NARASI KONFLIK MULTIKULTUR DALAM NOVEL
(Analisis Naratif Konflik Multikultur dalam Novel “Jalan Lain ke Tulehu” KaryaZen RS)
Narration of Multicultural Conflict in the Novel
(Narrative Analysis of Multicultural Conflict in the Novel “Jalan Lain ke Tulehu” by Zen RS)
Skripsi
Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Guna Mencapai
Gelar Kesarjanaan Strata 1 (S-1)
Disusun Oleh :
Septi Nugrahaini Rahmawati
20120530081
PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
iii
HALAMAN PERNYATAAN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Septi Nugrahaini Rahmawati
NIM : 20120530081
Fakultas : Ilmu Sosial dan Politik
Jurusan : Ilmu Komunikasi
Konsentrasi : Broadcasting
Universitas : Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
Menyatakan bahwa skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri dan seluruh sumber yang diktip maupun dirujuk telah saya nyatakan dengan benar. Apabila dikemudian hari karya saya ini terbukti merupakan hasil plagiat atau menjiplak dari karya orang lain maka saya bersedia dicabut gelar kesarjanaannya.
Yogyakarta, 22 Agustus 2016
iv
MOTTO
“
Barang siapa yang memberi kemudahan orang yang mengalami
kesulitan maka Allah akan memberi kemudahan kepadanya di dunia
dan akhirat”
(HR. Muslim) Arbain Nawawi hadis ke-36)
“Mimpi bukan
hanya untuk mereka yang bermimpi, tapi mimpi adalah
untuk mereka yang berani bermimpi”
(Dream High 2)
“Sesungguhnya bersama kesukaran itu ada keringanan. Karena itu
bila kau sudah selesai (mengerjakan yang lain). Dan berharaplah
kepada Tuhanmu”
(Q.S Al Insyirah : 6-8)
“A pessimist sees the difficulty in every opportunity, an optimist sees
the opportunity in every difficulty”
v
KATA PENGANTAR
Saya sangat bersyukur atas segala karunia, rahmat dan hidayah yang telah
diberikan oleh Allah SWT sehingga skripsi ini sesuai dengan rencana dan
harapan. Skripsi ini merupakan hasil penelitian yang bertujuan untuk mengetahui
bagaimana narasi multikultur dalam novel Jalan Lain ke Tulehu. Novel tersebut
adalah buah karya dari Zen RS yang beberapa tulisannya diterbitkan dalam
berbagai bunga rampai dan tayang di media cetak dan situs-situs online. Selain
menulis esai dan cerita pendek, mendirikan dan mengampu sebagai chief editor di
Pandit Football Indonesia, sebuah lembaga riset dan analisis sepak bola yang
berbasis di Bandung.
Pemilihan novel Jalan Lain ke Tulehu dilatarbelakangi oleh ketertarikan
saya pada permasalahan yang sering terjadi di Indonesia, salah satunya adalah
konflik multikulturalisme yang selalu dimulai dari stereotip, prasangka, dan
etnosentrisme antarkelompok yang seharusnya dihindari untuk mewujudkan
masyarakat yang multikultur mengingingat Indonesia yang memiliki berbagai
macam kebudayaan, ras, dan agama. Dalam penelitian ini, saya menggunakan
analisis naratif karena pada awalnya analisis naratif digunakan untuk meneliti teks
fiksi. Seiring berkembangnya zaman, naratif kemudian digunakan juga untuk
meneliti teks non fiksi seperti berita. Oleh karena itu, skripsi ini diharapkan dapat
memberikan kontribusi pada kajian budaya dilihat dari sisi permasalahan
multikultur.
Keberhasilan penelitian ini tentu tidak dapat dilepaskan dari dukungan dari
vi
penelitian Fajar Junaedi yang sering disapa Mas Jun atas dukungan terhadap
penelitian skripsi ini. Segala masukan tentu sangat berarti, saya harap skripsi ini
dapat bermanfaat untuk banyak pihak khususnya bagi mereka yang memiliki
ketertarikan sama dengan novel dan multikulturalisme.
Semoga skripsi ini dapat bermanfaat, baik sebagi sumber informasi,
maupun sumber inspirasi bagi para pembaca.
Yogyakarta, Agustus 2016
vii
HALAMAN PERSEMBAHAN
Alhamdulliah atas segala puji bagi Allah SWT, kita memuji-Nya dan meminta pertolongan, pengampunan serta petunjuk kepada-Nya.
Skripsi ini dipersembahkan untuk:
Bapak Nuryanta dan Ibu Eni Sularsih tersayang, yang selalu sabar dan memberikan banyak dukungan kepadaku baik dari segi moral maupun materi.
Kakak saya Ukhti Nuraini R dan Fauzi Anwar, adik dan keponakan Kharisma Yuni R dan Dhika. Terimakasih atas hiburan-hiburannya
Dosen pengampu, Fajar Junaedi, yang selalu membantu selama penelitian sekaligus memberikan banyak pengalaman dan pengetahuan dalam dunia penulisan dan wawasan tentang budaya.
Teman-teman ndalem Karangjati, Ardiani, Safirah, Diena, Nadia, dan Zulfa yang tetap setia menjadi telinga untuk berbagi setiap cerita suka dan duka.
Dita Mayasari, Heri Setiawan, Siti Khabir Rasyida, dan Erwin Rasyid yang tidak pernah berhenti mengingatkan untuk menyelesaikan skripsi ini dengan caranya masing-masing.
Teman seperjuangan Lisa Karunia Jati yang terus bersama-sama dari awal penulisan hingga selesainya skripsi ini.
Bapak Jono, Bapak Mur dan Mbak Siti yang selalu sabar melayani keperluan akademis selama berada di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.
Dengan segala ketulusan hati,
viii Thanks To~
Mas Jun selaku dosen pembimbing, terimakasih atas setiap deadline yang
diberikan hehe.. Mba Ami dan Pak Filosa yang menjadi dosen penguji,
terimakasih untuk saran dan revisi pasca ujian. Mba Wulan, dosen PJ
Broadcasting, terimakasih untuk selalu mendengar curhatan mahasiswi
macam saya. Curhatan akademis dan non akademis XD
Teman-teman basecamp kesayangan, Yusra hyung terimakasih atas stok
drama Korea yang selalu melimpah. Vannisa mamake yang selalu
menghibur di bbm hihi. Sandra, Adi, Nisa, Rifah, Tiwi, ayo selesaikan
skripsi kalian lalu kita nongki sks sampai pagi. Mas Angga jangan
keseringan muncak, sering-seringlah ke kampus. Adit, selamat untukmu
juga man! Dedek bullyable kita semua :D Selesaikan skripsi lalu kita cus
piknik~
Tekoongg, mulai kerjakan skripsimu! Nanti gantian aku yang culik kamu
buat kulineran.
Dovi~ hayy partner taruhan siapa duluan ujian proposal. Maaf yhaaa aku
duluan hihihi
Teman-teman IK B semuanyaaa terimakasih untuk semua ceritanya dari
yang belum pada pakai gincu sampai pada mau pakai toga, yuk ngecamp
ix
Terakhiiirr, #kancaBroadcast2012 aku sayang kalian~ teman berproses,
berproduksi, dan belajar terus terlihat kompak dan solid yhaaa! Ayo makin
rajin tebar gimmick :D
Dan semua pihak yang tidak berhenti mendukung atas selesainya skripsi
xii DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PENGESAHAN ... ii
HALAMAN PERNYATAAN ... iii
MOTTO ... iv
KATA PENGANTAR ... v
KATAPERSEMBAHAN ... vii
UCAPAN TERIMAKASIH ... viii
ABSTRAK ... x
ABSTRACT ... xi
DAFTAR ISI ... xii
DAFTAR TABEL DAN GAMBAR ... xvi
BAB IPENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1
B. Rumusan Masalah ... 5
C. Tujuan Penelitian ... 5
D. Manfaat Penelitian ... 5
1. Manfaat Teoritis ... 5
2. Manfaat Praktis ... 6
E. Kerangka Teori ... 6
1. Novel dan Komunikasi ... 6
xiii
a. Prasangka ... 12
b. Stereotip ... 13
c. Etnosentrisme ... 14
3. Narasi dalam Novel ... 15
a. Karakteristik Narasi ... 16
b. Struktur Narasi ... 16
c. Unsur Narasi ... 18
F. Metodologi ... 19
1. Metode Penelitian ... 19
2. Objek Penelitian ... 20
3. Teknik Pengumpulan Data ... 21
a. Dokumentasi ... 21
b. Studi Pustaka ... 22
4. Teknik Analisis Data ... 22
a. Struktur dan Unsur Narasi... 22
b. Model Aktan ... 23
5. Tahapan Analisis ... 25
G. Sistematika Penulisan ... 26
BAB II GAMBARAN UMUM A. Konflik Multikulturalisme di Maluku Pasca 1998 ... 27
B. Novel Jalan Lain ke Tulehu ... 30
a. Deskripsi Buku ... 30
xiv
e. Bagian V: Perpanjangan Waktu ... 68
f. Oposisi Biner ... 72
2. Pembahasan ... 74
C. Analisis Model Aktan ... 76
1. Penyajian Data ... 77
a. Skema Aktan Peristiwa Pertama ... 77
b. Skema Aktan Peristiwa Kedua ... 79
c. Skema Aktan Peristiwa Ketiga ... 81
2. Pembahasan ... 83
xv
A. Kesimpulan ... 86
B. Saran ... 88
xvi
DAFTAR TABEL DAN GAMBAR
Gambar 1 Sampul novel Jalan Lain ke Tulehu ... 21
Gambar 2 Skema model aktan Algirdas Greimas ... 24
Tabel 1 Tahapan Anlaisis ... 25
Tabel 2 Sistematika Penulisan ... 26
Gambar 3 Sampul novel Jalan Lain ke Tulehu ... 30
Tabel 3 Penjelasan karakteristik tokoh dalam novel ... 37
Tabel 4 Pemaparan urutan cerita (story) dalam novel ... 44
Tabel 5 Pemaparan urutan alur (plot) dalam novel ... 47
Tabel 6 Pembagian babak Bagian I: Kedatangan ... 54
Tabel 7 Pembagian babak Bagian II: Semi Final ... 57
Tabel 8 Pembagian babak Bagian III: Jeda ... 61
Tabel 9 Pembagian babak Bagian IV: Final ... 65
x ABSTRAK
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Jurusan Ilmu Komunikasi
Konsentrasi Broadcasting Septi Nugrahaini Rahmawati 20120530081
NARASI KONFLIK MULTIKULTUR DALAM NOVEL
(Analisis Naratif Konflik Multikultur dalam Novel “Jalan Lain ke Tulehu” Karya)
Skripsi Tahun: 2016, 89 Halaman + 3 Gambar + 11 Tabel Referensi: 12 Buku + 5 Jurnal + 1 Sumber Lain
Penelitian pada novel Jalan Lain ke Tulehu karangan Zen Rs ini menggunakan analisis naratif. Mengingat novel adalah bagian dari komunikasi massa yang memiliki kapasitas untuk menyampaikan sebuah pesan. Dalam penelitiannya akan menganalisis unsur narasi dalam novel, struktur narasi yang dikembangkan oleh Tzvetan Todorov yang membagi atas lima babak, dan model aktan menurut Algirdas Greimas untuk menentukan letak posisi, fungsi, dan relasi antar karakter. Dalam penelitian ini, peneliti menemukan bahwa sisi gelap multikulturalisme yaitu stereotip dan prasangka menjadi penghambat proses multikulturalisme tersebut bahkan sering menjadi pemicu konflik. Konflik yang terjadi sebenarnya dimunculkan oleh kejadian di masa lalu seperti generalisasi suatu kelompok dengan satu penilaian. Namun, dalam novel ini juga ditunjukkan bagaimana cara peyelesaiannya. Salah satunya dengan sepakbola, mengingat rasa fanatik masyarakat Ambon terhadap sepakbola.
xi ABSTRACT
Muhammadiyah University of Yogyakarta Faculty of Social and Political Science Departement of Communication Science Broadcsting Studies
Septi Nugrahaini Rahmawati 20120530081
Narration of Multicultural Conflict in the Novel
(Narrative Analysis of Multicultural Conflict in the Novel “Jalan Lain ke deliver a message. The novel will be analyze by narrative elements in novel, five phases of narrative structure from Tzvetan Todorov, and Algirdas Greimas narrative research method to determine the position, function, and relation of each characters. In this study, researcher discovered that the dark-side of multiculturalism, the stereotype and the prejudice have a role as an obstacle during multiculturalism process. Both stereotype and prejudice can be the trigger of multiculturalism. In fact, most conflict happened because of incidents in the past, as an example is generalizing group of people with a single assessment. In spite of the most content is all about conflict, the novel had a good and better way of solvingthe problems. One of them is playing football, considering the fanaticism Ambonese toward football.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia adalah sebuah negara kepulauan yang membentang dari Sabang
hingga Merauke yang memiliki lebih dari 13.000 pulau dan lebih dari 500 bahasa
yang berbeda, berbagai macam kepercayaan dan agama, dan beberapa kelompok
etnik memunculkan fakta tentang Indonesia yang multikultur. Perbedaan agama,
suku, ras, budaya, dan bahasa menjadi kekayaan tersendiri bagi bangsa ini selain
kekayaan sumber daya alam. Namun, perbedaan-perbedaan tersebut juga menjadi
tantangan bagi Indonesia untuk menjauhkan masyarakat dari konflik
multikulturalisme yang sangat mungkin akan terjadi.
Bikhu Parekh dalam Yohanes Widodo (2008:88) menjelaskan
multikulturalisme terkait dengan kebudayaan (dalam Sukmono dan Junaedi,
2014:1). Dengan kondisi bangsa yang plural, Indonesia membutuhkan kebijakan
yang bersifat multikultural. Agar keberagaman tidak menjadi sebuah konflik
tetapi menjadi sebuah kekuatan suatu kelompok atau bangsa tertentu (Sukmono
dan Junaedi, 2014:2). Dengan adanya multikulturalisme, masyarakat yang
minoritas sedang diperjuangkan hak-haknya karena ketika multikulturalisme
ditentang oleh masyarakat yang dominan biasanya akan terjadi konflik dengan
perlakuan kurang menyenangkan kepada masyarakat minoritas tersebut. Menurut
November 2011, menyebutkan bahwa konflik dalam skala sempit adalah
ketidaksesuaian aktif antara orang-orang dengan pendapat atau prinsip yang
saling bertentangan; sedangkan konflik dalam skala luas adalah persaingan,
perseteruan, atau peperangan antara dua atau lebih kelompok orang atau negara.
Seperti konflik yang terjadi di Maluku sekitar tahun 1999-2000 yang
didasari oleh sentimen agama. Kristen dan Islam adalah dua golongan agama
yang sering bersinggungan di Maluku. Kelompok Republik Maluku Selatan
(RMS) yang digadang-gadang sebagai biang kerusuhan di Maluku pun tak lepas
dari latar belakang permasalahan agama. Menurut sejarawan, Ahmad Mansur
Suryanegara, awalnya RMS adalah Republik Maluku Serani. Serani dalam bahasa
Maluku berarti Nasrani. Kemudian diubah menjadi Republik Maluku Selatan
sebagai upaya untuk meredam kemungkinan terjadinya perang antaragama
(http://www.oocities.org/injusticedpeople/BenangMerahRMSdanKerusuhanMalu
ku.htm. Diakses pada tanggal 17 Mei 2016 pukul 15.34 WIB).
Dalam novel Jalan Lain ke Tulehu karangan Zen RS diceritakan
bagaimana konflik multikultur sangat rawan terjadi pada masyarakat yang
memiliki perbedaan. Perbedaan agama dan latar belakang daerah menjadi konflik
dasar pada novel ini. Menariknya, konflik multikultur yang terjadi di wilayah
Ambon ini seolah meredam walau hanya sesaat karena kecintaan pada sepakbola.
Novel ini berkisah tentang perjalanan Gentur, seorang wartawan untuk media
terkejut ketika konflik ini ternyata sudah mendarah daging di setiap titik kota
Ambon. Konflik inilah yang kemudian mengantarkan Gentur ke Tulehu, sebuah
desa yang mempercayai bahwa sepakbola adalah bakat alam yang pasti dimiliki
oleh anak-anak Tulehu.
Meskipun sebagian besar isi dari novel ini bercerita tentang konflik agama
yang terjadi antara Tulehu dengan penduduknya yang mayoritas Islam dan Waai
dan Passo, desa dengan mayoritas Kristen. Namun ada satu bagian yang
menceritakan tentang sepakbola sebagai penengah dalam konflik. Setidaknya
untuk sesaat mereka melupakan rasa sentimen kepada satu sama lain dan duduk
bersama menikmati euforia Piala Eropa tahun 2000. Peneliti berasumsi bahwa
novel Jalan Lain ke Tulehu menunjukkan bahwa sebesar apapun permasalahan
multikultur yang terjadi, pasti ada hal yang dapat membuat permasalahan tersebut
mereda.
Terdapat beberapa penelitian tentang multikultur seperti penelitian yang
dilakukan oleh Heru S.P. Saputra yang berjudul Menelisik Putri Cina,
Mengeluhkesahkan Multikulturalisme diterbitkan dalam Jurnal Sastra Indonesia
Vol.35 No.1 Tahun 2011. Penelitian Heru menyimpulkan bahwa masyarakat
Indonesia belum dapat dikatakan sebagai masyarakat multikultural karena masih
banyaknya praksis budaya yang tidak didasari sikap toleransi dan kesederajatan.
Selain itu, juga masih berlangsungnya oposisi biner antara kaum dominan dan
As a Culture-Uniting Device oleh Suroso yang diterbitkan dalam Mediterranean
Journal of Social Science Vol.5 No.22 Tahun 2014 menyebutkan bahwa novel
multikultural dapat memainkan peran sebagai alat atau sarana pemersatu dalam
masyarakat global yang plural dan multikultural. Perbedaan yang disuguhkan
dalam penelitian ini dengan dua penelitian terdahulunya adalah pertama, terletak
pada obyek penelitian yaitu menggunakan novel Jalan Lain ke Tulehu. Kedua,
penelitian ini akan meneliti dan membahas secara khusus tentang konflik
multikultur yang mengikutinya sesuai dengan jalan cerita dalam novel bukan
secara global membahas novel konflik multikultur (generalisasi jenis novel).
Pentingnya penelitian mengenai novel Jalan Lain ke Tulehu adalah
perbedaan agama dan latar belakang yang ada pada satu wilayah sudah
semestinya bahwa hidup rukun berdampingan adalah keberhasilan dari
multikulturalisme dalam masyarakat yang plural. Namun pada kenyataannya,
konflik multikultur tetap menjadi bahaya laten yang harus dihadapi oleh
masyarakat bangsa ini. Peneliti memilih novel sebagai obyek penelitian karena
novel adalah bagian dari komunikasi. Dalam buku Pengantar Ilmu Komunikasi
Edisi Ketiga, John Fiske (2012) memasukkan buku sebagai media representasi
karena teks-teks tersebut bersifat representatif dan kreatif. Penelitian ini
mengangkat novel berjudul Jalan Lain ke Tulehu karena novel ini
merepresentasikan konflik multikultur yang terjadi di Ambon, Maluku. Terlebih
konflik. Oleh karenanya, peneliti ingin meneliti narasi konflik multikultur dalam
novel Jalan Lain Ke Tulehu.
Penelitian ini menggunakan analisis naratif karena pada awalnya analisis
naratif digunakan untuk meneliti teks fiksi. Seiring berkembangnya zaman,
naratif kemudian digunakan juga untuk meneliti teks non fiksi seperti berita.
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah yang menjadi pokok pembahasan dalam penelitian ini
adalah bagaimana narasi konflik multikultur dalam novel Jalan Lain ke Tulehu?
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana narasi konflik
multikultur dalam novel Jalan Lain ke Tulehu.
D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis
Secara teoritis, penelitian ini untuk menerapkan teori
2. Manfaat Praktis
1) Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi pada kajian
budaya dilihat dari sisi permasalahan multikultur.
2) Memberikan kontribusi kepada kajian komunikasi dan sastra berkaitan
dengan permasalahan multikulturalisme.
E. Kerangka Teori
1. Novel dan Komunikasi
Ensiklopedi Sastra Indonesia (2007:546) menjelaskan bahwa novel
berasal dari istilah bahasa Inggris yaitu novel dan roman dari Prancis. Prosa
rekaan yang panjang, yang menyuguhkan tokoh-tokoh dan menampilkan
serangkaian peristiwa dan latar secara tersusun. Dari berbagai peristiwa itu
lahirlah konflik, suatu pertikaian yang kemudian justru mengubah nasib orang
tersebut. Catatan: kadang-kadang untuk istilah novel dipakai pula istilah roman,
karena sebelum Perang Dunia ke-2 sastrawan-sastrawan Indonesia berorientasi ke
Belanda. Di negeri Belanda dipakai istilah roman, tetapi di Inggris dipakai istilah
novel.
Fiske dalam buku Pengantar Ilmu Komunikasi Edisi Ketiga membagi dua
mahzab utama dalam ilmu komunikasi. Pertama, komunikasi sebagai transmisi
pesan. Kedua, komunikasi sebagai produksi dan petukaran makna. Peneliti dalam
sebagai produksi dan pertukaran makna. Kelompok ini fokus dengan bagaimana
pesan, atau teks, berinteraksi dengan manusia dalam rangka untuk memproduksi
makna, artinya pandangan ini sangat memerhatikan peran teks di dalam budaya
kita (Fiske, 2012:3). Dalam penelitian ini, media yang digunakan untuk
memproduksi pesan dari komunikasi tersebut adalah novel berjudul “Jalan Lain
ke Tulehu” karya Zen RS.
Novel merupakan salah satu bentuk dari komunikasi massa. Menjadi
bagian dari komunikasi massa, novel memiliki peran untuk menyampaikan
informasi kepada khalayak luas. Karena novel berbentuk teks atau tulisan maka
pesan yang terkandung di dalamnya dikonstruksikan dalam sebuah penokohan,
waktu, dan setting yang terdapat dalam alur cerita novel itu sendiri.
Novel memiliki unsur-unsur pendukung yang membentuk suatu kesatuan
utuh dan lengkap. Unsur-unsur tersebut antara lain,
1) Tema
Tema adalah gagasan, ide pokok, atau pokok persoalan yang
menjadi dasar cerita. Tema menjadi topik cerita dan jiwa pada sebuah
novel. Pada akhirnya tema menjadi landasan dalam pengembangan
2) Penokohan
Penokohan adalah cara pengarang menggambarkan dan
mengembangkan watak para pelaku yang terdapat di dalam karyanya.
Untuk menggambarkan watak tokoh-tokoh dalam cerita fiksi (drama,
novel, atau cerpen), pengarang dapat menggunakan beberapa cara
seperti penggambaran bentuk fisik tokoh, tanggapan tokoh terhadap
kejadian yang menimpanya, keadaan sekitar tokoh, dan tanggapan atau
reaksi dari tokoh-tokoh lain dalam cerita tersebut terhaap salah
seorang tokoh (Hasanuddin dkk, 2007:605).
3) Alur
Alur adalah rangkaian peristiwa yang direka dan dijalin dengan
seksama, yang menggerakkan jalan cerita melalui rumitan kearah
klimaks dan penyelesaian (Hasanuddin dkk, 2007:43).
4) Sudut Pandang (Point of View)
Point of view atau sudut pandang adalah suatu istilah yang
menunjukkan kedudukan atau tempat berpijak juru cerita terhadap
ceritanya. Narator dapat mengambil peran secara langsung dalam
cerita atau sebagai pengamat yang tidak secara langsung mengambil
5) Latar
Latar adalah tempat kejadian dan waktu kejadian yang berguna
untuk memperkuat tema, menentukan watak tokoh, dan membangun
suasana cerita. Dalam corak sastra yang berdasarkan pengalaman
empiris, latar dapat memberikan bobot informasi tentang suatu zaman
atau suatu daerah, sehingga menimbulkan jenis karya fiksi yang
berwarna daerah atau lokal (Hasanuddin dkk, 2007:455).
6) Amanat
Amanat merupakan unsur yang dominan di dalam karya sastra
Nusantara, termasuk karya sastra modern Indonesia tidak hanya
ditentukan oleh estetika belaka, melainkan ditentukan oleh aspek etika
(Hasanuddin dkk, 2007:46). Etika dalam hal ini adalah pesan moral
dalam sebuah cerita yang ditunjukkan oleh tingkah laku tokoh di
dalamnya.
2. Konflik Multikulturalisme
Akar kata multikulturalisme adalah kebudayaan. Secara etimologis,
multikulturalisme dibentuk dari kata multi (banyak), kultur (budaya), dan isme
(aliran atau paham). Secara hakiki, dalam kata itu terkandung pengakuan akan
martabat manusia yang hidup dalam komunitasnya dengan kebudayaannya
Sebagai Negara kepulauan, Indonesia memiliki beragam kebudayaan
sebagai produk dari kehidupan bermasyarakat. Budaya berkenaan dengan cara
hidup manusia. Bahasa, persahabatan, kebiasaan makan, praktik komunikasi,
tindakan-tindakan sosial, kegiatan-kegiatan ekonomi dan politik, dan teknologi,
semua itu berdasarkan pola-pola budaya (Mulyana dan Rakhmat, 2009:18).
Dengan berbagai macam budaya yang dimiliki, menyulap konflik multikultur
yang mungkin akan menjadi ancaman bagi kehidupan antaragama, budaya, dan
ras. Konflik ini sering bermula dari pengakuan suatu golongan kelompok yang
lebih baik dan unggul dari kelompok lain. Anarkisme yang mengikuti dibelakang
konflik adalah akibat dari kurangnya kesadaran tentang persamaan derajat tiap
kelompok atau komunitas. Ketika kebudayaan yang tumbuh dalam suatu
komunitas dipandang sebagai kemutlakan yang harus diakui dan diagungkan
keberadaannya akan memberikan peluang bagi masyarakat untuk tidak mengakui
eksistensi budaya kelompok lain. Gesekan-gesekan yang terjadi antarbudaya akan
menumbuhkan sikap fanatik dan eksklusif yang berdampak pada perpecahan.
Pada titik ini diperlukan sebuah kebijakan yang bijak dan arif untuk memberikan
keleluasaan bergerak bagi masing-masing entitas budaya dengan tetap mengakui
keberadaan budaya yang lain (Mahfud, 2006:93).
Pada dasarnya, setiap orang memiliki kebebasan untuk memilih tentang
apa yang ia pandang sebagai suatu jalan yang benar. Namun, terkadang mereka
Masyarakat multikultur menyadarkan kita tentang adanya cara hidup yang
berbeda (Hidayati, 2008:24). Perbedaan dan keragaman budaya yang dimiliki,
diharapkan mampu untuk merealisasikan semboyan negara, yaitu Bhinneka
Tunggal Ika yang berarti berbeda-beda tetap satu jua dan sudah selayaknya hal
tersebut sebagai pedoman pemersatu bangsa.
Suparlan dalam Jurnal Antropologi Indonesia (2002) menjelaskan bahwa
membangun Indonesia yang multikultural hanya mungkin terwujud bila konsep
multikulturalisme menyebarluas dan dipahami pentingnya bagi bangsa Indonesia,
serta adanya keingian bangsa Indonesia pada tingkat nasional maupun lokal untuk
mengadopsi dan menjadi pedoman hidupnya (dalam Sukmono dan Junaedi,
2014:7).
Multikulturalisme merupakan konsep yang menjelaskan dua perbedaan
dengan makna yang saling berkaitan, pertama, multikulturalisme sebagai kondisi
kemajemukan kebudayaan atau pluralisme budaya dari suatu masyarakat sehingga
diasumsikan membentuk sikap toleransi. Kedua, multikulturalisme merupakan
seperangkat kebijakan pemerintah pusat yang sedemikian rupa agar seluruh
masyarakat dapat memberikan perhatian kepada kebudayaan dari semua
kelompok etnik atau suku bangsa (Liliweri, 2005:68).
Berbicara mengenai Indonesia, faktor budaya berbeda yang didasarkan
pada pola perilaku yang berbeda telah menjadi hambatan dalam komunikasi
a. Prasangka
Prasangka merupakan perasaan negatif atau berburuk sangka terhadap
kelompok tertentu. Slade dan Lewis (1994:132) mengartikan prasangka sebagai
sikap negatif pada etnis atau kelompok minoritas (dalam Sukmono dan Junaedi,
2014:26). Sentimen ini kadang meliputi kemarahan, ketakutan, kebencian, dan
kecemasan.
Seseorang tidak dapat menghindari prasangka-prasangka yang muncul
kepada orang lain ketika hidup berdampingan dengan orang yang memiliki
budaya dan agama berbeda (Hidayati, 2008:25). Menurut Macionis, prasangka
merupakan generalisasi kaku dan menyakitkan mengenai sekelompok orang.
Prasangka menyakitkan dalam arti bahwa orang memiliki sikap yang tidak
fleksibel yang didasarkan atas sedikit atau tidak ada bukti sama sekali (dalam
Samovar dkk, 2010:207).
Kepercayaan yang dihubungkan dengan prasangka memiliki beberapa
karakteristik. Pertama, mereka ditunjukkan pada suatu kelompok sosial dan
anggotanya. Terkadang keompok tersebut ditandai oleh ras, etnis, gender, usia,
dan lain sebagainya. Kedua, prasangka melibatkan dimensi evaluatif. Seperti
perasaan baik dan buruk, benar dan salah, dan lain sebagainya. Ketiga, prasangka
itu terpusat. Dalam arti seberapa besar pentingnya suatu kepercayaan dalam
b. Stereotip
Stereotip adalah sebuah konsep tetap yang melekat pada kelompok
tertentu. Stereotip biasa dilakukan dengan melabeli seseorang atau individu sesuai
dengan latar belakang orang tersebut. Jadi ketika berinteraksi dengan orang lain,
pesepsi pertama yang muncul adalah melihat latar belakang orang tersebut baru
kemudian persepsi atas kemampuan individunya (Sukmono dan Junaedi,
2014:32). Seperti yang dituliskan oleh Atkinson, Morten, dan Sue bahwa stereotip
merupakan konsep kaku yang diterapkan pada semua anggota suatu kelompok
dalam suatu waktu tanpa mempertimbangkan keanekaragaman individu (dalam
Samovar dkk, 2010:205).
Menurut psikolog Abbate, Boca, dan Bocchiaro stereotip merupakan
susunan kognitif yang mengandung pengetahuan, kepercayaan, dan harapan si
penerima mengenai kelompok sosial manusia (dalam Samovar dkk, 2010:203).
Stereotip mudah menyebar karena manusia memiliki kebutuhan psikologis untuk
mengelompokkan dan mengklasifikasikan suatu hal. Masalahnya bukan pada
pengelompokan atau pengotakan tersebut, namun pada overgeneralisasi dan
penilaian negatif (tindakan atau prasangka) terhadap anggota kelompok tersebut
(Samovar dkk, 2010:203).
Stereotip yang melekat pada orang lain dapat bersifat positif maupun
negatif. Stereotip yang merujuk sekelompok orang sebagai orang malas, kasar,
positif seperti asumsi bahwa pelajar dari Asia yang pekerja keras, berkelakuan
baik dan pandai. Bagaimanapun, karena stereotip mempersempit persepi kita,
maka stereotip dapat mencemarkan komunikasi antarbudaya. Hal ini karena
stereotip cenderung untuk menyamaratakan ciri-ciri sekelompok orang (Samovar
dkk, 2010:203).
c. Etnosentrisme
Gamble dan Gamble (2005:3) menjelaskan bahwa etnosentrisme bisa
dimaknai sebagai tendensi yang menganggap kebudayaan milik sendiri sebagai
lebih superior daripada semua budaya lain (dalam Sukmono dan Junaedi,
2014:36). Menurut Nanda dan Warms, etnosentrisme merupakan pandangan
bahwa budaya seseorang lebih unggul dibandingkan budaya yang lain. Pandangan
bahwa budaya lain dinilai berdasarkan standar budaya kita. Kita menjadi
etnosentris ketika kita melihat budaya lain melalui kacamata budaya kita atau
posisi sosial kita (dalam Samovar dkk, 2010:214).
Perkembangan dunia yang menuju globalisasi ini ternyata tidak langsung
mematikan sikap etnosentrisme. Di berbagai tempat etnosentrisme justru meledak
dan mengobarkan konflik dan perang (Sukmono dan Junaedi, 2014:36). Untuk
menjadikan komunikasi lebih bermakna, maka etnosentrisme harus dikurangi.
kelompoknya, etnoentrisme penting dalam membangun rasa penghargaan
terhadap diri sendiri (Samovar, 2010:216).
3. Narasi dalam Novel
Menurut Rampan (1984), novel adalah penggambaran lingkungan
kemasyarakatan serta jiwa tokoh yang hidup di suatu masa di suatu tempat (dalam
Herlina dkk, 2013:88). Narasi berasal dari kata Lain naree yang artinya
“membuat tahu”. Dengan demikian narasi berkaitan dengan upaya untuk
memberitahu sesuatu atau peristiwa. Girard Ganette mendeskripsikan narasi
sebagai representasi dari sebuah peristiwa atau rangkaian peristiwa-peristiwa
(dalam Eriyanto, 2013:1). Sedangkan menurut Gerald Prince narasi adalah
representasi dari satu atau lebih peristiwa nyata atau fiktif yang dikomunikasikan
oleh satu, dua, atau beberapa narrator untuk satu, dua, atau beberapa naratee
(dalam Eriyanto 2013:1).
Fungsi utama dari naratif adalah membantu memaknai pelaporan
pengalaman. Naratif membantu memberikan logika dari motif manusia yang
memaknai pengamatan secara terpisah, baik fiksi maupun realitas (Sobur,
2014:214). Fokus kajian penelitan naratif bisa berupa cerita lisan, cerita tertulis,
maupun hasil observasi atau pegamatan yang direkonstruksikan menjadi
a. Karakteristik Narasi
Menurut Eriyanto dalam bukunya Analisis Naratif, ada beberapa syarat
dasar narasi. Pertama, adanya rangkaian peristiwa. Sebuah narasi terdiri atas
lebih dari dua peristiwa, dimana peristiwa satu dan peristiwa lain dirangkai.
Dengan kata lain, narasi tidak dapat berdiri hanya dengan satu peristiwa tunggal
saja. Kedua, rangkaian (sekuensial) peristiwa tersebut tidaklah random (acak),
tetapi mengikuti logika tertentu, urutan atau sebab akibat tertentu sehingga dua
perstiwa berkaitan secara logis. Dengan demikian, sebuah kalimat atau sebuah
gambar dimana terdapat lebih dari dua peristiwa, tetapi peristiwa-peristiwa itu
tidak disusun menurut logika tertentu, maka tidak dapat disebut sebagai narasi.
Ketiga, narasi bukanlah memindahkan peristiwa ke dalam sebuah teks cerita.
Dalam narasi selalu terdapat proses pemilihan dan penghilangan bagian tertentu
dari peristiwa. Bagian mana yang diangkat dan bagan mana yang dibuang dalam
narasi, berkaitan dengan makna yang ingin ditampilkan oleh pembuat narasi.
b. Struktur Narasi
Seorang ahli sastra dan budaya asal Bulgaria, Tzvetan Todorov
mengajukan gagasan mengenai struktur dari suatu narasi. Kemudian gagasan
struktur narasi tersebut dimodifikasi oleh Lacey dan Gillespie (dalam Eriyanto,
1) Kondisi awal, kondisi keseimbangan, dan keteraturan
Narasi umumnya diawali dari situasi normal, ketertiban, dan
keseimbangan. Yaitu keteraturan suatu wilayah, tempat, atau setting
dimana cerita dalam novel diangkat.
2) Gangguan (disruption) terhadap keseimbangan
Tahapan selanjutnya dalam struktur narasi adalah adanya
gangguan dari pihak luar bisa berupa tindakan atau adanya tokoh yang
merusak keharmonisan, keseimbangan, atau keteraturan tersebut.
3) Kesadaran terjadi gangguan, gangguan (disruption) makin besar
Pada tahap ini, gangguan (disruption) makin besar dan
dampaknya makin dirasakan. Gangguan ini umumnya mencapai titik
puncak (klimaks) dan dibarengi dengan kekuatan musuh yang juga
semakin kuat.
4) Upaya untuk memperbaiki gangguan
Tahap ini biasanya berisi tentang hadirnya sosok pahlawan
(hero) yang berupaya untuk memperbaiki kondsi. Meskipun upaya
tersebut digmbarkan mengalami kekalahan.
5) Pemulihan menuju keseimbangan, menciptakan keteraturan kembali
Tahap ini adalah babak terakhir dari suatu narasi. Kekacauan
yang muncul berhasil diselesaikan sehingga keteraturan bisa
c. Unsur Narasi
Unsur narasi dalam sebuah teks menurut pemaparan Eriyanto (2013:2)
terdiri atas cerita (story), alur (plot), dan waktu (time).
1) Cerita (Story)
Cerita (story) adalah urutan kronologis dari suatu peristiwa,
dimana peristiwa tersebut bisa ditampilkan dalam teks bisa juga tidak
ditampilkan dalam teks. Dengan kata lain, cerita adalah peristiwa yang
utuh, yang sesungguhnya, dari awal hingga akhir.
2) Alur (Plot)
Plot adalah apa yang ditampilkan secara eksplisit dalam sebuah
teks. Dalam plot, urutan peristiwa bisa dibolak-balik. Hal ini dilakukan
oleh pembuat cerita untuk membuat narasi menjadi lebih menarik dan
membuat pesan tersebut tersampaikan dengan baik dan jelas.
3) Waktu (Time)
Sebuah peristiwa yang terjadi bertahun-tahun akan disajikan
hanya dalam waktu yang terbatas di sebuah teks. Dalam analisis
naratif, akan dilihat perbandingan antara waktu aktual dengan waktu
d. Narator
Narator adalah orang atau tokoh yang menceritakan sebuah peristiwa atau
kisah (Eriyanto, 2013:113). Berdasarkan hubungannya dengan pengarang, dikenal
dua istilah berbeda mengenai narator. Yakni narator dramatis dan tidak dramatis.
Narator dramatis adalah narator yang menceritakan pengarang sebagai bagian dari
kisah yang diceritakan. Sedangkan narator tidak dramatis adalah narator yang
menceritakan narasi yang pengarangnya tidak mempunyai keterkaitan dengan
cerita.
F. Metodologi
1. Metode Penelitian
Dalam penelitian yang berjudul “Narasi Multikulturalisme dalam Novel
Jalan Lain ke Tulehu” ini peneliti menggunakan metode analisis naratif kualitatif
yang secara teknis menggunakan teks sebagai bahan analisisnya. Analisis naratif
adalah analisis mengenai narasi, baik narasi fiksi (novel, puisi, cerita rakyat,
dongeng, film, komik, musik, dan sebagainya) ataupun fakta seperti berita
(Eriyanto, 2013:9). Penelitian kualitatif memusatkan perhatian kepada
prinsip-prinsip umum yang mendasari perwujudan sebuah makna dari gejala-gejala sosial
di dalam masyarakat (Bungin, 2007:302).
Penelitian ini menggunakan analisis naratif karena mempertimbangkan
(2013:10-11) Pertama, analisis naratif membantu memahami bagaimana
pengetahuan, makna, dan nilai diproduksi dan disebarkan dalam masyarakat.
Kedua, memahami bagaimana dunia sosial dan politik diceritakan dalam
pandangan tertentu yang dapat membantu kita mengetahui kekuatan dan nilai
sosial yang dominan dalam masyarakat. Ketiga, analisis naratif memungkinkan
kita menyelidiki hal-hal yang tersembunyi dan laten dari suatu teks media.
Keempat, analisis naratif merefleksikan kontinuitas dan perubahan komunikasi.
Sedangkan untuk mendalami dan menganalisis setiap karakternya, analisis
naratif menawarkan model Greimas yang banyak dipakai dalam pendalaman
karakter. Dalam Eriyanto (2013:95) Greimas menganalogikan narasi sebagai
suatu struktur makna (semantic structure) yang mirip sebuah kalimat atas
rangkaian kata-kata, setiap kata dalam kalimat menempati posisi dan fungsinya
masing-masing (sebagai subjek, objek, predikat, dan seterusnya). Lebih penting
dari posisi itu adalah relasi dari setiap karakter (Eriyanto, 2013:96).
2. Objek Penelitian
Objek penelitian ini adalah novel karya Zen RS yang berjudul Jalan Lain
ke Tulehu. Novel dengan 300 halaman ini bisa disebut sebagai versi tulisan dari
film Cahaya Dari Timur: Beta Maluku. Memiliki setting tempat yang sama,
konflik yang hampir sama dan beberapa tokoh yang berkaitan antara novel dan
dan latar belakang keduanya. Novel ini diterbitkan oleh PT Bentang Pustaka
Yogyakarta pada Mei 2014 atau satu bulan sebelum perilisan film Cahaya Dari
Timur: Beta Maluku. Pemilihan novel sebagai objek penelitian adalah karena
dibandingkan dengan film, kajian novel dalam komunikasi masih sedikit daripada
kajian film padahal seperti yang telah dijelaskan oleh John Fiske, novel juga
termasuk media dalam berkomunikasi. Terlebih novel dapat dikategorikan
sebagai bagian dari komunikasi massa karena sebagai sarana atau media dalam
menyebarkan informasi kepada khalayak.
Gambar 1. Sampul novel Jalan Lain ke Tulehu
Penelitian ini menggunakan novel Jalan Lain ke Tulehu karya
Zen RS sebagai bahan observasi untuk menemukan data penelitian
mengenai konflik multikulturalisme.
b. Studi Pustaka
Selain dokumentasi, peneliti menggunakan teknik studi
pustaka untuk membantu menganalisis selama proses penelitian
seperti buku atau jurnal penelitian lain sebagai referensi.
4. Teknik Analisis Data
Dalam penelitian mengenai “Narasi Multikulturalisme dalam Novel Jalan
Lain ke Tulehu” analisis data akan menggunakan analisis naratif model aktan
Algirdas Greimas untuk menganalisis karakter dalam novel tersebut serta melihat
struktur dan unsur narasi.
a. Struktur dan Unsur Narasi
Tahap pertama penelitian dengan struktur narasi adalah
mencatat dan melihat setiap peristiwa atau kejadian yang terjadi dalam
novel. Dari catatan tersebut, peneliti akan menentukan peristiwa di
setiap babak dan karakter yang terlibat di dalamnya. Pengelompokan
babak ini sesuai dengan struktur narasi yang dikembangkan oleh
dilanjutkan dengan menganalisis bagian multikultur mulai muncul
dalam cerita beserta penyebabnya. Tahapan terakhir analisis dengan
struktur narasi adalah penarikan kesimpulan oleh peneliti.
Setelah menganalisis struktur narasi dalam novel tersebut,
peneliti akan melanjutkan dengan menganalisis unsur narasinya.
Tahapannya adalah dengan mengurutkan kronologis urutan peristiwa
dan membedakan plot atau alur. Kemudian akan dianalisis
perbandingan antara waktu aktual dengan waktu ketika peristiwa
tersebut dikemas dalam sebuah teks.
b. Model Aktan
Dengan meggunakan model aktan, peneliti akan melihat posisi
karakter yang ada dalam sebuah narasi. Selain itu, analisis model aktan
juga melihat bagaimana relasi antarkarakter sehingga membentuk
peristiwa yang memiliki makna. Analisis model aktan membagi
karakter menjadi enam. Pertama, subjek. Subjek menduduki peran
utama sebuah cerita. Kedua, objek. Objek merupakan tujuan yang
ingin dicapai oleh subjek. Ketiga, pengirim (destinator). Pengirim
merupakan penentu arah. Umumnya tidak bertindak langsung, tetapi
hanya memberikan perintah kepada tokoh dalam narasi. Keempat,
pengirim menempatkan nilai atau aturan dalam cerita. Kelima,
pendukung (adjuvant). Karakter ini bersifat mendukung subjek untuk
mendapatkan objek. Keenam, penghalang (traitor). Karakter ini
bersifat menghalangi subjek dalam mendapatkan objek.
Pengirim Objek Penerima
Pendukung Subjek Penghambat
Gambar 2. Skema model aktan Algirdas Greimas (dalam Eriyanto, 2013:96)
Setelah melihat dan menempatkan karakter di posisinya
masing-masing dengan model aktan, peneliti kemudian akan melihat relasi
antarkarakter. Pertama, relasi struktural antara subjek versus objek yang
disebut dengan sumbu keinginan. Kedua, relasi antara pengirim versus
penerima yang disebut sumbu pengiriman. Ketiga, relasi struktural antara
pendukung versus penghambat, relasi ini disebut sumbu kekuasaan. Fungsi
pendukung di sini adalah membantu subjek agar bisa mencapai objek.
Sedangkan penghambat akan melakukan sesuatu untuk menghambat subjek
5. Tahapan Analisis
Dalam penelitian ini, peneliti akan menganalisis melalui beberapa
tahapan. Pertama, membaca, memahami, dan mencatat peristiwa yang terjadi
dalam novel. Kedua, dari catatan tersebut kemudian menganalisis struktur dan
unsur narasinya untuk menemukan di bagian mana multikultur mulai
dimunculkan oleh penulis. Ketiga, setelah mendapatkan hasil analisis tentang
strukur dan narasi, peneliti akan melanjutkan dengan menganalisis karakter
menggunakan model aktan Algirdas Greimas untuk melihat bagaimana posisi dan
relasi karakter satu dengan karakter yang lainnya. Keempat, menyimpulkan hasil
analisis.
No Tahapan Analisis
1. Membaca, memahami, dan mencatat peristiwa yang
terjadi dalam novel.
2. Menganalisis struktur dan unsur narasi.
3. Menganalisis karakter menggunakan model aktan.
4. Menyimpulkan hasil analisis.
G. Sistemtika Penulisan
Sistematika penulisan berisi tentang apa saja yang akan dimunculkan oleh
penulis di setiap bab. Berikut adalah tabel yang menjelaskan tiap babnya:
Bab I Menjelaskan tentang latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, kerangka teori, metode penelitian, dan
sistematika penulisan.
Bab II Menjelaskan secara rinci dan lengkap tentang objek penelitian. Dalam penelitian ini adalah novel Jalan Lain ke
Tulehu.
Bab III Menganalisis dan membahas data yang diperoleh dri teknik penelitian yang digunakan.
BAB II
Gambaran Umum
A. Konflik Multikulturalisme di Maluku Pasca 1998
Menurut buku Badai Pembalasan Laskar Mujahidin Ambon dan Maluku
karya Rustam Kastor (2000:54) menjelaskan bahwa desa-desa di Maluku sebelum
kedatangan bangsa-bangsa Eropa yang berdagang dan membeli rempah-rempah
Maluku yang terkenal itu, telah memeluk agama Islam, sebagian kecil saja yang
masih percaya kepada faham animisme. Kedatangan bangsa Barat telah
melakukan penyebaran agama Khatolik dan Protestan yang umumnya dengan
kekerasan kekuatan senjata, mereka memang lebih unggul. Begitulah desa-desa
yang penduduknya telah beragama Islam, satu persatu jatuh dan memeluk agama
Kristen.
Novel Jalan Lain ke Tulehu dibuka dengan cerita tentang penyerangan
yang dilakukan oleh kelompok laskar kepada Markas Brimob di Tantui. Dalam
buku Rustam Kastor tersebut diceritakan bahwa kompleks perumahaan Polda
Maluku yang berdampingan dengan Ksatriyan Satuan Brimob di desa Tantui itu
tidak terpikir sebelumnya akan menjadi sasaran amukan para Laskar Muslim.
Ummat Islam di awal kerusuhan Januari 1999 memang mempunyai masalah
dengan Polda Maluku dan Satuan Brimob karena keberpihakan oknum Polri yang
Brimob terlibat dalam penembakan Mujahidin yang menimbulkan sejumlah
korban (Kastor, 2000:30).
Konflik tentang Desa Waai yang disebut-sebut sebagai penyerangan besar
dalam novel ini pun tak lepas dari sejarah yang terjadi di dunia nyata. Desa Waai
yang berbatasan dengan Desa Liang di sebelah utara memiliki permasalahan yang
tak kunjung usai tentang perbatasan atas pemilikan tanah petuanan yang diakui
oleh masing-masing pihak. Permasalahn tersebut tak jarang menimbulkan konflik
fisik bersenjata. Selain itu keberadaan Desa Waai yang menjadi jalan darat
menuju Ambon dari Desa Liang. Sebagai satu-satunya jalan darat menuju Ambon
membuat jalan tersebut rawan kecelakaan. Apabila terjadi kecelakaan di dalam
kampung itu sudah pasti pengemudi akan menjadi bulan-bulanan massa.
Meskipun sekarang pemerintah telah membuka jalan lain di luar Waai, namun
peluang terjadi gesekan masih sangat mungkin karena keduanya sama-sama
mencari celah kesalahan masing-masing.
Di selatan Desa Waai terdapat Desa Tulehu yang berpenduduk 20 ribu
jiwa termasuk anak-anak. Pada dasarnya Tulehu tidak memiliki masalah dengan
Waai, Waai pun bergantung pada kebaikan hati desa tersebut untuk keamanan
saat melintas menuju Ambon. Namun masalah mulai muncul ketika Waai
beberapa kali terlibat dengan penyerangan terhadap masyarakat muslim yang
menyulut kemarahan orang-orang Tulehu dan Liang yang telah mengibarkan
Serangan fajar ke Waai seperti yang diceritakan dalam novel terjadi pada
tanggal 3 Juli 2000 dan membakar habis Desa Waai hanya dalam waktu kurang
lebih empat jam saja. Meskipun tak seimbang, kaum pria dari Tulehu dan Liang
gigih dalam penyerangan sedangkan wanita dan anak-anak melarikan diri ke
hutan dan bukit-bukit di belakang desa. Korban jiwa di kedua belah pihak tidak
dapat dihindari karena nyatanya korban tewas dan korban luka berat dalam
jumlah yang cukup mencolok meski sulit untuk mendapat angka pasti jumlah
korban dari masing-masing pihak.
Permasalahan-permasalahan tersebut akan lebih mudah menyulut konflik
di belakangnya terlebih akar permasalahan telah ada sejak sebelumnya hingga
menjadi konflik warisan yang tak juga mendapat penyelesaiannya. Di sini, sisi
gelap multikulturalisme yaitu stereotip dan prasangka akan mengganggu proses
multikuturalisme yang diharapkan tumbuh dalam kelompok masyarakat yang
B. Novel Jalan Lain ke Tulehu a. Deskripsi Buku
Gambar 3. Sampul novel Jalan Lain ke Tulehu
Penulis : Zen RS
Penerbit : PT Bentang Pustaka
Viii + 304 halaman; 19 cm
ISBN 978-602-291-040-4
b. Sinopsis Novel
Novel ini terbagi menjadi lima bagian. Bagian pertama berjudul
media Jepang mendapatkan tugas untuk meliput konflik di Ambon. Ia datang
menggunakan KM Dobonsolo. Kapal tersebut identik dengan penumpang
beragama Kristen. Sedangkan Gentur adalah seorang yang beragama Islam.
Pembatasan kapal bagi orang Kristen atau Islam terjadi setelah adanya rumor
yang berkembang bahwa ada penumpang yang dilempar ke laut, baik dari kapal
yang identik berpenumpang Kristen maupun Islam. Hal tersebut membahayakan
Gentur yang menjadi satu-satunya penumpang beragama Islam. Kemudian ia
diselamatkan oleh Romo Sigit yang dibantu Pak Syamsul menyembunyikan
Gentur. Di pelabuhan, Gentur dijemput oleh Frans dan dibawa ke markas
Relawan Beta Maluku (RBM). Bertepatan dengan kedatangan Gentur di Maluku,
terjadi penyerangan ke markas Brimob Tantui dan berhasil menjebol gudang
senjata. Mereka yang di RBM harus segera pergi menyelamatkan diri.
Bagian kedua berjudul Semifinal. Bagian ini dimulai dengan Gentur yang
dibawa ke rumah Frans di Desa Suli. Pada suatu malam saat bertepatan dengan
pertandingan Piala Eropa 2000 Belanda melawan Italia, rumah Frans didatangi
oleh lima orang dari Tulehu yang ingin menonton bola karena di Tulehu belum
ada listrik. Ada satu percakapan spontan Frans yang sedikit mengusik Gentur.
Yaitu tentang kepura-puraan yang tidak tahu malu. Gentur teringat pada satu
kejadian ketika ia dan Frans dihadang oleh sekelompok orang dan melindungi
Gentur, Frans berbohong kepada mereka dengan mengatakan bahwa Gentur
dirinya adalah seorang Buddhis. Suasana menonton di rumah Frans berlangsung
tegang karena kelompok pemuda dari Desa Suli tidak terima dengan kedatangan
lima orang Tulehu itu, mereka berniat mengusir kelimanya. Sebelum terjadi hal
yang tidak diinginkan, sebuah truk dan satu mobil berisi tentara dari Rindam Suli
datang menjemput lima orang Tulehu dan Gentur untuk diinterogasi. Setelah di
bawa ke Rindam Suli, mereka diantar ke Tulehu.
Bagian ketiga berjudul Jeda. Mengisahkan tentang Gentur yang mulai
harus tinggal di Tulehu. Selama di Tulehu, Gentur menginap di rumah Said.
Gentur mencoba menulis feature yang menurutnya menarik setelah melihat cara
bermain bola anak-anak Tulehu di jalanan. Dia mencoba menulis feature tentang
sepak bola di Tulehu di tengah konflik. Untuk mengirimkan hasil feature, Gentur
membutuhkan bantuan dari Dudi. Dudi datang ke Tulehu dan mereka berdiskusi
tentang sebuah foto tentang aktivitas RMS yang tidak sengaja diketahui Gentur
saat mewawancarai orang tua untuk keperluan featurenya. Foto tersebut dijelskan
oleh dua orang tua Tulehu yang keterangannya saling kontradiktif.
Bagian keempat berjudul Final. Menceritakan tentang keadaan Tulehu
yang mulai memanas dengan konflik. Di bagian ini, banyak menceritakan tentang
konflik di Tulehu dan konflik rumah tangga Said yang terus diintimidasi oleh
Irfan, kakak iparnya karena permasalahan uang. Berkisah pula tentang Salim,
seorang anak remaja Tulehu yang memiliki cita-cita untuk menjadi pemain bola
benar-benar harus mengubur cita-citanya sebagai pemain bola setelah sebelah kakinya
harus diamputasi karena terkena pecahan bom saat Tulehu melakukan serangan
ke Waai.
Bagian kelima atau bagian terakhir berjudul Perpanjangan Waktu. Bisa
dibilang bagian ini menjadi antiklimaks dalam novel Jalan Lain ke Tulehu.
Karena sepenuhnya bercerita tentang Gentur dan bayang-bayang kekasihnya, Eva
Maria. Di bagian akhirnya juga menceritakan bagaimana Gentur terbebas dari
BAB III
PEMBAHASAN
Pada bab ini akan dibahas mengenai unsur-unsur dalam novel Jalan Lain
ke Tulehu. Novel tersebut terdiri dari lima bagian cerita yang berjudul
Kedatangan, Semifinal, Jeda, Final, dan Perpanjangan Waktu. Setiap bagian pada
novel akan dianalisis dengan struktur narasi menggunakan gagasan dari ahli sastra
dan budaya asal Bulgaria, Tzvetan Todorov. Setelah menganalisis unsur dan
struktur narasi novel, selanjutnya adalah menganalisis posisi dan fungsi juga
relasi antarkarater sehingga membentuk peristiwa yang memiliki makna dalam
novel. Metode analisis untuk relasi antarkarakter yang digunakan adalah model
aktan dari Algirdas Greimas.
A. Unsur-unsur Novel 1. Penyajian Data
a. Karakter
Karakter adalah cara pengarang menggambarkan dan mengembangkan
watak para pelaku yang terdapat di dalam karyanya. Karakter dalam novel dapat
dilihat melalui penggambaran fisik, keadaan sekitar atau lingkungannya, dan
reaksi dalam menanggapi karakter yang lain di novel. Dibawah ini adalah
No Tokoh Keterangan
1 Gentur Adalah seorang stringer atau wartawan yang
menjadi kontributor bagi media Jepang yang
ditugaskan untuk meliput tentang konflik di
Ambon. Seorang muslim yang dua kali
merasakan penyesalan atas kepura-puraan.
Menyesal karena pernah berbohong tentang
keimanannya untuk menyelamatkan diri dan
menyesal atas kematian yang menimpa
kekasihnya, Eva Maria.
2 Frans Seorang Kristiani sekaligus kenalan Gentur dari
Ambon. Orang yang membantu dan mengenalkan
Gentur terhadap aktivis Relawan Beta Maluku
(RBM) dan Tulehu.
3 Said Seorang Muslim dari Tulehuyang kemudian
menjadi teman Gentur selama di Tulehu. Seorang
pelatih sepak bola anak-anak di Tulehu dan
seorang yang fanatik terhadap sepak bola. Said
terhimpit hutang kepada kakak iparnya setelah
menganggap Said tidak bisa menjadi kepala
keluarga.
4 Dudi Seorang Kristiani yang dikenalkan oleh Frans.
Dudi bekerja di Warta Maluku yang kemudian
banyak membantu Gentur untuk memperoleh
akses dalam mengirim hasil laporannya. Dudi
percaya bahwa konflik yang terjadi bukan
semata-mata karena agama tapi karena campur
tangan oknum yang tidak bertanggung jawab.
5 Eva Maria Kekasih Gentur yang keturunan Cina dan
beragama Buddha. Ia ditemukan tewas di tempat
rehabilitasi. Eva Maria adalah korban
pemerkosaan pada peristiwa 1998. Kejadian
tersebut memberi rasa penyesalan tersendiri
terhadap Gentur.
6 Salim Seorang anak Tulehu yang juga fanatik terhadap
sepak bola. Namun ia merasa kecewa terhadap
konflik yang terjadi di Ambon. Menurutnya
konflik tersebut memudarkan cita-citanya untuk
menjadi seorang pemain sepak bola.
Said. Irfan selalu datang mengintimidasi Said
karena tidak pernah ikut berjuang membela
Tulehu melawan Waai atau negeri Kristen lain.
Irfan juga sering dating meminta uang kepada
Said denga alasan Nabilla (anak Said) sedang
sakit di Jakarta
Tabel 3. Penjelasan karateristik tokoh dalam novel
Dalam novel Jalan Lain ke Tulehu terdapat beberapa karakter yang
menjadi unsur dalam jalan cerita yang dibangun. Karakter tersebut adalah
karakter utama dan karakter pembantu. Di atas adalah tujuh karakter yang
menurut penulis adalah karakter yang dominan keluar di tiap bagian dalam novel.
Dari karakter yang dominan tesebut masih ada karakter utama, yaitu tokoh
Gentur. Sedangkan karakter lain adalah karakter pendukung yang mempunyai
porsi masing-masing dalam menegaskan kisah Gentur dalam novel. Karakter
Said, Frans, dan Dudi adalah karakter pembantu yang berfungsi untuk
menguatkan, membimbing pola cerita, dan fokus karakter Gentur meskipun tiga
karakter tersebut sering muncul dalam setiap bagian novel.
b. Cerita (Story)
Cerita (story) adalah urutan kronologis dari suatu peristiwa, dimana
peristiwa tersebut bisa ditampilkan dalam teks bisa juga tidak ditampilkan dalam
dari awal hingga akhir. Pada bagian ini, penulis mencoba untuk menguraikan
cerita yang terjadi dalam novel Jalan Lain ke Tulehu dalam bentuk poin-poin.
1 Gentur datang ke Ambon untuk mendapatkan berita tentang konflik
Ambon menggunakan KM Dobonsolo pada tanggal 21 Juni 2000.
2 KM Dobonsolo ternyata adalah kapal yang identik diisi oleh penumpang
beragama Kristen. Ketidaktahuan Gentur akan hal tersebut menyebabkan
nyawanya terancam. Beruntung ia diselamatkan oleh Romo Sigit yang
dibantu oleh Pak Syamsul untuk menyembunyikan Gentur selama di kapal
itu.
3 Sesampainya di Ambon, Gentur dijemput oleh Frans dan dibawa ke
markas Relawan Beta Maluku (RBM). Di sana ia bertemu dengan Dudi,
wartawan Warta Maluku.
4 Kedatangan Gentur bertepatan dengan penyerangan markas Brimob
Tantui yang dilakukan oleh Laskar.
5 Gudang senjata jebol dan seribu pucuk senjata pindah tangan. Massa
mulai bergerak sehingga mereka yang tengah berada di markas RBM
harus lari menyelamatkan diri.
6 Gentur dibawa ke rumah Frans.
7 Malam itu di rumah Frans terjadi keributan setelah lima orang dari Tulehu
ikut menonton Piala Eropa saat Belanda melawan Italia.
terlihat tersenyum bahagia ketika Belanda gagal pinalti. Masyarakat
Maluku sangat fanatik kepda Timnas Belanda.
9 Saat mengomentari pola permainan bola di televisi yang menurut Frans
adalah sebuah kepura-puraan, mengingatkan Gentur pada malam
sebelumnya ketika dia dan Frans dihadang saat akan mengirim laporan.
10 Frans menceritakan apa yang ia katakan kepada kelompok yang
menghadangnya. Frans berkata bahwa Gentur adalah seorang Buddhis
dengan bukti sebuah tato di lengannya.
11 Gentur teringat bahwa dirinya sendiri lah yang mengiyakan bahwa dia
adalah seorang Buddhis. Di tengah percakapannya dengan Frans, Gentur
kembali teringat dengan Eva Maria, kekasihnya.
12 Eva Maria adalah kekasih Gentur yang meninggal pada awal Januari
1999. Ia seorang keturunan Cina yang menjadi salah satu korban peristiwa
Mei 1998. Eva Maria diperkosa oleh beberapa lelaki di pinggir jalan
sedangkan keluarganya tews terbakar bersaa harta bendanya.
13 Sehari sebelum kejadian Eva Maria diperkosa, Gentur meneleponnya dan
bercerita 'tentang encik di Glodok yang mengaku Islam dan selamat.
14 “Aku sudah berpura-pura, membohongi diriku sendiri, dan tetap saja aku
diperkosa” menjadi kata-kata yang terus diingat oleh Gentur.
15 Lima orang Tulehu dan Gentur dibawa oleh tentara ke Rindam Suli. Di
dapat menjadi tindakan Provokasi. Akhirnya Gentur dan lima orang
Tulehu tersebut dibawa pulang ke Tulehu.
16 Selama di Tulehu, Gentur menginap di rumah Said. Seorang pelatih sepak
bola anak-anak Tulehu.
17 Di suatu hari, Gentur merasa ganjil bercampur dengan kagum ketika
melihat anak-anak Tulehu bermain bola di jalanan. Teknik dan metode
permainan yang membuatya kagum. Karena menurutnya, teknik semacam
itu dilakukan saat berlatih serius di lapangan atau saat akan ada
pertandingan. Namun menurut Said hal seperti itu memang wajar
dimainkan oleh anak-anak Tulehu di jalanan.
18 Gentur teringat semasa duduk di bangku kuliah sering bermain bola
dengan teman-temannya di lapangan Pancasila.
19 Rumah Said nyaris digrebek massa karena ia pernah memutar komposisi
lagu Ave Maria. Warga Tulehu menganggap kalau lagu tersebut adalah
lagu gereja. Padahal menurut Gentur, lagu tersebut yang
mengingatkannya pada Eva Maria, kekasihnya.
20 Untuk mendapatkan info tentang sepak bola di Tulehu, Gentur
mewawancarai beberapa angtua. Ternyata Gentur malah menemukan
sebuah foto tentang RMS tahun 1950 namun dengan keterangan dan
penjelasan foto yang kontradiktif.
angtua tidak akurat. Dudi juga menceritakan tentang keluh-kesahnya pada
cerita yang berkembang bahwa setiap orang Kristen sudah pasti pro-RMS
sedangkan Islam pasti anti-RMS atau Belanda. Padahal banyak pejuang
Kristen yang juga anti-RMS.
22 Dudi menceritakan kisah Robert yang Kristiani namun anti-RMS bahkan
ia bergabung dengan TNI untuk menumpas RMS. Salah satunya adalah
Robert yang merupakan kakeknya sendiri.
23 Robert lahir pada 1923 di Ambon. Pada usia delapan belas tahun dia
mendaftar sebagai tentara KNIL. Tidak berselang lama, Robert dan
lainnya ditangkap oleh Jepang dan dipenjara.
24 Tahun 1945 Robert dibebaskan dari penjara dan bekerja sebagai montir
senapan bagi TNI. Hanya setahun, pada 1946 Robert kembali ke Ambon.
Saat kerusuhan Ambon tahun 1999, Robert, istri, dan anak bungsunya
yang menjanda ditemuka tewas terbakar di rumahnya.
25 Pada suatu siang tiga speedboat mendarat di dermaga sebelah Pasar Ikan
Tulehu. Tiga speedboat itu memiliki bendera hitam bergambar pedang
yang saling silang, kaligrafi Arab, dan sebuah kitab yang terbuka.
Speedboat itu membawa sekitar dua puluh lima orang yang rata-rata
memakai jubah putih, celana di atas matas kaki, dan berjenggot.
26 Tidak lama setelah itu, dua speedboat datang dan melakukan tembakan ke
27 Terdengar dari speaker Masjd Jami Tulehu tentang keadaan genting di
Ambon dan ajakan membela Tulehu dalam melawan negeri Kristen
dengan alasan berjihad membantu saudara sesama muslim.
28 Permasalahan rumah tangga Said yang terus berlarut-larut dan ancaman
dari Irfan untuk ikut dalam penyerangan ke Waai sempat menjadi beban
bagi Said.
29 Muncul kabar yang menyebutkan bahwa akan dilakukan penyerangan ke
Waai esok hari pada pukul delapan pagi. Sedangkan bersamaan Said harus
mendapatkan uang yang akan diberikan kepada Irfan.
30 Said melewatkan penyerangan karena ia salah memprediksi waktu
serangan. Setelah itu dia dan Gentur pulang ke rumah dan mendapat kabar
Salim masuk ke rumah sakit akibat ia ikut dalam penyerangan ke Waai.
31 Gentur dan Said bergegas menuju rumah sakit tempat Salim dirawat. Di
sana mereka bertemu dengan paman Salim dan mengatakan bahwa kaki
kanan Salim yang terkena pecahan granat mengalami luka parah. Karena
itu, kaki kanannya harus diamputasi.
32 Melihat kenyataan tersebut, Gentur memaksa Said untuk mengumpulkan
anak-anak yang biasa dia latih untuk tetap bermain bola. Hal tersebut ia
lakukan untuk menghindarkan mereka dari kejadian yang menimpa Salim.
Kalau anak-anak tersebut sibuk berlatih, sudah pasti mereka tidak akan
33 Gentur kemudian mencoba menulis laporan terakhirnya tentang Wayame,
kampung di pinggir Teluk Ambon yang mampu hidup berdampinngan
tanpa terlibat konflik. Padahal penduduk Islam dan Kristen sama
banyaknya.
34 Atas bantuan dan koneksi yang dimiliki dari pegiat RBM, Gentur
mendapatkan speedboat yang akan mengantarkannya ke Wayame.
35 Di tengah perjalanan, speedboatnya dihadang oleh speedboat lain dan
ditepikan. Gentur diinterogasi oleh kelompok yang mengaku sebagai
Laskar Salib. Meski pun sudah megakui tujuannya ke Wayame dan
profesinya sebagai seorang stringer, namun Gentur tak juga dilepaskan
sampai pada pertanyaan terakhir tentang agama yang dianutnya.
36 Gentur menjawab dengan tegas bahwa dirinya adalah seorang Muslim.
Orang-orang yang menawannya merasa heran karena mereka baru sekali
bertemu dengan seorang tawanan yang terlihat tidak takut sama sekali.
37 Ketika akan dieksekusi, Gentur berteriak memanggil nama kekasihnya,
Eva Maria, yang telah meninggal. Pemimpin kelompok itu merasa heran
karena ada seorang Muslim yang tmengetahui lagu Ave Maria.
38 Gentur dibawa ke sebuah ruangan di dalam gereja yang sudah hancur dan
sedikit terjadi obrolan tentang komposisi lagu Ave Maria antara Gentur
dengan pemimpin laskar. Mereka saling berbagi kesedihan atas kepergian
versi Schubert. Pemimpin laskar memainkan piano sementara lagu Ave
Maria mengalun di antara keduanya.
Tabel 4. Pemaparan urutan cerita (story) dalam novel Jalan Lain ke Tulehu
c. Alur (Plot)
Plot adalah apa yang ditampilkan secara eksplisit dalam sebuah teks.
Dalam plot, urutan peristiwa bisa dibolak-balik. Hal ini dilakukan oleh pembuat
cerita untuk membuat narasi menjadi lebih menarik dan membuat pesan tersebut
tersampaikan dengan baik dan jelas.
1 21 Juni 2000 Gentur sampai di Ambon dengan menumpang KM
Dobonsolo. Di pelabuhan ia dijemput Frans dan dibawa ke markas RBM.
2 Terjadi penyerangan oleh kelompok laskar di markas Brimob Tantui
untuk menjebol gudang senjata. Penyerangan itu juga berdampak pada
orang-orang yang masih di markas RBM untuk segera menyelamatkan
diri. Lalu Gentur dibawa ke rumah Frans.
3 Di rumah Frans terjadi keributan setelah lima orang dari Tulehu ikut
menonton Piala Eropa 2000 antara Belanda melawan Italia di rumah
Frans.
4 Gentur ingat pada malam sebelumnya ketika ia dan Frans dihadang oleh
sekelompok orang yang memaksa Gentur untuk berpura-pura mengaku