• Tidak ada hasil yang ditemukan

Studi Gangguan Hubung Singkat Satu Fasa Ketanah Akibat Sambaran Petir Pada Saluran Transmisi.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Studi Gangguan Hubung Singkat Satu Fasa Ketanah Akibat Sambaran Petir Pada Saluran Transmisi."

Copied!
66
0
0

Teks penuh

(1)

STUDI GANGGUAN HUBUNGAN SINGKAT

SATU FASA KETANAH AKIBAT SAMBARAN PETIR

PADA SALURAN TRANSMISI

OLEH

JUBILATER SIMANJUNTAK

NIM : 050422035

DEPARTEMEN TEKNIK ELEKTRO

PROGRAM PENDIDIKAN SARJANA EKSTENSION

FAKULTAS TEKNIK

(2)

STUDI GANGGUAN HUBUNG SINGKAT SATU FASA KETANAH AKIBAT SAMBARAN PETIR PADA SALURAN TRANSMISI

Oleh:

Jubilater Simanjuntak 050 422 035

Tugas Akhir Ini Diajukan Untuk Melengkapi Salah Satu Persyaratan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Teknik

DEPARTEMEN TEKNIK ELEKTRO PROGRAM PENDIDIKAN SARJANA EKSTENSI

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Diketahui Oleh : Disetujui Oleh: Pelaksana Harian Pembimbing Tugas Akhir Ketua

(3)

STUDY ANALISA GANGGUAN HUBUNG SINGKAT SATU FASA KETANAH AKIBAT SAMBARAN PETIR

PADA SALURAN TRANSMISI

Abstrak

Setiap kesalahan dalam suatu rangkaian yang menyebabkan terganggunya

aliran arus yang normal disebut gangguan. Sebagian besar dari

gangguan-gangguan yang terjadi pada saluran transmisi bertegangan 115 KV atau lebih

disebabkan oleh petir, yang menyebabkan terjadinya percikan bunga api

(flashover) pada isolator. Tegangan tinggi yang ada diantara penghantar dan

menara atau tiang penyangga yang diketanahkan (grounded) menyebabkan

terjadinya ionisasi. Ini memberikan jalan bagi muatan listrik yang diinduksi

(diimbas) oleh petir mengalir ke tanah. Dengan terbentuknya jalur ionisasi ini,

impedansi ketanah menjadi rendah. Ini memungkinkan mengalirnya arus fasa dari

penghantar ke tanah dan melalui tanah menuju “netralnya”. Gangguan langsung

dari fasa ke fasa tanpa melalui tanah jarang terjadi. Angka pengalaman

menunjukkan bahwa kira-kira 70 % dan 80 % dari gangguan saluran transmisi

adalah gangguan tunggal dari saluran ke tanah yang terjadi karena flashover dari

(4)

KATA PENGANTAR

Dengan kerendahan hati penulis mengucapkan puji syukur kehadirat

Tuhan Yang Maha Kuasa, karena berkat rahmat dan karunia-NYA, sehingga

penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir ini

Tugas Akhir yang berjudul “ STUDI GANGGUAN HUBUNG SINGKAT SATU FASA KETANAH AKIBAT SAMBARAN PETIR PADA SALURAN TRANSMISI” ini di maksud untuk memenuhi kurikulum dan memenuhi persyaratan untuk mencapai gelar Sarjana Teknik pada jurusan Teknik

Elektro Universitas Sumatera Utara.

Dalam proses pembuatan Tugas Akhir ini, penulis telah mendapat

bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak, baik berupa material, spiritual,

informasi, maupun segi administrasi. Oleh karena itu sudah selayaknya penulis

mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Ir. Usman S Baafai, selaku desen pembimbing dan juga

selaku Pengurus Harian Jurusan Departemen Teknik Elektro

2. Seluruh staf pengajar/ Dosen dan petugas administrasi jurusan Teknik

Elektro USU.

3. Orang tua penulis, B. Simanjuntak / L. Br Napitupulu yang tercinta, yang

selalu memberikan dukungan baik moral, Doa dan Materi selama penulis

menyelesaikan Tugas Akhir ini

4. Rekan-rekan mahasiswa yang telah memberikan dorongan,

(5)

5. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, yang telah banyak

membantu.

Penulis menyadari baahwa Tugas Akhir ini masih jauh dari kesempurnaan,

untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran membangun demi perbaikan isi

untuk masa yang akan datang.

Akhirnya penulis berharap agar Tugas Akhir ini bermanfaat bagi kita

semua, dan semoga Tuhan Yang Maha Kuasa selalu memberi berkat - NYA bagi

kita semua, Amin.

Medan, 24 Oktober 2009

Hormat Saya,

Penulis,

Jubilater Simanjuntak

(6)

DAFTAR ISI

Lembaran Pengesahan i

Abstrak ii

Kata Pengantar iii

Daftar Isi v

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah 1

1.2. Batasan Masalah 3

1.3. Rumusan Masalah 3

1.4. Tujuan Penulisan 4

1.5. Metode Pengumpulan Data 4

1.6. Sistematika Penulisan 5

BAB II LANDASAN TEORI

2.1. Saluran Transmisi 6

2.2. Bagian-bagian Saluran Transmisi 7

2.3. Arester 13

2.3.1. Arester Jenis Ekspulsi atau Tabung Pelindung 13

2.3.2. Arester Jenis Katup 15

2.3.3. Pemilihan Arester 17

2.3.4. Pengenal Arester 18

2.3.5. Jarak Maksimum Arester dengan Peralatan 19

2.4. Kuantitas Per Unit 21

2.4.1. Mengubah Dasar Kuantitas Per Unit 23

BAB III GANGGUAN KILAT PADA SALURAN TRANSMISI DAN AKIBATNYA

3.1. Faktor –faktor Penyebab Gangguan dan Akibatnya Pada Saluran

Transmisi 24

3.1.1. Gangguan Satu Fasa Ketanah (Gangguan Tanah) 26 3.1. 2. Gangguan Sambaran Petir Pada Saluran Transmisi Udara 29

3.1.3. Jumlah Sambaran Petir 32

3.1.4. Penangkapan Petir Oleh Saluran Transmisi 34 3.2. Impedansi Urutan Pada Unsur-unsur Rangkaian 36

3.2.1. Jala-jala Urutan Positif dan Negatif 36

(7)

BAB IV PERHITUNGAN PROBABILITAS GANGGUAN DAN ARUS GANGGUAN AKIBAT SAMBARAN PETIR PADA SALURAN TRANSMISI

4.1. Umum 39

4.2. Data 40

4.3. Perhitungan Probabilitas Gangguan 41

4.3.1. Lebar Bayang-bayang Penangkapan Kilat 41

4.3.2. Probabilitas Distribusi Arus Kilat 41

4.3.3. Probabilitas Peralihan Lompatan Api Menjadi Busur Api 43 4.4. Perhitungan Arus Hubung Singkat Satu Fasa Ketanah 45

BAB V KESIMPULAN 50

DAFTAR PUSTAKA 51

(8)

STUDY ANALISA GANGGUAN HUBUNG SINGKAT SATU FASA KETANAH AKIBAT SAMBARAN PETIR

PADA SALURAN TRANSMISI

Abstrak

Setiap kesalahan dalam suatu rangkaian yang menyebabkan terganggunya

aliran arus yang normal disebut gangguan. Sebagian besar dari

gangguan-gangguan yang terjadi pada saluran transmisi bertegangan 115 KV atau lebih

disebabkan oleh petir, yang menyebabkan terjadinya percikan bunga api

(flashover) pada isolator. Tegangan tinggi yang ada diantara penghantar dan

menara atau tiang penyangga yang diketanahkan (grounded) menyebabkan

terjadinya ionisasi. Ini memberikan jalan bagi muatan listrik yang diinduksi

(diimbas) oleh petir mengalir ke tanah. Dengan terbentuknya jalur ionisasi ini,

impedansi ketanah menjadi rendah. Ini memungkinkan mengalirnya arus fasa dari

penghantar ke tanah dan melalui tanah menuju “netralnya”. Gangguan langsung

dari fasa ke fasa tanpa melalui tanah jarang terjadi. Angka pengalaman

menunjukkan bahwa kira-kira 70 % dan 80 % dari gangguan saluran transmisi

adalah gangguan tunggal dari saluran ke tanah yang terjadi karena flashover dari

(9)

KATA PENGANTAR

Dengan kerendahan hati penulis mengucapkan puji syukur kehadirat

Tuhan Yang Maha Kuasa, karena berkat rahmat dan karunia-NYA, sehingga

penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir ini

Tugas Akhir yang berjudul “ STUDI GANGGUAN HUBUNG SINGKAT SATU FASA KETANAH AKIBAT SAMBARAN PETIR PADA SALURAN TRANSMISI” ini di maksud untuk memenuhi kurikulum dan memenuhi persyaratan untuk mencapai gelar Sarjana Teknik pada jurusan Teknik

Elektro Universitas Sumatera Utara.

Dalam proses pembuatan Tugas Akhir ini, penulis telah mendapat

bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak, baik berupa material, spiritual,

informasi, maupun segi administrasi. Oleh karena itu sudah selayaknya penulis

mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Ir. Usman S Baafai, selaku desen pembimbing dan juga

selaku Pengurus Harian Jurusan Departemen Teknik Elektro

2. Seluruh staf pengajar/ Dosen dan petugas administrasi jurusan Teknik

Elektro USU.

3. Orang tua penulis, B. Simanjuntak / L. Br Napitupulu yang tercinta, yang

selalu memberikan dukungan baik moral, Doa dan Materi selama penulis

menyelesaikan Tugas Akhir ini

4. Rekan-rekan mahasiswa yang telah memberikan dorongan,

(10)

5. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, yang telah banyak

membantu.

Penulis menyadari baahwa Tugas Akhir ini masih jauh dari kesempurnaan,

untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran membangun demi perbaikan isi

untuk masa yang akan datang.

Akhirnya penulis berharap agar Tugas Akhir ini bermanfaat bagi kita

semua, dan semoga Tuhan Yang Maha Kuasa selalu memberi berkat - NYA bagi

kita semua, Amin.

Medan, 24 Oktober 2009

Hormat Saya,

Penulis,

Jubilater Simanjuntak

(11)

BAB I PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang Masalah

Perkembangan sistem arus bolak – balik (a.c. system) dimulai di Amerika

Serikat pada tahun 1885, ketika George Westinghouse membeli patent – patent

Amerika yang meliputi sistem transmisi arus bolak – balik yang dikembangkan

oleh L. Gaulard dan J.D. Gibbs dari paris. William Stanley, seorang rekan usaha

Westinghouse yang terdahulu, menguji transformator-transformator di

laboratoriumnya di Great Barrington, Massachusetts. Disana, pada musim dingin

tahun 1885 – 1886, Stanley memasang sistem distribusi a.c. percobaan pertama

yang memberikan tenaga listrik kepada 150 buah lampu di dalam kota. Saluran

transmisi a.c. yang pertama di Amerika dioperasikan pada tahun 1890 untuk

membawa listrik yang dibangkitakan dengan tenaga air, sejauh 13 mil dari

Willamette Falls ke Portland, Oregon. Saluran pertama hanyalah berfasa tunggal,

dan dayanya biasanya hanya dipakai untuk penerangan saja.

Saluran transmisi biasanya dibedakan dari saluran distribusi karena

tegangannya. Di Jepang, saluran transmisi mempunyai tegangan 7 Kv keatas,

sedang saluran distribusi 7 Kv kebawah. Di Amerika Serikat, dikenal tiga jenis

saluran, yakni saluran distribusi dengan tegangan primer 4 sampai 23 Kv, saluran

substranmisi dengan tegangan 13 sampai 138 Kv, dan saluran transmisi dengan

tegangan 34,5 Kv ke atas. Saluran transmisi yang bertegangan 230 Kv sampai 765

Kv dinamakan saluran Extra High Voltage (EHV), yang bertegangan diatas 765

(12)

tegangan yang lebih tinggi akan menjadi jelas jika kita melihat pada kemampuan

transmisi suatu saluran transmisi. Kemampuan transmisi dari suatu saluran dengan

tegangan tertentu tidak dapat diterapkan dengan pasti, karena kemampuan ini

masih tergantung lagi pada batasan-batasan termal dari penghantar jatuh tegangan.

Penurunan tegangan dari tingkat transmisi pertama-tama terjadi pada stasiun

pembantu bertenaga besar, dimana tegangan diturunkan ke daerah antara 34,5 dan

138 KV, sesuai dengan tegangan saluran transmisi

Setiap kesalahan dalam suatu rangkaian yang menyebabkan terganggunya

aliran arus yang normal disebut gangguan. Sebagian besar dari

gangguan-gangguan yang terjadi pada saluran transmisi bertegangan 115 KV atau lebih

disebabkan oleh petir, yang menyebabkan terjadinya percikan bunga api

(flashover) pada isolator. Tegangan tinggi yang ada diantara penghantar dan

menara atau tiang penyangga yang diketanahkan (grounded) menyebabkan

terjadinya ionisasi. Ini memberikan jalan bagi muatan listrik yang diinduksi

(diimbas) oleh petir mengalir ke tanah. Dengan terbentuknya jalur ionisasi ini,

impedansi ketanah menjadi rendah. Ini memungkinkan mengalirnya arus fasa dari

penghantar ke tanah dan melalui tanah menuju “netralnya”. Gangguan langsung

dari fasa ke fasa tanpa melalui tanah jarang terjadi. Angka pengalaman

menunjukkan bahwa kira-kira 70 % dan 80 % dari gangguan saluran transmisi

adalah gangguan tunggal dari saluran ke tanah yang terjadi karena flashover dari

satu saluran saja ke menara dan tanah.

Gangguan yang disebabkan oleh petir biasanya berlangsung sangat singkat

sehingga jika ada suatu pemutus rangkaian (Circuit Breaker) yang membuka,

(13)

keadaan kembali normal. Jika gangguannya bersifat permanen, bagian yang

terganggu harus diputuskan agar keseluruhan sistem lainnya dapat tetap bekerja

dengan normal.

I.2. Batasan Masalah

Pada kesempatan ini penulis akan melakukan pembatasan masalah yang

akan dibahas dalam Tugas Akhir (TA) ini. Adapun permasalahan yang akan

dibahas dalam penulisan Tugas Akhir ini adalah,

1. Gangguan satu fasa ketanah pada saluran transmisi yang disebabkan oleh

sambaran petir

2. Analisis berapa besar arus sambaran petir, dan arus gangguan satu fasa

ketanah

3. Analisis berapa jumlah gangguan sambaran petir per-tahun dan berapa

besar kamampuan pengaman yang harus dipasang bila terjadi gangguan

4. Menghitung Probabilitas gangguan yang terjadi akibat sambaran petir

I.3. Rumusan Masalah

Didalam penulisan Tugas Akhir ini, penulis akan mencoba merumuskan

masalah yang akan dibahas, yang ada hubungannya antara stu variabel dengan

variabel yang lainnya terhadap pokok permasalahan. Adapun variabel-variabel

tersebut adalah, generator, trafo daya (step up dan step down), circuit breaker

(CB), arester dansaluran transmisi. Karena variabel-variabel ini sangat

berpengaruh didalam menentukan dimana letak gangguan dan besarnya arus

(14)

Namun disini penulis hanya secara singkat saja membahas

variabel-variabel diatas, karena disini penulis lebih menekankan pembahasan tentang

gangguan hubung singkat satu fasa ke tanah akibat sambaran petir pada saluran

transmisi. Disini penulis juga akan membahas berapa besar arus gangguan, arus

sambaran petir, berapa besarnya daya pemutus (breaking capacity) yang harus

dipasang sehingga bila terjadi gangguan satu fasa ke tanah, maka CB tersebut

dapat memutuskan jalannya aliran arus, dan juga jenis arester apa yang dapat

dipakai untuk mengatasi gangguan.

I.4. Tujuan Penulisan

Bertujuan untuk mengetahui hubung singkat yang terjadi akibat sambaran

petir pada saluran transmisi, seberapa besar arus gangguan yang terjadi akibat

sambaran petir tersebut, luas bayang-bayang penangkapan kilat, dan probabilitas

terjadinya gangguan.

I.5. Metode Pengumpulan Data

Metode yang digunakan penulis dalam menyelesaikan tugas akhir ini

adalah

1. Mencari dan mengumpulkan buku-buku yang berhubungan dengan judul dan

permasalahan Tugas Akhir.

2. Mengadakan konsultasi dengan pihak PLN untuk mendapatkan penjelasan

yang dibutuhkan.

(15)

I.6. Sistematika Penulisan

BAB I : Merupakan bab pendahuluan yang membuat gambaran umum,

Batasan Masalah, Perumusan Masalah, Tujuan Penulisan, Metode

Pengumpulan Data dan juga Sistematika Penulisan.

BAB II : Merupakan bab yang memuat landasan teori dari pada gangguan

hubung singkat akibat sambaran petir pada saluran transmisi.

BAB III : Merupakan bab yang memuat tentang probabilitas gangguan yang

terjadi akibat sambaran petir, berapa besar arus yang mengalir akibat

sambaran petir, serta besarnya arus gangguan 1 fasa ke tanah.

BAB IV : Merupakan bab yang memuat tentang jenis pengaman yang

digunakan pada saluran transmisi untuk mengatasi gangguan hubung

singkat akibat sambaran petir tersebut.

BAB V : Merupakan bab yang memuat kesimpulan

(16)

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1. Saluran Transmisi ( 1 , 5, 7 )

Suatu sistem tenaga listrik terdiri dari tiga bagian utama : pusat-pusat

pembangkit listrik, saluran-saluran transmisi, dan sistem-sistem distribusi.

Saluran-saluran transmisi merupakan rantai penghubung antara pusat-pusat

pembangkit listrik dan sistem-sistem distribusi, dan melalui hubungan-hubungan

antar sistem dapat pula menuju ke sistem tenaga yang lain. Suatu sistem distribusi

menghubungkan semua beban-beban yang terpisah satu dengan yang lain kepada

saluran-saluran transmisi.

Tegangan pada generator-generator besar biasanya berkisar diantara 13,8

kV dan 24 kV. Tetapi generator-generator besar yang modern dibuat dengan

tegangan yang bervariasi antara 18 dan 24 kV. Tidak ada suatu standar yang

umum diterima untuk tegangan-tegangan generator. Tegangan generator

dinaikkan ke tingkat-tingkat yang dipakai untuk transmisi yaitu antara 115 dan

765 kV. Tegangan-tegangan tinggi standar (high voltages – HV standard) adalah

115, 138, dan 230 kV. Tegangan-tegangan tinggi-ekstra (extra high voltage –

EHV) adalah 345, 500 dan 765 kV. Kini sedang dilakukan penelitian untuk

pemakaian tegangan-tegangan tinggi ultra yaitu diantara 1000 dan 500 kV (ultra

high voltages – UHV).

Keuntungan dari transmisi dengan tegangan yang lebih tinggi akan

menjadi jelas jika kita melihat pada kemampuan transmisi (transmission

(17)

dalam megavolt ampere (MVA). Kemampuan transmisi dari suatu saluran dengan

tegangan tertentu tidak dapat ditetapkan dengan pasti, karena kemampuan ini

masih tergantung lagi pada batasan-batasan (limit) thermal dari penghantar, jatuh

tegangan (voltage drop) yang diperbolehkan, keterandalan, dan

persyaratan-persyaratan kestabilan sistem (system stability), yaitu penjagaan bahwa

mesin-mesin pada sistem tersebut tetap berjalan serempak satu terhadap yang lain.

Kebanyakan faktor- faktor ini masih tergantung pula pada panjangnya saluran.

2.2. Bagian – Bagian Saluran Transmisi (1, 2, 5)

Adapun komponen-komponen utama dari saluran transmisi terdiri dari

1. Tiang Transmisi atau Menara

Pada suatu Sistem Tenaga Listrik, energi listrik yang dibangkitkan dari pusat

pembangkit listrik ditransmisikan ke pusat-pusat pengatur beban melalui suatu

saluran transmisi, saluran transmisi tersebut dapat berupa saluran udara atau

saluran bawah tanah, namun pada umumnya berupa saluran udara. Energi listrik

yang disalurkan lewat saluran transmisi udara pada umumnya menggunakan

kawat telanjang sehingga mengandalkan udara sebagai media isolasi antara kawat

penghantar tersebut dengan benda sekelilingnya, dan untuk menyanggah /

merentang kawat penghantar dengan ketinggian dan jarak yang aman bagi

manusia dan lingkungan sekitarnya, kawat-kawat penghantar tersebut dipasang

pada suatu konstruksi bangunan yang kokoh, yang biasa disebut menara / tower.

Konstruksi tower besi baja merupakan jenis konstruksi saluran transmisi

tegangan tinggi (SUTT) ataupun saluran transmisi tegangan ekstra tinggi

(18)

mudah dirakit terutama untuk pemasangan di daerah pegunungan dan jauh dari

jalan raya, harganya yang relatif lebih murah dibandingkan dengan penggunaan

saluran bawah tanah serta pemeliharaannya yang mudah.

Gambar 2.1. Konstruksi tiang untuk Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT)

Keterangan

A : Travers Kawat Tanah B, C, D : Travers Kawat Phasa E : Rangka Tiang F, G, H : Penguat Rangka Tiang (Diagonal Tiang) I : Pondasi

A A

B B

C C

D D

E

F

G H

(19)

Namun demikian perlu pengawasan yang intensif, karena besi-besinya rawan

terhadap pencurian. Seperti yang telah terjadi dibeberapa daerah di Indonesia,

dimana pencurian besi-besi baja pada menara / tower listrik mengakibatkan

menara / tower listrik tersebut roboh, dan penyaluran energi listrik ke konsumen

pun menjadi terganggu. Suatu menara atau tower listrik harus kuat terhadap beban

yang bekerja padanya, antara lain yaitu :

- Gaya berat tower dan kawat penghantar (gaya tekan).

- Gaya tarik akibat rentangan kawat.

- Gaya angin akibat terpaan angin pada kawat maupun badan tower.

2. Isolator

Jenis isolator yang digunakan pada saluran transmisi pada umumnya adalah

jenis porselin atau gelas yang berfungsi sebagai isolasi tegangan listrik antara

kawat penghantar dengan tiang.

Macam-macam isolator yang digunakan pada saluran udara tegangan tinggi

adalah sebagai berikut :

- isolator piring

dipergunakan untuk isolator penegang dan isolator gantung, dimana

jumlah piringan isolator disesuaikan dengan tegangan sistem pada saluran

udara tegangan tinggi tersebut (Gambar 2.2.)

- isolator tonggak saluran vertical (Gambar 2.3.)

(20)

Gambar 2.2. Isolator piring

Gambar 2.3. Isolator tonggak saluran horizontal

Tanduk Api Pegangan Tanduk

(21)

Gambar 2.4. Isolator tonggak saluran vertical

3. Kawat Penghantar Untuk Saluran Transmisi Udara

Kawat penghantar berfungsi untuk mengalirkan arus listrik dari suatu tempat

ke tempat yang lain. Jenis kawat penghantar yang biasa digunakan pada saluran

transmisi adalah tembaga dengan konduktivitas 100 % (CU 100 %), atau

aluminium dengan konduktivitas 61 % (AL 61 %), (Tabel 2.1.). Kawat penghantar

tembaga mempunyai beberapa kelebihan dibandingkan dengan kawat penghantar

aluminium karena konduktivitas dan kuat tariknya lebih tinggi. Tetapi

kelemahannya ialah, untuk besar tahanan yang sama, tembaga lebih berat dari

aluminium, dan juga lebih mahal. Oleh karena itu kawat aluminium telah

menggantikan kedudukan tembaga.

3.1. Klasifikasi Kawat Menurut Konstruksinya

Yang dinamakan kawat padat (solid wire) adalah kawat tunggal yang

(22)

penampang-penampang yang kecil, karena penghantar-penghantar yang

berpenampang besar sukar ditangani serta kurang flexible.

Apabila diperlukan penampang yang besar, maka dipergunakan 7 sampai

61 kawat padat yang dililit menjadi satu, biasanya secara berlapis dan konsentris.

Tiap-tiap kawat padat merupakan kawat komponen dari kawat berlilit tadi.

Apabila kawat-kawat komponen itu sama garis tengahnya maka

persamaan-persamaan berikut berlaku :

N = 3n ( 1 + n ) + 1

D = d ( 1 + 2n )

A = an

W = wN ( 1 + k1 )

R = ( 1 + k2 ) r/N

Dimana : N = Jumlah Kawat Komponen

n = Jumlah Lapisan Kawat Komponen

D = Garis Tengah Luar dari Kawat berlilit

d = Garis Tengah Kawat Komponen

A = Luas Penampang Kawat Berlilit

W = Berat Kawat Berlilit

w = Berat Kawat Komponen Per Satuan Panjang

k1 = Perbandingan Berat Terhadap Lapisan

R = Tahanan Kawat Berlilit

r = Tahanan Kawat Komponen Per Satuan Panjang

(23)

Kawat rongga (hollow Conductor) adalah kawat berongga yang dibuat

untuk mendapatkan garis tengah luar yang besar. Ada dua jenis kawat rongga : (a)

yang rongganya dibuat oleh kawat lilit yang ditunjang oleh sebuah batang, dan (b)

yang rongganya dibuat oleh kawat-kawat komponen yang membentuk

segmen-segmen sebuah silinder.

3.2. Klasifikasi Kawat Menurut Bahannya

Kawat logam biasa dibuat dari logam-logam biasa seperti tembaga,

aluminium, besi, dsb.

Kawat logam campuran (alloy) adalah penghantar dari tembaga atau

aluminium yang diberi campuran dalam jumlah tertentu dari logam jenis ain guna

menaikkan kekutan mekanisnya. Yang sering digunakan adalah “copper alloy”,

tetapi “aluminium alloy” juga lazim dipakai

Tabel 2.1. : Daftar kawat yang dipergunakan untuk Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT)

(24)

4. Kawat Tanah

Kawat tanah atau ground wires, juga disebut sebagai kawat pelindung (shield

wires) gunanya untuk melindungi kawat-kawat penghantar atau kawat-kawat fasa

terhadap sambaran petir. Jadi kawat tanah ini dipasang diatas kawat fasa. Sebagai

kawat tanah dipakai kawat baja (steel wires).

2.3. Arester ( 3 )

Arester petir disingkat arester, atau sering juga disebut penangkap petir,

adalah alat pelindung bagi peralatan sistem tenaga listrik terhadap surja petir. Ia

berlaku sebagai jalan pintas (by-pass) sekitar isolasi. Arester membentuk jalan

yang mudah dilalui oleh arus petir, sehingga tidak timbul tegangan lebih yang

tinggi pada peralatan. Jalan pintas itu harus sedemikian rupa sehingga tidak

mengganggu aliran arus daya sistem 50 Hertz. Jadi pada kerja normal arester itu

berlaku sebagai isolator dan bila timbul surja dia berlaku sebagai konduktor, jadi

melewatkan aliran arus yang tinggi. Setelah surja hilang arester harus dengan

cepat kembali menjadi isolator, sehingga pemutus daya tidak sempat membuka.

Arester dapat memutuskan arus susulan tanpa menimbulkan gangguan, inilah

salah satu fungsi terpenting dari arester.

Arester terdiri dari dua jenis : jenis ekspulsi (expulsion type) atau tabung

(25)

2.3.1. Arester Jenis Ekspulsi atau Tabung Pelindung

Arester jenis ekspulsi pada prinsipnya terdiri dari sela percik yang berada

dalam tabung serat dan sela percik batang yang berada diluar di udara atau disebut

sela seri, terlihat pada Gambar 2.5.

Bila ada tegangan surja yang tinggi sampai pada jepitan arester kedua sela

percik, yang di luar dan yang berada di dalam tabung serat, tembus seketika dan

membentuk jalan penghantar dalam bentuk busur api. Jadi arester menjadi

konduksi dengan impedansi rendah dan melakukan surja arus dan surja daya

sistem bersama –sama. Panas yang timbul karena mengalirnya arus petir

menguapkan sedikit bahan dinding tabung serat, sehingga gas yang

ditimbulkannya menyembur pada api dan mematikannya pada waktu arus susulan

melewati titik nolnya. Arus susulan dalam arester jenis ini dapat mencapai harga

yang tinggi sekali tetapi lamanya tidak lebih dari satu atau dua gelombang, dan

biasanya kurang dari setengah gelombang. Jadi tidak menimbulkan gangguan.

Arester jenis ekspulsi ini mempunyai karakteristik volt-waktu yang lebih

baik dari sela batang dan dapat memutuskan arus susulan. Tetapi tegangan percik

susulan tergantung dari tingkat arus hubung singkat dari sistem pada titik dimana

arester itu dipasang. Dengan demikian perlindungan dengan arester ini dipandang

tidak memadai untuk perlindungan transformator daya, kecuali untuk sistem

distribusi. Arester ini banyak juga digunaka pada saluran transmisi untuk

membatasi besar surja yang memasuki gardu induk. Dalam penggunaan yang

(26)

Gambar 2.5. Arester jenis ekspulsi 2.3.2. Arester jenis katup

Arester jenis katup ini terdiri dari sela percik terbagi atau sela seri yang

terhubung dengan elemen tahanan yang mempunyai karakteristik tidak linier.

Tegangan frekuensi dasar tidak dapat menimbulkan tembus pada sela seri.

Apabila sela seri tembus saat tibanya suatu surja yang cukup tinggi, alat tersebut

menjadi penghantar.

Sela seri itu dapat memutuskan arus susulan, dalam hal ini dia dibantu

oleh tahanan tak linier yang mempunyai karakteristik tahanan kecil untuk arus

besar dan tahanan besar untuk arus susulan dari frekuensi dasar.

Arester jenis katup ini terbagi atas tiga jenis yaitu :

1. Arester Katup Jenis Gardu

Arester jenis gardu ini adalah jenis yang paling efisien dan juga paling

mahal. Perkataan “gardu” di sini berhubungan dengan pemakaiannya secara

(27)

melindungi alat-alat yang mahal pada rangkaian-rangkaian mulai dari 2.400

volt sampai 287 KV dan lebih tinggi.

Gambar 2.6. Arester Katup Jenis Gardu

2. Arester Katup Jenis Saluran

Arester jenis saluran ini lebih murah dari arester jenis gardu. Kata

“saluran” disini bukanlah berarti untuk perlindungan saluran transmisi.

Seperti arester jenis gardu, arester jenis saluran ini juga dipakai pada gardu

induk untuk melindungi peralatan yang kurang penting (Gambar 2.7.). Arester

jenis saluran ini dipakai pada sistem dengan tegangan 15 KV sampai 69 KV.

(28)

3. Arester Katup Jenis Gardu untuk mesin-mesin

Arester jenis gardu ini khusus untuk melindungi mesin-mesin berputar.

Pemakaiannya untuk tegangan 2,4 KV sampai 15 KV.

4. Arester Katup Jenis Distribusi Untuk Mesin-Mesin

Arester jenis distribusi ini khusus untuk melindungi mesin-mesin berputar

dan juga untuk melindungi transformator dengan pendingin udara tanpa

minyak. Arester jenis ini dipakai pada peralatan dengan tegangan 120 volt

sampai 750 volt (Gambar 2.8.)

(29)

2.3.3. Pemilihan Arester

Faktor yang harus diperhatikan dalam pemilihan arester yang sesuai untuk suatu

keperluan tertentu adalah :

1. Kebutuhan perlindungan : ini berhubungan dengan kekuatan isolasi dari

alat yang harus dilindungi dan karakteristik impuls dan arester.

2. MVA short circuit yang dinyatakan lewat persamaan S = KV x KA

3. Jenis dari Lightning Arester

4. Tegangan sistem : tegangan maksimum yang mungkin timbul pada jepitan

arester.

5. Arus hubung singkat sistem : ini hanya diperlukan pada arester jenis

ekspulsi

6. Jenis arester : apakah arester jenis gardu, jenis saluran atau jenis distribusi

7. Faktor kondisi luar : apakah normal atau tidak normal, temperatur dan

kelembapan yang tinggi serta pengotoran.

8. Faktor ekonomi : ialah perbandingan antara ongkos pemeliharaan dan

kerusakan bila tidak ada arester, atau bila dipasang yang lebih rendah

mutunya.

Untuk tegangan 69 KV dan lebih tinggi dipakai jenis gardu, sedangkan

untuk tegangan 23 KV sampai 69 KV salah satu jenis diatas dapat dipakai,

tergantung pada segi ekonomisnya. Pada penulisan tugas akhir ini dan

berdasarkan data diatas maka arester yang digunakan . adalah arester katub jenis

(30)

Tabel 2.2. Pengenal Arester dan Tegangan Sistem

Pengenal Tegangan

Arester

Tegangan maksimum sistem tiga fasa dimana arester digunakan Sistem yang

diketanahkan Sistem terisolir

(1)

Sebagai petunjuk umum “Westinghouse Electric Corporation” telah

mengeluarkan suatu petunjuk untuk pemilihan pengenalan arester. Petunjuk

tersebut didasarkan pada metoda pengetanahan dari sistem tenaga listrik. Hasil

hasil perhitungan diberikan dalam tabel 7.1.

Dalam kolom (1) diberikan standard-standard tegangan yang dikenal oleh

Westinghouse Electric Corporation”. Dalam kolom (2) sampai dengan (6)

(31)

Tipe A adaah sistem-sistem yang netralnya diketanahkan secara baik, dan hasil

bagi R0 / X1 dan X0 / X1 lebih kecil dibandingkan dengan tipe B. TipeA ini

umumnya adalah sistem distribusi yang diketanahkan titik netralnya. Disini

pengenal arester pada umumnya dipilih sedikit lebih rendah dari tegangan jala-jala

dari yang biasanya direkomendasikan untuk sistem-sistem tegangan tinggi.

Pada sistem-sistem distribusi tahanan-tahanan biasanya besar dan tidak

bisa diabaikan. Faktor ini akan mengurangi kemungkinan rusaknya arester karena

tegangan sistem, dengan demikian memungkinkan penggunaan arester dengan

pengenal tegangan yang lebih rendah

Tipe B adalah sistem dengan X0 / X1 lebih kecil dari 3 dan R0 / X1 lebih rendah

dari 1 pada setiap titik dalam sistem itu, jadi tipe B ini adalah sistem dengan

pengetanahan yang efektif. Untuk tipe B ini cukup menggunakan arester 80 %.

Tipe C adalah sistem yang netralnya diketanahkan tetapi tidak memenuhi

persyaratan untuk tipe B. jadi ada kemungkinan X0 / X1 lebih besar dari 3 atau R0

/ X1 lebih besar dari 1 atau kedua duanya. Sistem yang diketanahkan dengan

kumparan Petersen termasuk dalam tipe C ini.

Tipe D adalah sistem yang tidak diketanahkan, dimana reaktansi urutan nol

bersifat kapasitif. Harga X0 / X1 terletak antara – 40 dan – tak terhingga (- 40

sampai - ∞).

Tipe E adalah sistem yang tidak diketanahkan tetapi tidak memenuhi kondisi tipe

D. harga X0 / X1 terletak antara 0 dan – 40. Dalam batas-batas ini resonansi

(32)

2.3.4. Pengenal Arester

Pada umumnya pengenal atau “rating” arester hanya pengenal tegangan.

Pada beberapa tabung pelindung atau arester jenis ekspulsi perlu juga disebut

pengenal arus-nya yang menentukan kapasitas termal arester tersebut.

Supaya pemakaian arester lebih efektif dan ekonomis, perlu diketahui 4

macam karakteristiknya :

1. Pengenal tegangan : ini paling sedikit sama dengan tegangan maksimum

yang mungkin tmbul selama terjadi gangguan.

2. karakteristik perlindungan atau karakteristik impuls : ini adalah untuk

kordinasi yang baik antara arester dan peralatan yang dilindungi.

3. kemampuan pemutusan arus frekuensi dasar.

4. kemampuan menahan atau melewatkan arus surja.

2.3.5 Jarak Maksimum Arester dengan Peralatan

Untuk melindungi peralatan terhadap tegangan ebih surja digunakan

arester. Arester modern dapat membatasi harga tegangan surja dibawah tingkat

isolasi peralatan. Peralatan dapat dilindungi dengan menempatkan arester sedekat

mungkin pada peralatan tersebut dan tidak perlu menggunakan alat pelindung

pada tiap bagian peralatan yang akan dilindungi. Walaupun pengaruh gelombang

berjalan akan menimbulkan tegangan yang lebih tinggi di tempat yang agak jauh

dari arester, peralatan masih dapat dilindungi dengan baik bila jarak arester dan

peralatan masih dalam batas yang diizinkan.

Untuk menentukan jarak maksimum yang diizinkan antara arester dan

(33)

metoda pantulan berulang. Metoda ini adalah metoda pendekatan yang dapat

digunakan untuk menentukan jarak maksimum arester dan peralatan, dan juga

untuk menentukan panjang maksimum dari kabel penghubung peralatan dengan

saluran transmisi (Gambar 2.9.)

Kawat Tanah

Trafo

Arester Ea

S e

Gambar 2.9. Transformator dan arester terpisah sejarak S

Perlindungan yang baik diperoleh bila arester ditempatkan sedekat

mungkin pada jepitan transformato. Tetapi dalam praktek sering arester itu harus

ditempatkan sejarak S dari transformator yang dilindungi. Karena itu, jarak

tersebut harus ditentukan agar perlindungan dapat berlangsung dengan baik.

Misalnya,

Ea = Tegangan percik arester (arrester sparkover voltage)

Ep = Tegangan pada jepitan transformator

A = de/dt = kecuraman gelombang datang, dan dianggap konstan

S = Jarak antara arester dan transformator

(34)

Untuk keperluan analisa ini, transformator dianggap sebagai jepitan

terbuka, yaitu keadaan yang paing berbahaya. Apabila gelombang mencapai

transformator, terjadi pantulan total, dan geombang ini kembali ke kawat dengan

polaritas yang sama. Waktu yang dibutuhkan oleh gelombang untuk merambat

kembali ke arester = 2 S/v. Bila arester mulai memercik (sparkover) tegangan

jepitan arester :

Ea = At + A ( t – 2 S/v )

= 2 At – 2 A S/v (2.1.)

Bila waktu percik arester ts0 dihitung mulai gelombang itu pertama kali sampai ke

arester, maka dari persamaan (4.1.)

ts0 =

setelah arester itu memercik ia berlaku sebagai jepitan hubung singkat, dan

menghasilkan gelombang sebesar :

- A ( t - ts0 ) (2.3.)

Gelombang negatif ini yang merambat ke transformator, dan setelah pantulan

pertama pada transformator terjadi, jumlah tegangan pada transformator menjadi :

(35)

Bila tegangan tembus isolator trafo = Ep(f0) harus lebih besar dari (Ea + 2 A S/v)

agar diperoleh perlindungan yang baik. Untuk mengubah harga Ep, cukup dengan

mengubah S, yaitu makin kecil S makin kecil Ep

2.4. Kuantitas Per Unit (1)

Saluran transmisi dioperasikan pada tingkat tegangan dimana kilovolt

merupakan unit yang sangat memudahkan untuk menyatakan tegangan. Karena

besarnya daya yang harus disalurkan, kilowatt, atau megawatt dan kilovolt-amper

atau megavolt-amper adalah istilah-istilah yang sudah dipakai. Tetapi

kuantitas-kuantitas tersebut diatas bersama-sama dengan amper dan ohm sering juga

dinyatakan sebagai suatu persentase atau per - unit dari suatu nilai dasar atau

referensi yang ditentukan untuk masing-masing. Defenisi nilai per - unit untuk

suatu kuantitas adalah perbandingan kuantitas tersebut terhadap nilai-nilai

dasarnya yan dinyatakan dalam desimal. Perbandingan (ratio) dalam persentase

adalah 100 kali nilai dalam per - unit. Metode per - unit mempunyai sedikit

kelebihan dari metode persentase, karena hasil perkalian dari dua kuantitas yang

dinyatakan dalam per - unit sudah langsung diperoleh dalam per - unit juga,

sedangkan hasil perkalian dari dua kuantitas yang dinyatakan dalam persentase

masih harus dibagi dengan 100 untuk mendapatkan hasil dalam persentase.

Tegangan, arus, kilovoltamper dan impedansi mempunyai hubungan

sedemikian rupa sehingga pemilihan nilai dasar untuk dua saja dari

kuantitas-kuantitas tersebut sudah dengan sendirinya menentukan nilai dasar untuk kedua

kuantitas yang lainnya. Jika nilai dasar dari arus dan tegangan sudah dipilih, maka

(36)

adalah impedansi yang akan menimbulkan jatuh tegangan (voltage drop) padanya

sendiri sebesar tegangan dasar jika arus yang mengalirinya sama dengan arus

dasar. Kilovoltamper dasar pada sistem fasa tunggal adalah hasil perkalian dari

tegangan dasar dalam kilovolt dan arus dasar dalam amper. Biasanya

megavolt-amper dasar dan tegangan dasar dalam kilovolt adalah kuantitas yang dipilih

untuk menentukan dasar atau referensi. Jadi untuk fasa tunggal atau sistem tiga

fasa dimana istilah arus berarti arus saluran, istilah tegangan berarti tegangan ke

netral, dan istilah kilovoltamper berarti kilovoltamper per fasa, berlaku

rumus-rumus berikut ini untuk hubungan bermacam-macam kuantitas :

Arus dasar (A) =

Impedansi per unit dari suatu elemen rangkaian =

)

2.4.1. Mengubah Dasar kuantitas per – unit

Kadang-kadang impedansi per - unit untuk suatu komponen dari suatu

(37)

bagian dari sistem dimana komponen tersebut berada. Karena semua impedansi

dalam bagian mana pun dari suatu sistem harus dinyatakan dengan dasar

impedansi yang sama, maka dalam perhitungannya kita perlu mempunyai cara

untuk dapat mengubah impedansi per - unit dari suatu dasar ke dasar yang lain.

Impedansi per unit dari suatu elemen rangkaian :

=

Rumus diatas memperlihatkan bahwa impedansi per - unit berbanding

lurus dengan kilovoltamper dasar dan berbanding terbalik dengan kuadrat

tegangan dasar. Karena itu, untuk mengubah impedansi per - unit menurut suatu

dasar yang diberikan menjadi impedansi per - unit menurut suatu dasar yang baru,

dapat dipakai persamaan berikut :

(38)

BAB 3

GANGGUAN KILAT PADA SALURAN TRANSMISI DAN AKIBATNYA

3.1. Faktor-Faktor Penyebab Gangguan Dan Akibatnya Pada Saluran Transmisi (1, 2, 3, 6)

Dalam sistem tenaga listrik, bagian yang paling sering terkena gangguan

adalah kawat transmisinya, (kira-kira 70 % s/d 80 % dari seluruh gangguan). Hal

ini disebabkan luas dan panjangnya kawat transmisi yang terbentang dan yang

beroperasi pada kondisi udara yang berbeda beda. Pada sistem transmisi, suatu

gangguan dapat terjadi disebabkan kesalahan mekanis, thermis dan tegangan lebih

atau karena material yang cacat atau rusak, misalnya gangguan hubung singkat,

gangguan ketanah atau konduktor yang putus. Gangguan yang sering terjadi

adalah gangguan hubung singkat. Besar dari arus hubung singkat itu tergantung

dari jenis dan sifat gangguan hubung singkat itu, kapasitas dari sumber daya,

konfigurasi dari sistem, metoda hubungan netral pada trafo, jarak gangguan dari

unit pembangkit, angka pengenal dari peralatan utama dan alat-alat pembatas arus,

lamanya hubung singkat itu dan kecepatan beraksi dari alat-alat pengaman.

Gangguan hubung singkat itu tidak hanya dapat merusak peralatan atau

elemen-elemen sirkuit, tetapi juga dapat menyebabkan jatuhnya tegangan dan

frekuensi sistem, sehingga kerja parallel dari unit-unit pembangkit menjadi

terganggu pula.

(39)

1. Menginterupsi kontiniutas pelayanan daya kepada para konsumen apabila

gangguan itu sampai menyebabkan terputusnya suatu rangkaian (sirkuit)

atau menyebabkan keluarnya suatu unit pembangkit.

2. penurunan tegangan yang cukup besar menyebabkan rendahnya kualitas

tenaga listrik yang merintangi kerja normal pada peralatan konsumen.

3. pengurangan stabilitas sistem dan menyebabkan jatuhnya (break down)

generator

4. merusak peralatan pada daerah terjadinya gangguan itu.

Faktor-faktor yang dapat menyebabkan terjadinya gangguan pada sistem

transmisi tegangan tinggi adalah :

1. Surja petir atau surja hubung

Dari pengalaman diperoleh bahwa petir sering menyebabkan gangguan

pada sistem tegangan tinggi sampai 150 – 220 KV. Sedangkan pada

sistem diatas 380 KV, yang menjadi penyebab utamanya adalah surja

petir.

2. Burung atau daun-daun

Jika burung atau daun-daun terbang dekat pada isolator gantung dari

saluran transmisi, maka clearance (jarak aman) menjadi berkurang

sehingga ada kemungkinan terjadi loncatan api

3. Polusi (debu)

Debu-debu yang menempel pada isolator merupakan konduktor yang bisa

menyebabkan terjadinya loncatan api.

(40)

Dengan adanya retak-retak pada isolator maka secara mekanis apabila ada

petir yang menyambar akan terjadi tembus (breakdown) pada isolator.

Klasifikasi dari gangguan dibedakan atas dua bagian yaitu :

1. Dari macam gangguan

 Gangguan dua fasa atau tiga fasa melalui tahap hubung tanah

 Gangguan fasa ke fasa

 Gangguan dua fasa ke tanah

 Gangguan satu fasa ke tanah atau gangguan tanah

2. Dari lamanya waktu gangguan

 Gangguan permanen

 Gangguan temporer

Namun didalam penulisan Tugas Akhir ini, penulis hanya akan membahas

gangguan hubung singkat satu fasa ke tanah yang disebabkan oleh sambaran petir.

3.1.1. Gangguan Satu Fasa Ke Tanah (Gangguan Tanah) ( 1, 6 )

Diagram rangkaian untuk suatu gangguan tunggal dari saluran ke tanah

pada suatu generator terhubung Y yang tidak dibebani dengan netralnya di

tanahkan melalui suatu reaktansi diperlihatkan pada Gambar 3.1. dimana fasa a

adalah tempat terjadinya gangguan. Persamaan-persamaan yang akan

dikembangkan untuk jenis gangguan ini akan berlaku hanya bila gangguannya

adalah pada fasa a, tetapi hal ini tidak begitu menimbulkan kesulitan karena

fasa-fasa tersebut telah dinamakan dengan sembarang saja dan setiap fasa-fasa dapat disebut

sebagai fasa a. keadaan pada gangguan dinyatakan dengan persamaan-persamaan

(41)

Gambar. 3.1. Gangguan Kawat – Tanah

Persamaan keadaan :

b

I = 0 (3.1)

c

I = 0 (3.2)

a

V = Ia Zf (3.3)

Dari persamaan (3.1) dan (3.2) diperoleh :

0 2 1 a a

a I I

I   (3.4)

Dari persamaan (3.3) :

f a a a a a a

a V V V I I I Z

V120 ( 120)

= 3Ia1 Zf (3.5)

0 ) (

) (

)

(42)

Dimana :

Va, Vb, Vc = Tegangan-tegangan terhadap tanah

Ia, Ib, Ic = Arus-arus yang mengalir menuju gangguan dari fasa a, b,

c, karena gangguan, bukan arus jala-jala

Jadi besar arus gangguan :

f

(43)

Gambar 3.2. Jala-jala urutan gangguan Kawat-Tanah

3.1.2. Gangguan Sambaran Petir Pada Saluran Transmisi Udara ( 3, 7 )

Petir atau halilintar merupakan gejala alam yang biasanya muncul pada

musim hujan di mana di langit muncul kilatan cahaya sesaat yang menyilaukan

yang beberapa saat kemudian disusul dengan suara menggelegar. Perbedaan

waktu kemunculan ini disebabkan adanya perbedaan antara kecepatan suara dan

kecepatan cahaya.

Petir adalah gejala alam yang bisa kita analogikan dengan sebuah

kapasitor raksasa, di mana lempeng pertama adalah awan (bisa lempeng negatif

atau lempeng positif) dan lempeng kedua adalah bumi (dianggap neboa tral).

Seperti yang sudah diketahui kapasitor adalah sebuah komponen pasif pada

rangkaian listrik yang bisa menyimpan energi sesaat (energy storage).

Petir terjadi karena ada perbedaan potensial antara awan dan bumi. Proses

terjadinya muatan pada awan karena dia bergerak terus menerus secara teratur,

dan selama pergerakannya dia akan berinteraksi dengan awan lainnya sehingga

muatan negatif akan berkumpul pada salah satu sisi (atas atau bawah), sedangkan

muatan positif berkumpul pada sisi sebaliknya. Jika perbedaan potensial antara

(44)

(elektron) dari awan ke bumi atau sebaliknya untuk mencapai kesetimbangan.

Pada proses pembuangan muatan ini, media yang dilalui elektron adalah udara.

Pada saat elektron mampu menembus ambang batas isolasi udara inilah terjadi

ledakan suara (Gambar 3.3.). Petir lebih sering terjadi pada musim hujan,

karena pada keadaan tersebut udara mengandung kadar air yang lebih tinggi

sehingga daya isolasinya turun dan arus lebih mudah mengalir. Karena ada awan

bermuatan negatif dan awan bermuatan positif, maka petir juga bisa terjadi antar

awan yang berbeda muatan.

Gambar 3.3. Sambaran Petir

Masalah kegagalan isolator yang disebabkan oleh sambaran petir

merupakan suatu kejadian elektromagnetik yang kompleks. Perhitungan yang

tepat untuk menentukan kejadian-kejadian alam ini sangat diperlukan. Dalam

(45)

Misalkan rata-rata kawat transmisi tersambar petir adalah sekali dalam setahun

untuk panjang kawat transmisi 100 Kilometer, yang terdiri dari, pada panjang

kawat transmisi itu tahun pertama terjadi dua kali, tahun kedua tidak ada, tahun

ketiga terjadi tiga kali, dan tahun keempat dan kelima tidak ada. Kecenderungan

terjadinya flashover ini perlu ditentukan untuk perencanaan proteksi dan

keandalan dari sistem tenaga listrik secara menyeluruh.

Jika kawat tersambar petir maka akan ada dua kemungkinan kejadian pada

isolasi yaitu : kegagalan isolasi (flashover) dan berhasil (non-flashover). Peristiwa

dari kejadian ini dapat dianalisis dari teorema satistik binomial. Bila probabilitas

berhasil adalah p dan probabilitas kegagalan adalah q, maka :

PK = pkqn k k

n k

n

 )! ( !

!

(3.12)

Dimana :

P : Probabilitas keberhasilan sebanyak k kali dan kegagalan n - k kali

n : Jumlah kejadian

k : Jumlah keberhasilan

n – k : Jumlah kegagalan

p : Peluang keberhasilan

q : Peluang kegagalan

Berikut ini dapat diilustrasikan suatu contoh perhitungan untuk kawat trasnmisi

dengan panjang 100 km, dengan rata-rata flashover satu kali pertahun. Kawat

transmisi digelar pada daerah yang mempunyai sambaran petir rata-rata dalam

(46)

Dengan memperhatikan tabel tersebut, pernyataan probabilitas itu dapat

dipahami dan kemudian pada tahap selanjutnya kita menganalisa dengan

metoda-metoda probabilitas dan statistic.

Tabel 3.1. Probabilitas keberhasilan sambaran petir

Berhasil

K

Gagal

n – k

Probabilitas

PK

100 0 0,336

99 1 0,369

98 2 0,185

97 3 0,061

96 4 0,015

3.1.3. Jumlah Sambaran Petir

Secara sederhana, jumlah sambaran kilat ke bumi adalah sebanding

dengan jumlah hari guruh pertahun atau “Iso Keraunic Level” (IKL) di tempat itu.

Banyak para penyelidik yang telah memberikan perhatian ke arah ini dan

mengemukakan rumus-rumus yang berlainan. Rumus-rumus tersebut diberikan

dalam tabel. (Tabel 3.2)

Tabel 3.2. Rumus-rumus Kerapatan Sambaran Petir

No Lokasi Kerapatan sambaran petir N

(per km. kwadrat per tahun) Penyelidik

1 India 0,10 IKL Aiya (1968)

2 Rhodesia 0,14 IKL Anderson dan jenner

(1954)

3 Afrika Selatan 0,023 (IKL)1;3 Anderson – Eriksson

(47)

4 Swedia 0,004 (IKL)2 Muller – Hillebrand (1964)

5 Inggris (UK)

a (IKL)b a = 2,6  0,2 x 10-3 b = 1,9  0,1

Stringfellow (1974)

6 USA ( bag utara) 0,11 IKL Horn & Ramsey

(1951)

7 USA (bag selatan) 0,17 IKL Horn & Ramsey

(1951)

8 USA 0,1 IKL Anderson (1968)

9 USA 0,15 IKL Brown & Whitehead

(1969)

10 Russia 0,036 (IKL)1;3 Kolokolov & Pavloa

(1972)

11 Dunia (iklim sedang) 0,19 IKL Brooks (1950)

12 Dunia (iklim sedang 0,15 IKL Golde (1966)

13 Dunia (iklim tropis) 0,13 IKL Brooks (1950)

Untuk Indonesia maka yang sebaiknya digunakan adalah

N = 0,15 IKL

(3.13)

Dimana :

N = jumlah sambaran per km2 per tahun

IKL = jumlah hari guruh per tahun

Jadi jumlah sambaran pada saluran transmisi sepanjang 100 km adalah :

NL = N x A (3.14)

Atau

(48)

3.1.4. Penangkapan Petir Oleh Saluran Transmisi (3)

Kawat transmisi terletak diatas permukaan bumi yang dapat juga disebut

sebagai perlindungan dari sambaran petir pada bumi. Sebagai kita kenal bahwa

sambaran petir akan berakhir bila mencapai bumi. Adanya suatu kawat tanah akan

melindungi daerah tertentu, karena sambaran petir sebelum mencapai bumi, lebih

dahulu akan menyambar kawat tanah.

Kawat tanah disangga pada menara-menara, sehingga kawat ini akan

melendut di tengah-tengah antar dua menara. Tinggi rata-rata kawat tanah adalah :

H = hg - (23)(hghi) (3.16)

Dimana : h : Tinggi rata-rata kawat tanah

hg : Tinggi kawat tanah pada menara

hi : Tinggi kawat tanah ditengah-tengah dua menara

Suatu saluran transmisi diatas tanah dapat dikatakan membentuk bayang-bayang

listrik pada tanah yang berada dibawah saluran transmisi itu. Kilat yang biasanya

menyambar tanah dalam bayang-bayang itu akan menyambar saluran trasnsmisi

sebagai gantinya, sedangkan kilat diluar bayang-bayang itu sama sekali tidak

menyambar saluran. Lebar bayang-bayang listrik untuk sauatu saluran transmisi

telah dapat dilihat pada Gambar 3.4.

Lebar bayang-bayang W,

(49)

 

 

Gambar 3.4. Lebar Jalur perisaian terhadap sambaran kilat

Dimana :

b : jarak pemisah antara kedua kawat tanah, meter (bila kawat tanah

hanya satu, b = 0)

GW : Kawat tanah

A, B, C : Kawat fasa

Sesuai dengan keadaan geometris lintasan saluran transmisi, Whitehead telah

membagi lintasan tersebut dalam tiga jenis : datar, bergelombang dan

bergunung-gunung. Tinggi rata-rata kawat diatas tanah untuk ketiga jenis lintasan adalah :

 Tanah datar

h = ht– 2/3 andongan (3.18)

 Tanah bergelombang

h = ht (3.19)

 Tanah bergunung-gunung

h = 2 ht (3.20)

(50)

A = 100 (km) x (b + 4 h1,09) x 10-3 (km)

Atau

A = 0,1 (b + 4 h1,09) km2 per 100 km saluran (3.21)

3.2. Impedansi Urutan Pada Unsur-unsur Rangkaian (1)

Impedansi-impedansi urutan positif dan negative dari rangkaian-rangkaian

yang linier, simetris, dan statis adalah identik karena impedansi rangkaian

semacam itu tidak tergantung pada urutan fasanya asal tegangan-tegangan yang

dikenakan seimbang. Impedansi suatu saluran transmisi terhadap arus-arus urutan

nol berbeda dengan impedansi nya terhadap arus-arus urutan positif dan

negatifnya.

Sebuah transformator dalam suatu rangkaian tiga fasa dapat terdiri dari

tiga unit transformator fasa tunggal, atau dapat juga berupa suatu transformator

tiga fasa langsung. Meskipun impedansi-impedansi seri urutan nol unit-unit tiga

fasa itu dapat sedikit berbeda dari nilai-nilai urutan positif dan negatifnya, sudah

menjadi kebiasaan untuk menganggap bahwa impedansi-impedansi seri untuk

semua urutan adalah sama, tanpa memandang jenis dari transformator tersebut.

Impedansi urutan nol dari beban-beban seimbang yang terhubung Y dan  adalah

sama dengan impedansi urutan positif dan urutan-urutan negatifnya.

3.2.1. Jala-jala Urutan Positif dan Negatif

Tujuan dari mendapatkan nilai-nilai impedansi urutan suatu sistem daya

(51)

sistem itu. Jala-jala untuk suatu urutan tertentu menunjukkan semua jalur-jalur

aliran arus dari urutan itu dalam sistem. Peralihan dari suatu jala-jala urutan

positif ke suatu jala-jala urutan negatif adalah sederhana saja. Generator-generator

dan motor-motor serempak tiga fasa hanya mempunyai tegangan dalam urutan

positif saja, karena mesin-mesin tersebut dirancang untuk membangkitkan

tegangan-tegangan yang seimbang.

Karena semua titik netral suatu sistem tiga fasa simetris berada pada

potensial yang sama bila didalmnya mengalir arus tiga fasa seimbang, semua titik

netral harus terletak pada potensial yang sama baik untuk arus urutan positif

maupun untuk arus urutan negatif. Impedansi-impedansi yang terhubung diantara

titik netral suatu mesin dan tanah tidak merupakan sutu bagian dari jala-jala

urutan positif maupun jala-jala urutan negatif, karena baik arus urutan positif

maupun urutan negatif tidak dapat mengalir dalam suatu impedansi yang

dihubungkan seperti itu.

3.2.2. Jala-jala Urutan Nol

Bagi arus-arus urutan nol, suatu sistem tiga fasa bekerja seperti fasa

tunggal, karena arus-arus urutan nol selalu sama dalam besar dan fasanya di setiap

titik pada semua fasa sistem tersebut. Oleh karena itu arus-arus urutan nol hanya

akan mengalir jika terdapat suatu jalur kembali yang membentuk suatu rangkaian

lengkap. Pedoman untuk tegangan-tegangan urutan nol ialah potensial tanah pada

titik dalam sistem itu dimana setiap tegangan tertentu ditetapkan.karena arus

(52)

pada semua titik dan rel pedoman pada jala-jala urutan nol tidak merupakan suatu

tanah dengan potensial yang seragam.

Rangkaian-rangkaian ekivalen urutan nol untuk

transformator-transformator tiga fasa sepantasnya kita berikan perhatian khusus (Gambar 3.5.).

Berbagai macam kombinasi yang mungkin dari suatu gulungan-gulungan primer

dan sekunder yang terhubung dalam Y atau  sudah tentu merubah pula jala-jala

urutan nolnya. Berikut gambar-gambar rangkaian ekivaen urutan nol bangku

transformator (transformer bank) tiga fasa, bersama dengan diagram hubung dan

lambang-lambangnya untuk diagram segaris.

(53)

BAB 4

PERHITUNGAN PROBABILITAS GANGGUAN DAN ARUS GANGGUAN AKIBAT SAMBARAN PETIR PADA SALURAN

TRANSMISI

41. Umum ( 3, 7 )

Yang dimaksud dengan gangguan kilat pada saluran transmisi adalah

gangguan akibat sambaran kilat pada saluran transmisi, dan menyebabkan

terganggunya saluran transmisi itu menghantarkan daya listrik, sedangkan arus

gangguan adalah arus yang mengalir ke tanah melalui tiang transmisi akibat

kegagalan isolator gantung tiang transmisi yang disebabkan sambaran petir pada

saluran transmisi. Dari gangguan tersebut kita bisa memperoleh beberapa hasil

dengan menggunakan persamaan-persamaan seperti yang telah di bahas pada bab

2. Aapun hasil yang bisa kita peroleh adalah sebagai berikut :

1. Luas bayang penangkapan kilat per 100 km panjang saluran transmisi

2. Probabilitas peralihan lompatan api menjadi busur api ()

3. Probabilitas terjadinya gangguan per 100 km per tahun

4. Besarnya arus gangguan

5. Jenis pengaman yang digunakan

6. Jarak pemasangan pengaman terhadap peralatan yang dilindungi

Disini akan diberikan data (Gambar 4.1.) untuk mengaplikasikan

persamaan-persamaan tersebut sehingga dapat memperoleh hasil-hasil seperti

(54)

42. Data

Gambar 41. Diagram satu garis

Sebuah sumber tenaga listrik menyalurkan tegangan sesebar 230 KV dengan

tingkat isolasi dasar (TID) 900 KV menuju ke konsumen melalui sebuah saluran

transmisi pada tanah datar seperti yang terlihat pada diagram satu garis diatas

(Gambar 4.1.), dengan tinggi rata-rata kawat diatas tanah h = 14 m, jarak pemisah

antara kawat-kawat adalah 3,65 m, 3,65m, dan b = 7,3m. panjang rentang isolator

= 1,2 m, impedansi surja kawat z = 400 ohm dan V50 % = 645 KV, IKL = 100,

konfigurasi kawat dapat dilihat pada Gambar 4.2. Saluran tersebut dilindungi oleh

arrester 195 KV dengan tegangan pelepasan maksimum 610 KV. Sebuah

gelombang surja e = 300 t KV merambat menuju arrester. Rating peralatan adalah

:

- Generator : 30000 KVA ; 13,8 KV ; Xg” = 15 % ; X0 = 5 % ; X2 = 2 Ohm

- Motor : 20000 KVA ; 12,5 KV ; Xm” = 20 % ; X0 = 5 % ; X2 = 2 ohm

- Trafo I 3 : 35000 KVA ; 13,8   - 115 Y ; X = 10 %

- Trafo II 3 : 30000 KVA, 12,5  - 67 KV Y ; X = 10 %

(55)

Dari data diatas tentukanlah :

a) Luas Bayang-bayang penangkapan kilat

b) Probabilitas gangguan yang terjadi akibat sambaran petir

c) Besarnya arus yang mengalir akibat sambaran petir

d) Besarnya arus gangguan 1 fasa ke tanah

4.3. PERHITUNGAN PROBABILITAS GANGGUAN

4.3.1. Lebar Bayang-bayang Penangkapan Kilat (W) ( 3 )

Dari persamaan (3.17.) kita bisa menentukan lebar bayang-bayang

penangkapan kilat oleh saluran transmisi (W).

W = ( b + 4 h1,09 )

= 7,3 + ( 4 x 141,09 )

= 63,3 Meter

4.3.2. Probabilitas Distribusi Arus Kilat (3)

Probabilitas distribusi harga puncak arus kilat telah diberikan oleh

beberapa peneliti, antara lain Popolansky, Anderson – Eriksson, dan Razevig.

Menurut Popolansky,

Menurut Anderson – Eriksson,

(56)

Dan menurut Razevig,

Untuk memudahkan penggunaan kelak, terutama dalam perhitungan gangguan

kilat karena sambaran induksi pada saluran udara tegangan menengah, rumus

popolansky itu didekati dengan fungsi eksponensial seperti rumus Razevig.

34 1

I e

P   4.4

Selanjutnya persamaan inilah yang akan digunakan dalam

perhitungan-perhitungan gangguan kilat akibat sambaran langsung pada saluran udara

tegangan tinggi dan untuk menghitung gangguan kilat akibat sambaran induksi

pada saluran tegangan menengah.

Maka dari persamaan diatas diperoleh :

Vkond = 0 100 0

(57)

Lompatan api (Flashover) akan terjadi bila,

Vkond = 100 I0  V50 % 4.6

Atau

100 I0 = 645 KV

Jadi

Io = 6,45 KA

4.3.3. Probabilitas Peralihan Lompatan Api Menjadi Busur Api (3)

Besar tegangan yang timbul pada isolator transmisi tergantung pada kedua

parameter kiat, yaitu puncak dan kecuraman muka gelombang kilat. Menurut

penelitian yang dilakukan di rusia, probabilitas beralihnya lompatan api menjadi

busur api pada isolator dihubungkan dengan intensitas medan karena tegangan

kerja, dan ini kira-kira sama dengan hasil bagi tegangan netral (rms) dengan

panjang rentang isolator. Probabilitas berubahnya lompatan api () menjadi busur

api seperti terlihat pada Tabel 4,1 berikut.

Tabel 4.1. Probabilitas peralihan lompatan api menjadi busur api

Gradien Tegangan

E0 (KVrms / meter)

Probabilitas peralihan lompatan api

menjadi busur api ()

50

30

20

10

0,6

0,45

0,25

0,10

Makin tinggi tegangan kerja sistem transmisi, makin besar gradient

(58)

menjadi busur api. Untuk sistem transmisi besar, probabilitas tersebut diambi

sesuai dengan kelas tegangannya sebagai berikut :

- SUTT sampai dengan 230 KV :  = 0,85

- SUTET dan SUTUT :  = 1,0

Jadi dari penjelasan yang telah di temukan diatas maka dapat disimpulkan bahwa

jumlah gangguan pada saluran tergantung dari :

a. Jumlah sambaran pada saluran, NL

b. Probabilitas terjadinya lompatan api, PFL

c. Probabilitas peralihan lompatan api menjadi busur api, 

Dengan demikian besar probabilitas terjadinya gangguan dapat ditulis sebagai

berikut :

N0 = 0,015 x IKL (b + 4h1,09) x PFL x  4.7

Sehingga dari data diatas dan dengan menggunakan persamaan (4.4.) bisa kita

peroleh :

Probabilitas Terjadinya lompatan api,

PFL = 34

45 , 6 

e = 0,827

Dan seperti yang dijelaskan diatas, probabilitas peralihan lompatan api menjadi

busur api () pada SUTT sampai dengan 230 KV = 0,85

Jadi probabilitas terjadinya gangguan

N0 = xIKL

b h

xPFL x

09 , 1

4 015

,

0 

= 0,015x100

7,3 4x141,09

x0,827x0,85

(59)

4.4. Perhitungan arus hubung singkat satu fasa ke tanah (1)

1. Base yang dipilih dari generator adalah

- untuk base tegangan = 13,8 KV

- untuk base daya = 30000 KVA

2. menghitung base tegangan untuk saluran transmisi dan motor

- untuk saluran transmisi

base tegangan = x KV KV

3. menghitung reaktansi (X) masing-masing peralatan

- reaktansi pada generator

(60)

X2 = 2 x pu

- Reaktansi pada motor

X”g = 0,3 x

- Reaktansi pada trafo Satu,

XT1 = 0,1 x pu

- Reaktansi pada trafo dua

XT2 = 0,1 x pu

- Reaktansi pada saluran transmisi

(61)

4. Gambar diagram Reaktansi

- Urutan positif

Gambar 4.3. Reaktansi urutan positif

Z1 =

- Urutan negatif

Vf

Trafo 1 Trans Trafo 2

0,05 0,019

(62)

Z2 =

Trafo 1 Trans Trafo 2

0,08 0,14 0,025

Gambar 4.5. Reaktansi urutan nol

(63)

Maka besarnya arus gangguan satu fasa ke tanah adalah,

Maka besar arus gangguan dalam ampere adalah sebesar,

I” = 13,71 x 699,23

= 9586,443 Ampere

(64)

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

1. Pada saluran udara tegangan tinggi (SUTT) probabilitas terjadinya lompatan

bunga api antara kawat tanah dengan kawat fasa masih ada dan masih

diperhitungkan, sedangkan untuk saluran udara tegangan extra tinggi

(SUTET) dan saluran udara tegangan ultra tinggi (SUTUT) terjadinya

lompatan bunga api antara kawat tanah dengan kawat fasa sudah dianggap

tidak ada.

2. Kita bisa menentukan besarnya arus gangguan satu fasa ke tanah yang

disebabkan sambaran petir.

3. Jumlah gangguan sambaran petir per tahun dan probabilitas terjadinya

gangguan sudah dapat kita tentukan.

4. Didalam sistem saluran transmisi pemilihan sebuah isolator adalah sangat

penting, isolator harus dalam keadaan baik tidak mengalami keretakan

walaupn tersebut hanya sedikit.

5. Sebuah arester dapat bekerja sebagai konduktor bila terjadi gangguan

sambaran petir dan bila dalam keadaan normal arester berfungsi sebagai

isolator

6. Setelah surja/sambaran petir hilang arester harus cepat menjadi isolator (harus

dapat menutup kembali dengan cepat) karena kalau waktu penutupan lama

dapat menimbulkan gangguan yang lain yaitu gangguan satu fasa ke tanah,

(65)

7. pengamanan saluran transmisi terhadap gangguan adalah sangat penting dan

sistem pengamanannya harus secara otomatis, sehingga jika terjadi gangguan

maka gangguan tersebut dapat secara cepat diatasi sehingga peralatan yang

berada di wilayah gangguan tidak mengalami kerusakan akibat arus gangguan

yang sangat besar.

8. besarnya nilai suatu arus gangguan ditentukan oleh jarak gangguan, letak

(66)

DAFTAR PUSTAKA

1. William D.Stevenson, Jr. Analisa Sistem Tenaga Listrik Edisi Keempat.

2. DR.A.Arismunandar dan DR.S.Kuwahara, buku pegangan Teknik Tenaga

listrik Jilid II

3. T.S.hutauruk, Gelombang Berjalan dan Proteksi Surja

4. Drs.Edy Supriyadi, Sistem Pengaman Tenaga Listrik

5. Abdul Kadir, Transmisi Tenaga Listrik

6. T.S. Hutauruk Pengetanahan Netral Sistem Tenaga, ITB, erlangga 1987

Gambar

Gambar 2.1. Konstruksi tiang untuk Saluran Udara Tegangan Tinggi
Gambar 2.3. Isolator tonggak saluran horizontal
Gambar 2.4. Isolator tonggak saluran vertical
GAMBAR PENAMPANG
+7

Referensi

Dokumen terkait

Yudhi Verdian, dalam jurnalnya yang berjudul studi simulasi hubung singkat pada saluran transmisi dengan menggunakan ATP untuk aplikasi relay pilot differensial, yang

(a) Ra=0.25ohm. Dari grafik gambar 4.1, 4.2, 4.3, 4.4 dan 4.5 diperoleh bahwa impedansi gangguan terbesar terjadi pada saat gangguan hubung singkat satu fasa ketanah. Semakin besar

(a) Ra=0.25ohm. Dari grafik gambar 4.1, 4.2, 4.3, 4.4 dan 4.5 diperoleh bahwa impedansi gangguan terbesar terjadi pada saat gangguan hubung singkat satu fasa ketanah. Semakin besar

sistem distribusi tenaga listrik 20 kV Sistem 7 Bus mengakibatkan bertambahnya arus hubung singkat satu fasa ke tanah pada saat puncak, ½ siklus, 5 siklus dan

Analisis hubung singkat adalah analisis yang mempelajari kontribusi arus gangguan hubung singkat yang mungkin mengalir pada setiap cabang didalam sistem (di

Dari hasil perhitungan arus gangguan penyulang Kota Pontianak menunjukkan bahwa arus hubung singkat tiga fasa lebih tinggi dari arus hubung fasa-fasa dan arus

mengetahui perbandingan besaran arus impuls yang mengalir pada grid pembumian gardu induk akibat sambaran kilat pada kawat tanah saluran transmisi terhadap titik sambaran, tulisan

Yang membedakan antara gangguan hubung singkat 3 fasa, 2 fasa dan 1 fasa ke tanah adalah impedansi yang terbentuk sesuai dengan macam gangguan itu sendiri dan tegangan yang memasok arus