• Tidak ada hasil yang ditemukan

Studi Numerik Dan Kajian Eksperimental Perilaku Besi Beton Sebagai Angkur Penghubung Geser Akibat Geser Murni Pada Beton Mutu Rendah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Studi Numerik Dan Kajian Eksperimental Perilaku Besi Beton Sebagai Angkur Penghubung Geser Akibat Geser Murni Pada Beton Mutu Rendah"

Copied!
124
0
0

Teks penuh

(1)

TESIS

Oleh

SHEILA HANI

117016010/TS

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

T E S I S

Untuk Memperoleh Gelar Magister Teknik

dalam Program Studi Teknik Sipil

Pada Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara

Oleh

SHEILA HANI

117016010/TS

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(3)

B E T O N S E B A G A I A N G K U R

PENGHUBUNG GESER AKIBAT GESER

MURNI PADA BETON MUTU RENDAH

Nama Mahasiswa : Sheila Hani

Nomor Pokok : 117016010

Program : Teknik Sipil

Menyetujui:

Komisi Pembimbing

(Prof. Dr. Ing. Johannes Tarigan) (Ir. Sanci Barus, MT) Ketua Anggota

Ketua Program Studi Dekan

(Prof. Dr. Ir. Roesyanto, MSCE) (Prof. Dr. Ir. Bustami Syam, MSME)

(4)

Tanggal 30 Januari 2014

PANITIA PENGUJI TESIS

KETUA : Prof. Dr. Ing. Johannes Tarigan ANGGOTA : Ir. Sanci Barus, MT

(5)

Eksperimental Perilaku Besi Beton Sebagai Angkur Penghubung Geser Akibat Geser Murni Pada Beton Mutu Rendah” adalah karya saya dan belum pernah diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam tesis ini dan dicantumkan dalam daftar pustaka.

Medan, 30 Januari 2014

(6)

merupakan arti dari perkuatan (retrofitting) yang mana banyak digunakan oleh engineer belakangan ini dibandingkan harus menghancurkan struktur lama dan membangun struktur yang baru.

Banyak metode yang dapat dilakukan dalam proses perkuatan, salah satunya yang berhubungan dengan tesis ini adalah metode penambahan material baja pada kolom beton eksisting menggunakan angkur sebagai penghubung geser. Penggunaan angkur sangat luas sehingga banyak produsen angkur memproduksi angkur dalam berbagai tipe. Dalam tesis ini, dilakukan peninjauan terhadap 3 buah benda uji dengan mutu beton fc 21.15 Mpa (K175) dan kedalaman angkur hef 90 mm menggunakan besi

beton dengan variasi jarak antar angkur masing – masing 5D, 8D dan 12D.

(7)

A process to reconstruct an existing construction is a meaning of retrofitting, which is used by many engineers nowadays rather than to shatter the old one and build the new one.

There are many methods in retrofitting, one method that related into this thesis is an additional steel material onto existing concrete column using anchor as a shear connector. Anchorage usage is very wide so that many anchor manufacturer create various type of anchor. In this thesis investigated 3 sample with concrete quality fc 21.15 Mpa (K-175) and anchorage depth hef 90 mm using reinforce bar with various

space between each anchor, which is 5D, 8D and 12D.

Anchor that used is an adhesive anchor type that given push-out test load slowly until they reached maximum strength of testing equipment 20 Tons. Experiment result show that lower concrete quality provide a bigger deformation and bigger crack than the high. Besides that, a non uniform displacement occured between anchor in the left side and right side. Between the three sample, biggest deformation happened on the 1st sample which has more tightly space, that is 12.27 mm, 2nd sample 12.04 mm and 3rd

sample 10.87 mm. For anchor in a concrete, a non uniform displacement also happened. While for anchor in a down row, biggest deformation occured on the upper anchor, and then reduced while getting down, with reduction percentage amount to 0.86% and 1.711%, for 2nd Sample 2.42% and 5.09% and for 3rd Sample 7.27% and 14.54%. Visually shown the difference crack aroud anchor, which on the 1st Sample it looked clearly than 2nd and 3rd . The test result of all sample showed that the 3rd Sample

with greater space give a bigger shear strength, that is 16.25 kN. 1st Sample 10 kN,

and 2nd Sample 13.33 kN. Where the experimental shear strength average is smaller than the value of shear strength according to ETAG-001 formula, that is 20.71 kN.

(8)

Bismillahirrahmanirrahim. Segala puji dan syukur hanya untuk Allah SWT, karena atas qudrah dan iradahNyalah penulis dapat menyelesaikan tesis ini. Salawat berangkai salam marilah kita kirimkan kepada Nabi Besar SAW, guru umat manusia yang telah membawakan kita dari zaman jahiliyah kepada zaman ilmmiyah.

Tesis ini ditulis sebagai salah satu syarat menyelesaikan perkuliahan pada Program Studi Magister Teknik Sipil Pascasarjana Universitas Sumatera Utara (USU) untuk memperoleh gelar Magister Teknik (MT) dalam pengutamaan (kekhususan) bidang Struktur Bangunan.

Judul tesis ini adalah: “Studi Numerik Dan Kajian Eksperimental Perilaku Besi Beton Sebagai Angkur Penghubung Geser Akibat Geser Murni Pada Beton Mutu Rendah”.

Penulis menyadari bahwa selama penyusunan tesis ini tidak terlepas dari bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan hormat dan terimakasih yang sebesar – besarnya kepada Bapak Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu. DTM & H. M.Sc. (CTM), Sp.A(K) selaku Rektor Universitas Sumatera Utara, Bapak Prof. Dr. Ir. Bustami Syam, MSME selaku Dekan Fakultas Teknik, Bapak Prof. Dr. Ir. Roesyanto, MSCE selaku Ketua Program Studi Magister Teknik Sipil dan Dosen Pengajar.

(9)

doa dukungan. Untuk suami penulis yang tercinta Freddi Rakasiwi, ST dan anak – anak tersayang Mhd. Hanif Athaillah dan Mhd. Fariz Fadhlurrahman atas semua doa, kesabaran, dukungan dan yang telah menanamkan rasa cinta belajar kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

Terima kasih juga penulis ucapkan kepada seluruh rekan – rekan mahasiswa Program Studi Magister Teknik Sipil USU khususnya angkatan 2011 yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu yang telah memberikan bantuan dan dukungan kepada penulis dalam penyusunan penelitian ini baik secara langsung maupun tidak langsung. Sahabat satu kelompok pengujian, Rhini Wulan Dary, Iswandi, A. Benny Noor Hrp, serta adik – adik asisten Laboratorium Beton dan adik – adik mahasiswa S1 Fakultas Teknik Sipil Universitas Sumatera Utara, yang telah banyak membantu dalam proses pengujian di laboratorium.

Penulis menyadari bahwa penulisan tesis ini masih jauh dari sempurna karena keterbatasan pengetahuan data dan pengalaman, serta keterbatasan referensi yang penulis miliki. Untuk itu penulis mengharapkan saran dan kritik membangun demi perbaikan pada masa-masa mendatang.

Semoga segala kebaikan yang selama ini telah mereka berikan mendapat balasan yang mulia dari Allah SWT. Dan nantinya tugas ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua.

Medan, 30 Januari 2014 Penulis

(10)

A. DATA PRIBADI

Nama : Sheila Hani

Tempat / Tanggal Lahir : Semarang, 23 Agustus 1987

Alamat : Jln. Perbatasan No. 37 P.B. Darat I, Medan

Email : [email protected]

Jenis kelamin : Perempuan

2004 – 2008 : Universitas Sumatera Utara, Fakultas Teknik, Jurusan Teknik Sipil

2011 – 2014 : Universitas Sumatera Utara, Fakultas Teknik, Program Studi Magister Teknik Sipil,

Konsentrasi Struktur Bangunan

C. RIWAYAT PEKERJAAN

2006 – 2008 : Asisten Dosen pada mata kuliah Struktur Pemrograman Komputer, Fakultas Tenik Sipil USU

2008 – 2009 : Asisten Dosen pada mata kuliah Statika Mekanika Bahan, Fakultas Tenik Sipil USU 2009 – 2009 : PT. Bangun Cipta Kontraktor sebagai

Engineer

2009 – 2010 : Dinas Bina Marga (Pemko Medan) sebagai Engineer (pegawai honorer)

(11)

LEMBAR PENGESAHAN ... PERNYATAAN ...

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

RIWAYAT HIDUP ... v

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

DAFTAR NOTASI ... xvi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Permasalahan ... 4

1.3 Tujuan Penelitian ... 5

1.4 Pembatasan Masalah ... 5

1.5 Sistematika Penulisan ... 6

BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Umum ... 7

2.2 Perkuatan ... 8

(12)

2.5.1 Baut angkur Cor Di Tempat (Cast-In-Place)... 12

2.5.2 Baut Angkur Dipasang (Post-Installed) ... 12

2.6 Kekuatan Baut Angkur Pada Beton ... 15

2.6.1 Beban Tarik ... 17

2.6.2 Beban Geser ... 17

2.6.3 Ketahanan Terhadap Beban Tarik ... 18

2.6.4 Ketahanan Terhadap Beban Geser ... 20

2.7 Besi Beton ... 24

2.7.1 Definisi dan Komposisi Besi Beton ... 24

2.7.2 Jenis Besi Beton ... 25

2.7.3 Persyaratan Mutu ... 27

2.7.4 Sifat Mekanis ... 28

2.8 Beberapa Penelitian Terdahulu ... 29

BAB III METODOLOGI 3.1 Umum ... 31

3.2 Analisa Numerik ... 31

3.3 Analisa Eksperimental ... 32

3.3.1 Persiapan Benda Uji ... 33

3.3.2 Persiapan Peralatan ... 33

3.3.3 Tahap – tahap Kajian Eksperimental ... 33

3.3.3.1 Uji Tarik Angkur ... 34

3.3.3.2 Perencanaan Jarak Angkur Pada Beton ... 34

(13)

Benda Uji ... 37

3.4 Standar Pembebanan Dalam Pengujian Eksperimental ... 38

3.5 Peralatan Yang Digunakan ... 38

3.6 Pembuatan Benda Uji ... 41

3.7 Pelaksanaan Pengujian ... 44

3.8 Hasil Pengujian dan Output Data ... 45

BAB IV ANALISA DATA 4.1 Kajian Numerik ... 47

4.1.1 Properti Material ... 47

4.1.2 Pemodelan Pada Perhitungan Numerik ... 48

4.1.2.1 Input Engineering Data ... 49

4.1.2.2 Disain Geometri ... 52

4.1.2.3 Pengaturan Pemodelan ... 53

4.1.2.4 Hasil Analisis ... 56

4.2 Kajian Eksperimental ... 60

4.2.1 Pengujian Kuat Tekan Beton ... 60

4.2.2 Pengujian Push-Out Test ... 60

4.2.3 Kekuatan Nominal Angkur Dengan Metode Push-Out Test ... 67

4.3 Hasil Analisis Terhadap Kekuatan Geser Nominal Angkur dan Deformasi Yang Terjadi ... 70

4.3.1 Kekuatan Geser Nominal Angkur ... 70

(14)

5.1 Kesimpulan ... 86 5.2 Saran ... 87 DAFTAR PUSTAKA

(15)

No Judul Halaman

1.1 Perkuatan balok kolom dengan penambahan tulangan

yang termasuk dalam perkuatan struktur global ... 2

1.2 Perkuatan struktur beton dengan penambahan luas penampang balok menggunakan profil baja ... 3

1.3 Perkuatan balok kolom dipasang dengan menggunakan angkur... 3

2.1 Alat penyambung komposit yang umum ... 10

2.2 Expansion anchors ... 13

2.3 Undercut drilled bit anchor ... 14

2.4 Undercut drilled hole ... 14

2.5 Tipe keruntuhan angkur pada beton ... 16

2.6 Contoh distribusi beban ketika semua angkur diberi beban geser... 18

2.7 Contoh distribusi beban ketika hanya sebagian angkur yang Mendapat beban geser ... 18

2.8 Contoh luasan aktual AC,N dari kerucut beton yang ideal untuk Letak angkur yang berbeda – beda pada beban geser ... 22

2.9 Angkur yang dibebani oleh beban yang arahnya bersudut ... 23

2.10 Efek grup angkur ... 24

2.11 Besi beton polos SNI 10 mm ... 25

2.12 Besi beton ulir ... 26

2.13 Baja tulangan beton sirip jenis bamboo ... 26

2.14 Baja tulangan beton sirip jenis tulangan ikan ... 26

(16)

3.3 Jarak angkur ke plat baja pada penghubung geser komposit... 35

3.4 Frame baja untuk meletakkan sampel pada saat pengujian ... 38

3.5 Alat jack yang digunakan pada saat pembebanan ... 39

3.6 Dial gauge pengukur penurunan ... 39

3.7 Slab beton yang digunakan sebagai benda uji ... 40

3.8 Baja profil H-Beam 200x200 sebagai benda uji ... 40

3.9 Besi beton sebagai angkur benda uji ... 41

3.10 Benda uji pada sampel 1 ... 42

3.11 Potongan pada sampel 2 ... 43

3.12 Potongan pada sampel 3 ... 44

3.13 Frame baja untuk menempatkan sampel pengujian dan peralatan jack ... 45

3.14 Form pengujian ... 46

4.1 Outline engineering data besi beton pada perhitungan numerik ... ... 50

4.2 Input data dan grafik strain stress pada program perhitungan numerik ... 51

4.3 Outline engineering data baja pada perhitungan numerik ... 51

4.4 Outline engineering data beton pada perhitungan numerik ... 52

4.5 Disain geometri benda uji pada perhitungan numerik ... 53

4.6 Pengaturan kontak pada perhitungan numerik ... 54

4.7 Pemodelan objek setelah di meshing ... 54

4.8 Objek yang dibebani ... 55

(17)

4.11 Grafik Beban–Deformasi pada benda uji

(a)Tipe 1, (b) Tipe 2, (c) Tipe3 ... 57

4.12 Grafik tegangan pada ketiga sampel... 58

4.13 Pola retak yang terjadi ... 59

4.14 Pengujian pada sampel 1 ... 61

4.15 Kondisi angkur dan keretakan setelah dibebani ... 62

4.16 Grafik hubungan beban – deformasi pada sampel 1 ... 63

4.17 Penyetingan sampel eksperimen ... 64

4.18 Pembebanan Sampel ... 64

4.19 Pola keretakan yang terjadi di beton sampel 2 ... 64

4.20 Grafik Beban – Deformasi pada Sampel 2 ... 65

4.21 Kondisi angkur dan pola keretakan yang terjadi pada sampel 3 ... 66

4.22 Grafik Beban – Deformasi pada Sampel 3 ... 67

4.23 Grafik Beban maksimum– Deformasi pada Sampel 1 ... 68

4.24 Grafik Beban maksimum– Deformasi pada Sampel 2 ... 68

4.25 Grafik Beban maksimum– Deformasi pada Sampel 3 ... 68

4.26 Grafik Kekuatan Geser Nominal Angkur pada Eksperimen ... 69

4.27 Grafik Kekuatan Geser Nominal Angkur Secara Teoritis dan Eksperimen .,... 74

4.28 Grafik persentase penurunan pada eksperimen dan angkur ... 76

4.29 Perbedaan angkur besi beton ... 76

4.30 Perbandingan retak yang terjadi pada ketiga benda uji ... 80

4.31 Efek grup angkur akibat tarik ... 81

(18)

4.35 Benda uji yang dibebani secara merata dan

(19)

DAFTAR TABEL

No. Judul Halaman

2.1 Properti besi beton polos ... 28

2.2 Properti besi beton sirip ... 29

3.1 Data detail pengaturan pemasangan besi beton (rebar)... ... 36

3.2 Kapasitas gaya geser untuk satu baut ... ... 37

4.1 Nilai pertambahan panjang akibat tes tarik ... 48

4.2 Hasil tes tarik besi beton ... 48

4.3 Hasil pengujian kuat tekan beton ... 60

4.4 Gaya geser hasil eksperimental ... 71

4.5 Nilai deformasi pada analisa numerik dan eksperimen ... 76

(20)

Lampiran 1 Hasil pengujian kokoh tekan beton di laboratorium Lampiran 2 Hasil pengujian tarik di laboratorium

(21)

As = Luas penampang baut angkur (mm2)

c1 = Jarak baut angkur ke tepi beton tegak lurus terhadap gaya geser (mm)

c2 = Jarak baut angkur ke tepi beton searah terhadap gaya geser (mm)

d = Diameter baut angkur (mm)

dnom = Diameter terluar baut angkur (mm)

ds = Diameter stud (mm)

Ec = Modulus elastisitas beton (MPa)

fck,cube = Kuat desak beton (MPa)

fuk = Kekuatan nominal ultimit karakteristik baja (MPa)

G = Modulus geser (MPa)

hef = Panjang efektif baut angkur (mm)

lf = Panjang efektif baut angkur yang menerima beban geser (mm)

n = Jumlah angkur

NRk,s = Kekuatan nominal angkur terhadap tarik (kN)

, = Daya dukung tarik baut angkur (kN)

Qnv = Kekuatan nominal penghubung geser (kN) Qu = Kekuatan penghubung geser (kN)

Qult = Kekuatan ultimit penghubung geser (kN) s1 = Jarak antar baut angkur sejajar gaya geser (mm)

s2 = Jarak antar baut angkur tegak lurus gaya geser (mm)

(22)

merupakan arti dari perkuatan (retrofitting) yang mana banyak digunakan oleh engineer belakangan ini dibandingkan harus menghancurkan struktur lama dan membangun struktur yang baru.

Banyak metode yang dapat dilakukan dalam proses perkuatan, salah satunya yang berhubungan dengan tesis ini adalah metode penambahan material baja pada kolom beton eksisting menggunakan angkur sebagai penghubung geser. Penggunaan angkur sangat luas sehingga banyak produsen angkur memproduksi angkur dalam berbagai tipe. Dalam tesis ini, dilakukan peninjauan terhadap 3 buah benda uji dengan mutu beton fc 21.15 Mpa (K175) dan kedalaman angkur hef 90 mm menggunakan besi

beton dengan variasi jarak antar angkur masing – masing 5D, 8D dan 12D.

(23)

A process to reconstruct an existing construction is a meaning of retrofitting, which is used by many engineers nowadays rather than to shatter the old one and build the new one.

There are many methods in retrofitting, one method that related into this thesis is an additional steel material onto existing concrete column using anchor as a shear connector. Anchorage usage is very wide so that many anchor manufacturer create various type of anchor. In this thesis investigated 3 sample with concrete quality fc 21.15 Mpa (K-175) and anchorage depth hef 90 mm using reinforce bar with various

space between each anchor, which is 5D, 8D and 12D.

Anchor that used is an adhesive anchor type that given push-out test load slowly until they reached maximum strength of testing equipment 20 Tons. Experiment result show that lower concrete quality provide a bigger deformation and bigger crack than the high. Besides that, a non uniform displacement occured between anchor in the left side and right side. Between the three sample, biggest deformation happened on the 1st sample which has more tightly space, that is 12.27 mm, 2nd sample 12.04 mm and 3rd

sample 10.87 mm. For anchor in a concrete, a non uniform displacement also happened. While for anchor in a down row, biggest deformation occured on the upper anchor, and then reduced while getting down, with reduction percentage amount to 0.86% and 1.711%, for 2nd Sample 2.42% and 5.09% and for 3rd Sample 7.27% and 14.54%. Visually shown the difference crack aroud anchor, which on the 1st Sample it looked clearly than 2nd and 3rd . The test result of all sample showed that the 3rd Sample

with greater space give a bigger shear strength, that is 16.25 kN. 1st Sample 10 kN,

and 2nd Sample 13.33 kN. Where the experimental shear strength average is smaller than the value of shear strength according to ETAG-001 formula, that is 20.71 kN.

(24)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dalam suatu perencanaan konstruksi, para perencana selalu mengikutsertakan kemungkinan – kemungkinan yang nantinya akan memberi pengaruh lebih baik dan lebih aman pada hasil konstruksi. Diantaranya suatu perencana akan mempertimbangkan untuk disain yang lebih besar di strukturnya pada daerah rawan gempa maupun daerah pantai dibandingkan dengan daerah pemukiman penduduk kota. Walaupun suatu konstruksi telah didisain sebaik mungkin, namun di lapangan selalu ada perubahan – perubahan struktur konstruksi.

Perubahan yang terjadi dilapangan tersebut menuntut perencana melakukan suatu disain baru perkuatan struktur sehingga akan meningkatkan kinerja bangunan. Metode perkuatan ini dirasa jauh lebih efisien dan efektif dari segi biaya maupun waktu bila dibandingkan dengan membangun bangunan baru.

Berdasarkan sifatnya, ada 2 jenis perkuatan, yaitu:

1. Teknik perkuatan struktur lokal, seperti: jacketing, external prestressing, CRP, dan metode lainnya.

(25)

Gambar 1.1 Perkuatan balok kolom dengan penambahan tulangan yang termasuk dalam perkuatan struktur global

Salah satu contoh perkuatan yaitu dengan penambahan tulangan pada elemen eksisiting, seperti pada Gambar 1.1. Banyak metode perkuatan yang dapat digunakan, tetapi tidak ada metode yang merupakan solusi terbaik. Penggunaan metode perkuatan tersebut dihasilkan melalui pertimbangan perilaku bangunan setelah diperkuat, karakteristik bangunan, biaya, maupun waktu konstruksi, kemungkinan untuk dilaksanakan dan dampak terhadap hunian bangunan setelah diperkuat. Oleh karena itu penelitian tentang aplikasi dari teknik – teknik perkuatan ini masih sangat luas dan perlu dicari alternatif lain yang dapat menghasilkan solusi yang lebih baik di masa depan.

(26)

menambah luas tampang balok yang menyatu dengan elemen balok diatasnya. Gambar 1.2 menunjukkan bentuk perkuatan dengan penambahan luas penampang eksisting.

Gambar 1.2 Perkuatan struktur beton dengan penambahan luas penampang balok menggunakan profil baja

Perkuatan balok pada umumnya dilakukan dengan penambahan bahan profil baja, dengan sifat – sifat baja yang kuat menahan tarik dan mudah dibentuk. Penyatuan antara profil baja dengan balok beton dapat menggunakan penghubung geser berupa baut angkur seperti pada Gambar 1.3.

(27)

maupun balok cukup diminati dalam dunia konstruksi belakangan ini. Acuan tentang pemasangan angkur pada beton dapat kita pedomani dalam ACI 2002. Perkembangan pengangkuran cukup pesat sehingga pada bulan Juni tahun 1997 European Organisation for Technical Approvals (EOTA) telah menetapkan pedoman teknisnya “Guideline for European Technical Appropal of Metal Anchors for Use in Concrete

(ETAG-001)” dan telah beberapa kali diubah terakhir pada bulan agustus tahun 2010. Walaupun metode pengangkuran telah banyak digunakan oleh pelaksana bangunan terutama dalam usaha perkuatan konstruksi, namun dikarenakan minimnya penelitian tentang angkur, sampai dengan saat ini di Indonesia belum ada pedoman teknis yang dapat menjadi acuan dalam perencanaan dan pelaksanaan pengangkuran untuk beton.

Berdasarkan alasan tersebut, maka dilakukan penelitian mengenai angkur. Penelitian ini dilakukan dengan variasi jarak angkur untuk mengetahui perilaku geser angkur pada beton. Pada penelitian ini akan diamati letak angkur yang mana yang akan mengalami kehancuran lebih dahulu.

1.2 Permasalahan

Adapun permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini yaitu antara lain: 1. Bagaimana perilaku angkur terhadap geser dengan variasi jarak angkur. 2. Berapa besar deformasi dan bagaimana mekanisme keruntuhan yang terjadi

(28)

3. Seberapa besar kerusakan yang terjadi pada masing – masing pengujian akibat variasi jarak angkur.

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini seperti yang telah dinyatakan pada latar belakang adalah sebagai berikut:

1. Dengan adanya variasi jarak antar angkur diharapkan dapat diketahui perilaku geser angkur.

2. Dengan adanya variasi jarak antar angkur diharapkan dapat diamati mekanisme keruntuhan yang terjadi dan besarnya deformasi.

1.4 Pembatasan Masalah

Penelitian mengenai pengangkuran terhadap beton sangat luas, namun mengingat keterbatasan waktu dan dana dari penulis sehingga penelitian akan lebih difokuskan pada hal – hal yang dianggap signifikan. Adapun batasan masalah dalam penelitian ini meliputi:

(29)

1.5 Sistematika Penulisan

Pembahasan mengenai latar belakang, metodologi , proses penelitian hingga ke hasil analisa dalam penyusunan tesis ini akan disusun kedalam sejumlah bab dengan sistematika bab terurai berikut:

Bab I Pendahuluan

Terdiri dari latar belakang pengambilan judul penelitian, tujuan, urgensi penelitian dan sistematika penulisan.

Bab II Studi Pustaka

Berisikan teori-teori yang digunakan dalam melakukan penelitian. Bab III Metodologi Penelitian

Pembahasan metode, tahapan penelitian dan kegiatan-kegiatan yang akan dilakukan dalam memenuhi tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini. Bab IV Analisa Data

Berisikan analisa dan membahas hasil-hasil penelitian dan perbandingan masing-masing variasi penelitian dan menjelaskan faktor-faktor yang memungkinkan perbedaan-perbedaan hasil yang diperoleh.

Bab V Kesimpulan dan Saran

(30)

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Umum

Banyak alasan yang membuat perlunya dilakukan perkuatan struktur. Pada umumnya perkuatan struktur dilakukan pada bangunan yang mengalami perubahan fungsi dari sebelumnya. Beberapa hal lain yang membuat suatu struktur perlu diperkuat adalah adanya kerusakan akibat kegagalan struktur dan renovasi bangunan.

Dalam suatu bangunan, ada beberapa bagian struktur yang mendapat perkuatan, tergantung dari tujuan perubahan fungsi. Bukan hanya struktur bagian atas yang mendapat perkuatan, struktur bagian bawah, seperti pondasi juga lazim mendapat perkuatan. Tetapi yang paling sering mendapat perkuatan adalah bagian balok yang memiliki deformasi lentur yang cukup besar. Dikarenakan sering adanya penambahan beban pada balok sebelumnya, maka penambahan profil baja dibawah balok menjadi salah satu solusi memperkuat balok dan memperkecil deformasi akibat lentur.

Bahan profil baja digunakan karena memiliki beberapa kelebihan yang dianggap mendukung sebagai perkuatan balok. Selain kelebihan utama yang tahan terhadap tarik, material baja juga relatif lebih ringan dan mudah dipabrikasi dibandingkan material beton.

(31)

2.2 Perkuatan

Perkuatan atau retrofitting adalah suatu proses untuk memperkuat atau memperbaiki struktur yang sudah ada. Bukan hanya untuk memperkuat, metode ini juga digunakan dalam renovasi struktur. Dengan harapan struktur yang mengalami retrofitting akan menjadi lebih kuat dan dalam segi biaya juga lebih hemat dibandingkan dengan membangun kembali struktur yang baru.

Tidak semua struktur yang pernah mengalami kerusakan dapat diperkuat. Beberapa hal yang harus diperhatikan sebelum memulai proses retrofitting, diantaranya:

1. Peninjauan struktur ke lapangan, memungkinkan kita menganalisa sebab kerusakan yang terjadi.

2. Pemilihan jenis material dan pemeriksaan mutu bahan yang akan digunakan.

3. Melakukan analisa terhadap bangunan yang akan diperkuat, apakah masih mampu menahan beban atau tidak.

4. Setelah bangunan dianalisa dan dianggap masih mampu menahan beban, maka tidak perlu dilakukan retrofitting, namun jika struktur bangunan dianggap tidak mampu, maka perlu dilakukan perkuatan. maka perbaikan terhadap struktur yang rusak harus dilakukan, dapat berupa menambahkan material lain misalnya pemakaian wrap/fiber, penambahan struktur baja, pemasangan external prestress, dan lain sebagainya.

(32)

2.3 Penghubung Geser

Salah satu metode perkuatan struktur adalah dengan penambahan elemen, baik dari material yang sama atau berbeda dengan material elemen eksisting terhadap elemen eksisting tersebut. Dalam pembahasan ini adalah penambahan material baja pada elemen beton yang merupakan elemen eksisting, dimana untuk menyatukan kedua elemen tersebut digunakan angkur dari material baja pada elemen beton eksisting.

Penggabungan kedua material diatas untuk memanfaatkan keunggulan sifat material pembentuknya dibutuhkan penghubung yang memiliki sifat adhesion, friction atau bearing dan disebut sebagai penghubung geser atau shearconnectors (Galambos, 1998). Penghubung geser secara umum bekerja untuk mentransfer gaya ke struktur dan sebagai alat penyatu material baja dan beton agar tidak terpisah. Alat penyambung geser menghasilkan interaksi yang diperlukan untuk aksi komposit antara balok baja dan plat beton, yang sebelumnya hanya dihasilkan oleh lekatan untuk balok yang ditanam seluruhnya dalam beton.

(33)

Alat penyambung geser yang umum digunakan dapat dilihat pada Gambar 2.1.

Gambar 2.1 Alat penyambung komposit yang umum Sumber: Salmon, dkk, 1991

(34)

2.4 Aplikasi Baut Angkur

Penggunaan baut angkur sebagai penghubung geser banyak digunakan umumnya untuk peralatan mekanikal elektrikal seperti tiang listrik, AC, rambu lalu lintas, furing plafon dan sebagainya. Belakangan ini para engineer banyak mempergunakan angkur pada konstruksi, seperti: angkur pada retaining wall, angkur pada tiang pedestal baja, dan pada sambungan-sambungan konstruksi baja. Baut angkur yang digunakan sudah dipabrikasi dengan spesifikasi produk masing-masing penyedia jasa. Baut angkur yang dibautkan pada stuktural harus diberi chemical anchor sebagai bahan aditif agar daya rekat antara baut angkur dan struktural semakin kuat dan mengurangi pull out pada sambungan tersebut. Produk bahan aditif yang biasanya digunakan antara lain bermerk dagang Hilti, Ramset, Dia-Kress, Sormat, Simpson.

2.5 Klasifikasi Baut Angkur Pada Beton

Baut angkur dapat diklasifikasikan menjadi berbagai macam tipe klasifikasi, salah satunya adalah pengklasifikasian pada cara pemasangannya. Menurut Wiston Wayne Clendennen (1994), berdasarkan klasifikasi ini, angkur terbagi menjadi baut angkur cor ditempat (cast-in-place) dan baut angkur dipasang (post-installed).

Berikut adalah sistem pembagian angkur:

1. Cast-in place, terdiri dari Headed, J&L Bolts, dan Studs. 2. Post-installed, terbagi atas:

2.1 Bonded, terbagi atas:

(35)

b. Grouted, terdiri dari : Cementitious dan Polymer. 2.2 Mechanical, terbagi atas:

a. Expansion. b. Undercut.

2.5.1 Baut Angkur Cor Ditempat (cast–in–place)

Baut angkur tipe ini dipasang sesuai disain pada bagian struktur beton yang akan di cor,sehingga penggunaannya hanya terbatas pada konstruksi baru. Berikut beberapa tipe angkur cor di tempat, yaitu: headed bolt, L-bolt, J-bolt dan Headed stud.

2.5.2 Baut Angkur Dipasang (post-installed)

Baut angkur tipe ini dipasang pada beton yang telah mengeras atau beton eksisting. Pemasangan tipe ini dapat digunakan pada konstruksi baru ataupun rehabilitasi konstruksi lama. Berikut beberapa tipe angkur dipasang:

1. Expansion anchors terdiri dari: Torque-controlled expansion anchors; deformation-controlled expansion anchors dan Displacement-controlled expansion anchors.

2. Undercut anchors.

3. Bonded anchor terbagi atas: Adhesive dan Grouted anchors. Berikut penjelasan dari masing – masing pembagian angkur:

1. Expansion Anchor

(36)

bandara. Expansion anchor didisain untuk mengembang setelah dipasang. Setelah pemasangan, muncul gaya gesekan antara angkur dan beton yang kemudian menimbulkan kekuatan gaya tarik angkur terhadap beton. Expansion anchor terbagi atas dua tipe, yaitu: Torque controlled dan Displacement controlled, yang dapat dilihat pada Gambar 2.2.

Gambar 2.2 Expansion anchors; (a) Torque-controlled, (b) Deformation controlled

2. Undercut Anchor

(37)

Angkur ini terbagi dua, yaitu:

a. Undercut drilled bit, dapat dilihat pada Gambar 2.3.

Gambar 2.3 Undercut drilled bit anchor b. Undercut drilled hole, dapat dilihat pada Gambar 2.4.

Gambar 2.4 Undercut drilled hole

3. Bonded Anchor

Bonded anchor dapat terbagi atas adhesive dan grouted anchor. Adhesive anchor memerlukan adhesive chemical untuk pemasangannya sehingga angkur akan mengikat dengan beton. Grouted anchor ditanam pada beton yang sebelumnya telah dilubangi dengan langkah – langkah pemasangan yang sama dengan adhesive anchor. Angkur tipe ini mengharuskan lubang yang akan ditanam bersih dan kering agar kekuatan mengikat antara pasta, angkur dan beton menjadi maksimal.

(38)

sebagai adhesive anchor, sebaliknya jika diameter lubang lebih besar

1 kali diameter angkur, maka dapat dikategorikan sebagai grouted anchor.

2.6 Kekuatan Baut Angkur Pada Beton

Mekanisme penyaluran gaya geser horizontal yang terjadi dari balok baja ke pelat beton ditransfer seluruhnya oleh penghubung geser, dalam hal ini adalah angkur besi beton. Yang mana kekuatan dan luas bidang kontak tulangan angkur beton tersebut dengan beton sangat mempengaruhi kapasitas suatu angkur besi beton untuk dapat mentransfer geser horizontal.

Pada Pedoman Perencanaan Lantai Jembatan Rangka Baja Dengan Menggunakan CSP (Pd T-12-2005-B), disebutkan bahwa kekuatan sistem penghubung geser dipengaruhi oleh beberapa hal seperti:

1. Jumlah penghubung geser.

2. Tegangan longitudinal rata-rata dalam pelat beton di sekeliling penghubung.

3. Ukuran.

4. Penataan dan kekuatan tulangan pelat di sekitar penghubung. 5. Ketebalan beton di sekeliling penghubung.

(39)

8. kekuatan pelat beton dan tingkat kepadatan pada beton disekeliling pada setiap dasar penghubung geser.

Sedangkan faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya deformasi pada angkur besi beton yaitu: bentuk dan ukurannya, lokasinya pada balok, lokasi momen maksimum, dan cara pemasangannya pada balok baja.

Dalam perencanaan pemasangan angkur besi beton pada beton, ACI mengenai Anchorage to Concrete secara umum dapat menjadi acuan, peraturan lain dapat kita adopsi dari European Organisation for Technical Approvals (EOTA) yang juga telah menetapkan pedoman teknisnya “Guideline for European Technical Appropal of Metal Anchors for Use in Concrete (ETAG-001)”.

Berbagai macam kegagalan yang mungkin terjadi diakibatkan oleh berbagai pembebanan (tarik, geser) antara lain sebagai berikut: steel failure, pull-out failure, concrete cone failure, splitting failure. Model keruntuhan dapat dilihat pada Gambar 2.5.

(40)

2.6.1 Beban Tarik

Secara umum, beban tarik yang terjadi pada suatu angkur bisa dihitung berdasarkan teori elastisitas menggunakan asumsi berikut:

1. Plat dari angkur haruslah kaku sehingga tidak akan berdeformasi sebelum dibebani.

2. Kekakuan dan modulus elastisitas angkur sama dengan modulus elastisitas baja.

3. Pada daerah yang tertekan, angkur tidak ikut menyalurkan gaya normal. Jika besaran gaya tarik yang berbeda – beda ( ) diberikan pada masing – masing angkur yang berada pada suatu grup angkur, maka eksentrisitas eN dari gaya

tarik grup ( ) harus diperhitungkan untuk mendapatkan kekuatan nominal grup angkur.

2.6.2 Beban Geser

Berbeda dengan beban tarik, distribusi beban geser pada suatu pengangkuran bergantung pada model keruntuhan yang terbagi atas:

1. Steel failure dan concrete pry-out failure.

(41)

2. Concrete edge failure.

Pada model kegagalan ini, berdasarkan metode kesetimbangan, angkur di bagian ujung dan saling paralel yang terkena gaya geser.

Jika besaran gaya geser yang berbeda – beda ( ) diberikan pada masing – masing angkur yang berada pada suatu grup angkur, maka eksentrisitas eV dari gaya

tarik grup ( ) harus diperhitungkan sesuai Gambar 2.6 dan 2.7 untuk mendapatkan kekuatan nominal grup angkur.

Gambar 2.6 Contoh distribusi beban ketika semua angkur diberi beban geser

Gambar 2.7 Contoh distribusi beban ketika hanya sebagian angkur yang mendapat beban geser

2.6.3 Ketahanan terhadap beban tarik

(42)

keruntuhan menurut ETAG-001 (Annex C: Design Methods for Anchorage) sebagai berikut:

1. Keruntuhan yang terjadi pada angkur.

, = (2.1)

2. Keruntuhan yang terjadi pada beton . , = ,

, , Ψ,

,, (2.2)

Dimana penjelasan untuk masing – masing variabel sebagai berikut: a. Nilai awal ketahanan angkur untuk beton retak dan tidak retak.

, = . , .ℎ

b. Pengaruh lebar dan jarak pada angkur terhadap beton.

c. Faktor Ψs,N mempengaruhi distribusi penyaluran tegangan pada beton.

Untuk pemasangan angkur dengan jarak yang berbeda-beda, jarak yang paling dekat ke ujung beton yang perlu dimasukkan dalam perhitungan kuat geser.

Ψ, = 0.7 + 0.3

, ≤

(43)

d. Shell Spalling factorΨre,N memberi pengaruh pada penulangan.

Ψ , = 0.5 + ≤ 1 (2.5)

Jika dalam area pengangkuran terdapat penulangan dengan jarak ≥ 150 mm (diameter berapa saja) atau dengan diameter ≤ 10 mm dan jarak ≥

100 mm, maka shell spalling factor Ψre,N =1.0 dapat diaplikasikan.

e. Faktor Ψec,N akan berpengaruh ketika beban tarik bekerja pada

masing-masing angkur dalam suatu grup.

Ψ , = /

, ≤

1 (2.6)

2.6.4 Ketahanan Terhadap Beban Geser

Untuk mendapatkan kekuatan nominal baut angkur terhadap beban geser dapat dihitung berdasarkan keruntuhannya. Berikut ketahanan beban geser berdasarkan tipe keruntuhan menurut ETAG-001 (Annex C: Design Methods for Anchorage) sebagai berikut:

1. Keruntuhan yang terjadi pada angkur.

, = 0.5 . (2.7) 2. Keruntuhan yang terjadi pada beton.

, = ,

, , Ψ ,

.Ψ , .Ψ , .Ψ , .Ψ , (2.8) Dimana penjelasan untuk masing – masing variabel sebagai berikut: a. Nilai awal ketahanan angkur untuk beton retak dan tidak retak.

(44)

Dimana:

Fck,cube = kuat desak beton kubus 150×150mm (N/mm2).

hef = kedalaman efektif baut angkur (mm).

dnom = diameter terluar baut angkur (mm).

k1 = 1.7 diaplikasikan pada beton yang retak. beton mempengaruhi karakteristik beban.

Posisi angkur terluar dan ketebalan beton akan memberikan pengaruh dalam disain suatu pemasangan angkur. Pengaruh posisi angkur terluar ini akan berdampak pada kekuatan dari suatu proses pengangkuran. Beberapa posisi beban posisi angkur dan ketebalan beton yang diperhitungakan antara lain:

1. Posisi angkur dipinggir yang ideal pada beton. 2. Angkur tunggal diujung beton.

(45)

Nilai perhitungan Ac,N yang berbeda-beda pada beban geser dapat

dilihat pada Gambar 2.8.

Gambar 2.8 Contoh luasan aktual Ac,N dari kerucut beton

c. Faktor Ψs,V mempengaruhi distribusi tegangan pada beton.

Seperti pada faktor jarak angkur terluar, posisi angkur dalam faktor Ψs,V

juga memberikan pengaruh. Pengaruh jarak tersebut tidak pada karakteristik beton, akan tetapi akan mempengaruhi distribusi beban pada beton. Untuk pengangkuran dengan jarak yang berbeda-beda, jarak yang paling dekat ke ujung beton yang dimasukkan.

(46)

d. Faktor Ψh,V mempengaruhi kekuatan geser yang mana tidak akan

berkurang dikarenakan ketebalan beton yang diasumsikan dengan rasio , ⁄ , .

Ψ , =

. /

≥1 (2.13)

e. Faktor Ψα,Vberpengaruh pada sudut αV diantara beban yang diberikan,

Vsd, dan tegak lurus terhadap beton terluar seperti pada Gambar 2.9.

Ψ , =

( )

.

≥1 (2.14)

Gambar 2.9 Angkur yang dibebani oleh beban yang arahnya bersudut

f. Faktor Ψec,V berpengaruh ketika besar gaya geser yang berbeda-beda

bekerja pada masing – masing angkur dalam satu grup.

Ψ , = / ( ) ≤1 (2.15)

g. Faktor Ψre,V berpengaruh terhadap tipe penulangan yang digunakan

pada beton yang retak.

Ψre,V = 1.0 untukpengangkuran pada beton retak dan tidak retak

(47)

Ψre,V = 1.2 untuk pengangkuran pada beton retak dengan

penulangan ujung (≥ Ø12 mm).

Ψre,V = 1.4 untuk pengangkuran pada beton retak dengan

penulangan ujung (a ≤ 100 mm).

Untuk angkur multiple atau angkur dalam satu grup, jarak minimum angkur harus diperhatikan. Angkur yang tidak memenuhi jarak minimum akan mengalami kerusakan yang berlapis seperti pada Gambar 2.10.

Gambar 2.10 Efek grup angkur

2.7 Besi Beton

2.7.1 Definisi dan Komposisi Besi Beton

Penelitian dalam tesis ini menggunakan penghubung geser dari besi beton. Maka itu penulis membahas sedikit mengenai besi beton, jenis – jenisnya, dan juga komposisinya terlebih dahulu.

(48)

billet. Bahan baku dari billet ini sendiri adalah tua, skrap, serta bahan penolong seperti kokas, grafit, lime, ferro alloys yang dilebur dengan berbagai metode. Bahan penolong tadi digunakan untuk mendapatkan unsur carbon (C), Si (silicon), Mn (Mangan) yang akan sangat berpengaruh pada kualitas besi beton.

Besi beton ini adalah sejenis logam yang kini banyak digunkana didalam pembuatan gedung-gedung, rumah, pabrik dan lain sebagainya. Dimana sifat besi beton ini sangat kuat untuk menahan hasil coran, cetakan dan bersifat ulet.

2.7.2 Jenis Besi Beton

Berdasarkan bentuknya, baja tulangan beton dibedakan menjadi 2 (dua) jenis yaitu:

1. Baja tulangan beton polos

Baja tulangan beton polos adalah baja tulangan beton berpenampang bundar dengan permukaan rata dimana permukaan sekelilingnya tidak bersirip disingkat BjTP, seperti pada Gambar 2.11.

(49)

Baja tulangan beton sirip adalah baja tulangan beton dengan bentuk khusus yang permukaannya memiliki sirip melintang dan rusuk memanjang yang dimaksudkan untuk meningkatkan daya lekat dan guna menahan gerakan membujur dari batang secara relatif terhadap beton disingkat BjTS, seperti pada Gambar 2.12.

Gambar 2.12 Besi beton ulir Beberapa bentuk baja tulangan beton sirip, yaitu: a. Jenis Bambu (Bamboo type).

Tulangan jenis ini memiliki sirip-sirip seperti pada ruas-ruas pohon bambu, seperti pada Gambar 2.13.

Gambar 2.13 Baja tulangan beton sirip jenis bamboo b. Jenis tulangan ikan (Fish bone type)

Tulangan jenis ini memiliki sirip-sirip seperti pada ruas-ruas ikan, dapat dilihat pada Gambar 2.14.

(50)

c. Jenis sirip curam (Tor type)

Tulangan jenis ini memiliki sirip-sirip yang curam, seperti pada Gambar 2.15.

Gambar 2.15 Baja tulangan beton sirip jenis sirip curam

2.7.3 Persyaratan Mutu

Sifat fisik dari besi beton adalah:

1. Tidak boleh mengandung serpihan, lipatan, retakan,gelombang. 2. Hanya diperkenankan berkarat ringan pada permukaan.

Ditinjau dari bentuknya terbagi atas:

1. Baja tulangan beton polos, harus rata dan tidak mempunyai sirip. 2. Baja tulangan beton sirip.

a. Sirip harus teratur serta usuk memanjang yang searah dan sejajar dengan sumbu batang.

b. Terdapat sirip-sirip lain arah melintang sumbu batang.

c. Sirip-sirip melintang harus mempunyai bentuk, ukuran dan jarak yang sama.

d. Sirip melintang tidak boleh membentuk sudut < 450 terhadap sumbu

(51)

e. Apabila mempunyai sudut 450 < α < 700, arah sirip melintang pada satu

sisi atau kedua sisi dibuat berlawanan.

f. Bila α > 700

, sirip arah yang berlawanan tidak diperlukan.

2.7.4 Sifat Mekanis

Sifat mekanis baja berbeda antara baja tulangan beton polos dengan baja tulangan beton sirip. Untuk mengetahui perbedaan sifat mekanis tersebut, maka dilakukan beberapa pengujian dan didapat hasil masing-masing dari baja tulangan beton polos dan baja tulangan beton sirip.

1. Sifat mekanisme baja tulangan beton polos.

Setelah dilakukan beberapa pengujian terhadap baja tulangan beton polos, baja tulangan ini diklasifikasikan menjadi dua kelas. Dimana pengujian yang dilakukan meliputi uji tarik dan uji lengkung. Hasil klasifikasi dan pengujian dapat dilihat pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1 Properti besi beton polos

Kelas

Uji Tarik Uji Lengkung

(52)

2. Sifat mekanisme baja tulangan beton sirip.

Pada baja tulangan beton sirip juga dilakukan pengujian yang sama dengan baja tulangan beton polos. Hasil pengujian dapat dilihat pada Tabel 2.2.

Tabel 2.2 Properti besi beton sirip

Kelas

Uji Tarik Uji Lengkung

Batas ulur

2.8 Beberapa Penelitian Terdahulu

(53)

Anton Rieder (2008), membahas tentang retrofitting structure menggunakan bonded anchor dan undercut anchor yang dipasang pada balok dan kolom suatu struktur beton dalam suatu percobaan, kemudian di uji menggunakan shake table test dan didapat bahwa pembebanan geser siklik dengan penambahan amplitudo akan menunjukkan beban ultimit dan redaman histeretik bergantung pada tipe angkur, dimana untuk sleeve type menunjukkan kemampuan lebih besar dalam menahan beban ultimit pada tes monotonik daripada bolt type. Pada kasus pembebanan aksial dan pembebanan geser, tipe undercut anchor menghasilkan deformasi yang lebih kecil dari bonded anchor. Tujuan mengetahui perilaku angkur terhadap kondisi gempa ini nantinya berguna untuk menghitung ketahanan antara beton eksisting dengan elemen tambahannya.

(54)

BAB III

METODOLOGI

3.1 Umum

Dalam penelitian ini ada dua metode yang digunakan untuk mendapatkan hasil penelitian yang baik dan sesuai dengan tujuan. Maka penelitian yang dilakukan harus sesuai dengan langkah – langkah dan prosedur yang sesuai. Dua metode yang digunakan adalah dengan metode pendekatan numerik, yaitu menggunakan bantuan program numerik dan kemudian di lakukan validasi dengan metode eksperimental. 3.2 Analisa Numerik

Dalam metode ini akan dianalisa bagaimana perilaku elemen beton dari struktur sambungan kolom balok yang disatukan oleh penghubung geser besi beton. Suatu sambungan balok kolom disatukan oleh penghubung geser besi beton dan diberi beban secara bertahap. Dari pembebanan tersebut, kegagalan yang diharapkan dari sambungan tersebut adalah bukan pada penghubung geser besi betonnya, akan tetapi diharapkan kegagalan terjadi pada beton.

Dalam perencanaan angkur, ada beberapa pedoman teknis yang diikuti, diantaranya dari ACI dan ETAG. Dimana untuk perencanaan jarak angkur, baik ke beton, ke plat sambungan maupun jarak antar angkur sudah diatur dalam pedoman teknis. Namun dalam penelitian ini, syarat jarak tersebut diubah, dan akan dilihat pengaruhnya terhadap balok beton.

(55)

elemen yang terdiri dari beton, baja dan angkur besi beton akan dimodelkan sebagai elemen solid. Dimana jarak angkur divariasikan antara ketiga benda uji. Setelah pemodelan selesai, maka akan diberi beban statik monotonik yang akan menghasilkan output berupa beban vs deformasi.

3.3 Analisa Eksperimental

Setelah kajian secara numerik dilakukan, maka selanjutnya hasil dari kajian numerik akan divalidasi melalui kajian eksperimental. Pengujian dilakukan terhdap tiga buah benda uji. Pembuatan benda uji dan pengaturan peralatan disesuaikan dengan keterbatasan – keterbatasan yang ada di Laboratorium Beton Pasca Sarjana Teknik Sipil USU. Tahapan kajian secara eksperimental dapat dilihat pada Gambar 3.1.

Gambar 3.1 Diagram alur penelitian

PERANCANGAN BENDA UJI

• Dimensi balok beton dan baja

• Disain angkur pada beton dan baja

PERSIAPAN BAHAN & PERALATAN

PENGUJIAN GESER (METODE PUSH OUT TEST)

ANALISIS HASIL DAN PENGOLAHAN DATA

(56)

3.3.1 Persiapan Benda Uji

Beberapa bahan yang harus dipersiapkan diantaranya:

1. Balok kubus K-300 dengan ukuran panjang 200 mm, lebar 300 mm dan tinggi 400 mm sebanyak enam buah.

2. Baja H-Beam 200×200×12×8 mm tiga buah dengan panjang bervariasi. 3. Besi beton ulir D8 dengan panjang 132 mm sebanyak 72 buah.

3.3.2 Persiapan Peralatan

Peralatan yang nantinya akan digunakan dalam pengujian adalah:

1. Hydraulic Jack, dengan spesifikasi pembebanan mencapai 20000 kg. Alat ini berfungsi memberikan beban pada benda uji mendorong benda uji sesuai dengan kebutuhan pengujian. Alat ini akan memberikan pembebanan terhadap benda uji sampai benda uji hancur (failure).

2. Frame baja, digunakan untuk meletakkan benda uji ketika dibebani.

3. Dial Gauge dengan ketelitian 0.01 mm berfungsi untuk mengukur deformasi.

4. Track stang, digunakan untuk mengunci benda uji agar ketika dibebani hanya timbul beban geser pada benda uji.

3.3.3 Tahap – Tahap Kajian Eksperimental

(57)

3.3.3.1Uji Tarik Angkur

Pengujian ini dilakukan untuk mendapatkan data material dari angkur besi beton dalam bentuk kurva tegangan-regangan (stress strain curve). Adapun parameter yang didapat antara lain: tegangan leleh (fy), tegangan ultimit(fu), regangan leleh (εy),

dan modulus elatisitas baja (E).

3.3.3.2Perencanaan Jarak Angkur Pada Beton

Jarak besi beton sebagai shear connector pada beton yang direncanakan diadopsi dari jarak baut angkur dari Peraturan ETAG 001 Edition 1997; Guideline for European Techinal Approval of Metal Anchors for Use in Concrete; Annex C: Design

Methods for Anchorages, 2010.

Karena dalam pembuatan benda uji digunakan pemasangan besi beton dengan rangkaian paralel maka kelompok angkur didisain seperti pada Gambar 3.2.

Gambar 3.2 Kelompok baut angkur pada rangkaian paralel Tebal plat beton yang digunakan adalah 120 mm, maka :

(58)

3.3.3.3Perencanaan Jarak Baut Pada Plat Sayap

Jarak lainnya yang perlu direncanakan adalah jarak angkur ke plat sayap, seperti pada Gambar 3.3.

Gambar 3.3 Jarak angkur ke plat baja pada penghubung geser komposit

Syarat jarak baut: 2.5d ≤ s2 ≤ 7d

Dimana d= 8 mm, maka: 20 mm ≤ s2 ≤ 56 mm

Jarak baut yang diambil bervariasi, yaitu 5d, 8d dan 12d. Untuk Sampel 1 diambil jarak antar baut yang memenuhi persyaratan jarak, yaitu 5d = 40 mm.

Syarat jarak tepi: 1.5d ≤ c1 < 12tp

Dimana tp = 10 mm, d = 8 mm, maka: 12 mm ≤ c1 < 120 mm

Diambil nilai c1 sebesar 60 mm.

3.3.3.4Perencanaan Angkur Pada Beton

(59)

bersertifikasi. Untuk produk DIA-KRESS sendiri mempunyai aturan persyaratan dalam perencanaan dengan menggunakan besi beton (rebar). Adapun persyaratan-persyaratan tersebut mengacu pada Peraturan ETAG 001 Edition 1997; Guideline for European Techinal Approval of Metal Anchors for Use in Concrete, Annex C: Design

Methods for Anchorages, 2010. Adapun pengaturan detail besi beton terdapat pada Tabel 3.1.

Tabel 3.1 Data detail pengaturan pemasangan besi beton (rebar) Rebar Size T10

Drill Hole Diameter (mm), d0 13

Basic Depth (mm), hef 90

Min. Base Material Thickness (mm), hmin 120

Min. Anchor Spacing (mm), Smin = 0,5 hef 45

Characteristic Anchor Spacing (mm), Scr = 2hef

180

Min. Edge Distance (mm), Cmin=Smin 45

Characteristic Edge Distance (mm), Ccr =

0.5 Scr

90

Sumber : DIA-KRESS

Dari kedua sumber peraturan, maka diambil:

1. Jarak antar baut : 60 mm

(60)

Kapasitas geser dan tarik untuk satu baut dapat dilihat pada Tabel 3.2. Tabel 3.2 Kapasitas gaya geser untuk satu baut

Characteristic Resistance FRK [KN] : Concrete = C20/25

Bar Size T10 T13 T16 T20 T25 T32 T40

Tensile (NRk,p) [KN] 41.0 65.1 88.0 149.5 230.9 362.0 603.3 Shear (VRk,s) [KN] G460 (0.5 As frk) 20.8 35.1 53.2 83.1 129.9 212.8 332.4 Shear (VRk,s) [KN] G500 (0.5 As frk) 21.6 36.5 55.3 86.4 135.0 221.2 345.6

hef (mm) 90 110 125 170 210 300 400

Design Resistance FRd [KN] : Concrete = C20/25

Bar Size T10 T13 T16 T20 T25 T32 T40

Tensile (NRd,p) [KN] (NRk,p/γMC) 22.8 36.2 48.9 83.1 128.3 201.1 335.2 Shear (VRd,p) [KN] G460 (NRk,s/γMS) 16.6 28.0 42.6 66.5 103.9 170.2 265.9 Shear (VRd,s) [KN] G500 (NRk,s/γMS) 17.3 29.2 44.2 69.1 108.0 176.9 276.5

hef (mm) 90 110 125 170 210 300 400

Recommended Load FREC [KN] : Concrete = C20/25

Bar Size T10 T13 T16 T20 T25 T32 T40

3.3.3.5Perencanaan Tegangan Untuk Tiap Elemen Benda Uji

Pada masing-masing elemen benda uji akan timbul tegangan yang diakibatkan oleh pembebanan yang diberikan. Tegangan yang timbul yaitu:

1. Tegangan desak pada pelat.

n

2. Tegangan desak pada beton.

(61)

3. Tegangan geser pada baut.

3.4 Standar Pembebanan Dalam Pengujian Eksperimental

Standar pembebanan yang dilakukan dalam pengujian ini berdasarkan pada peraturan Eurocode 4, EN 1994-1-1: Design of Composite Steel and Concrete Structure – Part 1-1: General Rules and Rules for Buildings, 2004 dan Standar

Australia (AS 2327 Part 1, 1980).

3.5 Peralatan yang digunakan dalam pengujian 1. Frame baja.

Digunakan untuk menempatkan sampel pengujian dan peralatan jack, seperti pada Gambar 3.4.

(62)

2. Jackhydraulic.

Alat ini memiliki kapasitas pembebanan 20 Ton, melakukan gerakan mendorong yang bertujuan sebagai pemberi beban pada sampel, seperti pada Gambar 3.5.

Gambar 3.5 Alat jack yang digunakan pada saat pembebanan 3. Dial Gauge.

Alat ini memiliki ketelitian 0.01 mm dan akan digunakan untuk mengukur defleksi pada benda uji, seperti pada Gambar 3.6.

(63)

4. Slab beton

Slab beton yang digunakan untuk benda uji sebanyak 6 buah, seperti pada Gambar 3.7. Untuk kepentingan eksperimen, penulis membuat beton baru dengan mutu beton K-175 di Laboratorium Beton USU.

Gambar 3.7 Slab beton yang digunakan sebagai benda uji

5. Baja Profil H-Beam 200×200

Baja sebagai benda uji adalah baja profil H-Beam 200×200 sebanyak tiga buah dengan panjang baja bervariasi ditunjukkan pada Gambar 3.8.

Gambar 3.8 Baja profil H-Beam 200×200 sebagai benda uji

6. Angkur Besi Beton

(64)

penyuntikan chemical, sehingga besi beton dikategorikan sebagai jenis chemical anchor. Angkur besi beton dapat dilihat pada Gambar 3.9.

Gambar 3.9 Besi beton sebagai angkur benda uji

3.6 Pembuatan Benda Uji

Dalam eksperimen, benda uji yang akan dibebani sebanyak tiga buah. Perbedaan ketiga benda uji adalah pada jarak pemasangan tiap angkur, yaitu pada angkur paling atas dengan dua buah angkur berikutnya. Berikut tiga buah benda uji yang digunakan:

1. Benda Uji 1 (BU-1), jarak antar angkur sebesar 5d.

Dua buah beton dengan ukuran 200×300×380 mm, diantara kedua beton tersebut diapit oleh sebuah profil baja H-Beam 200×200×8×12 mm dengan panjang profil 240 mm. Antara beton dan baja tersebut dihubungkan dengan penghubung geser (shear connector) berupa besi beton sirip dengan diameter 8 mm dengan jumlah 6 buah. Jarak vertikal antar baut adalah 5d, yaitu 40 mm.

(65)

additif yang berbentuk pasta. Untuk memastikan bahwa besi beton telah merekat sempurna pada beton, maka dibutuhkan waktu 24 jam untuk pengeringan pasta, Kemudian dilanjutkan dengan pemasangan baja. Untuk lebih menyatukan elemen-elemen beton dan baja, maka digunakan pengunci track stang. Selanjutnya benda uji diletakkan pada frame dan dilakukan pengujian. Pemberian beban dalam pengujian dilakukan dengan menggunakan hydraulic jack. Dengan pembebanan mencapai 20 Ton. Perencanaan benda uji dapat kita lihat pada Gambar 3.10.

(a) ( b )

Gambar 3.10 Benda uji pada sampel 1 (a) Tampak atas BU-1, (b) Potongan A-A pada sampel 1

2. Benda Uji 2 (BU-2), jarak antar angkur sebesar 8d.

Dua buah beton dengan ukuran 200×300×380 mm, diantara kedua beton tersebut diapit oleh sebuah profil baja H-Beam 200×200×8×12 mm dengan

(66)

panjang profil 288 mm. Antara beton dan baja tersebut dihubungkan dengan penghubung geser (shear connector) berupa besi beton dengan diameter 8 mm dengan jumlah 6 buah. Jarak vertikal antar baut adalah 8d (64mm). Proses pembuatan sama untuk ketiga benda uji. Perencanaan benda uji 2 dapat kita lihat pada Gambar 3.11.

Gambar 3.11 Potongan pada sampel 2

3. Benda Uji 3 (BU-3), jarak antar angkur sebesar 12d.

(67)

pemasangan baja. Untuk potongan Benda uji 3 dapat kita lihat pada Gambar 3.12.

Gambar 3.12 Potongan pada sampel 3

3.7 Pelaksanaan Pengujian

Dalam tahapan ini, benda uji yang telah disiapkan kemudian akan dilakukan pengujian. Benda uji diletakkan diatas frame, begitu pula alat pembebanan hydraulic jack. Proses pengujian adalah dengan memberi beban simetris ditengah benda uji dari arah vertikal terhadap masing-masing benda uji dengan penambahan secara bertahap. Penambahan beban sebesar 500 kg, dan diakhiri pada pembebanan 20000 kg. Agar beban yang diberikan merata pada permukaan sayap baja, maka digunakan plat bantuan berupa lempengan baja. Pembebanan secara bertahap ini dimaksudkan agar benda uji dapat diamati secara lebih detail. Pengamatan dalam pengujian ini meliputi defleksi yang terjadi dan perilaku masing-masing elemen pada benda uji akibat pembebanan.

(68)

Perencanaan pengujian dapat dilihat pada Gambar 3.13.

Gambar 3.13 Frame baja untuk menempatkan sampel pengujian dan peralatan jack

3.8 Hasil Pengujian dan Output Data

Hasil pengujian yang akan diamati pada ketiga benda uji adalah pada variasi jarak vertikal antar angkur dan kegagalan rencana pada beton. Sehingga hal-hal yang perlu dicatat antara lain:

1. Beban akumulasi (ton).

2. Perpindahan (displacement) yang terjadi antara baut dengan beton. 3. Mekanisme keruntuhan yang terjadi.

200 200 200 Profil WF 200 x 200

(69)

Bentuk output data yang dituliskan dapat dilihat pada Gambar 3.14.

(70)

BAB IV

ANALISIS DATA

4.1 Kajian Numerik

Perencanaan benda uji diawali dengan perhitungan teoritis. Dalam perencanaan percobaan ini, diharapkan kegagalan yang terjadi adalah pada beton, maka untuk mencapainya dapat kita lakukan dengan perhitungan menggunakan Finite Element Method (Metode Elemen Hingga).

Benda uji sebanyak tiga buah dengan perbedaan pada jarak tiap angkur, yaitu 5d (40 mm), 8d (64 mm), dan 12d (96 mm).

4.1.1 Properti Material

Dalam eksperimen ini benda uji yang digunakan merupakan komposit antara beton, baja dan besi beton. Dimana data yang diperoleh hanya data dari material beton dan besi beton. Sedangkan untuk data properti baja akan mengikuti data baja pada umumnya.

1. Material Beton.

Pada beton dilakukan uji tekan dengan hasil pengujian tiga buah sampel kubus beton sebagai berikut (data terlampir):

σ1 = 216.89 kg/cm2 σ2 = 213.33 kg/cm2 σ3 = 204.44 kg/cm2

(71)

2. Material Besi Beton.

Pada besi beton dilakukan pengujian tiga buah sampel dengan hasil pengujian dapat dilihat pada Tabel 4.1 dan 4.2.

Tabel 4.1 Nilai pertambahan panjang akibat tes tarik

Parameter Sampel A Sampel B Sampel C Rata2

P (N) 29740 29980 29720 29813.3

Lo (mm) 80 80 80 80

Lu (mm) 102.6 101.32 105.16 103.03

L (mm) 22.6 21.32 25.16 23.03

Tabel 4.2 Hasil test tarik besi beton

Spesimen

4.1.2 Pemodelan Pada Perhitungan Numerik

(72)

beberapa langkah - langkah yang harus dilakukan untuk mendapatkan hasil analisa numerik yang lebih akurat.

4.1.2.1Input Engineering Data

Untuk mendapatkan hasil dari perhitungan numerik yang mendekati keadaan sesungguhnya dilapangan, perlu dilakukan pendekatan pada karakteristik bahan yang digunakan. Terdapat komposit dari tiga elemen benda uji, yaitu angkur, beton dan baja.

1. Angkur Besi Beton.

Angkur yang digunakan adalah besi beton SNI dengan spesifikasi yang digunakan dalam perhitungan diambil dari data pengujian di Laboratorium PT. Putra Baja Deli dengan nilai-nilai sebagai berikut:

a. Berat Jenis (  ) = 7.8 x 10-6 kg/mm3

b. Modulus elastisitas ( E ) = 2060.2 N/mm2, didapat dari persamaan

c. Poisson rasio (  ) = 0.3

d. Kekuatan leleh tarik = 461.67 Mpa

Data hasil pengujian kemudian diinput dengan bantuan program numerik. Simulasi yang dilakukan harus sesuai dengan perencanaan yang dilakukan. Dengan tujuan agar didapat hasil – hasil sesuai dengan perencanaan. Dalam proses input data, tidak semua data dimasukkan, hanya data yang memiliki relevansi dengan material tersebut yang perlu diinput. Data-data tersebut dimasukkan dalam bagian properties pada program numerik.

= 29.240 80

1

(73)

Tampilan properties dapat dilihat pada Gambar 4.1.

Gambar 4.1 Outline engineering data besi beton pada perhitungan numerik Untuk grafik hasil pengujian strain stress dapat dilihat pada Gambar 4.2.

(74)

2. Baja.

Baja yang digunakan adalah H-beam 200×200 dengan spesifikasi yang digunakan dalam perhitungan sesuai dengan standar SNI BJ50. Input data dengan bantuan program numerik dapat dilihat pada Gambar 4.3.

a. Berat Jenis (  ) = 7.8 x 10-6 kg/mm3

b. Modulus elastisitas ( E ) = 200000 MPa c. Poisson rasio (  ) = 0.3

d. Kekuatan leleh tarik = 250 Mpa e. Kekuatan leleh tekan = 250 Mpa f. Kekuatan tarik ultimit = 550 Mpa

Serupa dengan memasukkan data pada besi beton. Data hasil pengujian kemudian diinput dengan bantuan program numerik. Simulasi yang dilakukan harus sesuai dengan perencanaan yang dilakukan. Dengan tujuan agar didapat hasil – hasil sesuai dengan perencanaan. Data yang diinput dalam section properties baja dapat dilihat pada Gambar 4.3.

(75)

3. Beton.

Dalam simulasi ini digunakan beton dengan mutu beton K-175 dengan spesifikasi yang digunakan dalam perhitungan:

a. Berat Jenis (  ) = 2400 kg/m3

b. Modulus elastisitas ( E ) = 200000 MPa c. Poisson rasio (  ) = 0.2

d. Kekuatan tarik ultimit = 2.11 Mpa, 10% kuat tekan ultimit e. Kekuatan tekan ultimit = 21.15 Mpa

Tampilan properti beton dapat dilihat pada Gambar 4.4.

Gambar 4.4 Outline engineering data beton pada perhitungan numerik 4.1.2.2Disain Geometri

(76)

Gambar 4.5 menunjukkan pemodelan geometri yang disesuaikan dengan benda uji di laboratorium.

Gambar 4.5 Disain geometri benda uji pada perhitungan numerik

4.1.2.3Pengaturan Pemodelan

(77)

1. Kontak.

Dalam langkah ini dilakukan pengaturan elemen – elemen material mana yang saling bersinggungan. Dalam tahap ini, masing – masing elemen dianggap saling bersentuhan dengan nilai koefisien gesekan 0.3. Tahapan ini dapat dilihat pada Gambar 4.6.

Gambar 4.6 Pengaturan kontak pada perhitungan numerik 2. Mesh.

Mesh ditujukan untuk pembagian elemen menjadi lebih kecil sehingga dapat diberikan kondisi batas. Ukuran meshing ditentukan sendiri oleh program perhitungan numerik. Tahapan ini dapat dilihat pada Gambar 4.7.

(78)

3. Pemberian Beban.

Pengaturan selanjutnya adalah pada pengaturan analisa statik struktural. Salah satunya adalah pemberian beban. Beban yang diberikan adalah beban maksimum pada saat eksperimen, yaitu 20 Ton (200000N). Pemberian beban tepat ditengah baja bagian atas. Tahapan pembebanan ini dapat dilihat pada Gambar 4.8.

Gambar 4.8 Objek yang dibebani 4. Fixed Support.

Tahapan ini merupakan tahapan terakhir. Pemberian fixed support dapat diartikan sebagai pegekang pada objek. Yang mana kita harus menentukan bagian mana yang memerlukan pengekangan dan disesuaikan dengan kejadian eksperimental. Tahapan ini dapat dilihat pada Gambar 4.9.

(79)

4.1.2.4Hasil Analisis

Setelah program dijalankan, maka kita akan mendapatkan hasil analisa. Hasil analisa dapat kita sesuaikan dengan kebutuhan. Pada kajian ini dibutuhkan hasil analisa deformasi, equivalent elastic strain dan equivalent elastic stress. Hasil analisa ini nantinya akan digunakan sebagai pembanding untuk kajian numerik dengan Metode Elemen Hingga dan kajian eksperimental.

Berikut adalah hasil deformasi dari salah satu simulasi benda uji yang dapat dilihat pada Gambar 4.10.

(80)

Gambar 4.11 menunjukkan grafik beban dan deformasi yang di plot secara manual dari data – data perhitungan numerik.

(a)

(b)

(c)

Gambar 4.11 Grafik Beban–Deformasi pada benda uji (a)Tipe 1, (b) Tipe 2, (c) Tipe3

2.50 5.00 7.50 10.00 12.50 15.00 17.50 20.00

(81)

Gambar 4.12 menunjukkan grafik tegangan yang juga di plot secara manual dari data – data perhitungan numerik.

Gambar 4.12 Grafik tegangan pada ketiga sampel

(82)

Retak yang terjadi pada beton dapat ditampilkan dengan bantuan program perhitungan numerik. Salah satu sampel dapat dilihat pada Gambar 4.13.

Gambar 4.13 Pola retak yang terjadi

Sumber: Rhini Wulandari, 2013

Namun untuk mengetahui retak awal pada pemberian beban keberapa, maka penulis mencoba menggunakan persamaan:

Dimana:

σbeton = kuat tekan beton rata-rata.

σdesak = tekanan desak angkur pada beton.

(83)

4.2 Kajian Eksperimental

Berdasarkan hasil pengujian yang dilakukan di laboratorium, maka didalam bab ini akan disajikan data-data hasil pengujian beserta analisa data tersebut. Adapun data yang tersedia meliputi data pengujian kuat tekan beton dan data push out test.

4.2.1 Pengujian Kuat Tekan Beton

Beton yang digunakan sebagai benda uji adalah beton dengan mutu beton K175. Dimana spesimen merupakan kubus yang diambil ketika proses pengecoran beton dan diberi tekanan sampai diperoleh beban maksimum yang mampu ditahan oleh kubus beton tersebut. Hasil pengujian dapat dilihat pada Tabel 4.3.

Tabel 4.3 Hasil Pengujian Kuat Tekan Beton

No.

4.2.2 Pengujian Push-out Test

Gambar

Gambar 2.1 Alat penyambung komposit yang umum Sumber: Salmon, dkk, 1991
Gambar 2.8 Contoh luasan aktual Ac,N dari kerucut beton
Gambar 2.11 Besi Beton Polos SNI 10 mm
Gambar 3.1 Diagram alur penelitian
+7

Referensi

Dokumen terkait