• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Stabilitas Lereng Menggunakan Perkuatan Geogrid (Studi Kasus Jalan Medan - Berastagi, Desa Sugo)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Analisis Stabilitas Lereng Menggunakan Perkuatan Geogrid (Studi Kasus Jalan Medan - Berastagi, Desa Sugo)"

Copied!
97
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS STABILITAS LERENG MENGGUNAKAN

PERKUATAN GEOGRID

(Studi Kasus Jalan Medan

Berastagi, Desa Sugo)

TUGAS AKHIR

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi Syarat Untuk Menempuh Ujian

Sarjana Teknik Sipil

Disusun Oleh :

IRO GANDA

05 0404 118

BIDANG STUDI GEOTEKNIK

DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL

FAKULTAS TEKNIK

(2)

ABSTRAK

Kelongsoran tanah merupakan salah satu yang paling sering terjadi pada

bidang Geoteknik akibat meningkatnya tegangan geser suatu massa tanah atau

menurunnya kekuatan geser suatu massa tanah. Dengan kata lain, kekuatan geser dari

suatu massa tanah tidak mampu memikul beban kerja yang terjadi. Gangguan

terhadap stabilitas lereng dapat disebabkan oleh berbagai kegiatan manusia maupun

kondisi alam. Lereng yang tidak stabil sangatlah berbahaya terhadap lingkungan

sekitarnya, oleh sebab itu analisis stabilitas lereng sangat diperlukan. Pada kasus ini

kondisi jalan Medan – Berastagi mengalami kelongsoran hingga badan jalan.

Tujuan studi ini adalah melakukan analisis stabilitas lereng pada kondisi awal

sebelum menggunakan perkuatan geogrid dan sheetpile, analisis stabilitas lereng

setelah perkuatan standart menggunakan Geogrid dan Sheetpile, dan analisis

stabilitas lereng dengan menggunakan perkuatan alternatif dengan menambahkan

beban Counterweight dibelakang Sheet Pile. Adapun metode yang dilakukan untuk

menganalisis perkuatan Sheet pile dan perkuatan Geogrid, digunakan metode

elemen hingga yaitu menggunakan program Plaxis 2D versi 8.2.

Dan pada Tugas Akhir ini didapatkan hasil nilai Safety Faktor pada kondisi

awal sebesar 0,67. Nilai Safety Faktor pada perkuatan standard yang menggunakan

Geogrid dan Sheet Pile sebesar 1.18. Nilai Safety Faktor dengan menggunakan

perkuatan alternatif dengan penambahan Counterweight dibelakang sheet pile

sebesar 1,35. Perhitungan Safety Faktor teraman adalah pada penambahan beban

Counterweight disamping sheet pile. Hingga kemungkinan terjadinya

(3)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur atas pertolongan Tuhan sehingga penulis dapat

menyelesaikan Tugas Akhir ini sebagai syarat utama dalam memperoleh gelar

sarjana Teknik dari Universitas Sumatera Utara dengan judul “Analisis Stabilitas Lereng Menggunakan Perkuatan Geogrid”.

Dengan menyadari sepenuhnya bahwa penyelesaian Tugas Akhir ini tidak

lepas dari bimbingan, bantuan dan dukungan dari banyak pihak, baik moriil maupun

materiil, maka pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih yang

sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Ing. Johannes Tarigan, selaku Ketua Departemen Teknik

Sipil Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Ir. Syahrizal, MT, selaku Sekretaris Departemen Teknik Sipil

Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Prof. Dr. Ir. Roesyanto, M.S.C.E selaku pembimbing Tugas Akhir,

yang telah banyak meluangkan waktu, pikiran dan tenaga dalam memberikan

bimbingan kepada penulis dalam menyelesaikan Tugas Akhir ini.

4. Kepada bapak dan ibu pembanding yang juga selaku penguji, bapak Dr. Ir.

Sofian Asmirza, S. Msc. ,bapak Ir. Rudi Iskandar, ST. MT. , dan ibu Ika Puji

Hastuty, ST. MT.

5. Bapak/Ibu Dosen Pengajar Jurusan Teknik Sipil Universitas Sumatera Utara.

Secara khusus, penulis juga ingin menyampaikan terima kasih yang tulus dan

(4)

1. Kedua orang tua tercinta, A. Sitohang dan T. Manik, atas segala jerih payah,

kasih sayang, dukungan dan doa yang selalu menyertai penulis. Kepada

kakak saya Elfrida Sitohang, SKM , adik-adik saya yang saya sayangi,

Paulus Rob Sugandi. Sitohang, dan David Fetrihot Sitohang, saya ucapkan

terima kasih atas semua dukungan dan doanya.

2. Kepada teman-teman stambuk 2005 dan 2008, Edward JHL, Muhadri P.

NST, Fari Gesit, Tonggo Surbakti, Ronald Kobe. S, Heddy Sianipar, Albert

Rei. M, Aran Gregorius. S, Saur. P, Aswadi, dan juga teman-teman yang lain

yang tidak dapat saya tuliskan satu persatu.

3. Kepada teman – teman diluar dari Teknik Sipil, Rotua. SE, Desmond. S, Benjamin. R, Turbol S, dan teman-teman lain yang tidak dapat saya ucapkan

satu persatu, saya ucapkan terima kasih atas semua dukungan doanya.

4. Semua pihak yang telah turut membantu penulis, yang tidak dapat saya

tuliskan satu persatu, secara langsung maupun tidak langsung, dalam

menyelesaikan tugas akhir ini.

Penulis menyadari bahwa tugas akhir ini jauh dari sempurna, karena

keterbatasan pengetahuan dan kemampuan penulis, untuk itu penulis akan sangat

terbuka terhadap segala saran maupun kritik mengenai Tugas Akhir ini.

Akhirnya, semoga Tugas Akhir ini dapat bermanfaat dan memberikan

sumbangan pengetahuan bagi yang membaca.

Medan, April 2012

(5)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Tujuan ... 3

1.3 Metodologi ... 3

1.4 Pembatasan Masalah ... 4

1.5 Sistematika Penulisan ... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Geogrid ... 5

2.1.1Jenis-jenis Geogrid ... 11

2.1.2Kelebihan Pemakaian Geogrid ... 15

2.1.3Kekurangan Pemakaian Geogrid ... 16

(6)

2.2.1Tanah Bertulang ... 17

2.2.2Prinsip dan Interaksi Tulangan Tanah ... 18

2.3 Akibat Penggunaan Tulangan pada Kekuatan Geser Tanah ... 21

2.3.1 Koefisien Gaya Tampak ... 22

2.3.2 Sudut Geser, Kohesi Tanah dan Tegangan Overburden ... 24

2.4 Bidang Longsor ... 27

2.4.1 Distribusi Tegangan Vertikal ... 28

2.4.2 Distribusi Tegangan Horizontal ... 29

2.4.2.1 Gaya Horisontal yang Ditahan Tulangan ... 30

2.5 Dinding Penahan Tanah ... 31

2.5.1 Definisi Dinding Penahan Tanah ... 32

2.5.2 Jenis Dinding Penahan Tanah ... 33

2.12.2.1 Gravity Walls ... 34

2.12.2.2 In Situ or Embedded Walls ... 35

2.12.2.3 Reinforced Soil Walls ... 37

2.12.2.4 In Situ Reinforcement ... 37

2.6 Tanah ... 37

2.6.1 Kriteria Umum Tanah Timbunan ... 38

2.6.2 Pemadatan Tanah Timbunan ... 40

2.7 Sistem Drainase pada Dinding Penahan Tanah ... 40

2.7.1 Jenis Drainase pada Dinding Penahan Tanah ... 41

2.8 Tekanan Tanah Lateral ... 43

2.8.1 Tekanan Tanah dalam Keadaan Diam (At-Rest) ... 43

(7)

BAB III METODOLOGI ANALISIS

3.1 Pengumpulan dan Interpretasi Data ... 46

3.2 Korelasi Data ... 51

3.3 Analisis Kondisi Lapisan Tanah ... 60

BAB IV ANALISIS DAN PERHITUNGAN

4.1 Kondisi Awal Lereng ... 72

4.2 Analisa Kondisi Lereng Dengan Perkuatan Standart ... 76

4.3 Analisa Kondisi Lereng Dengan Perkuatan Alternatif ... 82

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1Kesimpulan ... 88

5.2Saran ... 89

DAFTAR PUSTAKA

(8)

DAFTAR TABEL

Tabel :

2.1 Faktor-faktor daya dukung Meyerhoff, Brinch Hansen, dan Vesic ... 55

2.2 Faktor bentuk pondasi oleh Vesic ... 57

2.3 Faktor kedalaman pondasi ... 57

2.4 Faktor kemiringan beban (Vesic, 1975) ... 58

2.5 Faktor kemiringan dasar pondasi ... 58

(9)

DAFTAR GAMBAR

Gambar

1.1 Kondisi awal tanah dengan menggunakan beronjong dan kelongsorannya ... 2

1.2 Perencanaan perkuatan tanah menggunakan Geogrid dan Retaing Wall ... 3

2.1 Jenis – jenis Geoteknis ... 8

2.2 Geogrid Uni-Axial ... 13

2.3 Geogrid Bi-Axial ... 14

2.4 Geogri Triax ... 14

2.5 Transfer geser tanah-tulangan ... 18

2.6 Variasi gaya tarik sepanjang tulangan ... 19

2.7 Hubungan linear antara tegangan normal dan tegangan geser ... 22

2.8 Penjelasan kohesi tampak pada peningkatan kekuatan karena tulangan ... 25

2.9 Konsep naiknya confinement tanah bertulang ... 26

2.10 Garis kekuatan untuk pasir dan pasir bertulang ... 26

2.11 Dinding penahan tanah tanpa tulangan ... 28

2.12 Dinding penahan tanah dengan tulangan ... 28

(10)

2.14 Diagram fase tanah ... 38

2.15 Drainase dasar ... 41

2.16 Drainase punggung ... 42

2.17 Sistem drainase inklinasi (inclined drain)dan drainase horisontal ... 42

2.18 Distribusi tekanan tanah dalam keadaan diam pada dinding penahan ... 45

2.19 Grafik hubungan pergerakan dinding penahan dan tekanan tanah ... 45

2.20 Mekanisme kegagalan dinding penahan tanah ... 48

2.21 Gaya yang bekerja pada stabilitas eksternal menggunakan Meyerhoff ... 51

2.22 Zona aktif dan zona penahan dinding penahan ...62

2.23 Bidang-bidang Longsor Potensia ... 63

3.1 Bagan Alir Penelitian ... 66

3.2 Potongan Melintang Pemasangan Geogrid dan Sheetpile ... 67

4.1 Model Penampang Melintang Lereng ... 68

4.2 Tahapan perhitungan dengan Plaxis 2D ... 70

4.3 Kondisi displacement lereng asli ... 70

4.4 Faktor keamanan asli lereng ... 71

4.5 Potongan melintang tipikal perkuatan standar ...72

4.6 Tahapan perhitungan dengan plaxis 2D pada perkuatan standard ... 75

4.7 Kondisi displacement dengan perkuatan standar ... 75

4.8 Kondisi strain pada lereng dengan perkuatan standar ... 76

(11)

4.10 Potongan melintang tipikal perkuatan alternatif ... 78

4.11 Data parameter tanah counterweight ... 79

4.12 Potongan melintang tipikal perkuatan alternatif ... 79

4.13 Pembentukan mesh ... 80

4.14 Kondisi air tanah model ... 81

4.15 Tahapan perhitungan Plaxis 2D pada perkuatan alternatif ... 81

4.16 Total dispacements pada perkuatan alternatif ... 82

4.17 Shear Strains pada perkuatan alternatif ... 82

(12)

ABSTRAK

Kelongsoran tanah merupakan salah satu yang paling sering terjadi pada

bidang Geoteknik akibat meningkatnya tegangan geser suatu massa tanah atau

menurunnya kekuatan geser suatu massa tanah. Dengan kata lain, kekuatan geser dari

suatu massa tanah tidak mampu memikul beban kerja yang terjadi. Gangguan

terhadap stabilitas lereng dapat disebabkan oleh berbagai kegiatan manusia maupun

kondisi alam. Lereng yang tidak stabil sangatlah berbahaya terhadap lingkungan

sekitarnya, oleh sebab itu analisis stabilitas lereng sangat diperlukan. Pada kasus ini

kondisi jalan Medan – Berastagi mengalami kelongsoran hingga badan jalan.

Tujuan studi ini adalah melakukan analisis stabilitas lereng pada kondisi awal

sebelum menggunakan perkuatan geogrid dan sheetpile, analisis stabilitas lereng

setelah perkuatan standart menggunakan Geogrid dan Sheetpile, dan analisis

stabilitas lereng dengan menggunakan perkuatan alternatif dengan menambahkan

beban Counterweight dibelakang Sheet Pile. Adapun metode yang dilakukan untuk

menganalisis perkuatan Sheet pile dan perkuatan Geogrid, digunakan metode

elemen hingga yaitu menggunakan program Plaxis 2D versi 8.2.

Dan pada Tugas Akhir ini didapatkan hasil nilai Safety Faktor pada kondisi

awal sebesar 0,67. Nilai Safety Faktor pada perkuatan standard yang menggunakan

Geogrid dan Sheet Pile sebesar 1.18. Nilai Safety Faktor dengan menggunakan

perkuatan alternatif dengan penambahan Counterweight dibelakang sheet pile

sebesar 1,35. Perhitungan Safety Faktor teraman adalah pada penambahan beban

Counterweight disamping sheet pile. Hingga kemungkinan terjadinya

(13)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Umum

Tanah adalah gabungan dari partikel partikel padat, air, dan udara. Ketika tanah

berada di bawah muka air tanah (tidak ada udara), maka tanah tersebut dalam

keadaan saturated.

Ukuran partikel pada tanah bervariasi, dan dengan adanya variasi itu tanah

dapat dikategorikan dalam beberapa bagian. Tanah dengan partikel besar (pasir dan

kerikil) dikategorikan dalam tanah tidak kohesif.

Dengan kata lain, air tidak hanya mengisi ruang pori antar partikel tanah, tetapi

dapat mengalir melalui partikel tanah juga. Fakta bahwa air mengalir menurun

ketempat yang lebih rendah berdasarkan gaya grafitasi juga terjadi di rongga tanah.

Property pada tanah berkaitan dengan kemampuan air untuk mengalir melalui ruang

pori atau yang biasa disebut permeability. Semakin kecil ukuran partikel, semakin

rendah permeabilitas pada tanah.

Dalam kasus tanah tidak kohesif, ukuran partikel yang relatif besar

memungkinkan air cepat keluar dari bawah beban, dan penurunan biasa terjadi

sangat cepat. Tetapi jika tanah kohesif dengan partikel yang kecil, gerakan air bisa

sangat lambat. Terkadang dalam beberapa bulan atau sampai beberapa tahun.

Bangunan yang dibangun diatas tanah kohesif tidak memiliki permasalahan pada

awalnya tetapi seiring pertambahan waktu penurunan dapat terjadi secara signifikan,

mengakibatkan kerusakan struktur yang serius dan memerlukan perbaikan yang

(14)

Kelongsoran tanah merupakan salah satu yang paling sering terjadi pada

bidang Geoteknik akibat meningkatnya tegangan geser suatu massa tanah atau

menurunnya kekuatan geser suatu massa tanah. Dengan kata lain, kekuatan geser

darisuatu massa tanah tidak mampu memikul beban kerja yang terjadi. Pada kasus ini

kondisi jalan Medan – Berastagi mengalami kelongsoran hingga badan jalan

mengalami kelongsoran.

Pada Tugas Akhir ini metode yang dilakukan untuk mengatasi masalah ini adalah

dengan menggunakan perkuatan Sheet pile dan menggunakan perkuatan Geogrid.

Dalam kasus ini kondisi tanah mengalami kelongsoran yang cukup besar, yang

mengakibatkan kelongsoran hingga badan jalan. Oleh sebab itu timbunan tanah yang

akan digunakan akan dilapisi dengan Geogrid. Dimana geogrid akan diletakkan

disetiap timbunan yang akan dilakukan secara bertahap.

Gambar 1.1 Kondisi awal tanah dengan menggunakan beronjong dan

(15)

Gambar 1.2 Perencanaan perkuatan tanah menggunakan Geogrid dan Retaing Wall.

1.2 Tujuan

Adapun tujuan dari penulis pada Tugas Akhir ini adalah :

1. Analisis stabilitas lereng pada kondisi awal sebelum menggunakan perkuatan

geogrid dan sheetpile.

2. Analisis stabilitas lereng setelah perkuatan standart menggunakan Geogrid dan

Sheetpile.

3. Analisis stabilitas lereng dengan menggunakan perkuatan alternatif dengan

menambahkan beban Counterweight disamping Sheet Pile.

1.3 Metodologi

Metodologi yang digunakan dalam penyusunan tugas akhir ini antara lain sebagai

berikut :

1. Pengumpulan dan pengolahan data lapangan.

(16)

3. Menganalisis parameter tanah pada lokasi.

4. Melakukan perhitungan analisis pada proyek pengerjaan baik secara perkuatan

standart maupun perkuatan alternatif.

1.4 Pembatasan Masalah

Pada penulisan tugas akhir, ruang lingkup dari pembahasan yang akan dilakukan

meliputi hal-hal sebagai berikut :

1. Memilih lokasi penyelidikan tanah yang dianalisis.

2. Beban berjalan yang digunakan sesuai beban sumbu pada kendaraan yang

melalui kelas jalan.

3. Analisis kelongsoran sebelum proyek pengerjaan tidak diperhitungkan.

4. Dalam Tugas Akhir ini tidak dilakukan pengerjaan secara analitis.

1.5 Sistematika Penulisan

Penulisan laporan tugas akhir ini terdiri dari lima bab.

 Pada bab I menjelaskan latar belakang, maksud dan tujuan, ruang lingkup,

metodologi, dan sistematika penulisan.

 Pada bab II dibahas tentang dasar teori yang berhubungan perkuatan tanah

menggunakan Geogrid dan Sheet Pile.

 Pada bab III menguraikan hasil analisis dari metode yang dipergunakan dan

perhitungan-perhitungan terkait untuk pekerjaan penyelidikan tanah.

 Pada bab IV berisi mengenai perhitungan analisa data.

(17)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. GEOGRID

Istilah Geosintetik berasal dari kata geo, yang berarti bumi atau dalam dunia

teknik sipil diartikan sebagai tanah pada umumnya, dan kata synthetic yang berarti

bahan buatan, dalam hal ini adalah bahan polimer. Bahan dasar geosintetik

merupakan hasil polimerisasi dari industri-industri kimia/minyak bumi (Suryolelono,

1988) dengan sifat-sifat yang tahan terhadap senyawa-senyawa kimia, pelapukan,

keausan, sinar ultra violet dan mikro organisme. Polimer utama yang digunakan

untuk pembuatan geosintetik adalah Polyester (PS), Polyamide (PM), Polypropylene

(PP) dan Polyethylene (PE). Jadi istilah geosintetik secara umum didefinisikan

sebagai bahan polimer yang diaplikasikan di tanah.

Geotekstil adalah lembaran sintesis yang tipis, fleksibel, permeable yang

digunakan untuk stabilisasi dan perbaikan tanah dikaitkan dengan pekerjaan teknik

sipil. Pemanfaatan geotekstil merupakan cara modern dalam usaha untuk perkuatan

tanah lunak.

Beberapa fungi dari geotekstil yaitu: 1. Untuk perkuatan tanah lunak.

2. Untuk konstruksi teknik sipil yang mempunyai umur rencana cukup lama dan

mendukung beban yang besar seperti jalan rel dan dinding penahan tanah.

3. Sebagai lapangan pemisah, penyaring, drainase dan sebagai lapisan

pelindung.

(18)

1. Timbunan tanah diatas tanah lunak

2. Timbunan diatas pondasi tiang

3. Timbunan diatas tanah yang rawan subsidence

Timbunan Tanah Diatas Tanah Lunak

Pada hakekatnya, timbunan diatas tanah lunak merupakan masalah daya

dukung. Pertimbangan lain adalah bahwa stabilitas timbunan kritis pada akhir

konstruksi. Hal ini dikarenakan permeabilitas tanah lempung lunak yang tidak

memungkinkan pengaliran dan konsolidasi pada masa konstruksi. Pada akhir

konstruksi, beban telah diterapkan, tetapi tidak ada peningkatan kuat geser tanah

akibat konsolidasi.

Sesudah konsolidasi terjadi, peningkatan kuat geser umumnya

menghilangkan perlunya perkuatan geotextile untuk menambah stabilitas. Untuk

memperoleh peningkatan kuat geser, tinggi timbunan harus sedemikian sehingga

pada awal kosntruksi mengakibatkan tegangan vertikal yang melewati tegangan

pra-konsolidasinya.

Jadi peranan geotextile adalah mempertahankan stabilitas sampai tanah lunak

terkonsolidasi (kuat geser meningkat berarti) sampai saat dapat memikul beban

timbunan itu sendiri.

Keuntungan yang dapat diambil dari penggunaan geotekstil perkuatan tanah

lunak adalah Konstruksi sederhana sehingga mudah untuk dilaksanakan, menghemat

waktu pelaksanaan, menghemat biaya konstruksi. Sedangkan kerugian dari

(19)

Tetapi hal ini dapat diatasi dengan penutupan berupa pasangan batu kali ataupun

dengan bahan lainya.

Geogrid adalah Perkuatan sistem anyaman.Geogrid berupa lembaran

berongga dari bahan polymer. Pada umumnya sistem serat tikar banyak digunakan

untuk memperkuat badan timbunan pada jalan, lereng atau tanggul dan dinding

tegak. Mekanisme kekuatan perkuatan dapat meningkatkan kuat geser.

Pembangunan jalan diatas tanah lunak dengan metode:

1. Penggunaan cerucuk kayu yang berfungsi sebagai settlement reducer, yang

walaupun memiliki kelemahan keterbatasan umur material namun telah

terbukti dan diterima sebagai suatu sistem.

2. Penggunaan sistem Geotextile bagian dari tanah soil reinforcement untuk

menaklukkan kuat geser.

3. Penggunaan sistem Cakar ayam yang dikombinasikan dengan geotextile

diatas tanah lunak.

4. Menggunakan cerucuk matras beton dengan komponen cerucuk dan matras

dimana setiap unit pelat matras masing-masing berada disebuat titik/cerucut.

5. Penggunaan bahan expandsed Polysstyrene yang yang mempunyai berat jenis

sangat rendah untuk konstruksi timbunan jalan raya, maupun sebagai lapisan

pendukung fondasi diatas tanah lunak sehingga memperkecil tegangan yang

bekerja.

Menurut struktur dan fungsinya, geosintetik diklasifikasikan atas :

• Geotekstil

(20)

• Geonet

• Geosintetik clay liner

• Geokomposit • Geopipe

Teknologi Geosinteik telah berkembang menjadi salah satu pionir dalam hal

perkuatan tanah maupun timbunan di belakang dinding penahan. Karena dalam

prateknya, dinding penahan tanah banyak mengalami kegagalan seperti rendahnya

daya dukung tanah dasar, penurunan yang terlalu besar dalam jangka waktu lama,

kelongsoran dan gelincir serta sampai permasalahan akibat air tanah pada timbunan

di belakang dinding. Material geosintetik telah banyak digunakan untuk mengatasi

persoalan-persoalan tersebut. Salah satu kelebihannya adalah sifatnya yang fleksibel

sehingga memberikan ketahanan yang cukup terhadap beban-beban yang

ditanggungnya.

(21)

Fungsi utama dari geosintetik adalah :

1. Filtrasi

Dengan adanya fungsi ini, air atau cairan dapat dengan mudah melewati material

geosintetik pada arah yang tegak lurus dengan bidang geosintetik tersebut, namun

butiran-butiran tanah tidak lolos. Geosintetik juga mencegah berpindahnya tanah

ke agregat drainase atau pipa saluran, ketika dilakukan pengaturan aliran air pada

tanah.

2. Drainase

Geosintetik digunakan sebagai media untuk pengaliran air searah bidang

geosintetik dengan membiarkan air mengalir melalui tanah yang mempunyai

permeability rendah. Untuk itu, diperlukan adanya koefisien transmissivity

(pengaliran searah bidang) yang cukup besar.

3. Pemisah

Geosintetik juga berfungsi untuk memisahkan dua jenis material/agregat yang

berbeda dalam karakteristik dan ukurannya misalnya antara material timbunan

dengan tanah dasar yang lunak. Melalui fungsi separasi ini, diharapkan properti

dan karakteristik material timbunan akan tetap terjaga.

4. Perkuatan

Material geosintetik menambah kuat tarik pada matriks tanah sehingga

menghasilkan material tanah yang lebih baik. Mengingat tanah mempunyai

kemampuan yang baik terhadap tekan dan lemah terhadap gaya tarik, pemakaian

geosintetik akan berperan memikul gaya tarik yang harus dipikul tanah.

(22)

Geosintetik berguna untuk menghalangi aliran cairan atau gas dari satu lokasi ke

lokasi lainnya. Aplikasi ini didapat dalam overlay perkerasan aspal, pembungkus

tanah kembang-susut dan tempat pengendalian sampah.

6. Proteksi

Umumnya fungsi geosintetik jenis ini diperlukan untuk melindungi suatu material

lain atau lapisan dari kerusakan akibat tusukan benda-benda tajam. Jenis lapisan

yang umumnya perlu dilindungi adalah geomembran yang merupakan material

kedap air. Geogrid mempunyai konfigurasi berupa grid, yaitu mempunyai lubang

yang cukup besar di antara rusuk-rusuknya. Mempunyai tegangan kecil dan hanya

meregang 1% di bawah beban. Kekuatannya melebihi geotekstil biasa, dan fungsi

khususnya adalah memperkuat dan menahan tarik. Penggunaan Geogrid pada

konstruksinya dapat diberikan lebih dari satu lapis sesuai kebutuhan dan hasil dari

perencanaan. Tiap lapisan Geogrid memikul beban berupa tanah di atasnya.

Dengan beban di atas tanah, tanah menahan tekan yang diberikan beban, Geogrid

menahan tarik, seperti pada tulangan yang diberikan pada bangunan. Beton

menahan tekan dan baja menahan tarik.

Geogrid merupakan pengembangan dari teknologi Geosintetik yang dikenal

dengan nama Geotextile. Geogrid sendiri adalah inovasi yang dibuat untuk menutupi

kekurangan pada Geotextile. Terutama masalah kekakuan bahan dan mekanisme

perkuatan. Suatu hal yang tidak dimiliki Geotextile, namun Geogrid dapat

menyediakannya. Sebagai gambaran, terkait dengan kekakuan bahan, Geogrid

(23)

2.1.1 Jenis Geogrid

Geogrid dapat dibedakan berdasarkan arah penarikannya yakni:

Geogrid adalah salah satu jenis material Geosintetik yang mempunyai bukaan

yang cukup besar dan kekakuan badan yang lebih baik dibanding Geotextile.

Material dasar Geogrid bisa berupa :

Polyphropylene

Polyethylene

Polyesther

Atau material polimer yang lain

Berdasarkan bentuk bukaannya (Aperture), maka Geogrid bisa dibagi menjadi :

1. Geogrid Uniaxial adalah Geogrid yang mempunyai bentuk bukaan tunggal dalam satu segmen (ruas)

2. Geogrid Biaxial adalah Geogrid yang mempunyai bukaan berbentuk persegi.

3. Geogrid Triax adalah Geogrid yang mempunyai bukaan berbentuk segitiga.

Fungsi Geogrid

Secara umum Geogrid adalah bahan Geosintetik yang berfungsi sebagai Perkuatan (reinforcement) dan Stabilisasi (stabilization), dengan penjelasan detailnya sebagai berikut :

1. Geogrid Uniaxial

Berfungsi sebagai material perkuatan pada system konstruksi dinding penahan

(24)

2. Geogrid Biaxial

Berfungsi sebagai stabilisasi tanah dasar. Seperti pada tanah dasar lunak (soft clay maupun tanah gambut). Metode kerjanya adalah interlocking, artinya mengunci agregat yang ada diatas Geogrid sehingga lapisan agregat tersebut lebih kaku, dan mudah dilakukan pemadatan.

3. Geogrid Triax

Fungsinya sama dengan Biaxial sebagai material stabilisasi tanah dasar lunak, hanya saja performanya lebih baik. Hal ini disebabkan bentuk bukaan segitiga lebih kaku sehingga penyebaran beban menjadi lebih merata.

1. Geogrid Uni Axial

Uni-axial Geogrids adalah lembaran massif dengan celah yang memanjang

dengan bahan dasar HDPE (High Density Polyethelene), banyak digunakan di

Indonesia untuk perkuatan tanah pada DPT (dinding penahan tanah) dan untuk

memperbaiki lereng yang longsor dengan menggunakan tanah setempat/bekas

longsoran. Material ini memilki kuat tarik 40 kN/m hingga 190 kN/m. Geogrid

jenis ini biasanya dipakai untuk perkuatan dinding penahan tanah dan perbaikan

lereng yang longsor.

Geogrid Uni Axial berfungsi sebagai material perkuatan pada sistem konstruksi

dinding penahan tanah (Retaining Wall) dan perkuatan lereng (Slope

(25)

Gambar 2.2 Geogrid Uni-Axial

2. Geogrid Bi-Axial

Bi-axial Geogrids dari bahan dasar polypropylene (PP) dan banyak digunakan di

Indonesia sebagai bahan untuk meningkatkan tanah dasar lunak (CBR < 1%).

Bi-axial Geogrid adalah lembaran berbentuk lubang bujursangkar di mana dengan

struktur lubang bujursangkar ini partikel tanah timbunan akan saling terkunci dan

kuat geser tanah akan naik dengan mekanisme penguncian ini. Kuat tarik bervariasi

antara 20 kN/m – 40 kN/m. Keunggulan Geogrid Bi-Axial ini antara lain :  Kuat tarik yang bervariasi

 Kuat tarik tinggi pada regangan yang kecil

 Tahan terhadap sinar ultra violet

 Tahan terhadap rekasi kimia tanah vulkanik dan tropis

 Tahan hingga 120 tahun

Geogrid Bi-Axial berfungsi sebagai stabilisasi tanah dasar. Seperti pada tanah dasar

lunak (soft clay maupun tanah gambut). Metode kerjanya adalah interlocking, artinya

mengunci agregat yang ada di atas Geogrid sehingga lapisan agregat tersebut lebih

(26)

Gambar 2.3 Geogrid Bi-Axial

3. Geogrid Triax

Fungsinya sama dengan Biaxial sebagai material stabilisasi tanah dasar lunak, hanya

saja performance nya lebih baik. Hal ini disebabkan bentuk bukaan segitiga lebih

kaku sehingga penyebaran beban menjadi lebih merata.

Gambar 2.4 Geogrid Triax

2.1.2 Kelebihan Pemakaian Geogrid 1. Kekuatan tarik yang tinggi,

2. Pelaksanaan yang cepat,

3. Memungkinkan penggunaan material setempat,

4. Pemasangan yang mudah dan dapat membangun lebih tinggi dan tegak,

5. Tambahan PVC sebagai pelindung terhadap ultraviolet,

6. Pemasangan dan harga geogrid murah dibandingkan beton.

(27)

8. Tidak mempunyai resiko yang besar jika terjadi deformasi struktur, dan

9. Tipe elemen penutup lapisan luar dinding penahan dapat dibuat dalam bentuk

yang bermacam-macam, sehingga memungkinkan untuk menciptakan

permukaan dinding yang mempunyai nilai estetika.

10. Biasanya perbaikan tanah dengan perkuatan dilakukan secara horisontal artinya

digelar karena lebih mudah pelaksanaannya ketimbang arah tegak vertikal.

Perkuatan horizontal dapat menerima beban tekan dari permukaan atau tarik dari

arah horizontal. Sedangkan perbaikan tanah arah vertikal lebih utama menerima

beban vertikal dari permukaannya tanpa mempu menerima beban horisontal.

2.1.3 Kekurangan Pemakaian Geogrid

Geogrid tanpa PVC akan mengalami penurunan tingkat kemampuan penahan

gaya tarik. Karena bahan Geogrid sangat peka terhadap naik turunnya temperatur

udara, dimana pemuaian akan sangat mudah terjadi terhadap bahan geogrid pada saat

mendapatkan temperature tinggi. Pemuaian akan membuat Geogrid getas, dan

akhirnya akan mengurangi kuat tarik.

2.2 Penulangan Tanah

Pada beton, tulangan yang diberikan pada balok ataupun pelat dalam

perencanaan beton bertulang dapat menahan gaya tarik, sehingga meningkatkan

kekuatan. Gaya luar dalam bentuk momen positif akan dilawan oleh gaya dalam

yang dilakukan oleh tulangan. Beton akan bekerja menahan gaya tekan, tulangan

menahan gaya tarik, sehingga kombinasi antara keduanya akan mampu menahan

(28)

tulangan alamiah oleh akar tanaman dan pohon, yang berkembang menjadi tulangan

buatan yang dipadatkan bersama dengan lapisan tanah di belakang dinding penahan.

Ikatan antara tulangan dan tanah menaikkan kekuatan arah horizontal dan vertikal,

sisi tanah di belakang dinding penahan mampu berdiri tegak, tingginya naik, daya

pikul naik, sehingga secara teoritis, tanah bertulang mampu berdiri sendiri, dan

dalam praktek dinding berfungsi sebagai pelindung permukaan. Jika diperhatikan,

prinsip tanah bertulang hampir sama dengan beton bertulang. Menggabungkan dua

material yang mempunyai sifat berbeda agar membentuk satu kesatuan struktur yang

saling menopang.

Tanah bertulang pada dinding penahan adalah konstruksi material yang terdiri

dari material timbunan friksional dan lembaran perkuatan (tulangan) linear, biasanya

ditempatkan secara horisontal. Sistem tulangan, yang dapat menahan gaya tarik yang

tinggi, menahan deformasi lateral massa tanah yang diperkuat. Struktur perkuatan

tanah bertulang: material timbunan, lembaran perkuatan (tulangan) yang linear,

digabungkan dengan timbunan, membentuk massa tanah bertulang, dan lapisan luar,

yang mempunyai peranan mencegah material timbunan di belakang dinding penahan

dari kelongsoran.

2.2.1 Tanah Bertulang

Tanah bertulang berkembang sejak diperkenalkan oleh seorang arsitek dan

engineer Prancis H. Vidal pada tahun 1963, ditandai dengan : (1) Dinding penahan

tanah pertama yang dibangun di Pragneres, Prancis pada 1965. (2) Kelompok

struktur pertama yang dibangun di proyek jalan raya Roquebrune-Menton, selatan

(29)

permukaan dinding penahan sekitar 6600 square yard dibangun di lereng yang tidak

stabil. (3) Abutment jembatan untuk jalan raya pertama (ketinggian 46 ft) dibangun

Thionville di 1972. (4) Dinding penahan pertama dibangun di Amerika Serikat pada

tahun 1972 pada California State Highway 39 timur laut Los Angeles.

Terbukti, ternyata metode tanah bertulang menawarkan penghematan biaya

yang signifikan jika dibandingkan dengan alternatif lain yang konvensional bagi

kondisi pondasi di tempat tinggi yang sangat sulit. Komponen penyusun suatu

dinding penahan tanah dengan perkuatan adalah : perkuatan atau tulangan, tanah

timbunan atau tanah asli, elemen untuk lapisan luar dinding penahan. Umumnya,

jenis – jenis tulangan yang dipergunakan adalah : strip reinforcement, grid

reinforcement, sheet reinforcement, rod reinforcement with anchor.

2.2.2 Prinsip dan Interaksi Tulangan-Tanah

Pada tanah bertulang, mekanisme transfer tegangan tanah adalah gaya

gesekan antara tanah dan perkuatan. Dengan gaya gesekan ini, tanah mentransfer

tegangan gaya-gaya yang bekerja padanya kepada tulangan-tulangan tersebut.

Pengetahuan tentang transfer tegangan pada tanah bertulang telah berkembang dari

banyak uji gaya cabut (pullout) pada tulangan yang diletakkan pada keadaan yang

sebenarnya atau pada model. Tanah dan tulangan membentuk satu kesatuan struktur

yang saling menopang dan membagi beban agar dapat dipikul bersama-sama.

Transfer geser dapat dilihat pada Gambar 2.5. Beban yang dapat ditransfer per luasan tulangan tergantung pada karakteristik interface tanah dan material tulangan,

(30)

Gambar 2.5 Transfer geser tanah-tulangan

Tegangan normal yang bekerja pada bidang kontak tanah-tulangan masih

bergantung pada sifat sifat tegangan-tegangan tanah, dimana sifat ini juga

dipengaruhi oleh besarnya tegangan yang bekerja. Akibatnya, koefisien geser relatif

antara tanah dan tulangan (μ) tidak dapat langsung ditentukan dengan satu analisis

saja. Karena itu, hasil pengujian seperti uji pullout, uji geser langsung (direct shear

test), uji model yang dilengkapi dengan alat-alat uji, uji struktur skala penuh sering

digunakan sebagai dasar untuk memilih nilai-nilai koefisien geser relatif

tanah-tulangan yang dianggap cocok dengan strukturnya. Analisis keseimbangan lokal dari

bagian tulangan dalam tanah menghasilkan kondisi transfer seperti yang terlihat pada

Gambar 2.6.

dT = T2 –T1 = β b (dl) (2.1)

dimana :

b = lebar tulangan ; l = panjang tulangan ; T = kuat tarik ; = tegangan geser

(31)

Gambar 2.6 Variasi gaya tarik sepanjang tulangan

Jika hanya dihasilkan oleh geser interface, maka :

= μ v (2.2)

dimana :

v = tegangan normal yang bekerja sepanjang tulangan μ = koefisien geser antara

tanah dan tulangan

Koefisien geser interface antara pasir, lanau dan permukaan material

konstruksi yang berbeda dalam uji geser langsung adalah dalam rentang 0.5-0.8 kali

tahanan geser langsung yang dapat disebarkan dalam tanah. Yaitu :

μ = tan δ = (0.5 sampai 0.8) tan ø (2.3)

dimana : δ = sudut geser antara tanah dan permukaan yang rata. ø = sudut geser

(32)

Jika nilai v diketahui, maka akan lebih mudah untuk menghitung nilai

batasan tahanan pullout tulangan. Tetapi, perhitungan sederhana tak dapat

sepenuhnya diandalkan karena tegangan normal efektif berubah oleh interaksi

tulangan dan tanah. Lebih spesifik lagi, regangan geser dibebankan di atas tanah

berbutir yang padat, tanah akan cenderung mengembang. Jika kecenderungan untuk

menggembung dikendalikan sebagian (yaitu : pertambahan volume dicegah

sebagian) dengan kondisi batas, tegangan confining lokal dapat naik secara

signifikan. Untuk tanah yang telah diketahui kerapatannya, kecenderungan untuk

mengembang berkurang seiring meningkatnya tegangan confining. Oleh karena itu,

efek mengembang pada koefisien geser dihitung dari uji pullout. Lagipula, dengan

kemungkinan yang hanya dimiliki geotekstil, tidak ada tulangan yang mempunyai

permukaaan rata dan halus sepanjang permukaannya. Oleh sebab itu, koefisien geser

yang paling dapat dipercaya diukur dari pengukuran langsung (tampak). Nilainya

yang ditentukan disebut sebagai koefisien geser efektif atau tampak, dan biasanya

diambil dari tegangan geser tersebar rata-rata sepanjang tulangan dibagi dengan

tegangan normal dari tekanan overburden.

2.3 Akibat Penggunaan Tulangan pada Kekuatan Geser Tanah

Kekuatan geser suatu massa tanah merupakan perlawanan internal tanah

tersebut per satuan luas terhadap keruntuhan atau pergeseran sepanjang bidang geser

dalam tanah yang dimaksud. Mohr (1980) menyuguhkan sebuah teori tentang

keruntuhan pada material yang menyatakan bahwa keruntuhan terjadi pada suatu

(33)

Garis keruntuhan (failure envelope) sebenarnya berbentuk garis lengkung.

Namun, untuk sebagian besar masalah-masalah mekanika tanah, garis tersebut cukup

didekati dengan sebuah garis lurus yang menunjukkan hubungan linear antara

tegangan normal dan tegangan geser (Coulomb, 1776), seperti yang terlihat pada

Gambar 2.7.

Persamaan parameter tanah dapat kita tuliskan sebagai berikut :

f= c + tan θ (2.4)

dimana :

f = Tegangan geser

c = kohesi

= tegangan normal

θ = sudut geser dalam tanah

Gambar 2.7 Hubungan linear antara tegangan normal dan tegangan geser

Berarti, meningkatkan kekuatan geser tanah adalah dengan cara

meningkatkan parameter kekuatan geser tanah. Dengan memakai tulangan,

(34)

beban. Oleh karena itu, tulangan disebut sebagai material perkuatan. Berikut adalah

sebagian hal-hal yang mempengaruhi kekuatan geser tanah :

2.3.1 Koefisien Geser Tampak

Berdasarkan pengamatan-pengamatan yang telah dilakukan para ahli melalui

pengujian-pengujian menunjukkan bahwa besarnya tegangan normal yang terjadi

bergantung pada interaksi antara tanah dan tulangan atau koefisien geser tampak

(μ*). Untuk mendapatkan koefisien geser tampak, maka dilakukanlah uji pullout. Pada uji pullout, tulangan ditarik dari massa tanah dan kurva antara displacement

-gaya pullout dicatat. Akibat dari dilatansi tanah yang bertambah di sekeliling

tulangan, tegangan normal yang bekerja pada permukaan tulangan sebenarnya telah

diketahui. Uji pullout hanya menghasilkan koefisien geser tampak (μ*) yang ditentukan oleh perbandingan :

(2.5)

dimana :

= tegangan geser rata-rata sepanjang tulangan

v = tegangan overburden

T = gaya pullout yang bekerja

b = lebar tulangan

L = panjang tulangan

Angka 2 di atas, menunjukkan bahwa gaya geser bekerja pada dua sisi tulangan, sisi

(35)

Pada tanah berbutir yang padat, nilai μ* biasanya lebih besar dari nilai yang diperoleh dari uji geser langsung, hal ini disebabkan oleh tanah berbutir padat di

sekeliling tulangan cenderung meningkatkan volumenya, yaitu menggembung

selama diberikan tegangan geser. Ketika tulangan tanah berupa lembaran berusuk

digunakan, rusuk-rusuk tersebut menyebabkan daerah geser semakin luas. Baik

peningkatan pada volume daerah geser atau peningkatan tegangan lokal yang

disebabkan oleh dilatansi tanah, dapat menghasilkan peningkatan koefisien geser.

tampak, μ*. Informasi mengenai faktor yang mempengaruhi koefisien geser tampak μ*, telah ditinjau kembali dan disimpulkan oleh Schlosser dan Elias (1978),

McKittrick (1978), dan Mitchell dan Schlosser (1979). Datanya menghasilkan

pertanda bahwa nilai puncak dan residual μ* merupakan fungsi dari sifat alamiah tanah (butiran dan sudut butiran), karakteristik geser tanah, kepadatan tanah, tekanan

efektif overburden, faktor geometrik dan kekasaran permukaan tulangan, kekakuan

tulangan, dan jumlah pasir halus pada timbunan di belakang dinding penahan-faktor

ini termasuk yang paling penting.

Pada tulangan yang permukaannya halus, μ* = tan δ (2.6)

Pada tulangan yang berusuk, μ* = 1.2 + log Cu pada z = 0 (2.7)

μ* = tan pada z ≥ 6 m (2.8)

dimana :

Cu = koefisien keseragaman, ditentukan oleh penyebaran ukuran butiran dan

ditentukan oleh USCS

Φ = sudut geser dalam tanah

(36)

2.3.2 Sudut Geser, Kohesi Tanah dan Tegangan Overburden

Sudut geser yang bekerja pada tanah bertulang ada 2 (dua) jenis, yaitu :

1. Sudut Geser Dalam Tanah (Φ)

2. Sudut Geser antara Tanah dan Tulangan (δ)

Uji pullout pada tulangan yang dilakukan pada struktur yang sebenarnya, sebaik

yang dilakukan di laboratorium dengan memakai pasir padat, telah menunjukkan

bahwa nilai koefisien geser tampak menurun ketika tegangan vertikal overburden

meningkat. Hal ini lebih jelas tampak pada kasus pemakaian tulangan yang berusuk

daripada tulangan yang permukaannya halus. Penurunan μ* karena dilatansi berkurang ketika tekanan keliling bertambah. Di bawah tegangan overburden yang

tinggi, nilai μ* mendekati nilai tan , untuk tulangan yang berusuk yang juga menyebarkan geser antara butiran tanah ke butiran tanah lainnya. Nilai μ* juga mendekati nilai tan δ, untuk tulangan yang permukaannya halus.

Mekanisme kenaikan kuat geser tanah yang diperkuat telah diterangkan menurut

beberapa cara :

1. Menurut Schlosser dan Vidal (1969), kuat pullout tulangan dan transfer tegangan

dalam tanah ke tulangan menghasilkan kohesi tampak (apparent cohesion).

2. Dengan dipakainya tulangan pada tanah, juga berakibat naiknya tegangan kekang,

hal ini dikemukakan oleh Yang (1972).

3. Basset dan Last (1978) menganggap bahwa tulangan memberikan tahanan

anisotropis terhadap pergeseran tanah searah dengan tulangan.

4. Konsep kelakuan tanah dibuktikan oleh Schlosser dan Long (1972) dari hasil uji

Triaksial pada contoh tanah yang diberikan tulangan dengan lembaran-lembaran

(37)

runtuh akibat penggelinciran. Dengan adanya tulangan, kekuatan sistem bertambah

akibat pengaruh kohesi tampak.

Gambar 2.8 Penjelasan kohesi tampak pada peningkatan kekuatan karena tulangan

Gambar 2.9 Konsep naiknya confinement tanah bertulang.

Pada daerah dimana terjadinya keruntuhan akibat putusnya tulangan,

kekuatan bertambah karena konsep kohesi anisotropis tampak yang dijelaskan dalam

diagram Mohr pada Gambar 2.9. c’R adalah kohesi tampak yang dihasilkan tulangan. 1R adalah peningkatan tegangan utama mayor pada saat keruntuhan.

Sudut geser dari pasir bertulang diambil sama dengan pasir tanpa tulangan, yang

(38)

Gambar 2.10 Garis kekuatan untuk pasir dan pasir bertulang.

Untuk tulangan yang mempunyai tahanan retak tarik (RT) dan spasi vertikal antara

lapis tulangan horizontal Sv, geometri yang ditunjukkan pada Gambar 2.10 menghasilkan :

(2.9)

dimana :

Kp = tan2 (45 + ) (2.10)

Seperti yang dinyatakan Yang (197β), kenaikan Δ γR yang tampak pada tekanan

confining efektif minor saat keruntuhan adalah :

Δ γR = (2.11)

Persamaan garis keruntuhan :

(2.12)

2.4 Bidang Longsor

Beberapa anggapan mengenai bidang longsor :

1. Pengukuran struktur tanah bertulang (Schlosser dan Elias) menunjukkan bahwa

penyebaran gaya tarik pada tulangan relatif kecil pada muka dinding namun semakin

(39)

Bidang longsor hampir berimpit dengan lokasi-lokasi gaya tarik, namun bergantung

pada tipe struktur dan sistem penulangannya.

2. Beberapa penelitian menganggap bidang longsor berasal dari kaki dinding

penahan tanah menuju ke atas bersudut (45 + ø/2) terhadap horizontal

3. Ada anggapan bidang longsor berbentuk spiral logaritmik.

4. Bentuk-bentuk yang lain seperti bentuk dua garis linear (bilinear) atau campuran

bidang longsor lingkaran dan linear (Goure dkk, 1992)

5. Permukaan bidang longsor untuk dinding vertikal dengan tanah bertulang,

tulangannya mudah meregang, umumnya dianggap berimpit dengan bidang longsor

Rankine (keruntuhan terjadi di sudut (45 + ø/2) terhadap bidang horizontal.

Berikut pada Gambar 2.11 dan Gambar 2.12 dijelaskan mengenai perbedaan bidang longsor saat tanah tanpa tulangan dan dengan tulangan :

Gambar 2.11 Dinding Penahan Tanah tanpa Tulangan

(40)

2.4.1 Distribusi Tegangan Vertikal

Ada tiga anggapan mengenai tegangan vertikal untuk perancangan dinding penahan

tanah bertulang :

1. Tegangan vertikal untuk sembarang kedalaman dianggap terbagi rata, yaitu sama

dengan tekanan overburden (Lee, dkk1973) :

(2.13)

γ = berat isi tanah

z = kedalaman

2. Tegangan vertikal dihitung berdasarkan metode Meyerhoff (Juran dan Schlosser,

1978)

(2.14)

Ka = koefisien tekanan tanah aktif

z = kedalaman

γ = berat isi tanah

L = lebar dinding

3. Tegangan vertikal dianggap mengikuti distribusi trapezium (Bolton, dkk, 1978 ;

Murray, 1980). Tanah dianggap sebagai struktur yang kaku. Tekanan tanah yang

bekerja di belakang dinding penahan bertulang cenderung menggulingkan struktur

sehingga akan terjadi tegangan vertikal maksimum di bawah dinding penahan tanah

dan minimum di bagian belakang. Persamaan tegangan vertikalnya :

( ) (2.15)

(41)

Perhitungan tegangan horizontal dianggap sama pada tegangan vertikal tersebut di

atas. Ada tiga anggapan mengenai tegangan horisontal untuk perancangan dinding

penahan taanh bertulang :

1. Tegangan horisontal untuk sembarang kedalaman dianggap terbagi rata, yaitu

sama dengan tekanan overburden (Lee, dkk1973) :

(2.16)

2. Tegangan horisontal dihitung berdasarkan metode Meyerhoff (Juran dan

Schlosser, 1978)

(2.17)

Ka = koefisien tekanan tanah aktif

z = kedalaman

γ = berat isi tanah

L = lebar dinding

3. Tegangan horisontal sama dengan koefisien tekanan tanah lateral (Ka) dikali

dengan tegangan vertikal maksimum tepat di belakang elemen permukaan (penutup

depan). Dalam persamaan dituliskan :

( ) (2.18)

Persamaan terakhir dapat dipakai untuk menghitung gaya tarik maksimum

tulangan. Tulangan yang berada di bagian bawah, biasanya permukaan bidang

(42)

2.4.2.1 Gaya Horisontal yang Ditahan Tulangan

Tegangan-tegangan vertikal dan horizontal pada bidang simetris yang berada

di antara dua tulangan merupakan tegangan-tegangan utama, oleh karena itu

tegangan geser pada bidang ini dianggap sama dengan nol. Gaya tarik maksimum

dalam tulangan dihitung dengan meninjau keseimbangan horisontal pada tiap-tiap

pias, yaitu dengan menganggap setiap tulangan harus menahan gaya horizontal

sebesar setengah tinggi tanah ke bawah dan setengah tinggi ke atas. Dengan

anggapan tersebut, maka setiap tulangan harus menahan gaya horizontal sebesar:

(2.19)

dimana :

= gaya horisontal per meter lebar pada dinding setinggi

H = jumlah dari jarak setengah tinggi tanah bagian atas dan setengah tinggi

tanah bagian bawah

K = koefisien tekanan tanah lateral

= tegangan vertikal pada kedalaman yang ditinjau

Jika spasi vertikal tulangan seragam, maka H = Sv. Untuk kondisi ini, gaya

horizontal yang harus didukung tulangan adalah :

(2.20)

Untuk tulangan yang berbentul lajur, dengan jarak pusat ke pusat arah vertikal Sv,

dan arah horizontal Sh maka :

(43)

Gambar 2.13 Gaya horizontal yang harus ditahan tulangan

Dalam hitungan gaya horizontal yang harus didukung oleh tulangan, tekanan tanah

lateral dianggap bervariasi secara linear, mengikuti distribusi Rankine. Karena itu

distribusi gaya tarik tulangan (T) juga akan bervariasi secara linear dengan nilai

maksimum pada tulangan yang paling bawah.

2.5 Dinding Penahan Tanah

Dinding penahan tanah berfungsi untuk menyokong tanah serta mencegahnya

dari bahaya kelongsoran. Baik akibat beban air hujan, berat tanah itu sendiri maupun

akibat beban yang bekerja di atasnya. Pada saat ini, konstruksi dinding penahan

tanah sangat sering digunakan dalam pekerjaan sipil walaupun ternyata konstruksi

dinding penahan tanah sudah cukup lama dikenal di dunia. Salah satu bukti

peninggalan sejarah bahwa dinding penahan tanah telah digunakan pada masa

lampau adalah Tembok Raksasa China yang mulai dibangun pada zaman Dinasti Qin

(221 SM) sepanjang 6.700 km dari timur ke barat China dengan tinggi 8 meter, lebar

bagian atasnya 5 meter, sedangkan lebar bagian bawahnya 8 meter. Bukti lainnya

yaitu taman gantung Babylonia yang dibangun di atas bukit batuan yang bentuknya

berupa podium bertingkat yang ditanami pohon, rumput dan bunga-bungaan serta

(44)

lalu mengalir melalui saluran buatan, yang dibangun pada zaman raja Nebukadnezar

(612 SM) dengan tinggi 107 meter. Tembok Barat di Yerusalem (37 SM) juga dicatat

sebagai bukti peninggalan sejarah yang telah memakai dinding penahan tanah dalam

konstruksinya, dibangun pada zaman raja Herodes sebagai tembok penyangga kota

Yerusalem. Sekarang, tembok ini lebih populer dengan sebutan tembok rapatan.

Tembok ini terbuat dari batu bata dan batuan gunung.

2.5.1 Dinding Penahan Tanah

Dinding penahan tanah adalah sebuah struktur yang didesain dan dibangun

untuk menahan tekanan lateral (horisontal) tanah ketika terdapat perubahan dalam

elevasi tanah yang melampaui sudut at-rest dalam tanah. Faktor penting dalam

mendesain dan membangun dinding penahan tanah adalah mengusahakan agar

dinding penahan tanah tidak bergerak ataupun tanahnya longsor akibat gaya

gravitasi. Tekanan tanah lateral di belakang dinding penahan tanah bergantung

kepada sudut geser dalam tanah (phi) dan kohesi (c). Tekanan lateral meningkat dari

atas sampai ke bagian paling bawah pada dinding penahan tanah. Jika tidak

direncanakan dengan baik, tekanan tanah akan mendorong dinding penahan tanah

sehingga menyebabkan kegagalan konstruksi serta kelongsoran. Kegagalan juga

disebabkan oleh air tanah yang berada di belakang dinding penahan tanah yang tidak

terdisipasi oleh sistem drainase. Oleh karena itu, sangatlah penting untuk sebuah

dinding penahan tanah mempunyai sistem drainase yang baik, untuk mengurangi

tekanan hidrostatik dan meningkatakan stabilitas tanah.

(45)

Di kebanyakan proses konstruksi, terkadang diperlukan perubahan

penampang permukaan tanah dengan suatu cara untuk menghasilkan permukaan

vertikal atau yang dekat dengan permukaan vertikal tersebut (Whitlow, 2002).

Penampang baru tersebut mungkin saja dapat memikul beban sendiri, tetapi dalam

beberapa kasus, sebuah struktur dinding penahan lateral membutuhkan dukungan.

Dalam analisis stabilitas, kondisi tanah asli ataupun material pendukung sangatlah

penting, karena berhubungan dengan dampak bergeraknya dinding penahan atau

kegagalan struktur setelah proses konstruksi.

Jika struktur dinding penahan tanah telah didukung dengan material lain

sehingga bergerak mendekat ke tanah, maka tekanan horisontal dalam tanah akan

meningkat, hal ini disebut tekanan pasif. Jika dinding penahan bergerak menjauh dari

tanah,

tekanan horisontal akan menurun dan hal ini disebut tekanan aktif. Jika struktur

dinding penahan tanah tidak runtuh, tekanan horisontal tanah dapat dikatakan dalam

tekanan at-rest. Dinding penahan tanah dapat dibedakan atas 2 bagian yakni Sistem

Stabilisasi Eksternal (Externally Stabilized System) yang terbagi atas Gravity Walls

dan In-Situ atau Embedded Walls dan Sistem Stabilisasi Internal (Internally

Stabilized System) yang terbagi atas Reinforced Soil Walls dan In-Situ

Reinforcement.

2.5.2.1 Gravity Walls Masonry Wall

Dapat terbuat dari beton, batu bata ataupun batu keras. Kekuatan dari material

(46)

dari beton dan biasanya akan mempunyai lebar sepertiga atau setengah dari tinggi

dinding penahan. Stabilitas dinding ini tergantung kepada massa dan bentuk.

Gabion Wall

Gabion adalah kumpulan kubus yang terbuat dari galvanized steel mesh atau

woven strip, atau plastic mesh (hasil anyaman) dan diisi dengan pecahan batu atau

cobbles, untuk menghasilkan dinding penahan tanah yang mempunyai saluran

drainase bebas.

Crib Wall

Dinding penahan tanah jenis ini dibentuk dengan beton precast, stretchers

dibuat paralel dengan permukaan vertikal dinding penahan dan header diletakkan

tegak lurus dengan permukaan vertical. Pada ruang yang kosong diisikan dengan

material yang mempunyai drainase bebas, seperti pasir dan hasil galian.

Reinforced Concrete Wall (Cantilever Reinforced Concrete Wall)

Reinforced concrete cantilever walls adalah bentuk modern yang paling

umum dari gravity wall, baik dalam bentuk L atau bentuk T terbalik. Dibentuk untuk

menghasilkan lempengan kantilever vertikal, kantilever sederhana, beberapa

menggunakan berat dari timbunan di belakang dinding untuk menjaga agar dinding

tetap stabil. Hal ini coccok digunakan untuk dinding sampai ketinggian 6 m

(Whitlow, 2001)

(47)

Jenis ini merupakan struktur yang fleksibel yang dipakai khususnya untuk

pekerjaan sementara di pelabuhan atau di tempat yang mempunyai tanah jelek.

Material yang dipakai adalah timber, beton pre-cast dan baja. Timber cocok dipakai

untuk pekerjaan sementara dan tiang penyangga untuk dinding kantilever dengan

letinggian sampai 3 m. Beton pre-cast dipakai untuk struktur permanen yang cukup

berat. Sedangkan baja telah banyak dipakai, khususnya untuk kantilever dan dinding

penahan jenis tied-back, dengan berbagai pilihan penampang, kapasitas tekuk yang

kuat dan dapat digunakan lagi untuk pekerjaan sementara. Kantilever akan

mempunyai nilai ekonomis jika hanya dipakai sampai ketinggian 4 m (Whitlow,

2001). Anchored atau dinding tie-back dipakai untuk penggunaan yang luas dan

berbagai aplikasi di tanah yang berbeda-beda.

Braced or Propped Wall

Props, braces, shores dan struts biasanya ditempatkan di depan dinding

penahan tanah. Material-material tersebut akan mengurangi defleksi lateral dan

momen tekuk serta pemancangan tidaklah dibutuhkan. Dalam saluran drainase,

dipakai struts dan wales. Dalam penggalian yang dengan area yang cukup luas,

dipakai framed shores dan raking shores.

Contiguous dan Secant Bored-Pile Wall

Dinding contiguous bored pile dibentuk dari satu atau dua baris tiang pancang yang

dipasang rapat satu sama lain.

(48)

Biasanya dibangun sebagai saluran sempit yang telah digali yang untuk

sementara diperkuat oleh bentonite slurry, material perkuatan ditumpahkan ke

saluran dan beton ditaruh melaui sebuah tremie. Metode ini dipakai di tanah yang

sulit dimana sheet piles akan bermasalah atau level dengan muka air yang tinggi atau

area terbatas.

2.5.2.3 Reinforced Soil Walls

Menurut Schlosser (1990), konsep dari reinforced earth diperkenalkan oleh

Henry Vidal di Prancis. Vidal mengamati bahwa ketika lapisan pasir diberi pemisah

berupa lembaran horisontal yang terbuat dari baja, tanah tersebut lebih kuat menahan

pembebanan secara vertikal. Kemudian selanjutnya jenis perkuatan ini mulai dipakai

untuk perkuatan dalam konstruksi dinding penahan tanah.

2.5.2.4 In Situ Reinforcement Soil Nailing

Jenis perkuatan ini merupakan metode in-situ reinforcement yang menggunakan

material berupa baja atau elemen metalik lain yang dimasukkan atau dengan

melakukan grouting di dalam lubang yang telah digali, tetapi materialnya bukan

merupakan pre-stressed.

(49)

Beban utama yang dipikul oleh dinding penahan tanah adalah berat tanah itu

sendiri. Oleh karena itu diperlukan pengetahuan yang memadai tentang tanah untuk

dapat mendesain dinding penahan tanah.

Tanah didefinisikan sebagai material yang terdiri dari agregat (butiran)

mineral-mineral padat yang tidak tersementasi (terikat secara kimia) satu sama lain

dan dari bahan-bahan organik yang telah melapuk (yang berpartikel padat) disertai

dengan zat cair dan gas yang mengisi ruang-ruang kosong di antara partikel-partikel

padat tersebut. Tanah umumnya dapat disebut sebagai kerikil (gravel), pasir (sand),

lanau (silt), atau lempung (clay), tergantung pada ukuran partikel yang paling

dominan pada tanah tersebut. Untuk menerangkan hal di atas, berikut adalah gambar

diagram fase tanah.

Gambar 2.14 Diagram Fase Tanah

Besarnya kadar air dan udara berpengaruh besar pada stabilitas tanah, oleh

karena itu tidak semua jenis tanah dapat digunakan untuk timbunan di belakang

dinding penahan tanah. Bahan timbunan yang paling baik digunakan adalah tanah

yang kering dan tidak kohesif.

2.6.1 Kriteria Umum Tanah Timbunan

(50)

hitungan tekanan tanah lateral. Nilai-nilai c dan ø dapat ditentukan dari uji geser dan

tes triaksial. Tipe-tipe tanah timbunan untuk dinding penahan tanah menurut

Terzaghi dan Peck (1948) adalah :

 Tanah berbutir kasar, tanpa campuran partikel halus, sangat lolos air (pasir

bersih atau kerikil).

 Tanah berbutir kasar dengan permeabilitas rendah karena tercampur oleh

partikel lanau.

 Tanah residu (residual soil) dengan batu-batu, pasir berlanau halus dan

material berbutir dengan kandungan lempung yang cukup besar.

 Lempung lunak atau sangat lunak, lanau organik, atau lempung berlanau.

 Lempung kaku atau sedang yang diletakkan dalam bongkahan-bongkahan

dan dicegah terhadap masuknya air hujan ke dalam sela-sela bongkahan

tersebut saat hujan atau banjir. Jika kondisi ini tidak dapat dipenuhi, maka

lempung sebaiknya tidak dipakai untuk tanah timbunan. Dengan

bertambahnya kekakuan tanah lempung maka bertambah pula bahaya

ketidakstabilan dinding penahan akibat infiltrasi air yang bertambah dengan

cepat.

Hal pertama yang dilakukan saat mendesain dinding penahan tanah adalah

menggunakan salah satu dari lima material di atas. Contoh 1 sampai 3 mempunyai

sudut geser dalam tanah dengan permeabilitas sedang, ditentukan dengan uji triaksial

drained, karena angka pori-pori tanah ini dapat menyesuaikan sendiri selama

(51)

akan mengurangi angka pori dan meningkatkan kuat geser dalam tanah. Untuk

perhitungan, kohesi untuk tanah timbunan jenis 1-3 sebaiknya diabaikan.

Untuk jenis 4 dan 5 , nilai c dan ø ditentukan dari pengujian triaksial undrained.

Pengujian dilakukan pada contoh tanah dengan kepadatan dan kadar air yang

diusahakan sama seperti yang diharapkan terjadi di lapangan, pada waktu tanah

timbunan selesai diletakkan. Penggunaan tanah timbunan berupa tanah lempung

sebaiknya dihindari sebab tanah ini dapat berubah kondisinya sewaktu pekerjaan

telah selesai.

2.6.2 Pemadatan Tanah Timbunan

Proses pemadatan tanah timbunan harus dilakukan lapis per lapis. Untuk

menghindari kerusakan pada dinding penahan tanah dan tekanan tanah lateral yang

berlebihan, digunakanlah alat pemadat yang ringan. Sebab pemadatan yang

berlebihan dengan alat yang berat, akan menimbulkan tekanan tanah lateral yang

bahkan beberapa kali lebih besar daripada tekanan yang ditimbulkan oleh tanah pasir

yang tidak padat. Jika memakai tanah lempung sebagai tanah timbunan maka

diperlukan pengontrolan yang sangat ketat. Bahkan walaupun timbunan berupa tanah

berbutir dengan penurunan yang kecil dan dapat ditoleransikan, tanah timbunan

harus dipadatkan lapis per lapis dengan ketebalan maksimum 22.5 cm. Pekerjaan

pemadatan sebaiknya tidak membentuk permukaan miring, karena akan

menyebabkan pemisahan lapisan dan akan berdampak pada keruntuhan potensial.

Oleh karena itu sebaiknya dilakukan dengan permukaan tanah horisontal.

2.7 Sistem Drainase pada Dinding Penahan Tanah

Satu hal yang lebih penting lagi dalam membangun sebuah dinding penahan

(52)

dinding penahan tanah mempunyai pengaruh pada stabilitas struktur. Drainase

berfungsi untuk mengalirkan air tanah yang berada di belakang dinding . Dinding

penahan yang tidak mempunyai sistem drainase yang baik dapat mengakibatkan

peningkatan tekanan tanah aktif di belakang dinding, berkurangnya tekanan pasif di

depan dinding, berkurangnya resistansi friksional antara dasar dinding dan tanah

serta kuat geser tanah yang akhirnya akan berdampak pada berkurangnya daya dukung

tanah. Dapat disimpulkan bahwa dinding penahan tanah dengan sistem drainase yang

buruk akan menyebabkan runtuhnya struktur dinding penahan tanah.

2.7.1 Jenis Drainase pada Dinding Penahan Tanah

Drainase pada dinding penahan tanah dapat dibuat dari yang sederhana sampai

dengan yang lebih baik sesuai fungsi dinding penahan tanah. Adapun jenis drainase

dinding penahan tanah dapat dibedakan sebagai berikut :

a) Drainase dasar (bottom drain)

Drainase dasar adalah sistem drainase yang paling sederhana, bertujuan

mengumpulkan air yang berada di belakang dinding (air yang terdapat pada tanah

timbunan). Air yang terkumpul tersebut kemudian dialirkan ke depan dinding

melalui saluran yang menembus dinding penahan tanah.

Gambar 2.15 Drainase dasar

(53)

 Cara ini tidak dianjurkan untuk tanah timbunan berupa tanah lempung atau

lanau, karena tanah tersebut mempunyai permeabilitas rendah sehingga

kecepatan aliran menuju sistem drainase menjadi lambat, akibatnya mungkin

tekanan air yang ada di bagian belakang dinding termobilisasi (terutama pada

saat hujan).

b) Drainase punggung (back drain)

Sistem drainase ini lebih baik dibandingkan dengan sistem drainase dasar, dimana

pada sepanjang punggung dinding terdapat filter.

Gambar 2.16 Drainase punggung

c) Drainase inklinasi (inclined drain) dan Drainase horisontal (horisontal drain)

Kedua sistem drainase ini dimaksudkan untuk menghilangkan tekanan air pori yang

berlebihan dan merupakan pengembangan dari sistem drainase dasar. Pada kedua

sistem drainase ini, gaya aliran (seepage forces) berarah ke bawah menuju sistem

drainase.

Gambar 2.17 Sistem drainase inklinasi (inclined drain)dan drainase horisontal

(54)

2.8 Tekanan Tanah Lateral

Analisis tekanan tanah lateral digunakan untuk perencanaan dinding penahan

tanah. Tekanan tanah lateral adalah gaya yang ditimbulkan oleh akibat dorongan

tanah di belakang struktur penahan tanah. Besarnya tekanan lateral sangat

dipengaruhi oleh perubahan letak (displacement) dari dinding penahan dan sifat-sifat

tanahnya.

2.8.1 Tekanan Tanah dalam Keadaan Diam (At-Rest)

Suatu elemen tanah yang terletak pada kedalaman tertentu akan terkena

tekanan arah vertikal v dan tekanan arah horisontal h seperti yang terlihat dalam

Gambar 3.6. v dan h masing-masing merupakan tekanan aktif dan tekanan total, sementara itu tegangan geser pada bidang tegak dan bidang datar diabaikan. Bila

dinding penahan tanah dalam keadaan diam, yaitu bila dinding tidak bergerak ke

salah satu arah baik ke kanan atau ke kiri dari posisi awal, maka massa tanah berada

dalam keadaan keseimbangan elastis (elastic equilibrium). Rasio tekanan arah

horisontal dan tekanan arah vertikal dinamakan “koefisien tekanan tanah dalam

keadaan diam (coefficient of earth pressure at rest), Ko”, atau

(55)

Untuk tanah berbutir, koefisien tekanan tanah dalam keadaan diam diperkenalkan

oleh Jaky (1944) :

k0 = 1 –sin θ

Brooker dan Jreland (1965) memperkenalkan harga Ko untuk tanah lempung yang

terkonsolidasi normal (normally consolidated) :

k0 = 0,95 –sin θ

Untuk tanah lempung yang tekonsolidasi normal (normally consolidated), Alpan

(1967) telah memperkenalkan persamaan empiris lain :

k0 = 0.19 + 0.233 log (PI)

Dimana : PI = Indeks Plastis Untuk tanah lempung yang terkonsolidasi lebih

(overconsolidated) :

k0(over consolidated) = k0(normaly consolidated)

dimana : OCR = overconsolidation ratio

Maka gaya total per satuan lebar dinding (Po) seperti yang terlihat pada Gambar 3.6,

adalah sama dengan luas dari diagram tekanan tanah yang bersangkutan.

(56)

Gambar 2.18 Distribusi tekanan tanah dalam keadaan diam (at rest) pada dinding

penahan.

2.8.2 Tekanan Tanah Aktif dan Pasif Menurut Rankine

Keseimbangan plastis (plastic equilibrium) di dalam tanah adalah suatu keadaan

yang menyebabkan tiap-tiap titik di dalam massa tanah menuju proses ke suatu

keadaan runtuh. Rankine (1857) menyediliki keadaan tegangan di dalam tanah yang

berada pada kondisi keseimbangan plastis.

Gambar

Gambar 2.6 Variasi gaya tarik sepanjang tulangan
Gambar 2.10 Garis kekuatan untuk pasir dan pasir bertulang.
Gambar 2.12 Dinding Penahan Tanah dengan Tulangan
Gambar 2.15 Drainase dasar
+7

Referensi

Dokumen terkait

Kelongsoran pada lereng yang disebabkan karena menurunnya kekuatan geser tanah sehingga tidak dapat memikul beban kerja yang terjadi dapat diperbaiki dengan menggunakan

Analisis stabilitas lereng dengan perkuatan alternatif menggunakan double sheet pile , perkuatan geogrid dan perkuatan counterweight dengan menggunakan program Metode

Dari hasil analisis, diketahui bahwa kelongsoran yang terjadi pada dinding penahan tanah disebabkan karena angka keamanan yang tidak memenuhi untuk stabilitas geser,

Dari hasil analisis, diketahui bahwa kelongsoran yang terjadi pada dinding penahan tanah disebabkan karena angka keamanan yang tidak memenuhi untuk stabilitas geser,

Dinding penahan yang memiliki tinggi 10 tersebut mengalami kegagalan struktur karena kondisi tanah yang tergolong jelek dan beban berlebih dengan menggunakan

Analisa stabilitas lereng dengan perkuatan dinding penahan tanah tipe Counterfort dan mengubah sudut kemiringan lereng menggunakan program Geo Slope pada STA 13+885

Pada Tugas Akhir Iro Ganda didapatkan nilai faktor keamanan 1,238 dengan perkuatan Geogrid, Sheet Pile dan Counterweight dimana analisa stabilitas lereng tersebut

Dinding penahan yang memiliki tinggi 10 tersebut mengalami kegagalan struktur karena kondisi tanah yang tergolong jelek dan beban berlebih dengan menggunakan