Forming Unit (CFU).37,61,62,63

2.7 Kamar Bedah Rumah Sakit

(52)

optimalisasi hasil serta kontribusi positif tersebut, harus dapat diupayakan masuknya upaya kesehatan sebagai asas pokok program pembangunan sosial.64

Kamar bedah rumah sakit merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam penyelenggaraan pelayanan medik di sarana pelayanan kesehatan. Kamar bedah adalah suatu unit khusus di rumah sakit yang berfungsi sebagai daerah pelayanan kritis yang mengutamakan aspek hirarki zonasi sterilitas, sebagai tempat melakukan tindakan pembedahan secara elektif maupun akut, yang membutuhkan kondisi steril dan kondisi khusus lainnya.64

Kamar bedah digunakan sebagai ruang untuk melakukan tindakan operasi dan atau pembedahan. Luas ruangan harus cukup untuk memungkinkan petugas bergerak sekeliling peralatan operasi/bedah. Kamar bedah harus dirancang dengan faktor keselamatan yang tinggi. Oleh karena itu, kegagalan dalam pembedahan jangan sampai disebabkan oleh faktor perencanaan dan perancangan fisik bangunan dan utilitasnya yang tidak memenuhi persyaratan teknis.64

2.8 Sistem Ventilasi Kamar Bedah

Bangunan rumah sakit merupakan fasilitas kesehatan yang membutuhkan perhatian sangat khusus dalam perencanaan, pembangunan, pengoperasian dan pemeliharaannya terutama pada prasarana instalasi tata udara. Rumah sakit adalah tempat dimana orang sakit (dengan bermacam-macam penyakit) didiagnosa, diterapi, dirawat dan dilakukan tindakan medik. Tindakan medik ini dimulai dari pemeriksaan biasa, pemeriksaan laboratorium, tindakan pembedahan ringan, tindakan pembedahan berat dan sebagainya. Pasien datang dengan beragam penyakit dan masalah kesehatan. Dengan kondisi tersebut, faktor-faktor yang membedakan rumah sakit dengan bangunan gedung biasa terletak pada peralatan dan instalasi tata udaranya, berarti membutuhkan pengkondisian yang terus menerus dilakukan oleh sistem tata udara.65

(53)

maka pengaturan temperatur dan kelembaban udara dalam ruangan secara keseluruhan perlu mendapatkan perhatian khusus.65

Untuk mencegah berkembang biak dan tumbuh suburnya mikroorganisme tersebut terutama di ruangan-ruangan khusus seperti ruang operasi dan ruang lainnya diperlukan pengaturan:65

1. Temperatur

2. Kelembaban udara relatif

3. Kebersihan dengan cara filtrasi udara ventilasinya 4. Tekanan ruangan yang Positif dan Negatif

5. Distribusi udara di dalam ruangan

Mengingat bahwa ada tindakan-tindakan medik yang menginginkan tidak boleh berhentinya sistem udara untuk melindungi pasien dan peralatan medik yang harus selalu dikondisikan oleh sistem udara, maka sistem tata udara harus mempunyai cadangan yang cukup untuk mengantisipasi kerusakan ataupun pada saat dilakukan tindakan pemeliharaan yang diperlukan pada sistem tata udara.65

Rumah sakit adalah bangunan yang penuh dengan sumber penyakit dan sumber infeksi. Bakteri, virus, mikroorganisme yang berada di udara (airborne microorganism), jamur, dan sumber-sumber penyakit lainnya yang dapat menular

merupakan hal yang harus menjadi perhatian pada sistem tata udara. Rumah sakit terdiri dari berbagai ruang dengan fungsi yang berbeda-beda tergantung pada jenis penyakit atau tingkat keparahan pasiennya dan juga tergantung pada perbedaan tindakan medisnya. Perbedaan fungsi tersebut mengakibatkan setiap fungsi ruangan membutuhkan pengkondisian udara yang berbeda-beda tingkat kebersihannya. Sistem tata udara khusus diperlukan untuk menghindarkan penularan penyakit dan memperoleh tingkat kenyamanan termal seperti kondisi temperatur dan kelembaban yang tepat untuk penyakit yang berbeda.65

(54)

udara di beberapa area rumah sakit sebagai parameter untuk pengendalian infeksi dan kenyamanan.65

Sistem harus memberikan udara yang hampir bebas dari debu, bau, kimia dan polutan radioaktif. Dalam beberapa kasus, udara luar berbahaya untuk kondisi pasien yang menderita cardiopulmonary, pernafasan dan paru-paru. Dalam hal demikian, sistem yang memberikan udara selang-seling (intermittent) dari resirkulasi maksimum yang diijinkan perlu dipertimbangkan.65

Aliran udara yang tidak diinginkan antara ruangan dan lantai sering sekali sulit untuk dikontrol, hal tersebut terjadi karena adanya pintu yang terbuka, gerakan petugas dan pasien, perbedaan temperatur, dan efek cerobong. Sementara beberapa faktor ini di luar kendali praktis, efek lain mungkin diminimalkan dengan merancang dan menyeimbangkan sistem udara untuk mencipkana tekanan udara positif atau negatif dalam ruang dan area tertentu. Ruang operasi menunjukkan kondisi yang berlawanan. Ruangan ini membutuhkan udara yang bebas dari kontaminasi, harus bertekanan relatif positif terhadap ruang sebelah atau koridor untuk mencegah aliran udara masuk dari area yang relatif sangat terkontaminasi.65

Aliran udara laminar konsep yang dikembangkan untuk penggunaan industri ruang bersih telah menarik minat dari beberapa otoritas medis. Adanya sistem pendukung baik aliran udara laminar vertikal dan horizontal terpisah dari bangunan, menyulitkan kerja tim bedah. Beberapa otoritas medis tidak menganjurkan aliran udara laminar seperti itu untuk ruang operasi, tetapi mendorong sistem udara yang mirip. Aliran udara laminar di kamar bedah didefinisikan sebagai aliran udara yang secara dominan searah dan tidak terhalang. Pola aliran udara laminar searah biasanya dicapai pada kecepatan 0,46 ± 0,10 m/detik. Sistem udara laminar telah digunakan untuk pengobatan pasien yang sangat rentan terhadap infeksi.65

(55)

Gambar 2.15 Pergerakan udara65

(56)

Gambar 2.16 Gerakan laminar mengurangi mikroorganisme yang menyebar66

Ventilasi di kamar bedah harus pasti merupakan ventilasi tersaring dan terkontrol. Pertukaran udara dan sirkulasi memberikan udara segar dan mencegah pengumpulan gas-gas anestesi dalam ruangan. Disarankan dua puluh lima kali pertukaran udara per jam di kamar bedah. Filter microbial dalam saluran udara pada ruang bedah tidak menghilangkan libah gas-gas anestesi. Filter penyaring udara, praktis hanya menghilangkan partikel-partikel debu. Jika udara pada kamar bedah disirkulasikan, kebutuhan sistem scavenger untuk gas (penghisapan gas) adalah mutlak, terutama untuk menghindari pengumpulan gas anestesi yang merupakan risiko berbahaya untuk kesehatan anggota tim bedah. Kamar bedah menggunakan aliran udara laminair. Tekanan dalam setiap kamar bedah harus lebih besar dari yang berada di koridor-koridor, ruang sub steril dan ruang pencucian tangan (tekanan positif). Tekanan positif diperoleh dengan memasok udara dari diffuser yang terdapat pada langit-langit ke dalam ruangan. udara dikeluarkan melalui return grille yang berada pada ± 20 cm diatas permukaan lantai. Organisme-organisme mikro dalam udara bisa masuk ke dalam ruangan, kecuali tekanan positif dalam ruangan dipertahankan.64

(57)

temperatur dan kelembaban udara. Untuk mendapatkan tingkat temperatur dan kelembaban udara di dalam ruangan dapat dilakukan dengan pengkondisian udara dengan mempertimbangkan :64

1. Fungsi ruang, jumlah pengguna, letak, volume ruang , jenis peralatan, dan penggunaan bahan bangunan.

2. Kemudahan pemeliharaan dan perawatan.

3. Prinsip-prinsip penghematan energi dan kelestarian lingkungan.

Sistem ini mengontrol kelembaban yang dapat menyebabkan terjadinya ledakan. Kelembaban relatif yang harus dipertahankan adalah 45% sampai dengan 60%, dengan tekanan udara positif pada ruang operasi. Temperatur ruangan dipertahankan sekitar 190C sampai 240C. Sekalipun sudah dilengkapi dengan kontrol kelembaban dan temperatur, unit pengkondisian udara bisa menjadi sumber mikroorganisme yang datang melalui filter-filternya. Filter-filter ini harus diganti pada jangka waktu yang tertentu. Saluran udara (ducting) harus dibersihkan secara teratur. Kamar bedah harus dilengkapi dengan sistem aliran laminar ke bawah dengan hembusan udara dari plenum (8 sampai 9 m2). Pada kondisi kerja dengan lampu operasi harus dinyalakan dan adanya tim bedah , suplai udara dan profil hembusan udara dipilih sedemikian rupa sehingga aliran udara tidak lewat melalui setiap sumber kontaminasi sebelum mengalir ke dalam area bedah atau diatas meja instrumen. Penting untuk memilih perletakan lubang ducting udara masuk dan keluar dari sistem ventilasi guna mencegah terkontaminasinya udara buang terisap kembali jika angin meniup dalam arah tertentu.64

2.9 Teknik Aseptik - Antiseptik Di Kamar Bedah

Teknik aseptik kamar bedah adalah tindakan yang dilakukan untuk mencegah terjadinya kontaminasi oleh mikroorganisme pada jaringan atau bahan-bahan dengan cara menghambat atau menghancurkan tumbuhnya organisme dalam jaringan. Tujuan penerapan teknik aseptik di kamar bedah yaitu:33

(58)

3. Mencegah timbulnya infeksi luka operasi.

2.9.1 Prinsip Aseptik Dan Antiseptik

Prinsip aseptik dan antiseptik harus selalu dilaksanakan secara terus menerus oleh anggota tim kamar bedah dan segera bertindak jika ada indikasi terjadinya kontaminasi. Dalam upaya menerapkan teknik aseptik dan antiseptik di kamar bedah, harus ditaati beberapa ketentuan sebagai berikut:33

1. Daerah steril harus tegas batasnya. 2. Daerah operasi harus dijaga sterilitasnya.

3. Semua kasus pembedahan harus dijaga dicegah terjadinya kontaminasi. 4. Lingkungan kamar bedah harus selalu dalam keadaan bersih.

5. Tim bedah dan pasien yang ada di kamar bedah tidak menjadi sumber kontaminasi.

Untuk mempertahankan sterilitas kamar bedah harus diperhatikan tiga aspek yang meliputi:33

a) Lingkungan33

Lingkungan kamar bedah harus dalam keadaan bersih dan siap pakai:

1. Alas kaki petugas harus dibedakan untuk kamar bedah, kamar kecil, serta kegiatan di luar kamar bedah.

2. Pintu kamar bedah harus selalu dalam keadaan tertutup serta batasi lalu lintas/keluar masuk petugas.

3. Membuat jadwal pembersihan rutin kamar bedah dan dilaksanakan dengan disiplin dan cermat.

(59)

5. Air yang dipakai harus memenuhi syarat, yaitu bebas kuman dan partikel.

6. Pengontrolan debu.

Untuk mencegah debu berterbangan dan udara luar tidak masuk ke dalam kamar bedah maka:33

a. Tidak boleh meletakkan alat operasi tepat di depan lubang pembuangan udara (return grille).

b. Memasang filter pada sistem ventilasi untuk membatasi masuknya debu.

c. Membersihkan alat dan ruangan secara teratur setiap hari.

b) Petugas33

Semua petugas yang masuk kamar bedah harus memenuhi hal-hal sebagai berikut:

1. Dalam penerapan teknik aseptik hanya tim bedah steril yang boleh berada di daerah steril di kamar bedah,

2. Mentaati batasan tegas tiga area di kamar bedah, 3. Harus memakai baju khusus, topi, dan masker,

4. Ahli anestesi dan perawat sirkuler tidak diperbolehkan melintas di depan tim bedah yang sudah memakai baju steril,

5. Tim bedah steril harus melakukan prosedur pemakaian topi, masker, cuci tangan, pemakaian jas steril dan drapping.

c) Pasien33

(60)

2.9.2 Aseptik - Septik Di Kamar Bedah

Istilah asepsis digunakan untuk menunjukkan suatu usaha atau tindakan yang membuat instrumen-instrumen, semua peralatan dan linen yang berhubungan dengan tindakan operasi bebas dari bakteri, virus, spora, dan fungi. Keadaan inilah yang disebut dengan steril.33

Sebaliknya, istilah septik adalah keadaan dimana bakteri, virus, spora, dan fungi masuk kamar bedah, baik melalui personal, penderita atau alat-alat yang tidak memenuhi syarat seperti alat yang kotor.33

a. Sebelum operasi

Pintu asepsis adalah pintu kebersihan, karena kebersihan termasuk dasar asepsis dan kotor merupakan pintu untuk sepsis. Menurut Sugeng Suryanto, prinsip kamar bedah adalah kebersihan 60%, desinfeksi 20%, dan sterilisasi 20%. Di kamar bedah yang kotor tidak akan mungkin dilakukan operasi yang aseptik, walaupun telah menggunakan obat desinfektan. Kebersihan mulai pada individu sendiri dan kerapian pribadi. Untuk itu perlu diperhatikan pada:33

1. Ruang ganti untuk wanita dan pria, 2. Kamar mandi,

3. Ruang istirahat,

4. Sandal, pakaian, topi dan masker, 5. Instrumen, alat-alat operasi dan linen.

Di ruang ganti wanita dan pria semua harus diatur rapi:33

1. Terdapatnya rak untuk sepatu dari luar yang terpisah dari sandal kamar bedah 2. Terdapatnya rak di mana baju untuk kamar operasi diatur menurut ukuran masing-masing dalam satu set yang terdiri dari hem, celana, kap, dan masker. 3. Baju pribadi dipisahkan dengan baju kamar bedah. Perlu diperhatikan bahwa

(61)

4. Perlu diperhatikan kebersihan kamar mandi. Lantai kamar mandi harus kering dan tidak ada bau. Apabila lantai basah maka membuka pintu kedua untuk bakteri yang akan masuk di kamar mandi.

5. Makanan harus disupply oleh dapur rumah sakit bukan oleh orang yang datang dari luar karena apabila hal tersebut dilakukan maka akan membuka pintu ketiga bakteri yang masuk ke kamar bedah.

6. Apabila sudah masuk kamar bedah maka tidak diperbolehkan berhubungan dengan orang-orang di luar kamar bedah. Kecuali terpaksa harus keluar, maka prosedur mulai pertama ganti baju harus diulang kembali. Apabila lalai, maka pintu keempat terbuka lebar untuk bakteri yang akan masuk ke kamar bedah.

7. Di kamar bedah semua mabel dan peralatan harus serba bersih, bebas dari debu, dan dalam keadaan siap pakai. Hindari meletakkan aksesoris dari meja operasi, tromol steril, dan apa saja di lantai kamar bedah. Semua harus diletakkan di atas trolley, apabila tidak dilakukan makan pintu ke lima untuk bakteri sudah dibuka lebar.

8. Para dokter dan perawat sering duduk di lantai. Meskipun terlihat bersih, lantai adalah tempat paling kotor. Seseorang melepaskan kotoran bila bangun dan akan membuka pintu sepsis yang keenam.

9. Pada waktu operasi hindari gerakan-gerakan yang tidak diperlukan. Menjaga jarak antara steril dengan para ahli bedah. Berbicara seperlunya dan jaga agar pintu-pintu selalu ditutup dengan benar.

10. Semua instrumen, linen operasi, dan alat-alat harus dalam keadaan bersih, utuh, steril, dan siap pakai. Baju operasi harus lengkap dengan tali atau kancing yang ditutup rapi, steril dari depan dan belakang. Kain untuk operasi harus lengkap, bersih dan tanpa noda. Instrumen-instrumen diatur rapi per set dalam keadaan bersih dan steril.

b. Setelah operasi

(62)

1. Kamar bedah dibersihkan setelah operasi, 2. Kamar bedah dibersihkan sehari setelah operasi, 3. Membersihkan kamar bedah sekali dalam seminggu,

4. Secara teratur melakukan uji mikrobiologi di setiap kamar bedah. Mulai dari meja operasi, meja mayo, meja isntrumen dan pesawat anestesi,

5. Setelah operasi, setiap perawat harus membersihkan bagiannya masing-masing, yaitu:

1. Scrub nurse membersihkan alat-alat operasi.

2. Perawat anestesi membersihkan pesawat anestesi dengan perlengkapannya seperti tube, suction, dan kateter.

3. Perawat sirkulasi membersihkan benang, trolley, dan meja instrumen serta menjaga agar ruang dibersihkan kembali dengan baik.

2.10 Faktor penyebab kecelakaan kerja di kamar bedah

2.10.1 Kondisi tidak aman (unsafe condition)

Berkaitan dengan faktor intern kamar bedah, seperti:33

1. Posisi meja operasi yang tidak ergonomis (kalibrasi tidak rutin). Cauter, C-arm, Laser, dan lain-lain,

2. Instrumen yang tidak komplek (penanganan tidak aman), 3. Sistem ventilasi kamar bedah (tidak baik),

4. Bahan dan limbah yang berbahaya (penanganan tidak aman).

2.10.2 Perilaku tidak aman (unsafe action)

Faktor manusia sendiri. Manusia melakukan tindakan yang berbahaya (tidak aman) disebabkan oleh beberapa hal, diantaranya:33

1. Pengetahuan dan keterampilan tidak sesuai dengan pekerjaannya, 2. Keadaan fisik dan mental yang belum siap, untuk tugas-tugasnya,

3. Tingkah laku dan kebiasaan yang ceroboh, terlalu berani, tanpa memperdulikan petunjuk, instruksi, dan lain-lain,

(63)

2.11 Kerangka Teori

Pasien Tenaga Medis Lingkungan

(64)

2.12 Kerangka Konsep

Infeksi Silang

Kontak Langsung

Kontak Tidak Langsung

Aerosol

(Udara) Percikan Saliva,

Darah, dll

Bakteri Virus Jamur

Plate Count Agar (PCA)

Total Plate Count (TPC)

(65)

BAB 3

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan studi cross sectional yang bertujuan untuk mengidentifikasi bakteri di udara di Departemen Bedah Mulut RSGMP FKG USU

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian

3.2.1 Tempat Penelitian

1. Departemen Bedah Mulut RSGMP FKG USU Medan 2. Laboratorium Mikrobiologi FK USU Medan

3.2.2 Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari dan Februari tahun 2014

3.3 Populasi dan Sampel

3.3.1 Populasi

Populasi pada penelitian ini adalah seluruh bakteri di udara yang terdapat di Departemen Bedah Mulut RSGMP FKG USU.

3.3.2 Sampel

Sampel pada penelitian ini diambil dengan meletakkan 3 buah cawan petri yang berisi media Plate Count Agar (PCA) dan diletakkan dengan ketinggian 10 cm, 115 cm, dan 135 cm dari lantai yang disusun secara vertikal di Departemen Bedah Mulut RSGMP FKG USU, yaitu kamar bedah minor dan ruang kerja mahasiswa kepaniteraan klinik.

Kriteria Inklusi :

Gambar

Gambar 2.1 Morfologi Bakteri15
Gambar 2.2 Jalur Penyebaran Infeksi di Klinik18
Gambar 2.3 Prosedur mencuci tangan29
Gambar 2.5 Masker32
+7

Referensi

Dokumen terkait