ABSTRACT
ZAHRA JUWITA. Formulation and Glycemic Index Values of Ganyong (Canna edulis Kerr.) Cookies. Under Direction of LILIK KUSTIYAH and MIRA DEWI.
Ganyong (Canna edulis Kerr.) is one of the local food products which is potential to be developed. Ganyong has high fiber content and its amylose content is higher than amylopectin, so it is estimated that to have low glycemic index value. However, until now there has been no study on the glycemic index value of ganyong. The aim of this study is to determine the glycemic index value of ganyong (Canna edulis Kerr.) cookies. There were 3 products that were analyzed for its glycemic index, in example standard cookies, ganyong cookies and boiled ganyong. Physical properties analyzed of control cookies and ganyong cookies were breaking strength and color degree. Chemical properties analyzed of standard cookies, ganyong cookies, and boiled ganyong were proximate analysis, amylose content, and total dietary fiber content. The study showed that ash content and amylose content of ganyong cookies were significantly higher (p<0.05) than control cookies. No significant found among other parameters. The glycemic index values of control cookies and ganyong cookies were 41 and 35 respectively, and were in the category of food with low glycemic index value. Boiled ganyong (GI=65) was in the category of food with medium glycemic index value. This study suggested that the use of ganyong in the making of cookies can decrease glycemic index of cookies.
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Indonesia merupakan salah satu negara yang ikut serta di dalam persaingan global. Saat ini, Indonesia menduduki peringkat Human Development Index (HDI) yang ke 108 dari 169 negara di dunia (BPS 2010). Hal ini mengindikasikan bahwa kualitas sumber daya manusia Indonesia dari aspek kesehatan, ekonomi dan pendidikan masih sangat jauh tertinggal dari negara lain di dunia. Aspek kesehatan yang berkaitan dengan masalah gizi bangsa Indonesia saat ini merupakan masalah memprihatinkan. Permasalahan gizi yang terdapat di negara Indonesia sering disebut masalah gizi ganda, artinya bangsa Indonesia mengalami dua masalah utama gizi yaitu masalah gizi kurang dan masalah gizi lebih (Almatsier 2002).
Dewasa ini, masalah gizi lebih yang menjadi penyebab kematian utama di negara maju dan juga negara berkembang yang mengakibatkan penyakit-penyakit degenaratif seperti diabetes mellitus, obesitas, penyakit-penyakit kardiovaskular dan hipertensi. Diabates mellitus adalah penyakit kronik yang ditandai dengan terlalu banyak glukosa di dalam aliran darah (Rimbawan & Siagian 2004). Diabetes mellitus merupakan penyakit penyebab kematian nomor 6 di Indonesia dengan jumlah proporsi kematian sebesar 5,8 % setelah stroke, TB, Hipertensi, cedera dan Perinatal (hasil Riskesdas tahun 2007). Prevalensi penyakit diabetes mellitus di Jakarta tahun 1993 sebesar 5,6% dan pada tahun 2001 sebesar 12,8% (Mihardja 2007).
Meningkatnya penyakit degeneratif antara lain akibat adanya perubahan perilaku, gaya hidup, pola makan, dan aktivitas yang tidak seimbang. Pola konsumsi tinggi karbohidrat sederhana dan lemak dapat memicu timbulnya penyakit degenaratif (Kemenkes RI 2007). Oleh karena itu, asupan makanan diatur untuk mengurangi resiko penyakit degeneratif. Salah satu cara pengaturan makan atau diet dapat dilakukan melalui pemilihan jumlah dan jenis karbohidrat yang tepat dengan menggunakan konsep Indeks Glikemik yang diperkenalkan oleh Jenkins pada tahun 1981. Konsep ini menekankan pada pentingnya mengenal pangan (karbohidrat) berdasarkan kecepatan naiknya kadar glukosa darah setelah pangan tersebut dikonsumsi (Rimbawan & Siagian 2004)
yang sedang menurunkan berat badan dan bagi penyandang diabetes mellitus agar dapat mengontrol kadar glukosa darah sehingga tidak meningkat secara drastis. Pangan yang memiliki indeks glikemik tinggi bermanfaat untuk menunjang penampilan dan daya tahan atlet.
Beberapa penelitian mengenai indeks glikemik dan pengembangan produk pangan lokal khususnya makanan sumber karbohidrat masih sangat terbatas. Ganyong merupakan salah satu produk pangan lokal yang pengembangannya cukup potensial. Di kabupaten Gunung Kidul, Daerah Istimewa Yogyakarta, ganyong dibudidayakan dengan cara tumpangsari atau dengan memanfaatkan lahan di bawah tegakan atau sebagai tanaman sela (intercropping). Masyarakat Indonesia masih menjadikan ganyong sebagai makanan selingan dengan merebus ubinya dan sebagian kecil telah mengolah menjadi tepung dan pati untuk bahan kue kering, bubur, cendol, kerupuk rambak (Subiantoro 2005 dalam Damayanti 2007). Namun, di Australia pati ganyong sudah dimanfaatkan industri untuk menghasilkan berbagai produk, sedangkan di Vietnam dan Cina Selatan telah diproses menjadi mie pati transparan (cellophane noodles) (Hung dan Morita 2005 dalam Damayanti 2007).
Ganyong diduga memilki nilai indeks glikemik yang rendah, hal ini didasarkan pada beberapa alasan diantaranya adalah kadar serat makanan ganyong yang cukup tinggi dan kadar amilosa yang lebih tinggi dibanding kadar amilopektinnya (Damayanti 2007). Selain itu, ganyong memiliki pengembangan produk yang potensial dilihat dari beberapa negara seperti Australia, Vietnam dan Cina Selatan yang sudah memanfaatkan untuk industri berbagai produk. Salah satu bentuk pengembangan potensial ganyong adalah cookies. Menurut BSN (2002), cookies merupakan salah satu jenis biskuit yang dibuat dari adonan lunak, berkadar lemak tinggi, relatif renyah bila dipatahkan dan penampang potongannya bertekstur padat. Selain itu, cookies merupakan salah satu makanan yang banyak digemari oleh semua kalangan.
Tujuan
Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mempelajari formulasi dan nilai indeks glikemik cookies ganyong. Sedangkan tujuan khusus penelitian ini adalah: 1. Mempelajari pembuatan tepung ganyong
2. Membuat formula cookies yang disubstitusi dengan tepung ganyong 3. Menganalisis organoleptik produk cookies ganyong
4. Menganalisis kandungan gizi cookies ganyong dan ganyong rebus 5. Menganalisis nilai indeks glikemik cookies ganyong dan ganyong rebus
Kegunaan
TINJAUAN PUSTAKA
Indeks Glikemik
Indeks Glikemik pertama dikembangkan tahun 1981 oleh Dr. David Jenkins, seorang Profesor Gizi pada Universitas Toronto, Kanada, untuk membantu menentukan pangan yang paling baik bagi penderita diabetes. Pada masa itu, diet bagi penderita diabetes didasarkan pada sistem porsi karbohidrat. Konsep ini menganggap bahwa semua pangan berkarbohidrat menghasilkan pengaruh yang tidak sama pada kadar glukosa darah (Rimbawan & Siagian 2004).
Indeks glikemik pangan adalah tingkatan pangan menurut efeknya terhadap kadar glukosa darah. Sebagai perbandingannya, indeks glikemik glukosa murni adalah 100. Indeks glikemik merupakan cara ilmiah untuk menentukan makanan bagi penderita diabetes, orang yang sedang berusaha menurunkan berat badan tubuh, dan olahragawan (Rimbawan & Siagian 2004)
Karbohidrat dalam pangan yang dipecah dengan cepat selama pencernaan memiliki indeks glikemik tinggi. Respon glukosa darah terhadap jenis pangan ini cepat dan tinggi. Dengan kata lain, glukosa dalam aliran darah meningkat dengan cepat. Sebaliknya, karbohidrat yang dipecah dengan lambat memiliki indeks glikemik rendah sehingga melepaskan glukosa ke dalam darah dengan lambat. Indeks glukosa murni ditetapkan 100 dan digunakan sebagai acuan untuk penentu indeks glikemik pangan lain. Meskipun demikian penggunaan roti tawar sebagai pangan acuan lebih sering digunakan dalam penelitian. Hal ini didasari atas kelaziman mengonsumsi roti tawar dibandingkan dengan glukosa murni (Rimbawan & Siagian 2004). Namun, menurut Mendosa (2006) baik roti tawar maupun glukosa murni dapat digunakan sebagai pangan kontrol dalam menghitung nilai indeks glikemik pangan uji. Berikut merupakan kategori pangan menurut rentang indeks glikemik.
Tabel 1 Kategori pangan menurut indeks glikemik
Kategori pangan Rentang indeks glikemik
Indeks glikemik rendah <55
Indeks glikemik sedang 55-70
Indeks glikemik tinggi >70
Sumber: Miller et al. (1996) dalam Rimbawan & Siagian (2004)
1. Pangan tunggal yang akan ditentukan indeks glikemiknya (mengandung 50 g karbohidrat) diberikan kepada relawan yang telah menjalani puasa penuh (kecuali air) selama semalam (sekitar pukul 20.00 sampai pukul 08.00 pagi besoknya).
2. Selama dua jam pasca pemberian, sampel darah sebanyak 50 µL – finger-prick cappilary blood samples method-diambil setiap 15 menit pada jam pertama kemudian setiap 30 menit pada jam kedua untuk diukur kadar glukosanya.
3. Pada waktu berlainan hal yang sama dilakukan dengan memberikan 50 g glukosa murni kepada relawan.
4. Kadar glukosa darah ditebar pada dua sumbu yaitu sumbu waktu dan kadar glukosa darah
5. Indeks glikemik ditentukan dengan membandingkan luas daerah dibawah kurva antaran pangan yang diukur indeks glikemik-nya dengan pangan acuan.
Kurva respon glukosa darah yang dibuat digunakan untuk menghitung luas area bawah kurva (Area Under Curve). Luas daerah di bawah kurva dapat dihitung dengan beberapa cara, seperti intergral dari persamaan polinom dan menghitung luas bangun.
Cara perhitungan dengan luas bangun yaitu dengan cara menarik garis horizontal dan membuat garis vertikal berdasarkan waktu pengambilan darah sehingga kurva membentuk luas bangun segitiga dan trapesium. Luas daerah di bawah kurva diperoleh dengan cara menjumlahkan masing-masing luas bangun. (Waspadji et al. 2003). Berikut ini merupakan gambar area under curve yang dihitung menurut FAO (1998) dalam Brouns et al. (2005) yang menunjukkan bahwa luas yang dihitung adalah bagian diatas garis horizontal.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Indeks Glikemik Pangan
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi indeks glikemik pada pangan antara lain: cara pengolahan (tingkat gelatinisasi pati dan ukuran partikel), perbandingan amilosa dengan amilopektin, tingkat keasaman dan daya osmotik, kadar serat, kadar lemak dan protein serta kadar anti-gizi pangan (Rimbawan & Siagian 2004)
Proses pengolahan dapat menyebabkan meningkatnya nilai indeks glikemik pangan karena melalui proses pengolahan struktur pangan menjadi lebih mudah dicerna dan diserap sehingga dapat mengakibatkan kadar glukosa naik dengan cepat. Selain itu ukuran partikel yang semakin kecil sehingga memudahkan terjadinya degradasi oleh enzim juga dapat menyebabkan indeks glikemik semakin meningkat. Proses pemasakan atau pemanasan akan menyebabkan terjadinya gelatinisasi pada pati. Dengan adanya proses pecahnya granula pati ini molekul pati akan lebih mudah dicerna karena enzim pencerna pada usus mendapatkan tempat bekerja yang lebih luas. Hal inilah yang menyebabkan proses pemasakan atau pemanasan dapat menyebabkan terjadinya kenaikan indeks glikemik pangan (Rimbawan & Siagian 2004)
Penelitian terhadap pangan yang memiliki kadar amilosa dan amilopektin berbeda menunjukkan bahwa kadar glukosa darah dan respon insulin lebih rendah setelah mengonsumsi pangan berkadar amilosa tinggi daripada pangan berkadar amilopektin tinggi (Miller et al. 1992 dalam Rimbawan & Siagian 2004). Sebaliknya, bila kadar amilopektin pangan lebih tinggi daripada kadar amilosa, respon glukosa darah lebih tinggi (Rimbawan & Siagian 2004).
Ganyong
Tanaman ganyong sejak dahulu telah dikenal oleh seluruh masyarakat di daerah asal Amerika Selatan sekitar tahun 2500 sebelum masehi. Penduduk kawasan ini menggunakannya sebagai makanan yang pada waktu itu belum mengenal jagung dan singkong (Purseglove 1975 dalam Krisnayudha 2007). Saat ini tanaman ganyong sudah menyebar di seluruh belahan bumi yaitu daerah yang mempunyai iklim tropis dan hangat, seperti kawasan Asia Tenggara (Flach & Rumawas 1996 dalam Krisnayudha 2007). Menurut Ropiq (1988) dalam Krisnayudha (2007) tanaman ganyong telah tumbuh dengan baik di pulau jawa. Sekarang ini sudah tersebar di seluruh Indonesia terutama Jawa Tengah, Jawa Barat dan Bali.
Menurut Sastrapradja et al. (1977) dalam Krisnayudha (2007), ganyong mempunyai batang yang berwarna ungu, tingginya mencapai 0.9 m atau dapat mencapai 3.0 m. Daunnya besar dan lebar, pada umumnya mempunyai panjang 30 cm dan lebar nya 12.5 cm, tebal dan bertulang daun tebal di tengahnya, seringkali permukaan bawahnya berwarna keunguan. Warna daun beragam dari hijau sampai hijau tua. Kadang-kadang bergaris ungu atau ungu keseluruhan (Lingga et al. 1986 dalam Krisnayudha 2007).
Di Indonesia dikenal dua jenis ganyong yaitu ganyong merah dan ganyong putih. Ganyong merah ditandai dengan warna batang, daun dan pelepahnya berwarna merah atau ungu, sedangkan ganyong putih ditandai dengan batang, daun dan pelepahnya hijau serta sisik ubinya kecoklatan. Ganyong merah mempunyai batang yang lebih besar dan tinggi, agak tahan terhadap kekeringan, sulit menghasilkan biji dan ubinya lazim dimakan segar (direbus). Ganyong putih mempunyai sifat lebih pendek dan kecil, tahan terhadap sinar dan kekeringan, selalu menghasilkan biji serta ubinya diambil patinya. (Lingga et al. 1986 dalam Krisnayudha 2007). Selain itu, ciri-ciri ganyong putih yaitu bunga berwarna merah, daun dan batang berwarna hijau serta umbi berwarna keputih-putihan (Damayanti 2007). Gambar ganyong putih disajikan pada Gambar 2.
mencapai ukuran normal dan mengandung 1 sampai 2 tunas sehat (Sastrapradja 1977 dalam Krisnayudha 2007).
Gambar 2 Ganyong putih
Tanaman ganyong tumbuh dari rhizoma yang dapat dipanen setelah 4 bulan penanaman, tetapi pemanenan setelah 8 bulan akan memberikan produktivitas yang tinggi karena rhizoma mengalami perbesaran maksimum. Ganyong akan menjadi keras apabila lebih dari 10 bulan tidak dipanen. Hal ini juga akan menyebabkan kandungan pati berkurang (Flach & Rumawas 1996)
Ganyong terdiri dari bagian kulit yang agak keras dan bagian daging yang berserat. Bagian kulit berlapis-lapis yang melindungi bagian daging yang berserat (Ropiq 1988 dalam Krisnayudha 2007). Hal ini didukung dengan adanya kandungan serat kasar sebesar 0.6% (Kay 1973). Menurut Flach dan Rumawas (1996), kadar pati pada ganyong adalah 90% sedangkan kadar gula nya 10% sehingga ganyong rasanya tidak terlalu manis. Pada Tabel 2 disajikan komposisi kimia ganyong.
Tabel 2 Komposisi kimia ganyong
Komponen (%) Ganyong1 Ganyong 2
Air 75.0 72.6
Karbohidrat 22.6 24.6
Protein 1.0 1.0
Lemak 0.1 0.1
Abu - 1.4
Serat Kasar - 0.6
Sumber: 1 Depkes RI 1992
2 Kay 1973
Ganyong sangat baik digunakan sebagai sumber karbohidrat untuk penyediaan energi. Kandungan karbohidrat ganyong memang tinggi, setara dengan umbi-umbi yang lain, namun lebih rendah daripada singkong, tetapi
karbohidrat umbi dan tepung ganyong lebih tinggi bila dibandingkan dengan
kentang, begitu juga dengan kandungan mineral kalsium, fosfor dan besi.Hal
Tabel 3 Kandungan gizi dalam 100 g ganyong
Menurut SNI 01-2973-1992, cookies merupakan salah satu jenis biskuit yang dibuat dari adonan lunak, berkadar lemak tinggi, relatif renyah bila dipatahkan dan penampang potongannya bertekstur padat. Cookies yang dihasilkan harus memenuhi syarat mutu yang ditetapkan agar aman untuk dikonsumsi. Syarat mutu cookies yang digunakan merupakan syarat mutu yang berlaku secara umum di Indonesia berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI 01-2973-1992), seperti tercantum pada tabel 4 berikut ini.
Tabel 4 Syarat mutu cookies
Sumber : Badan Standardisasi Nasional (1992)
Bahan-bahan Cookies
Menurut Faridah (2008), bahan yang digunakan dalam pembuatan cookies dibedakan menjadi bahan pengikat (binding material) dan bahan pelembut (tenderizing material). Bahan pengikat terdiri dari tepung, air, susu bubuk, putih telur, sedangkan bahan pelembut terdiri dari gula, lemak, bahan pengembang dan kuning telur.
Tepung terigu
tepung sebagai struktur cookies. Tepung terigu dengan protein rendah (8-9%) akan menghasilkan kue yang rapuh dan kering merata.
Gula
Jumlah gula yang ditambahkan biasanya berpengaruh terhadap tekstur dan penampilan cookies. Fungsi gula dalam proses pembuatan cookies selain sebagai pemberi rasa manis, juga berfungsi memperbaiki tekstur, memberikan warna pada permukaan cookies. Cookies sebaiknya menggunakan gula halus atau tepung gula. Jenis ini akan menghasilkan tekstur cookies berpori-pori kecil dan halus.
Lemak
Lemak berfungsi sebagai shortening, tekstur dan pemberi flavor. Lemak yang biasanya digunakan pada pembuatan cookies adalah mentega dan margarin. Telur
Telur berpengaruh terhadap tekstur produk cookies sebagai hasil dari fungsi emulsifikasi, pelembut tekstur, dan daya pengikat. Telur digunakan untuk menambah rasa dan warna.
Susu skim
Susu skim berbentuk padatan (serbuk) memiliki aroma khas kuat dan sering digunakan pada pembuatan cookies. Skim merupakan bagian susu yang mengandung protein tinggi sebesar 36,4%. Susu skim berfungsi memberikan aroma, memperbaiki tekstur dan warna permukaan.
Uji Organoleptik
Menurut Setyaningsih et al. (2010), pengujian sensori atau pengujian dengan indra atau dikenal juga dengan pengujian organoleptik untuk menilai kuantitas dan keamanan suatu makanan dan minuman. Analisis sensori akan memberi keyakinan terhadap pengambilan keputusan penting yang sangat bergantung pada data pengujian kualitas sensori produk. Mengingat pentingnya analisis ini, maka beberapa hal yang harus diperhatikan adalah: 1) merencanakan tujuan uji dengan benar, 2) mengikutsertakan panelis-panelis yang sesuai, 3) menanyakan pertanyaan yang sesuai, 4) mengurangi adanya bias, dan 5) mengontrol lingkungan tempat pengujian dan penyajian produk.
yang diperoleh dari hasil uji hedonik biasanya dianalisis dengan menggunakan ANOVA dan jika ada perbedaan digunakan uji lanjut seperti Duncan.
Berbeda dengan uji kesukaan, uji mutu hedonik tidak menyatakan suka atau tidak suka melainkan menyatakan kesan tentang baik atau buruk. Kesan baik-buruk ini disebut kesan mutu hedonik. Kesan mutu hedonik lebih spesifik daripada sekedar kesan suka atau tidak suka. Mutu hedonik dapat bersifat umum, yaitu baik-buruk dan bersifat spesifik seperti empuk-keras.
Metode pengukuran respon panelis salah satunya dengan penskalaan (scalling). Panelis diminta untuk menilai contoh dengan menggunakan skala angka tertentu, skala garis biasanya menghasilkan data interval dan dikonversi ke dalam bentuk angka mengunakan penggaris. Metode scaling biasanya menggunakan angka atau kata untuk mengekspresikan intensitas atribut tertentu atau reaksi dari suatu atribut. Atribut sensori adalah karakteristik mutu suatu produk yang akan diuji, misalnya aroma, flavor, rasa, warna, kerenyahan, dan lain-lain.
Serat Makanan
Serat Makanan (Dietary Fiber) adalah suatu bahan yang tidak dapat dicerna oleh enzim pencernaan manusia. Beberapa bakteri dalam saluran pencernaan dapat mencerna serat ini dan menghasilkan suatu produk yang dapat diserap dan berkontribusi memberikan kalori penghasil energi. Respon physiological yang bersumber pada dietary fiber adalah menurunkan konsentrasi plasma kolestrol, memodifikasi respon glikemik, memperbaiki fungsi usus besar, dan menurunkan nilai gizi yang tersedia (Departemen Gizi dan Kesehatan Masyarakat 2009).
METODE
Tempat dan Waktu
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Percobaan Makanan, Laboratorium Organoleptik, Laboratorium Biokimia Gizi, Laboratorium Kimia dan Analisis Gizi, Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Laboratorium PAU-SEAFAST, serta Laboratorium Rekayasa Proses Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini dilaksanakan dalam jangka waktu 6 bulan, yaitu mulai pada bulan Juli hingga Desember 2011.
Bahan dan Alat
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari bahan pembuatan tepung ganyong, bahan pembuatan cookies, serta bahan kimia untuk analisis zat gizi, serat makanan dan amilosa. Bahan yang digunakan dalam pembuatan tepung ganyong adalah ganyong yang dipanen ketika berumur sekitar 8 bulan dengan varietas ganyong putih. Ganyong yang digunakan diperoleh dari tanaman warga Kelurahan Balumbang Jaya, Bogor Barat. Ganyong diolah menjadi tepung ganyong yang kemudian diolah menjadi cookies ganyong. Selain itu, ganyong diolah juga menjadi ganyong rebus. Bahan yang digunakan dalam pembuatan cookies kontrol dan cookies ganyong yaitu tepung terigu, gula halus, susu skim, mentega, margarin, kuning telur. Bahan kimia yang digunakan untuk analisis zat gizi, serat makanan dan amilosa cookies kontrol, cookies ganyong dan ganyong rebus adalah NaOH, selenium mix, asam sulfat (H2SO4), asam borat (H3BO3), HCl, heksan, etanol 95%, aseton, buffer natrium fosfat, enzim termamil, akuades, pepsin, pankreatin, amilosa murni, asam asetat dan larutan iod.
Peralatan yang digunakan pada analisis sifat fisik tepung ganyong, cookies kontrol dan cookies ganyong yaitu gelas ukur, whitenessmeter, texture analyzer dan chromatometer. Peralatan yang digunakan pada analisis zat gizi, serat makanan dan amilosa cookies kontrol, cookies ganyong dan ganyong rebus yaitu cawan porselen, tanur, oven, peralatan gelas yang biasa digunakan untuk analisa di laboratorium (tabung reaksi, gelas piala, gelas ukur, pipet, labu takar, buret, erlenmeyer, dan gelas arloji), desikator, soxhlet, timbangan, penangas air, semimikro kjehdahl, shaker, pipet mikro, dan spektrofotometer. Peralatan yang digunakan untuk uji organoleptik digunakan kertas kuesioner, pulpen, air putih, sampel pengujian, piring, dan kertas tissue. Alat yang digunakan pada pengukuran respon glukosa darah yaitu kapas, lancet, strip glukosa dan glukometer One Touch Ultra®.
Tahapan Penelitian
Penelitian ini dilakukan dalam dua tahap, yaitu penelitian pendahuluan dan penelitian utama. Pada penelitian pendahuluan dilakukan pembuatan tepung tepung ganyong, analisis sifat fisik tepung ganyong (rendemen, densitas kamba dan derajat putih tepung ganyong), analisis kandungan gizi dan serat makanan tepung ganyong, formulasi cookies yang disubstitusi dengan tepung ganyong, uji organoleptik produk cookies ganyong serta pengolahan produk ganyong rebus. Penelitian utama meliputi analisis sifat fisik cookies kontrol dan cookies ganyong terpilih, kandungan gizi, serat makanan serta amilosa (cookies kontrol, cookies ganyong dan ganyong rebus) dan nilai indeks glikemik (cookies kontrol, cookies ganyong dan ganyong rebus). Berikut ini disajikan lebih lanjut tentang metode secara rinci.
Penelitian Pendahuluan 1. Pembuatan tepung ganyong
menghilangkan tahap penghancuran setelah dilakukan pengirisan ganyong dan menambahkan tahap penghancuran dengan menggunakan blender. Bagan alir proses pembuatan tepung ganyong dengan pengering drum dryer disajikan pada Gambar 3.
Perendaman dengan Na bisulfit 0,3 %
↓
Pengirisan
↓
Pengeringan dengan Drum dryer
↓
Gambar 3 Pembuatan tepung ganyong dengan pengering drum dryer (modifikasi Meliani 2002)
2. Analisis sifat fisik tepung ganyong
a. Menghitung rendemen tepung ganyong
Penentuan rendemen tepung ganyong dihitung berdasarkan bobot ganyong awal dan bobot ganyong kupasan. Rendemen tepung ganyong dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut.
Rendemen (%) = berat tepung ganyong (kg) x 100% berat umbi awal (kg)
b. Densitas kamba tepung ganyong
Gelas ukur 100 mL ditimbang kemudian sampel dimasukkan ke dalamnya sampai volume mencapai 100 mL. Pengisian tepat tanda tera dan tidak dipadatkan. Gelas ukur berisi sampel ditimbang dan selisih berat menyatakan berat sampel per 100 mL. Densitas kamba dinyatakan dalam g/mL.
c. Derajat putih tepung ganyong
telah disediakan. Nilai derajat putih dapat dilihat pada monitor dan dinyatakan dalam bentuk skala 0-110.
3. Analisis kandungan gizi dan serat makanan tepung ganyong
Analisis kandungan gizi dan serat makanan tepung ganyong yang dilakukan meliputi analisis kandungan air, protein, lemak, abu, karbohidrat (by difference), serta analisis total serat makanan makanan metode enzimatis dengan menggunakan metode AOAC (1995). Prosedur lengkap mengenai metode analisis dipaparkan pada Lampiran 1.
4. Formulasi cookies yang disubtitusi tepung ganyong
Formulasi produk dilakukan secara trial and eror. Pembuatan cookies dilakukan dengan mensubstitusi tepung terigu dengan tepung ganyong. Tepung ganyong yang digunakan dalam formula cookies adalah 0%, 60%, 80% dan 100% dari total tepung. Formula cookies ganyong dan kontrol disajikan pada Tabel 5.
Tabel 5 Formula cookies kontrol dan ganyong
Bahan (gram) Jumlah bahan pada setiap tingkat substitusi (gram)
Kontrol (0%)* 60% 80% 100%
sekitar 10 menit. Diagram alir pembuatan cookies ganyong disajikan pada Gambar 4.
Pencampuran mentega, margarin dan gula halus dengan mixer
↓
Penambahan kuning telur
↓
Penambahan susu skim, tepung terigu dan tepung ganyong
↓
Gambar 4 Diagram alir pembuatan cookies ganyong (Gustiar 2009) 5. Uji organoleptik produk cookies ganyong
Uji organoleptik yang dilakukan adalah uji hedonik dan uji mutu hedonik.
Panelis menilai tingkat kesukaannya terhadap warna, aroma, rasa, dan
tekstur terhadap produk cookies. Produk cookies yang diuji organoleptik
terdiri dari 4 formula, yaitu cookies kontrol (substitusi tepung ganyong 0%),
cookies dengan substitusi tepung ganyong 60%, 80% dan 100%. Panelis
yang digunakan dalam uji organoleptik sebanyak 30 orang panelis semi
terlatih. Pemilihan cookies ganyong yang terpilih berdasarkan uji hedonik
dan uji mutu hedonik. Skala uji hedonik untuk atribut warna, aroma, rasa
dan tekstur yaitu 1-9 (amat sangat tidak suka hingga amat sangat suka).
Skala uji mutu hedonik yaitu 1-9, contoh skala untuk atribut mutu warna
yaitu 1-9 (cokelat kehitaman hingga putih gading). Kuesioner uji organoleptik dipaparkan pada Lampiran 2.
6. Pengolahan produk ganyong rebus
Penelitian Utama
Penelitian utama meliputi analisis sifat fisik cookies, kandungan gizi, serat makanan, amilosa dan indeks glikemik.
1. Analisis sifat fisik (cookies kontrol dan cookies ganyong) a. Kekerasan
Pengukuran tekstur (kekerasan) cookies dilakukan dengan menggunakan alat texture analyzer. Alat dihidupkan lalu sampel disimpan pada wadah yang telah disediakan. Setelah itu, bagian tersebut akan mendapat tekanan dari alat yang bergerak dan hasil pengukuran akan terbaca pada layar dengan satuan gram force.
b. Warna
Pengukuran untuk warna cookies dilakukan dengan menggunakan alat chromatometer CR-200. Warna cookies dibaca dengan detektor digital lalu angka hasil pengukuran akan terbaca pada layar. Nilai L, a dan b merupakan nilai hasil pengukuran warna.
2. Analisis kandungan gizi, serat makanan dan amilosa (cookies kontrol, cookies ganyong terpilih dan ganyong rebus)
Analisis produk (cookies kontrol, cookies ganyong dan ganyong rebus) yang dilakukan meliputi analisis kandungan air (AOAC 1995), analisis kadar protein mikro kjedahl (AOAC 1995), analisis kadar lemak (AOAC 1995), analisis kadar abu (AOAC 2006), kadar karbohidrat by difference (AOAC 1995), analisis total serat makanan makanan metode enzimatis dengan menggunakan metode AOAC (1995), dan penetapan amilosa (Apriyantono et al. 1989). Prosedur lengkap mengenai metode analisis dipaparkan pada Lampiran 1.
3. Pengukuran indeks glikemik (cookies kontrol, cookies ganyong terpilih dan ganyong rebus)
Tahapan selanjutnya setelah dilakukan analisis kandungan gizi ganyong dan cookies ganyong adalah tahapan pengukuran indeks glikemik ganyong dan cookies ganyong. Pangan yang akan diujikan pada tahap ini adalah cookies kontrol, cookies ganyong terpilih dan ganyong rebus.
glukosa darah subjek. Tahap perekrutan dan pemilihan subjek ada beberapa kriteria yang harus dipenuhi oleh calon subjek untuk menjadi subjek dalam penelitian ini yaitu berumur 18 – 30 tahun, indeks massa tubuh normal (18.5 – 22.9 kg/m2), dan berdasarkan hasil pemeriksaan dokter dinyatakan sehat (Brouns et al 2005). Selain itu calon subjek tidak memiliki riwayat penyakit diabetes mellitus, tidak mengalami gangguan pencernaan (Brouns et al. 2005), tidak menggunakan obat-obatan (Lee 2009 dalam Zanzer 2011), tidak sedang menjalani pengobatan, tidak merokok (Frati et al. 1996 dalam Brouns et al. 2005) dan tidak minum minuman beralkohol (Soh & Miller 1999).
Penjaringan para calon subjek dilakukan dengan cara sosialisasi (pendekatan personal) kepada mahasiswa Departemen Gizi Masyarakat IPB untuk meminta kesediaan calon sebagai subjek dalam penelitian. Selanjutnya, subjek diwawancara menggunakan kuesioner, pengukuran berat badan, tinggi badan, tekanan darah, dan denyut nadi. Subjek yang memenuhi kriteria diminta untuk mengisi informed consent. Selanjutnya diminta untuk mengkonsumsi tiga produk olahan ganyong yaitu cookies kontrol, cookies ganyong dan ganyong rebus. Jumlah subjek untuk tiap jenis pangan uji adalah 10 orang dengan perincian 5 pria dan 5 wanita. Pada penelitian ini diujicobakan glukosa murni (mengandung 50 g karbohidrat) sebagai pangan acuan dan sebagai kontrol pada satu kelompok subjek (sepuluh orang).
Langkah selanjutnya setelah produk olahan ganyong dikonsumsi oleh subjek penelitian adalah pengambilan sampel darah subjek untuk menentukan indeks glikemiknya. Menurut Miller (1996) dalam Rimbawan dan Siagian (2004), prosedur penentuan indeks glikemik pangan adalah sebagai berikut: a. Pangan tunggal yang akan ditentukan indeks glikemiknya (mengandung 50
g karbohidrat) diberikan kepada relawan yang telah menjalani puasa penuh (kecuali air) selama semalam (sekitar pukul 20.00 sampai pukul 08.00 pagi besoknya). Selama mengonsumsi pangan uji diperbolehkan untuk mengonsumsi air.
c. Kadar glukosa darah diplot pada dua sumbu yaitu sumbu waktu dan kadar glukosa darah
d. Indeks glikemik ditentukan dengan membandingkan luas daerah dibawah kurva antara pangan yang diukur indeks glikemik-nya dengan pangan acuan.
Perhitungan luas daerah dibawah kurva menggunakan cara perhitungan luas bangun. Luas bangun dihitung dengan cara menarik garis horizontal dan membuat garis vertikal berdasarkan waktu pengambilan darah sehingga kurva membentuk luas bangun segitiga dan trapesium. Luas daerah di bawah kurva diperoleh dengan cara menjumlahkan masing-masing luas bangun. Luas kurva dihitung untuk masing-masing subjek sehingga nilai indeks glikemik tiap subjek berbeda. Nilai indeks glikemik pangan uji diperoleh dari hasil rata-rata nilai indeks glikemik individu sepuluh orang subjek penelitian.
Rancangan Percobaan
Penentuan formula produk terbaik dalam penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) dengan model matematik sebagai berikut:
Yij = µ +i + ij
Keterangan:
Yij = Pengamatan pada taraf ke-i dan ulangan ke-j µ = Rataan umum
i = Pengaruh tingkat substitusi tepung ganyong terhadap tepung terigu ke-i
i = Tingkat substitusi tepung ganyong terhadap tepung terigu (60%, 80%, 100% dari total tepung terigu untuk cookies)
j = Ulangan (j=1,2)
ij = Pengaruh acak dari tingkat substitusi tepung ganyong terhadap tepung
terigu pada taraf ke-i ulangan ke-j
Pengolahan dan Analisis Data
Tabel 6 Kategori pangan menurut indeks glikemik
Kategori pangan Rentang indeks glikemik
IG rendah <55
IG sedang (intermediate) 55-70
IG tinggi >70
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pembuatan Tepung Ganyong
Tahapan pembuatan tepung ganyong meliputi pemilihan bahan, pengupasan bahan, pembersihan dan pencucian ganyong, serta proses pengeringan dengan drum dryer. Tahap awal yaitu pemilihan ganyong, dipilih ganyong yang segar dan tidak busuk. Selanjutnya dilakukan pemilihan ganyong kemudian dilakukan pengupasan kulit ganyong. Pengupasan dilakukan untuk membersihkan ubi ganyong dari kotoran dan kulit yang melekat pada ubi tersebut. Ganyong yang sudah dikupas kemudian dicuci dan direndam di dalam air selama 1 jam dengan penambahan natrium bisulfit 0,3%. Penambahan natrium bisulfit untuk mencegah terjadinya reaksi pencoklatan akibat aktivitas enzim polifenol oksidase.
Proses selanjutnya dilakukan pengirisan ganyong. Ganyong diiris dalam ukuran lebih kecil dan kemudian dilakukan pengeringan dengan drum dryer pada suhu 80o C selama ±30 detik. Pengeringan dengan drum dryer dilakukan agar pengeringan lebih merata. Hal ini didukung oleh penelitian Meilani (2002) bahwa pengeringan dengan drum dryer tidak dipengaruhi oleh keadaan cuaca, hasil pengeringan yang merata dan efisien. Ganyong yang sudah melewati proses pengeringan kemudian dihancurkan menggunakan blender dan diayak dengan ukuran 60 mesh.
. Pada Gambar 5 disajikan perbandingan antara tepung terigu komersial dengan tepung ganyong.
Gambar 5 Tepung terigu komersial (kiri) dan tepung ganyong (kanan)
Sifat fisik, kandungan gizi dan serat makanan tepung ganyong
Tabel 7 Sifat fisik tepung ganyong
Sifat fisik Tepung ganyong
Rendemen (%) 9.86
Densitas kamba (g/mL) 0.56
Derajat keputihan (%) 40.21
Rendemen tepung dihitung berdasarkan perbandingan berat tepung ganyong dengan ubi ganyong awal sebelum dikupas. Rendemen tepung ganyong yaitu sebesar 9.86%. Hal ini diduga karena ganyong memiliki kadar air yang relatif tinggi yaitu 75% (Depkes 1992). Namun, tepung ganyong memiliki nilai relatif lebih tinggi jika dibandingkan tepung garut hasil penelitian Wijayanti (2007) yang memiliki nilai rendemen 8%.
Densitas kamba adalah sifat bahan pangan dari tepung-tepungan yang merupakan perbandingan antara berat bahan dengan volume bahan. Suatu bahan dikatakan kamba apabila nilai densitas kambanya kecil, berarti dibutuhkan ruang volume yang besar untuk berat yang ringan. Densitas kamba tepung ganyong yang dihasilkan adalah 0,56 g/mL.
Derajat keputihan tepung ganyong adalah 40,21%. Tepung ganyong yang dihasilkan berwarna putih kecoklatan. Warna putih kecoklatan diduga akibat proses pencoklatan enzimatis karena proses mekanis seperti pengirisan ganyong. Upaya penambahan natrium bisulfat sudah dilakukan untuk mengurangi reaksi pencoklatan enzimatis, namun upaya tersebut belum sempurna karena tepung ganyong masih berwarna kecoklatan.
Kandungan gizi tepung ganyong yang dianalisis meliputi kadar air, abu, protein, lemak, karbohidrat (by difference), serta serat makanan. Hasil analisis kandungan gizi dan serat makanan disajikan pada Tabel 8.
Tabel 8 Kandungan gizi dan serat makanan tepung ganyong
Komponen
(bb) (Tabel 8). Kadar air tepung ganyong sesuai dengan kadar air tepung terigu berdasarkan SNI yaitu maksimal 14,5% (BSN 2006).
Kadar abu yang terdapat dalam suatu bahan pangan menunjukkan kandungan mineralnya. Berdasarkan hasil analisis, kadar abu pada tepung ganyong 4.32% (bb). Jika dibandingkan dengan kadar abu yang diperbolehkan untuk tepung terigu yaitu 0.6% (BSN 2006), maka kadar abu tepung ganyong lebih tinggi. Menurut Damayanti et al. (2007), mineral yang terkandung dalam ganyong relatif lebih tinggi dan mineral yang terkandung didalam ganyong diantaranya adalah kalsium, fosfor dan besi.
Kadar protein tepung ganyong adalah 2,76% (bb). Jika dibandingkan dengan kadar protein yang diperbolehkan untuk tepung terigu yaitu minimal 7% (BSN 2006), maka kadar protein tepung ganyong lebih rendah. Penelitian Wijayanti (2007) menunjukkan kadar protein tepung garut yaitu 5.30% (bb). Hasil ini menunjukkan bahwa tepung ganyong me\rupakan jenis tepung dengan kadar protein relatif rendah, sehingga variasi produk olahan tepung ganyong tidak
sebanyak tepung terigu, terutama dalam bentuk “baking product”. Menurut Faridah et al. (2008), tepung dengan kadar protein rendah cocok digunakan sebagai bahan baku produk yang tidak membutuhkan pengembangan adonan seperti cookies.
Kadar lemak tepung ganyong yang diperoleh adalah 1,75% (bb). Menurut Depkes (1992) kadar lemak ganyong segar per 100 gram yaitu 0,1 gram (0.1% bb). Perbedaan kadar lemak diduga karena perbedaan kadar air dan serat, akibat proses pengolahan ganyong segar menjadi tepung ganyong.
Kadar karbohidrat dalam tepung ganyong adalah 84,03% (bb). Perhitungan kadar karbohidrat tepung ganyong dilakukan secara by difference. Nilai kadar karbohidrat merupakan yang terbesar dibandingkan kandungan abu, air, lemak dan protein. Hal ini menunjukkan bahwa karbohidrat merupakan kandungan gizi utama tepung ganyong.
(2008) menunjukkan bahwa kadar serat makanan mempengaruhi kadar glukosa darah.
Formulasi Cookies Substitusi Tepung Ganyong
Penentuan formula cookies ganyong dilakukan secara trial and eror. Tujuan dilakukan trial and eror untuk menentukan formula substitusi tepung ganyong maksimal. Pembuatan cookies dilakukan dengan mensubstitusi tepung terigu dengan tepung ganyong. Tepung ganyong yang digunakan dalam formula cookies adalah 0%, 60%, 80% dan 100% dari total tepung. Tingkat substitusi ganyong diatas 60% dimaksudkan untuk membuat produk berbasis tepung ganyong dengan disubstitusi diatas 50% dari tepung ganyong. Berdasarkan formulasi, tingkat substitusi 60% merupakan batas bawah tingkat substitusi. Hal tersebut berdasarkan perhitungan matematis dengan menggunakan software Microsoft Excel 2007 bahwa tingkat substitusi tepung ganyong sebesar 60% sudah mengandung lebih dari 6 gram serat makanan per 100 gram cookies. Cookies yang mengandung serat lebih dari atau sama dengan 6 gram per 100 gram bahan sudah memenuhi klaim tinggi serat (European Council 2008). Selain itu, serat merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi nilai dari indeks glikemik (Rimbawan dan Siagian 2004). Oleh karena itu, digunakan substitusi cookies ganyong 60%, 80% dan 100%.
Berdasarkan hasil trial and eror yang dilakukan diperoleh bahwa tingkat substitusi maksimum tepung ganyong yang dapat digunakan dalam pembuatan cookies ganyong mencapai 100%. Jarak perbedaan tingkat substitusi yaitu 20%, disebabkan aspek yang ingin diteliti yaitu aspek makro (serat makanan).
Metode dasar pencampuran adonan cookies yaitu metode krim (creaming method) dan metode all-in. Pada metode krim, semua bahan tidak dicampur secara langsung melainkan dicampur terlebih dahulu lemak dan gula, kemudian ditambah pewarna dan essens lalu ditambah susu diikuti penambahan bahan kimia aerasi berikut garam yang sebelumnya telah dilarutkan dalam air. Sedangkan metode pembuatan cookies dengan metode all-in, yaitu semua bahan dicampur secara langsung bersama tepung. Pencampuran ini dilakukan sampai adonan cukup mengembang (Faridah 2008). Pembuatan cookies ganyong dilakukan dengan cara pencampuran dan pengadukan dengan metode krim. Hal tersebut baik untuk cookies yang dicetak.
dengan oven dan pendinginan. Tahap awal pembuatan cookies yaitu penimbangan bahan sesuai dengan formua pembuatan cookies ganyong. Setelah bahan-bahan ditimbang, kemudian dilakukan pencampuran bahan. Bahan-bahan yang dicampur pertama adalah mentega, margarin dan gula halus sampai terbentuk krim homogen dengan menggunakan mixer. Selanjutnya ditambahkan kuning telur dengan kecepatan pengocokan rendah. Setelah pembentukan krim dan sudah dicampur merata, pengocokan dengan mixer dihentikan. Tepung ganyong dan tepung terigu sebelum ditambahkan ke dalam adonan dilakukan pencampuran terlebih dahulu sesuai dengan tingkat substitusi pada Tabel 9. Tahap akhir ditambahkan susu skim, campuran tepung terigu dan tepung ganyong, diaduk hingga terbentuk adonan yang mudah dibentuk kemudian dilakukan pencetakan cookies dengan metode rolled cookies. Cookies digiling dengan ketebalan ± 0,3 cm dan kemudian dicetak. Cookies yang sudah tercetak dioven pada suhu 160-170oC dengan lama pembakaran sekitar 10 menit.
Uji Organoleptik Cookies Ganyong
Formula cookies ganyong yang telah dibuat selanjutnya dilakukan uji organoleptik. Uji organoleptik yang dilakukan adalah uji hedonik dan uji mutu hedonik. Menurut Setyaningsih et al. (2010), uji mutu hedonik digunakan untuk mengetahui kesan panelis terhadap sifat produk secara lebih spesifik dan penentuan penerimaan terhadap produk makanan dapat dilakukan melalui uji hedonik atau uji kesukaan. Panelis menilai tingkat kesukaannya terhadap warna, aroma, rasa, tekstur cookies.
Panelis yang digunakan dalam uji organoleptik sebanyak 34 orang panelis semi terlatih. Panelis berprofesi sebagai mahasiswa dan tergolong panelis semi terlatih didasarkan pada seringnya panelis menjadi panelis uji organoleptik. Uji organoleptik dilakukan dengan menggunakan skala garis 1 sampai 9. Tampilan skala disajikan pada Lampiran 2.
Gambar 6 Cookies ganyong dengan tingkatan substitusi tepung ganyong 0% (F0), 60% (F1), 80% (F2), dan 100% (F3)
Uji hedonik cookies ganyong
Parameter dari uji hedonik cookies ganyong meliputi warna, aroma, rasa, tekstur dan keseluruhan cookies. Parameter warna, aroma, rasa, tekstur dan keseluruhan cookies yang digunakan adalah skala 1=amat sangat tidak suka hingga 9=amat sangat suka. Berikut ini merupakan nilai rata-rata hasil uji hedonik cookies ganyong untuk parameter warna, aroma, rasa dan tekstur pada setiap formula dapat dilihat pada Tabel 9.
Tabel 9 Hasil uji hedonik cookies ganyong
Formula Parameter
Warna Aroma Rasa Tekstur Keseluruhan
F0 (0%) 6.99c 6.68c 6.84b 6.77b 7.07b
F1 (60%) 6.02b 6.51bc 6.49b 6.49b 6.70b
F2 (80%) 4.61a 5.93ab 5.51a 5.68a 5.53a
F3 (100%) 5.61b 5.69a 5.79a 5.81a 5.78a
Keterangan : warna, aroma,rasa, tekstur, keseluruhan dengan skala 1=amat sangat
tidak suka 9= amat sangat suka,
Nilai rata-rata sekolom yang diikuti huruf sama menunjukkan nilai yang tidak berbeda nyata (uji Duncan p=0,05)
Warna. Hasil penilaian organoleptik menunjukkan bahwa nilai rata-rata tingkat kesukaan panelis terhadap parameter warna cookies ganyong berkisar antara 4.611-6.997 atau berada pada kisaran agak kurang suka mendekati biasa sampai agak suka mendekati suka. Cookies F0 memiliki nilai kesukaan terhadap warna tertinggi atau pada kisaran agak suka mendekati suka. Cookies ganyong dengan substitusi tepung ganyong 80% memiliki nilai kesukaan terendah yaitu pada kisaran agak tidak suka mendekati biasa.
Aroma. Hasil penilaian organoleptik menunjukkan bahwa nilai rata-rata tingkat kesukaan panelis terhadap parameter aroma cookies ganyong berkisar antara 5.694-6.676 atau berada pada kisaran biasa mendekati agak suka sampai agak suka mendekati suka. Cookies F0 memiliki nilai kesukaan terhadap aroma tertinggi atau pada kisaran agak suka mendekati suka. Cookies ganyong dengan substitusi tepung ganyong 100% memiliki nilai kesukaan terendah yaitu pada kisaran biasa mendekati agak suka.
Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perbedaan tingkat substitusi tepung ganyong berpengaruh nyata (p<0.05) terhadap tingkat kesukaan panelis terhadap parameter aroma cookies ganyong (Lampiran 3). Penilaian organoleptik menunjukkan bahwa nilai rata-rata tingkat kesukaan panelis terhadap parameter aroma cookies ganyong berkisar antara 5.694-6.676 atau berada pada kisaran biasa mendekati agak suka sampai agak suka mendekati suka. Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa terdapat perbedaan tidak nyata cookies F3 dan F2, F1 dan F2, namun aroma F0 berbeda nyata dengan F2 dan F3. Demikian pula mutu aroma cookies F3 berbeda nyata dengan F0 dan F1 (Lampiran 3).
Rasa. Hasil penilaian organoleptik menunjukkan bahwa nilai rata-rata tingkat kesukaan panelis terhadap parameter rasa cookies ganyong berkisar antara 5.794-6.844 atau berada pada kisaran biasa mendekati agak suka sampai agak suka mendekati suka. Cookies F0 memiliki nilai kesukaan terhadap rasa tertinggi atau pada kisaran agak suka mendekati suka. Cookies ganyong dengan substitusi tepung ganyong 80% memiliki nilai kesukaan terendah yaitu pada kisaran biasa mendekati agak suka.
Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perbedaan tingkat substitusi tepung ganyong berpengaruh nyata (p<0.05) terhadap rasa cookies ganyong. Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa tingkat kesukaan rasa cookies F3 dan F2 tidak berbeda nyata. Tingkat kesukaan rasa F1 dan F2 tidak berbeda nyata. Kesukaan rasa cookies F0 dan F1 berbeda nyata dengan F2 dan F3 (Lampiran 3).
substitusi tepung ganyong 80% memiliki nilai kesukaan terendah yaitu pada kisaran biasa mendekati agak suka.
Hasil penilaian organoleptik menunjukkan bahwa nilai rata-rata tingkat kesukaan panelis terhadap parameter tekstur cookies ganyong berkisar antara 5.682-6.770 atau berada pada kisaran biasa mendekati agak suka sampai agak suka mendekati suka. Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa tingkat kesukaan tekstur cookies F3 dan F2 tidak berbeda nyata, Tingkat kesukaan tekstur F1 dan F2 tidak berbeda nyata. Kesukaan tekstur cookies F0 dan F1 berbeda nyata dengan F2 dan F3 (Lampiran 3).
Keseluruhan. Hasil penilaian organoleptik menunjukkan bahwa nilai rata-rata tingkat kesukaan panelis secara keseluruhan terhadap cookies ganyong berkisar antara 5.529-7.067 atau berada pada kisaran biasa mendekati agak suka sampai agak suka mendekati suka. Cookies F0 memiliki nilai kesukaan tertinggi secara keseluruhan atau pada kisaran suka. Cookies ganyong dengan substitusi tepung ganyong 80% memiliki nilai kesukaan terendah secara keseluruhan yaitu pada kisaran biasa mendekati agak suka.
Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perbedaan tingkat substitusi tepung ganyong berpengaruh nyata (p<0.05) terhadap tingkat kesukaan cookies ganyong secara keseluruhan. Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa tingkat kesukaan cookies secara keseluruhan F3 dan F2 tidak berbeda nyata. Tingkat kesukaan cookies secara keseluruhan F0 dan F1 tidak berbeda nyata. Tingkat kesukaan cookies secara keseluruhan cookies F0 dan F1 berbeda nyata dengan F2 dan F3 (Lampiran 3). Oleh karena itu, cookies substitusi tepung ganyong 60% (F1) merupakan formula terpilih disebabkan secara keseluruhan F1 tidak berbeda nyata dengan cookies kontrol (F0). Tingkat penerimaan F1 yaitu agak suka-suka.
Uji mutu hedonik cookies ganyong
Tabel 10 Hasil uji mutu hedonik cookies ganyong
Keterangan : warna 1=cokelat kehitaman 9= putih gading, aroma 1= amat sangat langu 9=amat sangat harum, rasa 1=amat sangat pahit 9=amat sangat manis, tekstur 1=tidak renyah 9= amat sangat renyah
Nilai rata-rata sekolom yang diikuti huruf sama menunjukkan nilai yang tidak berbeda nyata (uji Duncan p=0,05)
Warna. Hasil uji mutu hedonik terhadap parameter warna menunjukkan bahwa mutu warna cookies ganyong berkisar antara 4,209-7.091. Nilai ini berkisar agak coklat sampai putih gading. Cookies F0 memiliki warna putih gading. Cookies yang disubstitusi oleh tepung ganyong 60% dan 100% berwarna cokelat mendekati agak coklat. Cookies dengan substitusi tepung ganyong 80% memiliki warna agak cokelat kehitaman.
Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perbedaan tingkat substitusi tepung ganyong berpengaruh nyata (p<0.05) terhadap mutu warna cookies ganyong. Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa cookies F1 dan F3 tidak berbeda nyata, sedangkan mutu warna F0 dengan F1 dan F3 berbeda nyata. Demikian pula mutu warna cookies F2 berbeda nyata dengan F1 dan F3. Mutu warna F0 dengan F2 berbeda nyata (Lampiran 3). Pengaruh penambahan tepung ganyong berpengaruh pada warna cookies ganyong berkisar dari agak cokelat hingga agak cokelat kehitaman. Perbedaan nyata pada warna cookies ganyong dengan cookies kontrol disebabkan perbedaan bahan baku utama yaitu tepung ganyong dengan tepung terigu. Tepung ganyong yang memiliki derajat keputihan lebih rendah dari tepung terigu membuat mutu warna cookies ganyong lebih cokelat dibanding cookies kontrol.
Aroma. Hasil uji mutu hedonik terhadap parameter aroma menunjukkan bahwa aroma cookies ganyong berkisar antara 5.847-6.622. Nilai ini berkisar dari biasa mendekati agak harum sampai agak harum mendekati harum. Peningkatan substitusi tepung ganyong menyebabkan aroma cookies berkurang keharumannya. Cookies F0 beraroma paling harum diantara cookies lainnya. Nilai rata-rata mutu aroma terendah adalah cookies yang disubstitusi oleh tepung ganyong 100% beraroma agak harum.
ganyong. Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa cookies F0 dan F1 tidak berbeda nyata, begitu pula dengan mutu aroma F2 dan F3 tidak berbeda nyata. Mutu aroma cookies F0 dan F1 berbeda nyata dengan F2 dan F3 (Lampiran 3). Salah satu penyebab berkurangnya keharuman aroma cookies ganyong diduga karena proses pencoklatan dan kadar protein tepung ganyong yang relatif rendah, sehingga menyebabkan berkurangnya mutu aroma. Selain itu, diduga juga karena aroma tepung ganyong berbeda dengan aroma tepung terigu.
Rasa. Hasil uji mutu hedonik terhadap parameter rasa menunjukkan bahwa rasa cookies ganyong berkisar antara 5.909-6.921. Nilai ini berkisar dari biasa mendekati agak manis sampai agak manis mendekati manis. Berdasarkan penilaian panelis, peningkatan substitusi tepung ganyong menyebabkan rasa cookies berkurang kemanisannya. Nilai rata-rata mutu rasa tertinggi adalah cookies F0. Cookies F0 mempunyai rasa agak manis mendekati manis. Nilai rata-rata mutu rasa terendah adalah cookies yang disubstitusi oleh tepung ganyong 80% mempunyai rasa biasa agak manis.
Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perbedaan tingkat substitusi tepung ganyong berpengaruh nyata (p<0.05) terhadap mutu rasa cookies ganyong. Hasil uji lanjut Duncan bahwa cookies F0 dan F1 tidak berbeda nyata, begitu pula dengan mutu rasa F2 dan F3 tidak berbeda nyata. Mutu rasa cookies F0 dan F1 berbeda nyata dengan F2 dan F3 (Lampiran 3).
Tekstur. Hasil uji mutu hedonik terhadap parameter tekstur menunjukkan bahwa tekstur cookies ganyong berkisar antara 5.562-6.521. Nilai ini berkisar dari biasa mendekati agak renyah sampai agak renyah mendekati renyah. Berdasarkan penilaian panelis, peningkatan substitusi tepung ganyong menyebabkan tekstur cookies berkurang kerenyahannya. Nilai rata-rata mutu tekstur tertinggi adalah cookies F0. Cookies F0 mempunyai tekstur agak renyah mendekati renyah. Nilai rata-rata mutu tekstur terendah adalah cookies yang disubstitusi oleh tepung ganyong 100% mempunyai tekstur biasa mendekati agak renyah.
karena bahan baku utama yaitu tepung ganyong memiliki kandungan protein yang relatif lebih rendah dibanding terigu, sehingga mempengaruhi kerenyahan dari cookies ganyong.
Berdasarkan uji hedonik dan mutu hedonik, maka substitusi tepung ganyong 60% (F1) merupakan formula terpilih karena cookies ganyong (F1) cenderung lebih diterima panelis seperti cookies kontrol (F0).
Pengolahan Produk Ganyong Rebus
Ubi ganyong segar selain diolah menjadi cookies ganyong juga diolah menjadi ganyong rebus. Pengolahan ganyong dengan metode perebusan dilakukan secara trial and eror untuk menetukan standar perebusan. Proses pengolahan ganyong diawali dengan pemilihan ganyong segar. Ganyong segar dibersihkan dengan cara disikat agar kotoran yang menempel di kulit ganyong terbuang. Selanjutnya, rebus air hingga mencapai suhu 100oC kemudian dilakukan perebusan ganyong selama 20 menit. Ganyong direbus hingga matang dalam keadaan kulit masih utuh. Ganyong direbus dengan kapasitas sekali proses perebusan yaitu 300 gram. Setelah 20 menit ganyong rebus ditiriskan dan kemudian dikupas kulit dari ganyong.
Sifat Fisik Cookies Kontrol dan Cookies Ganyong
Analisis sifat fisik dilakukan terhadap cookies kontrol (F0) dan cookies ganyong terpilih yaitu F1. Analisis sifat fisik yang dilakukan pada cookies kontrol dan cookies ganyong yaitu derajat warna dan kekerasan. Berikut ini merupakan hasil analisis fisik cookies kontrol dan cookies ganyong yang disajikan pada Tabel 11.
Tabel 11 Sifat fisik cookies kontrol dan cookies ganyong
Jenis Analisis Sampel
Cookies kontrol Cookies ganyong terpilih (F1) force). Berdasarkan hasil kekerasan yang diperoleh terjadi penurunan kekerasan pada cookies ganyong yang disubstitusi 60% tepung ganyong. Penurunan kekerasan juga terjadi pada cookies yang disubstitusi pada penelitian Sindhuja et al. (2005) yang menyatakan kekerasan cookies semakin menurun dengan semakin besarnya terigu yang disubtitusi. Penurunan kekerasan diduga karena kandungan protein tepung ganyong relatif lebih rendah dibandingkan tepung terigu.
Kandungan Gizi Produk Olahan Ganyong
Analisis zat gizi yang dilakukan meliputi analisis kadar air, abu, protein, lemak, serta karbohidrat (by difference). Selain itu, juga dianalisis total serat makanan serta karbohidrat tersedia. Kadar karbohidrat by difference ditentukan dengan mengurangkan nilai 100% dengan kadar air, kadar protein, kadar abu, dan kadar lemak. Kadar karbohidrat tersedia ditentukan dengan mengurangkan karbohidrat (by difference) dengan total serat makanan. Hasil analisis kandungan gizi, total serat makanan dan karbohidrat tersedia dari cookies ganyong, cookies kontrol dan ganyong rebus disajikan pada Tabel 12.
Kadar air
Tabel 12 Hasil analisis kandungan zat gizi, total serat makanan, karbohidrat tersedia dan amilosa cookies kontrol, cookies ganyong dan ganyong rebus
Komponen Cookies Kontrol Cookies Ganyong Ganyong Rebus SNI
cookies*
%bb %bk %bb %bk %bb %bk
Air 1.77 - 1.24 - 72.07 - Maks. 5
Abu 1.60 1.63 2.28 2.31 1.22 4.72 Maks. 2
Protein 6.77 6.89 6.33 6.41 1.08 4.21 Min. 6
Lemak 34.29 34.81 35.75 36.20 1.73 6.70 Min 18
Karbohidrat 55.67 56.67 54.40 55.08 23.99 93.17 -
Total Serat Makanan
4.60 4.68 6.78 6.87 8.36 32.47 -
KH tersedia (%) 51.07 - 47.62 - 15.63 - -
Amilosa 32.85 33.44 43.47 44.02 12.94 50.25 -
*Sumber: BSN (1992)
Kadar abu
Kadar abu menggambarkan mineral dalam pangan. Kadar abu cookies kontrol, cookies ganyong dan ganyong rebus disajikan pada Gambar 7.
Gambar 7 Grafik hasil analisis kadar abu cookies kontrol, cookies ganyong dan ganyong rebus
Kadar protein
Hasil analisis kadar protein dari cookies kontrol, cookies ganyong dan ganyong rebus disajikan pada Gambar 8.
Gambar 8 Grafik hasil analisis kadar protein cookies kontrol, cookies ganyong dan ganyong rebus
Kadar protein cookies kontrol adalah 6.89% (bk). Kadar protein dari cookies ganyong lebih rendah dari cookies kontrol yaitu 6.41% (bk). Hal ini disebabkan kandungan protein tepung terigu relatif lebih tinggi dibandingkan tepung ganyong. Selain itu, tepung terigu merupakan bahan utama pembuatan cookies kontrol dibandingkan cookies ganyong yang bahan utamanya terdiri dari 60% tepung ganyong 40% tepung terigu. Kadar protein dari ganyong rebus yaitu 4.21% (bk). Berdasarkan hasil uji t, kadar protein cookies ganyong tidak berbeda nyata dengan cookies kontrol (p>0.05), kadar protein ganyong rebus berbeda nyata dengan cookies ganyong dan cookies kontrol (p<0.05) (Lampiran 4). Berdasarkan SNI kadar protein pada cookies yaitu minimum 6%. Cookies ganyong dan cookies kontrol sudah memenuhi standar SNI dengan kadar protein lebih dari 6%.
Kadar lemak
SNI dengan kadar lemak lebih dari 18%. Kadar lemak cookies kontrol, cookies ganyong dan ganyong rebus disajikan pada Gambar 10.
Gambar 9 Grafik hasil analisis kadar lemak cookies kontrol, cookies ganyong dan ganyong rebus
Kadar karbohidrat
Kadar karbohidrat cookies kontrol, cookies ganyong dan ganyong rebus berturut-turut adalah 56.67% (bk), 55.08% (bk), 93.17% (bk). Kadar karbohidrat dari cookies ganyong lebih rendah dari cookies kontrol. Hasil uji t menunjukkan bahwa kadar karbohidrat cookies ganyong tidak berbeda nyata dengan cookies kontrol (p<0.05), kadar karbohidrat ganyong rebus berbeda nyata pada cookies ganyong dan cookies kontrol (p>0.05). Hasil analisis kadar karbohidrat (by difference) cookies kontrol, cookies ganyong dan ganyong rebus disajikan pada Gambar 10.
Kadar total serat makanan
Hasil analisis kadar total serat makanan dari cookies kontrol, cookies ganyong dan ganyong rebus disajikan pada Gambar 11.
Gambar 11 Grafik hasil analisis kadar total serat makanan cookies kontrol, cookies ganyong dan ganyong rebus
Berdasarkan hasil analisis diperoleh bahwa kadar total serat makanan cookies kontrol adalah 4.68% (bk). Kadar total serat makanan dari cookies ganyong lebih tinggi dari cookies kontrol yaitu 6.87% (bk). Kontribusi yang diharapkan dari makanan selingan adalah 20% dari anjuran konsumsi serat per hari yaitu 4-6 gram (Almatsier 2002). Hasil uji t menunjukkan bahwa kadar total serat makanan cookies ganyong tidak berbeda nyata (p>0,05) dengan cookies kontrol, kadar total serat makanan ganyong rebus berbeda nyata dengan cookies ganyong dan cookies kontrol (Lampiran 4). Kadar total serat makanan dari ganyong rebus yaitu 32.47% (bk).
Kadar amilosa
Kandungan amilosa dalam pati digolongkan menjadi empat kelompok yaitu kadar amilosa sangat rendah <10%, kadar amilosa rendah 10-19%, kadar amilosa sedang 20-24%, dan kadar amilosa tinggi >25% (Aliawati 2003). Berdasarkan hasil analisis, kadar amilosa cookies kontrol, cookies ganyong dan ganyong rebus berturut-turut yaitu 33.44% (bk), 44.02% (bk) dan 50.25% (bk) tergolong kadar amilosa tinggi. Hal ini sejalan dengan penelitian Gustiar (2009) bahwa kadar amilosa cookies kontrol dengan bahan baku tepung terigu tergolong kadar amilosa tinggi. Hasil uji t menunjukkan bahwa kadar amilosa cookies ganyong berbeda nyata (p<0,05) dengan cookies kontrol, kadar amilosa ganyong
rebus berbeda nyata dengan cookies ganyong dan cookies kontrol (p<0.05) (Lampiran 4). Hasil analisis kadar amilosa disajikan pada Gambar 12.
Gambar 12 Grafik hasil analisis kadar amilosa cookies kontrol, cookies ganyong dan ganyong rebus
Nilai Indeks Glikemik Cookies Kontrol, Cookies Ganyong, Ganyong Rebus Penelitian ini telah memperoleh izin dari Komisi Etik Penelitian Biomedis Manusia, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Republik Indonesia pada tanggal 11 April 2011 dengan nomor KE.01.04/EC/153/2011 (Lampiran 5). Tahapan yang dilalui untuk mengukur indeks glikemik produk olahan ganyong adalah perekrutan dan pemilihan subjek penelitian, pemberian produk olahan ganyong untuk dikonsumsi, dan analisa kadar glukosa darah subjek.
penelitian. Subjek yang telah memenuhi persyaratan kemudian mengisi surat pernyataan kesediaan.
Karakteristik subjek yang telah memenuhi persyaratan disajikan pada Lampiran 6. Rata-rata subjek berumur 21 tahun. Berat badan rata-rata subjek 53,4 kg dan tinggi badan 159,2 cm. Berdasarkan hasil perhitungan indeks massa tubuh (IMT), semua subjek memilisi status gizi normal dengan rata-rata IMT yaitu 20,9 kg/m2.
Pangan yang dikonsumsi oleh subjek yang memenuhi persyaratan sebagai subjek penelitian terdiri dari pangan acuan dan pangan uji. Pangan acuan yang dikonsumsi oleh subjek penelitian adalah glukosa murni (D-glucose unhydrous) sebanyak 50 gram. Glukosa murni dijadikan pangan acuan karena nilai indeks glikemik glukosa murni adalah 100 (Waspadji et al. 2003; Brouns et al. 2005). Glukosa murni yang diberikan kepada subjek sebanyak 50 gram dilarutkan dalam air mineral ± 240 mL dan subjek meminum glukosa murni dalam waktu 5-10 menit (Brouns et al. 2005). Pemberian pangan acuan ini diberikan pada minggu pertama.
Pangan uji yang dikonsumsi oleh subjek penelitian adalah cookies kontrol (minggu kedua), cookies ganyong (minggu ketiga) dan ganyong rebus (minggu keempat) yang mengandung 50 gram karbohidrat. Contoh perhitungan setara 50 gram karbohidrat cookies kontrol, cookies ganyong dan ganyong rebus terlampir (Lampiran 7). Berikut ini merupakan rumus perhitungan jumlah porsi yang diberikan kepada subjek setara dengan 50 gram available karbohidrat.
Jumlah pangan uji yang harus dikonsumsi oleh subjek penelitian disajikan dalam Tabel 13.
Tabel 13 Jumlah pangan uji yang diberikan subjek
Pangan Uji KH by difference
Berdasarkan hasil perhitungan jumlah pangan uji dapat diamati bahwa jumlah pangan terbanyak yang harus dikonsumsi yaitu ganyong rebus sebanyak 319 gram. Lebih banyak dibandingkan jumlah cookies kontrol dan cookies
ganyong. Hal ini disebabkan oleh kandungan air yang tinggi pada ganyong rebus sehingga kandungan karbohidrat yang tersedia lebih sedikit.
Subjek mengonsumsi pangan uji setara 50 gram karbohidrat (cookies kontrol, cookies ganyong dan ganyong rebus) dalam waktu 10-15 menit (Brouns et al. 2005). Jarak pemberian pangan acuan dan pangan uji masing-masing satu minggu. Hal ini dilakukan untuk proses pemulihan kondisi subjek.
Pengukuran kadar glukosa darah dilakukan selama dua jam bertempat di Teaching Cafetaria Departemen Gizi Masyarakat, IPB. Sebelum dilakukan pengukuran kadar glukosa darah, subjek berpuasa (kecuali air putih) minimal 10 jam (overnight fast) (Brouns et al. 2005). Pengambilan darah dilakukan melalui pembuluh darah kapiler dengan menggunakan alat Glukometer one touch ultra®. Pembuluh darah kapiler dipilih karena darah yang diambil dari pembuluh darah ini memiliki variasi kadar glukosa darah antar subjek yang lebih kecil dibandingkan dengan darah yang diambil dari pembuluh vena (Ragnhild et al. 2004).
Subjek yang telah berpuasa diukur kadar glukosa darahnya pada menit ke-0 (sebelum mengonsumsi pangan uji maupun pangan acuan). Setelah itu, pengambilan darah diambil setiap 15 menit pada satu jam pertama (menit ke-15, menit ke 30, menit ke-45 dan menit ke-60) kemudian setiap 30 menit pada satu jam kedua (menit ke-90 dan menit ke 120). Selama proses pengambilan darah, aktivitas yang dilakukan oleh subjek penelitian adalah aktivitas sedang (duduk, membaca, bermain laptop) dan berada dalam suhu ruangan 20oC.
Kurva respon glikemik rata-rata subjek pangan uji terhadap pangan acuan disajikan pada Gambar 13,14, dan 15.
Gambar 14 Kurva rata-rata respon glikemik subjek terhadap cookies ganyong
Gambar 15 Kurva rata-rata respon glikemik subjek terhadap ganyong rebus
Berdasarkan Gambar 13,14 dan 15 yang disajikan, rata-rata peningkatan kadar glukosa darah dengan pangan uji cookies kontrol dan cookies ganyong dan ganyong rebus lebih rendah dibandingkan dengan pangan acuan glukosa. Peningkatan kadar glukosa darah untuk pangan uji cookies kontrol dan cookies ganyong terjadi pada menit ke-15 dan menit ke-30 dan kemudian mengalami penurunan kembali. Namun, peningkatan kadar glukosa darah untuk pangan uji ganyong rebus terjadi pada menit ke-15 dan kurva pangan uji pada menit ke-15 lebih tinggi dibandingkan dengan pangan acuan glukosa, kemudian mengalami penurunan kembali.
Kurva respon glukosa darah yang dibuat digunakan untuk menghitung luas area bawah kurva (Area Under Curve). Luas daerah di bawah kurva dapat dihitung dengan beberapa cara, seperti intergral dari persamaan polinom dan
menghitung luas bangun. Pada penelitian ini, perhitungan luas daerah di bawah kurva dihitung menurut FAO (1998) dalam Brouns et al. (2005) yang menunjukkan bahwa luas yang dihitung adalah bagian diatas garis horizontal Oleh karena itu, luas daerah di bawah kurva dihitung secara manual dengan menghitung luas bangun.
Hasil perhitungan nilai indeks glikemik cookies kontrol, cookies ganyong dan ganyong rebus (Lampiran 7) disajikan pada Gambar 15.
Gambar 16 Nilai indeks glikemik cookies kontrol, cookies ganyong dan ganyong rebus
Hasil nilai indeks glikemik cookies kontrol adalah 41 cookies ganyong 35 dan ganyong rebus 65. Menurut Miller et al. (1996) dalam Rimbawan dan Siagian (2004), nilai indeks glikemik dibagi menjadi 3 kategori, yaitu IG rendah (IG<55), sedang (IG 55-70), dan tinggi (>70). Berdasarkan pengkategorian tersebut maka cookies kontrol, cookies ganyong tergolong produk dengan nilai indeks glikemik rendah, sedangkan ganyong rebus tergolong indeks glikemik sedang.
Tabel 14 Keragaan produk olahan ganyong berdasarkan kadar amilosa, protein, lemak dan serat makanan glikemik rendah. Hal ini diduga karena bahan baku utama yaitu tepung terigu dan tepung ganyong yang memiliki kadar amilosa tinggi. Hal ini sejalan dengan hasil
penelitian Gustiar (2009) bahwa cookies dengan bahan baku utama tepung dengan kadar amilosa tinggi memiliki nilai indeks glikemik tergolong rendah. Shanita et al. (2011) menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara rasio amilosa dan amilopektin dimana peningkatan kadar amilosa akan menurunkan indeks glikemik makanan begitu pula sebaliknya. Namun, pangan uji ganyong rebus tergolong pangan dengan indeks glikemik sedang dengan kadar amilosa tinggi. Hal ini diduga karena proses pengolahan ganyong dengan metode perebusan dengan suhu 100oC.
Kadar protein cookies kontrol lebih tinggi yaitu 6.89% (bk) dibandingkan cookies ganyong 6.41% (bk). Nilai indeks glikemik cookies kontrol juga lebih tinggi dibandingkan dengan cookies ganyong. Hal ini didukung oleh Rimbawan & Siagian (2004) bahwa tidak semua pangan yang memiliki kadar protein tinggi, nilai indeks glikemiknya rendah.
Kadar lemak cookies kontrol yaitu 34.81% (bk) lebih rendah dibandingkan dengan kadar lemak cookies ganyong sebesar 36.19% (bk). Hasil analisis indeks glikemik menunjukkan bahwa cookies ganyong dengan kadar lemak lebih tinggi memiliki nilai indeks glikemik yang lebih rendah dibanding cookies kontrol. Hasil penelitian Wolever & Bolognesi (1996), menunjukkan bahwa lemak dalam jumlah besar (50 g lemak) dapat menurunkan respon glukosa darah dan memperlambat respon insulin.
Menurut Nishimura et al. (1991) dalam Syadiah (2010), serat memiliki efek hipoglikemik yang bekerja dalam lima mekanisme. Mekanisme tersebut yaitu serat dapat menunda pengosongan lambung, memperlambat waktu transisi makanan di dalam lambung, memperlambat kecepatan difusi dari sakarida yang berada di bagian atas duodenum, serta serat dapat menunda atau memperlambat waktu penyerapan dari monosakarida melewati mikrofili sel epitel jejunum dan bagian atas dari ileum. Efek hipoglikemik tersebut diduga menyebabkan serat dapat lebih lambat dalam meningkatkan kadar glukosa darah sehingga nilai indeks glikemik pangan menjadi rendah.