• Tidak ada hasil yang ditemukan

Katarak dan Diabetes Melitus

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Katarak dan Diabetes Melitus"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

KATARAK DAN DIABETES MELITUS

NURCHALIZA HAZARIA SIREGAR NIP.19700908 200003 2 001

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

DAFTAR ISI

ANATOMI LENSA...1

HISTOLOGI LENSA...1

BIOKIMIA LENSA...2

KATARAK...5

DIABETES MELITUS...15

PATOGENESIS TERJADINYA KATARAK PADA PENDERITA DIABETES MELITUS...17

(3)

ANATOMI LENSA

Lensa merupakan suatu struktur transparan berbentuk bikonveks yang memiliki dua permukaan, yaitu permukaan anterior dan posterior. Permukaan lensa pada bagian posterior lebih cembung daripada permukaan anterior, dimana radius kurvatura posterior 6 mm dan radius kurvatura anterior 10 mm (Lang, 2000).

Pada saat baru lahir, jarak ekuator lensa sekitar 6,4 mm dan jarak anteroposterior 3,5 mm dan beratnya sekitar 90 mg. Pada lensa dewasa, jarak ekuator sekitar 9 mm dan jarak anteroposterior 5 mm dan beratnya sekitar 255 mg (American Academy of Ophthalmology, 2008).

Lensa terletak di antara permukaan posterior iris dan badan vitreus pada lengkungan berbentuk cawan badan vitreus yang disebut fossa hyaloid. Lensa bersama dengan iris membentuk diafragma optikal yang memisahkan bilik anterior dan posterior mata. Lensa ditahan pada posisinya oleh serat zonula yang berada di antara lensa dan badan siliar (Lang, 2000).

Lensa bersifat avaskular dan tidak mempunyai persarafan sehingga nutrisi lensa hanya didapat dari aqueous humor . Metabolisme lensa terutama bersifat anaerob akibat rendahnya kadar oksigen terlarut di dalam aqueous (Vaughan & Asbury, 2000).

HISTOLOGI LENSA

Secara histologi, lensa tersusun atas kapsul lensa, epitel subkapsular, dan serat lensa. Kapsul lensa merupakan suatu membran basal yang sangat tebal dan terutama terdiri atas kolagen tipe IV dan glikoprotein. Di bawah kapsul lensa terdapat epitel yang terdiri atas selapis sel epitel kuboid yang hanya terdapat pada permukaan anterior lensa. Epitel subkapsular yang berbentuk kuboid akan berubah menjadi kolumnar di bagian ekuator (Junqueira & Carneiro, 2007).

(4)

dahulu dibentuk atau serat lensa yang tertua di dalam kapsul lensa. Di dalam lensa dapat dibedakan nukleus embrional, fetal, dan dewasa. Di bagian luar nukleus ini terdapat serat lensa yang lebih muda dan disebut sebagai korteks lensa. Korteks yang terletak di sebelah depan nukleus lensa disebut sebagai korteks anterior, sedangkan yang terletak di belakang disebut korteks posterior. Nukleus lensa mempunyai konsistensi lebih keras dibanding korteks lensa yang lebih muda (Ilyas, 2011).

Di bagian perifer kapsul lensa terdapat sekelompok serat yang tersusun radial, yakni zonula, yang satu sisinya tertanam pada kapsul lensa dan sisi lainnya pada badan siliar. Serat zonula serupa dengan mikrofibril serat elastin. Sistem ini penting untuk proses yang dikenal sebagai akomodasi, yang dapat memfokuskan objek dekat dan jauh dengan mengubah kecembungan lensa. Bila mata sedang istirahat atau memandang objek yang jauh, lensa tetap diregangkan oleh zonula pada bidang yang tegak lurus terhadap sumbu optik. Bila melihat dekat, muskulus siliaris akan berkontraksi dan koroid beserta badan siliar akan tertarik ke depan. Ketegangan yang dihasilkan zonula akan berkurang dan lensa menebal sehingga fokus objek dapat dipertahankan (Junqueira & Carneiro, 2007).

BIOKIMIA LENSA

Komposisi Lensa

Lensa manusia secara normal terdiri atas air sebanyak 66% dan protein sebanyak 33%. Kandungan protein pada lensa dua kali lebih banyak dibandingkan jaringan lainnya. Protein lensa dibagi menjadi dua berdasarkan kelarutannya dalam air, yaitu protein larut dalam air dan protein tidak larut dalam air. Fraksi protein larut dalam air sebesar 80% dari seluruh protein lensa dan utamanya terdiri atas protein yang disebut dengan kristalin. Kristalin merupakan protein intraselular yang terdapat pada epithelium dan membran plasma dari sel serat lensa. Kristalin tebagi menjadi tiga grup, yaitu alpha, beta, dan gamma.

(5)

alpha bukan merupakan suatu protein tersendiri, melainkan gabungan dari 4 subunit mayor dan 9 subunit minor. Setiap polipeptida subunit memiliki berat molekul 20 kD dan rantai ikatannya merupakan ikatan hidrogen dan interaksi hidrofobik. Kristalin alpha turut berperan dalam transformasi sel epitel menjadi serat lensa. Laju sintesis kristalin alpha tujuh kali lebih cepat di sel epitel daripada di serat kortikal, mengindikasikan penurunan laju sintesis setelah transformasi.

Kristalin beta dan gamma memiliki rangkaian asam amino homolog dan struktur yang sama sehingga dapat dipertimbangkan sebagai satu famili protein dan sering disebut sebagai kristalin betagamma. Kristalin beta berkontribusi sebesar 55% dari protein larut air pada protein lensa. Kristalin gamma merupakan kristalin yang terkecil, dengan berat molekul sekitar 20 kD.

Protein lensa yang tidak larut dalam air dapat dibagi menjadi dua, yaitu protein yang larut dalam urea dan yang tidak larut dalam urea. Fraksi yang larut dalam urea mengandung protein sitoskeletal yang berfungsi sebagai rangka struktural sel lensa dan fraksi yang tidak larut urea mengandung membran plasma serat lensa yang menyerupai membran plasma eritrosit dalam berbagai hal.

Hampir 50% protein membran disusun oleh suatu protein yang dikenal dengan Major Intrinsic Protein (MIP). MIP pertama sekali muncul di lensa ketika serat lensa mulai memanjang dan dapat dijumpai di membran di sepanjang lensa. MIP tidak dijumpai di sel epitel, namun sepertinya berhubungan dengan diferensiasi sel epitel menjadi serat lensa.

Suatu hipotesis menyatakan bahwa seiring dengan bertambahnya usia, protein lensa menjadi tidak larut dalam air dan beragregasi membentuk partikel yang sangat besar yang mengaburkan cahaya, akibatnya lensa menjadi tidak tembus cahaya. Selain itu, pertambahan usia, khususnya pada katarak brunesen juga mengakibatkan meningkatnya protein nukleus yang tidak larut dalam urea. Metabolisme Lensa

(6)

Heksokinase akan tersaturasi oleh kadar glukosa normal pada lensa sehingga apabila kadar glukosa normal telah dicapai, maka reaksi ini akan terhenti. Glukosa-6-fosfat yang terbentuk ini akan digunakan di dua jalur metabolik, yaitu glikolisis anaerob dan jalur pentose fosfat atau yang dikenal dengan hexose monophospha te (HMP) shunt.

Di antara kedua jalur ini, yang paling banyak menghasilkan energi adalah glikolisis anaerob dikarenakan lensa tidak dilalui pembuluh darah sehingga kadar oksigen lensa sangat rendah. Glikolisis anaerob kurang efektif apabila dibandingkan dengan glikolisis aerob karena hanya dihasilkan dua molekul ATP per molekul glukosa, sedangkan pada glikolisis aerob bisa dihasilkan sebanyak 36 molekul ATP.

Kadar oksigen pada lensa sangat sedikit sehingga hanya sekitar 3% dari glukosa lensa yang melalui siklus Krebs untuk menghasilkan ATP, namun siklus ini mampu menghasilkan 25% dari seluruh ATP yang dibentuk di lensa.

Jalur lain yang memetabolisme glukosa-6-fosfat adalah jalur pentose fosfat. Kira-kira 5% dari seluruh glukosa lensa dimetabolisme oleh jalur ini dan dapat distimulasi oleh peningkatan kadar glukosa. Aktivitas jalur pentose fosfat di lensa lebih tinggi dibandingkan di jaringan lain untuk menghasilkan banyak NADPH yang berfungsi untuk mereduksi glutation.

(7)

sitoskeletal mengalami kerusakan, dan lensa menjadi keruh (American Academy of Ophthalmology, 2008).

KATARAK

Definisi Katarak

Katarak berasal dari Yunani Katarrhakies, Inggris Cataract, dan Latin Cataracta yang berarti air terjun. Dalam bahasa Indonesia disebut bular, dimana penglihatan seperti tertutup air terjun akibat lensa yang keruh. Katarak adalah setiap keadaan kekeruhan pada lensa yang dapat terjadi akibat hidrasi (penambahan cairan) lensa, denaturasi protein lensa, ataupun akibat kedua-duanya (Ilyas, 2011).

Epidemiologi Katarak

Katarak merupakan suatu keadaan yang terutama dipengaruhi oleh pertambahan usia. Kemungkinan lebih dari 90% dari semua jenis katarak termasuk dalam tipe senile (katarak senil). Semua jenis katarak, kecuali yang disebabkan oleh trauma, mempunyai frekuensi yang sama baik pada laki-laki maupun pada perempuan (Schlote et al, 2006).

Menurut WHO, katarak merupakan penyebab kebutaan terbesar di seluruh dunia. Katarak menyebabkan kebutaan pada lebih dari 17 juta penduduk dunia dan diperkirakan akan mencapai 40 juta pada tahun 2020 (American Academy of Ophthalmology, 2008).

(8)

Klasifikasi Katarak

Klasifikasi berdasarkan usia :

a. Katarak kongenital, adalah katarak yang mulai terjadi sebelum atau segera setelah lahir dan bayi berusia kurang dari satu tahun. Untuk mengetahui penyebab katarak kongenital, diperlukan pemeriksaan riwayat pre-natal infeksi ibu, seperti rubella pada kehamilan trimester pertama dan pemakaian obat selama kehamilan. Katarak kongenital sering ditemukan pada bayi yang dilahirkan oleh ibu-ibu yang menderita penyakit rubella, galaktosemia, homosisteinuri, diabetes melitus, hipoparatiroidism, toksoplasmosis, inklusi sitomegalik, dan histoplasmosis. Pada pupil mata bayi yang menderita katarak kongenital akan terlihat bercak putih atau suatu lukokoria. Kekeruhan pada katarak kongenital dapat dijumpai dalam berbagai bentuk dan gambaran morfologik.

b. Katarak juvenil, adalah katarak yang terdapat pada orang muda, yang mulai terbentuknya pada usia kurang dari sembilan tahun dan lebih dari tiga bulan. Katarak juvenil biasanya merupakan kelanjutan dari katarak kongenital.

(9)

Tabel Perbedaan stadium katarak senilis

Insipien Imatur Matur Hipermatur

Kekeruhan Ringan Sebagian Seluruh Masif

Cairan

Iris Normal Terdorong Normal Tremulans

Bilik mata

depan

Normal Dangkal Normal Dalam

Sudut bilik

mata

Normal Sempit Normal Terbuka

Shadow

test

Negatif Positif Negatif Pseudopos

Penyulit - Glaukoma - Uveitis +

Glaukoma (Sumber : Lang, 2000)

3 jenis utama katarak terkait usia berdasarkan morfologi : a. Katarak nuklear

(10)

myopic shift. Perubahan kekuningan dan kecoklatan yang progresif pada lensa menyebabkan diskriminasi warna yang buruk, khususnya terhadap spektrum warna biru. Pada kasus yang berat, nukleus lensa menjadi opa que dan berwarna cokelat atau disebut dengan katarak brunesen. b. Katarak kortikal

Perubahan komposisi ion pada korteks lensa dan hidrasi pada serat lensa menjadi penyebab terjadinya opasifikasi korteks lensa. Sama seperti katarak nukleus, katarak kortikal biasanya bilateral, namun sering asimetris. Gejala yang paling sering pada katarak jenis ini adalah silau dan dapat dijumpai monocular diplopia . Tanda awal katarak kortikal adalah dengan pemeriksaan slit lamp tampak seperti vakuola dan belahan air pada korteks anterior atau posterior.

c. Katarak posterior subkapsular

(11)

Etiologi dan Faktor Risiko Katarak 1. Usia

Patogenesis katarak terkait usia merupakan suatu proses multifaktorial yang belum sepenuhnya dimengerti. Seiring pertambahan usia, lensa akan bertambah berat dan tebal serta akan mengalami penurunan kekuatan akomodasinya. Sebagaimana serat lensa yang terus tumbuh dengan arah pertumbuhan yang konsentris, nukleus atau serat lensa yang berada di pusat lensa akan mengalami penekanan dan pengerasan (nuclear sclerosis). Pertambahan usia juga mengakibatkan kristalin mengalami perubahan kimia dan beragregasi menjadi protein dengan berat molekul tinggi yang mengakibatkan transparansi lensa berkurang sehingga lensa tidak lagi meneruskan cahaya tetapi malah mengaburkan cahaya dan lensa menjadi tidak tembus cahaya. Perubahan kimia tersebut juga mengakibatkan nukleus lensa mengalami pigmentasi yang progresif sehingga lensa berwarna kekuningan hingga kecoklatan. Hal lain yang terjadi pada lensa terkait usia adalah penurunan konsentrasi glutation dan kalium serta peningkatan konsentrasi sodium dan kalsium.

2. Obat-obatan

Obat-obatan yang dapat menginduksi katarak di antaranya adalah kortikosteroid, phenothiazine, miotics, amiodarone, dan statin. Di antara obat-obat tersebut, yang paling sering menyebabkan katarak adalah kortikosteroid. Penggunaan jangka panjang kortikosteroid diduga dapat mengakibatkan katarak jenis subkapsular posterior. Insidensinya berhubungan dengan dosis dan durasi pengobatan, namun risiko untuk terjadinya katarak jenis ini pada tiap individu bervariasi.

3. Trauma

(12)

4. Radiasi ultraviolet

Radiasi ultraviolet dapat meningkatkan jumlah radikal bebas pada lensa karena tingginya penetrasi jumlah cahaya UV menuju lensa. UV memiliki energi foton yang besar sehingga dapat meningkatkan molekul oksigen dari bentuk triplet menjadi oksigen tungal yang merupakan salah satu spesies oksigen reaktif.

5. Radikal bebas

Radikal bebas adalah atom atau molekul yang memiliki satu atau lebih electron yang tidak berpasangan (Murray, Granner & Rodwell, 2006). Radikal bebas dapat merusak protein, lipid, karbohidrat, dan asam nukleat sel lensa. Radikal bebas dapat dihasilkan oleh hasil metabolisme sel itu sendiri, yaitu elektron monovalen dari oksigen yang tereduksi saat reduksi oksigen menjadi air pada jalur sitokrom, dan dari agen eksternal seperti energi radiasi. Contoh-contoh radikal oksigen adalah anion superoksida (O2ˉ), radikal bebas hidroksil (OH+), radikal peroksil (ROO+), radikal lipid peroksil (LOOH), oksigen tunggal (O2), dan hidrogen peroksida (H2O2). Agen oksidatif tersebut dapat

memindahkan atom hidrogen dari asam lemak tak jenuh membran plasma membentuk asam lemak radikal dan menyerang oksigen serta membentuk radikal lipid peroksida. Reaksi ini lebih lanjut akan membentuk lipid peroksida lalu membentuk malondialdehida (MDA). MDA ini dapat menyebabkan ikatan silang antara lemak dan protein. Polimerisasi dan ikatan silang protein menyebabkan agregasi kristalin dan inaktivasi enzim-enzim yang berperan dalam mekanisme antioksidan seperti katalase dan glutation reduktase. Hal-hal inilah yang dapat menyebabkan kekeruhan pada lensa.

6. Merokok

(13)

menyebabkan fungsi superoksida dismutase sebagai antioksidan terganggu. Hal ini menyebabkan terjadinya kerusakan oksidatif pada lensa dan menimbulkan katarak.

7. Dehidrasi

Perubahan keseimbangan elektrolit dapat menyebabkan kerusakan pada lensa. Hal ini disebabkan karena perubahan komposisi elektrolit pada lensa dapat menyebabkan kekeruhan pada lensa.

8. Infeksi

Uveitis kronik sering menybabkan katarak. Pada uveitis sering dijumpai sinekia posterior yang menyebabkan pengerasan pada kapsul anterior lensa.

9. Penyakit sistemik seperti diabetes

Diabetes dapat menyebabkan perubahan metabolisme lensa. Tingginya kadar gula darah menyebabkan tingginya kadar sorbitol lensa. Sorbitol ini menyebabkan peningkatan tekanan osmotik lensa sehingga lensa menjadi sangat terhidrasi dan timbul katarak.

Gejala dan Tanda Katarak

Gejala dan tanda pada katarak di antaranya adalah :

1. Penglihatan menjadi buram secara berangsur-angsur, terutama seperti berkabut/tertutup asap/awan

2. Silau, ketika berada di tempat yang terang atau saat mengendarai kendaraan di malam hari

3. Distorsi garis 4. Diplopia monokuler

5. Penurunan sensitivitas kontras 6. Persepsi warna terganggu

(14)

Diagnosis dan Pemeriksaan Katarak

Langkah awal yang dilakukan untuk mendiagnosis katarak adalah anamnesis. Biasanya pasien akan mengeluhkan penglihatan kabur yang terjadi secara progresif disertai dengan gejala lain pada katarak. Setelah anamnesis, pemeriksaan yang dilakukan pada pasien katarak adalah pemeriksaan sinar celah (slit lamp), funduskopi pada kedua mata bila mungkin, tonometer selain daripada pemeriksaan prabedah yang diperlukan lainnya seperti adanya infeksi pada kelopak mata dan konjungtiva. Pada katarak sebaiknya dilakukan pemeriksaan tajam penglihatan sebelum dilakukan pembedahan untuk melihat apakah kekeruhan sebanding dengan turunnya tajam penglihatan. Tajam penglihatan setelah pembedahan juga diperlukan untuk melihat apakah pembedahan memberikan hasil yang memuaskan (Ilyas, 2011).

Pemeriksaan tajam penglihatan biasanya dilakukan dengan menggunakan suatu diagram yang terdiri dari huruf-huruf dengan berbagai ukuran yang diletakkan dengan jarak 20 kaki dari orang yang diuji. Bila dapat melihat dengan baik huruf-huruf dengan ukuran yang memang seharusnya dapat dilihat pada jarak 20 kaki, orang tersebut dikatakan memiliki penglihatan 20/20─yang merupakan penglihatan normal. Bila hanya dapat melihat huruf-huruf yang seharusnya mampu dilihat pada jarak 200 kaki, dikatakan orang itu mempunyai penglihatan sebesar 20/200. Dengan kata lain, metode klinis yang dipakai untuk menyatakan besarnya tajam penglihatan adalah menggunakan angka pecahan matematis yang menyatakan rasio antara kedua jarak, yang juga merupakan rasio tajam penglihatan seseorang dibandingkan dengan tajam penglihatan pada orang normal (Guyton & Hall, 2006).

Penatalaksanaan Teknik Operasi

(15)

keadaan yang lebih lanjut, katarak semakin tebal sehingga kacamata tidak dapat menolong lagi.

Atas dasar gejala yang dirasakan dan dari pemeriksaan, dokter mata bersama dengan penderita akan memutuskan kapan tindakan bedah katarak akan dilakukan. Operasi katarak bertujuan mengeluarkan lensa mata yang keruh, kemudian mengganti dengan lensa buatan yang dimasukkan ke dalam mata. Pada beberapa keadaan, pemasangan dengan lensa buatan mungkin tidak dapat dilakukan, sehingga pilihan lainnya adalah dengan memberikan lensa kontak, kacamata afakik, atau pemasangan lensa buatan pada prosedur operasi selanjutnya.

Operasi katarak dapat dilakukan dalam bius lokal atau bius total. Bius total mungkin digunakan untuk mengatasi hal-hal yang dapat menyulitkan operasi, misalnya pasien Sindrom Down atau pasien muda yang tidak kooperatif. Operasi katarak dilakukan oleh dokter spesialis mata dengan teknik bedah mikro, yaitu operasi dengan menggunakan mikroskop. Dengan teknik modern, instrumen bedah mikro, bahan benang jahit atraumatis, dan operator bedah yang terlatih memungkinkan operasi katarak dapat dilakukan tanpa komplikasi yang berat pada 95-98 persen penderita.

Operasi katarak berlangsung sekitar 30 menit. Jenis operasi katarak dapat dibagi menjadi Ekstraksi Katarak Intra Kapsular (EKIK) dan Ekstraksi Katarak Ekstra Kapsular (EKEK). Pada EKIK, lensa dikeluarkan seluruhnya beserta kantung lensa, dan prosedur operasi ini sudah mulai ditinggalkan kecuali pada beberapa kondisi mata tertentu. Operasi EKEK dilakukan dengan membuat luka sayatan sebesar 10-12 mm, kantung lensa bagian depan dibuka untuk mengeluarkan lensa, sisa kantung dipertahankan untuk penanaman lensa buatan, dan luka sayatan kemudian dijahit.

(16)

memerlukan penjahitan, penyembuhan luka lebih cepat, serta berkurangnya reaksi peradangan pascaoperasi.

Di negara berkembang dimana terdapat keterbatasan alat dan biaya, dikembangkan teknik bedah katarak insisi kecil, yang juga merupakan operasi katarak tanpa menggunakan mesin, dengan luka sayatan kecil sebesar 6-8 mm dan tidak memerlukan penjahitan. Teknik ini juga merupakan pengembangan dari teknik EKEK.

Pada sebagian besar kasus operasi katarak dapat dilakukan secara rawat jalan, dan penderita dapat pulang setelah operasi. Operasi katarak dilakukan pada satu mata dalam satu waktu. Mata sebelahnya dapat dioperasi jika operasi pada mata pertama telah stabil kurang lebih satu minggu.

Tindakan sesudah operasi

Obat-obatan yang diresepkan oleh dokter perlu dipakai sesuai anjuran. Beberapa larangan setelah operasi selama satu minggu pertama biasanya adalah mata jangan terkena air dan jangan digosok-gosok. Penderita harus kontrol satu hari setelah operasi, kemudian satu minggu setelah operasi (Knoch, 2012).

Komplikasi operasi

(17)

DIABETES MELITUS

Definisi dan Klasifikasi Diabetes Melitus

Diabetes Melitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya. Hiperglikemia kronik pada diabetes berhubungan dengan kerusakan jangka panjang, disfungsi atau kegagalan beberapa organ tubuh, terutama mata, ginjal, saraf, jantung, dan pembuluh darah (Purnamasari, 2009).

Klasifikasi diabetes mellitus di antaranya adalah diabetes melitus tipe 1 (insulin-dependent dia betes mellitus) atau disebut juga diabetes juvenil, diabetes melitus tipe 2 (non-insulin-dependent diabetes mellitus), diabetes gestasional, dan diabetes tipe lain (American Diabetes Association, 2013).

Diabetes melitus tipe 1 disebabkan oleh gangguan autoimun yang merusak sel beta pankreas pada individu dengan predisposisi genetik (Holt & Hanley, 2012). Diabetes tipe 2 disebabkan oleh gangguan toleransi glukosa sebagai akibat dari resistensi insulin, kelelahan kerja dari sel beta pankreas, dan juga defisiensi insulin (Stumvoll, Goldstein & van Haeften, 2005).

Didefinisikan sebagai DM jika pernah didiagnosis menderita kencing manis oleh dokter atau belum pernah didiagnosis menderita kencing manis oleh dokter tetapi dalam 1 bulan terakhir mengalami gejala: sering lapar dan sering haus dan sering buang air kecil & jumlah banyak dan berat badan turun (Riskesdas, 2013).

Epidemiologi Diabetes Melitus

Secara epidemiologik, diabetes seringkali tidak terdeteksi dan dikatakan onset atau mulai terjadinya diabetes adalah tujuh tahun sebelum diagnosis ditegakkan, sehingga morbiditas dan mortalitas dini terjadi pada kasus yang tidak terdeteksi ini (Purnamasari, 2009).

(18)

antaranya tergolong dalam diabetes melitus tipe 2. Jumlah penderita diabetes di seluruh dunia diperkirakan akan meningkat menjadi 439 juta pada tahun 2030, yang merupakan 7,7% dari total populasi orang dewasa di dunia dengan usia antara 20-79 tahun (Shaw, Sicree & Zimmet, 2009).

Diabetes melitus cenderung lebih banyak terjadi di negara berkembang dibandingkan negara maju. Asia muncul sebagai ‘pusat diabetes’ di dunia, sebagai akibat pembangunan ekonomi yang cepat, urbanisasi, dan transisi gizi dalam waktu yang relatif singkat. Diantara 10 negara yang diprediksi mempunyai potensi besar penduduknya untuk mengidap diabetes melitus, Indonesia masuk bersama 4 negara lain dari Asia, yaitu India, Cina, Pakistan, dan Bangladesh (Chen, Magliano & Zimmet, 2012).

Katarak sebagai Komplikasi Diabetes Melitus

Dari berbagai penelitian epidemiologis sudah jelas terbukti bahwa insidensi diabetes melitus meningkat menyeluruh di semua tempat di seluruh dunia, termasuk Indonesia. Peningkatan insidensi diabetes mellitus tersebut tentu akan diikuti oleh meningkatnya kemungkinan terjadinya komplikasi kronik diabetes melitus (Waspadji, 2009).

(19)

Patogenesis Terjadinya Katarak pada Penderita Diabetes Melitus

(20)

DAFTAR PUSTAKA

American Academy of Ophthalmology. Anatomy in Lens and Cataract. Section 11. Chapter 1. Basic and Clinical Science Course ; 2007-2008.

American Academy of Ophthalmology, Biochemistry in Lens and Cataract, Section 11. Cha pter 2. Basic and Clinical Science Course ; 2007-2008. American Academy of Ophthalmology, Pathology in Lens and Cataract, Section

11. Cha pter 5. Basic and Clinical Science Course ; 2007-2008.

American Academy of Opthalmology, Epidemiology of Cataracts in Adult in Lens a nd Ca ta ra ct. Section 11. Cha pter 6. Basic and Clinical Science Course ; 2007-2008. p 71.

American Diabetes Association, 2013. Diagnosis and Classification of Diabetes. Diabetes Care, Vol. 36.

Chen, L., Magliano, D.J., and Zimmet P.Z., 2012. The Worldwide Epidemiology of Type 2 Diabetes Mellitus─Present and Future Perspectives. Nature Reviews Endocrinology, Vol.8.

Christanty, L., 2008. Perbedaan Visual Outcome Pascaoperasi Katarak disertai Pena na ma n Intra okula r Lensa a nta ra penderita Ka ta ra k Senilis ta npa DM denga n DM non-Retinopa ti. Semarang: Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro. Available from: http://eprints.undip.ac.id/24460/1/Laura.pdf

[Acessed 21 November 2013].

Dahlan, M.S., 2009. Statistik untuk Kedokteran dan Kesehatan. Jakarta: Salemba Medika.

de Silva, S.R., Riaz, Y., and Evans, J.R., 2013. Phacoemulsification with Posterior Cha mber Intra ocula r Lens versus Extra ca psula r Ca ta ract Extra ction (ECCE) with Posterior Cha mber Intra ocula r Lens for Age -Rela ted Ca ta ra ct. The Cochrane Library. DOI: 10.1002/14651858.

Eva, P., R. and Whitcher, J., P., 2010. Vaughan & Asbury Oftalmologi Umum. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

(21)

Guyton, A.C. and Hall, J.E., 2006. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran: Sifat Optik Mata. Edisi sebelas. Jakarta: EGC, 649-650.

Hashim, Z. and Zarina, S., 2012. Osmotic Stress Induced Oxidative Damage: Possible Mecha nism of Ca ta ract Forma tion in Diabetes. Journal of Diabetes and Its Complications, 26: 275–279.

Holt, R.I.G. and Hanley, N.A., 2012. Essential Endocrinology and Diabetes. Edisi ke 6. UK: Wiley-Blackwell.

Ilyas S, 2011. Ilmu Penyakit Mata. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta.

James, B., Chew, C., and Bron, A., 2003. Lecture Notes on Ophthalmology. UK: Wiley.

Javadi, M.A. and Ghanavati, S.Z., 2008. Cataracts in Diabetic Patients: A Review Article. J Ophthalmic Vision Research, 3 (1): 52-65.

Jiang, T., Jiang, J., and Zhao, S.Y., 2011. Cataract Surgery in Aged Patients: Pha coemulsifica tion or Sma ll Incision Extra ca psula r Ca ta ra ct Surgery. Int J Ophthalmol, 4(5) : 513-518.

Junqueira, C.L., 2007. Histologi Dasar Teks Dan Atlas. Jakarta: EGC, Penerbit Buku Kedokteran.

Kim, B., Kim, S.Y., and Chung, S.K., 2012. Changes in Apoptosis Factors in Lens Epithelia l Cells of Ca ta ra ct Pa tients With Dia betes Mellitus. J Cataract Refract Surgery, 38: 1376–1381.

Knoch, A.M.H., 2012. Kliping Berita Kesehatan : Katarak dan Penanganannya.

Available from:

http://kliping.depkes.go.id/file/7524_Katarak%20dan%20Penanganannya.PD F [Accessed 2 June 2014] [Last Updated 2012].

Kumar, S., Ram, J., Sukhija, J., and Severia, S., 2010. Phacoemulsification in Posterior Pola r Ca ta ra ct: Does Size of Lens Opa city Affect Surgica l Outcome? Clinical and Experimental Ophthalmology, 38: 857–861.

Lang, G.K., 2000. A Pocket Textbook Atlas. Germany : Georg Thieme Verlag. Lundqvist, B. and Mönestam, E., 2012. Longitudinal Changes in Subjective and

Objective Visua l Function in Dia betics 5 Yea rs After Ca ta ra ct Surgery. Acta Ophthalmologica, 90(3) : 215-220.

(22)

Murray, R.K., Granner, D.K., dan Rodwell, V.W., 2006. Biokimia Harper. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC, 215.

Olafsdottir, E., Andersson, D.K.G., and Stefansson, E., 2012. The Prevalence of Pa tients: Visua l Acuity Outcomes a nd Prognostic Fa ctors. J Cataract Refract Surgery, 37: 2006–2012.

Purnamasari, D., 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam: Diabetes Melitus. Jakarta: EGC, 1880-1885.

Riskesdas, 2013. Riset Kesehatan Dasar. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI.

Sastroasmoro, S. dan Ismael, S., 2013. Dasar-Dasar Metodologi Penelitian Klinis Edisi ke-4. Jakarta: Sagung Seto.

Schlote, T., Rohrbach, J., Grueb, M., and Mielke, J., 2006. Pocket Atlas of Ophtha lmology. Germany : Georg Thieme Verlag.

Shah, S.P., 2011. Preoperative Visual Acuity Among Cataract Surgery Patients a nd Countries Sta te of Development: A Globa l Study. Bulletin of the World Health Organization, 89: 749-756.

Shaw, Z.E., Sicree, R.A., and Zimmet, P.Z., 2009. Global estimates of the preva lence of dia betes for 2010 a nd 2030. Diabetes Research and Clinical Practice, 87(1) : 4-14.

Smirthwaite, G., Lundstrom, M., Albrecht, S., and Swahnberg, K., 2014. Indica tion Criteria for Ca ta ra ct Extra ction a nd Gender Differences in Wa iting Time. Acta Ophthalmologica, 92: 432-438.

Stumvoll, M., Goldstein, B.J., and van Haeften, T.W., 2005. Type 2 Diabetes : Pr inciples of Pa thogenesis a nd Therapy. Lancet, 365(9467):1333-46.

Vaughan, D.G., Asbury, T., dan Eva, P.R., 2000. Oftalmologi Umum Edisi 14. Jakarta: Widya Medika.

(23)

WHO, 2010. Action Plan For The Prevention of Avoidable Blindness and Visual Impa irment, 2009-2013. Available from: http://apps.who.int.sci-hub.org/iris/bitstream/10665/103646/1/9789241500173_eng.pdf [Accessed 24 April 2014] [Last Updated 2014].

WHO, 2014. Cataract. Available from: http://www.who.int/topics/cataract/en/

[Accessed 1 June 2014] [Last Updated 2014].

(24)
(25)

Gambar

Tabel  Perbedaan stadium katarak senilis

Referensi

Dokumen terkait

Data kajian dianalisis dengan menggunakan perisian Statistical Package for the Social Sciences (SPSS). Hasil kajian mendapati tahap PPIK guru Pendidikan Islam yang mengajar

kesimpulannya. Populasi pada penelitian ini adalah seluruh jumlah tenaga kerja yang ada di bagian ketel perebusan 86 orang pekerja dan croud oil 50 pekerja di

Lalu rencana perdamaian terhadap konflik yang terjadi di Bosnia- Herzegovina pun sudah mulai dipaparkan pada awal tahun 1993 oleh Cyrus Vance di hadapan Perserikatan

Hasil pengamatan size (ukuran) udang pada penelitian ini pada perlakuan B menunjukkan nilai yang rendah pada perlakuan pakan yang diberi ekstrak meniran serta menunjukkan

Terapi bercerita ini memiliki efek menstimulasi emosi yang akan membuat rileks, oleh karena itu peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang ”Pengaruh

Dalam konteks ini dapat dikatakan pembangunan berkelanjutan menjamin adanya pemerataan dan keadilan sosial yang ditandai dengan meratanya sumber daya lahan dan

Kegiatan pengabdian masyarakat sangat memebtu lansia dalam mengurangi gangguan tidur meskipun tidak signifikat perubahan, perlu adanya program kegiatan PMR

senyawa CaO, yang digunakan untuk membuat semen, senyawa CaO, yang digunakan untuk membuat semen, campuran adulan semen, pupuk, kapur tohor, industri campuran adulan