• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Aplikasi Pestisida pada Tanaman Padi dan Residu Pestisida Golongan Organofosfat dalam beras di Kelurahan Sidoarjo Dua Ramunia Kecamatan Beringin Kabupaten Deli Serdang Tahun 2015

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Aplikasi Pestisida pada Tanaman Padi dan Residu Pestisida Golongan Organofosfat dalam beras di Kelurahan Sidoarjo Dua Ramunia Kecamatan Beringin Kabupaten Deli Serdang Tahun 2015"

Copied!
122
0
0

Teks penuh

(1)

Lampiran 1. Kuesioner Penelitian

KUESIONER PENELITIAN

ANALISIS APLIKASI PESTISIDA PADA TANAMAN PADI DAN RESIDU

PESTISIDA GOLONGAN ORGANOFOSFAT DALAM BERAS DI

KELURAHAN SIDOARJO DUA RAMUNIA KECAMATAN

BERINGIN KABUPATEN DELI SERDANG

TAHUN 2015

A. Kriteria Responden

1. Petani laki-laki atau perempuan yang berumur 30 tahun ke atas. 2. Petani yang menanam padi varietas Ciherang, IR 64, dan Mekongga. 3. Petani yang menggunakan pestisida golongan organofosfat.

4. Berdomisili di Kelurahan Sidoarjo Dua Ramunia Kecamatan Beringin kabupaten deli serdang.

5. Bersedia menjadi informan.

B. Karakteristik Petani

1. Nama :

2. Jenis Kelamin : 3. Pendidikan :

4. Usia :

C. Karakteristik Usahatani Responden

5. Lama bertani : 6. Varietas Padi : 7. Luas areal pertanian :

(2)

D. Aplikasi Pestisida

9. Pestisida yang sering Bapak/Ibu gunakan dalam mengendalikan hama dan memberantas penyakit tanaman pada padi

Merek Pestisida Nama Bahan

Aktif Formulasi Dosis

10.Jika Bapak/Ibu ingin membeli pestisida untuk memberantas hama dan penyakit tanaman pada padi,bagaimana jenis pestisida yang Bapak/Ibu beli a. Pestisida yang sesuai dengan jenis hama dan penyakit tanaman

b. Pestisida yang ampuh bagi segala jenis hama dan penyakit tanaman c. Pestisida yang murah harganya

11.Dari mana Bapak/Ibu biasanya tahu tentang jenis pestisida yang cocok digunakan dalam memberantas hama pada tanaman padi

a. Dari petugas penyuluh pertanian b. Dari penjual pestisida

c. Dari petani lain

12.Dimana bapak biasanya membeli pestisida a. Kios pertanian

b. Dari petani lain

c. Warung/penjual alat pertanian

13.Bagaimana cara Bapak/Ibu dalam menentukan dosis pestisida yang akan dipergunakan dalam memberantas hama tanaman padi?

(3)

c. Dengan dikira-kira saja

14.Pada waktu kapan Bapak/Ibu melakukan penyemprotan pestisida pada tanaman padi?

a. Pagi b. Siang c. Sore

15.Berdasarkan apa Bapak/Ibu melakukan penyemprotan pada tanaman padi a. Umur padi

b. Banyaknya hama c. Saran petani lain

16.Berapa kali biasanya Bapak/Ibu menggunakan pestisida mulai dari tanam sampai panen

a. 1-3 kali b. 4-6 kali c. >7 kali

17. Pada waktu kapan Bapak/Ibu melakukan penyemprotan terakhir pestisida sebelum panen?

a. 4 minggu sebelum panen b. 2 minggu sebelum panen c. 1 minggu sebelum panen

18.Apakah Bapak/Ibu pernah mendengar sebelumnya bahwa penggunaan pestisida yang tidak sesuai aturan dapat meninggalkan residu pestisida pada padi?

a. Belum pernah mendengar sebelumnya

(4)

Lampiran 2. Batas Maksimum Residu Pestisida Golongan Organofosfat Dalam

Beras Berdasarkan SNI No. 7313 :2008.

Bahan Aktif Organofosfat Batas Maksimum Residu (mg/kg)

Klorpirifos 0,5

(5)
(6)
(7)
(8)
(9)
(10)
(11)
(12)
(13)
(14)
(15)
(16)
(17)

Lampiran 3. Gambar Dokumentasi Penelitian

Gambar 1. Wawancara terhadap Petani Responden di Sawah

(18)
(19)

DAFTAR PUSTAKA

AAK, 1990. Budi Daya Tanaman Padi. Kanisius, Yogyakarta.

Achmadi, U.F., 2008. Manajemen Penyakit Berbasis Lingkungan. Universitas Indonesia Press, Jakarta.

Andoko, A., 2010. Budi Daya Padi secara Organik. Penebar Swadaya, Jakarta. Anonim, 2010. Upaya Mengurangi Efek Negatif Pestisida. Diakses pada 29

Desember 2010 http://epetani.pertanian.go.id/pestisida/upaya-mengurangi-efek-negatif-pestisida-1514.

Ardiyanto, A.,2013. Hubungan Antara Aktivitas Asetilkolinetrase darah dengan fungsi Paru Petani ( Studi pada Petani Yang Terpapar Kronik Pestisida Organofosfat). Laporan Hasil Karya Tulis Ilmiah Progam Pendidikan Sarjan Kedokteran Undip, Semarang.

Baehaki, 1993. Insektisida Pengendalian Hama Tanaman. Angkasa, Bandung. Budiarto, E., 2003. Metodologi Penelitian Kedokteran, Sebuah Pengantar.

EGC, Jakarta.

Departemen Pertanian RI., 1984. Badan Pendidikan Latihan dan Penyuluhan. Pestisida dan Penggunaanya. PT. Petrokimia, Gresik.

Departemen Pertanian RI, 1998. Pestisida Untuk Perkebunan. Direktorat Jenderal Pertanian.

Djojosumarto, P., 2009. Teknik Aplikasi Pestisida Pertanian. Kanisius, Yogyakarta.

Fiananda, A.I., 2014. Hubungan Antara Aktivitas Asetilkolinesterase Darah Dan Waktu Reaksi Petani Kentang Dengan Paparan Kronik Pestisida Organofosfat. Skripsi Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro,Semarang.

Frank C. L., 1995. Toksikologi Dasar (Azas, Organ Sasaran dan Penilaian Resiko). Penerbit Universitas Indonesia, Jakarta.

Harahap, I.Z., 2009. Aplikasi Pestisida Dan Analisa Residu Pestisida Golongan Organofosfat Dalam beras Di Kecamatan Portibi Kabupaten Padang Laswas Utara Tahun 2009. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara, Medan.

Husodo, S., 2013. Penggunaan Pestisida Untuk Padi Dalam Konteks Ketahanan Pangan Global. http://stppyogyakarta.ac.id/wpcontent/uploads /2013/11/ Penggunaan-Pestisida.pdf.

Indraningsih dan widiastuti, R., 1995. Residu Pestisida Organoklorin Serta Kemungkinan Bahayanya Pada Ternak Dan Manusia. Balai Penelitian Veteriner, Bogor.

Kusno, S., 1993. Pencegahan pencemaran pupuk dan pestisida. Penertbit Swadaya, Jakarta.

(20)

Mubaroq, I.A., 2013. Kajian Potensi Bionutrien Caf dengan Penambahan Ion Logam Terhadap Pertumbuhan dan Perkembangan Tanaman Padi. Universitas Pendidikan Indonesia, Jakarta.

Munaf, S., 1997. Keracunan Akut Pestisida. Widya Medika, Jakarta.

Musfiandi, Taqwin., Anwar dan Agus B., 2013. Identifikasi Residu Pestisida Dieldrin Dalam Beras Lokal Dan Beras Impor Di Pasar Terong Dan Lotte Mart Kota Makassar. Bagian Kesehatan lingkungan, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin, Makassar. http://repository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/8326/Jurnal%20 Musfiandi%20Taqwin.pdf?sequence=1.

Sartono, 2001. Racun Dan Keracunan. Cetakan I. Widya Medika, Jakarta. Sastroutomo, S.S., 1993. Pestisida: Dasar Dasar dan Dampak Penggunaannya.

Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Sa’id, E.G., 1994. Dampak Negatif Pestisida, Sebuah Catatan bagi Kita Semua. Agrotek, Vol. 2(1). IPB, Bogor.

Sembiring, S., 2011. Pengaruh Pencucian Terhadap Residu Pestisida Profenofos Pada Cabai Merah. Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara, Medan.

Sitompul, P., 1987. Penggunaan Pestisida Secara Tepat Dan Aman. Kanwil Dep.Kes Sumut, Medan.

Slamet, J.S., 1994. Kesehatan Lingkungan. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Soemirat, J., 2003. Toksikologi Lingkungan. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Sofia, D., 2001. Pengaruh Pestisida Dalam Lingkungan Pertanian. USU Digital Library, Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan. Sudarmo, 1993. Pestisida Untuk Tanaman. Cetakan I. Kanisius, Yogyakarta. Sugeng, HR., 1998. Bercocok Tanam Padi. Aneka Ilmu, Semarang.

Suma’mur, P.K., 1986. Hygiene Perusahaan dan Keselamatan Kerja. Gunung Agung, Jakarta.

Sumarni, Ni Made Rai., 2011. Optimalisasi Sistem Usahatani Terdiversifikasi untuk Memaksimalkan Pendapatan Usahatani di Kota Denpasar. Program Pasca Sarjana Universitas Udayana, Denpasar.

Supartha, N., 2005. Pendekatan Holistik Membangun Agribisnis. CV Bali Media Adhikarsa, Denpasar.

Suprayono dan Setyono, A., 1997. Mengatasi Permasalahan Budi Daya padi. Cetakan I. Penebar Swadaya, Jakarta.

Suyono, 2013. Pencemaran Kesehatan Lingkungan. EGC, Jakarta.

(21)

Uehara, K., 1996. The Present State of Plant Protection in Japan-Safety Countermeasures for Agriculture Chemicals. Japan Pesticide Information. Japan Plant Protection Association, Tokyo,Japan.

Umar, H., 2002. Metode Riset Bisnis. PT Gramedia, Jakarta.

Weir, David, dan Schapiro, 1998. Lingkaran Racun Pestisida. Sinar Harapan, Jakarta.

Wudianto, R., 1999. Petunjuk Penggunaan Pestisida. Penebar Swadaya, Jakarta. Yusniati, 2008. Pengendalian Hama Terpadu Pada Padi Sawah. Diakses pada

4 Desember 2009, www.sdsindonesia.com.

Yusuf, A. dan Harnowo, D., 2010. Teknologi Budidaya Padi Sawah Mendukung Sl-PTT. BPTP, Sumatera Utara.

(22)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian survei yang bersifat deskriptif yaitu menggambarkan aplikasi pestisida pada tanaman padi dan kadar residu pestisida yang terdapat dalam beras yang ada di Kecamatan Beringin Kabupaten Deli Serdang Tahun 2015.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

3.2.1 Lokasi Penelitian

Lokasi Penelitian ini dilakukan di Kelurahan Sidoarjo Dua Ramunia Kecamatan Beringin Kabupaten Deli Serdang. Adapun alasan pemilihan lokasi ini dikarenakan daerah tersebut merupakan salah satu sentra produksi beras di Wilayah Kabupaten Deli Serdang dan Kabupaten Deli Serdang merupakan sentra produksi beras terbesar di Sumatera Utara.

3.2.2 Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan pada bulan Maret – Juli 2015. 3.3 Populasi, Sampel dan Objek

3.3.1 Populasi Penelitian

(23)

3.3.2 Sampel Penelitian

Dalam menentukan besar sampel yang akan di teliti ditentukan dengan menggunakan rumus Slovin (Umar, 2002) sebagai berikut.:

n =

Keterangan : n = Besar sampel. N = Jumlah populasi

d = presisi atau ketetapan absolute (0,1)

Apabila besar populasi adalah 1.134 maka besarnya sampel menjadi :

n =

n = 92,89 = 93

Sampel dalam penelitian ini adalah terdiri dari 93 petani yang tinggal di Wilayah Kelurahan Sidoarjo Dua Ramunia Kecamatan Beringin Kabupaten Deli Serdang.

3.3.3 Objek Penelitian

Objek penelitian adalah 3 varietas beras jenis Ciherang, IR 64, dan Mekongga. Objek yang akan diteliti berjumlah 6 sampel beras dan terdiri dari ketiga jenis beras tersebut. Jenis beras tersebut di atas adalah beras yang paling banyak ditanam oleh petani di Kelurahan Sidoarjo Dua Ramunia Kecamatan Beringin Kabupaten Deli Serdang.

(24)

tidak acak dan didasarkan dalam suatu pertimbangan tertentu yang dibuat oleh peneliti sendiri berdasarkan kriteria atau sifat populasi yang telah berpengalaman (Budiarto, 2003).

Kriteria sampel meliputi kriteria inklusi dan kriteria eksklusi, dimana kriteria tersebut menentukan dapat atau tidaknya sampel digunakan. Adapun kriteria inklusi dan eksklusidalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

a. Kriteria inklusi

Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1) Petani laki-laki maupun perempuan yang berumur 30 tahun ke atas. 2) Petani yang menanam padi varietas Ciherang, IR 64, dan Mekongga. 3) Petani yang menggunakan pestisida golongan organofosfat.

4) Berdomisili di Kelurahan Sidoarjo Dua Ramunia Kecamatan Beringin Kabupaten Deli Serdang.

5) Bersedia menjadi informan b. Kriteria eklusi

Kriteria eklusi penelitian ini adalah petani yang tidak menggunakan pestisida golongan organofosfat.

3.4 Metode Pengumpulan Data

3.4.1 Data Primer

(25)

Serdang melalui kuesioner dan pemeriksaan kadar residu pestisida di Laboratorium Pengujian Mutu dan Residu Pestisida Provinsi Sumatera Utara. 3.4.2 Data Sekunder

Data sekunder diperoleh dari studi kepustakaan, pengumpulan informasi dari internet, penelitian-penelitian yang berhubungan serta referensi atau literatur-literatur yang relevan dengan penelitian yang dilakukan.

3.5 Definisi Operasional

1. Karakteristik petani merupakan sebagian dari faktor-faktor yang mempengaruhi individu/sekelompok masyarakat dalam melakukan suatu perilaku.

2. Umur ialah lamanya seorang individu hidup yang dinyatakan dalam tahun berdasarkan pengakuan dari individu.

3. Jenis kelamin ialah karakterisitik yang dimiliki individu yang membedakannya satu sama lain, yaitu terdiri dari laki-laki dan perempuan. 4. Pendidikan ialah tingkatan yang dilalui seseorang di dalam menjalani tahapan

pembelajaran, yang dimulai dari tingkatan sekolah dasar (SD) sampai pada tingkatan perguruan tinggi (mahasiswa).

5. Lama bertani ialah rentang waktu petani di Kelurahan Sidoarjo Dua Ramunia Kecamatan Beringin Kabupaten Deli Serdang dalam mengusahakan lahan pertaniannya selama masa hidupnya.

(26)

7. Jenis tanaman lain yang diusahakan ialah tanaman selain padi yang di tanam/dibudidayakan oleh petani di Kelurahan Sidoarjo Dua Ramunia Kecamatan Beringin Kabupaten Deli Serdang.

8. Luas areal pertanian ialah ukuran besarnya lahan pertanian yang dimiliki petani untuk ditanami padi dan jenis tanaman lain.

9. Aplikasi pestisida adalah cara penggunaan pestisida yang dilakukan petani dalam hal jenis pestisida, frekuensi penyemprotan, pemberian dosis, dan penyemprotan terakhir sebelum panen.

10. Bahan aktif pestisida ialah bahan kimia atau bahan lain yang terkandung dalam pestisida yang memiliki daya racun terhadap organisme sasaran.

11. Dosis ialah takaran yang diberikan pada organisme sasaran dengan konsentrasi yang sudah ditetapkan.

12. Jumlah penyemprotan ialah jumlah banyaknya aplikasi pestisida dengan cara penyemprotan pada tanaman padi mulai dari masa tanam sampai panen. 13. Penyemptotan terakhir sebelum panen ialah aplikasi terakhir pestisida

sebelum panen pada tanaman padi.

14. Beras adalah hasil pengolahan dari padi yang digunakan sebagai sumber makanan utama bagi masyarakat di Kelurahan Sidoarjo Dua Ramunia Kecamatan Beringin Kabupaten Deli Serdang.

(27)

16. Memenuhi syarat adalah residu pestisida berada di bawah standard yang telah ditetapkan oleh Standard Nasional Indonesia (SNI) sesuai dengan jenis organofosfat.

17. Tidak Memenuhi syarat adalah apabila residu berada diatas standar yang telah ditetapkan oleh Standar Nasional Indonesia (SNI) sesuai dengan jenis organofosfat.

3.6 Cara Pemeriksaan Residu Pestisida Alat dan Bahan

3.6.1 Alat dan Bahan

3.6.1.1 Alat

Alat – alat yang digunakan dalam pemeriksaan pestisida dengan metode pengujian Multiresidu Pestisida Organofosfat Dalam Matriks Non Lemak adalah : 1. Peralatan

a. Pencincang

b. Kromatograf gas, dilengkapi dengan detektor spesifik untuk senyawa yang mengandung unsur fosfor (FPD dan NPD)

2. Pereaksi a. Aseton

b. Diklorometana c. Iso oktana d. Toluena 3.6.1.2 Bahan

(28)

3. Beras Mekongga 3.6.2 Prosedur Kerja

1. Ekstraksi

a. Campur sampel yang akan di timbang dengan baik

b. Timbang 25 gram cuplikan beras, masukan ke dalam erlemeyer bertutup asah, tambahkan campuran aseton : diklorometana (50 : 50 v/v)

c. Biarkan selama satu malam untuk proses ekstraksi statis d. Pipet 25 ml fase organik ke dalam labu bulat.

e. Pekatkan dalam rotavapor pada suhu tangas air 40 0 C, sampai hampir kering kemudian kengkan dengan mengalirkan gas nitrogen sampai kering.

f. Larutkan residu pestisida dalam 5 ml iso oktana : toluena (90 : 10, v/v) 2. Pembersihan

Pada umumnya tidak diperlukan pembersihan. 3. Penetapan

Suntikan 1-2 μL ekstrak ke dalam kromatograf gas. 4. Perhitungan

Bandingkan waktu tambat dan tinggi atau luas puncak kromatogram yang diperoleh dari larutan baku pembanding.

3.7 Analisa Data

(29)

711/Kpts/TP.270/8/1996 ) tentang BMR Pada Hasil Pertanian dan disajikan dalam bentuk tabel distribusi dan dijelaskan dalam bentuk narasi.

(30)

BAB IV

HASIL PENELITIAN

4.1 Deskripsi Lokasi Penelitian

4.1.1 Geografis

Kelurahan Sidoarjo Dua Ramunia adalah salah satu keluharan di Kecamatan Beringin Kabupaten Deli Serdang. Kelurahan tersebut berdiri sejak tahun 1953 yang merupakan pemindahan dari Batulapan, dan pada 23 Maret 2003 telah melaksanakan Pesta Emas yang ke 50 tahun yang diadakan di Tanah lapang Dusun XIII Huta Bangun II Kelurahan Sidoarjo Dua Ramunia Kecamatan Beringin Kabupaten Deli Serdang. Saat ini Kelurahan Sidorjo II Ramunia telah berumur 62 Tahun, Kelurahan Sidoarjo Dua Ramunia terdiri dari 13 Dusun yaitu dengan rincian sebagai berikut Dusun I (Kebun Sayur II), Dusun II (Kebun Sayur I), Dusun III (Pardamean), Dusun IV (Lumban Tonga-tonga), Dusun V (Tapiannauli), Dusun VI (Pasar Tujuh), Dusun VII (Banjar Samosir), Dusun VIII (Parhorasan), Dusun IX (Huta Bangun I), Dusun X (Parhorasan II), Dusun XI (Cinta Dame), Dusun XII (Lubuk Tampu), Dusun XIII (Huta Bangun II).

Kelurahan Sidoarjo Dua Ramunia memiliki luas 790 Ha (7,9 km2) yang terbagi atas dua wilayah yaitu wilayah pemukiman dan wilayah persawahan dengan Luas Pemukiman 40 Ha (0,4 km2) dan Luas Persawahan 750 Ha (7,5 km2). Secara Geografis Kelurahan Sidoarjo Dua Ramunia terletak pada 03,624190 Lintang Utara (LU) dan 098,889070 Bujur Timur (B

(31)

menjadikan lahan Kelurahan tersebut banyak ditanami dengan padi. Jenis padi yang digunakan di Kelurahan Sidoarjo Dua Ramunia dalam usahataninya adalah Ciherang karena dianggap masyarakat sesuai dengan sawah irigasi, selain Ciherang terdapat jenis bibit lain yang dipasarkan di Kelurahan Sidoarjo Dua Ramunia seperti IR-64 dan Mekongga. Bibit Ciherang dan Mekongga merupakan pemuliaan dari IR-64 sehingga bila ditanam maka hanya akan berbeda sedikit dari IR-64 bahkan sekilas tidak nampak perbedaan.

Secara administratif batas wilayah Kelurahan Sidoarjo Dua Ramunia adalah sebagai berikut :

Sebelah Utara : Kelurahan Ramunia I dan Ramunia II dan Kelurahan Denai Lama Kecamatan Pantai Labu

Sebalah Selatan : Kelurahan Karang Anyar Kecamatan Beringin Sebalah Timur : Sungai Ular

Sebalah Barat : Kelurahan Beringin Kec. Beringin dan Kelurahan Ramunia II Kecamatan Pantai Labu

4.1.2 Kependudukan

(32)

Sebagian besar mata pencaharian penduduk Kelurahan Sidoarjo Dua Ramunia adalah petani (27,5 %) dan buruh tani (32,2% ) namun juga terdapat jenis pekerjaan lain seperti pegawai negeri sipil, pengrajin industri rumah tangga, pedagang keliling, bidan/perawat, POLRI, pensiunan pegawai negeri sipil/TNI/POLRI, pengusaha kecil dan menengah.

4.2. Karakteristik Petani

Karakteristik petani diperoleh berdasarkan hasil observasi secara langsung terhadap 93 petani di Kelurahan Sidoarjo Dua Ramunia Kecamatan Beringin Kabupaten Deli Serdang. Karakteristik yang diamati adalah umur, jenis kelamin, dan pendidikan.

4.2.1. Umur

Berdasarkan hasil wawancara langsung terhadap 93 petani di Kelurahan Sidoarjo Dua Ramunia diperoleh data umur responden dan dapat dilihat pada tabel dibawah ini.

Tabel 4.1. Distribusi Responden Berdasarkan Umur di Kelurahan Sidoarjo Dua Ramunia Kecamatan Beringin Kabupaten Deli Serdang.

No.

Umur (Tahun) Jumlah (orang ) %

1. 30-39 7 7,5

2. 40-49 41 44,1

3. 50-59 24 25,8

4 >60 21 22,6

(33)

Berdasarkan tabel 4.1. dapat diketahui bahwa kelompok umur responden terbanyak berada pada kelompok umur 40-49 tahun sebanyak 41 orang (44,1%) dan terkecil berada pada umur 30-39 tahun sebanyak 7 orang (7,5%).

4.2.2 Jenis Kelamin

Jenis kelamin responden berdasarkan hasil wawancara terhadap 93 petani di Kelurahan Sidoarjo Dua Ramunia Kecamatan Beringin Kabupaten Deli Serdang dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 4.2. Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin di Kelurahan Sidoarjo Dua Ramunia Kecamatan Beringin Kabupaten Deli Serdang

No. Jenis Kelamin Jumlah (orang) %

1 Laki – laki 55 55,6

2 Perempuan 38 38,4

Total 93 100

Berdasarkan tabel 4.2. dapat dilihat bahwa jumlah responden laki-laki lebih banyak yaitu 55 orang (55,6 %) dari pada jumlah responden perempuan yaitu sebanyak 38 orang (38,4 %).

4.2.3. Pendidikan

(34)

Tabel 4.3. Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan di Kelurahan Sidoarjo Dua Ramunia Kecamatan Beringin Kabupaten Deli Serdang

Berdasarkan tabel 4.3. diatas dapat diketahui bahwa pendidikan responden terbanyak adalah SMA yaitu 59 orang (63,4 %) dan yang paling sedikit adalah tidak sekolah dan S1 yaitu masing-masing 3 orang (3,2 %).

4.3 Karakteristik Usahatani Responden

4.3.1 Lama Bertani

Lama bertani responden berdasarkan hasil wawancara terhadap 93 petani di Kelurahan Sidoarjo Dua Ramunia Kecamatan Beringin Kabupaten Deli Serdang dapat dilihat pada tabel berikut ini.

(35)

Berdasarkan tabel 4.4. diatas dapat diketahui bahwa responden yang paling lama berusaha tani adalah 21-30 tahun sebanyak 38 orang (40,9%).

4.3.2 Luas Areal Pertanian

Luas areal pertanian responden berdasarkan hasil wawancara terhadap 93 petani di Kelurahan Sidoarjo Dua Ramunia Kecamatan Beringin Kabupaten Deli Serdang dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 4.5. Distribusi Responden berdasarkan Luas Areal Pertanian di Kelurahan Sidoarjo Dua Ramunia Kecamatan Beringin Kabupaten Deli Serdang yang paling banyak dimiliki responden yaitu 0,51-1 Ha sebanyak 49 orang (52,7 %).

4.3.3 Varietas padi

Varietas padi yang di tanam responden berdasarkan hasil wawancara terhadap 93 petani di Kelurahan Sidoarjo Dua Ramunia Kecamatan Beringin Kabupaten Deli Serdang dapat dilihat pada tabel berikut ini.

(36)

Berdasarkan tabel 4.6. diatas dapat diketahui bahwa varietas padi yang terbanyak di tanam oleh responden ialah Varietas Ciherang yaitu sebanyak 60 orang (60,6 %).

4.4 Aplikasi Pestisida

Data aplikasi pestisida diperoleh dari pengumpulan data dengan pengisian kuesioner kepada 93 orang petani padi di Kelurahan Sidoarjo Dua Ramunia Kecamatan Beringin Kabupaten Deli Serdang.

4.4.1 Jenis Pestisida

Jenis pestisida yang paling sering digunakan oleh petani padi dan bahan aktif pestisida dapat dilihat pada tabel dibawah ini.

Tabel 4.7. Nama Dagang Pestisida Yang di Gunakan dalam Mengendalikan Hama Padi oleh Petani di Kelurahan Sidoarjo Dua Ramunia Kecamatan Beringin Kabupaten Deli Serdang

Berdasarkan tabel 4.7. diatas dapat diketahui bahwa bahan aktif yang terbayak digunakan dalam mengendalikan hama padi oleh responden ialah asefat yaitu sebanyak 71 orang (76,3%).

4.4.2 Dosis

Jumlah dosis pestisida yang digunakan oleh petani padi di Kelurahan Sidoarjo Dua Ramunia Kecamatan Beringin Kabupaten Deli Serdang dapat dilihat pada tabel dibawah ini.

No. Nama

Dagang Bahan aktif Jumlah (orang) %

1. Dafat Asefat 71 76,3

2. Dursban Klorpirifos 22 23,7

(37)

Tabel 4.8. Dosis Pestisida yang di Gunakan saat Penyemprotan Pestisida beserta Nama Dagang Pestisida di Kelurahan Sidoarjo Dua Ramunia Kecamatan Beringin Kabupaten Deli Serdang

Berdasarkan tabel 4.8. diatas dapat diketahui bahwa responden yang

menggunakan pestisida sesuai aturan yaitu 68 orang (73,2% ) dan yang tidak sesuai aturan ialah 25 orang (26,8%).

4.4.3 Frekuensi Penyemprotan

Frekuensi penyemprotan pestisida mulai persemaian sampai masa panen oleh petani padi di Kelurahan Sidoarjo Dua Ramunia Kecamatan Beringin Kabupaten Deli Serdang dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 4.9. Frekuensi Penyemprotan Pestisida Selama Masa Pertumbuhan Padi di Kelurahan Sidoarjo Dua Ramunia Kecamatan Beringin Kabupaten Deli Serdang

Berdasarkan tabel 4.9. diatas dapat diketahui bahwa frekuensi penyemprotan terbanyak yang dilakukan responden selama masa pertumbuhan padi yaitu 4-6 kali sebanyak 76 orang (81,7%).

N Sesuai aturan Tidak sesuai aturan

(38)

4.4.4 Penyemprotan Terakhir Sebelum Panen

Penyemprotan pestisida terakhir sebelum masa panen yang dilakukan oleh 93 petani padi di Kelurahan Sidoarjo Dua Ramunia Kecamatan Beringin Kabupaten Deli Serdang dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 4.10. Penyemprotan Terakhir Pestisida Sebelum Panen yang Dilakukan Petani Padi di Kelurahan Sidoarjo Dua Ramunia Kecamatan Beringin Kabupaten Deli Serdang

No. Penyemprotan Terakhir sebelum Panen Jumlah

(orang) %

1. 1 minggu 4 9,7

2. 2 minggu 80 86

3. 4 minggu 9 4,3

Total 93 100

Berdasarkan tabel 4.10. diatas dapat diketahui bahwa penyemprotan terakhir pestisida sebelum masa panen yang dilakukan responden terbanyak adalah 2 minggu sebelum panen sebanyak 80 orang (86 %).

4.4.5 Hasil Pemeriksaan Laboratorium Residu Pestisida dalam Beras

(39)

Tabel 4.11. Kandungan Residu Pestisida pada Beras Berdasarkan Bahan Aktif Yang Ditemukan Sesuai dengan Standar yang di Tetapkan di Kelurahan Sidoarjo Dua Ramunia Kecamatan Beringin Kabupaten Deli Serdang Tahun 2015

No. Sampel Varietas Beras Bahan Aktif Asefat Klorpirifos diperiksa di laboratorium 1 sampel positif mengandung residu pestisida golongan organofosfat.

Tabel 4.12. Data Perhitungan Rf Residu Pestisida Berdasarkan Penyemprotan Terakhir Sebelum Panen pada Beras di Kelurahan Sidoarjo Dua Ramunia Kecamatan Beringin Kabupaten Deli Serdang Tahun 2015.

(40)

tersebut sudah melebihi Batas Maksimum Residu yang ditetapkan. Jenis residu yang di jumpai adalah pestisida golongan organofosfat dengan bahan aktif asefat.

(41)

BAB V PEMBAHASAN

5.1 Karakteristik Petani yang Menggunakan Pestisida

Berdasarkan penelitian yang dilakukan di Kelurahan Sidoarjo Dua Ramunia Kecamatan Beringin Kabupaten Deli Serdang dapat di lihat bahwa dari 93 responden yang diwawancarai, kelompok umur responden terbanyak yang menggunakan pestisida adalah kelompok umur 40-49 tahun (44,1 %). Hal ini dikarenakan pada kelompok umur 40-49 tahun masih dapat dikategorikan sebagai kelompok umur yang masih produktif. Petani yang produktif memiliki semangat yang tinggi untuk bekerja di sawah di banding petani yang di usia tua.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan dapat dilihat bahwa dari 93 responden yang diwawancarai, jumlah laki-laki lebih banyak yaitu 55 orang (55,6 %) dari jumlah perempuan yaitu sebanyak 38 orang (38,4 %) yang bekerja sebagai petani. Hal ini dikarenakan laki-laki sebagai kepala keluarga yang bertanggung jawab dan bekerja untuk memenuhi kebutuhan keluarga sehari-hari. Walaupun demikian, tidak sedikit perempuan yang bekerja sebagai petani karena keadaan ekonomi yang menuntut perempuan untuk bekerja baik di sawah milik sendiri atau milik orang lain. Apabila dilihat dari segi kemampuan fisik, kemampuan fisik laki-laki lebih besar dari pada perempuan dan lebih memungkinkan untuk dapat bekerja di sawah.

(42)

dikarenakan sedikitnya lowongan kerja yang menampung masyarakat yang memiliki tingkat pendidikan rendah sehingga mereka memutuskan untuk menggarap lahan pertanian yang menjadi warisan keluarga dari turun temurun atau menyewa lahan pertanian untuk di garap.

Menurut Soekartawi (1993) dalam Sumarni (2011), bahwa petani-petani yang masih dalam umur produktif memiliki sikap yang lebih progresif terhadap inovasi baru. Sikap progresif terhadap inovasi baru akan cenderung membentuk perilaku petani usia produktif untuk lebih berani mengambil keputusan dalam berusahatani. Usia sangat terkait dengan tingkat produktivitas tenaga kerja dalam berusahatani. Sebagaimana diketahui bahwa hampir seluruh aktivitas usahatani berhubungan dengan tingkat kemampuan fisik. Petani dalam usia produktif tentu akan memiliki tingkat produktivitas yang lebih tinggi dibanding dengan petani-petani yang telah memasuki usia senja.

. Ibrahim (2001) dalam Suparta (2005) melaporkan bahwa 83,6% tingkat pendidikan petani masih antara SD sampai SMA. Perbedaan tingkat pendidikan berpengaruh terhadap keinovatifan, kecepatan proses adopsi inovasi, dan perilaku seseorang.

5.2 Karakteristik Usahatani Responden yang Menggunakan Pestisida

(43)

sebanyak 21 orang (22,6%) dan rentang waktu 1-10 tahun sebanyak 11 orang (11,8%). Lama usaha tani 21-30 tahun merupakan waktu yang cukup lama untuk bekerja sebagai petani. Hal ini di karenakan mata pencaharian terbanyak di Kelurahan sidoarjo Dua Ramunia ialah bertani dan di dukung juga oleh areal persawahan yang luas sebesar 750 Ha (7,5 km2). Sedikitnya lowongan pekerjaan dan tuntutan kebutuhan hidup yang semakin besar mengharuskan masyarakat untuk bekerja sebagai petani agar dapat memenuhi kebutuhan hidup keluarga petani.

Berdasarkan penelitian terhadap 93 responden, luas areal pertanian yang terbanyak dimiliki oleh petani yaitu 0,51- 1 Ha sebanyak 49 orang (52,7 %). Jumlah petani yang memiliki luas areal pertanian < 0,5 Ha dan > 1 Ha berada pada jumlah yang sama yaitu sebanyak 22 orang (23,7 %). Ini merupakan lahan yang cukup luas untuk dikelolah seorang petani jika diperhitungkan dengan hasil panen dan kebutuhan petani. Hal ini dikarenakan para petani berlomba-lomba memiliki lahan yang luas untuk dikelolah dengan tujuan agar hasil panen nantinya akan bertambah sehingga pendapatan petani naik. Petani yang memiliki lahan pertanian yang luas apabila dikelolah dengan baik akan menghasilkan produktifitas yang tinggi sehingga petani tersebut hidup sejahtera.

(44)

anggap oleh masyarakat sangat cocok dengan sawah irigasi di Kelurahan Sidoarjo Dua Ramunia dan menurut Departemen Pertanian (1998) Ciherang tahan terhadap hama dan penyakit WCK biotip 2,3 dan HDB. Berdasarkan wawancara, jenis tanaman lain yang diusahakan selain padi oleh petani di Kelurahan Sidoarjo Dua Ramunia adalah kacang hijau karena harga jual kacang hijau yang cukup tinggi dan perawatan tanaman ini tidak susah.

Menurut Sumarni (2011), lahan merupakan faktor yang sangat penting dalam suatu kegiatan usahatani. Luas lahan garapan sangat terkait dengan efisiensi usahatani. Luas lahan garapan akan mempengaruhi sikap petani dalam proses produksi serta proses adopsi suatu inovasi. Luas lahan garapan juga akan mempengaruhi tingkat pendapatan petani. Semakin luas lahan yang digarap, maka hasil yang diperoleh akan semakin tinggi sehingga pendapatan petani akan meningkat.

5.3 Aplikasi Pestisida

(45)

Sudarmo (1993), dalam PP RI No. 7 tahun 1995 tentang perlindungan tanaman dinyatakan pengendalian OPT secara kimiawi melalui penggunaan pestisida dan PP RI No. 7 tahun 1973 dinyatakan bahwa peredaran, penyimpanan, dan penggunaan pestisida bahwa semua jenis pestisida yang digunakan oleh petani harus terdaftar pada komisi pestisida.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan di Kelurahan Sidoarjo Dua Ramunia Kecamatan Beringin terhadap 93 responden yang menggunakan pestisida golongan organofospat, ditemukan bahwa ada sebanyak 71 orang (76,3 %) yang menggunakan jenis bahan aktif asefat dan 21 orang (23,7 %) yang menggunakan bahan aktif klorpirifos. Hal ini dikarenakan kekuatan promosi dari perusahaan pestisida tersebut dalam mempengaruhi masyarakat petani. Pestisida yang berbahan aktif asefat ini sangat banyak digunakan karena bereaksi cepat dan tepat dalam mengendalikan hama yang menyerang tanaman padi para petani dan harganya yang cukup mudah di jangkau oleh petani. Daya bunuh pestisida organofosfat sangat tinggi terhadap OPT sehingga banyak petani yang suka menggunakannya.

(46)

petani yang menambah dosis agar daya bunuh terhadap OPT sasaran lebih besar dan petani yang hanya memperkirakan dosis pestisida karena petani merasa dosis yang dianjurkan merek dagang pestisida tersebut terlalu kecil dan tidak mungkin dapat mengendalikan hama yang menyerang tanaman mereka.

Berdasarkan hasil observasi melalui kuesioner di Kelurahan Sidoarjo Dua Ramunia diketahui bahwa frekuensi penggunaan pestisida pada padi selama masa pertumbuhan padi sampai panen yang dilakukan oleh petani cukup bervariasi. Hasil wawancara dari 93 responden sebanyak 76 orang melakukan penyemprotan pestisida 4-6 kali selama masa pertumbuhan padi (81,7 %) dan penyemprotan diatas 7 kali ada sebanyak 7 orang (7,5 %). Sebagian besar petani telah melakukan jumlah penyemprotan yang benar yaitu 4-6 kali. Ada juga petani yang menyemprot diatas 7 kali. Hal ini dikarenakan banyaknya hama yang menyerang tanaman padi mereka sehingga memaksa petani untuk menyemprotkan pestisida. Apabila diperhitungkan sesuai dengan umur padi yang paling banyak di tanam di Kelurahan Sidoarjo Dua Ramunia yaitu Ciherang dengan umur 116-125 hari atau sekitar 17 minggu, umur padi dalam penyemaian 25- 40 hari dengan 1 kali penyemprotan hama pada hari ke-7, bebas penyemprotan kurang dari 2 minggu sebelum panen maka penyemprotan dilakukan maksimal 6 kali penyemprotan selama masa tanam hingga masa panen. Masyarakat petani juga mengakui bahwa mereka telah mendapat sosialisasi dari penyuluh pertanian bahwa petani dianjurkan untuk menyemprot padi 2 minggu sekali.

Berdasarkan hasil penelitian di Kelurahan Sidoarjo Dua Ramunia tentang

(47)

80 orang (86,0 %) diantaranya melakukan penyemprotan pestisida 2 minggu sebelum panen. Hal ini dikarenakan masih ada hama yang menyerang tanaman padi mereka sehingga tidak ada pilihan lagi kecuali dengan menyemprot pestisida. Masyarakat juga mengakui bahwa mereka pernah mendapat sosialisai oleh penyuluh pertanian sehingga mereka dianjurkan untuk menyemprot padi minimal 2 minggu sebelum panen. Wudianto (1999) mengungkapkan bahwa penyemprotan pestisida sebaiknya dilakukan kurang dari 2 minggu sebelum panen dengan maksud agar pestisida sudah terurai saat di panen. Menurut TTG Budidaya Pertanian (2000), penyemprotan pestisida pada padi dilakukan 1-2 minggu sekali tergantung dari intensitas serangan hama. Menurut Djojosumarto (2008), penyemprotan (Spraying) merupakan metode yang paling banyak digunakan oleh petani.

Menurut Sudarmo (1991), pestisida kelompok organofosfat adalah pestisida yang mempunyai pengaruh yang efektif sesaat saja dan cepat terdegredasi di tanah. Dalam Klein GM (2008) di kutip oleh Ardiyanto, A, (2013) menyatakan bahwa klorpirifos merupakan insektisida non-sistemik, diperkenalkan tahun 1965, serta bekerja sebagai racun kontak, racun lambung, dan inhalasi. Asefat diperkenalkan pada tahun 1972. Asefat berspektrum luas untuk mengendalikan hama-hama penusuk-penghisap dan pengunyah seperti aphids, thrips, larva Lepidoptera (termasuk ulat tanah), penggorok daun dan wereng.

(48)

mengendalikan hama tiap satuan luas tertentu yang dilakukan dalam satu aplikasi atau lebih.

Pestisida merupakan sarana produksi pertanian yang mahal dan merusak lingkungan. Teknik aplikasi pestisida sangat penting dalam upaya pengendalian OPT (Organisme Pengganggu Tanaman) secara kimiawi karena teknik aplikasi merupakan “jembatan penghubung” antara produk perlindungan tanaman

(pestisida pertanian) dan OPT sasarannya. Tanpa menggunakan pestisida akan terjadi penurunan hasil pertanian. Penggunaan pestisida yang tidak tepat dapat menimbulkan hal-hal yang tidak diinginkan, salah satunya dapat mengganggu kesehatan masyarakat akibat dari residu pestisida yang ada di dalam beras yang merupakan makanan pokok masyarakat. Untuk menghindari hal tersebut,perlu dilakukan upaya seperti memilih jenis pestisida yang tepat, menggunakan dosis yang sesuai dengan aturan pakai, frekuensi penyemprotan, waktu penyemprotan, penyemprotan terakhir sebelum panen, dan pemeriksaan residu pestisida pada beras ( Wudianto, 1999).

(49)

5.4 Residu Pestisida Pada Beras

Pemeriksaan residu pestisida pada beras di Kelurahan Sidoarjo Dua Ramunia Kecamatan Beringin Kabupaten Deli Serdang seharusnya memenuhi standar Rf residu yang ditetapkan melalui metode Gas Kromotografi.Hasil pemeriksaan Rf residu pestisida yang dilaksanakan di Laboratorium Pengujian Mutu dan Residu Pestisida, jenis residu yang ditemukan dalam beras adalah jenis golongan organofosfat dengan bahan aktif asefat.

Dalam penelitian Harahap (2009), yang dilakukan di Kecamatan Portibi Kabupaten Padang Lawas Utara untuk mengetahui kadar residu pestisida golongan organofofat dalam beras, diperoleh hasil untuk beras jenis Ciherang mengandung fenitrotion 0,065 mg/kg, jenis IR 64 mengandung diazinon 0,045 mg/kg. Kandungan residu pestisida ini masih di bawah Batas Maksimum Residu pestisida.

(50)

Adanya perbedaan nilai residu pada masing-masing jenis varietas beras tidak terlepas dari perbedaan cara aplikasi pestisida dari masing-masing petani bukan karena faktor jenis varietas beras tertentu. Hal ini dapat dijelaskan melalui hasil pemeriksaan laboratorium yang telah dilakukan dimana dari 2 jenis varietas beras Ciherang, beras Ciherang A positif mengandung residu pestisida sementara beras Ciherang B tidak mengandung residu. Jenis varietas beras Ciherang A yang mengandung residu pestisida tersebut mempunyai cara aplikasi pestisida yang berbeda, yang dapat kita lihat dari frekuensi penyemprotan, penentuan dosis, dan penyemprotan terakhir sebelum masa panen.

(51)

label merk dagang pestisida, dan penyemprotan terakhir sebelum panen 2 minggu , kandungan residu juga tidak terdeteksi. Beras Mekongga A mempunyai cara aplikasi pestisida dengan frekuensi penyemprotan 4-6 kali, penentuan dosis sesuai dengan anjuran pada label merk dagang pestisida, dan penyemprotan terakhir sebelum panen 2 minggu , nilai Rf residu tidak terdeteksi. Beras Mekongga B mempunyai cara aplikasi pestisida dengan frekuensi penyemprotan 1-3 kali, penentuan dosis sesuai dengan anjuran pada label merek dagang pestisida, dan penyemprotan terakhir sebelum panen 4 minggu , kandungan residu juga tidak terdeteksi.

Beras varietas Ciherang A, penentuan dosisnya sudah sesuai dengan anjuran yang ditetapkan tetapi frekuensi penyemprotan yang dilakukan cukup sering sehingga melebihi frekuensi penyemprotan yang ditetapkan dan waktu penyemprotan terakhir sebelum panen yang lebih singkat yaitu 1 minggu sebelum panen membuat pestisida yang disemprotkan tidak mengalami penguraian ke lingkungan sehingga membuat keberadaan residu pestisida 0,556 mg/kg apabila dibandingkan dengan BMR maka nilai tersebut sudah melebihi Batas Maksimum Residu yang sebesar 0,5 mg/kg. Sementara untuk kelima sampel yang negatif residu pestisida penentuan dosis masih sesuai anjuran, frekuensi penyemprotan yang dilakukan lebih rendah dan waktu penyemprotan terakhir pestisida sebelum panen lebih lama sehingga ada kemungkinan pestisida yang disemprotkan mempunyai waktu yang cukup untuk terurai di lingkungan .

(52)

Pencucian oleh hujan bisa mengakibatkan berkurangnya residu pestisida pada tanaman. Selain itu kemungkinan yang terjadi setelah pestisida disemprotkan yaitu adanya penguapan, fotodekomposisi dan reaksi kimia (Musfiandi, 2013).

Menurut Untung (2004), residu pestisida mengakibatkan timbulnya reaksi alergi pada individu, memicu timbulnya reaksi karsinogenik dan mutasi gen pada beberapa sel tertentu apabila di konsumsi dalam waktu yang panjang

Menurut Weir (2001), Apabila insektisida golongan organofosfat masuk kedalam tubuh, insektisida organofosfat akan berikatan dengan enzim kolinesterase yang terdapat dalam darah yang berfungsi mengatur kerja syaraf. Apabila enzim kolinesterase terikat, maka enzim tersebut tidak dapat melaksanakan tugasnya sehingga syaraf dalam tubuh terus menerus mengirimkan perintah kepada otot-otot tertentu. Dalam keadaan demikian, otot-otot tersebut senantiasa bergerak-gerak tanpa dapat dikendalikan mengakibatkan perangsangan terus menerus oleh saraf muskarinik dan nikotinik.

Berdasarkan pernyataan Fiananda (2014) yang mengutip hasil penelitian Heide, proses nekrosis ditandai dengan adanya inhibisi kolinesterase yang akan menyebabkan asetilkolin tertimbun di sinaps sehingga terjadi stimulasi yang terus-menerus pada reseptor postsinaptik. OPICN (Organophosphorus Ester-Induced Chronic Neurotoxicity) adalah salah satu gangguan degenerasi pada sel

(53)

menyebabkan fragmentasi DNA, yang akhirnya mengakibatkan terjadinya kematian sel.

(54)

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

1. Karakteristik petani di Kelurahan Sidoarjo Dua Ramunia berdasarkan umur

terbanyak umur 40-49 tahun (44,1 %), jenis kelamin laki-laki (55,6%), dan

pendidikan terbanyak SMA (63,4 %). Karakteristik usahatani berdasarkan

lamanya bertani terbanyak 21-30 tahun (40,9 %), luas areal pertanian 0,5 -1

Ha (52,7 %), varietas padi terbanyak ialah Ciherang (60,6 %).

2. Aplikasi pestisida berdasarkan penentuan dosis pestisida yang benar (73,1 %), penyemprotan 4-6 kali (81,7 %), jarak waktu penyemprotan sebelum panen terbanyak adalah 2 minggu (86 %).

3. Enam sampel beras yang diperiksa, terdapat 1 sampel yaitu beras Ciherang A positif mengandung residu pestisida golongan oragonofosfat dengan bahan aktif asefat sebesar 0,556 mg/kg dan kelima sampel lainnya negatif mengandung residu pestisida

. 6.2 Saran

1. Adanya residu pestisida pada beras di Kelurahan Sidoarjo Dua Ramunia

Kecamatan Beringin, petani diharapkan memperhatikan tata cara pengaplikasian pestisida yang benar untuk menghindari keberadaan pestisida dalam beras.

(55)
(56)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Beras dan Peranannya di Dalam Kehidupan Manusia

Pangan, terutama beras mempunyai peranan yang sangat penting dalam masyarakat Indonesia, beras yang diolah menjadi nasi merupakan makanan pokok terpenting masyarakat dunia dan khususnya di Indonesia. Beras masih dianggap sebagai komoditi yang paling pas untuk mencukupi kebutuhan zat gizi terutama karbohidrat sebagai sumber energi utama. Untuk itulah pemerintah selalu mengontrol ketersediaan dan keterjangkauan harga beras di pasar.

Padi merupakan bahan makanan yang menghasilkan beras. Bahan makanan ini merupakan makanan pokok bagi sebagian besar penduduk Indonesia. Meskipun sebagai bahan makanan pokok padi dapat digantikan/disubtitusi oleh bahan makanan lainnya, namun padi memiliki nilai tersendiri bagi orang yang biasa makan nasi dan tidak dapat dengan mudah digantikan oleh bahan makanan lain (Sugeng, 1998).

(57)

Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI (1990) memperkirakan, beras mempunyai kandungan karbohidrat sebesar 80,01% dan kandungan kalori sebesar 364 kal per 100 gr bahan. Karbohidrat menyediakan energi untuk fungsi tubuh dan aktivitas dengan mensuplai kalori. Ini terjadi melalui perubahan karbohidrat menjadi glukosa (gula darah). Karbohidrat disimpan di hati dan otot sebagai glikogen. Tubuh merubah glikogen di hati menjadi glukosa untuk dilepaskan ke aliran darah saat dibutuhkan sebagai energi.

2.2 Tanaman Padi

Padi merupakan bahan makanan pokok sehari-hari pada kebanyakan penduduk di negara Indonesia. Padi dikenal sebagai sumber karbohidrat terutama pada bagian endosperma, bagian lain dari padi umumnya dikenal dengan bahan baku industri, antara lain : minyak dari bagian kulit luar beras (katul), sekam sebagai bahan bakar atau bahan pembuat kertas dan pupuk. Padi memiliki nilai tersendiri bagi orang yang biasa makan nasi dan tidak dapat digantikan oleh bahan makanan yang lain. Oleh sebab itu, padi disebut juga makanan energi (AAK, 1990).

(58)

2.2.1 Klasifikasi Tanaman Padi

Tanaman padi merupakan tanaman semusim, termasuk golongan rumput-rumputan dengan klasifikasi sebagai berikut.

Divisi : Spermatophyta Sub Divisi : Angiospermae Kelas : Monotyledonae Genus : Oryza Linn

Famili : Gramineae (poaceae)

Species : Ada 25 species, dua diantaranya ialah : * Oryza sativa L

* Oryza glaberima Steund

Sedangkan subspecies Oryza sativa L, dua diantaranya ialah : Indica (Padi Bulu)

Sinica (Padi Cere) (Sugeng, 1998).

2.2.2 Jenis Padi

Secara garis besar tanaman padi dibedakan dalam dua jenis, yaitu sebagai berikut.

1. Padi Beras

(59)

2. Padi Ketan

Padi ketan adalah tanaman padi yang setelah dijadikan beras tidak digunakan sebagai makanan pokok, tetapi diolah menjadi bermacam-macam makanan ringan, seperti jadah, jenang, tape ketan dan lain sebagainya.

Menurut cara bertanamnya, padi dapat dibedakan atas dua macam, yaitu sebagai berikut.

1. Padi Sawah

Padi sawah adalah tanaman padi yang dalam pertumbuhannya memerlukan air. Padi ini ditanam di tanah persawahan.

2. Padi Kering

Padi kering adalah tanaman padi yang dalam pertumbuhannya tidak memerlukan genangan air (Sugeng, 1998).

2.2.3 Morfologi Tanaman Padi

Tanaman padi termasuk tanaman yang berumur pendek. Biasanya hanya berumur kurang dari satu tahun dan berproduksi satu kali. Setelah tanaman padi ini berbuah dan di panen, padi tida tumbuh seperti semula lagi, tetapi akan mati.

Menurut Ina (2007) dalam Mubaroq (2013), tanaman padi di kelompokkan menjadi dua bagian, yaitu sebagai berikut :

2.2.3.1 Bagian Vegetatif

1. Akar

(60)

a) Akar tunggang, yaitu akar yang tumbuh pada saat benih berkecambah.

b) Akar serabut, yaitu akar yang tumbuh setelah padi berumur 5-6 hari dan berbentuk akar tunggang yang akan menjadi akar serabut.

c) Akar rumput, yaitu akar yang keluar dari akar tunggang dan akar serabut. 2. Batang

Padi memiliki batang yang beruas-ruas. Panjang batang tergantung pada jenisnya. Padi jenis unggul biasanya memiliki batang lebih pendek daripada jenis lokal. Jenis padi yang tumbuh di tanah rawa dapat lebih panjang lagi yaitu antara 2-6 meter.

3. Anakan

Tanaman padi membentuk rumpun dengan anaknya. Anakan akan tumbuh pada dasar batang. Pembentukan anakan terjadi secara bersusun, yaitu anakan pertama, anakan kedua, anakan ketiga dan anakan seterusnya.

4. Daun

Tanaman yang termasuk jenis rumput-rumputan memiliki daun yang berbeda-beda, baik dari segi bentuk maupun susunan atau bagian- bagiannya. 2.2.3.2 Bagian Generatif

1. Malai

(61)

2. Buah Padi

Buah padi sering kita sebut gabah. Gabah adalah ovary yang telah masak, bersatu dengan lemma dan palea. Gabah memiliki bagian-bagian seperti embrio, endosperma dan bekatul.

2.2.4 Syarat Tumbuh Tanaman Padi

Menurut Ina (2007) yang dikutip oleh Mubaroq (2013), padi memerlukan perlakuan khusus untuk dapat tumbuh serta beberapa dukungan alam, diantaranya adalah sebagai berikut.

` 1. Iklim

Keadaan suatu iklim sangat mempengaruhi pertumbuhan tanaman, termasuk padi. Tanaman padi sangat cocok tumbuh di iklim yang berhawa panas.

2. Curah Hujan

Tanaman padi membutuhkan curah hujan yang baik. Curah hujan yang baik akan memberikan dampak yang baik dalam pengairan, sehingga genangan air yang diperlukan tanaman padi di sawah dapat tercukupi.

3. Temperatur

Suhu memiliki peranan penting dalam pertumbuhan padi. Tanaman padi dapat tumbuh baik pada suhu 230 C ke atas.

4. Tinggi Tempat

(62)

a. Daerah antara 0-650 meter dengan suhu 20,50C- 22,50C b. Daerah antara 650-1.500 meter dengan suhu 22,50C 5. Sinar Matahari

Sinar matahari adalah sumber kehidupan. Semua makhluk hidup membutuhkan sinar matahari, termasuk padi. Sinar matahari diperlukan padi untuk melangsungkan proses fotosintesis, terutama proses penggembungan dan pematangan buah padi.

6. Angin

Angin memiliki peran yang cukup penting terhadap pertumbuhan padi. Angin dapat membantu tanaman padi dalam melakukan proses penyerbukan dan pembuahan tetapi angin juga memiliki peran negatif terhadap perkembangan padi. Angin yang kencang dapat mengakibatkan buah menjadi hampa dan tanaman padi menjadi roboh.

7. Musim

(63)

2.2.4 Jenis-Jenis Varietas Beras

Ada beberapa jenis varietas beras yang cukup sering kita jumpai di pasar ataupun di lahan pertanian yang sedang di tanam oleh petani, diantara beberapa jenis varietas beras tersebut adalah:

1. Beras IR 64

Beras IR 64 adalah jenis beras yang berasal dari varietas padi yang memiliki umur 115-120 hari, tinggi tanaman 90-100 cm, mutu beras baik, tahan hama wereng coklat biotipe 1 dan 2.

2. Beras santana

Beras santana adalah beras yang berasal dari varietas padi yang mempunyai umur 115-125 hari, tahan terhadap hama dan penyakit WCK biotipe 1,2 dan mempunyai rasa nasi yang enak.

3. Beras IR 66

Beras IR 66 adalah beras yang berasal dari varietas padi yang mempunyai umur 110-120 hari tahan terhadap hama dan penyakit WCK biotipe 1,2,3, tungro, dan HDB .

4. Beras Ciherang

(64)

5. Beras Mekongga

Beras Mekongga adalah beras yang berasal dari varietas padi sawah yang memiliki umur tanaman 116-125 hari, tahan terhadap wereng coklat biotipe 2, 3 dan HDB (Hawar Daun Bakteri ) (Departemen Pertanian, 1984).

2.3 Pestisida

2.3.1 Sejarah Pestisida

Penggunaan pestisida kimia pertama kali diketahui sekitar 4.500 tahun yang lalu (2.500 SM) yaitu pemanfaatan asap sulfur untuk mengendalikan tungau di Sumeria. Sedangkan penggunaan bahan kimia beracun seperti arsenik, merkuri dan serbuk timah diketahui mulai digunakan untuk memberantas serangga pada abad ke-15. Kemudian pada abad ke-17 nikotin sulfat yang diekstrak dari tembakau mulai digunakan sebagai insektisida. Pada abad ke-19 diintroduksi dua jenis pestisida alami yaitu piretrum yang diekstrak dari chrysanthemum dan rotenon yang diekstrak dari akar tuba Derris eliptica (Sastroutomo, 1993).

Pada tahun 1874, Othmar Zeidler adalah orang yang pertama kali mensintesis DDT (Dichloro Diphenyl Trichloroethane), tetapi fungsinya sebagai insektisida lalu ditemukan oleh ahli kimia Swiss, Paul Hermann Muller pada tahun 1939 yang dengan penemuannya ini dia dianugrahi hadiah nobel dalam bidang Physiology atau Medicine pada tahun 1948. Pada tahun 1940-an mulai dilakukan produksi pestisida sintetik dalam jumlah besar dan diaplikasikan secara luas (Weir, 1998).

(65)

semenjak tahun 1950, dan sekarang sekitar 2,5 juta ton pestisida ini digunakan setiap tahunnya. Dari seluruh pestisida yang diproduksi di seluruh dunia saat ini, 75% digunakan di negara-negara berkembang (Sudarmo, 1987).

Pestisida di Indonesia yang paling banyak digunakan sejak tahun 1950an sampai akhir tahun 1960-an adalah pestisida dari golongan hidrokarbon berklor seperti DDT, endrin, aldrin, dieldrin, heptaklor dan gamma BHC. Penggunaan pestisida-pestisida fosfat organik seperti paration, OMPA, TEPP pada masa lampau tidak perlu dikhawatirkan karena walaupun bahan-bahan ini sangat beracun (racun akut), akan tetapi pestisida-pestisida tersebut sangat mudah terurai dan tidak mempunyai efek residu yang menahun (Sastroutomo, 1993).

2.3.2 Pengertian Pestisida

Pestisida (Inggris:pesticide) secara harafiah berarti pembunuh hama (pest:

hama; cide: membunuh). Menurut Peraturan Pemerintah No. 7/1973 , pestisida adalah semua zat kimia atau bahan lain serta jasad renik dan virus yang dipergunakan untuk :

1. Mengendalikan atau mencegah hama atau penyakit yang merusak tanaman, bagian tanaman, atau hasil-hasil pertanian.

2. Mengendalikan rerumputan.

3. Mengatur atau merangsang pertumbuhan yang tidak diinginkan.

4. Mengendalikan atau mencegah hama-hama luar pada hewan peliharaan atau ternak.

(66)

6. Mengendalikan atau mencegah binatang-binatang yang dapat menyebabkan penyakit pada manusia dan binatang yang perlu dilindungi, dengan penggunaan pada tanaman, tanah, air (Sudarmo, 1993).

Menurut Permenkes RI, No.258/Menkes/Per/III/1993, Pestisida adalah semua zat kimia/bahan lain serta jasad renik dan virus yang digunakan untuk membrantas atau mencegah hama-hama dan penyakit yang merusak tanaman, bagian-bagian tanaman atau hasil pertanian, memberantas gulma, mengatur/merangsang pertumbuhan tanaman tidak termasuk pupuk, mematikan dan mencegah hama-hama liar pada hewan hewan piaraan dan ternak, mencegah/memberantas hama-hama air, memberantas/mencegah binatang-binatang dan jasad renik dalam rumah tangga, bangunan dan alat-alat angkutan, memberantas dan mencegah binatang-binatang termasuk serangga yang dapat menyebabkan penyakit pada manusia atau binatang yang perlu dilindungi dengan penggunaan pada tanaman, tanah dan air.

2.3.3 Klasifikasi Pestisida

(67)

2.3.3.1Berdasarkan bentuk formulasi

Pestisida dapat diklasifikasikan berdasarkan bentuk formulasinya, yaitu sebagai berikut.

a. Butiran (Granule)

Berbentuk butiran yang cara penggunaanya dapat langsung disebarkan dengan tangan tanpa dilarutkan terlebih dahulu.

b. Tepung (Dust)

Merupakan tepung sangat halus dengan kandungan bahan aktif 1-2% yang penggunaanya dengan alat penghembus (duster). Contoh : Daffat.

c. Bubuk yang dapat dilarutkan (Wettable Powder=WP)

Berbentuk tepung yang dapat dilarutkan dalam air yang penggunaanya disemprotkan dengan alat penyemprot atau untuk merendam benih. Contoh, Mipcin 50 WP.

d. Cairan yang dapat dilarutkan

Berbentuk cairan yang bahan aktifnya mengandung bahan pengemulsi yang dapat digunakan setelah dilarutkan dalam air. Larutannya berwarna putih susu yang cara penggunaanya disemprotkan dengan alat penyemprot.

e. Cairan yang dapat diemulsikan

(68)

f. Volume Ultra Rendah

Berbentuk cairan pekat yang dapat langsung disemprotkan tanpa dilarutkan kembali. Pestisida ini biasanya disemprotkan dengan pesawat terbang dengan penyemprot khusus yang disebut Micron Ultra Sprayer. Contoh : Diazinon 90 ULV.

2.3.3.2 Berdasarkan sifat penetrasinya

Pestisida dapat diklasifikasikan berdasarkan sifat penetrasinya, yaitu sebagai berikut.

a. Penetrasi pada permukaan

Pestisida ini hanya ada pada permukaan tanaman. b. Penetrasi dalam

Apabila disemprotkan kedalam permukaan daun, pestisida dapat menembus/meresap ke seluruh jaringan tanaman yang tidak disemprotkan.

c. Sistemik

Pestisida ini mudah diserap melalui daun, batang akar, dan bagian lain dari tanaman. Pestisida sisitemik efektif untuk membasmi bermacam-macam hama pengerek dan pengisap (Departemen Pertanian, 1998).

2.3.3.3Berdasarkan bahan aktifnya

Berdasarkan asal bahan yang digunakan untuk membuat pestisida, maka pestisida dapat dibedakan ke dalam empat golongan yaitu :

(69)

b. Pestisida Nabati, yaitu pestisida yang berasal dari tumbuh-tumbuhan, contohnya neem oil yang berasal dari pohon mimba

c. Pestisida Biologi, yaitu pestisida yang berasal dari jasad renik atau mikrobia yaitu jamur, bakteri atau virus.

d. Pestisida Alami, yaitu pestisida yang berasal dari bahan alami, contohnya bubur bordeaux (Sitompul, 1987).

2.3.3.4 Berdasarkan cara kerjanya

Berdasarkan cara kerjanya, pestisida dapat dibedakan kedalam beberapa golongan yaitu:

a. Pestisida Kontak

Pestisida kontak yaitu pestisida yang dapat membunuh OPT (organisme pengganggu tanaman) bila OPT tersebut terkena pestisida secara kontak langsung atau bersinggungan dengan residu yang terdapat di permukaan tanaman. Contoh : Mipcin 50 WP.

b. Pestisida Sistemik

Pestisida sistemik yaitu pestisida yang dapat ditranslokasikan ke seluruh bagian tanaman. OPT akan mati setelah menghisap/memakan tanaman, atau dapat membunuh gulma sampai ke akarnya.

c. Pestisida Lambung

(70)

d. Pestisida pernapasan

Dapat membunuh hama yang menghisap gas yang berasal dari pestisida (Sudarmo, 1993).

2.3.3.5 Berdasarkan organisme sasaran

Menurut Wudianto (1999), dari banyaknya jenis jasad penggangu yang bisa mengakibatkan fatalnya hasil petanian, pestisida dapat diklasifikasikan menjadi beberapa macam sesuai dengan sasaran yang akan dikendalikan, yaitu :

a. Insektisida

Insektisida adalah bahan yang mengandung senyawa kimia beracun yang bisa mematikan semua jenis serangga.

b. Fungisida

Fungisida adalah bahan yang mengandung senyawa kimia beracun dan bisa digunakan untuk memberantas dan mencengah fungi/cendawan. Selain untuk mengendalikan serangan cendawan di areal pertanaman, fungisida juga banyak diterapkan pada buah dan sayur pascapanen.

c. Bakterisida

Bakterisida adalah senyawa yang mengandung bahan aktif beracun yang bisa membunuh bakteri. Bakterisida biasanya sistemik karena melakukan perusakan dalam tubuh inang.

d. Nematisida

(71)

e. Akarisida

Akarisida atau sering juga disebut dengan mitisida adalah bahan yang mengandung senyawa kimia beracun yang digunakan untuk membunuh tungau, caplak dan laba-laba.

f. Rodentisida

Rodentisida adalah bahan yang mengandung senyawa kimia beracun yang digunakan untuk mematikan berbagai jenis binatang pengerat, misalnya tikus.

g. Moluskida

Moluskida adalah pestisida untuk membunuh moluska, yaitu siput telanjang, siput setengah telanjang, sumpil, bekicot, serta trisipan yang banyak terdapat di tambak.

h. Herbisida

Herbisida adalah bahan senyawa beracun yang dapat dimanfaatkan untuk membunuh tumbuhan penggangu yang disebut gulma.

i. Pestisida lain

Selain beberapa jenis pestisida di atas masih banyak jenis pestisida lain. Namun karena kegunaanya jarang maka produsen pestisida belum banyak yang menjual, sehingga di pasaran bisa dikatakan sulit ditemukan. Pestisida tersebut adalah sebagai berikut :

− Pisisida, adalah bahan senyawa kimia beracun untuk mengendalikan ikan

(72)

− Larvisida, pestisida pembunuh ulat. − Pedukulisida, pestisida pembunuh kutu. − Silvisida, pestisida pembunuh pohon hutan. − Ovisida, pestisida perusak telur.

− Termisida, pestisida pembunuh rayap.

j. Pestisida berperan ganda

Pestisida ini merupakan pestisida yang memiliki fungsi ganda untuk membasmi 2 atau 3 golongan organisme pengganggu tanaman.

Pestisida di Indonesia adalah sebagai berikut insektisida 55,42%, herbisida 12,25%, fungisida 12,05%, repelen 3,61%, zat pengatur pertumbuhan 3,21%,nematisida 0,44%, dan 0,40% ajuvan serta lain-lain berjumlah 1,41%. Dari gambaran ini insektisida merupakan jenis pestisida yang paling banyak digunakan (Soemirat, 2003).

2.3.4 Residu Pestisida

Residu Pestisida adalah sisa racun yang tertinggal di dalam materi, misalnya makanan, air, tanah dan tanaman. Residu pestisida ini kasat mata dan tidak dapat dideteksi melalui rasa, bau dan warna. Keberadaan residu pestisida pada tanaman dapat diakibatkan berbagai cara, yaitu :

a. Dari pestisida yang disemprotkan ke tanaman.

(73)

dalam tubuh tanaman. Pestisida dapat berpengaruh fitotoksik terhadap tanaman dan di dalam jaringan tanaman pestisida dapat diubah.

b. Dari kontaminasi pestisida

Pestisida yang disemprotkan segera bercampur dengan udara dan langsung terkena sinar matahari. Pestisida dapat mengalami fotodekomposisi di udara. Dalam udara, pestisida mengalami perkolasi atau ikut terbang menurut aliran angin. Semakin halus butiran larutan semakin besar kemungkinan pestisida ikut perkolasi dan makin jauh ikut diterbangkan arus angin.

c. Pembudidayaan tanaman pada tanah yang mengandung pestisida. Tingginya kadar residu pestisida pada lahan pertanian akan meninggalkan residu pestisida ke dalam tubuh tanaman (Sudarmo, 1993).

Residu pestisida masuk ke dalam tubuh manusia sebagian besar melalui rantai makanan dan akan tertimbun dalam jaringan lemak termasuk susu. Residu pestisida yang terdapat dalam rantai makanan memberikan dampak negatif terhadap manusia. Residu pestisida dapat menyebabkan keracunan bahkan kematian sehingga masalah residu pestisida di masa yang akan datang akan semakin rawan karena residu pestisida ini bersifat global (Lucy, 1995).

(74)

2.3.5 Pendaftaran dan Perizinan Pestisida

Pestisida sebelum beredar, terlebih dahulu harus didaftar dan dimintakan izin yang berwenang oleh Departemen Pertanian. Hal tersebut dilaksanakan supaya penggunaannya tidak menimbulkan dampak bagi lingkungan. Pestisida yang sangat berbahaya, tidak diperkenankan digunakan oleh pemakai umum.. Tiap pestisida harus diberi label dalam bahasa Indonesia yang berisi keterangan-keterangan yang sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang ditetapkan dalam pendaftaran dan izin masing-masing pestisida.

Permohonan pendaftaran pestisida wajib menyediakan data teknis dan keterangan selengkap-lengkapnya mengenai formulasi pestisida yang didaftarkan sehingga Komisi Pestisida dapat mempelajari dan menilai dengan sebaik-baiknya aspek keamanan dan efikasi formulasi pestisida tersebut. Dalam pendaftaran pestisida, izin suatu formulasi dapat diberikan oleh Menteri Pertanian sebagai izin percobaan atau izin sementara yang masing-masing berlaku untuk satu tahun atau izin tetap yang berlaku lima tahun. Izin dapat diperpanjang setelah masa berlakunya habis (Sudarmo, 1993).

2.3.6 Dinamika Pestisida di Lingkungan

(75)

pencucian zat pada tahap penguraian baik secara biologis maupun kimiawi di dalam tanah. Proses pencucian bahan-bahan kimia tersebut akan mempengaruhi kualitas air tanah baik setempat maupun secara regional dengan berkelanjutan. Apabila proses pemurnian unsur-unsur residu pestisida berjalan dengan baik dan tervalidasi hingga aman pada wadah-wadah penampungan air tanah, misal sumber mata air, sumur resapan dan sumur gali untuk kemudian dikonsumsi oleh penduduk, maka fenomena pestisida ke dalam lingkungan bisa dikatakan aman (Sastroutomo, 1993).

Penurunan kualitas air tanah serta kemungkinan terjangkitnya penyakit akibat pencemaran air merupakan implikasi langsung dari masuknya pestisida ke dalam lingkungan. Pada tingkat tertentu, bahan pencemar tersebut mampu terakumulasi hingga dekomposit pestisida di udara terjadi melalui proses penguapan oleh foto-dekomposisi sinar matahari terhadap badan air dan tumbuhan. Selain pada itu masuknya pestisida diudara disebabkan oleh driff yaitu proses penyebaran pestisida ke udara melalui penyemprotan oleh petani yang terbawa angin. Gangguan pestisida oleh residunya terhadap tanah biasanya terlihat pada tingkat kejenuhan karena tingginya kandungan pestisida persatuan volume tanah. Unsur-unsur hara alami pada tanah makin terdesak dan sulit melakukan regenerasi hingga mengakibatkan tanah masam dan tidak produktif (Frank, 1995). 2.4 Teknik Aplikasi Pestisida

(76)

penting dalam upaya pengendalian OPT (Organisme Pengganggu Tanaman) secara kimiawi karena teknik aplikasi merupakan “jembatan penghubung” antara

produk perlindungan tanaman ( pestisida pertanian ) dan OPT sasarannya. Pestisida merupakan sarana produksi pertanian yang mahal dan merusak lingkungan. Oleh karena itu, penggunaannya harus secara rasional dengan mempertimbangkan sifat fisik pestisida, biologi, ekologi zat pengganggu, serta musuh alami.

Penggunaan pestisida yang tidak tepat tentu dapat menimbulkan hal-hal yang tidak diinginkan, seperti organisme pengganggu tidak akan mati karena salah jenis pestisida yang digunakan. Keberhasilan penggunaan pestisida sangat ditentukan oleh aplikasi yang tepat, untuk menjamin pestisida tersebut mencapai jasad sasaran yang dimaksud, selain juga oleh faktor jenis dosis, dan saat aplikasi yang tepat. Dengan kata lain tidak ada pestisida yang dapat berfungsi dengan baik kecuali bila diaplikasikan dengan tepat (Wudianto, 1999).

2.4.1 Cara Pemakaian Pestisida

Menurut Djojosumarto (2009), cara pengaplikasian pestisida yang sering dilakukan oleh petani adalah sebagai berikut.

(77)

2. Pengasapan (Fogging) : Penyemprotan pestisida dengan volume ultra rendah dengan menggunakan ukuran droplet yang sangat halus merupakan campuran pestisida dan solvent dipanaskan sehingga menjadi semacam kabut asap (fog) . 3. Dusting : Aplikasi produk pestisida yang diformulasikan sebagai tepung

hembus dengan menggunakan alat penghembus (duster).

4. Penaburan pestisida butiran : Cara khas untuk mengaplikasikan pestisida berbentuk butiran (granule). Penaburan dapat dilakukan dengan tangan atau dengan mesin penabur.

5. Perawatan Benih (Seed Treatment) : cara aplikasi pestisida untuk melindungi benih sebelum benih ditanam agar kecambah dan tanaman muda tidak diserang oleh hama atau penyakit.

6. Injeksi (injection) : Penggunaan pestisida dengan cara dimasukkan kedalam batang tanaman, baik dengan alat khusus (injektor atau infus) maupun dengan membor batang tanaman tersebut.

7. Dipping (Pencelupan) : penggunaan pestisida untuk melindungi bahan tanaman (bibit,cangkok,stek) agar terhindar dari penyakit dan hama tanaman.Dilakukan dengan mencelupkan bibit,cangkok atau stek kedalam larutan pestisida.

8. Fumigasi : penguapan, misalnya untuk melindungi hasil panen yang dimasukkan kedalam gudang.

Gambar

Gambar 2 . Wawancara terhadap Petani Responden di Rumah
Tabel 4.3. Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan di Kelurahan Sidoarjo Dua Ramunia Kecamatan Beringin Kabupaten Deli Serdang
Tabel 4.6. Distribusi Responden berdasarkan Varietas Padi yang di tanam di Kelurahan Sidoarjo Dua Ramunia Kecamatan Beringin
Tabel 4.7.  Nama Dagang Pestisida Yang di Gunakan dalam Mengendalikan Hama Padi oleh Petani di Kelurahan Sidoarjo Dua Ramunia
+4

Referensi

Dokumen terkait

Aplikasi pestisida yang diperoleh dari hasil penelitian yaitu dosis sewaktu menyemprotkan pestisida adalah 20 ml setiap kali penyemprotan dengan jumlah responden 7 orang

Ada perbedaan antara praktek pencampuran golongan pestisida organofosfat, karbamat dan campuran dengan rata-rata kadar kolinesterase pada petani bawang merah di

Residu insektisida organoklorin dan organofosfat telah ditemukan dalam contoh tanaman padi, tanah, dan air di sentra produksi padi di Jawa Tengah (Kabupaten Grobogan, Demak,

Variabel penelitian tahap 2 yaitu kandungan residu pestisida golongan organofosfat jenis profenofos dan klorpirifos pada buah cabai merah dengan perlakuan lama penyimpanan..

Oleh karena itu untuk mengetahui pengaruh dari residu pestisida organofosfat pada tanaman Jagung dengan menggunakan alat kromatografi gas, Berdasarkan latar

Tabel 2 memperlihatkan bahwa hasil analisis residu pestisida golongan organofosfat pada sampel daging, hati dan ginjal sapi yang berasal dari RPH Kota Pekanbaru menunjukkan bahwa

Residu insektisida organoklorin dan organofosfat telah ditemukan dalam contoh tanaman padi, tanah, dan air di sentra produksi padi di Jawa Tengah (Kabupaten Grobogan, Demak,

“Analisis Aplikasi Pestisida pada Tanaman Padi dan Residu Pestisida Golongan Organofosfat dalam beras di Kelurahan Sidoarjo Dua Ramunia Kecamatan Beringin