• Tidak ada hasil yang ditemukan

Prediksi curah hujan ekstrim secara spasial (studi kasus: curah hujan bulanan di Kabupaten Indramayu)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Prediksi curah hujan ekstrim secara spasial (studi kasus: curah hujan bulanan di Kabupaten Indramayu)"

Copied!
50
0
0

Teks penuh

(1)

PREDIKSI CURAH HUJAN EKSTRIM SECARA SPASIAL

(Studi Kasus: Curah Hujan Bulanan di Kabupaten Indramayu)

FITRI MUDIA SARI

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Prediksi Curah Hujan Ekstrim Secara Spasial (Studi Kasus: Curah Hujan Bulanan di Kabupaten Indramayu) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)

RINGKASAN

FITRI MUDIA SARI. Prediksi Curah Hujan Ekstrim Secara Spasial (Studi Kasus: Curah Hujan Bulanan di Kabupaten Indramayu). Dibimbing oleh ANIK DJURAIDAH dan AJI HAMIM WIGENA.

Perubahan iklim global dapat meningkatkan kejadian-kejadian ekstrim seperti curah hujan ekstrim, suhu udara ekstrim, dan intensitas badai. Studi mengenai pendugaan curah hujan ekstrim perlu dilakukan untuk meminimalkan dampak dari perubahan iklim global. Untuk mendukung kebutuhan tersebut, diperlukan metode statistika yang dapat menjelaskan kejadian curah hujan ekstrim. Kejadian curah hujan ekstrim biasanya diukur berdasarkan lokasi, oleh karena itu dibutuhkan pemodelan spasial ekstrim dalam menduga curah hujan ekstrim yang memperhitungkan korelasi spasial dalam pemodelannya. Dalam konsep spasial, lokasi yang jaraknya berdekatan memiliki hubungan yang cukup erat, oleh karena itu korelasi spasial digunakan untuk mengetahui seberapa erat hubungan antar lokasi.

Pada penelitian ini, korelasi spasial dihitung dengan menggunakan madogram dan koefisiem ekstremal. Madogram merupakan modifikasi dari semivariogram dan sebaran nilai ekstrim. Koefisien ekstremal menggambarkan karakteristik metrik dari dependensi ekor sebaran. Pemodelan spasial ekstrim dapat dianalisis melalui pendekatan copula dan max-stable. Pendekatan copula mengasumsikan sebaran marginal nilai ekstrim mengikuti sebaran seragam. Proses max-stable mentransformasikan sebaran marginal nilai ekstrim ke dalam sebaran Fréchet. Dalam penelitian ini, metode yang digunakan untuk pemodelan spasial ekstrim adalah metode copula.

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data curah hujan bulanan pada 15 stasiun curah hujan di Kabupaten Indramayu periode tahun 1979-2008. Untuk melihat kestabilan parameter, data dibagi menjadi tiga kelompok: yaitu data tahun 1979-2003, tahun 1982-2006, dan tahun 1984-2008. Pemodelan untuk pendugaan curah hujan ekstrim menggunakan data curah hujan tahun 1979-2007 dan pengujian ketepatan model menggunakan data curah hujan tahun 2008. Untuk pendugaan curah hujan ekstrim musim hujan, data yang digunakan adalah data tahun 1979-2006, sedangkan data curah hujan musim hujan tahun 2007 dan 2008 digunakan untuk pengujian ketepatan model.

Plot madogram dan plot koefisien ekstremal menunjukkan bahwa terdapat korelasi spasial pada data curah hujan di Kabupaten Indramayu. Pendugaan parameter copula untuk kelompok tahun 1979-2003, 1982-2006, dan 1984-2008 menunjukkan dugaan parameter ekstrim curah hujan di Kabupaten Indramayu cenderung stabil. Hasil penelitian ini menunjukkan nilai ramalan untuk 12 bulan ke depan memberikan hasil peramalan yang paling baik untuk periode tahunan dan masih cukup relevan untuk digunakan di lapangan. Sedangkan untuk periode musim hujan, hasil peramalan yang paling baik adalah ramalan untuk 6 bulan ke depan dan masih cukup relevan untuk digunakan di lapangan.

(5)

SUMMARY

FITRI MUDIA SARI. Spatial Extreme Rainfall Forecast (Case Study: Monthly Rainfall in Indramayu Regency). Supervised by ANIK DJURAIDAH and AJI HAMIM WIGENA.

Global climate change could increase the extreme events such as extreme rainfall, extreme temperatures, and windstorm intensity. The study of extreme rainfall prediction is necessary to be conducted to minimize the impact of the global climate change. Thus, statistical method is needed to explain the extreme rainfall events. Extreme rainfall events are usually measured for multiple locations, so it is necessary to use spatial extreme modeling to predict the extreme rainfall which takes into account the spatial correlation in the modeling. In spatial, nearest neighbors have a fairly close relationship, therefore the spatial correlation is used to determine how closely the relationship between locations.

In this study, spatial correlation was calculated by using madogram and extremal coefficient. Madogram is a modification of semivariogram and extreme value distributions. Extremal coefficient is a metric characterization of tail dependence. Extreme spatial modeling were analyzed with copula approach and max-stable process. Copula approach assumes the marginal distribution of extreme values follow the uniform distribution. Max-stable process transform the marginal distribution of the extreme values to the Fréchet distribution. In this study, copula approach is used to spatial extreme modelling.

The data used were monthly rainfall in the period of 1979-2008 at 15 weather stations in Indramayu Regency. To see the stability of the parameters, the data were divided into three groups: the data for 1979-2003, 1982-2006, and 1984-2008. Modeling for prediction of extreme rainfall using rainfall data of 1979-2007 and the data in 2008 are used for model validation. For the estimation of extreme rainfall rainy season, the data used is the data for 1979-2006, while the rainfall rainy season data of 2007 and 2008 are used for model validation.

(6)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2013

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(7)

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Statistika Terapan

PREDIKSI CURAH HUJAN EKSTRIM SECARA SPASIAL

(Studi Kasus: Curah Hujan Bulanan di Kabupaten Indramayu)

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2013

(8)
(9)

Judul Tesis : Prediksi Curah Hujan Ekstrim Secara Spasial (Studi Kasus: Curah Hujan Bulanan di Kabupaten Indramayu)

Nama : Fitri Mudia Sari NRP : G152110071

Disetujui oleh Komisi Pembimbing

Dr Ir Anik Djuraidah, MS Ketua

Dr Ir Aji Hamim Wigena, MSc Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi Statistika Terapan

Dr Ir Anik Djuraidah, MS

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

(10)
(11)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah yang berjudul “Prediksi Curah Hujan Ekstrim Secara Spasial (Studi Kasus: Curah Hujan Bulanan di Kabupaten Indramayu)”. Keberhasilan penulisan karya ilmiah ini tidak lepas dari bantuan, bimbingan, dan petunjuk dari berbagai pihak.

Terima kasih penulis ucapkan kepada:

1. Kedua orang tua serta seluruh keluarga atas doa, dukungan dan kasih sayangnya.

2. Ibu Dr Ir Anik Djuraidah MS selaku pembimbing I dan ketua program studi Pascasarjana Statistika Terapan dan Bapak Dr Ir Aji Hamim Wigena MSc selaku pembimbing II yang telah banyak memberi bimbingan, arahan serta saran dalam penyusunan karya ilmiah ini.

3. Penguji luar komisi Ibu Dr Ir Indahwati Msi pada ujian tesis yang telah memberikan kritik dan saran dalam perbaikan penyusunan karya ilmiah ini. 4. Seluruh staf pengajar di Program Studi Statistika IPB atas ilmu yang

diberikan selama perkuliahan.

5. Teman-teman Statistika (S2 dan S3) dan Statistika Terapan (S2) atas bantuan dan kebersamaannya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

(12)
(13)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL iv

DAFTAR GAMBAR iv

DAFTAR LAMPIRAN iv

1 PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 2

2 TINJAUAN PUSTAKA 3

Teori Nilai Ekstrim 3

Ukuran Dependensi Spasial 4

Copula 6

Tingkat Pengembalian 7

3 METODE PENELITIAN 8

Data 8

Prosedur Analisis Data 8

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 8

Deskripsi Data Curah Hujan 8

Dependensi Spasial 11

Pendugaan Parameter Spasial Ekstrim 12

Tingkat Pengembalian 15

5 SIMPULAN 21

DAFTAR PUSTAKA 21

LAMPIRAN 23

(14)

DAFTAR TABEL

1 Deskripsi data curah hujan 9

2 Nilai dugaan parameter spasial ekstrim data curah hujan tahun

1979-1988, 1982-2006, dan 1984-2008 13

3 Nilai dugaan parameter spasial ekstrim data curah hujan periode

tahunan 14

4 Nilai dugaan parameter spasial ekstrim data curah hujan periode musim

hujan 14

5 Ramalan tingkat pengembalian curah hujan periode tahunan dalam

rentang 3 bulan ke depan 16

6 Ramalan tingkat pengembalian curah hujan periode tahunan dalam

rentang 6 bulan ke depan 16

7 Ramalan tingkat pengembalian curah hujan periode tahunan dalam

rentang 9 bulan ke depan 17

8 Ramalan tingkat pengembalian curah hujan periode tahunan dalam

rentang 12 bulan ke depan 17

9 Ramalan tingkat pengembalian curah hujan periode musim hujan dalam

rentang 3 bulan ke depan 18

10 Ramalan tingkat pengembalian curah hujan periode musim hujan dalam

rentang 6 bulan ke depan 18

11 Ramalan tingkat pengembalian curah hujan periode musim hujan dalam

rentang 9 bulan ke depan 19

12 Ramalan tingkat pengembalian curah hujan periode musim hujan dalam

rentang 12 bulan ke depan 19

DAFTAR GAMBAR

1 Kurva sebaran nilai ekstrim 4

2 Plot semivariogram 5

6 Peta kontur rata-rata intensitas curah hujan Kabupaten Indramayu 11 7 Peta kontur rata-rata intensitas curah hujan periode musim hujan di

Kabupaten Indramayu 11

8 Peta kontur rata-rata intensitas curah hujan periode musim kering di

Kabupaten Indramayu 11

9 Plot madogram dan koefisien ekstremal 12

10 Grafik nilai parameter lokasi , parameter skala dan parameter

bentuk 13

11 Diagram kotak garis kesalahan relatif ramalan tingkat pengembalian

(15)

12 Peta kontur peramalan 12 bulan ke depan curah hujan ekstrim periode

tahunan 20

13 Diagram kotak garis kesalahan relatif ramalan tingkat pengembalian

curah hujan periode musim hujan 20

14 Peta kontur peramalan 6 bulan ke depan curah hujan ekstrim periode

musim hujan 21

DAFTAR LAMPIRAN

1 Peta lokasi dan posisi lintang bujur 15 stasiun penakar hujan di

Kabupaten Indramayu 23

2 Jumlah bulan hujan per tahun 24

3 Kisaran curah hujan per bulan 25

4 Matriks jarak 26

5 Fungsi sebaran curah hujan ekstrim di stasiun curah hujan Kabupaten

Indramayu tahun 1979-2003 27

6 Fungsi sebaran curah hujan ekstrim di stasiun curah hujan Kabupaten

Indramayu tahun 1982-2006 28

7 Fungsi sebaran curah hujan ekstrim di stasiun curah hujan Kabupaten

Indramayu tahun 1984-2008 29

8 Fungsi sebaran curah hujan ekstrim di stasiun curah hujan Kabupaten

Indramayu periode tahunan tahun 1979-2007 30

9 Fungsi sebaran curah hujan ekstrim di stasiun curah hujan Kabupaten

Indramayu periode tahunan tahun 1979-2007 31

10 Persamaan tingkat pengembalian curah hujan ekstrim periode tahunan

di Kabupaten Indramayu 32

11 Persamaan tingkat pengembalian curah hujan ekstrim periode musim

(16)
(17)

1

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang

Perubahan iklim global dapat meningkatkan kejadian ekstrim, seperti curah hujan ekstrim, suhu udara ekstrim, dan intensitas badai (Frich et al. 2002). Curah hujan ekstrim adalah kondisi curah hujan di atas atau di bawah rata-rata kondisi normalnya. Secara garis besar, curah hujan ekstrim dapat dibedakan menjadi curah hujan ekstrim basah yang mengakibatkan banjir, dan curah hujan ekstrim kering yang berdampak kekeringan. Berdasarkan informasi yang diperoleh dari Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG), tinggi curah hujan 1 mm sama dengan jumlah air hujan sebanyak 1 liter dalam luasan 1 meter persegi. Keadaan curah hujan dikatakan musim kering jika curah hujan kurang dari 50 mm/10 hari dan musim hujan jika curah hujan mencapai lebih dari atau sama dengan 50 mm/10 hari, sedangkan curah hujan ekstrim terjadi ketika curah hujan mencapai lebih dari 400 mm/bln.

Perubahan iklim dan cuaca yang ekstrim menimbulkan berbagai masalah, antara lain gangguan kesehatan akibat wabah penyakit, nelayan yang tidak berani melaut akibat ombak tinggi, petani yang gagal panen serta kerawanan sosial lainnya. Berkaitan dengan masalah di bidang pertanian (ketahanan pangan) yang melanda belahan dunia, produksi padi merupakan tanaman yang rentan terhadap kejadian ekstrim seperti El-Nino dan La-Nina (Naylor et al. 2002). Pada saat terjadinya El-Nino, suhu permukaan laut di Samudra Pasifik menjadi hangat dan menyebabkan terjadinya musim kemarau yang kering dan panjang di Indonesia, akibatnya lahan tanaman padi mengalami kekeringan dan produksi padi menurun. Sedangkan pada saat terjadinya La-Nina, kelembaban udara dan curah hujan yang tinggi dapat menyebabkan kerusakan tanaman akibat banjir, dan meningkatkan intensitas serangan hama dan penyakit tanaman, akibatnya produksi padi menurun dan menyebabkan kerawanan pangan.

Kabupaten Indramayu merupakan penyuplai beras terbesar di Jawa Barat dengan kontribusi sebesar 35 persen dari total 17.6 persen produksi Jawa Barat untuk nasional. Namun berdasarkan data dari Dinas Pertanian Jawa Barat lahan-lahan subur semakin menyusut, grafik peningkatan produksi terus melandai sejak tahun 1984 bahkan sangat fluktuatif. Sekitar 3.11 persen produksi padi di Jawa Barat pada tahun 2012 mengalami penurunan dibandingkan tahun 2011 (BPS 2013). Hal ini diduga salah satunya karena dampak perubahan iklim yang tidak menentu seperti terjadinya El-Nino dan La-Nina.

Informasi mengenai pendugaan curah hujan ekstrim yang terjadi di suatu wilayah diperlukan untuk meminimalkan dampak dari perubahan iklim global. Manfaat mempelajari pendugaan curah hujan ekstrim adalah petani dan stakeholder akan memiliki pengetahuan yang baik tentang iklim, terutama kejadian iklim ekstrim agar produksi tanaman padi bisa dimaksimalkan dan kerugian bisa diminimalkan. Untuk mendukung kebutuhan tersebut, diperlukan metode statistika yang dapat menjelaskan kejadian curah hujan ekstrim. Salah satu metode statistika yang dikembangkan berkaitan dengan analisis kejadian ekstrim adalah teori nilai ekstrim (extreme value theory/EVT).

(18)

2

dan model peak over threshold (POT). Model BM adalah suatu model yang mengidentifikasi nilai ekstrim melalui nilai maksimum dari data pengamatan yang dikelompokkan pada suatu periode tertentu. Pendekatan ini menghasilkan hanya satu nilai ekstrim pada setiap periode. Sedangkan model POT adalah suatu pendekatan untuk mengidentifikasi nilai ekstrim melalui data pengamatan yang melebihi suatu nilai ambang (threshold) tertentu. Model POT akan menghasilkan satu atau lebih nilai ekstrim pada nilai tertentu. Pada data multivariat, pendekatan yang sering digunakan yaitu pendekatan copula dan proses max-stable. Pendekatan copula mengasumsikan sebaran marginal nilai ekstrim mengikuti sebaran seragam. Proses max-stable mentransformasikan sebaran marginal nilai ekstrim ke dalam sebaran Fréchet.

Kejadian curah hujan ekstrim biasanya diukur berdasarkan lokasi, oleh karena itu dibutuhkan pemodelan spasial ekstrim dalam menduga curah hujan ekstrim. Data spasial merupakan data multivariat karena diamati pada beberapa lokasi akibatnya ada asumsi tambahan yang harus dibuat, seperti asumsi korelasi spasial, agar dapat bekerja dengan model yang digunakan. Dalam konsep spasial lokasi yang jaraknya berdekatan memiliki hubungan yang cukup erat, oleh karena itu korelasi spasial digunakan untuk mengetahui seberapa erat hubungan antar lokasi. Pemodelan spasial ekstrim merupakan gabungan dari dua cabang ilmu statistik, yaitu teori nilai ekstrim dan geostatistik.

Berdasarkan hal tersebut, maka penelitian ini menggunakan pendekatan spasial ekstrim untuk menduga curah hujan ekstrim di Kabupaten Indramayu. Stasiun curah hujan yang digunakan adalah stasiun yang tersebar di beberapa Kecamatan di Indramayu, seperti Bangkir, Bondan, Bulak, Cidempet, Cikedung, Juntinyuat, Kedokan Bunder, Krangkeng, Lohbener, Losarang, Sudimampir, Sukadana, Sumurwatu, Tugu, dan Ujungaris.

Beberapa penelitian mengenai curah hujan pernah dilakukan oleh Sadik (1999), Prang (2006), Irfan (2011), Khoerudin (2010), dan Davison et al. (2012). Sadik dalam penelitiannya menggunakan generalized extreme value distribution (GEVD) untuk memodelkan curah hujan ekstrim di wilayah Jawa Barat dan menyimpulkan bahwa pemodelan dengan GEVD sangat bermanfaat untuk melihat karakteristik nilai ekstrim curah hujan. Prang menganalisis curah hujan ekstrim di wilayah Bogor dengan menggunakan GEVD dan menunjukkan bahwa GEVD dapat digunakan untuk mengkaji kejadian curah hujan ekstrim. Irfan menggunakan generalized pareto distribution (GPD) untuk mengkaji data curah hujan ekstrim di wilayah Bogor dan menunjukkan bahwa GPD dapat digunakan untuk mengkaji kejadian curah hujan ekstrim. Ketiga peneliti tersebut menggunakan data univariat dalam penelitinnya. Khoerudin menggunakan metode ordinary krigging untuk pendugaan data hilang curah hujan di Kabupaten Indramayu dengan menggunakan data multivariat. Namun dalam penelitiannya Khoerudin tidak membahas mengenai curah hujan ekstrim, sehingga hasil yang diperoleh tidak terlalu baik. Davison et al. menggunakan metode spasial ekstrim untuk menduga curah hujan ekstrim secara spasial di negara bagian Swiss.

Tujuan Penelitian

(19)

3

2 TINJAUAN PUSTAKA

Teori Nilai Ekstrim

Teori nilai ekstrim bertujuan untuk mengkaji perilaku stokastik suatu proses pada suatu nilai ambang tertentu. Analisis ini juga memungkinkan untuk menaksir peluang suatu kejadian melebihi nilai ambang. Kejadian yang melebihi nilai ambang disebut kejadian ekstrim. Dalam pemodelan nilai maksimum dari suatu peubah acak, teori nilai ekstrim menyerupai teori limit pusat (central limit theorem) dalam memodelkan jumlah peubah acak. Berdasarkan teori ini diketahui bahwa secara asimtotik nilai ekstrim curah hujan akan konvergen mengikuti fungsi sebaran nilai ekstrim (extreme value distribution/EVD).

Misal merupakan peubah acak dengan fungsi sebaran , dan

merupakan nilai maksimumnya. Jika konvergen ke

salah satu limit non-degenerate, maka limit tersebut merupakan anggota keluarga parametrik, yaitu jika terdapat konstanta , , dan , maka:

ketika , dengan adalah fungsi sebaran non-degenerate. Fungsi sebaran mengikuti salah satu dari tiga sebaran dasar nilai ekstrim. Ketiga bentuk sebaran yang dimaksud adalah sebaran Gumbel, sebaran Fréchet, dan sebaran Weibull, dengan persamaan masing-masing:

Ketiga sebaran ini memiliki bentuk ujung sebaran yang berbeda, sebaran Weibull memiliki ujung sebaran yang terhingga sedangkan sebaran Gumbel dan Fréchet memiliki ujung sebaran yang tak hingga. Selain itu, fungsi peluang menurun secara eksponensial untuk sebaran Gumbel dan menurun secara polinomial untuk sebaran Fréchet. Gambar 1 menunjukkan kurva dari ketiga sebaran nilai ekstrim. Perbedaan ujung sebaran dari ketiga sebaran memberikan gambaran yang berbeda untuk perilaku nilai ekstrim, sehingga sulit untuk menentukan secara tepat pola sebaran dari nilai ekstrim. Permasalahan ini dapat diselesaikan dengan menggabungkan ketiga tipe sebaran kedalam sebaran nilai ekstrim terampat (generalized extreme value/GEV) sebagai berikut:

(20)

4

terhingga dan jika fungsi peluangnya akan mempunyai suatu titik ujung kanan yang tak terhingga (Coles & Tawn 1996). Bentuk parameter GEV akan mengarah pada sebaran Gumbel untuk limit , sebaran Fréchet jika , dan sebaran Weibull jika .

Ukuran Dependensi Spasial

Madogram

Ukuran dependensi spasial antar titik contoh dapat ditunjukkan oleh semivarian yang besarnya bergantung pada jarak antar titik. Jarak titik contoh yang kecil akan menghasilkan semivarian yang kecil dan semakin besar jarak antar titik contoh akan menghasilkan semivarian yang semakin besar. Konsep jarak yang digunakan yaitu konsep jarak Euclid.

Plot semivarian sebagai fungsi jarak disebut semivariogram. Semivariogram berfungsi untuk mendeskripsikan keragaman antar lokasi pada data spasial. Semivariogram dapat didefinisikan oleh persamaan berikut:

dengan adalah nilai semivariogram untuk setiap jarak dan

adalah selisih curah hujan dari dua lokasi yang berjarak (Webster & Oliver 2007).

Sebelum menentukan model semivariogram, perlu dilakukan pendugaan terhadap parameter-parameter semivariogram. Parameter tersebut diduga berdasarkan plot semivariogram yang dihasilkan. Plot semivariogram ditunjukkan pada Gambar 2. Menurut Webster dan Oliver (2007) parameter yang diperlukan untuk mendiskripsikan plot semivariogram yaitu:

1. Nugget Effect (C0)

Nugget Effect adalah pendekatan nilai semivariogram pada jarak di sekitar nol. 2. Range (a)

Range adalah jarak maksimal yang masih memiliki korelasi antar data. 3. Sill (C)

Sill adalah nilai maksimum semivariogram yang diperoleh setelah mencapai range. Nilai sill umumnya mendekati ragam data dan tidak berubah untuk yang tidak terbatas.

(21)

5

Semivariogram hanya bisa digunakan untuk data yang memiliki sebaran ekor pendek (light tail) sehingga tidak bisa digunakan untuk data ekstrim. Untuk mengatasi hal itu, Cooley et al. (2006) menggunakan semivariogram orde pertama yang disebut madogram yang bisa digunakan untuk data ekstrim. Teori tentang madogram telah dipelajari oleh Matheron pada tahun 1987 (Cooley et al. 2006) yang didefinisikan sebagai berikut:

Madogram mengharuskan momen pertama terhingga yang tidak selalu terjadi pada kasus ekstrim, untuk mengatasinya Cooley et al. (2006) memperkenalkan

-madogram yang mentransformasi peubah acak dengan menggunakan fungsi sebaran nilai ekstrim. Jika merupakan proses max-stable yang stasioner dan isotropik dengan fungsi sebaran , maka -madogramnya adalah sebagai berikut:

(untuk kekonsistenan, digunakan untuk melambangkan sebaran nilai ekstrim). Dalam proses penentuan pola semivariogram, terkadang melibatkan banyak titik pada plot semivariogram sehingga sulit untuk melihat pola tertentu. Untuk mengatasi hal tersebut, maka madogram dikelompokkan berdasarkan kesamaan jarak. Sehingga, perhitungan -madogram dapat dinyatakan sebagai berikut:

dengan adalah -madogram pada lag , adalah lokasi titik contoh, adalah nilai pengamatan pada lokasi ke , adalah jarak antara dua lokasi,

adalah pasangan data yang berjarak , dan adalah banyaknya pasangan lokasi yang berjarak .

Koefisien Ekstremal

Pada analisis spasial ekstrim yang perlu diperhatikan adalah ukuran dependensi spasial pada lokasi, yaitu koefisien ekstremal. Koefisien ekstremal menggambarkan karakteristik metrik dari dependensi ekornya. Misal adalah

(22)

6

sebaran Fréchet untuk masing-masing peubah . Koefisien ekstremal bisa didefinisikan melalui hubungan:

Asumsikan bahwa masing-masing fungsi sebaran marginal berasal dari sebaran Fréchet. Selanjutnya korelasi beberapa komponen dapat ditentukan melalui dependensi sebaran marginalnya. Misal adalah peubah acak maksimum berdimensi dengan sebaran marginalnya adalah Fréchet dan sebaran nilai ekstrim peubah acak ganda dapat dinyatakan sebagai berikut:

dengan adalah suatu persamaan eksponensial homogen berorde 1. memiliki dependensi penuh bila dan independensi penuh bila .

Hubungan antara koefisien ekstremal dan dilihat dari dan sebaran nilai ekstrim multivariat dapat dinyatakan sebagai berikut:

dengan yang memiliki batas atas dan batas bawah yang sesuai untuk dependensi penuh dan independensi penuh. Jeon dan Smith (2012) berpendapat bahwa koefisien ekstremal dan persamaan homogen merupakan kasus khusus dalam domain spasial.

Koefisien ekstremal dan -madogram memiliki hubungan yang sangat kuat yang ditunjukkan sebagai berikut (Cooley et al. 2006):

Copula

Copula pertama kali diperkenalkan oleh Hoefding (1940) dan Sklar (1959) ( β 2010). Copula dapat mengeksplorasi dan mengkarakterisasi struktur dependensi antar peubah acak melalui fungsi sebaran marginal (Genest & Segers 2010). Suatu copula berdimensi adalah suatu fungsi sebaran dari vektor acak dengan sebaran marginal seragam (0,1). Fungsi copula memenuhi sifat:

i. , jika paling sedikit pada suatu ,

ii. , .

Misal merupakan sebaran nilai ekstrim multivariat dengan fungsi sebaran marginal maka terdapat suatu copula berdimensi untuk semua

yang didefinisikan sebagai berikut:

(2)

dengan adalah sebaran copula ekstrim dan adalah sebaran GEV yang didefinisikan pada persamaan (1).

(23)

7 mentransformasikan data asli ke dalam pengamatan semu kemudian dilanjutkan dengan penduga kemungkinan maksimum. Misal adalah contoh berukuran peluang dari parameter yang diberikan oleh:

PMLE diberikan oleh:

(3)

Tingkat Pengembalian

Dalam praktik, besaran atau kuantitas yang menjadi perhatian bukan hanya tertuju pada pendugaan parameter itu sendiri, tetapi pada kuantil yang disebut sebagai tingkat pengembalian dari penduga GEV. Nilai dugaan tingkat pengembalian yang diperoleh akan dipakai untuk peramalan curah hujan ekstrim.

Jika adalah sebaran nilai ekstrim untuk pengamatan pada jangka waktu yang sama, maka tingkat pengembalian akan mengikuti persamaan berikut:

(4)

dengan adalah fungsi kuantil dari fungsi sebaran , adalah jangka waktu, adalah periode dan adalah stasiun curah curah hujan. Nilai tingkat pengembalian merupakan nilai maksimum yang diharapkan akan dilampaui satu kali dalam jangka waktu dengan periode , atau dengan kata lain dalam jangka waktu, curah hujan akan mencapai nilai maksimum satu kali (Gilli & Këllezi 2006). Setelah diperoleh dugaan parameter , , dan dan disubstitusikan pada persamaan (4), maka akan diperoleh dugaan tingkat pengembalian:

Tingkat kesalahan antara nilai tingkat pengembalian (ramalan) dengan nilai aktual dapat dihitung dengan menggunakan rata-rata kesalahan absolut relatif (mean absolute percent error/MAPE) yang dirumuskan sebagai berikut:

(6)

(24)

8

3 METODE PENELITIAN

Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang diperoleh dari Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG). Data ini berupa data intensitas curah hujan bulanan pada 15 stasiun curah hujan di kabupaten Indramayu propinsi Jawa Barat. Peta lokasi stasiun curah hujan dapat dilihat pada Lampiran 1. Periode data curah hujan yang digunakan adalah dari tahun 1979 sampai tahun 2008.

Prosedur Analisis Data

Langkah-langkah analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Mengidentifikasi data curah hujan. Identifikasi data curah hujan merupakan langkah awal yang dikerjakan untuk melihat variasi dari data amatan dan sebagai informasi awal pengkajian kejadian-kejadian ekstrim curah hujan. 2. Menghitung dependensi spasial data curah hujan dengan menggunakan plot

F-madogram dan plot koefisien ekstremal.

3. Menentukan nilai dugaan parameter copula dengan menggunakan pseudo maximum likelihood estimator (PMLE). Untuk melihat kestabilan parameter, data dibagi menjadi tiga kelompok: yaitu data tahun 1979-2003, tahun 1982-2006, dan tahun 1984-2008. Pemodelan untuk pendugaan curah hujan ekstrim menggunakan data curah hujan tahun 1979-2007 dan pengujian ketepatan model menggunakan data curah hujan tahun 2008. Untuk pendugaan curah hujan ekstrim musim hujan, data yang digunakan adalah data tahun 1979-2006, sedangkan data curah hujan musim hujan tahun 2007 dan 2008 digunakan untuk pengujian ketepatan model.

4. Menentukan nilai tingkat pengembalian terjadinya curah hujan ekstrim pada periode 3 bulan ke depan, 6 bulan ke depan, 9 bulan ke depan, dan 12 bulan ke depan dengan menggunakan persamaan (5).

Analisis data dilakukan dengan menggunakan paket SpatialExtremes pada software R versi 3.0.0.

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

Deskripsi Data Curah Hujan

Deskripsi data curah hujan yang tercatat di 15 stasiun curah hujan di Kabupaten Indramayu dihitung sebagai informasi awal untuk mengetahui karakteristik dan pola curah hujan yang akan digunakan untuk analisis selanjutnya. Deskripsi data curah hujan ke 15 stasiun disajikan pada Tabel 1.

(25)

9 banding stasiun lainnya. Sedangkan rata-rata curah hujan yang paling rendah terdapat pada stasiun Bulak. Simpangan baku terbesar berada pada stasiun Bangkir yaitu 168.89 dan terendah berada pada stasiun Krangkeng yaitu 110.05. Simpangan baku yang tinggi menunjukkan bahwa curah hujan pada stasiun Bangkir sangat beragam, hal ini ditunjukkan oleh perbedaan nilai minimum dan nilai maksimum yang sangat jauh yaitu 0 mm dan 947 mm. Koefisien kemiringan dari ke 15 stasiun lebih dari nol, dengan koefisien kemiringan tertinggi berada pada stasiun Bulak sebesar 2.18 dan terendah pada stasiun Bondan sebesar 0.82. Koefisien kemiringan yang lebih dari nol merupakan indikator bahwa sebaran data tidak normal dan menjulur ke kanan, artinya nilai rata-rata lebih besar dari nilai median dan modus. Hal ini mengindikasikan bahwa terdapat curah hujan ekstrim (tinggi) pada data pengamatan. Diagram kotak garis data curah hujan disajikan pada Gambar 3.

Tabel 1 Deskripsi data curah hujan

Stasiun Rataan Simpangan

Kedokan Bunder 118.16 121.02 0 693 1.62

Krangkeng 118.56 110.05 0 566 1.23

(26)

10

Gambar 3 memperlihatkan curah hujan bulanan pada stasiun curah hujan di Kabupaten Indramayu untuk tahun 1979-2008 memiliki nilai-nilai ekstrim. Hal ini ditunjukkan oleh adanya pencilan di bagian atas diagram kotak garis yang disertai dengan garis di bagian atas kotak yang lebih panjang, yang menunjukkan bahwa sebaran data cenderung menjulur ke arah kanan (positive skewness). Untuk mengetahui adanya curah hujan ekstrim pada periode musim hujan (Oktober-Maret) dan musim kering (April-September), variasi jumlah curah hujan ditunjukkan oleh Gambar 4 dan Gambar 5. Banyaknya bulan hujan pada selang tahun 1979-2008 di setiap stasiun curah hujan dapat di lihat pada Lampiran 2. Schmidt-Ferguson mendefinisikan bulan kering jika dalam 1 bulan memiliki curah hujan < 60 mm, dan bulan hujan jika dalam 1 bulan memiliki curah hujan >100 mm (As-Syakur 2009). Lampiran 3 menunjukkan variasi curah hujan bulanan di setiap stasiun curah hujan untuk tahun 1979-2008.

Gambar 4 Diagram kotak garis curah hujan periode musim hujan di stasiun curah hujan Kabupaten Indramayu

Gambar 5 Diagram kotak garis curah hujan periode musim kering di stasiun curah hujan Kabupaten Indramayu

(27)

11

Dependensi Spasial

Gambar 6 Peta kontur rata-rata intensitas curah hujan bulanan periode tahunan di Kabupaten Indramayu

Gambar 7 Peta kontur rata-rata intensitas curah hujan bulanan periode musim hujan di Kabupaten Indramayu

(28)

12

Gambar 6 menunjukkan peta kontur curah hujan dengan perbedaan warna menunjukkan tinggi rendahnya intensitas curah hujan di Kabupaten Indramayu. Intensitas curah hujan yang cukup tinggi ditandai dengan warna kontur gelap dengan rata-rata kisaran intensitas curah hujan 140-160 mm/bln, sedangkan penurunan intensitas curah hujan ditunjukkan dengan warna yang semakin terang. Peta kontur curah hujan bulanan pada periode musim hujan dan musim kering ditunjukkan oleh Gambar 7 dan Gambar 8. Rata-rata curah hujan maksimum pada musim hujan berada pada kisaran 220-240 mm/bln, sedangkan rata-rata curah hujan maksimum pada musim kering berada pada kisaran 60-80 mm/bln.

Madogram diperoleh melalui plot antara nilai semivarian dengan jarak . Dalam perhitungan nilai semivarian , diperlukan informasi mengenai jarak antar stasiun yang dihitung menggunakan konsep jarak euclid (Lampiran 4). Berdasarkan hasil perhitungan jarak antar dua stasiun, tidak ada pasangan stasiun yang mempunyai jarak yang sama, sehingga terdapat 105 semivarian yang diplotkan terhadap jarak . Madogram (Gambar 3a) menunjukkan pola yang mengikuti model ideal semivarian, yaitu model yang menunjukkan bahwa semakin meningkat jarak stasiun, semakin meningkat keragaman curah hujannya.

Koefisien ekstremal (Gambar 3b) menunjukkan bahwa semakin meningkat jarak stasiun, semakin meningkat keragaman curah hujan. Nilai koefisien ekstremal yang mendekati 1 menunjukkan adanya dependensi spasial. Koefisien ekstremal diperoleh melalui plot antara nilai koefisien ekstremal dengan jarak . Dari plot madogram dan plot koefisien ekstremal mengindikasikan adanya unsur spasial dari curah hujan bulanan di Kabupaten Indramayu. Berdasarkan hal itu, dibutuhkan metode copula untuk menduga nilai ekstrim curah hujan secara spasial di Kabupaten Indramayu.

Pendugaan Parameter Spasial Ekstrim

Hasil pendugaan parameter untuk curah hujan maksimum periode tahun 1979-2003, 1982-2006, dan 1984-2008 dapat dilihat pada Tabel 2. Parameter lokasi menggambarkan letak titik pemusatan data, parameter skala menyatakan pola keragaman data, dan parameter bentuk menggambarkan perilaku titik ujung kanan dari fungsi peluangnya.

(a) (b)

(29)

13 Tabel 2 menunjukkan nilai dugaan parameter lokasi , parameter skala dan parameter bentuk memberikan hasil yang tidak terlalu jauh berbeda untuk ketiga kelompok data. Analisis data untuk semua stasiun memiliki nilai parameter bentuk berarti fungsi peluangnya sama untuk setiap stasiun dan memiliki titik ujung kanan yang tak terhingga. Berdasarkan persamaan (1) dan hasil analisis pada Tabel 2 maka dapat diperoleh fungsi sebaran GEVD untuk setiap stasiun yang dapat dilihat pada Lampiran 5, 6, dan 7.

(30)

14

Gambar 10 memperlihatkan grafik perbedaan nilai parameter lokasi , parameter skala dan parameter bentuk untuk tahun 1979-2003, 1982-2006, dan tahun 1984-2008. Hal ini menunjukkan bahwa parameter curah hujan ekstrim di Indramayu cukup stabil. Selanjutnya untuk pendugaan nilai ekstrim periode tahunan digunakan data tahun 1979-2007, sedangkan data tahun 2008 digunakan untuk pengujian ketepatan model. Untuk pendugaan nilai ekstrim periode musim hujan digunakan data musim hujan tahun 1979-2006, sedangkan data musim hujan tahun 2007-2008 digunakan untuk pengujian ketepatan model.

Tabel 3 Nilai dugaan parameter spasial ekstrim data curah hujan periode tahunan

(31)

15 Hasil analisis pada Tabel 3 menunjukkan bahwa nilai dugaan parameter skala tidak terlalu jauh berbeda untuk setiap stasiun, sedangkan nilai dugaan parameter lokasi memberikan hasil yang sangat bervariasi yaitu antara 30.25 – 64.52. Dugaan parameter bentuk menunjukkan bahwa fungsi peluang pada stasiun-stasiun tersebut akan menjulur tidak terhingga ke arah kanan, yang dapat diinterpretasikan bahwa pada stasiun-stasiun tersebut dimungkinkan terjadi curah hujan yang sangat jauh dari rataan. Fungsi sebaran GEVD curah hujan periode tahunan untuk masing-masing stasiun curah hujan dapat dilihat pada Lampiran 8. Sementara hasil pendugaan parameter untuk periode musim hujan dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4 menunjukkan dugaan parameter lokasi dan parameter skala memberikan hasil yang tidak terlalu jauh berbeda untuk setiap stasiun. Fungsi sebaran GEVD curah hujan periode musim hujan untuk masing-masing stasiun curah hujan dapat dilihat pada Lampiran 9.

Tingkat Pengembalian

Dalam pengkajian nilai ekstrim, perhatian kita tidak hanya tertuju pada pendugaan parameter, tetapi juga pada nilai tingkat pengembalian curah hujan maksimum dari penduga nilai ekstrim. Analisis tingkat pengembalian bertujuan untuk memberikan gambaran seberapa besar suatu nilai maksimum yang diharapkan secara rata-rata dapat dilampaui satu kali dalam jangka waktu tertentu. Nilai tingkat pengembalian curah hujan yang diperoleh dapat dijadikan sebagai acuan untuk peramalan terjadinya curah hujan maksimum pada periode tertentu. Berdasarkan persamaan (5) dan hasil pada Tabel 3 maka dapat diperoleh persamaan tingkat pengembalian curah hujan periode tahunan pada stasiun Bangkir adalah sebagai berikut :

Fungsi tingkat pengembalian untuk stasiun lainnya dapat dilihat pada Lampiran 10. Sedangkan fungsi tingkat pengembalian untuk periode musim hujan dapat dilihat pada Lampiran 11. Keakuratan informasi mengenai peramalan curah hujan maksimum menjadi cukup berarti jika dikaitkan dengan kepentingan bidang pertanian pada khususnya, bahkan kepentingan umum untuk meminimalkan resiko yang dapat terjadi. Validasi data curah hujan maksimum untuk periode tahunan dilakukan pada tahun 2008, dan hasil dugaan tingkat pengembalian curah hujan maksimum periode tahunan disajikan pada Tabel 5, 6, 7, dan 8.

(32)

16

menunjukkan nilai ramalan tingkat pengembalian curah hujan maksimum untuk 9 bulan ke depan dengan nilai MAPE sebesar 29.35%. Sedangkan Tabel 8 menunjukkan nilai ramalan tingkat pengembalian curah hujan maksimum untuk 12 bulan ke depan nilai MAPE sebesar 21.49%. Berdasarkan nilai MAPE, ramalan tingkat pengembalian curah hujan maksimum untuk 9 bulan dan 12 bulan ke depan pada periode tahunan memiliki hasil ramalan yang cukup relevan untuk digunakan di lapangan. Namun berdasarkan nilai MAPE, maka periode musim hujan untuk 12 bulan ke depan memiliki hasil ramalan yang lebih baik.

Tabel 5 Ramalan tingkat pengembalian curah hujan periode tahunan dalam rentang 3 bulan ke depan

Stasiun Ramalan

Tabel 6 Ramalan tingkat pengembalian curah hujan periode tahunan dalam rentang 6 bulan ke depan

(33)

17

Untuk mengetahui adanya pengaruh faktor musiman dilakukan analisis curah hujan ekstrim pada periode musim hujan. Tabel 9 menunjukkan nilai ramalan tingkat pengembalian curah hujan maksimum pada periode musim hujan untuk 3 bulan ke depan. Kesalahan relatif untuk 3 bulan ke depan masih memiliki nilai yang melebihi 30% dengan nilai MAPE 38.82%. Tabel 10 menunjukkan hasil ramalan pada periode musim hujan untuk 6 bulan ke depan dengan nilai MAPE 25.82%. Tabel 11 menunjukkan hasil ramalan pada periode musim hujan

Tabel 7 Ramalan tingkat pengembalian curah hujan periode tahunan dalam rentang 9 bulan ke depan

Stasiun Ramalan

Tabel 8 Ramalan tingkat pengembalian curah hujan periode tahunan dalam rentang 12 bulan ke depan

(34)

18

untuk 9 bulan ke depan dengan nilai MAPE 33.61%. Sedangkan Tabel 12 menunjukkan hasil ramalan pada periode musim hujan untuk 12 bulan ke depan dengan nilai MAPE 28.26%. Berdasarkan nilai MAPE, ramalan tingkat pengembalian curah hujan maksimum untuk 6 bulan dan 12 bulan ke depan pada periode musim hujan masih cukup relevan untuk digunakan di lapangan. Namun berdasarkan nilai MAPE maka periode musim hujan untuk 6 bulan ke depan memiliki hasil ramalan yang lebih baik. Indonesia mengalami musim hujan selama 6 bulan setiap tahun, sehingga peramalan 6 bulan ke depan pada periode musim hujan setara dengan peramalan 12 bulan ke depan pada periode tahunan.

Tabel 9 Ramalan tingkat pengembalian curah hujan dalam rentang 3 bulan ke depan

(35)

19

Diagram kotak garis pada Gambar 11 menunjukkan bahwa peramalan 12 bulan ke depan pada periode tahunan memberikan hasil yang paling baik, hal ini ditunjukkan oleh garis median yang paling rendah dan garis bagian atas dan bawah kotak yang hampir sama panjang. Selain itu rata-rata nilai kesalahan relatif yang paling kecil adalah untuk peramalan 12 bulan ke depan dengan nilai MAPE sebesar 21.42 % dan masih cukup relevan untuk digunakan di lapangan. Gambar 12 menunjukkan peta kontur peramalan curah hujan ekstrim untuk 12 bulan ke depan pada periode tahunan, dengan curah hujan maksimum berkisar antara

400-Tabel 11 Ramalan tingkat pengembalian curah hujan dalam rentang 9 bulan ke depan

(36)

20

420 mm/bln. Curah hujan di Indonesia dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain: topografi, lereng medan, arah angin yang sejajar garis pantai, dan jarak perjalanan angin di atas medan (Hidayat 2008). Peta kontur peramalan curah hujan ekstrim menunjukkan adanya pengaruh arah angin terhadap curah hujan di Indonesia. Sedangkan untuk periode musim hujan, diagram kotak garis dari tingkat kesalahan relatif ditunjukkan oleh Gambar 13 dan peta kontur untuk peramalan 6 bulan ke depan ditunjukkan oleh Gambar 14, dengan curah hujan maksimum berkisar antara 280-300 mm/bln.

Gambar 11 Diagram kotak garis kesalahan relatif ramalan tingkat pengembalian curah hujan periode tahunan

Gambar 12 Peta kontur peramalan 12 bulan ke depan curah hujan ekstrim periode tahunan

Gambar 13 Diagram kotak garis kesalahan relatif ramalan tingkat pengembalian curah hujan periode musim hujan

(37)

21

5 SIMPULAN

Data curah hujan bulanan di Kabupaten Indramayu memiliki dependensi spasial yang ditunjukkan melalui plot madogram dan plot koefisien ekstremal, sehingga dalam analisis datanya dibutuhkan copula untuk menduga curah hujan ekstrim secara spasial. Hasil pendugaan parameter dari ketiga kelompok tahun; yaitu tahun 1979-2003, 1982-2006, dan 1984-2008 menunjukkan kestabilan parameter untuk setiap stasiun. Dugaan parameter skala pada periode tahunan untuk setiap stasiun tidak terlalu jauh berbeda, sedangkan dugaan parameter lokasi memberikan hasil yang sangat bervariasi yaitu antara 30.25 – 64.52. Untuk periode musim hujan, dugaan parameter lokasi dan parameter skala memberikan hasil yang tidak terlalu jauh berbeda untuk setiap stasiun. Dugaan parameter bentuk bernilai lebih besar dari 0 menunjukkan bahwa fungsi peluang pada stasiun-stasiun tersebut akan menjulur tidak terhingga ke arah kanan, yang dapat diinterpretasikan bahwa pada stasiun-stasiun tersebut dimungkinkan terjadi curah hujan yang sangat jauh dari rataan. Metode copula akan memberikan hasil peramalan yang lebih baik jika sebaran data memiliki ekor panjang (heavy tail). Peramalan untuk 12 bulan ke depan pada periode tahunan memberikan hasil ramalan terbaik dan masih cukup relevan digunakan di lapangan. Untuk periode musim hujan, peramalan untuk 6 bulan ke depan memberikan hasil ramalan terbaik. Peta kontur prediksi curah hujan ekstrim mengikuti pola arah angin.

DAFTAR PUSTAKA

As-Syakur AR. 2009. Evaluasi Zona Agroklimat dari Klasifikasi Schmidt-Ferguson Menggunakan Aplikasi Sistem Informasi Geografi (GIS). J Pijar MIPA. 3(1): 17-22.

Chatfield C. 1984. The Analysis of Time Series An Introduction. Third Edition. London: Chapman and Hall.

Cooley D, Cisewski J, Erhardt RJ, Jeon S, Mannshardt E, Omolo BO, Sun Y. 2012. A survey of spatial extremes : Measuring Spatial Dependence and Modeling Spatial Effects. REVSTAT-Statistical Journal. 10: 135-165.

(38)

22

Cooley D, Naveau P, Poncet P. 2006. Variograms for Spatial Max-Stable Random Fields. Lecture Notes in Statistics. 187: 373-390, Springer, New York. Coles SG. 2001. An Introduction to Statistical Modeling of Extreme Values.

London: Springer Verlag.

Coles SG, Tawn JA. 1996. A Bayesian Analysis of Extreme Rainfall Data. Applied Statistics. 45: 463-478.

Davison AC, Gholamrezaee MM. 2012. Geostatistics of Extremes. Proc. R. Soc. Lond. A. 468: 581–608.

Davison AC, Padoan S, Ribatet M. 2012. Statistical Modeling of Spatial Extremes. Statistical Science. 27: 161-186.

Frich P, Alexander LV, Della-Marta P, Gleason B, Haylock M, Tank AMGK, Peterson T. 2002. Observed Coherent Changes in Climatic Extremes During The Second Half Of The Twentieth Century. Journal Climate Research. 19: 193–212.

Genest C, Segers J. 2010. On The Covariance of The Asymptotic Empirical Copula Process. Journal of Multivariate Analysis. 101: 1837-1845.

Gilli M, Këllezi E. 2006. An Application of Extreme Value Theory for Measuring Financial Risk. Computational Economics. 27: 207-228, Springer, New York.

Hidayat S. 2008. Iklim Lokal. Pusat Pengembangan Bahan Ajar Universitas Mercubuana. pksm.mercubuana.ac.id/new/elearning/files_modul/12036-5-532799148860.doc. [20 Oktober 2013]

Irfan M. 2011. Sebaran Pareto Terampat untuk Menentukan Curah Hujan Ekstrim (Studi Kasus: Curah Hujan Periode 2001-2010 pada Stasiun Darmaga) [skripsi]. Bogor : Program Sarjana, Institut Pertanian Bogor.

Jeon S, Smith RL. 2012. Dependence Structure of Spatial Extremes Using Threshold Approach. http://arxiv.org/abs/1209.6344v1 [6 April 2013] Khoerudin M. 2010. Pendugaan Data Hilang Menggunakan Metode Ordinary

Krigging (Studi Kasus: Data Curah Hujan Kabupaten Indramayu) [skripsi]. Bogor : Program Sarjana, Institut Pertanian Bogor.

McNeil A, Frey R, Embrechts P. 2005. Quantitative Risk Management. Princeton University Press, Princeton, NJ.

Naylor RL, Falcon WP, Nikolaswada, Daniel RD. 2002. Using El Niño/Southern Oscillation Climate Data to Improve Food Policy Planning in Indonesia. Bulettin of Indonesian Economic Studies. 38: 75-91.

Prang JD. 2006. Sebaran Nilai Ekstrim Terampat dalam Fenomena Curah Hujan [tesis]. Bogor : Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Sadik K. 1999. Pemodelan Nilai Ekstrim Terampat untuk Proses Lingkungan (Studi Kasus pada Curah Hujan Harian) [tesis]. Bogor : Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Webster R, Oliver MA. 2007. Geostatistics for Environmental Scientist. New York: John Wiley & Sons, Ltd.

(39)

23 Lampiran 1 Peta lokasi dan posisi lintang-bujur 15 stasiun penakar curah hujan

di Kabupaten Indramayu

Nama Stasiun LS BT

Bangkir -6.385 108.291

Bondan -6.606 108.299

Bulak -6.363 108.113

Cidempet -6.352 108.247 Cikedung -6.467 108.167 Juntinyuat -6.433 108.438 Kedokan Bunder -6.509 108.424 Krangkeng -6.503 108.483 Lohbener -6.406 108.282 Losarang -6.405 108.149 Sudimampir -6.402 108.366 Sukadana -6.546 108.315 Sumurwatu -6.517 108.100

Tugu -6.433 108.333

(40)

24 Lampiran 2 Banyaknya bulan hujan per tahun

Bangkir Bondan Bulak Cidempet Cikedung Juntinyuat Kedokan Bunder Krangkeng Lohbener Losarang Sudimampir Sukadana Sumurwatu Tugu Ujungaris

1979 6 7 5 6 7 8 4 4 7 6 6 7 6 7 6

1980 5 7 5 4 7 4 4 5 5 5 5 4 7 4 5

1981 6 6 5 5 6 5 8 5 4 5 5 5 5 6 5

1982 4 5 4 4 5 4 5 5 3 5 4 5 5 5 5

1983 7 8 4 6 7 5 6 7 6 6 6 8 5 6 7

1984 9 4 5 7 9 8 5 9 9 8 8 8 6 9 6

1985 7 4 8 9 9 7 4 7 8 7 4 7 2 8 6

1986 5 6 5 5 7 8 5 6 7 5 6 6 6 5 3

1987 6 6 4 5 5 4 3 4 5 5 1 4 6 5 6

1988 8 6 7 4 6 7 6 8 8 6 3 7 6 7 6

1989 8 8 7 7 8 7 7 8 7 8 2 5 9 8 6

1990 3 4 4 3 6 6 2 4 3 5 3 6 5 5 6

1991 7 6 5 6 6 6 5 7 6 6 7 8 5 4 6

1992 8 8 7 8 5 9 9 8 9 7 8 7 8 5 6

1993 5 7 5 3 3 6 6 7 6 6 5 6 6 7 4

1994 6 6 3 4 5 5 6 5 4 5 4 7 5 6 5

1995 10 7 4 7 6 10 9 9 8 6 9 7 8 5 6

1996 5 6 3 6 6 8 7 7 7 6 6 5 5 7 6

1997 5 5 3 3 2 4 3 5 4 3 3 5 4 2 4

1998 10 7 5 4 8 8 8 8 6 5 4 8 7 5 7

1999 7 6 5 4 6 6 4 8 7 7 6 4 5 7 6

2000 6 6 3 5 5 3 5 3 7 3 5 9 4 6 3

2001 8 7 4 8 7 4 6 7 5 4 6 9 9 9 6

2002 4 6 5 6 5 5 5 6 4 4 5 6 4 4 4

2003 7 5 5 3 4 4 7 5 6 5 4 5 1 2 7

2004 3 4 3 4 5 5 4 3 4 5 5 5 4 4 5

2005 4 6 1 4 4 6 4 6 4 4 7 6 4 3 5

2006 3 6 2 2 4 3 6 3 4 5 5 6 4 6 6

2007 7 5 7 7 6 7 7 5 4 6 6 7 8 5 6

2008 6 4 4 6 5 6 6 6 4 5 6 4 6 5 5

Rata-rata 6 6 5 5 6 6 6 6 6 5 5 6 6 6 5

(41)

25 Lampiran 3 Kisaran curah hujan per bulan

Bangkir Bondan Bulak Cidempet Cikedung Juntinyuat Kedokan Bunder Krangkeng Lohbener Losarang Ludimampir Sukadana Sumurwatu Tugu Ujungaris

1979 0-401 0-319 0-235 26-383 0-355 0-292 0-275 0-258 6-357 0-275 10-331 0-271 0-293 0-357 19-336

1980 0-461 0-362 0-500 0-214 0-350 0-343 0-316 2-237 0-491 0-449 3-352 0-335 13-307 6-515 0-318

1981 16-769 0-419 5-719 4-832 13-436 8-495 0-620 2-525 3-705 7-623 34-757 2-455 0-342 7-435 0-607

1982 0-578 0-409 0-398 0-638 0-303 0-361 0-283 0-287 0-458 0-403 0-414 0-413 0-344 0-349 0-427

1983 0-383 0-472 0-289 0-345 0-299 0-226 0-240 0-288 0-329 0-301 0-262 0-345 0-288 24-296 0-312

1984 32-382 2-360 15-299 0-328 29-372 14-253 0-323 25-253 39-341 36-295 8-262 18-359 0-282 18-376 0-319

1985 14-290 2-289 14-267 0-405 11-536 0-218 0-197 29-246 0-319 10-513 0-367 13-242 0-223 16-282 21-310

1986 0-273 0-410 6-275 0-314 27-323 8-323 12-219 10-420 0-337 0-306 5-171 15-337 20-305 9-332 0-210

1987 0-304 0-354 0-278 0-343 0-382 0-316 0-227 0-265 0-297 0-247 0-144 0-324 20-306 0-287 19-336

1988 0-420 0-507 0-427 0-340 0-513 0-480 0-575 1-566 0-460 0-316 0-369 0-512 20-307 0-480 19-337

1989 0-411 0-430 0-373 3-491 3-430 3-423 0-345 0-356 10-362 2-351 0-209 0-303 0-472 0-398 19-338

1990 0-620 0-317 0-435 0-371 0-299 0-531 8-348 0-386 0-413 0-322 0-529 0-217 0-258 0-335 19-339

1991 0-533 0-394 0-291 0-307 0-272 0-285 0-255 0-251 0-386 0-338 0-380 23-397 0-359 0-235 19-340

1992 53-472 13-410 0-304 0-326 11-444 29-396 16-375 0-380 3-376 0-333 13-331 0-354 11-276 0-282 19-341

1993 0-591 0-343 0-409 0-516 0-285 8-378 0-281 0-322 0-378 0-381 0-354 0-451 0-404 0-347 0-373

1994 0-947 0-442 0-808 0-336 0-369 0-325 0-525 0-437 0-546 0-627 0-428 0-391 0-442 0-391 0-606

1995 0-687 0-427 0-382 0-510 0-373 0-435 0-520 0-412 0-348 0-483 0-530 0-363 0-407 0-357 0-376

1996 23-728 0-293 0-374 0-436 0-343 0-429 4-467 0-260 4-482 9-531 27-655 0-424 0-460 0-277 0-314

1997 0-772 0-466 0-583 0-601 0-536 0-710 0-693 0-545 0-561 0-653 0-598 0-424 0-588 0-416 0-583

1998 48-474 15-510 20-202 26-273 8-369 0-396 18-545 66-334 33-396 20-420 62-362 11-292 3-421 11-228 14-449

1999 12-321 0-427 0-286 0-145 0-306 8-348 0-233 0-235 2-240 0-247 0-232 0-339 0-353 1-288 0-194

2000 0-563 15-314 0-366 0-291 0-357 3-411 0-295 0-327 0-390 0-397 0-318 0-360 0-339 0-491 0-399

2001 0-515 0-242 4-257 0-316 5-406 0-229 0-355 0-271 0-417 7-312 0-303 0-360 0-360 0-344 0-319

2002 0-911 0-336 0-474 0-580 0-401 0-651 0-588 0-556 0-595 0-529 0-518 0-492 0-317 0-420 0-442

2003 0-392 0-253 0-192 0-145 0-218 0-312 0-218 0-365 0-251 0-217 0-250 0-252 0-161 0-176 0-253

2004 0-737 0-495 0-647 0-828 0-232 0-443 0-428 0-357 0-668 0-700 0-517 0-405 0-405 0-370 0-520

2005 0-232 0-422 0-179 0-236 0-214 0-320 5-271 0-342 0-176 0-278 0-206 0-297 0-290 0-317 0-292

2006 0-286 0-413 0-151 0-487 0-330 0-378 0-375 0-478 0-395 0-547 0-364 0-526 0-488 0-469 0-535

2007 0-330 0-462 0-438 0-311 0-431 0-306 0-425 0-281 0-381 0-384 0-293 0-407 0-42 0-463 0-516

2008 0-727 0-434 0-582 0-562 0-372 0-630 0-363 0-281 0-479 0-506 0-627 0-346 0-419 0-389 0-350

(42)

26 Lampiran 4 Matriks jarak euclid

Bangkir Bondan Bulak Cidempet Cikedung Juntinyuat Kedokan

Bunder Krangkeng Lohbener Losarang Sudimampir Sukadana Sumurwatu Tugu Ujungaris

Bangkir 0

Bondan 0.2211 0

Bulak 0.1794 0.3060 0

Cidempet 0.0550 0.2593 0.1345 0

Cikedung 0.1487 0.1917 0.1172 0.1401 0

Juntinyuat 0.1546 0.2219 0.3325 0.2075 0.2731 0

Kedokan Bunder 0.1818 0.1582 0.3436 0.2366 0.2604 0.0773 0

Krangkeng 0.2254 0.2109 0.3956 0.2802 0.3180 0.0832 0.0593 0

Lohbener 0.0228 0.2007 0.1744 0.0644 0.1302 0.1583 0.1754 0.2232 0

Losarang 0.1434 0.2508 0.0553 0.1114 0.0646 0.2904 0.2940 0.3481 0.1330 0

Sudimampir 0.0769 0.2147 0.2560 0.1291 0.2093 0.0784 0.1217 0.1546 0.0841 0.2170 0

Sukadana 0.1628 0.0621 0.2726 0.2056 0.1678 0.1670 0.1151 0.1734 0.1438 0.2178 0.1528 0

Sumurwatu 0.2322 0.2180 0.1545 0.2210 0.0836 0.3483 0.3241 0.3833 0.2132 0.1222 0.2898 0.2169 0

Tugu 0.0638 0.1763 0.2309 0.1181 0.1694 0.1050 0.1186 0.1655 0.0577 0.1861 0.0453 0.1144 0.2477 0

(43)
(44)
(45)
(46)

30

Lampiran 8 Fungsi sebaran curah hujan ekstrim di stasiun curah hujan Kabupaten Indramayu periode tahunan tahun 1979-2007

(47)

31 Lampiran 9 Fungsi sebaran curah hujan ekstrim di stasiun curah hujan

Kabupaten Indramayu periode musim hujan tahun 1979-2006

(48)

32

Lampiran 10 Persamaan tingkat pengembalian curah hujan ekstrim periode tahunan di Kabupaten Indramayu

(49)

33 Lampiran 11 Persamaan tingkat pengembalian curah hujan ekstrim periode

musim hujan di Kabupaten Indramayu

(50)

34

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Padang Sumatera Barat pada tanggal 26 Oktober 1988 dari pasangan Bapak Drs Mudatsir MKom dan Ibu Dr Armiati MPd. Penulis merupakan putri pertama dari empat bersaudara.

Gambar

Gambar 2 Plot semivariogram
Tabel 1 Deskripsi data curah hujan
Gambar 5 Diagram kotak garis curah hujan periode musim kering  di stasiun curah hujan Kabupaten Indramayu
Gambar 6 Peta kontur rata-rata intensitas curah hujan bulanan  periode tahunan di Kabupaten Indramayu
+7

Referensi

Dokumen terkait

pendapatan daerah melalui upaya intensifikasi dan ekstensifikasi, penyusunan rencana pendapatan asli daerah, bagi hasil dan lain-lain pendapatan daerah yang sah,

Sehingga untuk Kecamatan Rasau Jaya, peningkatan daya dukung lahan dapat dilakukan dengan menambah jenis komoditas melalui diversifikasi vertikal, rotasi,

Perusahaan harus selektif dalam mengeluarkan modal untuk investasi pada aset tetap sebab investasi jangka panjang membutuhkan dana yang relatif besar dan keterikatan dana

Pada waktu pelaksanaan lomba apabila peserta mengalami kesalahan yang dapat mengakibatkan kerusakan/membahayakan ,assessor berhak menghentikan dan tidak bisa

Segenap dosen Prodi DIII Kebidanan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Ponorogo yang telah memberikan saran kepada peneliti dalam menyelesaikan Karya Tulis

a) Periode pengumpulan; pada tahapan ini dikumpulkan data sebanyak mungkin dengan berbagai instrument yang memungkinkan dilakukan seperti, wawancara dengan menggunakan

Penerapan Prinsip Syariah Dalam Proses Underwriting BUMIDA Syariah Prinsip shari&gt;‘ah underwriting perusahaan asuransi syariah khususnya BUMIDA, diterapkan dalam proses

Menghitung nilai peramalan produksi TBS kelapa sawit untuk 12 periode ke depan dengan menggunakan model fungsi transfer input ganda yang diperoleh.. Membandingkan hasil