• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Makna Kata انمظ / Al-Qisṭ/ dalam Al- Qur‟an

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Analisis Makna Kata انمظ / Al-Qisṭ/ dalam Al- Qur‟an"

Copied!
66
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS MAKNA KATA

طسق ا

/ Al-Qis/

DALAM AL-

QUR’AN

SKRIPSI SARJANA

DISUSUN

O

L

E

H

NAMA : ROUZAH

090704018

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU BUDAYA

PROGRAM STUDI SASTRA ARAB

MEDAN

(2)

ANALISIS MAKNA KATA طسق ا/ Al-Qisṭ/ DALAM AL-QUR’AN SKRIPSI SARJANA

DISUSUN

O L E H

ROUZAH NIM. 090704018

Pembimbing I

Dra. Pujiati, M.Soc., Ph.D. NIP. 19621204198703 2 001

Pembimbing II

Dra. Fauziah, M. A

NIP. 196501121990032001

Skripsi ini diajukan kepada panitia ujian

Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara Medan Untuk melengkapi salah satu syarat ujian SARJANA SASTRA dalam Bidang Ilmu Bahasa Arab

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU BUDAYA

PROGRAM STUDI SASTRA ARAB MEDAN

(3)

Disetujui oleh:

FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

PROGRAM STUDI SASTRA ARAB

Ketua,

Dra. Pujiati, M.Soc., Ph.D. NIP.19621204 198703 2 001

Sekretaris,

(4)

PENGESAHAN:

Diterima oleh:

Panitia Ujian Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara Untuk melengkapi salah satu syarat ujian SARJANA SASTRA dalam Ilmu Bahasa pada Fakultas Ilmu Budaya USU Medan, pada:

Tanggal : Hari :

Fakultas Ilmu Budaya USU Dekan,

Dr. Syahron Lubis, M.A NIP. 19511013 197603 1001

Panitia Ujian

No. Nama Tanda Tangan

(5)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi ini tidak pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah dituliskan atau diterbitkan oleh orang lain kecuali yang tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan di dalam daftar pustaka.

Apabila pernyataan yang saya perbuat tidak benar, saya bersedia menerima sanksi berupa pembatalan gelar kesarjanaan yang saya peroleh.

Medan, Desember 2013

(6)

PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB – LATIN

Pedoman transliterasi yang digunakan adalah Sistem Transliterasi Arab-Latin Berdasarkan SKB Menteri Agama dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI No. 158/1987 dan No. 0543 b/U/1987 tertanggal 22 Januari 1988.

A. Konsonan Tunggal

Huruf Arab Nama Huruf Latin Keterangan

ا

Alif - Tidak dilambangkan

۶

Ba B Be

ۼ

Ta T Te

܀

Sa ṡ es (dengan titik di atas)

܄

Jim J Je

܈

Ha ḥ Ha (dengan titik di bawah)

܌

Kha Kh Ka dan ha

ܐ

Dal D De

ܒ

Zal Ż Zet (dengan titik di atas)

ر

Ra R Er

ܖ

Zai Z Zet

ܘ

Sin S Es

ܜ

Syin Sy Es dan ye

ܠ

Sad

Es (dengan titik di bawah)

ܤ

Dad ḍ de (dengan titik dibawah)
(7)

ܬ

Za

zet (dengan titik di bawah)

ܰ

`ain „ Koma terbalik (di atas)

ܴ

Gain G Ge

ف

Fa F Ef

ܼ

Qaf Q Ki

݀

Kaf K Ka

݄

Lam L El

݈

Mim M Em

݌

Nun N En

ݔ

Waw W We

ݐ

Ha H Ha

ء

Hamzah ` Apostrof

ي

Ya Y Ye

B. Konsonan Rangkap

Konsonan rangkap, termasuk tanda syaddah, ditulis rangkap. Contoh

:

ة سم

ditulis Musallamah.

C. Tā`marbutah di akhir kata

1. Bila dimatikan ditulis h, kecuali untuk kata-kata Arab yang sudah terserap menjadi bahasa Indonesia, seperti salat, zakat, dan sebagainya.

(8)

2. Bila dihidupkan ditulis t

Contoh :

ۻمر݃݋݆ا ۻ݃م

ditulis Makkatul Mukarrmah.

D. Vokal Pendek

fathah ditulis a, contoh :

۷ݏك

ditulis kataba

kasrah ditulis i, contoh :

۷سح

ditulis ḥasiba dammah ditulis u, contoh :

ݍسح

ditulis ḥasuna

E. Vokal Panjang

a panjang ditulis , contoh :

ءاج

ditulis ja ā i pajang ditulis ī, contoh :

مي݇ع

ditulis„al mun

u panjang ditulis ū, contoh :

۶ݕيع

ditulis„uyūbun

F. Vokal Rangkap

Vokal rangkap

ݘ

(Fathah dan ya) ditulis ai Contoh :

ۻ݇ي݆

ditulis lailatun

Vokal rangkap

ݔ

(Fathah dan waw) ditulis au Contoh :

݌ݕ݆

ditulis launun

G. Vokal-vokal pendek yang berurutan dalam satu kata

Dipisah dengan apostrof (`)

متݎ۪۪

ditulis a`antum

H. Kata Sandang Alif + Lām

1. Bila diikuti huruf qamariyah ditulis al-

(9)

2. Bila diikuti huruf syamsiah, huruf pertama diganti dengan huruf syamsiah yang mengikutinya.

ۺܐاݓܟ݆ا

ditulis as-syahādah

I. Huruf Besar

Penulisan huruf besar disesuaikan dengan EYD.

J. Kata dalam Rangkaian Frasa atau Kalimat

1. Ditulis kata per kata, atau ditulis menurut bunyi atau pengucapannya dalam rangkaian tersebut.

(10)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahi Rabbi al-„ lamīn peneliti panjatkan ke hadirat Allah SWT karena atas segala karunia dan rahmat-Nya, peneliti dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini. Shalawat dan salam juga peneliti sampaikan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW, seorang panutan dan suri tauladan, yang telah membawa umat manusia dari zaman kebodohan menuju zaman yang berilmu pengetahuan.

Salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Sastra (S.S) pada Program Studi Sastra Arab Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara adalah membuat suatu karya ilmiah yang berupa skripsi. Oleh karena itu untuk memenuhi syarat tersebut peneliti menyusun sebuah skripsi yang berjudul :

ANALISIS MAKNA KATA طسق ا/ Al-Qisṭ/ DALAM AL-QUR’AN.

Peneliti menyadari bahwa dalam penelitian ini masih banyak terdapat kesalahan, kekeliruan, dan kekurangan yang disebabkan kurangnya pengalaman peneliti akan memahami dan menyampaikan sesuatu dan keterbatasan ilmu pengetahuan. Oleh karena itu peneliti dengan sepenuh hati memohon saran dan kritik yang membangun dari semua pihak atas tulisan ini. .

Peneliti berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi peneliti khususnya dan bagi pembaca maupun masyarakat pada umumnya yang ingin mendalami ilmu bahasa Arab.

Medan, Oktober 2013

Penulis

ROUZAH

(11)

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya kepada peneliti, sehingga penulisan skripsi ini dapat diselesaikan dengan sepenuhnya. Shalawat teriring salam peneliti hadiahkan keharibaan junjungan nabi besar kita Muhammad SAW yang telah membawa petunjuk bagi umat manusia menuju jalan yang dirhidoi Allah SWT. Dalam kesempatan ini peneliti mengucapkan banyak terima kasih yang tak terhingga yang peneliti hanturkan dari lubuk hati yang paling dalam kepada kedua orang tua peneliti yang tercinta H. Usman dan Hj. Maidar yang telah begitu gigihnya mendidik dan mengasuh serta menuntun peneliti dari kecil sampai saat ini dengan penuh keikhlasan dan kasih sayang, dan hati mereka laksana jarang yang didasarnya

selalu ada kata maaf, dan penuh kesabaran serta do‟a yang tulus mengalir kepada

peneliti dalam menjalankan studi di Program Studi Sastra Arab Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara. Semoga Allah SWT senantiasa memberikan rahmat, ridho dan maghfirahNya kepada mereka dalam kehidupan dunia dan akhirat.

Dalam kesempatan ini pula peneliti ingin mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Dr. Syahron Lubis, M.A. selaku Dekan Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara beserta Bapak Dr. Husnan Lubis, M.A. selaku Pembantu Dekan I Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara, Bapak Drs. Samsul Tarigan selaku Pembantu Dekan II Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara, Bapak Drs. Yuddi Adrian M., M.A. selaku Pembantu Dekan III Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu Dra. Pujiati, M.Soc.Sc., Ph.D. selaku Ketua Jurusan Program Studi Sastra Arab Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara beserta Ibu Dra. Fauziah M.A. selaku Sekretaris Program Studi Sastra Arab Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara.

(12)

wawasan yang sangat bermanfaat, semoga dengan ilmu yang diberikan tersebut dapat peneliti terapkan dalam lingkungan bermasyarakat dan khususnya ibunda Rahimah yang telah membantu dan meminjamkan buku, semoga Allah senantiasa membalas kebaikannya serta kakanda Andika yang telah banyak membantu peneliti dalam bidang administrasi dan penelitian skripsi.

4. Ibu Dra. Pujiati, M.Soc.Sc., Ph.D selaku dosen pembimbing I dan Ibu Dra. Fauziah M.A selaku Pembimbing II yang telah meluangkan waktu membimbing dan mengajari peneliti dalam pengerjaan skripsi ini. Semoga Allah SWT. menambah dan mengabdikan ilmu pengetahuan mereka. 5. Saudara-saudariku tercinta Bunda Kasmari, Om. Edwar, kakak

Fitria/suami abang yusri, abang Muammar, kak Hilda, dek Dika, dek Tia, abang Rahmat, abang Dani dan Adikku Zikri, Afra. Terima kasih atas semua kasih sayang yang kalian berikan, atas semua bantuan yang diberikan kepada peneliti baik dari segi moril maupun materil, karena do‟a kalian lah peneliti dapat menyelesaikan perkuliahan ini. Dan tak terlupa keponakan- keponakan ku tersayang Rifqi, Rifqa, Hafiz, Mizan dan seluruh keluarga besar peneliti yang telah memberikan dukungan dan

do‟anya.

6. Thank‟s for ”My Lovely” yang sangat spesial bagi peneliti yang selalu

memberikan semangat dan motivasi, serta do‟a yang tulus kepada peneliti. 7. Sahabat - sahabatku Nurul, Agie, Dyah, Liza yang selalu ada disaat duka

maupun suka kepada peneliti, semoga sukses selalu dan persahabatan kita selalu bersatu amien dan teman- teman angkatan ‟01 ( Budi, Ryan, Ali, Annur, Halim, Dicky, Puden, Ciput, Walimah, Defi, mbak Indah, Nazwa, Halimah).

(13)

Agung, Vina, Weni, Nindy. serta seluruh Alumni IMBA serta anggota yang tergabung dalam IMBA FIB USU.

9. Abang Haris, abang Zulfan, abang Mukhlis, abang Sutan, abang Ibnu, abang Zuhri, abang Riki, abang Rahman, kakak Kia, kakak Bulan, Kakak

Nurul ‟01, Kak Ana, terima kasih atas bantuannya semoga Allah S.W.T senantiasa membalas kebaikan mereka.

10. Kawan- kawanku di kos-kosan 11 A dan 16 C, kak Desy, kak Nirma, kak Icha, Ayu, Kak Ika, kak Fitri, Ully dan teman- teman yang lain.

11.Dan seluruh pihak yang telah memberikan dukungan dan bantuan kepada peneliti yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Semoga kebaikan yang kalian berikan kepada peneliti dibalas oleh Allah SWT. Amiin ya rabbal

‟alamiiin.

Medan, Oktober 2013

Penulis

ROUZAH

(14)

DAFTAR SINGKATAN

1. CD : Compact Disc

2. IMBA : Ikatan Mahasiswa Bahasa Arab 3. FIB : Fakultas Ilmu Budaya

4. Mendikbud : Menteri Pendidikan dan Kebudayaan 5. No. : Nomor

6. P&K : Pendidikan dan Kebudayaan 7. RI : Republik Indonesia

8. SAW. : Sallallahu Alaihi Wassalam 9. SKB : Surat Keputusan Bersama

(15)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... i

UCAPAN TERIMA KASIH ... ii

DAFTAR SINGKATAN ... v

DAFTAR ISI ... vi

ABSTRAK ... vii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 7

1.3 Tujuan Penelitian ... 7

1.4 Manfaat Penelitian ... 7

1.5 Metode Penelitian ... 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 9

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN ... 17

3.1 Variasi Makna Kata طسق݆ا / Al-Qisṭ / Dalam Al-Qur‟an ……. 17

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN ... 44

4.1 Kesimpulan ... 44

4.1.1 Variasi Makna Kata طسق݆ا / Al-Qisṭ / Dalam Al-Qur‟an 44

4.2 Saran ... 44

(16)

ABSTRAK

Rouzah. 090704018. Analisis Makna Kata طسق݆ا/ Al-Qisṭ/ dalam Al- Qur‟an.

(17)
(18)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar belakang

Bahasa merupakan sesuatu yang khas, yang hanya dimiliki oleh manusia (Aminuddin,1988 : 28). Menurut Tarigan (1985: 18) dalam Hamidi (2010: 73) Bahasa pada awalnya merupakan bunyi-bunyi abstraks yang mengacu pada lambang-lambang tertentu sebagai sebuah sistem yang mengasumsikan adanya makna. Melalui lambang atau simbol-simbol bahasa manusia mengadakan kontak dengan realitas kehidupan di luar dirinya. Melalui simbol-simbol bahasa manusia melangsungkan kegiatan berfikir, menafsirkan, dan memahami keseluruhan pengalaman batin seseorang; mereduksikan kembali keseluruhan pengalaman batin tersebut sesuai dengan fenomena di dunia sekitarnya; mengatur sejumlah fenomena dalam berbagai kelas kategori sesuai dengan jenis objek, ciri proses maupun lakuan, bentuk masyarakat, institusi, dan sebagainya.

Sebagai sistem lambang atau simbol arbitrer (a system of arbitrary vocal symbols), bahasa, kata Halliday, “ memiliki fungsi: (1) instrumental, alat untuk memenuhi kebutuhan material; (2) regulatory, mengatur dan mengontrol perilaku individu yang satu dengan yang lain dalam suatu hubungan sosial; (3)

interaksional, menciptakan jalinan hubungan antara individu yang satu dengan yang lain; (4) personal, media identifikasi dan ekspresi diri; (5) heuristik, untuk menjelajahi, mempelajari, memahami dunia sekitar; (6) imajinatif, mengekspresikan dunia dalam kesadaran dunia batin seseorang; (7) informatif, media penyampaian pesan dalam kegiatan komunikasi “. ( Halliday, 1171: 21)

(19)

sesamanya juga dengan menggunakan bahasa. Ilmu pengetahuan, kebudayaan, dan keberadapan pun pada dasarnya dipelajari dan diwariskan dari generasi ke generasi dengan menggunakan bahasa (Asrori, 2004:4).

Menurut Sudaryat ( 2008: 2) bahasa ialah sebuah sistem lambang bunyi yang arbitrer yang digunakan oleh masyarakat untuk tujuan komunikasi. Sebagai sebuah sistem, bahasa bersifat sistematis dan sistemis. Dikatakan sistematis karena bahasa memiliki kaidah atau aturan tertentu. Bahasa juga bersifat sistemis karena memiliki subsistem, yakni : subsistem fonologi, subsistem gramatikal, dan subsistem leksikal. Ketiga subsistem itu bertemu dalam dunia bunyi dan dunia makna.

Kajian makna dalam Bahasa Indonesia disebut Semantik. Menurut Tarigan

(1115 :7) semantik yaitu tela‟ah makna. Aminuddin (1115 :50) mengatakan “

Dalam pemakaian sehari-hari, kata makna digunakan dalam berbagai bidang maupun konteks pemakaian. Apakah pengertian khusus kata makna tersebut serta perbedaannya dengan ide, misalnya, tidak begitu diperhatikan. Sebab itu, sudah sewajarnya bila makna juga disejajarkan pengertiannya dengan arti, gagasan, konsep, pernyataan, pesan, informasi, maksud, firasat, isi, dan pikiran.

(20)

Allah menyuruh manusia menghayati kandungan ayat Al-Qur‟an, sebagaimana yang disebutkan dalam Al-Qur‟an pada surat An-Nisa : 82.

لف ن ربدت نآر لا ل ن ك نم دنع ر غ ل ا دج ل ه ف فلتخا ار ثك

/afalᾱyatadabbarūna al-qur‟ᾱna walau kᾱna min „indi ghairi allahi lawajadū fihi ikhtilᾱfᾱn kaṡ rᾱn/. “Maka apakah mereka tidak memperhatikan Al-Qur‟an? Kalau kiranya Al-Qur‟an itu bukan dari sisi Allah, tentulah mereka mendapat

pertentangan yang banyak di dalamnya”. (An-nisa: 82)

Berdasarkan penjelasan ayat di atas sudah sepantasnya diketahui makna kata dalam Al-Qur‟an, dan ini juga bagian dari menghayati kandungan Al-Qur‟an. Salah satu kata itu adalah kata طسق ا /Al-qisṭ / yang mempunyai beberapa makna yang terkandung di dalam Al-Qur‟an, salah satu di antaranya kata /adil/.

Dalam Al-Qur‟an ada beberapa kata yang memiliki kaitan pengertian dengan keadilan, yaitu yang berasal dari akar kata „Adil yang bermakna “sesuatu

yang benar” , “sikap yang tidak memihak”, “penjagaan hak-hak seseorang” dan

“cara yang tepat dalam mengambil keputusan”.

Sebagaimana dapat dilihat dalam contoh surah An-Nisa‟ ayat 127:

سنلا م ت ف تكلا ف ك ع ت م ن ف ك ت ل لق ء سنلا ف ن ت تس م ن ن ت ت ا تللا ء

ن بغرت ن ل تك ب م ت ل ا م ت ن نادل لا نم ن عضتسملا نه حكنت ن

ِطْسِقْل ر خ نم ا ع ت م

م ع هب ن ك ل نإف

/wa yastaftūnaka fin-nisā, qulillāhu yuft kum f hinna wa mā yutlā „alaikum fil

-kitābi f yatāman-nisā‟il-lāt lā tu‟tūnahunna mā kutiba lahunna wa targabūna an

tankihūhunna walmustad‟af na minal-wildāni wa antaqūmū lil-yatāmā bil-qist,

wa mā taf‟alū min khairin fa innallāha kāna bih ‟al mā/. “Dan mereka minta

(21)

kepada mereka apa yang ditetapkan untuk mereka, sedang kamu ingin mengawini mereka dan tentang anak-anak yang masih dipandang lemah. Dan (Allah menyuruh kamu) supaya kamu mengurus anak-anak yatim secara adil. Dan kebajikan apa saja yang kamu kerjakan, maka sesungguhnya Allah adalah Maha

Mengetahuinya”.(An- Nisa‟ : 127)

Pada ayat di atas menurut Sya‟rawi (2006: 372-373) terdapat kalimat yaitu

طسق݆اب ٰىماتي݆݇ اݕمݕقت ݌۪ݔ / wa antaqūmū lil-yatāmā bil-qisṭ / (Dan Allah menyuruh kamu supaya kamu mengurus anak-anak yatim secara adil).Ayat ini menjelaskan

keterangan bahwa “ dan berikanlah anak-anak yatim itu harta –harta mereka”.

Allah telah membicarakan tentang mahar dan harta, selanjutnya meningkat kepada pembicaraan pengelolaan yang baik terhadap urusan anak yatim dikategorikan sebagai tanggung jawab keimanan. Mungkin saja anak yatim itu tidak memiliki harta dan kecantikan, sehingga tidak ada yang ambisi menikahinya, dalam hal ini wali berkewajiban untuk menjaganya dan menjaga hak-hak Allah yang ada padanya. Ayat tersebut merupakan perintah untuk berbuat adil kepada anak yatim. Mereka ini biasanya hidup bersama wali atau bersama keluarga yang lain, maka hendaklah mereka ini diperlakukan selayaknya seperti anak sendiri. ا݋ي݇ع هب ݌اك ََ َ݌إف ريخ ݍم اݕ݇ع ܻت امݔ / wa mā taf‟alū min khairin fa

innallāha kāna bih ‟al mā/ (“Dan kebajikan apa saja yang kamu kerjakan, maka

sesungguhnya Allah adalah maha mengetahuinya‟‟). Maksudnya perbuatan beliau

menjadi dasar penilaian terhadap seseorang, tapi nilai di balik perbuatan itulah yang menjadi dasar nilai seseorang. Maka keadilan yang dimaksud dalam surah ini adalah adil dalam penjagaan hak-hak seseorang dan cara yang tepat dalam mengambil keputusan.

(22)

berhubungan dengan sesama makhluk. Kedua, kata طسقلا / Al-qisṭ dalam arti neraca timbangan. Neraca merupakan makna lain dari kata طسق ا / Al-qisṭ

mengingat ayat yang berkaitan dengan kata terse but, sebagaimana dalam surat Al-Isra‟ : 35. Ketiga, kata طسق ا / Al-qisṭ dalam arti bagian, balasan, imbalan dikarenakan adanya sifat kezaliman/penyelewengan.

Bahasa Arab adalah bahasa yang paling kaya akan kosa kata serta memiliki berbagai makna, paling indah dan paling sempurna dibandingkan bahasa-bahasa non Arab. Karena keunggulan dan kesempurnaan bahasa Arab inilah Allah kemudian memilihnya sebagai bahasa Al-Qur‟an.

Adapun contoh lain kata طسق ا / Al-qisṭ / yang peneliti lihat dalam

Al-Qur‟an adalah :

د ش ل هن ا هـلإ اإ ه كئلملا ا ل

علا مئ ق ب

ِطْسِقْل

ا هـلإ اإ ه ز زعلا كحلا نارمعلا

:

.

/syahidallᾱhu annahū lᾱ ilᾱha illᾱ huwa wal-malᾱ‟ikatu wa ulul‟ilmi qᾱ‟iman bīl -qis, lᾱ illᾱha illᾱ huwal-„az zul ḥak m/. “Allah menyatakan bahwasanya tidak ada

Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia, Yang menegakkan keadilan. Para malaikat dan orang-orang yang berilmu (juga mengatakan yang demikian itu). Tak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia, Yang Maha Perkasa lagi

Maha Bijakana”. (Qs.Ali Imran :11)

(23)

Adapun maksud makna kata طسق ا/ Al-qisṭ / /keadilan/ dalam ayat ini menurut Ali (2009 : 133) Allah berbicara kepada kita melalui wahyu-Nya (perantaraan malaikat ) dan melalui Ciptaan-Nya, karena segenap alam ini mengagungkan Allah. Jika hendak dinilai secara wajar, tak ada pikiran sehat yang tidak akan menemukan bukti yang sama dalam hati dan kesadaran batinnya sendiri. Semua ini sebagai tanda akan Keesaan Allah, sifat-Nya yang mulia serta kebijaksanaan-Nya.

Contoh kataطسقلا/ Al-qis / /keadilan/ dalam surat Al-Anbiya ayat 47 ,kata

طسقلا/ Al-qis / di sini bermakna /timbangan/ ,

ݍيܖاݕ݋݆ا ܱܧݎݔ طْسقْ ا

ݏب ىܻكݔ اݓب اݏيت۪ ݄ܐرخ ݍِم ۻَ۹ح ݄اق܃م ݌اك ݌إݔ ا۳يش ܙܻݎ م݇ܯت اف ۻمايق݆ا ݈ݕي݆ ا

ۤ ݍي۹ساح ١٨

ۣ

/wa naḍa‟ul-mawᾱz nal- qisṭali yaumil qiyᾱmati fa lᾱ tuẓlamu nafsun syai‟ᾱ, wa

in kᾱna miṡqᾱla ḥabbatim min khardalin atainᾱ bihᾱ, wa kafᾱ binᾱ ḥᾱsib n/.

“Kami akan memasang timbangan yang tepat pada hari kiamat, maka tiadalah dirugikan seseorang barang sedikit pun. Dan jika (amalan itu) hanya seberat biji sawi pun pasti Kami mendatangkan (pahala)nya. Dan cukuplah Kami sebagai pembuat perhitungan”. (Qs.Al- anbiya: 47 )

Sesuai dengan Al-Qur‟an Al-Karim dan Terjemahannya dengan Transliterasi Arab-Latin: 1998, makna kata طسق ا/ Al-qisṭ / dalam ayat di atas yaitu sebagai timbangan. Dalam tafsir Imani Faqih (2006 : 77) makna kata طسق ا/

(24)

Berdasarkan contoh di atas peneliti tertarik untuk meneliti tentang makna kata طسق ا / Al-qisṭ / yang terdapat dalam Al-Qur‟an, dari hasil pengamatan sementara peneliti menemukan kata طسق ا / Al-qis / dalamAl-Qur‟an sebanyak 14 kata yang memiliki makna berbeda –beda yang berasal dari 14 surat. Dalam penelitian ini, peneliti memfokuskan pembahasan pada Analisis makna kata طسق ا /

Al-qisṭ /yang terdapat di dalam Al-Qur‟an sesuai dengan ilmu semantik (ilmu

ma‟ani).

1.2Batasan Masalah

Agar pembahasan ini tidak menyimpang dari pembahasan yang dikehendaki maka peneliti membuat batasan masalah yaitu Bagaimana variasi makna kata طسق ا / Al-qis / yang terdapat dalam Al-Qur‟an ?

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk Mengetahui variasi makna kata

طسق ا / Al-qis / yang terdapat dalamAl-Qur‟an.

1.4 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Memberi sumbangan bagi ilmu bahasa dan Sastra Arab tentang berbagai variasi makna kata طسق ا / Al-qis / yang terdapat dalamAl-Qur‟an.

2. Penelitian ini dapat memberikan informasi bagi peneliti selanjutnya dan dapat menjadi referensi pengetahuan khususnya di bidang Bahasa Arab.

1.5 Metode Penelitian

(25)

kepustakaan (library research), dan penelitian laboratorium (laboratory research). Penelitian ini termasuk penelitian kepustakaan (library Research).

Adapun metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metodologi kualitatif dengan analisis deskriptif, yaitu suatu metode mengumpulkan dan menganalisis data seperti kondisi apa adanya dan dideskripsikan sesuai dengan cirri alamiah naskah tersebut dan juga dengan menggunakan kamus. Menurut Muleong (2007:3) dalam Iskandar (2001: 11) “Metodologi kualitatif merupakan prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis maupun lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati”. Penelitian kualitatif dilakukan pada kondisi alamiah dan bersifat penemuan.

Dalam memindahkan tulisan Arab ke dalam tulisan Latin, peneliti menggunakan Sistem Transliterasi Arab Latin berdasarkan SKB Menteri Agama dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI No.158/1987. Sumber data dalam penelitian ini diambil dari Al-Qur‟an Al-Karim sebagai data primer. Penelitian ini dilakukan dengan empat tahapan, yaitu:

1. Mengumpulkan buku-buku referensi yang berhubungan dengan pembahasan penelitian ini di antaranya adalah Al- Qur‟an dan Terjemahannya dengan transliterasi, Tafsir Yusuf Ali, Pengantar Semantik Bahasa Indonesia karya Abdul Chaer, Pengajaran Semantik karya Henry

Guntur, Tafsir Qur‟anul Karim, Kamus Besar Bahasa Indonesia, dan Kamus –Kamus Bahasa Arab .

2. Mengumpulkan ayat-ayat kata

طسق ا

/ Al-qisṭ / di dalam Al-Qur‟an dengan menggunakan Software Al- Qur‟an Player Versi 2.0.1.0 copyright c 2005 Wawan Sajcriyanto. Berdasarkan software ini memudahkan peneliti untuk mengidentifikasi variasi makna.

3. Mengklasifikasikan dan menganalisis data yang telah terkumpul.

(26)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Penelitian tentang makna kata dalam Al-Qur‟an sudah pernah diteliti oleh peneliti- peneliti sebelumnya yaitu Hasanah (1999), Mahyar (1993), Rukiyah (1997). Namun penelitian tentang makna kata طسق ا / Al-qis / yang terdapat dalam Al-Qur‟an belum pernah diteliti oleh mahasiswa jurusan Sastra Arab Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara.

1. Pengertian Semantik

Palmer (1981: 5) menyebutkan bahwa semantik semula berasal dari bahasa Yunani, mengandung makna to signify atau memaknai. Sebagai istilah teknis,

semantik mengandung pengertian “studi tentang makna”. Dengan anggapan

bahwa makna menjadi bagian dari bahasa, maka semantik merupakan bagian dari linguistik. Seperti halnya bunyi dan tata bahasa, komponen makna dalam hal ini juga menduduki tingkatan tertentu. Apabila komponen bunyi umumnya menduduki tingkatan pertama, tata bahasa pada tingkat kedua, maka komponen makna menduduki tingkatan paling akhir. Hubungan ketiga komponen itu sesuai dengan kenyataan bahwa (a) bahasa pada awalnya merupakan bunyi-bunyi abstrak yang mengacu pada adanya lambang-lambang tertentu, (b) lambang-lambang merupakan seperangkat sistem yang memiliki tataan dan hubungan tertentu, dan (c) seperangkat lambang yang memiliki bentuk dan hubungan itu mengasosiasikan adanya makna tertentu.

Menurut Al-Jarim dan Amin (t.t : 262) ilmu ma‟ani ialah :

نئر لا ن عمب نمض لكلا نم د تس م سارد ف ن عملا ع

,

ر هن

د لكلا ن

نعم هعض لص

.

(

ن ما رجلا

,

(27)

/ilmu alma‟ni fahuwa dirᾱsatu mᾱ yastafᾱdu min al-kalᾱmi ḍaminan bima‟ūnati

al-qara‟ina, fa‟innahu yurika „anna al-kalᾱma yufidu bi‟aṣlin waḍi‟ahu ma‟na/.

“Ilmu ma‟ani adalah ilmu yang mempelajari rahasia yang terdapat dalam suatu

kalimat melalui qarinah-qarinah yang ada, karena ilmu ma‟ani mengajarkan

bahwa asal penyusunan suatu kalimat itu untuk menunjukkan makna”. (Al-Jarim dan Amin, 2010: 374).

2. Satuan Makna (Semantik Unit )

ۻي݆اد݆ا ۺدح ݕ݆ا فيرعت يف ݌ݕثدح݋݆ا ۻغ݆݇ا ءا݋݇ع ف݇تخي

,

ݘܓ݆ا ي݋݇ع݆ا ܉݇طܣ݋݆ا يفݔ

اݓي݇ع هݎݕق݇طي

.

܉݇طܣم اݓي݇ع ق݇ܨا ݍم مݓݏ݋ف

semantic unit

,

ݘܓ݆ا ܉݇طܣ݋݆ا ݕهݔ

݅ܣܻ݆ا اܓݓ݆ اݎاݕݏع ۻيبرع݆ا هت݋جرت اݎرتخا

.

܉݇طܣم اݓي݇ع ق݇ܨا ݍم مݓݏمݔ

sememe

,

ݕهݔ

݆݇ا م݇ع ݅خܐ ܉݇طܣ݋݆ا

݈اع ۺرم ݄ݔا ۻغ

11

٧

ݘديݕس݆ا ݘݕغ݆݇ا دي ي݇ع

Adolf Noreen

ا ۻغ݆݇ا م݇ع ݅خܐݔ

݈اع د݇يܻمݕ݇ب دي ي݃يرم

1126

.

ۻي݆اد݆ا ۺدحݕ݆ا فيرعت ݄ݕح ۻيݕغ݆݇ا رܯݏ݆ا ۼاݓجݔ ف݇تختݔ

.

اݓݎا ݄اق ݍم مݓݏ݋ف

:

ۺدحݕ݆ا

ىݏع݋݆݇ ݖرغܣ݆ا

.

اݓݎا ݄اق ݍم مݓݏمݔ

:

ۻيزيي݋ت݆ا ܉ما݋݆ا ݍم ܱ݋܇ت

,

م مݓݏمݔ

اݓݎا ݄اق ݍ

:

ݘا

اي݆اܐ اݏيا۹ت ܙ݃عي ݈ا݆݃ا ݍم ܐادتما

.

ܡݏ݆ا يه ۻي݆اد݆ا ۺدحݕ݆ا ر۹تعا دق مݓܧعب ݌اك ܒاݔ

a text

إܻ

ادݎ ݐركܒ ام ݌

Nida

ݍم

اݎرايتخا ݕه ۺدحݕ݆ا ݐܓݓ݆ ۺܐدعتم ۼايݕتسم ܐݕجݔ

,

اݏه هي݇ع اݎرس امݔ

.

ݔ

۹ط

ه݆اق ا݋݆ اق

Nida

إܻ

݆ا ݖݕتسم ݍم ݈ا݆݃ا ݍم ܐادتما ݘا ݌

ميفرݕ݋

اܓه ݌ݔܐ ا݋م ݅ب

ݖݕتس݋݆ا

ݍي۹ݎاج ݍم هݏع ܀دحتي ݌ا ݍ݃݋ي ه݇ك ܼݕطݏ݋݆ا ݈ا݆݃ا ى݆ا

:

ۻي݋܇عم ۺدحݕك اما

Lexical

ۻي݆اܐ ۺدحݕك ݔا

Semantic unit

.

݌ݕ݃ي ۻيݏعم ۻغيص ى݇ع زيكرت݆ا ݌ݕ݃ي ا݋ݏيحف

ۻي݋܇عم ۺدحݔ ݍع اثدحتم ءر݋݆ا

,

ܣ݆ا ݐܓه ىݏعم ى݇ع زيكرت݆ا ݌ݕ݃ي ا݋ݏيح ݍ݆݃ݔ

ݍ݃݋ي ۻغي

ۻي݆اد݆ا ۺدحݕ݆اب ى݋سيام ݅݋عتسي ݌ا ءر݋݆݇

.

مسق دقݔ

Nida

يه ۻيسئر ݈اسقا ۻعبرا ى݆ا ۻي݆اد݆ا ۺدحݕ݆ا

:

1

ۺرܻ݋݆ا ۻ݋݆݇݃ا

.

2

ۻ݇ك ݍم ر۹كا

)

۷يكرت

. (

3

ۻ݋݇ك ݍم رغصا

)

݅ܣتم ميفرݕم

(

.

4

ݍم رغصا

ميفرݕم

)

ܐرܻم ۼݕص

(

)

ر݋ع

.

1111

.

ـ

٤

(

/Yahtalifu „ulamāu al-lughatu al- muḥaddiṡūna f ta‟r fi al- waḥdati ad-

dilāliyyah, wa f al- muṣṭalaḥi al-„alam al- laż yaṭluqūnahu „alaihā. Faminhum min aṭlaqi „alaihā muṣṭalaḥa semantic unit, wahuwa al- muṣṭalaḥa al-laż

ikhtiranā tarjamatuhu al-„arabiyyat „unwānan lihażā al-faṣli. Waminhm min

(28)

-lughatu awala marratu „ammi „alā yadin allughawiya al-suwidiya Adolf Noreen wadakhala „ilmu al-lughatu al-amrikiya yadi Bulumfilidi „amm .

Watakhtalifu wijhāti an-naẓari al-lughawiyyati ad-dilāliyyah. Faminhum min qāla

innahā : al-wiḥda aṣ-ṣugharā lilma‟nā. Waminhum min qāla innahā : tujma‟u

min al-malāmiḥi al- tamyiziyyati, waminhum man qāla innahā :ayyu imtidādu mina al-kalāmi ya‟kasi tabāyanan dilāliyan.

Waiżā kāna ba‟ḍuhum qad I‟tabara al-wiḥdatu ad-dilāliyyah hiya an-naṣu a text

fainna mā żakarahu Nida min wujūdin mustawiyātu muta‟addadatu lihażihi al

-wiḥdatu huwa ikhtiyārunā, wamā saranā „alaihi hunnā.

waṭabaqan limā qālahu Nida fainna ayyu imtidādu min al-kālami min mustawā

al-mūrufim –bal mimmā dūna hażā al-mustawā- ilā al-kālami al-manṭuqi kulluhu

yumkinu anna yataḥaddaṡa „anhu min jānibina :immā kawḥadatu mu‟jamiyyatu Lexical unit aw kawḥadatu dilāliyyatu Semantic unit. faḥ namā yakūnu at

-tarkiyzu „alā ṣ ghati ma‟niyyati yakūnu al-mar u mutaḥaddaṡan „an wiḥdati

mu‟jamiyyati, walakinna ḥinamā yakūnu at-tarkizu „alā ma‟nā hażihi aṣ-ṣighati

yumkinu lilmara I an yasta‟mila mā yusammā b l- wiḥdati ad-dilāliyyati.

Wa qad qismu Nida al- wiḥdatu ad-dilāliyyatu ilā arba‟atin aqsāmi ra siyyah hiyā :

1.Al-kalimatu al-mufadatu. 2. Akbaru min killati (tark bu). 3.Aṣgharu min

kalimati (mūrufim muttaṣilu). 4. aṣgharu min mūrufim (ṣawtu mufradu)/.

Ada perbedaan diantara para ilmuan hadist tentang pengertian ilmu dilalah, yang sudah dipisahkan dai bidang mustalah hadist. Adapun pembagiannya seperti unit semantik. Dan merupakan pembagian dari ilmu mustalah. Dan ilmu mustalah termasuk dalam ilmu bahasa pertama kali sejak tahun 1908 oleh Adolf Noreen dan termasuk ilmu bahasa dalam bahasa Amerika pada tahun 1926.

Mereka berbeda pendapat tentang ilmu dilalah yang merupakan bagian dari ilmu bahasa. Diantara mereka ada yang berpendapat : unit kesatuan makna terkecil. Sebagian berkata : gabungan makna dan sebagian lagi berkata variasi makna.

(29)

semantik. Maka ketika suatu kata sudah masuk dalam salah satu bagian dari leksikal dan semantik maka akn terlihat dalam sebuah kamus, akan tetapi kalau seandainya suatu kata tidak ada dalam leksikal maupun semantik, maka kata itu termasuk dalam ilmu dilalah.

Nida membagi dilalah kepada 4 bagian pokok, yaitu : 1) Kata-kata yang berdiri sendiri 2) Lebih besar dari susunan kalimat 3) Lebih kecil dari kalimat 4) Satuan

terkecil‟ (Umar, 1998: 21-22).

3. Pengertian Makna

Adapun makna menurut KBBI ( 2010- 2011 )adalah : (1) arti: ia memperhatikan setiap kata yg terdapat dalam tulisan kuno itu; (2) maksud pembicara atau penulis; pengertian yang diberikan kepada suatu bentuk kebahasaan. (http://www.kbbi.web.id/, diakses 3 April 2013).

Menurut Aristoteles dalam Chaer (1989, 13) Kata adalah satuan terkecil yang mengandung makna. Malah dijelaskannya juga bahwa kata itu memiliki dua macam makna, yaitu (1) makna yang hadir dari kata itu sendiri secara otonom, dan (2) makna yang hadir sebagai akibat terjadinya proses gramatikal. Kata adalah satuan bahasa yang memiliki satu pengertian ; atau kata adalah huruf yang diapit oleh dua buah spasi, dan mempunyai satu arti ( Chaer, 2007 : 162).

(30)

Menurut KBBI ( 2010- 2011) variasi adalah : (1) tindakan atau hasil perubahan dari keadaan semula; selingan: berulang-ulang tanpa--; (2) bentuk (rupa) yang lain; yang berbeda bentuk (rupa) : harga tiket pesawat memang ada– nya; berbagai– dialek bahasa indonesia; (3) hiasan tambahan: sepeda motornya diberi– berupa lampu-lampu kecil ( gambar temple dsb); (4) Bio perubahan turun-temurun pada binatang yang disebabkan oleh perubahan lingkungan; (5) Ling a.

wujud pelbagai manifestasi, baik bersyarat maupun tidak bersyarat dari suatu satuan; b. konsep yang mencakupi variable dan variasi. (http://www.kbbi.web.id/, diakses 11 september 2013)

Adapun Chaer (1989: 60-77) mengemukakan beberapa pengertian makna yaitu : 1. Makna Leksikal dan makna Gramatikal, 2. Makna Referensial dan Non referensial, 3. Makna Denotatif dan Konotatif, 4. Makna Kata dan makna istilah, 5. Makna konseptual dan Asosiatif, 6. Makna Idiomatikal dan Peribahasa, 7. Makna Kias.

Dari beberapa penjelasan pengertian tentang makna di atas peneliti hanya memfokuskan pada variasi makna saja bersumber pada teori Abdul Chaer.

4. Makna kata طسق ا / Al-Qisṭ /

Adapun berdasarkan kamus, Menurut Munawwir (1997 : 1118) kata طسق ا

/ Al-qis / ج طاسقا /aqsᾱṭu/ memiliki beberapa jenis makna yaitu : داع ا /al-„ᾱdilu/ „keadilan‟, يصنلا صحلا / al-ḥaṣṣatu wa an-naṣ bu/ „bagian‟, رادقملا /al-miqdᾱru/ „kadar‟, „jumlah‟, نازيملا / al-m zᾱnu/ „ neraca‟, „timbangan‟.

Menurut Yunus (1990 :341) kata طسق ا / Al-qis / جطاسقا /aqsᾱṭu/ bermakna

„adil‟, „bagian‟, „timbangan‟, „neraca‟, „ansuran‟, dan „kadarnya‟. Sedangkan kata

(31)

Menurut Bisri dan Fatah (1999 :596) kata طسق ا / Al-qis /جطاسقا /aqsᾱṭu/ bermakna „keadilan‟. Sedangkan ) ط سق طسق – طسق( /qasaṭa - qasṭᾱn – wa qusūṭᾱn/ memiliki makna „berlaku adil‟. Adapun makna kata طسق ا / Al-qis / قرف : طسق /qassaṭa : farraqa/ maknanya „memisah-misahkan‟, „membagi-bagikan‟, maksudnya yaitu م نيب ئشلا م قلا طسقت /taqassaṭa al-qawmu syai‟a bainahum/ maknanya „membagi dengan sama‟ dan م نيب ل ملا م قلا طستقا /iqtasaṭa al-qawmu almᾱla bainahum/ maknanya „masing-masing mengambil bagiannya‟.

Berikut ini dikemukakan contoh ayat Al-Qur‟an yang di dalamnya terdapat kata طسق ا / Al-qis /:

a) Ali Imran ayat 18 dan 21,

b) An-Nisa‟ ayat 127 dan 135,

c) Al –maidah ayat 8 dan 42

d) Al –an‟aam ayat 152

e) Al –a‟raf ayat 21

f) Yunus ayat 4 ,47, dan 54,

g) Ar-Rahman ayat 9

h) Al-„Araf dan 21,

i) Al-Anbiyaa dan 47,

(Quran player versi 2.0.1.0 copyright c 2005 wawan sjachriyanto)

5. Variasi makna kata طسق ا / Al-Qisṭ /

(32)

a. Kata طسق ا / Al-Qisṭ /dimaknai sebagai keadilan

د ش ل هن ا هٰلإ اإ ه كئلملا ل

علا مئ ق ِطْسِقْل ِب ۚ ا هٰلإ اإ ه ز زعلا كحلا ( لا

نارمع : 81 )

/syahidallᾱhu annahū lᾱ ilᾱha illᾱ huwa wal-malᾱ‟ikatu wa ulul‟ilmi qᾱ‟iman bīl -qis, lᾱ illᾱha illᾱ huwal-„az zul ḥak m/.”Allah menyatakan bahwasanya tidak ada

Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia, Yang menegakkan keadilan. Para malaikat dan orang-orang yang berilmu (juga mengatakan yang demikian itu). Tak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia, Yang Maha Perkasa lagi

Maha Bijakana”. (Qs.Ali Imran :11)

Contoh kata طسقلا/ Al-qis / yang terdapat di dalam ayat di atas sesuai dengan Al-Qur‟an Al-Karim dan Terjemahannya dengan Transliterasi Arab-Latin: 1998, bermakna keadilan. Keadilan yang dimaksud dalam ayat di atas yaitu Allah menjelaskan tentang keesaan dan keadilan-Nya serta agama yang diridhainya.

Adapun maksud makna kata طسقلا/ Al-qis / /keadilan/ dalam ayat ini menurut Ali (2009 : 133) Allah berbicara kepada kita melalui wahyu-Nya (perantaraan malaikat ) dan melalui Ciptaan-Nya, karena segenap alam ini mengagungkan Allah. Jika hendak dinilai secara wajar, tak ada pikiran sehat yang tidak akan menemukan bukti yang sama dalam hati dan kesadaran batinnya sendiri. Semua ini sebagai tanda akan Keesaan Allah, sifat-Nya yang mulia serta kebijaksanaan-Nya.

b. Kata طسقلا/ / Al-Qis /dimaknai sebagai neraca, timbangan ܱܧݎݔ ݍيܖاݕ݋݆ا طْسقْ ا

ىܻكݔ اݓب اݏيت۪ ݄ܐرخ ݍِم ۻَ۹ح ݄اق܃م ݌اك ݌إݔ ا۳يش ܙܻݎ م݇ܯت اف ۻمايق݆ا ݈ݕي݆

ۤ ݍي۹ساح اݏب ١٨

(33)

/wa naḍa‟ul-mawᾱz nal- qisṭa li yaumil qiyᾱmati fa lᾱ tuẓlamu nafsun syai‟ᾱ, wa

in kᾱna miṡqᾱla ḥabbatim min khardalin atainᾱ bihᾱ, wa kafᾱ binᾱ ḥᾱsib aan/.

“Kami akan memasang timbangan yang tepat pada hari kiamat, maka tiadalah dirugikan seseorang barang sedikit pun. Dan jika (amalan itu) hanya seberat biji sawi pun pasti kami mendatangkan (pahala)nya. Dan cukuplah kami sebagai pembuat perhitungan”. (Qs.Al- anbiyaa: 47)

Pada contoh di atas terjadi perubahan makna kata طسقلا / Al-qisṭ / /keadilan/ sesuai dengan Al-Qur‟an Al-Karim dan Terjemahannya dengan Transliterasi Arab-Latin: 1998, menjadi makna timbangan.

Menurut Imani Faqih (2006- 77) makna kataطسق ا / Al-qisṭ / dalam ayat ini menunjuk pada perhitungan yang cermat dan adil atas perbuatan-perbuatan manusia di Hari Kebangkitan serta pahala yang teliti dan adil di akhirat, agar orang- orang kafir dan para penindas tahu bahwa sekiranya mereka lolos dari hukuman di dunia ini, siksa akhirat pasti menunggu mereka, dan semua perbuatan mereka akan diperhitungkan dengan sangat teliti. Dalam ayat di atas, Allah Swt mengatakan, kami akan memasang neraca-neraca keadilan untuk hari kebangkitan,…

c. Kata طسق ا / Al-Qisṭ /dimaknai sebagai bagian, kadar, jumlah

(34)

BAB III

HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Variasi makna kata طسق ا / Al-Qisṭ / dalam Al-Qur’an

Berdasarkan analisis data yang telah dilakukan melalui software

Al-Qur‟an Player Versi 2.0.1.0 copyright c 2005-2007 Wawan Sajcriyanto dan

Al-Qur‟an Terjemahannya dengan Transliterasi 1111 maka terdapat 25 variasi makna

kata طسق ا / Al-Qis / di dalam Al-Qur‟an.

1. Kata طسق ا / Al-Qis / dimaknai sebagai adil/keadilan/benar.

Di dalam Al-Qur‟an kata طسق ا / Al-Qis / yang memiliki makna adil/keadilan/benar terdapat dalam surat :

a. Surat Al-Baqarah ayat 282 bermakna adil :

ن ذلا ا نمآ اذإ تن ادت ن دب لإ لج مسم ه بتك ف تك ل كن ب ت ك لدعل ب ا ت ك ن تك مك هم ع ل تك ف ل م ل ذلا ه ع حلا ت ل ل هبر ا سخب هنم ئ ش نإف ن ك ذلا ه ع حلا س عض ا ع طتس ن لم ه ل م ف ه ل لدعل ب ا د شتسا ن د ش نم كل جر نإف ل ن ك ن جر لجرف ن ت رما نمم ن ضرت نم ءاد شلا ن لضت مهادحإ ركذتف مهادحإ ىرخأا ا ءاد شلا اذإ م ا عد ا ا م ست ن ه بتكت ار غص ار بك لإ ه ج كلذ أ ط سْق دنع ل ق ةد ش ل ند ا ا ب ترت اإ ن ن كت ةر جت ةرض ح ن ر دت كن ب س ف ك ع ح نج ا ه بتكت ا د ش اذإ تع بت ا ر ض ت ك ا د ش نإ ا ع ت هنإف سف كب ا تا ل كم ع ل ل لكب ء ش ع

/ Yā ayyuhal-laż na āmanū iżā tadāyantum bi dainin ilā ajalim musamman

faktubūh, wal yaktub bainakum kātibum bil-„adl, wa lā ya‟ba kātibun ay yaktuba

kamā „allamahullāhu fal yaktub, walyumlilil-laż „alaihil-haqqu wal yattaqillāha

rabbahū wa lā yabkhas minhu syai‟ā, fa in kānal-laż „alaihil-haqqu saf han au

ḍa‟ fan au lā yastaṭ ‟u ay yumilla huwa fal yumlil waliyyuhū bil-„adl, wastasyhidū

(35)

-ukhrā, wa lā ya‟basy syuhadā‟u iżā mā du‟ū, wa lā tas‟amū an taktubūhu ṣag ran au kab ran ilā ajalih, żālikum aqsau „indallāhi wa aqwamu lisy-syahādati wa adnā allā tartābū illā an takūna tijāratan ḥāḍiratan tud rūnahā bainakum fa laisa „alaikum junāḥun allā taktubūhā, wa asyhidū iżā tabāya‟tum wa lā yuḍārra kātibuw wa lā syah d, wa in taf‟alū fa innahū fusūqum bikum, wattaqullāh, wa

yu‟allimukumullāh, wallāhu bi kulli sya‟in „al m/. “Hai orang-orang yang

beriman, apabila kamu bermu`amalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. Dan hendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar. Dan janganlah penulis enggan menuliskannya sebagaimana Allah telah mengajarkannya, maka hendaklah ia menulis, dan hendaklah orang yang berhutang itu mengimlakkan (apa yang akan ditulis itu), dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya, dan janganlah ia mengurangi sedikitpun daripada hutangnya. Jika yang berhutang itu orang yang lemah akalnya atau lemah (keadaannya) atau dia sendiri tidak mampu mengimlakkan, maka hendaklah walinya mengimlakkan dengan jujur. Dan persaksikanlah dengan dua orang saksi dari orang-orang lelaki diantaramu). Jika tak ada dua orang lelaki, maka (boleh) seorang lelaki dan dua orang perempuan dari saksi-saksi yang kamu ridhai, supaya jika seorang lupa maka seorang lagi mengingatkannya. Janganlah saksi-saksi itu enggan (memberi keterangan) apabila mereka dipanggil; dan janganlah kamu jemu menulis hutang itu, baik kecil maupun besar sampai batas waktu membayarnya. Yang demikian itu, lebih adil di sisi Allah dan lebih dapat menguatkan persaksian dan lebih dekat kepada tidak (menimbulkan) keraguanmu, (Tulislah mu`amalahmu itu), kecuali jika mu`amalah itu perdagangan tunai yang kamu jalankan di antara kamu, maka tak ada dosa bagi kamu, (jika) kamu tidak menulisnya. Dan persaksikanlah apabila kamu berjual beli; dan janganlah penulis dan saksi saling sulit-menyulitkan. Jika kamu lakukan (yang demikian), maka sesungguhnya hal itu adalah suatu kefasikan pada dirimu. Dan bertakwalah kepada Allah; Allah mengajarmu; dan Allah Maha Mengetahui

(36)

Menurut tafsir Ibnu Kasir (2007 :39) yang dimaksud dengan makna طسقلا/ Al-qis/ keadilan/ dalam surat Al-Baqarah ayat 282 yaitu keadilan dalam menulis surat perjanjian.

Berdasarkan tafsir Ali (2009 :121) ayat ini menjelaskan tentang transaksi-transaksi penyerahan barang yang dibeli sekarang dan pembayaran barang perjanjian pada suatu waktu atau tempat tertentu, jadi makna طسقلا/ Al-qis/ keadilan/ yang dimaksud dalam surat di atas yaitu dalam hal transaksi ini dianjurkan membuat dokumen tertulis, tetapi ini sudah merupakan suatu ketentuan bahwa kata-kata selanjutnya dalam ayat ini, yakni bahwa itu “lebih adil… lebih memperkuat kesaksian, dan lebih menjauhkan kamu dari keraguan”dan seterusnya, mengandung arti bahwa ini bukan hukum wajib. Contoh-contoh bentuk kemudian- pembayaran tunai dan penyerahan (barang) dengan segera-tidak memerlukan kesaksian tertulis, tetapi nampaknya untuk transaksi-transaksi demikian saksi-saksi lisan tetap dianjurkan.

b. Surat Ali-Imran ayat 18 bermakna keadilan :

د ش ل هن ا هـلإ اإ ه كئلملا ا ل

علا مئ ق ِطْسِقْل ِب ا هـلإ اإ ه ز زعلا كحلا

/syahidallᾱhu annahū lᾱ ilᾱha illᾱ huwa wal-malᾱ‟ikatu wa ulul‟ilmi qᾱ‟iman bīl -qis, lᾱ illᾱha illᾱ huwal-„az zul ḥak m/.“Allah menyatakan bahwasanya tidak ada

Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia, Yang menegakkan keadilan. Para malaikat dan orang-orang yang berilmu (juga menyatakan yang demikian itu). Tak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia, Yang Maha Perkasa lagi

Maha Bijaksana”. (Qs. Ali-Imran: 18)

(37)

Berdasarkan tafsir Imani Faqih (2006 : 145) makna طسقلا/ Al-qis/ keadilan/ dalam surat Ali-Imran ayat 18 yaitu …dan (demikian pula) para

malaikat, dan mereka yang memiliki pengetahuan, berdiri kukuh demi keadilan…

Dan para malaikat bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah yang Mahaesa, yang dengan-Nya keadilan ditegakkan. … tiada Tuhan selain Dia, yang Mahaperkasa, Mahabijaksana. Dialah yang Esa, dan tiada yang lain, yang memberikan rejeki, memperlakukan para hamba-Nya dengan adil, dan tiada ketimpangan dalam segala urusan-Nya.

c. Surat Ali-Imran ayat 21 bermakna adil:

َ݌إ ݍيܓَ݆ا ݌ݔرܻ݃ي ۼاي۩ب َ ݌ݕ݇تقيݔ ݍيِي۹َݏ݆ا ريغب قح ݌ݕ݇تقيݔ ݍيܓِ݆ا ݌ݔرم۫ي طْسقْ اب ݍم ܘاَݏ݆ا مهرِܟ۹ف ۶اܓعب مي݆۪ ۤ ٤ ۣ

/Innal-laż na yakfurūna bi āyātillāhi wa yaqtulūnan-nabiyy na bi gairi ḥaqqiw wa

yaqtulūnal-laż na ya‟murūna bil-qisṭi minan-nāsi fa basysyirhum bi „ażābin

al m/. “Sesungguhnya orang-orang yang kafir kepada ayat-ayat Allah dan

membunuh para nabi yang memang tidak dibenarkan dan membunuh orang-orang yang menyuruh manusia berbuat adil, maka gembirakanlah mereka bahwa mereka akan menerima siksa yang pedih”. (Qs. Ali-Imran: 21)

Menurut Ali (2009 :134) makna طسق ا/ Al-qisṭ/ keadilan/ yang dimaksud pada ayat di atas yaitu Hak, haqq mengandunng perbedaan arti yang hampir sama: (1) hak, dalam pengertian kebenaran mengenai sesuatu; (2) hak, dalam pengertian tingkah laku yang lurus, kebalikannya daripada yang salah, batil; (3) kebenaran; (4) keadilan.

d. Surat An-Nisa‟ ayat 3 bermakna adil:

(38)

/Wa in khiftum allā tuqsiṭū fil-yatāmā fankiḥū mā ṭāba lakum minan-nisā‟i maṡnā

wa ṡulāṡa wa rubā‟, fa in khiftum allā ta‟dilū fa wāḥidatan au mā malakat

aimānukum, żālika adnā allā ta‟ūlū/. “Dan jika kamu takut tidak akan dapat

berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yatim (bilamana kamu mengawininya), maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi: dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu

adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya”.

Dalam tafsir Ali (2009 :182) maksud dari makna طسقلا/ Al-qis/ adil/

yang terkandung pada surat An-Nisa‟ ayat 3 yaitu dalam hal melindungi anak-anak yatim, mengurus dan memperlakukan dengan dasar peri kemanusiaan yang tinggi dan seadil-adilnya. Baik itu dalam hukum yang berkenaan dengan segala ketentuan perkawinan, melindungi segala kepentingan harta mereka dan benar-benar berlaku adil terhadap mereka dan segala yang menjadi tanggungan kita sendiri kalau memang dapat kita lakukan . Kalau tidak, usahakan cara lain demi kebaikan anak-anak yatim itu.

e. Surat An-Nisa‟ ayat 127 bermakna adil.

ن ت تس ف ء سنلا لق ل ك ت ن ف م ت ك ع ف تكلا ف م ت ء سنلا تللا ا ن ن ت ت م تك ن ل ن بغرت ن نه حكنت ن عضتسملا نم نادل لا ن ا م ت م ت ل ِطْسِقْل ِب م ا ع ت نم ر خ نإف ل ن ك هب م ع

/Wa yastaftūnaka fin-nisā‟, qulillāhu yuft kum f hinna wa mā yutlā „alaikum fil

-kitābi f yatāman-nisā‟il-lāt lā tu‟tūnahunna mā kutiba lahunna wa tarqabūna an

tankiḥūhunna wal-mustaḍ‟af na minal-wildāni wa an taqūmū lil-yatāmā bil-qis,

wa mā taf‟alū min khairin fa innallāha kāna bih „al mā/. “Dan mereka minta

(39)

menyuruh kamu) supaya kamu mengurus anak-anak yatim secara adil. Dan kebajikan apa saja yang kamu kerjakan, maka sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahuinya”.

Penjelasan mengenai surat An-Nisa‟ ayat 127 sudah dijelaskan dilatar belakang. Adapun maksud dari makna طسقلا/ Al-qisṭ/ adil/ pada surat ini yaitu berlaku adil dalam hal penjagaan hak-hak janda-janda dan anak-anak yatim yang perlu ditolong, sebab biasanya mereka lemah, diperlakukan tidak pada tempatnya dan diperas.

Menurut tafsir Imani Faqih (2004: 200) makna طسقلا/ Al-qis/ adil/ yang dimaksud dalam surat An-Nisa‟ ayat 127 yaitu Untuk mempertahankan hak-hak kaum wanita dan menyelamatkannya, kita harus selalu mengikuti perintah-perintah pemimpin yang suci. Dan mereka minta fatwa kepadamu… Disebutkannya pembelaan terhadap kaum wanita, anak-anak dan anak-anak yatim dalam Al-Qur‟an, adalah pertanda adanya pelanggaran terhadap hak-hak mereka di sepanjang sejarah. Dukungan Allah terhadap hak-hak kaum wanita adalah pernyataan-Nya yang tak dapat diubah lagi…. Katakanlah, “Allah memberi fatwa

kepadamu tentang mereka,… Memperlakukan anak-anak yatim dengan adil

adalah contoh terbaik dari amal saleh…. Dan kebaikan apapun yang kamu

lakukan,…. Umat Islam harus untuk menegakkan keadilan di kalangan anak-anak

yatim….supaya kamu mengurus anak-anak yatim secara adil,… Akan tetapi, kamu harus tahu pelayanan dan pertolonganmu kepada orang-orang miskin di masyarakat tidak akan diabaikan….maka sesungguhnya Allah mengetahuinya.

f. Surat An-Nisa‟ ayat 135 bermakna keadilan.

(40)

/Ya ayyuhal-laż na āmanū kūnū qawwām na bil-qisi syuhadā‟a lillāhi wa lau‟alā anfusikum awil-wālidaini wal-aqrab n, iy yakun ganiyyan au faq ran fallāhu aulā

bihimā, fa lā tattabi‟ul-hawā an ta‟dilū, wa in talwū au tu‟riḍū fa innallāha kāna

bimā ta‟malūna khab rā/. “Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang

yang benar-benar penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah biarpun terhadap dirimu sendiri atau ibu bapa dan kaum kerabatmu. Jika ia kaya ataupun miskin, maka Allah lebih tahu kemaslahatannya. Maka janganlah kamu mengikuti hawa nafsu karena ingin menyimpang dari kebenaran. Dan jika kamu memutar balikkan (kata-kata) atau enggan menjadi saksi, maka sesungguhnya Allah adalah Maha

Mengetahui segala apa yang kamu kerjaan”. (Qs. An-Nisa‟: 135)

Menurut Ibnu Kasir (2007: 41) adapun makna طسقلا /Al-qis/ keadilan/

dalam surat An-Nisa‟ ayat 135 yaitu menjadikan penegakan keadilan sebagai salah satu tugas utama orang-orang mukmin. Dalam hal ini, faktor kerabat, kuat dan lemah tidak boleh menghalangi mereka menegakkan keadilan.

Dan menurut Ali (2009: 227) maksud dari makna طسقلا/ Al-qis/ keadilan/

dalam ayat di atas yaitu ada setengah orang yang mungkin cenderung mau mendukung pihak yang kaya, karena menharapkan sesuatu dari pihaknya. Ada pula yang cenderung mau membantu pihak yang miskin, karena umumnya mereka orang-orang yang tak berdaya. Sikap memihak kemana pun tidak benar. Bersikap adillah, tanpa harus merasa takut atau terbawa oleh perasaan. Baik yang kaya atau yang miskin keduanya berada di bawah perlindungan Allah, sepanjang kepentingan mereka sah; tetapi mereka tidak dapat mengharapkan keuntungan dengan mengorbankan pihak lain. Dan dia akan melindungi urusannya itu lebih baik daripada yang dapat dilakukan manusia.

(41)

Dalam ayat ini Allah tidak mempergunakan ݍي݋ئاق penegak keadilan, akan tetapi mempergunakan ي ماَو ق benar-benar menegakkan keadilan. Maksudnya bahwa yang diinginkan adalah kontinuitas dalam berbuat adil, seakan-akan keadilan itu sudah menjadi bagian dari diri mukmin yang diaplikasikan dalam kehidupan kesehariannya. Masyarakat yang mendatangi hakim untuk mendapatkan keputusan dengan adil, inilah yang dikatakan طسق݆ا . Adapun keputusan banding yang dilakukan untuk mendapatkan keadilan kembali setelah diperhatikan adanya kesalahan dalam keputusan pertama, hal ini dinamakan ܨاسقإا . Inilah istilah yang selama ini diperdebatkan oleh para pakar hukum. Jadi istilah qisth adalah keadilan

tingkat pertama sedangkan qisᾱth adalah keadilan pada tingkat kedua.

Ayat ini menunjukan tidak cukup hanya menegakkan keadilan tapi juga harus dibarengi dengan kesaksiannya kepada Allah. Kenapa? Karena bisa saja orang kafir bertindak adil dan muslim juga bertindak adil, hanya saja di sana ada perbedaan yang mencolok. Muslim bertindak adil karena di hatinya ada Allah dan berbuat adil Karena permintaan Allah, bukan karena tujuan-tujuan tertentu seperti orang kafir yang adil. Orang kafir yang adil bisa jadi karena ingin mendapat pujian, harta atau ambisi. Untuk itu, adil saja tidak cukup, tapi harus ditambah dengan keberadaan Allah di dalam hati.

g. Surat Al-Maidah ayat 8 bermakna adil.

ن ذلا ا نمآ ا ن ك ن ما ق ِ ءاد ش ِطْسِقْل ِب ا

كنمرج ن نش ق ع ا ا لدعت ا لدعا ه رق

ى ت ل ا تا ل نإ ل ر بخ مب ن معت

/ Ya ayyuhal-laż na āmanū kūnū qawwām na lillāhi syuhadā‟a bil-qisi, wa la

yajrimannakum syana‟ānu qaumin „alā allā ta‟dilū, i‟dilū, huwa aqrabu lit

-taqwā, wattaqullāh, innallāha khab rum bimā ta‟malūn/. “Hai orang-orang yang

(42)

sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan”. (Qs. Al-Maidah :8)

Menurut Ibnu Kasir (2007: 41) makna طسق ا/ Al-qis/ keadilan/ dalam surat Al-Maidah ayat 8 yaitu kebencian dan pemaksaan dibolehkan dalam upaya menegakkan keadilan. Menurut Ali (2009: 246) yang dimaksud makna طسقلا/ Al-qisṭ/ adil/ dalam surat di atas yaitu berlaku adil dan berbuat baik dalam suasana yang menyenangkan kita atau dalam suasana netral sungguh patut dipuji, namun kita akan benar-benar diuji bila kita berlaku adil terhadap orang yang membenci kita atau terhadap orang yang tidak kita sukai. Setidak-tidaknya kita dituntut mempunyai kesadaran moral yang lebih tinggi.

Menurut Sya‟rawi (2006: 560) Kata ِطْسِقْلا mengandung banyak pengertian. Dia berasal dari lafazh-lafazh yang terkadang menunjukkan keadilan, tetapi terkadang menunjukkan kezaliman. Dia adalah salah satu lafaz yang digunakan dalam suatu arti dan kebalikannya sekaligus. Ini merupakan keistimewaan bahasa arab. Hal ini menuntut orang yang mendengar untuk memperhatikan dengan baik kalimat tersebut agar dapat mengetahui arti serta hubungan kalimatnya. Pada ayat bahasan kita ini, Allah : ِطْسِقْل ِب ءا د ش artinya, syahidᾱ bil „adli/para saksi yang

adil. Kecakapan pendengarlah yang mengarahkan lafaz kepada arti yang

dimaksud melalui hubungan antara kalimat. Para pendengar Al-qur‟an diharapkan mampu mencermati kelenturan bahasa hingga dapat membedakan

antara dua hal seolah sama tapi berbeda. Jadi di sana ada “qisth” dan “Aqsath.” Qisth berarti berlaku adil dan aqsath artinya mendirikan keadilan dengan menghilangkan kezaliman. Sedangkanqusūth artinya adalah kezaliman.

(43)

timbangan yang lain. Kita mungkin pernah melihat para pedagang yang mengurangi timbangan dengan berbagai cara. Akan tetapi Allah adalah tuhan yang benar-benar adil.

Ayat ini turun karena Rasulullah Saw mengeluarkan sebuah hukum yang benar dan adil menurut pandangan manusia. Lalu Allah menjelaskan kepada Rasulullah hukum yang lebih adil. Memang benar bahwa keadilan yang ditetapkan oleh Rasulullah terlepas dari hawa atau tendensi dan syahwat. Akan tetapi keadilan Allah lebih teliti dan mutlak ketelitiannya.

h. Surat Al-Maidah ayat 42 bermakna adil.

ن ع مس ذك ل

ن ل ك حس ل نإف ج كح ف ن ب ضرع نع نإ ضرعت نع ن ف رض

ئ ش نإ مكح كح ف ن ب ِطْسِقْل ِب نإ ل ح ن طس ملا

/Sammā‟ūna lil-każibi akkālūna lis-suḥt, fa in jā‟ūka faḥkum bainahum au a‟riḍ

„anhum, wa in tu‟riḍ „anhum fa lay yaḍurrūka syai‟ā, wa in ḥakamta faḥkum

bainahum bil-qis, innallāha yuḥibbul- muqsiṭ n/. “Mereka itu adalah orang-orang yang suka mendengar berita bohong, banyak memakan yang haram. Jika mereka (orang Yahudi) datang kepadamu (untuk meminta putusan), maka putuskanlah (perkara itu) di antara mereka, atau berpalinglah dari mereka; jika kamu berpaling dari mereka maka mereka tidak akan memberi mudharat kepadamu sedikitpun. Dan jika kamu memutuskan perkara mereka, maka putuskanlah (perkara itu) di antara mereka dengan adil, sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang

adil”. (Qs. Al-Maidah :42)

(44)

Adapun menurut Al-Qur‟an dan terjemahannya dengan transliterasi (1998 : 214) surat Al-Maidah ayat 42 ini menjelaskan tentang pengingkaran orang-orang yahudi terhadap hukum-hukum taurat dan keharusan memutuskan perkara menurut hukum yang diturunkan Allah.

Menurut Sya‟rawi (2006 : 616) makna طسقلا/ Al-qisṭ/ adil/ dalam surat Al-Maidah ayat 42 adalah ني ِطِسْق مْلا ِح ي ه نِإ ۚ ِطْسِقْل ِب ْم نْي ب ْم كْح ف ْم ك ح ْنِإ

“Dan jika kamu memutuskan perkara mereka, maka putuskanlah (perkara itu) diantara mereka dengan adil, sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang adil”.

Hukum ini datangnya bagaikan kurung buka dan tutup. Hukum harus ditegakkan atas prinsip keadilan. Adil yang dimaksud berpedoman pada apa yang diturunkan Allah, dan bukan mengikuti hawa nafsu semata. Hukum yang adil adalah demi meruntuhkan kezaliman. Seolah-olah telah terbentuk suatu kelaziman yang terorganisasi yang harus dirontokkan untuk mengembalikan keseimbangan dan keharmonisan antara manusia dan alam. Sebab alam ini tertata atas prinsip keseimbangan. Bumi berputar, matahari menjalankan perannya dan bintang-bintang tidak saling bertubrukan. Inilah yang direkam oleh ayat : dan masing –masing beredar pada garis edarnya. (QS yasin (36): 40) Artinya bahwa manusia, jika menginginkan segala urusannya yang bersifat bebas pilih (ikhtiyar), harus bercermin pada hal-hal sekitarnya yang bersifat tidak bebas pilih (jabariyah). Pada hal yang kedua, segala sesuatunya berlangsung dengan penuh keteraturan, keselarasan dan keseimbangan, maka manusia juga harus mengaopsi prinsip keseimbangan dan keadilan tersebut untuk mewujudkan keharmonisan sebagaimana alam.

i. Surat Al-Maidah ayat 42 bermakna orang-orang adil.

ن ع مس ذك ل

ن ل ك حس ل نإف ج كح ف ن ب ضرع نع نإ ضرعت نع ن ف رض

(45)

/Sammā‟ūna lil-każibi akkālūna lis-suḥt, fa in jā‟ūka faḥkum bainahum au a‟riḍ

„anhum, wa in tu‟riḍ „anhum fa lay yaḍurrūka syai‟ā, wa in ḥakamta faḥkum

bainahum bil-qisṭ, innallāha yuḥibbul- muqsiṭīn/.“Mereka itu adalah orang-orang yang suka mendengar berita bohong, banyak memakan yang haram. Jika mereka (orang Yahudi) datang kepadamu (untuk meminta putusan), maka putuskanlah (perkara itu) di antara mereka, atau berpalinglah dari mereka; jika kamu berpaling dari mereka maka mereka tidak akan memberi mudharat kepadamu sedikitpun. Dan jika kamu memutuskan perkara mereka, maka putuskanlah (perkara itu) di antara mereka dengan adil, sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang adil“. (Qs. Al-Maidah: 42)

Penjelasan makna طسقلا/ Al-qis/ adil/ dalam surat Al-Maidah ayat 42 ini sudah dijelaskan pada poin H, hanya saja di sini طسقلا/ Al-qis/ adil/ menjadi berubah bentuk menjadi يطسق ا / al-muqsiṭīn/ orang-orang yang adil.

j. Surat Al-An‟am ayat 152 bermakna adil.

ا ا بر ت ل م ت لا اإ تل ب ه نسح تح غ ب هدش ا ف ل كلا ناز ملا ِطْسِقْل ِب ا ف كن س ن اإ عس اذإ ت ق ا لدع ف ل ن ك اذ برق د عب ل ا ف كلذ ك ص هب ك عل ن ركذت

/Wa lā taqrabū mālal-yat mi illā bil-lat hiya aḥsanu ḥattā yabluga asyuddah, wa

auful-kaila wal-m zāna bil-qis, lā nukallifu nafsan illā wus‟ahā, wa iżā qultum fa‟dilū wa lau kāna żā qurbā, wa bi „ahdillāhi aufū, żālikum waṣṣākum bih

tażakkarūn/. “Dan janganlah kamu dekati harta anak yatim, kecuali dengan cara

yang lebih bermanfa`at, hingga sampai ia dewasa. Dan sempurnakanlah takaran dan timbangan dengan adil. Kami tidak memikulkan beban kepada seseorang melainkan sekedar kesanggupannya. Dan apabila kamu berkata, maka hendaklah kamu berlaku adil kendatipun dia adalah kerabat (mu), dan penuhilah janji Allah. Yang demikian itu diperintahkan Allah kepadamu agar kamu ingat”. (Qs. Al

(46)

Menurut Ibnu Kasir (2007: 39) dalam surat Al-An‟am ayat 152 makna

طسقلا/ Al-qis/ adil/ yaitukeadilan dalam ucapan dan kesaksian.

Menurut Al-Qur‟an dengan terjemahannya dan transliterasi (1111: 212) dalam surat Al- An‟am ayat 152 menjelaskan tentang peraturan-peraturan yang dibuat oleh kaum musyrikin dan pimpinan Allah terhadap kaum muslimin.

Menurut Sya‟rawi (2006: 536) makna طسق ا/ Al-qisṭ/ adil/ dalam surat diatas yaitu طْسقْ اب ا زي ْ ا و ْي ْ ا اوفْو أ و Dan sempurnakanlah takaran dan timbangan dengan adil . kata ْي ْ ا takaran adalah alat untuk mengukur berat dan volume, dan ا زي ْ ا timbangn adalah alat untuk mengukur berat. Ukuran besar diketahui dengan takaran dan ukuran berat diketahui dengan timbangan. Untuk ukuran panjang diketahui dengan meter. Tentu tiap sesuatu memiliki batasannya dan kesemuannya itu harus dilakukan dengan akurat. Mencari nilai akurat dari suatu takaran dan timbangan sebenarnya adalah pekejaan yang sulit. Untuk memudahkannya dibuatlah berbagai jenis timbangan untuk disesuaikan dengan kreteria barang yang ditimbang agar mendekati pada nilai akurat.

k. Surat Al-A‟raf ayat 29 bermakna keadilan.

لق رم بر ِطْسِقْل ِب ا م ق كه ج دنع لك دجسم ه عدا ن ص خم هل ن دلا مك ك دب ن د عت

/Qul amara rabb bil-qis, wa aq mū wujūhakum „inda kulli masjidiw wad‟ūhu

mukhliṣ na lahud-d n, kamā bada‟akum ta‟ūdūn/. “Katakanlah: "Tuhanku

menyuruh menjalankan keadilan". Dan (katakanlah): "Luruskanlah muka (diri) mu di setiap shalat dan sembahlah Allah dengan mengikhlaskan keta`atanmu kepada-Nya. Sebagaimana Dia telah menciptakan kamu pada permulaan (demikian pulalah) kamu akan kembali kepadaNya)". (Qs. Al-A‟raf :21)

Menurut Imani Faqih (2004 :422) maksud dari makna طسق ا/ Al-qisṭ/ adil/

dalam surat diatas yaitu ayat ini dimulai dengan kalimat sebagai berikut,

katakanlah, “tuhanku menyuruh (kita) berlaku adil,…”Al-Qur‟an memerintahkan

Rasulullah saw untuk menyampaikan bahwasanya Allah Swt telah memerintahkannya berbuat adil, di mana keadilan itu merupakan cerminan dari kebijaksanaan seseorang dalam melakukan tindakan yang patut, benar dan baik. Makna istilah qis(adil)dalam ayat ini adalah „keesaan (Tuhan)‟.

l. Surat Yunus ayat 4 bermakna adil.

(47)

/Ilaihi marji‟ukum jam ‟ā, wa‟dallāhi ḥaqqā, innahū li yajziyal-laż na āmanū wa

„amiluṣ-ṣāliḥāti bil-qis, wal-laż na kafarū lahum syarābum min ḥam m w wa

„ażābun al mum bimā kānū yakfurūn/. “Hanya kepadaNyalah kamu semuanya

akan kembali; sebagai janji yang benar daripada Allah, sesungguhnya Allah menciptakan makhluk pada permulaannya kemudian mengulanginya (menghidupkannya) kembali (sesudah berbangkit), agar Dia memberi pembalasan kepada orang-orang yang beriman dan yang mengerjakan amal saleh dengan adil. Dan untuk orang-orang kafir disediakan minuman air yang panas dan azab yang

pedih disebabkan kekafiran mereka”. (Qs. Yunus: 4)

Menurut Imani Faqih (2005:13) makna طسقلا/ Al-qis/ adil/ yang dimaksud dalam surat diatas adalah mengatakan, ….agar Dia memberi pembalasan kepada orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dengan adil. Dan untuk orang-orang kafir disediakan minuman air yang panas dan azab yang pedih disebabkan kekafiran mereka. Oleh karena itu, mereka yang beriman dan telah mengerjakan amal-amal saleh akan diberi ganjaran secara adil, yang akan membawa mereka ke surga. Di lain pihak, bagian untuk orang-orang yang kafir adalah cairan membakar yang terbuat dari air mendidih yang akan menyiksa mereka dengan pedihnya dan mereka akan ditempatkan di neraka untuk selama-lamanya.

m. Surat Yunus ayat 47

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini membahas tentang konsep pendidikan anak dalam al-Qur’an surah Al- Alaq ayat 1-5 (telaah pemikiran Quraish Shihab dalam tafsir al-Misbah). Penelitian ini

Dari penjelasan di atas dapat diberi kesimpulan bahwa orang-orang yang menyekutukan Allah atau menyembah selain Allah maka dia akan dimasukan kedalam neraka jahanam seperti

Dari penjelasan di atas, prinsip Tawakkal di sini adalah orang yang beriman kepada Allah menyebut nama Allah dan dalam kematian membaca ayat-ayat Al-Qur'an dan hanya

Barangsiapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir.

Sedangkan pada ayat berikut melarang berbuat kepada non muslim yang memerangi dan mengusir, menurut al-Thabari ia adalah kafir musyrik makkah; 13 Keempat ayat di atas di

dari orang kafir. Yang demikian itu karena Allah adalah wali bagi orang yang beriman. Orang kafir tidak memiliki wali. Sesungguhnya wali kamu adalah Allah dan Rasul-Nya.

Makna jahl yang terdapat dalam ayat 138 dari surah al-A’raf berhubungan erat dengan bani Israil, kebodohan mereka ditafsirkan dengan: “Kebodohan dari orang-orang

Tafsir al-Misbah karya Quraish Shihab ditulis dalam bahasa Indonesia yang berisi 30 juz ayat-ayat al-Quran yang terbagi menjadi 15 jilid berukuran besar. Pada setiap jilidnya