• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perhitungan Jumlah Gangguan Pada Isolator Transmisi Akibat Sambaran Petir Langsung Studi Khusus:Transmisi 275 Kv Galang-Binjai

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Perhitungan Jumlah Gangguan Pada Isolator Transmisi Akibat Sambaran Petir Langsung Studi Khusus:Transmisi 275 Kv Galang-Binjai"

Copied!
52
0
0

Teks penuh

(1)

TUGAS AKHIR

PERHITUNGAN JUMLAH GANGGUAN PADA ISOLATOR TRANSMISI AKIBAT SAMBARAN PETIR LANGSUNG

Studi Kasus : Transmisi 275 KV Galang-Binjai

Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam menyelesaikan pendidikan sarjana ( S-1 ) pada Departemen Teknik Elektro

Oleh : FRANCISCO NIM : 070402083

DEPARTEMEN TEKNIK ELEKTRO

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

ABSTRAK

Dalam keadaan beroperasi, suatu sistem tenaga listrik sering mangalami gangguan yang dapat mengakibatkan terganggunya penyaluran tenaga listrik ke konsumen dan lebih sering terjadi pada saluran transmisi. Gangguan tersebut umumnya bersumber dari petir. Terganggunya penyaluran tenaga listrik ini dapat disebabkan adanya kegagalan perisaian dan backflashover pada menara transmisi. Kegagalan suatu sistem perisaian dapat diketahui dengan menggunakan metode elektro geometris dan backflashover dengan metode teori gelombang berjalan.

(3)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur tiada terkira penulis panjatkan kepada Tuhan yang Maha Esa atas segala berkat dan karunia-Nya yang telah diberikan kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir yang berjudul :

PEHITUNGAN JUMLAH GANGGUAN PADA ISOLATOR TRANSMISI AKIBAT SAMBARAN PETIR LANGSUNG

Studi Kasus : Transmisi 275 KV Galang-Binjai

Penulisan Tugas Akhir ini merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan studi dan memperoleh gelar Sarjana Teknik di Departemen Teknik Elektro, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara.

Tugas Akhir ini penulis persembahkan untuk kedua orangtua yang telah membesarkan penulis dengan kasih sayang yang tak ternilai harganya, yaitu Marianto dan Ani, ketiga adik penulis, yaitu Johandy, hendri, dan Lisa yang selalu memberikan semangat kepada penulis dalam proses penyelesaian Tugas Akhir ini. Selama masa kuliah sampai penyelesaian Tugas akhir ini, penulis juga banyak mendapat dukungan, bimbingan, maupun bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu penulis ingin menyampaikan rasa terimakasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak Ir. Syahrawardi, selaku Dosen Pembimbing Tugas Akhir yang telah banyak meluangkan waktu dan pikirannya untuk memberikan bantuan, bimbingan, dan pengarahan kepada penulis selama penyusunan tugas akhir ini.

(4)

3. Bapak Ir.Surya Tarmizi Kasim, M.si selaku Ketua Departemen Teknik Elektro FT.USU serta Bapak Rahmat Fauzi,ST,MT selaku Sekretaris Departemen Teknik Elektro FT USU yang banyak memberi motivasi selama penulis menjalani kuliah.

4. Seluruh staf pengajar Departemen Teknik Elektro, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara.

5. Teman-teman seperjuangan stambuk 2007(Eksen 07), terkhusus untuk Harapan Singarimbun, Jon Iman saragih, Ramcheys Siahaan, Rocky Hezkia Ananta Bangun,ST, Asyer Nababan, Jannes Pinem, Setia Sianipar, ST, Ramli Situmeang ST, Advent Girsang, Habinsaran NS Sijabat, Kukuh Gumilar, Rikson HPS, Leonardo Hutauruk, Nobel Paul Simorangkir, Benito Nugroho, Ade Putri SJP, Noramitha SUM, Mario Sitorus, Yoakim Simamora, Boris Tamba, Niko Siagian, Ivan Situmorang, Kendri Malau, Haoguaro Waruwu, ST, Andrew Tobing dan yang tidak bisa disebutkan satu per satu. Terimakasih untuk semua yang telah kalian berikan kepada penulis.

6. Pengurus IMTE 2011-2012, Ahmad muhajir Hasibuan, Irham Ansori, Muhhamad Habibie Lubis dan pengurus lainnya, penulis ucapkan terima kasih atas segala bantuannya.

7. Adik-adik junior baik stambuk 2008,2009, dan 2010, terkhusus kepada saudari Maria Silalahi. Terimakasih untuk segala dukungan kalian kepada penulis.

(5)

Penulis Sadar bahwa Tugas akhir ini masih kurang sempurna, oleh karena itu penulis mengharapakn kritik dan saran yang membangun demi memperbaiki tugas akhir ini. Akhir kata, semoga tugas akhir ini bermanfaat bagi penulis dan pembaca.

Medan, September 2012

(6)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... vii

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang ... 1

I.2 Tujuan dan Manfaat penulisan ... 1

I.3 Batasan Masalah ... 2

I.4 Metode Penulisan ... 2

I.5 Sistematika Penulisan ... 3

BAB II TEORI DASAR GANGGUAN PETIR II.1 Umum ... 5

II.2 Mekanisme Sambaran Petir ... 5

II.3 Gangguan Sambaran Langsung Petir ... 7

II.4 Kawat Tanah sebagai Pelindung Saluran Transmisi ... 8

II.5 Efektivitas Perlindungan Kawat Tanah ... 10

(7)

BAB III TEORI PERHITUNGAN JUMLAH GANGGUAN SAMBARAN LANGSUNG PETIR

III.1 Umum ... 16

III.2 Bentuk dan Spesifikiasi Gelombang ... 16

III.3 Menghitung Sudut Perisaian... 18

III.4 Menghitung Gangguan Petir pada Menara Transmisi ... 22

BAB IV PERHITUNGAN GANGGUAN SAMBARAN LANGSUNG PETIR IV.1 Umum ... 30

IV. 2 Parameter Transmisi 275 kV Galang-Binjai IV.2.1 Kawat Tanah ... 30

IV.2.2 Konduktor ... 31

IV.2.3 Isolator ... 31

IV.2.4 Menara ... 32

IV.3 Perhitungan Kegagalan Perisaian ... 33

IV.4 PerhitunganGangguan Petir pada Menara Transmisi ... 37

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN V.1 Kesimpulan ... 42

V.2 Saran ... 42

(8)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Tahapan Sambaran Petir ke Tanah ... 6

Gambar 2.2 Sudut Perisaian pada Menara Transmisi ... 9

Gambar 2.3 Sambaran ke Menara untuk Saluran Terlindung ... 12

Gambar 3.1 Spesifikasi Gelombang Berjalan ... 16

Gambar 3.2 Gelombang Petir Tipikal ... 17

Gambar 3.3 Potongan Saluran Transmisi ... 23

Gambar 3.4 Penampang Menara Transmisi ... 24

Gambar 3.5 Diagram Tangga untuk Menghitung Tegangan Isolator ... 27

Gambar 4.1 Menara Transmisi Tipe AA Galang-Binjai ... 32

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Arus Puncak Petir dan Seringnya Terjadi ... 28

Tabel 3.2 Muka Gelombang Petir dan Seringnya Terjadi ... 28

(9)

ABSTRAK

Dalam keadaan beroperasi, suatu sistem tenaga listrik sering mangalami gangguan yang dapat mengakibatkan terganggunya penyaluran tenaga listrik ke konsumen dan lebih sering terjadi pada saluran transmisi. Gangguan tersebut umumnya bersumber dari petir. Terganggunya penyaluran tenaga listrik ini dapat disebabkan adanya kegagalan perisaian dan backflashover pada menara transmisi. Kegagalan suatu sistem perisaian dapat diketahui dengan menggunakan metode elektro geometris dan backflashover dengan metode teori gelombang berjalan.

(10)

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar belakang

Semakin tingginya kebutuhan energi listrik membuat penyedia layanan listrik harus meningkatkan sistem keandalan tenaga listrik, pelayanan, dan kontinuitas penyaluran tenaga listrik yang maksimal.

Selama proses penyaluran tenaga listrik sering terjadi gangguan yang berasal dari petir. Gangguan petir ini dibagi menjadi gangguan akibat sambaran langsung dan gangguan akibat sambaran tidak langsung atau sambaran induksi. Kedua gangguan ini dapat menyebabkan terganggunya kontinuitas penyaluran tenaga listrik. Namun, gangguan akibat sambaran induksi dapat diabaikan pada saluran transmisi tegangan tinggi karena sangat kecil kemungkinannya terjadi.

Untuk itu Tugas Akhir ini akan dibahas mengenai besar gangguan dan faktor yang dapat mengurangi gangguan akibat sambaran langsung petir pada menara transmisi 275 KV.

I.2 Tujuan dan Manfaat Penulisan

Adapun tujuan penelitian Tugas Akhir ini adalah :

1. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya gangguan petir yang terjadi pada saluran transmisi tegangan tinggi.

(11)

Manfaat dari penulisan tugas akhir ini adalah dengan mengetahui berapa besar gangguan dan faktor yang mempengaruhi besarnya gangguan petir pada saluran transmisi maka akan memudahkan dalam mengurangi besarnya gangguan petir pada saluran transmisi tegangan tinggi.

I.3 Batasan Masalah

Adapun batasan masalah dalam Tugas Akhir ini adalah:

1. Objek yang dipilih menjadi penelitian adalah salah satu menara transmisi 275 KV Galang-Binjai.

2. Tugas akhir ini mengabaikan gangguan akibat sambaran induksi.

3. Tidak membahas peralatan sistem proteksi yang melindungi saluran transmisi.

4. Jarak antara kawat tanah dan kawat fasa dianggap sama pada setiap posisi.

I.4 Metodologi Penelitian

Metode yang digunakan dalam penulisan penulisan tugas akhir ini adalah : 1. Studi literatur

Yaitu dengan mempelajari buku referensi, buku manual, artikel dari media cetak dan internet, dan bahan kuliah yang mendukung dan berkaitan dengan topik tugas akhir.

2. Studi bimbingan

(12)

3. Studi lapangan

Mengumpulkan data-data yang diperlukan mengenai konstruksi menara transmisi Galang-Binjai, ukuran dan konfigurasi kawat penghantar, dan lain-lain dari pihak PLN.

I.5 Sistematika Penulisan

Tugas Akhir ini disusun berdasarkan sistematika pambahasan sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN

Bagian ini berisikan latar belakang, tujuan dan manfaat penulisan, batasan masalah, metodologi penulisan, dan sistematika penulisan.

BAB II TEORI DASAR GANGGUAN PETIR

Bagian ini menjelaskan tentang jenis gangguan petir sambaran langsung dan impedansi surja yang ada pada menara transmisi.

BAB III TEORI PERHITUNGAN JUMLAH GANGGUAN SAMBARAN LANGSUNG PETIR

(13)

BAB IV PERHITUNGAN JUMLAH GANGGUAN SAMBARAN LANGSUNG PETIR

Bagian ini akan memaparkan perhitungan jumlah gangguan petir dari saluran transmisi 275 KV Galang-Binjai.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

(14)

BAB II

TEORI DASAR GANGGUAN PETIR

II.1 Umum

Gangguan petir pada saluran transmisi adalah gangguan akibat sambaran petir pada saluran transmisi yang dapat menyebabkan terganggunya saluran transmisi dalam menghantarkan daya listrik. Gangguan petir ini dapat dibedakan menjadi dua bagian, yaitu :

1. Gangguan akibat sambaran langsung, yang terdiri dari : a. Gangguan petir pada kawat tanah,

b. Gangguan petir pada kawat fasa atau kegagalan perisaian.

2. Gangguan petir akibat sambaran tidak langsung atau sambaran induksi. Satuan gangguan akibat sambaran petir diberikan dalam jumlah gangguan per 100 km per tahun. Pada saluran transmisi tegangan tinggi, gangguan akibat sambaran induksi sangat kecil kemungkinannya sehingga dapat diabaikan. Hal ini disebabkan tegangan induksi besarnya antara 100-200 kV dan muka gelombangnya lebih dari 10µs.

II.2 Mekanisme Sambaran Petir

(15)

teratur dan terus menerus. Dan selama pergerakannya, awan akan terpolarisasi sehingga muatan negatif akan berkumpul pada salah satu sisi, sedangkan muatan positif berkumpul pada sisi sebaliknya. Biasanya muatan negatif berada di bagian bawah awan dan muatan positif berada di bagian atas.

Muatan listrik pada awan ini mengakibatkan adanya beda potensial antara awan dengan bumi, sehingga timbul medan listrik antara awan dengan bumi. Jika medan listrik lebih besar daripada kekuatan dielektrik udara yang mengantarai bumi dengan awan, maka akan terjadi pelepasan muatan.

Pelepasan pertama terjadi di udara yang berada di sekitar awan bermuatan. Pelepasan ini disebut pilot reader. Di ujung pilot leader terjadi proses ionisasi sehingga terjadi pelepasan kedua yang disebut dengan downward leader. Di ujung downward leader terjadi lagi pelepasan muatan menuju ke bumi. Demikian seterusnya proses pelepasan berlangsung terus sehingga downward leader semakin mendekati bumi. Ujung dari downward leader semakin mendekati bumi disebut sebagai leader. Gambar mekanisme proses terjadinya petir dapat dilihat pada Gambar 2.1 berikut ini:

(a) (b)

d

Pilot Leader Pilot Leader

(16)

(c) (d) Gambar 2.1 Tahapan Sambaran Petir ke Tanah

Ketika leader mendekati bumi terjadi medan listrik yang sangat tinggi antara ujung leader dengan bumi, sehingga terjadi penumpukan muatan di ujung suatu objek yang berada di permukaan bumi. Dengan demikian muatan yang berasal dari bumi bergerak menuju ujung leader.

Titik bertemunya kedua aliran yang berbeda muatan ini disebut striking point dapat dilihat pada Gambar 2.1.c. Sesaat setelah itu terjadi perpindahan muatan dari tanah ke awan melalui sambaran balik. Perpindahan muatan dari awan ke tanah akan kembali memunculkan beda potensial yang tinggi antara pusat muatan di awan seperti pada Gambar 2.1.d. Akibatnya, terjadi pelepasan muatan susulan atau yang disebut pelepasan muatan berulang (multiple stroke).

II.3 Gangguan Sambaran Langsung Petir

Gangguan akibat sambaran langsung petir adalah adanya sambaran petir yang langsung mengenai suatu objek tertentu.

Sambaran petir langsung dapat menimbulkan bermacam-macam gangguan yang tidak hanya membahayakan peralatan listrik namun juga bisa

Striking point

(17)

mengancam keselamatan jiwa manusia. Besarnya tegangan yang diakibatkan sambaran petir ini dapat mencapai 3000 kV.

Gangguan pada jaringan listrik dapat dikelompokkan menjadi dua bagian yaitu sambaran petir mengenai kawat tanah dan sambaran petir mengenai kawat fasa.

Sambaran petir yang langsung mengenai kawat tanah dapat mengakibatkan hal-hal sebagai berikut:

• Terputusnya kawat tanah. Arus yang besar menyebabkan panas yang tinggi pada kawat tanah yang dapat melampaui kekuatan kawat untuk menahannya.

• Naiknya potensial kawat tanah yang diikuti oleh backflashover ke kawat fasa. Pada saat terjadi sambaran pada kawat tanah, dengan cepat potensialnya naik mencapai nilai yang cukup tinggi sehingga dapat mengakibatkan lompatan muatan listrik ke kawat fasa di dekatnya.

Sambaran langsung mengenai kawat fasa mengakibatkan kenaikan tegangan tinggi pada kawat fasa. Kenaikan tegangan yang cukup tinggi ini dapat menyebabkan pecahnya isolator, kerusakan trafo tenaga dan pecahnya arrester.

II.4 Kawat Tanah sebagai Pelindung Saluran Transmisi

(18)

Pada sambaran langsung, kawat tanah akan menangkap energi sambaran petir lalu dialirkan ke dalam tanah secara langsung melalui menara atau tiang yang ditanahkan. Dengan mengalirnya energi sambaran ini ke dalam tanah maka tegangan lebih yang timbul pada isolator dan saluran dapat dikurangi sehingga kerusakan pada isolator dapat dihindarkan.

Salah satu yang harus menjadi pertimbangan dalam pembangunan jaringan transmisi adalah letak kawat tanah di atas kawat fasa. Kawat tanah harus dipasang sedemikian rupa agar sambaran-sambaran petir dapat terpusat pada kawat tanah saja dan tidak sampai mengenai kawat fasa sehingga tidak terjadi kegagalan perisaian.

Posisi kawat tanah terhadap kawat fasa dapat dinyatakan dengan besarnya suatu sudut yang disebut dengan sudut perisaian yaitu sudut yang dibentuk oleh garis vertikal yang melalui kawat tanah dan garis yang menghubungkan kawat tanah dan kawat fasa paling luar pada konfigurasi horizontal dan kawat fasa paling atas pada konfigurasi vertikal.

Kawat tanah

Kawat fasa

θ

h

(19)

Besarnya sudut perisaian dalam prakteknya dipengaruhi oleh ketinggian kawat tanah di atas kawat fasa. Semakin tinggi kawat tanah maka sudut perisaian semakin kecil yang berarti kawat fasa semakin terlindung dari sambaran langsung.

II.5 Efektivitas Perlindungan Kawat Tanah

Efektivitas perlindungan kawat tanah diharapkan mampu melindungi kawat fasa dengan baik, sehingga tidak terjadi sambaran petir langsung ke kawat fasa. Keefektipan perlindungan kawat tanah bertambah baik jika kawat tanah semakin dekat dengan kawat fasa. Untuk memperoleh perlindungan (perisaian) yang baik, harus memenuhi persyaratan penting sebagai berikut:

• Jarak kawat tanah di atas kawat fasa diatur sedemikian rupa agar mencegah sambaran pada kawat-kawat fasa.

• Pada tengah gawang kawat tanah harus mempunyai jarak yang cukup di atas kawat fasa untuk mencegah terjadinya lompatan api karena tegangan pantulan negatif dari dasar menara yang kembali ke tengah gawang.

• Saat petir menyambar menara secara langsung, tidak terjadi flashover pada isolator.

(20)

II.6 Sambaran Petir pada Menara Transmisi

Skema sambaran pada menara terdapat pada Gambar 2.3. Arus sambaran, I dibagi menjadi 3 bagian, It mengalir melalui menara, dan sisanya dibagi secara

rata dan mengalir dengan arah yang berlawanan pada kawat tanah,

� =�+� (2.1)

Tiga gelombang tegangan yang besarnya sama dengan tegangan awal puncak menara (Vo) akan berjalan dari titik sambaran pertama sepanjang menara

ke arah tanah dengan kecepatan kurang dari kecepatan cahaya di ruang bebas, dan gelombang lainnya berjalan dengan arah yang berlawanan sepanjang kawat lindung dengan kecepatan sebanding dengan kecepatan cahaya di ruang bebas. Ketiga gelombang tersebut akan direfleksikan dan ditransmisikan pada titik transisi terdekat. Tegangan menara akan secara berulang direfleksikan antara tahanan kaki menara dan puncak menara. Tegangan kawat tanah akan direfleksikan dan ditransmisikan pada menara yang terdekat. Gelombang tegangan yang ditransmisikan pada menara terdekat akan berjalan melalui menara yang lebih jauh dan juga naik turun pada menara yang terdekatnya. Proses ini akan berjalan sebagai gelombang tegangan yang ditransmisikan sepanjang kawat lindung.

Dikarenakan kesimetrisan sepanjang menara yang disambar, saluran dengan kawat lindung dapat disederhanakan seperti diperlihatkan pada Gambar 2.2b. Konsekuensinya, semua impedansi akan menjadi setengahnya, kecuali Zt

dan Rtf pada menara yang kena sambaran. Tegangan yang direfleksikan dari

(21)

tegangan puncak menara yang kena sambaran akan berkurang setiap kali refleksi terjadi dan datang dari menara yang berdekatan. Sementara itu tegangan sepanjang menara yang disambar akan direfleksikan dari tahanan kaki menara.

Zs

Gambar 2.3 Sambaran ke Menara untuk Saluran Terlindung

Polaritas tegangan yang direfleksikan ini akan tergantung dari magnitude Rtf berbanding dengan Zt, jika Rtf < Zt maka gelombang tegangan yang

direfleksikan akan berlawanan kutub dan akan mengurangi tegangan puncak menara Vtf, pada kedatangannya di puncak menara. Jika Rtf > Zt, maka Vtt akan

(22)

refleksi dari tahanan kaki menara akan datang pada puncak menara secepatnya sehingga sangat penting bahwa Rtf dibuat serendah mungkin.

Tegangan pada titik manapun dalam sistem saluran udara dapat dilacak dengan diagram lattice. Tegangan untai isolator menentukan laju kegagalan saluran. Tegangan untai isolator dari menara yang disambar terjadi pada tegangan tinggi. Refleksi yang berturut-turut menaikturunkan tegangan menara yang tersambar akan menentukan faktor probabilitas kegagalan untai isolator. Penambahan dari refleksi pertama dari menara yang terdekat akan menambah keakuratan. Refleksi selanjutnya dapat diabaikan tanpa mengorbankan keakurasiannya. Gambar 2.2c menunjukkan diagram lattice gelombang tegangan sepanjang menara yang tersambar sepanjang adanya kawat tanah.

Impedansi surja ekivalen dapat dilihat dengan arus sambaran balik ketika menyambar puncak menara (Gambar 2.2b) adalah:

��� =+2���� (2.2)

Tegangan puncak menara awal dari menara yang disambar (Vo) adalah:

�� =���� (2.3)

Refleksi tegangan dan koefisien transmisi pada tahanan kaki menara Rtf

adalah:

��� =���−��

���+�� dan (2.4)

��� = 1 +��� (2.5)

Tegangan direfleksikan pada Rtf, berjalan melewati menara, sebagian lagi

(23)

��� =��−2��

��+2�� (2.6)

��� = 1 +��� (2.7)

Refleksi berganda terjadi sepanjang kawat lindung antara menara yang disambar dan menara yang berdekatan. Koefisien refleksi dan transmisi pada menara yang berdekatan adalah:

��� = −+2��� dan (2.8)

��� = 1 +��� =2�+2� (2.9)

Koefisien yang bersesuaian dengan menara yang disambar adalah:

��� = 2��−��

2��+�� dan (2.10)

��� = 1 +��� (2.11)

Tegangan puncak menara (Vtt) adalah:

��� = ��(�)�(�) +������∑ ����������−1��(� −2���)�(� −2���)�+

����(� −2��)�(� −2��) (2.12)

Dengan τsdan τt adalah waktu jalan sepanjang jarak rentang dan panjang

menara, n berubah antara 1 dan harga integer dari t/2τt. Jika lengan menara dengan puncak menara, tegangan untai isolator menjadi:

���� =�1− ������� (2.13)

Jika tangan menara tidak terlalu dekat dengan puncak menara, maka tegangan lengan menara (Vca) dapat ditentukan dari diagram lattice. Maka

tegangan untai isolator:

(24)

Tegangan lengan menara akan berbeda dengan tegangan puncak menara, khususnya untuk konfigurasi saluran vertikal, tegangan bagian atas lengan menara akan mempunyai tegangan yang lebih tinggi, karena refleksi dari kaki-kaki menara akan datang lebih lambat. Demikian juga, tegangan pada lengan menara yang lebih jauh akan lebih rendah juga. Kopling elektromagnetik bagian atas konduktor fasa pada kawat lindung akan lebih tinggi dan bagian bawah konduktor fasa akan lebih rendah. Oleh karenanya tidak mungkin untuk menyatakan bahwa untai isolator akan mempunyai tegangan yang lebih tinggi tanpa menghitung masing-masing bagian. Jika Vins lebih besar dari critical flashover (CFO) untai

(25)

BAB III

TEORI PERHITUNGAN JUMLAH GANGGUAN

SAMBARAN LANGSUNG PETIR

III.1 Umum

Tujuan menentukan jumlah gangguan petir pada saluran transmisi adalah untuk mengetahui sifat kerja saluran transmisi terhadap petir, yang biasanya dinyatakan dalam satuan gangguan/100km/tahun.

Pada bab sebelumnya telah dijelaskan bahwa ditinjau dari proses terjadinya gangguan, maka gangguan petir terbagi atas dua mekanisme yaitu gangguan akibat kegagalan perlindungan dan gangguan akibat sambaran balik atau backflashover. Dalam bab ini akan dijelaskan teori perhitungan jumlah gangguan sambaran langsung petir.

III.2. Bentuk dan Spesifikasi Gelombang Berjalan

(26)

Spesifikasi dari gelombang berjalan :

a. Puncak gelombang, E (kV), yaitu amplitudo maksimum dari gelombang. b. Muka gelombang, t1 (mikrodetik), yaitu waktu dari permulaan sampai

puncak. Dalam hal ini diambil dari 30% E sampai 90% E, seperti yang ditunjukkan Gambar 3.

c. Ekor gelombang, yaitu bagian belakang puncak. Panjang gelombang, t2 (mikrodetik), yaitu waktu dari permulaan sampai titik 50% E pada ekor gelombang.

d. Polaritas, yaitu polaritas dari gelombang, positif atau negatif. Suatu gelombang berjalan (surja) dinyatakan sebagai : E, t1/t2

Ekspresi dasar dari gelombang berjalan secara sistematis dinyatakan dengan persamaan di bawah ini :

�(�) =�(�−��− �−��)

Dimana : E, a dan b adalah konstanta

E

Gambar 3.2 Gelombang petir tipikal

(27)

III.3 Menghitung Sudut Perisaian

Langkah-langkah perhitungan kegagalan perisaian adalah sebagai berikut[1]:

1. Menghitung tinggi rata-rata kawat tanah dan kawat fasa di atas tanah Sesuai dengan keadaan geometris lintasan saluran transmisi, tinggi rata-rata kawat di atas tanah adalah sebagai berikut:

ℎ= ℎ−2

3�������� (3.10)

dimana:

h = tinggi rata-rata kawat di atas tanah (meter) ht = tinggi kawat pada menara (meter)

2. Menghitung besar tegangan lompatan api pada rentengan isolator

Untuk perhitungan lompatan api (backflashover) besar tegangan yang diterapkan V diambil 1,8 kali tegangan lompatan api isolator pada 2 µdet. Pada perhitungan kegagalan perisaian besar tegangan yang diterapkan itu diambil 1,8 kali tegangan lompatan isolator pada 6 µdet.

Besar tegangan lompatan api pada renteng isolator adalah:

�50% =��1+

W = panjang rentengan isolator (meter)

(28)

3. Menghitung radius amplop korona

Amplop korona hanya berpengaruh pada kapasitansi kawat, sedangkan pengaruh pada induktansi kawat sangat kecil dan diabaikan.

Pada umumnya kawat tanah terdiri dari kawat tunggal, jadi radius dari amplop korona dapat dihitung dengan persamaan:

� ln�ℎ

��= �50%

�� (3.12)

dimana:

R = radius amplop korona (meter)

ht = tinggi kawat di atas tanah pada menara (meter) V50% = tegangan lompatan api pada renteng isolator (kV)

Eo = batas gradien korona,dimana amplop korona tidak dapat lagi timbul (kV/m)

Harga Eo biasanya diambil 1500 kV/meter atau 15 kV/cm

4. Menghitung radius ekivalen kawat tunggal dari kawat berkas tanpa korona Radius ekivalen dari kawat berkas tanpa korona adalah:

���� = ���1�12�13… … …�1� (3.13)

dimana:

reki = radius sub-konduktor 1

(29)

5. Menghitung radius korona dari konduktor berkas Radius korona dari konduktor berkas adalah:

�� =� +���� (3.14)

6. Menghitung impedansi surja kawat fasa Impedansi surja kawat fasa adalah:

�∅ = 60�ln2ℎ���ln2ℎ (3.15)

dimana:

h = tinggi rata-rata kawat fasa di atas tanah (meter) reki = radius ekivalen kawat berkas (meter)

Rc = radius korona kawat berkas (meter)

7. Menghitung arus petir minimum yang mengakibatkan lompatan api

Arus kilat minimum yang menyambar kawat fasa (fasa paling terbuka terhadap kilat) yang msih dapat menimbulkan lompatan api pada isolator adalah:

����= 2�50% (3.16)

dimana:

V50% = tegangan lompatan api kritis isolator (kV)

ZØ = impedansi surja kawat fasa termasuk pengaruh korona (ohm)

8. Menghitung jarak sambaran minimum[2]

Jarak sambaran minimum untuk daerah di Indonesia adalah:

(30)

9. Menghitung daerah tidak terlindung XS

Lebar XS adalah daerah yang tidak terlindung dimana sambaran akan

mengenai kawat fasa. Untuk menghitung XS terlebih dahulu dihitung βS = 0,8 S.

Lebar daerah yang tidak terlindung adalah: a. Bila βS > YØ

Bila perisaian sempurna, XS = 0, dan sudut perisaian menjadi

�� =������ � ��

�∅−��� (3.20)

10.Menghitung jarak sambaran maksimum Jarak sambaran maksimum adalah:

�����= ���

−��−��2+����

�� � (3.21)

dimana:

(31)

�� =�2− �2� − �2 �� = �(�2+ 1) �� = (�2+ 1)

�= �∅−��

�−�∅

11.Menghitung probabilitas arus

Probabilitas arus melebihi arus melebihi arus tertentu (I) adalah

= �−� 34⁄ (3.22)

12.Menghitung gangguan petir akibat kegagalan perisaian

��� = 0,0015 �����(����− �����) (3.23)

III.4 Menghitung Gangguan Petir pada menara Transmisi

Langkah-langkah perhitungan gangguan petir pada menara adalah sebagai berikut[1]:

1. Menghitung impedansi surja kawat tanah dan faktor gandeng

Perhitungan impedansi surja kawat tanah dibedakan dalam dua keadaan yaitu keadaan:

a. Bila tidak terjadi korona:

�� = 60 ln�2ℎ�

� � untuk satu kawat tanah (3.24) �� = 60 ln�√�122ℎ�� untuk dua kawat tanah (3.25)

b. Bila terjadi korona

(32)

�� = �11+�12

2 untuk dua kawat tanah (3.27)

dimana:

Z11 = impedansi surja sendiri dari satu kawat tanah Z12 = impedansi surja bersama antara kedua kawat tanah

= 60 ln (b12/a12)

R = radius amplop korona dari kawat tanah (meter) r = radius kawat tanpa korona (meter)

ht = tinggi kawat tanah pada menara

Gambar 3.3 Potongan Saluran Transmisi

Faktor gandeng antara kawat tanah dengan kawat fasa adalah:

�= ��1+��2

11+�12 untuk 2 kawat tanah (3.28) �= ��1

(33)

2. Menghitung impedansi surja menara

Impedansi surja menara dihitung menurut persamaan:

Gambar 3.4 Penampang Menara Transmisi a. Menara jenis A

�� = 30 ln�2�ℎ2+�2�

�2 � (3.30)

b. Menara jenis B:

�� = 1/2(��+��) (3.31)

dimana:

�� = 60 ln�ℎ�+ 90��� −60

�� = 60 ln�ℎ

��+ 90� � ℎ� −60

c. Menara jenis C:

�� = 60�ln�√22ℎ� −1� (3.32)

3. Menghitung koefisien terusan a pada puncak menara untuk gelombang yang datang dari dasar menara

Koefisien terusan a adalah sebagai berikut :

� =2��

(34)

4. Menghitung koefisien pantulan b pada puncak menara untuk gelombang yang datang dari dasar menara

Koefisien pantulan adalah:

�= � −1 (3.34)

5. Menghitung tegangan pada puncak menara Tegangan pada puncak menara adalah:

�= ����

I = harga puncak arus kilat yang melalui menara (kA) T = waktu untuk mencapai harga puncak atau panjang muka

gelombang petir (µdet) A = I/T (kA/µdet)

6. Menghitung koefisien pantulan d pada dasar menara untuk gelombang yang datang dari puncak menara

Koefisien pantulan d dihitung dari:

� = �−��

�+�� (3.36)

dimana:

(35)

7. Menghitung waktu kritis

Waktu kritis tc adalah waktu pada saat mana tegangan pada puncak menara berkurang secara mendadak karena gelombang pantulan negatif dari dasar menara:

=�+�1⁄� µdet (3.37)

dimana:

X1 = jarak vertikal antara puncak menara dan kawat fasa pada

Menara (meter)

c = kecepatan merambat gelombang = 300 meter/µdet

8. Menghitung tegangan pada isolator

(36)

0

Gambar 3.5 Diagram Tangga untuk Menghitung Tegangan Isolator

9. Menghitung kemungkinan jumlah lompatan api Besar kemungkinan jumlah lompatan api adalah:

�50% =��1+0�2,75�× 103�� (3.39)

dimana:

K1 = 0,4W K2 = 0,71W

W = panjang rentengan isolator (meter)

t = waktu tembus atau waktu lompatan api isolator (µdet)

(37)

Tabel 3.1 Arus Puncak Petir dan Seringnya Terjadi Arus Puncak Petir (kA) Seringnya Terjadi

(%)

Tabel 3.2 Muka Gelombang Petir dan Seringnya Terjadi Muka Gelombang Petir

(µdet) Seringnya Terjadi

Sampai 0,5 7

1 23

1,5 22

2 atau lebih 48

10.Menghitung daerah A yang dilindungi kawat tanah

Lebar bayang-bayang listrik dari suatu saluran transmisi adalah:

� = (�+ 4ℎ1,09) meter (3.40) dan luas bayang-bayang atau daerah yang dilindungi A adalah:

� = 0,1(�+ 4ℎ1,09) km2/100 km saluran (3.41)

11.Menghitung jumlah sambaran kilat NL

Jumlah sambaran petir NL yang mungkin menyambar kawat transmisi dihitung dengan persamaan:

�� = 0,015 ���(�+ 4ℎ1,09) sambaran/100 km/tahun (3.42)

12.Menghitung gangguan petir pada menara

(38)

susulan (power follow current) yang menimbulkan gangguan. Dengan anggapan bahwa jumlah sambaran pada 60% dari seluruh sambaran, maka jumlah gangguan pada menara adalah:

(39)

BAB IV

PERHITUNGAN GANGGUAN SAMBARAN LANGSUNG

PETIR

IV.1 Umum

Pada Bab III telah diuraikan teori untuk menghitung jumlah gangguan sambaran langsung petir. Dengan mengikuti teori yang telah dijelaskan tersebut, maka pada bab ini akan dilakukan perhitungan jumlah gangguan sambaran langsung pada menara transmisi 275 kV Galang-Binjai. Adapun tipe menara yang akan dijadikan objek penelitian adalah tipe menara AA.

IV.2 Parameter Transmisi 275 kV Galang-Binjai

Transmisi 275 kV Galang-Binjai merupakan bagian dari sistem interkoneksi Sumatera. Transmisi ini berjarak 59.366,14 meter (59,366 km) dan ditopang oleh menara sebanyak 155 unit. Transmisi ini menggunakan saluran ganda dan 2 berkas konduktor ACSR Zebra.

IV.2.1 Kawat Tanah

Material : Galvanized Steel Wire Jumlah : 2 buah

(40)

IV.2.2 Konduktor

Material : ACSR Zebra

Berkas : 2 (2 x Zebra / twin Zebra) Jarak antar berkas : 26 cm

Diameter : 28,8 mm Andongan : 7,5 m

IV.2.3 Isolator

(41)

IV.2.4 Menara

7,35 m 7,35 m

5,7 m

7,45 m

7,45 m

31,5 m 52,1 m

6,7 m

6,9 m

7,15 m

3,95 m 3,95 m

(42)

IV.3 Perhitungan Kegagalan Perisaian

Dengan parameter pada sub-bab IV.2, maka dapat dihitung gangguan karena kegagalan perisaian sesuai dengan prosedur yang telah disebutkan pada sub-bab III.3.

1. Menghitung tinggi rata-rata kawat di atas tanah, Persamaan 3.10 - Kawat tanah

2. Menghitung tegangan lompatan api isolator pada 6 µdet, Persamaan 3.11

�50% =��1+0,275�× 103 =�0,4 × 3,95 +

0,71×3,95

60,75 �× 103 = 2312 ��

(43)

� ln�ℎ�= �50%

4. Menghitung radius ekivalen kawat tunggal dari kawat berkas tanpa korona, Persamaan 3.13

���� = ���1�12�13… … …�1�

���� =√0,0144 × 0,26 = 0,612 �����

(44)

6. Menghitung impedansi surja kawat fasa, Persamaan 3.15 - Kawat fasa R dan R’

�∅= 60�ln2ℎ���ln2ℎ = 60�ln20×,61241,4ln20×,88141,4= 283,319 Ω

- Kawat fasa S dan S’

�∅= 60�ln2ℎ���ln2ℎ = 60�ln2×0,33612,95ln2×033,893,95= 270,65 Ω

- Kawat fasa T dan T’

�∅= 60�ln2ℎ���ln2ℎ = 60�ln20×,61226,5ln20×,90926,5= 255,535 Ω

7. Menghitung arus petir minimum yang mengakibatkan lompatan api, Persamaan 3.16

- Kawat fasa R dan R’

���� =2�50% =2832×2312,319= 16,321 ��

- Kawat fasa S dan S’

���� =2�50%

∅ =

2×2312

270,65 = 17,085 ��

- Kawat fasa T dan T’

���� =2�50% =2552×2312,535= 18,095 ��

8. Menghitung jarak sambaran minimum, Persamaan 3.17 - Kawat fasa R dan R’

���� = 6,7�0,8 = 6,7 × 16,3210,8 = 62,557 �����

- Kawat fasa S dan S’

(45)

- Kawat fasa T dan T’

���� = 6,7�0,8 = 6,7 × 18,0950,8 = 67,939 �����

9. Menghitung daerah tidak terlindung XS

(46)

�= ��������−�∅

10.Menghitung gangguan petir akibat kegagalan perisaian

Dari perhitungan daerah tidak terlindung diperoleh nilai XS ≤ 0 untuk

ketiga fasa sehingga diperoleh nilai gangguan petir akibat kegagalan perisaian adalah:

NSF = 0 gangguan / 100 km / tahun untuk ketiga fasa.

IV.4 Perhitungan Gangguan Petir pada Menara Transmisi

Dengan parameter pada sub-bab IV.2, maka dapat dihitung gangguan petir pada menara transmisi sesuai dengan prosedur yang telah disebutkan pada sub-bab III.4.

1. Menghitung impedansi surja kawat tanah dan faktor gandeng

Untuk menghitung impedansi surja kawat tanah terlebih dahulu dihitung teganganlompatan api kritis V50% pada 2 µdet dari Persamaan 3.11.

�50% =��1+0�,275�× 103 =�0,4 × 3,95 +

0,71×3,95

20,75 �× 103 = 3247,566 ��

Tegangan yang diterapkan pada isolator:

(47)

Radius korona kawat tanah:

Jadi, impedansi surja satu kawat tanah:

��� = 60�ln2ℎ ln2ℎ = 60�ln02,×0062552,1 ln2×052,8,1 = 412,817 Ω

Sehingga Z11 = Z22 = 412,817 Ω

Faktor gandeng antara kedua kawat tanah:

�12= 60 ln(�12⁄�12) = 60(ln(104,459 7,35⁄ ) = 159,246 Ω Jadi impedansi ekivalen kawat tanah:

�� =412,817+1592 ,246= 286,032 Ω

Faktor gandeng antara kawat tanah dengan kawat fasa paling bawah:

��1 = 60 ln(��1⁄��1) = 60(ln(78,9 20,6⁄ ) = 80,573 Ω ��2 = 60 ln(��2⁄��2) = 60(ln(79,219 21,872⁄ ) = 77,221 Ω

�� =��1+��222+�11 = 41280,,573+77817+159,221,246= 0,276

2. Impedansi surja menara dihitung menurut Persamaan 3.30, menara jenis A

�� = 30 ln�2�ℎ2+�2�

�2 �= 30 ln�

2�52,12+62�

62 �= 150,874 Ω

3. Koefisien terusan a dan pantulan b, Persamaan 3.33 dan 3.34

� = 2��

��+2��=

2×286,032

(48)

�=� −1 = 0,973−1 = −0,027

4. Tegangan puncak menara, Persamaan 3.35

�= ����

5. Koefisien pantulan pada dasar menara untuk R = 10 Ω, Persamaan 3.36

� = �−���+�

�=

10−150,874

10+150,874=−0,876

6. Menghitung tegangan pada isolator

(49)

� −2ℎ� = 2−2×30052,1= 1,653

jadi dengan menggunakan Persamaan 3.40

��(60) = 73,42602

Selanjutnya untuk besar arus puncak petir dan waktu muka gelombang yang sesuai dengan Tabel 3.1 dan 3.2 dihitung dengan menggunakan M.Excel sehingga diperoleh:

(50)

Dari Tabel 4.1 dapat dihitung probabilitas total gangguan saluran transmisi ganda

��� = 2(0,07 × 0,003 + 0,23 × 0,003 + 0,22 × 0,003 + 0,48 × 0,003)

= 0,006

7. Luas bayang-bayang listrik A, Persamaan 3.41

� = 0,1(14,7 + 4 × 47,11,09) = 28,117 km2/100km saluran

8. Jumlah sambaran petir, Persamaan 3.42

�� = 0,015 ����

= 0,15 × 120 × 28,117 = 506,106 sambaran/100 km/tahun

9. Jumlah gangguan petir pada saluran transmisi, Persamaan 3.43

��= 0,6 �����

= 0,6 × 506,106 × 0,006

= 1,821 gangguan/100 km/tahun

Maka lightning performance (LP) dari saluran transmisi antara Galang-Binjai adalah:

(51)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

V.1 Kesimpulan

1. Lightning performance yang diperoleh dari perhitungan untuk transmisi 275 kV Galang-Binjai adalah 1,821 gangguan/km/tahun yang artinya jumlah gangguan akibat sambaran petir adalah sebesar 1,821 gangguan yang terjadi pada saluran udara per 100 km panjang saluran per tahun. 2. Dari perhitungan diperoleh nilai gangguan akibat akibat kegagalan

perisaian adalah 0. Dengan demikian dapat terlihat bahwa perlindungan dengan dua kawat tanah selebar 14,1 meter dapat melindungi semua konduktor secara penuh.

V.2 Saran

1. Adanya perubahan iklim akibat pemanasan global dapat membuat nilai gangguan sambaran petir yang berbeda. Oleh karena itu, diharapkan di kemudian hari ada pihak-pihak yang dapat menghitung ulang gangguan secara periodik.

(52)

DAFTAR PUSTAKA

1. Hutauruk, T.S., “Gelombang Berjalan dan Proteksi Surja”, Erlangga, Jakarta, 1991.

2. Zoro, Reynaldo., “Karakteristik Petir Tropis-Kasus di Gunung Tangkuban Perahu”. Bandung, 1999.

3. Razevig, D.V., “High Voltage Engineering”. Kahnna Publisher, Delhi, 1979

4. Abduh, Syamsir, “Analisis Gangguan Petir Akibat Sambaran Langsung pada Saluran Transmisi Tegangan Ekstra Tinggi 500 kV”, Jetri, Vol 8, Februari 2009.

5. Stefanus, Ian, “Evaluasi Sistem proteksi Petir (Lightning Performance) pada SUTT dan GI 150 KV Batam”, Bandung, 2008.

Gambar

Gambar 2.1 Tahapan Sambaran Petir ke Tanah
Gambar 2.2 Sudut Perisaian pada Menara Transmisi
Gambar 2.3 Sambaran ke Menara untuk Saluran Terlindung
Gambar 3.1 Spesifikasi gelombang berjalan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa sehingga Tugas Akhir yang berjudul “Pengaruh Variasi Konduktor Berkas Terhadap Gangguan Berisik dan Interferensi Radio Pada

Manfaat dari Tugas Akhir ini adalah dengan mengetahui nilai dari Gangguan Berisik (Audible Noise) dan Interferensi Radio (Radio Interference), maka dapat dimanfaatkan sebagai dasar

Andry, “ Perhitungan Kuat Medan Listrik di Bawah Saluran Transmisi”, Tugas Akhir Jurusan Teknik Elektro, Universitas Sumatera Utara, 2009 2.. Arismunandar, A., Teknik

Pada tugas akhir ini akan dilakukan simulasi untuk mengetahui kondisi yang kemungkinan terjadi pada suatu model menara transmisi 150 kV ketika dikenai sambaran petir

Perumusan masalah dari penulisan tugas akhir ini adalah bagaimana pengaruh berbagai konfigurasi konduktor pada saluran transmisi 4 sirkit 500 kV AC terhadap parameter