• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Jaringan Saraf Tiruan - Implementasi Jaringan Saraf Tiruan Untuk Pengenalan Pola Dan Penerjemah Aksara Karo Dengan Metode Associative Memory Tipe Hetero-Association

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Jaringan Saraf Tiruan - Implementasi Jaringan Saraf Tiruan Untuk Pengenalan Pola Dan Penerjemah Aksara Karo Dengan Metode Associative Memory Tipe Hetero-Association"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1. Jaringan Saraf Tiruan

Jaringan saraf tiruan bisa dibayangkan seperti otak buatan di dalam cerita-cerita fiksi ilmiah. Otak buatan ini dapat berpikir seperti manusia, dan juga sepandai manusia dalam menyimpulkan sesuatu dari potongan-potongan informasi yang diterima. Khayalan manusia tersebut mendorong para peneliti untuk mewujudkannya. Komputer diusahakan agar bisa berpikir sama seperti cara berpikir manusia. Caranya adalah dengan melakukan peniruan terhadap aktivitas-aktivitas yang terjadi di dalam sebuah jaringan saraf biologi.

Ketika manusia berpikir, aktivitas-aktivitas yang terjadi adalah aktivitas mengingat, memahami, menyimpan, dan memanggil kembali apa yang pernah dipelajari oleh otak. Salah satu contoh pengambilan ide dari jaringan saraf biologis adalah adanya elemen-elemen pemrosesan pada jaringan saraf tiruan yang saling terhubung dan beroperasi secara parallel. Ini meniru jaringan saraf biologis yang tersusun dari sel-sel saraf (neuron). Cara kerja dari elemen-elemen pemrosesan jaringan saraf tiruan juga sama seperti cara neuron meng-encode informasi yang diterimanya.

Jaringan saraf tiruan “tidak diprogram”untuk menghasilkan keluaran tertentu. Semua keluaran atau kesimpulan yang ditarik oleh jaringan didasarkan pengalamannya selama mengikuti proses pembelajaran. Pada proses pembelajaran, ke dalam jaringan saraf tiruan dimasukkan pola-pola masukan (dan keluaran) lalu jaringan akan diajari untuk memberikan jawaban yang bisa diterima(Puspitaningrum, 2006).

(2)

ataupun masalah stokastik. Sebuah algoritma yang konvensional akan menggunakan himpunan persamaan yang kompleks dan hanya cocok untuk masalah yang diiberikan saja. Jaringan saraf tiruan memiliki (a) kemampuan komputasi dan algoritma yang sangat sederhana (b) kemampuan untuk mengorganisir dirinya (self-organizing feature) yang memampukannya untuk mengatasi cakupan masalah yang luas(Rojas, 1996).

JST dibentuk sebagai generalisasi model matematika dari jaringan saraf biologis manusia, dengan asumsi bahwa:

• Pemrosesan informasi terjadi pada banyak elemen sederhana (neuron).

• Sinyal dikirimkan di antara neuron-neuron melalui penghubung-penghubung. • Penghubung antar neuron memiliki bobot yang akan memperkuat atau

memperlemah sinyal.

• Untuk menentukan keluaran, Setiap neuron menggunakan fungsi aktivasi (biasanya bukan fungsi linier) yang dikenakan pada jumlahan masukan yang diterima. Besarnya keluaran ini selanjutnya dibandingkan dengan suatu batas ambang.

JST ditentukan oleh 3 hal :

a. Pola hubungan antar neuron (disebut arsitektur jaringan)

b. Metode untuk menentukan bobot penghubung (disebut metode

training/learning/algoritma) c. Fungsi aktivasi

w1

w2

w3

Gambar 2.1. Neuron dalam jaringan saraf tiruan

Pada Gambar 2.1. Y menerima masukan dari neuron x1,x2, dan x3, dengan bobot hubungan masing-masing adalah w1, w2, dan w3. Ketiga impuls neuron yang ada dijumlahkan seperti dapat dilihat pada persamaan (2.1):

X1

X2 Y

(3)

X1

Xn

Xi

Ym

Yj

Y1

W11

W1m W1j

Wi1

Wij

Wim

Wn1 Wnj

Wnm

Lapisan Output Lapisan Input

Net = x1w1 + x2w2 + x3w3...(2.1)

Keterangan:

- Net = total semua perkalian nilai input dengan bobot - x = input

- w = bobot

Besarnya impuls yang diterima oleh Y mengikuti fungsi aktivasi y = f(net). Apabila nilai fungsi aktivasi cukup kuat, maka sinyal akan diteruskan. Nilai fungsi aktivasi (keluaran model jaringan) juga dapat dipakai sebagai dasar untuk merubah bobot(Siang, 2004).

2.1.1. Arsitektur Jaringan Saraf Tiruan

Jaringan saraf tiruan dibagi dalam 3 macam arsitektur,yaitu: a. Jaringan lapis tunggal

Jaringan yang memiliki arsitektur jenis ini hanya memiliki satu buah lapisan bobot terkoneksi. Jaringan lapisan-tunggal terdiri dari unit-unit masukan yang menerima sinyal dari dunia luar, dan unit-unit keluaran dimana kita bisa membaca respons dari jaringan saraf tiruan tersebut. Pada Gambar 2.2. jelas terlihat bahwa unit masukan sepenuhnya terkoneksi dengan unit keluaran, sedangkan unit masukan dengan masing-masing unit masukan tidak terkoneksi demikian juga di antara unit keluaran dengan unit keluaran yang lain tidak terkoneksi.

Gambar 2.2. Jaringan Lapis Tunggal

(4)

A1

Ai

A

Aj

-∈

-∈

-∈

-∈ -∈

-∈ X1

Xn

Xi

Zp

Zj

Z1

V11

V1p V1j

Vi1

Vij

Vip

Vn1 Vnj

Vnp

Lapisan Output Lapisan Input

Ym

Yk

Y1

W11

W1k

W1m

Wj1 W jk

Wjm

Wp1 Wpk

Wpm

Lapisan Tersembunyi

Merupakan jaringan dengan satu atau lebih lapisan tersembunyi (hidden layer). Jaringan multi lapis ini memiliki kemampuan lebih dalam memecahkan masalah bila dibandingkan dengan jaringan lapis tunggal, namun pelatihannya mungkin lebih rumit. Pada beberapa kasus, pelatihan pada jaringan ini lebih baik karena memungkinkan bagi jaringan untuk memecahkan masalah yang tidak dapat diselesaikan jaringan berlapis tunggal karena jaringan tidak bisa dilatih untuk menampilkan secara benar. Jaringan ini dapat dilihat pada Gambar 2.3.

Gambar 2.3. Jaringan Multi Lapis

c. Jaringan kompetitif

Bentuk lapisan kompetitif merupakan jaringan saraf tiruan yang sangat besar. Interkoneksi antarneuron pada lapisan ini tidak ditunjukkan pada arsitektur seperti jaringan yang lain. Pada jaringan ini sekumpulan neuron bersaing untuk mendapatkan hak menjadi aktif atau sering pula disebut dengan prinsip winner takes all atau yang menanglah yang mengambil semua bagiannya(Puspitaningrum, 2006).

Gambar 2.4. Jaringan Kompetitif

(5)

Jaringan saraf tiruan menawarkan kemampuan sebagai berikut:

1. Nonlinearity. Sebuah neuron buatan bisa saja linier dan tidak linier. Jaringan saraf tiruan yang terdiri dari interkoneksi neuron yang nonlinier yang membuat jaringan saraf itu nonlinier. Ketidaklinieran adalah sifat yang sangat penting secara khusus jika mekanisme fisik yang berperan untuk membangkitkan sinyal input bersifat nonlinier.

2. Input-output mapping. Sebuah paradigma popular dari pembelajaran disebut learning with a teacher (belajar dengan guru) atau supervised learning (pembelajaran terbimbing) yang melibatkan modifikasi bobot sinapsis jaringan saraf tiruan dengan mengaplikasikan kumpulan sampel

training. Setiap contoh terdiri dari sebuah input sinyal yang sangat unik dan respon yang diinginkan. Jaringan direpresentasikan dengan sebuah contoh yang diambil secara acak, dan bobot sinapsis (parameter bebas) dari jaringan, dimodifikasikan untuk meminimalisasi perbedaan antara hasil yang diinginkan dengan hasil yang sebenarnya yang dihasilkan oleh jaringan dengan sinyal input sesuai dengan kriteria statistika. Pelatihan jaringan diulangi sampai mencapai kondisi dimana tidak ada perubahan yang signifikan pada bobot sinapsis.

(6)

4. Evidential Response. Dalam konteks klasifikasi pola, jaringan saraf dapat dirancang untuk memberikan informasi tidak hanya tentang pola yang khusus, tetapi juga kepercayaan (confidence) tentang keputusan yang dibuat. Informasi yang terakhir ini dapat digunakan untuk menolak pola ambigu, dengan demikian meningkatkan kinerja klasifikasi jaringan.

5. Contextual Information. Pengetahuan direpresentasikan oleh struktur dan aktivasi dari jaringan saraf. Setiap neuron dalam jaringan berpotensi dipengaruhi oleh aktivitas global semua neuron lain dalam jaringan. Akibatnya, informasi kontekstual ditangani secara alami oleh jaringan saraf.

6. Fault Tolerance. Jaringan saraf yang diimplementasikan pada bentuk

hardware, memiliki potensi untuk bersifat fault tolerant (toleran terhadap kesalahan), dalam arti bahwa kinerjanya menurun dalam kondisi operasi buruk. Contohnya, jika neuron atau link penghubung rusak, pemanggilan pola yang tersimpan akan terganggu kualitasnya. Berhubungan denga sifat distribusi informasi yang tersimpan dalam jaringan, kerusakan harus segera diperbaiki sebelum respon keseluruhan jaringan menurun secara drastis. Pada prinsipnya, sebuah jaringan saraf menunjukkan penurunan dalam kinerjanya. Ada beberapa bukti empiris untuk komputasi yang kuat, tetapi biasanya hal ini tidak terkendali. Untuk memastikan bahwa jaringan saraf toleran terhadap kesalahan, mungkin perlu untuk membuat pengukuran kolektif dalam merancang algoritma yang digunakan untuk melatih jaringan.

7. VLSI Implementability. Sifat dasar dari jaringan saraf tiruan yang parallel membuatnya berpotensi untuk mengkomputasikan tugas-tugas tertentu dengan cepat. Fitur yang sama ini membuat jaringan saraf tiruan tepat pada implementasi penggunaan teknologi VLSI (Very Large Scale Integrated).

Salah satu manfaat dari VLSI adalah menyediakan sebuah cara untuk mendapatkan sebuah tingkah laku yang kompleks dalam sebuah kebiasaan yang hirarki.

(7)

jaringan saraf tiruan. Fitur ini memanifestasikan dirinya dengan cara yang berbeda:

a. Neuron, antara satu dengan yang lain, merepresentasikan sebuah bahan yang sama terhadap semua jaringan saraf tiruan.

b. Keadaan yang sama ini membuat jaringan saraf tiruan mungkin untuk berbagi teori dan algoritma pembelajaran dalam aplikasi yang berbeda. c. Jaringan modular dapat dibangun melalui integrasi tanpa hubungan

pada modul-modul.

9. Neurobiological Analogy. Rancangan jaringan saraf tiruan dianalogikan dengan otak manusia, yang merupakan bukti nyata bahwa toleransi terhadap kesalahan pada pemrosesan parallel tidak hanya mungkin tetapi juga cepat dan kuat(Nainggolan, 2011).

2.2.Pengenalan Pola

Secara umum teknik pengenalan pola bertujuan untuk mengklasifikasikan dan mendeskripsikan pola atau objek kompleks melalui pengukuran sifat-sifat atau ciri-ciri objek bersangkutan.

Pola adalah entitas yang terdefinisi dan dapat diberi suatu identifikasi atau nama, seperti gelombang suara, sidik jari, raut wajah, dan lain sebagainya. Suatu sistem pengenalan pola melakukan akuisisi data melalui sejumlah alat pengindera atau sensor, mengatur bentuk representasi data, serta melakukan proses analisis dan klasifikasi data. Data bisa berbentuk gambar seperti pada klasifikasi sel darah putih menggunakan citra makroskopis. Data juga dapat berbentuk berbentuk sinyal satu dimensi menurut perubahan waktu, misalnya untuk identifikasi seorang pembicara berdasarkan suaranya, maka digunakan pola hasil transformasi gelombang suara dari orang tersebut.

(8)

dilakukan melalui penentuan primitif yang dapat menggambarkan objek bersangkutan dan penyusunan tata bahasanya. Selanjutnya kalau pada pendekatan statistik proses pengelompokan polanya dilakukan melalui proses estimasi dan klasifikasi, pada pendekatan sintaktik dilakukan melalui proses inferensi dan deskripsi. Secara intuitif, pendekatan sintaktik lebih menarik, karena lebih dekat dengan strategi pengenalan yang dilakukan manusia. Akan tetapi dalam penetapannya lebih sulit dibandingkan dengan pendekatan statistik, terutama dalam penentuan primitif serta penentuan hubungan strukturalnya diantara primitif. Di lain pihak pendekatan statistik dapat lebih diterima karena menggunakan dasar-dasar yang lebih mapan, yaitu teori keputusan berdasarkan statistik. Model pengenalan pola dari pendekatan statistik dapat dilihat pada Gambar 2.5.(Murni, 1992)

Gambar 2.5. Model pengenalan pola dengan pendekatan statistik

2.2.1. Proses Pra Pengolahan

Proses awal yang dilakukan untuk memperbaiki kualitas citra (edge enhancement)

menggunakan teknik-teknik pengolahan citra.

2.2.2. Ekstraksi Fitur

Proses mengambil ciri-ciri yang terdapat pada objek dalam citra. Pada proses ini objek dalam citra dapat dideteksi bagian tepinya, lalu dihitung properti-properti objek

Pola Sampel Fase Latihan

Fase Pengenalan

Pola Proses Pra-pengolahan

Ektraksi Ciri Klasifikasi Citra

(9)

yang berkaitan sebagai ciri. Beberapa ekstraksi fitur mungkin perlu mengubah citra masukan sebagai citra biner, melakukan penipisan pola, dan sebagainya. Ekstraksi fitur yang digunakan pada penelitian ini adalah Diagonal Based Feature Extraction.

2.2.3. Klasifikasi dan Segmentasi

Klasifikasi adalah proses mengelompokkan objek ke dalam kelas yang sesuai. Proses klasifikasi citra dilakukan dengan memasukkan setiap piksel citra tersebut ke dalam suatu kategori objek yang sudah diketahui.

Segmentasi adalah proses membagi suatu citra menjadi wilayah-wilayah yang homogen berdasarkan kriteria keserupaan yang tertentu antara tingkat keabuan suatu piksel dengan tingkat keabuan piksel-piksel tetangganya.

2.2.4. Seleksi Ciri

Proses memilih ciri pada suatu objek agar diperoleh ciri yang optimum, yaitu ciri yang dapat digunakan untuk membedakan suatu objek dengan objek yang lainnya.

2.2.5. Latihan

Proses belajar membuat aturan klasifikasi sehingga jumlah kelas yang tumpang tindih dibuat sekecil mungkin(Sitorus, 2006).

2.3. Pengenalan Pola Asosiatif

Tujuan dari pengenalan pola ini adalah untuk mengasosiasikan vektor masukan yang diketahui dengan vektor keluaran yang diberikan. Masukan vektor yang mengalami gangguan (noise)(Rojas, 1996). Associative memory terdiri dari dua jenis pengenalan pola, yaitu:

(10)

k-dimensional. Ini diperoleh dari algoritma pembelajaran, namun akan menjadi sangat sulit ketika jumlah m vector yang akan dipelajari terlalu besar(Rojas, 1996).

Contoh:

Pasangan pola biner x:y di mana |x| = 4 dan |y| = 2. Total bobot input ke

neuron output : ...(2.2) Keterangan: j,k = 1,2,3...

Fungsi aktivasi:

Bobot dihitung dengan aturan Hebbian (jumlah outer products semua pasangan training) ...(2.3)

Perhitungan bobot:

Proses Recall:

Recall dikatakan benar apabila S(y) yang dihasilkan setelah diubah dengan fungsi aktivasi, sama dengan target yang ditentukan dari awal.

(11)

Recall Y1, Recall benar.

x = (0 1 1 0) (tidak memiliki kemiripan sama sekali dengan masukan

training yang ada)

x = (0 1 0 0) (memiliki kemiripan dengan i1 dan i2)

(Peng, 1995)

b. Autoassociative networks adalah subset yang istimewa dari jaringan

hetero-associative, dimana setiap vektor diasosiasikan dengan vektor itu sendiri, misalnya: yi=xi untuk i = 1,…,m. Fungsi dari jaringan ini adalah untuk memperbaiki masukan vektor yang mengalami kerusakan(Rojas, 1996).

Contoh:

Hampir sama dengan jaringan hetero-associative,kecuali xp =yp untuk

semua p=1,…,P. Sebuah pola tunggal i = (1,1,1,-1) (bobot dihitung dengan aturan Hebbian – outer product.

Proses Recall:

(12)

2.4. Citra

Citra adalah suatu representasi (gambaran), kemiripan, atau imitasi dari suatu objek. Citra analog adalah citra yang bersifat kontinu, seperti pada gambar pada monitor televisi, foto sinar-X, foto yang tercetak di kertas foto, lukisan, pemandangan alam, hasil CT-Scan, gambar-gambar yang terekam pada pita kaset, dan lain sebagainya. Citra analog tidak dapat dipresentasikan dalam komputer sehingga tidak bisa diproses di komputer secara langsung. Oleh sebab itu, agar citra ini dapat diproses di komputer, proses konversi analog ke digital harus dilakukan terlebih dahulu. Citra digital adalah citra yang dapat diolah oleh komputer. Monitor akan menampilkan kotak-kotak kecil . Namun yang disimpan dalam memori hanyalah angka-angka yang menunjukkan besar intensitas pada masing-masing pixel tersebut(Sutoyo, 2009).

Format Joint Photographers Experts Group (JPEG) suatu jenis format citra yang umumnya digunakan untuk menampilkan foto dan gambar dalam html, www atau layanan online yang lain. Format JPEG mendukung pewarnaan CMYK, RGB, dan grayscale. JPEG menggunakan format 24-bit dan oleh sebab itu informasi semua warna dalam gambar RGB dipertahankan tetapi kompresi ukuran secara selektif menghilangkan data awal warna persepsi manusia. Jika suatu kompresi dilakukan dengan level tinggi, maka kualitas gambar akan kurang baik, sebaliknya jika kompresi dilakukan dengan level rendah, maka kualitas gambar akan semakin tinggi(Parekh, 2006).

2.5. Aksara Karo

Aksara Karo adalah kumpulan tanda-tanda (karakter/simbol-simbol) utuk menyatakan sesuatu, yang pemakaiannya dimengerti dan disepakati, yakni oleh masyarakat Karo itu sendiri. Aksara Karo merupakan aksara milik masyarakat (etnis) Karo atau dengan kata lain, tulisan yang tumbuh dan berkembang di masyarakat (etnis) Karo serta tersebar luas, dipergunakan dan diajarkan (awalnya dengan bahasa pengantar, cakap Karo) di ruang lingkup Karo yang dulunya meliputi pesisir timur di Sumatera(Oostkust van Sumatera) bagian utara dan dataran tinggi Karo yang terbentang luas diatas pegunungan Bukit Barisan.

(13)

kesamaan penulisan, namun tidak semuanya sama. Aksara Karo yang merupakan varian surat Batak merupakan bagian rumpun tulisan Brahmi (India). Sebagian besar sistem tulisan yang ada di Afrika, Eropa, dan Asia berasal dari satu sumber, yakni aksara Semit Kuno yang menjadi nenek moyang tulisan-tulisan Asia (Arab, Ibrani dan India) maupun Eropa (Latin, Yunani dan lainnya).

Tidak banyak literatur-literatur kuno yang dapat mendukung kapan Aksara Karo itu mulai eksis (dipergunakan secara luas di wilayah Karo), namun ada beberapa syair cinta, ramalan (katika), puisi, turi-turin (cerita), mangmang/tabas (mantra), kitab ketabib-pan, ratapan/rintihan (bilang-bilang), kitab mayan (beladiri), serta cerita sejarah adanya interaksi berupa surat-menyurat antara kerajaan Haru (Karo) dengan kerajaan-kerajaan lainnya, seperti: Johor, Malaka, Portugis, dan Aceh (walau tidak dijelaskan bahasa dan aksara apa yang dipergunakan) yang ditemukan. Selain itu aksara Karo juga dipakai sebagai media serta instrumen pengnatar ilmu pengetahuan, adat istiadat, seni, surat tenah kerja (undangan), juga ragam hias pada rumah adat dan alat-alat musik tradisional, serta bahan pembelajaran (muatan lokal).

Cara penulisan perlu dilengkapi dengan anak huruf seperti o= ketolongen, x= sikurun, ketelengen dan pemantek. Ini dikarenakan setiap karakter pada Aksara Karo selalu berakhiran dengan huruf vokal a, sehingga bila ingin mengubah huruf vokalnya, perlu adanya anak huruf. Pada Gambar 2.6. dapat dilihat bentuk dari aksara karo.

(14)

2.6 Tinjauan Penelitian Yang Berhubungan

Banyak penelitian tentang pengenalan pola yang menggunakan metode dan objek yang berbeda.

Penelitian Nurmila,dkk. Tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk menemukan karakteristik training dari jaringan saraf bacpropagation dari setiap sampel. Penelitian ini juga memberikan akurasi pengenalan pola karakter aksara jawa dengan menggunakan jaringan saraf back propagation.(Nurmila,2007)

Penelitian Adfriyansah. Permasalahan pada penelitian ini adalah bagaimana mengenali karakter pada plat nomor kendaraan yang kondisi cacat. Pada skripsi ini dijelaskan bagaimana pengenalan karakter pada plat kendaraan dilakukan dengan menggunakan jaringan saraf tiruan back propagation, dimana pengenalan akan melalui tahapan pemrosesan citra untuk mendapatkan data input, tahap segmentasi dan pengenalan karakter.(Adfriyansah,2012)

Gambar

Gambar 2.1. Neuron dalam  jaringan saraf tiruan
Gambar 2.2. Jaringan Lapis Tunggal
Gambar 2.4. Jaringan Kompetitif
Gambar 2.5. Model pengenalan pola dengan pendekatan statistik

Referensi

Dokumen terkait

Sesuai dengan hasil observasi peneliti di lokasi penelitian, maka peneliti melihat bah- wa unsur pimpinan SKPD dalam hal ini Kepala Badan Perencanaan Pembangunan

Klik tombol Isi Formulir (arah panah kuning) untuk mengisi nilai dari setiap pertanyaan. Pada saat pertama kali mengisi, formulir dalam keadaan kosong atau tidak terisi. Pada

90 persen dari peserta pelatihan menyebutkan bahwa kegiatan pelatihan sesuai dengan kebutuhan mereka, 92 persen menyebutkan bahwa mereka sangat senang dapat

The difference (∆) of PASI score, Trozak score, and K6 expression of psoriasis patients in Cipto Mangunkusumo Hospital before and after 1% C. xanthorrhiza ointment and

Bagian ini bermanfaat untuk mengaktifkan beberapa fungsi yang diperlukan dari paket tertentu, namun paket tersebut tidak bisa dipanggil secara keseluruhan karena

sebagian besar berada pada kelompok yang mempunyai pengasilan sedang yaitu 25 orang (78,1%). Hasil perhitungan statistik menggunakan uji Chi square di peroleh p- value

Penelitian ini didasarkan pada bagaimanakah cara mengatasi kenakalan anak dengan pola yang benar, efektif, efisien, dan tidak mempengaruhi perkembangan psikologis anak,

Sistem informasi yang memanfaatkan teknologi komputer juga diterapkan dalam proses akuntansi, yang disebut dengan Sistem Informasi Akuntansi (SIA) berbasis teknologi