• Tidak ada hasil yang ditemukan

Identifikasi Serangga pada Tanaman Kopi dengan Beberapa Vegetasi Tanaman di Kabupaten Dairi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Identifikasi Serangga pada Tanaman Kopi dengan Beberapa Vegetasi Tanaman di Kabupaten Dairi"

Copied!
36
0
0

Teks penuh

(1)

DAFTAR PUSTAKA

AAK. 1988. Budidaya Tanaman Kopi. Penerbit Kanisius.Yogyakarta.

Borror, D.J., C.A. Triplehorn dan N. F. Johnson. 1992. Pengenalan Pelajaran Serangga. Edisi keenam. Soetiono Porto Soejono. Gajah mada University Press. Yogyakarta.

Erdiansyah, N. Pranata., Djoko Semarno., dan Surip Mawardi. 2013. Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia. Warta. Bogor.

Gillot, C.1982.Entomology.University of Saskatchewan, Saskatoon, Canada. Plennum Press.New York and London.

Kalshoven, L.G.E. 1981. Pest Of Crops In Indonesia. P.T. Ichtiar Baru-Van Hoeve. Jakarta.

Krebs. 1978.Ecology.The Experimental Analysis of Distribution and Abundance.Third Edition.Harper and Row Distribution.New York.

Kusureng, M. A dan Rismayani. 2010. Intensitas Serangan Kumbang Bubuk Buah (Stephanoderes Hampei) pada Pertanaman Kopi di desa bulukmase, Kecamatan Sinjai Selatan, Kabupaten Sinjai, Sulawesi Selatan. Prosiding Seminar Ilmiah dan Pertemuan Tahunan PEJ danPFJ XX Komisariat Daerah Sulawesi Selatan, 27 Mei 2010. Hlm. 220-224.

Michael, P. 1995. Metode Ekologi Untuk Penyelidikan Lapangan dan Laboratorium. Terjemahan Yanti R. Koester. UI Press. Jakarta.

Najiyati, S. dan Danarti. 1999. Palawija Budidaya dan Analisis Usaha Tani. Penebar Swadaya. Jakarta. Rahardjo, Pudji. 2012. Panduan Budidaya dan Pengolahan Kopi Arabika dan Robusta. Penebar Swadaya. Jakarta

Pedigo, L.P. 1991. Entomology and Pest Management. New York : Macmillan Publishing Company.

Puslitkoka. 2006. Pedoman Teknis Tanaman Kopi. 96 hal. Jember.

Putra, N.S. 1994. Serangga Di Sekitar Kita. Kanisius. Yogyakarta

Rizali, A., D. Bukhoridan H. Triwidodo. 2002. Keanekaragaman Serangga pada Lahan Persawahan-tepaian Hutan Indikator untuk Kesehatan Lingkungan. Jurnal Penelitian Juni 2002 Vol 9 (2).

Rockstein,M.1973.The Physiology of insecta.Academic Press.New York and London.

(2)
(3)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Jumlah Serangga pada Perangkap Pit fall trap dan Perangkap Atas di Desa Lae hole.

Dari hasil Perangkap yang dilakukan di desa Lae hole dengan ketinggian

1252 m dpl, diperoleh data jumlah serangga pada perangkap pit fall trap dan

perangkap atas yang disajikan pada Tabel 1 dan Tabel 2 berikut.

Tabel 1. Jumlah serangga pada perangkap pit fall trap.

NO Nama Serangga Perangkap KM KR

Berdasarkan tabel 1, dapat dilihat bahwa pada perangkap pit fall trap

terdapat 8 famili dengan total populasi 136 serangga. Berdasarkan jumlah

serangga tersebut maka diperoleh Nilai Kerapatan Mutlak (KM) tertinggi pada

famili Geotropidae dengan nilai Kerapatan Relatif (KR) 32,325%, dimana famili

Geotropidae lebih banyak terperangkap yaitu 44 serangga. Sedangkan nilai

terendah Kerapatan Mutlak (KM) terdapat pada famili Araneidae dan Syrphidae

dengan Kerapatan Relatif (KR) masing-masing 0,735% sebanyak 1 serangga.

Dari hasil Perangkap didapat bahwa famili Getropidae merupakan

serangga yang mendominasi di daerah tersebut dikarenakan serangga tersebut

(4)

tua yang sudah jatuh di atas tanah dan daun-daun yang membusuk di atas

tanah.Hal ini sessuai dengan literatur Davis dan Sulton (dalam Mardoni, 2011)

menyatakan bahwa famili Geotropidae penting sebagai indikator biologi, dimana

famili ini sebagai pengurai dari daun- daun busuk.

Tabel 2. Jumlah serangga pada perangkap atas.

NO

Berdasarkan tabel 2, dapat dilihat bahwa pada perangkap atas terdapat 3

famili dengan total populasi 163 serangga. Berdasarkan jumlah serangga tersebut

maka diperoleh Nilai Kerapatan Mutlak (KM) tertinggi pada famili Teprithidae

dengan nilai Kerapatan Relatif (KR) 97,546%, dimana famili Teprithidae lebih

banyak terperangkap yaitu 159 serangga. Sedangkan nilai terendah Kerapatan

Mutlak (KM) terdapat pada famili Rhagionidae dengan Kerapatan Relatif (KR)

0,613% sebanyak 1 serangga.

Dari hasil Perangkap yang diperoleh family Teprithidae merupakan

serangga yang banyak terperangkap di perangkap atas di karenakan famili ini

merupakan famili yang banyak menimbulkan kerugian pada tanaman kopi khusus

nya buah kopi. Hal ini didukung oleh Gunawan 2009 yang menyatakan bahwa

(5)

tanaman kopi yang mana hama ini menyerang buah kopi yang menyebabkan

produksi dan mutu menjadi rendah bahkan menyebabkan gagal panen.

Jumlah Serangga pada Perangkap Pit fall trap dan Perangkap Atas di Desa Bangun.

Dari hasil Perangkap yang dilakukan di desa Bangun dengan ketinggian

1190 m dpl, diperoleh data jumlah serangga pada perangkap pit fall trap dan

perangkap atas yang disajikan pada Tabel 3 dan Tabel 4 berikut.

Tabel 3. Jumlah serangga pada perangkap pit fall trap.

NO Nama Serangga Perangkap

KM KR

Tabel 3 menunjukkan bahwa pada perangkap pit fall trap terdapat 12

famili dengan total populasi 109 serangga. Berdasarkan jumlah serangga tersebut

maka diperoleh Nilai Kerapatan Mutlak (KM) tertinggi pada Pyrgomorphidae

dengan nilai Kerapatan Relatif (KR) 21,100%, dimana Pyrgomorphidae lebih

banyak terperangkap yaitu 23 serangga. Sedangkan nilai terendah Kerapatan

Mutlak (KM) terdapat pada famili Araneidae dengan Kerapatan Relatif (KR)

1,834% sebanyak 2 serangga.

(6)

NO

Berdasarkan tabel 4, dapat dilihat bahwa pada perangkap atas terdapat 4

famili dengan total populasi 297 serangga. Berdasarkan jumlah serangga tersebut

maka diperoleh Nilai Kerapatan Mutlak (KM) tertinggi pada famili Teprithidae

dengan nilai Kerapatan Relatif (KR) 97,306%, dimana famili Teprithidae lebih

banyak terperangkap yaitu 289 serangga. Sedangkan nilai terendah Kerapatan

Mutlak (KM) terdapat pada famili Fulgoridae dengan Kerapatan Relatif (KR)

0,336% sebanyak 1 serangga.

Jumlah Serangga pada Perangkap Pit fall trap dan Perangkap Atas di Desa Pegagan julu I.

Dari hasil Perangkap yang dilakukan di desa Pegagan julu 1 dengan

ketinggian 941 m dpl, diperoleh data jumlah serangga pada perangkap pit fall trap

dan perangkap atas yang disajikan pada Tabel 5 dan Tabel 6 berikut.

Tabel 5. Jumlah serangga pada perangkap pit fall trap.

(7)

7 Acrididae 5 2 6 13 9,420 3 13,636

8 Melolonthidae 6 3 2 11 7,971 1 13,636

Total 76 37 27 138 100 22 100

Tabel 5 menunjukkan bahwa pada perangkap pit fall trap terdapat 8 famili

dengan total populasi 138 serangga. Berdasarkan jumlah serangga tersebut

makadiperoleh Nilai Kerapatan Mutlak (KM) tertinggi pada Blattidae dengan

nilai Kerapatan Relatif (KR) 18,215%, dimana Blattidae lebih banyak

terperangkap yaitu 25 serangga. Sedangkan nilai terendah Kerapatan Mutlak

(KM) terdapat pada famili Arctidae dengan Kerapatan Relatif (KR) 1,449%

sebanyak 2 serangga

Tabel 6. Jumlah serangga pada perangkap atas.

NO

Berdasarkan tabel 6, dapat dilihat bahwa pada perangkap atas terdapat 3

famili dengan total populasi 163 serangga. Berdasarkan jumlah serangga tersebut

maka diperoleh Nilai Kerapatan Mutlak (KM) tertinggi pada famili Teprithidae

dengan nilai Kerapatan Relatif (KR) 98,525%, dimana famili Teprithidae lebih

banyak terperangkap yaitu 334 serangga. Sedangkan nilai terendah Kerapatan

Mutlak (KM) terdapat pada famili Rhagioinidae dengan Kerapatan Relatif (KR)

(8)

Jumlah Serangga pada Perangkap Pit fall trap dan Perangkap Atas di Desa Pegagan julu II.

Dari hasil Perangkap yang dilakukan di desa Pegagan julu II dengan

ketinggian 1041 m dpl, diperoleh data jumlah serangga pada perangkap pit fall

trap dan perangkap atas yang disajikan pada Tabel 7 dan Tabel 8 berikut

Tabel 7. Jumlah serangga pada perangkap pit fall trap.

NO Nama Serangga Perangkap

KM KR

Tabel 7 menunjukkan bahwa pada perangkap pit fall trap terdapat 13

famili dengan total populasi 127 serangga. Berdasarkan jumlah serangga tersebut

maka diperoleh Nilai Kerapatan Mutlak (KM) tertinggi pada Pentatomidae

dengan nilai Kerapatan Relatif (KR) 22,83%, dimana Pentatomidae lebih banyak

terperangkap yaitu 29 serangga. Sedangkan nilai terendah Kerapatan Mutlak

(KM) terdapat pada famili Acritiidae, Curculionidae dan Dolichopolidae dengan

Kerapatan Relatif (KR) masing 3,937% sebanyak 3 serangga.

(9)

NO Nama

Berdasarkan tabel 6, dapat dilihat bahwa pada perangkap atas terdapat 3

famili dengan total populasi 163 serangga. Berdasarkan jumlah serangga tersebut

maka diperoleh Nilai Kerapatan Mutlak (KM) tertinggi pada famili Teprithidae

dengan nilai Kerapatan Relatif (KR) 92,268%, dimana famili Teprithidae lebih

banyak terperangkap yaitu 129 serangga. Sedangkan nilai terendah Kerapatan

Mutlak (KM) terdapat pada famili Rhagioinidae dengan Kerapatan Relatif (KR)

1,492% sebanyak 2 serangga.

NILAI INDEKS KERAGAMAN JENIS SERANGGA

Nilai indeks jenis serangga di Desa Lae Hole dengan ketinggian tempat

1252 mpdl dapat dilihat pada tabel 9.

Tabel 9. Tabel indeks keragaman serangga di Desa Lae Hole

(10)

Nilai indeks jenis serangga di Desa Bangun dengan ketinggian tempat

1190 mpdl dapat dilihat pada tabel 10.

Tabel 10. Tabel indeks keragaman serangga di Desa Bangun

No Nama Serangga Perangkap KM KR (%) FM FR (%) H'

Nilai indeks jenis serangga di Desa Pegagan julu I dengan ketinggian

tempat 941 mpdl dapat dilihat pada tabel 11.

Tabel 11. Tabel indeks keragaman serangga di Desa Pegagan Julu I

(11)

10 Rhagioinidae 1 1 0,208768 1 3,571429 0,012885

11 Agromyzidae 1 3 4 0,835073 2 7,142857 0,039962

Total 218 149 112 479 100 28 100 1,226215

Nilai indeks jenis serangga di Desa Pegagan julu II dengan ketinggian

tempat 1041 mpdl dapat dilihat pada tabel 12.

Tabel 12. Tabel indeks keragaman serangga di Desa Pegagan Julu II

(12)

KESIMPULAN DAN SARAN

1. Jumlah serangga yang tertinggi pada perangkap pit fall trap dari keempat

areal lahan yaitu pada famili Geotrpidae dengan nilai Kerapatan Mutlak

(KM) tertinggi dengan nilai Kerapatan Relatif (KR) 32,325%, dimana

famili Geotropidae lebih banyak terperangkap yaitu 44 serangga..

2. Jumlah serangga yang terendah pada perangkap pit fall trap yaitu famili Araneidae dan Syrphidae Kerapatan Mutlak (KM) terdapat pada famili

Araneidae dan Syrphidae dengan Kerapatan Relatif (KR) masing-masing

0,735% sebanyak 1 serangga.

3. Jumlah serangga yang tertinggi pada perangkap atas yaitu pada famili Teprithidae dengan nilai Kerapatan Mutlak (KM) tertinggi pada famili

Teprithidae dengan nilai Kerapatan Relatif (KR) 98,525%, dimana famili

Teprithidae lebih banyak terperangkap yaitu 334 serangga.

4. Jumlah serangg yang terendah pada perangkap atas yaitu pada famili

Rhagionidae Kerapatan Mutlak (KM) terdapat pada famili Rhagioinidae

dengan Kerapatan Relatif (KR) 0,294% sebanyak 1 serangga.

5. Keanekaragaman serangga sangat tergantung keadaan ekologi di suatu

areal pertanaman,semakin banyak ekologi tanaman di areal tersebut maka

(13)

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman

Menurut AAK (1988) klasifikasi tanaman kopi adalah sebagai berikut :

Kerajaan : Plantae

Divisi : Magnoliophyta

Kelas : Dycotyledoneae

Famili : Rubiaceae

Sub famili : Coffea

Genus : Coffea

Spesies : Coffea sp (AAK, 1988).

Batang dan cabang kopi berkayu, tegak lurus dan beruas-ruas. Tiap ruas

hampir selalu ditumbuhi kuncup. Tanaman ini mempunyai dua macam

pertumbuhan cabang, yaitu cabang Orthrotrop dan Plagiotrop. Cabang Orthrotrop

merupakan cabang yang tumbuh tegak seperti batang, disebut juga tunas air atau

wiwilan atau cabang air. Cabang ini tidak menghasilkan bunga atau buah. Cabang

Plagiotrop merupakan cabang yang tumbuh ke samping. Cabang ini menghasilkan

bunga dan buah (AAK, 1988).

Daun kopi berbentuk bulat, ujungnya agak meruncing sampai bulat

dengan bagian pinggir yang bergelombang. Daun tumbuh pada batang, cabang

dan ranting. Pada cabang Orthrotrop letak daun berselang seling, sedangkan pada

cabang Plagiotrop terletak pada satu bidang. Daun kopi robusta ukurannya lebih

besar dari arabika (Wachjar, 1984).

Pada umumnya, tanaman kopi berbunga setelah berumur sekitar dua tahun.

(14)

bunga berwarna hijau. Bunga tersusun dalam kelompok, masing-masing terdiri

dari 4-6 kuntum bunga. Tanaman kopi yang sudah cukup dewasa dan dipelihara

dengan baik dapat menghasilkan ribuan bunga. Bila bunga sudah dewasa, kelopak

dan mahkota akan membuka, kemudian segera terjadi penyerbukan. Setelah itu

bunga akan berkembang menjadi buah (AAK, 1988).

Buah kopi terdiri dari daging buah dan biji. Daging buah terdiri dari tiga

bagian yaitu lapisan kulit luar (eksokarp), lapisan daging buah (mesokarp), dan

lapisan kulit tanduk (endokarp) yang tipis, tetapi keras. Buah kopi yang muda

berwarna hijau, tetapi setelah tua menjadi kuning dan kalau masak warnanya

menjadi merah. Besar buah kira-kira 1,5 x 1 cm dan bertangkai pendek. Pada

umumnya buah kopi mengandung dua butir biji, biji tersebut mempunyai dua

bidang, bidang yang datar (perut) dan bidang yang cembung (punggung)

(AAK, 1988).

Syarat Tumbuh

Kopi di Indonesia saat ini umumnya dapat tumbuh baik pada ketinggian

tempat di atas 700 m di atas permukaan laut (dpl). Dalam perkembangannya

dengan adanya introduksi beberapa klon baru dari luar negeri, beberapa klon saat

ini dapat ditanam mulai di atas ketinggian 500 m dpl, namun demikian yang

terbaik seyogyanya kopi ditanam di atas 700 m dpl, terutama jenis kopi robusta.

Kopi arabika baik tumbuh dengan citarasa yang bermutu pada ketinggian di atas

1000 m dpl. Namun demikian, lahan pertanaman kopi yang tersedia di Indonesia

sampai saat ini sebagian besar berada di ketinggian antara 700 sampai 900 m dpl

(15)

Curah Hujan dan Lahan Curah hujan yang sesuai untuk kopi seyogyanya

adalah 1500 – 2500 mm per tahun, dengan rata-rata bulan kering 1-3 bulan dan

suhu rata-rata 15-25 derajat celcius dengan lahan kelas S1 atau S2 (Puslitkoka,

2006). Ketinggian tempat penanaman akan berkaitan juga dengan citarasa kopi.

Pertumbuhan dan produksi tanaman kopi sangat dipengaruhi oleh keadaan

iklim dan tanah, bibit unggul yang produksinya tinggi dan tahan terhadap hama

dan penyakit. Hal yang juga penting harus dipenuhi adalah pemeliharaan antara

lain: pemupukan, pemangkasan, pohon peneduh dan pemberantasan hama dan

penyakit (AAK, 1988).

Tanaman kopi menghendaki penyinaran matahari yang cukup panjang,

akan tetapi cahaya matahari yang terlalu tinggi kurang baik. Oleh karena itu

dalam praktek kebun kopi diberi naungan dengan tujuan agar intensitas cahaya

matahari tidak terlalu kuat. Sebaliknya naungan yang terlalu berat (lebat) akan

mengurangi pembuahan pada kopi. Produksi kopi dengan naungan sedang, akan

lebih tinggi dari pada kopi tanpa naungan. Kopi termasuk tanaman hari pendek

(short day plant), yaitu pembungaan terjadi bila siang hari kurang dari 12 jam

(Wachjar, 1984).

Keanekaragaman Serangga (Insect Diversity)

Keanekaragaman makhluk hidup dapat ditandai dengan adanya perbedaan

warna, ukuran, bentuk, jumlah, tekstur, penampilan, dan sifat-sifat lainnya.

Keanekaragaman dari makhluk hidup dapat juga terlihat dengan adanya

persamaan ciri antar makhluk hidup. Untuk dapat mengenal makhluk hidup

(16)

melalui Perangkap ciri-ciri morfologi, habitat, cara berkembang biak, jenis

makanan, tingkah laku, dan beberapa ciri lain yang dapat diamat (Michael, 1995).

Untuk mengetahui keanekaragaman jenis serangga pada suatu tempat

yakni menentukan indeks keanekaragamannya, sangat diperlukan pengetahuan

atau keterampilan dalam mengindentifikasi hewan (serangga). Bagi seseorang

yang sudah terbiasa pun dalam melakukan indentifikasi hewan sering

membutuhkan waktu yang lama, apalagi yang belum terbiasa. Karena itu untuk

kajian dalam komunitas dan indeks keanekaragaman sering didasarkan pada

kelompok hewan, misalnya, famili, ordo atau kelas dan hal ini pun dibutuhkan

cukup keterampilan dan pengalaman (Michael, 1995).

Serangga merupakan golongan hewan yang dominan di muka bumi

sekarang ini. Dalam jumlah, mereka melebihi semua hewan melata darat lainnya

dan praktis mereka terdapat dimana-mana (Borror dkk, 1992).

Ada 6 faktor yang saling berkait menentukan derajat naik turunnya

keanekaragaman jenis, yaitu :

1. Waktu.

Keragaman komunitas bertambah sejalan dengan waktu, berarti

komunitas tua yang sudah lama berkembang, lebih banyak terdapat organisme

dari pada komunitas muda yang belum berkembang. Dalam ekologi, waktu dapat

berjalan lebih pendek atau hanya sampai puluhan generasi. Skala ekologis

mencakup keadaan dimana jenis tertentu dapat bertahan dalam lingkungan tetapi

belum cukup waktu untuk menyebar sampai ketempat tersebut. Keragaman jenis

(17)

tetapi bergantung pula pada kecepatan hilang jenis melalui kepenuhan dan

emigrasi.

2. Heterogenitas ruang.

Semakin heterogen suatu lingkungan fisik semakin kompleks komunitas

flora dan fauna di tempat tersebut dan semakin tinggi keragaman jenisnya. Faktor

heterogenitas berlaku pada skala makro maupun mikro.

3. Kompetisi.

Terjadi apabila sejumlah organisme (dari spesies yang sama atau yang

berbeda) menggunakan sumber yang sama ketersediaannya kurang, atau walaupun

ketersediaan sumber tersebut cukup namun persaingan tetap terjadi juga bila

organisme-organisme itu memanfaatkan sumber tersebut, yang satu menyerang

yang lain atau sebaliknya.

4. Pemangsaan.

Pemangsaan yang mempertahankan komunitas populasi dari jenis bersaing

yang berbeda dibawah daya dukung masing-masing selalu memperbesar

kemungkinan hidup berdampingan sehingga mempertinggi keragaman, apabila

intensitas dari pemengsaan terlalu tinggi atau terlalu rendah dapat menurunkan

keragaman jenis.

5. Kestabilan iklim.

Makin stabil iklim akan lebih mendukung bagi keberlangsungan evolusi.

6. Produktifitas merupakan syarat mutlak untuk keanekaragaman yang tinggi

(Krebs, 1978).

Interaksi terjadi pada level komunitas, banyak terdapat variasi pada setiap

(18)

dengan banyak cara, sehingga interaksi yang terjadi sangat rumit dan kompleks.

Kegiatan pertanian mempengaruhi kuantitas dan tipe interaksi di antara organisme

karena kegiatan pertanian tersebut pada umumnya mengurangi komposisi dan

diversitas spesies

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Serangga

Semua serangga harus makan atau tidak mereka akan kelaparan. Banyak

aktivitas hewan yang berkaitan dengan makan, menemukan makanan dan

memakannya. Makanan adalah satu faktor yang sangat penting dalam menentukan

banyaknya hewan dan tempat ia hidup (penyebarannya) (AAK, 1993).

Respon serangga terhadap tanaman disebabkan oleh dua aspek, yaitu

karakteristik morfologi dan karakteristik fisiologi tanaman. Karakteristik

morfologi meliputi ukuran, bentuk, warna daun dan ada atau tidaknya sekresi

glandular yang menentukan tingkat penerimaan atau pemanfaatan oleh serangga.

Karakteristik fisiologi meliputi bahan kimia hasil dari proses metabolisme primer

dan metabolisme sekunder pada tanaman (Pedigo, 1991).

Perkembangan dan reproduksi serangga dapat dipengaruhi berbagai faktor

abiotik. Faktor ini mungkin menunjukkan pengaruhnya pada serangga baik secara

langsung maupun tidak langsung. (Melalui pengaruhnya pada organisme lain) dan

pada batas pendek atau jauh (cahaya, sebagai contoh, mungkin menimbulkan efek

yang cepat pada orientasi serangga saat mencari makanan, dan banyak

menyebabkanperubahan pada fisiologi serangga dalam antisipasi kondisi yang

merugikan pada beberapa bulan kedepannya) (Gillot, 1982).

Pada serangga poikilothermal, pada dasarnya metabolisme mereka sangat

(19)

mengijinkan untuk dapat bertahan hidup, temperatur lingkungan tertinggi, rata-

rata tinggi produksi panas dan konsumsi oksigen (Rockstein, 1973)

Kelimpahan individu dan kekayaan spesies serangga diperoleh pada setiap

lahan saat melakukan penelitian keanekaragaman akan jelas terlihat berbeda

antara satu dengan yang lainnya. Perbedaan tersebut dapat disebabkan oleh

beberapa faktor yang saling berkaitan yaitu: umur tanaman, keadaan cuaca saat

pengambilan sampel, waktu pengambilan sampel dan keadaan habitat di sekitar

tanaman (penggunaan tanaman penutup tanah) (Rizali dkk,2002).

Serangga sering mempunyai ukuran dan penampilan yang mencolok dan

juga dapat memproduksi suara dan kadang-kadang bisa menjadi hama yang

merusak. Sebagian dari serangga ini tergolong fitofag, sementara yang lain hidup

di sampah atau serangga lainnya. Beberapa mengkonsumsi tanaman dan makanan

hewan sementara yang lain hidup di lumut dan tidak signifikan untuk pertanian.

Serangga ini sangat sensitif terhadap faktor lingkungan, seperti temperatur,

(20)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Hingga saat ini belum diketahui dengan pasti sejak kapan tanaman kopi

dikenal dan masuk dalam peradaban manusia. Menurut catatan sejarah, tanaman

ini mulai dikenal pertama kalinya di benua Afrika tepatnya di Ethiopia. Pada

mulanya tanaman kopi belum dibudidayakan secara sempurna oleh penduduk,

melainkan masih tumbuh liar di hutan-hutan dataran tinggi

(Najiyati dan Danarti, 1997).

Kopi merupakan salah satu jenis tanaman perkebunan yang dibudidayakan

dan memiliki nilai ekonomis yang lumayan tinggi. Konsumsi kopi dunia mencapai

70% berasal dari spesies kopi arabika dan 26% berasal dari spesies kopi robusta.

Kopi berasal dari Afrika, yaitu daerah pegunungan di Etopia. Namun, kopi sendiri

baru dikenal oleh masyarakat dunia setelah tanaman tersebut dikembangkan di

luar daerah asalnya, yaitu Yaman di bagian selatan Arab (Rahardjo, 2012).

Dairi merupakan salah satu daerah penghasil kopi Arabika di Sumatera

Utara. Kopi Dairi dikenal di pasar kopi internasional sebagai salah satu produk

kopi spesialti dengan nama kopi Sidikalang, diambil dari nama ibukota Kabupaten

Dairi. Kota Sidikalang tersebut terletak pada ketinggian 1.066 m dpl. yang

memang cocok untuk penanaman kopi Arabika. Wilayah Kabupaten Dairi

memiliki areal pertanaman kopi Arabika seluas 10.339 ha yang sebagian besar

berada di wilayah Kecamatan Sumbul dengan total produksi mencapai 10.733

ton/tahun. Di samping kopi Sidikalang yang merupakan jenis Arabika, Dairi juga

memiliki potensi kopi lain jenis Robusta yang tumbuh di dataran rendah dengan

(21)

Dalam bidang perekonomian Indonesia usaha tani kopi rakyat memegang

peranan yang sangat penting mengingat sebagian besar (93%) produksi kopi di

indonesia berasal dari kopi rakyat. Namun demikian kondisi pengolahan usaha

tani pada perkebunan rakyat masih relatif kurang baik dibandingkan kondisi

perkebunan negara. Masalah utama diidentifikasikan adalah perkebunan kopi

rakyat yaitu produktifitas hasil yang relatif rendah dan mutu hasil produksi yang

kurang memenuhi syarat untuk di ekspor. Permasalahan sangat terkait dengan

rendahnya adopsi teknologi, penggunaaan bibit klon tidak unggul, pemupukan

tidak sesuai dengan rekomendasi, dan kurang nya pengendalian HPT.

Permasalahan diatas nampaknya dapat dipecahkan melalui pengembangan

teknologi HPT. (Septana, dkk, 2007).

Potensi produksi komoditas kopi di Sidikalang mengalami peningkatan

hasil di beberapa tahun terakhir, namun beberapa hambatan yang sering muncul

dalam budidaya tanaman kopi adalah munculnya berbagai serangan hama seperti

serangga PBKo Hypothenemus hampei. Serangga ini dapat menurunkan produksi

kopi baik dari segi kualitas dan kuantitas.

Menurut Kusureng dan Rismayani (2010), sistem pertanian monokultur

menjadi faktor utama penyebab tingginya intensitas serangan H. hampei.

Pertanaman kopi yang tidak memiliki naungan atau penggunaan tanaman lain

sebagai pohon pelindung juga merupakan salah satu faktor yang paling

mendukung. Sedangkan Riyanto (1990) mengatakan ketinggian tempat akan

berpengaruh terhadap perkembangan hama PBKo. Pada ketinggian antara 400–

1.000 m dpl dapat terserang berat sedangkan pada ketinggian 1.500 m dpl tidak

(22)

Berdasarkan permasalahan dan hasil dari beberapa penelitian maka

dipandang perlu dilakukan penelitian tentang penggunaan perangkap dan methyl

eugenol sebagai salah satu taktik dalam pengendalian hama yang menyerang.

Di lapangan serangga tanah juga dapat dikumpulkan dengan cara

memasang perangkap lubang. Pengumpulan serangga permukaan tanah dengan

memasang perangkap lubang juga tergolong pada pengumpulan serangga tanah

secara dinamik. Perangkap lubang yang digunakan sanagt sederhana, yang mana

hanya berupa bejana yang ditanam di tanah. Bejana diisi air dengan detergen dan

dituangkan ke dalam baskom kira-kira 1/3 dari volume wadah, lalu permukaan

bejana dibuat datar dengan tanah. Agar air hujan tidak masuk kedalam perangkap

maka diberi atap, dan agar air yang mengalir di permukaan tanah yang datar,

sedikit agak ditinggikan (Gallagher dan Lilies, 1991).

Berdasarkan uraian diatas, pemulis tertarik untuk melakukan penelitian

tentang

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui Keanekaragaman Serangga

Pada Tanaman Kopi dengan beberapa vegetasi tanaman di Kabupaten Dairi.

Hipotesis Penelitian

(23)

Kegunaan Penelitian

Penelitian ini berguna sebagai syarat untuk memperoleh gelar sarjana di

Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan dan diharapkan menjadi

sumber informasi khususnya di Kabupaten Dairi untuk mengetahui pengendalian

hama pada perkebunan kopi rakyat serta diharapkan menjadi sumber informasi

(24)

ABSTRAK

Respon pertumbuhan dan produksi tanaman jagung terhadap frekuensi pemupukan pupuk organik cair (POC) dan aplikasi pupuk dasar NPK, atas bimbingan Edison Purba dan Nini Rahmawati.

Penelitian ini bertujuan untuk menemukan frekuensi pemupukan POC dan aplikasi pupuk dasar NPK pada tanaman jagung. Rancangan penelitian yang digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok faktorial dengan 2 faktor. Faktor pertama adalah frekuensi pemupukan POC dengan 4 taraf antara lain F0(0 kali), F1(1 kali), F2(2 kali), dan F3(3 kali). Faktor kedua adalah aplikasi pupuk dasar NPK dengan 3 taraf antara lain P0(0 g/plot), P1(185 g/plot), dan P2(370 g/plot). Parameter yang diamati antara lain tinggi tanaman (cm), diameter batang (mm), luas daun (cm2), jumlah baris per tongkol (baris), dan produksi per plot (kg).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan frekuensi pemupukan POC berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman umur 45 HST. Perlakuan aplikasi pupuk dsar NPK berpengaruh nyata terhadap diameter batang umur 15-60 HST dan produksi per plot. Interaksi antara frekuensi pemupukan POC dan aplikasi pupuk dasar NPK berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman umur 45 HST.

(25)

ABSTRACT

The growth and production of corn response to the frequency of liquid organic fertilizer aplication and solid NPK as basis fertilizer, supervised by Edison Purba and Nini Rahmawati.

The aim for the study was to determine the frequency of liquid organic fertilizer aplication and solid NPK as basis fertilizer. The design of the experiment was randomized block design arranged in factorial with two factors. The first factor was the frequency of liquid organic fertilizer with 4 levels of each F0(0 time), F1(1 time), F2(2 times), and F3(3 times). The second factor was aplication of NPK as basis fertilizer with 3 levels of each P0(0 g/plot), P1(185 g/plot), dan P2(370 g/plot). The parameter observed includes plant height (cm), diameter of stem (mm), wide of leaf (cm2), number of line in cob (line) and production per plot (kg).

The result of research showed that frequency of liquid organic fertilizer influential significanlly on height of plant 45 days after planted. Aplication of NPK as basis fertilizer influential significantly on diameter of stem 15-60 days after planted and production per plot. Interaction between the frequency of liquid organic fertilizer and aplication of NPK fertilizer influential significantly on height of plant 45 days after planted.

(26)

IDENTIFIKASI SERANGGA PADA TANAMAN KOPI DENGAN

BEBERAPA VEGETASI TANAMAN DI KABUPATEN DAIRI

SKRIPSI

ROBINSON OMPUSUNGGU/100301056

AGROEKOTEKNOLOGI-HPT

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(27)

IDENTIFIKASI SERANGGA PADA TANAMAN KOPI DENGAN

BEBERAPA VEGETASI TANAMAN DI KABUPATEN DAIRI

SKRIPSI

ROBINSON OMPUSUNGGU/100301056

AGROEKOTEKNOLOGI-HPT

Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Dapat Memperoleh Gelar Sarjana di Program Studi Agroekoteknologi Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara, Medan

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(28)

Judul Penelitian : Identifikasi Serangga Pada Tanaman Kopi dengan Beberapa Vegetasi Tanaman di Kabupaten Dairi

Nama : Robinson Ompunsunggu

NIM : 100301056

Program Studi : Agroekoteknologi

Disetujui Oleh Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Marheni, MP Ir. Syahrial Oemry, MS

Ketua Anggota

Mengetahui,

(29)

ABSTRAK

Respon pertumbuhan dan produksi tanaman jagung terhadap frekuensi pemupukan pupuk organik cair (POC) dan aplikasi pupuk dasar NPK, atas bimbingan Edison Purba dan Nini Rahmawati.

Penelitian ini bertujuan untuk menemukan frekuensi pemupukan POC dan aplikasi pupuk dasar NPK pada tanaman jagung. Rancangan penelitian yang digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok faktorial dengan 2 faktor. Faktor pertama adalah frekuensi pemupukan POC dengan 4 taraf antara lain F0(0 kali), F1(1 kali), F2(2 kali), dan F3(3 kali). Faktor kedua adalah aplikasi pupuk dasar NPK dengan 3 taraf antara lain P0(0 g/plot), P1(185 g/plot), dan P2(370 g/plot). Parameter yang diamati antara lain tinggi tanaman (cm), diameter batang (mm), luas daun (cm2), jumlah baris per tongkol (baris), dan produksi per plot (kg).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan frekuensi pemupukan POC berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman umur 45 HST. Perlakuan aplikasi pupuk dsar NPK berpengaruh nyata terhadap diameter batang umur 15-60 HST dan produksi per plot. Interaksi antara frekuensi pemupukan POC dan aplikasi pupuk dasar NPK berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman umur 45 HST.

(30)

ABSTRACT

The growth and production of corn response to the frequency of liquid organic fertilizer aplication and solid NPK as basis fertilizer, supervised by Edison Purba and Nini Rahmawati.

The aim for the study was to determine the frequency of liquid organic fertilizer aplication and solid NPK as basis fertilizer. The design of the experiment was randomized block design arranged in factorial with two factors. The first factor was the frequency of liquid organic fertilizer with 4 levels of each F0(0 time), F1(1 time), F2(2 times), and F3(3 times). The second factor was aplication of NPK as basis fertilizer with 3 levels of each P0(0 g/plot), P1(185 g/plot), dan P2(370 g/plot). The parameter observed includes plant height (cm), diameter of stem (mm), wide of leaf (cm2), number of line in cob (line) and production per plot (kg).

The result of research showed that frequency of liquid organic fertilizer influential significanlly on height of plant 45 days after planted. Aplication of NPK as basis fertilizer influential significantly on diameter of stem 15-60 days after planted and production per plot. Interaction between the frequency of liquid organic fertilizer and aplication of NPK fertilizer influential significantly on height of plant 45 days after planted.

(31)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Medan, 3 Desember 1992, putra dari Ayahanda J.

Omusunggu dan Ibunda R. Tobing, dan merupakan anak ketiga dari lima

bersaudara

Tahun 2010 penulis lulus dari SMA Katolik Trisakti Medan dan pada

tahun yang sama penulis terdaftar sebagai mahasiswa di Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara, Medan melalui jalur Ujian Masuk Bersama (UMB)

dan memilih Program Studi Agroekoteknologi, minat Hama Penyakit Tanaman.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis merupakan asisten laboratorium

dasar perlindungan hutan tahun 2014, anggota Himpunan Mahasiswa

Agroekoteknologi (HIMAGROTEK). Penulis juga aktif di kegiatan Paduan Suara

Transeamus Fakultas Pertanian selama masa perkuliahan. Pengalaman di bidang

kemasyarakatan, penulis peroleh saat mengikuti Praktek Kerja Lapang (PKL) di

PTPN III Kebun Membang Muda Kecamatan Aekanopan Kabupaten Labuhan

(32)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena

atas segala rahmat dan karunia–Nyalah sehingga penulis dapat menyelesaikan

skripsi ini dengan baik.

Adapun judul dari skripsi ini adalah Identifikasi Serangga Pada

Tanaman Kopi dengan Beberapa Vegetasi Tanaman di Kabupaten Dairi yang merupakan syarat untuk mendapatkan gelar sarjana di Program Studi

Agroekoteknologi Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Ayah J.

Ompusunggu dan Ibu R. Tobing yang sudah melahirkan, membesarkan dan

mendidik penulis dengan penuh kasih hingga saat ini.

Penulis juga mengucapkan banyak terima kasih kepada

Ibu Dr. Ir. Marheni, MP dan Bapak Ir. Syahrial Oemry, MS selaku dosen

pembimbing skripsi yang telah membimbing dan memberikan saran yang

membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa dalam penyelesaian skripsi ini masih banyak

kekurangan. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang

sifatnya membangun demi perbaikan di masa mendatang. Akhir kata penulis

mengucapkan terima kasih banyak dan semoga skripsi ini bermanfaat bagi kita

semua.

(33)

DAFTAR ISI

Keanekaragaman Serangga (Insect Diversity) ... 5

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keanekaragaman Serangga... 5

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ... 12

Bahan dan Alat ... 12

Metode Penelitian... 12

PELAKSANAAN PENELITIAN Pemilihan lokasi ... 15

Pemasangan Perangkap ... 15

Pemasangan Pitfall Trap ... 15

Pemasangan Perangkap Atas... 15

Pengambilan Sampel ... 15

Perangkap Metoda Pitfall Trap ... 16

Perangkap Metoda Perangkap Atas ... 16

Parameter Perangkap ... 16

Frekuensi Mutlak ... 16

(34)

Kerapatan Relatif ... 17

Indeks Keragaman... ... 17

Pengklasifikasian Jenis Serangga ... 17

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil ... 19

Frekuensi Mutlak ... 16

Frekuensi Relatif ... Kerapatan Mutlak ... 17

Kerapatan Relatif ... 17

Indeks Keragaman... ... 17

Pengklasifikasian Jenis Serangga ... 17

Pembahasan... ... 27

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 32

Saran... ... 32

(35)

DAFTAR TABEL

No. Halaman

1. Rataan tinggi tanaman (cm) jagung umur 15-60 HST pada perlakuan frekuensi pemupukan POC dan aplikasi pupuk dasar NPK ... 20

2. Rataan diameter batang (mm) jagung pada umur 15-60 HST pada

perlakuan frekuensi pemupukan POC dan aplikasi pupuk dasar NPK ... 22

3. Rataan luas daun (cm2) jagung umur 75 HST pada perlakuan

frekuensi pemupukan POC dan aplikasi pupuk dasar NPK ... 23

4. Rataan jumlah baris (baris) per plot jagung umur 75 HST pada perlakuan frekuensi pemupukan POC dan aplikasi pupuk dasar NPK ... 24

5. Rataan produksi per plot (kg) jagung umur 75 HST pada perlakuan

(36)

DAFTAR GAMBAR

No. Halaman

1. Hubungan frekuensi pemupukan POC dengan tinggi tanaman

pada umur 15-60 HST ... 21

2. Hubungan aplikasi pupuk dasar NPK terhadap diameter batang jagung

pada umur 15-60 HST ... 23

3. Hubungan aplikasi pupuk dasar NPK terhadap produksi

Gambar

Tabel 1. Jumlah serangga pada perangkap pit fall trap.
Tabel 3. Jumlah serangga pada perangkap pit fall trap.
Tabel 5. Jumlah serangga pada perangkap pit fall trap.
Tabel 5 menunjukkan bahwa pada perangkap pit fall trap terdapat 8 famili
+5

Referensi

Dokumen terkait

Hasil F Jumlah ibu hamil anemia dengan kadar Hb 7-9,9 gr% sebanyak 76,9%. Kelompok usia terbanyak adalah kelompok usia reproduksi sehat sebanyak 74,4%. Kelompok gravida terbanyak

Melalui analisis tersebut, didapatkan lokasi penelitian berupa DAS dan daerah tangkapan embung yang akan digunakan dalam konsep Siram Bung pada budidaya tumpangsari

Dari penelitian ini diharapkan dapat mengetahui pengaruh dari pH dan konsentrasi larutan prekursor koloid silika pada proses pengeringan menggunakan flame spray combustor

Selanjutnya user dapat mengklik tombol dekripsi maka pesan akan berubah menjadi teks asli (plainteks) dan ukuran file dan waktu proses akan tampil pada form

[r]

Aplikasi ini dibuat berdasarkan karena selama ini masih banyak took/perusahaan yang belum memberikan informasi dan pelayanan di internet yang dapat memudahkan pembeli dalam

Kemudian Pada pengujian gesek lintasan Aspal kondisi basah, kompon yang menghasilkan koefisien grip paling tinggi yaitu kompon Pabrikan dengan nilai koefisien grip

Sehingga makna hidup bermasyarakat sangat besar bagi manusia lainnya dalam kehidupan bermasyarakat, kemungkinan terjadinya konflik dalam masyarakat