ALOKASI PEMANFAATAN WILAYAH PESISIR
KABUPATEN GARUT UNTUK BUDJDAYA TAMBAK UDANG
MELALUI ANALISIS SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS
OLEH
:H A M I D
PROGRAM PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
ABSTRAK
HAMID. Alokasi Pemanfaatan Wilayah Pesisir Kabupaten Garut untuk Budidaya
Tambak Udang melalui Analisis Sistem Informasi Geografis. Dibimbing oleh JOKO
PURWANTO dan AWAL SUBANDAR.
Potensi lahan untuk budidaya tambak udang di pesisir selatan Kabupaten Garut merupakan peluang yang harus dimanfaatkan, terutama diarahkan untuk penciptaan lapangan ke ja, serta pembukaan daerah-daerah yang terisolir dan terbatas infrastrukturnya. Berdasarkan pada potensi tersebut, maka dalam pemanfaatannya perlu dilakukan perencanaan secara terpadu dan menyeluruh agar pengembangan budidaya tambak udang dapat bkrlangsung secara optimal dan berkelanjutan.
Berdasarkan pada pemahaman akan pentingnya perencanaan dala~n pemanfaatan wilayah pesisir Kabupaten Garut untuk budidaya tambak udang, maka ditetapkan tiga sasaran pokok yang akan dikaji dalam penelitian ini yaitu: (i) penentuan kesesuaian kawasan budidaya tambak udang dengan teknologi Sistem Infomasi Geografis (SIG) melalui pendekatan Index Overlay Model; (ii) penentuan kelayakan pengembangan budidaya tambak udang ditinjau dari kemampuan. perairan pantai melakukan pengenceran terhadap kandungan nutrien N dan P yang masuk dari tambak udang tersebut dengan pendekatan Nutrient Loading Model; dan (iii) penentuan kombinasi luas laban terhadap tingkat pendapatan yang paling optimal antara sistem budidaya tambak udang tradisional dengan sistem semi-intensif melalui analisis Linear Programming Model.
Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Garut dengan enam kecamatan pesisir sebagai daerah kajian yaitu: Kecamatan Cibalong, Pameungpeuk, Cikelet, Pakenjeng, Bungbulang dan Cisewu. Penelitian ini efektif dilakukan selama 7 bulan, mulai bulan Februari sampai Agustus 2002, terdiri atas inventarisasi dan penyusunan basisdata, pengolahan dan analisis data, serta penyusunan laporan akhir hasil penelitian.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kawasan yang sesuai untuk budidaya tambak udang hanya terdapat di Kecamatan Pameungpeuk dengan luas lahan mencapai 278 ha. Dari luas tersebut selanjutnya diprediksi besamya potensi kandungan nutrien (nitrogen dan fosfor) yang masuk ke perairan pantai. Hasil perhitungan menunjukkan bahwa nilai equilibrium N dan P temyata masih berada di bawah standar baku mutu lingkungan perairan laut yang dikeluarkan KLH (1988)
dalam DKP (2002), sehingga kawasan pesisir selatan Kabupaten Garut layak untuk
dikembangkan budidaya tambak udang.
Untuk kajian dari sisi ekonomi melalui analisis program linear, diperoleh kombinasi luas lahan optimal masing-masing 222,02 ha untuk usaha sistem tambak tradisional dan 55,98 ha untuk sistem tambak semi-intensif dengan pendapatan maksimurn mencapai Rp. 25.540.920.000
SURAT PERNYATAAN
Saya menyatakan dengan sebenar-benamya bahwa segala pemyataxn dalam tesis saya yang berjudul :
ALOKASI PEMANFAATAN WILAYAH PESISIR IOlBWATEN
GARUT UNTUK BUDIDAYA TAMBAK UDANG MELALUI
ANALISIS SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS
Merupakan gagasan atau hasil penelitian tesis saya sendin' dengan pembimbingan
komisi pembimbing, kecuali yang dengan jelas ditunjukkan ruj ~kannya. Tesis ini
belum pemah diajukan untuk memperoleh gelar pada program scjenis di perguruan
tinggi lain. Semua data dan informasi yang digunakan telah diny.~takan secara jelas
dan dapat diperiksa kebenarannya.
Bogor, 3 1 Desember 2002 Penulis,
ALOKASI PEMANFAATAN WILAYAH PESISlR
KABUPATEN GARUT UNTUK BUDIDAYA TAMBAK UDANG
MELALUI ANALISIS SISTEM INFORMAS1 GEOGRAFIS
Tesis
Sebagai salah satu syarat ufituk memperoleh gelar Magister Sains pada
Program Studi Ilmu Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan
PROGRAM PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Judul Tesis : Alokasi Pemanfaatan Wilayah Pesisir Kabupaten Garut untuk Budidaya Talnbak Udang lnelalui Analisis Sistem Infonnasi Geografis.
N a m a : H A M I D
N R P : P31500045
Program Studi : Illnu Pengelolaan Su~nberdaya Pesisir dan Lautan (SPL)
Menyetujui,
1. Komisi Pembi~nbing
Dr. ir./~oko Purwanto, DEA
Ketua
Mengetahui,
Dr. I r . , F f k
/
Anggota
2. Ketua Program Studi Ilmu Pengelolaan r Program Pascasarjana
Sumberdaya Pesisir dan Lautan
Prof. Dr. Ir. Rokhmin Dahuri. MS
RIWAYAT HIDW
Penulis dilahirkan pada tanggal 19 Juli 1977 di Sukamulia-Pohgading,
Kabupaten Lombok Timur - Nusa Tenggara Barat dari keluarga tercinta Bapak H. Muhammad Salwi dan Ibu Hj. Nur Ainun Sahwi sebagai anak keempat dari lima
bersaudara.
Pendidikan formal dimulai pada sekolah dasar di SD Negeri No. 2 Sukamulia
tahun 1983 - 1989, sekolah menengah pertama di SMP Negeri 1 Pringgabaya tahun
1989 - 1992 dan sekolah menengah atas di SMA Negeri 2 Mataram tahun
1992 - 1995. Pada tahun 1995 - 1999 menempuh jenjang pendidikan tinggi strata
satu (Sl) dan memperoleh gelar Sarjana Pertanian (SP) dalam bidang Ekonomi
Pertanian (Agrobisnis) pada Fakultas Pertanian Universitas Mataram. Tahun 2000
penulis melanjutkan ke Program Magister (S2) dalam bidang Pengelolaan
Sumberdaya Pesisir clan Lautan (SPL) Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor (IPB) dengan sponsor dari Beasiswa Program Pascasarjana (BPPS) Direktorat
Jenderal Pendidikan Tinggi Departernen Pendidikan Nasional Republik Indonesia dan
PRAKATA
Bismillalzirralznzaanirrahiim, puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT serta salam tercurah kepada Baginda Nabi Muhammad SAW dan manusia
pilihan-Nya. Allzanzdulillulz atas segala rahmat dan karunia-Nya jualah sehingga penelitian dan penulisan tesis dengan judul "Alokasi Pelnunfaatan Wilayalz Pesisrr Kubupaten Garut unluk Rudidaya Tambak Udang MeIaIui Analisis Sislenz Infornzasi
Geografs" ini dapat diselesaikan dengan baik dan penuh rasa tanggungjawab.
Secara spesifik penelitian ini membahas tentang kesesuaian lahan untuk
budidaya tambak udang di pesisir selatan Kabupaten Garut ditinjau dari aspek fisik,
lingkungan dan sosial-ekonomi. Tinjauan dari aspek fisik ditujukan untuk mengetahui
kesesuaian kawasan budidaya tambak udang dengan menggunakan analisis Sistem
Informasi Geografis (SIG) melalui pendekatan Index Overlay Model. Untuk kajian
dan aspek lingkungan yang bertujuan untuk mengetahui potensi limbah nutrien N
dan P terhadap perairan pesisir dianalisis dengan Nutrient Loading Model, sedangkan dari aspek ekonomi untuk penentuan kombinasi optimal sistem budidaya tambak udang dianalisis dengan Linear Programming Model.
Pada kesempatan ini penulis ucapkan terima kasih yang tulus dan penuh rasa
hormat kepada: Dr. Ir. Joko Punvanto, DEA dan Dr. Ir. Awal Subandar, M.Sc selaku
komisi pembimbing, serta Dr. Ir. Budy Wiryawan, M.Sc. selaku penguji luar komisi
yang telah memberikan bimbingan, arahan dan masukan selama mengikuti
pendidikan, penelitian dan penulisan tesis ini.
Terima kasih juga penulis sampaikan kepada Dr. Ridwan Djamaluddin selaku
Direktur Pusat Pengkajian dan Penerapan Teknologi Inventarisasi Sumberdaya Alam
(P3-TISDA) - BPP Teknologi atas izin penggunaan fasilitas laboratorium Sistem
Informasi Geografis (SIG), Manajer Kompetensi Inti TISDALA atas bantuan data
yang dberikan, serta staf laboratorium SIG P3-TISDA BPP Teknologi atas bantuan
Ucapan terima kasih disampaikan kepada Bapak H. Abdurrahim, S.H., CN, selaku Rektor Universitas Islam Al-Azhar Mataram dan Ditjen Dikti Departemen
Pendidikan Nasional atas kejasama dan bantuan Beasiswa Program Pascasarjana
(BPPS), serta Pemerintah Daerah Nusa Tenggara Barat atas bantuan biaya penelitian
yang telah diberikan.
Terima kasih yang sebesar-besarnya saya tujukan kepada orang tua saya
tercinta H. Muhammad Salwi dan Hj. Nur Ainun Sahwi, serta semua keluarga di Lombok (kak Rihun, kak Hamdan, kak Jamaludin, kak Sihrun, adik Ani, Susilawati,
Sri Rahayani, Dian, keluarga
H.
Abdul Hadi, keluarga Pak Ramli, keluargaH.
Suryadi dan keluarga H. Sahar) atas segala pengorbanan, do'a dan kasih sayangnya.
Buat tema-temanku PS-SPL angkatan V-2000, Yose, Arsyad, Aliman, Melly, Diah
Remo, Mas Edi (Lab. SIG-UI), Wawan, Tiyas, Abbas, Pak Saptono, Palc Deden d m
Pak Taslim terima kasih atas dukungannya.
Tanpa mengurangi kesadaran akan adanya kekurangan dalam tulisan ini karena
kesempurnaan hanya milik Allah SWT, maka segala kntik, saran
untuk
penyempumaan penulisan tesis ini sangat saya harapkan dan semoga tulisan ini
memberikan manfaat, amien yaa Robbal a'lamin.
DAFTAR IS1
Halaman
DAFTAR TABEL ... ... ... ... ... . . . ... ix
DAFTAR GAMBAR ... xi
DAFTAR LAMFIRAN
....
... xiiPENDAHULUAN ... 1
Latar Belakang 1
.
.Tujuan dan Sasaran Penelitian ... 4
Manfaat Penelitian 5
Kerangka Pendekatan Masalah 5
TINJAUAN PUSTAKA ... 8
Definisi dan Karakteristik Wilayah Pesisir ... 8
Sistem Informasi Geografis (SIG) 9
Penyusunan Sistem Basisdata SIG ... 14
Kesesuaian Lahan Budidaya Tambak Udang ...
. . .
16Model Prediksi Kandungan Nutrien
...
... .......
...
... ... .....
... 27 Optimasi Pemanfaatan Lahan Budidaya Tambak Udang ... 29 METODOLOGI PENELITIAN ... ... ... . . ... 33. .
Tempat clan Waktu Penelitian ... 33 Pengumpulan Data ... 33
Penyusunan Basisdata SIG
..
... 35.
.
Analisis Data
...
36KEADAAN UMUM WILAYAH GARUT ... 46 . .
Kondisi Geografis ... 46
. .
.Ketinggian dan Kelerengan Tempat
...
Penggunaan Lahan ...
Keadaan dan Klasifikasi Tanah ...
. .
Kond~sl Oseanografi ...
.
.F~slografi Pantai ...
Kondisi Perikanan
... Kondisi Sosial Ekonomi dan Budaya
... HASL DAN PEMBAHASAN
...
Analisis Spasial Kesesuaian Kawasan Budidaya Tambak Udang
. .
Analls~s Kandungan Nutrien ...
Analisis Optimasi Budidaya Tambak Udang ...
KESIMPULAN DAN SARAN ...
... Kesimpulan
... Saran
DAFTAR TABEL
Halaman
1 Tekstur Tanah untuk Pertambakan Udang di Kawasan Pantai ... 25
2
Data Spasial dan Atribut untuk Analisis Kesesuaian Lahan Pemanfaatan ...Wilayah Pesisir Kabupaten Garut 35
3 Pemberian Bobot dan Skor untuk Kesesuaian Budidaya Tarnbak Udang .... 38
4 Kisaran Nilai Index Overlay Kesesuaian Lahan untuk Budidaya Tambak
Udang di Pesisir Selatan Kabupaten Garut ... 40
5 Luas Wilayah Kabupaten Garut di Enam Kecamatan Pesisir
...
Berdasarkan Kelas Ketinggian Tempat 49
6 Luas Wilayah Kabupaten Garut di Enam Kecamatan Pesisir
Berdasarkan Kelas Jenis Tanahnya ... 52
7 Luas Wilayah Kabupaten Garut di Enam Kecamatan Pesisir
Berdasarkan Kelas Tekstur Tanahnya ... 54 8 Luas Areal, Jumlah Produksi dan Jumlah RTP Budidaya Ikan
Air Tawar Menurut Jenis Usaha di Kabupaten Garut Tahun 2000 ... 58 9 Sebaran Potensi Lahan Tambak di Wilayah Pesisir Selatan
Kabupaten Garut ... 59
10 Sebaran Potensi Penangkapan Ikan Laut di ~ e p a n j a n ~ Wilayah
...
Pesisir Selatan Kabupaten Garut 60
1 1 Jumlah dan Tingkat Kepadatan Penduduk Kabupaten Garut di Enam
. .
...
Kecamatan Pesisir Tahun 2000 61
12 Komposisi Penduduk Kabupaten Garut Menurut Umur di Enam
. .
Kecamatan Pesisir Tahun 2000
...
6213 Tingkat Pendidikan Penduduk Desa-desa Pantai di Enam Kecamatan
...
14 Ketersediaan Sarana Jalan di Wilayah Pesisir Selatan Kabupaten Garut
Tahun 2000 ... 63
15 Jumlah Sarana Telekomunikasi Umum di Wilayah Pesisir
Kabupaten Garut Tahun 2000
...
64 16 Luas Kesesuaian Lahan Budidaya Tambak Udang di Pesisir SelatanKabupaten Garut
...
6617 Hasil Prediksi Kandungan Nutrien
N
pada Usaha Budidaya TambakUdang Semi-Intensif di Pesisir Kabupaten Garut
...
7618 Hasil Prediksi Kandungan Nutrien P pada Usaha Budidaya Tambak
Udang Semi-Intensif di Pesisir Kabupaten Garut
...
7619 Hasil Analisis Optimasi Perencanaan Pengembangan Budidaya Tarnbak
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1 Kerangka Pendekatan Analisis Pengembangan Budidaya Tambak Udang
di Wilayah Pesisir Selatan Kabupaten Garut ... 7
...
2 Uraian Subsistem-subsistem SIG 10
...
3 Peta Lokai Penelitian Wilayah Pesisir Kabupaten Garut 34
4 Hirarki Analisis Spasial Penentuan Kesesuaian Kawasan Budidaya
Tambak Udang di Pesisir Selatan Kabupaten Garut ... 39
5 Peta Sebaran Curah Hujan di Kabupaten Garut ... 48
6 Peta Sebaran Tingkat Kelerengan di Kabupaten Garut
...
507 Peta Sebaran Penggunaan Lahan di Kabupaten Garut ... 51 8 Peta Sebaran Jenis Tanah di Kabupaten Garut ... 53
...
9 Peta Sebaran Tekstur Tanah di Kabupaten Garut 55
10 Peta Kesesuaian Kawasan Budidaya Tambak Udang di Pesisir Selatan
Kabupaten Garut
...
671 1 Peta Detail Kesesuaian Kawasan Budidaya Tambak Udang di Kecamatan
Pameungpeuk ... 68
12 Hubungan Flushing dengan Kandungan Nutrien Nitrogen (Nitrat)
...
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1 Justifikasi Experts Bidang Perikanan terhadap Pemberian Bobot dan Skor
Setiap Coverage untuk Penentuan Kesesuaian Kawasan Budidaya Tambak
Udang di Pesisir Selatan Kabupaten Garut ... 90 2 Nama Desa-desa Pesisir di Wilayah Gamt Selatan
...
913 Rencana Biaya Investasi dan Modal Ke j a Usaha Budidaya Tambak Udang
Tradisional di Pesisir Selatan Kabupaten Garut ... 92
4 Rencana Biaya Investasi dan Modal Keja Usaha Budidaya Tambak Udang
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Salah satu sektor yang memiliki peluang pasar intemasional yang cukup signifikan adalah sektor perikanan. Mengingat saat ini terjadi kelangkaan sumber- sumber modal yang diperlukan, maka investasi sektor perikanan yang dilakukan adalah pada sektor-sektor yang efisien yaitu sektor-sektor yang mempunyai indeks rasio penambahan modal terhadap output (Increnzentul Capital Ou~puf I<utio - ICOR) yang rendah. Berdasarkan perhitungan yang dilakukan oleh Kusumastanto (2002), diketahui bahwa perikanan budidaya udang di air payau memberikan nilai koefisien ICOR sebesar 2,75. Nilai tersebut lebih kecil dibandingkan dengan kotnoditi sektor perikanan lainnya, yang mencerminkan bahwa investasi dalam kegiatan budidaya pertambakan tersebut paling efisien.
Dalam kaitan tersebut diperlukan upaya pengembangan wilayah-wilayah pesisir yang potensial
untuk
pertambakan. Pesisir selatan Kabupaten. Garut dengan panjang pantai sekitar 80 km merupakan salah satu wilayah yang cukup potensial untuk dijadikan sebagai kawasan pertambakan. Berdasarkan laporan Sub-DinasKelautan Kabupaten Gamt (2000) terdapat sekitar 1000 ha lahan potensial
untuk
pertambakan dan belum dimanfaatkan.langkah strategis untuk menciptakan keadilan dan pemerataan di bidang ekonomi
maupun sosial terutama untuk penyediaan lapangan ke rja, serta pembukaan wilayah
pesisir yang terisolir dan terbatas infrastrukturnya. Hal tersebut sejalan dengan
terjadinya perubahan orientasi pembangunan yang ditandai dengan lahimya Undang-
Undang No. 2211999 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang No. 2511999
tentang Perimbangau Keuangan Pusat dan Daerah (RI, 1999). Dengau demikian
Pemerintah Daerah mempunyai kesempatan yang luas untuk menggali dan mengelola
wilayah pesisir dan lautan sebagai sumber pendapatan baru bagi pemasukan anggaran
belanja daerahnya.
Adanya peluang sebagai dampak positif dalam era-otonomi daerah untuk
mengembangkan berbagai potensi yang terdapat di wilayah pesisir dan lautan,
termasuk di dalamnya usaha budidaya tambak udang hendaknya diikuti dengan
antisipasi terhadap dampak negatif yang mungkin ditimbulkan, baik terhadap aspek
lingkungan maupun sosial-ekonomi.
Secara umum dampak negatif yang sering ditimbulkan dalam pengembangan
budidaya tambak udang terutama sistem intensif dan semi-intensif antara lain
(Poernomo, 1992; Dahuri, 2001): (i) terjadinya penurunan kualitas perairan pesisir
yang disebabkan oleh kapasitas daya dukung lingkungan yang tidak memadai sebagai
akibat buangan limbah organik yang cukup besar yang berasal dari metabolit dan sisa
pakan yang membusuk; (ii) terganggunya keseimbangan ekosistem perairan pesisir
yang disebabkan oleh e u t r o f h i dari buangan limbah nutrien (terutama nitrogen dan
fosfor) sehingga berakibat Iangsung terhadap penurunan produktivitas perikanan; (iii)
mangrove, sungai dan estuaria yang dilakukan dengan tidak mengindahkan kaidah konservasi; dan (iv) dampak terhadap sosial-ekonomi berupa munculnya pertentangan atau konflik dalam pemanfaatan ruang sebagai akibat terjadinya alih fungsi lahan atau konversi ke bentuk pemanfaatan lain, serta belurn adanya kejelasan tata ruang dan rencana pengembangan wilayah pesisir sehingga berpengaruh terhadap keamanan, serta tingkat pendapatan dan kesejahteraan masyarakat setempat.
Atas dasar pemikiran tersebut, dengan melihat dampak positif dan negatif yang ditimbulkan, maka perlu dilakukan perencanaan melalui pengkajian secara menyeluruh, terpadu dan berkelanjutan, serta harus disinergikan dengan kegiatan sektor terkait lainnya. Untuk itu perencanaan pengembangan budidaya tarnbak udang perlu disiasati dengan kebijakan penempatan kegiatan tersebut pada ruang yang tepat yaitu ruang yang memenuhi persyaratan, baik secara fisik-teknis budidaya, keserasian dan keseimbangan Iingkungan yang herasaskan kelestarian, maupun dari aspek sosial-ekonomi sebagai medium pemerataan keadilan dan kesejahteraan.
Untuk mendukung konsep perencanaan pengembangan budidaya tambak udang secara terpadu dan berkelanjutan terebut, maka diperlukan datdinformasi yang akurat, komprehensif dan terintegrasi, serta didukung dengan teknik analisa yang handal seperti dengan teknologi Sistem Informasi Geografis. Hal ini dimaksudkan untuk membentuk kesatuan sistem informasi dari berbagai jenis data sehingga mudah digunakan (interaktif) oleh pengguna (user).
Hal tersebut dimungkinkan karena teknologi berbasis komputer tersebut mampu
menampung, menyimpan, mengolah dan memanipulasi data yang bereferensi spasial
sehingga menghasilkan keluaran yang sesuai dengan tujuan dan sasaran yang
diinginkan pengguna. Dengan demikian, keluaran dari proses aplikasi SIG tersebut
dapat dijadikan sebagai dasar pertimbangan dalam melakukan perencanaan investasi
untuk pengelolaan dan pengembangan wilayah pesisir secara optimal, terpadu dan
berkelanjutan.
Tujuan dan Sasaran Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pemanfiatan wilayah pesisir selatan
Kabupaten Gantt melalui pengalokasian kawasan yang sesuai untuk pengembangan
budidaya tambak udang secara optimal, terpadu dan berkelanjutan. Untuk mencapai
tujuan tersebut dilakukan terhadap 3 (tiga) sasaran pokok yaitu:
a.
Penentuan kesesuaian kawasan budidaya tambak udang dengan teknologi SistemInformasi Geografis (SIG) melalui pendekatan Index Overlay Model.
b. Penentuan kelayakan pengembangan usaha budidaya tambak udang ditinjau dari
kemampuan peraiaran pantai melakukan pengenceran terhadap kandungan nutrien
(nitrogen dan fosfor) yang bersumber dari tambak udang dengan analisis Nutrient
Loading Model.
c. Penentuan kombinasi luas lahan yang paling optimal antara sistem usaha
budidaya tambak udang tradisional dan semi-intensif terhadap pendapatan dengan
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai tambahan acuan dan/atau pertimbangan dalam perencanaan pemanfaatan dan pengembangan kawasan untuk budidaya tambak udang di pesisir selatan Kabupaten Garut, sehingga dalam proses aplikasinya dapat berlangsung secara optimal, terpadu dan berkelanjutan.
Kerangka Pendekatan Masalah
Berdasarkan karakteristik dan dinamika wilayah pesisir, potensi dan pennasalahan, serta kebijakan pemerintah daerah untuk sektor perikanan dan kelautan, maka dalam pemanfaatannya perlu dilakukan pendekatan dari aspek keruangan (spasial). Setiap keaatan yang akan ditempatkan pada suatu ruang di wilayah pesisir hams memperhatikan kesesuaian antara kebutuhan (demand) dengan kemampuan lingkungan menyediakan sumberdaya (supply). Hal ini merupakan daya dukung (carrying capacrty) kawasan untuk menopang suatu kegiatan yang dialokasikan.
Dengan mengacu pada keseimbangan antara demand dan supply, maka penernpatan kegiatan budidaya tambak udang dapat dilaksanakan pada ruang yang tepat yaitu ruang yang memenuhi persyaratan, baik secara teknis maupun non-teknis. Untuk maksud tersebut, maka diperlukan datalinformasi, baik berupa data spasial
Untuk dapat menempatkan kawasan budidaya tarnbak udang pada lokasi yang
tepat, maka terlebih dahulu hams diidentifikasi dan didefinisikan persyaratan
kelayakan atau kriteria kesesuaian dari setiap parameter yang digunakan dengan cara
penentuan standar nilai baku atau nilai kesesuaiannya . Hasilnya kemudian dipetakan
(dibandingkan) dengan kondisi eksisting karakteristik wilayah pesisir itu sendiri dari
sernua aspek.
Setelah berhasil menempatkan kegiatan budidaya tambak udang pada
kawasan yang sesuai, selanjutnya dilakukan penentuan tingkat keiayakan
pengembangan budidaya tambak udang tersebut ditinjau dari estimasi kemampuan
perairan pesisir selatan Kabupaten Garut dalam melakukan pengenceran terhadap
kandungan nutrien (nitrogen
-
N dan fosfor-
P) yang berasal dari buangan tambak udang melalui analisa Nutrient Loading Model.Apabila rekomendasi dari hasil analisis Nutrient Loading Model tersebut
dinyatakan layak, maka dilakukan analisa lanjut
untuk
mengetahui kombinasi yangpaling optimal berdasarkan fungsi tujuan yang sudah ditetapkan yaitu maksimisasi pendapatan terhadap kegatan budidaya tambak udang dengan pendekatan analisa
Linear Programming Model. Asumsi model tambak yang diterapkan adalah sistem
budidaya tambak udang semi-intensif dan tradisional.
Hasil akhir dari rangkaian analisis penentuan kesesuaian kawasan untuk
budidaya tambak udang tersebut diharapkan dapat dijadikan pertimbangan
untuk
perencanaan pemanfaatan wilayah pesisir selatan Kabupaten Gamt secara optimal,
terpadu dan berkelanjutan. Secara sederhana kerangka pendekatan masalah yang
I
Potensi dan Pennasalahan Wilayah Pesisir Kabupaten GamtI
Data Spasial
I
I
I
Peta DasarI
I
I
Data Non-SpasialI
I
Data Sosial-EkonomiI
Data BiofisikData Lain-lain
Basis Data SIG
(Spasial dan Non-Spasial)
1-Kriteria Kesesuaian
Peta Kesesuaian Lokasi
Existing httdt~se
1
7
Alokasi Pemanfaatan Wilayah Pesisir untuk Budidaya Tambak Udang
Nr~trlerit Loading
MWel
Berdasarkan Potensi Kandungan
f
Rekomendasi Kebijakan Pemanfaatan Wiayah Pesisir Kabupaten Gamt untuk Budidaya Tambak Udang
[image:140.602.87.508.84.699.2]TINJAUAN PUSTAKA
Definisi dan Karakteristik Wilayah Pesisir
Untuk dapat mengelola sumberdaya alam dan jasa-jasa lingkungan
(environmental services) kawasan pesisir secara berkelanjutan (on sustainable basis),
maka perlu pemahaman yang mendalam tentang pengertian dan karakteristik utama
dari kawasan tersebut, baik ditinjau dari ketersediaan fisik wilayahnya maupun
potensi yang dimilikinya (Dahuri el al., 2001).
Cendrero (1989) mendefinisikan wilayah pesisir (coasral zone) sebagai
peralihan antara atrnosfer, hidrosfer dan litosfer. International Geosphere-Biosphere
Program (1993) dalanz Rais (1996) memberikan batasan wilayah pesisir sebagai wilayah yang ke arah darat dibatasi sampai di mana pengaruh laut masih ada dan ke
arah laut sampai di mana pengaruh darat masih ada.
Di Indonesia, wilayah pesisir disebut sebagai kawasan peralihan (interface
area) antara ekosistem laut dan darat. Batas ke arah darat meliputi daerah-daerah yang tergenang maupun yang tidak tergenang air laut yang masih dipengaruhi oleh
proses-proses laut seperti pasang surut, angin laut dan intrusi air laut. Sedangkan
batas ke arah laut meliputi perairan yang masih dipengaruhi oleh proses-proses
alamiah di daratan, seperti sedimentasi dan aliran air sungai ke laut, serta kegiatan
Untuk kepentingan pengelolaan, maka penetapan batas-batas fisik wilayah
pesisir harus dilakukan secara luwes (flexible) dan tidak kaku (rigid). Batasan
wilayah pesisir harus disesuaikan dengan permasalahan atau substansi yang menjadi
fokus tujuan dari rencana pengelolaan wilayah pesisir tersebut. Oleh karena itu
diperlukan suatu program pengelolaan wilayah pesisir secara terpadu (ICZM), yaitu
pengelolaan sumberdaya alam dan jasa-jasa lingkungan pesisir yang dilakukan
melalui penilaian secara menyeluruh (comprelzensive assessment) mulai dari tingkat
perencanaan tujuan sampai akhir program pengelolaannya (Clark, 1996).
Prinsip keterpaduan ini merupakan syarat tercapainya pembangunan yang
optimal dan berkelanjutan yaitu pembangunan untuk memenuhi kebutuhan hidup
generasi saat ini tanpa merusak atau menurunkan kemampuan generasi mendatang
untuk memenuhi kebutuhan hidupnya (Bossel, 1999).
Untuk mendukung perencanaan dan pengelolaan wilayah pesisir dan laut
secara terpadu dan berkelanjutan seperti diuraikan di atas, maka diperlukan
datalinformasi keruangan (spasial) serta teknik analisis yang handal seperti teknologi
Sistem Informasi Geografis sebagai dasar dalam proses pengambilan keputusan.
Sistem Informasi Geografis (SIG)
Secara
umum
teknologi SIG didukung oleh serangkaian perangkat lunak, datadan manusia yang terorganisir dan dikelola secara baik. Semuanya dirancang secara
efisien untuk menerima, mengedit, menyimpan, meremajakan, mentransfomasi,
memanipulasi, menganalisis, menampilkan dan menyajikan semua informasi yang
Lang (1998) memandang SIG sebagai suatu konfigurasi perangkat keras dan lunak yang berbasis komputer yang berfungsi rnenyimpan, menarnpilkan, dan menganalisis data geografi. Sementara itu Aronoff (1989) secara spesifik rnendefinisikan SIG sebagai suatu sistem berbasis komputer yang mernpunyai empat kernampuan pokok untuk menangani data bereferensi geografis yaitu: pernasukan dan
pengelolaan data (penyimpanan dan pemanggilan), pernanipulasian dan analisis data, serta keluaran atau ouput.
Berdasarkan definisi yang dikembangkan di atas, maka SIG dapat diuraikan menjadi beberapa sub-sistern yaitu: data input, data output dan data nrrmugernenl &
manipulation. Masing-masing sub-sistem diuraikan seperti pada Gambar 2.
Data Input
Laporan I Pengukuran Lapangan topografi, dll.) Foto udara Data lainnya output
DATA MANAGEMENT &
[image:143.602.79.536.290.809.2]MANIPULATION
Dari lain segi, SIG secara sederhana dipahami sebagai suatu sistem yang
mempunyai kemampuan untuk memberikan jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan
yang bersifat konseptual yang berkaitan dengan lokasi, kondisi, kecenderungan, pola,
dan pemodelan. Jawaban sebagai solusi terhadap pertanyaan-pertanyaan tersebut
diuraikan sebagai berikut (ESRI, 1990 dan Prahasta, 2001) :
1. Localion : What is at
...
?Pertanyaan ini adalah mencari dan menemukan keterangan (atribut-atribut) atau
deskripsi mengenai suatu unsur peta yang terdapat pada lokasi tertentu atau
menanyakan posisi objek tertentu yang dapat berupa nama lokasi (negara,
provinsi, kota), kode lokasi (kode pos atau zip code, dll.), posisi lokasi (lintang-
bujur) atau referensi geografisnya (koordinat-koordinat geografi atau
proyeksinya).
2. Condition : where is it ?
Pertanyaan ini merupakan kebalikan dari pertanyaan pertama, dan memerlukan
analisis spasial untuk menjawabnya. Pertanyaan ini mengidentifikasi lokasi unsur
peta yang deskripsinya sudah diberikan. Dengan pertanyaan ini informasi tentang
kondisi akan direpresentasikan dengan informasi kondisi suatu objek (secara
kualitatif atau kuantitatif), seperti: kondisi cuaca, iklim, lahan (subur, kering,
kritis), kependudukan, rawan pangan dan lain-lain. Dengan demikian SIG dapat
menemukan lokasi yang memenuhi beberapa syarat atau kriteria sekaligus.
3. Trends : What has change since .... ?
Pertanyaan ini dapat melihatkan pertanyaan pertama dan kedua untuk
Departemen PU (1992) dulum Prahasta (2001) menyatakan bahwa untuk
menjawab pertanyaan ini diperlukan beberapa layers (data spasial). Unsur-unsur
yang terdapat di dalam setiap layer dibandingkan dengan unsur-unsur pada layer
yang lainnya dengan menggunakan analisis spasial maupun atribut. Hasil
perbandingan ini diperoleh kecenderungan perubahan (trend) spasial maupun
atribut dari berbagai unsur peta.
4. Patterns : Wlzat spatial patterns exist ?
Dengan melibatkan pertanyaan pertama dan kedua, pertanyaan ini menekankan
pada keberadaan pola-pola yang diamati yang terdapat di dalam data spasial dan
atribut atau layers suatu SIG, sehingga dapat diketahui berapa banyak yang
menyimpang dari pola dan di mana lokasinya.
5. Modeling: What
if....
?Pertanyaan ini digunakan untuk menentukan apa yang terjadi melalui pemodelan.
Pernodelan dalam SIG dapat diartikan sebagai penggunaan fungsi dasar
manipulasi (seperti transformasi) dan analisis (seperti overlay) untuk
menyelesaikan persoalan yang cukup kompleks. Untuk menjawab pertanyaan ini
diperlukan informasi spasial dan informasi lain yang dapat menjelaskan
bagaimana prosesnya dapat te rjadi.
Untuk mendukung berbagai kemampuan teknologi SIG seperti disebutkan di
atas, maka diperlukan data/informasi dari berbagai surnber. Secara konvensional
sumber data untuk SIG dibagi dalam tiga kategori yaitu: (i) data lapangan. Data ini
diperoleh langsung dari pengukuran lapangan secara langsung, seperti pH tanah,
telah terekam pada peta kertas atau film, dikonversikan ke dalam bentuk dijital.
Apabila data sudah terekam dalam bentuk peta, maka tidak lagi diperlukan data
lapangan, kecuali untuk pengecekan kebenarannya; (iii) data citra penginderaan jauh.
Citra penginderaan jauh yang berupa foto udara atau radar dapat diinterpretasi
terlebih dahulu sebelum dikonversi ke dalam bentuk dijital. Sedangkan citra yang
diperoleh dari satelit yang sudah dalam bentuk dijital dapat langsung digunakan
setelah diadakan koreksi (Paryono, 1994).
Beberapa cara untuk memadukan atau mengintegrasikan data penginderaan
jauh dengan SIG antara lain (Campbell, 1987 dalu~n Dahuri, 1996) :
I. Foto udara dan hasil fotografi dari citra satelit (setelah diolah dan
diklasifikasikan) diinterpretasikan secara manual dan dijadikan peta tematik,
seperti penutupan lahan dapat didijitasi ke dalam SIG.
2. Data dijital penginderaan jauh dianalisis dan diklasifikasi secara dijital, output dari proses tersebut berupa peta konvensional kemudian didijitasi ke dalam SIG.
3. Data dijital dianalisis dan diklasifikasi dengan menggunakan metoda dijital otomastis dan hasilnya langsung dapat ditransfer ke dalam SIG.
4. Data mentah hasil penginderaan jauh dimasukkan langsung ke dalam SIG apabila
terdapat perangkat lunak yang dapat menganalisis data citra dan SIG sekaligus.
Kemampuan integrasi antara kedua teknologi berbasis komputer tersebut
sangat bermanfaat pada saat aplikasi SIG yang menggunakan data spasial dan atribut.
Pemanfaatan SIG kemudian akan berkembang kepada ha1 yang mendasar yaitu
operasional pembentukan dan pemeliharaan basisdata sehingga SIG dapat dipakai
Penyusunan Sistem Basisdata SIG
Pengumpulan dan pengelolaan data dalam SIG dimaksudkan untuk
membangun basisdata yang berfungsi sebagai sistem infonnasi. Basisdata mempakan
kumpulan informasi yang saling berhubungan satu dengan yang lainnya. Secara
umum basisdata dalam SIG terdiri atas dua tipe data, yaitu data spasial dan atribut
(Aronoff, 1989).
Data Spasial
Jenis data spasial mengacu kepada entitas (objek), yaitu tempat di mana lokasi
itu berada di permukaan burni (koordinat lintang-bujur) sehingga sering disebut
sebagai data posisi, koordinat atau ruang (Prahasta, 2001). Aronoff (1989),
menjelaskan bahwa di dalam SIG, data spasial disajikan dalam dua model yaitu
model data raster dan vektor. Pada model data raster, data spasial dibagi-bagi dalam
satuan homogen terkecil yang dsebut elemen garnbar (pael) sehingga membentuk
matriks baris dan kolom. Untuk model data vektor, data spasial disajikan dalam
bentuk titik (point), garis ( h e ) dan area (polygon) yang ditunjukkan dengan sistem
koordinat X-axis dan Y-axis. Untuk melengkapi data spasial dari suatu objek, maka
perlu didukung data atribut sebagai deskripsi dari objek tersebut.
Data Atribut
Data atribut adalah data yang melengkapi keterangb-keterangan dari data
spasialnya baik dalam bentuk statistik maupun deskriptif. Data atribut ini dibedakan
pengamatan/pengukuran yang dinyatakan tidak dengan bilangan. Sebagai contoh,
pada tataguna tanah (landuse) merepresentasikan perbedaan jenis tataguna tanah yang
ada (misalnya hutan, kebun, pemukiman, sawah, danau, sungai, kawasan industri, dan
lainnya), bukan nilai-nilai dari tataguna tanah itu sendiri. Untuk jenis data kuantitatif
didefinisikan sebagai data hasil pengamatanlpengukuran yang dinyatakan dengan
bilangan. Data ini merepresentasikan perbedaan dalam angka, nilai (value), atau
derajat (degree) dari objek itu sendiri (Prahasta 2001).
Untuk mendapatkan kualitas hasil analisis informasi dari SIG, maka data dari
berbagai jenis dan sumber dalam basisdata perlu dikelola dan diorganisasikan melalui
sistem pengelolaan basisdata atau DBMS (Database Management System). Menurut
Aronoff (1989) DBMS merupakan sekumpulan atau set program-program (perangkat
lunak) yang diperlukan untuk memanipulasi dan memelihara data dalam basisdata.
Pengelolaan data dengan pendekatan DBMS ini bermanfaat dalam penggunaan data
secara efisien serta keamanan data dapat terjamin. Keuntungan lainnya adalah data
dapat terkontrol secara terpusat dan digunakan secara bersama-sama, keberadaan data
tidak terikat (data independence), serta implementasi aplikasi basisdata baru lebih
mudah.
Untuk memulai berbagai proses dalam penyusunan basisdata dengan DBMS,
maka diperlukan proses perancangan basisdata. Nunvadjedi (1996) mengemukakan
bahwa perancangan basisdata akan mempengaruhi prosedur manipulasi dan analisis,
serta format data dalam basisdata pada saat akan diekstrak (disajikan outputnya),
Selanjutnya Nunvadjedi (1996) menguraikan prinsip-prinsip
umum
untuk perancangan basisdata dengan SIG meliputi: (i) data spasial yang digunakan mempunyai sistem geo-referensi; (ii) dalarn membangun basisdata spasial, perlu diperhatikan batas-batas kesalahan yang masih diperbolehkan (RMS 5 0.003), agar topologi dapat dibangun secara tepat; (iii) menggunakan model data relasional untuk merancang basisdata; (iv) mendefinisikan field-field data atribut secara benar; (v) Setiap variabel untuk kepentingan manipulasi data hams terwakili dalam basisdata; dan (vi) hubungan antarafield data hams one lo one atau one to many (tidak boleh many to many).Semua basisdata yang telah dirancang dan dimasukkan ke dalam SIG sebagai basisdata dapat dianalisis secara spasial untuk berbagai keperluan. Salah satu
kemampuan analisis yang dapat dilakukan adalah penentuan kesesuaian lahan untuk pengembangan budidaya tambak udang.
Kesesuaian Lahan Budidaya Tambak Udang
Kesesuaian lahan (land suitability) mempakan kecocokan (adaptability) suatu lahan untuk tujuan penggunaan tertentu melalui penentuan nilai (kelas) suatu lahan serta pola tata guna tanah yang dihubungkan dengan potensi lahan wilayahnya
sehingga dapat diusahakan penggunaan lahan yang lebih terarah berikut usaha-usaha pemeliharaan kelestariannya (Hardjowigeno, 2001).
Penilaian kesesuaian lahan mempakan suatu penilaian secara sistematik dari lahan dan menggolong-golongka~ya ke dalam kategori-kategori berdasarkan
usaha atau penggunaan tertentu. Untuk tujuan pengembangan wilayah pesisir dengan
sasaran penentuan kesesuaian lahan untuk pengembangan budidaya tambak udang,
maka klasifikasi kesesuaian lahannya ditujukan untuk dapat mengurangi atau
mencegah berbagai dampak negatif yang mungkin ditimbulkan, serta menjamin
kegiatan budidaya tambak udang tersebut dapat berlangsung secara optimal, terpadu
dan berkelanjutan (integrated and sustainable development), baik ditinjau secara
ekologis maupun secara sosial-ekonomis.
Tambak adalah kolam ikan atau udang yang dibuat pada lahan pantai laut dan
menggunakan air laut (bercampur dengan air sungai) sebagai penggenangnya.
Tambak berasal dari kata "nambak" yang berarti membendung air dengan pematang
sehingga terkumpul pada suatu tempat. Bentuk tambak umumnya persegi panjang dan
tiap petakan dapat meliputi areal seluas 0,5
-
2 ha. Deretan tambak dapat mulai daritepi laut terns ke pedalaman sejauh 1 - 3 km atau lebih bergantung pada sejauh mana air pasang laut dapat mencapai daratan (Hardjowigeno, 200 1).
Lokasi merupakan faktor penting yang mempengaruhi produktivitas dan
efisiensi ekonomis usaha pertambakan. Untuk menunjang keberhasilan usaha
pertambakan, maka perlu dilakukan pemilihan lokasi yang baik dan cocok dengan
memperhatikan beberapa persyaratan teknis maupun non-teknis.
Secara teknis, penentuan lokasi pertambakan dilakukan dengan
memperhatikan kapasitas daya dukung lingkungan yaitu nilai mutu lingkungan yang
ditimbulkan oleh interaksi dari semua unsur atau komponen (fisik, kimiawi dan biologi) dalam satu kesatuan ekosistem. Daya dukung lahan pantai untuk
(salinitas dan pH), surnber air (asin dan tawar), hidro-oseanogra) (arus dan pasang
surut), topografi lahan dan klimatologi daerah pesisir dan Daerah Aliran Sungai
(DAS) di daerah hulu (Poemomo, 1992).
Areal yang kita pilih hams berada pada lingkungan perairan yang bebas dari
pencemaran sebagai media hidupnya. Oleh karena itu lokasi tambak udang
hendaknya tidak di daerah yang merupakan buangan pabrik, persawahan yang banyak
menggunakan pestisida, dan pelabuhan yang banyak mendapat buangan minyak dari
kapal-kapal bermotor dan kegiatan lain yang dapat menimbulkan pencemaran
(Suyanto dan Mujiman, 2001).
Untuk faktor n o n - t e h s harus mempertimbangkan keadaan sosial-
ekonominya. Secara sosial penentuan lokasi pertambakan hams dapat diterima oleh
masyarakat setempat, seperti dengan diikutsertakamya tenaga kerja setempat.
Sedangkan secara ekonomi berkaitan dengan harga dan kemudahan suplai bahan-
bahan sarana produksi tambak seperti benih, pupuk dan pakan yang tepat waktu,
sehingga usaha pertambakan dapat berlangsung secara efisien serta memberikan
pendapatan clan keuntungan yang layak bagi kesejahteraan masyarakat sekitar. Oleh
karena itu diperlukan juga ketersediaan sarana dan prasarana penunjang yang
memadai seperti: jaringan irigasi, jaringan transportasi dan listrik, jaringan
komunikasi, serta jaringan pemasaran produksi.
Uraian secara lebih rinci tentang faktor-faktor utama yang perlu
dipertimbangkan dan dievaluasi secara seksama dalam tahapan penentuan lokasi
1. Sumber Air dan Kualitasnya
Untuk keperluan pengairan tambak udang, akan sangat ideal apabila lahan
pertambakan dibuat di kawasan pantai dekat dengan sungai yang dapat memasok air
tawar sepanjang tahun agar dapat mengendalikan salinitas yang diperlukan. Selain
pasok air yang cukup, kesempumaan pengeluaran air buangan dan air limbah ke
perairan umum serta pelaksanaan pengeringan dasar tambak secara sempurna akan
lebih baik dibandingkan dengan yang jauh dari laut, asalkan lokasi di sepanjang
pantai tersebut tidak berlumpur yang disebabkan oleh siltasi (Poernomo, 1992).
Dalam pemilihan lokasi pertambakan, parameter penting yang dapat
mempengaruhi mutu air di dalam tambak antara lain: oksigen terlarut, salinitas, suhu,
kecerahan dan pH (kemasaman) air.
Oksigen Terlarut
Oksigen terlamt (DO - Dissolved Oxygen) mempakan peubah kualitas air
yang paling penting dalam budidaya perikanan, karena organisme memerlukan
oksigen. Kadar oksigen terlarut di dalam air dihasilkan oleh adanya proses
fotosintesis dari fitoplankton. Konsentrasi oksigen terlarut yang optimal untuk
budidaya tambak udang adalah 4
-
7 ppm (Poernomo, 1992). Kelarutan oksigen dalam air dipengarubj oleh peubah lain seperti suhy salinitas, bahan organik dankecerahan (Hardjowigeno, 2001). Peningkatan suhu, salinitas dan bahan organik terlamt akan menurunkan konsentrasi oksigen terlamt terutama pada malam hari
pada pagi hari. Sedangkan penurunan kecerahan (kekeruhan) dalam batas-batas
tertentu yang disebabkan oleh fitoplankton dibutuhkan. Hal itu menunjukkan bahwa
terdapat cukup fitoplankton sebagai makanan dan terjadi proses fotosintesis yang
cukup untuk memasok oksigen.
Salinitas
Salinitas atau kadar garam merupakan total konsentrasi garam terlamt dalam
air yang dinyatakan dalam mgll atau daIam satuan permil ("/,). Salinitas terbaik
untuk udang adalah 12 - 20 'loo, Pada salinitas 235 'loo, pertumbuhan udang terhambat, sedangkan pada salinitas 2.50 'loo udang mulai mati. Pada salinitas <I2 %o
udang tidak terganggu seperti pada salinitas tinga tetapi metabolisme pigmen tidak
sempuma (wama udang lebih bim) dan kulit lunak sehingga Iebih mudah diserang
penyakit (Hardjowigeno, 2001).
Suhu Perairan
Untuk budidaya tambak udang, suhu yang baik adalah 27 - 30' C, meskipun
sampai suhu 35" C masih dapat tumbuh atau hidup normal. Pada suhu 18 - 27' C nafsu makan udang mulai tumn dan pada suhu antara 12 - 27" C mulai berbahaya untuk pertumbuhan udang. Selanjutnya pada suhu 4 2 " C udang mulai mati.
Kecerahan
Kecerahan atau kekeruhan air mencerminkan jumlah plankton yang ada dalam
plzytoplankton dalam air juga oleh tersuspensinya partikel tanah. Kekeruhan tersebut
menghalangi penetrasi cahaya ke dalam tambak dan mengurangi cahaya ke dasar
tambak sehingga mengganggu pertumbuhan ganggang dasar (klekap) maupun
ganggang dalam air dan tanaman air lainnya. Batas kecerahan yang baik atau optimal
untuk udang adalah antara 30 - 40 cm. Apabila kecerahan <25 cm maka
plzytoplankton perlahan-lahan akan mati (die-om karena oksigen terlarut turun
dengan cepat (Hardjowigeno, 200 1).
Derajat Keasaman (pH) Air
Kondisi keasaman (pH) air laut yang alamiah bersifat netral, dan kondisi
tersebut sesuai untuk kegiatan budidaya. Air payau berperan sebagai penyangga
perubahan pH, sehingga sangat jarang pH turun menjadi 6,5 atau naik menjadi > 9.
Pada pagi hari saat konsentrasi COz masih tinggi, pH air tambak sekitar 7,O tetapi
pada sore hari saat konsentrasi oksigen terlarut mencapai maksimum karena C 0 2
dimanfaatkan dalam fotosintesis, pH air tambak naik mencapai 9
-
9,s(Hardjowigeno, 2001). Menurut Achmad (1991) dalam Hardjowigeno (1991)
menyebutkan bahwa pH yang baik untuk udang adalah antara 7,O - 9,O.
Untuk memperoleh air dengan jumlah dan kualitas yang ideal dalarn
pengembangan pertambakan budidaya udang, maka perlu didukung kelayakan
parameter lain, seperti: amplitude pasang surut dan ketinggian elevasi, topografi, keadaan iklim wilayahnya, keadaan tanah, serta kebijakan regulasi pemerintah dalam
2. Amplitudo Pasang-Surut dan Ketinggian Elevasi
Dua faktor dominan yang mempengaruhi pasok dan buang air dalam
mengoperasikan tambak adalah ketinggian lahan dan sifat pasut. Dalam penerapan
budidaya ekstensif dan semi intensif yang pasok dan pembuangan aimya
dilaksanakan secara gravitas, maka apabila temyata elevasinya berada di atas rataan
pasang tinggi tertinggi akan menjadi tidak layak karena memerlukan penggalian.
Sebaliknya pada lokasi yang elevasinya sama atau lebih rendah dari air surut rendah
terendah juga tidak layak karena akan menghadapi masalah besar dalam pembuangan
air dan pengeringan pelataran tambak (Poemomo, 1992).
Secara umum lokasi yang fluktuasi pasangnya sedang (kisaramya maksimum
antara 2 - 3 m dan rataan amplitudonya antara 1,l - 2,l m) adalah layak untuk pengelolaan pertambakan udang di kawasan intertidal (Poernomo, 1992). Sementara
itu Suyanto dan Mujiman (2001) menyebutkan kisaran yang paling cocok untuk
pertambakan hams mempunyai fluktuasi atau beda pasang dan surut 1,5 - 2 m.
Untuk lokasi yang fluktuasi pasangnya besar 2 4 m akan menimbulkan
masalah, karena diperlukan pematang yang besar untuk melindungi tambak dari
pasang tinggi dan sebaliknya menimbulkan kesulitan untuk mempertahankan air di dalam tambak pada saat air surut rendah. Di sisi lain kawasan yang amplitudo
pasangnya sangat kecil (kurang dari I m) akan dihadapkan pada masalah pengisian
dan pembuangan air dari tambak karena tidak dapat dilakukan secara sempuma
Berdasarkan kesesuaian pasang surut untuk pertambakan, Departemen PU
(1997) menentukan batas ideal elevasi wilayah pertarnbakan antara 0,5 - 1,O m selama periode rata-rata pasang tertinggi dan wilayah tersebut dapat dikeringkan
tuntas waktu air surut rata-rata.
3. Topografi Lahan
Lahan rawa atau pasang surut yang tidak rata, bergelombang atau berbukit
sebaiknya dihindari untuk lokasi pertambakan. Lahan budidaya tambak memerlukan
kawasan yang datar. Jamulya dan Sunarto (1996) membatasi tingkat kelerengan yang
datar antara 0 - 3 % dan masih dapat digenana langsung oleh pasang surut air asin
atau payau.
4. Kondisi Iklim Wilayah
Kondisi iklim, terutarna curah hujan merupakan faktor dominan yang
mempengaruhi operasional budidaya tambak. Umumnya semakin sedikit turun hujan
semakin baik, sepanjang amplitudo pasang cukup ideal dan pasok air tawar
dari
sungai cukup memadai. Curah hujan rata-rata yang ideal untuk pertambakan adalah
kurang dari 2000 m d t h . Apabila curah hujannya melebihi 2000 rnmlth dan tidak ada
bulan tanpa hujan sepanjang tahun akan menimbulkan masalah besar. Kondisi seperti
ini sangat penting untuk diperhatikan, karena untuk memperoleh produksi yang lebih
baik dan stabil serta menurnbuhkan makanan alami dalam tambak mutlak untuk
dilakukan upaya pengeringan dasar tambak secara rutin menjelang penebaran benur
Sementara itu Hardjowigeno (2001) menguraikan perlunya dikeringkan dasar
tambak secara berkala dengan tujuan untuk memperbaiki sifat fisik tanah,
meningkatkan proses mineralisasi bahan organik, dan menghilangkan bahan-bahan
beracun seperti asam sulfida (H2S), amoniak (NH3), serta metan. Oleh karena itu diperlukan adanya periode kering pada bulan-bulan tertentu pada setiap tahun. Curah
hujan yang tinggi sepanjang tahun tanpa adanya bulan kering kurang cocok untuk
tambak. Sebaliknya curah hujan yang terlalu rendah dan bulan kering yang terlalu
panjang juga kurang baik untuk daerah pertambakan (Hardjowigeno, 200 1).
5. Kualitas Tanah
Salah satu masalah yang sering timbul dalam pengelolaan tambak adalah
lahan tambak tidak mampu menahan air karena dasar tambak mempunyai porositas
tinggi. Malun kasar tanah berarti porositas semakin tinggi, sehingga kurang cocok
untuk tambak (Hardjowigeno, 2001). Oleh karena itu dalam memilih lokasi tambak,
jenis dan tekstur tanah sangat penting untuk diperhatikan.
Tekstur tanah adalah sifat fisik tanah yang menyatakan kasar-halusnya tanah
atau yang menunjukkan perbandingan fraksi-fraksi liat, debu dan pasir (Jamulya dan
Yunianto, 1996). Tekstur tanah akan berpengaruh pada konstruksi tambak dan sistem
budidaya. Tanah yang ideal untuk kegiatan pertambakan adalah yang bertekstur liat
berpasir (Poernomo, 1992). Semakin tinggi kadar liat dan semakin sedikit kadar pasir,
maka tekstur tanah akan semalan stabil dan semakin kedap air. Tekstur tanah yang
demikian mudah dipadatkan dan tidak pecah-pecah pada musim panas (Suyanto dan
Ditinjau dari sifat kimia tanah, salah satu parameter yang digunakan sebagai
syarat minimal untuk tambak adalah kawasan tersebut harus cukup kandungan unsur
haranya. Ketersediaan berbagai jenis unsur hara dalam tanah dibutuhkan untuk
pertumbuhan dan makanan alami klekap (campuran berbagai macam jasad renik yang
tumbuh di dasar tambak). Klekap ini menghendaki tekstur tanah dasar liat berpasir
atau liat berdebu (Suyanto dan Mujiman, 2001). Selanjutnya Jamulya dan Sunarto
(1996) menggolongkan kedua tekstur tanah tersebut sebagai tanah bertekstur halus.
Secara lebih rinci Poemomo (1992) membagi persyaratan tekstur tanah
menurut tingkat teknologi budidaya yang akan diterapkan. Dalam budidaya ekstensif
yang terutama menggantungkan pada jasad bersifat bentos (bentlzic organism) sebagai makanan alami bagi udang, maka harus memilih dasar tambak lempung
sarnpai liat berpasir. Berbeda dengan tekstur lempung liat berpasir hingga lempung
berpasir dapat diterapkan untuk tingkat budidaya semi intensif dan intensif karena
menggunakan pakan buatan sebagai surnber pakannya. Tabel 1 berikut ini
memperlihatkan tekstur tanah yang dipersyaratkan untuk budidaya tambak udang.
Tabel 1. Tekstur Tanah untuk Pertambakan Udang di Kawasan Pantai
Ekstensif Lempung-berpasir
I I I I
Semi-Intensif
I
Lempung-Liat berspasir1
25 - 30 110-20 150-60Fraksi Tanah (%)
Liat
1
Debu1
PasirTeknologi
budidaya
I I
Intensif
I
Lempung berpasir 110-201
20-30/50-601
Tekstur tanah
6. Daerah Perlindungan Pantai dan Kehijakan Pemerintah
Suatu lokasi bagi pembangunan unit pertambakan hams dapat menjamin
kelestarian dan stabilitas produksi secara optimal, yaitu dengan tidak memberikan
dampak negatif terhadap lingkungan dalam jangka panjang. Berkaitan dengan ha1
tersebut, maka sangat penting untuk rnempertimbangkan pembatasan tingkat
maksimum penggunaan lahan bagi pembangunan pertambakan. Peraturan tentang ha1
tersebut hams sepenuhnya diimplementasikan rnelalui koordinasi dengan semua
s!akelzolders yang terkait agar keseimbangan ekosistein pantai yang diperlukan bagi
keseimbangan produksi akuakultur dapat dipertahankan.
Berdasarkan Undang-Undang No. 511990 dan Keppres No. 3211990 tentang
Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya, ditentukan jarak minimal
pemanfaatan dari pantai sekitar 130 kali nilai rata-rata perbedaan air pasang tertinggi
dan terendah tahunan yang diukur dari garis air sumt terendah ke arah darat.
Sedangkan dari tepi sungai minimal bejarak 100 m. Jarak masing-masing dalam
lebar tersebut dijadikan sebagai jalur hijau (green belt) untuk menjaga kelestarian
ekologis serta sebagai pelindung usaha budidaya dari gangguan alam, seperti erosi
atau longsor
(http:llw\w.bapedal.go.i~
2000).Dari sudut pandang pembangunan berkelanjutan (sustainable development),
kegiatan pemanfaatan lahan atas (up land) seperti budidaya tambak udang hams
disinergikan dengan ekosistem wilayah pesisir (coastal ecosystem) agar tidak terjadi
dampak negatif (pengaruh yang membahayakan) terhadap kehidupan biota, sumber
guna lainnya. Salah satu penyebab pencemaran yang sering terjadi dalam kegiatan
budidaya tambak udang, terutama untuk budidaya tambak udang intensif dan semi intensif adalah melimpahnya buangan limbah organik ke dalam perairan pantai yang
banyak mengandung nutrien (nitrogen - N dan fosfor - P). Hal ini dapat menimbulkan masalah eutrofikasi (Dahuri et a/., 2001). Oleh karena itu dalam
pengelolaannya perlu dilakukan antisipasi melalui prediksi terhadap potensi
kandungan nutrien dalam tambak terhadap kemampuan perairan pantai untuk
melakukan pengenceran.
Model Prediksi Kandungan Nutrien
T i n g ~ n y a potensi buangan limbah organik dari k e ~ a t a n budidaya tambak
udang di satu hamparan lahan (melebihi kapasitas daya dukung lingkungan) dapat
bersumber dari sisa pakan yang membusuk, metabolit (urme da~faeces), bangkai plankton yang membusuk, dan mikro organisme lainnya (Poemomo, 1992). Limbah
organik ini terakumulasi dalam bentuk sedimen yang tertahan dan mengendap di
dasar tambak atau tertumpuk pada dinding pematang. Sedimen ini biasanya kaya
akan nutien (nitrogen dan fosfor) yang pada akhimya akan digelontorkan ke Iuar
tambak menuju perairan pantai (Subandar, 2002).
Pengkayaan perairan pantai dengan nutien, khususnya nikogen dan fosfor
tersebut menyebabkan peningkatan pertumbuhan alga dan tanaman yang akan
menyebabkan terganggunya keseimbangan yang ada (Gowen, 1994). Ketika nutrien
masuk ke dalam peraiaran pantai, alga dan fitoplankton yang pertumbuhannya
Pada umumnya fitoplankton akan mengalami blooming dan jenis yang ada berubah
menjadi jenis yang tidak diinginkan dalam jumlah sangat besar. Fenomena seperti ini
disebut sebagai red tides yang berbahaya bagi ikan dan kerang (Dahuri et al., 2001).
Dengan terjadinya peningkatan secara drastis jumlah organisme tertentu yang
terdapat di kolom air, maka akan mengakibatkan konsumsi oksigen meningkat,
sehingga kandungan oksigen di perairan menurun terutama di dasar perairan. Pada
kondisi kekurangan oksigen (anoxia) di perairan, maka proses anaerob akan terjadi
dan akan menghasilkan sulfat dan metana. Hal ini akan menyebabkan kematian ikan,
serta mempengaruhi perubahan struktur komunitas dasar (bentik) perairan pantai
(Dahuri et al., 2001).
Untuk mencegah potensi dampak negatif yang mungkin ditimbulkan dari
kegiatan budidaya tambak udang, terutama terhadap kandungan nutrien (nitrogen dan
fosfor) yang masuk ke perairan pantai, maka perlu dilakukan prediksi kemampuan
perairan pantai melakukan pengenceran terhadap limbah nutrien tersebut. Prediksi
tersebut diakomodir melalui persamaan sederhana berikut ini (Gowen, 1994):
Dimana:
E, = Equilibrium nitrogen anorganik terlarut (ppm)
N = Kandungan nitrogen dari tambak (ppm)
V = Volume perairan (m3)
Untuk mendapatkan suatu h a i l kajian yang komprehensif dengan prinsip
pembangunan yang optimal dan berkelanjutan, maka selain tinjauan kelayakan dari
segi lingkungan biofisiknya, juga hams diperhatikan nilai strategis aspek
ekonominya. Proses penentuan kelayakan secara ekonomi dilakukan melalui
pengembangan skenario optimasi dengan memperhatikan kendala-kendala
(constraints) yang ada. Hal ini akan diakomodir melalui analisis model program
linear (Linear Programming Model).
Optimasi Pemanfaatan Lahan Budidaya Tambak Udang
Pada dasarnya persoalan optimasi adalah suatu persoalan untuk membuat nilai
suatu fungsi beberapa variabel menjadi maksimum atau minimum dengan
memperhatikan pembatasan-pembatasan yang ada. Pada umumnya pembatasan
tersebut meIiputi tenaga kerja (men), uang (nzoney), Input, se& waktu dan ruang
(Supranto, 1983).
Untuk menghtung kombinasi yang optimum dari sumber-sumber yang
terbatas tersebut, maka digunakan teknik program linear (Welch dan Commer, 1983
dalarn Suryadi, 2000). Penentuan kombinasi optimum dengan program linear
merupakan kelompok analisis kuantitatif yang digunakan untuk menemukan beberapa
kombinasi altematif pemecahan masalah. Kombinasi yang terbaik dipilih dalam
rangka menyusun strategi alokasi sumberdaya yang terbatas untuk mencapai tujuan
yang diinginkan secara optimal. Alokasi optimal adalah memaksimumkan atau
Ada dua metode dalam analisis permasalahan program linear, yaitu: (i)
metode grafik; dan (ii) metode simpleks. Metode dengan anaiisis grafik hanya dapat
digunakan untuk permasalahan program linear yang terdiri dari dua peubah
pengambilan keputusan saja. Disebabkan penggambaran lebih dari dua dimensi
dalam metode grafik akan san