• Tidak ada hasil yang ditemukan

VARIASI JUMLAH TUMBUKAN TERHADAP KARAKTERISTIK AC-WC GRADASI KASAR DENGAN SUHU IDEAL PENCAMPURAN ASPAL

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "VARIASI JUMLAH TUMBUKAN TERHADAP KARAKTERISTIK AC-WC GRADASI KASAR DENGAN SUHU IDEAL PENCAMPURAN ASPAL"

Copied!
96
0
0

Teks penuh

(1)

VARIASI JUMLAH TUMBUKAN TERHADAP

KARAKTERISTIK AC-WC GRADASI KASAR DENGAN SUHU IDEAL PENCAMPURAN ASPAL

Oleh

ANDI SYAH PUTRA S

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar Sarjana Teknik

Pada

Jurusan Teknik Sipil

Fakultas Teknik Universitas Lampung

FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS LAMPUNG

(2)

ABSTRAK

VARIASI JUMLAH TUMBUKAN TERHADAP

KARAKTERISTIK AC-WC GRADASI KASAR DENGAN SUHU IDEAL PENCAMPURAN ASPAL

Oleh:

Andi Syah Putra S

Penelitian ini dilakukan untuk mempelajari pengaruh variasi jumlah tumbukan dalam pencampuran. Jumlah tumbukan dalam pemadatan aspal sangat berpengaruh terhadap karakteristik lapisan aspal. Pada perencanaan Marshall tersebut menetapkan parameter jumlah tumbukan untuk kondisi lalu lintas berat pemadatan benda uji sebanyak 2x75 tumbukan dengan batas rongga campuran antara 3,5-5,5%. Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh variasi jumlah tumbukan terhadap kekuatan mutu (karakteristik) campuran aspal terhadap standar tumbukan dengan metode marshall.

Penelitian ini menggunakan gradasi pada spesifikasi umum 2010 untuk campuran Asphalt Concrete – Wearing Course (AC-WC) gradasi kasar untuk batas tengah dan batas bawah, kemudian data hasil pengujian dianalisis dengan persamaan yang mencakup parameter MarshallI maka diperoleh kadar aspal optimum yang dipergunakan sebagai kadar aspal dalam pencampuran yang dilakukan dengan variasi jumlah tumbukan yaitu 2x55, 2x65, 2x75, 2x85, dan 2x95, Kemudian dilakukan uji Marshall untuk mengetahui pengaruh yang terjadi dari variasi jumlah tumbukan terhadap karakteristik campuran beraspal.

Berdasarkan analisa pada pengolahan data diperoleh bahwa nilai kadar aspal yang digunakan untuk batas tengah yaitu 6,75% dan batas bawah 7.1%. Untuk jumlah tumbukan 2x55 dan 2x65 diperoleh stabilitas kecil, Marshall Quotient (MQ) tidak masuk spesifikasi, dan Voids In The Mix (VIM) besar, untuk jumlah tumbukan 2x85 dan 2x95 diperoleh stabilitas tinggi, Marshall Quotient (MQ)

tidak masuk spesifikasi, dan Voids In The Mix (VIM) kecil. Hanya untuk jumlah tumbukan 2x75 yang memenuhi semua parameter marshall.

(3)
(4)
(5)
(6)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... xiv

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR GAMBAR ... xvi

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 3

C. Tujuan Penelitian ... 3

D. Batasan Masalah ... 3

E. Manfaat Penelitian ... 4

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Perkerasan Jalan ... 5

B. Lapis Aspal Beton (LASTON) ... 6

C. Asphalt Concrete-Wearing Course (AC-WC) ... 7

D. Material Konstruksi Perkerasan ... 8

E. Karakteristik Campuran Aspal ... 12

F. Suhu/Temperatur ... 15

G. Volumetrik Campuran Aspal Beton ... 15

H. Metode Marshall ... 20

I. Penelitian terdahulu ... 22

III.METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian ... 25

B. Bahan ... 25

C. Peralatan ... 25

(7)

E. Diagram Alir Penelitian ... 34

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Pengujian Material ... 35 B. Desain Campuran Aspal ... 39 C. Pembahasan Penelitian ... 57

V. PENUTUP

A. Kesimpulan ... 68 B. Saran ... 69

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

Lampiran A. PEMERIKSAAN BAHAN

Lampiran B. PENGUJIAN SIFAT MARSHALL

Lampiran C. DOKUMENTASI

(8)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Jalan merupakan sarana lalu lintas yang berkaitan dengan transportasi, yang

berpengaruh terhadap setiap aspek kehidupan baik itu aspek sosial, ekonomi,

dan politik. Karena itu pembangunan sarana ini tidak akan pernah berhenti

dan akan selalu ditingkatkan baik dari segi kualitas dan juga kuantitas. Jalan

dan transportasi juga dapat memberi dampak terhadap perkembangan suatu

daerah atau wilayah, dengan berkembangnya sarana jalan dan transportasi

maka dapat mendorong pertumbuhan yang lebih baik terhadap kemajuan suatu

daerah atau wilayah.

Konstruksi perkerasan jalan di Indonesia semakin berkembang pada masa

sekarang. Secara umum perkembangan konstruksi perkerasan di Indonesia

mulai berkembang sejak tahun 1970, namun perkembangan konstruksi

perkerasan jalan menggunakan aspal panas (Hot Mix) mulai berkembang di Indonesia sejak tahun 1975, kemudian disusul jenis yang lain seperti Latasir,

Lataston dan Laston.

Pada dasarnya perkerasan jalan dapat dibedakan menjadi dua yaitu perkerasan

(9)

konstruksi jalan karena memiliki tingkat kenyamanan lebih baik dibandingkan

dengan perkerasan kaku (rigid pavement). Lapis aspal beton (Laston) merupakan salah satu jenis dari lapis perkerasan konstruksi perkerasan lentur.

Jenis perkerasan ini merupakan suatu lapisan pada kontruksi jalan yang terdiri

dari campuran aspal dan agregat yang mempunyai gradasi menerus, dicampur,

dihampar, dan dipadatkan pada suhu tertentu. Lapisan beton aspal (Laston)

adalah lapisan permukaan konstruksi perkerasan lentur jalan yang mempunyai

nilai struktural. Lapisan tersebut terdiri dari agregat kasar, agregat halus,

bahan pengisi (filler) dan aspal.

Lapisan aspal memiki karakteristik campuran yaitu stability, durabilitas,

fleksibilitas, tahanan geser (skid resistance), kedap air, kemudahan pekerjaan (workability), ketahanan kelelehan (fatique resistance). Dalam pencampuran, jumlah tumbukan dalam pemadatan aspal sangat berpengaruh terhadap

karakteristik lapisan aspal. Campuran beraspal panas untuk perkerasan lentur

di rancang menggunakan metode Marshall. Pada perencanaan Marshall

tersebut menetapkan parameter jumlah tumbukan untuk kondisi lalu lintas

berat pemadatan benda uji sebanyak 2x75 tumbukan dengan batas rongga

campuran antara 3,5-5,5%.

Oleh karena itu untuk mengetahui hal tersebut maka dilakukan penelitian uji

pengaruh variasi tumbukan terhadap campuran aspal yaitu 2x55, 2x65, 2x85,

(10)

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan dapat dirumuskan masalah

yang akan dikaji dalam penelitian ini yaitu melihat pengaruh variasi tumbukan

di dalam campuran aspal beton dengan kontrol standar tumbukan sebanyak

2x75 tumbukan terhadap karakteristik campuran aspal.

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh variasi jumlah tumbukan

terhadap kekuatan mutu (karakteristik) campuran aspal terhadap standar

tumbukan dengan metode marshall.

D. Batasan Masalah

Masalah pada penelitian ini dibatasi pada sifat dan karakteristik campuran

Lapisan Aspal Beton. Ruang lingkup dan batasan masalah pada penelitian ini

adalah :

1. Tipe campuran yang digunakan adalah Asphalt Concrete - Wearing Coarse

(AC-WC) dengan bergradasi kasar dengan menggunakan spesifikasi umum Bina Marga 2010.

2. Bahan pengikat yang digunakan adalah aspal shell 60/70.

3. Filler yang digunakan adalah Portland Cement.

4. Permasalahan yang diamati adalah parameter-parameter Marshall.

(11)

E. Manfaat Penelitian

Dengan adanya kajian ini, diharapkan bisa memberikan informasi kepada

pihak - pihak terkait mengenai pengaruh dari perubahan variasi tumbukan

pada campuran AC-WC gradasi kasar dengan suhu pencampuran pada suhu ideal terhadap lapis aus permukaan lentur ditinjau terhadap sifat Marshall

(karakteristik aspal) yang nantinya dapat digunakan sebagai bahan

pertimbangan tentang pengaturan jumlah tumbukan efektif dalam pengerjaan konstruksi jalan dan pengaruhnya pada kualitas perkerasan dengan perubahan

(12)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Perkerasan Jalan

Perkerasan adalah campuran antara agregat dan bahan pengikat yang

digunakan untuk melayani bebanlalu lintas. Agregat yang dipakai dapat berupa

batu pecah atau batu kali dengan bahan pengikat berupa aspal atau semen.

Perkerasan jalan dapat dibedakan menjadi dua yaitu perkerasan lentur (flexible pavement) dan perkerasan kaku (rigid pavement).

1. Perkerasan lentur (flexible pavement) adalah perkerasan menggunakan aspal sebagai bahan pengikat. Lapisan-lapisan perkerasannya bersifat

memikul dan menyebarkan lalu lintas ke tanah dasar yang telah dipadatkan.

Lapisan-lapisan tersebut adalah:

a. Lapisan permukaan (surface course) b. Lapisan pondasi atas (base course) c. Lapisan pondasi bawah (sub-base course) d. Lapisan tanah dasar (subgrade)

(Andi Tenrisukki Tenriajeng, 1999)

(13)

diletakkan di atas tanah dasar dengan atau tanpa pondasi bawah. Struktur

lapisan perkerasan ini adalah :

a. Lapisan permukaan (surface course) b. Lapisan beton semen

c. Lapisan pondasi bawah (sub-base course) d. Lapisan tanah dasar (subgrade)

(Andi Tenrisukki Tenriajeng, 1999)

B. Lapis Aspal Beton (LASTON)

Aspal beton merupakan salah satu jenis dari lapis perkerasan konstruksi perkerasan lentur. Jenis perkerasan ini merupakan campuran homogen antara agregat dan aspal sebagai bahan pengikat pada suhu tertentu.

Berdasarkan fungsinya aspal beton campuran panas dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

a. Sebagai lapis permukaan yang tahan cuaca, gaya geser, dan tekanan roda serta memberikan lapis kedap air yang dapat melindungi lapis di bawahnya dari rembesan air yaitu Asphalt Concrete-Wearing Course (AC-WC)

b. Sebagai lapis pengikat yaitu Asphalt Concrete-Binder Course (AC-BC)

c. Sebagai lapis pondasi, jika dipergunakan pada pekerjaan peningkatan atau pemeliharaan jalan, yaitu Asphalt Concrete-Base (AC-Base)

Ketentuan sifat – sifat campuran beraspal dikeluarkan oleh Dinas Permukiman

dan Prasarana Wilayah bersama-sama dengan Bina Marga, ketentuan

sifat-sifat campuran beraspal jenis Laston yang juga menjadi acuan dalam penelitian

(14)

Tabel 1. Ketentuan sifat – sifat campuran laston (AC).

Stabilitas Marshall (kg) Min. 800 1800

Pelelehan (mm) Min. 3,0 4,5

Marshall Quotient (kg/mm) Min. 250 300

Stabilitas Marshall Sisa setelah Perendaman 24 jam , 60 C (%) Min. 90 Rongga dalam Campuran pada Kepadatan Membal (%) Min. 2,5

Sumber: Dokumen Pelelangan Nasional Pekerjaan Jasa Pelaksanaan Konstruksi (Pemborongan) Untuk Kontrak Harga Satuan BAB VII Spesifikasi Umum Devisi 6 Perkerasan Aspal

C. Asphalt Concrete-Wearing Course (AC-WC)

Laston memiliki 2 jenis gradasi yaitu laston bergradasi halus dan laston

bergradasi kasar dimana kedua gradasi tersebut memiliki perbedaan persentase

jumlah agregat. Untuk laston Asphalt Concrete-Wearing Course (AC-WC)

bergradasi halus dan bergradasi kasar memiliki perbedaan yaitu pada

perbedaan jumlah gradasi agregat mulai dari saringan berdiameter 4,3 mm

sampai dengan saringan berdiameter 0,15 mm seperti terlihat pada tabel 2.dan

gambar 1. berikut :

Tabel 2.Gradasi laston (AC) gradasi halus dan gradasi kasar.

(15)

Tabel2. (Lanjutan)

`Ukuran Ayakan

% Berat Yang Lolos LASTON (AC)

Gradasi Halus Gradasi Kasar

(inch) (mm) AC-WC AC-BC AC-Base AC-WC AC-BC AC-Base No.8 2.36 39,1 – 53 34,6 – 49 30,8 - 37 28 - 39,1 23 - 34,6 19 - 26,8 No.16 1.18 31,6 – 40 28,3 – 38 24,1 - 28 19 - 25,6 15 - 22,3 12 - 18,1 No.30 0.6 23,1 – 30 20,7 – 28 17,6 - 22 13 - 19,1 10 - 16,7 7 - 13,6 No.50 0.3 15,5 – 22 13,7 – 20 11,4 - 16 9 - 15,5 7 - 13,7 5 - 11,4 No.100 0.15 9 – 15 4 – 13 4 - 10 6 – 13 5 - 11 4,5 – 9 No.200 0.075 4 – 10 4 – 8 3 - 6 4 – 10 4 – 8 3 - 7 Sumber: Dokumen Pelelangan Nasional Pekerjaan Jasa Pelaksanaan Konstruksi (Pemborongan) Untuk Kontrak Harga Satuan BAB VII Spesifikasi Umum Devisi 6 Perkerasan Aspal

Gambar 1. Grafik laston Asphalt Concrete-Wearing Course (AC-WC)

bergradasi halus dan bergradasi kasar.

D. Material Konstruksi Perkerasan

Material dalam pengerjaan konstruksi perkerasan lapis aspal beton terdiri dari

agregat (agregat kasar dan halus), filler dan aspal. 1. Agregat

Agregat adalah sekumpulan butir-butir batu pecah, kerikil, pasir atau

(16)

Sifat agregat yang menentukan kualitasnya sebagai bahan konstruksi

perkerasan jalan dapat dikelompokkan menjadi 3 (tiga) kelompok yaitu :

a. Kekuatan dan keawetan (strength and durability) lapisan perkerasan

dipengaruhi oleh gradasi, ukuran maksimum, kadar lempung, kekerasan

dan ketahanan (toughness and durability) bentuk serta tekstur permukaan.

b. Kemampuan dilapisi aspal dengan baik, yang dipengaruhi oleh porositas,

kemungkinan basah dan jenis agregat yang digunakan.

c. Kemudahan dalam pelaksanaan dan menghasilkan lapisan yang nyaman

dan aman, yang dipengaruhi oleh tahanan geser (skid resistance) serta

memberikan kemudahan pelaksanaan (bituminous mix workability).

Berdasarkan ukuran butiran, agregat dapat dibedakan menjadi:

a. Agregat kasar

Agregat kasar adalah material yang tidak lolos pada saringan no.8 (2,36

mm) saat pengayakan. Agregat kasar harus terdiri dari batu pecah yang

bersih, kuat, kering, awet, bersudut, bebas dari kotoran lempung dan

material asing lainnya agar mampu terikat dengan baik pada campuran

aspal. Agregat kasar pada umumnya harus memenuhi persyaratan yang

telah ditetapkan. Berikut ini adalah Tabel 3. yang berisi tentang

ketentuan untuk agregat kasar.

Tabel 3. Ketentuan agregat kasar.

Pengujian Standar Nilai

Kekekalan bentuk agregat terhadap larutan natrium

SNI 3407:2008 Maks. 30%

Kelekatan agregat terhadap aspal SNI 03-2439-1991 Min. 95%

(17)

Tabel 3. Lanjutan

Pengujian Standar Nilai

Material lolos Ayakan No.200 SNI 03-4142-1996 Maks. 1%

Berat Jenis dan Penyerapan Agregat Kasar SNI 03 – 1969 -1990 Bj Bulk > 2.5 Penyerapan < 3% Aggregate Impact Value (AIV) BS 812: bag. 3:1975 Maks. 30% Aggregate Crushing Value (ACV) BS 812: bag. 3:1975 Maks. 30% Sumber: Dokumen Pelelangan Nasional Pekerjaan Jasa Pelaksanaan Konstruksi (Pemborongan) Untuk Kontrak Harga Satuan BAB VII Spesifikasi Umum Devisi 6 Perkerasan Aspal

b. Agregat halus

Agregat halus adalah material yang lolos saringan no.8 (2,36mm) dan

tertahan saringan no. 200 (0.075 mm). Agregat dapat meningkatkan

stabilitas campuran dengan ikatan yang baik terhadap campuran aspal.

Bahan ini dapat terdiri dari butir-butiran batu pecah atau pasir alam atau

campuran dari keduanya. Ketentuan mengenai agregat halus dapat

dilihat pada Tabel 4. berikut ini :

Tabel 4. Ketentuan agregat halus.

Pengujian Standar Nilai

Nilai setara pasir SNI 03-4428-1997 Min 50% untuk SS, HRS dan AC bergradasi Halus Min 70% untuk AC bergradasi kasar

Material Lolos Ayakan No. 200 SNI 03-4428-1997 Maks. 8% Kadar Lempung SNI 3423 : 2008 Maks 1%

Berat Jenis dan Penyerapan Agregat Halus SNI 03–1969-1990 Bj Bulk > 2.5 Penyerapan < 5%

Sumber: Dokumen Pelelangan Nasional Pekerjaan Jasa Pelaksanaan Konstruksi (Pemborongan) Untuk Kontrak Harga Satuan BAB VII Spesifikasi Umum Devisi 6 Perkerasan Aspal

c. Bahan pengisi (filler)

Bahan pengisi (filler) merupakan bahan yang 75% lolos ayakan no. 200, dapat terdiri dari abu batu, abu batu kapur, kapur padam, semen (PC) atau bahan non plastis lainnya. Bahan pengisi harus kering dan bebas

(18)

2. Aspal

Aspal didefenisikan sebagai material berwarna hitam atau coklat tua, pada

temperatur ruang berbentuk padat sampai agak padat. Jika dipanaskan

sampai suatu temperatur tertentu aspal dapat menjadi lunak (cair) sehingga

dapat membungkus partikel agregat pada waktu pembuatan aspal beton

atau dapat rnasuk ke dalam pori-pori yang ada pada penyemprotan/

penyiraman pada perkerasan macadam ataupun pelaburan. Jika temperatur

mulai turun, aspal akan mengeras dan mengikat agregat pada tempatnya

(sifat termoplastis). Sebagai salah satu material konstruksi perkerasan

lentur, aspal merupakan satu komponen kecil umumnya hanya 4 - 10%

berdasarkan berat atau 10 - 15 % berdasarkan volume.

Jenis-jenis aspal buatan hasil penyulingan minyak bumi terdiri dari:

a. Aspal keras (Asphalt Cement)

Aspal keras merupakan aspal hasil destilasi yang bersifat viskoelastis

sehingga akan melunak dan mencair bila mendapat cukup pemanasan

dan akan mengeras pada saat penyimpanan (suhu kamar). Aspal

keras/panas (asphalt cement, AC) adalah aspal yang digunakan dalam

keadaan cair dan panas untuk pembuatan Asphalt concrete. Di

Indonesia, aspal yang biasa digunakan adalah aspal penetrasi 60/70 atau

penetrasi 80/100. Jenis-jenisnya penetrasinya yaitu:

1) Aspal penetrasi rendah 40/55, digunakan untuk jalan dengan volume

lalu lintas tinggi dan daerah dengan cuaca iklim panas.

2) Aspal penetrasi rendah 60/70, digunakan untuk jalan dengan volume

(19)

3) Aspal penetrasi rendah 80/100, digunakan untuk jalan dengan

volume lalu lintas sedang/rendah dan daerah dengan iklim dingin.

4) Aspal penetrasi rendah 100/110, digunakan untuk jalan dengan

volume lalu lintas rendah dan daerah dengan iklim dingin.

b. Aspal cair (Cut Back Asphalt)

Aspal cair adalah campuran antara aspal keras dengan bahan pencair

dari hasil penyulingan minyak bumi. Aspal cair digunakan untuk

keperluan lapis resap pengikat (prime coat). c. Aspal emulsi

Aspal emulsi adalah suatu campuran aspal dengan air dan bahan

pengemulsi. Pada proses ini partikel-partikel aspal padat dipisahkan

dan didispersikan dalam air.

Spesifikasi aspal keras penetrasi 60/70 terlihat pada Tabel 5. berikut ini:

Tabel 5. Spesifikasi aspal keras pen 60/70

No. Jenis Pengujian Metode Persyaratan

1 Penetrasi, 25 o

Sumber: Dokumen Pelelangan Nasional Pekerjaan Jasa Pelaksanaan Konstruksi (Pemborongan) Untuk Kontrak Harga Satuan BAB VII Spesifikasi Umum Devisi 6 Perkerasan Aspal

E. Karakteristik Campuran Aspal

Karakteristik campuran aspal harus dimiliki oleh aspal beton campuran panas

(20)

1. Stabilitas (Stability)

Stabilitas lapisan perkerasan jalan adalah kernampuan lapisan perkerasan menerima beban lalu lintas tanpa terjadi perubahan bentuk tetap seperti gelombang, alur ataupun bleeding.

2. Keawetan (Durability)

Keawetan adalah kemampuan perkerasan jalan untuk mencegah terjadinya

perubahan pada aspal, kehancuran agregat, dan mengelupasnya selaput

aspal pada batuan agregat akibat cuaca, air, suhu udara dan keausan akibat

gesekan dengan roda kendaraan. Durabilitas diperlukan pada lapisan permukaan sehingga lapisan dapat mampu menahan keausan akibat pengaruh cuaca, air dan perubahan suhu ataupun keausan akibat gesekan roda kendaraan.

Faktor yang mempengaruhi durabilitas lapis aspal beton adalah:

a. Voids In The Mix (VIM) kecil sehingga lapis kedap air dan udara tidak masuk ke dalam campuran yang menyebabkan terjadinya oksidasi dan

aspal menjadi rapuh (getas).

b. Void In Mineral Aggregate (VMA) besar sehingga film aspal dapat dibuat tebal. Jika VMA dan VIM kecil serta kadar aspal tinggi maka kemungkinan terjadinya bleeding cukup besar.

c. Film (selimut) aspal, film aspal yang tebal dapat menghasilkan lapis aspal beton yang durabilitas tinggi tapi rentan menyebabkan bleeding. 3. Kelenturan (Flexibility)

Fleksibility pada lapisan perkerasan adalah kemampuan lapisan perkerasan

(21)

berulang tanpa timbulnya retak dan perubahan volume. Penurunan terjadi

akibat dari repetisi beban lalu lintas ataupun akibat beban sendiri tanah

timbunan yang dibuat di atas tanah asli.

4. Ketahanan terhadap Kelelahan (Fatique Resistance)

Ketahanan kelelahan adalah ketahanan dari lapis aspal beton dalam

menerima beban berulang tanpa terjadinya kelelahan yang berupa alur

(rutting) dan retak.

5. Kekesatan/tahanan Geser (Skid Resistance)

Kekesatan/tahanan geser adalah kemampuan permukaan beton aspal

terutama pada kondisi basah, memberikan gaya gesek pada roda kendaraan

sehingga kendaraan tidak tergelincir meskipun dalam keadaan basah.

6. Kedap Air (Impermeability)

Kedap air adalah kemampuan perkerasan untuk tidak dapat dimasuki air

dan udara. Air dan udara dapat mengakibatkan percepatan proses penuaan

aspal dan pengelupasan aspal dari permukaan agregat.

7. Kemudahan Pelaksanaan (Workability)

Kemudahan pelaksanaan adalah sudahnya suatu campuran aspal beton

untuk dihamparkan dan dipadatkan untuk memperoleh kepadatan yang

diinginkan. Kemudahan pelaksanaan menentukan efisensi pekerjaan.

Ketujuh sifat campuran aspal beton ini tidak mungkin dapat dipenuhi sekaligus

oleh satu campuran. Dalam perancangan tebal perkerasan harus diperhatikan

sifat-sifat aspal beton yang dominan lebih diinginkan akan menentukan jenis

beton aspal yang dipilih. Untuk jalan yang melayani lalu lintas rendah lebih

(22)

F. Suhu/Temperatur

Aspal merupakan bahan yang bersifat termoplastis, mencair bila memperoleh

kenaikan suhu tertentu dan sebaliknya akan mengeras bila mengalami

penurunan. Suhu berpengaruh terhadap pencampuran dan pemadatan dalam

pelaksanaan perkerasan. Suhu pada proses pencampuran lebih tinggi daripada

suhu penghamparan dan suhu pemadatan. Setiap tahap dalam proses pekerjaan

memiliki suhu standar sebagai acuan untuk melakukan pekerjaan perkerasan.

Nilai viskositas aspal dan batasan suhu selama pencampuran, penghamparan,

dan pemadatan pada proses pelaksanaan pekerjaan perkerasan jalan dapat

dilihat pada Tabel 6. berikut ini:

Tabel 6. Ketetentuan Viskositas dan Temperatur Aspal Untuk Pencampuran dan Pemadatan.

No. Prosedur Pelaksanaan Viskositas aspal (PA.S) Suhu Campuran ( o

C)

Pen 60/70

1 Pencampuran benda uji Marshall 0,2 155 ± 1

2 Pemadatan benda uji Marshall 0,4 140 ± 1

4 Pencampuran rentang temperatur sasaran 0,2 – 0,5 145 – 155

5 Menuangkan campuran dari AMP ke dalam truk ± 0,5 135 – 150

6 Pasokan ke alat penghamparan (paver) 0,5 – 1,0 130 – 150

7 Penggilasan awal (roda baja) 1 – 2 125 – 145

8 Penggilasan kedua (roda karet) 2 – 20 100 – 125

9 Penggilasan akhir (roda baja) < 20 > 95

Sumber: Dokumen Pelelangan Nasional Pekerjaan Jasa Pelaksanaan Konstruksi (Pemborongan) Untuk Kontrak Harga Satuan BAB VII Spesifikasi Umum Devisi 6 Perkerasan Aspal

G. Volumetrik Campuran Aspal Beton

Volumetrik campuran aspal beton adalah volume benda uji campuran setelah

(23)

mineral agregat (VMA), Volume bulk campuran padat, Volume campuran padat tanpa rongga, Volume rongga terisi aspal (VFA), Volume rongga dalam campuran (VIM), dan Volume aspal yang diserap agregat.

Perhitungan volume campuran beraspal dapat dihitung dengan menggunakan

persamaan-persamaan sebagai berikut :

1. Berat Jenis

a. Berat jenis bulk agregat (Bulk Specific Gravity)

Berat jenis bulk adalah perbandingan antara berat bahan di udara

(termasuk rongga yang cukup kedap dan yang menyerap air) pada satuan

volume dan suhu tertentu dengan berat air suling serta volume yang

sama pada suhu tertentu pula.

Aspal beton terdiri dari agregat kasar, agregat halus dan bahan pengisi

yang masing-masing mempunyai berat jenis yang berbeda maka berat

jenis bulk (Gsb) agregat total dapat dirumuskan sebagai berikut :

Keterangan :

Gsb = Berat jenis bulk total agregat

P1, P2… Pn = Persentase masing-masing fraksi agregat

G1, G2… Gn = Berat jenis bulk masing-masing fraksi agregat

b. Berat jenis efektif agregat (Effective Specific Gravity)

Berat jenis efektif adalah perbandingan antara berat diudara pada satuan

(24)

yang sama dan suhu tertentu pula, dirumuskan :

Keterangan :

Gse = Berat jenis efektif agregat

Pmm = Persentase berat total campuran (=100)

Gmm = Berat jenis maksimum campuran

Pb = Kadar aspal berdasarkan berat jenis maksimum

Gb = Berat jenis aspal

c. Berat jenis maksimum campuran

Berat jenis maksimum campuran untuk masing-masing kadar aspal

dihitung dengan berat jenis efektif (Gse) rata-rata sebagai berikut :

Keterangan :

Gmm = Berat jenis maksimum campuran

Pmm = Persentase berat total campuran (=100)

Pb = Kadar aspal berdasarkan berat jenis maksimum

Ps = Kadar agregat persen terhadap berat total campuran

Gse = Berat jenis efektif agregat

Gb = Berat jenis aspal

2. Kadar Aspal Efektif

Kadar aspal efektif campuran beraspal adalah kadar aspal total dikurangi

(25)

akan menyelimuti permukaan agregat bagian luar yang pada akhirnya

menentukan kinerja perkerasan aspal. Kadar aspal efektif ini dirumuskan

sebagai berikut :

Keterangan :

Pbe = Kadar aspal efektif, persen total agregat

Pb = Kadar aspal persen terhadap berat total campuran

Pba = Penyerapan aspal, persen total agregat

Ps = Kadar agregat, persen terhadap berat total campuran

3. Rongga di Dalam Campuran /Void in Mix (VIM)

Rongga di Dalam Campuran /Void in Mix (VIM) merupakan persentase volume rongga udara yang terdapat di dalam campuran aspal. Untuk

campuran aspal Asphalt Concrete-Binder Course (AC-WC) hanya diperbolehkan 3,3%-5.0% kandungan volume udara yang ada. (Spesifikasi Bina Marga 2010, tabel 6.3.3.(1c)).

Volume rongga udara dalam persen dapat ditentukan dengan rumus sebagai

berikut.

Keterangan :

Va = Rongga udara campuran, persen total campuran

Gmm = Berat jenis maksimum campuran agregat rongga udara 0 (Nol)

(26)

4. Rongga diantara mineral agregat/Voids in Mineral Agregat (VMA)

Rongga diantara mineral agregat/Voids in Mineral Agregat (VMA) adalah persentase ruang diantara partikel agregat pada campuran perkerasan

beraspal, termasuk rongga udara dan volume aspal efektif. Untuk

campuran aspal Asphalt Concrete-Binder Course (AC-WC) hanya diperbolehkan 14% kandungan volume udara yang ada. (Spesifikasi Bina Marga 2010, tabel 6.3.3.(1c)).

Perhitungan VMA terhadap campuran total dengan persamaan : a. Terhadap berat campuran total

Keterangan :

VMA = Rongga diantara mineral agregat, persen volume bulk Gsb = Berat jenis bulk agregat

Gmb = Berat jenis bulk campuran padat

Ps = Kadar agregat, persen terhadap berat total campuran

b. Terhadap berat agregat total

Keterangan :

VMA = Rongga diantara mineral agregat, persen volume bulk Gsb = Berat jenis bulk agregat

Gmb = Berat jenis bulk campuran padat

(27)

5. Rongga Terisi Aspal / Void Filled with Asphalt (VFA)

Rongga Terisi Aspal / Void Filled with Asphalt (VFA) adalah persentase rongga yang terdapat diantara partikel agregat yang terisi oleh aspal, tidak

termasuk aspal yang diserap oleh agregat. Untuk campuran aspal Asphalt Concrete-Binder Course (AC-WC) hanya diperbolehkan 63% kandungan volume udara yang ada. (Spesifikasi Bina Marga 2010, tabel 6.3.3.(1c)).

Untuk mendapatkan rongga terisi aspal (VFA) dapat ditentukan dengan persamaan :

Keterangan :

VFA = Rongga terisi aspal, persen VIM

VMA = Rongga diantara mineral agregat, persen volume bulk Va = Rongga udara campuran, persen total campuran

H. Metode Marshall

1. Uji Marshall

Kinerja campuran aspal beton dapat diperiksa dengan menggunakan alat

pemeriksaan Marshall yang pertama kali diperkenalkan oleh Bruce

Marshall yang dikembangkan selanjutnya oleh U.S. Corps of Engineer. Uji

ini untuk menentukan ketahanan (stability) terhadap kelelehan plastis (flow)

dari campuran aspal dan agregat.

Alat Marshall merupakan alat tekan yang dilengkapi dengan cincin penguji

(28)

dengan arloji pengukur yang berguna untuk mengukur stabilitas campuran.

Arloji kelelehan (flow meter) untuk mengukur kelelehan plastis (flow).

Benda uji Marshall standart berbentuk silinder berdiamater 4 inchi (10,16 cm) dan tinggi 2,5 inchi (6,35 cm).

2. Parameter Pengujian Marshall

Sifat-sifat campuran beraspal dapat dilihat dari parameter-parameter

pengujian marshall antara lain : a. Stabilitas marshall (Stability)

Nilai stabilitas diperoleh dengan pembacaan langsung pada alat uji

dengan pembacaan jarum dial pada saat marshall test . Stabilitas

menunjukkan kekuatan, ketahanan terhadap terjadinya alur (rutting) dan

menunjukkan batas maksimum beban diterima oleh suatu campuran

beraspal saat terjadi keruntuhan yang dinyatakan dalam kilogram. Nilai

stabilitas yang terlalu tinggi akan menghasilkan perkerasan yang terlalu

kaku sehingga tingkat keawetannya berkurang.

b. Kelelehan (flow)

Nilai kelelehan (flow) diperoleh dengan pembacaan langsung pada alat uji dengan pembacaan jarum dial pada saat marshall test. Suatu campuran yang memiliki kelelehan yang rendah akan lebih kaku dan

cenderung untuk mengalami retak dini pada usia pelayanannya.

c. Hasil bagi marshall (Marshall Quotient)

(29)

tersebut terhadap keretakan. Berikut ini persamaan untuk nilai MQ:

8

Keterangan:

MQ = Marshall Quotient (kg/mm) S = nilai stabilitas terkoreksi (kg)

F = nilai flow (mm)

d. Rongga terisi aspal / Void Filled with Asphalt (VFA)

Rongga terisi aspal / Void Filled with Asphalt (VFA) adalah persentase rongga yang terdapat diantara partikel agregat (VMA) yang terisi oleh aspal, tidak termasuk aspal yang diserap oleh agregat.

e. Rongga diantara mineral agregat/Voids in Mineral Agregat (VMA) Rongga diantara mineral agregat/Voids in Mineral Agregat (VMA) adalah persentase ruang diantara partikel agregat pada campuran

perkerasan beraspal, termasuk rongga udara dan volume aspal efektif.

f. Rongga di dalam campuran /Void in Mix (VIM)

Rongga di Dalam Campuran /Void in Mix (VIM) merupakan persentase volume rongga udara yang terdapat di dalam campuran aspal.

I. Penelitian Terdahulu

Penelitian yang terkait dengan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Hadi Sastra (2009)

Dalam Judul Tesis “Pengaruh Variasi Jumlah Tumbukan Pada Lapisan

(30)

Dengan Modifier Pertamax Terhadap Karakteristik Marshall”, Metode pencampuran LASBUTAG menurut Durektorat Bina Marga 1998.

Adapun variasi jumlah tumbukan yang dilakukan adalah 50, 75, 100, 125,

150, 175 dan 200 tumbukan persisi dengan waktu pemeraman campuran

selama 24 jam.

Hasil studi ini menerangkan adanya perbedaan nilai-nilai karakteristik

Marshall yang nyata dari masing masing jumlah tumbukan yang dilakukan. Adapun jumlah tumbukan yang dibutuhkan agar diperoleh

kualitas perkerasan LASBUTAG yang optimum adalah 137 tumbukan

persisi.

2. Andi Syaiful Amal (2010)

Dalam judul tesis “Variasi Jumlah Tumbukan Pada Campuran Beton

Aspal Terhadap Nilai Density Dan Void In The Mix (VITM ”, Kepadatan untuk lapis perkerasan pada umur rencana 10 tahun dan beberapa variasi

lainnya sebagai data tumbukan 2 x 75 sebagai tumbukan standar,

tumbukan 2 x 400 sebagai tumbukan korelasi pendekatan nilai overloading

dilakukan dengan pengujian Marshall dengan beberapa variasi tumbukan, yaitu sekunder ( 2 x 150 tumbukan, 2 x 200 tumbukan dan 2x 300

tumbukan ). Dengan perkerasan jenis Beton Aspal (Asphaltic Concrete). Sebagai nilai pendekatan terhadap kinerja penelitian ini dilakukan analisis

terhadap lapis ulang kinerja layanan suatu lapis perkerasan.

Hasil analisa pengaruh variasi jumlah tumbukan akibatnya bahan

perkerasan menjadi rusak. Variasi jumlah tumbukan diatas tumbukan

(31)

bahwa segala jenis variasi VITM antara 50% - 60% terhadap jumlah tumbukan standar ( 2 x 75 tumbukan ).

3. Eddy Damhuri

Dalam judul tesis “Pengaruh Dust Proportion Sedang Dan Peningkatan

Jumlah Tumbukan Terhadap Karakteristik Campuran Panas Beton Aspal

Dengan Kadar Filler Rendah Berdasarkan Uji Marshall”. Penelitian tersebut dilakukan pada campuran beton aspal grading V (Standar Bina

Marga 1987). Benda uji dibuat dengan variasi tumbukan dari 2x75,

2x100, 2x200 dan 2x316 dengan dust proportion 0.7, 0.8, 0.9 dan 1.0, kadar filler 1%, 2%, 3% dan 4 %, kemudian dilakukan pengujian dengan alat uji Marshall untuk mengetahui nilai stabilitas, flow, Marshall Quotient, density dan void analysis.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa komposisi campuran dengan

menggunakan kadar filler 1%, 2%, 3% dan 4%, dan dust proportion 0,7, 0,8, 0,9, 1,0. Semakin besar nilai dust proportion pada kadar filler yang sama akan menurunkan nilai density, VFWA, stabilitas, Marshall Quotient

dan menaikkan nilai VMA, VITM, flow. Semakin besar kadar filler pada

dust proportion yang sama akan menaikkan nilai density, VFWA,

stabilitas, Marshall Quotient dan menurunkan nilai VMA, VITM, flow. Berdasarkan spesifikasi Bina Marga (IRE, 1998) dust proportion 0,7, 0,8, 0,9, 1,0 dengan variasi jumlah tumbukan 2x75, 2x100, 2x200 dan 2x316

(32)

III. METODOLOGI PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Inti Jalan Raya Fakultas Teknik

Jurusan Teknik Sipil Universitas Lampung.

B. Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

1. Agregat kasar yang digunakan berasal dari PT. Sumber Batu Berkah

(SBB) Tanjungan, Lampung Selatan.

2. Agregat halus yang digunakan berasal dari PT. Sumber Batu Berkah

(SBB) Tanjungan, Lampung Selatan.

3. Filler atau material lolos saringan No. 200 yang digunakan dalam penelitian ini adalah Portland Cement.

4. Aspal yang digunakan adalah aspal keras produksi Shell pen 60/70.

C. Peralatan

Peralatan yang digunakan pada penelitian ini adalah :

1. Alat Uji Pemeriksaan Aspal

(33)

alat uji daktilitas, alat uji berat jenis (piknometer), dan alat uji kehilangan berat (pemanas).

2. Alat Uji Pemeriksaan Agregat

Alat uji pemeriksaan agregat yaitu: Satu set saringan (Sieve Analyisis), tes keausan agregat (Los Angeles Tests Machine), alat uji berat jenis (piknometer, timbangan), Aggregate Impact Machine, Aggregate Crishing Machine, danalat pengukur kepipihan (Thickness Gauge). 3. Alat Uji Karakteristik Campuran Beraspal

Alat uji karakteristik campuran beraspal yaitu menggunakan seperangkat

alat dalam pengujian untuk metode Marshall, meliputi :

a. Alat Marshall yang terdiri dari kepala penekan berbentuk lengkung, cincin penguji berkapasitas 22,2 KN (5000 lbs) yang dilengkapi

dengan arloji flowmeter.

b. Alat cetak benda uji berbentuk silinder dengan diameter 4 inchi

(10,16 cm) dan tinggi 2,5 inchi (6,35 cm).

c. Alat penumbuk Marshall otomatis untuk pemadatan campuran. d. Ejector untuk mengeluarkan benda uji dari cetakan.

e. Bak perendam (water bath) yang dilengkapi pengatur suhu.

f. Alat-alat penunjang yang meliputi kompor, thermometer, oven, sendok pengaduk, sarung tangan anti panas, kain lap, panci

pencampur, timbangan, dan jangka sorong.

D. Prosedur Penelitian

Prosedur penelitian yang akan dilakukan mulai dari awal sampai akhir

(34)

1. Persiapan

Persiapan yang dilakukan yaitu meliputi studi pendahuluan dan persiapan

alat dan bahan yang digunakan. Persiapan bahan (aspal, agregat kasar,

agregat halus, filler (berupa semen)) dengan mendatangkan bahan-bahan yang diperlukan ke laboratorium inti jalan raya Fakultas Teknik

Universitas Lampung. Menyiapkan peralatan dan bahan yang digunakan.

2. Pengujian Bahan

a. Pengujian aspal

1) Uji penetrasi

Tujuan pengujian ini adalah untuk menentukan penetrasi aspal

keras dengan menggunakan seperangkat alat uji penetrasi.

2) Pemeriksaan berat jenis aspal

Tujuan pengujian ini adalah untuk menentukan berat jenis aspal

dengan menggunakan piknometer.

3) Titik lembek aspal

Titik lembek adalah suhu pada bola baja, dengan berat tertentu,

mendesak turun sehingga lapisan aspal yang tertahan dalam

ukuran cincin berukuran tertentu, sehingga aspal tersebut

menyentuh plat dasar yang terletak dibawah cincin pada tinggi

tertentu, sebagai akibat dari pemanasan yang dilakukan.

4) Pengujian berat yang hilang

Tujuan percobaan ini adalah untuk menetapkan kehilangan berat

minyak dalam aspal dengan cara pemanasan pada tebal tertentu,

(35)

5) Daktilitas bahan-bahan aspal

Tujuan percobaan ini adalah untuk mengetahui sifat kohesi dan

kuat tarik aspal dengan cara mengukur jarak terpanjang yang

dapat ditarik antara dua cetakan yang berisi bitumen keras pada

suhu dan kecepatan tarik tertentu.

Standar pengujian aspal dapat dilihat pada Tabel 7. sebagai berikut :

Tabel 7. Standar pengujian aspal.

No. Jenis Pengujian Standar Pengujian Syarat 1 Penetrasi, 25 oC, 100 gr, 5 SNI 06-2456-1991 60 70

2 Berat Jenis SNI 06-2441-1991 ≥ 1,0

3 Titik Lembek; oC SNI 06-2434-1991 ≥ 48

4 Berat yang Hilang SNI 06-2441-1991 maks 0,4%

5 Daktilitas SNI 06-2432-1991 ≥ 100

Sumber: Dokumen Pelelangan Nasional Pekerjaan Jasa Pelaksanaan Konstruksi (Pemborongan) Untuk Kontrak Harga Satuan BAB VII Spesifikasi Umum Devisi 6 Perkerasan Aspal

b. Pengujian agregat

1)Analisis saringan agregat halus dan kasar

Tujuan dari pengujian ini untuk mengetahui butiran (gradasi)

agregat halus dan kasar menggunakan saringan.

2)Berat jenis dan penyerapan agregat kasar dan agregat halus

Tujuan dari pengujian ini untuk memperoleh berat jenis pada

kondisi SSD (Surface Saturated Dry), kondisi kering (Bulk Spesific Gravity Dry), kondisi semu (Apperant Spesific Gravity), dan penyerapan (absorbtion) dari agregat kasar dan halus.

3)Pengujian keausan agregat

Tujuan pengujian ini untuk menentukan ketahanan agregat kasar

(36)

4)Aggregate Impact Value (AIV)

Tujuan dari pengujian ini untuk menentukan nilai kekuatan

relative agregat terhadap tumbukan dengan menyatakan nilai AIV. 5)Aggregate Crushing Value (ACV)

Tujuan dari pengujian ini untuk menentukan nilai kekuatan

relative agregat terhadap tekanan dengan menyatakan nilai ACV. 6)Indeks kepipihan (Flakyness)

Tujuan pengujian untuk menentukan indeks kepipihan agregat.

Berikut merupakan standar dalam pemeriksaan agregat yang dapat

dilihat pada Tabel 8. berikut :

Tabel 8. Standar pemeriksaan agregat.

No Jenis Pengujian Standar Uji Syarat 1 Analisa saringan SNI 03-1968-1990 -

2 Berat jenis dan penyerapan agregat kasar SNI 03-1969-1990 Bj Bulk > 2.5 Penyerapan < 3%

3 Berat jenis dan penyerapan agregat halus SNI 03-1970-1990 Bj Bulk > 2.5 Penyerapan < 5% 4 Tes Abrasi SNI 03-2417-1990 Maks. 40% 5 Aggregate Impact Value (AIV) BS 812:part 3:1975 Maks. 30% 6 Aggregate Crushing Value (ACV) BS 812:part 3:1975 Maks. 30% 7 Kelekatan agregat terhadap aspal SNI 03-2439-1991 Min. 95% 8 Partikel Pipih dan Lonjong ASTM D4791 Maks. 10%

Sumber: Dokumen Pelelangan Nasional Pekerjaan Jasa Pelaksanaan Konstruksi (Pemborongan) Untuk Kontrak Harga Satuan BAB VII Spesifikasi Umum Devisi 6 Perkerasan Aspal

3. Menentukan Fraksi Agregat

Fraksi agregat adalah persentase agregat yang digunakan dalam pencampuran

untuk setiap nomor saringan. Persentase fraksi agregat yang akan di gunakan

pada penelitian ini adalah sesuai dengan spesifikasi bina marga 2010 yang

digunakan yaitu AC-WC (Asphalt Concrete -Wearing Course) gradasi kasar. Fraksi agregat yang akan digunakan dapat dilihat melalui Gambar 2. dan

(37)

(Sumber: Dokumen Pelelangan Nasional Pekerjaan Jasa Pelaksanaan Konstruksi (Pemborongan) Untuk Kontrak Harga Satuan BAB VII Spesifikasi Umum Devisi 6 Perkerasan Aspal)

Gambar 2. Gradasi campuran AC-WC gradasi kasar

Tabel 9. Gradasi agregat untuk campuran LASTON

`Ukuran Ayakan

% Berat Yang Lolos LASTON (AC)

Gradasi Halus Gradasi Kasar

(inch) (mm) AC-WC AC-BC AC-Base AC-WC AC-BC AC-Base

11/2'' 37,5 - - 100 - - 100

1" 25 - 100 90 – 100 - 100 90 - 100

3/4'' 19 100 90 - 100 73 – 90 100 90 – 100 73 - 90 1/2'' 12.5 90 – 100 74 - 90 61 – 79 90 – 100 71 – 90 55 - 76 3/8'' 9.5 72 – 90 64 - 82 47 – 67 72 – 90 58 – 80 45 - 66 No.4 4.75 54 – 69 47 - 64 39,5 – 50 43 – 63 37 – 56 28 - 39,5 No.8 2.36 39,1 – 53 34,6 - 49 30,8 – 37 28 - 39,1 23 - 34,6 19 - 26,8 No.16 1.18 31,6 – 40 28,3 - 38 24,1 – 28 19 - 25,6 15 - 22,3 12 - 18,1 No.30 0.6 23,1 – 30 20,7 - 28 17,6 – 22 13 - 19,1 10 - 16,7 7 - 13,6 No.50 0.3 15,5 – 22 13,7 - 20 11,4 – 16 9 - 15,5 7 - 13,7 5 - 11,4 No.100 0.15 9 – 15 4 – 13 4 - 10 6 – 13 5 – 11 4,5 – 9 No.200 0.075 4 – 10 4 – 8 3 – 6 4 – 10 4 – 8 3 - 7 Sumber: Dokumen Pelelangan Nasional Pekerjaan Jasa Pelaksanaan Konstruksi (Pemborongan) Untuk Kontrak Harga Satuan BAB VII Spesifikasi Umum Devisi 6 Perkerasan Aspal

4. Pembuatan Benda Uji Campuran Beraspal

a. Menghitung perkiraan awal kadar aspal (Pb) sebagai berikut :

(38)

Keterangan:

Nilai konstanta kira-kira 0,5 - 1,0 untuk Laston dan 2,0 -3,0 untuk

Lataston. Untuk jenis campuran lain gunakan nilai 1,0 - 2,5.

Pb : Kadar aspal tengah/ideal, persen terhadap berat campuran

CA : Persen agregat tertahan saringan No.8

FA : Persen agregat lolos saringan No.8, tertahan saringan No.200

Filler : Persen agregat minimal 75% lolos No.200 K : Konstanta 0,5 – 1,0 untuk laston.

b. Setelah didapat nilai kadar aspal, selanjutnya berat jenis maksimum

(BJ Max) dihitung dengan mengambil data dari percobaan berat

jenis agregat halus dan agregat kasar.

c. Jika semua data telah didapatkan, yang dilakukan berikutnya adalah

menghitung berat sampel, berat aspal, berat agregat dan menghitung

kebutuhan agregat tiap sampel berdasarkan persentase tertahan.

d. Mencampur agregat dengan aspal pada suhu ideal 150 0C, dan

melakukan pemadatan dengan Aoutomatic Marshall Compactor

terhadap benda uji sebanyak 2x75 tumbukan. Berikut adalah tabel

ketentuan pembuatan benda uji campuran AC-WC gradasi kasar :

Tabel 10. Ketentuan pembuatan benda uji campuran AC-WC gradasi kasar

(39)

e. Mendiamkan benda uji selama kurang lebih 24 jam lalu dikeluarkan.

f. Mengukur ketebalan, menimbang, dan kemudian merendam benda

uji dalam air pada suhu normal selama 24 jam.

g. Menimbang benda uji untuk mendapatkan berat jenuh (SSD).

h. Sebelum menguji benda uji dengan alat Marshall, merendam benda uji terlebih dahulu dalam waterbath pada suhu 60 0C selama 30 menit, lalu melakukan uji Marshall.

i. Menghitung kadar aspal optimum campuran dari hasil uji marshall.

j. Mencampur agregat dan aspal dengan kadar aspal yang

dipergunakan yaitu kadar aspal optimum, dan dilakukan variasi

tumbukan dengan ketentuan sebagai berikut :

1)Kelompok benda uji 1 : 55 kali tumbukan per sisi (atas dan bawah)

2)Kelompok benda uji 1 : 65 kali tumbukan per sisi (atas dan bawah)

3)Kelompok benda uji 1 : 75 kali tumbukan per sisi (atas dan bawah)

4)Kelompok benda uji 1 : 85 kali tumbukan per sisi (atas dan bawah)

5)Kelompok benda uji 1 : 95 kali tumbukan per sisi (atas dan bawah)

Benda uji dibuat sebanyak 3 buah pada masing-masing kelompok benda

uji sehingga jumlah benda uji yang dibuat sebanyak 15 buah untuk batas

tengah begitu juga dengan batas bawah, dapa dilihat seperti pada Tabel

2x55 3 buah 3 buah Campuran agregat dengan spesifikasi AC WC + kadar aspal minyak optimum (%)

(40)

Tabel 11. Lanjutan

Tumbukan Benda Uji Batas Tengah

Benda Uji Batas

Bawah Keterangan

2x75 3 buah 3 buah Campuran agregat dengan spesifikasi AC WC + kadar aspal minyak optimum (%)

2x85 3 buah 3 buah Campuran agregat dengan spesifikasi AC WC + kadar aspal minyak optimum (%)

2x95 3 buah 3 buah Campuran agregat dengan spesifikasi AC WC + kadar aspal minyak optimum (%)

6. Uji Marshall

Pengujian dengan alat Marshall sesuai dengan prosedur SNI 06-2489-1991 atau AASHTO T245-90 yaitu dengan meletakkan benda uji

kedalam segmen bawah, waktu yang diperlukan dari saat diangkatnya

benda uji dari bak perendaman maksimum tidak boleh melebihi 30 detik.

Kemudian benda uji dibebani dengan kecepatan sekitar 50 mm per menit

sampai pembebanan maksimum tercapai atau pembebanan menurun

seperti yang ditunjukkan oleh alat pencatat. Kemudian mencatat nilai

stabilitas dan flow yang tertera pada alat pencatat. 7. Analisa Data Hasil Penelitian

Dari hasil penelitian di laboratorium akan diperoleh nilai parameter

(41)

E. Diagram Alir Penelitian

(42)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Hasil pemeriksaan sifat fisik agregat (agregat kasar, agregat halus, filler) dan aspal didapat bahwa hasil uji memenuhi persyaratan standar

spesifikasi Bina Marga 2010 sehingga dapat digunakan dalam campuran

beraspal.

2. Nilai kadar aspal optimum tidak diperoleh dalam penelitian untuk batas

tengah dan batas bawah karena tidak dibersihkannya agregat yang

digunakan dalam pencampuran sehingga gradasi agregat tidak terpenuhi.

3. Nilai kadar aspal yang digunakan untuk batas tengah yaitu 6,75% dan

batas bawah 7.1%. Untuk jumlah tumbukan 2x55 dan 2x65 diperoleh

stabilitas kecil, Marshall Quotient (MQ) tidak masuk spesifikasi, dan

Voids In The Mix (VIM) besar, untuk jumlah tumbukan 2x85 dan 2x95 diperoleh stabilitas tinggi, Marshall Quotient (MQ) tidak masuk spesifikasi, dan Voids In The Mix (VIM) kecil. Hanya untuk jumlah tumbukan 2x75 yang memenuhi semua parameter marshall.

4. Jumlah tumbukan yang disarankan yang memenuhi semua standart

spesifikasi Bina Marga 2010 dalam penelitian ini yaitu tumbukan 2x75

(43)

5. Tumbukan 2x55 dan 2x65 tidak baik digunakan karena memiliki Voids In The Mix (VIM) besar sehingga menyebabkan tingkat keawetan perkerasan yang buruk, untuk tumbukan 2x85 dan 2x95 tidak baik digunakan karena

memiliki Marshall Quotient (MQ) yang kecil sehingga mengurangi sifat lentur perkerasan.

B. Saran

Saran yang dapat diberikan oleh penulis untuk lebih sempurnanya penelitian

yang akan datang, yaitu:

1. Penetapan nilai konstanta (K) untuk campuran AC-WC dalam perhitungan

kadar aspal rencana diambil yang maksimum.

2. Perlu dibersihkannya agregat sebelum dilakukan penimbangan berat

agregat untuk pencampuran.

3. Perlu melakukan kontrol suhu lebih teliti saat pencampuran dan pemadatan

campuran aspal.

4. Perlu adanya pengaturan jadwal yang tetap bagi mahasiswa yang sedang

praktikum, mahasiswa yang sedang penelitian dan pihak-pihak lain dari

luar.

5. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan menambah variasi jumlah

tumbukan untuk mendapatkan jumlah tumbukan optimum dalam

(44)

DAFTAR PUSTAKA

.1990. Metode Pengujian Berat jenis dan Penyerapan Agregat Halus.

SNI 03-1970-1990. Badan Standarisasi Nasional (BSN) Indonesia. .1991. Metode Pengujian Berat jenis Aspal Padat. SNI 06-2441-1991.

Badan Standarisasi Nasional (BSN) Indonesia.

.1999. Pedoman Perencanaan Campuran Beraspal Panas Dengan Pendekatan Kepadatan Mutlak. Jakarta. PT. Mediatama Saptakarya (PT. Medisa). 82 hlm.

.2008. Pengujian Berat Jenis Penyerapan Agregat Kasar. SNI 1969- 2008. Badan Standarisasi Nasional (BSN) Indonesia.

.2010. Dokumen Pelelangan Nasional Pekerjaan Jasa Pelaksanaan Konstruksi (Pemborongan) Untuk Kontrak Harga Satuan BAB VII Spesifikasi Umum Devisi 6 Perkerasan Aspal. Repunlik Indonesia Kementerian Pekerjaan Umum Direktorat Jendral Bina Marga. Jakarta.

.2012. Format Penulisan Karya Ilmiah. Universitas Lampung. Bandar

Lampung. 60 hlm.

.2012. Panduan Praktikum Pelaksanaan Perkerasan Jalan (PPJ). Laboratorium Inti Jalan Raya Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Lampung. Bandar Lampung. 59 hlm.

Amal , Andi Saiful. 2010. Variasi Jumlah Tumbukan Pada Campuran beton Aspal Terhadap Nilai Density Dan Void In The Mix (Tesis). Universitas Muhammadiyah Malang . Malang.

Sastra, Hadi. 2009.

Pengaruh Variasi Jumlah Tumbukan Pada Lapisan Aspal Buton Beragregat (LASBUTAH) dengan Modifikasi Campuran Dingin

(COLD MIX) Dengan Modifier Pertamax Terhadap Karakteristik

(45)

Sukirman, Silvia. 1999. Perkerasan Lentur Jalan Raya. Bandung. Nova. 239 hlm.

Sukirman, Silvia. 2010. Perencanaan Tebal Struktur Perkerasan Lentur.

Bandung. Nova. 244 hlm.

(46)
(47)
(48)
(49)
(50)
(51)
(52)
(53)
(54)
(55)
(56)
(57)
(58)
(59)
(60)
(61)
(62)
(63)
(64)
(65)
(66)
(67)
(68)
(69)
(70)
(71)
(72)
(73)
(74)
(75)
(76)
(77)
(78)
(79)
(80)
(81)
(82)
(83)
(84)
(85)
(86)
(87)
(88)
(89)
(90)
(91)
(92)
(93)
(94)
(95)
(96)

Gambar

Tabel 1. Ketentuan sifat – sifat campuran laston (AC).
Gambar 1. Grafik laston Asphalt Concrete-Wearing Course (AC-WC)bergradasi halus dan bergradasi kasar
Tabel 4. Ketentuan agregat halus.
Tabel 5. Spesifikasi aspal keras pen 60/70
+7

Referensi

Dokumen terkait

Untuk itu perlu dilakukan penelitian tentang pengaruh penuaan yang bertujuan untuk mengetahui penuaan pada campuran aspal AC-WC gradasi kasar dilihat dari

Penelitian dengan judul “ Pemanfaatan Limbah Beton Sebagai Pengganti Agregat Kasar pada Campuran Asphalt Concrete-Wearing Course Gradasi Kasar ” merupakan penelitian yang

Judul Pengaruh Penuaan Perkerasan Terhadap Karakteristik Asphalt Concrete Wearing Course (AC–WC) Menggunakan Spesifikasi Bina Marga 2010 Pengaruh Temperatur Pemadatan Pada

Laporan proyek akhir berjudul ” Penggunaan Perkerasan Aspal Recycling pada Campuran Asphalt Concrete-Wearing Course (AC-WC) terhadap Stabilitas Campuran Laston “ telah

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh variasi suhu pada proses pencampuran terhadap lapis aspal beton AC-WC ( Asphalt Concrete-Wearing Course ) gradasi

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hasil perbandingan kadar Aspal Hasil ektraksi aspal campuran AC-WC gradasi kasar antara Job Mix Design yang berasal dari Asphal

Optimalisasi Penggunaan Reclaimed Asphalt Pavement (RAP) sebagai Bahan Campuran Beraspal Panas (Asphaltic Concrete) Tipe AC-Wearing Course (AC- WC) Gradasi Halus dengan

Gradasi argegat campuran yang digunakan dalam penelitian ini adalah Lapis Aspal Beton AC-BC gradasi halus dengan gradasi batas tengah dan gradasi batas bawah