• Tidak ada hasil yang ditemukan

NARASI KONFLIK MULTIKULTUR DALAM NOVEL (Analisis Naratif Konflik Multikultur dalam Novel “Jalan Lain ke Tulehu” Karya Zen RS)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "NARASI KONFLIK MULTIKULTUR DALAM NOVEL (Analisis Naratif Konflik Multikultur dalam Novel “Jalan Lain ke Tulehu” Karya Zen RS)"

Copied!
108
0
0

Teks penuh

(1)

NARASI KONFLIK MULTIKULTUR DALAM NOVEL

(Analisis Naratif Konflik Multikultur dalam Novel “Jalan Lain ke Tulehu” Karya

Zen RS)

Narration of Multicultural Conflict in the Novel

(Narrative Analysis of Multicultural Conflict in the Novel “Jalan Lain ke Tulehu” by Zen RS)

Skripsi

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Guna Mencapai

Gelar Kesarjanaan Strata 1 (S-1)

Disusun Oleh :

Septi Nugrahaini Rahmawati

20120530081

PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

(2)

iii

HALAMAN PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Septi Nugrahaini Rahmawati

NIM : 20120530081

Fakultas : Ilmu Sosial dan Politik

Jurusan : Ilmu Komunikasi

Konsentrasi : Broadcasting

Universitas : Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Menyatakan bahwa skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri dan seluruh sumber yang diktip maupun dirujuk telah saya nyatakan dengan benar. Apabila dikemudian hari karya saya ini terbukti merupakan hasil plagiat atau menjiplak dari karya orang lain maka saya bersedia dicabut gelar kesarjanaannya.

Yogyakarta, 22 Agustus 2016

(3)

iv

MOTTO

Barang siapa yang memberi kemudahan orang yang mengalami

kesulitan maka Allah akan memberi kemudahan kepadanya di dunia

dan akhirat”

(HR. Muslim) Arbain Nawawi hadis ke-36)

“Mimpi bukan

hanya untuk mereka yang bermimpi, tapi mimpi adalah

untuk mereka yang berani bermimpi”

(Dream High 2)

“Sesungguhnya bersama kesukaran itu ada keringanan. Karena itu

bila kau sudah selesai (mengerjakan yang lain). Dan berharaplah

kepada Tuhanmu”

(Q.S Al Insyirah : 6-8)

“A pessimist sees the difficulty in every opportunity, an optimist sees

the opportunity in every difficulty”

(4)

v

KATA PENGANTAR

Saya sangat bersyukur atas segala karunia, rahmat dan hidayah yang telah

diberikan oleh Allah SWT sehingga skripsi ini sesuai dengan rencana dan

harapan. Skripsi ini merupakan hasil penelitian yang bertujuan untuk mengetahui

bagaimana narasi multikultur dalam novel Jalan Lain ke Tulehu. Novel tersebut

adalah buah karya dari Zen RS yang beberapa tulisannya diterbitkan dalam

berbagai bunga rampai dan tayang di media cetak dan situs-situs online. Selain

menulis esai dan cerita pendek, mendirikan dan mengampu sebagai chief editor di

Pandit Football Indonesia, sebuah lembaga riset dan analisis sepak bola yang

berbasis di Bandung.

Pemilihan novel Jalan Lain ke Tulehu dilatarbelakangi oleh ketertarikan

saya pada permasalahan yang sering terjadi di Indonesia, salah satunya adalah

konflik multikulturalisme yang selalu dimulai dari stereotip, prasangka, dan

etnosentrisme antarkelompok yang seharusnya dihindari untuk mewujudkan

masyarakat yang multikultur mengingingat Indonesia yang memiliki berbagai

macam kebudayaan, ras, dan agama. Dalam penelitian ini, saya menggunakan

analisis naratif karena pada awalnya analisis naratif digunakan untuk meneliti teks

fiksi. Seiring berkembangnya zaman, naratif kemudian digunakan juga untuk

meneliti teks non fiksi seperti berita. Oleh karena itu, skripsi ini diharapkan dapat

memberikan kontribusi pada kajian budaya dilihat dari sisi permasalahan

multikultur.

Keberhasilan penelitian ini tentu tidak dapat dilepaskan dari dukungan dari

(5)

vi

penelitian Fajar Junaedi yang sering disapa Mas Jun atas dukungan terhadap

penelitian skripsi ini. Segala masukan tentu sangat berarti, saya harap skripsi ini

dapat bermanfaat untuk banyak pihak khususnya bagi mereka yang memiliki

ketertarikan sama dengan novel dan multikulturalisme.

Semoga skripsi ini dapat bermanfaat, baik sebagi sumber informasi,

maupun sumber inspirasi bagi para pembaca.

Yogyakarta, Agustus 2016

(6)

vii

HALAMAN PERSEMBAHAN

Alhamdulliah atas segala puji bagi Allah SWT, kita memuji-Nya dan meminta pertolongan, pengampunan serta petunjuk kepada-Nya.

Skripsi ini dipersembahkan untuk:

 Bapak Nuryanta dan Ibu Eni Sularsih tersayang, yang selalu sabar dan memberikan banyak dukungan kepadaku baik dari segi moral maupun materi.

 Kakak saya Ukhti Nuraini R dan Fauzi Anwar, adik dan keponakan Kharisma Yuni R dan Dhika. Terimakasih atas hiburan-hiburannya 

 Dosen pengampu, Fajar Junaedi, yang selalu membantu selama penelitian sekaligus memberikan banyak pengalaman dan pengetahuan dalam dunia penulisan dan wawasan tentang budaya.

 Teman-teman ndalem Karangjati, Ardiani, Safirah, Diena, Nadia, dan Zulfa yang tetap setia menjadi telinga untuk berbagi setiap cerita suka dan duka.

 Dita Mayasari, Heri Setiawan, Siti Khabir Rasyida, dan Erwin Rasyid yang tidak pernah berhenti mengingatkan untuk menyelesaikan skripsi ini dengan caranya masing-masing.

 Teman seperjuangan Lisa Karunia Jati yang terus bersama-sama dari awal penulisan hingga selesainya skripsi ini.

 Bapak Jono, Bapak Mur dan Mbak Siti yang selalu sabar melayani keperluan akademis selama berada di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

Dengan segala ketulusan hati,

(7)

viii Thanks To~

 Mas Jun selaku dosen pembimbing, terimakasih atas setiap deadline yang

diberikan hehe.. Mba Ami dan Pak Filosa yang menjadi dosen penguji,

terimakasih untuk saran dan revisi pasca ujian. Mba Wulan, dosen PJ

Broadcasting, terimakasih untuk selalu mendengar curhatan mahasiswi

macam saya. Curhatan akademis dan non akademis XD

 Teman-teman basecamp kesayangan, Yusra hyung terimakasih atas stok

drama Korea yang selalu melimpah. Vannisa mamake yang selalu

menghibur di bbm hihi. Sandra, Adi, Nisa, Rifah, Tiwi, ayo selesaikan

skripsi kalian lalu kita nongki sks sampai pagi. Mas Angga jangan

keseringan muncak, sering-seringlah ke kampus. Adit, selamat untukmu

juga man! Dedek bullyable kita semua :D Selesaikan skripsi lalu kita cus

piknik~

 Tekoongg, mulai kerjakan skripsimu! Nanti gantian aku yang culik kamu

buat kulineran.

 Dovi~ hayy partner taruhan siapa duluan ujian proposal. Maaf yhaaa aku

duluan hihihi

 Teman-teman IK B semuanyaaa terimakasih untuk semua ceritanya dari

yang belum pada pakai gincu sampai pada mau pakai toga, yuk ngecamp

(8)

ix

 Terakhiiirr, #kancaBroadcast2012 aku sayang kalian~ teman berproses,

berproduksi, dan belajar terus terlihat kompak dan solid yhaaa! Ayo makin

rajin tebar gimmick :D

 Dan semua pihak yang tidak berhenti mendukung atas selesainya skripsi

(9)

xii DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PENGESAHAN ... ii

HALAMAN PERNYATAAN ... iii

MOTTO ... iv

KATA PENGANTAR ... v

KATAPERSEMBAHAN ... vii

UCAPAN TERIMAKASIH ... viii

ABSTRAK ... x

ABSTRACT ... xi

DAFTAR ISI ... xii

DAFTAR TABEL DAN GAMBAR ... xvi

BAB IPENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 5

C. Tujuan Penelitian ... 5

D. Manfaat Penelitian ... 5

1. Manfaat Teoritis ... 5

2. Manfaat Praktis ... 6

E. Kerangka Teori ... 6

1. Novel dan Komunikasi ... 6

(10)

xiii

a. Prasangka ... 12

b. Stereotip ... 13

c. Etnosentrisme ... 14

3. Narasi dalam Novel ... 15

a. Karakteristik Narasi ... 16

b. Struktur Narasi ... 16

c. Unsur Narasi ... 18

F. Metodologi ... 19

1. Metode Penelitian ... 19

2. Objek Penelitian ... 20

3. Teknik Pengumpulan Data ... 21

a. Dokumentasi ... 21

b. Studi Pustaka ... 22

4. Teknik Analisis Data ... 22

a. Struktur dan Unsur Narasi... 22

b. Model Aktan ... 23

5. Tahapan Analisis ... 25

G. Sistematika Penulisan ... 26

BAB II GAMBARAN UMUM A. Konflik Multikulturalisme di Maluku Pasca 1998 ... 27

B. Novel Jalan Lain ke Tulehu ... 30

a. Deskripsi Buku ... 30

(11)

xiv

e. Bagian V: Perpanjangan Waktu ... 68

f. Oposisi Biner ... 72

2. Pembahasan ... 74

C. Analisis Model Aktan ... 76

1. Penyajian Data ... 77

a. Skema Aktan Peristiwa Pertama ... 77

b. Skema Aktan Peristiwa Kedua ... 79

c. Skema Aktan Peristiwa Ketiga ... 81

2. Pembahasan ... 83

(12)

xv

A. Kesimpulan ... 86

B. Saran ... 88

(13)

xvi

DAFTAR TABEL DAN GAMBAR

Gambar 1 Sampul novel Jalan Lain ke Tulehu ... 21

Gambar 2 Skema model aktan Algirdas Greimas ... 24

Tabel 1 Tahapan Anlaisis ... 25

Tabel 2 Sistematika Penulisan ... 26

Gambar 3 Sampul novel Jalan Lain ke Tulehu ... 30

Tabel 3 Penjelasan karakteristik tokoh dalam novel ... 37

Tabel 4 Pemaparan urutan cerita (story) dalam novel ... 44

Tabel 5 Pemaparan urutan alur (plot) dalam novel ... 47

Tabel 6 Pembagian babak Bagian I: Kedatangan ... 54

Tabel 7 Pembagian babak Bagian II: Semi Final ... 57

Tabel 8 Pembagian babak Bagian III: Jeda ... 61

Tabel 9 Pembagian babak Bagian IV: Final ... 65

(14)
(15)

x ABSTRAK

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Jurusan Ilmu Komunikasi

Konsentrasi Broadcasting Septi Nugrahaini Rahmawati 20120530081

NARASI KONFLIK MULTIKULTUR DALAM NOVEL

(Analisis Naratif Konflik Multikultur dalam Novel “Jalan Lain ke Tulehu” Karya)

Skripsi Tahun: 2016, 89 Halaman + 3 Gambar + 11 Tabel Referensi: 12 Buku + 5 Jurnal + 1 Sumber Lain

Penelitian pada novel Jalan Lain ke Tulehu karangan Zen Rs ini menggunakan analisis naratif. Mengingat novel adalah bagian dari komunikasi massa yang memiliki kapasitas untuk menyampaikan sebuah pesan. Dalam penelitiannya akan menganalisis unsur narasi dalam novel, struktur narasi yang dikembangkan oleh Tzvetan Todorov yang membagi atas lima babak, dan model aktan menurut Algirdas Greimas untuk menentukan letak posisi, fungsi, dan relasi antar karakter. Dalam penelitian ini, peneliti menemukan bahwa sisi gelap multikulturalisme yaitu stereotip dan prasangka menjadi penghambat proses multikulturalisme tersebut bahkan sering menjadi pemicu konflik. Konflik yang terjadi sebenarnya dimunculkan oleh kejadian di masa lalu seperti generalisasi suatu kelompok dengan satu penilaian. Namun, dalam novel ini juga ditunjukkan bagaimana cara peyelesaiannya. Salah satunya dengan sepakbola, mengingat rasa fanatik masyarakat Ambon terhadap sepakbola.

(16)

xi ABSTRACT

Muhammadiyah University of Yogyakarta Faculty of Social and Political Science Departement of Communication Science Broadcsting Studies

Septi Nugrahaini Rahmawati 20120530081

Narration of Multicultural Conflict in the Novel

(Narrative Analysis of Multicultural Conflict in the Novel “Jalan Lain ke deliver a message. The novel will be analyze by narrative elements in novel, five phases of narrative structure from Tzvetan Todorov, and Algirdas Greimas narrative research method to determine the position, function, and relation of each characters. In this study, researcher discovered that the dark-side of multiculturalism, the stereotype and the prejudice have a role as an obstacle during multiculturalism process. Both stereotype and prejudice can be the trigger of multiculturalism. In fact, most conflict happened because of incidents in the past, as an example is generalizing group of people with a single assessment. In spite of the most content is all about conflict, the novel had a good and better way of solvingthe problems. One of them is playing football, considering the fanaticism Ambonese toward football.

(17)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia adalah sebuah negara kepulauan yang membentang dari Sabang

hingga Merauke yang memiliki lebih dari 13.000 pulau dan lebih dari 500 bahasa

yang berbeda, berbagai macam kepercayaan dan agama, dan beberapa kelompok

etnik memunculkan fakta tentang Indonesia yang multikultur. Perbedaan agama,

suku, ras, budaya, dan bahasa menjadi kekayaan tersendiri bagi bangsa ini selain

kekayaan sumber daya alam. Namun, perbedaan-perbedaan tersebut juga menjadi

tantangan bagi Indonesia untuk menjauhkan masyarakat dari konflik

multikulturalisme yang sangat mungkin akan terjadi.

Bikhu Parekh dalam Yohanes Widodo (2008:88) menjelaskan

multikulturalisme terkait dengan kebudayaan (dalam Sukmono dan Junaedi,

2014:1). Dengan kondisi bangsa yang plural, Indonesia membutuhkan kebijakan

yang bersifat multikultural. Agar keberagaman tidak menjadi sebuah konflik

tetapi menjadi sebuah kekuatan suatu kelompok atau bangsa tertentu (Sukmono

dan Junaedi, 2014:2). Dengan adanya multikulturalisme, masyarakat yang

minoritas sedang diperjuangkan hak-haknya karena ketika multikulturalisme

ditentang oleh masyarakat yang dominan biasanya akan terjadi konflik dengan

perlakuan kurang menyenangkan kepada masyarakat minoritas tersebut. Menurut

(18)

November 2011, menyebutkan bahwa konflik dalam skala sempit adalah

ketidaksesuaian aktif antara orang-orang dengan pendapat atau prinsip yang

saling bertentangan; sedangkan konflik dalam skala luas adalah persaingan,

perseteruan, atau peperangan antara dua atau lebih kelompok orang atau negara.

Seperti konflik yang terjadi di Maluku sekitar tahun 1999-2000 yang

didasari oleh sentimen agama. Kristen dan Islam adalah dua golongan agama

yang sering bersinggungan di Maluku. Kelompok Republik Maluku Selatan

(RMS) yang digadang-gadang sebagai biang kerusuhan di Maluku pun tak lepas

dari latar belakang permasalahan agama. Menurut sejarawan, Ahmad Mansur

Suryanegara, awalnya RMS adalah Republik Maluku Serani. Serani dalam bahasa

Maluku berarti Nasrani. Kemudian diubah menjadi Republik Maluku Selatan

sebagai upaya untuk meredam kemungkinan terjadinya perang antaragama

(http://www.oocities.org/injusticedpeople/BenangMerahRMSdanKerusuhanMalu

ku.htm. Diakses pada tanggal 17 Mei 2016 pukul 15.34 WIB).

Dalam novel Jalan Lain ke Tulehu karangan Zen RS diceritakan

bagaimana konflik multikultur sangat rawan terjadi pada masyarakat yang

memiliki perbedaan. Perbedaan agama dan latar belakang daerah menjadi konflik

dasar pada novel ini. Menariknya, konflik multikultur yang terjadi di wilayah

Ambon ini seolah meredam walau hanya sesaat karena kecintaan pada sepakbola.

Novel ini berkisah tentang perjalanan Gentur, seorang wartawan untuk media

(19)

terkejut ketika konflik ini ternyata sudah mendarah daging di setiap titik kota

Ambon. Konflik inilah yang kemudian mengantarkan Gentur ke Tulehu, sebuah

desa yang mempercayai bahwa sepakbola adalah bakat alam yang pasti dimiliki

oleh anak-anak Tulehu.

Meskipun sebagian besar isi dari novel ini bercerita tentang konflik agama

yang terjadi antara Tulehu dengan penduduknya yang mayoritas Islam dan Waai

dan Passo, desa dengan mayoritas Kristen. Namun ada satu bagian yang

menceritakan tentang sepakbola sebagai penengah dalam konflik. Setidaknya

untuk sesaat mereka melupakan rasa sentimen kepada satu sama lain dan duduk

bersama menikmati euforia Piala Eropa tahun 2000. Peneliti berasumsi bahwa

novel Jalan Lain ke Tulehu menunjukkan bahwa sebesar apapun permasalahan

multikultur yang terjadi, pasti ada hal yang dapat membuat permasalahan tersebut

mereda.

Terdapat beberapa penelitian tentang multikultur seperti penelitian yang

dilakukan oleh Heru S.P. Saputra yang berjudul Menelisik Putri Cina,

Mengeluhkesahkan Multikulturalisme diterbitkan dalam Jurnal Sastra Indonesia

Vol.35 No.1 Tahun 2011. Penelitian Heru menyimpulkan bahwa masyarakat

Indonesia belum dapat dikatakan sebagai masyarakat multikultural karena masih

banyaknya praksis budaya yang tidak didasari sikap toleransi dan kesederajatan.

Selain itu, juga masih berlangsungnya oposisi biner antara kaum dominan dan

(20)

As a Culture-Uniting Device oleh Suroso yang diterbitkan dalam Mediterranean

Journal of Social Science Vol.5 No.22 Tahun 2014 menyebutkan bahwa novel

multikultural dapat memainkan peran sebagai alat atau sarana pemersatu dalam

masyarakat global yang plural dan multikultural. Perbedaan yang disuguhkan

dalam penelitian ini dengan dua penelitian terdahulunya adalah pertama, terletak

pada obyek penelitian yaitu menggunakan novel Jalan Lain ke Tulehu. Kedua,

penelitian ini akan meneliti dan membahas secara khusus tentang konflik

multikultur yang mengikutinya sesuai dengan jalan cerita dalam novel bukan

secara global membahas novel konflik multikultur (generalisasi jenis novel).

Pentingnya penelitian mengenai novel Jalan Lain ke Tulehu adalah

perbedaan agama dan latar belakang yang ada pada satu wilayah sudah

semestinya bahwa hidup rukun berdampingan adalah keberhasilan dari

multikulturalisme dalam masyarakat yang plural. Namun pada kenyataannya,

konflik multikultur tetap menjadi bahaya laten yang harus dihadapi oleh

masyarakat bangsa ini. Peneliti memilih novel sebagai obyek penelitian karena

novel adalah bagian dari komunikasi. Dalam buku Pengantar Ilmu Komunikasi

Edisi Ketiga, John Fiske (2012) memasukkan buku sebagai media representasi

karena teks-teks tersebut bersifat representatif dan kreatif. Penelitian ini

mengangkat novel berjudul Jalan Lain ke Tulehu karena novel ini

merepresentasikan konflik multikultur yang terjadi di Ambon, Maluku. Terlebih

(21)

konflik. Oleh karenanya, peneliti ingin meneliti narasi konflik multikultur dalam

novel Jalan Lain Ke Tulehu.

Penelitian ini menggunakan analisis naratif karena pada awalnya analisis

naratif digunakan untuk meneliti teks fiksi. Seiring berkembangnya zaman,

naratif kemudian digunakan juga untuk meneliti teks non fiksi seperti berita.

B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah yang menjadi pokok pembahasan dalam penelitian ini

adalah bagaimana narasi konflik multikultur dalam novel Jalan Lain ke Tulehu?

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana narasi konflik

multikultur dalam novel Jalan Lain ke Tulehu.

D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis

Secara teoritis, penelitian ini untuk menerapkan teori

(22)

2. Manfaat Praktis

1) Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi pada kajian

budaya dilihat dari sisi permasalahan multikultur.

2) Memberikan kontribusi kepada kajian komunikasi dan sastra berkaitan

dengan permasalahan multikulturalisme.

E. Kerangka Teori

1. Novel dan Komunikasi

Ensiklopedi Sastra Indonesia (2007:546) menjelaskan bahwa novel

berasal dari istilah bahasa Inggris yaitu novel dan roman dari Prancis. Prosa

rekaan yang panjang, yang menyuguhkan tokoh-tokoh dan menampilkan

serangkaian peristiwa dan latar secara tersusun. Dari berbagai peristiwa itu

lahirlah konflik, suatu pertikaian yang kemudian justru mengubah nasib orang

tersebut. Catatan: kadang-kadang untuk istilah novel dipakai pula istilah roman,

karena sebelum Perang Dunia ke-2 sastrawan-sastrawan Indonesia berorientasi ke

Belanda. Di negeri Belanda dipakai istilah roman, tetapi di Inggris dipakai istilah

novel.

Fiske dalam buku Pengantar Ilmu Komunikasi Edisi Ketiga membagi dua

mahzab utama dalam ilmu komunikasi. Pertama, komunikasi sebagai transmisi

pesan. Kedua, komunikasi sebagai produksi dan petukaran makna. Peneliti dalam

(23)

sebagai produksi dan pertukaran makna. Kelompok ini fokus dengan bagaimana

pesan, atau teks, berinteraksi dengan manusia dalam rangka untuk memproduksi

makna, artinya pandangan ini sangat memerhatikan peran teks di dalam budaya

kita (Fiske, 2012:3). Dalam penelitian ini, media yang digunakan untuk

memproduksi pesan dari komunikasi tersebut adalah novel berjudul “Jalan Lain

ke Tulehu” karya Zen RS.

Novel merupakan salah satu bentuk dari komunikasi massa. Menjadi

bagian dari komunikasi massa, novel memiliki peran untuk menyampaikan

informasi kepada khalayak luas. Karena novel berbentuk teks atau tulisan maka

pesan yang terkandung di dalamnya dikonstruksikan dalam sebuah penokohan,

waktu, dan setting yang terdapat dalam alur cerita novel itu sendiri.

Novel memiliki unsur-unsur pendukung yang membentuk suatu kesatuan

utuh dan lengkap. Unsur-unsur tersebut antara lain,

1) Tema

Tema adalah gagasan, ide pokok, atau pokok persoalan yang

menjadi dasar cerita. Tema menjadi topik cerita dan jiwa pada sebuah

novel. Pada akhirnya tema menjadi landasan dalam pengembangan

(24)

2) Penokohan

Penokohan adalah cara pengarang menggambarkan dan

mengembangkan watak para pelaku yang terdapat di dalam karyanya.

Untuk menggambarkan watak tokoh-tokoh dalam cerita fiksi (drama,

novel, atau cerpen), pengarang dapat menggunakan beberapa cara

seperti penggambaran bentuk fisik tokoh, tanggapan tokoh terhadap

kejadian yang menimpanya, keadaan sekitar tokoh, dan tanggapan atau

reaksi dari tokoh-tokoh lain dalam cerita tersebut terhaap salah

seorang tokoh (Hasanuddin dkk, 2007:605).

3) Alur

Alur adalah rangkaian peristiwa yang direka dan dijalin dengan

seksama, yang menggerakkan jalan cerita melalui rumitan kearah

klimaks dan penyelesaian (Hasanuddin dkk, 2007:43).

4) Sudut Pandang (Point of View)

Point of view atau sudut pandang adalah suatu istilah yang

menunjukkan kedudukan atau tempat berpijak juru cerita terhadap

ceritanya. Narator dapat mengambil peran secara langsung dalam

cerita atau sebagai pengamat yang tidak secara langsung mengambil

(25)

5) Latar

Latar adalah tempat kejadian dan waktu kejadian yang berguna

untuk memperkuat tema, menentukan watak tokoh, dan membangun

suasana cerita. Dalam corak sastra yang berdasarkan pengalaman

empiris, latar dapat memberikan bobot informasi tentang suatu zaman

atau suatu daerah, sehingga menimbulkan jenis karya fiksi yang

berwarna daerah atau lokal (Hasanuddin dkk, 2007:455).

6) Amanat

Amanat merupakan unsur yang dominan di dalam karya sastra

Nusantara, termasuk karya sastra modern Indonesia tidak hanya

ditentukan oleh estetika belaka, melainkan ditentukan oleh aspek etika

(Hasanuddin dkk, 2007:46). Etika dalam hal ini adalah pesan moral

dalam sebuah cerita yang ditunjukkan oleh tingkah laku tokoh di

dalamnya.

2. Konflik Multikulturalisme

Akar kata multikulturalisme adalah kebudayaan. Secara etimologis,

multikulturalisme dibentuk dari kata multi (banyak), kultur (budaya), dan isme

(aliran atau paham). Secara hakiki, dalam kata itu terkandung pengakuan akan

martabat manusia yang hidup dalam komunitasnya dengan kebudayaannya

(26)

Sebagai Negara kepulauan, Indonesia memiliki beragam kebudayaan

sebagai produk dari kehidupan bermasyarakat. Budaya berkenaan dengan cara

hidup manusia. Bahasa, persahabatan, kebiasaan makan, praktik komunikasi,

tindakan-tindakan sosial, kegiatan-kegiatan ekonomi dan politik, dan teknologi,

semua itu berdasarkan pola-pola budaya (Mulyana dan Rakhmat, 2009:18).

Dengan berbagai macam budaya yang dimiliki, menyulap konflik multikultur

yang mungkin akan menjadi ancaman bagi kehidupan antaragama, budaya, dan

ras. Konflik ini sering bermula dari pengakuan suatu golongan kelompok yang

lebih baik dan unggul dari kelompok lain. Anarkisme yang mengikuti dibelakang

konflik adalah akibat dari kurangnya kesadaran tentang persamaan derajat tiap

kelompok atau komunitas. Ketika kebudayaan yang tumbuh dalam suatu

komunitas dipandang sebagai kemutlakan yang harus diakui dan diagungkan

keberadaannya akan memberikan peluang bagi masyarakat untuk tidak mengakui

eksistensi budaya kelompok lain. Gesekan-gesekan yang terjadi antarbudaya akan

menumbuhkan sikap fanatik dan eksklusif yang berdampak pada perpecahan.

Pada titik ini diperlukan sebuah kebijakan yang bijak dan arif untuk memberikan

keleluasaan bergerak bagi masing-masing entitas budaya dengan tetap mengakui

keberadaan budaya yang lain (Mahfud, 2006:93).

Pada dasarnya, setiap orang memiliki kebebasan untuk memilih tentang

apa yang ia pandang sebagai suatu jalan yang benar. Namun, terkadang mereka

(27)

Masyarakat multikultur menyadarkan kita tentang adanya cara hidup yang

berbeda (Hidayati, 2008:24). Perbedaan dan keragaman budaya yang dimiliki,

diharapkan mampu untuk merealisasikan semboyan negara, yaitu Bhinneka

Tunggal Ika yang berarti berbeda-beda tetap satu jua dan sudah selayaknya hal

tersebut sebagai pedoman pemersatu bangsa.

Suparlan dalam Jurnal Antropologi Indonesia (2002) menjelaskan bahwa

membangun Indonesia yang multikultural hanya mungkin terwujud bila konsep

multikulturalisme menyebarluas dan dipahami pentingnya bagi bangsa Indonesia,

serta adanya keingian bangsa Indonesia pada tingkat nasional maupun lokal untuk

mengadopsi dan menjadi pedoman hidupnya (dalam Sukmono dan Junaedi,

2014:7).

Multikulturalisme merupakan konsep yang menjelaskan dua perbedaan

dengan makna yang saling berkaitan, pertama, multikulturalisme sebagai kondisi

kemajemukan kebudayaan atau pluralisme budaya dari suatu masyarakat sehingga

diasumsikan membentuk sikap toleransi. Kedua, multikulturalisme merupakan

seperangkat kebijakan pemerintah pusat yang sedemikian rupa agar seluruh

masyarakat dapat memberikan perhatian kepada kebudayaan dari semua

kelompok etnik atau suku bangsa (Liliweri, 2005:68).

Berbicara mengenai Indonesia, faktor budaya berbeda yang didasarkan

pada pola perilaku yang berbeda telah menjadi hambatan dalam komunikasi

(28)

a. Prasangka

Prasangka merupakan perasaan negatif atau berburuk sangka terhadap

kelompok tertentu. Slade dan Lewis (1994:132) mengartikan prasangka sebagai

sikap negatif pada etnis atau kelompok minoritas (dalam Sukmono dan Junaedi,

2014:26). Sentimen ini kadang meliputi kemarahan, ketakutan, kebencian, dan

kecemasan.

Seseorang tidak dapat menghindari prasangka-prasangka yang muncul

kepada orang lain ketika hidup berdampingan dengan orang yang memiliki

budaya dan agama berbeda (Hidayati, 2008:25). Menurut Macionis, prasangka

merupakan generalisasi kaku dan menyakitkan mengenai sekelompok orang.

Prasangka menyakitkan dalam arti bahwa orang memiliki sikap yang tidak

fleksibel yang didasarkan atas sedikit atau tidak ada bukti sama sekali (dalam

Samovar dkk, 2010:207).

Kepercayaan yang dihubungkan dengan prasangka memiliki beberapa

karakteristik. Pertama, mereka ditunjukkan pada suatu kelompok sosial dan

anggotanya. Terkadang keompok tersebut ditandai oleh ras, etnis, gender, usia,

dan lain sebagainya. Kedua, prasangka melibatkan dimensi evaluatif. Seperti

perasaan baik dan buruk, benar dan salah, dan lain sebagainya. Ketiga, prasangka

itu terpusat. Dalam arti seberapa besar pentingnya suatu kepercayaan dalam

(29)

b. Stereotip

Stereotip adalah sebuah konsep tetap yang melekat pada kelompok

tertentu. Stereotip biasa dilakukan dengan melabeli seseorang atau individu sesuai

dengan latar belakang orang tersebut. Jadi ketika berinteraksi dengan orang lain,

pesepsi pertama yang muncul adalah melihat latar belakang orang tersebut baru

kemudian persepsi atas kemampuan individunya (Sukmono dan Junaedi,

2014:32). Seperti yang dituliskan oleh Atkinson, Morten, dan Sue bahwa stereotip

merupakan konsep kaku yang diterapkan pada semua anggota suatu kelompok

dalam suatu waktu tanpa mempertimbangkan keanekaragaman individu (dalam

Samovar dkk, 2010:205).

Menurut psikolog Abbate, Boca, dan Bocchiaro stereotip merupakan

susunan kognitif yang mengandung pengetahuan, kepercayaan, dan harapan si

penerima mengenai kelompok sosial manusia (dalam Samovar dkk, 2010:203).

Stereotip mudah menyebar karena manusia memiliki kebutuhan psikologis untuk

mengelompokkan dan mengklasifikasikan suatu hal. Masalahnya bukan pada

pengelompokan atau pengotakan tersebut, namun pada overgeneralisasi dan

penilaian negatif (tindakan atau prasangka) terhadap anggota kelompok tersebut

(Samovar dkk, 2010:203).

Stereotip yang melekat pada orang lain dapat bersifat positif maupun

negatif. Stereotip yang merujuk sekelompok orang sebagai orang malas, kasar,

(30)

positif seperti asumsi bahwa pelajar dari Asia yang pekerja keras, berkelakuan

baik dan pandai. Bagaimanapun, karena stereotip mempersempit persepi kita,

maka stereotip dapat mencemarkan komunikasi antarbudaya. Hal ini karena

stereotip cenderung untuk menyamaratakan ciri-ciri sekelompok orang (Samovar

dkk, 2010:203).

c. Etnosentrisme

Gamble dan Gamble (2005:3) menjelaskan bahwa etnosentrisme bisa

dimaknai sebagai tendensi yang menganggap kebudayaan milik sendiri sebagai

lebih superior daripada semua budaya lain (dalam Sukmono dan Junaedi,

2014:36). Menurut Nanda dan Warms, etnosentrisme merupakan pandangan

bahwa budaya seseorang lebih unggul dibandingkan budaya yang lain. Pandangan

bahwa budaya lain dinilai berdasarkan standar budaya kita. Kita menjadi

etnosentris ketika kita melihat budaya lain melalui kacamata budaya kita atau

posisi sosial kita (dalam Samovar dkk, 2010:214).

Perkembangan dunia yang menuju globalisasi ini ternyata tidak langsung

mematikan sikap etnosentrisme. Di berbagai tempat etnosentrisme justru meledak

dan mengobarkan konflik dan perang (Sukmono dan Junaedi, 2014:36). Untuk

menjadikan komunikasi lebih bermakna, maka etnosentrisme harus dikurangi.

(31)

kelompoknya, etnoentrisme penting dalam membangun rasa penghargaan

terhadap diri sendiri (Samovar, 2010:216).

3. Narasi dalam Novel

Menurut Rampan (1984), novel adalah penggambaran lingkungan

kemasyarakatan serta jiwa tokoh yang hidup di suatu masa di suatu tempat (dalam

Herlina dkk, 2013:88). Narasi berasal dari kata Lain naree yang artinya

“membuat tahu”. Dengan demikian narasi berkaitan dengan upaya untuk

memberitahu sesuatu atau peristiwa. Girard Ganette mendeskripsikan narasi

sebagai representasi dari sebuah peristiwa atau rangkaian peristiwa-peristiwa

(dalam Eriyanto, 2013:1). Sedangkan menurut Gerald Prince narasi adalah

representasi dari satu atau lebih peristiwa nyata atau fiktif yang dikomunikasikan

oleh satu, dua, atau beberapa narrator untuk satu, dua, atau beberapa naratee

(dalam Eriyanto 2013:1).

Fungsi utama dari naratif adalah membantu memaknai pelaporan

pengalaman. Naratif membantu memberikan logika dari motif manusia yang

memaknai pengamatan secara terpisah, baik fiksi maupun realitas (Sobur,

2014:214). Fokus kajian penelitan naratif bisa berupa cerita lisan, cerita tertulis,

maupun hasil observasi atau pegamatan yang direkonstruksikan menjadi

(32)

a. Karakteristik Narasi

Menurut Eriyanto dalam bukunya Analisis Naratif, ada beberapa syarat

dasar narasi. Pertama, adanya rangkaian peristiwa. Sebuah narasi terdiri atas

lebih dari dua peristiwa, dimana peristiwa satu dan peristiwa lain dirangkai.

Dengan kata lain, narasi tidak dapat berdiri hanya dengan satu peristiwa tunggal

saja. Kedua, rangkaian (sekuensial) peristiwa tersebut tidaklah random (acak),

tetapi mengikuti logika tertentu, urutan atau sebab akibat tertentu sehingga dua

perstiwa berkaitan secara logis. Dengan demikian, sebuah kalimat atau sebuah

gambar dimana terdapat lebih dari dua peristiwa, tetapi peristiwa-peristiwa itu

tidak disusun menurut logika tertentu, maka tidak dapat disebut sebagai narasi.

Ketiga, narasi bukanlah memindahkan peristiwa ke dalam sebuah teks cerita.

Dalam narasi selalu terdapat proses pemilihan dan penghilangan bagian tertentu

dari peristiwa. Bagian mana yang diangkat dan bagan mana yang dibuang dalam

narasi, berkaitan dengan makna yang ingin ditampilkan oleh pembuat narasi.

b. Struktur Narasi

Seorang ahli sastra dan budaya asal Bulgaria, Tzvetan Todorov

mengajukan gagasan mengenai struktur dari suatu narasi. Kemudian gagasan

struktur narasi tersebut dimodifikasi oleh Lacey dan Gillespie (dalam Eriyanto,

(33)

1) Kondisi awal, kondisi keseimbangan, dan keteraturan

Narasi umumnya diawali dari situasi normal, ketertiban, dan

keseimbangan. Yaitu keteraturan suatu wilayah, tempat, atau setting

dimana cerita dalam novel diangkat.

2) Gangguan (disruption) terhadap keseimbangan

Tahapan selanjutnya dalam struktur narasi adalah adanya

gangguan dari pihak luar bisa berupa tindakan atau adanya tokoh yang

merusak keharmonisan, keseimbangan, atau keteraturan tersebut.

3) Kesadaran terjadi gangguan, gangguan (disruption) makin besar

Pada tahap ini, gangguan (disruption) makin besar dan

dampaknya makin dirasakan. Gangguan ini umumnya mencapai titik

puncak (klimaks) dan dibarengi dengan kekuatan musuh yang juga

semakin kuat.

4) Upaya untuk memperbaiki gangguan

Tahap ini biasanya berisi tentang hadirnya sosok pahlawan

(hero) yang berupaya untuk memperbaiki kondsi. Meskipun upaya

tersebut digmbarkan mengalami kekalahan.

5) Pemulihan menuju keseimbangan, menciptakan keteraturan kembali

Tahap ini adalah babak terakhir dari suatu narasi. Kekacauan

yang muncul berhasil diselesaikan sehingga keteraturan bisa

(34)

c. Unsur Narasi

Unsur narasi dalam sebuah teks menurut pemaparan Eriyanto (2013:2)

terdiri atas cerita (story), alur (plot), dan waktu (time).

1) Cerita (Story)

Cerita (story) adalah urutan kronologis dari suatu peristiwa,

dimana peristiwa tersebut bisa ditampilkan dalam teks bisa juga tidak

ditampilkan dalam teks. Dengan kata lain, cerita adalah peristiwa yang

utuh, yang sesungguhnya, dari awal hingga akhir.

2) Alur (Plot)

Plot adalah apa yang ditampilkan secara eksplisit dalam sebuah

teks. Dalam plot, urutan peristiwa bisa dibolak-balik. Hal ini dilakukan

oleh pembuat cerita untuk membuat narasi menjadi lebih menarik dan

membuat pesan tersebut tersampaikan dengan baik dan jelas.

3) Waktu (Time)

Sebuah peristiwa yang terjadi bertahun-tahun akan disajikan

hanya dalam waktu yang terbatas di sebuah teks. Dalam analisis

naratif, akan dilihat perbandingan antara waktu aktual dengan waktu

(35)

d. Narator

Narator adalah orang atau tokoh yang menceritakan sebuah peristiwa atau

kisah (Eriyanto, 2013:113). Berdasarkan hubungannya dengan pengarang, dikenal

dua istilah berbeda mengenai narator. Yakni narator dramatis dan tidak dramatis.

Narator dramatis adalah narator yang menceritakan pengarang sebagai bagian dari

kisah yang diceritakan. Sedangkan narator tidak dramatis adalah narator yang

menceritakan narasi yang pengarangnya tidak mempunyai keterkaitan dengan

cerita.

F. Metodologi

1. Metode Penelitian

Dalam penelitian yang berjudul “Narasi Multikulturalisme dalam Novel

Jalan Lain ke Tulehu” ini peneliti menggunakan metode analisis naratif kualitatif

yang secara teknis menggunakan teks sebagai bahan analisisnya. Analisis naratif

adalah analisis mengenai narasi, baik narasi fiksi (novel, puisi, cerita rakyat,

dongeng, film, komik, musik, dan sebagainya) ataupun fakta seperti berita

(Eriyanto, 2013:9). Penelitian kualitatif memusatkan perhatian kepada

prinsip-prinsip umum yang mendasari perwujudan sebuah makna dari gejala-gejala sosial

di dalam masyarakat (Bungin, 2007:302).

Penelitian ini menggunakan analisis naratif karena mempertimbangkan

(36)

(2013:10-11) Pertama, analisis naratif membantu memahami bagaimana

pengetahuan, makna, dan nilai diproduksi dan disebarkan dalam masyarakat.

Kedua, memahami bagaimana dunia sosial dan politik diceritakan dalam

pandangan tertentu yang dapat membantu kita mengetahui kekuatan dan nilai

sosial yang dominan dalam masyarakat. Ketiga, analisis naratif memungkinkan

kita menyelidiki hal-hal yang tersembunyi dan laten dari suatu teks media.

Keempat, analisis naratif merefleksikan kontinuitas dan perubahan komunikasi.

Sedangkan untuk mendalami dan menganalisis setiap karakternya, analisis

naratif menawarkan model Greimas yang banyak dipakai dalam pendalaman

karakter. Dalam Eriyanto (2013:95) Greimas menganalogikan narasi sebagai

suatu struktur makna (semantic structure) yang mirip sebuah kalimat atas

rangkaian kata-kata, setiap kata dalam kalimat menempati posisi dan fungsinya

masing-masing (sebagai subjek, objek, predikat, dan seterusnya). Lebih penting

dari posisi itu adalah relasi dari setiap karakter (Eriyanto, 2013:96).

2. Objek Penelitian

Objek penelitian ini adalah novel karya Zen RS yang berjudul Jalan Lain

ke Tulehu. Novel dengan 300 halaman ini bisa disebut sebagai versi tulisan dari

film Cahaya Dari Timur: Beta Maluku. Memiliki setting tempat yang sama,

konflik yang hampir sama dan beberapa tokoh yang berkaitan antara novel dan

(37)

dan latar belakang keduanya. Novel ini diterbitkan oleh PT Bentang Pustaka

Yogyakarta pada Mei 2014 atau satu bulan sebelum perilisan film Cahaya Dari

Timur: Beta Maluku. Pemilihan novel sebagai objek penelitian adalah karena

dibandingkan dengan film, kajian novel dalam komunikasi masih sedikit daripada

kajian film padahal seperti yang telah dijelaskan oleh John Fiske, novel juga

termasuk media dalam berkomunikasi. Terlebih novel dapat dikategorikan

sebagai bagian dari komunikasi massa karena sebagai sarana atau media dalam

menyebarkan informasi kepada khalayak.

Gambar 1. Sampul novel Jalan Lain ke Tulehu

(38)

Penelitian ini menggunakan novel Jalan Lain ke Tulehu karya

Zen RS sebagai bahan observasi untuk menemukan data penelitian

mengenai konflik multikulturalisme.

b. Studi Pustaka

Selain dokumentasi, peneliti menggunakan teknik studi

pustaka untuk membantu menganalisis selama proses penelitian

seperti buku atau jurnal penelitian lain sebagai referensi.

4. Teknik Analisis Data

Dalam penelitian mengenai “Narasi Multikulturalisme dalam Novel Jalan

Lain ke Tulehu” analisis data akan menggunakan analisis naratif model aktan

Algirdas Greimas untuk menganalisis karakter dalam novel tersebut serta melihat

struktur dan unsur narasi.

a. Struktur dan Unsur Narasi

Tahap pertama penelitian dengan struktur narasi adalah

mencatat dan melihat setiap peristiwa atau kejadian yang terjadi dalam

novel. Dari catatan tersebut, peneliti akan menentukan peristiwa di

setiap babak dan karakter yang terlibat di dalamnya. Pengelompokan

babak ini sesuai dengan struktur narasi yang dikembangkan oleh

(39)

dilanjutkan dengan menganalisis bagian multikultur mulai muncul

dalam cerita beserta penyebabnya. Tahapan terakhir analisis dengan

struktur narasi adalah penarikan kesimpulan oleh peneliti.

Setelah menganalisis struktur narasi dalam novel tersebut,

peneliti akan melanjutkan dengan menganalisis unsur narasinya.

Tahapannya adalah dengan mengurutkan kronologis urutan peristiwa

dan membedakan plot atau alur. Kemudian akan dianalisis

perbandingan antara waktu aktual dengan waktu ketika peristiwa

tersebut dikemas dalam sebuah teks.

b. Model Aktan

Dengan meggunakan model aktan, peneliti akan melihat posisi

karakter yang ada dalam sebuah narasi. Selain itu, analisis model aktan

juga melihat bagaimana relasi antarkarakter sehingga membentuk

peristiwa yang memiliki makna. Analisis model aktan membagi

karakter menjadi enam. Pertama, subjek. Subjek menduduki peran

utama sebuah cerita. Kedua, objek. Objek merupakan tujuan yang

ingin dicapai oleh subjek. Ketiga, pengirim (destinator). Pengirim

merupakan penentu arah. Umumnya tidak bertindak langsung, tetapi

hanya memberikan perintah kepada tokoh dalam narasi. Keempat,

(40)

pengirim menempatkan nilai atau aturan dalam cerita. Kelima,

pendukung (adjuvant). Karakter ini bersifat mendukung subjek untuk

mendapatkan objek. Keenam, penghalang (traitor). Karakter ini

bersifat menghalangi subjek dalam mendapatkan objek.

Pengirim Objek Penerima

Pendukung Subjek Penghambat

Gambar 2. Skema model aktan Algirdas Greimas (dalam Eriyanto, 2013:96)

Setelah melihat dan menempatkan karakter di posisinya

masing-masing dengan model aktan, peneliti kemudian akan melihat relasi

antarkarakter. Pertama, relasi struktural antara subjek versus objek yang

disebut dengan sumbu keinginan. Kedua, relasi antara pengirim versus

penerima yang disebut sumbu pengiriman. Ketiga, relasi struktural antara

pendukung versus penghambat, relasi ini disebut sumbu kekuasaan. Fungsi

pendukung di sini adalah membantu subjek agar bisa mencapai objek.

Sedangkan penghambat akan melakukan sesuatu untuk menghambat subjek

(41)

5. Tahapan Analisis

Dalam penelitian ini, peneliti akan menganalisis melalui beberapa

tahapan. Pertama, membaca, memahami, dan mencatat peristiwa yang terjadi

dalam novel. Kedua, dari catatan tersebut kemudian menganalisis struktur dan

unsur narasinya untuk menemukan di bagian mana multikultur mulai

dimunculkan oleh penulis. Ketiga, setelah mendapatkan hasil analisis tentang

strukur dan narasi, peneliti akan melanjutkan dengan menganalisis karakter

menggunakan model aktan Algirdas Greimas untuk melihat bagaimana posisi dan

relasi karakter satu dengan karakter yang lainnya. Keempat, menyimpulkan hasil

analisis.

No Tahapan Analisis

1. Membaca, memahami, dan mencatat peristiwa yang

terjadi dalam novel.

2. Menganalisis struktur dan unsur narasi.

3. Menganalisis karakter menggunakan model aktan.

4. Menyimpulkan hasil analisis.

(42)

G. Sistemtika Penulisan

Sistematika penulisan berisi tentang apa saja yang akan dimunculkan oleh

penulis di setiap bab. Berikut adalah tabel yang menjelaskan tiap babnya:

Bab I Menjelaskan tentang latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, kerangka teori, metode penelitian, dan

sistematika penulisan.

Bab II Menjelaskan secara rinci dan lengkap tentang objek penelitian. Dalam penelitian ini adalah novel Jalan Lain ke

Tulehu.

Bab III Menganalisis dan membahas data yang diperoleh dri teknik penelitian yang digunakan.

(43)

BAB II

Gambaran Umum

A. Konflik Multikulturalisme di Maluku Pasca 1998

Menurut buku Badai Pembalasan Laskar Mujahidin Ambon dan Maluku

karya Rustam Kastor (2000:54) menjelaskan bahwa desa-desa di Maluku sebelum

kedatangan bangsa-bangsa Eropa yang berdagang dan membeli rempah-rempah

Maluku yang terkenal itu, telah memeluk agama Islam, sebagian kecil saja yang

masih percaya kepada faham animisme. Kedatangan bangsa Barat telah

melakukan penyebaran agama Khatolik dan Protestan yang umumnya dengan

kekerasan kekuatan senjata, mereka memang lebih unggul. Begitulah desa-desa

yang penduduknya telah beragama Islam, satu persatu jatuh dan memeluk agama

Kristen.

Novel Jalan Lain ke Tulehu dibuka dengan cerita tentang penyerangan

yang dilakukan oleh kelompok laskar kepada Markas Brimob di Tantui. Dalam

buku Rustam Kastor tersebut diceritakan bahwa kompleks perumahaan Polda

Maluku yang berdampingan dengan Ksatriyan Satuan Brimob di desa Tantui itu

tidak terpikir sebelumnya akan menjadi sasaran amukan para Laskar Muslim.

Ummat Islam di awal kerusuhan Januari 1999 memang mempunyai masalah

dengan Polda Maluku dan Satuan Brimob karena keberpihakan oknum Polri yang

(44)

Brimob terlibat dalam penembakan Mujahidin yang menimbulkan sejumlah

korban (Kastor, 2000:30).

Konflik tentang Desa Waai yang disebut-sebut sebagai penyerangan besar

dalam novel ini pun tak lepas dari sejarah yang terjadi di dunia nyata. Desa Waai

yang berbatasan dengan Desa Liang di sebelah utara memiliki permasalahan yang

tak kunjung usai tentang perbatasan atas pemilikan tanah petuanan yang diakui

oleh masing-masing pihak. Permasalahn tersebut tak jarang menimbulkan konflik

fisik bersenjata. Selain itu keberadaan Desa Waai yang menjadi jalan darat

menuju Ambon dari Desa Liang. Sebagai satu-satunya jalan darat menuju Ambon

membuat jalan tersebut rawan kecelakaan. Apabila terjadi kecelakaan di dalam

kampung itu sudah pasti pengemudi akan menjadi bulan-bulanan massa.

Meskipun sekarang pemerintah telah membuka jalan lain di luar Waai, namun

peluang terjadi gesekan masih sangat mungkin karena keduanya sama-sama

mencari celah kesalahan masing-masing.

Di selatan Desa Waai terdapat Desa Tulehu yang berpenduduk 20 ribu

jiwa termasuk anak-anak. Pada dasarnya Tulehu tidak memiliki masalah dengan

Waai, Waai pun bergantung pada kebaikan hati desa tersebut untuk keamanan

saat melintas menuju Ambon. Namun masalah mulai muncul ketika Waai

beberapa kali terlibat dengan penyerangan terhadap masyarakat muslim yang

menyulut kemarahan orang-orang Tulehu dan Liang yang telah mengibarkan

(45)

Serangan fajar ke Waai seperti yang diceritakan dalam novel terjadi pada

tanggal 3 Juli 2000 dan membakar habis Desa Waai hanya dalam waktu kurang

lebih empat jam saja. Meskipun tak seimbang, kaum pria dari Tulehu dan Liang

gigih dalam penyerangan sedangkan wanita dan anak-anak melarikan diri ke

hutan dan bukit-bukit di belakang desa. Korban jiwa di kedua belah pihak tidak

dapat dihindari karena nyatanya korban tewas dan korban luka berat dalam

jumlah yang cukup mencolok meski sulit untuk mendapat angka pasti jumlah

korban dari masing-masing pihak.

Permasalahan-permasalahan tersebut akan lebih mudah menyulut konflik

di belakangnya terlebih akar permasalahan telah ada sejak sebelumnya hingga

menjadi konflik warisan yang tak juga mendapat penyelesaiannya. Di sini, sisi

gelap multikulturalisme yaitu stereotip dan prasangka akan mengganggu proses

multikuturalisme yang diharapkan tumbuh dalam kelompok masyarakat yang

(46)

B. Novel Jalan Lain ke Tulehu a. Deskripsi Buku

Gambar 3. Sampul novel Jalan Lain ke Tulehu

Penulis : Zen RS

Penerbit : PT Bentang Pustaka

Viii + 304 halaman; 19 cm

ISBN 978-602-291-040-4

b. Sinopsis Novel

Novel ini terbagi menjadi lima bagian. Bagian pertama berjudul

(47)

media Jepang mendapatkan tugas untuk meliput konflik di Ambon. Ia datang

menggunakan KM Dobonsolo. Kapal tersebut identik dengan penumpang

beragama Kristen. Sedangkan Gentur adalah seorang yang beragama Islam.

Pembatasan kapal bagi orang Kristen atau Islam terjadi setelah adanya rumor

yang berkembang bahwa ada penumpang yang dilempar ke laut, baik dari kapal

yang identik berpenumpang Kristen maupun Islam. Hal tersebut membahayakan

Gentur yang menjadi satu-satunya penumpang beragama Islam. Kemudian ia

diselamatkan oleh Romo Sigit yang dibantu Pak Syamsul menyembunyikan

Gentur. Di pelabuhan, Gentur dijemput oleh Frans dan dibawa ke markas

Relawan Beta Maluku (RBM). Bertepatan dengan kedatangan Gentur di Maluku,

terjadi penyerangan ke markas Brimob Tantui dan berhasil menjebol gudang

senjata. Mereka yang di RBM harus segera pergi menyelamatkan diri.

Bagian kedua berjudul Semifinal. Bagian ini dimulai dengan Gentur yang

dibawa ke rumah Frans di Desa Suli. Pada suatu malam saat bertepatan dengan

pertandingan Piala Eropa 2000 Belanda melawan Italia, rumah Frans didatangi

oleh lima orang dari Tulehu yang ingin menonton bola karena di Tulehu belum

ada listrik. Ada satu percakapan spontan Frans yang sedikit mengusik Gentur.

Yaitu tentang kepura-puraan yang tidak tahu malu. Gentur teringat pada satu

kejadian ketika ia dan Frans dihadang oleh sekelompok orang dan melindungi

Gentur, Frans berbohong kepada mereka dengan mengatakan bahwa Gentur

(48)

dirinya adalah seorang Buddhis. Suasana menonton di rumah Frans berlangsung

tegang karena kelompok pemuda dari Desa Suli tidak terima dengan kedatangan

lima orang Tulehu itu, mereka berniat mengusir kelimanya. Sebelum terjadi hal

yang tidak diinginkan, sebuah truk dan satu mobil berisi tentara dari Rindam Suli

datang menjemput lima orang Tulehu dan Gentur untuk diinterogasi. Setelah di

bawa ke Rindam Suli, mereka diantar ke Tulehu.

Bagian ketiga berjudul Jeda. Mengisahkan tentang Gentur yang mulai

harus tinggal di Tulehu. Selama di Tulehu, Gentur menginap di rumah Said.

Gentur mencoba menulis feature yang menurutnya menarik setelah melihat cara

bermain bola anak-anak Tulehu di jalanan. Dia mencoba menulis feature tentang

sepak bola di Tulehu di tengah konflik. Untuk mengirimkan hasil feature, Gentur

membutuhkan bantuan dari Dudi. Dudi datang ke Tulehu dan mereka berdiskusi

tentang sebuah foto tentang aktivitas RMS yang tidak sengaja diketahui Gentur

saat mewawancarai orang tua untuk keperluan featurenya. Foto tersebut dijelskan

oleh dua orang tua Tulehu yang keterangannya saling kontradiktif.

Bagian keempat berjudul Final. Menceritakan tentang keadaan Tulehu

yang mulai memanas dengan konflik. Di bagian ini, banyak menceritakan tentang

konflik di Tulehu dan konflik rumah tangga Said yang terus diintimidasi oleh

Irfan, kakak iparnya karena permasalahan uang. Berkisah pula tentang Salim,

seorang anak remaja Tulehu yang memiliki cita-cita untuk menjadi pemain bola

(49)

benar-benar harus mengubur cita-citanya sebagai pemain bola setelah sebelah kakinya

harus diamputasi karena terkena pecahan bom saat Tulehu melakukan serangan

ke Waai.

Bagian kelima atau bagian terakhir berjudul Perpanjangan Waktu. Bisa

dibilang bagian ini menjadi antiklimaks dalam novel Jalan Lain ke Tulehu.

Karena sepenuhnya bercerita tentang Gentur dan bayang-bayang kekasihnya, Eva

Maria. Di bagian akhirnya juga menceritakan bagaimana Gentur terbebas dari

(50)

BAB III

PEMBAHASAN

Pada bab ini akan dibahas mengenai unsur-unsur dalam novel Jalan Lain

ke Tulehu. Novel tersebut terdiri dari lima bagian cerita yang berjudul

Kedatangan, Semifinal, Jeda, Final, dan Perpanjangan Waktu. Setiap bagian pada

novel akan dianalisis dengan struktur narasi menggunakan gagasan dari ahli sastra

dan budaya asal Bulgaria, Tzvetan Todorov. Setelah menganalisis unsur dan

struktur narasi novel, selanjutnya adalah menganalisis posisi dan fungsi juga

relasi antarkarater sehingga membentuk peristiwa yang memiliki makna dalam

novel. Metode analisis untuk relasi antarkarakter yang digunakan adalah model

aktan dari Algirdas Greimas.

A. Unsur-unsur Novel 1. Penyajian Data

a. Karakter

Karakter adalah cara pengarang menggambarkan dan mengembangkan

watak para pelaku yang terdapat di dalam karyanya. Karakter dalam novel dapat

dilihat melalui penggambaran fisik, keadaan sekitar atau lingkungannya, dan

reaksi dalam menanggapi karakter yang lain di novel. Dibawah ini adalah

(51)

No Tokoh Keterangan

1 Gentur Adalah seorang stringer atau wartawan yang

menjadi kontributor bagi media Jepang yang

ditugaskan untuk meliput tentang konflik di

Ambon. Seorang muslim yang dua kali

merasakan penyesalan atas kepura-puraan.

Menyesal karena pernah berbohong tentang

keimanannya untuk menyelamatkan diri dan

menyesal atas kematian yang menimpa

kekasihnya, Eva Maria.

2 Frans Seorang Kristiani sekaligus kenalan Gentur dari

Ambon. Orang yang membantu dan mengenalkan

Gentur terhadap aktivis Relawan Beta Maluku

(RBM) dan Tulehu.

3 Said Seorang Muslim dari Tulehuyang kemudian

menjadi teman Gentur selama di Tulehu. Seorang

pelatih sepak bola anak-anak di Tulehu dan

seorang yang fanatik terhadap sepak bola. Said

terhimpit hutang kepada kakak iparnya setelah

(52)

menganggap Said tidak bisa menjadi kepala

keluarga.

4 Dudi Seorang Kristiani yang dikenalkan oleh Frans.

Dudi bekerja di Warta Maluku yang kemudian

banyak membantu Gentur untuk memperoleh

akses dalam mengirim hasil laporannya. Dudi

percaya bahwa konflik yang terjadi bukan

semata-mata karena agama tapi karena campur

tangan oknum yang tidak bertanggung jawab.

5 Eva Maria Kekasih Gentur yang keturunan Cina dan

beragama Buddha. Ia ditemukan tewas di tempat

rehabilitasi. Eva Maria adalah korban

pemerkosaan pada peristiwa 1998. Kejadian

tersebut memberi rasa penyesalan tersendiri

terhadap Gentur.

6 Salim Seorang anak Tulehu yang juga fanatik terhadap

sepak bola. Namun ia merasa kecewa terhadap

konflik yang terjadi di Ambon. Menurutnya

konflik tersebut memudarkan cita-citanya untuk

menjadi seorang pemain sepak bola.

(53)

Said. Irfan selalu datang mengintimidasi Said

karena tidak pernah ikut berjuang membela

Tulehu melawan Waai atau negeri Kristen lain.

Irfan juga sering dating meminta uang kepada

Said denga alasan Nabilla (anak Said) sedang

sakit di Jakarta

Tabel 3. Penjelasan karateristik tokoh dalam novel

Dalam novel Jalan Lain ke Tulehu terdapat beberapa karakter yang

menjadi unsur dalam jalan cerita yang dibangun. Karakter tersebut adalah

karakter utama dan karakter pembantu. Di atas adalah tujuh karakter yang

menurut penulis adalah karakter yang dominan keluar di tiap bagian dalam novel.

Dari karakter yang dominan tesebut masih ada karakter utama, yaitu tokoh

Gentur. Sedangkan karakter lain adalah karakter pendukung yang mempunyai

porsi masing-masing dalam menegaskan kisah Gentur dalam novel. Karakter

Said, Frans, dan Dudi adalah karakter pembantu yang berfungsi untuk

menguatkan, membimbing pola cerita, dan fokus karakter Gentur meskipun tiga

karakter tersebut sering muncul dalam setiap bagian novel.

b. Cerita (Story)

Cerita (story) adalah urutan kronologis dari suatu peristiwa, dimana

peristiwa tersebut bisa ditampilkan dalam teks bisa juga tidak ditampilkan dalam

(54)

dari awal hingga akhir. Pada bagian ini, penulis mencoba untuk menguraikan

cerita yang terjadi dalam novel Jalan Lain ke Tulehu dalam bentuk poin-poin.

1 Gentur datang ke Ambon untuk mendapatkan berita tentang konflik

Ambon menggunakan KM Dobonsolo pada tanggal 21 Juni 2000.

2 KM Dobonsolo ternyata adalah kapal yang identik diisi oleh penumpang

beragama Kristen. Ketidaktahuan Gentur akan hal tersebut menyebabkan

nyawanya terancam. Beruntung ia diselamatkan oleh Romo Sigit yang

dibantu oleh Pak Syamsul untuk menyembunyikan Gentur selama di kapal

itu.

3 Sesampainya di Ambon, Gentur dijemput oleh Frans dan dibawa ke

markas Relawan Beta Maluku (RBM). Di sana ia bertemu dengan Dudi,

wartawan Warta Maluku.

4 Kedatangan Gentur bertepatan dengan penyerangan markas Brimob

Tantui yang dilakukan oleh Laskar.

5 Gudang senjata jebol dan seribu pucuk senjata pindah tangan. Massa

mulai bergerak sehingga mereka yang tengah berada di markas RBM

harus lari menyelamatkan diri.

6 Gentur dibawa ke rumah Frans.

7 Malam itu di rumah Frans terjadi keributan setelah lima orang dari Tulehu

ikut menonton Piala Eropa saat Belanda melawan Italia.

(55)

terlihat tersenyum bahagia ketika Belanda gagal pinalti. Masyarakat

Maluku sangat fanatik kepda Timnas Belanda.

9 Saat mengomentari pola permainan bola di televisi yang menurut Frans

adalah sebuah kepura-puraan, mengingatkan Gentur pada malam

sebelumnya ketika dia dan Frans dihadang saat akan mengirim laporan.

10 Frans menceritakan apa yang ia katakan kepada kelompok yang

menghadangnya. Frans berkata bahwa Gentur adalah seorang Buddhis

dengan bukti sebuah tato di lengannya.

11 Gentur teringat bahwa dirinya sendiri lah yang mengiyakan bahwa dia

adalah seorang Buddhis. Di tengah percakapannya dengan Frans, Gentur

kembali teringat dengan Eva Maria, kekasihnya.

12 Eva Maria adalah kekasih Gentur yang meninggal pada awal Januari

1999. Ia seorang keturunan Cina yang menjadi salah satu korban peristiwa

Mei 1998. Eva Maria diperkosa oleh beberapa lelaki di pinggir jalan

sedangkan keluarganya tews terbakar bersaa harta bendanya.

13 Sehari sebelum kejadian Eva Maria diperkosa, Gentur meneleponnya dan

bercerita 'tentang encik di Glodok yang mengaku Islam dan selamat.

14 “Aku sudah berpura-pura, membohongi diriku sendiri, dan tetap saja aku

diperkosa” menjadi kata-kata yang terus diingat oleh Gentur.

15 Lima orang Tulehu dan Gentur dibawa oleh tentara ke Rindam Suli. Di

(56)

dapat menjadi tindakan Provokasi. Akhirnya Gentur dan lima orang

Tulehu tersebut dibawa pulang ke Tulehu.

16 Selama di Tulehu, Gentur menginap di rumah Said. Seorang pelatih sepak

bola anak-anak Tulehu.

17 Di suatu hari, Gentur merasa ganjil bercampur dengan kagum ketika

melihat anak-anak Tulehu bermain bola di jalanan. Teknik dan metode

permainan yang membuatya kagum. Karena menurutnya, teknik semacam

itu dilakukan saat berlatih serius di lapangan atau saat akan ada

pertandingan. Namun menurut Said hal seperti itu memang wajar

dimainkan oleh anak-anak Tulehu di jalanan.

18 Gentur teringat semasa duduk di bangku kuliah sering bermain bola

dengan teman-temannya di lapangan Pancasila.

19 Rumah Said nyaris digrebek massa karena ia pernah memutar komposisi

lagu Ave Maria. Warga Tulehu menganggap kalau lagu tersebut adalah

lagu gereja. Padahal menurut Gentur, lagu tersebut yang

mengingatkannya pada Eva Maria, kekasihnya.

20 Untuk mendapatkan info tentang sepak bola di Tulehu, Gentur

mewawancarai beberapa angtua. Ternyata Gentur malah menemukan

sebuah foto tentang RMS tahun 1950 namun dengan keterangan dan

penjelasan foto yang kontradiktif.

(57)

angtua tidak akurat. Dudi juga menceritakan tentang keluh-kesahnya pada

cerita yang berkembang bahwa setiap orang Kristen sudah pasti pro-RMS

sedangkan Islam pasti anti-RMS atau Belanda. Padahal banyak pejuang

Kristen yang juga anti-RMS.

22 Dudi menceritakan kisah Robert yang Kristiani namun anti-RMS bahkan

ia bergabung dengan TNI untuk menumpas RMS. Salah satunya adalah

Robert yang merupakan kakeknya sendiri.

23 Robert lahir pada 1923 di Ambon. Pada usia delapan belas tahun dia

mendaftar sebagai tentara KNIL. Tidak berselang lama, Robert dan

lainnya ditangkap oleh Jepang dan dipenjara.

24 Tahun 1945 Robert dibebaskan dari penjara dan bekerja sebagai montir

senapan bagi TNI. Hanya setahun, pada 1946 Robert kembali ke Ambon.

Saat kerusuhan Ambon tahun 1999, Robert, istri, dan anak bungsunya

yang menjanda ditemuka tewas terbakar di rumahnya.

25 Pada suatu siang tiga speedboat mendarat di dermaga sebelah Pasar Ikan

Tulehu. Tiga speedboat itu memiliki bendera hitam bergambar pedang

yang saling silang, kaligrafi Arab, dan sebuah kitab yang terbuka.

Speedboat itu membawa sekitar dua puluh lima orang yang rata-rata

memakai jubah putih, celana di atas matas kaki, dan berjenggot.

26 Tidak lama setelah itu, dua speedboat datang dan melakukan tembakan ke

(58)

27 Terdengar dari speaker Masjd Jami Tulehu tentang keadaan genting di

Ambon dan ajakan membela Tulehu dalam melawan negeri Kristen

dengan alasan berjihad membantu saudara sesama muslim.

28 Permasalahan rumah tangga Said yang terus berlarut-larut dan ancaman

dari Irfan untuk ikut dalam penyerangan ke Waai sempat menjadi beban

bagi Said.

29 Muncul kabar yang menyebutkan bahwa akan dilakukan penyerangan ke

Waai esok hari pada pukul delapan pagi. Sedangkan bersamaan Said harus

mendapatkan uang yang akan diberikan kepada Irfan.

30 Said melewatkan penyerangan karena ia salah memprediksi waktu

serangan. Setelah itu dia dan Gentur pulang ke rumah dan mendapat kabar

Salim masuk ke rumah sakit akibat ia ikut dalam penyerangan ke Waai.

31 Gentur dan Said bergegas menuju rumah sakit tempat Salim dirawat. Di

sana mereka bertemu dengan paman Salim dan mengatakan bahwa kaki

kanan Salim yang terkena pecahan granat mengalami luka parah. Karena

itu, kaki kanannya harus diamputasi.

32 Melihat kenyataan tersebut, Gentur memaksa Said untuk mengumpulkan

anak-anak yang biasa dia latih untuk tetap bermain bola. Hal tersebut ia

lakukan untuk menghindarkan mereka dari kejadian yang menimpa Salim.

Kalau anak-anak tersebut sibuk berlatih, sudah pasti mereka tidak akan

(59)

33 Gentur kemudian mencoba menulis laporan terakhirnya tentang Wayame,

kampung di pinggir Teluk Ambon yang mampu hidup berdampinngan

tanpa terlibat konflik. Padahal penduduk Islam dan Kristen sama

banyaknya.

34 Atas bantuan dan koneksi yang dimiliki dari pegiat RBM, Gentur

mendapatkan speedboat yang akan mengantarkannya ke Wayame.

35 Di tengah perjalanan, speedboatnya dihadang oleh speedboat lain dan

ditepikan. Gentur diinterogasi oleh kelompok yang mengaku sebagai

Laskar Salib. Meski pun sudah megakui tujuannya ke Wayame dan

profesinya sebagai seorang stringer, namun Gentur tak juga dilepaskan

sampai pada pertanyaan terakhir tentang agama yang dianutnya.

36 Gentur menjawab dengan tegas bahwa dirinya adalah seorang Muslim.

Orang-orang yang menawannya merasa heran karena mereka baru sekali

bertemu dengan seorang tawanan yang terlihat tidak takut sama sekali.

37 Ketika akan dieksekusi, Gentur berteriak memanggil nama kekasihnya,

Eva Maria, yang telah meninggal. Pemimpin kelompok itu merasa heran

karena ada seorang Muslim yang tmengetahui lagu Ave Maria.

38 Gentur dibawa ke sebuah ruangan di dalam gereja yang sudah hancur dan

sedikit terjadi obrolan tentang komposisi lagu Ave Maria antara Gentur

dengan pemimpin laskar. Mereka saling berbagi kesedihan atas kepergian

(60)

versi Schubert. Pemimpin laskar memainkan piano sementara lagu Ave

Maria mengalun di antara keduanya.

Tabel 4. Pemaparan urutan cerita (story) dalam novel Jalan Lain ke Tulehu

c. Alur (Plot)

Plot adalah apa yang ditampilkan secara eksplisit dalam sebuah teks.

Dalam plot, urutan peristiwa bisa dibolak-balik. Hal ini dilakukan oleh pembuat

cerita untuk membuat narasi menjadi lebih menarik dan membuat pesan tersebut

tersampaikan dengan baik dan jelas.

1 21 Juni 2000 Gentur sampai di Ambon dengan menumpang KM

Dobonsolo. Di pelabuhan ia dijemput Frans dan dibawa ke markas RBM.

2 Terjadi penyerangan oleh kelompok laskar di markas Brimob Tantui

untuk menjebol gudang senjata. Penyerangan itu juga berdampak pada

orang-orang yang masih di markas RBM untuk segera menyelamatkan

diri. Lalu Gentur dibawa ke rumah Frans.

3 Di rumah Frans terjadi keributan setelah lima orang dari Tulehu ikut

menonton Piala Eropa 2000 antara Belanda melawan Italia di rumah

Frans.

4 Gentur ingat pada malam sebelumnya ketika ia dan Frans dihadang oleh

sekelompok orang yang memaksa Gentur untuk berpura-pura mengaku

Gambar

Gambar 1. Sampul novel Jalan Lain ke Tulehu
Gambar 2. Skema model aktan Algirdas Greimas (dalam Eriyanto, 2013:96)
Gambar 3. Sampul novel Jalan Lain ke Tulehu

Referensi

Dokumen terkait

Praktik Pengalaman Lapangan (PPL) adalah semua kegiatan kurikuler yang harus dilakukan oleh mahasiswa praktikan, sebagai pelatihan untuk menerapkan teori yang

berkembang menjadi sentra industri kerajinan marner dan onix.. 2 Contoh potensi marmer yang dimiliki oleh Kabupaten Tulungagung.. Sumber :

mengenai pengaruh bauran pemasaran jasa terhadap keputusan mengunjungi objek.. wisata museum

dibandingkan dengan Kabupaten 50 Kota yang pada saat ini dijadikan daerah sentra peternakan. Dari data terakhir Dinas Perternakan tahun 2003 di Kabupaten Agam

• Aligning 3PL Organizations: This topic is timely considering the objectives of 3PLs and shippers to achieve great eficiencies and effectiveness in their relationships. A

[r]

Dalam khazanah sastra Indonesia, baik dalam periode klasik maupun modern, karya sastra yang berkaitan dengan agama dan kepercayaan yang bersifat spritual, mistik dan

JUDUL : LIMBAH CANGKANG TELUR DIBUAT JADI OBAT MAG. MEDIA : SUARA MERDEKA TANGGAL : 23