• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS EFISIENSI PENGGUNAAN FAKTOR PRODUKSI GARAM DI KECAMATAN BATANGAN KABUPATEN PATI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "ANALISIS EFISIENSI PENGGUNAAN FAKTOR PRODUKSI GARAM DI KECAMATAN BATANGAN KABUPATEN PATI"

Copied!
107
0
0

Teks penuh

(1)

IN KECAMATAN KABUPATEN PATI

Oleh :

BESTIANZ RONALDY 20120430227

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

(2)

xi

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERNYATAAN ... iv

HALAMAN MOTTO ... v

HALAMAN PERSEMBAHAN ... vi

INTISARI ... vii

ABSTRACT ... viii

KATA PENGANTAR ... ix

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 7

C. Tujuan Penelitian... 8

D. Manfaat Penelitian... 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 10

A. Landasan Teori ... 10

1. Produksi... 10

2. Faktor Produksi ... 10

3. Fungsi Produksi ... 11

4. Konsep Efisiensi... 17

5. Return to Scale ... 25

B. Peneltian Terdahulu... 26

C. Hipotesis ... 30

D. Kerangka Penelitian ... 30

BAB III METODE PENELITIAN... 31

A. Variabel dan Definisi Operasional ... 31

B. Jenis Data ... 31

(3)

xii

1. Model Fungsi Produksi Frontier ... 35

2. Uji Efisiensi ... 36

a. Efisiensi Teknis ... 36

b. Efisiensi Harga ... 37

c. Efisiensi Ekonomi ... 38

3. Return to Scale ... 38

BAB IV GAMBARAN UMUM OBYEK PENELITIAN ... 39

A. Gambaran Umum Kecamatan Batangan ... 39

1. Kecamatan Batangan ... 39

2. Penduduk dan Tingkat Pendidikan... 40

3. Transportasi ... 41

4. Curah Hujan ... 41

5. Kehidupan Sosial dan Ekonomi ... 41

B. Gambaran Umum Pertanian Garam ... 42

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 46

A. Hasil Penelitian ... 46

1. Koefisien Elastisitas ... 47

2. Efisiensi Teknis ... 48

3. Efisiensi Harga ... 49

4. Efisiensi Ekonomi ... 54

5. Return to Scale ... 55

B. Pembahasan ... 55

1. Efisiensi Teknis ... 55

2. Efisiensi Harga ... 57

a. NPM Modal ... 57

b. NPM Luas Lahan ... 58

c. NPM Tenaga Kerja ... 59

3. Efiseinsi Ekonomi ... 61

(4)

xiii

1.2 Luas Lahan Produksi Wilayah Pesisir Jawa Tengah... 4

1.3 Jumlah Produksi Garam di Jawa Tengah ... 5

1.4 Produksi Garam Per-Kecamatan di Kabupaten Pati ... 6

5.1 Hasil Distribusi Produksi Garam, Modal, Luas lahan, dan Tenaga Kerja di Kecamatan Batangan Kabupaten Pati ... 45

5.2 Hasil Estimasi Fungsi Produksi Frontier Stokastik ... 46

(5)

xiv

2.3 Isoquan ... 19

(6)
(7)

miliki angka produksi yang tinggi. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasikan pengaruh dari faktor produksi tersebut terhadap produksi garam, serta memperoleh estimasi nilai efisiensi teknis, harga, dan ekonomi dari faktor produksi garam tersebut.

Penelitian ini dilakukan menggunakan metode analisis efisiensi produksi dengan model fungsi Cobb-Douglas dengan bantuan program Frontier 4.1c., dan uji Return to Scale. Sedangkan metode pengumpulan data dilakukan dengan metode interview, observasi dan kuesioner.

Hasil penelitian ini menunjukkan nilai Return to Scale (RTS) sebesar 1.01 (Increasing Return to Scale) bahwa kenaikan output memiliki proporsi yang lebih besar dibandingkan dengan penambahan input. Berdasarkan hasil analisis diperoleh bahwa efisiensi teknik produksi garam rata-rata mencapai 0,93, efisiensi harga produksi garam rata-rata mencapai 0,5, dan efisiensi ekonomi produksi garam rata-rata mencapai 0,46. Efisiensi ekonomi ini nilainya kurang dari 1, oleh karena itu disimpulkan bahwa pertanian garam di Kecamatan Batangan Kabupaten Pati tidak efisien, sehingga untuk mencapai efisien secara keselurahn perlu adanya pengurangan input.

(8)

research aims to identify the factors that affect the production of salt, identifying the influence of production factors on the production of salt, as well as obtain technical efficiency value estimation, pricing, and economical factors of production of the salt.

This reseach was conducted using the method of production efficiency analysis by Cobb-Douglas production function model with Frontier 4.1c program and Return to Scale. While the method of data collection was conducted by interview, observation and questionnaire.

The result indicate the value of return to Sacle (RTS) is 1,01 (Increasing Return to Scale) that the increase output having proportion larger compared with the addition of input. Based on the result of the analysis that the efficiency of salt technical achieve an average of 0,93, allocative efficiency of salt production reached an average of 0,5, and the economic efficiency of salt production reached an average of 0,46. Its economic efficiency has a value less than 1, therefore it is concluded that the salt farm in Batangan Pati not efficient, so as to achieve efficient overall need to the reduction input.

(9)

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Pemerintah memiliki peran vital untuk memajukan sumberdaya

petani agar kesejahteraan petani semakin meningkat. Petani dapat

meningkatan produksi pertanian dengan menyediakan sarana produksi

pertanian (Sajad, 1993). Dalam Dalam mewujudkan pertanian

berkelanjutan petani perlu memanfaatkan faktor produksi secara efektif

dan efisien untuk produksi usahataninya. Efisiensi produksi hendaknya

penting diperhatikan oleh petani. Upaya-upaya peningkatan produksi

tanaman pangan melalui jalur ekstensifikasi tampaknya semakin sulit,

terbatasnya lahan pertanian produktif dan alih fungsi lahan dari

pertanian ke non pertanian yang sulit dibendung karena berbagai alasan.

Upaya peningkatan produksi melalui efisiensi produksi menjadi salah

satu pilihan yang tepat. Dengan efisiensi, petani dapat menggunakan

input produksi sesuai dengan ketentuan untuk mendapat produksi yang

optimal.

Di Indonesia garam merupakan salah satu komoditas pertanian yang

mempunyai potensi untuk dikembangkan, karena tingginya kebutuhan

akan garam. Indonesia adalah Negara kepulauan, luas wilayah laut lebih

besar daripada daratan, sehingga masa depan akan lebih banyak

ditentukan pada kemampuan memanfaatkan sumber daya laut seperti

(10)

Neraca garam nasional merupakan perbandingan antara kebutuhan,

produksi, ekspor dan impor komoditas garam nasional dalam suatu

periode tertentu. Kebutuhan garam semakin meningkat dari tahun ke

tahun dimana kebutuhan garam dibagi menjadi 2 yaitu (1) garam

konsumsi adalah garam yang digunakan sebagai bahan baku produksi

bagi industri garam konsumsi beryodium (garam meja), untuk aneka

pangan (memiliki NaCl minimal 94,7 persen), dan pengasinan ikan. (2)

garam industri adalah garam yang digunakan sebagai bahan baku bagi

industri dengan kadar NaCl minimal 97 persen. Garam industri belum

dapat diproduksi didalam negeri sehingga semuanya berasal dari impor.

Neraca garam nasional disusun secara rutin setiap tahun dengan 4

instansi yang mengelola komoditas garam baik dari segi kebutuhan,

produksi, perdagangan (ekspor dan impor) maupun pendataannya.

(11)

Tabel 1.1

Neraca Garam Nasional Tahun 2011-2014

Sumber: Dinas Kelautan dan Perikanan (2015)

Dari table 1.1 kebutuhan garam nasional tahun 2014 mencapai 3,61

juta ton, terdiri dari garam konsumsi sebesar 1,48 juta ton dan garam

industri sebesar 2,13 juta ton. Dari tahun 2011 pertumbuhan kebutuhan

garam industri rata-rata mencapai 5,82 persen per tahun sedangakan

kebutuhan garam konsumsi rata-rata mencapai 1,40 persen per tahun.

Kebutuhan garam konsumsi terdiri dari kebutuhan rumah tangga

(12)

kebutuhan garam industri terdiri dari industri CAP dan farmasi sebesar

1,91 juta ton dan industri non CAP sebesar 215 ribu ton.

Kebutuhan garam industri sebagian besar dipenuhi oleh Pasokan

impor untuk industri CAP dan non CAP sebesar 1,78 juta ton atau

mencapai 83,54 persen. Artinya produksi garam industri di dalam

negeri masih belum mampu memenuhi kebutuhan garam industri

nasional.

Produksi garam konsumsi nasional tahun 2014 mencapai 2,19 juta

ton, berasal dari PT. Garam (Persero) 315 ribu ton dan garam rakyat

sebesar 1,88 juta ton.

Di Jawa Tengah luas lahan produksi garam tersebar di 5 Kabupaten

wilayah pesisir dengan luas lahannya 6.608,78 Ha. Berikut rincian luas

lahan di kawasan pesisir Jawa Tengah dapat dilihat pada tabel 1.2.

Tabel 1.2

Luas Lahan Produksi Garam Wilayah Pesisir Jawa Tengah 2015

No. Kabupaten / Kota Luas Lahan

1. Pati 2.838,11

2. Rembang 1.568,65

3. Demak 1.271

4. Jepara 501,02

5. Brebes 430

Jumlah 6.608,78

Sumber : Dinas Kelautan dan Perikanan (2015)

Dari Tabel 1.2 luas lahan produksi garam di Jawa tengah totalnya

sebesar 6.608,78 Ha, dimana 2.838,11 Ha terdapat di Kabupaten Pati,

(13)

501,02 Ha di Kabupaten Jepara dan 430 Ha di Kabupaten Brebes.

(Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Jawa Tengah, 2015).

Berdasarkan luas lahan tersebut tampak bahwa Kabupaten Pati memiliki

luas lahan terbesar dibandingkan dengan Kabupaten lainnya. Begitu pula

dengan jumlah produksi garam yang terdapat di Kabupaten Pati. Berikut

jumlah produksi garam di Jawa Tengah tahun 2015 dapat dilihat pada

tabel 1.3.

Tabel 1.3

Jumlah Produksi Garam Di Jawa Tengah 2015 No. Kabupaten / Kota Produksi (Ton)

1. Pati 381.704

2. Rembang 218.491

3. Demak 130.118

4. Jepara 56.614,30

5. Brebes 53.629,50

Jumlah 840.556,80

Sumber : Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Jawa Tengah,2015

Berdasarkan tabel 1.2 jumlah produksi di Jawa Tengah sebesar

840.556,8 ton. Kabupaten Pati memiliki jumlah produksi garam tertinggi

di Jawa Tengah sebesar 381.704 ton. Sedangkan jumlah produksi garam

terendah ada di Kabupaten Brebes sebesar 53.629,50 ton.

Kabupaten Pati memliki 4 kecamatan memproduksi garam yaitu

kecamatan Juwana, Wedarijaksa, Trangkil, dan Batangan. Produksi

garam Per-Kecamatan di Kabupaten Pati tahun 2015 dapat dilihat pada

(14)

Tabel 1.4

Produksi Garam Per-Kecamatan di Kabupaten Pati tahun 2015

NO Kecamatan Jumlah Produksi (Ton)

Luas Lahan (Ha)

1 Batangan 207.817 1.266,66

2 Juwana 75.649 717,21

3 Wedarijaksa 56.771 497,06

4 Trangkil 41.467 357,18

Total 381.704 2.838,11

Sumber: Dinas Kelautan dan Perikanan kabupaten Pati (2015)

Pada tabel 1.4 Kecamatan paling banyak mengusahakan produksi

garam adalah Kecamatan Batangan memiliki produksi garam tetinggi

sebesar 207.817 ton dengan luas lahan 1.266,66 Ha. Jumlah produksi

garam di kecamatan Batangan mencapai 49,40 persen dari total

produksi garam di Kabupaten Pati. Sementara paling sedikit berada di

Kecamatan Trangkil sebesar 41.467 ton dengan luas lahan 357,18 Ha.

Jumlah produksi garam di Kecamatan Trangkil mencapai 11,26 persen

dari total produksi garam di Kabupaten Pati. Hal ini menunjukkan

bahwa Kecamatan Batangan memiliki produktivitas yang paling baik

dibandingkan dengan kecamatan-kecamatan lainnya.

Penelitian ini merupakan pengembangan dari banyak penelitian

sebelumnya dengan mengkombinasikan variabel bebas hasil tidak

konsisten maupun yang masih perlu untuk diketahui hasil lebih lanjut

mengenai pengaruh variabel bebas tersebut. Sampel dilakukan di

Kecamatan Batangan Kabupaten Pati yaitu Petani garam yang

(15)

Sehingga peneliti ingin mengetahui efisiensi penggunaan faktor

produksi dan mengambil judul “Analisis Efisiensi Penggunaan Faktor Produksi Garam Di Kecamatan Batangan, Kabupaten Pati”.

B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penulisan penelitian ini mengenai “Analisis

Efisiensi Penggunaan Faktor Produksi Garam Di Kecamatan Batangan,

Kabupaten Pati” adalah kebutuhan garam yang semakin meningkat

setiap tahun, namun tidak diimbangi dengan peningkatan produksi

nasional, sehingga nilai impor garam masih tinggi. Untuk itu perlu

dilakukan penelitian mengenai efisiensi penggunaan faktor produksi

garam, guna meningkatkan produksi garam dalam negeri. Pertanyaan

dari masalah yang saya angkat diatas, antara lain:

1. Bagaimana nilai efisiensi teknis dalam penggunaan faktor produksi

garam di Kabupaten Pati Kecamatan Batangan?

2. Bagaimana nilai efisiensi harga dalam penggunaan faktor produksi

garam di Kabupaten Pati Kecamatan Batangan?

3. Bagaimana nilai efisiensi ekonomis dalam penggunaan faktor

(16)

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dalam penulisan penelitian mengenai “Analisis Efisiensi

Penggunaan Faktor Produksi Garam di Kecamatan Batangan, Kabupaten

Pati” adalah:

1. Untuk mengetahui efisiensi teknis dalam penggunaan faktor

produksi garam di Kabupaten Pati Kecamatan Batangan.

2. Untuk mengetahui efisiensi harga dalam penggunaan faktor produksi

garam di Kabupaten Pati Kecamatan Batangan.

3. Untuk mengetahui efisiensi ekonomis dalam penggunaan faktor

produksi garam di Kabupaten Pati Kecamatan Batangan.

D. Manfaat Penelitian

Kegunaan penelitian ini antara lain:

1. Akademisi

Penilitian ini diharapkan akan memberikan sumbangan ilmu

pengetahuan bagi para pelajar.

2. Pemerintah

Hasil penelitian diharapkan agar pemerintah dapat lebih memberi

perhatian dan bantuan kepada petani garam rakyat di kecamatan

Batangan, kabupaten Pati sehingga para petani dapat meningkatkan

(17)

3. Masyarakat

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan

kepada masyarakat mengenai faktor-faktor produksi apa saja yang

(18)

10

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori

1. Produksi

Produksi diartikan sebagai atau penggunaan atau pemanfaatan

sumber daya yang mengubah suatu komoditi menjadi komoditi lainnya

yang sama sekali berbeda baik dalam pengertian apa, dimana atau kapan

komoditi-komoditi di alokasikan, maupun dalam pengertian apa yang

dapat dikerjakan oleh konsumen terdapat komoditi itu. Iswandono

2004:14 menyatakan bahwa teori produksi sebagaimana teori konsumen

merupakan teori pemilihan atas berbagai alternatif yang tersedia. Dalam

hal ini adalah keputusan yang diambil seorang produsen untuk

menentukan pemilihan atas alternatif tersebut. Produsen mencoba

memaksimalkan produksi yang bisa dicapai dengan suatu kendala

ongkos tertentu agar dapat dihasilkan keuntungan yang maksimum.

2. Faktor Produksi

Faktor produksi adalah benda-benda yang disediakan oleh alam atau

diciptakan manusia yang dapat digunakan untuk memproduksi barang

dan jasa. Faktor produksi dalam perekonomian akan menentukan sampai

mana suatu negara dapat menghasilkan barang dan jasa.

Sukirno mengatakan bahwa faktor produksi dapat dibedakan

menjadi empat jenis, yaitu modal, faktor produksi ini merupakan benda

(19)

barang dan jasa yang dibutuhkan. Tenaga kerja, faktor produksi ini

meliputi keahlian dan ketrampilan yang dimiliki, yang dibedakan

menjadi tenaga kerja kasar, tenaga kerja terampil, dan tenaga kerja

terdidik. Tanah dan sumber alam, faktor tersebut disediakan oleh alam

meliputi tanah, beberapa jenis tambang, hasil hutan dan sumber alam

yang dijadikan modal, seperti air yang dibendung untuk irigasi dan

pembangkit listrik. Keahlian keusahawanan, faktor produksi ini

berbentuk keahlian dan kemampuan pengusaha untuk mendirikan dan

mengembangkan berbagai kegiatan usaha (Sukirno,2005:6).

3. Fungsi Produksi

Fungsi produksi menunjukan sifat hubungan diantara faktor produksi

dan tingkat produksi yang dihasilkan, faktor produksi dikenal pula

dengan istilah input dan jumlah produksi selalu juga disebut output.

Hubungan antara masukan dan keluaran diformulasikan dengan fungsi

produksi berikut (Sukirno,2005:195):

Q = f (K,L,R, …..)

K adalah jumlah stok modal (Kapital), L adalah jumlah tenaga kerja

dan ini meliputi berbagai jenis tenaga kerja dan keahlian keusahawan, R

adalah kekayaan alam, sedangkan Q adalah jumlah produksi yang

dihasilkan oleh berbagai jenis faktor produksi tersebut, yaitu secara

bersama digunakan untuk memproduksi barang yang sedang dianalisis

(20)

Dalam ilmu ekonomi yang disebut dengan fungsi produksi adalah

suatu fungsi yang menunjukkan hubungan antara hasil fisik (output)

dengan faktor produksi (input), Daniel M (2002). Secara matematika

sederhana, fungsi produksi itu dapat dituliskan sebagai berikut:

Y = f (x1,x2,x3,...xn)

Dimana :

Y = Hasil fisik (output)

x1...xn = Faktor-faktor Produksi (input)

Dalam proses tersebut terdapat tiga tipe produksi atas input atau

faktor produksi Soekartawi (2003) yaitu :

a. Increasing return to scale, apabila tiap unit tambahan input

menghasilkan tambahan output yang lebih banyak daripada unit

input sebelumnya.

b. Constant return to scale, apabila unit tambahan input menghasilkan

tambahan output yang sama dari unit sebelumnya.

c. Decreasing return to scale, apabila tiap unit tambahan input

menghasilkan tambahan output yang lebih sedikit daripada unit

sebelumnya.

Ketiga reaksi produksi tersebut tidak dapat lepas dari konsep

produksi marginal (marginal product). Marginal product (MP)

merupakan tambahan satu satuan input X yang dapat menyebabkan

penambahan atau pengurangan satu satuan output Y. Marginal product

(21)

proses produksi tersebut setiap tipe reaksi produksi mempunyai nilai

produk marginal yang berbeda.

Ep =

/

atau

Dapat dijelaskan sebagai berikut :

a. Tahap I : nilai Ep > 1 : produk total, produk rata-rata menaik dan

produk marginal juga nilainya menaik kemudian menurun sampai

nilainya sama dengan produk rata-rata (increasing rate).

b. Tahap II : nilai 1 < Ep < 0 : produk total menaik, tapi produk

rata-rata menurun dan produk marginal juga nilainya menurun sampai

nol (decreasing rate).

c. Tahap III : Ep < 0 : produk total dan produk rata-rata menurun

sedangkan produk marginal nilainya negatif (negative decreasing

rate).

Dalam ilmu ekonomi fungsi yang paling banyak digunakan adalah

fungsi produksi Cobb Douglas. Secara sistematis persamaan Cobb

Douglas dituliskan sebagai berikut (soekartawi,1994) :

Y = aX1 X2

Bila fungsi Cobb Douglas tersebut dinyatakan dalam hubungan X

dan Y bentuk matematika sederhana fungsi tersebut dapat dituliskan

sebagai berikut :

Y = f(X1,X2,....Xn)

Untuk memudahkan pendugaan persamaan diatas maka persamaan

(22)

LnY = � + � LnX1 + � LnX2 + � LnX3 + � LnX4 + ui

Dimana :

Y = jumlah produksi (output)

X1 , X2,X3 ,X4 = faktor produksi (input)

� , � , � , � = parameter.

ui = disturbance term (kesalahan)

Di dalam produksi, faktor produksi memang menentukan besar

kecilnya produksi yang akan diperoleh. Untuk menghasilkan produksi

(output) yang maksimal maka penggunaan faktor produksi dapat

digabungkan.

Dalam fungsi produksi terdapat hukum Law of Diminishing Return

yaitu apabila satu macam input ditambah penggunaannya sedang

input-input yang ditambahkan, mula-mula menaik tetapi kemudian seterusnya

menurun bila input tersebut terus ditambah. Secara grafik penambahan

(23)

Sumber: Miller dan Meiners, 2000

Gambar 2.1

Hubungan Antara Total Produk, Marginal Produk, dan Average Produk

Pada gambar di atas permulaan penggunaan faktor produksi, TP

akan bertambah perlahan seiring ditambahnya input produksi.

Pertambahan input perlahan membuat TP meningkat pada titik A,

selanjutnya penambahan input produksi secara cepat masih menaikkan

TP dimana tercapai pada titik B. Penambahan masih terus dilakukan

sampai akhirnya mencapai titik C dimana titik maksimum TP.

Penambahan selanjutnya tidak lagi meningkatkn TP, penambahan input

akan berakibat turunnya Total Produksi yang mana melewati titik C

maksimum TP. Jadi, marginal produk pada daerah ini sama dengan 0.

Hal ini Nampak dalam gambar dimana antar C dan titik F terjadi pada

(24)

total produksi menurun, dan berarti marginal produk jadi negatif. Dalam

juga terlihat bahwa marginal produk pada tingkat permulaan menaik,

mencapai tingkat maksimum pada titik D ( titik dimana mulai berlaku

hukum Low of Diminishing Return), kemudian menurun kembali.

Marginal produk negatif setelah melewati titk F, yaitu pada waktu total

produksi mencapai titik maksimum di C. Rata-rata produksi pada titik

permulaan juga Nampak menaik dan akhirnya mencapai tingkat

maksimum di titik E, yaitu pada titik dimana marginal produk dan

rata-rata produksi sama besar. Satu hungan lagi yang perlu diperhatikan ialah

marginal produk lebih besar dibanding dengan rata-rata produksi

menaik, dan lebih kecil bila mana rata-rata produksi menurun.

Dengan menggunakan gambar 2.1 di atas kita dapat membagi suatu

rangkaian produksi menjadi tiga tahap, yaitu tahap I, II, III. Tahap I

melipti daerah penngunaan faktor produksi di sebelah kiri titk E, di

mana rata-rata produksi mencapai titik maksimum. Tahap II meliputi

daerah penggunaan faktor produksi di antara titik E dan F, di mana

marginal produk di antara titik E dan F, di mana produk dari faktor

produksi variable adalah 0. Akhirnya, tahap III meliputi daerah

penggunaan faktor produksi di sebelah kanan titik F, di mana marginal

produk dari faktor produksi adalah negatif. Sesuai dengan pentahapan

tersebut di atas, maka jelas produsen tidak akan berproduksi pada tahap

III, karena dalam tahap ini ia akan memperoleh hasil produksi yang

(25)

berarti produsen tersebut bertindak tidak efisien dalam pemanfaatan

faktor produksi. Pada tahap I, rata-rata produksi dari faktor meningkat

dengan semakin ditambahnya faktor produksi tersebut. Jadi, efisiensi

produksi yang maksimal akan terjadi pada tahap produksi yang ke II

(Khazanani, 2011).

4. Konsep Efisiensi

Efisiensi adalah ukuran keluaran (output) per satuan waktu, tenaga,

dan biaya dengan memperhatikan faktor input yang digunakan dalam

melakukan produksi, seseorang mungkin bekerja lebih lama daripada

orang lain tetapi belum dapat menghasilkan output yang lebih banyak

daripada yang bekerja dengan waktu yang lebih pendek, makin banyak

barang yang dapat dihasilkan per sartuan waktu, tenaga dan biaya

semakin efisien dalam melakukan pekerjaan.

Pengertian efisiensi tidak cukup hanya dikaitkan dengan jumlah

barang tanpa memperhatikan mutu atau nilai barang yang dihasilkan.

Dalam kaitannya industri rumah tangga, dalam melakukan produksi

dapat saja menghasilkan barang dengan jumlah banyak namum mutu

atau nilai barang yang dihasilkan relatif rendah dengan faktor input

tertentu yang telah digunakan (Wijandi, 2004: 72), untk melakukan

produksi yang efisien perlu adanya pengalaman kerja untuk mengolah

faktor input produksi agar lebih efisien.

Menurut Nicholson (2002), efisiensi adalah kemampuan untuk

(26)

input yang minimal. Suatu kegiatan telah dikerjakan secara efisien jika

pelaksanaan kegiatan telah mencapai sasaran output dengan

pengorbanan input terendah, sehingga efisiensi dapat diartikan sehingga

tidak adanya pemborosan.

Efisiensi diterjemahkan dengan daya guna, yaitu tidak hanya

mempertimbangkan hasil output, namun juga ditentukan pada daya,

usaha, atau pengorbanan untuk mencapai hasil agar tidak terjadi

pemborosan, selanjutnya uraian yang menyangkut efisiensi memerlukan

penyusunan system dan prosedur yang berlandaskan pemikiran efisiensi,

agar pelaksanaan dari proses produksi tidak terjadi pemborosan dari sisi

input, waktu, maupun proses produksi hingga pada output

(Syamsi,2004:2).

Menurut Nicholson (1995) batas kemungkinan produksi atau

productionpossibility frontier merupakan suatu grafik yang menunjukan

semua kemungkinan kombinasi barang-barang yang dapat diproduksi

dengan sejumlah sumber daya tertentu seperti ditunjukan pada gambar

(27)

Sumber: Nicholson, 2002

Gambar 2.2

Batas Kemungkinan Produksi dan Efisiensi Teknis

Pada gambar 2.2 garis batas PP’ memperlihatkan seluruh kombinasi

dari dua barang (barang X dan Y) yang dapat diproduksi dengan

sejumlah sumber daya yang tersedia dalam suatu perekonomian.

Kombinasi keduanya pada PP’ dan di dalam kurva cembung adalah

output yang mungkin diproduksi. Alokasi sumber daya yang

dicerminkan oleh titik A adalah alokasi yang tidak efisien secara teknis

karena produksi masih dapat ditingkatkan. Titik B contohnya berisi

lebih banyak Y dan tidak mengurangi X dibandingkan dengan alokasi A.

Faktor produksi juga dapat dicerminkan dengan menggunakan kurva

isoquan apabila hanya terdapat dua macam input. Kurva isoquant

meunjukan kombinasi yang berbeda dari tenaga kerja (L) dan barang

modal (K), yang memungkinkan perusahaan untuk menghasilkan jumlah

output tertentu. Isoquan yang lebih tinggi mencerminkan jumlah output

yang lebih besar dan isoquan yang lebih rendah mencerminkan jumlah

output yang lebih kecil (Salvatore, 1994). Garis isoquan juga merupakan

tempat kedudukan titik-titik yang menunjukan titik kombinasi

(28)

Sumber: Miller dan Meiners, 2000

Gambar 2.3 Isoquan

Gambar 2.3 menunjukan bahwa sumbu vertikal mengukur jumlah

fisik modal yang dinyatakan sebagai arus jasanya per unit periode, dan

sumbu horizontal mengukur jumlah tenaga kerja secara fisik yang

dinyatakan arus jasanya per unit periode. Isoquan yang ditarik khusus

untuk tingkat output Q1. Setiap titik pada kurva isoquan menunjukan

kombinasi modal dan tenaga kerja dalam berbagai variasi yang sering

menghasilkan output yang sama sebanyak Q1.

Efisiensi merupakan banyaknya hasil produksi fisik yang dapat

diperoleh dari kesatuan faktor produksi atau input. Situasi seperti ini

akan terjadi apabila pengusaha mampu membuat suatu upaya agar nilai

produk marginal (NPM) untuk suatu input atau masukan sama dengan

harga input (P) atau dapat ditulis sebagai berikut (Soekartawi, 2001:49) :

NPMx = Px ; atau

(29)

Dalam banyak kenyataan NPMx tidak selalu sama dengan Px, dan

sering terjadi adalah keadaan sebagai berikut:

a. NPMx / Px > 1 artinya bahwa penggunaan input x belum efisien.

Untuk mencapai tingkat efisiensi maka input harus ditambah.

b. NPMx / Px < 1 artinya penggunaan input x tidak efisien. Untuk

mencapai atau menjadi efisien maka input harus dikurangi.

Dalam termatologi ilmu ekonomi, pengertian efisiensi digolongkan

menjadi 3 macam, yaitu efisiensi teknis, efisiensi harga (alokatif), dan

efisiensi ekonomi.

1) Efisiensi Teknis

Efisiensi teknis yaitu efisiensi yang menghubungkan antara produksi

yang sebenarnya dan produksi maksimum. Suatu penggunaan faktor

produksi dikatakan efisien secara teknis (efisiensi teknis) kalau faktor

produksi yang dipakai menghasilkan produksi yang maksimum.

Efisiensi teknis akan tercapai apabila pengusaha mampu

mengalokasikan faktor produksi sedemikian rupa sehingga hasil yang

tinggi dapat dicapai (Daniel, 2002: 123).

Menurut (Herrick dan Charles 2009: 22) efisiensi teknis

didefinisikan sebagai menghasilkan lebih banyak, dengan masukan yang

sama atau menghasilkan jumlah keluaran yang sama dengan masukan

yang lebih sedikit.

Efisensi teknis ini mencakup mengenai hubungan antara input dan

(30)

teknis kalau faktor produksi yang dipakai menghasilkan produksi yang

maksimum. (Miller dan Meiners 2010 : 25) menyatakan efisiensi teknis

(technical efficiency) mengharuskan atau mensyaratkan adanya proses

produksi yang dapat memanfaatkan input yang lebih sedikit demi

menghasilkan output dalam jumlah yang sama.

Petani garam di Kecamatan Batangan Kabupaten Pati, efisiensi

teknis dipengaruhi oleh kuantitas penggunaan faktor produksi.

Kombinasi dari bensin, luas lahan, jumlah tenaga kerja, dan pengalaman

petani dapat mempengaruhi tingkat efisiensi teknis. Proporsi

penggunaan masing-masing faktor produksi tersebut berbeda-beda pada

setiap petani, sehingga masing-masing petani garam memiliki tingkat

efisiensi teknis yang berbeda-beda. Petani garam dapat dikatakan lebih

efisien dari petani lain jika petani tersebut mampu menggunkan faktor

produksi lebih sedikit atau sama dengan petani lain, namun dapat

meningkatkan tingkat produksi yang sama atau bahkan lebih tinggi dari

petani lainnya.

2) Efisiensi Harga (alokatif)

Efisiensi Harga (alokatif) berhubungan dengan keberhasilan petani

mencapai keuntungan maksimum pada jangka pendek, yaitu efisiensi

yang dicapai dengan mengkondisikan nilai produk marginal dengan

harga input (NPMx = Px).

(Nicholson, 1995:175) mengatakan bahwa efisiensi harga tercapai

(31)

input (NPMxi) dengan harga inputnya (Pxi) sama dengan 1. Kondisi ini

menghendaki NPMx sama dengan harga faktor produksi X atau dapat

ditulis sebagai berikut :

�. .�

= Px atau �. .�

.�

= 1

Dimana : .

b = elastisitas produksi

Y = output rata-rata

X = input rata-rata

Py = harga output rata-rata

Px = harga input rata-rata

Banyak kenyataan persamaan diatas tidak selalu sama dengan satu,

yang terjadi adalah sebagai berikut :

a. (bY.Py / X.Px) = 1 artinya bahwa penggunaan faktor produksi X

efisien.

b. (bY.Py / X.Px) > 1 artinya bahwa penggunaan faktor produksi X

belum efisien untuk mencapai efisiensi maka input X perlu

ditambah.

c. (bY.Py / X.Px) < 1 artinya bahwa penggunaan faktor produksi X

tidak efisien untuk menjadi efisien maka penggunaan input X perlu

dikurangi. (Soekartawi, 2001: 50-51)

3) Efisiensi Ekonomi

Efisiensi ekonomi tecapai apabila efisiensi teknis dan efisiensi harga

(32)

a. Syarat ketentuan (necessary condition) menunjukkan hubungan fisik

antara input dan output, bahwa proses produksi pada waktu

elastisitas produksi antara 0 dan 1. Hasil ini merupakan efisiensi

produksi secara teknis.

b. Syarat kecukupan (sufficient condition) yang berhubungan dengan

tujuannya yaitu kondisi keuntungan maksimum tercapai dengan

syarat nilai produk marginal sama dengan biaya marginal.

Konsep yang digunakan dalam efisiensi ekonomi adalah

meminimalkan biaya, artinya suatu produksi akan efisien secara

ekonomis pada suatu tingkatan output apabila tidak ada proses lain yang

dapat menghasilkan output serupa dengan biaya yang lebih murah.

(Soekartawi,2001:49) menyatakan efisiensi ekonomi tercapai jika

efisiensi teknis dan efisiensi harga (alokatif) tercapai. Efisiensi ekonomi

merupakan hasil kali antara efisiensi teknis dengan efisiensi harga

(alokatif) dan seluruh faktor input, sehingga efisiensi ekonomi dapat

dinyatakan sebagai berikut :

EE = ET x EH

Dimana :

EE = Efisiensi Ekonomi

ET = Efisiensi Teknis

(33)

5. Return to Scale

Menurut (Soekartawi, 2001:170) keadaan skala usaha perlu

diketahui untuk mengetahui apakah usaha yang diteliti mengikuti kaidah

increasing,constant, atau decreasing return to scale. Keadaan skala

usaha (RTS) dariindustri yang diteliti dapat diketahui dari penjumlahan

koefisien regresi semua faktor produksi. Dalam proses produksi terdapat

tiga tipe produksi atas input yaitu:

a. Increasing return to scale (� � � > 1, yaitu apabila tiap

unittambahan input menghasilkan tambahan output yang lebih

banyak daripada unit input sebelumnya.

b. Constans return to scale (� � � = 1, apabila unit

tambahan input menghasilkan tambahan output yang sama dari unit

input sebelumnya.

c. Decreasing return to scale (� � � < 1, apabila tiap unit

tambahan input menghasilkan tambahan output yang lebih sedikit

(34)

B. Penelitian Terdahulu

No. Peneliti Judul

Penelitian Variabel Kesimpulan

1. Agus Setiawan Setiawan diperoleh nilai

return to scale sebesar pendapatan dan biaya usaha industri genteng didapat nilai R/C ratio

-Efisiensi teknis sebesar 0,872. Angka efisiensi teknis sudah mendekati 1, hal ini menunjukkan bahwa sudah hampir efisien. Namun apabila

input dari lima variabel tersebut ditambah maka akan berdampak sebaliknya.

-Hasil penghitungan efisiensi harga diperoleh sebesar 0,953. Artinya bahwa usaha genteng tidak efisien secara alokatif. Dimana perlu dilakukan pengurangan

input.

(35)

(Studi Kasus

dipengaruhi oleh besar biaya kedelai, biaya atau pengeluaran bahan baku

jo’o, dan biaya kunyit.

-Faktor produksi kedelai belum dialokasikan terhadap produksi kain batik cap adalah pada cap menentukan tingkat produksi kain catik cap, sedangkan faktor bahan bakar tidak signifikan berpengaruh negative produksi, variabel lama usaha dan perbedaan tipe produksi secara silmutan berpengaruh signifikan inefisiensi dan variabel

(36)

4. Ristia Nur efisien secara teknis karena belum mencapai nilai 1. Efisiensi teknis tercapai apabila input

berupa faktor-faktor produksi yang digunakan mampu menghasilkan

output yang maksimum. -Efisiensi harga (alokatif)

nilainya lebih besar dari 1, yaitu sebesar 4,43 berarti penggunaan input

produksi belum efisien secara harga, sehingga perlu dilakukan faktor produksi yang nilai NPMnya lebih kecil dari 1 yaitu input modal dan bahan baku agar efisien harga dapat tercapai dan memberikan keuntungan yang diharapkan.

-Efisiensi ekonomi diperoleh hasil sebesar 4,34, sehingga belum efisien secara ekonomi. Untuk mencapai efisien secara keseluruhan perlu adanya penambahan

input tertentu yang masih dimungkinkan untuk dikurangi sehingga diharapkan penggunaan

(37)

Kecamatan seperti ditunjukkan nilai oleh R/C ratio sebesar 2,3642.

-Efisiensi teknis diperoleh sebesar 0,9421.

-Pertanian agricultural di Kulna, Bangladesh tidak sepenuhnya efisien efisiensi petani secara signifikan dan positif.

C. Hipotesis

Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah

penelitian, dimana rumusan masalah penelitian telah dinyatakan dalam

bentuk kaliamt pertanyaan. Dikatan sementara, karena jawaban yang

diberikan baru berdasarkan pada teori yang relevan, belum berdasarkan

pada fakta-fakta yang emperis yang diperoleh melalui pengumpulan data

(Sugiono, 2008). Berdasarkan landasan teori yang ada, maka dalam

(38)

1. Penggunaan faktor produksi pada produksi garam di Kecamatan

Batangan Kabupaten Pati masih tidak efisien secara teknis.

2. Penggunaan faktor produksi pada produksi garam di Kecamatan

Batangan Kabupaten Pati masih belum efisien secara harga.

3. Penggunaan faktor produksi pada produksi garam di Kecamatan

Batangan Kabupaten Pati belum efisien secara ekonomis.

D. Kerangka Penelitian

Gambar 2.4

Kerangka Penelitian

Modal (X1)

Tenaga Kerja (X3)

(39)

31 A. Objek Penelitian

Objek dalam penelitian ini adalah petani garam yang memproduksi

garam di Kecamatan Batangan Kabupaten Pati. Penilitian ini

menggunakan sampel sebanyak 75 petani garam yang memenuhi

kriteria penelitian.

B.Jenis Data

Adapun jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data

primer dan data sekunder.

1. Data Primer

Data primer dalam penelitian ini diperoleh secara langsung dari

objek penelitian. Metode yang digunakan dalam pengambilan data

adalah metode survey dengan teknik kuisioner yang berisikan suatu

rangkaian pertanyaan mengenai usaha tani garam di kecamatan

Batangan.

2. Data Sekunder

Data sekunder merupaka suatu data yang diperoleh secara tidak

langsung melalui studi kepustakaan yaitu dengan membaca

kepustakaan seperti buku-buku literatur, diktat-diktat kuliah,

majalah-majalah, jurnal-jurnal, buku-buku yang berhubungan dengan

(40)

atau dokumen-dokumen yang terdapat di instansi-instansi yang terkait.

Untik melengkapi paparan hasil penelitian juga digunakan rujukan dan

referensi dari bank data lain yang relevan, misalnya jurnal, laporan hasil

penelitian terdahulu, serta publikasi yang relevan dengan penelitian ini.

C. Teknik Pengambilan Sampel

Menurut Sudjana (2002) populasi adalah totalitas smua nilai yang

mungkin, baik hasil menghitung maupun mengukur kualitatif maupun

kuantitatif daripada karakteristik tertentu mengenai sekumpulan objek

yang jelas. Populasi dalam penelitian ini adalah petani garam di

Kecamatan Batangan Kabupaten Pati. Sampel adalah bagian dari jumlah

dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut. Bila populasi

besar dan peneliti tidak mungkin mempelajari semua yang ada pada

populasi, missal keterbatasan dana, tenaga dan waktu, maka peneliti

dapat menggunakan sampel yang diambil dari populasi itu (Sugiyono,

2008).

Pemilihan responden dilakukan dengan metode purposive sampling,

menurut (Sugiyono, 2001:61) Purposive sampling adalah teknik

penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu. Menurut Nashihun

Ulwan,2014 purposive sampling adalah pengambilan sampel secara

sengaja sesuai dengan persyaratan sampel yang diperlukan. Pemilihan

sekelompok subjek dalam purposive sampling didasarkan atas ciri-ciri

tertentu yang dipandang mempunyai sangkut paut yang erat dengan

(41)

sampel yang dihubungi disesuaikan dengan kriteria-kriteria tertentu yang

diterapkan berdasarkan tujuan penelitian. Adapun kriteria yang dipilih

dalam penentuan sampel adalah :

1. Petani Garam yang tinggal di Kecamatan Batangan Kabupaten

Pati

2. Lahan yang digunakaan adalah lahan yang ada di kecamatan

Batangan Kabupaten Pati

3. Luas lahan lahan minimum yang masuk dalam penelitian adalah

sebesar 400 m2

4. Hasil produksi garam minimum sebesar 50 ton.

D.Teknik Pengumpulan Data

(Soegiyono, 2008: 137) menyebutkan bahwa di dalam kegiatan

penelitian, cara memperoleh data dikenal sebagai metode pengumpulan

data. Pengumpulan data dalam suatu penelitian ilmiah dimasukkan

bahan atau data yang relevan, akurat, dan reliable yang hendak kita teliti.

Oleh karena itu perlu digunakan metode pengumpulan data yang baik

dan cocok. Dalam penelitian ini digunakan metode pengumpulan data

melalui observasi, interview (wawancara) dan kuesioner terhadap petani

tambak garam.

Kuesioner merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan

dengan cara memberi seperangkat pertanyaan atau pertanyaan tertulis

kepada responden untuk dijawabnya (Sugiyono, 2008:142). Bentuk

(42)

pertanyaan yang diharapkan responden untuk mneuliskan jawabannya

berbentuk uraian tentang sesuatu hal. Pertanyaan tersebut berkaitan

dengan variabel produksi, modal, luas lahan, dan tenaga kerja.

E.Variabel dan Definisi Operasional

Sesuai dengan variabel yang diamati maka definisi operasionalnya

dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. Jumlah produksi (Y) adalah jumlah garam yang dihasilkan oleh

petani dalam satuan ton dalam satu masa produksi.

2. Modal (X1) adalah sejumlah uang yang dimiliki petani yang

digunakan untuk membeli peralatan, ongkos tenaga kerja, dan

perbaikan atau perawatan alat dengan satuan rupiah (Rp).

3. Luas lahan (X2) adalah luas lahan yang digunakan untuk

memproduksi garam dalam satuan meter persegi (m2) dalam satu

masa produksi

4. tenaga kerja (X3) adalah jumlah tenaga kerja, yang dibutuhkan

perkegiatan dalam satu kali musim produksi yang didasarkan satuan

hari orang bekerja (HOK) dalam satu masa produksi.

5. Efisiensi Teknis adalah suatu penggunaan faktor produksi dikatakan

mencapai efisien secara teknis apabila faktor produksi yang

digunakan dapat menghasilkan produksi yang maksimum.

6. Efisiensi Harga dikatakan tercapai apabila nilai produksi marginal

(43)

7. Efisiensi Ekonomi dikatakan tercapai apabila usahatani tersebut

dapat mencapai efisiensi teknis dan efisiensi harga.

F. Analisis Data

Untuk mencapai tujuan penelitian serta menguji hipotesis, maka

penulis menggunakan metode pendekatan Stochastic Production

Frontier (SPF) sebagai berikut:

1. Model Fungsi Produksi Frontier

Fungsi Produksi Cobb-Douglas adalah suatu fungsi atau persamaan

yang melibatkan dua atau lebih variabel, di mana variabel yang satu

disebut dengan variabel dependen yang dijelaskan (Y), dan yang lain

disebut variabel independen yang menjelaskan, (X). (Soekartawi, 2003).

Fungsi produksi Cobb-Douglas secara matematis bentuknya sebagai

berikut:

Y = α X1β1X2β2

Untuk memudahkan pendugaan jika dinyatakan dalam hubungan Y

dan X maka persamaan tersebut diubah menajdi bentuk linier, yaitu:

LnY = � + � LnX1 + � LnX2 + � LnX3 + ui

Dimana :

Y = jumlah produksi garam yang dihasilkan dalam satu masa produksi

(ton)

X1 = sejumlah uang yang dimiliki petani yang digunakan untuk membeli

(44)

dengan satuan rupiah (Rp).

X2 = luas lahan yang digunakan untuk memproduksi garam dalam satu

masa produksi ( m2 )

X3 = jumlah tenaga kerja yang di butuhkan untuk memproduksi garam

dalam satu kali musim produksi (orang).

� , � , � = parameter.

ui = disturbance term (kesalahan)

2. Uji Efisiensi a. Efiensi Teknis

Efisiensi teknis adalah perbandingan antara produksi actual dengan

tingkat produksi yang potensial dapat dicapai (Soekartawi,2003:49).

Guna menjawab tutjuan penelitian, yakni untuk melihat tingkat

efisiensi teknis penggunaan faktor produksi garam di Kecamatan

Batangan Kabupaten Pati digunakan pengukuran tingkat efisiensi teknis

yang dapat diketahui dari hasil pengolahan data dengan bantuan

software frontier4.1c.

Nilai efisiensi teknis dapat diketahui dari pengolahan data dengan

bantuan Stochastic Frontier 4.1c. jika nilai efisiensi teknis sama dengan

satu maka penggunaan input atau faktor produksinya sudah efisien dan

jika nilai efisiensi teknis kurang dari satu maka penggunaan input atau

(45)

b. Efisiensi Harga

Menurut (Nicholson, 1995;175), efisiensi harga tercapai apabila

perbandingan antara nilai produktivitas marginal masing-masing input

(NPMxi) dengan harga inputnya (vi) sama dengan 1. Kondisi ini

menghendaki NPMx sama dengan harga faktor produksi X.

Menururt Soekartawi (2003) efisiensi harga tercapai apabila

perbandingan antara nilai produktivitas marginal masing-masing input

(NPMxi) dengan harga inputnya (vi) sama dengan 1. Kondisi ini

menghendaki NPM, sama dengan harga faktor produksi X, atau dapat

ditulis sebagai berikut :

NPM = Px

�. .�

= Px atau �. .�

.�

= 1

Dimana : .

b = elastisitas produksi

Y = output rata-rata

X = input rata-rata

Py = harga output rata-rata

Px = harga input rata-rata

(46)

c. Efisiensi Ekonomis

Menurut Suryo Wardani (1997), efisiensi ekonomi merupakan hasil

kali antara seluruh efisiensi teknis dengan efisiensi harga/alokatif dari

seluruh faktor input. Efisiensi ekonomi pada pertanian garam dapat

dinyatakan sebagai berikut:

EE = TER . AER

Dimana :

EE = Efisiensi Ekonomi

TER = Technical Efficiency Rate

AER = Allocative Efficiency Rate

3. Return to Scale

RTS (Return to Scale) atau keadaan skala usaha perlu

diketahui untuk mengetahui kombinasi penggunaan faktor

produksi. Terdapat tiga kemungkinan dalam nilai return to scale,

yaitu (Soekartawi, 1990):

a. Decreasing return to scale (DRS), bila (β1 + β2+ ….βn) < 1, dapat

diartikan bahwa proporsi penambahan faktor produksi melebihi

penambahan jumlah produksi.

b. Constant return to scale (CRS), bila (β1 + β2 + ….βn) = 1, dapat

diartikan bahwa proporsi penambahan faktor produksi akan

(47)

c. Increasing Return to Scale (IRS), bila (β1 + β2 + ….βn) > 1, dapat

diartikan bahwa proporsi penambahan faktor produksi akan

menghasilkan tambahan jumlah produksi yang proporsinya lebih

(48)

39

1. Kecamatan Batangan

Batangan adalah salah satu kecamatan dari 21 kecamatan yang ada di

Kabupaten Pati. Kecamatan Batangan terletak di ujung timur dari

Kabupaten Pati yang berbatasan langsung dengan wilayah Kabupaten

Rembang. Kecamatan ini terletak dari ibu kota kabupaten Pati± 21km ke

arah timur.

Sumber : Statistik Daerah Kecamatan Batangan 2014

Gambar 4.1

(49)

Dengan luas wilayahkecamatan Batangan sebesar 5.066,0 ha, desa

terluas adalah desa Raci sebesar 852,8 ha dan yang terkecil adalah desa

Pecangaan sebesar 56.64 ha.Wilayah kecamatan Batangan sebagian besar

merupakan tanah aluvial dengan ketinggian permukaan air laut di wilayah

Kecamatan Batangan dengan ketinggian antara 2 meter sampai dengan 18

meter dpl. Ketinggian yang terendah 2 meter yaitu desa Pecangaan, tertinggi

18meter yaitu desa Tompomulyo dan rata-rata ketinggian 11 meter.

2. Penduduk dan Tingkat Pendidikan

Jumlah penduduk Kecamatan Batangan tahun 2013 sebanyak 41.910

jiwa. Dari jumlah tersebut jumlah perempuan lebih banyak dari laki-laki,

dengan komposisi 21.308 perempuan dan 20.602 laki-laki. Dengan sex ratio

sebesar 96,69.

Laju pertumbuhan penduduk dari tahun 2011 ke 2012 adalah 0,54

persen. Sedangkan tahun 2012 ke 2013 adalah sebesar 1,56 persen. Hal ini

menunjukkan bahwa setiap tahunnya jumlah penduduk kecamatan Batangan

mengalami peningkatan. Peningkatan terbesar pada tahun 2013 yaitu dari

41.265 jiwa menjadi 41.910 jiwa.

Dalam tiga tahun terakhir ini, rata-rata seorang guru SD/MI di

Kecamatan Batangan mengajar 11 sampai 12 siswa, sedangkan seorang guru

SMP/MTs mengajar 13 sampai 14 siswa sedangkan untuk guru SMA/MA

(50)

Dengan melihat jumlah sekolah yang tersedia pada tahun ajaran

2013/2014 ini dapat dilihat bahwa rata-rata siswa yang diterima SD/MI

adalah 126 siswa, SMP/MTs 262 siswa, dan SMA/MA 388 siswa.

3. Tranportasi

Panjang jalan dari tahun ke tahun tidak mengalami kenaikan yang

berarti, sebaliknya jumlah kendaraan bermotor di Kecamatan Batangan

mengalami kenaikkan dalam jumlah yang cukup besar. Jumlah Truk pada

tahun 2013 sebanyak 128 unit, jumlah bus mini dan colt mengalami

kenaikan yaitu 64 unit dan 69 unit.

4. Curah Hujan

Pada tahun 2013, Kecamatan Batangan tercatat memiliki curah hujan

lebih banyak dibandingkan tahun 2012 yaitu sebanyak 1.702 mm dan 960

mm. Curah hujan tertinggi pada bulan Januari yaitu 16 mm dan curah hujan

terendah 0 mm pada bulan Agustus dan September. Sedangkan jumlah hari

hujan terbesar pada bulan Januari yaitu sebesar 318 hari dan jumlah hari

hujan terkecil pada bulan Agustus dan September yaitu 0 hari. Suhu

tertinggi di Kecamatan Batangan pada tahun 2013 yaitu 26º C dan suhu

terendahnya adalah 24º C

.

5. Kehidupan Sosial Dan Ekonomi

Keadaan sosial penduduk menurut mata pencaharian merupakan

penggolongan penduduk dalam suatu wilayah berdasarkan dari mata

pencahariannya. Keadaan sosial penduduk menurut mata pencaharian dapat

(51)

menurut mata pencaharian di suatu daerah dapat dipengaruhi oleh keadaan

alam dan sumber daya alam yang tersedia, serta keadaan sosial ekonomi dan

keterampilan yang dimiliki oleh masyarakat, tingkat pendidikan dan modal

yang tersedia.

Keadaan perekonomian di Kecamatan Batangan Keadaan dapat dilihat

dari keadaan sarana perekonomian yang memadai di daerah tersebut yaitu

sarana perdagangan dan sarana perhubungan. Keadaan sarana perdagangan

yang memadai dapat memperlancar arus perdagangan atau arus pemasaran

produk perdagangan di daerah tersebut sehingga memudahkan kebutuhan

perekonomian masyarakat.

Serta sarana perhubungan di Kecamatan Batangan dapat mempengaruhi

kelancaran kegiatan perekonomian. Kecamatan Batangan yang terletak di

jalur lintas utara dan berbatasan dengan Kabupaten Rembang dan

Kabupaten Pati sehingga banyak dilalui oleh kendaraan yang melintas dari

Jawa Tengah menuju Jawa Timur. Hal tersebut menjadi salah satu

keuntungan bagi produsen garam karena produsen garam dapat dengan

mudah memasarkan produksinya.

B. Pertanian Garam

Garam merupakan benda padatan berwarna putih berbentuk Kristal

yang merupakan kumpulan senyawa dengan bagian terbesar Natrium

Chlorida (lebih dari 8%) serta senyawa lainnya Magnesium Chlorida,

Magnusium Sulfat, Calcium Chlorida, dan lain-lain. Garam mempunyai

(52)

(tingkat kepadatan) sebesar 0,8 sampai 0,9 dan titik lebur pada titik lebur

pada tingkat suhu 801°C (Zaelana, 2008). Garam dibedakan menjadi dua

macam berdasarkan fungsinya, yakni garam konsumsi dan garam industry.

Garam konsumsi digunakan untuk konsumsi rumah tangga dan industry

makanan. Garam industry digunakan untuk industry perminyakan,

pembuatan soda dan chlor, penyamakan kulit, dan obat-obatan (Kumala,

2012). Di kabupaen Pati industri menggunakan garam krosok atau garam

yang baru di panen dimana umumnya digunakan untuk pengasinan ikan.

Banyaknya masyarakat Pati yang menjadi nelayan membuat usaha garam

rakyat dan usaha pengasinan ikan menjadi dua usaha komplementer.

Pembuatan garam di lahan tambak dimulai dengan membagi lahan menjadi

beberapa petakan yaitu petak penyimpanan air muda, petak peminihan dan

petak kristalisasi. Tahapan pembuatan garam dilakukan dengan pengeringan

lahan peminihan dan lahan kristalisasi, pemasukan air laut ke petak

penyimpanan air muda, pemasukan air ke petak peminihan (waduk),

pemasukan air laut ke lahan kristalisasi, dan pengambilan Kristal garam

yang telah berumur antara 3-10 hari. Alat yang digunakan untuk membuat

garam ini terdiri dari silinder pemadat tanah yang terbuat dari kayu,

penggaruk, dan keranjang untuk memungut garam.

Hasil yang telah dipanen disimpan digudang penyimpanan yang ada di

lokasi tambak atau disimpan di gudang yang ada di rumah serta ada juga

yang langsung dijual kepada pengepul. Para pengepul kemudian menjualnya

(53)

garam yang lamgsung menjual ke pabrik garam rakyat yang kemudian

diolah menjadi garam briket beryodium. Pembuatan briket dilakukan

dengan cara pencucian garam, pencetakan garam menjadi

briket,pengovenan garam briket dan pengepakan garam briket. Proses

produksi garam yang disarankan adalah dengan metode kritalisasi

bertingkat, yakni model pembaruan dari metode konvensional. Proses ini

sudah dilakukan oleh PT. GARAM (Persero) yaitu:

a. Persiapan lahan meliputi perbaikan saluran dan tanggal-tanggal

kolam, serta penghalusan dasar kolam.

b. Pengaliran air laut kedalam kolam pengumpul/tandon untik

pengendapan pertama kurang lebih 14-15 hari sampai konsentrasi air

garam mencapai 10 oBe

c. Mengalirkan lautan air garam (brine) dialirkan ke kolam-kolam yang

setelah beberapa hari diendapkan dan mengalami peningkatan

konsentrasi. Dengan demikian dibuat empat seri kolam penguapan

dengan target konsentrasi berbeda-beda. Ketika konsentrasi air

garam mencapai 24,5 oBe larutan garam dipindahkan ke kolam

pemekatan sehingga mencapai konsentrasi 29,5 oBe namun tidak

boleh lebih dari 30,5 oBe sebab kualitas garam menurun pada

konsentrasi tersebut. Pemindahan brine dari satu kolam ke kolam

lain melewati pintu-pintu air. Pengukuran konsentrasi brine harus

(54)

penguapan air garam di lahan peminihan umumnya berlangsung

selama 70 hari.

d. Kolam kritalisasi telah dipersiapkan sebelum garam pekat dari

kolam pemekatan dipindahkan ke kolam kristalisasi.

e. Proses Pungutan

Umur Kristal garam 10 hari secara rutin, pengaisan garam dilakukan

hati-hati dengan ketebalan air meja cukup atau 3-5 cm.

f. Proses Pencucian

Pencucian bertujuan untuk meningkatan kandungan NaCl dan

mengurangi unsur Mg, Ca, SO4 dan kotorann lainnya. Air pencuci

garam semakin bersih dari kotoran akan menghasilkan garam cucian

lebih baik atau bersih. Pada proses ini biasanya berat garam akan

susut sekitar 50%.

g. Setelah proses pencucian lalu dikeringkan dan ditimbun di gudang

(55)

46

A. Hasil Penelitian

Penelitian ini menggunakan data primer dengan menyebarkan

kuesioner di Kecamatan Batangan Kabupaten Pati dengan jumlah 75

responden. Untuk mengetahui hasil distribusi produksi garam, modal,

bensin, luas lahan, dan tenaga kerja bisa dilihat di tabel bawah berikut :

Tabel 5.1

Hasil Distribusi Produksi Garam, Modal, Luas Lahan dan Tenaga Kerja di Kecamatan Batangan, Kabupaten Pati

Total Rata-rata

Produksi 9.421 ton 125,61

Modal Rp. 617.000.000 8.226.667

Luas Lahan 77.900 1.039

Tenaga Kerja 169 orang 2,25 Sumber : Data primer diolah, 2016 (Lampiran 1)

Berdasarkan tabel diatas untuk hasil produksi garam keseluruhan

responden berjumlah 9.421 ton dengan rata-rata 125,61. Kemudian untuk

jumlah modal berjumlah Rp. 617.000.000 dengan rata-rata 8.226.667.

Sementara luas lahan yang digunakan seluas 77.900 dengan rata-rata

1.039. Sedangkan untuk tenaga kerja berjumlah 169 orang dengan

rata-rata 2,25.

Berdasarkan hasil estimasi fungsi produksi frontier stokastik

produksi garam di Kecamatan Batangan Kabupaten Pati, maka koefissien

(56)

bentuk logaritma natural (Ln). Model yang digunakan dalam penelitian

ini adalah model fungsi produksi dengan pendekatan produksi frontier

stkastik 3 variabel. Model matematis fungsi produksi garam dengan

pendekatan produksi frontier stokastik dalam penelitian ini adalah :

LnY = + LnX1 + LnX2 + LnX3 + ui

Pembahasan akan diuraikan untuk masing-masing variabel

penelitian. Berikut tabel hasil estimasi fungsi produksi frontier stokastik :

Tabel 5.2

Hasil Estimasi Fungsi Produksi Frontier Stokastik No. Variabel Koefisien t-ratio

1 Konstanta -0,26 -0,45

2 Lx 0,31 0,24

3 Lx 0,90 0,80

4 Lx -0,20 -0,21

6 Mean efisiensi teknis

0,93

7 Mean inefisiensi 0,07 8 Return to scale 1.01

9 N 75

Sumber : Data Primer Diolah, 2016 (Lampiran 4)

1. Koefisien Elastisitas

Koefisien elastisitas dari semua variabel yang teliti menunjukkan

angka kurang dari 1, hal ini menunjukan bahwa semua variabel tersebut

inelastis yang berarti penambahan 1 pesen input maka akan

menyebabkan penambahan output kurang dari 1 persen.

Berdasarkan hasil estimasi fungsi produksi garam di Kecamatan

(57)

input awal yang digunakan telah di transformasikan kedalam log natural

(Ln), maka satuan yang dituliskan menjadi persen.

Pada tabel 5.2 diketahui koefisien masing-masing input dalam

industri mebel adalah sebagai berikut :

a. Variabel modal (X ), memiliki koefisien elastisitas sebesar 0,31.

Hal ini berarti bila penggunaan input modal ada penambahan

sebesar 1 persen maka akan diperoleh penambahan output

sebesar 0,31 persen.

b. Variabel luas lahan (X ) memiliki koefisien elastisitas sebesar

0,90. Hal ini berarti bilaa penggunaan input luas lahan ada

penambahan sebesar 1 persen maka akan diperoleh penambahan

output sebesar 0,90 persen.

c. Variabel tenaga kerja (X ) memiliki koefisien elastisitas sebesar

-0,20. Hal ini berarti bila penggunaan input tenaga kerja ada

penambahan sebesar 1 persen makan akan diperoleh penambahan

output sebesar -0,20 persen.

2. Efisiensi Teknis

Berdasarkan dari hasil perhitungan efisiensi teknis melalui

perhitungan regresi frontier stokastik frontier dengan Frontier Version

4.1c. diporeleh hasil efisiensi sebesar 0,93. Hal ini mengandung arti

bahwa produksi garam di Kecamatan Batangan Kabupaten Pati tidak

(58)

tercapai apabila input berupa faktor-faktor produksi yang digunakan

mampu menghasilkan output yang maksimum.

Hasil perhitungan efisiensi teknis dari penggunaan faktor produksi

garam menunjukkan inefisiensi. Hal ini berarti bahwa harus ada

pengurangan input untuk semua faktor produksi yang dipergunakan agar

tercapai efisiensi teknis. Inefisiensi ini dapat terjadi karena adanya

pemborosan pada pemakaian salah satu atau beberapa faktor produksi.

(Dolly, 2014) dengan judul penelitian “analisis efisiensi penggunaan

faktor-faktor produksi garam di Kecamatan Kaliori Kabupaten

Rembang” menyatakan bahwa hasil dari efisiensi teknis nilainya lebih

kecil dari 1 maka tidak efisien secara harga sehingga perlu ada

pengurangan faktor-faktor produksi agar efisien.

3. Efisiensi Harga

Efisiensi harga (alokatif) adalah suatu keadaan efisiensi apabila nilai

produk marginal (NPM) sama dengan harga faktor produksi yang

bersangkutann, atau suatu cara bagaimana petani mampu

memaksimumkan keuntungannya. Dalam pembahasan efisiensi harga

(alokatif) ini akan menghasilkan tiga hasil kemungkinan yaitu :

a. Jika nilai efisiensi lebih besar dari 1, hal ini berarti bahwa

efisiensi yang dimaksud belum tercapai, sehingga

penggunaan faktor produksi perlu ditambah agar mencapai

(59)

b. Jika nailai efisiensi lebih kecil dari 1, hal ini berarti bahwa

kegiatan produksi garam yang dijalankan tidak efisien,

sehingga untuk mencapai tingkat efisien maka faktor produksi

yang digunakan perlu dikurangi.

c. Jika nilai efisiensi sama dengan 1, hal ini berarti bahwa

kegiatan produksi garam yang dijalankan sudah mencapai

efisien dan mencapai keuntungan yang maksimum.

Nilai produk marginal (NPM) disini diperoleh dari nilai koefisien

masing-masing variabel dikalikan rata-rata pendapatan total dibagi

dengan rata-rata biaya dari masing-masing variabel tersebut. Oleh karena

itu dalam analisis perhitungan efisiensi harga (alokatif) yang menjadi

perhitungan adalah biaya-biaya yang dikeluarkan untuk kegiatan

produksi garam di Kecamatan Batangan Kabupaten Pati. Termasuk juga

dengan pendapatan yang diperoleh, sehingga akan diketahui jumlah

efisiensi harga pada produksi garam. Berikut tabel jumlah biaya dan

pendapatan pada produksi garam di Kecamatan Batangan Kabupaten

(60)

Tabel 5.3

Hasil Perhitungan Biaya Dan Pendapatan Pada Produksi Garam Di Kecamatan Batangan Kabupaten

Pati

Keterangan jumlah total rata-rata

Produksi (Y) 2.826.300.000 37.684.000

Modal (X1) 617.000.000 8.226.667

Luas Lahan (X2) 1.227.000.000 16.360.000

Tenaga kerja (X3) 283.680.000 3.782.400

Sumber : Data Primer diolah, 2016 (Lampiran 2)

NPM =

Adapun perhitungan efisiensi harga aadalah sebagi berikut :

 NPM modal ( ) X

NPM =

= 1,42

Pada perhitungan efisiensi harga untuk penggunaan faktor produksi

modal diperoleh hasil 1,42. Dari hasil perhitungan ini menunjukkan

bahwa penggunaan faktor produksi modal belum efisien secara harga

sebab hasil perhitungan efisiensi harga lebih besar dari 1, sehingga perlu

(61)

 NPM luas lahan ( ) X

NPM =

= 2,07

Dari perhitungan efisiensi harga untuk faktor produksi luas lahan

diperoleh sebesar 2,07. Dari hasil perhitungan ini menunjukan bahwa

penggunaan faktor produksi luas lahan belum efisien secara harga sebab

hasil perhitungan efisiensi harga menunjukkan angka lebih dari 1.

Sehingga perlu dilakukan penambahan input agar dapat mencapai tingkat

efisien.

 NPM tenaga kerja ( ) X

NPM =

= -1,99

Dari hasil perhitungan efisiensi harga untuk faktor produksi tenaga

kerja diperoleh hasil -1,99. Dari hasil perhitungan ini menunjukkan

bahwa penggunaan faktor produksi tenaga kerja ternyata masih belum

efisien secara harga sebab hasil perhitungan efisiensi harga menunjukkan

angka kurang dari 1, sehingga perlu dilakukan pengurangan input tenaga

kerja agar dapat mencapai tingkat efisien.

Setelah melakukan perhitungan NPM untuk masing-masing

(62)

masing-masing produksi yang digunakan. Maka nilai dari efisensi harga

adalah :

EH =

EH =

EH = 0,5

Jadi besarnya efisiensi harga (alokatif) pada produksi garam di

Kecamatan Batangan Kabupaten Pati adalah 0,5. Dari hasil perhitungan

ini menunjukkan bahwa produksi garam di Kecamatan Batangan

Kabupaten Pati tidak efisien secara harga sebab nilai efisiensi harganya

kurang dari 1. Perlu dilakukan pengurangan terhadap penggunaan faktor

produksi yang nilai NPMnya lebih kecil dari 1 yaitu faktor produksi

tenaga kerja, serta menambah penggunaan faktor produksi yang nilai

NPMnya lebih besar dari 1 yaitu faktor produksi modal dan luas lahan

agar efisiensi harga dapat tercapai. (Setiawan,2006) dalam penelitiannya

yang berjudul “analisis efisiensi ekonomi penggunaan faktor-faktor

produksi pada industri kecil genteng di Desa Tegowanuh Kecamatan

Kaloran Kabupaten Temanggung” menyatakan bahwa hasil efisiensi

harga nilainya kurang dari 1 maka tidak efisien secara harga sehingga

(63)

4. Efsiensi Ekonomi

Efisiensi harga didapat dari hasil kali antara efisiensi teknis dan

efisiensi harga (alokatif). Dari hasil perhitungan diketahui besarnya

efisiensi teknis sebesar 0,93, dan efisiensi harga (alokatif) sebesar 0,5.

Dimana efisiensi ekonomi dapat dicapai apabila efisiensi teknis dan

efisiensi harga (alokatif) telah dicapai, maka dapat dihitung besarnya

efisiensi ekonomi sebagai berikut :

EE = ET x EH

= 0,93 x 0,5

= 0,46

Jadi besarnya efisiensi ekonomi pada produksi garam di Kecamatan

Batangan Kabupaten Pati adalah 0,46. Hal ini berarti pada produksi

garam di Kecamatan Batangan Kabupaten Pati tidak efisien secara

ekonomi sehingga perlu dilakukan pengurangan input tertentu yang

masih dimungkinkan untuk dikurangi, sehingga diharapkan penggunaan

input yang efisien akan menghasilkan produksi yang optimal dan dapat

memberikan keuntungan yang maksimal juga. (Setiawan,2006) pada

penelitiannya yang berjudul “ Analisis efisiensi ekonomi penggunaan

faktor-faktor produksi pada industri kecil genteng di Desa Tegowanuh

Kecamatan Kaloran Kabupaten Temanggung” menyatakan bahwa hasil

perhitungan efisiensi ekonomi tidak efisien sehingga perlu dilakukan

Gambar

Tabel 1.1 Neraca Garam Nasional Tahun 2011-2014
Tabel 1.2 Luas Lahan Produksi Garam Wilayah Pesisir Jawa Tengah
Tabel 1.3 Jumlah Produksi Garam Di Jawa Tengah 2015
Tabel 1.4
+7

Referensi

Dokumen terkait

Prestasi belajar mahasiswa PJKR Universitas Pendidikan Ganesha pada mata kuliah Anatomi II belum memenuhi harapan selama 2 tahun terakhir. Prestasi belajar mata kuliah

Kemudian siswa akan dibagikan evaluasi berupa lembar penilaian (LP) untuk dikerjakan sebagai tugas individu dan hasilnya dibuat sebagai tolak ukur untuk siswa

Pelarut heksan : aseton dengan perbandingan 50:50 merupakan jenis pelarut yang paling optimal untuk mengekstraksi pigmen karotenoid yang terdapat dalam kulit buah palem

Dalam bentuk data, dari data- data tersebut dilakukan pengolahan data statistik untuk memperoleh hasil atau kesimpulan dari penelitian ini.Data-data tersebut berupa data

Tujuan dari proses hidrogenasi parsial sendiri adalah untuk membantu agar minyak nabati yang bersifat tidak jenuh (polyunsaturated oil) menjadi lebih stabil dalam

Berdasarkan pembahasan yang telah dilakukan pada bab-bab sebelumnya, maka penelitian yang bertujuan untuk meneliti pengaruh langsung dan tidak langsung antara

Dari penjabaran di atas, hal yang menjadi latar belakang masalah pada skripsi ini adalah bagaimana sistem pendukung keputusan dapat digunakan sebagai alat untuk

Pada pembahasan ini akan difokuskan pada tampilan (user interface) dari aplikasi perangkat lunak penjadwalan guru apakah sudah dapat memenuhi beberapa aspek criteria