PENGARUH SUHU PIROLISIS TERHADAP SENYAWA
POLYCYCLIC AROMATIC HYDROCARBON (PAH)
DAN ASAM ORGANIK DARI ASAP CAIR
CANGKANG KELAPA SAWIT
SKRIPSI
FADIL RAHMAD SIREGAR
110822027
DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS METEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
PENGARUH SUHU PIROLISIS TERHADAP SENYAWA
POLYCYCLIC AROMATIC HYDROCARBON (PAH) DAN ASAM
ORGANIK DARI ASAP CAIR CANGKANG KELAPA SAWIT
SKRIPSI
Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai
gelas Sarjana Sains
FADIL RAHMAD SIREGAR
110822027
DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS METEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
PERSETUJUAN
Judul : PENGARUH SUHU PIROLISIS TERHADAP
SENYAWA POLYCYCLIC AROMATIC
HYDROCARBON (PAH) DAN ASAM ORGANIK DARI ASAP CAIR CANGKANG KELAPA SAWIT
Kategori : SKRIPSI
Nama : FADIL RAHMAD SIREGAR
Nomor Induk Mahasiswa : 110822027
Program Studi : EKSTENSI (S1) KIMIA
Departemen : KIMIA
Fakultas : MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN
ALAM (FMIPA) UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
PERNYATAAN
PENGARUH SUHU PIROLISIS TERHADAP SENYAWA POLYCYCLIC
AROMATIC HYDROCARBON (PAH) DAN ASAM ORGANIK DARI ASAP CAIR CANGKANG KELAPA SAWIT
SKRIPSI
Saya mengaku bahwa skripsi ini adalah hasil kerja saya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.
Medan, Juli 2013
PENGHARGAAN
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi ini. Adapun skripsi ini disusun merupakan salah satu persyaratan untuk meraih gelar Sarjana Sains Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sumatera Utara.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan rasa terima kasih yang tiada terhingga dan kasih sayang yang tulus kepada Ayahanda Amran Siregar dan Ibunda tercinta Hj. Hamidah Lubis serta Abang-abang saya yang selama ini selalu sabar dan mendo’akan, memberi perhatian serta dukungan dan bantuan moril juga material yang telah diberikan kepada penulis.
Selanjutnya keberhasilan dari penulisan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak yang terlibat secara langsung maupun tidak langsung dan telah memberikan dukungan baik secara moril maupun materil. Dalam kesempatan ini dengan segala kerendahan hati penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Bapak Prof.Dr.Thamrin,M.Sc selaku dosen pembimbing I dan Bapak Prof. Basuki Wirjosentono, MS, Ph.D selaku dosen pembimbing II yang telah dengan sabar meluangkan waktu, tenaga, dan pikirannya serta memberikan masukan, saran, dan petunjuk kepada penulis dalam melakukan penelitian dan penyusunan skripsi ini. 2. Ibu Dr. Rumondang Bulan, MS dan Bapak Drs. Albert Pasaribu, M.Sc selaku
ketua dan sekertaris Departemen Kimia FMIPA USU.
3. Bapak dan Ibu staf pengajar Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara khususnya Jurusan Kimia yang telah membantu penulis selama mengikuti perkuliahan.
4. Seluruh rekan-rekan Asisten dan pegawai Laboratorium Kimia Fisika dan Polimer FMIPA USU serta Laboratorium Bengkel Mekanik POLMED USU 5. Sahabatku yang sangat baik Sri Sepadany yang selalu mengerti, membantu, dan
berbagi dalam suka dan duka dalam penyusunan skripsi ini.
6. Teman-teman stambuk 2011, rika silvany, silvi yuliani, fairuz fauza, rizka meliala, yang telah berbagi banyak ilmu yang bermanfaat.
PENGARUH SUHU PIROLISIS TERHADAP SENYAWA POLYCYCLIC AROMATIC HYDROCARBON (PAH)
DAN ASAM ORGANIK DARI ASAP CAIR CANGKANG KELAPA SAWIT
ABSTRAK
Telah dilakukan penelitian pengaruh suhu pirolisis asap cair cangkang kelapa sawit pada suhu 600 0C - 950 0C dengan interval suhu 50 0C menggunakan Kromatografi Gas Spektrometri Massa (GC-MS) dan Infra Merah Transformasi Fourier (FTIR) terhadap senyawa polycyclic aromatic hydrokarbon (PAH) dan asam organik. Hasil analisis dengan menggunakan Kromatografi Gas Spektrometri Massa (GC-MS) dan Infra Merah Transformasi Fourier (FTIR) menunjukkan tidak ada ditemukan senyawa polycyclic aromatic hydrokarbon (PAH). Akan tetapi hasil analisis tersebut menunjukkan adanya senyawa-senyawa asam organik seperti asam asetat dan asam propanoat. Dimana dengan semakin meningkatnya suhu pirolisis maka kadar senyawa-senyawa asam organik tersebut semakin meningkat.
THE INFLUENCE OF PYROLYSIS TEMPERATURE ON POLYCYCLIC AROMATIC HYDROCARBON COMPOUNDS AND ORGANIC ACIDS
FROM PALM OIL SHELL LIQUID SMOKE
ABSTRACT
Has done research into the effect of pyrolysis temperature liquid smoke palm oil shells at a temperature of 600 0C - 950 0C with temperature interval 50 0C, using Gas Chromatography Mass Spectrometry (GC-MS) and Fourier Transform Infrared (FTIR) for polycyclic aromatic hydrocarbon compounds (PAH) and organic acids. Results of analysis using Gas Chromatography Mass Spectrometry (GC-MS) and Fourier Transform Infrared (FTIR) showed no found polycyclic aromatic hydrocarbons (PAH) compounds. However, the results of this analysis indicate the presence of organic acid compounds such as acetic acid and propanoic acid. Where the pyrolysis temperature increasing the content of organic acid compounds is increasing.
DAFTAR ISI
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
2.8. Polisiklik Aromatis Hidrokarbon 15
2.9. Asam Organik 17
2.10. Gas Chromatografy Mass Spectrofotometry 18
BAB 3. BAHAN DAN METODE PENELITIAN
3.1. Alat-alat 20
3.2. Bahan-bahan 20
3.3. Metode Penelitian 20
3.3.1. Penyediaan Bahan Baku 20
3.3.2. Proses Pembuatan Asap Cair dari Cangkang Sawit 21
3.4. Skema Pengambilan Data 21
3.4.1. Penyediaan Bahan Baku 21
3.4.2. Proses Pembuatan Asap Cair dari Cangkang Sawit 22
BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil 23
4.1.1. Identifikasi Kandungan Senyawa Asap Cair Menggunakan Gas Chromatografi Mass Spectra (GCMS) 24 4.1.2. Identifikasi Kandungan Senyawa Asap Cair Menggunakan
Inframerah Transformasi Fourier (FTIR) 29
4.2. Pembahasan
4.2.1. Hubungan Kenaikan Suhu dengan Volume Asap Cair 33 4.2.2. Hubungan Kenaikan Suhu dengan Pembentukan Asam-Asam
Organik 34
4.2.3. Hubungan Kenaikan Suhu dengan Pembentukan Fenol 35 4.2.4. Senyawa PAH maupun turunannya dalam Asap Cair 36
BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan 38
5.2. Saran 38
DAFTAR PUSTAKA 39
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1. Senyawa Polisiklik Aromatik Hidrokarbon yang Bersifat
Karsinogenik dan Faktor Potensi Relatif Karsinogenitasnya 16 Tabel 4.1. Volume Asap Cair Pada Berbagai Suhu Pirolisi Cangkang Sawit 23 Tabel 4.2. Data Senyawa Analisa Asap Cair Cangkang Sawit Pada
Suhu ±600 oC menggunakan GCMS 25 Tabel 4.3. Data Senyawa Analisa Asap Cair Cangkang Sawit Pada
Suhu ±750 oC menggunakan GCMS 27 Tabel 4.4. Data Senyawa Analisa Asap Cair Cangkang Sawit Pada
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1. Alat Untuk membuat Asap Cair 9
Gambar 2.2. Struktur dan Pirolisis Selulosa 12
Gambar 4.1. Kromatogram Hasil Analisa GCMS Asap Cair Cangkang Sawit
Pada Suhu ±600 oC 24
Gambar 4.2. Kromatogram Hasil Analisa GCMS Asap Cair Cangkang Sawit
Pada Suhu ±750 oC 26
Gambar 4.3. Kromatogram Hasil Analisa GCMS Asap Cair Cangkang Sawit
Pada Suhu ±900 oC 28
Gambar 4.4. Spectrum Hasil analisa FTIR Asap Cair Cangkang Sawit
Pada Suhu ±600 oC 30
Gambar 4.5. Spectrum Hasil analisa FTIR Asap Cair Cangkang Sawit
Pada Suhu ±750 oC 31
Gambar 4.6. Spectrum Hasil analisa FTIR Asap Cair Cangkang Sawit
Pada Suhu ±900 oC 32
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Gambar Alat Reaktor Pirolisa 42
Lampiran 2. Spektra Puncak 6 pada Kromatogram Hasil Analisa Asap Cair Cangkang Kelapa Sawit Suhu ±600oC 43 Lampiran 3. Spektra Puncak 9 pada Kromatogram Hasil Analisa Asap
Cair Cangkang Kelapa Sawit Suhu ±600oC 44 Lampiran 4. Spektra Puncak 10 pada Kromatogram Hasil Analisa Asap
Cair Cangkang Kelapa Sawit Suhu ±600oC 45 Lampiran 5. Spektra Puncak 3 pada Kromatogram Hasil Analisa Asap
Cair Cangkang Kelapa Sawit Suhu ±750oC 46 Lampiran 6. Spektra Puncak 5 pada Kromatogram Hasil Analisa Asap
Cair Cangkang Kelapa Sawit Suhu ±750oC 47 Lampiran 7. Spektra Puncak 3 pada Kromatogram Hasil Analisa Asap
Cair Cangkang Kelapa Sawit Suhu ±900oC 48 Lampiran 8. Spektra Puncak 5 pada Kromatogram Hasil Analisa Asap Cair
DAFTAR SINGKATAN
GCMS = Gas Chromatografi Mass Spectra
FTIR = Fourier Transformasi Infra Red
PAH = Polycyclic Aromatic Hydrocarbon
PENGARUH SUHU PIROLISIS TERHADAP SENYAWA POLYCYCLIC AROMATIC HYDROCARBON (PAH)
DAN ASAM ORGANIK DARI ASAP CAIR CANGKANG KELAPA SAWIT
ABSTRAK
Telah dilakukan penelitian pengaruh suhu pirolisis asap cair cangkang kelapa sawit pada suhu 600 0C - 950 0C dengan interval suhu 50 0C menggunakan Kromatografi Gas Spektrometri Massa (GC-MS) dan Infra Merah Transformasi Fourier (FTIR) terhadap senyawa polycyclic aromatic hydrokarbon (PAH) dan asam organik. Hasil analisis dengan menggunakan Kromatografi Gas Spektrometri Massa (GC-MS) dan Infra Merah Transformasi Fourier (FTIR) menunjukkan tidak ada ditemukan senyawa polycyclic aromatic hydrokarbon (PAH). Akan tetapi hasil analisis tersebut menunjukkan adanya senyawa-senyawa asam organik seperti asam asetat dan asam propanoat. Dimana dengan semakin meningkatnya suhu pirolisis maka kadar senyawa-senyawa asam organik tersebut semakin meningkat.
THE INFLUENCE OF PYROLYSIS TEMPERATURE ON POLYCYCLIC AROMATIC HYDROCARBON COMPOUNDS AND ORGANIC ACIDS
FROM PALM OIL SHELL LIQUID SMOKE
ABSTRACT
Has done research into the effect of pyrolysis temperature liquid smoke palm oil shells at a temperature of 600 0C - 950 0C with temperature interval 50 0C, using Gas Chromatography Mass Spectrometry (GC-MS) and Fourier Transform Infrared (FTIR) for polycyclic aromatic hydrocarbon compounds (PAH) and organic acids. Results of analysis using Gas Chromatography Mass Spectrometry (GC-MS) and Fourier Transform Infrared (FTIR) showed no found polycyclic aromatic hydrocarbons (PAH) compounds. However, the results of this analysis indicate the presence of organic acid compounds such as acetic acid and propanoic acid. Where the pyrolysis temperature increasing the content of organic acid compounds is increasing.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG
Pengawet pada produk makanan atau minuman sudah menjadi bagian yang
tidak terpisahkan di dalam industri makanan. Apalagi perkembangan zaman menuntut
produk makanan dan minuman yang serba praktis, tahan lama dan memiliki tampilan
menarik. Solusi yang dilakukan industri pangan adalah menambahkan bahan
pengawet agar kualitas produk meningkat dan tahan lama.
Kualitas makanan ditentukan oleh cita rasa, tekstur, warna dan nilai gizi.
Untuk meningkatkan kualitas mutu nilai pangan, pengawetan makanan bisa
meningkatkan kualitas produk makanan. Seperti pada tujuan menambahkan pengawet
makanan adalah memperpanjang daya simpan dengan cara mencegah pertumbuhan
mikroorganisme pembusuk. Banyak cara memperoleh pengawet makanan yang
ditempuh oleh berbagai pelaku industri makanan, namun atas dasar kepentingan
ekonomi, dimana pengawet makanan yang dihasilkan adalah yang berbahan murah
sehingga dapat menekan biaya operasional industri makanan, namun tidak jarang
pengawet makanan yang dipilih adalah yang berbahaya bagi kesehatan manusia.
Beberapa pengawet makanan yang alami yang dapat diperoleh dari bahan organik
dapat dilakukan, dan tentunya aman bagi kesehatan konsumen, salahsatunya adalah
dengan asap cair. Pengembangan asap cair di Indonesia tentu sangat potensial,
dikarenakan bahan dasar pembuatnya adalah limbah biomassa yang sebenarnya cukup
banyak di Indonesia.
Asap cair adalah bahan pengawet yang diperoleh dari hasil kondensasi asap
pada proses pirolisis konstituen kayu seperti selulosa, hemiselulosa, dan lignin.
asam, furan, alkohol, ester, lakton, dan hidrokarbon polisiklik aromatik (HPA). Dua
senyawa dominan yang berperan sebagai bakteriostatik adalah fenol dan asam-asam
organik yang mampu mengontrol pertumbuhan bakteri. Fenol diperoleh dari hasil
pirolisis lignin, sedangkan asam-asam organik dari hasil pirolisis selulosa dan
hemiselulosa (Kartika, 2009).
Lebih lanjut dikemukakan bahwa proses pirolisis untuk pembuatan asap cair
dapat memakai bahan baku berbagai macam jenis kayu, bongkol kelapa sawit,
tempurung kelapa, sekam, ampas atau serbuk gergaji kayu dan lain sebagainya.
Selama pembakaran, komponen dari kayu akan mengalami pembakaran tidak
sempurna menghasilkan berbagai macam senyawa antara lain fenol, karbonil, asam,
furan, alkohol, lakton, hidrokarbon, polisiklik aromatik dan lain sebagainya. Asap
merupakan sistem kompleks yang terdiri dari fase cairan terdispersi dan medium gas
sebagai pendispersi. Reaksi–reaksi yang terjadi dalam proses pirolisis antara lain:
dekomposisi konstituen polimer menjadi senyawa organik dengan berat molekul
rendah karena pengaruh panas yang meliputi reaksi oksidasi, polimerisasi dan
kondensasi. (Tranggono dkk dalam Mansur, 2009).
Sebagai negara agraris yang terletak di daerah tropis, Indonesia memiliki
limbah industri yang berupa biomassa .Limbah biomassa ini cukup melimpah dan
sangat beraneka ragam yang berasal dari pertanian, pengolahan hutan maupun
tanaman yang tumbuh liar. Limbah biomassa ini sebenarnya memiliki potensi yang
besar untuk diolah menjadi bahan bakar terbarukan, makanan, pakan ternak, bahan
kimia antara maupun produk lain yang lebih bernilai jual.
Untuk dapat menggali potensi biomassa, diperlukan kemampuan untuk dapat
mengekstraks karbohidrat, minyak, lignin, dan bahan-bahan lain yang terkandung
dalam yang terkandung dalam biomassa dan mengubahnya menjadi berbagai produk
seperti bahan bakar maupun bahan kimia lain yang bernilai tinggi (Holladay, 2007)
Salah satu limbah biomassa yang menjadi fokus penelitian ini yang
dikembangkan menjadi bahan baku pembuatan asap cair adalah cangkang kelapa
dari industri pengolahan kelapa sawit, yang saat ini masih menimbulkan permasalahan
bagi lingkungan hidup. Hal ini disebabkan karena limbah ini diproduksi dalam jumlah
besar dan sukar terdegradasi atau terurai secara alami di lingkungan. Cangkang kelapa
sawit mengandung lignin (29,4%), hemiselulosa (27,7%), selulosa (26,6%), air
(8,0%), komponen ekstraktif (4,2%), abu (0,6%). Oleh karena itu, limbah ini sangat
berpotensi jika dikembangkan menjadi produk-produk yang bermanfaat dan memberi
nilai tambah dari aspek ekonomi serta ramah lingkungan. (Prananta, 2009)
Beberapa peneliti terkini mengenai asap cair telah maju dan berkembang lebih
jauh yaitu pemanfatan asap cair dalam berbagai keperluan. Salah satu pemanfatan dari
asap cair yang menarik untuk dikaji adalah dalam pengawetan ikan, atau yang sering
disebut pengasapan ikan. Penemuan A. S. Pimentaa, B. R. Vitala, J. M. Bayonabr*
and R. Alzagab 29 Januari 1998 mengenai senyawa Hidrokarbon Polisiklik Aromatik
(HPA) dari bahan Eucalyptus Grandis yang menyimpulkan bahwa senyawa ini sangat
dimungkinkan untuk dimanfaatkan sebagai energi alternatif. Selain itu F. Chinnici_,
N. Natali, U. Spinabelli, C. Riponi pada tanggal 9 November 2006 dari Departement
Science University Degli Bologna, Italy, telah meneliti senyawa yang sama dari asap
cair menggunakan bahan baku kayu.
Beberapa penelitian yang relevan tentang asap cair sebelumnya masih
menemukan senyawa-senyawa berbahaya seperti adanya tar dan PAH, misalnya pada
penelitian Sri Sunarsih, dkk (2012) tentang Pengaruh Suhu, Waktu Dan Kadar Air
Pada Pembuatan Asap Cair Dari Limbah Padat Pati Aren (Studi Kasus Pada Sentra
Industri Sohun Dukuh Bendo, Daleman, Tulung, Klaten), dimana proses pirolisis
dalam penelitian tersebut berlangsung hingga suhu 4000C, dan masih ditemukannya beberapa senyawa berbahaya seperti tar dan PAH, oleh karenanya pada penelitian
selanjutnya penting melakukan pirolisis pada suhu dimana senyawa-senyawa
berbahaya tersebut tidak dijumpai lagi.
Bertitik tolak dari yang telah dikemukakan di atas inilah, mendorong penulis
untuk melakukan studi tentang penelitian asap cair dari cangkang kelapa sawit dengan
cair yang memiliki zat antibakteri, antioksidan dan penahan citra rasa yang baik dan
juga dapat menghindarkan terbentuknya senyawa-senyawa berbahaya.
1.2. Permasalahan
Dalam penelitian ini yang menjadi permasalahan adalah :
1. Bagaimana pengaruh suhu pirolisis terhadap terbentuknya senyawa PAH yang
bersifat karsinogenik.
2. Bagaimana pengaruh suhu pirolisis terhadap terbentuknya volume asap cair.
3. Bagaimana pengaruh suhu pirolisis terhadap terbentuknya senyawa asam-asam
organik yang berfungsi sebagai antibakteri.
1.3. Pembatasan Masalah
1. Suhu pemanasan yang digunakan untuk menghasilkan asap cair dilakukan
pada suhu 600 oC sampai 900 oC.
2. Analisa senyawa polisiklik aromatik hidrokarbon dan asam-asam organik
dilakukan menggunakan gas kromatografi mass spectran (GCMS) dan FT-IR.
1.4. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui bagaimana pengaruh suhu pirolisis terhadap senyawa
polisiklik aromatik hidrokarbon (PAH) dan asam-asam organik yang
terbentuk.
2. Untuk mengetahui kandungan senyawa di dalam asap cair cangkang kelapa
1.5. Manfaat Penelitian
Penelitian ini dilakukan untuk memberikan informasi pemanfaatan cangkang sawit
untuk menghasilkan asap cair yang dapat bermanfaat sebagai pengawet yang aman
bagi kesehatan manusia dalam berbagai keperluan seperti bahan pengawet untuk
makanan dan penggumpal lateks.
1.6. Metodologi Penelitian
Dalam pembuatan asap cair, cangkang sawit tersebut dipanaskan dalam tungku
pengarangan dari bahan tahan api pada suhu 600°C sampai 900°C , dimana asap
dialirkan melalui pipa spiral dalam kolom pendingin dan ditampung hasilnya
sebagai asap cair dengan perbedaan suhu penampungan 50 0C, kemudian didestilasi untuk memisahkan tar dari asap cair. Asap cair yang dihasilkan di
analisis dan di identifikasi dengan menggunakan GC-MS dan FTIR.
Variabel-variabel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
- Variabel bebas : suhu pirolisis yang digunakan yaitu 600°C sampai 900°C
- Variabel tetap : cangkang sawit yang digunakan sebanyak 10 Kg
- Variabel terikat : analisa kandungan senyawa polisiklik aromatik
hidrokarbon (PAH) dan asam-asam organik
menggunakan FT-IR dan GC-MS.
1.7.Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan dilaboratorium Bengkel Mekanik Politeknik Medan dan
laboratorium Polimer Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Sumatera Utara serta Analisa GC-MS dilaboratorium Organik
Universitas Gajah Mada sedangkan Analisa FTIR dilakukan di Balai Pengujian
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Cangkang Sawit
Kelapa sawit adalah salah satu komoditi andalan Indonesia yang
perkembangannya demikian pesat. Selain produksi minyak kelapa sawit yang tinggi,
produk samping atau limbah pabrik kelapa sawit juga tinggi. Dengan kondisi yang
semacam itu sebenarnya banyak sekali manfaat yang dapat diperoleh dari
pemanfaatan cangkang sawit tersebut. Salah satunya apabila dilakukan pirolisis
terhadap cangkang sawit tersebut akan diperoleh rendemen berupa asap cair yang
dapat diguakan sebagai biopreservatif baru pengganti presetvatif kimia, arang maupun
tar. Asap cair merupakan hasil kondensasi dari pirolisis kayu yang mengandung
sejumlah besar senyawa yang terbentuk akibat proses pirolisis konstituen kayu seperti
selulosa, hemiselulosa dan lignin. Proses pirolisa melibatkan berbagai proses reaksi
yaitu dekomposisi, oksidasi, polimerisasi, dan kondensasi (Anonymous, 2006).
Cangkang kelapa sawit merupakan salah satu jenis limbah padat hasil samping
dari industri pengolahan kelapa sawit, yang saat ini masih menimbulkan permasalahan
bagi lingkungan hidup. Hal ini disebabkan karena limbah ini diproduksi dalam jumlah
besar dan sukar terdegradasi atau terurai secara alami di lingkungan. Cangkang kelapa
sawit mengandung lignin (29,4%), hemiselulosa (27,7%), selulosa (26,6%), air
(8,0%), komponen ekstraktif (4,2%), abu (0,6%). Oleh karena itu, limbah ini sangat
berpotensi jika dikembangkan menjadi produk-produk yang bermanfaat dan memberi
2.2. Pengawetan
Pengawetan adalah suatu teknik atau tindakan yang digunakan oleh manusia
pada bahan pangan sedemikian rupa, sehingga bahan tersebut tidak mudah rusak.
Istilah awet merupakan pengertian relatif terhadap daya awet alamiah dalam kondisi
yang normal. Bahan pangan dapat diawetkan dalam keadaan segar atau berupa bahan
olahan (Imam,S.2008).
Menurut Boedihardjo dalam Imam (2008) tujuan para pembuat makanan
mengawetkan produknya, antara lain karena daya tahan kebanyakan makanan
memang sangat terbatas dan mudah rusak (perishable), dengan pengawetan makanan dapat disimpan lebih lama sehingga menguntungkan pedagang, beberapa zat pengawet
berfungsi sebagai penambah daya tarik makanan yang membuat konsumen ingin
membelinya. Selain itu, fungsi pengawet yang terpenting adalah untuk menekan
pertumbuhan mikroorganisme yang merugikan, menghindarkan oksidasi makanan
sekaligus menjaga nilai gizi makanan.
2.3. Asap Cair Sebagai Pengawet Makanan
Asap cair (liquid smoke) merupakan suatu hasil
dar
yang banyak mengandung
(Darmadji, P. 2002). Sedangkan Asap cair menurut Girrard, 1992 cit Prananta, 2007 merupakan cairan kondensat uap asap hasil pirolisis kayu yang mengandung senyawa
penyusun utama asam, fenol dan karbonil sebagai hasil degradasi termal komponen
selulosa, hemiselulosa dan lignin. Senyawa asam, fenol dan karbonil dalam asap cair
tersebut memiliki kontribusi dalam memberikan sifat karakteristik aroma, warna dan
flavor dan juga sebagai antioksidan dan antimikroba.
Asap cair mengandung komponen-komponen yang bersifat bakteristatis dan
asap mengendap pada permukaan atau meresap ke dalam bahan yang diasap. Senyawa
yang sangat berperan sebagai antimikrobial adalah senyawa fenol dan asam asetat, dan
peranannya semakin meningkat apabila kedua senyawa tersebut ada besama-sama
(Darmadji, 1995).
Asap memiliki kemampuan untuk megawetkan bahan makanan karena adanya
senyawa asam, fenolat dan karbonil. Seperti yang dilaporkan Darmadji dan Triyudiana
(2006) yang menyatakan bahwa pirolisis tempurung kelapa menghasilkan asap cair
dengan kandungan senyawa fenol sebesar 4,13%, karbonil 11,3 % dan asam 10,2%.
Selain fenol, senyawa aldehid, aseton dan keton juga memiliki daya
bakteriostatik dan bakteriosidal pada produk asap. Girrard (1992) menyatakan bahwa
asap dalam bentuk cair berpengaruh terhadap keseluruhan jumlah asam dalam
kondensat asap, yaitu mencapai 40% dengan 35 jenis asam. Kandungan asam yang
mudah menguap dalam asap akan menurunkan pH, sehingga dapat memperlambat
pertumbuhanmikroorganisme (Buckle et al., 1987).
2.4. Pembuatan Asap Cair
Prinsip utama dalam pembuatan asap cair sebagai bahan pengawet adalah
dengan mendestilasi asap yang dikeluarkan oleh bahan berkarbon dan diendapkan
dengan destilasi multi tahap untuk mengendapkan komponen larut. Untuk
menghasilkan asap yang baik pada waktu pembakaran sebaiknya menggunakan jenis
kayu keras seperti kayu bakau, rasa mala, serbuk dan serutan kayu jati serta
tempurung kelapa, sehingga diperoleh ikan asap yang baik (Tranggono dkk, 1997).
Menurut Pakan (2005), alat pembuat asap cair dapat dibuat dari dua bahan
drum yang dihubungkan oleh pipa, berfungsi mengalirkan asap dari drum tempat
dihasilkan asap cair. Drum yang berfungsi sebagai pendingin diisi dengan air untuk
membantu proses pendinginan asap.
Gambar. 2.1. Alat Untuk membuat Asap Cair.
Keterangan :
1. Drum Pemanasan serbuk kayu
2. Tutup yang dapat dibuka
3. Pipa penghubung (tempat mengalirnya asap)
4. Drum pendingin asap
5. Pipa Spiral
6. Saluran keluarnya asap cair
7. Saluran pemasukan air
8. Saluran pengeluaran air
9. Penyangga
Asap cair diproduksi dengan cara pembakaran tidak sempurna yang
melibatkan reaksi dekomposisi konstituen polimer menjadi senyawa organic dengan
berat molekul rendah karena pengaruh panas yang meliputi reaksi oksidasi,
polimerisasi, dan kondensasi (Girrard, 1992). Media pendingin yang digunakan pada
kondensor adalah air yang dialirkan melalui pipa inlet yang keluar dari hasil pembakaran tidak sempurna kemudian dialirkan melewati kondensor dan
dikondensasikan menjadi distilat asap (Hanendoyo, 2005). Asap cair pertama kali
diproduksi pada tahun 1980 oleh sebuah pabrik farmasi di Kansas City, dikembangkan
dengan metode distilasi kayu asap. Saat ini asap cair yang beredar di pasaran adalah
asap cair yang telah dipisahkan dari komponen tar. Di dalam tar terkandung senyawa
Polisiklik Aromatik Hidrokarbon (PAH) yang karsinogenik terhadap manusia. Cara
pemisahan komponen tar dari asap cair dilakukan dengan cara mengekstrak kondensat
hasil pirolisis dengan menggunakan pelarut antara lain gugus CO, propane, metana,
etilen, methanol, air dan campuran dari satu atau lebih komponen tersebut (Pszczola,
1995).
Pengasapan cair dilakukan dengan merendam produk pada asap yang sudah
dicairkan melalui proses pirolisis. Proses selanjutnya yaitu pirolisa selulosa
menghasilkan senyawa asam asetat dan senyawa karbonil seperti
dan
bersama dengan homolog dan derivatnya (Maga, 1988).
2.5. Kandungan Asap Cair
Tranggono dkk (1996) menyatakan bahwa asap cair mengandung senyawa
fenol 2,10-5,13% dan dikatakan juga bahwa asap cair tempurung kelapa memiliki 7
macam senyawa dominan yaitu fenol, 3-metil-1, siklopentadion, metoksifenol,
2-metoksi-4 metilfenol, 2,6-dimetoksifenol, 4 etil-2- metoksifenol dan
2,5-dimetoksi-benzilalkohol. Fraksi netral dari asap kayu juga mengandung fenol yang juga dapat
berperan sebagai antioksidan seperti guaikol (2-metoksi fenol) dan siringol
(1,6-dimetoksi fenol).
Girrard (1992) melaporkan bahwa komponen terdeteksi di dalam asap
dikelompokkan menjadi beberapa golongan yaitu:
Fenol, 85 macam diidentifikasi dalam kondensat dan 20 macam dalam produksi
Asam-asam 35 macam diidentifikasi dalam kondensat. Furan, 11 macam Alkohol dan
ester, 15 macam diidentifikasi dalam kondensat. Lakton, 13 macam. Hidrokarbon
alifatis 1 macam, diidentifikasi dalam kondensat dan 20 macam dalam produksi
asapan. Poli Aromatik Hidrokarbon (PAH) 47 macam diidentifikasi dalam kondensat
dan 20 macam dalam produksi asapan.
Asap cair memiliki banyak komponen, berikut komponen-komponen penyusun asap
cair yang meliput i:
2.5.1 Senyawa-senyawa fenol
Senyawa fenol diduga berperan sebagai antioksidan sehingga dapat memperpanjang
masa simpan produk asapan. Kandungan senyawa fenol dalam asap sangat tergantung
pada temperatur pirolisis kayu. Menurut Girrard (1992), kuantitas fenol pada kayu
sangat bervariasi yaitu antara 10-200 mg/kg Beberapa jenis fenol yang biasanya
terdapat dalam produk asapan adalah guaiakol, dan siringol.
Senyawa-senyawa fenol yang terdapat dalam asap kayu umumnya hidrokarbon
aromatik yang tersusun dari cincin benzena dengan sejumlah gugus hidroksil yang
terikat. Senyawa-senyawa fenol ini juga dapat mengikat gugus-gugus lain seperti
aldehid, keton, asam dan ester (Maga, 1987).
2.5.2 Senyawa-senyawa karbonil
Senyawa-senyawa karbonil dalam asap memiliki peranan pada pewarnaan dan citarasa
produk asapan. Golongan senyawa ini mepunyai aroma seperti aroma karamel yang
unik. Jenis senyawa karbonil yang terdapat dalam asap cair antara lain adalah vanilin
dan siring aldehida.
2.5.3 Senyawa-senyawa asam
Senyawa-senyawa asam mempunyai peranan sebagai antibakteri dan membentuk
citarasa produk asapan. Senyawa asam ini antara lain adalah asam asetat, propionat,
2.5.4 Senyawa hidrokarbon polisiklis aromatis
Senyawa hidrokarbon polisiklis aromatis (HPA) dapat terbentuk pada proses pirolisis
kayu.Senyawa hidrokarbon aromatik seperti benzo(a)pirena merupakan senyawa yang
memiliki pengaruh buruk karena bersifat karsinogen (Girrard, 1992).
Girrard (1992) menyatakan bahwa pembentukan berbagai senyawa HPA selama
pembuatan asap tergantung dari beberapa hal, seperti temperatur pirolisis, waktu dan
kelembaban udara pada proses pembuatan asap serta kandungan udara dalam kayu.
Dikatakan juga bahwa semua proses yang menyebabkan terpisahnya partikel-partikel
besar dari asap akan menurunkan kadar benzo(a)pirena. Proses tersebut antara lain
adalah pengendapan dan penyaringan.
2.5.5 Senyawa benzo(a)pirena
Senyawa hidrokarbon seperti benzopyrene merupakan senyawa yang memiliki pengaruh buruk karena bersifat karsinogen. Benzo(a)pirena mempunyai titik didih
310 oC dan dapat menyebabkan kanker kulit jika dioleskan langsung pada permukaan kulit. Akan tetapi proses yang terjadi memerlukan waktu yang lama (Girrard, 1992 cit Prananta, 2007).
2.6. Proses Pirolisis
Adapun pada proses pirolisis cangkang sawit dalam pembuatan asap cair
adalah sebagai berikut :
2.6.1. Pirolisis Selulosa
Selulosa adalah makromolekul yang dihasilkan dari kondensasi linier struktur
heterosiklis molekul glukosa. Selulosa terdiri dari 100 – 1000 unit glukosa.
Selulosa terdekomposisi pada temperatur 280 – 350oC. Girard (1992) menyatakan bahwa pirolisis selulosa berlangsung dalam dua tahap yaitu :
a. Tahap pertama adalah reaksi hidrolisis menghasilkan glukosa
b. Tahap kedua merupakan reaksi yang menghasilkan asam asetat dan
CH2OH OH CH2OH OH
Gambar 2.2. Struktur dan Pirolisis Selulosa (Girard, 1992)
2.6.2. Pirolisis Hemiselulosa
Hemiselulosa merupakan polimer dari beberapa monosakarida seperti
pentosan (C5H8O4) dan heksosan (C6H10O5). Pirolisis pentosan menghasilkan
furfural, furan, dan derivatnya beserta satu seri panjang asam-asam
karboksilat. Pirolisis heksosan terutama menghasilkan asam asetat dan
homolognya. Hemiselulosa akan terdekomposisi pada temperatur 200 – 250oC.
2.6.3. Pirolisis Lignin
Lignin merupakan sebuah polimer kompleks yang mempunyai berat molekul
tinggi dan tersusun atas unit-unit fenil propana. Senyawa-senyawa yang
diperoleh dari pirolisis struktur dasar lignin berperan penting dalam
memberikan aroma asap produk asapan. Senyawa ini adalah fenol, eter fenol,
seperti guaiakol dan siringol dan homolognya beserta derivatnya. (Girard,
1992 dalam Endah Himawati, 2010).
2.7. Manfaat Kegunaan Asap Cair
Menurut wastono (2006) asap cair (liquid smoke) dari distilat tempurung kelapa dapat digunakan sebagai pengawet karena adanya senyawa asam, fenolat dan
karbonil yang memiliki kemampuan mengawetkan makanan. Asap cair dapat juga
digunakan sebagai fungisida untuk penanggulangan serangan patogen penyebab
penyakit pasca panen hortikultura yang berperan sebagai desinfektan untuk mencegah
serangan penyakit pasca panen pada buah-buahan.
Asap cair yang diperoleh dari tahap destilasi pertama atau grade 2 dapat
digunakan untuk mengawetkan ikan. Namun, untuk membuat pengawet makanan
dibutuhkan tahap lebih lanjut penyaringan dengan zeolit dan karbon aktif. Selama
pembuatannya, asap cair mempunyai beberapa kelebihan, yaitu (1) selama
pembuatannya, senyawa Polisiklik Aromatik Hidrokarbon dapat dihilangkan, (2) konsentrasi pemakaian asap cair dapat diatur dan dikontrol serta kualitas produk akhir
menjadi lebih seragam, (3) polusi udara dapat ditekan, dan (4) pemakaian asap cair
lebih mudah (direndam atau disemprotkan ke bahan yang akan diawetkan).
Tingkat asap cair dibedakan menjadi 3 yaitu, grade 3, grade 2, dan grade 1:
2.7.1. Asap cair grade 3
Asap cair grade 3 tidak dapat digunakan untuk pengawet makanan karena masih
banyak mengandung tar karsinogenik. Asap cair grade 3 digunakan pada pengolahan
karet penghilang bau dan pengawet kayu agar tahan dari rayap. Untuk mengawetkan
kayu, 1 cc asap cair grade 3 dilarutkan dalam 300 ml air, semprotkan atau rendam
2.7.2. Asap cair grade 2
Asap cair digunakan untuk mengawetkan makanan dengan rasa asap seperti daging
asap, ikan asap, dan bandeng asap. Untuk mengawetkan ikan, celupkan ikan selama 1
menit yang telah dibersihkan ke dalam 50% asap cair, tambahkan garam. Ikan yang
diawetkan dengan asap cair grade 2 tahan selama 3 hari.
2.7.3. Asap cair grade 1
Asap cair grade 1 digunakan sebagai pengawet makanan seperti bakso, mie, tahu, dan
bumbu-bumbu barbeque. Asap cair grade 1 berwarna kuning bening, rasa sedikit asam, dan beraroma netral. Untuk mengawetkan bakso, 5 – 15 cc asap cair dilarutkan
ke dalam 1 liter air, campurkan larutan tersebut ke dalam 1 kg adonan bakso, mie, atau
tahu. Bakso yang menggunakan pengawet asap cair grade 1 tahan selama 6 hari. Asap
cair yang digunakan untuk pengawet bahan pangan harus bebas dari senyawa-senyawa
berbahaya seperti hidrokarbon aromatic polisiklik (polycyclic aromatic hydrocarbon) atau PAH. Selain itu, asap cair yang digunakan sebagai bahan pangan harus memiliki
rasa atau aroma yang dapat diterima konsumen. (Sumber: ipb.ac.id,
lordbroken.wordpress.com, dan awalsholeh.blogspot.com)
2.8. Polisiklik Aromatis Hidrokarbon
Hidrokarbon Polisiklik Aromatik adalah golongan senyawa organik yang
terdiri atas dua atau lebih cincin aromatik, biasanya dihasilkan dari pembakaran tak
sempurna bahan bakar fosil, kayu atau selama pengolahan makanan seperti
pembakaran dan pengasapan. Walaupun mekanisme reaksi pembentukan Hidrokarbon
Polisiklik Aromatik belum diketahui secara pasti, para ahli memperkirakan bahwa
Hidrokarbon Polisiklik Aromatik dapat dibentuk melaui radikal bebas, adisi intra
molekuler atau polimerisasi molekul kecil (Chen et al, 1996).
Polycyclic Aromatic Hydrocarbons (PAHs) merupakan kelompok senyawa
banyak cincin aromatik. Senyawa ini banyak terdapat di alam sebagai polutan hasil
pembakaran bahan-bahan organik, baik dalam bentuk partikel padat ataupun gas.
Hingga saat ini terdapat lebih dari 100 jenis PAH yang telah diidentifikasi, baik yang
berbentuk jarum, piringan, kristal, lembaran atau prisma, serta dari tidak berwarna,
berwarna kuning pucat, hingga kuning keemasan. Sifat kelarutan setiap jenis senyawa
PAH juga bervariasi, namun sebagian besar senyawa PAH bersifat kurang larut dalam
etanol dan larut atau sedikit larut dalam asam asetat, benzena, dan aseton. Beberapa
senyawa PAH bersifat larut dalam minyak mineral dan minyak nabati, namun jenis
PAH ini tidak larut dalam dietil eter, petroleum eter, dan air (Anonim, 1998).
Banyak senyawa-senyawa aromatik, termasuk PAHs, yang bersifat
karsinogenik. Hal ini berdasarkan sifatnya yang hidrofobik (tidak suka akan air), dan
tidak memiliki gugus metil atau gugus reaktif lainnya untuk dapat diubah menjadi
senyawa yang lebih polar. Akibatnya senyawa PAH sangat sulit diekskresi dari dalam
tubuh dan biasanya terakumulasi pada jaringan hati, ginjal, maupun adiposa atau
lemak tubuh. Dengan struktur molekul yang menyerupai basa nukleat (adenosin,
timin, guanin, dan sitosin), molekul PAH dapat dengan mudah menyisipkan diri pada
untaian DNA. Akibatnya fungsi DNA akan terganggu dan apabila kerusakan ini tidak
dapat diperbaiki dalam sel, maka akan menimbulkan penyakit kanker (Elisabeth,
2000).
Diantara banyak jenis senyawa PAHs, ada 15 jenis yang diketahui bersifat
karsinogenik (penyebab kanker). Salah satunya, benzo(a)pyrene, telah diidentifikasi
sebagai senyawa PAHs yang memiliki sifat karsinogenik tinggi, karena dapat
membentuk kompleks dengan DNA secara permanen dan menyebabkan mutasi pada
gen. Pada tabel 1 berikut ini tertera jenis-jenis senyawa PAH yang bersifat
karsinogenik dan masing-masing nilai faktor potensi relatifnya dapat menyebabkan
Tabel 2.1. Senyawa Polisiklik Aromatik Hidrokarbon yang bersifat Karsinogenik
dan Faktor Potensi Relatif Karsinogenitasnya
Keterangan : 1) US Unviromental Protection Agency
2) International Agency For Research on Cancer
B2 dan 2A : Karsinogenik bagi manusia (terbukti secara in vivo)
2B : Dapat bersifat karsinogenik bagi manusia
D dan 3 : Belum diklasifikasikan
NA : Data tidak tersedia
(Elisabeth, 2000).
No Jenis Senyawa Klasifikasi sifat
Perbincangan terhadap asap sebagai agen penyebab kanker (karsinogen) dan
perubahan gen (mutagen) semakin marak. Asap tidak hanya asap rokok,tetapi juga
asap pada daging ikan yang dipanggang,dibakar,atau diasap,dicurigai sebagai agen
kanker yang berbahaya. Ada tiga kelompok senyawa utama yang diklaim sebagai
biang kerok kanker, yaitu kelompok senyawa piliciclic aromatic hydrocarbon (PAH), N-nitroso compound (NNC), dan heterocyclic aromatic amine (HAA). Senyawa PAH biasanya ditemukan pada ikan asap, NNC pada daging asap, dan HHA pada ikan dan
daging bakar atau panggang (Adawyah,2007).
2.9.Asam Organik
Porter et al. (1965), mengemukakan bahwa asam organic dengan 1 sampai 10
atom karbon merupakan penyusun asap secara keseluruhan. Hanya asam beratom
karbon satu sampai empat saja yang banyak dijumpai pada fase uap dalam asap,
sedang yang berantai 5 sampai 10 berada di fase partikel asap. Jadi asam-asam format,
asetat, propionate, butirat dan isobutirat terdapat pada fase uap asap; sedang
asam-asam valerat, isovalerat, kaproat, heptilat, nonilat dan kaprat berada di fase partikel
asap. Menurut Tilgner et al. (1962) dalam Girard (1992), jumlah asam merupakan
40% dari destilat kondensat asap.
Asam asetat merupakan cairan jernih tak berwarna, dengan bau menyengat dan
rasa asam yang tajam. Dalam larutan, asam asetat terionisasi lemah. Asam asetat
merupakan pelarut yang baik untuk senyawa organic, dapat bercampur dengan air,
alcohol, gliserol, dan lemak. Tidak bereaksi dengan karbonat dan fosfat, titik didih
39oC, titik cair -8,5oC (Ratna, 2008).
Larutan asam asetat dapat disterilkan dengan autoklaf, penyimpanan harus
dalam botol yang tertutup rapat. Asam asetat mempunyai aktivitas antibakteri dan
pada konsentrasi 5% mempunyai efek bakterisidal. Asam asetat mampu menembus
Dilaporkan bahwa senyawa ini efektif terhadap bakteri dari genus Haemophylus, Pseudomonas, Candida dan Trichomonas (Ratna, 2008).
Efek antimikrobia asam organic lemah dihasilkan dari efek kombinasi dari
molekul yang tidak terdisosiasi dan molekul yang terdisosiasi. Efek antimikrobia yang
diakibatkan oleh molekul yang tidak terdisosiasi secara langsung dapat mengasamkan
sitoplasma, merusak tegangan permukaan membrane dan hilangnya transport aktif
makanan melalui membrane sehingga menyebabkan destabilisasi bermacam-macam
fungsi dan struktur komponen sel. Efek antimikrobia asam organic lemah yang
diakibatkan oleh molekul yang terdisosiasi (menghasilkan H+ dan anion) menyebabkan penurunan pH lingkungan hidupnya dan dapat kontak dengan dinding
sel bakteri, membrane sel, ruang periplasmik dan permukaan luar sitoplasma atau
membrane sebelah dalam sel sehingga menyebabkan efek perusakan dari sel bakteri.
Pada pH lingkungan hidup yang sangat rendah, asam asetat dapat menyebabkan
denaturasi enzim dan ketidakstabilan permeabilitas membrane sel bakteri sehingga
menghambat pertumbuhan dan menurunkan daya hidup sel bakteri (Ratna, 2008).
2.10. Gas Cromatografy Mass Spectrometry (GCMS)
GCMS merupakan metode pemisahan senyawa organik yang menggunakan
dua metode analisis senyawa yaitu kromatografi gas (GC) untuk menganalisis jumlah
senyawa secara kuantitatif dan spektrometri massa (MS) untuk menganalisis struktur
molekul senyawa analit. Gas kromatografi merupakan salah satu teknik spektroskopi
yang menggunakan prinsip pemisahan campuran berdasarkan perbedaan kecepatan
migrasi komponen-komponen penyusunnya. Gas kromatografi biasa digunakan untuk
mengidentifikasi suatu senyawa yang terdapat pada campuran gas dan juga
menentukan konsentrasi suatu senyawa dalam fase gas.
Spektroskopi massa adalah suatu metode untuk mendapatkan berat molekul
diketahui dengan mengukur jari-jari orbit melingkarnya dalam medan magnetik
seragam. Penggunaan kromatografi gas dapat dipadukan dengan spektroskopi massa.
Paduan keduanya dapat menghasilkan data yang lebih akurat dalam pengidentifikasian
senyawa yang dilengakapi dengan struktur molekulnya.
Kromatografi gas ini juga mirip dengan destilasi fraksional, karena kedua
proses memisahkan komponen dari campuran terutama berdasarkan pada perbedaan
itik didih (atau tekanan uap). Namun, distilasi fraksional biasanya digunakan untuk
memisahkan komponen-komponen dari campuran pada skala besar, sedangkan GC
dapat digunakan pada skala yang lebih kecil yaitu mikro (pavia et al, 2006).
BAB 3
BAHAN DAN METODE PENELITIAN
3.1. Alat-alat
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
Nama Alat Merek
Selang
Thermometer digital 1000 0C Tungku Pengarang batu tahan api
Tong Besi
GC-MS QP 2010S Shimadzu
FTIR PerkinElmer
Timbangan
Seperangkat alat destilasi
Botol Plastik
Pipa besi spiral 6 meter
3.2. Bahan-bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Cangkang Kelapa Sawit.
3.3. Metode Penelitian
3.3.1. Penyediaan Bahan Baku
Cangkang sawit yang digunakan berasal dari PT. Indah Pontjan Kecamatan
dikeringkan dibawah sinar matahari selama 1 hari untuk mengurangi kadar air di
dalam cangkang tersebut.
3.3.2. Proses pembuatan Asap Cair dari Cangkang Sawit
a. Cangkang sawit sebanyak 10 Kg dimasukan kedalam tungku pengarangan
yang dilengkapi dengan thermometer.
b. Dihidupkan tungku pengarangan.
c. Dialirkan air sebagai pendingin melalui selang sirkulasi ke dalam tong
pendingin pipa spiral.
d. Asap yang dihasilkan dari pembakaran dialirkan melalui pipa spiral kemudian
di dinginkan melalui tong pendingin pipa spiral.
e. Asap cair yang dihasilkan ditampung dalam botol plastik pada saat pertama
kali menetes, dan dicatat suhunya.
f. Setiap kenaikan suhu 50 oC asap cair yang dihasilkan ditampung dalam botol plastik yang lainnya.
g. Kemudian pemanasan dihentikan sampai tidak ada lagi asap cair yang
menetes.
h. Asap cair yang diperoleh masih bercampur dengan tar, sehingga dilakukan
pemisahan dengan mendestilasi asap cair tersebut
i. Setelah asap cair yang telah didestilasi tersebut dihasilkan maka dilakukan
penentuan senyawa dengan menggunakan GCMS dan FTIR.
3.4. Skema Pengambilan Data
3.4.1. Penyediaan Bahan Baku
Penyediaan bahan baku cangkang kelapa sawit diperoleh dari PT. Indah Pontjan
Kecamatan Perbaungan yang diambil secara acak ataupun random sebanyak 5 kali
3.4.2. Proses Pembuatan Asap Cair dari Cangkang sawit
Dimasukan kedalam tungku pengarang yang
telah dilengkapi termometer
Dihidupkan tungku pengarang
Dialirkan kedalam tong pendingin melalui pipa
spiral
Dicatat suhu pemanasan pada saat asap cair
pertama kali menetes
Ditampung pada botol plastik
Setiap kenaikan suhu 50 oC botol plastik penampung asap cair diganti
Dihentikan Pemanasan pada saat suhu pirolisis
yang di inginkan telah tercapai
Didestilasi
Cangkang Sawit 10 Kg
Asap
Campuran Asap Cair dan Tar
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, diperoleh asap cair cangkang sawit pada
suhu pemanasan 600°C sampai 900°C, dimana asap cair yang dihasilkan ditampung dengan variasi interval suhu 50°C, hal ini dapat dilihat pada tabel 4.1 volume asap cair
pada berbagai suhu pirolisis.
Tabel 4.1 Volume Asap Cair Pada Berbagai Suhu Pirolisis Cangkang Sawit
NO Suhu (oC) Volume Asap Cair (mL)
1. ± 600 42
2. ± 650 39
3. ± 700 35,5
4. ± 750 31,5
5. ± 800 29
6. ± 850 24
7. ± 900 20
4.1.1. Identifikasi kandungan senyawa asap cair menggunakan GCMS.
Berdasarkan Hasil identifikasi kandungan senyawa asap cair yang dilakukan
dengan menggunakan GC-MS, diperoleh peak kromatogram serta nama senyawa yang diduga terkandung dalam asap cair pada suhu ±600°C, ±750°C, ±900° , dapat dilihat pada gambar 4.1; 4.2; dan 4.3, serta tabel data 4.2; 4.3; dan
4.4 dibawah ini :
Gambar 4.1 Kromatogram Hasil Analisa GC-MS Asap Cair Cangkang
Tabel 4.2. Data Senyawa Analisa Asap Cair Cangkang Sawit Suhu ±600°C
Menggunakan GC-MS
No Rumus Area Waktu Puncak Nama Senyawa Molekul (%) Retensi Fragmentasi yang Diduga
1. C3H6O 4.04 5.604 58,43,39 Dimetilketon
2. CH3OH 4.36 6.057 33,32,31 Metanol
3. C5H5N 0.47 12.425 79,52,39 Piridin
4. C5H6O 0.80 17.913 82,56,39 5-Metilfuran
5. C6H8O 0.43 18.120 96,81,67,53 2-Metil-2 Cyclopentanon
6. C2H4O2 44.97 20.386 60,43,41 Asam Asetat
7. C5H4O2 1.72 21.476 96,67,43,39 2-Furaldehid
8. C6H6O2 0.35 22.884 110,95,71 Asetilfuran
9. C3H6O2 4.32 23.646 74,57,45 Asam Propanoat
10. C4H8O2 0.68 26.512 88,73,60,41 Asam Butanoat
11. C5H6O2 0.21 27.748 98,81,42 Furfuril Alkohol
12. C7H8O2 0.63 33.675 124,109,81,53 p-Metoksifenol
13. C6H6O 35.39 37.461 94,66,39 Fenol
14. C7H8O 0.30 39.472 108,91,79,51 p-Metilfenol
15. C7H8O 0.28 39.659 108,91,79,51 o-Metilfenol
Gambar 4.2 Kromatogram Hasil Analisa GC-MS Asap Cair Cangkang Sawit
Tabel 4.3. Data Senyawa Analisa Asap Cair Cangkang Sawit Suhu ±750°C
Menggunakan GC-MS
No Rumus Area Waktu Puncak Nama Senyawa Molekul (%) Retensi Fragmentasi yang Diduga
1. C3H6O 2.75 5.604 58,43,39 Dimetilketon
2. C3H6O 0.43 5.892 58,43,39 Dimetilketon
3. C2H4O2 63.51 20.202 60,43,41 Asam Asetat
4. C5H4O2 0.38 21.487 96,67,43,39 2-Furaldehid
5. C3H6O2 3.52 23.643 74,57,45 Asam Propanoat
6. C4H6O2 0.81 27.331 86,56,42 Butirolakton
7. C7H8O2 0.39 33.681 124,109,81,53 o-Metoksifenol
8. C6H6O 27.92 37.462 94,66,39 Fenol
Tabel 4.4. Data Senyawa Analisa Asap Cair Cangkang Sawit Suhu ±900°C
Menggunakan GC-MS
No Rumus Area Waktu Puncak Nama Senyawa Molekul (%) Retensi Fragmentasi yang Diduga
1. C3H6O 1.28 5.608 58,43,39 Dimetilketon
2. CH3OH 1.06 6.072 33,32,31 Metanol
3. C2H4O2 78.26 20.203 60,43,41 Asam Asetat
4. C5H4O2 0.86 21.491 96,67,43,39 2-Furaldehid
5. C3H6O2 3.08 23.665 74,57,45 Asam Propanoat
6. C4H6O2 0.70 27.328 86,56,42 Butirolakton
7. C7H8O2 0.28 33.608 124,109,81,53 o-Metoksifenol
8. C6H6O 14.49 37.342 94,66,39 Fenol
4.1.2. Identifikasi kandungan senyawa asap cair menggunakan FTIR.
Berdasarkan Hasil identifikasi kandungan senyawa asap cair yang dilakukan
Gambar 4.4. Spectrum Hasil Analisa FTIR Asap Cair Cangkang
Sawit pada suhu ±600°C 3435,0
2067,14
Gambar 4.5. Spectrum Hasil Analisa FTIR Asap Cair Cangkang
Gambar 4.6. Spectrum Hasil Analisa FTIR Asap Cair Cangkang
Sawit pada suhu ±900°C 3435,0
2075,8
1637,2
4.2 Pembahasan
4.2.1. Hubungan Kenaikan Suhu dengan Volume Asap Cair
Hubungan kenaikan suhu pembakaran dengan volume asap cair yang
dihasilkan dapat dilihat dari grafik yang merupakan plot hasil pengukuran volume
Asap Cair Cangkang Sawit untuk beberapa variasi suhu, sebagai berikut.
Gambar 4.7. Grafik Hubungan kenaikan Suhu dengan Volume Asap Cair
Dari gambar di atas diperoleh bahwa kenaikan suhu pembakaran pada proses
pirolisis akan membentuk penurunan volume asap cair yang dihasilkan. Koefisien
regresinya adalah sebesar 0,994. Hal ini bermakna bahwa hubungan kenaikan suhu
dengan penurunan volume asap cair adalah sangat kuat/sangat signifikan.
Kondisi tersebut setara dengan penjelasan Sumasroh (2010) mengatakan
bahwa komposisi asap cair juga bergantung pada bahan baku yang meliputi jenis,
kadar air, ukuran partikel bahan, suhu pembakaran, kecukupan oksigen dan tahapan
proses. Jika dicermati variasi suhu yang terus mengalami peningkatan hingga 5x
dengan kelipatan 500C, maka dipastikan kandungan kadar air dalam bahan baku (cangkang) akan terus mengalami penyusutan karena terjadi penguapan karena
pirolisis berlangsung pada suhu yang tinggi, padahal kandungan air dalam bahan baku
adalah variabel penting dalam terbentuknya asap cair.
42
600 650 700 750 800 850 900
Kondisi ini juga sejalan dengan apa yang dikemukakan oleh Darmadji dkk
dalam Manshuri (2009) menyatakan bahwa kandungan maksimum (nilai optimum)
senyawa senyawa fenol, karbonil, dan asam dicapai pada temperatur pirolisis 600 oC. Tetapi suatu
produk yang diberi asap cair yang dihasilkan pada temperatur 400 oC dinilai mempunyai kuantitas dan kualitas organoleptik yang terbaik dibandingkan dengan
asap cair yang dihasilkan pada temperatur pirolisis yang lebih tinggi.
4.2.2. Hubungan Kenaikan Suhu dengan Pembentukan Asam-Asam Organik
Senyawa-senyawa asam mempunyai peranan sebagai antibakteri dan
membentuk cita rasa produk asapan. Di dalam asap cair terdapat asam yang dapat
mempengaruhi citarasa, pH dan umur simpan produk asapan. Senyawa asam ini antara
lain adalah asamasetat, propionat, butirat dan valerat dan beberapa derivate dari asam
karboksilat. Lebih dari 400 senyawa kimia dalam asap cair telah berhasil
diidentifikasi. Komponen-komponen tersebut ditemukan dalam jumlah yang
bervariasi tergantung jenis bahan biomassa, umur tanaman sumber biomassa, dan
kondisi pertumbuhan biomassa.
Berdasarkan hasil pengukuran Spectrum Hasil Analisa GCMS Asap Cair
Cangkang Sawit, maka dikompilasikan beberapa data dari pengukuran yang berbeda
khusus untuk melihat pengaruh kenaikan suhu dengan terbentuknya asam-asam
Gambar 4.8. Grafik Hubungan kenaikan Suhu dengan Luas Area Asam Organik
Dari grafik di atas, jumlah asam asetat (yang dinotifikasikan sebagai luas area)
terus mengalami peningkatan seiring dengan meningkatnya suhu proses pirolisis.
Sedangkan untuk asam propanoat dan asam butanoat, sedikit mengalami penurunan.
Keadaan di atas dapat diterangkan dengan penjelasan bahwa suhu pirolisis
yang secara terus-menerus meningkat maka akan memutus rantai-rantai panjang
molekul kompleks senyawa asam karboksilat menjadi rantai yang lebih pendek dan
sederhana. Rantai senyawa organik yang pendek dan sederhana (dalam hal ini, asam
asetat) akan lebih stabil dan kuat ikatan-ikatan antara atom-atomnya dibandingkan
dengan rantai senyawa organik yang panjang dan kompleks (dalam hal ini, asam
propanoat dan asam butanoat).
4.2.3. Hubungan Kenaikan Suhu dengan Pembentukan Fenol
Jika kandungan selullosa dalam bahan baku cangkang sawit, melalui proses
pirolisis terdekomposisi menjadi asam-asam karboksilat, maka kandungan lignin akan
terdekomposisi menjadi fenol.
Fenol merupakan pembentuk utama aroma dan menunjukkan aktivitas
antioksidan. Fenol diduga berperan sebagai antioksidan sehingga dapat
memperpanjang masa simpan produk asapan. Jumlah dan macam senyawa fenol
dalam asap cair sangat tergantung pada suhu pirolisis kayu. Fenol juga memilikisifat
sebagai pembentuk cita rasa pada produk pengasapan. Senyawa golongan fenol yang
terdapat pada asap merupakan hasil peruraian termal dari komponenlignin dalam kayu.
Berdasarkan hasil pengukuran Spectrum Hasil Analisa FTIR Asap Cair
Cangkang Sawit, maka dikompilasikan beberapa data dari pengukuran yang berbeda
khusus untuk melihat pengaruh kenaikan suhu dengan terbentuknya fenol. Kompilasi
data tersebut ditampilkan dalam grafik berikut ini.
Gambar 4.9. Grafik Hubungan kenaikan Suhu dengan Luas Area Fenol
Dari grafik diatas dijelaskan bahwa jumlah optimum luas area fenol yang
terbentuk adalah pada berada suhu pirolisis 600 0C dan mengalami penurunan seiring dengan meningkatnya suhu pirolisis.
Penjelasan yang memperkuat fakta ini adalah sebagai berikut. Fenol memiliki
rumus bangun utama cincin benzene yang berikatan dengan gugus hidroksil. Cincin
benzene dimaksud sesungguhnya merupakan monomer-monomer lignin yang pada
umumnya memiliki gugus/senyawa aromatik (yang berbangun siklik). Gugus
hidroksil yang berikatan dengan senyawa aromatik (monomer-monomer lignin)
disumbangkan dari hasil oksidasi (pembakaran) selama proses pirolisis.
Bila dicermati untuk kenaikan suhu 750 hingga 900 0C, ternyata luas area (%) fenol semakin menurun, hal ini dikarenakan gugus aromatik yang berikatan tersebut
terus menerus dioksidasi sehingga menjadi senyawa-senyawa alifatik, sehingga pada
akhirnya jumlah fenol yang terbentuk mengalami penurunan.
4.2.4. Senyawa PAH maupun turunannya dalam Asap Cair
Asap cair juga mengandung senyawa yang merugikan yaitu tar dan senyawa
hidrokarbon polisiklik aromatik (HPA) seperti benzopiren yang bersifat toksik dan
karsinogenik serta menyebabkan kerusakan asam amino esensial dari protein dan
vitamin. Pengaruh ini disebabkan adanya sejumlah senyawa kimia di dalam asap cair
yang dapat bereaksi dengan komponen bahan makanan.
Upaya untuk memisahkan komponen berbahaya di dalam asap cair dapat
dilakukan dengan cara redistilasi, yaitu proses pemisahan kembali suatu larutan
berdasarkan titik didihnya. Redistilasi dilakukan untuk menghilangkan
senyawa-senyawa yang tidak diinginkan dan berbahaya sehingga diperoleh asap cair yang
jernih, bebas tar, polisiklik aromatik hidrokarbon (PAH) dan benzopiren pendispersi.
Senyawa benzo(a)pirena mempunyai titik didih 310°C dan dapat menyebabkan kanker
kulit jika dioleskan langsung pada permukaan kulit. Akan tetapi proses yang terjadi
memerlukan waktu yang lama.
Berdasarkan hasil pengukuran Spectrum Hasil Analisa GCMS Asap Cair
Cangkang Sawit untuk rentang suhu 600 0C hingga 9000C dimana senyawa Polisiklik Aromatis Hidrokarbon maupun turunannya dalam asam cair penelitian ini sudah tidak
ada lagi dan telah bebas dari Polisiklik Aromatis Hidrokarbon maupun senyawa
benzo(a)pirena yang bersifat toksik dan karsinogenik, kemungkinan disebabkan
karena adanya perlakuan pengendapan dan sentrifius pada 2000 rpm selama lebih
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :
1. Dari hasil analisa GC-MS untuk asap cair dari cangkang sawit yang dihasilkan pada suhu 600°C - 950°C menunjukkan bahwa kandungan terbesar yang
terdapat pada asap cair cangkang sawit tersebut adalah senyawa asam asetat,
fenol , dan asam propanoat.
2. Hasil analisa menunjukkan bahwa didalam asap cair yang dihasilkan tidak
ditemukan senyawa Policyclyc Aromatic Hydrocarbon (PAH) yang bersifat
karsinogenik.
3. Hasil analisa menunjukkan bahwa semangkin tinggi suhu pirolisis yang
digunakan maka akan semakin tinggi konsentrasi dari Asam-asam organik
yang terkandung di dalam asap cair tersebut.
5.2 Saran
Disarankan agar penelitian selanjutnya dilakukan penentuan kandungan senyawa asap
DAFTAR PUSTAKA
Adawyah, R. 2007. Pengolahan dan Pengawetan Ikan. Jakarta : Bumi Aksara.
Anonim, 1998, Polycyclic Aromatic Hydrocarbons, US Dept of Health and Human Services, Public Health Services. http//ntp-server.niehs.nih.gov/htdocs/PAHs- 15html.
Anonymous. 2006. Pedoman Pengelolaan Industri Kelapa Sawit. Subdit Pengelolaan Lingkungan-Direktorat Pengolahan Hasil Pertanian. Departemen Pertanian. Jakarta
Buckle, K.A.; Edward, R.A.; Fleet, G.H.; Wooton, M. 1987. Ilmu Pangan. UIPress, Jakarta. Diterjemahkan oleh Hari Purnomo dan Adiono.
Chen, B.H., Wang, C.Y. and Chiu, C.P., 1996, Evaluation of Analysis of Polycyclic Aromatic Hydrocarbons in Meat Products by Liquid Chromatography, Agric. Food Chem.
Chinnici, F., and N. Natali. 2006. Presence of Polycyclic Aromatic Hydrocarbons in Woody Chips Used as Adjuvant in Wines, Vinegars and Distillate. Jurnal. 40 : 1587-1592.
Darmadji, P. 1995 Produksi Asap Cair dan Sifat-Sifat Fungsionalnya. Fakultas Teknologi Pangan, Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta
Darmadji, P. 2002. Optimasi Pemurnian Asap Cair dengan Metoda Redistilasi. Jurnal Teknologi dan Industri Pangan 13(3), 267-271.
Darmadji, Purnomo dan Triyudiana. 2006. Proses Pemurnian Asap Cair dan Simulasi Akumulasi Kadar Benzopyren pada Proses Perendaman Ikan. Majalah Ilmu dan Teknologi Pertanian. Vol.XXVI, No.2 Th. 2006.
Elisabeth, 2000, Polycyclic Aromatic Hydrocarbon (PAH) : Kaitannya dengan minyak sawit dan kesehatan, dalam warta PPKS (Pusat Penelitian Kelapa Sawit), Medan.
Girrard, J.P. 1992. Smoking in Technology of Meat Products. Clermont Ferrand. Ellis Horwood,
Ikan Pindang Layang (Decapterus spp) Selama Penyimpanan. Skripsi. Universitas Sebelas Maret. Surakarta.
Gumanti, F. M. 2006. Kajian Sistem Produksi Distilat Asap Tempurung Kelapa dan Pemanfaatannya sebagai Alternatif Bahan Pengawet Mie Basah. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Hanendoyo, C. 2005. Kinerja Alat Ekstraksi Asap Cair dengan Sistem Kondensasi. Institut Pertanian Bogor. Bogor
Imam, Saeful. 2008. Zat Pengawet. http://www.mail-archive.com/milisnakita@ news.gramedia-majalah.com. Diakses tanggal 24 November 2012.
Ipb.ac.id, lordbroken.wordpress.com, dan awalsholeh.blogspot.com
Kartika. 2009. Impregnasi Kayu Kelapa Sawit dengan Menggunakan Asap Cair Tempurung Kelapa, Stirena dan Toluena Diisosianat (TDI). Tesis. Jurusan Kimia Program Pasca Sarjana USU. Medan.
Maga, J.A. 1987. Smoke in Food Processing. CRC Press, Inc. Boca Raton,Florida.
Maga, J.A. 1988. Smoke in Food Processing. CRC Press, Inc. Boca Raton, 1-3 : 131-138.
Pakan, R. 2005. Study Pembuatan Asap Cair dari Jenis Bahan Baku Kayu Bervariasi. Skripsi. Banjabaru : Fakultas Perikanan Unlam.
Pavia, Donald L., Gary M. Lampman, George S. Kritz, Randall G. Engel. 2006. Introduction to Organic Laboratory Techniques (4th Ed.). Thomson Brooks/Cole : 797–817.
Pimenta, A. S., B. R. Vital, J.M. Bayona. and R. Alzaga. 1998. Characterisation of Polycyclic Aromatic Hydrocarbons in Liquid Products From Pyrolisis of Eucalyptus Grandis by Supercritical Fluid Extraction and GC/MS Determination. Jurnal. Volume 7. Nomor 11 : 1133-1139.
Porter, R. W., L. J. Bratzler and A. M. Pearson. 1965. Fractionation and Study of Compound in Wood Smoke. Journal of Food Sci.
Pranata, J. 2007. Pemanfaatan Sabut dan Tempurung Kelapa serta Cangkang Sawit untuk Pembuatan Asap Cair sebagai Pengawet Makanan Alami. [Skripsi]. Teknik Kimia Universitas Malikussaleh. Lhoksumawe.
Prananta, J. 2009. Pemanfaatan Sabut dan Tempurung Kelapa Sawit untuk Pembuatan
Asap Cair Sebagai Pengawet Makan Alam
Ratna, yulistiani. 2008. Asap Cair Sebagai Bahan Pengawet Alami pada Produk Daging dan Ikan. Edisi pertama. Cetakan Petama. UPN Veteran Jawa Timur. Surabaya.
Tranggono, Suhardi., Bambang Setiadji, Purnama Darmadji, Supryanto dan Sudarmanto. 1996. Identifikasi Asap Cair Dari Berbagai Jenis Kayu Dan Tempurung Kelapa. Journal Ilmu dan Teknologi Pangan I (2) : 15-24.
Tranggono, Suhardi dan Bambang Setiaji. 1997. Produksi Asap Cair Dan Penggunannya Pada Pengolahan Beberapa Bahan Makanan Khas Indonesia. Laporan Akhir Riset Unggulan Terpadu III. Kantor Menristek.Puspitek. Jakarta.
Lampiran 1. Gambar Alat Reaktor Pirolisa
Spesifikasi Alat.
Merek : Nabertherm Model : N21/13 Suhu Maks. : 1300oC