FENNY AGUSTINA
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis “Kajian Formulasi dan Isotermik Sorpsi Air Bubur Jagung Instan” adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan penulis lain telah disebutkan dalam teks dan tercantum dalam Daftar Pustaka di bagian akhir dari tesis ini.
Bogor, Juli 2008
FENNY AGUSTINA. Study of Formulation and Water Sorption Isothermic of Instant Corn Porrigde. Supervised by Dr. Ir. SUGIYONO, M.App.Sc and Dr. Ir. BAMBANG HARYANTO, M.Si.
The objectives of the research were to find the best formulation of instant corn porrigde and to study the water sorption isothermic of the product to predict its shelf life. The material used was corn (Zea mays L.) var Pioneer 11. This research consisted of dry instant corn grits production, instant corn flour production and instant corn porridge formulation. Product analyses were physical analyses (yield, bulk density, porosity, rehydration, sorption and volume swelling, viscosity, wettability and colours), chemical analyses (moisture content, ash content, protein content, carbohydrate content, fat content, and calorie value), sensory evaluation (hedonic), and water sorption isothermic.
Pre-gelatinization process using a drum dryer significantly affected the chemical and physical characteristis of the instant corn flour produced. The best instant corn grit was produced through slow freezing process followed by oven drying. The best instant corn flour was produced by pre-gelatinization process using a drum dryer at 4 rpm speed. The most accepted instant corn porridge formulation had the composition of : 35 g of dry instant corn grits, 10 g of instant corn flour, 25 g of maltodextrin and 30 g of milk powder.
The instant corn porridge had a sigmoic isothermic sorption curve. The isothermic sorption curve implied three fractions of bound water, the first fraction (Mp) was 3.43% (db) to be equivalent to Aw = 0.13, the second fraction (Ms) was 20.78% (db) to be equivalent to Aw = 0.86 and the third fraction (Mt) was 37.83%(db) to be equivalent to Aw = 1. The product packaged in alufo had a longer shelf life than those package in PP and PE. Instant corn porridge product was predicted to have a 4.5 yearsshelf life in 85% storage RH .
Instan. Dibimbing oleh Dr. Ir. SUGIYONO, M.App.Sc dan Dr.Ir. BAMBANG HARYANTO, M.Si.
Produksi jagung menempati urutan kedua setelah beras. Sebagai bahan pangan alternatif seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dewasa ini, proses pengolahan jagung dituntut untuk mengikuti trend dan selera konsumen yang cenderung menginginkan kepraktisan atau kemudahan dalam penyajian. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menghasilkan formula bubur jagung instan yang paling disukai dan mengkaji isotermik sorpsi air guna pendugaanumur simpan produk.
Bahan baku utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah jagung (Zea mays L) varietas Pioner 11. Penelitian ini terdiri dari proses pembuatan grits jagung instan kering, pembuatan tepung jagung instan dan formulasi bubur jagung instan. Analisis produk diantaranya analisis fisik (rendemen, densitas kamba, porositas, rasio rehidrasi, penyerapan dan pengembangan volume, viskositas, wetabillity dan warna), analisis kimia (kadar air, abu, protein, lemak, karbohidrat, dan nilai kalori), uji organoleptik (hedonik) serta kajian isotermik sorpsi air guna menduga umur simpan produk bubur jagung instan yang terbaik.
Proses pregelatinisasi pada pembuatan tepung jagung instan dengan menggunakan pengering drum (drum dryer) memberikan pengaruh yang nyata terhadap karakteristik fisik dan kimia dari tepung jagung instan yang dihasilkan. Penelitian ini menghasilkan komponen penyusun bubur jagung yang terpilih diantaranya grits jagung instan yang dihasilkan melalui proses pembekuan lambat dan dikeringkan dengan alat pengering oven. Tepung jagung instan terbaik dihasilkan melalui proses pregelatinisasi menggunakan alat pengering drum dengan kecepatan putaran 4 rpm. Formulasi bubur jagung instan yang paling disukai memiliki komposisi sebagai berikut : grits jagung instan kering 35 gr, tepung jagung instan 10 gr, maltodekstrin 25 gr dan susu bubuk 30 gr. Pemilihan produk berdasarkan nilai rata-rata tertinggi tingkat kesukaan panelis dari semua atribut dari uji organoleptik.
Kajian isotermik sorpsi air dari produk bubur jagung instan menghasilkan kurva isotermik sorpsi yang berbentuk sigmoid. Berdasarkan analisis dari kurva isotermik sorpsi tersebut dihasilkan susunan tiga daerah fraksi air terikat yang dibatasi oleh Mp, Ms dan Mt yang tiap-tiap fraksi tersebut berkesetimbangan
dengan aw sebagai berikut : ATP yang dibatasi oleh Mp=3.43% (bk), yang
berkesetimbangan dengan aw= 0.13 ; ATS yang dibatasi oleh Ms=22.78% (bk)
berkesetimbangan dengan aw=0.86 ; ATT yang dibatasi oleh Mt=37.83. Produk
bubur jagung instan yang dikemas dengan kemasan alufo memiliki umur simpan lebih lama dibandingkan dengan kemasan PP dan PE. Pada RH penyimpanan 85%
produk yang dikemas dengan kemasan alufo mempunyai umur simpan selama 4.5 tahun, dengan kemasan PP selama 0.5 tahun dan dengan kemasan PE selama
@ Hak Cipta milik IPB, tahun 2008 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan narasumber
a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah,
b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB
2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB
FENNY AGUSTINA
Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada
Program Studi Ilmu Pangan
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Disetujui
Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Sugiyono, M.App.Sc Ketua
Dr. Ir. Bambang Haryanto, M.S Anggota
Mengetahui
Ketua Program Studi Ilmu Pangan
Dr. Ir. Ratih Dewanti Hariyadi, M.Sc
Dekan Sekolah Pascasarjana
Prof. Dr. Khairil A. Notodiputro, M.S
serta hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis ini yang
merupakan salah satu syarat dalam penyelesaian studi dalam sebagai tugas akhir
pada Program Studi Ilmu Pangan di Institut Pertanian Bogor dengan judul
“Kajian Formulasi dan Isotermik Sorpsi Air Bubur Jagung Instan”.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada
Dr. Ir. Sugiyono, M.App.Sc dan Dr. Ir. Bambang Haryanto, M.Si selaku ketua
dan anggota komisi pembimbing yang telah meluangkan waktu untuk
memberikan bimbingan dan pengarahan dalam penyusunan tulisan ini.
Kepada ayahanda, ibunda dan suami tercinta, penulis mengucapkan
banyak terima kasih atas do’a, kasih sayang dan dukungan yang luar biasa selama
penulis menyelesaikan studi di Program Studi Ilmu Pangan IPB. Kepada kerabat
keluarga yang telah memberikan dukungan dan semangat serta do’a, penulis juga
mengucapkan terima kasih.
Terima kasih yang mendalam penulis haturkan kepada ketua Program
Studi Ilmu Pangan Dr. Ir. Ratih Dewanti Hariyadi, M.Sc dan Prof. Dr. Ir. Betty
Sri Laksmi Jenie, MS yang telah memberikan bantuan dan perhatian selama
penulis menempuh studi di Program Studi Ilmu Pangan (IPN). Selain itu,
penulis mengucapkan terima kasih kepada seluruh teknisi laboratorioum : Bu
Rub & Pak Gatot, Pak Sobirin, Pak Wahid, Mas Edi & Teh Ida, Pak Yahya,
Pak Koko, Pak Sidik, Pak Nur & Bu Sri, Pak Iyas, Mbak Ari, Bu Antin dan
Pak Rozak atas segala bantuan dan kerjasama yang telah terjalin selama
penulis melaksanakan penelitian. Kepada Mbak Mar, terima kasih banyak
untuk perhatian dan bantuan dalam urusan administrasi selama penulis
melaksanakan studi di Ilmu Pangan.
Buat teman-teman IPN angkatan 2005, khususnya Hana terima kasih
untuk perhatian dan keluarga baru yang penulis dapatkan selama menetap di Kota
Bogor. Untuk Kak Cynthia, Uda Akhyar terima kasih untuk perhatian dan suka
dukanya selama penelitian. Ucapan terima kasih penulis sampai pada rekan-rekan
IPN 2005 Mpok Nori, Yonathan, Kak erni, Mbak ema, Fitri, Henny, Dek Dian,
Exs Andhika House” (Vinny, Tiche, Uuk, Wawa, Aghe, Irma, Ella, Deva, mbak
Firda & dek Faras, mbak Eka, Ike, Isil, Nunu, Mike, Nokie, Zahro) untuk
perhatian dan persaudaraan yang telah terjalin. Tak lupa penulis mengucapkan
terima kasih kepada rekan-rekan Prima Photocopy (Mas Wiwid, Mas Sandy, Mas
Pardi, Mas Tri, Mas Hary dll) buat bantuan, canda tawa dan dukungan yang
diberikan.
Sebagai manusia yang tidak luput dari kesalahan dan kekhilafan, penulis
mohon maaf yang sebesar-besarnya kepada para pembaca, karena penulis
menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan tesis ini. Penulis juga
mengharapkan saran dan kritik yang sifatnya membangun demi kesempurnaan
penulisan ini dan semoga bermanfaat bagi kita semua. Amin
Bogor, Juli 2008
Suatu anugerah terbesar dari AllaH SWT karena penulis memiliki sepasang orang tua yang sangat menyayangi penulis. Ayah H. Razali Kidam Akhmad, SE dan ibu Hj. Nurlaili Razali, S.Pd adalah kedua orangtua yang telah memberikan kesempatan bagi penulis untuk melihat dunia dan suami tercinta Hidayat Zain, ST yang telah membuat hidup ini lebih berwarna. Penulis merupakan putri tunggal.
Pada tahun 2000, penulis lulus dari SMU Negeri 1 Batam dan pada tahun yang bersamaan lulus UMPTN dan diterima sebagai mahasiswi di Program Studi Teknologi Hasil Ternak, Fakultas Peternakan, Universitas Andalas Padang.
Pada tahun 2005, penulis memperoleh gelar Sarjana Peternakan. Pada tahun yang sama, Allah SWT memberikan kesempatan kepada penulis untuk melanjutkan pendidikan strata dua. Penulis diterima sebagai mahasiswi Pascasarjana Program Studi Ilmu Pangan, Institut Pertanian Bogor.
LEMBARAN JUDUL i
PRAKATA ii
DAFTAR ISI iii
DAFTAR TABEL vi
DAFTAR GAMBAR vii
DAFTAR LAMPIRAN x
1. PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Tujuan dan Manfaat Penelitian 2
1.3 Hipotesis 2
2. TINJAUAN PUSTAKA 3
2.1 Tanaman Jagung 3
2.1.1 Jenis Jagung Secara Umum 4 2.1.2 Jenis Jagung di Indonesia 5 2.2 Karakterisasi Biji Jagung 6 2.2.1 Sifat Morfologi Jagung dan Anatomi Biji Jagung 6 2.2.2 Komposisi Kimiawi Biji Jagung 7
2.3 Pangan Instan 8
2.4 Pengeringan 9
2.5 Pengering Silinder (drum dryer) 10 2.6 Pengering fluidized bed 11
2.7 Kesetimbangan Air 11
2.8 Isotermik Sorpsi Air (ISA) 14 2.9 Umur Simpan (Shelf life) 18
3. BAHAN DAN METODE 20
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian 20
3.2 Bahan dan Alat 20
3.3 Tahapan Penelitian 20
3.3.1 Pembuatan Grits Jagung Bersih 21 3.3.2 Pembuatan Grits Jagung Instan Kering 23 3.3.3 Pembuatan Tepung Jagung Instan 24 3.3.4 Pembuatan Bubur Jagung Instan 25
3.4 Metode Analisis 26
3.4.1 Analisis Sifat Fisik 26
3.4.2 Uji Organoleptik 28
3.4.3 Analisis Kimia 29
3.4.4 Kajian Isotermik Sorpsi Air dan Pendugaan Umur Simpan 31
4. HASIL DAN PEMBAHASAN 34
4.2.3 Karakteristik Fisik Grits Jagung Instan Kering 41
4.2.3.1 Rendemen 41
4.2.3.2 Porositas 43
4.2.2.3 Rasio Rehidrasi 44 4.2.3.4 Penyerapan dan Pengembangan Volume Nasi Jagung 47 4.2.3.5 Sifat Birefringence 49 4.2.4 Karakteristik Kimia Grits Jagung Instan Kering 51
4.2.4.1 Kadar Air 52
4.2.4.2 Kadar Abu 53
4.2.4.3 Protein 53
4.2.4.4 Lemak 54
4.2.4.5 Karbohidrat 54
4.2.4.6 Kalori/ Energi 55 4.3 Pembuatan dan Karakteristik Tepung Jagung Instan 55 4.3.1 Karakteristik Fisik Tepung Jagung Instan 55
4.3.1.1 Viskositas 55
4.3.1.2 Daya serap air (wettability) 57 4.3.1.3 Densitas Kamba 58
4.3.1.4 Warna 59
4.3.2 Karakteristik Kimia Tepung Jagung Instan 62
4.3.2.1 Kadar Air 62
4.3.2.2 Kadar Abu 63
4.3.2.3 Protein 64
4.3.2.4 Lemak 64
4.3.2.5 Karbohidrat 65
4.3.2.6 Kalori/ Energi 65 4.4 Produk Bubur Jagung Instan 66 4.4.1 Uji Organoleptik 66
4.4.1.1 Tekstur 66
4.4.1.2 Kekentalan 67
4.4.1.3 Warna 68
4.4.1.4 Rasa 69
4.4.1.5 Aroma 71
4.4.1.6 Penerimaan umum (overall) 72 4.4.2 Komposisi Kimia 73 4.5 Isotermik Sorpsi Air Bubur Jagung Instan 74 4.5.1 Analisis Fraksi Air Terikat 76 4.5.1.1 Penentuan Kapasitas Air Terikat Primer (Mp) 76
4.5.1.2 Penentuan Kapasitas Air Terikat Sekunder (Ms) 78
4.5.1.3 Penentuan Kapasitas Air Terikat Tersier (Mt) 80
DAFTAR PUSTAKA 93
Halaman
1 Komposisi kimia dan zat gizi berbagai jenis jagung per 100 gram baha 7
2 Kelembaban relatif larutan garam jenuh 14
3 Formulasi yang digunakan dalam pembuatan bubur jagung instan 26
4 Faktor pengali untuk setiap spindel dan rpm yang digunakan 27
5 Garam jenuh pada berbagai aw yang dipergunakan dalam percobaan
pengukuran kesetimbangan air 32
6 Rendemen hasil penggilingan jagung pipilan (biji jagung) 34
7 Hasil analisis proksimat grits jagung instan 52
8 Hasil rata-rata analisis warna tepung jagung instan 60
9 Hasil analisis proksimat tepung jagung instan 62
10 Hasil analisis proksimat bubur jagung instan 74
11 Hasil pengukuran kadar air kesetimbangan bubur jagung instan 75
12 Konstanta persamaan BET pada bubur jagung instan 78
13 Konstanta persamaan Logaritma pada bubur jagung instan 80
14 Hasil perhitungan kapasitas air terikat tersier bubur jagung instan 82
15 Susunan tiga daerah fraksi air terikat bubur jagung instan 82
16 Parameter-parameter pengukuran umur simpan bubur jagung instan 85
17 Investasi peralatan dalam pembuatan bubur jagung instan 87
18 Biaya tetap dalam pembuatan bubur jagung instan 87
19 Biaya variabel dalam pembuatan bubur jagung instan 88
1 Tanaman jagung (Zea mays L.) 4
2 Struktur biji jagung 6
3 Lima tipe kurva isotermi sorpsi air 15
4 Bentuk umum kurva isotermi sorpsi air bahan pangan dan pembagian
tiga daerah ikatan 16
5 Peta stabilitas bahan makanan 17
6 Prosedur tahapan penelitian secara lengkap 21
7 Prosedur pembuatan grits jagung bersih 22
8 Diagram alir pembuatan grits jagung matang atau instan 23
9 Diagram alir pembuatan tepung jagung instan 24
10 Diagram alir pembuatan bubur jagung instan 25
11 Jagung pipilan, alat penggiling multimill, ayakan dan fludized bed dryer 35
12 Grits jagung bersih 35
13 Visualisasi nasi jagung instan sebelum dikeringkan 36
14 Grits jagung instan kering yang didinginkan pada suhu ruang
dikeringkan dengan fluidized bed dryer 38
15 Grits jagung instan kering yang dibekukan di freezer dikeringkan
dengan fluidized bed dryer 39
16 Grits jagung instan kering yang didinginkan pada suhu ruang
dikeringkan dengan oven 39
17 Grits jagung instan kering yang dibekukan di freezer dikeringkan
dengan oven 41
18 Rendemen grits jagung instan kering 42
19 Porositas grits jagung instan kering 43
20 Perubahan grits jagung instan kering selama prose rehidrasi 45
21 Grits jagung instan yang telah mengalami rehidrasi 45
22 Rasio rehidrasi grits jagung instan kering 46
23 Penyerapan air nasi jagung instan 47
24 Pengembangan volume nasi jagung instan 48
25 Bentuk granula pada grits jagung instan kering yang telah mengalami
proses pengeringan dibawah mikroskop polarisasi perbesaran 400x 50
29 Lingkaran warna 60
30 Tepung jagung instan dengan kecepatan 4 rpm (a), tepung jagung
instan dengan kecepatan 6 rpm (b) 61
31 Pengaruh formula terhadap skor rata-rata kesukaan tekstur
bubur jagung instan 67
32 Pengaruh formula terhadap skor rata-rata kesukaan kekentalan
bubur jagung instan 68
33 Pengaruh formula terhadap skor rata-rata kesukaan warna
bubur jagung instan 69
34 Pengaruh formula terhadap skor rata-rata kesukaan rasa
bubur jagung instan 70
35 Pengaruh formula terhadap skor rata-rata kesukaan aroma
bubur jagung instan 71
36 Pengaruh formula terhadap skor rata-rata kesukaan overall
bubur jagung instan 72
37 Kurva isotermik sorpsi air bubur jagung instan 76
38 Plot data kapasitas air terikat primer bubur jagung instan dengan metode
BET 77
39 Plot data kapasitas air terikat sekunder bubur jagung instan dengan
metode Logaritma 79
40 Plot data kapasitas air terikat tersier bubur jagung instan dengan
metode polinomial ordo 2 81
Halaman
1 Alat pengering silinder (drum dryer) 101
2 Alat pengering fluidized bed (fludized bed dryer) 102
3 Alat tanak laboratorium 103
4 Formulir uji hedonik bubur jagung instan 104
1.1 Latar Belakang
Pemenuhan kebutuhan pangan masih menjadi masalah bagi bangsa
Indonesia saat ini. Ditinjau dari sisi ketersediaan dan kecukupan pangan pokok
berbasis karbohidrat, negara masih sangat bergantung pada komoditas beras.
Kondisi negara yang makanan pokonya hanya bergantung pada satu jenis
makanan pokok saja (dalam hal ini beras) akan menghadapi masalah bila terjadi
gangguan pada sistem produksi dan distribusi. Oleh karena itu diversifikasi
pangan menjadi sangat penting artinya.
Di Indonesia, jagung merupakan komoditas serealia kedua setelah beras
dimana data produksi jagung dari tahun 2000 hingga 2007 mengalami
peningkatan yang cukup besar. kurang lebih dari 9.5 juta ton (tahun 2000)
meningkat menjadi 13.3 juta ton (tahun 2007). Jagung mempunyai peranan
penting dalam hal penyediaan bahan pangan, bahan baku industri dan pakan
ternak. Sebagai bahan pangan, jagung dapat dimanfaatkan sebagai tepung
komposit untuk substitusi terigu.
Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dewasa ini,
proses pengolahan pangan jagung, dituntut untuk mengikuti trend dan selera
konsumen yang cenderung menginginkan kepraktisan atau kemudahan dalam
penyajian. Salah satu contohnya dengan menghasilkan produk pangan instan,
seperti beras instan, bubur instan, mi instan, puding instan dan lain-lain.
Bubur merupakan jenis makanan yang mudah untuk dikonsumsi karena
tekstur bubur yang lunak, dan pilihan rasa yang beraneka ragam sesuai dengan
selera dan keinginan konsumen. Di Amerika Tengah dan Amerika Selatan seperti
Meksiko dan Brazil jagung diolah menjadi produk bubur. Di Meksiko bubur
jagung dikenal dengan nama atole atau pinole, sedangkan di Brazil bubur jagung
dikenal dengan sebutan mingau, carisca dan pamonila (Serna-Salvidar et al.
2001)
Penelitian dalam usaha meningkatkan nilai tambah jagung di Indonesia
sudah banyak dilakukan, salah satunya adalah bubur jagung instan. Namun bubur
Panggabean (2004) dan Bahrie (2005) telah melakukan penelitian pembuatan
prototipe bubur jagung instan yang juga terbuat dari bahan baku jagung, dari saran
penelitian disebutkan masih diperlukan peningkatan mutu tekstur dan
penampakan juga pengembangan cita rasa dari bubur jagung instan yang
dihasilkan. Dengan melakukan modifikasi penambahan grits jagung instan dan
beberapa bahan penunjang seperti maltodekstrin dan susu bubuk dalam formulasi
pembuatan bubur jagung instan diharapkan produk bubur yang dihasilkan
berkualitas lebih baik dan lebih dapat diterima konsumen.
1.2 Tujuan dan Manfaat Penelitian
Tujuan penelitian adalah menghasilkan formula bubur jagung instan yang
paling disukai dan mengkaji isotermik sorpsi air guna pendugaan umur simpan
produk.
Manfaat yang ingin diperoleh dari penelitian ini antara lain :
1. Memberikan alternatif bentuk pangan olahan jagung menjadi makanan cepat
saji.
2. Meningkatkan nilai tambah jagung sebagai salah satu sumber pangan.
3. Mendukung program diversifikasi pangan berbasis jagung
1.3 Hipotesis
Hipotesis yang digunakan pada penelitian ini adalah bahwa dengan
didapatkannya formulasi yang optimal pada proses pembuatan produk akan
memberikan karakteristik bubur jagung instan yang berkualitas baik dari segi fisik,
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tanaman Jagung
Jagung (Zea mays L) adalah tanaman sejenis rumput-rumputan yang sering
disebut maize. Jagung berasal dari Meksiko dan merupakan hasil evolusi tanaman
rumput liar Teosinte (Zea mayssp. Mexciana) (Johnson 1991). Berawal dari Peru
dan Meksiko, tanaman jagung berkembang ke daerah Amerika Tengah dan
selatan kemudian berlayar ke Eropa dan bagian utara Afrika. Di awal abad ke-16,
jagung sampai di India dan Cina. Tanaman jagung masuk ke Indonesia dibawa
bangsa Portugis dan Spanyol pada abad ke-16 melalui Eropa, India dan Cina
(Suprapto dan Rasyid 2002).
Secara botanis jagung dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
Kingdom : Plantae
Divisio : Spermatophyta
Subdivisio : Angiospermae
Klas : Monocotyledonae
Ordo : Glumifolrae
Famili : Gramineae
Genus : Zea
Species : mays
Jagung tergolong ke dalam tanaman berumah satu. Bunga jantan tanaman
jagung terbentuk pada ujung batang, sedangkan bunga betina terbentuk
dipertengahan batang tanaman. Biji jagung berkeping tunggal dan tumbuh
berderet rapi pada tongkolnya. Pada setiap tanaman jagung terdapat satu atau
kadang-kadang terdapat dua buah tongkol jagung (Suprapto dan Rasyid 2002).
Tongkol jagung lengkap terdiri dari kelobot, tongkol jagung, biji jagung
dan rambut. Kelobot merupakan kelopak buah yang membungkus dan melindungi
biji jagung. Jumlah kelobot dalam satu tongkol jagung berkisar 12 – 15 lembar.
Tongkol jagung merupakan gudang penyimpanan cadangan makanan untuk
pertumbuhan biji jagung selama melekat pada tongkol (Effendi dan Sulastiasti
1991). Gambar Jagung terlihat pada Gambar 1 (http: //www.bima.ipb.ac.id/ image
Gambar 1. Tanaman jagung (Zea mays L)
Biji jagung berbentuk bulat dan tumbuh melekat di tongkol jagung.
Susunan biji jagung pada tongkol jagung berbentuk spiral. Jumlah biji jagung
dalam satu tongkol berkisar antara 300-1000 biji jagung. Bagian rambut dari
tongkol jagung merupakan tangkai putik yang muncul melalui sela-sela deret biji
dan tumbuh menjulur keluar dari kelebot. Rambut memiliki cabang-cabang yang
halus yang berfungsi untuk menangkap tepung sari pada saat pembuahan (Effendi
dan Sulastiati 1991).
2.1.1 Jenis Jagung Secara Umum
Menurut Hughes dan Metcalve (1972) jagung mempunyai beberapa sub
species yaitu :
• Soft corn (Zea mays amylacea)
Jagung ini disebut juga jagung tepung. Jenis ini banyak ditanam di
Amerika Serikat, Kolombia, Peru, Bolivia dan Afrika Selatan. Biji jagung ini
hampir seluruhnya mengandung pati yang lunak. • Pod corn (Zea mays tunicata)
Jagung ini mempunyai kulit yang menutupi bijinya, yang tidak
terdapat pada jagung jenis lain. Dengan demikian, jagung ini menjadi tahan lama
• Pop corn(Zea mays everata)
Pop corn atau jagung berondong mempunyai biji berbentuk
runcing, kecil dan keras, berwarna putih atau kuning. Kalau dibakar bijinya
meletus. Tongkol jagung jenis ini umumnya berukuran kecil. • Flint corn (Zea mays indurata)
Flint corn atau jagung mutiara memiliki ukuran biji sedang. Bagian
atas biji jagung berbentuk bulat dan tidak berlekuk, serta hampir seluruhnya
mengandung lapisan tepung yang keras. Biji jagung berwarna putih, kuning dan
merah. Jagung ini agak tahan terhadap serangan hama bubuk, sehingga lebih tahan
kalau disimpan. Di Indonesia jagung ini cukup disukai. Jagung ini banyak
ditanam di Eropa, Asia, Amerika Tengah dan Amerika Selatan. • Dent corn (Zea mays indentata)
Dent corn disebut juga jagung gigi kuda, karena bentuknya seperti
gigi kuda. Biji jagung jenis ini mempunyai lekukan pada bagian atas. Lekukan ini
terjadi karena pengerutan lapisan tepung yang lunak ketika biji mengering. Jagung
jenis ini umumnya kurang tahan terhadap hama bubuk. • Sweet corn (Zea mays sacharata)
Sweet corn atau jagung manis mempunyai rasa manis dan bila
dikeringkan bijinya menjadi keriput. Jagung jenis ini sering dipanen waktu masih
muda untuk direbus atau dibakar.
• Waxy corn (Zea mays cerantina)
Waxy corn memiliki biji menyerupai lilin. Molekul pati jagung
jenis ini berbeda dari molekul pati jenis lain. Pati waxy corn mirip glikogen dan
menyerupai tepung tapioka. Jagung jenis ini tidak ditanam di Indonesia,
kebanyakan terdapat di Asia Timur antara lain Birma Utara, Filipina, Cina sebelah
timur dan Mansuria.
2.1.2 Jenis Jagung di Indonesia
Jenis jagung yang banyak ditanam di Indonesia adalah jagung gigi kuda,
jagung mutiara, jagung berondong dan jagung manis. Jenis jagung yang penting
Saat ini berbagai varietas unggul telah dianjurkan untuk ditanam di daerah
rendah seperti varietas Arjuna, varietas IPB-4, varietas H-6, varietas Bromo,
varietas Bogor-Composite-2, varietas Genjah Kertas, varietas Kretek. Sedangkan
untuk daerah tinggi disarankan untuk menanam varietas Bastar Kuning, varietas
Bima, varietas Pandu (Panggabean 2004).
2.2 Karakterisasi Biji Jagung
Biji jagung menrupakan jenis serealia dengan ukuran biji terbesar dengan
berat rata-rata 250-300 mg. Biji jagung memiliki bentuk tipis, dan bulat melebar
yang merupakan hasil pembentukan dari pertumbuhan biji jagung. Biji jagung
diklasifikasikan sebagai kariopsis. Hal ini disebabkan biji jagung memiliki
struktur embrio yang sempurna, serta nutrisi yang dibutuhkan oleh calon individu
baru untuk pertumbuhan dan perkembangan menjadi tanaman jagung (Johnson
1991).
2.2.1 Sifat Morfologi dan Anatomi Biji Jagung
Biji jagung tersusun dari 4 bagian terbesar yaitu : perikarp (5%),
endosperm (82%), lembaga (12%) dan tip cap (1%). Endosperm merupakan
bagian biji jagung yang mengandung pati. Endosperm jagung terdiri atas
endosperm keras (horny endosperm) dan endosperm lunak (floury endoperm).
Endosperm keras terdiri dari sel-sel yang lebih kecil dan rapat, demikian pula
halnya dengan susunan granula pati didalamnya. Sedangkan endoperm lunak
mengandung pati yang lebijh banyak dengan susunan tidak serapat pada bagian
endosperm keras (Muchtadi dan Sugiyono 1992). Gambar 2. memperlihatkan
struktur dari biji jagung.
2.2.2 Komposisi Kimiawi Biji Jagung
Menurut Jugenheimer (1976), komposisi kimia jagung bervariasi
tergantung pada varietas, cara menanam, iklim dan tingkat kematangan.
Komposisi kimia jagung putih (white corn) tidak jauh berbeda dengan jagung
kuning (yellow corn), tetapi jagung putih tidak mengandung vitamin A.
Komposisi kimiawi tersebut diatas tidak menyebar merata pada bagian-bagian biji
jagung (Utomo 1982).
Diantara biji-bijian kandungan vitamin A jagung paling tinggi
sebesar 440 SI. Komposisi kimia dan zat gizi jagung kuning pipilan per 100 gram
disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Komposisi kimia dan zat gizi berbagai jenis jagung per 100 gram bahan.
Komponen Jagung kuning segar Jagung kuning pipilan Jagung kuning giling Tepung jagung kuning Maizena Energi (Kal) Protein (g) Lemak (g) Karbohidrat (g) Kalsium (mg) Fosfor (mg) Zat besi (mg) Vitamin A (SI) Vitamin B1 (mg)
Vitamin C (mg) Air (g)
Bagian yang dapat dimakan (%)
140.0 4.7 1.3 33.1 6.0 118.0 0.7 4 35.0 0.24 8.0 60.0 90.0 307.0 7.9 3.4 63.6 9.0 14 8.0 2.1 440.0 0.33 0.0 24.0 90.0 361.0 8.7 4.5 72.4 9.0 380.0 4.6 350.0 0.27 0.0 13.1 100.0 335.0 9.2 3.9 73.7 10.0 256.0 2.4 510.0 0.38 0.0 12.0 100.0 343.0 0.3 0.0 85.0 20.0 30.0 1.5 0.0 0.00 0.0 14.0 100.0 Sumber : Rukmana (1997)
Lemak jagung terutama terdapat pada bagian lembaga, yaitu sebesar 85%
dari total lemak (Berger 1962). Menurut Inglett (1970) komposisi utama lemak
jagung adalah trigliserida. Jagung juga mengandung protein yang disebut zein,
sebanyak 9%. Protein tersebut terutama pada bagian endosperm. Protein utama
dalam jagung adalah glutelin dan dikenal sebagai glutenin.
Kandungan gula jagung sebesar 1-3 % dengan komponen terbesar adalah
sukrosa. Sukrosa terdapat pada bagian lembaga sebanyak 75% dan bagian
endosperm sebanyak 25%. Glukosa, fruktosa dan rafinosa terdapat dalam jagung
dalam jumlah kecil. Dalam biji jagung terdapat serat kasar sebanyak 2.1 – 2.3 %.
Serealia umumnya kurang akan vitamin C dan vitamin, tetapi banyak
mengandung vitamin B. Vitamin yang terdapat dalam jagung antara lain thiamin,
niasin, riboflavin dan piridoksin. Walaupun jagung mengandung niasin tetapi
sekitar 50-80% berada dalam bentuk ikatan niacytin, sehingga jagung masih
dikatakan kekurangan niasin. Kekurangan niasain dapat menyebabkan penyakit
pelagra (Kent 1975).
Kandungan mineral dalam jagung terutama terdapat pada bagian lemabga,
yaitu hampir 75% dari total mineral. Jagung kaya akan posfor dan kalium, tetapi
miskin kandungan kalsium. Kandungan magnesium, natrium dan klorin sangat
sedikit dalam jagung (Berger 1962).
2.3 Pangan Instan
Produk pangan instan berkembang pesat pada masa sekarang ini dengan
beraneka jenis dengan beraneka jenis bentuknya. Berdasarkan konsep dasar proses
instanisasi produk makanan, maka yang dianggap penting adalah
perbaikan-perbaikan proses yang mengarah kepada perlatan mekanis dalam pembuatannya
yang berpengaruh kepada proses kemudahan dalam penyeduhan (penyajian),
pengemasan dan kondisi penyimpanan (Panggabean 2004).
Produk pangan instan merupakan jenis produk pangan yang mudah untuk
disajikan dalam waktu yang relatif singkat. Pangan instan adalah produk pangan
yang dibuat untuk mengatasi masalah penggunaan produk pangan yang sering
dihadapi, misalnya penyimpanan, transportasi, tempat dan waktu konsumsi
(Hartomo dan Widiatmoko 1993 dalam Hartono 2004).
Australian of Technological Science and Engineering (2000) dalam
Husain (2006) menyatakan bahwa pangan instan merupakan suatu produk pangan
yang penyajiannya melibatkan pencampuran air atau susu dan dilanjutkan dengan
berbagai proses pemasakan. Bahrie (2005) menyatakan bahwa, pada dasarnya
pembuatan produk pangan instan dilakukan dengan menghilangkan kadar air
sehingga mudah ditangani dan praktis dalam penyediaan. Bentuk pangan instan
biasanya mudah ditambah air (dingin atau panas) dan mudah larut sehingga
Bubur merupakan makanan dengan tekstur yang lunak sehingga mudah
untuk dicerna. Biasanya bubur dibuat dari beras, kacang hijau, beras merah, atau
bahan-bahan lainnya. Sedangkan bubur instan adalah salah satu jenis pangan
instan yang merupakan makanan cepat saji dan praktis untuk dikonsumsi.
Penyajian bubur instan dapat dilakukan dengan menambahkan air panas ataupun
susu, sesuai dengan selera (Fellows dan Ellis 1992).
Hartomo dan Widiatmoko (1993) menjelaskan bahwa ada tiga kriteria
yang harus dimiliki bahan makanan agar dapat membentuk produk pangan instan,
diantaranya : 1). Sifat hidrofilik, yaitu sifat mudah mengikat air, 2). Tidak
memiliki lapisan gel yang tidak permiabel sebelum digunakan yang dapat
menghambat laju pembasahan, 3). Rehidrasi produk tidak menghasilkan produk
yang menggumpal dan mengendap.
2.4 Pengeringan
Pengeringan adalah proses pindah panas dan kandungan air secara
stimultan Udara panas yang dibawa oleh media pengering akan digunakan untuk
menguapkan air yang terdapat di dalam bahan. Uap air yang berasal dari bahan
akan dilepaskan dari permukan bahan ke udara kering (Pramono 1993).
Dasar proses pengeringan adalah terjadinya penguapan air ke udara karena
perbedan kandungan uap air antara udara dengan bahan yang dikeringkan. Tujuan
dari pengeringan antara lain adalah untuk mengurangi kadar air bahan sampai
batas dimana perkembangan mikroorganisme dan kegiatan enzim yang dapat
menyebabkan pembusukan terhambat atau terhenti agar bahan memilki masa
simpan yang lama (Taib et al. 1988). Disi lain, pengeringan menyebabkan sifat
asli bahan mengalami perubahan, penurunan mutu dan memerlukan penanganan
tambahan sebelum digunakan yaitu rehidrasi (Muchtadi 1989).
Desrosier (1988) menjelaskan bahwa proses pengeringan umumnya
digunakan pada bahan pangan dengan dua cara yaitu pengeringan dengan
penjemuran dan pengeringan dengan alat pengeringan. Kelemahan dari
penjemuran adalah waktu pengeringan lebih lama dan lebih mudah terkontaminasi
oleh kotoran atau debu sehingga dapat mengurangi mutu akhir produk yang
pengering biayanya lebih mahal, tetapi mempunyai kelebihan yaitu kondisi
sanitasi lebih terkontrol sehingga kontaminsasi dari debu, serangga, bururng atau
tikus dapat dihindari. Sealin itu pula dehidrasi dapat memperbaiki kualitas produk
yang dihasilkan (Desrosier 1988).
2.5 Pengering Silinder (drum dryer)
Pengeringan silinder merupakan tipe alat pengering yang terdiri dari satu
atau lebih silinder dan terbuat dari logam yang berputar sesuai dengan porosnya
pada posisi horizontal yang dilengkapi dengan pemansan internal oleh uap air, air
atau media cairan pemanas lainnya. Umpan bubur dan pasta dikeringkan pada
permukaan drum yang dipanaskan oleh uap panas dan berputar perlahan-;lahan.
Lapisan yang telah kering dikikis dan dikumpulkan dalam bentuk kerak
(Mujumdar 2000).
Secara umum alat pengering silinder memiliki dua tipe, yaitu silinder
tunggal dan silinder ganda. Pada silinder tunggal, pembentukan film atau lapisan
dilakukan dengan mencelupkan silinder pada bubur atau larutan, sedangkan
silinder ganda didisain dengan dua silinder yang puncaknya paralel dan bahan
yang akan dikeringkan dimasukkan dari bagian atas pada daerah di antara dua
drum (APV Crepaco 1992). Prinsip kerja alat pengering silinder adalah silinder
berputar dengan tenaga pengerak motor, dipanaskan dari bagian dalam dengan
menggunakan steam. Panas permukaan drum mencapai suhu 120-170oC. Lapisan
bahan yang akan dikeringkan disebarkan secara merata pada permukaan atas
silinder. Sebelum mencapai putaran penuh, bahan akan mengering dan dikikis
oleh pisau yang ada disepanjang permukaan silinder dengan arah melintang.
Produk akhir ditampung di bawah permukaan silinder (Hariyadi et al. 2000).
Menurut Parker (2003), pengeringan silinder dapat digunakan untuk
mengeringkan bahan pangan berbentuk cair, pasta, pure dan bubur. Susu, bubur
kentang, pasta tomat dan pakan merupakan contoh bahan pangan yang
menggunkaan pengeringan silinder dimana suhu permukaan yang tinggi
menyebabkan bahan kering.
Keuntungan menggunakan alat pengering silinder adalah kecepatan
kekurangannya antara lain adalah pengeringan dengan alat ini hanya dapat
dilakukan pada bahan yang berbentuk cairan, pasta atau bubur yang memiliki
ketahanan terhadap suhu tinggi dalam waktu yang singkat yaitu ± 2 – 30 detik
(Mujumdar 2000).
2.6 Pengering Fluidized Bed
Pengering fluidized bed merupakan alat pengering yang biasa digunakan
untuk mengeringkan bahan berbentuk butiran. Pada alat ini, udara panas
dihembuskan melalui dasar partikel makanan dengan kecepatan yang tinggi untuk
mengatasi kekuatan gravitasi dalam produk dan mempertahankan partikel dalam
bentuk suspensi (Jayaraman dan Gupta 1995).
Menurut Hariyadi et al. (2000) menjelaskan prinsip kerja pengering
fluidized bed adalah udara panas yang berasal dari heater electric dialirkan
dengan bantuan fan. Aliran udara bergerak dengan tipe vertikel, dimana udara
panas digerakkan dengan kecepatan tinggi sehingga akan menggerakkan partikel
bahan yang dikeringkan. Proses tersebut akan mengakibatkan seluruh permukaan
bahan bersentuhan dengan udara panas.
Keuntungan dari pengering jenis ini adalah intensitas pengering dan
efisiensi suhu tinggi, pengawasan mutu seragam dan teliti, lama pengeringan
bahan dapat diubah-ubah, waktu pengeringan lebih singkat dibandingkan dengan
tipe pengering lainnya, peralatan operasi dan pemeliharaan sangat sederhana,
proses dapat diukur secara otomatis tanpa adanya kesulitan dan beberapa proses
dapat dikombinasikan dengan menggunakan pengering fluidized bed ini (Anonim
2007).
2.7 Kesetimbangan air
Bahan pangan berinteraksi dengan molekul air yang terkandung
didalamnya dan molekul air di udara sekitarnya. Interaksi molekul air dengan
bahan pangan dan lingkungan dapat dilihat dari isotermi sorpsi airnya Isotermi
sorpsi air menunjukkan hubungan antara kadar air bahan dengan RH
kesetimbangan ruang tempat penyimpanan bahan baku atau aktivitas air pada
Peranan air dalam bahan pangan biasanya dinyatakan dalam kadar air dan
aktivitas air, sedangkan peranan air di udara dinyatakan dengan kelembaban
relatif (RH) dan kelembaban mutlak (Syarief dan Halid 1993).
Kandungan air adalah persentase kandungan air suatu bahan yang dapat
dinyatakan berdasarkan basis basah (wet basis) atau basis kering (dry basis).
Kadar air basis basah (Mw) adalah perbandingan berat air bahan pangan terhadap
berat bahan. Kadar air berat kering (Md) adalah perbandingan berat air bahan
pangan terhadap berat berat kering bahan atau padatannya. Hubungan antara kadar
air basis basah dengan kadar air basis kering dapat dinyatakan dengan rumus
berikut :
Mw Mw x Md
− =
100 100
Kadar air keseimbangan adalah kadar air saat tekanan uap air bahan
setimbang dengan lingkungannya. Pada saat terjadi keseimbangan, jumlah uap air
yang menguap dari bahan ke udara sama dengan jumlah air yang masuk ke bahan.
Kadar air kesetimbangan yang terjadi karena bahan kehilangan air disebut kadar
air keseimbangan desorpsi, sedangkan apabila terjadi karena bahan menyerap air
disebut menyerap air disebut kadar air kesetimbangan absorpsi.
Fennema (1985) memaparkan adanya hubungan yang erat antara kadar air
dalam bahan pangan dengan daya awetnya. Pengurangan air baik dengan
pengeringan atau penambahan bahan penguap air bertujuan untuk mengawetkan
bahan pangan sehingga dapat tahan terhadap kerusakan mikrobiologis maupun
kerusakan kimiawi. Ditambahkan oleh Purnomo (1995) yang menjelaskan kriteria
ikatan air dalam aspek daya awet bahan pangan dapat ditinjau dari kadar air,
konsentrasi larutan, tekanan osmotik, kelembaban relatif berimbang dan aktivitas
air (Aw).
Tingkat mobilitas dan peranan air dalam bahan pangan biasanya
dinyatakan dengan aktivitas air (aw), yaitu jumlah air bebas yang dapat digunakan
untuk reaksi oksidasi lemak, reaksi enzimatis, reaksi pencoklatan non enzimatis
atau jumlah air bebas yang dapat digunakan oleh mikroorganisme untuk
pertumbuhannya (Troller dan Christian 1978). Aw dapat dinyatakan sebagai
berarti molekul air yang bersangkutan sama sekali tidak dapat melakukan aktivitas
selama proses kimia, sedangkan nilai Aw 1,0 berarti potensi air dalam proses
kimia dalam kondisi maksimal.
Menurut Winarno (1997) kandungan air dalam bahan makanan
mempengaruhi daya tahan makanan terhadap serangan mikroba dinyatakan dalam
Aw. Berbagai mikroorganisme mempunyai Aw minimum agar dapat tumbuh
dengan baik, misalnya Aw bakteri = 0,90 ; Aw khamir = 0,80 – 0,90 dan Aw
kapang = 0,60 – 0,80.
Berdasarkan hukum Raoult, aktivitas air berbanding lurus dengan jumlah
mol zat terlarut dan berbanding terbalik dengan jumlah mol pelarut. Hukum ini
hanya berlaku untuk larutan, tidak berlaku untuk bahan padat. Hukum ini dapat
dinyatakan dengan persamaan berikut :
) ( 1 2
2 n n n Aw + = Keterangan :
n1 = Jumlah mol zat terlarut,
n2 = Jumlah mol pelarut (air),
n1 + n2 = Jumlah mol larutan
Aktivitas air suatu bahan pangan dapat didefenisikan secara fisika dengan
persamaan berikut :
100 % 100 ERH x P P A T o
w ⎥ =
⎦ ⎤ ⎢ ⎣ ⎡ =
Keterangan : Aw = Aktivitas air
P = Tekanan uap air dalam bahan pangan
Po = Tekanan uap jenuh pada suhu yang sama
ERH = Kelembaban relatif kesetimbangan (%)
Beberapa jenis garam dan asam dapat digunakan untuk mengontrol
aktivitas air atau kesetimbangan relatif seperti yang tercantum dalam Tabel 2.
Supriadi (2004) menjelaskan bahwa untuk membuat kurva isotermik sorpsi,
dilakukan penyimpanan bahan dalam beberapa desikator yang telah diisi dengan
minggu. Kesetimbangan dicapai pada saat tekanan uap air pada bahan sama
[image:31.595.155.462.155.461.2]dengan tekanan uap air lingkungan sekitar.
Tabel 2. Kelembaban relatif larutan garam jenuh
RH (%) pada suhu Larutan garam jenuh
20oC 25oC 30oC
Lithium klorida Kalium asetat Magnesium bromida Magnesium klorida Kalium karbonat Magnesium nitrat Natrium bromida Tembaga klorida Lithium asetat Strontium klorida Natrium klorida Amonium sulfat Kadmium klorida Kalium bromida Lithium sulfat Kalium klorida Kalium kromat Natrium benzoat Barium klorida Kalium nitrat Kalium sulfat Natrium phospat 12 23 31 33 44 52 57 68 70 73 75 79 82 84 85 86 88 88 91 94 97 98 11 23 31 33 43 52 57 67 68 71 75 79 82 83 85 86 87 88 90 93 97 97 11 23 30 32 42 52 57 67 66 69 75 79 82 82 85 84 86 88 89 92 97 96 Sumber : Rockland (1969) dalam Puspitawulan (1997)
2.8 Isotermik Sorpsi Air (ISA)
Isotermi sorpsi air menunjukkan hubungan antara kadar air bahan dengan
RH kesetimbangan ruang tempat penyimpanan bahan atau aktivitas air pada suhu
tertentu (Labuza 1968). Handoko (2004) menjelaskan bahwa isotermik sorpsi air
dapat ditunjukkan dalam bentuk kurva isotermik sorpsi yang khas pada setiap
bahan pangan. Ditambahkan oleh Purnomo (1995), bentuk kurva Isotermi sorpsi
air (ISA) bagi setiap bahan pangan khas. Hal ini berkaitan dengan struktur, sifat
fisikokimia dan kimia, serta komponen penyusun bahan pangan.
Brunauer et al. (1940) dalam Rizvi (1995) mengklasifikasikan kurva
absoprsi isotermi dalam 5 tipe (Gambar 3), antara lain tipe 1 adalah tipe langmuir,
khusus. Berdasarkan Gambar 3 dapat diketahui pada umumnya kurva isotermi
sorpsi air tidak linier (Brunauer et al. (1940) dalam Rizvi 1995)
Aw Aw
Keterangan :
I =Tipe Langmuir; II =Tipe Sigmoid; III, IV dan V = tidak memiliki nama khusus
Gambar 3. Lima tipe kurva isotermi sorpsi air
Kurva isotermi sorpsi air dapat diperoleh dengan dua cara, yaitu melalui
proses absorbsi (dimulai dari kondisi bahan yang kering) atau melalui proses
desorpsi (dimulai dari kondisi bahan yang basah). Pada proses absorpsi terjadi
penyerapan uap air dari udara ke dalam bahan pangan, dan sebaliknya proses
desorpsi bahan pangan melepaskan uap air ke udara (Labuza 1968). Kedua cara
tersebut biasanya menghasilkan perbedaan yang ditunjukkan dengan tidak
berhimpitnya kedua kurva. Fenomena ini disebut histeresis.
Model analisa logaritma dapat digunakan untuk menentukan kapasitas air
ikatan sekunder. Medel ini merupakan analogi perambatan panas dalam kaleng.
Dalam hal ini kurva isotermi sorpsi air diplot sebagai hubungan kadar air terhadap
(1-Aw). Plug dan Esselen (1963) dalam Soekarto (1978) menemukan hubungan
linier jika perambatan panas diplot sebagai log (To-T) yang merupakan perbedaan
suhu retort dan suhu pusat kaleng, terhadap waktu (t). Dengan memplot nilai log
(1-Aw) terhadap m juga dihasilkan garis lurus. Berdasarkan analog tersebut,
didapatkan model matematik empirik sebagai berikut : =
− )
1 ( Aw
Log b x m + a
Keterangan :
m = Kadar air (g air/g bahan kering) pada aktivitas air (Aw)
b = Faktor kemiringan
Penerapan model ini pada produk pangan menghasilkan garis lurus patah
dua. Soekarto (1978) mengartikan bahwa garis lurus pertama mewakili ikatan
sekunder, dan garis lurus kedua mewakili air ikatan tersier. Titik potong kedua
garis ini merupakan titik peralihan dari air ikatan sekunder dan air ikatan tersier,
dan dianggap sebagai batas atas atau kapasitas air ikatan sekunder.
Labuza (1968) membagi kurva isotermi sorpsi air menjadi tiga bagian,
Daerah A menunjukkan absorpsi lapisan air satu lapis molekul (daerah
monolayer), daerah B menunjukkan absorpsi tambahan diatas lapisan monilayer
(daerah multilayer), dan daerah C menunjukkan air terkondensasi pada pori-pori
bahan. Hal yang serupa juga dikemukan oleh Duchworth (1974) dalam Troller
dan Christian (1978) (Gambar 4).
Keterangan :
[image:33.595.231.395.332.480.2]A = daerah monolayer ; B = daerah multilayer ; C = daerah kondensasi kapiler
Gambar 4. Bentuk umum kurva isotermi sorpsi air pada bahan pangan dan pembagian tiga daerah ikatan.
Peranan faktor hidratasi bahan pangan dan lingkungannya sangat dominan
dalam terjadinya penyimpangan mutu atau kerusakan bahan pangan. Labuza
(1968) menyajikan ambang batas tingkat hidratasi (Aw) dalam hubungannya
dengan kecepatan reaksi kerusakan. Hubungan ini digambarkan dalam bentuk
peta yang disebut dengan peta stabilitas (Gambar 5) .
Peta stabilitas ini menggambarkan hubungan berbagai jenis kerusakan
sebagai fungsi dari aktivitas air (Aw) dan kadar air yang ditelusuri berdasarkan
Gambar 5. Peta stabilitas bahan makanan yang menyerupai fungsi dari faktor hidratasi (Labuza 1968).
Pada daerah I, molekul air yang terikat pada molekul-molekul lain melalui
suatu ikatan hidrogen berenergi besar. Molekul air membentuk hidrat dengan
molekul-molekul lain yang mengandung atom-atom O dan N seperti karbohidrat,
protein atau garam. Air tipe ini terikat kuat dan seringkali disebut air terikat dalam
arti sebenarnya.
Derajat peningkatan air sedemikian rupa sehingga reaksi-reaksi yang
terjadi sangat lambat dan tidak terukur. Reaksi yang nyata dalam bahan makanan
adalah peningkatan oksidasi lemak. Oksidasi lemak akan meningkat pada daerah
II karena keaktifan katalis meningkat dengan adanya pengembangan volume
akibat penyerapan air.
Pada daerah II, molekul-molekul air membentuk ikatan hidrogen dengan
molekul air lain, terdapat dalam mikrokapiler dan sifatnya agak berbeda dari air
murni. Bila sebagaian air pada daerah II dihilangkan, pertumbuhan mikroba dan
reaksi-reaksi kimia yang bersifat merusak bahan makanan seperti reaksi browning,
hidrolisis atau oksidasi lemak akan dikurangi.
Air pada daerah III adalah air yang secara fisik terikat dalam jaringan
matriks bahan seperti membran, kapiler, serat dan lainnya. Air ini disebut air
bebas. Air ini mudah diuapkan dan dapat dimanfaatkan untuk pertumbuhan
mikroorganisme dan media bagi reaksi-reaksi kimiawi. Apabila air pada daerah
ini diuapkan seluruhnya, kandungan air bahan berkisar antara 12 – 25% dengan
2.9 Umur simpan (Shelf life)
Penentuan umur simpan suatu produk dapat dilakukan dengan mengamati
perubahan yang terjadi pada produk selama penyimpanan sampai tidak dapat
diterima oleh konsumen. Arpah dan Syarief (2000) menjelaskan, umur simpan
adalah selang waktu saat produk berada dalam kondisi yang memuaskan pada
sifat-sifat penampakan, rasa, aroma, tekstur dan nilai gizi, sedangkan menurut
Floros (1993) umur simpan merupakan waktu yang diperlukan oleh produk
pangan dalam suatu kondisi penyimpanan, untuk sampai pada level atau tingkatan
degradasi mutu tertentu.
Umur simpan bahan pangan yang dikemas dipengaruhi oleh faktor-faktor
sebagai berikut : (1) keadaan alamiah atau sifat makanan dan mekanisme
berlangsungnya perubahan, misalnya kepekaan terhadap sir dan oksigen, dan
kemungkinan terjadinya perubahan kimia internal dan fisik, (2) ukuran kemasan
dalam hubungannya dengan volume dan (3) kondisi atmosfir (terutama suhu dan
kelembaban) dimana kemasan dapat bertahan selama transit dan sebelum
digunakan (Syarief dan Halid 1993).
Nilai aw merupakan parameter yang dapat digunakan untuk menduga
kerusakan makanan atau menentukan waktu pengeringan yang diperlukan untuk
produk yang stabil. Menurut Labuza (1982), aw bahan pangan sangat menentukan
bahwa faktor-faktor yang menentukan waktu penerimaan air dalam bahan pangan
adalah sorpsi isotermi air, permeabilitas film kemasan, rasio luas permukaan
kemasan terhadap berat kering, kadar air awal, kadar air kritis, RH dan suhu
penyimpanan produk.
Labuza (1982) telah mengembangkan model matematik yang dapat
digunakan untuk memperkirakan waktu penerimaan air yaitu sebagai berikut :
ts =
b Po x Ws
A x x k
Mc Me
Mi Me
Ln
ts −
− =
Keterangan :
ts = umur simpan produk (hari)
Me = kadar sir keseimbangan (% bk)
Mi = kadar air awal (% bk)
Ws = berat bahan (g)
Po = tekanan uap air murni/jenuh pada ruang penyimpanan (mmHg)
k/x = permeabilitas kemasan (g/m2. hari. mmHg) A = luas permukaan kemasan (m2)
B = slope kurva sorpsi isotermi air (yang diasumsikan linier antara Mi dan
Me)
Penentuan umur simpan dengan metode pendekatan air kritis ini
dilakukan berdasarkan tingkat kelembaban relatif (Relative Humidity /RH),
metode tersebut menggunakan prinsip kadar air keseimbangan dan kadar air kritis
(Labuza 1982). Heldman dan Sigh (1981) menjelaskan bahwa kadar air
keseimbangan adalah kadar air pada tekanan uap air yang setimbang dengan
lingkungannya, atau kadar air bahan pada saat setimbang dengan lingkungannya
pada suhu dan RH tertentu (Hall 1980). Pada saat itu bahan tidak lagi menyerap
maupun melepaskan molekul-molekul air dari dan ke udara. Hal tersebut terjadi
jika bahan telah disimpan pada lingkungan tertentu pada jangka waktu yang lama
(Brooker et al. 1974).
Proses tercapainya kadar sir suatu bahan dengan lingkungannya karena
bahan kehilangan sebagian kandungan airnya disebut sebagai desorpsi, sedangkan
bila suatu bahan yang relatif kering menyerap air dari lingkungannya yang
mempunyai kelembaban relatif lebih, maka bahan tersebut mencapai kadar air
keseimbangan melalui proses absorpsi. Proses desorpsi dan absorpsi ini disebut
isotermis sorpsi air (Labuza 1968).
3. BAHAN DAN METODE
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium AP4 (Agricultural Pilot Plant
and Processing Project) IPB, Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pangan IPB dan
Laboratorium Pilot Plant Seafast Center IPB. Penelitian dilaksanakan pada bulan
Mei 2007 sampai dengan Februari 2008.
3.2 Bahan dan Alat
Bahan baku yang digunakan untuk pembuatan bubur jagung instan adalah
jagung lokal varietas P11 (Pioner 11) diperoleh dari Bojonegoro, Jawa Timur.
Bahan lain yang digunakan antara lain air minum dalam kemasan komersial, susu
bubuk komersial, dan maltodekstrin komersial, bahan kimia seperti beberapa
garam jenuh : MgCl2, CH3COOK, NaOH, K2CO3, KI, NaCl, KCl, BaCl2, K2CrO4,
NH4H2PO4 dan K2SO4 yang digunakan untuk kajian ISA dan bahan lainnya untuk
analisis fisik dan kimia.
Alat-alat yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah alat penggiling
multi mill, timbangan digital, ayakan 18 mesh dan 80 mesh, baskom, pengering
silinder, pengering oven, pengering fluidized bed, desikator, kompor, panci,
sendok pengaduk dan alat-alat untuk analisa fisik dan kimia.
3.3 Tahapan Penelitian
Metode percobaan terdiri atas empat tahap. Pada tahap pertama dilakukan
proses pembuatan grits jagung bersih. Pada tahap kedua dilakukan proses
pembuatan grits jagung instan dan pembuatan tepung jagung instan. Pada tahap
ketiga dilakukan proses pembuatan bubur jagung instan dengan modifikasi. Pada
tahap akhir dari penelitian ini dilakukan uji organoleptik, analisis proksimat dan
kajian isotermi sorpsi air (ISA). Tahapan dari seluruh kegitan penelitian secara
Biji jagung
TAHAP I
(Tahap Persiapan)
Perhitungan rendemen.
TAHAP II
Perhitungan rendemen,
Uji rasio dehidrasi, Penyerapan air dan pengembangan volume
sifat birefringence, porositas dan
uji proksimat. Uji viskositas,
wettability, densitas kamba, warna dan uji proksimat
TAHAP III
Uji Organoleptik dan uji proksimat
[image:38.595.109.510.79.545.2]
TAHAP IV
Gambar 6. Prosedur tahapan penelitian secara lengkap
3.3.1 Pembuatan Grits Jagung bersih
Pembuatan grits jagung bersih diawali dengan penggilingan biji jagung
utuh (kering) menggunakan alat penggiling multi mill. Selanjutnya dilakukan
pencucian atau pembilasan grits jagung dengan air sampai bersih, kemudian
direndam 1 jam dalam air setelah itu ditiriskan. Pada akhir tahap ini dilakukan
proses pengeringan dengan menggunakan alat pengering fluidized bed . Hasil
akhir dari serangkaian proses ini adalah grits jagung yang sudah bersih. Diagram
Pembuatan grits
jagung
Pembuatan
grits jagung instan kering
Pembuatan tepung jagung
instan
Pembuatan bubur jagung instan
Kajian Isotermi Sorpsi Air (ISA)
alir proses pembuatan grits jagung bersih secara lengkap dapat dilihat pada
Gambar 7.
Gambar 7. Prosedur pembuatan grits jagung bersih (Modifikasi Serna Salvidar et al. 2001)
dedak Biji jagung utuh
Dicuci atau dibilas dengan air hingga benar-benar bersih
Pengeringan dengan menggunakan pengering fluidized bed pada suhu 65oC, selama 20 menit
Diayak dengan menggunakan ayakan 18 mesh
Digiling dengan menggunakan alat penggiling multi mill
Grits jagung bersih
Perhitungan rendemen Grits jagung kotor
Kotoran
Direndam dalam air selama 1 jam
3.3.2 Pembuatan Grits Jagung Instan Kering
Setelah diperoleh fraksi grits jagung bersih, proses dilanjutkan dengan
pembuatan grits jagung matang atau instan yaitu grits jagung yang sudah bersih
ditambah air (1:3) kemudian ditanak atau dimasak (diaron dan dikukus) pada suhu
±75oC selama 30 menit. Hal tersebut dimaksudkan untuk membuka sifat poros
[image:40.595.119.529.219.541.2]dari jagung dan tahap awal terjadinya mekanisme gelatinisasi dari pati jagung.
Gambar 8. Diagram alir pembuatan grits jagung matang atau instan kering (Modifikasi Husain 2006)
Sifat pati yang tergelatinisasi inilah yang dimanfaatkan untuk pembuatan
produk instan. Grits jagung yang telah ditanak didinginkan pada ruang. Kemudian,
dibagi menjadi dua. Bagian pertama langsung dikeringkan dan bagian kedua
melewati proses pembekuan cepat di dalam freezer dan selanjutnya di-thawing
pada suhu ruang (27oC) kemudian dikeringkan. Pengeringan dilakukan dengan
dua cara yaitu dengan menggunakan pengering oven yang suhu ±60oC, selama 6
jam dan pengering fluidized bed (60oC, selama 20 menit) sehingga dihasilkan Dicampur dengan air dan ditanak (1:3) pada suhu ± 75oC selama 30 menit
Didinginkan pada suhu ruang
Dibekukan di dalam freezer(-20oC, 44 jam)
Di-thawing
Pengering oven (±60oC, 6 jam)
Gritsjagung instan
Perhitungan rendemen, uji rasio rehidrasi, penyerapan air dan pengembangan volume, sifat birefringence, porositas dan uji proksimat
Gritsjagung
produk akhir yaitu grits jagung matang atau instan. Analisa yang dilakukan
terhadap grits jagung matang ini antara lain perhitungan rendemen, uji rasio
rehidrasi, penyerapan air dan pengembangan volume nasi jagung, sifat
birefringence, dan porositas. Diagram alir proses pembuatan grits jagung matang
atau instan secara lengkap disajikan pada Gambar 8.
3.3.3 Pembuatan Tepung Jagung Instan
Pembuatan tepung jagung instan diawali dengan penggilingan grits jagung
bersih dicampurkan dan ditanak atau dimasak dengan air (1:5) pada suhu ±85oC
selama 15 menit sehingga menghasilkan adonan bubur jagung, kemudian
dikeringkan dengan menggunakan alat pengering silinder dengan kecepatan
putaran silinder 4 dan 6 rpm. Pada pengeringan dengan menggunakan pengering
silinder hasil yang didapatkan berupa hancuran lembaran-lembaran tipis. Proses
selanjutnya lembaran-lembaran tipis tersebut dihancurkan dengan menggunakan
disc mill dan diayak dengan ayakan 80 mesh dan hasil akhirnya adalah tepung
jagung instan. Diagram alir pembuatan tepung jagung instan dapat diilustrasikan
[image:41.595.107.532.394.726.2]pada Gambar 9.
Gambar 9. Diagram alir pembuatan tepung jagung instan (Modifikasi Bahrie 2005)
Pengering silinder dengan V = 6 rpm
Penghancuran dengan menggunakan disc mill dan diayak dengan ayakan 80 mesh Grits jagung bersih
Dicampurkan dengan air (1:5) dan dimasak pada suhu ±85oC selama 15 menit
Adonan bubur jagung
Dikeringkan
Lembaran-lembaran tipis
Tepung jagung instan
Pengering silinder dengan V = 4 rpm
3.3.4 Pembuatan Bubur Jagung Instan
Setelah diperoleh hasil yang terbaik dari grits jagung instan dan tepung
jagung instan, maka dilakukan formulasi produk sehingga dihasilkan bubur
jagung instan yang diharapkan. Grits jagung instan kering dicampurkan dengan
tepung jagung instan, maltodekstrin dan susu bubuk menjadi satu adonan kering.
Untuk penyajiannya, adonan kering bubur jagung instan tersebut ditambah air
hangat ±150 ml (1-3 bagian air /berat adonan) dan bubur jagung siap untuk
dikonsumsi.
Tiap-tiap formula (Tabel 3) yang diperoleh kemudian diuji organoleptik
untuk melihat sejauhmana daya terima dari panelis terhadap produk. Pengujian ini
dilakukan dengan skala hedonik atau tingkat kesukaan konsumen. Sampel yang
paling disukai diuji nilai gizinya melalui uji proksimat. Prosedur atau tahapan
[image:42.595.150.457.378.701.2]pembuatan bubur jagung instan dapat dilihat pada Gambar 10.
Gambar 10. Diagram alir pembuatan bubur jagung instan Grits jagung instan kering Tepung jagung instan
Susu bubuk
Maltodekstrin
Pencampuran
Bubur jagung instan
Tabel 3. Formulasi yang digunakan dalam pembuatan bubur jagung instan (dalam 100 gr bahan)
Campuran bahan (gr) Formulasi Tepung
jagung instan
Grits jagung
instan kering maltodektrin Susu bubuk A B C D 10 10 10 10 35 40 45 50 25 20 15 10 30 30 30 30
3.4 Metode Analisis 3.4.1 Analisis Sifat Fisik
• Grits Jagung Instan Kering
1. Rendemen (Muchtadi dan Sugiyono 1992)
Perhitungan rendemen dalam pembuatan grits jagung didasarkan pada
perbandingan antara berat grits jagung akhir dengan berat biji jagung awal yang
digunakan. Perhitungan rendemen dalam pembuatan grits jagung instan
didasarkan pada perbandingan antara berat grits jagung instan kering dengan berat
grits jagung awal yang digunakan. Dapat dirumuskan sebagai berikut :
Rendemen (%) = Berat grits jagung instan Berat grits jagung bersih
2. Porositas (Suliantari 1988)
Ke dalam gelas ukur berukuran 25 ml dimasukkan butiran-butiran grits
instan sampai tanda tera, kemudian ditambahkan toluen sampai butiran tersebut
terendam lalu diukur volume toluen yang dibutuhkan. Perhitungannya adalah
sebagai berikut :
Dimana : N = Porositas Vc = Volume Toluen
V = Volume total
3. Uji rasio rehidrasi (Oktavia 2002)
Sampel sebanyak 10 gr dimasukkan ke dalam gelas piala dan ditambah
dengan 100 ml aquadest. Sampel kemudian dimasukkan ke dalam waterbath
bersuhu 80oC selama 10 menit. Hasil pemasakan dibiarkan sampai mencapai suhu
kamar, kemudian sampel yang telah mengalami rehidrasi ditimbang. Rasio
rehidrasi dihitung dengan rumus :
Rasio rehidrasi =Berat sampel setelah rehidrasi (g) Berat sampel sebelum rehidrasi (g)
4. Penyerapan air dan pengembangan volume (Hubeis 1985)
Penyerapan air dihitung dengan cara memasak grits jagung bersih yang
didapatkan, kemudian membandingkan berat nasi jagung dengan berat grits
jagung awal. Dirumuskan sebagai berikut :
Penyerapan air nasi (%) = Berat nasi jagung – berat grits jagung Berat grits jagung
6. Sifat Birefringence (Sugiyono et al. 2004)
Sampel ditimbang 0.1 g dan ditambahkan akuades 0.9 ml. Suspensi yang
terbentuk diteteskan di atas gelas obyek dan ditutupi dengan gelas penutup.
Selanjutnya preparat diamati di bawah mikroskop polarisasi.
• Tepung Jagung Instan
1. Uji viskositas metode Brookfield
Pengukuran viskositas dilakukan dengan alat viskometer Brookfield.
Sejumlah sampel kira-kira 5% dimasukkan ke dalam wadah gelas. Lalu spindel
dipasang pada alat viskometer dengan kecepatan putar tertentu. Baca kekentalan
sampel setelah alat dikunci dan dihentikan. Nilai viskositas terukur dalam satuan
cP (centiPoise). Nilai viskositas (cP) = Angka pembacaan x Faktor pengali
(Tabel 4).
Tabel 4. Faktor pengali untuk tiap spindel dan rpm yang digunakan Kecepatan putaran
No.
Spindel 6 12 30 60
1 2 3 4
10 50 200 1000
5 25 100 500
2 10 40 200
1 5 20 100
100%
2. Daya serap air / wettability metode wetting time (Park et al. 2001)
Waktu basah didefinisikan sebagai waktu yang dibutuhkan oleh tepung
dari sejak tepung dimasukkan ke dalam air hingga semua tepung basah. Sampel
tepung sebanyak 0.4 g dimasukkan ke dalam air sebanyak 40 ml dalam botol kecil.
Daya dispersi dilakukan pada suhu kamar tanpa pengadukan, waktu dicatat
dengan menggunakan stopwatch.
3. Densitas kamba (Muchtadi dan Sugiyono 1992)
Pengukuran densitas kamba dilakukan dengan menyiapkan sampel kering
dan gelas ukur 50 ml. Pada tahap awal dilakukan penimbangan dan pencatatan
berat gelas ukur (a gr) kemudian sampel dimasukkan ke dalam gelas ukur 50 ml
sampai tanda tera. Kemudian dilakukan pengukuran berat gelas ukur yang berisi
sampel (b gr). Densitas kamba dapat dihitung dengan rumus :
Densitas kamba
ml gr a b
50 ) ( − =
4. Warna, metode Hunter (Floyed et al. 1995)
Sampel tepung diukur dengan menggunakan chromameter CR-200
sehingga diperoleh nilai L, a dan b.
Dimana : L = Kecerahan
a = warna merah jika bertanda + dan hijau jika bertanda – b = warna kuning jika bertanda + dan biru jika bertanda –
3.4.2 Uji Organoleptik Bubur Jagung Instan (Soekarto 1985)
Uji hedonik atau uji kesukaan merupakan salah jenis uji penerimaan. Skala
hedonik dapat direntangkan atau diciutkan menurut skala yang dikehendaki.
Penelitian ini menggunakan 30 orang panelis tidak terlatih dari mahasiswa ilmu
pangan dan mahasiswa ilmu dan teknologi pangan. Adapun tingkatan atau skala
yang digunakan dalam pengujian diantaranya sangat suka, suka, agak suka, netral,
agak tidak suka, tidak suka dan sangat tidak suka. Dalam uji ini panelis diminta
mengungkapkan tanggapan pribadinya tentang kesukaan atau sebaliknya. Dalam
menaik menurut tingkat kesukaan. Dengan adanya skala hedonik ini secara tidak
langsung uji dapat digunakan untuk mengetahui adanya perbedaan.
Tahap awal dalam penyedian sampel bubur jagung dilakukan dengan
melakukan formulasi komponen-komponen penyusun bubur jagung instan sesuai
dengan Tabel 3. Kemudian adonan bubur jagung instan kering ditambahkan air
panas/hangat (suhu 75oC) sebanyak 1 – 3 bagian/ berat adonannya (± 150 ml).
Bubur jagung yang telah diseduh dengan air disajikan secara acak dan dalam
memberikan penilaian panelis tidak boleh mengulang-ulang atau
membanding-bandingkan sampel yang disajikan. Pengujian terhadap uji hedonik harus
dilakukan secara spontan. Untuk itu panelis dapat mengisi formulir isian
(Lampiran 4). Hasil uji hedonik ditabulasikan dalam bentuk tabel, untuk
kemudian dipilih formula yang paling disukai dengan melihat nilai rata-rata skor
tingkat kesukaan terhadap beberapa atribut organoleptik yang diujikan,
diantaranya tekstur, kekentalan, warna, rasa, aroma dan penerimaan secara umum
(overall).
3.4.3 Analisis Kimia
• Grits Jagung Instan, Tepung Jagung Instan dan Bubur Jagung instan
1. Kadar air (AOAC 1995)
Sampel sebanyak 5 g dimasukkan ke dalam cawan alumunium yang
sebelumnya telah dikeringkan dalam oven pada suhu 105oC selama 1 jam dan
diketahui beratnya. Sampel yang telah dikeringkan sampai mencapai berat
konstan kemudian didinginkan dalam desikator lalu ditimbang. Perbedaan berat
sebelum dan sesudah pengeringan dihitung sebagai persen kadar air.
Kadar air dapat dihitung dengan persamaan :
% 100 )
(% x
a b a bb air
Kadar = − ; (% ) x100%
b b a bk air
Kadar = −
Dimana : a = berat sampel mula-mula (gr)
2. Kadar abu metode Tanur (AOAC 1995)
Sampel sebanyak 5 g dimasukkan ke dalam cawan porselin yang
sebelumnya telah diabukan dalam tanur pada suhu 600oC selama 1 jam dan
diketahui beratnya. Selanjutnya sampel yang telah diabukan dalam tanur pada
suhu 600oC selama 3 jam kemudian didinginkan dalam desikator lalu ditimbang.
Dapat dihitung dengan rumus :
Kadar abu (%bb) x100%
sampel berat
labu berat
=
Kadar abu (%bk) 100%
) (% 100 ) (% x bb air kadar bb labu kadar − =
3. Kadar lemak metode Sokhlet (AOAC 1984)
Sebanyak 5 g sampel yang telah dikeringkan, dibungkus dengan kertas
saring lalu dimasukkan ke dalam labu sokhlet. Sementara itu petroleum eter
dimasukkan ke dalam labu lemak yang telah ditimbang beratnya. Selanjutnya
diekstraksi selama 5 jam. Destilasi pelarut yang ada di dalam labu lemak lalu
dikeringkan dalam oven 105oC. Kadar lemak ditentukan dengan rumus sebagai
berikut :
Kadar lemak (%bb) = Berat labu akhir – berat labu awal Berat sampel
Kadar lemak (%bk) = Kadar lemak (% bb) 100 – Kadar air (bb)
4. Kadar protein metode mikro Kjeldahl (AOAC 1984)
Sampel ditimbang sebanyak 0.2 g kemudian dimasukkan ke dalam labu
kjeldahl 100 ml lalu ditambahkan 2 g K2SO4, 40 mg HgO dan 2.5 ml H2SO4 pekat,
setelah itu didestruksi selama 30 menit sampai cairan berwarna hijau jernih,
dibiarkan sampai dingin, lalu ditambahkan 35 ml air suling dan 10 ml NaOH
pekat sampai berwarna coklat kehitaman, kemudian didestilasi. Hasil destruksi
ditampung dalam erlenmayer 125 ml yang berisi H3BO3 dan indikator, lalu
dititrasi dengan HCl 0.02 N, larutan blanko dianalisis seperti sampel. Kadar
nitrogen dihitung berdasarkan rumus :
% N = (HCl – blanko)ml x N HCl x 14.007 Mg sampel
Kadar protein (%bb) = 6.25 x % N
Kadar protein (%bk) = Kadar protein (%bb) 100 – kadar air(%bb)
5. Kadar karbohidrat by difference
Kadar karbohidrat dihitung menggunakan analisis by difference yaitu
dengan mengggunakan rumus :
Kadar karbohidrat (%bb) = 100 - % (protein + lemak