• Tidak ada hasil yang ditemukan

Implementasi Jaringan Saraf Tiruan Untuk Pengenalan Pola Dan Penerjemah Aksara Karo Dengan Metode Associative Memory Tipe Hetero-Association

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Implementasi Jaringan Saraf Tiruan Untuk Pengenalan Pola Dan Penerjemah Aksara Karo Dengan Metode Associative Memory Tipe Hetero-Association"

Copied!
127
0
0

Teks penuh

(1)

IMPLEMENTASI JARINGAN SARAF TIRUAN UNTUK

PENGENALAN POLA DAN PENERJEMAH

AKSARA KARO DENGAN METODE

ASSOCIATIVE MEMORY

TIPE

HETERO-ASSOCIATION

SKRIPSI

JAKUP GINTING

091401055

PROGRAM STUDI S1 ILMU KOMPUTER

FAKULTAS ILMU KOMPUTER DAN TEKNOLOGI INFORMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

IMPLEMENTASI JARINGAN SARAF TIRUAN UNTUK

PENGENALAN POLA DAN PENERJEMAH

AKSARA KARO DENGAN METODE

ASSOCIATIVE MEMORY TIPE

HETERO-ASSOCIATION

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat memperoleh ijasah Sarjana Ilmu Komputer

JAKUP GINTING

091401055

PROGRAM STUDI S1 ILMU KOMPUTER

FAKULTAS ILMU KOMPUTER DAN TEKNOLOGI INFORMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(3)

PERSETUJUAN

Judul : IMPLEMENTASI JARINGAN SARAF TIRUAN UNTUK PENGENALAN POLA DAN

PENERJEMAH AKSARA KARO DENGAN METODE ASSOCIATIVE MEMORY TIPE HETERO- ASSOCIATION

Kategori : SKRIPSI

Nama : JAKUP GINTING

Nomor Induk Mahasiswa : 091401055

Program Studi : S1 ILMU KOMPUTER

Fakultas : ILMU KOMPUTER DAN TEKNOLOGI INFORMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Diluluskan di

Medan, April 2014 Komisi Pembimbing :

Pembimbing 1 Pembimbing 2

Dr. Poltak Sihombing, M.Kom Romi Fadillah Rahmat, B.Comp.Sc, M.Sc

NIP. 196203171991031001 NIP. 198603032010121004

Diketahui/disetujui oleh

Program Studi S1 Ilmu Komputer

Ketua,

Dr. Poltak Sihombing, M.Kom

(4)

PERNYATAAN

IMPLEMENTASI JARINGAN SARAF TIRUAN UNTUK PENGENALAN POLA DAN PENERJEMAH AKSARA KARO DENGAN METODE ASSOCIATIVE

MEMORY TIPE HETERO-ASSOCIATION

SKRIPSI

Saya menyatakan bahwa skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri, kecuali beberapa

kutipan dan ringkasan yang masing-masing telah disebutkan sumbernya.

Medan, April 2014

Jakup Ginting

(5)

PENGHARGAAN

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus, yang telah memberikan berkat dan kasih-Nya, serta segala sesuatu dalam hidup, sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini, sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Komputer, Program Studi S1 Ilmu Komputer, Fakultas Ilmu Komputer dan Teknologi Informasi, Universitas Sumatera Utara.

Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini baik secara langsung maupun tidak langsung. Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, Msc(CTM), Sp.A(K) selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Prof. Muhammad Zarlis selaku Dekan Fakultas Ilmu Komputer dan Teknologi Informasi Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Dr. Poltak Sihombing, M.Kom. selaku Ketua Program Studi S1 Ilmu Komputer dan Dosen Pembimbing I yang telah banyak meluangkan waktunya dan memberikan masukan yang bermanfaat bagi penulis.

4. Ibu Maya Silvi Lydia, B.Sc. M.Sc. selaku Sekretaris Program Studi S1 Ilmu Komputer.

5. Bapak Romi Fadillah Rahmat, B.Comp.Sc, M.Sc selaku Dosen Pembimbing II yang telah banyak meluangkan waktunya dalam memberikan masukan-masukan yang bermanfaat kepada penulis.

6. Ibu Dr. Erna Budhiarti Nababan, MIT selaku Dosen Pembanding I yang telah banyak meluangkan waktunya dalam memberikan masukan-masukan kepada penulis.

7. Bapak Amer Sharif, S.Si, M.Kom selaku Dosen Pembanding II yang telah banyak meluangkan waktunya dalam memberikan masukan-masukan kepada penulis.

8. Semua dosen serta pegawai di Program Studi S1 Ilmu Komputer Fasilkom-TI USU.

9. Ayahanda (Alm) M.Ginting dan Ibunda A. Br Tarigan yang selalu memberikan dukungan baik materi maupun non-materi, dukungan, kasih sayang, perhatian, serta doa tanpa henti kepada penulis.

10.Keempat kakakku, ketiga abang iparku dan kedua keponakanku yang selalu memberikan sukacita kepada penulis saat mengerjakan skripsi.

(6)

12.Teman-teman Koordinasi FMIPA 2011, 2012 dan 2013 yang menjadi teman dalam suka duka dan berbagi dalam pengerjaan skripsi

13.Semua pihak yang terlibat langsung maupun tidak langsung yang tidak dapat penulis ucapkan satu demi satu yang telah membantu penyelesaian skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih terdapat kekurangan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan skripsi ini. Penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat terutama untuk diri sendiri dan juga kepada seluruh pembaca.

Medan, April 2014

Penulis,

(7)

ABSTRAK

Jaringan saraf tiruan adalah sistem pemroses informasi yang memiliki karakteristik mirip dengan jaringan saraf biologi. Jaringan saraf tiruan dibentuk sebagai generalisasi model matematika dari jaringan saraf biologi. Prinsip jaringan saraf tiruan ini meniru cara kerja sistem saraf otak manusia. Pengenalan pola merupakan salah satu fungsi dari pemanfaatan jaringan saraf tiruan, dimana suatu obyek dikenali polanya sehingga nantinya dapat membantu proses pengenalan dari suatu obyek yang polanya mengalami kerusakan. Metode associative memory tipe hetero-association merupakan arsitektur jaringan saraf tiruan yang dapat mengenali pola baik dengan data yang tidak lengkap atau dengan Noise. Proses kerja pada penelitian ini dimulai dengan digitalisasi citra Aksara Karo dari tulisan tangan pada kertas ke dalam citra digital dengan scanner kemudian diproses untuk memperoleh citra biner yang akhirnya diubah ke dalam bipolar dengan nilai 1 dan -1. Tahap selanjutnya nilai piksel dari citra tersebut dijadikan inputan bagi jaringan saraf tiruan. Akhir dari proses ini akan menghasilkan matriks bobot yang akan dijadikan sebagai tolak ukur untuk pengujian pengenalan pola karakter Aksara Karo. Penelitian ini memiliki dua pengujian, pertama pengujian terhadap data pengujian pola karakter Aksara Karo yang telah dilatih diperoleh tingkat pengenalan sebesar 82,7419%, kedua pengujian terhadap data pengujian pola karakter Aksara Karo yang tidak dilatih (testing) yang memiliki tingkat pengenalan sebesar 79,0323%. Kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini adalah metode associative memory tipe hetero-association dapat mengenal pola cukup baik, walaupun dengan proses pelatihan hanya 1 epoch.

(8)

IMPLEMENTATION OF NEURAL NETWORK FOR AKSARA KARO PATTERN RECOGNITION AND TRANSLATION WITH ASSOCIATIVE MEMORY

HETERO-ASSOCIATION TYPE METHOD

ABSTRACT

Artificial neural networks are information processing systems that have characteristics similar to biological neural networks. Neural network was formed as a generalization of mathematical models of biological neural networks. Principles of artificial neural networks mimic the way the human brain nerve system working. Pattern recognition is one of the functions of utilization of artificial neural networks, where the pattern of an object is recognized so as to help in identification of damaged patterns. Associative memory hetero-association type is a method of neural network which is able to recognize both pattern with incomplete data or with Noise. This research begins by digitalizing the Aksara Karo character from handwritten on paper using scanner and processed to obtain binary images and in the end converted to bipolar with pixel value of 1 and -1. These images are then used as input for the neural network. The end result is a weight matrix that will be used for Aksara Karo character recognition. Test result using characters were used as training sample obtained a recognition rate of 82,7419%. Test using testing sample produced a recognition rate of 79,0323%. It may be concluded that method is Associative memory hetero-association type method can recognise the pattern well even with just 1 epoch train.

(9)

DAFTAR ISI

Hal .

Persetujuan ii

Pernyataan iii

Penghargaan iv

Abstrak vi

Abstract vii

Daftar Isi viii

Daftar Gambar x

Daftar Tabel xi

Bab 1 Pendahuluan

1.1. Latar Belakang 1

1.2. Rumusan Masalah 2

1.3. Batasan Masalah 2

1.4. Tujuan Penelitian 3

1.5. Manfaat Penelitian 3

1.6. Sistematika Penelitian 3

Bab 2 Landasan Teori

2.1. Jaringan Saraf Tiruan

2.1.1. Arsitektur Jaringan Saraf Tiruan 2.1.2. Manfaat Jaringan Saraf Tiruan

2.2. Pengenalan Pola

2.2.1. Proses Pra Pengolahan 2.2.2. Ekstraksi Fitur

2.2.3. Klasifikasi dan Segmentasi 2.2.4. Seleksi Ciri

2.2.5. Latihan

2.3. Pengenalan Pola Asosiatif 2.4. Citra

2.5. Aksara Karo

2.6. Tinjauan Penelitian Yang Berhubungan 5 7 8 11 12 12 13 13 13 13 16 16 18 Bab 3 Analisis Dan Perancangan Sistem

3.1. Analisis Sistem

3.1.1 Analisis Masalah 3.1.2 Analisis Persyaratan

3.1.2.1 Persyaratan Fungsional 3.1.2.2 Persyaratan NonFungsional 3.1.3. Analisis Proses

3.2. Pemodelan

3.2.1. Pemodelan Sistem

3.2.1.1. Perancangan Unified Modelling Language (UML) 3.2.1.1.1. Use Case Diagram

3.2.1.1.2. Activity Diagram (Diagram Aktivitas) 3.2.1.1.3. Sequence Diagram

31 31 32

3.3. Perancangan Flowchart 32

(10)

3.4. Perancangan Antarmuka Sistem 3.4.1. Form Utama

3.4.2. Form Pengolahan dan Pelatihan Citra 3.4.3. Form Pengujian Citra

3.5. Tahapan Sistem

3.6. Perancangan Arsitektur Jaringan 3.7. Pseudocode Program

3.7.1. Pseudocode Proses Pelatihan JST 3.7.2. Pseudocode Proses Pengujian JST

Bab 4 Implementasi dan Pengujian Sistem 4.1. Implementasi Sistem

4.1.1. Tampilan Antarmuka Sistem 4.1.1.1. Form Utama

4.1.1.2. Form Tentang

4.1.1.3. Form Pengolahan dan Pelatihan

4.1.1.4. Form Bantuan Pengolahan dan Pelatihan 4.1.1.5. Form Pengujian

4.1.1.4. Form Bantuan Pengujian 4.2. Pengujian

4.2.1. Pengujian Pada Citra Yang Telah Dilatih 4.2.2. Pengujian Pada Citra Testing

4.3.Analisis Penyebab Kegagalan Dalam Pengenalan Karakter

Bab 5 Kesimpulan dan Saran 5.1. Kesimpulan

5.2. Saran Daftar Pustaka

Lampiran Listing Program Lampiran Curriculum Vitae Lampiran Citra Aksara Karo

33 34 35 36 36 37 45 45 46

48 48 48 48 49 50 52 52 54 54 54 57 58

60 60 60 61

(11)

DAFTAR GAMBAR

Hal. Gambar 1.1 Beberapa contoh penulisan huruf “A” 1

Gambar 2.1 Neuron dalam jaringan saraf tiruan 6

Gambar 2.2 Jaringan Lapis Tunggal 7

Gambar 2.3 Jaringan Multi Lapis 8

Gambar 2.4 Jaringan kompetitif

Gambar 2.5 Model pengenalan pola dengan pendekatan statistik Gambar 2.6 Karakter Aksara Karo

8 12 17

Gambar 3.1 Use Case Diagram Sistem 30

Gambar 3.2 Activity Diagram Pelatihan 32

Gambar 3.3 Activity Diagram Pengujian 33

Gambar 3.4 Sequence Diagram Sistem 34

Gambar 3.5 Flowchart Proses Pelatihan dan Pengujian 36

Gambar 3.6 Rancangan Form Utama 37

Gambar 3.7 Rancangan Form Pengolahan dan Pengujian Citra 38

Gambar 3.8 Rancangan form Pengujian Citra 39

Gambar 3.9 Diagram Proses Sistem Secara Umum 40

Gambar 3.10 Urutan Pemrosesan Citra 42

Gambar 3.11 Arsitektur Jaringan Saraf Tiruan Metode associative memory tipe hetero-association untuk Pengenalan Pola Karakter Aksara Karo

45

Gambar 4.1 Tampilan Form Utama 48

Gambar 4.2 Tampilan Form Tentang 48

Gambar 4.3 Proses Pengambilan serta Pengubahan Ukuran Citra 49 Gambar4.4 Proses Binerisasi Citra

Gambar 4.5 Proses Ekstraksi Fitur

Gambar 4.6 Tampilan Antarmuka Form Bantuan Pengolahan dan Pelatihan

Gambar 4.7 Proses Pengujian Citra Gambar 4.8 Proses Pengujian Banyak Citra

Gambar 4.9 Tampilan Antarmuka Form Bantuan Pengujian

50 50 51

(12)

DAFTAR TABEL

Hal. Tabel 3.1 Dokumentasi Naratif Use Case Pelatihan Sistem

Tabel 3.2 Dokumentasi Naratif Use Case Pengujian Sistem Tabel 3.3 Simbol dan Keterangan Pada Flowchart

30 31 35

Tabel 4.1 Hasil Pengujian Citra yang Dilatih

Tabel 4.2 Citra yang Mengalami Kesalahan Dalam Pengenalan Tabel 4.3 Hasil Pengujian Citra yang Tidak Dilatih

Tabel 4.4 Citra yang Mengalami Kesalahan Dalam Pengenalan Tabel 4.5 Tabulasi Kemiripan Karakter Pada Aksara Karo

(13)

ABSTRAK

Jaringan saraf tiruan adalah sistem pemroses informasi yang memiliki karakteristik mirip dengan jaringan saraf biologi. Jaringan saraf tiruan dibentuk sebagai generalisasi model matematika dari jaringan saraf biologi. Prinsip jaringan saraf tiruan ini meniru cara kerja sistem saraf otak manusia. Pengenalan pola merupakan salah satu fungsi dari pemanfaatan jaringan saraf tiruan, dimana suatu obyek dikenali polanya sehingga nantinya dapat membantu proses pengenalan dari suatu obyek yang polanya mengalami kerusakan. Metode associative memory tipe hetero-association merupakan arsitektur jaringan saraf tiruan yang dapat mengenali pola baik dengan data yang tidak lengkap atau dengan Noise. Proses kerja pada penelitian ini dimulai dengan digitalisasi citra Aksara Karo dari tulisan tangan pada kertas ke dalam citra digital dengan scanner kemudian diproses untuk memperoleh citra biner yang akhirnya diubah ke dalam bipolar dengan nilai 1 dan -1. Tahap selanjutnya nilai piksel dari citra tersebut dijadikan inputan bagi jaringan saraf tiruan. Akhir dari proses ini akan menghasilkan matriks bobot yang akan dijadikan sebagai tolak ukur untuk pengujian pengenalan pola karakter Aksara Karo. Penelitian ini memiliki dua pengujian, pertama pengujian terhadap data pengujian pola karakter Aksara Karo yang telah dilatih diperoleh tingkat pengenalan sebesar 82,7419%, kedua pengujian terhadap data pengujian pola karakter Aksara Karo yang tidak dilatih (testing) yang memiliki tingkat pengenalan sebesar 79,0323%. Kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini adalah metode associative memory tipe hetero-association dapat mengenal pola cukup baik, walaupun dengan proses pelatihan hanya 1 epoch.

(14)

IMPLEMENTATION OF NEURAL NETWORK FOR AKSARA KARO PATTERN RECOGNITION AND TRANSLATION WITH ASSOCIATIVE MEMORY

HETERO-ASSOCIATION TYPE METHOD

ABSTRACT

Artificial neural networks are information processing systems that have characteristics similar to biological neural networks. Neural network was formed as a generalization of mathematical models of biological neural networks. Principles of artificial neural networks mimic the way the human brain nerve system working. Pattern recognition is one of the functions of utilization of artificial neural networks, where the pattern of an object is recognized so as to help in identification of damaged patterns. Associative memory hetero-association type is a method of neural network which is able to recognize both pattern with incomplete data or with Noise. This research begins by digitalizing the Aksara Karo character from handwritten on paper using scanner and processed to obtain binary images and in the end converted to bipolar with pixel value of 1 and -1. These images are then used as input for the neural network. The end result is a weight matrix that will be used for Aksara Karo character recognition. Test result using characters were used as training sample obtained a recognition rate of 82,7419%. Test using testing sample produced a recognition rate of 79,0323%. It may be concluded that method is Associative memory hetero-association type method can recognise the pattern well even with just 1 epoch train.

(15)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Manusia memiliki kemampuan yang luar biasa untuk mengenali objek-objek

berdasarkan ciri-ciri atau pengetahuan yang pernah diamatinya dari objek-objek

bersangkutan. Misalnya manusia dapat dengan mudah membedakan antara tiang

listrik dengan pohon, atau antara kursi dengan meja.

Tidak sulit bagi manusia untuk mengenali setiap contoh seperti pada Gambar

1.1 sebagai huruf “A”. Sama mudahnya dengan mengenali tulisan tangan atau tulisan

cetak dimana ketepatan pengenalan huruf tidak begitu penting. Jelas bahwa konteks

sangat berperan pada kemampuan manusia untuk mengenali suatu objek. Hal inilah

yang membuat sulit bila komputer untuk melakukan proses pengenalan suatu

objek(Murni, 1992).

(a) (b) (c) (d) (e) (f)

Gambar 1.1. Beberapa contoh penulisan huruf “A”

Dengan adanya jaringan saraf tiruan maka permasalahan ini dapat diatasi.

Jaringan saraf tiruan meniru jaringan saraf biologis manusia. Jaringan saraf biologis

memiliki aktivitas-aktivitas seperti aktivitas mengingat, memahami, menyimpan, dan

memanggil kembali apa yang pernah dipelajari oleh otak. Dalam prosesnya jaringan

saraf biologis bekerja secara parallel dan berhubungan antara satu elemen dengan

yang lainnya. Aktivitas dan proses inilah yang diadopsi oleh jaringan saraf tiruan.

Jaringan saraf tiruan sudah banyak berkembang saat ini baik dalam hal aplikasi

juga metode. Ada berbagai macam aplikasi yang dapat ditemui di berbagai bidang

seperti prediksi saham, peramalan cuaca, identifikasi risiko kanker, serta pengenalan

(16)

atau pembangunan sebuah aplikasi adalah perceptron, back propagation, kohonen,

LVQ, adaline, associative memory dan sebagainya. Jaringan saraf associative memory

inilah yang akan digunakan penulis sebagai metode untuk membangun aplikasi

pengenalan pola ini. Alasan penulis memilih associative memory karena metode ini

dapat mengenali pola yang cacat (noisy) karena pola yang cacat juga akan dijadikan

sampel untuk diasosiasikan bersama pola yang tepat(Rojas,1996).

Objek pengenalan pola yang dipilih oleh penulis adalah Aksara Karo. Aksara

Karo dipilih karena kompleksitas hurufnya yang tidak sama dengan huruf latin.

Aksara Karo memiliki dua bagian yaitu Induk Surat dan Anak Surat. Induk surat

terdiri dari satu konsonan atau lebih dan huruf vokal a. Misalnya:ba, ka, na.

Sedangkan anak surat adalah pengubah pengucapan/lafal dari induk surat. Setiap

induk surat selalu berakhir dengan huruf vokal a, sehingga bila ingin mengubah induk

surat menjadi huruf vokal yang lain maka harus menambahkan anak surat di depan

induk surat. Misalnya: bo, ke ,nu.

Penelitian sebelumnya mengenai aksara sudah pernah dilakukan oleh

Nurmila,dkk, untuk mengenali pola aksara Jawa dengan menggunakan metode back

propagation. Untuk lebih jelasnya serta penelitian lainnya dapat dilihat di bagian

tinjauan penelitian yang berhubungan.

1.2Rumusan Masalah

Bahwa karakter aksara Karo berbeda dengan karakter huruf Latin karena aksara Karo

memiliki kompleksitas dalam bentuk dan dengan karakteristiknya yang unik maka

diperlukan suatu pendekatan untuk melakukan pengenalan pola aksara Karo.

1.3Batasan Masalah

Adapun batasan masalah dalam penelitian ini adalah :

1. Pengenalan citra objek hanyalah dengan menggunakan metode associative

memory.

2. Karakter yang dikenali adalah 21 huruf dan 10 angka.

3. Aplikasi ini dibangun hanya untuk mengenali terjemahan abjad dari karakter

(17)

4. Citra yang akan diolah dalam bentuk satu karakter bukan dalam bentuk kalimat.

5. Bahasa pemrograman yang dipakai dalam tugas akhir ini adalah Matlab.

6. Input berupa citra aksara Karo dalam bentuk tulisan tangan yang diambil dengan

menggunakan scanner kemudian diubah menjadi input vektor.

7. File citra yang akan digunakan adalah file citra JPEG(.jpg).

8. Sampel yang digunakan dalam training sebanyak 20 buah.

1.4Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah mengenali pola karakter aksara Karo dengan

menggunakan metode associative memory tipe hetero-association.

1.5 Manfaat Penelitian

Penelitian ini bermanfaat untuk mengembangkan wawasan keilmuwan dan menambah

pengetahuan, khususnya permasalahan untuk mengenali berbagai macam aksara dari

berbagai suku di Indonesia dan sebagai kontribusi positif untuk kemajuan wawasan

dalam ilmu komputer. Kedepannya juga diharapkan penelitian ini menjadi topik yang

dapat dikembangkan lebih lanjut oleh peneliti lainnya yang tertarik di bidang jaringan

saraf tiruan.

1.6Sistematika Penulisan

Agar pembahasan lebih sistematis, maka tulisan ini dibuat dalam lima bab, yaitu :

Bab I Pendahuluan

Berisi latar belakang, perumusan masalah, batasan masalah, tujuan dan

manfaat penelitian dan sistematika penulisan.

Bab II Landasan Teori

Berisi tentang penjelasan singkat mengenai definisi jaringan saraf

tiruan, metode associative memory tipe hetero-association, pengolahan

(18)

Bab III Analisis dan Perancangan Sistem

Berisi tentang analisis mengenai proses kerja metode associative

memory tipe hetero-association dan perancangan tampilan form dari

aplikasi.

Bab IV Implementasi dan Pengujian

Berisi tentang algoritma dan implementasi aplikasi yang sesuai dengan

analisis dan perancangan.

Bab V Kesimpulan dan Saran

Berisi tentang kesimpulan yang diperoleh setelah menyelesaikan tugas

akhir ini dan saran-saran yang dapat diberikan untuk melakukan

(19)

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1. Jaringan Saraf Tiruan

Jaringan saraf tiruan bisa dibayangkan seperti otak buatan di dalam cerita-cerita fiksi

ilmiah. Otak buatan ini dapat berpikir seperti manusia, dan juga sepandai manusia

dalam menyimpulkan sesuatu dari potongan-potongan informasi yang diterima.

Khayalan manusia tersebut mendorong para peneliti untuk mewujudkannya.

Komputer diusahakan agar bisa berpikir sama seperti cara berpikir manusia. Caranya

adalah dengan melakukan peniruan terhadap aktivitas-aktivitas yang terjadi di dalam

sebuah jaringan saraf biologi.

Ketika manusia berpikir, aktivitas-aktivitas yang terjadi adalah aktivitas

mengingat, memahami, menyimpan, dan memanggil kembali apa yang pernah

dipelajari oleh otak. Salah satu contoh pengambilan ide dari jaringan saraf biologis

adalah adanya elemen-elemen pemrosesan pada jaringan saraf tiruan yang saling

terhubung dan beroperasi secara parallel. Ini meniru jaringan saraf biologis yang

tersusun dari sel-sel saraf (neuron). Cara kerja dari elemen-elemen pemrosesan

jaringan saraf tiruan juga sama seperti cara neuron meng-encode informasi yang

diterimanya.

Jaringan saraf tiruan “tidak diprogram”untuk menghasilkan keluaran tertentu.

Semua keluaran atau kesimpulan yang ditarik oleh jaringan didasarkan

pengalamannya selama mengikuti proses pembelajaran. Pada proses pembelajaran, ke

dalam jaringan saraf tiruan dimasukkan pola-pola masukan (dan keluaran) lalu

jaringan akan diajari untuk memberikan jawaban yang bisa diterima(Puspitaningrum,

2006).

Jaringan saraf tiruan mengizinkan terjadinya proses komputasi yang sangat

sederhana (penjumlahan, pengurangan dan elemen logika dasar lainnya) untuk

(20)

ataupun masalah stokastik. Sebuah algoritma yang konvensional akan menggunakan

himpunan persamaan yang kompleks dan hanya cocok untuk masalah yang diiberikan

saja. Jaringan saraf tiruan memiliki (a) kemampuan komputasi dan algoritma yang

sangat sederhana (b) kemampuan untuk mengorganisir dirinya (self-organizing

feature) yang memampukannya untuk mengatasi cakupan masalah yang luas(Rojas,

1996).

JST dibentuk sebagai generalisasi model matematika dari jaringan saraf

biologis manusia, dengan asumsi bahwa:

• Pemrosesan informasi terjadi pada banyak elemen sederhana (neuron).

• Sinyal dikirimkan di antara neuron-neuron melalui penghubung-penghubung.

• Penghubung antar neuron memiliki bobot yang akan memperkuat atau

memperlemah sinyal.

• Untuk menentukan keluaran, Setiap neuron menggunakan fungsi aktivasi (biasanya bukan fungsi linier) yang dikenakan pada jumlahan masukan yang

diterima. Besarnya keluaran ini selanjutnya dibandingkan dengan suatu batas

ambang.

JST ditentukan oleh 3 hal :

a. Pola hubungan antar neuron (disebut arsitektur jaringan)

b. Metode untuk menentukan bobot penghubung (disebut metode

training/learning/algoritma)

c. Fungsi aktivasi

w1

w2

w3

Gambar 2.1. Neuron dalam jaringan saraf tiruan

Pada Gambar 2.1. Y menerima masukan dari neuron x1,x2, dan x3, dengan bobot

hubungan masing-masing adalah w1, w2, dan w3. Ketiga impuls neuron yang ada

dijumlahkan seperti dapat dilihat pada persamaan (2.1):

X1

X2 Y

(21)

X1

Xn

Xi

Ym Yj

Y1

W11

W1m W1j

Wi1

Wij

Wim

Wn1 Wnj

Wnm

Lapisan Output Lapisan Input

Net = x1w1 + x2w2 + x3w3...(2.1)

Keterangan:

- Net = total semua perkalian nilai input dengan bobot

- x = input

- w = bobot

Besarnya impuls yang diterima oleh Y mengikuti fungsi aktivasi y = f(net).

Apabila nilai fungsi aktivasi cukup kuat, maka sinyal akan diteruskan. Nilai fungsi

aktivasi (keluaran model jaringan) juga dapat dipakai sebagai dasar untuk merubah

bobot(Siang, 2004).

2.1.1. Arsitektur Jaringan Saraf Tiruan

Jaringan saraf tiruan dibagi dalam 3 macam arsitektur,yaitu:

a. Jaringan lapis tunggal

Jaringan yang memiliki arsitektur jenis ini hanya memiliki satu buah lapisan bobot

terkoneksi. Jaringan lapisan-tunggal terdiri dari unit-unit masukan yang menerima

sinyal dari dunia luar, dan unit-unit keluaran dimana kita bisa membaca respons dari

jaringan saraf tiruan tersebut. Pada Gambar 2.2. jelas terlihat bahwa unit masukan

sepenuhnya terkoneksi dengan unit keluaran, sedangkan unit masukan dengan

masing-masing unit masukan tidak terkoneksi demikian juga di antara unit keluaran dengan

unit keluaran yang lain tidak terkoneksi.

Gambar 2.2. Jaringan Lapis Tunggal

(22)

A1

Ai

A

Aj -∈

-∈

-∈

-∈ -∈

-∈ X1

Xn

Xi

Zp

Zj

Z1

V11

V1p V1j

Vi1

Vij

Vip

Vn1 Vnj

Vnp

Lapisan Output Lapisan Input

Ym Yk

Y1

W11

W1k

W1m

Wj1 W jk

Wjm

Wp1 Wpk

Wpm

Lapisan Tersembunyi

Merupakan jaringan dengan satu atau lebih lapisan tersembunyi (hidden layer).

Jaringan multi lapis ini memiliki kemampuan lebih dalam memecahkan masalah bila

dibandingkan dengan jaringan lapis tunggal, namun pelatihannya mungkin lebih

rumit. Pada beberapa kasus, pelatihan pada jaringan ini lebih baik karena

memungkinkan bagi jaringan untuk memecahkan masalah yang tidak dapat

diselesaikan jaringan berlapis tunggal karena jaringan tidak bisa dilatih untuk

menampilkan secara benar. Jaringan ini dapat dilihat pada Gambar 2.3.

Gambar 2.3. Jaringan Multi Lapis

c. Jaringan kompetitif

Bentuk lapisan kompetitif merupakan jaringan saraf tiruan yang sangat besar.

Interkoneksi antarneuron pada lapisan ini tidak ditunjukkan pada arsitektur seperti

jaringan yang lain. Pada jaringan ini sekumpulan neuron bersaing untuk mendapatkan

hak menjadi aktif atau sering pula disebut dengan prinsip winner takes all atau yang

menanglah yang mengambil semua bagiannya(Puspitaningrum, 2006).

Gambar 2.4. Jaringan Kompetitif

(23)

Jaringan saraf tiruan menawarkan kemampuan sebagai berikut:

1. Nonlinearity. Sebuah neuron buatan bisa saja linier dan tidak linier.

Jaringan saraf tiruan yang terdiri dari interkoneksi neuron yang nonlinier

yang membuat jaringan saraf itu nonlinier. Ketidaklinieran adalah sifat

yang sangat penting secara khusus jika mekanisme fisik yang berperan

untuk membangkitkan sinyal input bersifat nonlinier.

2. Input-output mapping. Sebuah paradigma popular dari pembelajaran

disebut learning with a teacher (belajar dengan guru) atau supervised

learning (pembelajaran terbimbing) yang melibatkan modifikasi bobot

sinapsis jaringan saraf tiruan dengan mengaplikasikan kumpulan sampel

training. Setiap contoh terdiri dari sebuah input sinyal yang sangat unik

dan respon yang diinginkan. Jaringan direpresentasikan dengan sebuah

contoh yang diambil secara acak, dan bobot sinapsis (parameter bebas) dari

jaringan, dimodifikasikan untuk meminimalisasi perbedaan antara hasil

yang diinginkan dengan hasil yang sebenarnya yang dihasilkan oleh

jaringan dengan sinyal input sesuai dengan kriteria statistika. Pelatihan

jaringan diulangi sampai mencapai kondisi dimana tidak ada perubahan

yang signifikan pada bobot sinapsis.

3. Adaptivity. Neural network memiliki kemampuan untuk menyesuaikan

bobot sinaptik mereka terhadap perubahan pada lingkungannya. Secara

khusus, jaringan saraf dilatih untuk beroperasi pada lingkungan tertentu

terlebih dalam menghadapi perubahan kecil yang terjadi dalam kondisi

lingkungan operasi. Arsitektur alami jaringan saraf untuk klasifikasi pola,

pemrosesan sinyal dan aplikasi kontrol, ditambah dengan kemampuan

adaptif jaringan, membuatnya menjadi alat yang berguna dalam klasifikasi

pola adaptif, pengolahan kemampuan adaptif dan kontrol adaptif. Secara

umum, dapat dikatakan bahwa semakin adaptif kita membuat sebuah

sistem memastikan bahwa sistem akan semakin stabil dan semakin kuat

daya gunanya ketika sistem diperlukan untuk beroperasi di lingkungan

nonstasioner. Harus ditekankan, bagaimanapun adaptivitas tidak selalu

menimbulkan kekuatan, sebaliknya dapat berlawanan. Misalnya, sistem

adaptif dengan konstanta waktu yang singkat cenderung untuk merespon

(24)

4. Evidential Response. Dalam konteks klasifikasi pola, jaringan saraf dapat

dirancang untuk memberikan informasi tidak hanya tentang pola yang

khusus, tetapi juga kepercayaan (confidence) tentang keputusan yang

dibuat. Informasi yang terakhir ini dapat digunakan untuk menolak pola

ambigu, dengan demikian meningkatkan kinerja klasifikasi jaringan.

5. Contextual Information. Pengetahuan direpresentasikan oleh struktur dan

aktivasi dari jaringan saraf. Setiap neuron dalam jaringan berpotensi

dipengaruhi oleh aktivitas global semua neuron lain dalam jaringan.

Akibatnya, informasi kontekstual ditangani secara alami oleh jaringan

saraf.

6. Fault Tolerance. Jaringan saraf yang diimplementasikan pada bentuk

hardware, memiliki potensi untuk bersifat fault tolerant (toleran terhadap

kesalahan), dalam arti bahwa kinerjanya menurun dalam kondisi operasi

buruk. Contohnya, jika neuron atau link penghubung rusak, pemanggilan

pola yang tersimpan akan terganggu kualitasnya. Berhubungan denga sifat

distribusi informasi yang tersimpan dalam jaringan, kerusakan harus segera

diperbaiki sebelum respon keseluruhan jaringan menurun secara drastis.

Pada prinsipnya, sebuah jaringan saraf menunjukkan penurunan dalam

kinerjanya. Ada beberapa bukti empiris untuk komputasi yang kuat, tetapi

biasanya hal ini tidak terkendali. Untuk memastikan bahwa jaringan saraf

toleran terhadap kesalahan, mungkin perlu untuk membuat pengukuran

kolektif dalam merancang algoritma yang digunakan untuk melatih

jaringan.

7. VLSI Implementability. Sifat dasar dari jaringan saraf tiruan yang parallel

membuatnya berpotensi untuk mengkomputasikan tugas-tugas tertentu

dengan cepat. Fitur yang sama ini membuat jaringan saraf tiruan tepat pada

implementasi penggunaan teknologi VLSI (Very Large Scale Integrated).

Salah satu manfaat dari VLSI adalah menyediakan sebuah cara untuk

mendapatkan sebuah tingkah laku yang kompleks dalam sebuah kebiasaan

yang hirarki.

8. Uniformity of Analysis and Design. Pada dasarnya, jaringan saraf tiruan

dikenal sebagai pemroses informasi. Dikatakan demikian sama dengan

(25)

jaringan saraf tiruan. Fitur ini memanifestasikan dirinya dengan cara yang

berbeda:

a. Neuron, antara satu dengan yang lain, merepresentasikan sebuah bahan

yang sama terhadap semua jaringan saraf tiruan.

b. Keadaan yang sama ini membuat jaringan saraf tiruan mungkin untuk

berbagi teori dan algoritma pembelajaran dalam aplikasi yang berbeda.

c. Jaringan modular dapat dibangun melalui integrasi tanpa hubungan

pada modul-modul.

9. Neurobiological Analogy. Rancangan jaringan saraf tiruan dianalogikan

dengan otak manusia, yang merupakan bukti nyata bahwa toleransi

terhadap kesalahan pada pemrosesan parallel tidak hanya mungkin tetapi

juga cepat dan kuat(Nainggolan, 2011).

2.2.Pengenalan Pola

Secara umum teknik pengenalan pola bertujuan untuk mengklasifikasikan dan

mendeskripsikan pola atau objek kompleks melalui pengukuran sifat-sifat atau ciri-ciri

objek bersangkutan.

Pola adalah entitas yang terdefinisi dan dapat diberi suatu identifikasi atau

nama, seperti gelombang suara, sidik jari, raut wajah, dan lain sebagainya. Suatu

sistem pengenalan pola melakukan akuisisi data melalui sejumlah alat pengindera atau

sensor, mengatur bentuk representasi data, serta melakukan proses analisis dan

klasifikasi data. Data bisa berbentuk gambar seperti pada klasifikasi sel darah putih

menggunakan citra makroskopis. Data juga dapat berbentuk berbentuk sinyal satu

dimensi menurut perubahan waktu, misalnya untuk identifikasi seorang pembicara

berdasarkan suaranya, maka digunakan pola hasil transformasi gelombang suara dari

orang tersebut.

Terdapat dua pendekatan utama pada pengenalan pola yaitu pendekatan

geometrik atau statistik dan pendekatan struktural atau sintaktik. Kedua pendekatan

tesebut sebenarnya mempunyai tahapan yang analoginya dapat dinyatakan sebagai

berikut. Kalau pada pendekatan statistik perbedaan antara objek dilakukan

(26)

dilakukan melalui penentuan primitif yang dapat menggambarkan objek bersangkutan

dan penyusunan tata bahasanya. Selanjutnya kalau pada pendekatan statistik proses

pengelompokan polanya dilakukan melalui proses estimasi dan klasifikasi, pada

pendekatan sintaktik dilakukan melalui proses inferensi dan deskripsi. Secara intuitif,

pendekatan sintaktik lebih menarik, karena lebih dekat dengan strategi pengenalan

yang dilakukan manusia. Akan tetapi dalam penetapannya lebih sulit dibandingkan

dengan pendekatan statistik, terutama dalam penentuan primitif serta penentuan

hubungan strukturalnya diantara primitif. Di lain pihak pendekatan statistik dapat

lebih diterima karena menggunakan dasar-dasar yang lebih mapan, yaitu teori

keputusan berdasarkan statistik. Model pengenalan pola dari pendekatan statistik

dapat dilihat pada Gambar 2.5.(Murni, 1992)

Gambar 2.5. Model pengenalan pola dengan pendekatan statistik

2.2.1. Proses Pra Pengolahan

Proses awal yang dilakukan untuk memperbaiki kualitas citra (edge enhancement)

menggunakan teknik-teknik pengolahan citra.

2.2.2. Ekstraksi Fitur

Proses mengambil ciri-ciri yang terdapat pada objek dalam citra. Pada proses ini

objek dalam citra dapat dideteksi bagian tepinya, lalu dihitung properti-properti objek

Pola Sampel Fase Latihan

Fase Pengenalan

Pola Proses

Pra-pengolahan

Ektraksi Ciri Klasifikasi Citra

(27)

yang berkaitan sebagai ciri. Beberapa ekstraksi fitur mungkin perlu mengubah citra

masukan sebagai citra biner, melakukan penipisan pola, dan sebagainya. Ekstraksi

fitur yang digunakan pada penelitian ini adalah Diagonal Based Feature Extraction.

2.2.3. Klasifikasi dan Segmentasi

Klasifikasi adalah proses mengelompokkan objek ke dalam kelas yang sesuai. Proses

klasifikasi citra dilakukan dengan memasukkan setiap piksel citra tersebut ke dalam

suatu kategori objek yang sudah diketahui.

Segmentasi adalah proses membagi suatu citra menjadi wilayah-wilayah yang

homogen berdasarkan kriteria keserupaan yang tertentu antara tingkat keabuan suatu

piksel dengan tingkat keabuan piksel-piksel tetangganya.

2.2.4. Seleksi Ciri

Proses memilih ciri pada suatu objek agar diperoleh ciri yang optimum, yaitu ciri yang

dapat digunakan untuk membedakan suatu objek dengan objek yang lainnya.

2.2.5. Latihan

Proses belajar membuat aturan klasifikasi sehingga jumlah kelas yang tumpang tindih

dibuat sekecil mungkin(Sitorus, 2006).

2.3. Pengenalan Pola Asosiatif

Tujuan dari pengenalan pola ini adalah untuk mengasosiasikan vektor masukan yang

diketahui dengan vektor keluaran yang diberikan. Masukan vektor yang mengalami

gangguan (noise)(Rojas, 1996). Associative memory terdiri dari dua jenis pengenalan

pola, yaitu:

a. Heteroassociative networks memetakan m masukan vektor x1,x2,…,xm

(28)

k-dimensional. Ini diperoleh dari algoritma pembelajaran, namun akan

menjadi sangat sulit ketika jumlah m vector yang akan dipelajari terlalu

besar(Rojas, 1996).

Contoh:

Pasangan pola biner x:y di mana |x| = 4 dan |y| = 2. Total bobot input ke

neuron output : ...(2.2)

Keterangan: j,k = 1,2,3...

Fungsi aktivasi:

Bobot dihitung dengan aturan Hebbian (jumlah outer products semua

pasangan training) ...(2.3)

4 sampel training : xp yp p=1 (1 0 0 0) (1, 0)

p=2 (1 1 0 0) (1, 0)

p=3 (0 0 0 1) (0, 1)

p=4 (0 0 1 1) (0, 1)

Perhitungan bobot:

Proses Recall:

Recall dikatakan benar apabila S(y) yang dihasilkan setelah diubah dengan

fungsi aktivasi, sama dengan target yang ditentukan dari awal.

Contoh: x = (1 0 0 0)

= k k j k

j x w

y ,     ≤ > = 0 0 0 1 ) ( j j j y if y if y S

= ⋅ = P p p T p y x W 1

[

]

            =             = ⋅ 0 0 0 0 0 0 0 1 0 1 0 0 0 1 1 1 y

xT

[

]

            =             = ⋅ 0 0 0 0 0 1 0 1 0 1 0 0 1 1 2 2 y xT

[

]

            =             = ⋅ 1 0 0 0 0 0 0 0 1 0 1 0 0 0 3 3 y

xT

[

]

            =             = ⋅ 1 0 1 0 0 0 0 0 1 0 1 1 0 0 4 4 y xT             =             +             +             +             = 2 0 1 0 0 1 0 2 1 0 1 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 1 0 0 0 0 0 0 0 1 W

[

]

1 0
(29)

Recall Y1, Recall benar.

x = (0 1 1 0) (tidak memiliki kemiripan sama sekali dengan masukan

training yang ada)

x = (0 1 0 0) (memiliki kemiripan dengan i1 dan i2)

(Peng, 1995)

b. Autoassociative networks adalah subset yang istimewa dari jaringan

hetero-associative, dimana setiap vektor diasosiasikan dengan vektor itu

sendiri, misalnya: yi=xi untuk i = 1,…,m. Fungsi dari jaringan ini adalah

untuk memperbaiki masukan vektor yang mengalami kerusakan(Rojas,

1996).

Contoh:

Hampir sama dengan jaringan hetero-associative,kecuali xp =yp untuk semua p=1,…,P. Sebuah pola tunggal i = (1,1,1,-1) (bobot dihitung dengan

aturan Hebbian – outer product.

Proses Recall:

(Peng, 1995)

[

]

gagal Recall sesuai, tidak pola , ) 1 1 ( ) ( ) 1 1 ( 2 0 1 0 0 1 0 2 0 1 1 0 = =             = y S y

[

]

benar call Y y S y _ Re , recalls , ) 0 1 ( ) ( ) 0 1 ( 2 0 1 0 0 1 0 2 0 0 1 0 1 = =             =

[

]

            − − − − − − = −             − = ⋅ = 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 x x W T

(

)

(

) (

)

(

)

(

) (

)

(

)

(

) (

)

(30)

2.4. Citra

Citra adalah suatu representasi (gambaran), kemiripan, atau imitasi dari suatu objek.

Citra analog adalah citra yang bersifat kontinu, seperti pada gambar pada monitor

televisi, foto sinar-X, foto yang tercetak di kertas foto, lukisan, pemandangan alam,

hasil CT-Scan, gambar-gambar yang terekam pada pita kaset, dan lain sebagainya.

Citra analog tidak dapat dipresentasikan dalam komputer sehingga tidak bisa diproses

di komputer secara langsung. Oleh sebab itu, agar citra ini dapat diproses di komputer,

proses konversi analog ke digital harus dilakukan terlebih dahulu. Citra digital adalah

citra yang dapat diolah oleh komputer. Monitor akan menampilkan kotak-kotak kecil .

Namun yang disimpan dalam memori hanyalah angka-angka yang menunjukkan besar

intensitas pada masing-masing pixel tersebut(Sutoyo, 2009).

Format Joint Photographers Experts Group (JPEG) suatu jenis format citra

yang umumnya digunakan untuk menampilkan foto dan gambar dalam html, www

atau layanan online yang lain. Format JPEG mendukung pewarnaan CMYK, RGB, dan

grayscale. JPEG menggunakan format 24-bit dan oleh sebab itu informasi semua

warna dalam gambar RGB dipertahankan tetapi kompresi ukuran secara selektif

menghilangkan data awal warna persepsi manusia. Jika suatu kompresi dilakukan

dengan level tinggi, maka kualitas gambar akan kurang baik, sebaliknya jika kompresi

dilakukan dengan level rendah, maka kualitas gambar akan semakin tinggi(Parekh,

2006).

2.5. Aksara Karo

Aksara Karo adalah kumpulan tanda-tanda (karakter/simbol-simbol) utuk

menyatakan sesuatu, yang pemakaiannya dimengerti dan disepakati, yakni oleh

masyarakat Karo itu sendiri. Aksara Karo merupakan aksara milik masyarakat (etnis)

Karo atau dengan kata lain, tulisan yang tumbuh dan berkembang di masyarakat

(etnis) Karo serta tersebar luas, dipergunakan dan diajarkan (awalnya dengan bahasa

pengantar, cakap Karo) di ruang lingkup Karo yang dulunya meliputi pesisir timur di

Sumatera(Oostkust van Sumatera) bagian utara dan dataran tinggi Karo yang

terbentang luas diatas pegunungan Bukit Barisan.

Aksara Karo termasuk dalam lima varian surat Batak bersama dengan aksara

(31)

kesamaan penulisan, namun tidak semuanya sama. Aksara Karo yang merupakan

varian surat Batak merupakan bagian rumpun tulisan Brahmi (India). Sebagian besar

sistem tulisan yang ada di Afrika, Eropa, dan Asia berasal dari satu sumber, yakni

aksara Semit Kuno yang menjadi nenek moyang tulisan-tulisan Asia (Arab, Ibrani dan

India) maupun Eropa (Latin, Yunani dan lainnya).

Tidak banyak literatur-literatur kuno yang dapat mendukung kapan Aksara

Karo itu mulai eksis (dipergunakan secara luas di wilayah Karo), namun ada beberapa

syair cinta, ramalan (katika), puisi, turi-turin (cerita), mangmang/tabas (mantra), kitab

ketabib-pan, ratapan/rintihan (bilang-bilang), kitab mayan (beladiri), serta cerita

sejarah adanya interaksi berupa surat-menyurat antara kerajaan Haru (Karo) dengan

kerajaan-kerajaan lainnya, seperti: Johor, Malaka, Portugis, dan Aceh (walau tidak

dijelaskan bahasa dan aksara apa yang dipergunakan) yang ditemukan. Selain itu

aksara Karo juga dipakai sebagai media serta instrumen pengnatar ilmu pengetahuan,

adat istiadat, seni, surat tenah kerja (undangan), juga ragam hias pada rumah adat dan

alat-alat musik tradisional, serta bahan pembelajaran (muatan lokal).

Cara penulisan perlu dilengkapi dengan anak huruf seperti o= ketolongen, x=

sikurun, ketelengen dan pemantek. Ini dikarenakan setiap karakter pada Aksara Karo

selalu berakhiran dengan huruf vokal a, sehingga bila ingin mengubah huruf vokalnya,

perlu adanya anak huruf. Pada Gambar 2.6. dapat dilihat bentuk dari aksara karo.

(32)

2.6 Tinjauan Penelitian Yang Berhubungan

Banyak penelitian tentang pengenalan pola yang menggunakan metode dan objek

yang berbeda.

Penelitian Nurmila,dkk. Tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk

menemukan karakteristik training dari jaringan saraf bacpropagation dari setiap

sampel. Penelitian ini juga memberikan akurasi pengenalan pola karakter aksara jawa

dengan menggunakan jaringan saraf back propagation.(Nurmila,2007)

Penelitian Adfriyansah. Permasalahan pada penelitian ini adalah bagaimana

mengenali karakter pada plat nomor kendaraan yang kondisi cacat. Pada skripsi ini

dijelaskan bagaimana pengenalan karakter pada plat kendaraan dilakukan dengan

menggunakan jaringan saraf tiruan back propagation, dimana pengenalan akan

melalui tahapan pemrosesan citra untuk mendapatkan data input, tahap segmentasi

dan pengenalan karakter.(Adfriyansah,2012)

Penelitian Hidayatno,dkk. Identifikasi tanda tangan manusia adalah sebuah

proses untuk mengenali sebuah tanda tangan serta diketahui siapa pemiliknya.

Teknologi pengenalan tanda tangan termasuk dalam sistem biometrik yang

menggunakan karakteristik perilaku manusia. Sepanjang perjalanan waktu ada banyak

sekali kasus pemalsuan tanda tangan yang dapat merugikan si pemilik tanda tangan.

Untuk itu dibutuhkan sebuah sistem yang dapat mengenali tanda tangan

(33)

BAB III

ANALISIS DAN PERANCANGAN SISTEM

3.1 Analisis Sistem

Dalam pembuatan sistem ini, sebelum melakukan pemrograman, terlebih dahulu

menganalisis permasalahan yang ada dan syarat-syarat yang diperlukan dalam

pembuatan sistem ini.

3.1.1 Analisis Masalah

Permasalahan yang akan diselesaikan dengan menggunakan sistem ini adalah

pengenalan pola citra aksara Karo. Citra aksara Karo didapatkan melalui proses

scanning tulisan tangan aksara Karo dan dikonversi ke dalam citra digital.

Sebelum diolah, citra digital harus melalui beberapa tahap pengolahan citra

seperti proses pra pengolahan serta proses ekstraksi fitur. Melalui proses ini akan

diperoleh nilai dari citra yang selanjutnya akan digunakan untuk pengenalan pola

dengan jaringan saraf tiruan.

Sistem ini menggunakan metode jaringan saraf tiruan associative memory tipe

hetero-association.Metode ini akan mengasosiasikan input dengan output yang telah

disediakan sebelumnya. Dalam metode ini akan dilakukan proses pelatihan untuk

melatih sistem agar dapat mengenali masukan citra aksara Karo serta proses pengujian

untuk menguji apakah sistem mampu mengenali pola citra aksara Karo baik itu dalam

kondisi baik ataupun cacat (noisy).

Banyaknya data pelatihan adalah 620 (masing-masing 20 data dari 31 pola

karakter), terdiri dari 420 huruf dan 200 angka.

3.1.2 Analisis Persyaratan

Analisis persyaratan dilakukan untuk mengidentifikasi dan menyatakan persyaratan.

Dalam suatu sistem analisis persyaratan dibagi menjadi dua bagian yaitu persyaratan

(34)

requirement). Persyaratan fungsional adalah deskripsi mengenai aktivitas dan layanan

yang harus diberikan / disediakan oleh sebuah sistem, dan persyaratan nonfungsional

merupakan deskripsi mengenai fitur, karakteristik, dan batasan lainnya yang

menentukan apakah sistem memuaskan atau tidak.

3.1.2.1 Persyaratan Fungsional

Dalam pengenalan pola karakter aksara Karo dengan metode associative memory tipe

hetero-association ini, persyaratan fungsional yang harus dipenuhi, antara lain:

1. File citra aksara Karo yang akan diproses adalah file citra yang berformat *.jpg

3.1.2.2 Persyaratan NonFungsional

Persyaratan nonfungsional meliputi performa, mudah untuk dipelajari dan digunakan,

hemat biaya, dokumentasi, manajemen kualitas, dan kontrol.

1. Performa

Perangkat lunak yang akan dibangun harus dapat menunjukkan hasil dari proses

pelatihan dan pengenalan pola aksara Karo yang dilakukan oleh sistem.

2. Mudah dipelajari dan digunakan

Perangkat lunak yang akan dibangun harus sederhana agar mudah dipelajari oleh

pengguna (user).

3. Hemat Biaya

Perangkat lunak yang dibangun tidak memerlukan perangkat tambahan ataupun

perangkat pendukung dalam proses eksekusinya.

4. Dokumentasi

Perangkat lunak yang akan dibangun dapat menyimpan nilai citra saat proses

pengolahan citra serta nilai bobot yang dihasilkan saat citra dilatih. Persen akurasi

yang diperoleh saat proses pengujian akan disimpan pada perangkat lunak ini.

5. Manajemen Kualitas

Perangkat lunak yang akan dibangun harus memiliki kualitas yang baik yaitu

proses pengolahan citra, pelatihan, dan pengujian yang relatif cepat.

(35)

Perangkat lunak yang dibangun harus memiliki message error (pesan kesalahan)

jika pengguna tidak lengkap memasukkan masukan ataupun jika masukan yang

dimasukkan salah.

3.1.3 Analisis Proses

Secara umum ada empat proses yang terjadi pada sistem ini, yaitu: pengolahan citra,

ekstraksi fitur, pelatihan serta pengujian. Tapi yang akan dianalisis adalah proses

pelatihan dan pengujian. Berikut ini adalah langkah-langkah dalam pelatihan dan

pengujian dalam contoh sederhana:

1. Inisialisasi vektor masukan

x_a1 = [1 1 -1 -1 -1 -1 -1 -1 -1 -1 -1 -1]

x_a2 = [-1 1 1 -1 -1 -1 -1 -1 -1 -1 -1 -1]

x_ka1 = [-1 -1 -1 1 1 -1 -1 -1 -1 -1 -1 -1]

x_ka2 = [-1 -1 -1 -1 1 1 -1 -1 -1 -1 -1 -1]

x_ba1 = [-1 -1 -1 -1 -1 -1 -1 1 1 -1 -1 -1]

x_ba2 = [-1 -1 -1 -1 -1 -1 -1 -1 1 1 -1 -1]

2. Inisialisasi vektor keluaran

y_a = [-1 -1 1]

y_ka = [-1 1 -1]

y_ba = [1 -1 -1]

3. Lakukan proses pelatihan dan hitung bobot

w_a = (x_a1T.y_a+ x_a2T.y_a)

w_ka = (x_ka1T .y_ka+ x_ka2T .y_ka)

w_ba = (x_ba1T .y_ba+ x_ba2T .y_ba)

=

= P

p

p T

p y

x w

(36)

x_a1T.y_a = w_a1 ⎣ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎡ 11

−1 −1 −1 −1 −1 −1 −1 −1 −1

−1⎦

⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎤

. [−1 −1 1] =

⎣ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢

⎡−1111 11

1 1 −1

1 1 −1

1 1 −1

1 1 −1

1 1 −1

1 1 −1

1 1 −1

1 1 −1

1 1 −1

1 1 −1⎦

⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎤

x_a2T.y_a = w_a2

⎣ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎡−11

1 −1 −1 −1 −1 −1 −1 −1 −1

−1⎦

⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎤

. [1 −1 1] =

⎣ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢

11 1111 −1 −1 1

1 1 −1

1 1 −1

1 1 −1

1 1 −1

1 1 −1

1 1 −1

1 1 −1

1 1 −1

1 1 −1⎦

⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎤

w_a = (x_a1T.y_a+ x_a2T.y_a)

⎣ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢

⎡−1111 11

1 1 −1

1 1 −1

1 1 −1

1 1 −1

1 1 −1

1 1 −1

1 1 −1

1 1 −1

1 1 −1

1 1 −1⎦

⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎤ + ⎣ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢

11 1111 −1 −1 1

1 1 −1

1 1 −1

1 1 −1

1 1 −1

1 1 −1

1 1 −1

1 1 −1

1 1 −1

1 1 −1⎦

⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎤ = ⎣ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢

02 02 02

0 0 0

2 2 −2

2 2 −2

2 2 −2

2 2 −2

2 2 −2

2 2 −2

2 2 −2

2 2 −2

2 2 −2⎦

(37)

x_ka1T.y_ka = w_ka1 ⎣ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎡−11

−1 1 1 −1 −1 −1 −1 −1 −1

−1⎦

⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎤

. [−1 1 −1] =

⎣ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢

⎡ 1111 11

1 −1 1

−1 1 −1

−1 1 −1

1 −1 1

1 −1 1

1 −1 1

1 −1 1

1 −1 1

1 −1 1

1 −1 1 ⎦

⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎤

x_ka2T.y_ka = w_ka2

⎣ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎡−11

−1 −1 1 1 −1 −1 −1 −1 −1

−1⎦

⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎤

. [1 1 −1] =

⎣ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢

⎡ 1111 11

1 −1 1

1 −1 1

−1 1 −1

−1 1 −1

1 −1 1

1 −1 1

1 −1 1

1 −1 1

1 −1 1

1 −1 1 ⎦

⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎤

w_ka = (x_ka1T.y_ka+ x_ka2T.y_ka)

⎣ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢

⎡ 1111 11

1 −1 1

−1 1 −1

−1 1 −1

1 −1 1

1 −1 1

1 −1 1

1 −1 1

1 −1 1

1 −1 1

1 −1 1 ⎦

⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎤ + ⎣ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢

⎡ 1111 11

1 −1 1

1 −1 1

−1 1 −1

−1 1 −1

1 −1 1

1 −1 1

1 −1 1

1 −1 1

1 −1 1

1 −1 1 ⎦

⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎤ = ⎣ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢

⎡ 2222 22

2 −2 2

−2 2 −2

−2 2 −2

2 −2 2

2 −2 2

2 −2 2

2 −2 2

2 −2 2

2 −2 2

2 −2 2 ⎦

(38)

x_ba1T.y_ba = w_ba1 ⎣ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎡−11

−1 −1 −1 −1 −1 1 1 −1 −1

−1⎦

⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎤

. [1 −1 −1] =

⎣ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢

⎡−11 1111 −1 1 −1

−1 1 −1

−1 1 −1

−1 1 −1

−1 1 −1

1 −1 1

1 −1 1

−1 1 −1

−1 1 −1

−1 1 −1⎦

⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎤

x_ba2T.y_ba = w_ba2

⎣ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎡−11

−1 −1 −1 −1 −1 −1 1 1 −1

−1⎦

⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎤

. [1 1 −1] =

⎣ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢

⎡−11 11 11 −1 1 1

−1 1 1

−1 1 1

−1 1 1

−1 1 1

−1 1 1

1 −1 −1

1 −1 −1

−1 1 1

−1 1 1 ⎦

⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎤

w_ba = (x_ba1T.y_ba+ x_ba2T.y_ba)

⎣ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢

⎡−11 1111 −1 1 −1

−1 1 −1

−1 1 −1

−1 1 −1

−1 1 −1

1 −1 1

1 −1 1

−1 1 −1

−1 1 −1

−1 1 −1⎦

⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎤ + ⎣ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢

⎡−11 11 11 −1 1 1

−1 1 1

−1 1 1

−1 1 1

−1 1 1

−1 1 1

1 −1 −1

1 −1 −1

−1 1 1

−1 1 1 ⎦

⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎤ = ⎣ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢

⎡−22 22 22 −2 2 2

−2 2 2

−2 2 2

−2 2 2

−2 2 2

2 −2 −2

2 −2 −2

−2 2 2

−2 2 2

−2 2 2 ⎦

(39)

wtotal = w_a+w_ka+w_ba ⎣ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢

02 02 02

0 0 0

2 2 −2

2 2 −2

2 2 −2

2 2 −2

2 2 −2

2 2 −2

2 2 −2

2 2 −2

2 2 −2⎦

⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎤ + ⎣ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢

⎡ 2222 22

2 −2 2

−2 2 −2

−2 2 −2

2 −2 2

2 −2 2

2 −2 2

2 −2 2

2 −2 2

2 −2 2

2 −2 2 ⎦

⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎤ + ⎣ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢

⎡−22 22 22 −2 2 2

−2 2 2

−2 2 2

−2 2 2

−2 2 2

2 −2 −2

2 −2 −2

−2 2 2

−2 2 2

−2 2 2 ⎦

⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎤ = ⎣ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢

02 02 46

0 0 4

−2 6 −2

−2 6 −2

2 2 2

2 2 2

6 −2 −2

6 −2 −2

2 2 2

2 2 2

2 2 2 ⎦

⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎤

4. Lakukan proses pengujian citra dengan bobot yang telah didapatkan

Fungsi aktivasi pada sistem ini berbeda dengan fungsi aktivasi pada umumnya.

Nilai diubah jadi “1” apabila elemen pada vektor hasilnya adalah yang paling

positif, sedangkan nilai yang diubah jadi “-1” adalah sisanya.

x_a1.w = y_a

[1 1 -1 -1 -1 -1 -1 -1 -1 -1 -1 -1] .

⎣ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢

02 02 46

0 0 4

−2 6 −2

−2 6 −2

2 2 2

2 2 2

6 −2 −2

6 −2 −2

2 2 2

2 2 2

2 2 2 ⎦

⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎤

(40)

[-20 -20 4] berarti akan berubah menjadi [-1 -1 1] yang merupakan y_a. Berarti

x_a1 berhasil dikenali

x_a2.w = y_a

[-1 1 1 -1 -1 -1 -1 -1 -1 -1 -1 -1] .

⎣ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢

02 02 46

0 0 4

−2 6 −2

−2 6 −2

2 2 2

2 2 2

6 −2 −2

6 −2 −2

2 2 2

2 2 2

2 2 2 ⎦

⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎤

= [-20 -20 4]

[-20 -20 4] berarti akan berubah menjadi [-1 -1 1] yang merupakan y_a. Berarti

x_a2 berhasil dikenali

x_ka1.w = y_ka

[-1 -1 -1 1 1 -1 -1 -1 -1 -1 -1 -1] .

⎣ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢

02 02 46

0 0 4

−2 6 −2

−2 6 −2

2 2 2

2 2 2

6 −2 −2

6 −2 −2

2 2 2

2 2 2

2 2 2 ⎦

⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎤

= [-24 8 -24]

[-24 8 -24] berarti akan berubah menjadi [-1 1 -1] yang merupakan y_ka.

Berarti x_ka1 berhasil dikenali

x_ka2.w = y_ka

[-1 -1 -1 -1 1 1 -1 -1 -1 -1 -1 -1] .

⎣ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢

02 02 46

0 0 4

−2 6 −2

−2 6 −2

2 2 2

2 2 2

6 −2 −2

6 −2 −2

2 2 2

2 2 2

2 2 2 ⎦

⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎤

(41)

[-16 0 -16] berarti akan berubah menjadi [-1 1 -1] yang merupakan y_ka.

Berarti x_ka2 berhasil dikenali

x_ba1.w = y_ba

[-1 -1 -1 -1 -1 -1 -1 1 1 -1 -1 -1] .

⎣ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢

02 02 46

0 0 4

−2 6 −2

−2 6 −2

2 2 2

2 2 2

6 −2 −2

6 −2 −2

2 2 2

2 2 2

2 2 2 ⎦

⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎤

= [8 -24 -24]

[8 -24 -24] berarti akan berubah menjadi [1 -1 -1] yang merupakan y_ba.

Berarti x_ba1 berhasil dikenali

x_a1.w = y_a

[-1 -1 -1 -1 -1 -1 -1 -1 1 1 -1 -1] .

⎣ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢

02 02 46

0 0 4

−2 6 −2

−2 6 −2

2 2 2

2 2 2

6 −2 −2

6 −2 −2

2 2 2

2 2 2

2 2 2 ⎦

⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎤

= [0 -16 16]

[0 -16 -16] berarti akan berubah menjadi [1 -1 -1] yang merupakan y_ba.

Berarti x_ba2 berhasil dikenali

Dalam penelitian ini, dilakukan modifikasi pada fungsi aktivasinya. Fungsi

aktivasi yang umum digunakan pada hetero-association yaitu:

Ini dikarenakan tipe hetero-associative memiliki kapasitas memori yang

sangat sedikit sehingga menyebabkan hetero-associative sangat sulit dalam

mempelajari dan mengenali pola dalam jumlah yang banyak(Rojas,1996). Pada

(42)

penelitian ini digunakan 620 sampel untuk pelatihan. Melihat kondisi tersebut, maka

perlu penyesuaian dalam fungsi aktivasinya. Bila diamati, semua nilai hasil perkalian

vektor input dan bobot bernilai <-10.000 ,sehingga dengan fungsi aktivasi biasa,

semua nilai itu akan diubah menjadi “-1” dan menyebabkan gagal dalam pengenalan.

Namun dari semua nilai itu terdapat satu nilai yang paling positif. Oleh karena itu,

fungsi aktivasi diubah menjadi: apabila terdapat nilai yang paling positif atau paling

maksimal di antara elemen lainnya maka nilai itu akan diubah menjadi “+1” dan

sisanya nilai dibawah nilai maksimum tersebut diubah menjadi “-1”. Ini membuat

kapasitas memori menjadi meningkat dikarenakan proses aktivasi hanya berfokus

pada 1 elemen saja pada vektor output.. Fungsi aktivasi yang telah dimodifikasi

tersebut adalah sebagai berikut :

3.2 Pemodelan

3.2.1 Pemodelan Sistem

Sistem ini menggunakan metode jaringan saraf tiruan associative memory tipe

hetero-association. Untuk mengambil nilai masukan dari citra aksara Karo, maka terlebih

dahulu citra diproses dengan metode pengolahan citra. Nilai yang dihasilkan dari

proses itu akan menjadi masukan pada proses pelatihan jaringan saraf tiruan. Pada

proses pelatihan nilai citra aksara Karo dalam bentuk biner akan diasosiasikan dengan

nilai dari pasangannya. Pasangan yang dimaksud disini adalah karakter abjad dari

aksara Karo tersebut. Proses asosiasi dilakukan dengan cara melakukan perkalian

antar dua vektor yang akan menghasilkan sebuah bobot. Untuk itu nilai citra dari

aksara Karo harus diubah ke dalam bentuk vektor, karena nilai citra yang dihasilkan

saat pengolahan citra berada dalam bentuk matriks. Bobot yang dihasilkan dari proses

asosiasi ini akan disimpan dan digunakan sebagai nilai untuk menguji pola yang akan

dikenali oleh sistem. Nilai citra dari aksara Karo yang akan diuji akan dikalikan

dengan bobot yang dihasilkan sebelumnya. Untuk sampel yang lebih dari satu, maka

bobot yang dihasilkan dari masing-masing sampel akan diakumulasikan menjadi satu

bobot. Bobot akan disimpan pada database.

   

< −

= =

) max( 1

) max( 1

) (

y y

if

y y

if y

S

(43)

User

Pengujian Pelatihan

Kontrol Proses

Pra Pengolahan Citra

Perkalian Vektor Aksara dengan Vektor Abjad

Pra Pengolahan Citra

Perkalian Vektor Aksara dengan Matriks Bobot «uses»

«uses»

«uses»

«uses» «uses»

Sistem

«uses» «uses»

Hitung Akurasi 3.2.1.1 Perancangan Unified Modelling Language (UML)

3.2.1.1.1 Use Case Diagram

Use case adalah deskripsi fungsi dari sebuah sistem dari perspektif pengguna. Use

case mendeskripsikan tipikal interaksi antara user (pengguna) sebuah sistem dengan

sistemnya sendiri melalui sebuah cerita bagaimana sebuah sistem dipakai. Use case

adalah alat bantu terbaik untuk menjelaskan kepada pengguna untuk menjelaskan

sebuah sistem. Diagram use case menunjukkan 3 aspek dari sistem yaitu: actor, use

case, dan system/sub system boundary. Stereotype adalah sebuah model khusus yang

terbatas untuk kondisi tertentu. Untuk menunjukkan stereotype digunakan simbol”<<”

diawalnya dan ditutup ">>” diakhirnya. <<extends>> digunakan untuk menunjukkan

bahwa satu use case merupakan tambahan fungsional dari use case lain jika kondisi

atau syarat tertentu yang terpenuhi. Sedangkan <<include>> digunakan untuk

menggambarkan bahwa suatu use case seluruhnya merupakan fungsionalitas dari use

case lainnya. Gambaran use case diagram untuk sistem yang akan dibangun dapat

[image:43.595.125.470.433.735.2]

dilihat pada Gambar 3.1

(44)

User mempunyai kontrol untuk melakukan beberapa fungsi yang diinginkan,

yaitu pelatihan dan pengujian. Pada pelatihan terjadi beberapa fungsi yaitu pengolahan

citra aksara Karo yaitu pengubahan citra RGB ke dalam citra biner, pengambilan nilai

dengan ektraks fitur, serta perkalian vektor aksara Karo dengan vektor abjad dari

aksara Karo tersebut. Pada pengujian fungsi yang ada yaitu pengolahan citra,

perkalian vektor aksara Karo serta penghitungan persentase akurasi saat pengujian.

Dokumentasi naratif use case pelatihan dan pengujian dapat dilihat pada Tabel 3.1.

[image:44.595.132.504.282.757.2]

dan Tabel 3.2.

Tabel 3.1 Dokumentasi Naratif Use Case Pelatihan Sistem

Nama Use case Pelatihan Sistem

Aktor Programmer dan user

Deskripsi Use case ini mendeskripsikan proses pelatihan sistem

Prakondisi Sudah masuk dalam tampilan antarmuka Pelatihan

Bidang khas

Kegiatan user Respon system

1. Masukkan nama aksara yang akan dilatih pada field text

2. Tekan tombol ubah ukuran

3. Tekan tombol binerisasi dan fitur ekstraksi

4.Tekan tombol latih

5. Tekan tombol reset bobot

1. Sistem menampilkan citra aksara dalam bentuk .jpeg

2.Sistem mengubah ukuran citra aksara yang telah

ditampilkan

3.Sistem mengubah citra aksara menjadi citra biner dan mengambil dan menyimpan nilai ekstraksinya

4.Sistem melatih citra dan menyimpan bobot

5.Sistem mengubah bobot menjad nol

Bidang Alternatif

1. Tekan tombol Keluar 1. Sistem menampilkan form utama

(45)
[image:45.595.140.494.96.514.2]

Tabel 3.2 Dokumentasi Naratif Use Case Pengujian Sistem

Nama Use case Pengujian Citra

Aktor User

Deskripsi Use case ini mendeskripsikan proses pengujian citra

Prakondisi Sudah masuk dalam tampilan antarmuka pengujian

Bidang khas

Kegiatan user Respon system 1. Tekan tombol buka 1. Sistem

menampilkan antarmuka pengambilan gambar

2. Pilih citra aksara yang akan dikenali

2. Sistem

menampilkan citra aksara pada axes

3. Tekan tombol uji 3. Sistem melakukan proses pengujian dan pengenalan serta

memberikan hasil nama citra

<

Gambar

Gambar 3.1. Use Case Diagram Sistem
Tabel 3.1 Dokumentasi Naratif Use Case Pelatihan Sistem
Tabel 3.2 Dokumentasi Naratif Use Case Pengujian Sistem
Gambar 3.2. Activity Diagram Pelatihan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pengenalan pola telapak tangan ini akan dilakukan dengan menggunakan metode Bidirectional Associative Memory dalam jaringan syaraf tiruan. Dalam Bidirectional Associative Memory

Tabel 3.1 Dakumentasi Naratif Use Case Pelatihan Sistem 27 Tabel 3.2 Dakumentasi Naratif Use Case Pengujian Sistem 28 Tabel 4.1 Hasil Pengujian Citra Yang Dilatih 55 Tabel

Pengenalan pola telapak tangan ini akan dilakukan dengan menggunakan metode Bidirectional Associative Memory dalam jaringan syaraf tiruan.. Dalam Bidirectional Associative Memory

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus, yang telah memberikan berkat dan kasih-Nya, serta segala sesuatu dalam hidup, sehingga penulis dapat