• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peran Polisi Perairan Dalam Menangani Tindak Pidana Perikanan di Perairan Serdang Bedagai (Studi di Satuan Kepolisian Perairan Resort Serdang Bedagai)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Peran Polisi Perairan Dalam Menangani Tindak Pidana Perikanan di Perairan Serdang Bedagai (Studi di Satuan Kepolisian Perairan Resort Serdang Bedagai)"

Copied!
92
0
0

Teks penuh

(1)

PERANAN POLISI PERAIRAN DALAM MENANGANI TINDAK PIDANA PERIKANAN DI PERAIRAN SERDANG BEDAGAI

(Studi di Satuan Kepolisian Perairan Resort Serdang Bedagai)

S K R I P S I

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas-tugas dan memenuhi Syarat-Syarat Untuk memperoleh Gelar

SARJANA HUKUM

Oleh :

RINA OKTAVIANI BARUS NIM : 110200463

DEPARTEMEN HUKUM PIDANA

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(2)

PERANAN POLISI PERAIRAN DALAM MENANGANI TINDAK PIDANA PERIKANAN DI PERAIRAN SERDANG BEDAGAI

(Studi Di Satuan Kepolisian Perairan Resort Serdang Bedagai)

S K R I P S I

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas-tugas dan memenuhi Syarat-Syarat Untuk memperoleh Gelar

SARJANA HUKUM

OLEH :

RINA OKTAVIANI BARUS NIM : 110200463

DEPARTEMEN HUKUM PIDANA Disetujui Oleh :

Ketua Departemen Hukum Pidana

Dr.M.Hamdan,SH.,MH. NIP. 195703261986011001

Pembimbing I Pembimbing II

Prof.Dr.Suwarto,SH.,MH. Syafruddin, SH.,MH.,DFM.

NIP. 195605051989031001 NIP.196305111989031001

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(3)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum Universitas Sumatera Utara

Medan. Adapun judul dari skripsi ini adalah : “PERANAN POLISI PERAIRAN DALAM MENANGANI TINDAK PIDANA PERIKANAN DI PERAIRAN SERDANG BEDAGAI”

Dalam menulis skripsi ini penulis banyak mendapat bantuan dari berbagai pihak sehingga pada kesempatan ini penulis ingin juga mengucapkan rasa terima kasih kepada :

1. Bapak Prof.Dr.Runtung Sitepu S.H.,M.Hum, selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Medan.

2. Bapak Prof.Dr. Budiman Ginting S.H.,M.Hum, selaku Pembantu Dekan I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Medan.

3. Bapak Syafruddin Hasibuan, SH.,MH.,DFM, selaku pembantu Dekan II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Medan.

4. Bapak Dr.OK.Saidin, SH.,M.Hum, selaku Pembantu Dekan III Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Medan.

5. Bapak Dr.Muhammad Hamdan, SH.MH selaku Ketua Departemen Hukum Pidana.

(4)

7. Bapak Prof.Dr. Suwarto, SH.,MH, selaku dosen pembimbing I yang telah memberikan banyak masukan dan telah membimbing penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

8. Bapak Syafruddin Hasibuan, SH.,MH.,DFM, selaku dosen pembimbing II yang juga telah banyak memberi banyak masukan dan telah membimbing penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

9. Bapak Syaiful Azam,SH.,M.Hum selaku Dosen Wali penulis selama mengikuti masa perkuliahan.

10.Bapak dan Ibu Dosen serta para pegawai Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Medan yang turut mendukung segala urusan perkuliahan dan administrasi penulis selama mengikuti perkuliahan.

Dalam menyelesaikan skripsi ini, penulis juga mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada :

1. Orang tua Penulis yang tersayang : Ayahanda E. Barus dan Ibunda R . br. Sembiring yang telah memberikan segenap kasih sayang, perhatian dan dukungan baik secara moril maupun materil kepada penulis.

2. Abang dan kakak yang terkasih : Jhon Septa Ingeten Barus, M.Pd dan Ira Afriani Barus, S.Kep, yang telah memberikan kasih sayang dan dukungan moril kepada penulis.

(5)

4. Bapak IPTU. Afrizal selaku Kasat Polisi Air Resort Serdang Bedagai yang telah memberikan bantuan kepada penulis selama melakukan riset.

5. Teman-teman stambuk 2011 serta teman-teman GMKI atas dukungannya kepada penulis.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih jauh dari

kesempurnaan karena keterbatasan yang penulis miliki. Oleh karena itu, penulis mengharapkan adanya saran dan kritik yang bersifat membangun dari pembaca sekalian demi kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini memberikan manfaat dan memberikan sumbangan ilmu pengetahuan bagi semua Pihak.

Medan, April 2015

Penulis,

RINA OKTAVIANI BARUS

(6)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...i, ii, iii DAFTAR ISI ... iv, v

ABSTRAKSI ... vi

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang ...1

B. Perumusan masalah ...8

C. Tujuan Dan Manfaat penulisan ...9

D. Tinjauan Pustaka 1. Pengertian Peranan ...11

2. Tinjauan tentang Polisi Perairan ( POLAIR) ...12

3. Tinjauan tentang Tindak Pidana ...15

4. Tinjauan tentang Tindak Pidana Perikanan ...22

E. Metode Penelitian ...28

F. Keaslian Penulisan...30

G. Sistematika Penulisan ...31

BAB II. PENGATURAN TENTANG TINDAK PIDANA PERIKANAN MENURUT HUKUM POSITIF DI INDONESIA. A. undang Nomor 31 Tahun 2004 jo Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009...33

B. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1983 tentang Zona Ekonomi Eksklusif ...45

C. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya...47

(7)

BAB III. PERANAN POLISI PERAIRAN DALAM

MENANGANI TINDAK PIDANA PERIKANAN DI PERAIRAN SERDANG BEDAGAI

A. Jenis-jenis Tindak Pidana Perikanan yang terjadi di Perairan Serdang Bedagai ...52 B. Peran Polisi Perairan dalam menangani Tindak Pidana Perikanan di Perairan Serdang Bedagai ...54

BAB IV. KENDALA YANG DIHADAPI OLEH POLISI

PERAIRAN DALAM MENANGANI TINDAK PIDANA PERIKANAN DI PERAIRAN SERDANG BEDAGAI

A. Kendala

1. Kendala Internal ...67 2. Kendala Eksternal...70 B. Upaya polisi perairan dalam menangani Tindak Pidana Perikanan di Perairan Serdang Bedagai ...74

BAB V. PENUTUP

A. Kesimpulan ...77 B. Saran ...78

(8)

DAFTAR TABEL dan GRAFIK

TABEL...55 Nama anggota Polisi Perairan Resort Serdang Bedagai

(9)

ABSTRAK Rina Oktaviani Barus *

Suwarto ** Syafruddin **

Tindak pidana perikanan merupakan salah satu tindak pidana yang saat ini sangat mengharukan. Tindak pidana ini sangat merugikan negara ataupun daerah terkhususnya Kabupaten Serdang Bedagai. Sebagai aparat negara yang

menjalankan fungsi penegakan hukum, pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat serta perlindungan , pengayom dan pelayanan masyarakat, Polisi khususnya Polisi Perairan bertugas untuk mencegah dan menangani tindak pidana perikanan tersebut.

Yang menjadi permasalahan dari skripsi ini adalah bagaimana pengaturan tentang tindak pidana perikanan menurut hukum positif di Indonesia, bagaimana peranan polisi perairan dalam menangani tindak pidana perikanan yang terjadi di Perairan Serdang Bedagai, apa saja kendala yang dihadapi oleh Polisi Perairan dalam menangani tindak pidana perikanan yang terjadi di Perairan Serdang Bedagai.

Metode penelitian dalam skripsi ini adalah metode penelitian hukum empiris dan normatif yang menggunakan data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui wawancara dengan narasumber. Data sekunder diperoleh melalui studi kepustakaan , meliputi peraturan perundang-undangan, buku, situs internet, media massa, dan bahan lainnya yang berhubungan dengan penulisan skripsi ini. Baik data primer, data sekunder kemudian dianalisis untuk menjawab permasalahan skripsi ini.

Pengaturan tindak pidana perikanan ini diatur dalam UU No.45 Tahun 2009 perubahan atas UU No.31 Tahun 2004 tentang Perikanan, UU No. 5 Tahun 1983 tentang Zona Ekonomi Eksklusif, dan UU No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya, dan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1973 tentang Landas Kontinen Indonesia. Peranan Polisi perairan yaitu peranan preventif dan peranan represif. Kendala yang di hadapi oleh Polisi Perairan Serdang Bedagai dalam menangani tindak pidana perikanan yaitu berupa kendala internal dan kendala eksternal. Adapun Upaya yang dilakukan dalam menangani tindak pidana perikanan dengan upaya Pre-emtif, upaya preventif, dan upaya represif.

*Mahasiswa Departemen Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Sumatera utara

(10)

ABSTRAK Rina Oktaviani Barus *

Suwarto ** Syafruddin **

Tindak pidana perikanan merupakan salah satu tindak pidana yang saat ini sangat mengharukan. Tindak pidana ini sangat merugikan negara ataupun daerah terkhususnya Kabupaten Serdang Bedagai. Sebagai aparat negara yang

menjalankan fungsi penegakan hukum, pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat serta perlindungan , pengayom dan pelayanan masyarakat, Polisi khususnya Polisi Perairan bertugas untuk mencegah dan menangani tindak pidana perikanan tersebut.

Yang menjadi permasalahan dari skripsi ini adalah bagaimana pengaturan tentang tindak pidana perikanan menurut hukum positif di Indonesia, bagaimana peranan polisi perairan dalam menangani tindak pidana perikanan yang terjadi di Perairan Serdang Bedagai, apa saja kendala yang dihadapi oleh Polisi Perairan dalam menangani tindak pidana perikanan yang terjadi di Perairan Serdang Bedagai.

Metode penelitian dalam skripsi ini adalah metode penelitian hukum empiris dan normatif yang menggunakan data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui wawancara dengan narasumber. Data sekunder diperoleh melalui studi kepustakaan , meliputi peraturan perundang-undangan, buku, situs internet, media massa, dan bahan lainnya yang berhubungan dengan penulisan skripsi ini. Baik data primer, data sekunder kemudian dianalisis untuk menjawab permasalahan skripsi ini.

Pengaturan tindak pidana perikanan ini diatur dalam UU No.45 Tahun 2009 perubahan atas UU No.31 Tahun 2004 tentang Perikanan, UU No. 5 Tahun 1983 tentang Zona Ekonomi Eksklusif, dan UU No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya, dan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1973 tentang Landas Kontinen Indonesia. Peranan Polisi perairan yaitu peranan preventif dan peranan represif. Kendala yang di hadapi oleh Polisi Perairan Serdang Bedagai dalam menangani tindak pidana perikanan yaitu berupa kendala internal dan kendala eksternal. Adapun Upaya yang dilakukan dalam menangani tindak pidana perikanan dengan upaya Pre-emtif, upaya preventif, dan upaya represif.

*Mahasiswa Departemen Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Sumatera utara

(11)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Konsep Indonesia sebagai negara kepulauan (Archipelagic State) yang terdiri dari ribuan pulau besar kecil, dengan luas laut sekitar 3.100.000 km2, yakni perairan laut Nusantara 2.800.000 km2 dan perairan laut teritorial seluas 300.000 km2 ditambah dengan perairan Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia, maka secara keseluruhan luas perairan laut menjadi 5.200.000 km2 dan mempunyai pantai terpanjang seluas 81.000 km2 1.

Pada tanggal 16 November 1994 Konvensi Hukum Laut 1982. Setelah berlakunya konvensi ini maka luas wilayah Indonesia bertambah menjadi 8.193.163 km, yang terdiri dari 2.027.087 km daratan, dan 6.166.163 km lautan, Luas wilayah laut Indonesia dapat dirinci menjadi 0,3 juta km laut teritorial, 2,8 juta km perairan nusantara dan 2,7 juta km Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia2.

Indonesia yang terdiri dari 17.508 pulau dengan garis pantai sepanjang 81.000 km2 dan kawasan laut seluas 5,8 juta dinilai memiliki keanekaragaman kekayaan yang terkandung didalamnya sangat potensial bagi pembangunan ekonomi negara. Luas laut Indonesia meliputi ¾ (tiga perempat) dari luas wilayah negara Indonesia. Wilayah perairan yang demikian luas menjadi beban yang berat dan tanggungjawab yang besar dalam mengelola dan mengamankannya. Untuk

1

Djoko Tribawono, Hukum Perikanan Indonesia,PT. Citra Aditya Bakti,Bandung, 2002, hal. 105.

2

(12)

mengamankan laut yang begitu luas , diperlukan kekuatan dan kemampuan dibidang kelautan berupa peralatan dan teknologi kelautan modern , serta ketentuan maupun peraturan dan sumber daya manusia yang handal untuk mengelola sumber daya yang terkandung didalamnya, seperti : ikan, mineral, biota laut dan lain sebagainya.

Potensi sumber daya perikanan tangkap di laut diperkirakan sebesar 6.700.000 ton ikan dengan rincian 4.400.000 ton di perairan laut teritorial dan perairan laut Nusantara, dan 2.300.000 tondi perairan laut Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia. Lahan perairan untung Pengembangan budi daya laut sekitar 80.900 hektar dengan potensi produksi sebesar 46.000.000 ton per tahun. Potensi perairan umum tidak kurang dari 14.000.000 hektar terdiri dari danau, dan produksi ikan bekisar anatar 800.000 sampai dengan 900.000 ton per tahun3.

Sebagaimana ciri negara berkembang dengan populasi penduduk yang besar ditambah dengan struktur geografis yang dikelilingi oleh laut, maka laut menjadi tumpuan sebagian besar penduduk indonesia untuk memenuhi kebutuhan hidup terutama masyarakat pesisir. Selain itu, bagi negara kepulauan seperti Indonesia, laut memiliki posisi yang strategis dan potensi yang luar biasa baikdalam bidang ekonomi, pertahanan dan keamanan. Meskipun demikian, wilayah perairan Indonesia juga tidak terlepas dari berbagai permasalahan , salah satunya adalah penangkapan ikan secara illegal .

Kekayaan sumber daya hayati perairan Indonesia yang tinggi akan sangat bermanfaat jika dilakukan pemanfaatan secara optimal dan bertanggung jawab.

3

(13)

Pemanfaatan sumber daya hayati perairan ini dapat dilakukan melalui proses penangkapan yang bertanggung jawab. Dalam melakukan penangkapan nelayan harus mematuhi peraturan/ kode etik yang berlaku.

Proses pemanfaatan sumber daya perikanan di Indonesia banyak yang tidak sesuai dengan Code of Conduct for Responsible fisheries (CCFR). Cara yang umumnya digunakan oleh nelayan adalah melakukan penangkapan ikan dengan menggunakan pemboman, pembiusan, dan penggunaan alat tangkap trawl. Cara ini semata-mata untuk memberikan keuntungan kepada nelayan dan memberikan dampak yang sangat besar bagi kerusakan ekosistem.

Kondisi strategis wilayah perairan Indonesia akan menarik bagi kapal-kapal penangkapan ikan asing maupun kapal-kapal-kapal-kapal penangkapan ikan Indonesia untuk melakukan penangkapan ikan secara illegal di perairan Indonesia. Illegal fishing disamakan dengan illegal, Unported, Unregulated fishing. Menurut Undang-undang Nomor 31 Tahun 2004 jo Undang-undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perikanan, Tindak pidana perikanan adalah penangkapan ikan yang dilakukan tanpa SIUP dan SIPI, menggunakan bahan peledak, bahan beracun, bahan berbahaya dan lainnya yang mengakibatkan kerusakan dan kepunahan sumber daya ikan.

(14)

Tindak pidana perikanan ini umumnya bersifat merugikan bagi sumber daya perairan yang ada, karena semata-mata hanya akan memberikan dampak yang kurang baik bagi ekosistem perairan akan tetapi memberikan keuntungan yang besar bagi nelayan .Dalam hal ini yang sering melakukan penangkapan adalah nelayan tradisional maupun nelayan asing untuk memanfaatkan ikan-ikan yang dilarang untuk ditangkap, karena kegiatan itu semata-mata hanya memberikan keuntungan bagi nelayan tersebut padahal kegiatan tersebut memberi dampak buruk bagi ekosistem perairan.

Masalah penangkapan ikan secara illegal merupakan masalah klasik yang sering di hadapi oleh negara yang memiliki banyak pantai karena masalah ini sudah ada sejak dulu. Praktek ini masih marak terjadi diperairan Indonesia. Kemampuan dalam melakukan pengawasan dan pengendalian dinilai masih kurang efektif. Pemerintah cukup banyak mengalami masalah dalam hal perusakan dan pencemaran lingkungan laut seperti penangkapan ikan dengan menggunakan bahan peledak, pembuangan zat-zat berbahaya dari kapal-kapal.

Penangkapan ikan secara illegal bukanlah fenomena baru dalam kegiatan perikanan tangkap. Kegiatan ini tidak terbatas hanya terjadi di laut lepas,tapi juga terjadi di Zona Ekonomi Eksklusif ,laut teritorial, bahkan perairan pedalaman. Biasanya kegiatan ini di lakukan oleh kapal ikan asing maupun kapal ikan Indonesia.

(15)

pelanggaran di bidang perikanan. Dengan semakin banyaknya kasus dibidang perikanan secara ilegal dilakukan oleh nelayan asing maupun nelayan tradisional, maka pemerintah harus mengambil sikap tegas untuk mencegah dan menanggulangi tindak pidana perikanan tersebut.

Undang-undang tentang Perikanan ini belum dianggap membuat jera para pelaku tindak pidana perikanan dengan sanksi pidana yang dianggap sudah berat. Pencurian ikan di dalam pengaturannya sering disandingkan dengan tindak pidana perikanan lainnya, yaitu Unreported dan Unregulated (UUI) Fishing yang secara harfiah dapat diartikan sebagai kegiatan perikanan yang tidak sah, kegiatan perikanan yang tidak diatur oleh peraturan yang ada, atau aktivitasnya tidak dilaporkan kepada suatu institusi atau lembaga pengelola perikanan yang tersedia. Praktek IUU (Illegal , unreported and unregulated) fishing bukan saja dilakukan oleh perorangan saja, tetapi banyak juga dilakukan oleh korporasi.

Praktek ini merupakan suatu masalah yang biasa tetapi penanganannya yang dilakukan sangat sulit. Penegakkan hukum yang dilakukan tidak membuat para pelaku tindak pidana perikanan tersebut merasa ketakutan dalam melakukan perbuatan tersebut. Dalam hal penanganan ini, Presiden Republik Indonesia meminta agar adanya penanganan yang serius untuk mencegah pencurian ikan. Karena kasus ini tidak ada habisnya. Maka sangat dibutuhkan penanganan yang tegas dari para penegak hukum yang bersangkutan4.

4

(16)

Banyak faktor yang menyebabkan maraknya pencurian ikan di Indonesia. Salah satu faktornya adalah laut Indonesia yang begitu luas dan terbuka , dengan luasnya laut Indonesia pengawasan yang dilakukan pun sangat terbatas, keterbatsan itu dikarenakan sarana dan prasarana pun terbatas. Masih banyak faktor yang menyebabkan hal ini semakin bertambah.

Kabupaten Serdang Bedagai adalah salah satu kabupaten di provinsi Sumatera Utara dimana wilayah ini memiliki letak geografis yaitu terletak pada posisi 2o 57’- 3o 16 Lintang Selatan, 98o33’- 99o27’ Bujur Timur dengan luas wilayah 1.900,22 km2 dengan batas wilayah yaitu sebelah utara dengan selat malaka, sebelah selatan dengan kabupaten simalungun , sebelah timur dengan kabupaten asahan dan kabupaten simalungun, sebelah barat dengan kabupaten deli serdang dengan ketinggian wilayah 0-500 meter dari permukaan laut.

Kabupaten Serdang Bedagai yang memiliki potensi yang sangat tinggi di bidang perikanan dan kelautan , baik perikanan tangkap, perikanan budidaya, perairan umum dan pengembangan wilayah pesisir dengan garis pantai 95 km yang meliputi 5 Kecamatan yaitu Pantai Cermin, Perbaungan, Teluk Mengkudu, Tanjung Beringin, Bandar Khalifah. Kabupaten ini sangat terkenal dengan wilayah perairan5.

Potensi perikanan budidaya ikan cukup besar terdiri dari kolam air tenang seluas 6.908 ha, kerambah 525 Unit, kolam air deras dan budidaya ikan disawah

5

(17)

seluas 744 Ha .Potensi perairan umum terdiri dari waduk 45 Ha, sungai 795Ha, rawa dan saluran irigasi 215 Ha6.

Mengingat di kabupaten Serdang Bedagai ini, memiliki potensi perikanan yang sangat menjanjikan, maka sangat diperlukan upaya-upaya untuk melindungi dan mengawasi wilayah perairan ini dari praktek tindak pidana perikanan. Di perairan ini masih sering terjadi praktek tindak pidana perikanan baik yang dilakukan nelayan asing maupun nelayan tradisional ( nelayan Indonesia). Akibat praktek ini, kabupaten ini mengalami kerugian.

Praktek ini sangat merugikan kabupaten Serdang Bedagai yang kerugiannya dapat mencapai ratusan juta rupiah. Dimana kerugian yang dicapai setiap tahunnya semakin bertambah, karena dari hasil perikanan dan kelautan yang dimiliki oleh kabupaten ini sangat membantu APBD serdang Bedagai. Hasil perikanan ini yang sangat menjanjikan dibandingkan dengan Hasil alam yang lainnya.

Cara yang sering digunakan oleh nelayan di kabupaten Serdang Bedagai dalam melakukan kegiatan eksploitasi terhadap ikan yaitu dengan menggunakan alat tangkap trawl, pembiusan. Cara ini yang seharusnya dihindari oleh nelayan. Nelayan tidak pernah memikirkan akan kerusakan ekosistem ikan yang ada.

Dengan maraknya praktek tersebut di Kabupaten serdang Bedagai, perlunya pengawasan dan perlindungan yang lebih maksimal yang harusnya dilakukan oleh pemerintah. Sebenarnya, Pemerintah Kabupaten Serdang Bedagai

6

(18)

telah melakukan berbagai upaya untuk melindungi dan mengawasi wilayah perairan ini agar tidak meningkatnya praktek tersebut. Tetapi yang dilakukan Pemerintah masih dapat dikatakan belum efektif sekali.

Untuk menjamin keefektifan agar terselenggaranya perlindungan dan pengawasan di perairan tersebut, maka sangat dibutuhkan peran dari aparat penegak hukum yang ikut mengawasi dan melindungi perairan di kabupaten Serdang Bedagai tersebut. Maka dari itu, kepada POLRI sesuai dengan sifat pekerjaanya diberikan tugas khusus dibidangnya yang kita kenal dengan sebutan Polisi Perairan disingkat dengan POLAIR.

Berkaitan dengan uraian diatas, maka penulis tertarik untuk menguraikan lebih jauh mengenai peranan salah satu penegak hukum yang mempunyai wewenang dan tugas di bidang perairan yaitu Polisi Perairan dalam menangani tindak pidana perikanan.

Sehubungan dengan itu, maka penulis mengambil judul skripsi yaitu “ Peranan Polisi Perairan Dalam Menangani Tindak Pidana Perikanan di

Perairan Serdang Bedagai. (Studi di Kepolisian Perairan Resort Serdang Bedagai).”

B. Perumusan Masalah

(19)

Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis mencoba merumuskan permasalahan sebagai berikut :

1. Bagaimana pengaturan tentang Tindak Pidana Perikanan menurut hukum positif di Indonesia?

2. Bagaimana peranan Polisi Perairan dalam menangani Tindak Pidana Perikanan yang terjadi di Perairan Serdang Bedagai?

3. Apa saja kendala yang dihadapi oleh Polisi Perairan dalam menangani Tindak Pidana Perikanan yang terjadi di Perairan Serdang Bedagai?

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan

Adapun yang menjadi tujuan dari penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut:

1. Tujuan Objektif

a) Untuk mengetahui pengaturan tentang Tindak Pidana Perikanan menurut hukum positif di Indonesia.

b) Untuk mengetahui Peranan Polisi Perairan dalam menangani Tindak Pidana Perikanan yang terjadi di Perairan Serdang Bedagai.

c) Untuk mengetahui kendala yang dihadapi oleh Polisi Perairan dalam menangani Tindak Pidana Perikanan yang terjadi di Perairan Serdang Bedagai.

2. Tujuan Subjektif

(20)

dalam meraih gelar kesarjanaan di bidang Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

b) Untuk menambah , memperluas mengembangkan pengetahuan dan pengalaman penulis serta pemahaman aspek hukum di dalam teori dan praktek lapangan hukum , khususnya dalam bidang hukum pidana yang sangat berarti bagi penulis.

Penulisan skripsi ini juga diharapkan dapat memberi manfaat baik secara teorotis maupun praktis sebagai berikut :

1. Secara teoritis

Penulisan skripsi ini dapat memberikan manfaat sebagai bahan kajian maupun masukan yang diharapkan dapat memperkaya khsanah ilmu pengetahuan , menambah, dan melengkapi pembendaharan koleksi karya ilmiah serta memberikan kontribusi pemikiran yang menyoroti dan membahas tentang peranan polisi perairan dalam menanggulangi Tindak Pidana Perikanan.

2. Secara Praktis

(21)

D. Tinjauan Pustaka 1. Pengertian Peranan

Menurut Grass, Masson dan MC Eachern , Peranan didefinisikan sebagai perangkat harapn- harapan yang dikenakan pada individu atau kelompok yang menempati kedudukan sosial tertentu.7

Menurut pendapat Soejono Soekanto, pengertian peranan adalah8 :

“peranan (role) merupakan aspek dinamis kedudukan(status). Apabila seseorang melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai dengan kedudukannya. Maka ia menjalankan suatu peranan,Peranan menentukan apa yang diperbuatnya bagi masyarakat serta kesempatan-kesempatan apa yang diberikan oleh masyarakat.”

Berdasarkan dua pengertian diatas, maka peranan adalah suatu perangkat harapan yang dikenakan pada individu atau kelompok untuk melaksanakan hak dan kewajiban yang harus dilaksanakan oleh pemegang peran sesuai dengan yang diharapkan masyarakat.

Menurut pendapat Soerjono Soekanto peranan dapat mencakup 3 (tiga) hal yaitu9 :

1. Peranan meliputi norma-norma yang dihubungkan dengan posisi atau tempat seseorang dalam masyarakat, peranan dalam arti merupakan rangkaian-rangkaian peraturan yang membimbing seseorang dalam kehidupan bermasyarakat.

2. Peranan adalah suatu konsep tentang apa yang dilakukan oleh individu dalam masyarakat sebagai organisasi.

3. Peranan juga dapat dikatakan sebagai perilaku individu yang penting bagi struktur sosial masyarakat.

7

David Bery, Pokok-pokok Pikiran dalam sosiologi, PT.Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1995, hal. 100.

8

Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2004, hal.243.

9

(22)

Berdasarkan pendapat tersebut, peranan mencakup 3 aspek. Pertama, peranan merupakan penilaian dari perilaku seseorang yang berada di masyarakat. Perilaku seseorang yang berkaitan dengan posisindan kedudukannya, yang diatur dengan peraturan yang berlaku. Kedua, peranan merupakan konsep yang dilakukan seseorang dalam masyarakat sesuai dengan kedudukannya. Ketiga, peranan merupakan perilaku seseorang yang penting bagi struktur sosial masyarakat.

Menurut Pendapat Komarudin, Konsep tentang peran (role) sebagai berikut 10:

1. Bagian dari tugas utama yang harus dilakukan oleh manajemen 2. Pola perilaku yang diharapkan dapat menyertai suatu status. 3. Bagian suatu fungsi seseorang dalam kelompok atau pranata.

4. Fungsi yang diharapkan dari seseorang atau menjadi karakteristik yang ada padanya.

5. Fungsi setiap variabel dalam hubungan sebab akibat.

Berdasarkan pengertian tersebut dapat diambil pengertian bahwa peranan merupakn penilaian sejauhmana fungsi seseorang atau bagian dalam menunjang usaha pencapainnya yang ditentukan dengan sebab akibat.

2. Tinjauan tentang Polisi Perairan ( POLAIR) a. Pengertian Polisi Perairan

Kepolisian Perairan merupakan Direktorat yang berada dibawah Badan Pemeliharaan Keamanan Markas Besar Kepolisisan Negara Republik Indonesia (Baharkam Polri). Polisi Perairan merupakan pelaksana tugas polisi umum namun dalam wilayah perairan bukan daratan seperti layaknya polisi umum.

10

(23)

b. Tugas Polisi Perairan

Berdasarkan Pasal 67 ayat (2) Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2010 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Pada Tingkat Kepolisian Resor dan Kepolisian sektor. Tugas Polisi perairan adalah melaksanakan fungsi polisi perairan yang meliputi:

1) Patroli Perairan

2) Penegakan hukum di Perairan

3) Pembinaan masyarakat pantai dan perairan lainnya

Kasat Polisi Air Resort Serdang Bedagai mengatakan bahwa Tugas Polisi Perairan adalah :

1) Pemeliharaan keamanan, ketertiban masyarakat di seluruh wilayah perairan NKRI khususnya perairan Kabupaten Serdang bedagai.

2) Melindungi, mengayomi dan melayani masyarakat perairan di seluruh wilayah perairan NKRI khususnya perairan kabupaten Serdang bedagai. 3) Melaksanakan penegakan hukum di seluruh wilayah perairan NKRI

khususnya perairan kab. Serdang Bedagai.

Satuan Polisi Perairan (SATPOLAIR) dalam melaksanakan tugas dibantu oleh :

(24)

2) Urusan Administrasi dan Ketatausahaan (Urmintu), yang bertugas menyelenggarakan kegiatan administrasi dan ketatausahaan.

3) Unit Patroli (Unipatroli), yang bertugas menyelenggarakan patroli pantai dan patroli laut serta perairan, kerjasama dalam rangka penanganan SAR laut dan pantai, serta pembinaan masyarakat perairan.

4) Unit Penegakan Hukum ( Unitgakkum), bertugas melaksanakan pengamanan dan penegakan hukum diwilayah laut dan perairan, melaksanakan penyidikan kecelakaan dan penindakan pelanggaran dilaut dan perairan.

5) Unit pemeliharaan dan Perbaikan Kapal (Unitharkankapal), bertugas memelihara merawat danmemperbaiki mesin serta instalasi listrik kapal. c. Fungsi Polisi Perairan

Undang-undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, pada Pasal 2 menyatakan bahwa Fungsi Polisi adalah :

“salah satu fungsi pemerintahan negara di bidang pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakan hukum, perlindungan,

pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat”.

(25)

Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada Pasal 67 ayat (2), Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2010 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Pada Tingkat Kepolisian Resor dan Kepolisian sektor Polisi Perairan menyelenggarakan fungsi :

1) Pelaksanaan patroli, pengawalan penegakan hukum di wilayah perairan, dan pembinaan masyarakat pantai didaerah hukum Polres.

2) Pemberian bantuan SAR di laut/perairan . 3) Pelaksanaan transportasi kepolisian perairan.

4) Pemeliharaan dan perbaikan fasilitas serta sarana kapal di lingkungan Polres.

3. Tinjauan tentang Tindak Pidana a. Pengertian Tindak Pidana

Istilah tindak pidana berasal dari bahasa Belanda yaitu strafbaar feit, demikian juga terdapat dalam KUHP kita , tetapi tidak ada penjelasan resmi tentang apa yang dimaksud dengan strafbaar feit.

Dalam bahasa belanda, stafbaar feit ini terdiri dari tiga kata, yakni straf artinya pidana, baar artinya dapat, dan feit adalah perbuatan11. Jadi secara harafiah, srafbaar feit adalah perbuatan yang dapat di pidana.

Tindak pidana mempunyai pengertian yang abstrak dari peristiwa-peristiwa yang konkret dalam lapangan hukum pidana, sehingga perbuatan pidana haruslah diberi arti yang bersifat ilmiah dan ditentukan dengan jelas untuk dapat

11

(26)

memisahkan dengan istilah yang dipakai sehari-hari dalam kehidupan masyarakat12.

Menurut Pompe pengertian Srafbaar feit dibedakan 13.

a) Definisi menurut teori memberikan pengertian strafbaar feit adalah suatu pelanggaran terhadap norma, yang dilakukan karena kesalahan si pelanggar dan diancam dengan pidana untuk mempertahankan tata hukum dan menyelamatkan kesejahteraan umum.

b) Defenisi menurut hukum positif, merumuskan pengertian strafbaar feit adalah suatu kejadian yang oleh peraturan undang-undang dirumuskan sebagai perbuatan yang dapat dihukum.

Sedangkan menurut Simons, strafbaarfeit adalah14 :

“Tindakan melawan hukum yang telah dilakukan dengan sengaja oleh

seseorang yang dapat dipertanggungjawabkan atas tindakannya dan undang-undang telah dinyatakan sebagai tindakan yang dapat

dihukum”.

Ada beberapa istilah yang pernah digunakan , baik dalam perundang-undangan yang ada maupun dalam berbagai literatur hukum sebagai terjemahan dari istilah strafbaar feit yaitu15:

1. Tindak Pidana, dapat dikatakan berupa istilah resmi dalam perundang-undangan kita. Istilah ini digunakan antara lain dalam UU No. 11/PNPS/1963 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Subversi, dan perundang-undangan yang lain. Ahli hukum yang menggunakan istilah ini seperti Wirjono Prodjodikoro.

12

Bambang Poernomo, Asas-asas Hukum Pidana, Ghalia Indonesia, Jakarta,1993,hal. 124.

13

Ibid, hal. 91.

14

Evi Hartanti,Tindak Pidana Korupsi, Sinar Grafika, Jakarta, 2005, hal. 5

15

(27)

2. Perbuatan Pidana

Istilah ini digunakan oleh Mr.R.Tresna dalam bukunya Asas-asas Hukum Pidana. Menurut beliau, peristiwa pidana adalah :

“Suatu perbuatan atau rangkaian perbuatan manusia yang bertentangan

dengan undang-undang atau peraturan-peraturan lainnya, terhadap

perbuatan mana diadakan tindakan penghukuman”.

Ahli hukum lainnya adalah Utrecht, dalam bukunya Hukum Pidana I. Menurut beliau, peristiwa pidana diartikan sebagai berikut16:

“Suatu perbuatan handelen atau doen-positif atau suatu melalaikan nalaten-negatif , maupun akibatnya (keadaan yang ditimbulkan karena perbuatan atau melalaikan itu). Peristiwa pidana merupakan suatu peristiwa hukum , yaitu peristiwa kemasyarakatan yang membawa akibat

yang diatur oleh hukum”.

3. Delik

Istilah ini berasal dari bahasa latin yaitu delictum. Dalam bahasa Jerman disebut delict, dalam bahasa Perancis disebut delit, dan dalam bahasa Belanda disebut delict17.

Beberapa ahli hukum pidana memberikan pengertian mengenai delik dalam arti strafbaar feit , antara lain yaitu vos, van hannel dan simons. Menurut vos, delik didefenisikan sebagai feit yang dinyatakan dapat dihukum berdasarkan undang-undang. Menurut van hamel, delik adalah suatu serangan atau ancaman terhadap hak-hak orang lain. Sedangkan menurut simons, delik berarti18:

16

Evi Hartanti, Op.Cit, hal. 6

17

Leden Marpaung, Asas –Teori-Praktik Hukum Pidana, Sinar Grafika, Jakarta, 2005, hal. 7.

18

(28)

“Suatu tindakan melanggar hukum yang telah dilakukan dengan sengaja

ataupun tidak sengaja oleh seseorang yang tindakannya tersebut dapat dipertanggungjawabkan dan oleh undang-undang telah dinyatakan

sebagai perbuatan yang dapat dihukum”.

4. Perbuatan Pidana

Digunakan oleh Mr. Moeljatno dalam berbagai tulisan beliau seperti dalam buku Asas-asas hukum Pidana.

Menurut beliau, perbuatan pidana adalah perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum , larangan mana disertai ancaman(sanksi) yang berupa pidana tertentu bagi barangsiapa melanggar larangan tersebut19. Begitu juga untuk adanya perbuatan pidana itu harus ada unsur-unsur yaitu : 1) perbuatan (manusia), 2) memenuhi rumusan dalam undang-undang(syarat formil), 3) bersifat melawan hukum(syarat materil)20.

5. Perbuatan yang boleh dihukum

Istilah ini digunakan oleh Mr. Karni dalam bukunya Ringkasan tentang Hukum Pidana.

b. Unsur-Unsur Tindak Pidana

Menurut Simons, ada dua unsur yang harus dipenuhi agar suatu perbuatan itu dapat dikatakan sebagai tindak pidana yaitu unsur objektif dan unsur subjektif. Unsur Objektif yaitu berupa tindakan yang dilarang atau diharuskan, serta akibat keadaan atau masalah tertentu, sedangkan unsur subjektif yaitu berupa

19

Adami Chazawi, Op. Cit,hal. 71

20

(29)

kesalahan (Schuld), dan kemampuan bertanggung jawab (toerekenings vatbaar), dari pelaku21.

Jadi, berdasarkan doktrin tersebut, dapat disimpulkan bahwa unsur-unsur tindak pidana terdiri atas unsur subjektif dan objektif.

a) Unsur Subjektif

Yaitu unsur yang berasal dari dalam diri si pelaku. Asas hukum pidana

yang menyatakan bahwa “ tidak ada hukuman kalau tidak ada kesalahan” (actus

non facit reum nisi mens sit rea). Kesalahan yang dimaksud disini adalah kesalahan yang diakibatkan oleh kesengajaan ( intentian / opzet/ dolus) dan kealpaan ( negligence / culpa).

Unsur pertama dari kesalahan ( schuld) adalah kesengajaan. Kesengajaan adalah dikehendaki.

Dalam Crimineel wetboek (KUHP) tahun 1809 dicantumkan22:

“kesengajaan adalah kemauan untuk melakukan atau tindakan melakukan perbuatan-perbuatan yang dilarang atau diperintahkan oleh

undang-undang”.

Kemudian dalam Memorie van Toelichting (MvT) Menteri Kehakiman sewaktu mengajukan Criminiel Wetboek tahun 1888 ( yang menjadi KUHP Indonesia tahun 1915), memuat23:

21

E.Y Kanter dan S.R Sianturi,Asas-asas Hukum Pidana di Indonesia dan Penerapannya, Sinar Grafika,Jakarta, 2002, hal. 205

22

Leden Marpaung, Op.Cit,hal. 13

23

(30)

“ Kesengajaan adalah dengan sadar berkehendak untuk melakukan sesuatu

kejahatan tertentu ( de bewuste richting van den wil op een depaald misdriff).”

Mengenai Mvt tersebutn, Satochid Kartanegara menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan opzet willens en weten ( dikehendaki dan diketahui) adalah24:

“ Seseorang yang melakukan suatu perbuatan dengan sengaja harus

mengkehendaki ( willen) perbuatan itu serta harus menginsafi atau mengerti ( weten) akan akibat dari perbuatan itu.”

Pada umumnya, para pakar telah sepakat bahwa kesengajaan itu dibagi atas tiga bentuk yaitu kesengajaan sebagai maksud ( opzet als oogmerk), kesengajaan dengan kepastian (opzet bij zekerheidsbewustzijn), kesengajaan dengan kemungkinan (opzet bij mogelijkheidsbewustzijn) disebut juga dengan dolus eventualis25.

1. Kesengajaan dengan maksud ( opzet als oogmerk)

Kesengajaan ini sama dengan mengkhendaki untuk mewujudkan perbuatan, untuk melalaikan kewajiban hukum , dan timbulnya akibat perbuatan itu.

2. Kesengajaan dengan kepastian ( opzet bij zekerheidsbewustzjin)

Yaitu dimana di pelaku (doer atau dader) mengetahui pasti atau yakin benar bahwa selain akibat dimaksud, akan terjadi suatu akibat lain. Si pelaku menyadari bahwa dengan melakukan perbuatan itu , pasti akan timbul akibat lain.

(31)

Kesengajaan ini yaitu bahwa seseorang melakukan perbuatan dengan tujuan untuk menimbulkan suatu akibat tertentu. Akan tetapi, si pelaku menyadari bahwa mungkin akan timbul akibat lain yang juga dilarang dan diancam oleh undang-undang.

Unsur kedua dari kesalahan ( schuld) adalah kealpaan. Kealpaan adalah tidak dikendaki.

Contoh kealpaan menurut Satochid Kartanegara yaitu26:

A membuat api untuk memasak air. Jelas disini bahwa A membuat api dengan sengaja. Akan tetapi, kemudian api menjilati dinding rumah sehingga menimbulkan kebakaran.

Dalam hal ini perbuatan A yang menimbulkan kebakaran tersebut harus ditinjau dari sudut syarat-syarat kesalahan, yaitu :

 Apakah terdapat ketidak hati-hatian pada diri A?

 Apakah A dapat membayangkan akan timbulnya kebakaran atau tidak?

b) Unsur Objektif

Yaitu unsur dari luar diri pelaku, terdiri atas : 1. Perbuatan manusia, berupa:

a. Act, yaitu perbuatan aktif atau perbuatan positif.

b. Omission, yaitu perbuatan pasif atau perbuatan negatif, seperti mendiamkan atau membiarkan.

26

(32)

2. Akibat (result) perbuatan manusia

Akibat tersebut membahayakan atau merusak, bahkan menghilangkan kepentingan-kepentingan yang dipertahankan oleh hukum, seperti nyawa, badan, kemerdekaan, hak milik dan sebagainya.

3. Sifat dapat dihukum dan sifat melawan hukum

Sifat dapat dihukum berkenaan dengan alasan-alasan yang membebaskan si pelaku dari hukuman. Adapun sifat melawan , yakni berkenaan dengan larangan atau perintah.

Semua unsur tindak pidana yang telah diuraikan diatas merupakan satu kesatuan. Salah satu unsur saja tidak terbukti , dapat menyebabkan terdakwa dibebaskan dari pengadilan.

4. Tinjauan tentang Tindak Pidana Perikanan

Pengertian tindak pidana perikanan tidak ada dijumpai baik khususnya di dalam undang-undang Nomor 31 Tahun 2004 jo Undang-undang Nomor 45 Tahun 2009. Dalam undang-undang ini hanya diatur tentang pengadilan perikanan , mengenai penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di sidang pengadilan perikanan.

Berdasarkan ketentuan pidana yang diatur dalam Pasal 84-100 Undang-undang ini, tindak pidana perikanan dapat digolongkan sebagai berikut27

1) Penangkapan ikan yang dilakukan dengan menggunakan penggunaan bahan yang dapat membahayakan kelestarian sumber daya ikan/

27

(33)

lingkungannya. Hal ini diatur dalam pasal 84 dalam undang-undang ini yang pada dasarnya mengatur agar orang atau perusahaan yang melakukan penangkapan ikan secara wajar, sehingga sumber daya ikan dan lingkungannya tetap terjaga kelestariannya dan sehat.

2) Penangkapan ikan dengan menggunakan alat penangkap ikan yang mengganggu dan merusak sumber daya ikan di kapal perikanan. Hal ini diatur dalam Pasal 85 dalam undang-undang ini dengan tujuan untuk melindungi sumber daya ikan di perairan wilayah pengelolaan perikanan. 3) Melakukan perbuatan yang berkaitan dengan pencemaran/ kerusakan

sumber daya ikan / lingkungannya. Hal ini diatur dalam Pasal 86 ayat 1 dalam undang-undang ini yang pada dasarnya mengatur bahwa dalam pengelolaan perikanan akan selalu berhubungan dengan air sehingga rawan terhadap pencemaran atau kerusakan lingkungan, sehingga dilaukakn pengaturan untuk menanggulangi adanya pencemaran tersebut, agar para pengelola perikanan selalu berhati-hati dalam melaksanakan pengelolaan.

4) Melakukan pembudidayaan ikan. Hal ini diatur dalam Pasal 86 ayat 2,3,4 dalam undang-undang ini, pada kejahatan perikanan perubatan yang dilakukan sangat luas, berbeda dengan kejahatan yang dapat membahayakan sumber daya ikan, perbuatannya sudah ditetapkan bentuknya yaitu yang berkaitan dengan pembudidayaan ikan.

(34)

penting dibidang pengelolaan perikanan , maka apabila plasma nufah dirusak dapat mengakibatkan kegagalan pengelolaaan perikanan dan penangkapan ikan dan hasilnya kurang memeuaskan, sehingga perlu diatur pengaturan.

6) Perbuatan yang bersangkutan dengan pengelolaan perikanan yang merugikan masyarakat. Hal ini diatur dalam pasal 88 undang-undang ini, yang pada dasarnya mengatakan bahwa dalam melaksanakan pengelolaan perikanan wajib dilakukan dengan baik, agar hasilnya baik pulak.pengeloaan perikanan dengan cara yang menyimpang berakibat akan merugikan masyarakat karena hasilnya berkualitas kurang, atau tidak dapat di konsumsi. Oleh karena itu, perbuatan tersebut harus diancam pidana.

7) Perbuatan yang berkaitan dengan pengolahan ikan yang kurang atau tidak memenuhi syarat. Hal ini diatur dalam Pasal 89 undang-undang ini, yang mengatur agar dalam pengeloaan perikanan dapat berdaya guna dan berhasil guna maka setiap orang yang melakukan penangan dan pengelolahan ikan wajib memenuhi dan menerapkan persyaratan kelayakan pengolahan ikan, sistem jaminan mutu, dan keamanan hasil perikanan.

(35)

mengimpor produk hasil perikanan wajib memeiliki serifikat kesehatan agar barang makanan tersebut layak dikonsumsi.

9) Penangkapan ikan yang berkaitan dengan penggunaan bahan/alat yang membahayakan manusia dalam melaksanakan pengelolahan ikan. Hal ini diatur dalam Pasal 91 undang-undang ini, mengatur bahwa pengusaha dibidang perikanan tidak menggunakan bahan-bahan yang membahayakan kesehatan manusia untuk memasarkan hasil olahannya agar awet dan penampilannya menarik.

10)Perbuatan yang berkaitan dengan melakukan usaha perikanan tanpa SIUP. Hal ini diatur dalm Pasal 92 undang-undang ini yang mengatakan bahwa pada dasarnya semua perusahan apapun bentuknya wajib memiliki izin usaha sesuai dengan bidang usahanya demikian juga dalam usaha perikanan harus memiliki SIUP.

11)Melakukan penangkapan ikan tanpa memiliki SIPI. Hal ini diatur dalam Pasal 93 undang-undang ini, mengatur bahwa di samping memiliki SIUP perusahan bidang perikanan wajib memiliki SIPI untuk dapat melakukan penangkapan ikan.

12)Melakukan penangkapan ikan tanpa memiliki SIKPI. Hal ini diatur dalam Pasal 94 undang-undang ini yang mengatur bahwa setiap kapal perikanan yang berupa kapal pengakut ikan wajib memiliki SIKPI.

(36)

izin tersebut harus memenuhi syarat yang ditetapkan dan mengikuti prosedur.

14)Membangun, mengimpor, memodifikasi kapal perikanan tanpa izin. Hal ini diatur dalam Pasal 95 undang-undang ini mengatur bahwa pengusaha perikanan tidak bebas untuk mendapatkan kapal perikanan , karena pada prinsipnya bentuk kapalnya sudah ditentukan oleh pemerintah, tujuannya untuk keselamatan dalam pelayaran, khususnya untuk menyangkut ikan. 15)Tidak melakukan pendaftaran kapal perikanan. Hal ini diatur dalam Pasal

96 undang-undang ini mengatur bahwa setiap kapal perikanan milik orang Indonesia wajib didaftrakan terlebih dahulu sebagai kapal Perikanan di Indonesia.

16)Perbuatan yang berkaitan dengan pengopersian kapal perikanan asing. Hal ini diatur dalam Pasal 97 undang-undang ini mengatur bahwa kapal perikanan asing yang melakukan pengoperasian diwilayah pengelolaan perikanan Indonesia memiliki perlakuan sendiri mengenai hukum pidananya.

17)Tanpa memiliki surat persetujuan berlayar. Hal ini diatur dalam Pasal 98 undang-undang ini mengatur bahwa setiap pelabuhan perikanan terdapat syiahbandar yaitu pejabat yang berwenang menjalankan dan melakukan pengawasan terhadap dipenuhinya peraturan untuk menjaamin keselamatn dan keamanan kapal perikanan.

(37)

perikanan dengan tujuan memperoleh data dari lapangan untuk mengetahui keadaan nyata dalam pengelolaan perikanan haruslah memiliki izin dari pemerintah hal ini untuk melindungi perikanan Indonesia dari pengaruh negatif yang ditimbulkan dari penelitian asing. 19)Melakukan usaha pengelolaan perikana yang tidak memenuhi ketentuan

yang ditetapkan UU perikanan. Hal ini diatur dalm Pasal 100 undang-undang ini , mengatur bahwa seorang pengusaha dibidang perikanan dalam menjalankan usahanya selain harus memenuhi persyaratan dalam mengurus izin yang diperlukan, juga wajib mematuhi ketentuan yang ditetapkan oleh UU perikanan.

20)Penangkapan ikan yang dilakukan oleh nelayan/ pembudidaya ikan kecil. Hal ini diatur dalam pasal 100b undang-undang ini, mengatur bahwa dibidang perikanan baik pengusaha kecil maupun pengusahan besar mendapat perlakuan sama apabila perbuatannya bertentangan dengan uu perikanan akan mendapatkan sanksi pidana.

(38)

E. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang diteliti oleh penulis ialah metode penelitian hukum normatif dan juga metode penelitian empiris yaitu dengan melakukan penelitian kepustakaan dan penelitian lapangan, Penelitian kepustakaan yakni penelitian yang dilakukan dengan meneliti bahan-bahan kepustakaan, khususnya perundang-undangan dan kepustakaan hukum yang berkaitan, sedangkan penelitian lapangan adalah penelitian yang dilakukan dengan melakukan pengamatan langsung (observasi) dan wawancara langsung dengan objek yang berkaitan.

2. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian dilakukan di Satuan Kepolisian Perairan Resort Serdang Bedagai, Sumatera Utara.

3. Jenis data dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam skripsi ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh melalui wawancara dengan narasumber. Data sekunder adalah data yang diperoleh melalui bahan pustaka28. Bahan sekunder yang dimaksud adalah sebagai berikut :

1. Bahan hukum primer, antara lain : a. Norma atau kaedah dasar b. Peraturan dasar

c. Peraturan perundang-undangan seperti KUHAP, UU No.31 Tahun 2004 jo UU No. 45 tahun 2009 tentang Perikanan, UU No.5 Tahun

28

(39)

1983 Tentang Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia, UU No.2 tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, UU No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam hayati dan Ekosistemnya.

2. Bahan Hukum sekunder berupa buku yang berkaitan dengan tindak pidana illegal fishing, artikel dan lain sebagainya.

4. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah : a. Penelitian Kepustakaan (Library research)

Studi Kepustakaan dilakukan untuk mengumpulkan data dari berbagai sumber bacaan seperti Peraturan Perundang-Undangan, buku-buku, majalah, dan bahan lainnya yang berhubungan dengan skripsi ini.

b. Penelitian Lapangan ( Field Research)

Proses pengumpulan bahan-bahan melalui penelitian lapangan dilakukan melalui wawancara dengan tanya jawab secara langsung dengan narasumber yang dilakukan di Satuan Kepolisian Perairan Resort Serdang Bedagai.

5. Analisis Data

(40)

penting dan apa yang dipelajari, dan memutuskan apa yang dapat diceritakan kepada orang lain.

F. Keaslian Penulisan

Skripsi ini merupakan karya tulis asli. Belum ada penulis yang menulis skripsi tentang hal yang sama , khususnya untuk yang terdapat di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, Medan. Penulisan Skripsi ini merupakan ide, gagasan pemikiran dan usaha penulis sendiri bukan merupakan hasil ciptaan atau hasil penggandaan dari karya tulis orang lain yang dapat merugikan pihak-pihak tertentu.

Dengan ini penulis dapat bertanggung jawab atas keaslian penulisan skripsi ini, belum pernah ada judul yang sama demikian juga dengan pembahasab yang diuraikan. Dalam hal mendukung penulisan ini dipakai pendapat-pendapat para sarjana yang diambil atau dikutip berdasarkan daftar referensi dari buku para sarjana yang ada hubungannya dengan masalah dan pembahasan .

G. Sistematika Penulisan

Untuk memberikan gambaran secara keseluruhandari skripsi ini penulis akan menguraikan sistematiknya. Skripsi ini terdiri dari V ( lima) Bab, yaitu :

BAB I PENDAHULUAN

(41)

BAB II PENGATURAN TENTANG TINDAK PIDANA PERIKANAN MENURUT HUKUM POSITIF DI INDONESIA.

Dalam Bab ini penulis akan menguraikan secara menyeluruh tentang bagaimana pengaturan tentang tindak pidana perikanan menurut hukum positif di Indonesia.Pemaparan terkait dengan jenis-jenis tindak pidana perikanan dan pengaturan mengenai sanksi pidana yang diatur dalam undang-undang perikanan yaitu Undang-undang No. 31 Tahun 2004 jo Undang-undang No.45 Tahun 2009, dan undang-undang yang mempunyai relevansi di bidang perikanan yaitu undang No.5 Tahun 1983, Undang-undang No.5 Tahun 1990, Undang-Undang-undang No.1 Tahun 1973.

BAB III PERANAN POLISI PERAIRAN DALAM MENANGANI TINDAK PIDANA PERIKANAN YANG TERJADI DI PERAIRAN SERDANG BEDAGAI.

(42)

BAB IV KENDALA YANG DIHADAPI OLEH POLISI PERAIRAN DALAM MENANGANI TINDAK PIDANA PERIKANAN DI PERAIRAN SERDANG BEDAGAI.

Dalam Bab IV ini penulis akan menguraikan tentang kendala- kendala yang dihadapi oleh Polisi Perairan baik kendala yang berasal dari dalam kepolisian maupun kendala yang berasal dari luar kepolisian.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

(43)

BAB II

PENGATURAN TENTANG TINDAK PIDANA PERIKANAN MENURUT HUKUM POSITIF DI INDONESIA

Tindak pidana perikanan diatur didalam perundang-undangan yaitu Undang-undang Nomor 31 Tahun 2004 jo Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009, Undang-undang Nomor 5 Tahun 1983 tentang Zona Ekonomi Eksklusif, Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya, dan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1973 tentang Landas Kontinen Indonesia.

1. Undang-undang Nomor 31 Tahun 2004 jo Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 Tentang Perikanan.

a) Karekteristik undang-undang tentang Perikanan.

Tindak pidana perikanan yang diatur menurut undang-undang ini ada 2 macam delik, yaitu :

1) Delik kejahatan ( misdrijven) 2) Delik pelanggaran (overtredingen)

Kejahatan ini merupakan criminel-onrecht yaitu perbuatan yang bertentangan dengan hukum, dan juga norma-norma menurut kebudayaan dan keadilan yang ditentukan oleh Tuhan. Sedangkan pelanggaran merupakan politie onrecht yaitu perbuatan yang pada umumnya dilarang oleh peraturan penguasa atau negara29.

29

(44)

Kriteria Delik kejahatan itu ialah delik-delik yang melanggar kepentingan hukum dan juga membahayakan secara konkrit, sedangkan pelanggaran itu hanya membahayakan secara in abstracto saja30.

Tindak pidana dibidang perikanan yang termasuk delik kejahatan diatur dalam Pasal 84, Pasal 85, Pasal 86, Pasal 88, Pasal 91, Pasal 92, Pasal 94, serta pasal 100A dan Pasal 100b, sedangkan yang termasuk delik pelanggaran diatur dalam Pasal 87, Pasal 89, Pasal 90, Pasal 95, Pasal 96, Pasal 97, Pasal 98, Pasal 99, Pasal 100 dan Pasal 100c. Tindak pidana perikanan memenuhi unsur -unsur tindak pidana yang digolongkan sebagai konvensional crime. Bagi dari segi pelaku, tempat kejadian, maupun dampak yang ditimbulkan. Berdasarkan rumusan Undang-undang Nomor 31 Tahun 2004 jo Undang-undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perikanan, tindak pidana perikanan secara keseluruhan sebagai berikut :

1. Menangkap ikan atau memungut ikan yang berasal dari kawasan perikanan tanpa memiliki hak atau izin dari pejabat yang berwenang. 2. Mengelola dan atau membudidayakan ikan yang berasal dari kawasan

perikanan tanpa memiliki hak atau izin dari pejabat yang berwenang. 3. Mengangkut , memiliki, menguasai hasil perikanan tanpa melengkapi surat

keterangan sahnya pelayaran hasil perikanan berupa ikan.

4. Membawa alat-alat atau bahan-bahan lainnya yang digunakan untuk menangkap dan atau pengelolaan perikanan di kawasan pengelolaan perikanan tanpa izin dari pejabat yang berwenang.

30

(45)

Selanjutnya pada Pasal 84 ayat (1 sampai 4) Undang-undang Nomor 31 Tahun 2004 jo Undang-undang 45 Tahun 2009 tentang Perikanan, sanksi Tindak pidana perikanan sebagai berikut :

1) Setiap orang yang dengan sengaja di wilayah pengelolaan perikanan Republik Indonesia melakukan penangkapan ikan dan/atau pembudidayaan ikan dengan menggunakan bahan kimia, bahan biologis, bahan peledak, alat dan/atau cara, dan/atau bangunan yang dapat merugikan dan/atau membahayakan kelestarian sumber daya ikan dan/ atau lingkungannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling banyak Rpl.200.000.000,00 (satu miliar dua ratus juta rupiah). 2) Nakhoda atau pemimpin kapal perikanan, ahli penangkapan ikan, dan anak

buahkapal yang dengan sengaja di wilayah pengelolaan perikanan Republik Indonesia melakukan penangkapan ikan dengan menggunakan bahan kimia, bahan biologis, bahan peledak, alat dan/atau cara, dan/atau bangunan yang dapat merugikan dan/atau membahayakan kelestarian sumber daya ikan dan/atau lingkungannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2), dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rpl.200.000.000,00 (satu miliar dua ratus juta rupiah).

3) Pemilik kapal perikanan, pemilik perusahaan perikanan, penanggung jawab perusahaan perikanan, dan/atau operator kapal perikanan yang dengan sengaja di wilayah pengelolaan perikanan Republik Indonesia melakukan usaha penangkapan ikan dengan menggunakan bahan kimia, bahan biologis, bahan peledak, alat dan/atau cara, dan/atau bangunan yang dapat merugikan dan/atau membahayakan kelestarian sumber daya ikan dan/atau lingkungannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (3), dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).

(46)

Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (3), ayat (4) adalah merupakan kejahatan dan juga memenuhi unsur pelanggaran. Tindak pidana sebagaimana yang dimaksud pada ayat ini apabila dilakukan oleh dan atau atas nama badan hukum atau badan usaha tuntutan pidananya dijatuhkan pada pengurusnya baik senddiri-sendiri maupun bersama-sama dikenakan sanksi pidana dengan ancaman pidana dari masing-masing dari tuntutan pidana yang dijatuhkan. Semua hasil perikanan dari kejahatan dan pelanggaran dan atau alat-alat termasuk alat-alat angkutnya yang dipergunakan untuk melakukan kejahatan atau pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal ini dirampas oleh negara.

Sanksi Tindak pidana yang dimaksud dalam Pasal 84 ayat (1 samapi 4) Undang-undang tersebut adalah sebagai berikut :

1) Setiap orang dilarang merusak prasarana dan sarana perlindungan laut. 2) Setiap orang yang diberi izin usaha penangkapan, pengelolaan serta

pembudidayaan perikanan dilarang melakukan kegiatan yang menimbulkan kerusakan lingkungan ekosistem laut.

3) Setiap orang dilarang :

a. Mengerjakan dan atau melakukan penangkapan ikan, pengelolaan, serta pembudidayaan dikawasan perairan Indonesia dengan tidak sah.

b. Melakukan penangkapan ikan, pengolaan, serta pembudidayaan di kawasan perairan Indonesia sesuai dengan ketentuan batasan ZEE dengan menggunakan bahan kimia, bahan-bahan peledak.

(47)

d. Membawa alat-alat dan juga bahan peledak kimia yang tidak lazim dan patut diduga akan digunakan untuk melakukan penangkapan, pengelolaan, serta pembudidayaan perikanan tanpa izin.

e. Membuang bahan-bahan kimia atau pun benda-benda yang berbahaya dan dapat menyebabkan kerusakan ekosistem laut serta membahayakan keberadaan dan keberlangsungan fungsi laut di kawasan perairan.

Berdasarkan bentuk dan sanksi tindak pidana perikanan tersebut, maka dapat dirumuskan unsur pokok subjek dan objeknya adalah : setiap orang dengan sengaja dan karena kelalaiannya ( Pada Pasal 84 ayat 1, ayat 2, ayat 3, ayat 4) melanggar ketentuan ( melawan hukum ).

b) Jenis Hukuman Pidana dan Sistem perumusan Sanksi Pidana. 1. Jenis Hukuman Pidana

Sebelum menjelaskan tentang jenis hukuman. Penulis ingin menjelaskan tentang penghukuman atau pemidanaan terlebih dahulu. Hukuman berasal dari perkataan wordt gestraft. Hukuman ini istilah yang konvensial , yang pengertiannya sangat luas dan berubah-ubah31. Salah seorang ahli hukum yaitu Sudarto mengatakan bahwa hukuman ialah penderitaan yang sengaja dibebankan kepada orang yang melakukan perbuatan yang melanggar hukum32.

31

M.Hamdan,Hukuman dan Pengecualian Hukuman menurut KUHP dan RUU KUHP,USU Press, Medan,2010,hal.6

32

(48)

Menurut Satochid Kartanegara dan pendapat-pendapat para ahli hukum terkemuka dalam hukum pidana, mengemukakan teori pemidanaan atau penghukuman dalam hukum pidana dikenal ada tiga aliran yaitu33:

a. Absolute atau vergeldings theorieen (vergelden/imbalan)

Aliran ini mengajarkan dasar daripada pemidanaan harus dicari pada kejahatan itu sendiri untuk menunjukkan kejahatan itu sebagai dasar hubungan yang dianggap sebagai pembalasan,imbalan terhadap orang yang melakukan perbuatan jahat. Oleh karena kejahatan itu menimbulkan penderitaan bagi si korban.

b. Relative atau doel theorieen (maksud/tujuan)

Dalam ajaran ini yang dianggap sebagai dasar hukum dari pemidanaan adalah bukan velgelding, akan tetapi tujuan dari pidana itu. Jadi aliran ini menyandarkan hukuman pada maksud dan tujuan pemidanaan itu, artinya teori ini mencari manfaat daripada pemidanaan.

c. Vereningings theorieen (teori gabungan)

Teori ini sebagai reaksi dari teori sebelumnya yang kurang dapat memuaskan menjawab mengenai hakikat dari tujuan pemidanaan. Menurut ajaran teori ini dasar hukum dari pemidanaan adalah terletak pada kejahatan itu sendiri, yaitu pembalasan atau siksaa, akan tetapi disamping itu diakuinya pula sebagai dasar pemidanaan itu adalah tujuan daripada hukum.

Dari beberapa definisi diatas dapat kita ketahui : 1. Teori absolut atau teori pembalasan

Teori ini memberikan statement bahwa penjatuhan pidana semata-mata karena seseorang telah melakukan suatu kejahatan atau tindak pidana. Pidana merupakan akibat mutlak yang harus ada sebagai suatu pembalasan kepada orang yang telah melakukan kejahatan. Adapun yang menjadi dasar pembenaranya dari penjatuhan pidan itu terletak pada adanya kejahatan itu sendiri. Oleh karena itu, pidana mempunyai fungsi untuk menghilangkan kejahatan tersebut.

33

(49)

Sahetapy mengatakan bahwa teori absolut adalah teori tertua, setua sejarah manusia34. Menurut Johanes Andenaes, mengatakan bahwa tujuan utama dari pidana adalah untuk memuaskan tuntutan keadilan, sedangkan pengaruh-pengaruh lainnya yang menguntungkan adalah hal sekunder jadi menurutnya bahwa pidanayang dijatuhkan semata-mata untuk mencari keadilan dengan melakukan pembalasan35.

Lebih lanjut immanuel kant mengatakan bahwa pidana menkhendaki agar setiap perbuatan melawan hukum harus dibalas karena merupakan suatu keharusan yang bersifat mutlak yang dibenarkan sebagai pembalasan. Oleh karena itu konsekuensinya adalah setiap pengecualian dalam pemidanaan yang bertujuan untuk mencapai tujuan tertentu selain pembalasan harus dikesampingkan.

Tokoh lain yang menganut teori absolut adalah hegel, ia berpendapat bahwa pidana merupakan suatu keharusan logis sebagai konsekuensi dari adanya kejahatan. Kejahatan adalah pengingkaran terhadap ketertiban hukum suatu negara yang merupakan perwujudan dari cita-cita susila, maka pidana merupakan suatu pembalasan36.

Hugo de groot dengan mengikuti pendapat dari Phitagoras, menuliskan bahwa kita tidak seharusnya menjatuhkan suatu pidana karena seseorang telah melakukan kejahatan, akan tetapi untuk mencegah supaya orang jangan melakukan kejahatan lagi37.

34

J.E Sahetapy, Victimologi Sebuah Bunga Rampai, Pustaka sinar Harapan, Jakarta, 1987, hal. 198

35

Muladi, Lembaga Pidana bersyarat, Alumni, Bandung, 1985, hal.19

36

Ibid.

37

(50)

2. Teori Relatif atau teori tujuan.

Menurut teori ini penjatuhan pidana bukanlah sekedar untuk melakukan pembalsan atau pengimbalan. Pembalasan itu sendiri tidak mempunyai nilai tetapi hanya sebagai sarana melindungi kepentingan masyarakat.

Muladi dan Barda Nawawi Arief mengatakan bahwa teori ini menegaskan penjatuhan pidana bukanlah merupakan guna memuaskan tuntutan absolut dari keadilan38. Lebih lanjut teori ini menjelaskan bahwa tujuan dari penjatuhan pidana adalah sebagai berikut39 :

a. Teori menakutkan yaitu tujuan dari pidana itu adalahuntuk menakut-nakuti seseorang, sehingga tidang melakukan tindak pidana baik terhadap pelaku itu sendiri maupun terhadap masyarakat (preventif umum)

b. Teori memperbaiki yaitu bahwa dengan menjatuhkan pidana akan mendidik para pelaku tindak pidana sehingga menjadi orang yang baik dalam masyarakat (preventif khusus).

Sedangkan prevensi khusus, dimaksudkan bahwa pidana adalah pembaharuan yang esensi dari pidana itu sendiri. Sedangkan fungsi perlindungan dalam teori memperbaiki dapat berupa pidana pencabutan kebebasan selama beberapa waktu. Dengan demikian masyarakat terhindar dari kejahatan yang akan terjadi. Oleh karena itu pemidanaan harus memberikan pendidikan dan bekal untuk tujuan kemasyarakatan.

Menurut pandangan modern, prevensi sebagai tujuan dari pidana adalah merupakan sasaran utama yang akan dicapai sebab itu tujuan pidana dimaksudkan untuk kepembinaan atau perawatan bagi terpidana, artinya dengan penjatuhan

38

Muladi dan Barda Nawawi Arief, Teori-Teori dan Kebijakan Pidana, PT.Alumni, Bandung, 1998, hal.11

39

(51)

pidana itu terpidana harus di bina sehingga setelah selesai menjalani pidanany, ia akan menjadi orang yang lebih baik dari sebelum menjalani pidana40.

3. Teori Gabungan

Selain teori absolut dan teori relatif juga ada teori ketiga yang disebut teori gabungan. Teori muncul sebagai reaksidari teori yang sebelumnya yang kurang memuaskan menjawab mengenai tujuan dari pemidanaan.

Tokoh utama yang mengajukan teori gabungan ini adalah Pellegrino Rossi (1787-1848). Teori ini berakar pada pemikiran yang bersifat kontradiktif antara teori absolut dengan teori relatif. Teori gabungan berusaha menjelaskan dan memberikan dasar pembenaran tentang pemidanaan dari berbagai sudut pandang yaitu41:

a. Dalam rangka menentukan benar dan atau tidaknya asas pembalasan, mensyaratkan agar setiap kesalahan harus dibalas dengan kesalahan, maka terhadap mereka telah meninjau tentang pentingnya suatu pidana dari sudut kebutuhan masyarakat dan asas kebenaran.

b. Suatu tindak pidana menimbulkan hak bagi negara untuk menjatuhkan pidana dan pemidanaan merupakan suatu kewajiban apabila telah memiliki tujuan yang dikehendaki.

c. Dasar pembenaran dari pidana terletak pada faktor tujuan yakni mempertahankan tertib hukum.

Lebih lanjut Rossi berpendapat bahwa pemidanaan merupakan pembalasan terhadap kesalahan yang telah dilakukan, sedangkanberat ringannya pemidanaan harus sesuai dengan justice absolute (keadilan yang mutlak) yang tidak melebihi justice sosial (keadilan yang dikehendaki oleh masyarakat), sedangkan tujuan yang hendak diraih berupa42:

40

Djoko Prakoso, Op.Cit, hal.23.

41

Muladi, Op.Cit, hal.19

42

(52)

a. Pemulihan ketertiban

b. Pencegahan terhadap niat untuk melakukan tindak pidana. c. Perbaikan pribadi terpidana

d. Memberikan kepuasan moral kepada masyarakat sesuai rasa keadilan, e. Memberikan rasa aman bagi masyarakat.

Bentuk-bentuk hukuman pada dasarnya diatur dalam buku I KUHP bab ke-2 dimulai dari Pasal 10 sampai dengan Pasal 43. KUHP sebagai induk atas sumber utama hukum pidana telah merinci dan merumuskan tentang bentuk-bentuk pidana yang berlaku di Indonesia. Bentuk-bentuk-bentuk pidana dalam KUHP disebutkan dalam pasal 10 KUHP. Pada pasal 10 KUHP ini dikenal ada dua jenis hukuman pidana yaitu pidana pokok dan pidana tambahan. Pidana pokok merupakan hukuman yang wajib dijatuhkan hakim yang terdiri dari43:

1) Pidana mati 2) Pidana Penjara 3) Pidana Kurungan 4) Denda

Sedangkan Pidana tambahan yaitu : 1) Pencabutan hak-hak tertentu 2) Perampasan barang-barang tertentu 3) Pengumuman putusan hakim

Dengan demikian di dalam Pengadilan , Hakim tidak boleh menjatuhkan hukuman pokok kecuali yang telah dirumuskan oleh KUHP.

43

(53)

Sedangkan di dalam Undang Nomor 31 Tahun 2004 jo Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 Tentang Perikanan. Jenis hukuman yang dikenal hanya pidana pokok, yaitu pidana penjara dan pidana denda. Undang-undang ini tidak menggunakan pidana tambahan. Pidana penjara yang dijatuhkan sudah maksimal untuk memberikan hukuman terhadap pelaku tindak Pidana di Bidang Perikanan dan Pidana Denda yang dijatuhkan sudah cukup besar tetapi ada beberapa pasal yang memberikan denda terhadap pelaku Tindak Pidana di bidang perikanan yang tidak pantas dimana pelakunya adalah nelayan kecil. Denda yang diberikan besar sekali yang pelaku tindak pidana tersebut hanya nelayan kecil.

2. Sistem Perumusan Sanksi Pidana

Ada beberapa sistem perumusan sanksi Pidana adalah sebagai berikut44 : 1) Sistem Perumusan Tunggal

Sistem perumusan ini bersifat tunggal, dimana jenis pidana dirumuskan sebagai satu-satunya pidana untuk delik yang bersangkutan. Untuk itu sistem perumusan tunggal ini dapat berupa pidana penjara, kurungan saja, atau denda saja. Sehingga sistem ini dapat dikatakan sistem definite sentence.

2) Sistem Perumusan Alternatif

Sistem perumusan alternatif ini merupakan sistem dimana pidana penjara dirumuskan secara alternatif dengan jenis sanksi pidana lainnya, hal ini berdasarkan urutan-urutan jenis sanksi pidana dari terberat sampai teringan. KUHP mengenal sistem ini berupa

44

(54)

ancaman pidana penjara atau denda, sistem ini cenderung ke arah perumusan tunggal. Sistem perumusan alternatif ini, digunakan relatif lebih tinggi di luar KUHP dibanding di dalam KUHP.

3) Sistem Perumusan Kumulatif.

Sistem perumusan kumulatif ini tidak ada dijumpai di KUHP. Sistem ini memiliki ancaman pidana dengan adanya kata hubung dan, seperti pidana penjara dan pidana denda. Sistem ini dikenal di dalam Peraturan perundang-undangan.

4) Sitem Perumusan Kumulatif-Alternatif.

Sistem ini disebut juga dengan sistem perumusan campuran atau gabungan. Sistem ini tidak ada dijumpai di dalam KUHP, hanya dapat dijumpai di Luar KUHP. Sistem perumusan ini banyak menggunakan pidana penjara dan/atau denda. Mengandung sifat imperatif sehingga sistem ini dapat disebut sistem kumulasi tidak murni.

(55)

2. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1983 tentang Zona Ekonomi Eksklusif.

a) Jenis-jenis Tindak Pidana di bidang perikanan

Adapun jenis-jenis tindak pidana perikanan menurut undang-undang ini adalah :

1) Melakukan eksplorasi dan eksploitasi sumber daya alam.

Gambar

Grafik Tingkat Kasus Tindak Pidana perikanan di Perairan Serdang
TABEL

Referensi

Dokumen terkait

Model pembelajaran inkuiri terbimbing adalah model pembelajaran yang memecahkan masalah, dalam penelitian ini masalah yang akan dipecahkan adalah yang berhubungan

Berapakah perbandingan komposisi karbopol dan HPMC dalam sediaan gel ekstrak kulit pisang ambon ( Musa paradisiaca L.) yang menghasilkan formula paling optimum

Pada hari ini Selasa tanggal lima belas bulan November tahun dua ribu enam belas, kami yang bertanda tangan di bawah ini Pokja Pelelangan Jasa Konsultan Perencanaan Gedung

Pada hari ini Senin, tanggal Lima, bulan Nopember, tahun dua ribu dua belas, Kami selaku Panitia Pengadaan Barang / Jasa telah mengadakan Pembukaan Dokumen Penawaran untuk

Diagram alir ini dieksekusi apabila dilakukan request untuk prosedur pemakaian ruang pada diagram alir aplikasi dekstop dan apabila prosedur sudah selesai dilakukan maka

laporan pelaksanaan RAN-PG kepada menteri/kepala lembaga yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perencanaan pembangunan nasional sekali dalam I (satu) tahun

memahami, mengaplikasikan menganalisa, mengsintesis, dan mengevaluasi terhadap suatu materi yang berkaitan dengan kejadian penyakit tersebut. Berdasarkan dengan penjelasan

[r]