SKRIPSI
FORMULASI DAN OPTIMASI WAKTU PENGGORENGAN MI JAGUNG INSTAN
Oleh :
STEFANUS
F24061524
2010
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
FORMULASI DAN OPTIMASI WAKTU PENGGORENGAN MI JAGUNG INSTAN
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN
pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian
Institut Pertanian Bogor
Oleh :
STEFANUS
F24061524
2010
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
FORMULASI DAN OPTIMASI WAKTU PENGGORENGAN MI JAGUNG INSTAN
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN
pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian
Institut Pertanian Bogor
Oleh :
STEFANUS
F24061524
Dilahirkan pada tanggal 06 November 1988 Di Jakarta
Tanggal lulus : 28 Juni 2010 Menyetujui,
Bogor, 28 Juni 2010
Prof. Dr. Winiati P. Rahayu Dian Herawati, STP, MSi
Dosen Pembimbing Akademik I Dosen Pembimbing Akademik II Mengetahui,
Dr. Ir. Dahrul Syah
RIWAYAT HIDUP
Peneliti dilahirkan di Jakarta pada tanggal 6 November 1988 sebagai anak ketiga dari tiga bersaudara dari pasangan Ma Bie Tjhung dan Thio Man Sin. Peneliti memiliki dua orang kakak perempuan bernama Natalia dan Magdalena. Pendidikan formal ditempuh peneliti di TK Stella Maris, SD Stella Maris, SLTP Kristen Yusuf, dan SMA Kristen Yusuf Jakarta. Peneliti diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor pada tahun 2006 melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB). Pada tahun 2007 diterima sebagai mahasiswa Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Selama masa studi di IPB, peneliti pernah menjadi asisten laboratorium fisika TPB, asisten laboratorium mikrobiologi pangan, dan anggota developer
GLP laboratorium PROM Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. Pengalaman organisasi yang pernah dijalani penulis adalah menjadi anggota Logistik dan Transportasi acara LCTIP XV 2007, anggota konsumsi acara Natal Civa 2007, anggota divisi profesi HIMITEPA selama periode 2008-2009, Ketua pelaksana LCTIP XVI 2008, Ketua divisi profesi HIMITEPA 2009-2010, Koordinator produksi mi jagung RUSNAS IPB 2009-2009-2010, dan anggota acara LCTIP XVII 2009.
Stefanus. F24061524. Formulasi dan Optimasi Waktu Penggorengan Mi Jagung Instan.Di bawah bimbingan Prof. Dr. Winiati P. Rahayu dan Dian Herawati, STP, MSi. 2010.
RINGKASAN
Mi telah menjadi salah satu makanan pokok bagi kebanyakan negara di Asia, termasuk Indonesia. Karakteristik mi terigu telah melekat kuat pada masyarakat Indonesia, sehingga inovasi mi yang baru selalu dibandingkan dengan mi terigu terutama dari sisi penerimaan organoleptiknya. Salah satu produk mi terigu yang tetap berkembang hingga sekarang adalah mi instan. Indonesia tidak tergolong sebagai negara penghasil gandum sehingga kebutuhan bahan baku mi instan di Indonesia dicukupi dari gandum impor. Diversifikasi pangan dapat dilakukan dengan mencari alternatif bahan baku lain sebagai bahan dasar pembuatan mi instan. Salah satu bahan pangan Indonesia yang berpotensi untuk dimanfaatkan sebagai bahan pangan alternatif adalah jagung.Tepung jagung dapat diaplikasikan dalam produk mi jagung.
Penelitian ini bertujuan untuk menentukan rendemen tepung jagung dan menghasilkan mi jagung instan dengan karakteristik yang sesuai dengan standar yang berlaku di Indonesia dan disukai oleh konsumen dari mutu organoleptiknya. Variabel yang diamati adalah rasio tepung terigu dan tepung jagung serta waktu penggorengan. Penentuan rasio tepung jagung dan tepung terigu, serta waktu penggorengan dalam pembuatan mi jagung instanberdasarkan pada cooking time,
cooking loss, kadar air, pertambahan berat, derajat pengembangan mi, dan mutu organoleptik (uji deskriptif, uji hedonik, dan paired preference test). Formula yang direkomendasikan selanjutnya dilakukan analisis mutu kimia dan fisik.
Pembuatan tepung jagung menghasilkan rendemen sebesar 30,40%. Formula yang direkomendasikan untuk pembuatan mi jagung instan adalah formula dengan kombinasi rasio tepung terigu dan tepung jagung (70:30 (b/b)) dengan waktu penggorengan selama 3 menit. Adonan mi dari komposisi tersebut bersifat kompak dan elastis.
Mutu kimia produk mi jagung instan memiliki kadar air kurang dari 10% (7,40%), kadar abu sebesar 1,64%, kadar protein sebesar 10,51%, kadar lemak sebesar 10,14%, kadar karbohidrat sebesar 70,31%, kadar serat kasar sebesar 1,43%, dan aw sebesar 0,588.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kepada Tuhan Yesus Kristus atas berkat, anugerah, dan penyertaan-Nya serta kekuatan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Tugas akhir ini dapat terselesaikan dengan baik karena kasih dan anugerah dari Tuhan Yesus. Selain itu, banyak pihak yang juga turut membantu penulis dalam kegiatan penelitian maupun penulisan skripsi. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang mendalam kepada :
1. Keluargaku : Ayah (Ma Bie Tjhung), Ibu (Thio Man Sin), serta kedua kakakku (Nathalia dan Magdalena) atas semangatnya, doanya, bimbingannya, serta dukungannya kepada penulis sehingga penulis mampu menyelesaikan semuanya.
2. Prof. Dr. Winiati P. Rahayu. dan Dian Herawati, STP, MSi. selaku dosen pembimbing akademik dan dosen pembimbing skripsi yang banyak memberikan dukungan, arahan, dan bimbingan selama penulis menjalani pendidikan dan melakukan tugas akhir.
3. Dr. Feri Kusnandar dan Dr. Nurheni Sri Palupi atas pendanaaan penelitian yang telah dipercayakan kepada saya sehingga tugas akhir ini dapat selesai dengan lancar.
4. Ir. Soenar Soekopitojo, Msi. selaku dosen penguji yang telah meluangkan waktu dan arahannya untuk perbaikan skripsi ini.
5. Sahabat-sahabat terbaikku : Agus Danang Wibowo, Yogi Karsono, Abdi T.C., Arius W., Nur Fathonah Sadek, Della S., Saffiera K. Richie R., Feriana, Margaret, Fenny, dan Sheni I. atas dukungan, dan bantuan di saat susah maupun senang.
6. Teman-teman di tim produksi mi jagung : Tsani F., Aditya A.,Yessica D.A., Helena S.W., Stella D., Bernand S., Desi Ratih, Yuananda P.O., Dinda, dan Marvin L. atas kerjasamanya ketika produksi.
7. Teman-teman ITP 43 atas kebersamaan di saat kuliah dan praktikum. 8. Seluruh staff dan laboran di Lab Departemen ITP dan Seafast : Pak
9. Dosen IPB dan ITP-FATETA periode 2006-2010, atas segala pengajaran pendidikan, serta bantuan yang telah diberikan kepada penulis.
10.Kepada pihak yang belum disebutkan namanya, penulis mengucapkan terima kasih, semoga Tuhan Yesus Kristus membalas semua kebaikan teman-teman semua.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam pelaksanaan penelitian dan penyusunan skripsi ini. Penulis berharap agar skripsi ini dapat bermanfaat bagi berbagai pihak dalam pengembangan ilmu pengetahuan.
Bogor, 28 Juni 2010
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ... i
DAFTAR ISI ... iii
DAFTAR TABEL ... v
DAFTAR GAMBAR ... vi
DAFTAR LAMPIRAN ... viii
I. PENDAHULUAN ... 1
A. LATAR BELAKANG………... 1
B. TUJUAN DAN MANFAAT ... 3
II. TINJAUAN PUSTAKA………. 4
A. JAGUNG ... 4
B. TEPUNG JAGUNG……….. 5
C. MI JAGUNG ... 8
D. MI INSTAN ... 11
E. PENGGORENGAN ... 13
III.METODOLOGI PENELITIAN... 16
A. ALAT DAN BAHAN ... 16
B. METODE PENELITIAN ... 16
1. Pembuatan Tepung Jagung ... 16
2. Pembuatan Mi Jagung Instan... 19
3. Analisis Produk ... 25
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN………....…. 34
A. PEMBUATAN TEPUNG JAGUNG ... 34
B. PENENTUAN RASIO TEPUNG JAGUNG DAN TEPUNG TERIGU, SERTA WAKTU PENGGORENGAN DALAM PEMBUATAN MI JAGUNG INSTAN... 34
1. Mutu Adonan Mi Jagung Instan... 34
2. Mutu Fisik dan Kimia Mi Jagung Instan... 38
Halaman
b. Cooking loss mi jagung instan... 39
c. Kadar air mi jagung instan... 40
d. Pertambahan berat dan derajat pengembangan mi jagung instan... 41
3. Mutu Organoleptik Mi Jagung Instan ... 45
a.Hasil uji deskriptif... 45
b.Hasil uji hedonik... 46
c.Hasil paired preference test... 47
C. MUTU KIMIA DAN FISIK MI JAGUNG INSTAN ... 47
1. Mutu Kimia……... 47
2. Mutu Fisik…... 48
a. Warna……… 48
b. Kekerasan, kelengketan, elastisitas, dan daya kohesif... 49
V. KESIMPULAN DAN SARAN………..……… 52
A. KESIMPULAN... 52
B. SARAN... 53
DAFTAR PUSTAKA ... 54
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1. Komposisi kimia tepung jagung varietas Pioneer 21 dan tepung
jagung kuning secara umum ... 7
Tabel 2. Kriteria pengukuran proses pembuatan mi secara visual ... 10
Tabel 3. Formulasi produk mi jagung instan basis 1 kg. ... 20
Tabel 4. Pengaturan Texture Profile Analyzer ... 30
Tabel 5. Mutu adonan mi jagung instan pada berbagai tingkatan formula. 36
Tabel 6. Pemetaan kombinasi formula dan lama penggorengan pada tahap seleksi ... 44
Tabel 7. Kandungan gizi mi jagung instan dan mi instan komersial ... 48
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Jenis jagung berdasarkan kandungan endosperma ... 4 Gambar 2. Anatomi biji jagung... 5 Gambar 3. Teknologi proses produksi mi jagung ... 11 Gambar 4. Skema aliran bahan dalam teknik penggorengan terendam .... 14 Gambar 5. Bagan penelitian formulasi dan optimasi waktu penggorengan mi jagung instan ... 17 Gambar 6. Pembuatan tepung jagung... 18 Gambar 7. Proses penggilingan jagung pipil dengan menggunakan
multi mill ... 18 Gambar 8. Proses penggilingan endosperma jagung menjadi tepung
jagung dengan menggunakan disc mill ... 19 Gambar 9. Tahap pembuatan mi jagung instan ... 21 Gambar 10. Proses pencampuran bahan baku mi jagung instan……….…. 22 Gambar 11. Proses grinding pada adonan mi jagung 100% ... 22 Gambar 12. Proses sheeting adonan ... 23 Gambar 13. Proses slitting lembaran adonan mi (A) dan untaian mi jagung yang dihasilkan (B) ... 23 Gambar 14. Mi jagung yang telah dikukus ... 24 Gambar 15. Proses penggorengan mi jagung instan ... 24 Gambar 16. Diagram alir kesetimbangan massa proses penepungan kering tepung jagung ... 35 Gambar 17. Glutenin dan gliadin dalam pembentukan gluten melalui
jembatan disulfida... 36 Gambar 18. Penampakan adonan mi dengan rasio tepung terigu dan tepung
jagung (90:10 <A> dan 70:30 <B> (b/b))... 37 Gambar 19. Cooking time mi jagung instan dengan berbagai kombinasi rasio
tepung terigu dan tepung jagung dengan waktu penggorengan. 38 Gambar 20. Cooking loss mi jagung instan dengan berbagai kombinasi rasio
tepung terigu dan tepung jagung dengan waktu penggorengan.40 Gambar 21. Kadar air mi jagung instan dengan berbagai kombinasi rasio
Halaman
Gambar 22. Pertambahan berat mi jagung instan dengan berbagai kombinasi rasio tepung terigu dan tepung jagung dengan waktu
penggorengan... 42
Gambar 23. Derajat pengembangan mi jagung instan dengan berbagai kombinasi rasio tepung terigu dan tepung jagung dengan waktu penggorengan... 43
Gambar 24. Rataan nilai panelis untuk tingkat kekerasan, elastisitas, dan kelengketan... 45
Gambar 25. Hubungan antara jenis mi jagung instan dengan skor rata-rata kesukaan panelis berdasarkan atribut kekerasan... 46
Gambar 26. Warna kuning merah pada mi jagung instan (A) dan warna kuning pada mi instan komersial (B)………... 49
Gambar 27. Perbandingan mi jagung instan dan mi instan komersial berdasarkan tingkat kekerasan dan kelengketan... 50
Gambar 28. Perbandingan mi jagung instan dan mi instan komersial berdasarkan tingkat elastisitas dan daya kohesif... 51
Gambar 29. Profil tekstur mi jagung instan F33 ulangan 1 ... 95
Gambar 30. Profil tekstur mi jagung instan F33 ulangan 2 ... 96
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Lembar kuisioner uji deskriptif... ... 58 Lampiran 2. Lembar kuisioner uji hedonik ... 58 Lampiran 3. Lembar kuisioner paired preference test………... 59 Lampiran 4. Data cooking time mi jagung instan berbagai kombinasi antara rasio tepung terigu dan tepung jagung dengan waktu penggorengan………. 60 Lampiran 5. Hasil analisis data cooking time mi jagung instan berbagai kombinasi antara rasio tepung terigu dan tepung jagung dengan waktu penggorengan……….. 61 Lampiran 6. Data cooking loss mi jagung instan berbagai kombinasi antara rasio tepung terigu dan tepung jagung dengan waktu penggorengan………. 64 Lampiran 7. Hasil analisis data cooking loss mi jagung instan berbagai kombinasi antara rasio tepung terigu dan tepung jagung dengan waktu penggorengan……….. 65 Lampiran 8. Data kadar air mi jagung instan berbagai kombinasi antara rasio tepung terigu dan tepung jagung dengan waktu
penggorengan………. 68 Lampiran 9. Hasil analisis data kadar airmi jagung instan berbagai
kombinasi antara rasio tepung terigu dan tepung jagung dengan waktu penggorengan……….. 69 Lampiran 10. Data pertambahan berat mi jagung instan berbagai
kombinasi antara rasio tepung terigu dan tepung jagung dengan waktu penggorengan………. 72 Lampiran 11. Hasil analisis data pertambahan beratmi jagung instan
berbagai kombinasi antara rasio tepung terigu dan tepung jagung dengan waktu penggorengan……….. 73 Lampiran 12. Data derajat pengembangan mi jagung instan berbagai
Halaman
Lampiran 14c. Hasil uji deskriptif (tingkat kelengketan) ... 82 Lampiran 15a. Hasil uji hedonik warna, rasa, elastistas, dan kelengketan .. 83 Lampiran 15b. Hasil uji hedonik kekerasan ... 91 Lampiran 16. Hasil paired preference test……….……… 93 Lampiran 17. Hasil analisis kimia mi jagung instan dengan rasio tepung terigu dan tepung jagung (70:30 (b/b)) pada waktu
penggorengan selama 3 menit ... 94 Lampiran 18. Hasil analisis warna mi jagung instan dengan rasio tepung terigu dan tepung jagung (70:30 (b/b)) pada waktu
penggorengan selama 3 menit……… 95 Lampiran 19. Hasil analisis tekstur mi jagung instan dengan rasio tepung terigu dan tepung jagung (70:30 (b/b)) pada waktu
1
I.
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Mi telah menjadi salah satu makanan pokok bagi kebanyakan negara di
Asia, termasuk Indonesia. Karakteristik mi terigu telah melekat kuat pada
masyarakat Indonesia, sehingga inovasi mi yang baru selalu dibandingkan
dengan mi terigu terutama dari sisi penerimaan organoleptiknya. Salah satu
produk mi terigu yang tetap berkembang hingga sekarang adalah mi instan.
Tingginya permintaan mi instan yang berkembang pesat di Indonesia
menjadikan Indonesia sebagai salah satu produsen mi instan terbesar di dunia.
Pada tahun 2003, dalam pemasaran produk mi instan, Cina menduduki tempat
teratas dengan 44,3 milyar bungkus, Indonesia dengan 12,4 milyar bungkus,
dan Jepang sebanyak 5,4 milyar bungkus (Sawit, 2003). Indonesia tidak
tergolong sebagai negara penghasil gandum sehingga kebutuhan terigu
Indonesia dicukupi dari gandum impor. Indonesia menduduki peringkat
6 importir gandum dunia dengan total impor sebanyak 4,5 juta ton gandum
pada tahun 2009 (BPS, 2009).
Kedua hal diatas mendorong pemikiran untuk melakukan diversifikasi
pangan dengan mencari alternatif bahan baku lain sebagai bahan dasar
pembuatan mi instan. Salah satu bahan pangan Indonesia yang berpotensi
untuk dimanfaatkan sebagai bahan pangan alternatif adalah jagung. Jagung
memiliki nilai gizi yang cukup memadai dan beberapa daerah di Indonesia
menggunakan jagung sebagai makanan pokok seperti masyarakat Madura dan
Nusa Tenggara Barat. Pengembangan jagung sudah didukung oleh teknologi
unggul yang mencakup budidaya tanam yang sederhana dan praktis, serta
pengolahan pasca panen yang berorientasi pasar.
Pemilihan jagung sebagai bahan baku pada penelitian kali ini sejalan
dengan rencana aksi peningkatan kemampuan produksi jagung nasional
melalui program prioritas pemerintah, yaitu program ”Revitalisasi Pertanian,
Perikanan, dan Kehutanan (RPPK)”. Hasilnya menunjukkan terjadi
peningkatan produktivitas jagung periode 2000-2009 sekitar 0,80-4,18 ton/Ha
2 ditunjukkan dengan 90 persen kebutuhan nasional sudah dapat dipenuhi dari
produksi dalam negeri dan telah berhasil mengekspor jagung sebanyak
150 ribu ton pada tahun 2008 (Deptan, 2009).
Riset untuk pengembangan produk pangan berbasis jagung telah cukup
lama dilakukan di Institut Pertanian Bogor. Di antara penelitian yang cukup
intensif adalah dalam pengembangan teknologi tepung jagung. Tepung jagung
dapat diaplikasikan dalam produk mi jagung (Kusnandar et al., 2008).
Tepung terigu dapat disubtitusi dengan tepung jagung hingga 35%
dalam formula mi kering. Penggunaan campuran tepung terigu dengan tepung
jagung dapat menghasilkan karakteristik adonan dan mi yang lebih baik
dengan tekstur mi yang lebih kuat dan kenyal dibandingkan dengan mi yang
terbuat dari 100% jagung. Kelebihan lain dari mi subtitusi adalah tidak
memerlukan modifikasi proses, sehingga dapat diadopsi langsung oleh
produsen mi dengan tidak memerlukan penambahan investasi dan perubahan
aliran proses (Sigit, 2008).
Mi jagung juga dapat diproduksi dari 100% tepung jagung, namun
memerlukan modifikasi proses, yaitu penambahan tahap proses pengukusan
adonan sebelum pembentukan lembaran adonan. Hal ini untuk mengatasi
masalah tidak adanya gluten dalam jagung yang diperlukan dalam
pembentukan lembaran adonan dan untaian mi yang elastis. Selama ini,
teknologi mi jagung baru dikembangkan untuk memproduksi mi jagung basah
dan mi jagung kering. Perbedaan antara mi kering dan mi instan adalah pada
proses pengeringan setelah pengukusan mi basah. Mi kering dikeringkan
dengan oven, sedangkan mi jagung instan digoreng. Mi instan umumnya
memiliki waktu pemasakan yang lebih pendek dibandingkan mi kering yaitu
maksimal 4 menit (Sigit, 2008).
Merujuk berbagai hal yang telah dikemukakan sebelumnya, maka
pengembangan produk asal jagung berupa mi jagung instan perlu dilakukan
dalam upaya diversifikasi pangan dengan mengaplikasikan teknologi mi instan
3
B. TUJUAN DAN MANFAAT
Penelitian ini bertujuan untuk menentukan kesetimbangan massa
proses penepungan jagung; menentukan kombinasi terbaik antara rasio tepung
jagung dan tepung terigu serta waktu penggorengan mi jagung instan sehingga
menghasilkan mi jagung instan dengan karakteristik yang disukai oleh
konsumen.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dimanfaatkan sebagai acuan
dalam aplikasi pembuatan mi jagung instan oleh industri pangan. Selain itu,
penelitian ini diharapkan dapat memberikan dampak bagi peningkatan
pemanfaatan jagung sebagai bahan baku pembuatan mi dan mengurangi impor
A A. JAGUN J tanaman tanaman adalah ja gen dom berdasar sebagai t J endosper endosper jagung b Gam A tip cap, pelindun serangga
tip cap a
ini meru
adalah b
mengand
NG
Jagung (Zea
n semusim. M
n jagung yai
agung yang minan dengan rkan gejala tanaman pro Jenis-jenis ja rma. Menuru rmanya terd berdasarkan k
mbar 1. Jenis (Dic
Anatomi jagu
germ, dan e
ng endosperm
a, menahan a
adalah bagia
upakan jalur
bagian dari b
dung vitami
II.
TINJA
a mays) ada
Menurut Nob
itu jagung h
memiliki po
n produktivi
heterosis d
oduksi (Iriany
agung dibag
ut Dickerson
diri atas pop
kandungan e
s jagung ber ckerson, 200
ung terdiri d
endosperma
ma dan bak
air, dan men
an tempat m
r makanan d
biji yang ak
in dan mine
AUAN PU
alah tanama
bel dan And
hibrida dan
otensi hasil
itas yang tin
dengan men
y dan Andi,
gi berdasark
n (2003), Jen
, flint, dent,
endosperma
dasarkan kan 03)
dari empat ba
. Kulit adal
kal benih da
ngurangi pro
menempelnya
dan air untuk
kan tumbuh m
eral serta le
USTAKA
an serealia drizal (2003) jagung kom lebih tinggi ggi. Jagung nggunakan 2007). kan bentuknis jagung b
flour, dan s
dapat diliha
ndungan end
agian pokok
ah bagian y
ari kerusaka
ses penguap
a biji pada to
k biji. Bagia
menjadi tan
emak yang
yang tergo
terdapat du
mposit. Jagu
i karena mem
hibrida dike
populasi ge
biji serta
berdasarkan
sweet corn.
at pada Gam
dosperma
k, yaitu kulit
yang berfung
an fisik serta
pan air dari b
ongkol jagun
an germ (ba
5 tumbuh. Bagian endosperma merupakan bagian terbesar dari biji (lebih dari
80%) yang merupakan sumber pati dan protein yang dibutuhkan untuk
mendukung germinasi (Jamin dan Flores, 1998). Struktur anatomi jagung
dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2. Anatomi biji jagung (Geochembio, 2010)
Bagian endosperma adalah bagian yang mengandung pati, yang
berfungsi sebagai cadangan energi. Sel endosperma memiliki lapisan aleuron
yang merupakan pembatas antara endosperma dengan kulit. Lapisan aleuron
menyelubungi endosperma dan lembaga. Dalam endosperma terdapat granula
pati yang membentuk matriks dengan protein, yang sebagian besar adalah
zein. Endosperma jagung terdiri dari dua bagian, yaitu endosperma keras
(horny endosperm) dan endosperma lunak (floury endosperm). Bagian keras
tersusun dari sel-sel yang lebih kecil dan tersusun rapat. Bagian endosperma
lunak mengandung pati yang lebih banyak dan susunan pati tersebut tidak
serapat pada bagian keras (Jamin dan Flores, 1998).
Jenis jagung semiflint (semi mutiara) lebih mudah dibuat tepung
dibandingkan jagung mutiara. Hal ini disebabkan jagung semi mutiara
mengandung endosperma lunak yang lebih banyak dibandingkan dengan
endosperma keras (Jamin dan Flores, 1998).
B. TEPUNG JAGUNG
Tepung jagung adalah tepung yang diperoleh dengan cara menggiling
6 SNI 01-3727-1995. Penggilingan biji jagung ke dalam bentuk tepung
merupakan suatu proses pemisahan kulit, endosperma, lembaga, dan tip cap.
Endosperma merupakan bagian terbesar dari biji Jagung (75-80%) yang
digiling menjadi tepung jagung. Bagian endosperma mengandung pati yang
tinggi (sekitar 86%), protein (6%), lemak (1,73%), dan serat (3,2%). Kulit
mengandung serat yang tinggi sehingga kulit harus dipisahkan dari
endosperma karena dapat membuat tepung bertekstur kasar, sedangkan
lembaga merupakan bagian biji jagung yang paling tinggi kandungan
lemaknya sehingga harus dipisahkan karena lemak yang terkandung di dalam
lembaga dapat membuat tepung cepat rusak karena reaksi oksidasi lemak. Tip
cap merupakan tempat melekatnya biji jagung pada tongkol jagung. Tip cap
juga merupakan bagian yang harus dipisahkan karena dapat membuat tepung
menjadi kasar (Juniawati, 2003)
Jagung yang sesuai untuk dibuat mi jagung adalah jagung kuning dari
berbagai varietas yang mengandung amilosa 25-75%, seperti jagung srikandi,
pioneer, dan jagung mutiara. Jagung putih (jagung pulut) kurang sesuai untuk
dibuat mi jagung, karena mengandung amilopektin yang lebih tinggi sehingga
membentuk tekstur mi yang lengket. Varietas jagung yang umum dipakai
dalam proses pembuatan mi jagung adalah jagung varietas P-21 (Pioneer-21)
memiliki umur panen 100 hari. Tepung jagung yang dihasilkan memiliki
kandungan lemak yang rendah yaitu 1,73%. Kandungan lemak yang rendah
disebabkan adanya proses degeminasi (pemisahan lembaga) pada saat proses
penepungan (Etikawati, 2007).
Komposisi kimia tepung jagung varietas Pioneer 21 berdasarkan hasil
penelitian Etikawati (2007) dan jagung kuning secara umum (FAO, 2005)
dapat dilihat pada Tabel 1. Komposisi terbesar pada tepung jagung adalah
karbohidrat dimana sebagian besar terdiri dari pati. Pati merupakan simpanan
karbohidrat dalam tumbuhan dan merupakan sumber karbohidrat bagi manusia
(Almatsier, 2003). Pati tersusun rangkaian unit-unit glukosa yang terdiri dari
fraksi becabang dan rantai lurus. Fraksi bercabang dari pati adalah amilopektin
dengan ikatan 1,4-D-glukopiranosa dengan rantai cabang pada
7 ikatan 1,4-D-glukopiranosa (Muchtadi dan Sugiyono, 1998). Komposisi
amilosa dan amilopektin berbeda dalam pati berbagai jenis bahan makanan,
tetapi umumnya jumlah amilopektin lebih besar dibandingkan amilosa
(Almatsier, 2003).
Tabel 1. Komposisi kimia tepung jagung dari varietas Pioneer 21 dan tepung
jagung kuning secara umum
Komposisi Kimia Varietas Pioneer 21* Jagung kuning**
Kadar air (%) 5,46 14,00
Kadar protein (%) 6,32 6,60
Kadar abu (%) 0,31 0,50
Kadar lemak (%) 1,73 2,80
Kadar karbohidrat (%) 86,18 76,10
Kadar Amilopektin (%) 43,52 -
Kadar Amilosa (%) 23,04 -
Kadar karoten (ppm) - 1,30
Retinol equivalen (ppm) - 0,21
Kadar serat larut (%) - 0,20
Kadar serat tidak larut (%) - 1,50
Total serat pangan (%) - 1,70
Keterangan: (-) tidak tercantum
Sumber: *Etikawati (2007) dan **FAO (2005)
Tepung jagung yang diperlukan untuk produksi mi jagung adalah yang
berukuran 100 mesh. Penggunaan tepung jagung dengan ukuran kurang dari
100 mesh akan menghasilkan mi jagung dengan tekstur yang kasar dan
kehilangan padatan selama pemasakan yang lebih tinggi (Sigit, 2008).
Tepung jagung P-21 memiliki derajat Hue 82,65 yang berarti tepung
jagung memiliki warna yellow red (Etikawati, 2007). Warna kuning pada
tepung jagung disebabkan oleh adanya pigmen karoten dan beta karoten,
jagung kuning umumnya mengandung karoten 1,3 ppm dan beta karoten
antara 0,7 hingga 1,46 ppm (Howe dan Tanumihardjo, 2006). Jagung dengan
varietas yang berbeda memungkinkan untuk memiliki kandungan karoten
yang berbeda pula. Warna kuning dari tepung jagung akan menghasilkan mi
jagung yang berwarna kuning alami.
Jenis protein pada tepung jagung berbeda dengan protein pada tepung
terigu. Protein pada tepung terigu mengandung protein jenis gliadin dan
8 jagung lebih banyak mengandung protein zein (prolamin) dan glutelin. Gluten
berperan dalam pembentukan lembaran adonan dan untaian mi yang kenyal
dan elastis. Protein zein dan glutelin dari jagung tidak dapat membentuk
gluten sebagaimana tepung terigu, sehingga kurang berperan dalam
pembentukan kekenyalan dan elastisitas mi. Dengan perbedaan karakteristik
antara protein terigu dan jagung tersebut, maka proses pembuatan mi jagung
(terutama untuk mi yang dibuat dari 100% tepung jagung) agak berbeda
dengan mi terigu yaitu dilakukan pengukusan adonan sebelum tahap sheeting
yang merupakan tahap pregelatinisasi sehingga antar pati jagung saling
mengikat membentuk adonan yang kuat (Sigit, 2008).
C. MI JAGUNG
Mi jagung dari berbahan baku tepung jagung dapat diproduksi dengan
menggunakan teknologi kalendering dan teknologi ekstrusi. Teknologi
kalendering merupakan teknologi pembentukan untaian mi dengan
membentuk adonan menjadi lembaran terlebih dahulu. Teknologi ekstrusi
merupakan teknologi pembentukan untaian mi dengan menggunakan ekstruder
pasta (Sigit, 2008). Proses pembuatan mi jagung dengan pembentukan
lembaran terdiri dari beberapa tahap yaitu pencampuran bahan, pengukusan
adonan, grinding, sheeting, slitting, pengukusan mi, dan pengeringan.
Pembuatan mi jagung dengan teknologi kalendering diawali dengan
pencampuran tepung jagung dengan larutan garam (1% garam dilarutkan
dalam air) dan guar gum 1%. CMC, guargum, dan alginat dapat berfungsi
sebagai pengikat komponen-komponen adonan, sehingga ketika mi dimasak
komponen-komponen tersebut tidak lepas. Penambahan guar gum dengan
konsentrasi 1% memiliki pengaruh yang paling besar dalam mengurangi
kelengketan dan cooking loss (Faldillah, 2005). Dalam teknologi kalendering,
untaian mi dibentuk dengan cara memotong lembaran adonan, sedangkan
dalam teknologi ekstrusi, untaian mi dibentuk dengan menekan adonan mi ke
9 Campuran ini kemudian dikukus pada kisaran suhu 90-100°C.
Pengukusan menyebabkan adonan mengalami gelatinisasi, sehingga terbentuk
massa yang elastis dan kohesif setelah mixing.
Tahap selanjutnya adalah sheeting untuk pembentukan lembaran
adonan. Pengepresan lembaran dilakukan bertahap dengan melewatkan
adonan di antara roll pengepres sehingga didapatkan ketebalan 1.5mm.
Lembaran ini kemudian dipotong menjadi untaian mi. Agar untaian mi tidak
mudah patah, maka jumlah pati yang dipregelatinisasi harus cukup (>85%)
karena pati yang berfungsi sebagai pengikat (Soraya, 2006). Selanjutnya
untaian mi dimatangkan dengan pengukusan pada kisaran suhu 90-100°C dan
diperoleh mi basah. Produksi mi kering dilakukan dengan cara pengeringan
dengan oven pada suhu 60-70°C. Secara skematis, teknologi proses produksi
mi jagung dapat dilihat pada Gambar 3.
Proses pengolahan mi basah jagung berbeda dengan proses pengolahan
mi basah terigu karena setelah pencampuran bahan baku dilakukan
pengukusan adonan. Pengukusan dilakukan agar adonan dapat dibentuk dan
dicetak menjadi mi. Terigu pada pembuatan mi berperan penting dalam
pembentukan adonan adalah protein, sedangkan pada jagung yang
berpengaruh terhadap adonan adalah pati.
Tepung jagung dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan mi
untuk menggantikan sebagian atau semua tepung terigu dalam produksi mi.
Penggunaan tepung jagung dalam mi memiliki keunggulan, yaitu dapat
mengurangi biaya bahan baku dan produksi, mengurangi ketergantungan
terhadap bahan baku terigu, dan memberikan keunggulan terhadap mi karena
tanpa penggunaan pewarna sintetis dan adanya kandungan beta karoten. Hal
ini berbeda dengan mi terigu dimana warna kuning dihasilkan oleh
penambahan pewarna kuning tartrazin. Mi jagung yang dihasilkan dari 100%
tepung jagung berwarna lebih kuning dibandingkan mi terigu atau mi subtitusi
(Kusnandar et al., 2008). Penggunaan tepung jagung dalam mi dibatasi oleh
karakteristik fungsional tepung jagung, yaitu kandungan protein gluten yang
rendah dan tidak mengandung protein gliadin dan glutenin yang bertindak
10 (Juniawati, 2003). Kriteria pengukuran proses pembuatan mi secara visual
dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Kriteria pengukuran proses pembuatan mi secara visual
Proses Kriteria Pengukuran
Mixing Adonan seragam; mampu menyerap air secara optimal
Sheeting Lembaran mi mudah dibentuk; permukaannya halus; tidak
bergaris-garis; dan tidak ada noda
Slitting Ukuran seragam dan sesuai; tersisir dengan baik; bentuknya
bagus
Steaming Memiliki derajat gelatinisasi yang baik; tidak lengket
Cooking Waktu pemasakan singkat; rendah cooking loss (kehilangan
padatan akibat pemasakan); teksturnya bagus Sumber: Hou dan Kruk (1998)
Gambar 3. Teknologi proses produksi mi jagung (Kusnandar, et al., 2008)
Tepung jagung (70%)
MixingI (kering)
MixingII Air garam
Sheetingdan Slitting
Untaian mi
Pengukusan II
Penggorengan
Mie instan
Pengukusan
Grinding (pemadatan) Tepung terigu
Mixing
Air garam
Sheeting dan Slitting
Pengukusan
Mie basah Pengukusan
Pengeringan
Mie kering
Ekstrusi
Pengukusan
Mie basah Pengeringan
11
D. MI INSTAN
Menurut SII (Standar Industri Indonesia) 1716-90, pengertian mi
instan yaitu produk makanan kering dari tepung terigu dengan atau tanpa
penambahan bahan tambahan lain yang diijinkan, berbentuk khas mi dan siap
dihidangkan setelah dimasak atau diseduh oleh air mendidih paling lama
4 menit. Sedangkan menurut SNI 01-3551-1996 mi instan memiliki pengertian
mi dengan berbahan dasar tepung terigu atau tepung lainnya sebagai bahan
utama dengan atau tanpa penambahan bahan lainnya dan dapat diberi
perlakuan alkali. Proses pregelatinisasi dilakukan sebelum mi dikeringkan
dengan proses penggorengan atau proses dehidrasi lainnya.
Proses pembuatan mi instan berbahan dasar terigu terdiri dari tujuh
tahap utama. Tahap-tahap pembuatan mi instan antara lain penimbangan
bahan dan pembuatan larutan garam, mixing, pressing dan slitting, steaming,
frying, cooling, dan packing (Astawan, 2004) yang diuraikan sebagai berikut:
1. Penimbangan bahan dan pembuatan larutan garam
Bahan-bahan yang akan dibuat adonan ditimbang sesuai proporsi
masing-masung bahan dalam adonan. Larutan garam perlu dilarutkan di
dalam air untuk mempermudah proses mixing. Persyaratan kualitas dari
larutan garam adalah larutan homogen, tidak ada benda asing, tidak
berbau, warna jernih, pH 9-11, umur larutan garam tidak lebih dari 24 jam.
2. Pencampuran (Mixing)
Mixing adalah proses pencampuran antara raw material (tepung
terigu dan tepung tapioka) dengan larutan garam dalam suatu mixer yang
dicampur secara homogen dalam waktu tertentu. Proses ini bertujuan
untuk membentuk adonan dengan kadar air yang cukup dan mempunyai
struktur gluten yang dapat membentuk adonan yang baik pada proses
pengepresannya nantinya. Persyaratan kualitas untuk mixing adalah suhu
12
3. Pembentukan lembaran dan pencetakan (sheeting dan slitting)
Tahap sheeting adalah tahap dimana adonan yang telah homogen
dari dalam mixer menerima gaya tekan hingga membentuk lembaran
adonan dengan ketebalan tertentu. Slitting adalah proses dimana lembaran
adonan dipotong atau disisir membentuk untaian mi. Proses slitting
bertujuan untuk membentuk struktur gluten dengan arah yang sama secara
merata sehingga lembar adonan menjadi lembut dan elastis serta dapat
dipotong atau disisir menjadi untaian mi dan dibentuk menjadi
bergelombang.
4. Pemotongan (cutting)
Cutting adalah proses pemotongan untaian mi dengan ukuran
tertentu. Proses cutting bertujuan untuk memotong untaian mi sesuai
ukuran.
5. Pengukusan (steaming)
Steaming adalah proses pengukusan dari untaian mi setelah
dipotong sesuai dengan ukuran tertentu dengan menggunakan uap air
panas bersuhu 90-100°C. Proses steaming bertujuan untuk mematangkan
mi sehingga terbentuk tekstur mi yang solid yang disebabkan oleh adanya
gelatinisasi pati dan koagulasi gluten yang menyebabkan gelombang mi
bersifat solid/tetap. Gelatinisasi yang sempurna akan menghasilkan tekstur
mi yang lembut, lunak, dan elastis.
6. Penggorengan (frying)
Penggorengan adalah proses pengeringan dengan menggunakan
minyak sebagai media. Proses penggorengan merupakan proses
pengeluaran uap air yang tergantikan dengan minyak dalam keadaan
terendam minyak dengan suhu 160°C dan waktu penggorengan selama
3 menit (deep frying). Penggorengan bertujuan untuk mengurangi kadar air
di dalam mi dan pemantapan pati tergelatinisasi (Astawan, 2004). Selama
13 penyerapan minyak ke dalam mi. Selain itu, penggorengan juga
memberikan proses gelatinisasi tambahan pada pati. Oleh karena itu,
selama proses penggorengan akan terjadi kehilangan bobot mi sekitar
30-32% (mi dalam kemasan biasa) dan 32-33% (mi dalam cup)
(Kim, 1999).
7. Pendinginan dan pengemasan (Cooling dan Packaging)
Pendinginan mi dilakukan setelah mi melewati tahap
penggorengan. Pendinginan dilakukan dengan hembusan udara atau kipas
dalam lorong pendingin. Setelah tahap pendinginan, mi dikemas dan
dikelim (sealing), lalu dikemas dengan menggunakan pengemas sekunder.
Proses pendinginan harus segera dilakukan untuk mencegah terjadinya
oksidasi minyak karena suhu mi setelah digoreng cukup tinggi yaitu
140ºC. Setelah didinginkan, mi langsung dikemas (Kim, 1999).
E. PENGGORENGAN
Proses penggorengan memiliki arti proses dimana bahan makanan
yang dimasukkan ke dalam ketel segera menerima panas dan kandungan air
dalam bahan pangan akan menguap dan ditandai dengan timbulnya
gelembung-gelembung selama proses penggorengan. Selama berjalannya
penggorengan, bahan pangan menyerap minyak dengan persentase yang cukup
besar, tergantung dari bahan pangan yang digoreng. Komponen bahan pangan
yang digoreng akan mengalami pelarutan dan akan terbentuk cita rasa bahan
pangan yang digoreng akibat pemasakan lemak, protein, karbohidrat, dan
komponen-komponen minor lainnya yang ada dalam makanan
(Blumenthal, 1996).
Proses penggorengan dibagi menjadi dua kategori, yaitu sistem batch
merupakan sistem yang statis dan dalam ukuran kecil (kapasitas minyak yang
digunakan sedikit, sekitar 8 hingga 28 liter) yang umumnya digunakan di
restoran. Kategori penggorengan yang kedua yaitu sistem bed yang umumnya
digunakan dalam industri (kapasitas produksi 250 hingga 25.000 kg
14
Teknik menggoreng dibagi menjadi dua tipe, yaitu teknik gangsa (pan
frying/contact frying) dan teknik terendam (deep-fat frying). Teknik gangsa
menggoreng bahan dengan secara langsung bersentuhan dengan pemanas dan
hanya dibatasi oleh selaput tipis minyak. Teknik terendam merupakan proses
penggorengan dengan bahan terendam seluruhnya oleh minyak sehingga
seluruh permukaan bahan bersentuhan dengan minyak dengan batas minyak
minimal 2cm diatas permukaan produk (Moreira, 2003)
Proses penggorengan terendam terbagi menjadi dua bagian, yaitu
bagian input dari ketel penggorengan yang terdiri dari minyak, bahan makanan
yang digoreng dan panas, dan bagian output terdiri dari produk hasil goreng,
uap panas, minyak, produk yang berminyak, dan remahan bahan makanan
yang dapat disaring (Robertson, 1967). Skema aliran bahan dalam
menggoreng terendam dapat dilihat pada Gambar 4.
Gambar 4. Skema aliran bahan dalam teknik penggorengan terendam
(Moreira, 2003)
Proses penggorengan memiliki beberapa perbedaan dibandingkan
proses memasak lainnya, sehingga menggoreng dirasakan lebih mudah dan
praktis untuk dilakukan. Pematangan terhadap bahan pangan merupakan
akibat dari terjadi transfer massa dan transfer panas selama proses
penggorengan (Blumenthal, 1996). Hal-hal yang terjadi selama penggorengan
antara lain:
Minyak dalam ketel
Panas
Uap yang dihasilkan dari lemak dan hasil sampingannya
Produk gorengan Uap
Penyaring Bahan
mentah
15
1. Penguapan air dari bahan pangan
Suhu permukaan produk meningkat. Penggorengan merupakan proses
dehidrasi, yakni keluarnya air dan udara panas dari produk akibat adanya
panas dari minyak.
2. Pemanasan produk sesuai temperatur yang diinginkan untuk mencapai
karakteristik yang diinginkan.
3. Meningkatnya suhu permukaan produk untuk mencapai warna kecoklatan
dan kerenyahan. Tingkat pencoklatan produk dan kerenyahan diakibatkan
oleh perbedaan suhu yang besar antara minyak dan produk selama proses
penggorengan menyebabkan pemasakan menjadi lebih efektif ketika
tingkat surfaktan mulai meningkat sehingga kontak antara produk dan
minyak menjadi optimal dan minyak masuk ke dalam pangan bertukaran
dengan air yang terkandung.
4. Perubahan dimensi produk. Produk dapat mengecil, membesar,
mengembang atau sama dengan ukuran sebelumnya.
5. Terjadi perpindahan lemak dari minyak ke produk.
6. Sistem penggantian minyak yang dipindahkan dari produk atau kelebihan
minyak ke sistem penggorengan oleh produk.
7. Perubahan densitas dikarenakan minyak dengan densitas yang lebih kecil
dibandingkan air bertukar tempat dengan air selama proses penggorengan.
8. Perubahan kimia minyak dan kemampuan mentransfer panas yang
berakibat terhadap kualitas produk (penyerapan minyak, tingkat
pencoklatan produk, dan rasa).
Proses penggorengan dipengaruhi oleh panas, udara, dan kelembaban
(kadar air). Proses pemanasan minyak pada suhu yang tinggi dengan adanya
oksigen akan mengakibatkan rusaknya asam-asam lemak tak jenuh yang
terdapat dalam minyak, seperti asam oleat dan linoleat. Terbentuknya flavor
yang menyimpang sering terjadi pada minyak yang telah digunakan selama
16
III. METODOLOGI PENELITIAN
A. ALAT DAN BAHAN
Bahan-bahan utama yang digunakan pada penelitian ini yaitu jagung
pipil varietas P-21 dari daerah Ponorogo, tepung terigu cakra kembar, dan
minyak goreng. Bahan-bahan tambahan yang digunakan pada penelitian ini
yaitu guar gum, garam, baking soda, dan air.
Alat-alat yang digunakan dalam pembuatan mi jagung instan adalah
oven pengering, neraca analitik, disc mill,multi mill, tray dryer, steamer,
deep-fat fryer, dan kain saring. Alat-alat yang digunakan dalam analisis adalah oven
pengering, penangas, termometer, jangka sorong, cawan alumunium, desikator,
dan alat-alat gelas.
B. METODE PENELITIAN
Penelitian formulasi dan optimasi waktu penggorengan mi jagung
instan dibagi menjadi tiga tahap, yaitu: (1) pembuatan tepung jagung dari
jagung pipil P-21, (2) pembuatan mi jagung instan, dan (3) analisis produk.
Bagan penelitian dapat dilihat pada Gambar 5.
1. Pembuatan Tepung Jagung
Pembuatan tepung jagung dilakukan dengan cara kering. Pembuatan
tepung jagung dapat dilihat pada Gambar 6. Proses penepungan jagung
dilakukan dengan prosedur sebagai berikut: jagung pipil digiling dengan multi
mill yang akan menghasilkan tepung kasar, grits, kulit ari, dan lembaga. Proses
penggilingan jagung pipil dengan menggunakan multi mill dapat dilihat pada
Gambar 7. Pemisahan grits/tepung kasar dari kulit ari/lembaga dilakukan
dengan cara perendaman jagung giling dalam air selama 2 jam. Selama
perendaman, kulit ari dan lembaga menjadi terapung sehingga dapat
17
Gambar 5. Bagan penelitian formulasi dan optimasi waktu penggorengan mi jagung instan
Pembuatan Tepung Jagung
Pembuatan mi jagung instan berdasarkan rasio tepung terigu dan tepung jagung (90:10, 80:20, 70:30,
60:40, 0:100 (b/b))
Penggorengan mi jagung instan berdasarkan waktu penggorengan (1, 2, 3, 4, dan 5 menit)
Analisis fisik dan kimia: Cooking loss
Cooking time
Kadar air
Derajat pengembangan
Pertambahan berat
Mutu Organoleptik: Uji deskriptif Uji rating hedonik Paired preference test
Mi Jagung instan dengan mutu fisik dan kimia yang baik dan mutu organoleptikyang paling disukai
Analisis proksimat, tekstur, dan warna mi jagung instan Tepung Jagung
Data mutu adonan (kemudahan pembentukan adonan, kekompakan, dan elastisitas)
Mi jagung instan dengan kombinasi antara rasio tepung terigu dan tepung jagung dengan waktu penggorengan
Data mutu fisik, kimia, dan organoleptik mi jagung instan
18
Gambar 7. Proses penggilingan jagung pipil dengan menggunakan
multi mill
Kulit ari harus dipisahkan dari endosperma karena dapat membuat
tepung bertekstur kasar, sedangkan lembaga merupakan bagian biji jagung
yang tinggi kandungan lemaknya sehingga dapat membuat tepung cepat rusak
karena reaksi oksidasi lemak. Tip cap merupakan tempat melekatnya biji Jagung pipil P-21
Penggilingan I (multi mill)
Tepung jagung kasar
Pengayakan (100 mesh)
[image:32.612.266.374.450.583.2]Tepung jagung halus (100 mesh)
Gambar 6. Pembuatan tepung jagung (Juniawati, 2003)
Grits Kotoran
Pencucian dan perendaman dalam air selama 2 jam
Pengeringan oven 40°C
19 jagung pada tongkol jagung. Tip cap juga merupakan bagian yang harus
dipisahkan karena dapat membuat tepung menjadi kasar (Juniawati, 2003).
Grits jagung basah dikeringkan dengan tray oven (40°C) hingga kadar air
sekitar 17% kemudian digiling dengan menggunakan disc mill yang bertujuan
untuk memperhalus ukuran grits jagung menjadi tepung. Jika kadar air terlalu
tinggi, maka bahan akan menempel pada disc mill sehingga dapat
menimbulkan kemacetan pada alat. Sedangkan jika kadar air terlalu rendah
maka endosperma akan kembali menjadi keras dan sulit untuk ditepungkan.
Tepung jagung yang dihasilkan masih berupa pencampuran antara
tepung halus dan tepung kasar yang belum terpisahkan berdasarkan ukurannya.
Hasil penggilingan kemudian diayak dengan menggunakan automatic siever
dengan ukuran 100 mesh sehingga menghasilkan tepung jagung yang halus
dengan ukuran 100 mesh. Proses penggilingan endosperma jagung menjadi
[image:33.612.277.384.365.503.2]tepung jagung dengan menggunakan disc mill dapat dilihat pada Gambar 8.
Gambar 8. Proses penggilingan endosperma jagung menjadi tepung jagung
dengan menggunakan disc mill
2. Pembuatan Mi Jagung Instan
Pada tahap ini akan ditentukan rasio tepung terigu dan tepung jagung
dan waktu penggorengan, meliputi tahapan formulasi produk dan pembuatan
produk
a) Formulasi produk
Tahap formulasi merupakan tahap perancangan formula produk. Pada
tahap ini dilakukan perhitungan persentase bahan agar dihasilkan produk mi
20 dasar terigu. Formula mi jagung instan dibedakan berdasarkan rasio tepung
terigu dan tepung jagung(90:10, 80:20, 70:30, 60:40, 0:100 (b/b)). Formula
produk mi jagung instan basis 1 kg dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Formulasi produk mi jagung instan basis 1kg
Bahan baku (gram)
Formula 1
Formula 2
Formula 3
Formula 4
Formula 5
Tepung jagung 100 200 300 400 1000
Tepung terigu 900 800 700 600 0
Air 400 400 400 400 500
Baking soda 3 3 3 3 -
CMC 10 10 10 10 10
Garam 10 10 10 10 10
Pada pembuatan mi jagung instan formula tepung jagung 100% terdapat
perbedaan pada jumlah air yang ditambahkan dan tanpa penambahan baking
soda. Hal tersebut berdasarkan pada penelitian Sigit (2008) yang menyatakan
jumlah air (50%) yang ditambahkan dalam pembuatan mi jagung 100% akan
menghasilkan tekstur mi yang kompak dan lembut. Baking soda tidak
ditambahkan karena mi jagung akan terlalu mengembang dan memiliki cooking
loss yang sangat besar.
b) Pembuatan produk
Pada tahap pembuatan mi jagung instan dilakukan pembuatan produk
berdasarkan formula rancangan percobaan. Proses pembuatan mi jagung instan
dengan substitusi tepung terigu pada umumnya melalui 5 tahap, yaitu meliputi
pencampuran 1 (kering), pencampuran 2, sheeting, slitting, pengukusan, dan
penggorengan. Tahap pembuatan mi jagung instan subtitusi tepung jagung (10,
[image:34.612.148.494.169.282.2]20, 30, dan 40%) dan mi jagung instan 100% tepung jagung dapat dilihat pada
21 Pencampuran 1 (kering) bertujuan mengurangi risiko tidak meratanya
bahan baku pada adonan. Pencampuran 2 bertujuan untuk menghidrasi tepung
dengan air, menghasilkan campuran yang homogen dan membentuk adonan.
Guar gum berfungsi sebagai pengikat komponen-komponen adonan, sehingga
ketika mi dimasak komponen-komponen tersebut tidak lepas. Penambahan
guar gum dengan konsentrasi 1% memiliki pengaruh yang paling besar dalam
mengurangi kelengketan dan cooking loss (Faldillah, 2005). Terdapat
perbedaan proses pembuatan mi jagung instan subtitusi dengan mi jagung
instan 100% yaitu pada proses pencampuran hanya dimasukkan tepung jagung
sebanyak 70% sedangkan 30% tepung jagung akan dimasukkan pada tahap
grinding. Adanya dua bagian tepung jagung dikarenakan tepung jagung yang
sebanyak 30% dimaksudkan agar dapat berfungsi sebagai pelapis adonan
Mixing I (kering)
Mixing II Air garam (garam 1% dan air 40% atau 50%*)
Sheeting dan Slitting
Untaian mi
Pengukusan
Penggorengan (1,2,3,4,5 menit)
Mie jagung instan
[image:35.612.117.505.85.402.2]Tepung jagung (30%)* Tepung jagung
(10,20,30,40%)
Tepung terigu (90,80,70,60%)
Guar gum (1%) Baking
soda (0,3%)
Tepung jagung (70%)*
Pengukusan I*
Grinding (pemadatan adonan)*
Ket: *) merupakan proses yang dilakukan hanya pada pembuatan mi jagung instan 100%
22
sehingga adonan ketika digrinding tidak lengket. Pencampuran 1 dan
pencampuran 2 menggunakan alat vary mixer. Proses pencampuran bahan baku
[image:36.612.239.400.151.261.2]mi jagung instan dapat dilihat pada Gambar 10.
Gambar 10. Proses pencampuran bahan baku mi jagung instan
Perbedaan lain proses pembuatan mi jagung instan subtitusi dengan mi
jagung instan 100% yaitu pengukusan 1. Pengukusan 1 dimaksudkan sebagai
tahap gelatinisasi awal sehingga adonan dapat dibentuk dan dicetak menjadi mi
karena terigu pada pembuatan mi berperan penting dalam pembentukan adonan
adalah protein, sedangkan pada jagung yang berpengaruh terhadap adonan
adalah pati. Pengukusan 1 dilakukan pada suhu 90°C selama 15 menit. Apabila
suhu pengukusan kurang dari 90°C maka adonan akan menjadi rapuh
sedangkan apabila suhu lebih dari 90°C maka adonan akan menjadi lengket
begitu pula dengan waktu pengukusan sehingga suhu dan waktu pada
pengukusan 1 menjadi tahapan kritis. Tahap grinding dimaksudkan untuk
memadatkan adonan sehingga menjadi adonan yang kuat dan menyatu. Proses
grinding pada adonan mi jagung 100% dapat dilihat pada Gambar 11.
[image:36.612.243.399.547.661.2]23
Sheeting dilakukan dengan menggunakan sheeter dengan prinsip
memberikan tekanan pada adonan secara berulang-ulang di antara dua roll
logam sehingga adonan semakin menyatu dan kompak satu sama lain.
Lembaran dibuat bertahap dari yang tebal sampai ke tipis dengan cara
mengatur jarak roll semakin lama semakin kecil hingga ketebalan adonan
[image:37.612.238.402.208.325.2]sekitar 0,5mm. Proses sheeting adonan dapat dilihat pada Gambar 12.
Gambar 12. Proses sheeting adonan
Slitting adalah proses dimana lembaran adonan dipotong atau disisir
membentuk untaian mi. Proses slitting bertujuan untuk membentuk struktur
gluten dengan arah yang sama secara merata sehingga lembar adonan menjadi
lembut dan elastis serta dapat dipotong atau disisir menjadi untaian mi dan
dibentuk menjadi bergelombang. Proses slitting lembaran adonan mi dan
untaian mi jagung yang dihasilkan dapat dilihat pada Gambar 13.
(A) (B)
Gambar 13. Proses slitting lembaran adonan mi (A) dan untaian mi
jagung yang dihasilkan (B)
Pengukusan dilakukan pada kisaran suhu 100°C sekitar 15 menit.
[image:37.612.150.483.491.645.2]24 menyebabkan terbentuknya massa yang elastis dan kohesif. Mi jagung yang
telah dikukus dapat dilihat pada Gambar 14.
[image:38.612.252.491.130.247.2]
Gambar 14. Mi jagung yang telah dikukus
Tahap selanjutnya adalah penggorengan. Proses penggorengan menurut
Blumenthal (1996), memiliki arti proses dimana bahan makanan yang
dimasukkan ke dalam ketel segera menerima panas dan kandungan air dalam
bahan pangan akan menguap dan ditandai dengan timbulnya
gelembung-gelembung selama proses penggorengan. Selama berjalannya penggorengan,
bahan pangan menyerap minyak dengan persentase yang cukup besar,
tergantung dari bahan pangan yang digoreng. Komponen bahan pangan yang
digoreng akan mengalami pelarutan dan akan terbentuk cita rasa bahan pangan
yang digoreng akibat pemasakan lemak, protein, karbohidrat, dan
komponen-komponen minor lainnya yang ada dalam pangan (Blumenthal, 1996).
Penggorengan mi jagung instan dilakukan dengan menggunakan deep fat fryer.
Proses penggorengan mi jagung instan dapat dilihat pada Gambar 15.
[image:38.612.240.400.534.651.2]25 Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah
Rancangan Acak Lengkap (Completely Randomized Design) yang disusun
secara faktorial 5 X 5 dengan dua kali ulangan. Sebagai sumber keragaman
adalahrasio tepung terigu dan tepung jagung (A) dengan lima taraf perlakuan
(90:10, 80:20, 70:30, 60:40, 0:100 (b/b)) dan waktu penggorengan (B) dengan
lima taraf perlakuan (1, 2, 3, 4, dan 5 menit).
Yijk = µ + Ai + Bj + (AB)ij + εijk
Keterangan:
Yijk = respon yang terukur
µ = rataan umum
Ai = pengaruh rasio tepung terigu dan tepung jagung pada taraf ke-i
Bj = pengaruh waktu penggorengan pada taraf ke-j
(AB)ij = pengaruh interaksi antara tingkat subtitusi tepung jagung pada taraf
ke-i dan waktu penggorengan pada taraf ke-j.
εijk = galat percobaan untuk tingkat subtitusi tepung jagung pada taraf ke-i dan
waktu penggorengan pada taraf ke-j dari ulangan ke-k
3. Analisis Produk
Analisis mutu mi instan yang untuk pemilihan kombinasi terbaik antara
rasio tepung jagung dan tepung terigu dan waktu penggorengan mi jagung
instan terdiri dari karakteristik adonan, mutu fisik, kimia, dan organoleptik.
Analisis karakteristik adonan terdiri dari kemudahan pembentukan, elastisitas
lembaran adonan, dan kekompakan adonan yang dinilai berdasarkan jumlah
pengulangan sheeting pada tahap pertama dan kehalusan permukaan adonan
secara visual.
Analisis mutu fisik dan kimia untuk pemilihan kombinasi terbaik
antara rasio tepung jagung dan tepung terigu serta waktu penggorengan mi
jagung instan terdiri dari (a) waktu rehidrasi (cooking time), (b) cooking loss,
(c) pertambahan berat dan derajat pengembangan, (d) kadar air, dan (e) mutu
organoleptik. Data waktu rehidrasi (cooking time), cooking loss, pertambahan
berat, derajat pengembangan, dan kadar air selanjutnya dilakukan pengujian
26
program Statistical Analysis System (SAS) untuk melihat pengaruh nyata dari
interaksi antara rasio tepung terigu dan tepung jagung dengan waktu
penggorengan dari masing-masing parameter. Analisis fisik dan kimia untuk
kombinasi terbaik antara rasio tepung jagung dan tepung terigu dan waktu
penggorengan terdiri dari (a) warna, (b) analisa tekstur, (c) kadar abu,
(d) kadar protein, (e) kadar lemak, (f) kadar karbohidrat, (g) kadar serat kasar,
(h) pengukuran aktivitas air.
Standar mi instan yang diinginkan dengan karakteristik adonan yang
kompak dan elastis, mi instan kering dengan kadar air kurang dari 10% (SNI
01-3551-2000), warna yang cerah, tekstur mi setelah dimasak tidak hancur, dan
mi instan masak dengan kadar cooking loss kurang dari 15% (Hou dan Kruk,
1998), cooking time kurang dari 4 menit (SII 1716-90), derajat pengembangan
±125%, pertambahan berat lebih besar dari 225% dengan rasa, warna,
kekerasan, elastisitas, dan kelengketan yang lebih disukai secara subjektif.
Analisis mutu fisik dan kimia untuk pemilihan kombinasi terbaik antara
rasio tepung jagung dan tepung terigu dan waktu penggorengan mi jagung
instan diuraikan sebagai berikut:
a. Waktu rehidrasi optimum (cooking time) (Juniawati, 2003)
Waktu rehidrasi optimum diukur dengan cara merebus 5 gram sampel mi
instan 5 cm di dalam 200 ml air mendidih. Mi diambil setiap 30 detik dan
ditekan diantara dua batang gelas pengaduk. Waktu rehidrasi optimum tercapai
ketika bagian tengah mi sudah terehidrasi sempurna yaitu sudah tidak ada
warna putih pada bagian tengah mi.
b. Kehilangan padatan akibat pemasakan (cooking loss) (Oh, et al., 1985)
Sebanyak 5 gram sampel yang telah diketahui kadar airnya dimasukkan
ke dalam air mendidih (100˚C) selama waktu rehidrasi optimum, mi ditiriskan
dan disiram air, kemudian ditiriskan kembali selama 5 menit. Segera setelah itu
dipindahkan ke dalam cawan yang telah diketahui beratnya dan ditimbang.
Cawan beserta isinya dimasukkan ke dalam oven 105˚C selama kurang lebih
6 jam atau sampai beratnya konstan. Setelah itu didinginkan di dalam desikator
27 Perhitungan :
%
Keterangan:
A = berat cawan + sampel setelah dikeringkan
B = berat cawan
Kam= kadar air mula-mula
Bsm = berat sampel mula-mula
c. Pertambahan berat dan derajat pengembangan (swelling power) (Pukkahuta et al., 2007)
Sebanyak 3 gram mi direbus dalam 40 ml air mendidih selama waktu
rehidrasi optimum. Mi diangkat, ditiriskan, dan ditimbang. Perbandingan antara
berat (W) setelah direhidrasi dengan sebelum direhidrasi (dalam persen)
dinyatakan sebagai pertambahan berat karena rehidrasi. Sementara itu,
pengembangan ditentukan dengan cara mengukur perbedaan diameter (D) mi
yang sudah mengalami rehidrasi dengan mi yang belum mengalami rehidrasi
(dinyatakan dalam persen).
Perhitungan :
Pertambahan berat % W rehidrasi
W x
Derajat pengembangan % D sebelum rehidrasi D sesudah rehidrasi
d. Kadar air, metode oven (AOAC, 1995)
Cawan alumunium dikeringkan dalam oven pada suhu 105oC selama
15 menit, lalu didinginkan dalam desikator selama 10 menit. Cawan ditimbang
menggunakan neraca analitik. Sampel sebanyak 5 gram dimasukkan ke dalam
cawan, kemudian cawan serta sampel ditimbang dengan neraca analitik. Cawan
berisi sampel dikeringkan dalam oven pada suhu 105oC selama 6 jam.
Selanjutnya cawan berisi sampel didinginkan dalam desikator, kemudian
ditimbang. Setelah itu, cawan berisi sampel dikeringkan kembali dalam oven
selama 15-30 menit, lalu ditimbang kembali. Pengeringan diulangi hingga
28 Perhitungan :
Kadar air %bb W W
W x
Kadar air %bk W W
W x
e. Mutu organoleptik (Adawiyah et al., 2007)
Uji organoleptik yang dilakukan adalah uji deskriptif, uji hedonik, dan
paired preference test. Panelis yang digunakan berjumlah 30 orang dengan
latar belakang mahasiswa S1 Fakultas Teknologi Pertanian IPB. Uji deskriptif
digunakan untuk mengetahui karakter mi jagung instan dari segi tingkat
kekerasan, tingkat elastisitas, dan tingkat kelengketan dibandingkan dengan mi
terigu komersial secara subjektif. Sampel disajikan secara acak kepada panelis
dan panelis diminta memberi penilaian terhadap sampel pada lembar penilaian
yang telah disediakan. Lembar kuisioner uji deskriptif dapat dilihat pada
Lampiran 1. Penilaian dilakukan dengan tidak membandingkan antara sampel
satu dengan yang lain. Skala deskriptif yang digunakan adalah skala garis
mempunyai rentang 0-15cm. Selanjutnya dilakukan analisis paired t-test
terhadap data sensori yang dihasilkan.
Uji hedonik digunakan untuk mengetahui tingkat kesukaan konsumen
terhadap dua kombinasi kombinasi terbaik antara rasio tepung jagung dan
tepung terigu dan waktu penggorengan mi jagung instan dari segi warna, rasa,
elastisitas, kekerasan, dan kelengketan. Sampel disajikan secara acak kepada
panelis dan panelis diminta memberi penilaian terhadap sampel pada lembar
penilaian yang telah disediakan. Lembar kuisioner uji hedonik dapat dilihat
pada Lampiran 2. Penilaian dilakukan dengan tidak membandingkan antara
sampel satu dengan yang lain. Skala hedonik yang digunakan adalah skala garis
mempunyai rentang 0-15cm. Selanjutnya dilakukan analisis t-test terhadap data
sensori yang dihasilkan untuk mengetahui perbedaan tingkat kesukaan terhadap
kedua sampel.
Paired preference test digunakan untuk mengetahui formula mi jagung
instan yang lebih disukai oleh konsumen. Dua sampel disajikan secara acak
29
lembar penilaian yang telah disediakan. Lembar kuisioner paired preference
test dapat dilihat pada Lampiran 3.. Penilaian dilakukan dengan memilih satu
sampel yang paling disukai. Kombinasi terbaik antara rasio tepung jagung dan
tepung terigu dan waktu penggorengan mi jagung instan terpilih adalah mi
jagung instan yang terbanyak dipilih oleh panelis. Mi jagung instan dengan
kombinasi terbaik antara rasio tepung jagung dan tepung terigu dan waktu
penggorengan selanjutnya akan dilakukan analisis mutu kimia dan fisik.
Analisis mutu fisik dan kimia kombinasi terbaik antara rasio tepung
jagung dan tepung terigu dan waktu penggorengan mi jagung instan diuraikan
sebagai berikut:
a. Warna mi instan, metode Hunter (Hutching, 1999)
Sebanyak 5 gram sampel ditempatkan pada wadah yang transparan lalu
pengukuran menghasilkan nilai L, a, b dan °H. Nilai L digunakan untuk
menyatakan parameter kecerahan (warna akromatis, 0 (hitam) sampai
100 (putih)). Warna kromatik campuran merah hijau ditunjukkan oleh nilai a
(a+ = 0-100 untuk warna merah, a- = 0-(-80) untuk warna hijau. Warna
kromatik campuran biru kuning ditunjukkan oleh nilai b (b+ = 0-70, untuk
warna kuning, b- = 0-(-70)) untuk biru. Nilai Hue dikelompokkan sebagai
berikut:
Red purple : Hue° 342-18 Green : Hue° 162-198
Red : Hue° 18-54 Purple : Hue° 306-342
Yellow Red : Hue° 54-90 Blue Purple : Hue° 270-306
Yellow : Hue° 90-126 Blue green : Hue° 198-234
Blue : Hue° 234-270 Yellow green : Hue° 126-162
b. Tekstur secara objektif (texture analyzer) (Sigit, 2008)
Tekstur mi yang terdiri atas kekerasan, kelengketan, daya kohesif, dan
elastisitas diukur dengan menggunakan texture analyzer TA-XT2. Tiga
parameter yang menentukan tekstur mi yaitu kekerasan, kelengketan, daya
kohesif, dan elastisitas yang akan tercatat pada kurva yang menunjukkan
30 periode tertentu (s) yang dibutuhkan untuk mengembalikan mi pada kondisi
semula disebut dengan kelengketan. Gaya maksimum yang dapat memutuskan
mi ketika ditarik pada sampel holder dinamakan elastisitas. Gaya maksimum
yang dibutuhkan untuk menekan mi (gf) dinamakan kekerasan.
Sebelum diukur mi direhidrasi dengan cara direbus di dalam air
mendidih sesuai dengan waktu rehidrasi optimumnya. Mi ditiriskan dan
diletakkan pada tempat contoh untuk di deformasi dengan probe silinder
dengan kecepatan 1 mm per detik. Sebagai pembanding digunakan 1 sampel mi
[image:44.612.178.468.305.489.2]instan terigu komersial. Pengaturan Texture Profile Analyzer dapat dilihat pada
Tabel 4.
Tabel 4. Pengaturan Texture Profile Analyzer
Parameter Setting
Pre test speed 2,0 mm/s
Test speed 0,1 mm/s
Post test speed 2,0mm/s
Rupture test speed 1,0 mm
Distance 75%
Force 100 g
Time 5 sec
Count 2
c. Kadar abu (AOAC, 1995)
Pinggan porselin pengabuan dibakar dalam tanur, kemudian
didinginkan dalam desikator, dan ditimbang. Sampel sebanyak 3 gram
ditimbang dalam pinggan tersebut, kemudian pinggan yang berisi sampel
dibakar sampai didapatkan abu berwarna abu-abu atau sampai bobotnya
konstan. Pengabuan dilakukan dalam dua tahap, yaitu pertama pada suhu
sekitar 400oC dan kedua pada suhu 5500C. Pinggan porselin yang berisi sampel
didinginkan dalam desikator, kemudian ditimbang dengan neraca analitik.
Catatan: Sebelum pinggan porselin masuk kedalam tanur, sampel yang ada
dalam pinggan porselin dibakar dulu pada pembakar sampai asapnya habis.
31 Perhitungan :
Kadar abu % bb bobot sampel xbobot abu
d. Kadar protein metode Kjedahl-mikro (AOAC, 1995)
Sekitar 0,10 mg sampel (dibutuhkan sekitar 8 ml HCl 0,02N)
ditimbang, dipindahkan ke dalam labu Kjedahl 30 ml. Setelah itu, ditambahkan
1,9 gram K2SO4, 40 ± 10 mg HgO, dan 2,0 ml H2SO4 ke dalam labu Kjedahl
yang berisi sampel. Setelah itu, beberapa butir batu didih dimasukkan ke dalam
labu Kjedahl yang berisi sampel kemudian labu Kjedahl didihkan selama 1 jam
sampai cairan menjadi jernih. Setelah cairan jernih, labu Kjedahl yang berisi
sampel didinginkan dan ditambahkan ± 5 ml air secara perlahan-lahan ke
dalamnya, kemudian didinginkan kembali. Isi labu dipindahkan ke dalam alat
destilasi. labu Kjedahl yang isinya sudah dipindahkan ke dalam alat destilasi
dicuci dan bilas 6 kali dengan 2 ml air, air cucian dipindahkan ke dalam alat
destilasi.
Erlenmeyer 125 ml yang berisi 5 ml larutan H3BO3 dan 2 tetes indikator
(campuran dua bagian metil merah 0,2% dalam alkohol dan satu bagian metilen
blue 0,2% dalam alkohol) diletakan di bawah kondensor. Ujung tabung
kondensor harus terendam di bawah larutan H3BO3 kemudian ditambahkan
9 ml larutan NaOH-Na2S2O3 dan dilakukan destilasi sampai tertampung
kira-kira 15 ml destilat dalam erlenmeyer. Setelah itu, tabung kondensor dibilas
dengan air dan bilasannya ditampung dalam erlenmeyer yang sama.
Selanjutnya isi erlenmeyer diencerkan sampai kira-kira 50 ml dan kemudian
ditritasi dengan HCl 0,02 N sampai terjadi perubahan warna menjadi abu-abu.
Hal yang sama dilakukan untuk blanko.
Perhitungan:
Kadar N % HC HC N HC .
32
e. Kadar lemak (metode soxhlet) (AOAC, 1995)
Sebanyak 5 gram sampel dibungkus dengan kertas saring lalu
dimasukkan ke dalam labu soxhlet. Heksana dituang ke dalam labu lemak dan
kemudian alat dirangkai. Refluks dilakukan selama 6 jam. Labu lemak yang
berisi lemak hasil ekstraksi dan sisa pelarut heksana diangkat dan kemudian
dipanaskan dalam oven pada suhu 1050C sampai pelarut menguap semua. Labu
yang berisi lemak didinginkan dalam desikator dan kemudian ditimbang.
Perhitungan :
Kadar lemak %bb W W x
f. Kadar karbohidrat (by difference) (AOAC, 1995)
Kadar karbohidrat dihitung sebagai sisa dari persentase kadar
persentase air, abu, lemak dan protein. Kadar karbohidrat ditentukan sebagai
berikut :
Kadar karbohidrat %
% %bb K. air %K. abu %K. protein %K. lemak
g. Kadar serat kasar (AOAC, 1995)
Sampel ditimbang sebanyak 2 gram lalu dihaluskan. Sampel yang telah
halus diekstrak lemaknya menggunakan pelarut Petroleum Eter (PE). Sampel
bebas lemak dipindahkan secara kuantitatif kedalam erlenmeyer 200 ml.
Setelah itu, H2SO4 mendidih ditambahkan kedalam erlenmeyer berisi sampel.
Erlenmeyer diletakkan pada pendingin balik. Sampel dididihkan dalam
erlenmeyer selama 30 menit dengan sesekali digoyang. Setelah selesai
suspensi disaring dengan menggunakan kertas saring.
Residu yang tertinggal dicuci dengan air mendidih, pencucian
dilakukan sampai air cucian tidak bersifat asam lagi (pengujian dengan kertas
lakmus). Residu secara kuantitatif dipindahkan dari kertas saring ke dalam
erlenmeyer dengan menggunakan spatula. Sisa residu yang tertinggal pada
kertas saring dicuci kembali dengan menggunakan NaOH mendidih sampai
33 Sampel dididihkan kembali dengan pendingin balik selama 30 menit
dengan sesekali digoyangkan. Sampel disaring kembali dengan kertas saring
yang diketahui beratnya sambil dicuci dengan K2SO4 10%. Residu di kertas
saring dicuci dengan menggunakan air mendidih kemudian dengan alkohol
95%. Kertas saring dikeringkan di dalam oven dengan suhu 1100C sampai berat
konstan (1-2 jam). Setelah itu sampel didinginkan dan dimasukkan ke dalam