ANALISIS TEKSTUAL TANGIS MILANGI PADA MASYARAKAT
PAKPAK DI KABUPATEN PAKPAK BHARAT
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sastra
Oleh
DOSMANDIRI BERUTU
NIM 2122210002
JURUSAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS BAHASA DAN SENI
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
MEDAN
i ABSTRAK
Dosmandiri Berutu. NIM. 2122210002. Analisis Tekstual Tangis Milangi pada Masyarakat Pakpak di Kabupaten Pakpak Bharat. Skripsi Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia. Fakultas Bahasa dan Seni. Universitas Negri Medan. 2016
Penelitian ini bertujuan untuk (1) Mendeskripsikan bentuk leksikal dan gramatikal yang terdapat pada teks tangis milangi mate ncayur tua dalam upacara kematian masyarakat Pakpak,(2) Mendeskripsikan makna kontekstual yang terdapat pada teks tangis milangi mate ncayur tua dalam upacara kematian masyarakat Pakpak, (3)Mendeskripsikan struktur tangis milangi mate ncayur tua dalam upacara kematian masyarakat Pakpak dan (4) Mendeskripsikan tekstur tangis milangi mate ncayur tua dalam upacara kematian masyarakat Pakpak. Data dalam penelitian ini berupa data primer, data diperoleh secara langsung dari masyarakat Desa Lae Langge Namuseng. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif yang bersifat deskriptif. Alat pengumpulan data yang digunakan untuk menjaring data adalah observasi, wawancara dan dokumentasi data. Untuk mengelola data yang diperoleh dalam penelitian ini dianalisis dengan menggunakan teknik analisis distribusional. Berdasarkan hasil analisis dapat disimpulkan bahwa teks tangis milagi terjalin dengan adanya aspek gramatikal dan leksikal, sehingga makna yang dihasilkan dari perpaduan tersebut dapat dipahami oleh pembaca. Aspek gramatikal terdiri atas pengacuan (refrensi), penyulihan (substitusi), pelepasan (ellipsis), dan perangkaian (konjungsi). Aspek leksikal terdiri atas repetisi (pengulangan), sinonimi (padan kata), dan antonimi (lawan kata). Dalam penelitian ini ditunjukkan sejimlah aspek leksikal dan gramatikal yang menghubungkan kalimat-kalimat dalam bentuk tabel. Hasil analisis kontekstual terdapat prinsip penafsiran personal, prinsip penafsiran lokasional dan penafsiran temporal. Teks tangis milangi ini tidak memiliki struktur karena keseluruhan teks merupakan ini namun teks tangis milangi ini memiliki tekstur atau hubungan makna
ii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan
rahmat-Nya sehingga Skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik. Skripsi ini berjudul
“ANALISIS TEKSTUAL TANGIS MILANGI PADA MASYARAKAT
PAKPAK DI KABUPATEN PAKPAK BHARAT”. Skripsi ini dibuat sebagai
salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sastra.
Penulis menyadari bahwa dalam proses penulisan Skripsi ini banyak
mengalami kendala, namun berkat bantuan, bimbingan, kerjasama dari berbagai
pihak, kendala-kendala yang dihadapi tersebut dapat diatasi. Untuk itu, dengan
segala kerendahan hati penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada :
1. Prof. Dr. Syawal Gultom M.Pd., Rektor Universitas Negeri Medan
2. Dr. Isda Pramuniati, M.Hum., Dekan Fakultas Bahasa dan Seni
3. Drs. Syamsul Arif, M.Pd., Ketua Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia
4. Trisnawati Hutagalung S.Pd., M.Pd, Sekretaris Jurusan Bahasa dan Sastra
Indonesia.
5. Dr. Wisman Hadi, S.Pd., M.Hum., Ketua Program Studi Sastra Indonesia
6. Dr. Abdulrahman A.S, M. Hum., Dosen Pembimbing Skripsi
7. Drs. Sanggup Barus, M.Pd., Dosen Pembimbing Akademik.
8. Fitriani Lubis, S.Pd., M.Pd., Dosen Pengarah
9. Arnita, S.Si., M.Si., Dosen Pengarah
10. Bapak/Ibu Dosen dan Staf Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia
11. Bapak/Ibu serta Pegawai di lokasi penelitian Desa Lae Langge Namuseng
iii
12. Kedua orang tua penulis yaitu Bapak Sabam Berutu dan Ibu Dorma Padang
yang senantiasa mendukung dan menyemangati. Kakak Yertine Wati Berutu
bersama Bethel Sembiring, Multi Berutu Bersama Desnam Sigiro, Tati Harni
Berutu bersama Sakton Boangmanalu yang selalu menjadi acuan dan
inspirasi penulis, Sadiah Berutu yang selalu memberi dukungan dan
semangat. Adik Tukmo Berutu dan Sahat Herianto Berutu yang selalu di hati.
13. Teman yang selalu mendoakan Harsat Manik, dan orang yang selalu memberi
dukungan, semangat serta doa Alex Rocky Christman Siregar
14. Teman-teman Nondik 2012 yang telah mendukung dan memberikan semangat
kepada penulis, Lamtiur Simaremare, Romiuli Padang, Riana Sitanggang,
Wemmy Sihombing, Himen Trigen Berutu, Doni hermanto Manik, Sudiati
Lumban Goal, Simon Laurensius Hutagalung, Willy Pasaribu, Natalia
Sitompul dan Ginar Putri Manau
15. Semua pihak yang ikut berperan dalam penyelesaian Skripsi ini yang tidak
dapat disebutkan namanya satu persatu.
Penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi
penyempurnaan Skripsi ini. Semoga Skripsi ini memberikan manfaat bagi
pembacanya.
Medan, Agustus 2016
Penulis,
iv A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Identifikasi Masalah ... 6
C. Batasan Masalah ... 7
D. Rumusan Masalah ... 8
E. Tujuan Penelitian ... 8
F. Manfaat Penelitian ... 9
BAB II KERANGKA TEORETIS DAN PERTANYAAN PENELITIAN A. Kerangka Teoretis ... 10
1. Teks ... 10
2. Aspek Gramatikal ... 11
a. Pengacuan (Refrensi) ... 12
b. Penyulihan (Substitusi) ... 13
c. Pelepasan (Ellipsis) ... 15
d. Perangkaian (Konjungsi) ... 15
3. Aspek Leksikal ... 16
a. Repetisi (Pengulangan) ... 17
b. Sinonimi ... 20
c. Antonimi (Lawan Kata) ... 20
d. Kolokasi (Sanding Kata) ... 22
e. Hiponimi (Hubungan Atas Bawah)... 23
f. Ekuivalensi (Kesepadanan) ... 23
4. Konteks ... 24
5. Struktur Generik (Struktur Teks) ... 25
6. Tekstur Teks ... 26
7. Upacara Kematian ... 27
8. Tangis Milangi ... 29
B. Pertanyaan Penelitian ... 31
BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Metodologi Penelitian ... 32
B. Lokasi Dan Waktu Penelitian ... 32
v
D. Instrument Penelitian ... 33
E. Teknik Pengumpulan Data ... 34
F. Teknin Analisis Data ... 37
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS DATA A. Hasil Penelitian ... 42
1. Mate Ncayur Tua ... 42
2. Tangis Milangi ... 42
B. Analisis Data ... 54
1. Analisis Tekstual Tangis Milangi ... 54
1) Aspek Gramatikal yang Terapat pada Teks Tangis Milangi ... 54
2) Aspek Leksikal yang erdapat pada tangis milangi... 58
2. Kontekstual ... 59
3. Struktur Generik (Struktur Teks) pada Tangis Milangi ... 60
4. Tekstur Tangis Milangi ... 61
5. Upaya Mempertahankan Budaya Tangis Milangi pada Masyarakat Pakpak ... 61
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 64
B. Saran ... 65
vi DAFTAR TABEL
Tabel 2.1. Pengacuan Pesona ... 12
Tabel 2.2. Demonstratif (penunjukkan) ... 13
Tabel 3.1. Instrumen Penelitian Analisis Gramatikal Tangis Milangi
Pada Masyarakat Pakpak di Kabupaten Pakpak Bharat ... 39
Tabel 3.1. Instrumen Penelitian Analisis Leksikal Tangis Milangi
Pada Masyarakat Pakpak di Kabupaten Pakpak Bharat ... 40
Tabel 4.1. Analisis Gramatikal Tangis Milangi Pada Masyarakat Pakpak ... 46
vii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Teks Tangis Milangi ... 68
Lampiran 2 Terjemahan Tangis Milangi ... 70
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
Sastra adalah salah satu saluran kreativitas yang penting dalam kehidupan
manusia. Hal inilah kemudian yang membedakan manusia dengan makhluk
lainnya. Sastra berkembang sejalan dengan perkembangan kebudayaan manusia.
Sastra menjadi salah satu unsur kebudayaan yang menopang berdirinya suatu
kebudayaan. Sastra telah menjadi sesuatu yang tidak terpisahkan dari kehidupan
masyarakat di berbagai budaya yang ada di Indonesia. Sastra telah menjadi bagian
keseharian yang memiliki fungsi penting dalam kehidupan masyarakat.
Berdasarkan media penyampaian, terdapat dua jenis sastra, yaitu sastra lisan dan
sastra tulis.
Sastra lisan adalah salah satu jenis sastra yang paling lekat dengan
masyarakat. Setiap masyarakat hampir memiliki sastra lisannya masing-masing.
Keberadaannya di dalam masyarakat sangat penting karena sastra lisan merupakan
perbendaharaan nilai-nilai yang diwariskan secara turun-temurun. Nilai-nilai
yang terkandung dalam sastra lisan ini masih sangat berguna untuk kehidupan
sekarang.
Sastra lisan berkembang di banyak masyarakat yang ada di Indonesia.
Sastra lisan di masyarakat memiliki fungsi yang khas dalam menyimpan
nilai-nilai yang ada di masyarakat tersebut. Nilai-nilai-nilai yang terdapat di dalam sastra
2
yang menjadi penggerak kehidupan di masyarakat ini. Sastra dan kebudayaan
memiliki objek yang sama, yaitu
manusia dalam masyarakat, manusia sebagai fakta sosial, manusia sebagai
makhluk kultural (Ratna, 2005:14).
Dalam kehidupan masyarakat itu, sastra dan kebudayaan memperoleh
tempat khusus, karena terjadinya hubungan erat di antara keduanya. Sastra
sebagai karya seni merupakan bagian integral suatu masyarakat, sedangkan
masyarakat itu sendiri merupakan pemilik suatu kebudayaan. Keseluruhan
permasalahan masyarakat yang dibicarakan dalam sastra, tidak bisa dilepaskan
dari kebudayaan yang melatarbelakanginya (Ratna, 2005:23). Sebab, meskipun
bermain dalam tataran imajinasi, sesungguhnya sastra merefleksikan ruh kultural
sebuah komunitas dan refleksi evaluatif terhadap kehidupan yang melingkari diri
pengarangnya.
Manusia dalam rangka menjalani kehidupannya di dunia ini, menghasilkan
dan berdasarkan kepada kebudayaan. Budaya ini menjadi identitas seseorang dan
sekelompok orang yang menggunakan dan memilikinya. Kebudayaan tersebut
muncul untuk memenuhi kebutuhan hidup dan dalam rangka menjaga
kesinambungan generasi yang diturunkan. Kebudayaan ini memainkan peran
penting terhadap perilaku manusia dan benda-benda hasil kreativitas mereka.
Kebudayaan juga mengatur siklus atau daur hidup manusia sejak dari janin, lahir,
anak-anak, pubertas, dewasa, tua, sampai meninggal dunia. Demikian juga yang
terjadi di dalam kebudayaan masyarakat Pakpak yang wilayah kebudayaannya
3
Menurut Daulay (2012 : 1) manusia yang arif adalah manusia yang tidak
pernah melupakan masa lalu, tetapi ia belajar dari masa lalu itu. Ia menyadari
bahwa adanya masa sekarang dan akan datang tidak terlepas dari masa yang lalu.
Masyarakat Pakpak adalah masyarakat yang sangat menghormati norma-norma
adat yang diwariskan nenek moyangnya kepada mereka baik upacara perkawinan
maupun kematian. Kesetiaan terhadap praktek adat tersebut mereka buktikan
dengan pembagian energi yang besar terhadap praktek pesta adat pada
masyarakat Pakpak khususnya pada adat kematian (kerja njahat)
Salah satu ekspresi kebudayaan adalah kesenian. Dalam kebudayaan
masyarakat Pakpak dikenal berbagai jenis seni, seperti seni rupa, musik
(genderang), tari (tatak), dan seterusnya. Mereka memiliki musik vokal yang
disebut ende, yang terdiri dari beberapa jenis, seperti ende mendedah (menidurkan
anak), ende markemenjen (nyanyian sambil menyadap kemenyan), nangen
(nyanyian yang bertemakan dongeng), tangis milangi, dan lain-lainnya. Tangis
milangi adalah nyanyian ratapan yang disajikan ketika adanya kematian di dalam
masyarakat Pakpak.
Tangis milangi berupa ekspresi kesedihan kerabat dan segenap orang
yang ditinggalkan orang yang telah meninggal dunia tersebut. Teks yang disajikan
merupakan ungkapan perasaan dari si penyaji, yang strukturnya menggunakan
unsur-unsur pantun tradisional Pakpak.
Kata-kata yang diucapkan dalam tangis milangi tidak boleh sembarangan
atau tidak seperti bahasa sehari-hari tetapi ada aturan tersendiri dalam
4
ibu, maka pada waktu anaknya menangisinya, maka ia tidak boleh langsung
menggunakan kata ibu (bahasa Pakpak omak), tetapi diganti dengan kata inang ni
beruna. Jika yang meninggal adalah seorang anak perempuan (bahasa Pakpak:
berru) maka ketika ibunya menangisinya kata berru diganti dengan tendi ni
inangna. Dengan demikian, ada aturan-aturan tertentu dalam penyampaian
kata-kata.
Tangis Milangi ini bisa juga dikatakan sebagai sarana komunikasi untuk
memberitahukan atau sebagai tanda bahwa ada orang yang meninggal dunia
terhadap orang-orang di sekitarnya. Orang-orang yang biasa melakukan atau
menyajikan tangis milangi adalah keluarga dan kerabat dekat dari orang yang
meninggal tersebut seperti anak perempuan (berruna), istri dari anak laki-laki
(purmaen), saudara (dengan sibeltek) dan kerabat dekat lainnya. Pada waktu
menangisi orang yang meninggal tersebut, maka penyaji mengungkapkan segala
keluh kesah didalam kehidupannya. Jadi, tangis milangi ini bisa dikatakan sebagai
sarana untuk mengungkapkan perasaan/isi hati sipenyaji tentang penderitaan yang
dialami dalam hidupnya. Semua keluh kesah diungkapkan didalam tangis milangi
tersebut. Sipenyaji terus menerus menangis dihadapan jenazahnya sampai puas
mengungkapkan perasaannya.
Teks atau lirik yang diungkapkan penyaji pada waktu menangisi orang
yang meninggal tersebut tidak hanya berfokus pada kehidupan orang yang
meninggal itu, misalnya kelebihan-kelebihannya, sifat-sifatnya, serta pengalaman
selama bersama orang yang meninggal tersebut, tetapi teks yang diungkapkan
5
yang menangis tersebut. Pada waktu menangisi orang yang meninggal tersebut,
maka penyaji mengungkapkan segala keluh kesah di dalam kehidupannya. Dalam
hal ini ada istilah: “Pande mang ngo ko keppe memukai sindanggelku.” Artinya:
“Kamu membuka atau mengingatkan kembali tentang penderitaanku.” Jadi,
melalui tangis tersebut si penyaji teringat kembali tentang pengalaman hidupnya,
terutama penderitaan-penderitaan yang dialami serta diungkapkan melalui tangis
tersebut.
Tangis milangi merupakan nyanyian logogenik yang mengutamakan teks
daripada melodi. Disajikan secara strofik, yaitu teksnya berubah-ubah tetapi
melodinya sama atau hampir sama Naiborhu (dalam Manik, 2012 : 7). Teks dari
tangis milangi merupakan sebuah wacana lisan. Tarigan (1987 : 51) wacana lisan
atau spoken discourse adalah wacana yang disampaikan secara lisan, melalui
media lisan. Untuk menerima, memahami, atau menikmati wacana lisan ini maka
sang penerima harus menyimak atau mendengarkannya. Dengan kata lain
penerima adalah penyimak.
Wacana merupakan peristiwa komunikasi yang terstruktur,
dimanifestasikan dalam perilaku linguistik dan membentuk suatu keseluruhan
yang padu (uniter) Edmondson (dalam Sudaryat 2011: 110). Oleh karena itu,
wacana dapat disebut rekaman kebahasaan yang utuh tentang peristiwa
komunikasi.
6
Pendapat ini memberikan pengertian bahwa wacana adalah satuan lingual
tertinggi bahasa yang di dalamnya memuat hubungan antar makna kalimat yang
gramatikal dalam bentuk lisan maupun tulisan.
Menurut Yule (1996 : 1) analisis wacana adalah analisis atas bahasa yang
digunakan. Maka, analisis itu tidak dapat dibatasi pada deskripsi bentuk bahasa
yang tidak terikat pada tujuan atau fungsi yang dirancang untuk menggunakan
bentuk tersebut dalam urusan-urusan manusia. Dalam analisis wacana, segi bentuk
atau struktur lahir wacana disebut aspek gramatikal wacana sedangkan segi
makna atau struktur batin wacana disebut aspek leksikal wacana Sumarlam
(dalam Febiyanto 2009 :2)
Kepunahan tradisi lisan disebabkan terlalu lama tidak diingat masyarakat
dan tidak pernah diperdengarkan lagi dan hanya berdasarkan daya ingat
penuturnya. Akibatnya, sastra lisan semakin memudar dan hanya berdasarkan
daya ingat penuturnya. Hal ini tentu saja dapat merubah keaslian suatu sastra
lisan. Kesan inilah yang menyebabkan peneliti tertarik untuk mengkajinya
kemudian mendokumentasikannya, agar sastra lisan tersebut menjadi sastra yang
hidup di masyarakat dan dapat dipertahankan keberadaanya.
Dengan melihat fakta sosial dan budaya seperti diurai di atas, maka dalam
tulisan ini peneliti akan membahas tentang analisis tekstual tangis milangi pada
masyarakat Pakpak di Kabupaten Pakpak Bharat.
B. Identifikasi Masalah
Dalam suatu penelitian perlu identifikasi masalah yang akan diteliti.
7
kesimpang siuran dan kekaburan dalam membahas dan meneliti masalah yang
ada. Berdasarkan Latar Belakang Masalah di atas, maka dapat diidentifikasikan
masalah sebagai berikut:
1. Adanya penanda aspek leksikal yang terdapat pada teks tangis milangi
mate ncayur tua dalam upacara kematian Pakpak
2. Adanya penanda aspek gramatikal pada teks tangis milangi mate ncayur
tua dalam upacara kematian Pakpak
3. Cara penyajian tangis milangi pada mate ncayur tua dalam upacara
kematian Pakpak
4. Struktur teks tangis milangi mate ncayur tua dalam upacara kematian
Pakpak
5. Tekstur yang terdapat pada teks tangis milangi mate ncayur tua dalam
upacara kematian Pakpak
6. Adanya tanda-tanda yang terdapat pada tangis milangi mate ncayur tua
dalam upacara kematian Pakpak.
C. Batasan Masalah
Agar penelitian ini tidak menyimpang dan mengambang dari tujuan yang
telah direncanakan sehingga mempermudah mendapatkan data dan informasi
yang diperlukan, maka penulis menetapkan batasan-batasan penelitian hanya
pada makna tekstual dan kontekstual yang ditinjau dari segi leksikal dan
gramatikal serta struktur dan tekstur dalam Tangis Milangi pada pesta adat
8
D. Rumusan Masalah
Berdasarkan batasan masalah di atas, maka masalah dalam penelitian ini
dapat dirumuskan sebagai berikut :
1. Bentuk aspek leksikal dan gramatikal apa saja yang terdapat pada teks
tangis milangi mate ncayur tua dalam upacara kematian masyarakat
Pakpak?
2. Bagaiman bentuk kontekstual yang terdapat pada teks tangis milangi mate
ncayur tua dalam upacara kematian masyarakat Pakpak?
3. Bagaimana struktur teks yang terdapat pada teks tangis milangi mate
ncayur tua dalam upacara kematian masyarakat Pakpak?
4. Bagaimana tekstur teks tangis milangi mate ncayur tua dalam upacara
kematian masyarakat Pakpak?
E. Tujuan Penelitian
Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini yang hendak dicapai adalah:
1. Mendeskripsikan bentuk leksikal dan gramatikal yang terdapat pada teks
tangis milangi mate ncayur tua dalam upacara kematian masyarakat
Pakpak.
2. Mendeskripsikan makna kontekstual yang terdapat pada teks tangis
milangi mate ncayur tua dalam upacara kematian masyarakat Pakpak.
3. Mendeskripsikan struktur tangis milangi mate ncayur tua dalam upacara
kematian masyarakat Pakpak.
4. Mendeskripsikan tekstur tangis milangi mate ncayur tua dalam upacara
9
F. Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini dapat dilihat dari dua segi , yaitu segi teoritis dan
segi praktis. Manfaat teoritis penelitian ini adalah (1) untuk menambah khazanah
penelitian tentang budaya Pakpak khususnya pada upacara kematian mate ncayur
tua, (2) diharapkan dapat dijadikan sebagai refrensi bagi peneliti khususnya yang
berkaitan dengan pendekatan semantik. Manfaat praktis penelitian ini adalah
memberi manfaat bagi masyarakat untuk dijadikan pedoman sebagai penunjang
64 BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis dapat disimpulkan bahwa teks tangis milagi
terjalin dengan adanya aspek gramatikal dan leksikal, sehingga makna yang
dihasilkan dari perpaduan tersebut dapat dipahami oleh pembaca. Dalam
penelitian ini ditunjukkan sejumlah aspek leksikal dan gramatikal yang
menghubungkan kalimat-kalimat dalam bentuk tabel.
1. Aspek gramatikal yang terdapat dalam teks tangis milangi terdiri atas (1)
Pengacuan (refrensi) yang diklasifikasikan menjadi pengacuan pesona
yang direalisasikan melalui pesona pertama, kedua dan ketiga kemudian
terdapat pengacuan demonstratif waktu dan tempat serta adanya
pengacuan komparatif, (2) Pelesapan (ellipsis), dan (3) Perangkaian
(konjungsi). Aspek leksikal terdiri atas (1) Repetisi (pengulangan) dan (2)
Antonimi (lawan kata).
2. Hasil analisis yang terdapat dalam teks tangis milangi terdapat beberapa
aspek kontekstual yaitu (1) Prinsip penafsiran personal, (2) Prinsip
penafsiran lokasional dan (3) Penafsiran temporal. Teks tangis milangi
disampaikan secara spontan dan berdasarkan isi hati si penyaji. Tidak ada
pembuka, bagian tengah dan bagian akhir, atau teks yang sudah baku
65
3. merupakan isi karena keseluruhan dari teks tersebut berisi ungkapan
perasaan yang dirasakan sipenyaji.
4. Teks tangis milangi ini memiliki tekstur atau hubungan makna dari baris
pertama dengan baris berikutnya sehingga terjalin dengan adanya
hubungan makna dalam teks tersebut.
Budaya tangis milangi sudah semakin memudar dari masyarakat Pakpak
sehingga pemerintah dan masyarakat pemilik kebudayaan tersebut memiliki peran
masing-masing untuk mempertahankan keberadaan sastra lisan tersebut.
B. Saran
Adapun saran penulis dalam penelitian ini diharapkan kepada masyarakat
menjadikan sebuah karya sastra menjadi pembelajaran bagi kehidupan serta
diharapkan agar budaya tangis milangi ini dapat dibangkitkan dan dikembangkan
kembali agar tdak punah. Adanya penelitian ini juga dapat menjadi masukan yang
positif bagi peneliti berikutnya.
Penulis juga berharap kepada masyarakat Pakpak agar kiranya tetap
memelihara dan memberikan perhatian terhadap kebudayaan yang ada karena
kebudayaan Pakpak sudah semakin hilang seiring dengan perkembangan zaman.
Oleh karena itu, sebagai masyarakat Pakpak mari kita sama-sama menunjukkan
dan memberikan perhatian terhadap kebudayaan yang kita miliki sebagai identitas
66
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, S. 2002. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta : PT Rineka Cipta.
. 2003. Prosedur Penelitian Suatu Praktek. Jakarta : Bina Aksara.
Brown, Gollian dan George Yule. 1996. Analisis Wacana. Jakarta. Gramedia.
Daulay, Syahnan. 2012. Pembinaan,Pengembangan, dan Pelindungan Bahasa Indonesia. Bandung. Cita Pustaka Media Perintis.
Darma, Yoce Aliah.2009. Analisis Wacana Kritis. Bandung. Yrama Widya.
Febiyanto, Indra. 2009. Aspek Gramatikal dan Leksikal pada Wacana “Tajuk
Rencana” Surat Kabar Kompas. Universitas Sebelas Maret.
Halliday dan Hasan. 1992. Bahasa, Konteks dan Teks: Aspek-aspek bahasa dalam
pandangan semiotic sosial. Yogyakarta: UGM Press.
Koenjaraningrat. 1987. Teori Antropologi (jilid 1). Jakarta: UI-Press.
Manik, Mansehat. 2011. Seni dan Budaya Pakpak. Medan. Mitra.
Manik, Marlina. 2012. Analisis Fungsi, Tekstual dan Musikal Tangis simate Suatu Genre Nyanyian Ratapan dalam Konteks Kematian pada Kebudayaan Masyarakat Pakpak-Dairi di Desa Siompin Aceh Singkil. Universitas Sumatra Utara.
Moleong. 2009. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung. PT. Remaja Rosdakarya.
Ratna. 2005. Sastra dan Cultural Studies: Representasi Fiksi dan Fakta.Yogyakarta. Pustaka Belajar.
Santosa. 2003. Bahtera Kandas di Bukit: Kajian Semiotika Sajak-Sajak Nuh. Solo: Tiga Serangkai Pustaka Mandiri.
Sinar, Tengku Silvana. 2003. Teori dan Analisis Wacana Pendekatan Sistemik Fungsional. Medan: Mitra
Sugiyono. 2014. Metode Penelitian Kuntlitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung: Penerbit Alfabeta.
Soimah , Ari Rahmawati. 2003. Analisis Wacana Tekstual dan Kontekstual dalam Novel Prawan Ngisor Kretek Karya Soetarno. Vol.03/No.04/November 2013
Sumarlam. 2003. Teori dan Praktik Analisis Wacana. Surakarta. Pustaka Cakra
67
. 2005. Analisis Wacana. Surakarta: UNS Press
Sudaryat, Yayat. 2011. Makna Dalam Wacana. Bandung. Yrama SWidia