• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH PENGGUNAAN MODEL DISCOVERY LEARNING DAN MODEL KONVENSIONAL UNTUK MENINGKATKAN PERILAKU TANGGUNGJAWAB PADA PEMBELAJARAN PKN SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 19 BANDAR LAMPUNG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENGARUH PENGGUNAAN MODEL DISCOVERY LEARNING DAN MODEL KONVENSIONAL UNTUK MENINGKATKAN PERILAKU TANGGUNGJAWAB PADA PEMBELAJARAN PKN SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 19 BANDAR LAMPUNG"

Copied!
120
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRACT

THE INFLUENCE USE OF MODEL DISCOVERY LEARNING IS CONVENTIONAL MODEL TO IMPROVE BEHAVIOR

RESPONSIBILITY IN LEARNING CIVIC EDUCATION STUDENTS

By PURILEILA

This research on a low such behavior responsible from the classroom VIII SMPN 19 Bandar Lampung.The purpose of this research which is to enhance behavior responsibility students at learning civic education use the model discovery learning .Methods used comparative approach experiment. The result showed that (1) the use of discovery learning model in learning to increase behavior is responsible for students and is better than the conventional learning model, and (2) the use of discovery learning model in learning to increase study results on the kids and better than conventional learning model.

(2)

ABSTRAK

PENGARUH PENGGUNAAN MODEL

DISCOVERY

LEARNING

DAN MODEL KONVENSIONAL

TERHADAPMENINGKATKANPERILAKU

TANGGUNGJAWAB PADA

PEMBELAJARAN

PKNSISWA

Oleh PURILEILA

Penelitian ini di latar belakangi rendahnya perilaku bertanggung jawab siswa di Kelas VIII SMP Negeri 19 Bandar Lampung. Tujuan penelitian ini yaitu untuk meningkatkan perilaku tanggungjawab siswa pada pembelajaran PKn menggunakan model discovery learning. Metode yang digunakan komparatif pendekatan eksperimen. Hasil Penelitian menunjukkan bahwa (1) penggunaan model discovery learning dalam pembelajaran dapat meningkatkan perilaku bertanggungjawab pada siswa dan lebih baik dibandingkan dengan model pembelajaran konvensional, dan (2) penggunaan model discovery learning dalam pembelajaran dapat meningkatkan hasil belajar pada siswa dan lebih baik dibandingkan dengan model pembelajaran konvensional.

(3)

PENGARUH PENGGUNAAN MODEL

DISCOVERY LEARNING

DAN

MODEL KONVENSIONAL UNTUK MENINGKATKAN PERILAKU

TANGGUNGJAWAB PADA PEMBELAJARAN PKN SISWA

KELAS VIII SMP NEGERI 19 BANDAR LAMPUNG

(Tesis)

Oleh

PURILEILA

PROGRAM STUDI MAGISTER PENDIDIKAN IPS

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG

(4)

ABSTRACT

THE INFLUENCE USE OF MODEL DISCOVERY LEARNING IS CONVENTIONAL MODEL TO IMPROVE BEHAVIOR RESPONSIBILITY IN LEARNING CIVIC EDUCATION

STUDENTS CLASS VIII SMP NEGERI 19 BANDAR LAMPUNG

By PURILEILA

This research on a low such behavior responsible from the classroom VIII SMPN 19 Bandar Lampung.The purpose of this research which is to enhance behavior responsibility students at learning civic education use the model discovery learning .Methods used comparative approach experiment. The result showed that (1) the use of discovery learning model in learning to increase behavior is responsible for students and is better than the conventional learning model, and (2) the use of discovery learning model in learning to increase study results on the kids and better than conventional learning model.

(5)

ABSTRAK

PENGARUH PENGGUNAAN MODEL

DISCOVERY

LEARNING

DAN MODEL KONVENSIONAL TERHADAP

PENINGKATAN PERILAKU TANGGUNG JAWAB

PADA PEMBELAJARAN PKN SISWA KELAS

VIII SMP NEGERI 19 BANDAR LAMPUNG

Oleh PURILEILA

Penelitian ini di latar belakangi rendahnya perilaku bertanggung jawab siswa di Kelas VIII SMP Negeri 19 Bandar Lampung. Tujuan penelitian ini yaitu untuk meningkatkan perilaku tanggungjawab siswa pada pembelajaran PKn menggunakan model discovery learning. Metode yang digunakan komparatif pendekatan eksperimen. Hasil Penelitian menunjukkan bahwa (1) penggunaan model discovery learning dalam pembelajaran dapat meningkatkan perilaku bertanggungjawab pada siswa dan lebih baik dibandingkan dengan model pembelajaran konvensional, dan (2) penggunaan model discovery learning dalam pembelajaran dapat meningkatkan hasil belajar pada siswa dan lebih baik dibandingkan dengan model pembelajaran konvensional.

(6)

PENGARUH PENGGUNAAN MODEL

DISCOVERY

LEARNING

DAN MODEL KONVENSIONAL UNTUK

MENINGKATKAN PERILAKU TANGGUNGJAWAB

PADA PEMBELAJARAN PKN SISWA KELAS

VIII SMP NEGERI 19 BANDAR LAMPUNG

Oleh PURILEILA

Tesis

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar MAGISTER PENDIDIKAN

Pada

Program Studi Magister Pendidikan IPS

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG

(7)
(8)
(9)
(10)

RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir di Negara Batin, tanggal 30 Januari 1988. Anak keenam dari tujuh bersaudara. Pasangan bapak Sahri dengan Ibu Rohida. Penulis menyelesaikan pendidikan di sekolah dasar di SDN 1 Negara Batin, Waykanan berijazah tahun 2000. SMPN 1 Negara Batin, Waykanan tamat dan berijazah tahun 2003. Selanjutnya penulis melanjutkan jenjang pendidikan di SMAN 1 Negara Batin, Waykanan dan diselesaikan pada tahun 2006.

(11)

MOTO

“Sesungguhnya

sesud

ah kesulitan itu ada kemudahan”.

(Qs. Al-Insyirah: 6)

“Hidup adalah perjuangan, perjuangan adalah kehidupan”.

(Penulis)

“Guru yang berhasil adal

ah guru yang bisa mengubah sikap para

siswanya menjadi baik, dan juga bisa menambah pengetahuan

(12)

PERSEMBAHAN

Puji Syukur kehadiran Allah SWT yang telah memberikan

rahmat dan hidayahNya. Dengan penuh ucapan syukur dan

cinta kupersembahkan lembaran-lembaran sederhana ini

kepada:

Kedua orang tuaku Ayah Sahri dan Ibu Rohida di surga yang

kasih sayangnya, perhatiannya dan motivasi yang masih aku

rasakan.

Suamiku tercinta Slamet Harpen Susilo, S.Pd. yang dengan

sabar membantu, memberikan semangat, perhatian serta

motivasi.

Anakku tercinta Alzhalea Asheeqa Mypela yang selalu

menjadi penyemangat hidup dan pengobat dikala lelah.

Almamaterku tercinta

(13)

SANWACANA

Dengan mengucapkan puji syukur Alhamdulillah kehadirat Allah SWT karena hanya dengan limpahan rahmat dan hidayah-Nya, penulis dapat menyelesaikan

tesis yang berjudul “PENGARUH PENGGUNAAN MODEL DISCOVERY

LEARNING DAN MODEL KONVENSIONAL UNTUK MENINGKATKAN PERILAKU TANGGUNGJAWAB PADA PEMBELAJARAN PKN SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 19 BANDAR LAMPUNG TAHUN PELAJARAN 2015/2016 “. Tesis ini ditulis dalam rangka memenuhi sebagian persyaratan untuk memperoleh gelar Magister Pendidikan di Program Pascasarjana Pendidikan IPS Fakultas Kegurun dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung.

Penulis menyadari bahwa penyelesaian tesis ini berkat dukungan dari berbagai pihak yang secara langsung atau tidak langsung telah memberikan dukungan dan kontribusi dalam penyelesaian tesis ini. Untuk itu penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu, khususnya kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Ir. Hasriadi Mat Akin, M.P, selaku Rektor Universitas Lampung.

(14)

3. Bapak Dr. H Muhammmad Fuad, M.Hum, selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

4. Bapak Drs. Zulkarnain, M.Si. selaku Ketua Jurusan Pendidikan IPS 5. Ibu Dr. Trisnaningsih, M.Si. selaku Ketua Program Studi Pendidikan IPS 6. Bapak Dr. M.Thoha B.S. Jaya, M.S, selaku Pembimbing utama yang dengan

sabar telah memberikan ide, saran dan masukan selama penyusunan Tesis ini. 7. Bapak Dr. Darsono, M.Pd , selaku Pembimbing 2 yang dengan sabar telah

memberikan ide, saran dan masukan selama penyusunan Tesis ini.

8. Ibu Dr. Adelina Hasyim, M.Pd. selaku pembahas 2 yang dengan sabar telah memberikan, ide, saran, dan masukan

9. Bapak/Ibu Dosen Pascasarjana Pendidikan IPS Universitas Lampung yang senantiasa menambah dan membuka wawasan penulis.

10. Ibu Hj.Sri Chairattini EA, S.Pd. selaku Kepala SMP Negeri 19 Bandar Lampung.

11. Keluargaku khususnya,Tuti Ratna, Mahroni, Praka. Bazarsah, Ori Alatas dan Herman Effendi yang telah membantu, memberikan perhatian dan motivasinya.

12. Ponakan kesayanganku, Cinta Revalina Herman, Cantika Chika Stevani Herman, M. Chicco Ar-Ridho Herman, M. Rizki Firman Saputra, M. Rifki Farsad Firmansyah dan Vannesa Zarvia yang selalu menghibur saat lelah menghampiri dan menjadi penyemangat hidupku.

(15)

Bunda Ermaita, M.Pd. Dwi Rohmanita, M.Pd. Deni Sandra, M.Pd. Dwi Asmayanti, M.Pd.dan semua teman-teman mahasiswa pascasarjana angkatan 14 yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu, terima kasih atas bantuan, dukungan dan persahabatan kita selama ini, kalian bukan sahabat bagiku tapi keluarga bagiku.

14. Teman-teman Staf Tata Usaha SMPN 19 Bandar Lampung, Bapak Supian Tarwanto, S.Pd.I. Ibu Pendawati, S.Sos. Ibu Sustini, S.Sos. Ibu Sri Widarti, dan Indri Syafitri Alam, S.Pd. yang telah memberikan semangat dan dukungan.

15. Anak-anak Kelas VIII.C dan VIII.D SMP Negeri 19 Bandar Lampung. 16. Semua pihak yang telah berpartisipasi dalam penyelesaian tesis ini.

Penulis menyadari bahwa penulisan tesis ini jauh dari sempurna untuk itu segala kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak selalu penulis harapkan. Akhirnya peneliti berharap semoga tesis ini dapat memberikan sumbangsih bagi dunia pendidikan yang selalu menghadapi tantangan zaman yang selalu berubah seiring dengan kemajuan teknologi dan ilmu pengetahuan.

Bandar Lampung, Juli 2016 Penulis

Purileila

(16)

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ... i

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Identifikasi masalah ... 11

1.3 Pembatasan Masalah ... 11

1.4 Rumusan Masalah ... 11

1.5 Tujuan Penelitian ... 12

1.6 Manfaat Penelitian ... 13

1.7 Ruang Lingkup Penelitian ... 13

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN HIPOTESIS 2.1 Konsep Belajar dan Pembelajaran ... 18

2.1.1 Pengertian Belajar ... 18

2.1.2 Teori Belajar ... 19

2.2 Model Pembelajaran Konvensional ... 27

2.3 Model PembelajaranDiscovery Learning ... 32

2.3.1. Tujuan Pembelajaran Discovery Learning ... 38

2.3.2 Macam-Macam Discovery Learning ... 39

2.3.3 Tahapan Discovery Learning Teori Belajar ... 41

2.3.4 Aplikasi Pembelajaran Discovery Learning Di Kelas ... 41

2.3.5 Prosedur Aplikasi Discovery Learning ... 42

2.3.6 Langkah-Langkah Model Pembelajaran ... 45

2.3.7 Peranan Guru dalam Pembelajaran Discovery Learning ... 46

2.3.8 Keunggulan dan Kelemahan Model Discovery Learning ... 49

2.4 Konsep dan Pengertian Perilaku ... 50

2.4.1 Bentuk Perilaku... 52

2.4.2 Proses Pembentukan Perilaku ... 53

2.5 Pengertian Tanggung Jawab ... 54

2.5.1 Ciri-Ciri Perilaku Tanggung Jawab ... 58

2.5.2 Indikator Seseorang Memiliki Tanggung Jawab ... 59

2.5.3 Indikator Kualitas Bertanggungjawab ... 59

2.6 Tinjauan Pendidikan Kewarganegaraan ... 61

2.6.1 Pengertian ... 61

2.6.2 Visi Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan ... 63

2.6.3 Misi Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan ... 63

2.6.4 Tujuan Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan ... 64

(17)

2.8 Kerangka Pikir ... 67

2.9 Hipotesis ... 69

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian ... 71

3.2 Populasi dan Sampel ... 71

3.2.1 Populasi ... 71

3.2.2 Sampel ... 72

3.3 Variabel Penelitian ... 73

3.4 Definisi Operasional ... 73

3.4.1 Model Discovery Learning ... 73

3.4.2 Meningkatkan Perilaku Bertanggungjawab ... 74

3.5 Gambar Alur Penelitian ... 74

3.6 Desain Penelitian ... 75

3.7 Teknik Pengembangan Instrumen ... 76

3.8 Teknik Pengumpulan Data ... 82

3.9 Teknik Analisis Data ... 84

3.10 Prosedur Pelaksanaan Penelitian ... 89

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum SMP 19 Bandar Lampung ... 92

4.1.1 Sejarah Singkat Bedirinya SMPN 19 Bandar Lampung ... 92

4.1.2 Visi ... 93

4.1.3 Misi ... 93

4.1.4 Tujuan ... 94

4.2 Hasil Penelitian ... 95

4.2.1 Statistik Deskriptif Data Kemampuan Awal ... 95

4.2.2 Proses Pelaksanaan Pembelajaran ... 96

4.2.3 Analisis Hasil Uji Coba Instrumen ... 101

4.2.4 Statistik Deskriptif Data Penelitian ... 104

4.3 Pengujian Hipotesis ... 118

4.3.1 Pengujian Hipotesis Pertama ... 118

4.3.2 Pengujian Hipotesis Kedua ... 119

4.4 Pembahasan ... 120

4.4.1 Ada Perbedaan Perilaku Tanggungjawab Siswa pada Pembelajaran PKn yang Menggunakan Model Discovery Learning dan Model Konvensional Di Kelas VIII SMP Negeri 19 Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2015/2016 ... 120

4.4.2 Ada Pengaruh Penggunaan Model Discovery Learning terhadap Peningkatan Perilaku Bertanggung Jawab Siswa pada Mata Pelajaran PKn Di Kelas VIII SMP Negeri 19 Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2015/2016 ... 125

4.5 Keterbatasan Penelitian ... 129

BAB IV KESIMPULAN, SARAN, DAN IMPLIKASI 5.1 Kesimpulan ... 130

5.2 Saran ... 131

5.3 Implikasi ... 132

(18)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1.1 Ciri-ciri perilaku siswa yang kurang menunjukan tanggungjawab ... 7

2.1 Indikator Perilaku umum siswa yang bertanggungjawab ... 60

3.1 Jumlah Seluruh Siswa ... 72

3.2 Tabel Pretest-Postest Control Group Design ... 76

3.3 Tabel Tingkat Hubungan dengan Interval Koefisiensi ... 77

3.4 Tingkat Reliabilitas ... 79

3.5 Klasifikasi Indeks Kesukaran ... 81

3.6 Kriteria Koefisiensi Daya Pembeda ... 82

3.7 Kisi-Kisi Angket Perilaku Tanggung Jawab Siswa ... 83

3.8 Lembar Perilaku Bertanggung Jawab ... 85

3.9 Lembar Hasil Belajar ... 86

3.10 Silang Antara Tanggung Jawab dan Hasil Belajar ... 86

4.1 Statistik Deskriptif Data Kemampuan Awal Siswa ... 96

4.2 Rangkuman Hasil Perhitungan Tingkat Kesukaran ... 102

4.3 Rangkuman Hasil Perhitungan Daya Pembeda... 103

4.4 Statistik Deskriptif Data Perilaku Bertanggungjawab ... 104

4.5 Statistik Deskriptif Data Perilaku Bertanggung Jawab Di Kelas DL ... 107

4.6 Statistik Deskriptif Data Perilaku Tanggung Jawab Kelas Konvensional . 109 4.7 Statistik Data Hasil Belajar ... 110

4.8 Statistik Hasil Belajar Kelas DL ... 112

4.9 Statistik Deskriptif Hasil Belajar Kelas Konvensional ... 114

(19)

DAFTAR GAMBAR

Gambar

2.1 Kerangka Pikir Penelitian ... 67

4.1 Guru Memberikan Arahan Terkait Model Pembelajaran ... 98

4.2 Siswa Sedang Berdiskusi ... 99

4.3 Guru Sedang Mengawasi Siswa yang Sedang Berdiskusi ... 100

4.4 Rerata Perilaku Bertanggung Jawab Siswa ... 106

4.5 Rerata Perilaku Tanggung Jawab Kelas Discovery Learning ... 108

4.6 Rerata Perilaku Tanggung Jawab Kelas Konvensional ... 110

4.7 Rerata Hasil Belajar PKn ... 111

4.8 Rerata Hasil Belajar Kelas Discovery Learning ... 113

4.9 Rerata Hasil Belajar Kelas Kontrol ... 115

(20)

DAFTAR LAMPIRAN Lampiran

1. Kisi-Kisi Perilaku Tanggung Jawab... 132

2. Lembar Observasi Perilaku Tanggung Jawab... 133

3. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)... 134

4. Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM)... 167

5. Hasil Observasi Perilaku Tanggung Jawab Kelas Eksperimen... 171

6. Hasil Observasi Perilaku Tanggung Jawab Kelas Kontrol... 172

7. Rekapitulasi Hasil Belajar Kelas Eksperimen... 173

8. Rekapitulasi Hasil Belajar Kelas Kontrol... 174

9. Pembagian Perilaku Tanggung Jawab Kelas Eksperimen... 175

10.Pembagian Hasil Belajar Kelas Eksperimen... 176

11.Pembagian Perilaku Tanggung Jawab Kelas Kontrol... 177

12.Pembagian Hasil Belajar Kelas Kontrol... 178

13.Hasil Uji Coba Instrumen... 179

14.Uji T Test Hipotesis 1... 180

15.Uji T Test Hipotesis 2... 182

16.Surat Keterangan izin Penelitian... 183

(21)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Sekolah menyelenggarakan proses pembelajaran untuk membimbing, mendidik, melatih dan mengembangkan kemampuan siswa guna mencapai tujuan pendidikan nasional antara lain menjadi manusia yang taqwa, warga negara yang baik dan manusia yang berbudi pekerti luhur. Sebagaimana dicantumkan dalam Pasal 3 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Dalam Undang-Undang itu telah dirumuskan tujuan pendidikan nasional adalah mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan potensi siswa agar menjadi manusia yang bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, berahlak mulia, berilmu, kreatif, sehat jasmani dan rohani, berkepribadian mantap dan mandiri, serta bertanggungjawab”.

(22)

2 Sekolah adalah salah satu wahana strategis untuk mengembangkan dan mencapai tujuan pendidikan melalui proses pendidikan yang menyatukan pengembangan ranah pengetahuan, keterampilan serta perilaku dan nilai untuk mengembangkan kepribadiaan dan perwujudan diri peserta didik. Hal ini disebabkan sekolah memiliki program terarah dan terencana, serta memiliki komponen-komponen pendidikan yang saling berinteraksi dalam rangka mewujudkan tujuan pendidikan. Secara integratif membina tercapainya sifat-sifat diharapkan dimiliki oleh seorang Warga Negara Indonesia yang terdidik.

Pencapaian tujuan pendidikan ditentukan oleh banyak faktor, baik faktor internal (dalam diri), maupun faktor eksternal (dari luar diri). Faktor internal dipengaruhi oleh situasi yang ada dalam diri masing-masing siswa misalnya, salah satu indikasi perilaku tanggungjawab harus ada dalam diri siswa. Sedangkan faktor eksternal terdiri dari mutu pendidikan, fasilitas belajar mengajar, situasi belajar serta sarana dan prasarana. Dalam pembentukan perilaku tanggungjawab warga negara peran mata pelajara PKn sangat penting. Karena mata pelajaran PKn merupakan mata pelajaran yang memfokuskan pada pebentukan warga negara yang memahami dan mampu melaksanakan hak-hak dan kewajibannya untuk menjadi warga negara Indonesia yang cerdas, terampil dan berkarakter yang diamanatkan oleh Pancasila dan UUD 1945.

(23)

3 selanjutnya diganti dengan nama Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn) namun selanjutnya diganti dengan nama Pendidikan Kewarganegaraan (PKn).

Sebagai mata pelajaran yang penting pada semua jenjang pendidikan, mata pelajaran PKn tentu saja memiliki tujuan. Berpikir secara kritis, rasional, dan kreatif dalam menaggapi isu kewarganegaraan. Berpartisipasi secara aktif, bertanggungjawab, dan bertindak secara cerdas dalam kegiatan bermasyarakat, berbangsa, bernegara serta anti-korupsi. Berkembang secara positif dan demokratis untuk membentuk diri berdasarkan karakter-karakter masyarakat Indonesia agar dapat hidup bersama dengan bangsa- bangsa lainnya. Berinteraksi dengan bangsa-bangsa lain dalam peraturan dunia secara langsung atau tidak langsung dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi, (Tim Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah, 2006: 12).

(24)

4 mampu dan proaktif dalam mengaplikasikan hasil belajar dalam perilaku dan perilaku di kehidupan sehari-hari, baik lingkungan sekolah, keluarga, masyarakat, bangsa dan negara.

Pada kenyataan tidak semua peserta didik mau dan mampu memadukan atau menyeimbangkan antara penguasaan materi dengan perilaku dan prilakunya dalam kehidupan sehari-hari. Pendidikan harus mengembangkan anak didik agar mampu menolong dirinya sendiri, untuk itu anak didik perlu mendapatkan berbagai pengalaman dalam mengembangkan konsep-konsep, prinsip, generalisasi, intelek, inisiatif, kreativitas, kehendak dan emosi.

Dalam mewujudkan tujuan tersebut adalah bidang studi PKn. Sebagai bidang studi PKn membawa misi khusus dalam pencapaian tujuan pendidikan tersebut. Tujuan pendidikan yang pencapaiannya dibebankan kepada bidang studi (tujuan- kurikuler), dalam hal ini bidang studi PKn adalah membimbing generasi muda untuk mengembangkan warga negara yang cerdas terampil, berkarakter dan bertanggungjawab yang setia kepada bangsa dan negara Indonesia dengan merefleksikan dirinya dalamkebiasaan bertanggungjawab dan bertindak sesuai dengan amanat Pancasila dan UUD 1945.

(25)

5 beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berkhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggungjawab, perlu dikembangkan proses pendidikan yang bermutu, membelajarkan sepanjang hayat, optimalisasi pembentukan kepribadian yang bermoral, akuntabilitas lembaga pendidikan sebagai pusat pembudayaan ilmu pengetahuan, keterampilan, pengalaman, perilaku, nilai berdasarkan standar nasional dan global serta memperdayakan peran serta masyarakat.

Dalam konteks itulah maka perlu dilakukan upaya sistematis dan sistemik untuk menjadikan sekolah sebagai wahana pengembangan warga negara yang bertanggungjawab melalui PKn. Sekolah sebagai lembaga pendidikan merupakan suatu masyarakat dalam skala kecil, sehingga gagasan untuk mewujudkan masyarakat madani perlu dilakukan dalam tata kehidupan sekolah. Salah satu caranya adalah melalui PKn yang dapat dipraktikan dalam kehidupan sehari-hari oleh peserta didik, sedini mungkin sehingga kelak menjadi warga negara yang bertanggungjawab.

Proses pembelajaran dan penilaian dalam PKn pada umumnya lebih menekankan pada dampak intruksional yang terbatas pada penguasaan materi atau dengan kata lain hanya menekankan pada dimensi kognitif saja. Hakikatnya PKn tidak hanya berlangsung dalam pembelajaran didalam kelas, melainkan pula melalui pendidikan secara lebih luas.

(26)

6 dalam tindakannya sehingga tidak terjadi salah mengartikan kata demokrasi dan perilaku tanggungjawab yang seharusnya tetap pada kaidah-kaidah hukum, norma yang ada untuk menghargai dan menghormati kewajiban dan hak orang lain.

PKn diberikan kepada peserta didik untuk dapat mewujudkan peserta didik yang bertanggungjawab tentu menemui hambatan yang kiranya dapat mempengaruhi akan hasil pemberian materi PKn, yang sudah tentu pula berpengaruh bagi kehidupan dalam maupun luar sekolah, dapat di analisis bahwa hal tersebut akan berdampak sebagai berikut :

1. Proses pembelajaran dan penilaian PKn lebih menekankan pada dampak instruksional yang terbatas pada penguasaan materi atau dengan kata lain hanya menekankan pada dimensi kognitif saja.

2. Pengelolaan kelas belum mampu menciptakan suasana kondusif dan produktif untuk memberikan pengalaman belajar kepada siswa melalui perlibatannya secara proaktif dan interaktif baik dalam proses pembelajaran di kelas maupun di luar kelas, sehingga berakibat pada miskinnya pengalaman belajar siswa yang bermakna untuk mengembangkan kehidupan dan perilaku siswa.

(27)

7 Berdasarkan uraian di atas, maka fokus penelitian ini mencoba menggunakan model discovery learning (model pembelajaran menemukan) untuk meningkatkan perilaku tanggung jawab peserta didik melalui pembelajaran PKn. Berdasarkan hasil observasi tanggung jawab siswa di kelas VIII SMP Negeri 9 Bandar Lampung, diperoleh data sebagai berikut.

Tabel 1.1. Ciri-Ciri Perilaku Siswa yang Kurang Menunjukkan Tanggung Jawab.

No Kelas

Prilaku Siswa Keterangan

1 2 3 4 5

Kurang bertanggu bgjawab Cukup Bertanggu ngjawab Sangat Bertangg ungjawab

1 VIII A 0 1 1 0 2 √

2 VIII B 3 4 4 3 4 √

3 VIII C 13 8 15 6 16 √

4 VIII D 14 10 5 8 9 √

5 VIII E 2 3 2 4 2 √

6 VIII F 4 5 6 2 4 √

7 VIII G 3 5 6 2 4 √

8 VIII H 0 0 1 0 1 √

9 VIII I 3 4 5 2 4 √

Sumber: Absensi harian siswa dan berdasarkan pengamatan dari bulan Juli-November tahun 2015.

Keterangan Prilaku Siswa

1. Siswa yang terlambat masuk sekolah

2. Siswa jarang mengerjakan tugas dengan baik dan tepat waktu 3. Siswa yang tidak mengembalikan buku perpustakaan tepat waktu

4. Siswa yang belum menunaikan kewajiban seperti melaksanakn tugas piket dan upacara

(28)

8 Berdasarkan Tabel 1.1. di atas menunjukkan bahwa masih ada dua kelas yang memiliki tanggung jawab dalam kriteria kurang, lima kelas dalam kriteria cukup bertanggung jawab, dan 2 kelas dalam kriteria sangat bertanggung jawab. Dengan demikian masih banyak siswa SMP Negeri 19 Bandar Lampung kurang memiliki perilaku Tanggungjawab sebagai pelajar dan sebagai warga Negara, yang dapat diandalkan sebagai penerus bangsa, dan dapat melahirkan warga negara yang bertanggungjawab dan demokratis.

Salah satu faktor eksteren yang mempengaruhi hasil belajar siswa adalah model pembelajaran. Oleh karena itu untuk mengatasi permasalahan tersebut diperlukan model pembelajaran yang tepat, menarik dan melibatkan siswa untuk menemukan sendiri konsep yang sedang diajarkan. Salah satu alternatif yang dapat ditempuh untuk melibatkan siswa dalam menemukan suatu konsep yaitu dengan model discovery learning atau model pembelajaran menemukan, diharapkan agar dengan model pembelajaran ini hasil belajar siswa dapat ditingkatkan. Model discovery learning sebagai sebuah teori belajar dapat didefinisikan sebagai belajar yang terjadi bila pelajaran tidak disajikan dalam bentuk finalnya, tetapi siswa diharapkan untuk mengorganisasi sendiri.

(29)

9 Belajar mengajar dapat dikatakan berhasil, apabila tujuan yang telah ditetapkan dapat tercapai dengan baik. Demikian pula dengan kegiatan belajar mengajar PKn akan berhasil, jika tujuan dari pengajaran PKn tercapai dengan baik pula.Agar tujuan pengajaran dapat tercapai dengan baik maka dibutuhkan model mengajar yang tepat.

Model pembelajaran pada dasarnya merupakan bentuk pembelajaran yang tergambar dari awal sampai akhir yang disajikan secara khas oleh guru. Dengan kata lain, model pembelajaran merupakan bungkus atau bingkai dari penerapan suatu pendekatan, metode, dan teknik pembelajaran. Model dan proses pembelajaran akan menjelaskan makna kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh pendidik selama Pembelajaran berlangsung.

Penggunaan model discovery learning, ingin merubah kondisi belajar yang pasif menjadi aktif dan kreatif. Mengubah pembelajaran yang teacher oriented ke student oriented. Merubah modus ekspository, siswa hanya menerima informasi secara keseluruhan dari guru ke modus discovery, siswa menemukan informasi sendiri.

Penggunaan model discovery learning dipilih oleh peneliti karena metode ini diharapkan dapat meningkatkan perilaku tanggungjawab peserta didik dalam proses belajar mengajar, selain itu model discovery learning ini memiliki keunggulan sebagai berikut:

(30)

10 2. Siswa memperoleh pengetahuan yang bersifat sangat pribadi Individual

sehingga dapat kokoh/mendalam tertinggal dalam jiwa siswa tersebut. dapat membangkitkan kegairahan belajar mengajar para siswa.

3. Teknik ini mampu memberikan kesempatan kepada siswa untuk berkembang dan maju sesuai dengan kernampuannya masing-masing.

4. Mampu mengarahkan cara siswa belajar, sehingga lebih memiliki motivasi yang kuat untuk belajar lebih giat.

5. Membantu siswa untuk memperkuat dan menambah kepercayaan pada diri sendiri dengan proses penemuan sendiri.

Model discovery learning ini berpusat pada siswa tidak pada guru. Guru hanya sebagai teman belajar saja, membantu bila diperlukan. Idealnya guru bertindak sebagai fasilitator yang memberikan gambaran secara umum tentang materi pelajaran yang akan di bahas, kemudian siswa lebih berperilaku aktif untuk mengetahui lebih dalam tentang materi yang di ajarkan. Sehingga dengan sendirinya siswa dapat menggambarkan dan mampu menyerap dengan maksimal materi yang diajarkan guru.

(31)

11 1.2. Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka masalah ini dapat diidentifikasi sebagai berikut :

1. Rendahnya perilaku tanggung jawab dalam pembelajaran. 2. Rendahnya hasil belajar siswa dalam pembelajaran PKn.

3. Penggunaan model pembelajaran PKn menggunakan model Discovery Learning di SMP Negeri 19 Bandar Lampung belum pernah dilakukan guru.

4. Pembelajaran terpusat pada guru (teachers centered) dan lebih menekankan pada aspek ingatan.

1.3. Pembatasan Masalah

Agar penelitian ini tidak meluas jangkauannya, maka penelitian ini masalahannya akan dibatasi pada model discovery learning dan model konvensional serta peningkatan perilaku tanggungjawab pada pembelajaran PKn siswa kelas VIII SMP negeri 19 Bandar Lampung tahun pelajaran 2015/2016.

1.4. Rumusan Masalah

(32)

12 1. Apakah terdapat perbedaan perilaku bertanggung jawab siswa yang pembelajarannya menggunakan model discovery learning dan model konvensional pada pembelajaran PKn di kelas VIII SMP negeri 19 Bandar Lampung tahun pelajaran 2015/2016?

2. Apakah terdapat pengaruh penggunaan model discovery learning terhadap peningkatan perilaku tanggung jawab siswa pada mata pelajaran PKn di kelas VIII SMP Negeri 19 Bandar Lampung tahun pelajaran 2015/2016?

Dengan demikian judul penelitian ini adalah pengaruh penmggunaan model discovery learning dan model konvensional untuk meningkatkan perilaku tanggung jawab pada pembelajaran PKn siswa kelas VIII SMP Negeri 19 Bandar Lampung.

1.5. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, penelitian ini bertujuan untuk:

1. Menganalisis perbedaan perilaku tanggungjawab siswa pada pembelajaran PKn yang menggunakan model discovery learning dan model konvensional di kelas VIII SMP Negeri 19 Bandar Lampung tahun pelajaran 2015/2016.

(33)

13 1.6. Manfaat Penelitian

Manfaat yang ingin dicapai dari penelitian antara lain.

1. Bagi Siswa

- Dengan pembelajaran PKn siswa dapat menunjukkan perilaku yang bertanggungjawab.

- Siswa mengerti pentingnya perilaku tanggungjawab. 2. Bagi Guru

Memberikan bahan masukan pada guru untuk meningkatkan aktivitas belajar pada mata pelajaran PKn.

3. Bagi Sekolah

Memberikan informasi mengenai penggunaan model discovery learning untuk meningkatkan perilaku tanggungjawab. Informasi tersebut diharapkan dapat dijadikan bahan pertimbangan untuk menentukan dan menetapkan kebijakan sesuai dengan kondisi sekolah.

1.7. Ruang Lingkup Penelitian

1 Ruang lingkup subjek penelitian adalah siswa kelas VIII SMP Negeri 19 Bandar Lampung.

2. Ruang lingkup Objek penelitian adalah Model Discovery Learning, model konvensional dan perilaku tanggung jawab.

(34)

14 Menurut NCSS (1991) merumuskan IPS (social studies) sebagai berikut:“Social studies is the integrated study of the social sciences and humanities to promote Civiccompetence. Within the school program, social studies provides coordinated, systematic study drawing upon such diciplines as antrhopology, archaelogy, economics, geography, history, law, philosophy, political science, psychology, religion, and sociology, as well as appropriate content from the humanities, mathematics, and natural sciences. The primary purpose of social studies is to help youg people develop the ability to make informed and reasoned dicisions for the public good as citizen of a culturally diverse, democratic socety in an interpedent world”.

IPS atau studi sosial itu merupakan bagian dari kurikulum sekolah yang diturunkan dari isi materi cabang-cabang ilmu-ilmu sosial: sosiologi, sejarah, geografi, ekonomi, politik, antropologi, filsafat, dan psikologi sosial. Pembelajaran geografi memberikan kebulatan wawasan yang berkenaan dengan wilayah-wilayah, sedangkan sejarah memberikan wawasan berkenaan dengan peristiwa-peristiwa dari berbagai periode. Antropologi meliputi studi-studi komparatif yang berkenaan dengannilai-nilai, kepercayaan, struktur sosial, aktivitas-aktivitas ekonomi, organisasi politik, ekspresi-ekspresi dan spiritual, teknologi, dan benda-benda budaya dari budaya-budaya terpilih.Ilmu politik dan ekonomi tergolong ke dalam ilmu-ilmu tentang kebijakan pada aktivitas-aktivitas yang berkenaan dengan pembuatan keputusan. Sosiologi dan psikologi sosial merupakan ilmu-ilmu tentang perilaku seperti konsep peran, kelompok, institusi, proses interaksi dan kontrol sosial. Secara intensif konsep-konsep seperti ini digunakan ilmu-ilmu sosial dan studi sosial.

(35)

15 warga masyarakat, bangsa dan warga dunia. Untuk mencapai tujuan pendidikan IPS, maka dalam pembelajaran pendidikan IPS diterapkan dengan 5 tradisi pendidikan IPS yaitu:

1. IPS sebagai transmisi kewarganegaraan (social studies as citizenship transmission).

IPS sebagai program pendidikan pelestarian kebudayaan suatu bangsa, pendidikan nilai-nilai idealistic dan manusia. Tujuan instruksional citizenship transmission menyiapkan warga negara yang baik dengan pengetahuan dan apresiasi terhadap nenek moyangnya (sejarah bangsa).

2. IPS sebagai pendidikan ilmu-ilmu sosial (social studies as social sciences). Pendidikan ilmu sosial tidak hanya mengajarkan ilmu pengetahuan kepada peserta didik, tetapi juga harus mengajarkan makna dan nilai-nilai atas ilmu pengetahuan sosial itu untuk kepentingan kehidupannya kearah lebih baik. Pendidikan ilmu pengetahuan sosial merupakan kemasan pengetahuan sosial yang telah dipertimbangkan secara psikologis untuk kepentingan pendidikan. 3. IPS sebagai pendidikan reflektif (social studies as reflective inquiry) Pendidikan

(36)

16 4. IPS sebagai kritik kehidupan sosial (social studies as social criticism).

Pendidikan IPS sebagai media pengembangan kritisme siswa. Pendidikan IPS mengutamakan pengembangan kemampuan pengetahuan dan memupuk keberanian mengemukakan pendapat atau argument. Untuk itu pendidikan IPS harus dapat mengembangkan kemampuan berfikir kritis dengan berbagai metode pemecahan masalah.

5. IPS sebagai pengembangan pribadi seseorang (social studies as personal development of the individual).

Pengembangan pribadi seseorang melalui pendidikan IPS tidak langsung tampak hasilnya, tetapi setidaknya melalui pendidikan IPS akan membekali kemampuan seseorang dalam pengembangan diri melalui berbagai ketrampilan sosial dalam kehidupan (social life skill).

Ruang lingkup keilmuan dalam penelitian ini adalah IPS sebagai transmisi kewarganegaraan (social studies as citizenship transmission). IPS sebagai program pendidikan pelestarian kebudayaan suatu bangsa, pendidikan nilai-nilai idealistik dan manusia.

(37)
(38)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR, DAN HIPOTESIS

2.1 Konsep Belajar dan Pembelajaran

2.1.1 Pengertian Belajar

Belajar (learning) adalah proses multisegi yang biasanya dianggap sesuatu yang biasa saja oleh individu sampai mereka mengalami kesulitan saat menghadapi tugas yang kompleks (Margareth, 2011: 2). Menurut Woolfolk dalam Baharuddin, (2007: 14) menyatakan bahwa ”learning occurs when experience causes a relatively change in an individual’s knowledge” (belajar terjadi ketika pengalaman menyebabkan

perubahan yang relatif dalam pengetahuan individual). Disengaja atau tidak perubahan yang terjadi melalui proses belajar ini bisa ke arah yang lebih baik atau sebaliknya. Pengertian belajar berarti adanya “perubahan” berarti setiap orang yang

(39)

19 2.1.2 Teori Belajar

Belajar merupakan proses yang harus ditempuh seseorang dalam mencapai kemajuan dalam hidupnya, baik secara formal maupun nonformal. Seseorang dikatakan telah mengalami pembelajaran jika dalam dirinya terjadi perubahan berupa kemampuan, ketrampilan, nilai, dan perilaku yang bermanfaat bagi diri sendiri maupun orang lain. Perubahan-perubahan tersebut terjadi dengan tahapan-tahapan tertentu dan berlangsung dalam waktu yang relatif lama dan perubahan itu terjadi karena adanya usaha. Ada banyak alasan mengapa seorang guru harus menguasai teori-teori belajar: Teori belajar akan sangat membantu guru, supaya memiliki kedewasaan dan kewibawaan dalam hal mengajar, mempelajari muridnya, menggunakan prinsip-prinsip psikologi maupun dalam hal menilai cara mengajarnya sendiri. Adapun teori yang mendasari penelitian ini yaitu teori kognitivisme, konstruktivisme, dan behaviorisme.

(40)

20 anak aktif membangun sistem makna dan pemahaman realistis melalui pengalaman-pengalaman dalam proses belajar dan interaksi-interaksi mereka. Perkembangan kognitif sebagian besar tergantung kepada seberapa jauh anak aktif memanipulasi dan aktif berinteraksi dengan lingkungannya (Trianto, 2011: 29). Sedangkan menurut Brunner, dengan teorinya free discovery learning mengatakan bahwa belajar terjadi lebih ditentukan oleh cara seseorang mengatur pesan/informasi, dan bukan ditentukan oleh umur.

Menurut Bruner perkembangan kognitif seseorang terjadi melalui tiga tahap yang ditentukan oleh bagaimana cara lingkungan, yaitu: enactive, iconic, dan symbolic. Tahap enactive, seseorang melakukan aktivitas-aktivitas dalam upaya untuk memahami lingkungan sekitarnya, artinya, dalam memahami dunia sekitarnya anak menggunakan pengetahuan motorik, misalnya melalui gigitan, sentuhan, pegangan, dan sebagainya. Tahap iconic, seseorang memahami objek-objek atau dunianya melalui gambar-gambar dan visualisasi verbal. Maksudnya, dalam memahami dunia sekitarnya anak belajar melalui bentuk perumpamaan (tampil) dan perbandingan (komparasi). Tahap symbolic, seseorang telah mampu memiliki ide-ide atau Gagasan-gagasan abstrak yang sangat dipengaruhi oleh kemampuannya dalam berbahasa dan logika. Dalam memahami dunia sekitarnya anak belajar melalui simbol-simbol bahasa, logika, matematika, dan sebagainya (Trianto, 2011: 32).

(41)

21 sederhana teori perkembangan dalam fase enactive, iconic dan symbolic adalah anak menjelaskan sesuatu melalui perbuatan (ia bergeser ke depan atau kebelakang di papan mainan untuk menyesuaikan beratnya dengan berat temannya bermain) ini fase enactive. Kemudian pada fase iconic ia menjelaskan keseimbangan pada gambar atau bagan dan akhirnya ia menggunakan bahasa untuk menjelaskan prinsip keseimbangan ini disebut sebagai fase symbolic (Sukmadinata, 2004: 85).

Menurut Ausubel, belajar dapat diklasifikasikan kedalam dua dimensi. Dimensi pertama berhubungan dengan cara informasi atau materi pelajaran itu disajikan kepada siswa melalui penerimaan atau penemuan. Selanjutnya dimensi kedua menyangkut bagaimana siswa dapat mengaitkan informasi itu pada struktur kognitif yang telah ada. Struktur kognitif ialah fakta, konsep, dan generalisasi yang telah dipelajarai dan diingat oleh siswa. Jika siswa menghubungkan atau mengaitkan informasi baru itu dengan struktur kognitifnya maka yang terjadi adalah belajar bermakna (meaningful learning).Sebaliknya jika siswahanya mencoba menghafalkan informasi baru itu tanpa menghubungkan dengan struktur kognitifnya, maka terjadilah belajar dengan (Dahar, 2006: 94). Empat prinsip belajar bermakna Ausubel adalah sebagai berikut.

1. Pengatur awal (advance organizer)

(42)

22 2. Diferensiasi Progregsif

Dalam pembelajaran bermakna perlu ada pengembangan dan kolaborasi konsep-konsep. Caranya unsur yang inklusif diperkenalkan terlebih dahulu kemudian baru lebih mendetail.

3. Belajar Super ordinat

Belajar super ordinat adalah proses struktur kognitif yang mengalami pertumbuhan kearah deferensiasi, terjadi sejak perolehan informasi dan diasosiasikan dengan konsep dalam struktur kognitif tersebut. Proses belajartersebut akan terus berlanjut hingga suatu saat ditemukan hal-hal baru. 4. Penyesuaian Integratif

Nama konsep digunakan untuk menyatakan konsep yang sama atau bila nama yang sama diterapkan pada lebih satu konsep.

Inti dari teori belajar bermakna Ausubel adalah proses belajar akan mendatangkan hasil atau bermakna kalau guru dalam menyajikan pelajaran yang baru dapat menghubungkannya dengan konsep yang relevan yang sudah ada dalam struktur kognisi siswa.

(43)

23 konstruktivisme adalah membangun pengetahuan sedikit demi sedikit demi sedikit, yang kemudian hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas dan tidak sekonyong-konyong. Pengetahuan bukanlah seperangkat fakta-fakta, konsep-konsep, atau kaidah yang siap untuk diambil atau diiingat. Manusia harus mengkonstruksi pengetahuan itu dan memberi makna meallui pengalaman nyata (Baharuddin, 2007: 116).

(44)

24 kognitif itu sendiri merupakan proses berkesinambungan tentang keadaan ketidak seimbangan dan keadaan keseimbangan (Herpratiwi, 2009: 79).

(45)

25 Menurut Glaserfeld pengetahuan bukanlah suatu barang yang dapat dipindahkan dari pikiran seseorang yang mempunyai pengetahuan (guru) kepikiran orang yang belum punya pengetahuan (siswa). Bahkan bila guru bermaksud untuk mentransfer konsep, ide dan pengertiannya kepada siswa, pemindahan itu harus diinterpretasikan dan dikonstruksikan oleh siswa sendiri dengan pengalaman mereka (Herpratiwi, 2009: 83).

Berkaitan dengan anak dan lingkungan belajarnya menurut pandangan konstruktivisme Driver dan Bell mengajukan karakteristik sebagai berikut.

1. Siswa tidak dipandang sebagai suatu yang pasif melainkan memiliki tujuan, 2. Belajar mempertimbangkan seoptimal mungkin proses keterlibatan siswa,

3. Pengetahuan bukan sesuatu yang datang dari luar melainkan dikonstruksi secara personal,

4. Pembelajaran bukanlah transmisi pengetahuan melainkan melibatkan pengaturan situasi kelas,

5. Kurikulum bukanlah sekedar siswa melainkan seperangkat pembelajaran materi dan sumber (Herpratiwi, 2009: 80).

(46)

26 melalui interaksi dengan objek, fenomena, pengalaman dan lingkungannya. Peran seorang guru disini adalah sebagai mediator dan fasilitator. Guru menyediakan dan menciptakan kegiatan-kegiatan yang merangsang keingintahuan siswa serta membantu mereka mengekspresikan gagasannya, menyediakan sarana yang merangsang siswa untuk berpikir secara produktif serta memberi semangat belajar.

Berdasarkan pengertian-pengertian belajar yang diungkapkan oleh para ahli di atas, dapat diketahui bahwa belajar merupakan proses yang dilakukan oleh individu untuk memperoleh perubahan perilaku secara keseluruhan melalui interaksi dengan lingkungannya. Keberhasilan proses belajar mengajar ditentukandengan tercapai atau tidaknya tujuan pembelajaran. Jika tujuan pembelajaran tercapai maka proses belajar mengajar tersebut dapat dikatakan berhasil.

c. Teori belajar behaviorisme

Teori belajar behaviorisme menurut Skinner yaitu suatu pembelajaran dianggap perlu dalam mendasari sebuah penelitian mengikuti perkembangan psikologi dari segi jasmaniah dan aspek mental peserta didik.

(47)

27 Menurut teori behavioristik, belajar adalah perubahan tingkah laku sebagai akibat dari adaya interaksi antara stimulus dan respon. Dengan kata lain, belajar adalah perubahan yang dialami siswa dalam hal kemampuannya untuk bertingkah laku dengan cara yang baru sebagai hasil interaksi antara stimulus dan respon. Seseorang dianggap telah belajar sesuatu jika ia dapat menujukkan perubahan tingkah lakunya. Menurut teori ini yang terpenting adalah masukan atau input yang berupa stimulus dan keluaran atau output yang berupa respons. Stimulus adalah apa saja yang diberikan guru kepada siswa misalnya daftar perkalian, alat peraga, pedoman kerja, atau cara –cara tertentu, untuk membantu belajar siswa. Sedangkan respons adalah reaksi atau tanggapan siswa terhadap stimulus yang diberikan oleh guru tersebut (Budiningsih, 2005:20).

Berdasarkan teori di atas, yang terpenting adalah masukan atau input yang berupa stimulus dan keluaran atau output yang berupa respon yang bisa diamati hanyalah stimulus dan respon. Hasil yang diharapkan dari penerapan teori behavioristik adalah terbentuknya suatu perilaku yang diinginkan.

2.2Model Pembelajaran Konvensional

(48)

28 Menurut Aunurrahman, (2009: 55) mengatakan bahwa pembelajaran konvensional ditandai dengan penyajian pengalaman-pengalaman yang berkaitan dengan konsep yang akan dipelajari, dilanjutkan dengan pemberian informasi oleh guru, tanya jawab, pemberian tugas oleh guru, pelaksanaan tugas oleh siswa sampai pada akhirnya guru merasa bahwa apa yang telah diajarkan dapat dimengerti oleh siswa. Meski metode ini lebih banyak menuntut keaktifan guru dari pada anak didik, tetapi metode ini tetap tidak bisa ditinggalkan begitu saja dalam kegiatan pengajaran (Djamarah, 2010: 97).

Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran konvensional adalah cara mengajar yang menuntut keaktifan guru untuk menyajikan pengalaman-pengalaman yang berkaitan dengan konsep yang akan dipelajari. Sintaks model pembelajaran konvensional, yaitu: 1) guru menyampaikan materi secara lisan, 2) guru mengadakan tanya jawab kepada siswa secara individual, 3) guru memberikan tugas kepada siswa secara individual, 4) secara bersama-sama membahas tugas, 5) guru dan murid menyimpulkan materi, 6) pemberian evaluasi.

(49)

29 Pembelajaran pada metode konvesional, peserta didik lebih banyak mendengarkan penjelasan guru di depan kelas dan melaksanakan tugas jika guru memberikan latihan soal-soal kepada peserta didik. Yang sering digunakan pada pembelajaran konvensional antara lain metode ceramah, metode tanya jawab, metode diskusi, metode penugasan.

Secara umum menurut Djamarah, (2010: 67) menyebutkan ciri-ciri pembelajaran konvensional sebagai berikut:

1. Peserta didik adalah penerima informasi secara pasif, dimana peserta didik menerima pengetahuan dari guru dan pengetahuan diasumsinya sebagai badan dari informasi dan keterampilan yang dimiliki sesuai standar.

2. Belajar secara individual.

3. Pembelajaran sangat abstrak dan teoritis. 4. Perilaku dibangun berdasarkan kebiasaan.

5. Kebenaran bersifat absolut dan pengetahuan bersifat final. 6. Guru adalah penentu jalannya proses pembelajaran. 7. Perilaku baik berdasarkan motivasi ekstrinsik. 8. Interaksi di antara peserta didik kurang.

9. Guru sering bertindak memperhatikan proses kelompok yang terjadi dalam kelompok-kelompok belajar.

Namun perlu diketahui bahwa pembelajaran dengan model ini dipandang cukup efektif atau mempunyai keunggulan, terutama:

1. Berbagai informasi yang tidak mudah ditemukan di tempat lain

2. Menyampaikan informasi dengan cepat

3. Membangkitkan minat akan informasi

(50)

30 5. Mudah digunakan dalam proses belajar mengajar.

Sedangkan kelemahan dari pembelajaran model ini, menurut Putra (2005: 90) antara lain sebagai berikut:

1. Kegiatan belajar adalah memindahkan pengetahuan dari guru ke peserta didik. Tugas guru adalah memberi dan tugas peserta didik adalah menerima.

2. Kegiatan pembelajaran seperti mengisi botol kosong dengan pengetahuan. Peserta didik merupakan penerima pengetahuan yang pasif.

3. Pembelajaran konvensional cenderung mengkotak-kotakkan peserta didik. 4. Kegiatan belajar mengajar lebih menekankan pada hasil daripada proses.

5. Memacu peserta didik dalam kompetisi bagaikan ayam aduan, yaitu peserta didik bekerja keras untuk mengalahkan teman sekelasnya. Siapa yang kuat dia yang menang.

Metode lainnya yang sering digunakan dalam metode konvensional antara lain adalah ekspositori. Metode ekspositori ini seperti ceramah, di mana kegiatan pembelajaran terpusat pada guru sebagai pemberi informasi (bahan pelajaran). Ia berbicara pada awal pelajaran, menerangkan materi dan contoh soal disertai tanya jawab. Peserta didik tidak hanya mendengar dan membuat catatan. Guru bersama peserta didik berlatih menyelesaikan soal latihan dan peserta didik bertanya kalau belum mengerti. Guru dapat memeriksa pekerjaan peserta didik secara individual, menjelaskan lagi kepada peserta didik secara individual atau klasikal.

(51)

31 banyak mendengarkan. Di sini terlihat bahwa pendekatan konvensional yang dimaksud adalah proses pembelajaran yang lebih banyak didominasi gurunya sebagai “pentransfer ilmu, sementara peserta didik lebih pasif sebagai “penerima” ilmu.

Menurut Sanjaya (2006: 45) memandang pembelajaran ekspoisitori adalah proses pembelajaran yang dilakukan sebagai mana umumnya guru membelajarkan materi kepada peserta didiknya. Guru mentransfer ilmu pengetahuan kepada peserta didik, sedangkan peserta didik lebih banyak sebagai penerima. Sistem pembelajaran konvensional (faculty teaching) cenderung kental dengan suasana instruksional dan dirasa kurang sesuai dengan dinamika perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang demikian pesat. Di samping itu sistem pembelajaran konvensional kurang fleksibel dalam mengakomodasi perkembangan materi kompetensi karena guru harus intensif menyesuaikan materi pelajaran dengan perkembangan teknologi terbaru.

Selanjutnya menurut Sagala, (2009: 66), menyatakan pembelajaran dikatakan mengggunakan pendekatan konvensional apabila mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:

1. Otoritas seorang guru lebih diutamakan dan berperan sebagai contoh bagi murid-muridnya.

2. Perhatian kepada masing-masing individu atau minat sangat kecil

3. Pembelajaran di sekolah lebih banyak dilihat sebagai persiapan akan masa depan, bukan sebagai peningkatan kompetensi peserta didik di saat ini.

4. Penekanan yang mendasar adala pada bagaimana pengetahuan dapat diserap oleh peserta didik dan penguasaan pengetahuan tersebutlah yang menjadi tolak ukur keberhasilan tujuan, sementara pengembangan potensi peserta didik terabaikan.

(52)

32 informasi), ketimbang modus demonstrating (memperagakan) dan doing direct performance (memberikan kesempatan untuk menampilkan unjuk kerja secara langsung). Dalam kata lain, guru lebih sering menggunakan strategi atau metode ceramah atau drill dengan mengikuti urutan materi dalam kurikulum secara ketat. Guru berasumsi bahwa keberhasilan program pembelajaran dilihat dair ketuntasannya menyampaikan seluruh meteri yang ada dalam kurikulum.

Berdasarkan penjelasan di atas, maka pendekatan konvensional dapat dimaklumi sebagai pembelajaran yang lebih banyak berpusat pada guru, komunikasi lebih banyak satu arah dari guru ke peserta didik, metode pembelajaran lebih pada penguasaan konsep-konsep bukan kompetensi. Meskipun banyak terdapat kekurangan, model pembelajaran konvensional ini masih diperlukan, mengingat model ini cukup efektif dalam memberikan pemahaman kepada para murid pada awal-awal kegiatan pembelajaran.

2.3Model Pembelajaran Discovery Learning

Belajar mengajar dapat dikatakan berhasil, apabila tujuan yang telah ditetapkan dapat tercapai dengan baik. Demikian pula dengan kegiatan belajar mengajar PKn akan berhasil, jika tujuan dari pengajaran PKn tercapai dengan baik pula.Agar tujuan pengajaran dapat tercapai dengan baik maka dibutuhkan model mengajar yang tepat.

(53)

33 metode, dan teknik pembelajaran. Model dan proses pembelajaran akan menjelaskan makna kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh pendidik selama pembelajaran berlangsung.

Menurut Sagala (2009: 175) model diartikan sebagai kerangka konseptual yang digunakan sebagai pedoman dalam melakukan kegiatan. Model dapat dipahami sebagai:

a. Suatu tipe atau desain

b. Suatu deskripsi atau analogi yang dipergunakan untuk membantu proses visualisasi sesuatu yang tidak dapat dengan langsung diamati

c. Suatu sistem asumsi-asumsi, data-data dan inferensi-inferensi yang dipakai untuk menggambarkan secara matematis suatu objek atau peristiwa

d. Suatu desain yang disederhanakan dari suatu sistem kerja e. Suatu deskripsi dari suatu sistem yang mungkin atau imajiner

f. Penyajian yang diperkecil agar dapat menjelaskan dan menunjukkan sifat bentuk aslinya.

(54)

34 yakni: model informasi, model personal, model interaksi dan model tingkah laku (Sagala. 2009: 176).

Model pembelajaran mempunyai makna yang lebih luas dari pada strategi metode atau prosedur, menurut Trianto (2011: 6) model pengajaran mempunyai empat ciri khusus yang tidak dimiliki oleh strategi, metode atau prosedur, ciri-ciri tersebut adalah:

a. Rasional teoritik logis yang disusun oleh para pencipta atau penggemarnya b. Landasan pemikiran tentang apa dan bagaimana siswa belajar (tujuan

pembelajaran yang akan dicapai)

c. Tingkah laku mengajar yang diperlukan agar model tersebut dapat dilaksanakan dengan berhasil

d. Lingkungan belajar yang diperlukan agar tujuan itu dapat tercapai

(55)

35 Tiga ciri utama belajar penemuan (discovery learning) yaitu:

1. mengeksplorasi dan memecahkan masalah untuk menciptakan, menggabungkan dan menggeneralisasi pengetahuan;

2. berpusat pada siswa;

3. kegiatan untuk menggabungkan pengetahuan baru dan pengetahuan yang sudah ada (Herdi, 2010: 65).

Model discovery learning (pembelajaran penemuan) adalah model mengajar yang mengatur pengajaran sedemikian rupa sehingga anak memperoleh pengetahuan yang sebelumnya belum diketahuinya itu tidak melalui pemberitahuan, sebagian atau seluruhnya ditemukan sendiri.

Dalam discovery learning (pembelajaran penemuan) kegiatan atau pembelajaran yang dirancang sedemikian rupa sehingga siswa dapat menemukan konsep-konsep dan prinsip-prinsip melalui proses mentalnya sendiri. Dalam menemukan konsep, siswa melakukan pengamatan, menggolongkan, membuat dugaan, menjelaskan, menarik kesimpulan dan sebagainya untuk menemukan beberapa konsep atau prinsip.

(56)

36 discovery learning adalah memahami konsep, arti, dan hubungan, melalui proses intuitif untuk akhirnya sampai kepada suatu kesimpulan (Budiningsih, 2005: 43).

Menurut Sund ”discovery adalah proses mental dimana siswa mampu mengasimilasikan sesuatu konsep atau prinsip”. Proses mental tersebut ialah

mengamati, mencerna, mengerti, mengolong-golongkan, membuat dugaan, menjelaskan, mengukur, membuat kesimpulan dan sebagainya (Roestiyah, 2001: 20)

Sedangkan menurut Jerome Bruner ”discovery/penemuan adalah suatu proses, suatu

jalan/cara dalam mendekati permasalahan bukannya suatu produk atau item pengetahuan tertentu”. Dengan demikian di dalam pandangan Bruner, belajar dengan

penemuan adalah belajar untuk menemukan, dimana seorang siswa dihadapkan dengan suatu masalah atau situasi yang tampaknya ganjil sehingga siswa dapat mencari jalan pemecahan (Markaban, 200: 45).

Model discovery learning menempatkan guru sebagai fasilitator. Guru membimbing siswa dimana ia diperlukan. Dalam model ini, siswa didorong untuk berpikir sendiri, menganalisis sendiri sehingga dapat ”menemukan” prinsip umum berdasarkan bahan

(57)

37 Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa model discovery learning adalah model pembelajaran yang dimana siswa berpikir sendiri sehingga dapat ”menemukan” prinsip umum yang diinginkan dengan bimbingan dan petunjuk dari

guru berupa pertanyaan-pertanyaan yang mengarahkan.

Ciri utama belajar menemukan yaitu:

1. mengeksplorasi dan memecahkan masalah untuk menciptakan, menggabungkan dan menggeneralisasi pengetahuan;

2. berpusat pada siswa;

3. kegiatan untuk menggabungkan pengetahuan baru dan pengetahuan yang sudah ada.

Prinsip belajar yang nampak jelas dalam discovery learning adalah materi atau bahan pelajaran yang akan disampaikan tidak disampaikan dalam bentuk final akan tetapi siswa sebagai peserta didik didorong untuk mengidentifikasi apa yang ingin diketahui dilanjutkan dengan mencari informasi sendiri kemudian mengorgansasi atau membentuk (konstruktif) apa yang mereka ketahui dan mereka pahami dalam suatu bentuk akhir.

(58)

38 Penggunaan model discovery learning, ingin merubah kondisi belajar yang pasif menjadi aktif dan kreatif. Mengubah pembelajaran yang teacher oriented ke student oriented. Merubah modus ekspository siswa hanya menerima informasi secara keseluruhan dari guru ke modus discovery siswa menemukan informasi sendiri.

2.3.1 Tujuan Pembelajaran Discovery Learning

Tujuan model discovery learning sebagai model belajar mengajar menurut (Azhar dalam Nisbah, 2013: 34) yaitu: (1) kemampuan berfikir agar lebih tanggap, cermat dan melatih daya nalar (kritis, analisis dan logis); (2) membina dan mengembangkan perilaku ingin lebih tahu; (3) mengembangkan aspek kognitif, afektif dan psikomotorik; (4) mengembangkan perilaku, keterampilan kepercayaan murid dalam memutuskan sesuatu secara tepat dan obyektif.

Bell mengemukakan beberapa tujuan spesifik dari pembelajaran dengan penemuan, yakni sebagai berikut.

a. Dalam penemuan siswa memiliki kesempatan untuk terlibat secara aktif

dalam pembelajaran. Kenyataan menunjukan bahwa partisipasi siswa dalam pembelajaran meningkat ketika penemuan digunakan.

b. Melalui pembelajaran dengan penemuan, siswa belajar menemukan pola

dalam situasi konkrit maupun abstrak, juga siswa banyak meramalkan (extrapolate) informasi tambahan yang diberikan

(59)

39 menggunakan tanya jawab untuk memperoleh informasi yang bermanfaat dalam menemukan.

d. Pembelajaran dengan penemuan membantu siswa membentuk cara kerja

bersama yang efektif, saling membagi informasi, serta mendengar dan menggunakan ide-ide orang lain.

e. Terdapat beberapa fakta yang menunjukan bahwa keterampilan

keterampilan, konsep-konsep dan prinsip-prinsip yang dipelajari melalui penemuan lebih bermakna.

f. Keterampilan yang dipelajari dalam situasi belajar penemuan dalam

beberapa kasus, lebih mudah ditransfer untuk aktifitas baru dan diaplikasikan dalam situasi belajar yang baru (Riensuciati, 2013: 65).

2.3.2 Macam-macam Discovery Learning

Model discovery learning/pembelajaran penemuan dibagi 3 jenis yaitu sebagai berikut.

a. Penemuan Murni.

(60)

40 temukan. Kegiatan penemuan ini hampir tidak mendapatkan bimbingan guru. Penemuan murni biasanya dilakukan pada kelas yang pandai.

b. Penemuan Terbimbing

Pada pengajaran dengan penemuan terbimbing guru mengarahkan tentang materi pelajaran. Bentuk bimbingan yang diberikan guru dapat berupa petunjuk, arahan, pertanyaan atau dialog, sehingga diharapkan siswa dapat menyimpulkan (menggeneralisasikan) sesuai dengan rancangan guru. Generalisasi atau kesimpulan yang harus ditemukan oleh siswa harus dirancang secara jelas oleh guru. Pada pengajaran dengan metode penemuan, siswa harus benar-benar aktif belajar menemukan sendiri bahan yang dipelajarinya.

c. Penemuan Laboratory

Penemuan laboratory adalah penemuan yang menggunakan objek langsung (media konkrit) dengan cara mengkaji, menganalisis, dan menemukan secara induktif, merumuskan dan membuat kesimpulan.Penemuan laboratory dapat diberikan kepada siswa secara individual atau kelompok. Penemuan laboratory dapat meningkatkan keinginan belajar siswa, karena belajar melalui berbuat menyenangkan bagi siswa yang masih berada pada usia senang bermain (Slameto, 2003: 30).

(61)

41 2.3.3 Tahapan DiscoveryLearning

Tahap-tahap penggunaan model discovery learning/belajar penemuan dalam pembelajaran menurut Amien (2006: 39) dapat diuraikan sebagai berikut:

a. Tahap pertama adalah diskusi. Pada tahap ini guru memberikan pertanyaan kepada siswa untuk didiskusikan secara bersama-sama sebelum lembaran kerja siswa diberikan kepada siswa. Tahap ini dimaksudkan untuk mengungkap konsep awal siswa tentang materi yang akan dipelajari.

b. Tahap kedua adalah proses. Pada tahap ini siswa mengadakan kegiatanlaboratorium sesuai dengan petunjuk yang terdapat dalam lembar kerjasiswa guna membuktikan sekaligus menemukan konsep yang sesuai dengan konsep yang benar.

c. Tahap ketiga merupakan tahap pemecahan masalah. Setelah mengadakan

kegiatan laboratorium siswa diminta untuk membandingkan hasil diskusi sebelum kegiatan laboratorium dengan hasil setelah laboratorium sesuai dengan lembaran kerja siswa hingga menemukan konsep yang benar tentang masalah yang ingin dipecahkan.

2.3.4 Aplikasi Pembelajaran Discovery Learning di Kelas

Seorang guru bidang studi, dalam mengaplikasikan model discovery learning di kelas harus melakukan beberapa persiapan. Berikut ini tahap perencanaan menurut Bruner, yaitu:

(62)

42 b. Melakukan identifikasi karakteristik siswa (kemampuan awal, minat, gaya

belajar, dan sebagainya). c. Memilih materi pelajaran.

d. Menentukan topik-topik yang harus dipelajari siswa secara induktif (dari contoh-contoh generalisasi).

e.Mengembangkan bahan-bahan belajar yang berupa contoh-contoh, ilustrasi, tugas dan sebagainya untuk dipelajari siswa.

f. Mengatur topik-topik pelajaran dari yang sederhana ke kompleks, dari yang konkrit ke abstrak, atau dari tahap enaktif, ikonik sampai ke simbolik.

g.Melakukan penilaian proses dan hasil belajar siswa (Suciati dan Irawan dalam Budiningsih, 2005: 50)

2.3.5 Prosedur Aplikasi Discovery Learning

Adapun menurut (Syah, 2004: 244) dalam mengaplikasikan model discovery learning di kelas tahapan atau prosedur yang harus dilaksanakan dalam kegiatan belajar mengajar secara umum adalah sebagai berikut:

1. Stimulation (stimulasi/pemberian rangsangan).

(63)

43 ini berfungsi untuk menyediakan kondisi interaksi belajar yang dapat mengembangkan dan membantu siswa dalam mengeksplorasi bahan. Dalam hal ini Bruner memberikan stimulation dengan menggunakan teknik bertanya yaitu dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang dapat menghadapkan siswa pada kondisi internal yang mendorong eksplorasi.

2. Problemstatement (pernyataan/ identifikasi masalah).

Setelah dilakukan stimulation langkah selanjutya adalah guru memberi kesempatan kepada siswa untuk mengidentifikasi sebanyak mungkin agenda-agenda masalah yang relevan dengan bahan pelajaran, kemudian salah satunya dipilih dan dirumuskan dalam bentuk hipotesis.

3. Data collection (pengumpulan data).

Ketika eksplorasi berlangsung guru juga memberi kesempatan kepada para siswa untuk mengumpulkan informasi sebanyak-banyaknya yang relevan untuk membuktikan benar atau tidaknya hipotesis (Affan, 2008: 14). Pada tahap ini berfungsi untuk menjawab pertanyaan atau membuktikan benar tidak hipotesis, dengan demikian anak didik diberi kesempatan untuk mengumpulkan (collection) berbagai informasi yang relevan, membaca literatur, mengamati objek, wawancara dengan nara sumber, melakukan uji coba sendiri dan sebagainya (Djamarah, 2002: 22).

4. Data processing (pengolahan data).

(64)

44 observasi, dan sebagainya, lalu ditafsirkan. Data processing disebut juga dengan pengkodean coding/ kategorisasi yang berfungsi sebagai pembentukan konsep dan generalisasi. Dari generalisasi tersebut siswa akan mendapatkan penegetahuan baru tentang alternatif jawaban/ penyelesaian yang perlu mendapat pembuktian secara logis.

5. Verification (pentahkikan/pembuktian).

Verification menurut Bruner, bertujuan agar proses belajar akan berjalan dengan baik dan kreatif jika guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan suatu konsep, teori, aturan atau pemahaman melalui contoh-contoh yang ia jumpai dalam kehidupannya (Budiningsih, 2005: 41).

6. Generalization (menarik kesimpulan/generalisasi)

(65)

45 2.3.6 Langkah-langkah Model Pembelajaran Penemuan Terbimbing

Menurut Markaban (2006: 16) agar pelaksanaan model pembelajaran penemuan terbimbing ini berjalan dengan efektif, beberapa langkah yang mesti ditempuh oleh guru adalah sebagai berikut :

a. Merumuskan masalah yang akan diberikan kepada siswa dengan data secukupnya, perumusannya harus jelas, hindari pernyataan yang menimbulkan salah tafsir sehingga arah yang ditempuh siswa tidak salah.

b. Dari data yang diberikan guru, siswa menyusun, memproses, mengorganisir, dan menganalisis data tersebut. Dalam hal ini, bimbingan guru dapat diberikan sejauh yang diperlukan saja. Bimbingan ini sebaiknya mengarahkan siswa untuk melangkah ke arah yang hendak dituju, melalui pertanyaan-pertanyaan, atau LKS.

c. Siswa menyusun konjektur (prakiraan) dari hasil analisis yang dilakukannya. d. Bila dipandang perlu, konjektur yang telah dibuat siswa tersebut diatas diperiksa

oleh guru. Hal ini penting dilakukan untuk meyakinkan kebenaran prakiraan siswa, sehingga akan menuju arah yang hendak dicapai.

e. Apabila telah diperoleh kepastian tentang kebenaran konjektur tersebut, maka verbalisasi konjektur sebaiknya diserahkan juga kepada siswa untuk menyusunnya. Disamping itu perlu diingat pula bahwa induksi tidak menjamin 100% kebenaran konjektur.

(66)

46 2.3.7 Peranan Guru dalam Pembelajaran Discovery Learning

Peran guru dalam penemuan terbimbing sering diungkapkan dalam Lembar Kerja Siswa (LKS). LKS ini biasanya digunakan dalam memberikan bimbingan kepada siswa menemukan konsep atau terutama prinsip (rumus, sifat) (PPPG dalam Riensuciati, 2013: 56).

Perlu diingat bahwa model ini memerlukan waktu yang relatif banyak dalam pelaksanaannya, akan tetapi hasil belajar yang dicapai tentunya sebanding dengan waktu yang digunakan. Pengetahuan yang baru akan melekat lebih lama apabila siswa dilibatkan secara langsung dalam proses pemahaman dan ’mengkonstruksi’

sendiri konsep atau pengetahuan tersebut (Ratumanan, 2002: 54)..

(67)

47 semua siswa dalam kelas. Tujuannya untuk saling mempengaruhi berpikir masing-masing, guru memancing berpikir siswa yaitu dengan pertanyaan-pertanyaan terfokus sehingga dapat memungkinkan siswa untuk memahami dan mengkontruksikan konsep-konsep tertentu, membangun aturan-aturan dan belajar menemukan sesuatu untuk memecahkan masalah.

Model discovery learning, siswa didorong untuk belajar sebagian besar melalui keterlibatan aktif mereka sendiri dengan konsep-konsep dan prinsip-prinsip. Selain itu, dalam pembelajaran penemuan siswa juga belajar pemecahan masalah secara mandiri dan keterampilan-keterampilan berfikir, karena mereka harus menganalisis dan memanipulasi informasi (Slavin, 1994: 134).Namun dalam proses penemuan ini siswa mendapat bantuan atau bimbingan dari guru agar mereka lebih terarah sehingga baik proses pelaksanaan pembelajaran maupun tujuan yang dicapai terlaksana dengan baik. Bimbingan guru yang dimaksud adalah memberikan bantuan agar siswa dapat memahami tujuan kegiatan yang dilakukan dan berupa arahan tentang prosedur kerja yang perlu dilakukan dalam kegiatan pembelajaran (Ratumanan, 2002: 54).

(68)

48 telah diperoleh dalam kehidupan sehari-hari, sedangkan kegiatan belajar yang berorientasi pada keterampilan proses menekankan pada pengalaman belajar langsung, keterlibatan siswa aktif dalam kegiatan pembelajaran, dan penerapan konsep dalam kehidupan sehari-hari, dengan demikian bahwa penemuan terbimbing dengan keterampilan proses ada hubungan yang erat sebab kegiatan penyelidikan, menemukan konsep harus melalui keterampilan proses. Hal ini didukung oleh Carin (1993: 105), “Guided discovery incorporates the best of what is known about science processes and product.” Penemuan terbimbing mamadukan yang terbaik dari apa yang diketahui siswa tentang produk dan proses sains.

Model pembelajaran discovery merupakan suatu metode pengajaran yang menitikberatkan pada aktivitas siswa dalam belajar. Dalam proses pembelajaran dengan metode ini, guru hanya bertindak sebagai pembimbing dan fasilitator yang mengarahka

Gambar

Tabel 1.1. Ciri-Ciri Perilaku Siswa  yang Kurang Menunjukkan Tanggung
Gambar 2.1 Kerangka Pikir Penelitian
Tabel 3.1 Jumlah Seluruh Siswa Kelas VIII SMP Negeri 19 Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2015/2016
Tabel 3.2 Tabel Pretest-Posttest Control Group Design
+6

Referensi

Dokumen terkait

Pendidikan Islam berlangsung bersamaan dengan proses Islamisasi wilayah Nusantara dan teraktualisasi dalam lembaga pendidikan seperti Dayah di aceh, Surau di

413 Nacionalizacija: pozitivno 603 Tradicionalna moralnost: pozitivno 504 Rast države blagostanja 605 Zakon i red: pozitivno 506 Širenje obrazovanja 606 Društvena

Ezt csak úgy lehet elérni, ha a tanárképzés akkreditációja során ellenőrizhető szempont az, hogy a kép- zésbe bevont oktatók átlagos tudományos felkészültsége,

Segala usaha pemberdayaan ekonomi yang dilakukan Bank Wakaf Mikro Syariah yang berada di wilayah pesantren Mawaridussalam tidak pula terlepas dari tantangan dalam proses

Data hasil pembacaan oleh sensor ketinggian air ditampilkan kontrol panel sistem pemantau, lalu data tersebut dikirim ke web server dengan interval pengiriman 5

untuk menopang kehidupan dirinya dan kelaurganya. Kemiskinan seperti ini adalah kemiskinan yang tergolong kronis karena berlangsung secara turun temurun. Berdasarkan

o SBK Riset Terapan Bidang Fokus Sosial Humaniora, Seni Budaya, Pendidikan Penelitian Lapangan Luar Negeri. 1

Burung berubah menjadi biru kembali.Ini menggambarkan bahwa kamu adalah seorang yang Optimis.Kamu percaya bahwa hidup adalah campuran antara baik dan buruk.. Tidak ada gunanya