STUDI GANGGUAN HUBUNGAN SINGKAT
SATU FASA KETANAH AKIBAT SAMBARAN PETIR
PADA SALURAN TRANSMISI
OLEH
JUBILATER SIMANJUNTAK
NIM : 050422035
DEPARTEMEN TEKNIK ELEKTRO
PROGRAM PENDIDIKAN SARJANA EKSTENSION
FAKULTAS TEKNIK
STUDI GANGGUAN HUBUNG SINGKAT SATU FASA KETANAH AKIBAT SAMBARAN PETIR PADA SALURAN TRANSMISI
Oleh:
Jubilater Simanjuntak 050 422 035
Tugas Akhir Ini Diajukan Untuk Melengkapi Salah Satu Persyaratan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Teknik
DEPARTEMEN TEKNIK ELEKTRO PROGRAM PENDIDIKAN SARJANA EKSTENSI
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Diketahui Oleh : Disetujui Oleh: Pelaksana Harian Pembimbing Tugas Akhir Ketua
STUDY ANALISA GANGGUAN HUBUNG SINGKAT SATU FASA KETANAH AKIBAT SAMBARAN PETIR
PADA SALURAN TRANSMISI
Abstrak
Setiap kesalahan dalam suatu rangkaian yang menyebabkan terganggunya
aliran arus yang normal disebut gangguan. Sebagian besar dari
gangguan-gangguan yang terjadi pada saluran transmisi bertegangan 115 KV atau lebih
disebabkan oleh petir, yang menyebabkan terjadinya percikan bunga api
(flashover) pada isolator. Tegangan tinggi yang ada diantara penghantar dan
menara atau tiang penyangga yang diketanahkan (grounded) menyebabkan
terjadinya ionisasi. Ini memberikan jalan bagi muatan listrik yang diinduksi
(diimbas) oleh petir mengalir ke tanah. Dengan terbentuknya jalur ionisasi ini,
impedansi ketanah menjadi rendah. Ini memungkinkan mengalirnya arus fasa dari
penghantar ke tanah dan melalui tanah menuju “netralnya”. Gangguan langsung
dari fasa ke fasa tanpa melalui tanah jarang terjadi. Angka pengalaman
menunjukkan bahwa kira-kira 70 % dan 80 % dari gangguan saluran transmisi
adalah gangguan tunggal dari saluran ke tanah yang terjadi karena flashover dari
KATA PENGANTAR
Dengan kerendahan hati penulis mengucapkan puji syukur kehadirat
Tuhan Yang Maha Kuasa, karena berkat rahmat dan karunia-NYA, sehingga
penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir ini
Tugas Akhir yang berjudul “ STUDI GANGGUAN HUBUNG SINGKAT SATU FASA KETANAH AKIBAT SAMBARAN PETIR PADA SALURAN TRANSMISI” ini di maksud untuk memenuhi kurikulum dan memenuhi persyaratan untuk mencapai gelar Sarjana Teknik pada jurusan Teknik
Elektro Universitas Sumatera Utara.
Dalam proses pembuatan Tugas Akhir ini, penulis telah mendapat
bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak, baik berupa material, spiritual,
informasi, maupun segi administrasi. Oleh karena itu sudah selayaknya penulis
mengucapkan terima kasih kepada :
1. Bapak Prof. Dr. Ir. Usman S Baafai, selaku desen pembimbing dan juga
selaku Pengurus Harian Jurusan Departemen Teknik Elektro
2. Seluruh staf pengajar/ Dosen dan petugas administrasi jurusan Teknik
Elektro USU.
3. Orang tua penulis, B. Simanjuntak / L. Br Napitupulu yang tercinta, yang
selalu memberikan dukungan baik moral, Doa dan Materi selama penulis
menyelesaikan Tugas Akhir ini
4. Rekan-rekan mahasiswa yang telah memberikan dorongan,
5. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, yang telah banyak
membantu.
Penulis menyadari baahwa Tugas Akhir ini masih jauh dari kesempurnaan,
untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran membangun demi perbaikan isi
untuk masa yang akan datang.
Akhirnya penulis berharap agar Tugas Akhir ini bermanfaat bagi kita
semua, dan semoga Tuhan Yang Maha Kuasa selalu memberi berkat - NYA bagi
kita semua, Amin.
Medan, 24 Oktober 2009
Hormat Saya,
Penulis,
Jubilater Simanjuntak
DAFTAR ISI
Lembaran Pengesahan i
Abstrak ii
Kata Pengantar iii
Daftar Isi v
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah 1
1.2. Batasan Masalah 3
1.3. Rumusan Masalah 3
1.4. Tujuan Penulisan 4
1.5. Metode Pengumpulan Data 4
1.6. Sistematika Penulisan 5
BAB II LANDASAN TEORI
2.1. Saluran Transmisi 6
2.2. Bagian-bagian Saluran Transmisi 7
2.3. Arester 13
2.3.1. Arester Jenis Ekspulsi atau Tabung Pelindung 13
2.3.2. Arester Jenis Katup 15
2.3.3. Pemilihan Arester 17
2.3.4. Pengenal Arester 18
2.3.5. Jarak Maksimum Arester dengan Peralatan 19
2.4. Kuantitas Per Unit 21
2.4.1. Mengubah Dasar Kuantitas Per Unit 23
BAB III GANGGUAN KILAT PADA SALURAN TRANSMISI DAN AKIBATNYA
3.1. Faktor –faktor Penyebab Gangguan dan Akibatnya Pada Saluran
Transmisi 24
3.1.1. Gangguan Satu Fasa Ketanah (Gangguan Tanah) 26 3.1. 2. Gangguan Sambaran Petir Pada Saluran Transmisi Udara 29
3.1.3. Jumlah Sambaran Petir 32
3.1.4. Penangkapan Petir Oleh Saluran Transmisi 34 3.2. Impedansi Urutan Pada Unsur-unsur Rangkaian 36
3.2.1. Jala-jala Urutan Positif dan Negatif 36
BAB IV PERHITUNGAN PROBABILITAS GANGGUAN DAN ARUS GANGGUAN AKIBAT SAMBARAN PETIR PADA SALURAN TRANSMISI
4.1. Umum 39
4.2. Data 40
4.3. Perhitungan Probabilitas Gangguan 41
4.3.1. Lebar Bayang-bayang Penangkapan Kilat 41
4.3.2. Probabilitas Distribusi Arus Kilat 41
4.3.3. Probabilitas Peralihan Lompatan Api Menjadi Busur Api 43 4.4. Perhitungan Arus Hubung Singkat Satu Fasa Ketanah 45
BAB V KESIMPULAN 50
DAFTAR PUSTAKA 51
STUDY ANALISA GANGGUAN HUBUNG SINGKAT SATU FASA KETANAH AKIBAT SAMBARAN PETIR
PADA SALURAN TRANSMISI
Abstrak
Setiap kesalahan dalam suatu rangkaian yang menyebabkan terganggunya
aliran arus yang normal disebut gangguan. Sebagian besar dari
gangguan-gangguan yang terjadi pada saluran transmisi bertegangan 115 KV atau lebih
disebabkan oleh petir, yang menyebabkan terjadinya percikan bunga api
(flashover) pada isolator. Tegangan tinggi yang ada diantara penghantar dan
menara atau tiang penyangga yang diketanahkan (grounded) menyebabkan
terjadinya ionisasi. Ini memberikan jalan bagi muatan listrik yang diinduksi
(diimbas) oleh petir mengalir ke tanah. Dengan terbentuknya jalur ionisasi ini,
impedansi ketanah menjadi rendah. Ini memungkinkan mengalirnya arus fasa dari
penghantar ke tanah dan melalui tanah menuju “netralnya”. Gangguan langsung
dari fasa ke fasa tanpa melalui tanah jarang terjadi. Angka pengalaman
menunjukkan bahwa kira-kira 70 % dan 80 % dari gangguan saluran transmisi
adalah gangguan tunggal dari saluran ke tanah yang terjadi karena flashover dari
KATA PENGANTAR
Dengan kerendahan hati penulis mengucapkan puji syukur kehadirat
Tuhan Yang Maha Kuasa, karena berkat rahmat dan karunia-NYA, sehingga
penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir ini
Tugas Akhir yang berjudul “ STUDI GANGGUAN HUBUNG SINGKAT SATU FASA KETANAH AKIBAT SAMBARAN PETIR PADA SALURAN TRANSMISI” ini di maksud untuk memenuhi kurikulum dan memenuhi persyaratan untuk mencapai gelar Sarjana Teknik pada jurusan Teknik
Elektro Universitas Sumatera Utara.
Dalam proses pembuatan Tugas Akhir ini, penulis telah mendapat
bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak, baik berupa material, spiritual,
informasi, maupun segi administrasi. Oleh karena itu sudah selayaknya penulis
mengucapkan terima kasih kepada :
1. Bapak Prof. Dr. Ir. Usman S Baafai, selaku desen pembimbing dan juga
selaku Pengurus Harian Jurusan Departemen Teknik Elektro
2. Seluruh staf pengajar/ Dosen dan petugas administrasi jurusan Teknik
Elektro USU.
3. Orang tua penulis, B. Simanjuntak / L. Br Napitupulu yang tercinta, yang
selalu memberikan dukungan baik moral, Doa dan Materi selama penulis
menyelesaikan Tugas Akhir ini
4. Rekan-rekan mahasiswa yang telah memberikan dorongan,
5. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, yang telah banyak
membantu.
Penulis menyadari baahwa Tugas Akhir ini masih jauh dari kesempurnaan,
untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran membangun demi perbaikan isi
untuk masa yang akan datang.
Akhirnya penulis berharap agar Tugas Akhir ini bermanfaat bagi kita
semua, dan semoga Tuhan Yang Maha Kuasa selalu memberi berkat - NYA bagi
kita semua, Amin.
Medan, 24 Oktober 2009
Hormat Saya,
Penulis,
Jubilater Simanjuntak
BAB I PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang Masalah
Perkembangan sistem arus bolak – balik (a.c. system) dimulai di Amerika
Serikat pada tahun 1885, ketika George Westinghouse membeli patent – patent
Amerika yang meliputi sistem transmisi arus bolak – balik yang dikembangkan
oleh L. Gaulard dan J.D. Gibbs dari paris. William Stanley, seorang rekan usaha
Westinghouse yang terdahulu, menguji transformator-transformator di
laboratoriumnya di Great Barrington, Massachusetts. Disana, pada musim dingin
tahun 1885 – 1886, Stanley memasang sistem distribusi a.c. percobaan pertama
yang memberikan tenaga listrik kepada 150 buah lampu di dalam kota. Saluran
transmisi a.c. yang pertama di Amerika dioperasikan pada tahun 1890 untuk
membawa listrik yang dibangkitakan dengan tenaga air, sejauh 13 mil dari
Willamette Falls ke Portland, Oregon. Saluran pertama hanyalah berfasa tunggal,
dan dayanya biasanya hanya dipakai untuk penerangan saja.
Saluran transmisi biasanya dibedakan dari saluran distribusi karena
tegangannya. Di Jepang, saluran transmisi mempunyai tegangan 7 Kv keatas,
sedang saluran distribusi 7 Kv kebawah. Di Amerika Serikat, dikenal tiga jenis
saluran, yakni saluran distribusi dengan tegangan primer 4 sampai 23 Kv, saluran
substranmisi dengan tegangan 13 sampai 138 Kv, dan saluran transmisi dengan
tegangan 34,5 Kv ke atas. Saluran transmisi yang bertegangan 230 Kv sampai 765
Kv dinamakan saluran Extra High Voltage (EHV), yang bertegangan diatas 765
tegangan yang lebih tinggi akan menjadi jelas jika kita melihat pada kemampuan
transmisi suatu saluran transmisi. Kemampuan transmisi dari suatu saluran dengan
tegangan tertentu tidak dapat diterapkan dengan pasti, karena kemampuan ini
masih tergantung lagi pada batasan-batasan termal dari penghantar jatuh tegangan.
Penurunan tegangan dari tingkat transmisi pertama-tama terjadi pada stasiun
pembantu bertenaga besar, dimana tegangan diturunkan ke daerah antara 34,5 dan
138 KV, sesuai dengan tegangan saluran transmisi
Setiap kesalahan dalam suatu rangkaian yang menyebabkan terganggunya
aliran arus yang normal disebut gangguan. Sebagian besar dari
gangguan-gangguan yang terjadi pada saluran transmisi bertegangan 115 KV atau lebih
disebabkan oleh petir, yang menyebabkan terjadinya percikan bunga api
(flashover) pada isolator. Tegangan tinggi yang ada diantara penghantar dan
menara atau tiang penyangga yang diketanahkan (grounded) menyebabkan
terjadinya ionisasi. Ini memberikan jalan bagi muatan listrik yang diinduksi
(diimbas) oleh petir mengalir ke tanah. Dengan terbentuknya jalur ionisasi ini,
impedansi ketanah menjadi rendah. Ini memungkinkan mengalirnya arus fasa dari
penghantar ke tanah dan melalui tanah menuju “netralnya”. Gangguan langsung
dari fasa ke fasa tanpa melalui tanah jarang terjadi. Angka pengalaman
menunjukkan bahwa kira-kira 70 % dan 80 % dari gangguan saluran transmisi
adalah gangguan tunggal dari saluran ke tanah yang terjadi karena flashover dari
satu saluran saja ke menara dan tanah.
Gangguan yang disebabkan oleh petir biasanya berlangsung sangat singkat
sehingga jika ada suatu pemutus rangkaian (Circuit Breaker) yang membuka,
keadaan kembali normal. Jika gangguannya bersifat permanen, bagian yang
terganggu harus diputuskan agar keseluruhan sistem lainnya dapat tetap bekerja
dengan normal.
I.2. Batasan Masalah
Pada kesempatan ini penulis akan melakukan pembatasan masalah yang
akan dibahas dalam Tugas Akhir (TA) ini. Adapun permasalahan yang akan
dibahas dalam penulisan Tugas Akhir ini adalah,
1. Gangguan satu fasa ketanah pada saluran transmisi yang disebabkan oleh
sambaran petir
2. Analisis berapa besar arus sambaran petir, dan arus gangguan satu fasa
ketanah
3. Analisis berapa jumlah gangguan sambaran petir per-tahun dan berapa
besar kamampuan pengaman yang harus dipasang bila terjadi gangguan
4. Menghitung Probabilitas gangguan yang terjadi akibat sambaran petir
I.3. Rumusan Masalah
Didalam penulisan Tugas Akhir ini, penulis akan mencoba merumuskan
masalah yang akan dibahas, yang ada hubungannya antara stu variabel dengan
variabel yang lainnya terhadap pokok permasalahan. Adapun variabel-variabel
tersebut adalah, generator, trafo daya (step up dan step down), circuit breaker
(CB), arester dansaluran transmisi. Karena variabel-variabel ini sangat
berpengaruh didalam menentukan dimana letak gangguan dan besarnya arus
Namun disini penulis hanya secara singkat saja membahas
variabel-variabel diatas, karena disini penulis lebih menekankan pembahasan tentang
gangguan hubung singkat satu fasa ke tanah akibat sambaran petir pada saluran
transmisi. Disini penulis juga akan membahas berapa besar arus gangguan, arus
sambaran petir, berapa besarnya daya pemutus (breaking capacity) yang harus
dipasang sehingga bila terjadi gangguan satu fasa ke tanah, maka CB tersebut
dapat memutuskan jalannya aliran arus, dan juga jenis arester apa yang dapat
dipakai untuk mengatasi gangguan.
I.4. Tujuan Penulisan
Bertujuan untuk mengetahui hubung singkat yang terjadi akibat sambaran
petir pada saluran transmisi, seberapa besar arus gangguan yang terjadi akibat
sambaran petir tersebut, luas bayang-bayang penangkapan kilat, dan probabilitas
terjadinya gangguan.
I.5. Metode Pengumpulan Data
Metode yang digunakan penulis dalam menyelesaikan tugas akhir ini
adalah
1. Mencari dan mengumpulkan buku-buku yang berhubungan dengan judul dan
permasalahan Tugas Akhir.
2. Mengadakan konsultasi dengan pihak PLN untuk mendapatkan penjelasan
yang dibutuhkan.
I.6. Sistematika Penulisan
BAB I : Merupakan bab pendahuluan yang membuat gambaran umum,
Batasan Masalah, Perumusan Masalah, Tujuan Penulisan, Metode
Pengumpulan Data dan juga Sistematika Penulisan.
BAB II : Merupakan bab yang memuat landasan teori dari pada gangguan
hubung singkat akibat sambaran petir pada saluran transmisi.
BAB III : Merupakan bab yang memuat tentang probabilitas gangguan yang
terjadi akibat sambaran petir, berapa besar arus yang mengalir akibat
sambaran petir, serta besarnya arus gangguan 1 fasa ke tanah.
BAB IV : Merupakan bab yang memuat tentang jenis pengaman yang
digunakan pada saluran transmisi untuk mengatasi gangguan hubung
singkat akibat sambaran petir tersebut.
BAB V : Merupakan bab yang memuat kesimpulan
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1. Saluran Transmisi ( 1 , 5, 7 )
Suatu sistem tenaga listrik terdiri dari tiga bagian utama : pusat-pusat
pembangkit listrik, saluran-saluran transmisi, dan sistem-sistem distribusi.
Saluran-saluran transmisi merupakan rantai penghubung antara pusat-pusat
pembangkit listrik dan sistem-sistem distribusi, dan melalui hubungan-hubungan
antar sistem dapat pula menuju ke sistem tenaga yang lain. Suatu sistem distribusi
menghubungkan semua beban-beban yang terpisah satu dengan yang lain kepada
saluran-saluran transmisi.
Tegangan pada generator-generator besar biasanya berkisar diantara 13,8
kV dan 24 kV. Tetapi generator-generator besar yang modern dibuat dengan
tegangan yang bervariasi antara 18 dan 24 kV. Tidak ada suatu standar yang
umum diterima untuk tegangan-tegangan generator. Tegangan generator
dinaikkan ke tingkat-tingkat yang dipakai untuk transmisi yaitu antara 115 dan
765 kV. Tegangan-tegangan tinggi standar (high voltages – HV standard) adalah
115, 138, dan 230 kV. Tegangan-tegangan tinggi-ekstra (extra high voltage –
EHV) adalah 345, 500 dan 765 kV. Kini sedang dilakukan penelitian untuk
pemakaian tegangan-tegangan tinggi ultra yaitu diantara 1000 dan 500 kV (ultra
high voltages – UHV).
Keuntungan dari transmisi dengan tegangan yang lebih tinggi akan
menjadi jelas jika kita melihat pada kemampuan transmisi (transmission
dalam megavolt ampere (MVA). Kemampuan transmisi dari suatu saluran dengan
tegangan tertentu tidak dapat ditetapkan dengan pasti, karena kemampuan ini
masih tergantung lagi pada batasan-batasan (limit) thermal dari penghantar, jatuh
tegangan (voltage drop) yang diperbolehkan, keterandalan, dan
persyaratan-persyaratan kestabilan sistem (system stability), yaitu penjagaan bahwa
mesin-mesin pada sistem tersebut tetap berjalan serempak satu terhadap yang lain.
Kebanyakan faktor- faktor ini masih tergantung pula pada panjangnya saluran.
2.2. Bagian – Bagian Saluran Transmisi (1, 2, 5)
Adapun komponen-komponen utama dari saluran transmisi terdiri dari
1. Tiang Transmisi atau Menara
Pada suatu Sistem Tenaga Listrik, energi listrik yang dibangkitkan dari pusat
pembangkit listrik ditransmisikan ke pusat-pusat pengatur beban melalui suatu
saluran transmisi, saluran transmisi tersebut dapat berupa saluran udara atau
saluran bawah tanah, namun pada umumnya berupa saluran udara. Energi listrik
yang disalurkan lewat saluran transmisi udara pada umumnya menggunakan
kawat telanjang sehingga mengandalkan udara sebagai media isolasi antara kawat
penghantar tersebut dengan benda sekelilingnya, dan untuk menyanggah /
merentang kawat penghantar dengan ketinggian dan jarak yang aman bagi
manusia dan lingkungan sekitarnya, kawat-kawat penghantar tersebut dipasang
pada suatu konstruksi bangunan yang kokoh, yang biasa disebut menara / tower.
Konstruksi tower besi baja merupakan jenis konstruksi saluran transmisi
tegangan tinggi (SUTT) ataupun saluran transmisi tegangan ekstra tinggi
mudah dirakit terutama untuk pemasangan di daerah pegunungan dan jauh dari
jalan raya, harganya yang relatif lebih murah dibandingkan dengan penggunaan
saluran bawah tanah serta pemeliharaannya yang mudah.
Gambar 2.1. Konstruksi tiang untuk Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT)
Keterangan
A : Travers Kawat Tanah B, C, D : Travers Kawat Phasa E : Rangka Tiang F, G, H : Penguat Rangka Tiang (Diagonal Tiang) I : Pondasi
A A
B B
C C
D D
E
F
G H
Namun demikian perlu pengawasan yang intensif, karena besi-besinya rawan
terhadap pencurian. Seperti yang telah terjadi dibeberapa daerah di Indonesia,
dimana pencurian besi-besi baja pada menara / tower listrik mengakibatkan
menara / tower listrik tersebut roboh, dan penyaluran energi listrik ke konsumen
pun menjadi terganggu. Suatu menara atau tower listrik harus kuat terhadap beban
yang bekerja padanya, antara lain yaitu :
- Gaya berat tower dan kawat penghantar (gaya tekan).
- Gaya tarik akibat rentangan kawat.
- Gaya angin akibat terpaan angin pada kawat maupun badan tower.
2. Isolator
Jenis isolator yang digunakan pada saluran transmisi pada umumnya adalah
jenis porselin atau gelas yang berfungsi sebagai isolasi tegangan listrik antara
kawat penghantar dengan tiang.
Macam-macam isolator yang digunakan pada saluran udara tegangan tinggi
adalah sebagai berikut :
- isolator piring
dipergunakan untuk isolator penegang dan isolator gantung, dimana
jumlah piringan isolator disesuaikan dengan tegangan sistem pada saluran
udara tegangan tinggi tersebut (Gambar 2.2.)
- isolator tonggak saluran vertical (Gambar 2.3.)
Gambar 2.2. Isolator piring
Gambar 2.3. Isolator tonggak saluran horizontal
Tanduk Api Pegangan Tanduk
Gambar 2.4. Isolator tonggak saluran vertical
3. Kawat Penghantar Untuk Saluran Transmisi Udara
Kawat penghantar berfungsi untuk mengalirkan arus listrik dari suatu tempat
ke tempat yang lain. Jenis kawat penghantar yang biasa digunakan pada saluran
transmisi adalah tembaga dengan konduktivitas 100 % (CU 100 %), atau
aluminium dengan konduktivitas 61 % (AL 61 %), (Tabel 2.1.). Kawat penghantar
tembaga mempunyai beberapa kelebihan dibandingkan dengan kawat penghantar
aluminium karena konduktivitas dan kuat tariknya lebih tinggi. Tetapi
kelemahannya ialah, untuk besar tahanan yang sama, tembaga lebih berat dari
aluminium, dan juga lebih mahal. Oleh karena itu kawat aluminium telah
menggantikan kedudukan tembaga.
3.1. Klasifikasi Kawat Menurut Konstruksinya
Yang dinamakan kawat padat (solid wire) adalah kawat tunggal yang
penampang-penampang yang kecil, karena penghantar-penghantar yang
berpenampang besar sukar ditangani serta kurang flexible.
Apabila diperlukan penampang yang besar, maka dipergunakan 7 sampai
61 kawat padat yang dililit menjadi satu, biasanya secara berlapis dan konsentris.
Tiap-tiap kawat padat merupakan kawat komponen dari kawat berlilit tadi.
Apabila kawat-kawat komponen itu sama garis tengahnya maka
persamaan-persamaan berikut berlaku :
N = 3n ( 1 + n ) + 1
D = d ( 1 + 2n )
A = an
W = wN ( 1 + k1 )
R = ( 1 + k2 ) r/N
Dimana : N = Jumlah Kawat Komponen
n = Jumlah Lapisan Kawat Komponen
D = Garis Tengah Luar dari Kawat berlilit
d = Garis Tengah Kawat Komponen
A = Luas Penampang Kawat Berlilit
W = Berat Kawat Berlilit
w = Berat Kawat Komponen Per Satuan Panjang
k1 = Perbandingan Berat Terhadap Lapisan
R = Tahanan Kawat Berlilit
r = Tahanan Kawat Komponen Per Satuan Panjang
Kawat rongga (hollow Conductor) adalah kawat berongga yang dibuat
untuk mendapatkan garis tengah luar yang besar. Ada dua jenis kawat rongga : (a)
yang rongganya dibuat oleh kawat lilit yang ditunjang oleh sebuah batang, dan (b)
yang rongganya dibuat oleh kawat-kawat komponen yang membentuk
segmen-segmen sebuah silinder.
3.2. Klasifikasi Kawat Menurut Bahannya
Kawat logam biasa dibuat dari logam-logam biasa seperti tembaga,
aluminium, besi, dsb.
Kawat logam campuran (alloy) adalah penghantar dari tembaga atau
aluminium yang diberi campuran dalam jumlah tertentu dari logam jenis ain guna
menaikkan kekutan mekanisnya. Yang sering digunakan adalah “copper alloy”,
tetapi “aluminium alloy” juga lazim dipakai
Tabel 2.1. : Daftar kawat yang dipergunakan untuk Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT)
4. Kawat Tanah
Kawat tanah atau ground wires, juga disebut sebagai kawat pelindung (shield
wires) gunanya untuk melindungi kawat-kawat penghantar atau kawat-kawat fasa
terhadap sambaran petir. Jadi kawat tanah ini dipasang diatas kawat fasa. Sebagai
kawat tanah dipakai kawat baja (steel wires).
2.3. Arester ( 3 )
Arester petir disingkat arester, atau sering juga disebut penangkap petir,
adalah alat pelindung bagi peralatan sistem tenaga listrik terhadap surja petir. Ia
berlaku sebagai jalan pintas (by-pass) sekitar isolasi. Arester membentuk jalan
yang mudah dilalui oleh arus petir, sehingga tidak timbul tegangan lebih yang
tinggi pada peralatan. Jalan pintas itu harus sedemikian rupa sehingga tidak
mengganggu aliran arus daya sistem 50 Hertz. Jadi pada kerja normal arester itu
berlaku sebagai isolator dan bila timbul surja dia berlaku sebagai konduktor, jadi
melewatkan aliran arus yang tinggi. Setelah surja hilang arester harus dengan
cepat kembali menjadi isolator, sehingga pemutus daya tidak sempat membuka.
Arester dapat memutuskan arus susulan tanpa menimbulkan gangguan, inilah
salah satu fungsi terpenting dari arester.
Arester terdiri dari dua jenis : jenis ekspulsi (expulsion type) atau tabung
2.3.1. Arester Jenis Ekspulsi atau Tabung Pelindung
Arester jenis ekspulsi pada prinsipnya terdiri dari sela percik yang berada
dalam tabung serat dan sela percik batang yang berada diluar di udara atau disebut
sela seri, terlihat pada Gambar 2.5.
Bila ada tegangan surja yang tinggi sampai pada jepitan arester kedua sela
percik, yang di luar dan yang berada di dalam tabung serat, tembus seketika dan
membentuk jalan penghantar dalam bentuk busur api. Jadi arester menjadi
konduksi dengan impedansi rendah dan melakukan surja arus dan surja daya
sistem bersama –sama. Panas yang timbul karena mengalirnya arus petir
menguapkan sedikit bahan dinding tabung serat, sehingga gas yang
ditimbulkannya menyembur pada api dan mematikannya pada waktu arus susulan
melewati titik nolnya. Arus susulan dalam arester jenis ini dapat mencapai harga
yang tinggi sekali tetapi lamanya tidak lebih dari satu atau dua gelombang, dan
biasanya kurang dari setengah gelombang. Jadi tidak menimbulkan gangguan.
Arester jenis ekspulsi ini mempunyai karakteristik volt-waktu yang lebih
baik dari sela batang dan dapat memutuskan arus susulan. Tetapi tegangan percik
susulan tergantung dari tingkat arus hubung singkat dari sistem pada titik dimana
arester itu dipasang. Dengan demikian perlindungan dengan arester ini dipandang
tidak memadai untuk perlindungan transformator daya, kecuali untuk sistem
distribusi. Arester ini banyak juga digunaka pada saluran transmisi untuk
membatasi besar surja yang memasuki gardu induk. Dalam penggunaan yang
Gambar 2.5. Arester jenis ekspulsi 2.3.2. Arester jenis katup
Arester jenis katup ini terdiri dari sela percik terbagi atau sela seri yang
terhubung dengan elemen tahanan yang mempunyai karakteristik tidak linier.
Tegangan frekuensi dasar tidak dapat menimbulkan tembus pada sela seri.
Apabila sela seri tembus saat tibanya suatu surja yang cukup tinggi, alat tersebut
menjadi penghantar.
Sela seri itu dapat memutuskan arus susulan, dalam hal ini dia dibantu
oleh tahanan tak linier yang mempunyai karakteristik tahanan kecil untuk arus
besar dan tahanan besar untuk arus susulan dari frekuensi dasar.
Arester jenis katup ini terbagi atas tiga jenis yaitu :
1. Arester Katup Jenis Gardu
Arester jenis gardu ini adalah jenis yang paling efisien dan juga paling
mahal. Perkataan “gardu” di sini berhubungan dengan pemakaiannya secara
melindungi alat-alat yang mahal pada rangkaian-rangkaian mulai dari 2.400
volt sampai 287 KV dan lebih tinggi.
Gambar 2.6. Arester Katup Jenis Gardu
2. Arester Katup Jenis Saluran
Arester jenis saluran ini lebih murah dari arester jenis gardu. Kata
“saluran” disini bukanlah berarti untuk perlindungan saluran transmisi.
Seperti arester jenis gardu, arester jenis saluran ini juga dipakai pada gardu
induk untuk melindungi peralatan yang kurang penting (Gambar 2.7.). Arester
jenis saluran ini dipakai pada sistem dengan tegangan 15 KV sampai 69 KV.
3. Arester Katup Jenis Gardu untuk mesin-mesin
Arester jenis gardu ini khusus untuk melindungi mesin-mesin berputar.
Pemakaiannya untuk tegangan 2,4 KV sampai 15 KV.
4. Arester Katup Jenis Distribusi Untuk Mesin-Mesin
Arester jenis distribusi ini khusus untuk melindungi mesin-mesin berputar
dan juga untuk melindungi transformator dengan pendingin udara tanpa
minyak. Arester jenis ini dipakai pada peralatan dengan tegangan 120 volt
sampai 750 volt (Gambar 2.8.)
2.3.3. Pemilihan Arester
Faktor yang harus diperhatikan dalam pemilihan arester yang sesuai untuk suatu
keperluan tertentu adalah :
1. Kebutuhan perlindungan : ini berhubungan dengan kekuatan isolasi dari
alat yang harus dilindungi dan karakteristik impuls dan arester.
2. MVA short circuit yang dinyatakan lewat persamaan S = KV x KA
3. Jenis dari Lightning Arester
4. Tegangan sistem : tegangan maksimum yang mungkin timbul pada jepitan
arester.
5. Arus hubung singkat sistem : ini hanya diperlukan pada arester jenis
ekspulsi
6. Jenis arester : apakah arester jenis gardu, jenis saluran atau jenis distribusi
7. Faktor kondisi luar : apakah normal atau tidak normal, temperatur dan
kelembapan yang tinggi serta pengotoran.
8. Faktor ekonomi : ialah perbandingan antara ongkos pemeliharaan dan
kerusakan bila tidak ada arester, atau bila dipasang yang lebih rendah
mutunya.
Untuk tegangan 69 KV dan lebih tinggi dipakai jenis gardu, sedangkan
untuk tegangan 23 KV sampai 69 KV salah satu jenis diatas dapat dipakai,
tergantung pada segi ekonomisnya. Pada penulisan tugas akhir ini dan
berdasarkan data diatas maka arester yang digunakan . adalah arester katub jenis
Tabel 2.2. Pengenal Arester dan Tegangan Sistem
Pengenal Tegangan
Arester
Tegangan maksimum sistem tiga fasa dimana arester digunakan Sistem yang
diketanahkan Sistem terisolir
(1)
Sebagai petunjuk umum “Westinghouse Electric Corporation” telah
mengeluarkan suatu petunjuk untuk pemilihan pengenalan arester. Petunjuk
tersebut didasarkan pada metoda pengetanahan dari sistem tenaga listrik. Hasil
hasil perhitungan diberikan dalam tabel 7.1.
Dalam kolom (1) diberikan standard-standard tegangan yang dikenal oleh
“Westinghouse Electric Corporation”. Dalam kolom (2) sampai dengan (6)
Tipe A adaah sistem-sistem yang netralnya diketanahkan secara baik, dan hasil
bagi R0 / X1 dan X0 / X1 lebih kecil dibandingkan dengan tipe B. TipeA ini
umumnya adalah sistem distribusi yang diketanahkan titik netralnya. Disini
pengenal arester pada umumnya dipilih sedikit lebih rendah dari tegangan jala-jala
dari yang biasanya direkomendasikan untuk sistem-sistem tegangan tinggi.
Pada sistem-sistem distribusi tahanan-tahanan biasanya besar dan tidak
bisa diabaikan. Faktor ini akan mengurangi kemungkinan rusaknya arester karena
tegangan sistem, dengan demikian memungkinkan penggunaan arester dengan
pengenal tegangan yang lebih rendah
Tipe B adalah sistem dengan X0 / X1 lebih kecil dari 3 dan R0 / X1 lebih rendah
dari 1 pada setiap titik dalam sistem itu, jadi tipe B ini adalah sistem dengan
pengetanahan yang efektif. Untuk tipe B ini cukup menggunakan arester 80 %.
Tipe C adalah sistem yang netralnya diketanahkan tetapi tidak memenuhi
persyaratan untuk tipe B. jadi ada kemungkinan X0 / X1 lebih besar dari 3 atau R0
/ X1 lebih besar dari 1 atau kedua duanya. Sistem yang diketanahkan dengan
kumparan Petersen termasuk dalam tipe C ini.
Tipe D adalah sistem yang tidak diketanahkan, dimana reaktansi urutan nol
bersifat kapasitif. Harga X0 / X1 terletak antara – 40 dan – tak terhingga (- 40
sampai - ∞).
Tipe E adalah sistem yang tidak diketanahkan tetapi tidak memenuhi kondisi tipe
D. harga X0 / X1 terletak antara 0 dan – 40. Dalam batas-batas ini resonansi
2.3.4. Pengenal Arester
Pada umumnya pengenal atau “rating” arester hanya pengenal tegangan.
Pada beberapa tabung pelindung atau arester jenis ekspulsi perlu juga disebut
pengenal arus-nya yang menentukan kapasitas termal arester tersebut.
Supaya pemakaian arester lebih efektif dan ekonomis, perlu diketahui 4
macam karakteristiknya :
1. Pengenal tegangan : ini paling sedikit sama dengan tegangan maksimum
yang mungkin tmbul selama terjadi gangguan.
2. karakteristik perlindungan atau karakteristik impuls : ini adalah untuk
kordinasi yang baik antara arester dan peralatan yang dilindungi.
3. kemampuan pemutusan arus frekuensi dasar.
4. kemampuan menahan atau melewatkan arus surja.
2.3.5 Jarak Maksimum Arester dengan Peralatan
Untuk melindungi peralatan terhadap tegangan ebih surja digunakan
arester. Arester modern dapat membatasi harga tegangan surja dibawah tingkat
isolasi peralatan. Peralatan dapat dilindungi dengan menempatkan arester sedekat
mungkin pada peralatan tersebut dan tidak perlu menggunakan alat pelindung
pada tiap bagian peralatan yang akan dilindungi. Walaupun pengaruh gelombang
berjalan akan menimbulkan tegangan yang lebih tinggi di tempat yang agak jauh
dari arester, peralatan masih dapat dilindungi dengan baik bila jarak arester dan
peralatan masih dalam batas yang diizinkan.
Untuk menentukan jarak maksimum yang diizinkan antara arester dan
metoda pantulan berulang. Metoda ini adalah metoda pendekatan yang dapat
digunakan untuk menentukan jarak maksimum arester dan peralatan, dan juga
untuk menentukan panjang maksimum dari kabel penghubung peralatan dengan
saluran transmisi (Gambar 2.9.)
Kawat Tanah
Trafo
Arester Ea
S e
Gambar 2.9. Transformator dan arester terpisah sejarak S
Perlindungan yang baik diperoleh bila arester ditempatkan sedekat
mungkin pada jepitan transformato. Tetapi dalam praktek sering arester itu harus
ditempatkan sejarak S dari transformator yang dilindungi. Karena itu, jarak
tersebut harus ditentukan agar perlindungan dapat berlangsung dengan baik.
Misalnya,
Ea = Tegangan percik arester (arrester sparkover voltage)
Ep = Tegangan pada jepitan transformator
A = de/dt = kecuraman gelombang datang, dan dianggap konstan
S = Jarak antara arester dan transformator
Untuk keperluan analisa ini, transformator dianggap sebagai jepitan
terbuka, yaitu keadaan yang paing berbahaya. Apabila gelombang mencapai
transformator, terjadi pantulan total, dan geombang ini kembali ke kawat dengan
polaritas yang sama. Waktu yang dibutuhkan oleh gelombang untuk merambat
kembali ke arester = 2 S/v. Bila arester mulai memercik (sparkover) tegangan
jepitan arester :
Ea = At + A ( t – 2 S/v )
= 2 At – 2 A S/v (2.1.)
Bila waktu percik arester ts0 dihitung mulai gelombang itu pertama kali sampai ke
arester, maka dari persamaan (4.1.)
ts0 =
setelah arester itu memercik ia berlaku sebagai jepitan hubung singkat, dan
menghasilkan gelombang sebesar :
- A ( t - ts0 ) (2.3.)
Gelombang negatif ini yang merambat ke transformator, dan setelah pantulan
pertama pada transformator terjadi, jumlah tegangan pada transformator menjadi :
Bila tegangan tembus isolator trafo = Ep(f0) harus lebih besar dari (Ea + 2 A S/v)
agar diperoleh perlindungan yang baik. Untuk mengubah harga Ep, cukup dengan
mengubah S, yaitu makin kecil S makin kecil Ep
2.4. Kuantitas Per Unit (1)
Saluran transmisi dioperasikan pada tingkat tegangan dimana kilovolt
merupakan unit yang sangat memudahkan untuk menyatakan tegangan. Karena
besarnya daya yang harus disalurkan, kilowatt, atau megawatt dan kilovolt-amper
atau megavolt-amper adalah istilah-istilah yang sudah dipakai. Tetapi
kuantitas-kuantitas tersebut diatas bersama-sama dengan amper dan ohm sering juga
dinyatakan sebagai suatu persentase atau per - unit dari suatu nilai dasar atau
referensi yang ditentukan untuk masing-masing. Defenisi nilai per - unit untuk
suatu kuantitas adalah perbandingan kuantitas tersebut terhadap nilai-nilai
dasarnya yan dinyatakan dalam desimal. Perbandingan (ratio) dalam persentase
adalah 100 kali nilai dalam per - unit. Metode per - unit mempunyai sedikit
kelebihan dari metode persentase, karena hasil perkalian dari dua kuantitas yang
dinyatakan dalam per - unit sudah langsung diperoleh dalam per - unit juga,
sedangkan hasil perkalian dari dua kuantitas yang dinyatakan dalam persentase
masih harus dibagi dengan 100 untuk mendapatkan hasil dalam persentase.
Tegangan, arus, kilovoltamper dan impedansi mempunyai hubungan
sedemikian rupa sehingga pemilihan nilai dasar untuk dua saja dari
kuantitas-kuantitas tersebut sudah dengan sendirinya menentukan nilai dasar untuk kedua
kuantitas yang lainnya. Jika nilai dasar dari arus dan tegangan sudah dipilih, maka
adalah impedansi yang akan menimbulkan jatuh tegangan (voltage drop) padanya
sendiri sebesar tegangan dasar jika arus yang mengalirinya sama dengan arus
dasar. Kilovoltamper dasar pada sistem fasa tunggal adalah hasil perkalian dari
tegangan dasar dalam kilovolt dan arus dasar dalam amper. Biasanya
megavolt-amper dasar dan tegangan dasar dalam kilovolt adalah kuantitas yang dipilih
untuk menentukan dasar atau referensi. Jadi untuk fasa tunggal atau sistem tiga
fasa dimana istilah arus berarti arus saluran, istilah tegangan berarti tegangan ke
netral, dan istilah kilovoltamper berarti kilovoltamper per fasa, berlaku
rumus-rumus berikut ini untuk hubungan bermacam-macam kuantitas :
Arus dasar (A) =
Impedansi per unit dari suatu elemen rangkaian =
)
2.4.1. Mengubah Dasar kuantitas per – unit
Kadang-kadang impedansi per - unit untuk suatu komponen dari suatu
bagian dari sistem dimana komponen tersebut berada. Karena semua impedansi
dalam bagian mana pun dari suatu sistem harus dinyatakan dengan dasar
impedansi yang sama, maka dalam perhitungannya kita perlu mempunyai cara
untuk dapat mengubah impedansi per - unit dari suatu dasar ke dasar yang lain.
Impedansi per unit dari suatu elemen rangkaian :
=
Rumus diatas memperlihatkan bahwa impedansi per - unit berbanding
lurus dengan kilovoltamper dasar dan berbanding terbalik dengan kuadrat
tegangan dasar. Karena itu, untuk mengubah impedansi per - unit menurut suatu
dasar yang diberikan menjadi impedansi per - unit menurut suatu dasar yang baru,
dapat dipakai persamaan berikut :
BAB 3
GANGGUAN KILAT PADA SALURAN TRANSMISI DAN AKIBATNYA
3.1. Faktor-Faktor Penyebab Gangguan Dan Akibatnya Pada Saluran Transmisi (1, 2, 3, 6)
Dalam sistem tenaga listrik, bagian yang paling sering terkena gangguan
adalah kawat transmisinya, (kira-kira 70 % s/d 80 % dari seluruh gangguan). Hal
ini disebabkan luas dan panjangnya kawat transmisi yang terbentang dan yang
beroperasi pada kondisi udara yang berbeda beda. Pada sistem transmisi, suatu
gangguan dapat terjadi disebabkan kesalahan mekanis, thermis dan tegangan lebih
atau karena material yang cacat atau rusak, misalnya gangguan hubung singkat,
gangguan ketanah atau konduktor yang putus. Gangguan yang sering terjadi
adalah gangguan hubung singkat. Besar dari arus hubung singkat itu tergantung
dari jenis dan sifat gangguan hubung singkat itu, kapasitas dari sumber daya,
konfigurasi dari sistem, metoda hubungan netral pada trafo, jarak gangguan dari
unit pembangkit, angka pengenal dari peralatan utama dan alat-alat pembatas arus,
lamanya hubung singkat itu dan kecepatan beraksi dari alat-alat pengaman.
Gangguan hubung singkat itu tidak hanya dapat merusak peralatan atau
elemen-elemen sirkuit, tetapi juga dapat menyebabkan jatuhnya tegangan dan
frekuensi sistem, sehingga kerja parallel dari unit-unit pembangkit menjadi
terganggu pula.
1. Menginterupsi kontiniutas pelayanan daya kepada para konsumen apabila
gangguan itu sampai menyebabkan terputusnya suatu rangkaian (sirkuit)
atau menyebabkan keluarnya suatu unit pembangkit.
2. penurunan tegangan yang cukup besar menyebabkan rendahnya kualitas
tenaga listrik yang merintangi kerja normal pada peralatan konsumen.
3. pengurangan stabilitas sistem dan menyebabkan jatuhnya (break down)
generator
4. merusak peralatan pada daerah terjadinya gangguan itu.
Faktor-faktor yang dapat menyebabkan terjadinya gangguan pada sistem
transmisi tegangan tinggi adalah :
1. Surja petir atau surja hubung
Dari pengalaman diperoleh bahwa petir sering menyebabkan gangguan
pada sistem tegangan tinggi sampai 150 – 220 KV. Sedangkan pada
sistem diatas 380 KV, yang menjadi penyebab utamanya adalah surja
petir.
2. Burung atau daun-daun
Jika burung atau daun-daun terbang dekat pada isolator gantung dari
saluran transmisi, maka clearance (jarak aman) menjadi berkurang
sehingga ada kemungkinan terjadi loncatan api
3. Polusi (debu)
Debu-debu yang menempel pada isolator merupakan konduktor yang bisa
menyebabkan terjadinya loncatan api.
Dengan adanya retak-retak pada isolator maka secara mekanis apabila ada
petir yang menyambar akan terjadi tembus (breakdown) pada isolator.
Klasifikasi dari gangguan dibedakan atas dua bagian yaitu :
1. Dari macam gangguan
Gangguan dua fasa atau tiga fasa melalui tahap hubung tanah
Gangguan fasa ke fasa
Gangguan dua fasa ke tanah
Gangguan satu fasa ke tanah atau gangguan tanah
2. Dari lamanya waktu gangguan
Gangguan permanen
Gangguan temporer
Namun didalam penulisan Tugas Akhir ini, penulis hanya akan membahas
gangguan hubung singkat satu fasa ke tanah yang disebabkan oleh sambaran petir.
3.1.1. Gangguan Satu Fasa Ke Tanah (Gangguan Tanah) ( 1, 6 )
Diagram rangkaian untuk suatu gangguan tunggal dari saluran ke tanah
pada suatu generator terhubung Y yang tidak dibebani dengan netralnya di
tanahkan melalui suatu reaktansi diperlihatkan pada Gambar 3.1. dimana fasa a
adalah tempat terjadinya gangguan. Persamaan-persamaan yang akan
dikembangkan untuk jenis gangguan ini akan berlaku hanya bila gangguannya
adalah pada fasa a, tetapi hal ini tidak begitu menimbulkan kesulitan karena
fasa-fasa tersebut telah dinamakan dengan sembarang saja dan setiap fasa-fasa dapat disebut
sebagai fasa a. keadaan pada gangguan dinyatakan dengan persamaan-persamaan
Gambar. 3.1. Gangguan Kawat – Tanah
Persamaan keadaan :
b
I = 0 (3.1)
c
I = 0 (3.2)
a
V = Ia Zf (3.3)
Dari persamaan (3.1) dan (3.2) diperoleh :
0 2 1 a a
a I I
I (3.4)
Dari persamaan (3.3) :
f a a a a a a
a V V V I I I Z
V 1 2 0 ( 1 2 0)
= 3Ia1 Zf (3.5)
0 ) (
) (
)
Dimana :
Va, Vb, Vc = Tegangan-tegangan terhadap tanah
Ia, Ib, Ic = Arus-arus yang mengalir menuju gangguan dari fasa a, b,
c, karena gangguan, bukan arus jala-jala
Jadi besar arus gangguan :
f
Gambar 3.2. Jala-jala urutan gangguan Kawat-Tanah
3.1.2. Gangguan Sambaran Petir Pada Saluran Transmisi Udara ( 3, 7 )
Petir atau halilintar merupakan gejala alam yang biasanya muncul pada
musim hujan di mana di langit muncul kilatan cahaya sesaat yang menyilaukan
yang beberapa saat kemudian disusul dengan suara menggelegar. Perbedaan
waktu kemunculan ini disebabkan adanya perbedaan antara kecepatan suara dan
kecepatan cahaya.
Petir adalah gejala alam yang bisa kita analogikan dengan sebuah
kapasitor raksasa, di mana lempeng pertama adalah awan (bisa lempeng negatif
atau lempeng positif) dan lempeng kedua adalah bumi (dianggap neboa tral).
Seperti yang sudah diketahui kapasitor adalah sebuah komponen pasif pada
rangkaian listrik yang bisa menyimpan energi sesaat (energy storage).
Petir terjadi karena ada perbedaan potensial antara awan dan bumi. Proses
terjadinya muatan pada awan karena dia bergerak terus menerus secara teratur,
dan selama pergerakannya dia akan berinteraksi dengan awan lainnya sehingga
muatan negatif akan berkumpul pada salah satu sisi (atas atau bawah), sedangkan
muatan positif berkumpul pada sisi sebaliknya. Jika perbedaan potensial antara
(elektron) dari awan ke bumi atau sebaliknya untuk mencapai kesetimbangan.
Pada proses pembuangan muatan ini, media yang dilalui elektron adalah udara.
Pada saat elektron mampu menembus ambang batas isolasi udara inilah terjadi
ledakan suara (Gambar 3.3.). Petir lebih sering terjadi pada musim hujan,
karena pada keadaan tersebut udara mengandung kadar air yang lebih tinggi
sehingga daya isolasinya turun dan arus lebih mudah mengalir. Karena ada awan
bermuatan negatif dan awan bermuatan positif, maka petir juga bisa terjadi antar
awan yang berbeda muatan.
Gambar 3.3. Sambaran Petir
Masalah kegagalan isolator yang disebabkan oleh sambaran petir
merupakan suatu kejadian elektromagnetik yang kompleks. Perhitungan yang
tepat untuk menentukan kejadian-kejadian alam ini sangat diperlukan. Dalam
Misalkan rata-rata kawat transmisi tersambar petir adalah sekali dalam setahun
untuk panjang kawat transmisi 100 Kilometer, yang terdiri dari, pada panjang
kawat transmisi itu tahun pertama terjadi dua kali, tahun kedua tidak ada, tahun
ketiga terjadi tiga kali, dan tahun keempat dan kelima tidak ada. Kecenderungan
terjadinya flashover ini perlu ditentukan untuk perencanaan proteksi dan
keandalan dari sistem tenaga listrik secara menyeluruh.
Jika kawat tersambar petir maka akan ada dua kemungkinan kejadian pada
isolasi yaitu : kegagalan isolasi (flashover) dan berhasil (non-flashover). Peristiwa
dari kejadian ini dapat dianalisis dari teorema satistik binomial. Bila probabilitas
berhasil adalah p dan probabilitas kegagalan adalah q, maka :
PK = pkqn k k
n k
n
)! ( !
!
(3.12)
Dimana :
P : Probabilitas keberhasilan sebanyak k kali dan kegagalan n - k kali
n : Jumlah kejadian
k : Jumlah keberhasilan
n – k : Jumlah kegagalan
p : Peluang keberhasilan
q : Peluang kegagalan
Berikut ini dapat diilustrasikan suatu contoh perhitungan untuk kawat trasnmisi
dengan panjang 100 km, dengan rata-rata flashover satu kali pertahun. Kawat
transmisi digelar pada daerah yang mempunyai sambaran petir rata-rata dalam
Dengan memperhatikan tabel tersebut, pernyataan probabilitas itu dapat
dipahami dan kemudian pada tahap selanjutnya kita menganalisa dengan
metoda-metoda probabilitas dan statistic.
Tabel 3.1. Probabilitas keberhasilan sambaran petir
Berhasil
K
Gagal
n – k
Probabilitas
PK
100 0 0,336
99 1 0,369
98 2 0,185
97 3 0,061
96 4 0,015
3.1.3. Jumlah Sambaran Petir
Secara sederhana, jumlah sambaran kilat ke bumi adalah sebanding
dengan jumlah hari guruh pertahun atau “Iso Keraunic Level” (IKL) di tempat itu.
Banyak para penyelidik yang telah memberikan perhatian ke arah ini dan
mengemukakan rumus-rumus yang berlainan. Rumus-rumus tersebut diberikan
dalam tabel. (Tabel 3.2)
Tabel 3.2. Rumus-rumus Kerapatan Sambaran Petir
No Lokasi Kerapatan sambaran petir N
(per km. kwadrat per tahun) Penyelidik
1 India 0,10 IKL Aiya (1968)
2 Rhodesia 0,14 IKL Anderson dan jenner
(1954)
3 Afrika Selatan 0,023 (IKL)1;3 Anderson – Eriksson
4 Swedia 0,004 (IKL)2 Muller – Hillebrand (1964)
5 Inggris (UK)
a (IKL)b a = 2,6 0,2 x 10-3 b = 1,9 0,1
Stringfellow (1974)
6 USA ( bag utara) 0,11 IKL Horn & Ramsey
(1951)
7 USA (bag selatan) 0,17 IKL Horn & Ramsey
(1951)
8 USA 0,1 IKL Anderson (1968)
9 USA 0,15 IKL Brown & Whitehead
(1969)
10 Russia 0,036 (IKL)1;3 Kolokolov & Pavloa
(1972)
11 Dunia (iklim sedang) 0,19 IKL Brooks (1950)
12 Dunia (iklim sedang 0,15 IKL Golde (1966)
13 Dunia (iklim tropis) 0,13 IKL Brooks (1950)
Untuk Indonesia maka yang sebaiknya digunakan adalah
N = 0,15 IKL
(3.13)
Dimana :
N = jumlah sambaran per km2 per tahun
IKL = jumlah hari guruh per tahun
Jadi jumlah sambaran pada saluran transmisi sepanjang 100 km adalah :
NL = N x A (3.14)
Atau
3.1.4. Penangkapan Petir Oleh Saluran Transmisi (3)
Kawat transmisi terletak diatas permukaan bumi yang dapat juga disebut
sebagai perlindungan dari sambaran petir pada bumi. Sebagai kita kenal bahwa
sambaran petir akan berakhir bila mencapai bumi. Adanya suatu kawat tanah akan
melindungi daerah tertentu, karena sambaran petir sebelum mencapai bumi, lebih
dahulu akan menyambar kawat tanah.
Kawat tanah disangga pada menara-menara, sehingga kawat ini akan
melendut di tengah-tengah antar dua menara. Tinggi rata-rata kawat tanah adalah :
H = hg - (23)(hg hi) (3.16)
Dimana : h : Tinggi rata-rata kawat tanah
hg : Tinggi kawat tanah pada menara
hi : Tinggi kawat tanah ditengah-tengah dua menara
Suatu saluran transmisi diatas tanah dapat dikatakan membentuk bayang-bayang
listrik pada tanah yang berada dibawah saluran transmisi itu. Kilat yang biasanya
menyambar tanah dalam bayang-bayang itu akan menyambar saluran trasnsmisi
sebagai gantinya, sedangkan kilat diluar bayang-bayang itu sama sekali tidak
menyambar saluran. Lebar bayang-bayang listrik untuk sauatu saluran transmisi
telah dapat dilihat pada Gambar 3.4.
Lebar bayang-bayang W,
Gambar 3.4. Lebar Jalur perisaian terhadap sambaran kilat
Dimana :
b : jarak pemisah antara kedua kawat tanah, meter (bila kawat tanah
hanya satu, b = 0)
GW : Kawat tanah
A, B, C : Kawat fasa
Sesuai dengan keadaan geometris lintasan saluran transmisi, Whitehead telah
membagi lintasan tersebut dalam tiga jenis : datar, bergelombang dan
bergunung-gunung. Tinggi rata-rata kawat diatas tanah untuk ketiga jenis lintasan adalah :
Tanah datar
h = ht– 2/3 andongan (3.18)
Tanah bergelombang
h = ht (3.19)
Tanah bergunung-gunung
h = 2 ht (3.20)
A = 100 (km) x (b + 4 h1,09) x 10-3 (km)
Atau
A = 0,1 (b + 4 h1,09) km2 per 100 km saluran (3.21)
3.2. Impedansi Urutan Pada Unsur-unsur Rangkaian (1)
Impedansi-impedansi urutan positif dan negative dari rangkaian-rangkaian
yang linier, simetris, dan statis adalah identik karena impedansi rangkaian
semacam itu tidak tergantung pada urutan fasanya asal tegangan-tegangan yang
dikenakan seimbang. Impedansi suatu saluran transmisi terhadap arus-arus urutan
nol berbeda dengan impedansi nya terhadap arus-arus urutan positif dan
negatifnya.
Sebuah transformator dalam suatu rangkaian tiga fasa dapat terdiri dari
tiga unit transformator fasa tunggal, atau dapat juga berupa suatu transformator
tiga fasa langsung. Meskipun impedansi-impedansi seri urutan nol unit-unit tiga
fasa itu dapat sedikit berbeda dari nilai-nilai urutan positif dan negatifnya, sudah
menjadi kebiasaan untuk menganggap bahwa impedansi-impedansi seri untuk
semua urutan adalah sama, tanpa memandang jenis dari transformator tersebut.
Impedansi urutan nol dari beban-beban seimbang yang terhubung Y dan adalah
sama dengan impedansi urutan positif dan urutan-urutan negatifnya.
3.2.1. Jala-jala Urutan Positif dan Negatif
Tujuan dari mendapatkan nilai-nilai impedansi urutan suatu sistem daya
sistem itu. Jala-jala untuk suatu urutan tertentu menunjukkan semua jalur-jalur
aliran arus dari urutan itu dalam sistem. Peralihan dari suatu jala-jala urutan
positif ke suatu jala-jala urutan negatif adalah sederhana saja. Generator-generator
dan motor-motor serempak tiga fasa hanya mempunyai tegangan dalam urutan
positif saja, karena mesin-mesin tersebut dirancang untuk membangkitkan
tegangan-tegangan yang seimbang.
Karena semua titik netral suatu sistem tiga fasa simetris berada pada
potensial yang sama bila didalmnya mengalir arus tiga fasa seimbang, semua titik
netral harus terletak pada potensial yang sama baik untuk arus urutan positif
maupun untuk arus urutan negatif. Impedansi-impedansi yang terhubung diantara
titik netral suatu mesin dan tanah tidak merupakan sutu bagian dari jala-jala
urutan positif maupun jala-jala urutan negatif, karena baik arus urutan positif
maupun urutan negatif tidak dapat mengalir dalam suatu impedansi yang
dihubungkan seperti itu.
3.2.2. Jala-jala Urutan Nol
Bagi arus-arus urutan nol, suatu sistem tiga fasa bekerja seperti fasa
tunggal, karena arus-arus urutan nol selalu sama dalam besar dan fasanya di setiap
titik pada semua fasa sistem tersebut. Oleh karena itu arus-arus urutan nol hanya
akan mengalir jika terdapat suatu jalur kembali yang membentuk suatu rangkaian
lengkap. Pedoman untuk tegangan-tegangan urutan nol ialah potensial tanah pada
titik dalam sistem itu dimana setiap tegangan tertentu ditetapkan.karena arus
pada semua titik dan rel pedoman pada jala-jala urutan nol tidak merupakan suatu
tanah dengan potensial yang seragam.
Rangkaian-rangkaian ekivalen urutan nol untuk
transformator-transformator tiga fasa sepantasnya kita berikan perhatian khusus (Gambar 3.5.).
Berbagai macam kombinasi yang mungkin dari suatu gulungan-gulungan primer
dan sekunder yang terhubung dalam Y atau sudah tentu merubah pula jala-jala
urutan nolnya. Berikut gambar-gambar rangkaian ekivaen urutan nol bangku
transformator (transformer bank) tiga fasa, bersama dengan diagram hubung dan
lambang-lambangnya untuk diagram segaris.
BAB 4
PERHITUNGAN PROBABILITAS GANGGUAN DAN ARUS GANGGUAN AKIBAT SAMBARAN PETIR PADA SALURAN
TRANSMISI
41. Umum ( 3, 7 )
Yang dimaksud dengan gangguan kilat pada saluran transmisi adalah
gangguan akibat sambaran kilat pada saluran transmisi, dan menyebabkan
terganggunya saluran transmisi itu menghantarkan daya listrik, sedangkan arus
gangguan adalah arus yang mengalir ke tanah melalui tiang transmisi akibat
kegagalan isolator gantung tiang transmisi yang disebabkan sambaran petir pada
saluran transmisi. Dari gangguan tersebut kita bisa memperoleh beberapa hasil
dengan menggunakan persamaan-persamaan seperti yang telah di bahas pada bab
2. Aapun hasil yang bisa kita peroleh adalah sebagai berikut :
1. Luas bayang penangkapan kilat per 100 km panjang saluran transmisi
2. Probabilitas peralihan lompatan api menjadi busur api ()
3. Probabilitas terjadinya gangguan per 100 km per tahun
4. Besarnya arus gangguan
5. Jenis pengaman yang digunakan
6. Jarak pemasangan pengaman terhadap peralatan yang dilindungi
Disini akan diberikan data (Gambar 4.1.) untuk mengaplikasikan
persamaan-persamaan tersebut sehingga dapat memperoleh hasil-hasil seperti
42. Data
Gambar 41. Diagram satu garis
Sebuah sumber tenaga listrik menyalurkan tegangan sesebar 230 KV dengan
tingkat isolasi dasar (TID) 900 KV menuju ke konsumen melalui sebuah saluran
transmisi pada tanah datar seperti yang terlihat pada diagram satu garis diatas
(Gambar 4.1.), dengan tinggi rata-rata kawat diatas tanah h = 14 m, jarak pemisah
antara kawat-kawat adalah 3,65 m, 3,65m, dan b = 7,3m. panjang rentang isolator
= 1,2 m, impedansi surja kawat z = 400 ohm dan V50 % = 645 KV, IKL = 100,
konfigurasi kawat dapat dilihat pada Gambar 4.2. Saluran tersebut dilindungi oleh
arrester 195 KV dengan tegangan pelepasan maksimum 610 KV. Sebuah
gelombang surja e = 300 t KV merambat menuju arrester. Rating peralatan adalah
:
- Generator : 30000 KVA ; 13,8 KV ; Xg” = 15 % ; X0 = 5 % ; X2 = 2 Ohm
- Motor : 20000 KVA ; 12,5 KV ; Xm” = 20 % ; X0 = 5 % ; X2 = 2 ohm
- Trafo I 3 : 35000 KVA ; 13,8 - 115 Y ; X = 10 %
- Trafo II 3 : 30000 KVA, 12,5 - 67 KV Y ; X = 10 %
Dari data diatas tentukanlah :
a) Luas Bayang-bayang penangkapan kilat
b) Probabilitas gangguan yang terjadi akibat sambaran petir
c) Besarnya arus yang mengalir akibat sambaran petir
d) Besarnya arus gangguan 1 fasa ke tanah
4.3. PERHITUNGAN PROBABILITAS GANGGUAN
4.3.1. Lebar Bayang-bayang Penangkapan Kilat (W) ( 3 )
Dari persamaan (3.17.) kita bisa menentukan lebar bayang-bayang
penangkapan kilat oleh saluran transmisi (W).
W = ( b + 4 h1,09 )
= 7,3 + ( 4 x 141,09 )
= 63,3 Meter
4.3.2. Probabilitas Distribusi Arus Kilat (3)
Probabilitas distribusi harga puncak arus kilat telah diberikan oleh
beberapa peneliti, antara lain Popolansky, Anderson – Eriksson, dan Razevig.
Menurut Popolansky,
Menurut Anderson – Eriksson,
Dan menurut Razevig,
Untuk memudahkan penggunaan kelak, terutama dalam perhitungan gangguan
kilat karena sambaran induksi pada saluran udara tegangan menengah, rumus
popolansky itu didekati dengan fungsi eksponensial seperti rumus Razevig.
34 1
I e
P 4.4
Selanjutnya persamaan inilah yang akan digunakan dalam
perhitungan-perhitungan gangguan kilat akibat sambaran langsung pada saluran udara
tegangan tinggi dan untuk menghitung gangguan kilat akibat sambaran induksi
pada saluran tegangan menengah.
Maka dari persamaan diatas diperoleh :
Vkond = 0 100 0
Lompatan api (Flashover) akan terjadi bila,
Vkond = 100 I0 V50 % 4.6
Atau
100 I0 = 645 KV
Jadi
Io = 6,45 KA
4.3.3. Probabilitas Peralihan Lompatan Api Menjadi Busur Api (3)
Besar tegangan yang timbul pada isolator transmisi tergantung pada kedua
parameter kiat, yaitu puncak dan kecuraman muka gelombang kilat. Menurut
penelitian yang dilakukan di rusia, probabilitas beralihnya lompatan api menjadi
busur api pada isolator dihubungkan dengan intensitas medan karena tegangan
kerja, dan ini kira-kira sama dengan hasil bagi tegangan netral (rms) dengan
panjang rentang isolator. Probabilitas berubahnya lompatan api () menjadi busur
api seperti terlihat pada Tabel 4,1 berikut.
Tabel 4.1. Probabilitas peralihan lompatan api menjadi busur api
Gradien Tegangan
E0 (KVrms / meter)
Probabilitas peralihan lompatan api
menjadi busur api ()
50
30
20
10
0,6
0,45
0,25
0,10
Makin tinggi tegangan kerja sistem transmisi, makin besar gradient
menjadi busur api. Untuk sistem transmisi besar, probabilitas tersebut diambi
sesuai dengan kelas tegangannya sebagai berikut :
- SUTT sampai dengan 230 KV : = 0,85
- SUTET dan SUTUT : = 1,0
Jadi dari penjelasan yang telah di temukan diatas maka dapat disimpulkan bahwa
jumlah gangguan pada saluran tergantung dari :
a. Jumlah sambaran pada saluran, NL
b. Probabilitas terjadinya lompatan api, PFL
c. Probabilitas peralihan lompatan api menjadi busur api,
Dengan demikian besar probabilitas terjadinya gangguan dapat ditulis sebagai
berikut :
N0 = 0,015 x IKL (b + 4h1,09) x PFL x 4.7
Sehingga dari data diatas dan dengan menggunakan persamaan (4.4.) bisa kita
peroleh :
Probabilitas Terjadinya lompatan api,
PFL = 34
45 , 6
e = 0,827
Dan seperti yang dijelaskan diatas, probabilitas peralihan lompatan api menjadi
busur api () pada SUTT sampai dengan 230 KV = 0,85
Jadi probabilitas terjadinya gangguan
N0 = xIKL
b h
xPFL x09 , 1
4 015
,
0
= 0,015x100
7,3 4x141,09
x0,827x0,854.4. Perhitungan arus hubung singkat satu fasa ke tanah (1)
1. Base yang dipilih dari generator adalah
- untuk base tegangan = 13,8 KV
- untuk base daya = 30000 KVA
2. menghitung base tegangan untuk saluran transmisi dan motor
- untuk saluran transmisi
base tegangan = x KV KV
3. menghitung reaktansi (X) masing-masing peralatan
- reaktansi pada generator
X2 = 2 x pu
- Reaktansi pada motor
X”g = 0,3 x
- Reaktansi pada trafo Satu,
XT1 = 0,1 x pu
- Reaktansi pada trafo dua
XT2 = 0,1 x pu
- Reaktansi pada saluran transmisi
4. Gambar diagram Reaktansi
- Urutan positif
Gambar 4.3. Reaktansi urutan positif
Z1 =
- Urutan negatif
Vf
Trafo 1 Trans Trafo 2
0,05 0,019
Z2 =
Trafo 1 Trans Trafo 2
0,08 0,14 0,025
Gambar 4.5. Reaktansi urutan nol
Maka besarnya arus gangguan satu fasa ke tanah adalah,
Maka besar arus gangguan dalam ampere adalah sebesar,
I” = 13,71 x 699,23
= 9586,443 Ampere
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
1. Pada saluran udara tegangan tinggi (SUTT) probabilitas terjadinya lompatan
bunga api antara kawat tanah dengan kawat fasa masih ada dan masih
diperhitungkan, sedangkan untuk saluran udara tegangan extra tinggi
(SUTET) dan saluran udara tegangan ultra tinggi (SUTUT) terjadinya
lompatan bunga api antara kawat tanah dengan kawat fasa sudah dianggap
tidak ada.
2. Kita bisa menentukan besarnya arus gangguan satu fasa ke tanah yang
disebabkan sambaran petir.
3. Jumlah gangguan sambaran petir per tahun dan probabilitas terjadinya
gangguan sudah dapat kita tentukan.
4. Didalam sistem saluran transmisi pemilihan sebuah isolator adalah sangat
penting, isolator harus dalam keadaan baik tidak mengalami keretakan
walaupn tersebut hanya sedikit.
5. Sebuah arester dapat bekerja sebagai konduktor bila terjadi gangguan
sambaran petir dan bila dalam keadaan normal arester berfungsi sebagai
isolator
6. Setelah surja/sambaran petir hilang arester harus cepat menjadi isolator (harus
dapat menutup kembali dengan cepat) karena kalau waktu penutupan lama
dapat menimbulkan gangguan yang lain yaitu gangguan satu fasa ke tanah,
7. pengamanan saluran transmisi terhadap gangguan adalah sangat penting dan
sistem pengamanannya harus secara otomatis, sehingga jika terjadi gangguan
maka gangguan tersebut dapat secara cepat diatasi sehingga peralatan yang
berada di wilayah gangguan tidak mengalami kerusakan akibat arus gangguan
yang sangat besar.
8. besarnya nilai suatu arus gangguan ditentukan oleh jarak gangguan, letak
DAFTAR PUSTAKA
1. William D.Stevenson, Jr. Analisa Sistem Tenaga Listrik Edisi Keempat.
2. DR.A.Arismunandar dan DR.S.Kuwahara, buku pegangan Teknik Tenaga
listrik Jilid II
3. T.S.hutauruk, Gelombang Berjalan dan Proteksi Surja
4. Drs.Edy Supriyadi, Sistem Pengaman Tenaga Listrik
5. Abdul Kadir, Transmisi Tenaga Listrik
6. T.S. Hutauruk Pengetanahan Netral Sistem Tenaga, ITB, erlangga 1987