• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penetapan Model Bangkitan Pergerakan Untuk Beberapa Tipe Perumahan Di Kota Pematangsiantar(Studi Kasus: Perumahan Pinggiran Kota Pematangsiantar)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Penetapan Model Bangkitan Pergerakan Untuk Beberapa Tipe Perumahan Di Kota Pematangsiantar(Studi Kasus: Perumahan Pinggiran Kota Pematangsiantar)"

Copied!
128
0
0

Teks penuh

(1)

PENETAPAN MODEL BANGKITAN PERGERAKAN UNTUK BEBERAPA TIPE PERUMAHAN DI KOTA PEMATANGSIANTAR

(STUDI KASUS: PERUMAHAN PINGGIRAN KOTA PEMATANGSIANTAR)

TESIS

Oleh

MUHAMMAD EFRIZAL LUBIS

057016013/TS

SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

PENETAPAN MODEL BANGKITAN PERGERAKAN UNTUK BEBERAPA TIPE PERUMAHAN DI KOTA PEMATANGSIANTAR

(STUDI KASUS: PERUMAHAN PINGGIRAN KOTA PEMATANGSIANTAR)

TESIS

Untuk memperoleh gelar Magister Teknik dalam Program Studi Magister Teknik Sipil pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

Oleh

MUHAMMAD EFRIZAL LUBIS

057016013/TS

SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

Judul Tesis : PENETAPAN MODEL BANGKITAN PERGERAKAN UNTUK BEBERAPA TIPE PERUMAHAN DI KOTA PEMATANGSIANTAR (STUDI KASUS: PERUMAHAN PINGGIRAN KOTA PEMATANGSIANTAR)

Nama Mahasiswa : Muhammad Efrizal Lubis Nomor Pokok : 057016013

Program Studi : Teknik Sipil

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Dr. Ir. Roesyanto, MSCE) (Ir. Medis Sejahtera Surbakti, MT)

Ketua Anggota

Ketua Program Studi, Direktur,

(Dr. Ir. Roesyanto, MSCE) (Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B, M.Sc)

(4)

Telah diuji pada

Tanggal 28 Juni 2008

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Dr. Ir. Roesyanto, MSCE

Anggota : 1. Ir. Medis Sejahtera Surbakti, MT

2. Ir. Zulkarnain A. Muis, M.Eng, Sc

3. Ir. Syahrizal, MT

4. Dr. Ir. A. Perwira Mulia Tarigan, M.Sc

(5)

ABSTRAK

Pertambahan penduduk meningkatkan kebutuhan akan perumahan, sarana kota dan transportasi. Perluasan kota yang tidak diikuti dengan pengembangan infrastruktur dapat mengakibatkan timbulnya permasalahan-permasalahan, salah satunya adalah masalah transportasi.

Penelitian ini bertujuan memodelkan bangkitan pergerakan yang dilakukan oleh komunitas beberapa tipe perumahan di Kota Pematangsiantar. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui dan mengestimasi besarnya pergerakan yang keluar dari perumahan tersebut sehingga nantinya dapat dilakukan forecasting untuk mengantisipasi permasalahan yang akan terjadi dimasa yang akan datang.

Survei primer dilakukan melalui pengisian kuesioner pada 86 keluarga yang bermukim di tiga kawasan tipe perumahan yaitu: mewah, menengah dan sederhana. Hasil dari kuesioner ditabulasikan menjadi variabel bebas dan variabel terikat, kemudian dianalisis melalui program SPSS-12. Persamaan regresi digunakan untuk memodelkan bangkitan pergerakan komunitas beberapa tipe perumahan di Kota Pematangsiantar.

Dari hasil uji model, diperoleh bahwa bangkitan pergerakan di tiga kawasan tipe perumahan yaitu: tipe perumahan bangunan mewah (Y1), tipe perumahan bangunan menengah (Y2) dan tipe perumahan bangunan sederhana (Y3) sangat dipengaruhi oleh jumlah anggota keluarga (X1), jumlah kepemilikan mobil (X3), jumlah kepemilikan sepeda motor (X4) dan jumlah anggota keluarga yang bersekolah (X6), dengan persamaan model regresi : tipe perumahan mewah (Y1) = -0,728 + 1,885 X1 + 0,649 X3 + 0,772 X6, tipe perumahan menengah (Y2) = 0,600 + 1,300 X1 + 0,900 X3, tipe perumahan sederhana (Y3) = 0,271 + 1,518 X1 + 0,905 X4.

(6)

ABSTRACT

Population growth will increase the demand of housing, city facilities and transportation. Town expansion not followed by infrastructure development can result many problems and one of them is related to transportation.

This research aims to model Trip generation conducted by some community of housing types in Pematangsiantar town. And the research of this is done to know and estimate the level of out movement from the housing that will be used for forecasting in order to overcome all problems at the future period.

The primary survey is done by filling the questionnaire by 86 members of families which are living in three housing type’s area that is luxurious, middle and simple. The result of the questionnaires will be tabulated to become dependent variable and independent variable. Moreover, it will be analyzed by SPSS-12 program. The equation regression of it will be used to model and awaken the trip of community in some housing types in Pematangsiantar town.

From the final result model test, it was gotten that the trip generation in three housing type area that is luxurious housing type (Y1), middle housing type (Y2), and type housing of simple building (Y3) had been very influenced by amount of family member (X1), amount of the ownership of car (X3), amount of the ownership of motorcycle (X4) and amount of family go to school (X6). The regression model equations are included by luxurious housing type (Y1) = -0,728 + 1,885 X1 + 0,649 X3 + 0,772 X6, middle housing type (Y2) = 0,600 + 1,300 X1 + 0,900 X3, simple housing type (Y3) = 0,271 + 1,518 X1 + 0,905 X4.

(7)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur yang tiada terhingga kepada Allah SWT atas segala

rahmat dan karunia yang telah dilimpahkan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan

tesis ini untuk memenuhi salah satu persyaratan pada Program Studi Magister Teknik

Sipil, Bidang Manajemen Prasarana Publik, Universitas Sumatera Utara.

Selesainya Tesis ini tidak lepas dari bantuan, petunjuk, bimbingan dan

pengarahan dari semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Ucapan

terimakasih penulis secara pribadi dan khusus kepada yang terhormat:

1. Bapak Dr. Ir. Roesyanto, MSCE selaku Ketua Program Studi Magister

Teknik Sipil, juga selaku Ketua Komisi Pembimbing yang telah banyak

memberikan bimbingan, petunjuk, pengarahan dan motivasi yang berguna

dalam menyelesaikan tesis ini.

2. Bapak Ir. Kumpul Sembiring, M.Eng dan Bapak Ir. Medis Sejahtera

Surbakti, MT selaku dosen pembimbing yang telah memberikan masukan

dan arahan pada penilisan tesis ini.

3. Bapak Dr. Ir. A. Perwira Mulia Tarigan, M.Sc, Bapak Ir. Zulkarnain A.

Muis, M.Eng, Sc dan Bapak Ir. Syahrizal. MT selaku dosen pembanding

yang telah memberikan masukan guna penyempurnaan tulisan ini.

4. Bapak Ir. Rudi Iskandar, MT selaku Sekretaris Program Studi Magister

(8)

5. Para Dosen Program Studi Magister Teknik Sipil Universitas Sumatera

Utara yang telah memberikan bekal ilmu selama masa perkuliahan.

6. Pemerintah Kabupaten Simalungun yang telah memberikan kesempatan

untuk mengikuti Program Magister Teknik Sipil di Universitas Sumatera

Utara.

7. Rekan-rekan Mahasiswa Program Studi Magister Teknik Sipil, Bidang

Manajemen Prasarana Publik khususnya Angkatan 2005.

8. Kedua orang tuaku, istriku, dan anakku tercinta atas doa, dorongan,

pengertian dan pengorbanannya selama menyelesaikan studi.

Penulis menyadari bahwa penulisan tesis ini masih banyak kekurangan,

sehingga saran dan kritik yang bersifat membangun sangat diharapkan demi

kesempurnaan tesis ini. Semoga tesis ini dapat memberikan manfaat bagi yang

membutuhkannya.

Medan, Juni 2008

(9)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK... i

ABSTRACT.... ii

KATA PENGANTAR... iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL... viii

DAFTAR GAMBAR... x

DAFTAR LAMPIRAN... xii

DAFTAR NOTASI... xiii

BAB I PENDAHULUAN... 1

I.1 Latar Belakang... 1

I.2 Perumusan Masalah... 3

I.3 Maksud dan Tujuan Penelitian... 4

I.4 Manfaat Penelitian... 4

I.5 Hipotesis... 4

I.6 Pembatasan Masalah... 5

I.7 Sistematika Penulisan... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA... 7

II.1 Bangkitan Pergerakan... 7

II.2 Konsep Pemodelan Bangkitan Pergerakan... 10

II.2.1 Konsep Metode Analisis Regresi Linear Berganda….... 11

II.2.2 Konsep Metode Analisis Kategori………... 14

II.3 Karakteristik Pelaku Perjalanan... 15

II.3.1 Faktor Sosial Ekonomi... 16

II.4 Hubungan Transportasi dan penggunaan lahan ... 17

II.4.1 Model Interaksi Transportasi dan Penggunaan Lahan.... 18

(10)

II.5 Faktor Yang Mempengaruhi Pembangunan Perumahan

Dan Permukiman... 23

II.6 Kebijakan Pemerintah Dalam Pengadaan Perumahan Di Indonesia... 24

II.7 Keterkaitan Kawasan Perumahan Dengan Infrastuktur Kota.. 27

II.8 Kawasan Perumahan Untuk Real Estate... 27

II.9 Aksesibilitas... 29

II.10 Migrasi... 30

II.11 Aspek Transportasi... 31

II.11.1 Pusat-Pusat Kegiatan... 32

II.11.2 Perkembangan Transportasi... 33

II.12 Parameter Jaringan dan Ruas Jalan... 34

II.12.1 Berdasarkan Fungsi Jalan... 34

II.12.2 Berdasarkan Sistem Jaringan Jalan... 35

II.13 Analisis Model Bangkitan Pergerakan Berbasis Rumah Tangga Yang Pernah Dilakukan... 36

BAB III METODOLOGI PENELITIAN... 40

III.1 Defenisi Operasional Variabel Penelitian... 40

III.2 Bagan Alir Penelitian ... 40

III.3 Metode Pengambilan Data... 42

III.4 Jenis dan Sumber Data... 43

III.5 Metode Pengambilan Sampel... 44

III.6 Daftar Kuesioner... 47

III.7 Model Penelitian... 48

BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA... 51

IV.1 Geografis Kota Pematangsiantar... 51

IV.2 Data Gambaran Umum Lokasi Penelitian... 52

IV.3 Populasi dan Sampel Penelitian... 54

IV.4 Zona Lokasi Berdasarkan Tujuan... 57

(11)

IV.4.2 Generator Aktifitas Pada Zona II... 66

IV.4.3 Generator Aktifitas Pada Zona III... 67

IV.4.4 Generator Aktifitas Pada Zona IV... 68

IV.5 Karakteristik Sosial Ekonomi Responden... 69

IV.5.1 Jumlah Anggota Keluarga... 69

IV.5.2 Jenis Pekerjaan dan Penghasilan Rata-rata Keluarga.... 73

IV.5.3 Jumlah Kepemilikan Kendaraan... 77

IV.5.4 Umur dan Pendidikan Kepala Keluarga... 80

IV.5.5 Luas Bangunan... 84

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN... 86

V.1 Analisis Model Perhitungan Bangkitan Pergerakan... 86

V.2 Analisis Bivariat dan Multivariat... 87

V.2.1 Bangkitan Pergerakan Pada Tipe Perumahan Bangunan Mewah (Y1) ... 89

V.2.2 Bangkitan Pergerakan Pada Tipe Perumahan Bangunan Menengah (Y2) ... 94

V.2.3 Bangkitan Pergerakan Pada Tipe Perumahan Bangunan Sederhana (Y3) ... 99

V.3 Hasil Diskusi Perbandingan Beberapa Analisis Model Bangkitan Pergerakan Yang Pernah Dilakukan... 104

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN... 107

VI.1 Kesimpulan... 107

VI.2 Saran... 109

(12)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

II.1 Perkiraan Jumlah Rumah Yang Disediakan Oleh Perumnas dan

REI Sampai Tahun 2010... 27

IV.1 Data Sampel Untuk Uji Kecukupan Data... 55

IV.2 Deskripsi Statistik Data Sampel Untuk Uji Kecukupan Data... 55

IV.3 Zona Tujuan Bekerja... 60

IV.4 Zona Tujuan Sekolah... 62

IV.5 Zona Tujuan Berbelanja... 63

IV.6 Jumlah Anggota Keluarga... 69

IV.7 Jumlah Anggota KeluargaYang Bekerja... 70

IV.8 Jumlah Anggota KeluargaYang Bersekolah... 72

IV.9 Jenis Pekerjaan Keluarga... 74

IV.10 Penghasilan Rata-rata Keluarga... 75

IV.11 Jumlah Kepemilikan Mobil... 77

IV.12 Jumlah Kepemilikan Sepeda Motor... 79

IV.13 Umur Kepala Keluarga... 81

IV.14 Pendidikan Kepala Keluarga... 82

IV.15 Luas Bangunan... 84

V.1 Intepretasi Nilai Koefisien Korelasi... 88

V.2 Matriks Hubungan Antara Variabel Pada Perumahan Tipe Bangunan Mewah... 90

V.3 Pengaruh Variabel Bebas Terhadap Jumlah Produksi Perjalanan Perumahan Tipe Bangunan Mewah... 93

V.4 Matriks Hubungan Antara Variabel Pada Perumahan Tipe Bangunan Menengah... 95

(13)

V.6 Matriks Hubungan Antara Variabel Pada

Perumahan Tipe Bangunan Sederhana... 100

V.7 Pengaruh Variabel Bebas Terhadap Jumlah Produksi

(14)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

II.1 Trip Production dan Trip Attraction... 8

II.2 Bangkitan dan Tarikan Pergerakan... 8

II.3 Skema Hubungan Transportasi dan Penggunaan Lahan... 18

II.4 Tahapan Model Konvensional Transportasi... 19

III.1 Bagan Alir Metode Penelitian... 41

III.2 Tahapan Pengumpulan Data Primer... 42

IV.1 Peta Administrasi Kota Pematangsiantar... 51

IV.2 Perumnas BTN Tojai... 52

IV.3 Perumahan Sibatu-batu Indah... 53

IV.4 Perumahan Taman Puri Melia... 54

IV.5 Peta Pembagian Zona... 59

IV.6 Zona Tujuan Bekerja Tipe Perumahan Mewah... 60

IV.7 Zona Tujuan Bekerja Tipe Perumahan Menengah... 61

IV.8 Zona Tujuan Bekerja Tipe Perumahan Sederhana... 61

IV.9 Zona Tujuan Sekolah Tipe Perumahan Mewah... 62

IV.10 Zona Tujuan Sekolah Tipe Perumahan Menengah... 62

IV.11 Zona Tujuan Sekolah Tipe Perumahan Sederhana... 63

IV.12 Zona Tujuan Berbelanja Tipe Perumahan Mewah... 64

IV.13 Zona Tujuan Berbelanja Tipe Perumahan Menengah... 64

IV.14 Zona Tujuan Berbelanja Tipe Perumahan Sederhana... 64

IV.15 Jumlah Anggota Keluarga Tipe Perumahan Mewah... 69

IV.16 Jumlah Anggota Keluarga Tipe Perumahan Menengah... 70

IV.17 Jumlah Anggota Keluarga Tipe Perumahan Sederhana... 70

IV.18 Jumlah Anggota Keluarga Bekerja Tipe Perumahan Mewah... 71

(15)

IV.20 Jumlah Anggota Keluarga Bekerja Tipe Perumahan Sederhana... 71

IV.21 Jumlah Anggota Keluarga Yang Sekolah Tipe Perumahan Mewah .... 72

IV.22 Jumlah Anggota Keluarga Yang Sekolah Tipe Perumahan Menengah 73 IV.23 Jumlah Anggota Keluarga Yang Sekolah Tipe Perumahan Sederhana 73 IV.24 Jenis Pekerjaan Keluarga Tipe Perumahan Mewah... 74

IV.25 Jenis Pekerjaan Keluarga Tipe Perumahan Menengah... 74

IV.26 Jenis Pekerjaan Keluarga Tipe Perumahan Sederhana... 75

IV.27 Penghasilan Rata-rata Keluarga Tipe Perumahan Mewah... 76

IV.28 Penghasilan Rata-rata Keluarga Tipe Perumahan Menengah... 76

IV.29 Penghasilan Rata-rata Keluarga Tipe Perumahan Sederhana... 76

IV.30 Jumlah Kepemilikan Mobil Tipe Perumahan Mewah... 78

IV.31 Jumlah Kepemilikan Mobil Tipe Perumahan Menengah... 78

IV.32 Jumlah Kepemilikan Mobil Tipe Perumahan Sederhana... 78

IV.33 Jumlah Kepemilikan Sepeda Motor Tipe Perumahan Mewah... 79

IV.34 Jumlah Kepemilikan Sepeda Motor Tipe Perumahan Menengah... 80

IV.35 Jumlah Kepemilikan Sepeda Motor Tipe Perumahan Sederhana... 80

IV.36 Umur Kepala Keluarga Tipe Perumahan Mewah... 81

IV.37 Umur Kepala Keluarga Tipe Perumahan Menengah... 81

IV.38 Umur Kepala Keluarga Tipe Perumahan Sederhana... 82

IV.39 Pendidikan Kepala Keluarga Tipe Perumahan Mewah... 83

IV.40 Pendidikan Kepala Keluarga Tipe Perumahan Menengah... 83

IV.41 Pendidikan Kepala Keluarga Tipe Perumahan Sederhana... 83

IV.42 Luas Bangunan Tipe Perumahan Mewah... 84

IV.43 Luas Bangunan Tipe Perumahan Menengah ... 85

(16)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

1 Output Pengolahan Data SPSS... 113

2 Formulir Kuesioner... 122

(17)

DAFTAR NOTASI

a = Konstanta

ai (h) = Jumlah rumah tangga dengan jenis ‘h’ di zona ‘i

b1,b2….bn = Koefisien regresi

F = Hasil uji signifikan kelinearan

Hn (h) = Rumah tangga dengan jenis ‘h’ yang berisikan orang berjenis ‘n’

n = Jumlah sampel data terbatas

n’ = Jumlah sampel data tidak terbatas

N = Jumlah populasi

R = Koefisien korelasi

R2 = Koefisien determinan

s = Standar deviasi

s2 = Varian

Se = Sampling error

Se(x) = Standar error dari rata-rata sampel

SEE = Standar error dari perhitungan

Sig. = Signifikan

t = Hasil uji signifikan beda rata-rata

t p(h) = Perbandingan rata-rata nilai

X1, X2 … Xn = Variabel bebas (faktor-faktor berpengaruh)

Y = Variabel terikat (jumlah produksi perjalanan)

z = Tingkat kepercayaan

Zi = Zona asal ‘i’

(18)

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Transportasi merupakan proses pergerakan atau perpindahan orang atau barang

dari satu tempat ketempat lain. Proses ini dapat dilakukan dengan menggunakan sarana

angkutan berupa kendaraan atau tanpa kendaraan. Tujuan transportasi untuk

mewujudkan penyelenggaraan pelayanan transportasi yang selamat, aman, cepat,

lancar, tertib dan nyaman serta menunjang pemerataan pertumbuhan dan stabilitas,

sebagai pendorong, penggerak dan penunjang pembangunan nasional serta mempererat

hubungan antar bangsa (Warpani, 1990).

Dengan adanya perkembangan ekonomi, sosial, dan politik yang semakin baik

akan mempengaruhi besarnya volume lalu lintas sehingga pada akhirnya

mempengaruhi dan mengakibatkan makin besarnya tuntutan akan kebutuhan sarana

transportasi yang mudah, aman dan cepat (Morlok, 1991).

Perkembangan kawasan dengan kawasan lain disekitarnya yang tidak merata

akan menimbulkan ketidakserasian tingkat pertumbuhan dan kemajuan.

Ketidakserasian ini akan menimbulkan kesenjangan daerah atau antar kawasan

tersebut. Kesenjangan yang terjadi diperburuk lagi dengan krisis ekonomi yang

mempengaruhi berbagai bidang kehidupan masyarakat baik bidang ekonomi, sosial

(19)

Sejalan dengan meningkatnya kepadatan penduduk perkotaan, maka jumlah

perjalanan pun juga semakin meningkat. Munculnya banyak permukiman akan

menambah jumlah pergerakan yang dapat mengganggu arus lalu lintas menerus yang

kemudian dapat menurunkan tingkat pelayanan jalan. Penurunan tingkat pelayanan

tersebut berlangsung pada macetnya lalu lintas jalan, terutama pada saat jam puncak

pagi maupun sore.

Kota Pematangsiantar sebagai lokasi yang dipilih dalam penelitian ini, memiliki

luas 79,971 Km2 terletak 400 meter di atas permukaan laut dengan jumlah penduduk

246.277 jiwa (BPS Kota Pematangsiantar, 2007). Kota Pematangsiantar saat ini terus

mengalami perkembangan, akibat dari perkembangan tersebut adalah dengan

munculnya permukiman baru di wilayah ini yang dibangun oleh para pengembang

permukiman yang juga berdampak pada permasalahan upaya pengembangan

transportasi. Maka karena itu sangat menarik untuk meninjau keberadaan kawasan

permukiman di wilayah Kota Pematangsiantar, khususnya dari sisi bangkitan

pergerakan (Trip Generation).

Adanya bangkitan pergerakan dari penghuni permukiman di Kota

Pematangsiantar dapat mempengaruhi tingkat pelayanan jalan utama di Kota

Pematangsiantar. Untuk mengantisipasi kebutuhan dan memperhitungkan beban,

diperlukan studi tentang bangkitan pergerakan dari penghuni permukiman tersebut

sehingga nantinya untuk pembangunan kawasan permukiman yang baru atau yang akan

datang dapat diketahui seberapa besar pengaruhnya terhadap kapasitas jaringan jalan di

(20)

Studi ini hanya difokuskan untuk menghasilkan model bangkitan pergerakan

yang ditimbulkan oleh beberapa tipe perumahan di kota Pematangsiantar, adapun

hal-hal yang akan dibahas pada penelitian ini adalah:

1. Karakteristik penduduk dikaitkan dengan produksi perjalanan.

2. Model bangkitan pergerakan.

3. Faktor-faktor yang menentukan produksi perjalanan.

4. Tujuan-tujuan utama perjalanan.

I.2 Perumusan Masalah

Kota Pematangsiantar saat ini terus mengalami perkembangan, hal ini akan

mempengaruhi bangkitan pergerakan (Trip Generation) dan mempengaruhi kapasitas

jaringan jalan dan juga berdampak kepada permasalahan upaya pengembangan

transportasi.

Jalan utama di Kota Pematangsiantar banyak yang telah mengubah lahan di

sepanjang jalan dari lahan pertanian menjadi lahan terbangun diantaranya permukiman.

Munculnya permukiman di sepanjang jalan utama ini akan menambah jumlah

pergerakan, dimana pergerakan ini dapat mengganggu lalu lintas menerus, yang

kemudian dapat menurunkan tingkat pelayanan jalan. Maka perlu adanya acuan untuk

menghitung jumlah pergerakan yang akan dihasilkan oleh suatu kawasan permukiman.

Penanggulangan permasalahan transportasi ini sangat penting mengingat

besarnya peran dan keterkaitan transportasi dengan aktifitas atau kegiatan

(21)

I.3 Maksud dan Tujuan Penelitian

Maksud penelitian ini adalah untuk memperoleh model bangkitan pergerakan

untuk beberapa tipe perumahan di Kota Pematangsiantar. Tujuan penelitian adalah

mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya bangkitan pergerakan

dari beberapa tipe perumahan di Kota Pematangsiantar sehingga nantinya untuk

pembangunan kawasan permukiman yang baru atau yang akan datang dapat diketahui

seberapa besar pengaruhnya terhadap kapasitas jaringan jalan di Kota Pematangsiantar.

I.4 Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah dapat memberikan masukan kepada

pemerintah Kota Pematangsiantar dalam merumuskan kebijakannya di dalam

pengembangan wilayah permukiman dan sebagai bahan informasi untuk meningkatkan

kapasitas dan peran kawasan permukiman dalam memicu perkembangan kawasan

tersebut serta kawasan sekitarnya.

I.5 Hipotesis

Ha: Jumlah anggota keluarga, jumlah penghasilan keluarga, kepemilikan

kendaraan, jumlah anggota keluarga yang bekerja, jumlah anggota keluarga yang

bersekolah, jenis pekerjaan, umur kepala keluarga, pendidikan kepala keluarga dan luas

(22)

I.6 Pembatasan Masalah

Untuk menghindari penelitian terlalu luas dan terbatasnya waktu, maka

pembatasan masalah dalam penelitian akan menitik beratkan pada beberapa hal yaitu:

1. Perjalanan yang dilakukan oleh penghuni perumahan yang hanya dianalisis

berdasarkan home base trip, yaitu semua perjalanan yang berasal dari rumah

dan diakhiri dengan pulang kerumah.

2. Prasarana yang berada di kawasan perumahan yang menuju pusat Kota

Pematangsiantar atau daerah lain yang menjadi tujuan potensial.

3. Parameter yang dipakai dalam pembuatan model bangkitan pergerakan

adalah metode analisis regresi linear berganda (Multiple Linear Regression

Analysis), dan data diambil berdasarkan kecenderungan penghuni

perumahan untuk melakukan perjalanan yang terjabarkan dalam beberapa

variable, seperti: tipe rumah, jumlah anggota keluarga, jumlah penghasilan

keluarga, kepemilikan kendaraan, jumlah anggota keluarga yang bekerja,

jumlah anggota keluarga yang sekolah, jenis pekerjaan, umur kepala

keluarga, pendidikan kepala keluarga dan luas bangunan.

I.7 Sistematika Penulisan

Penulisan tesis ini terdiri dari enam bab, adapun sistematika dalam

(23)

BAB I PENDAHULUAN, dalam bab ini dikemukakan tentang informasi secara

keseluruhan dari penulisan ini, yang meliputi latar belakang, pokok permasalahan,

maksud dan tujuan penelitian, pembatasan masalah dan sistematika penulisan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, dalam bab ini mengemukakan tentang teori-teori

yang dijadikan dasar dalam pembahasan dan penganalisaan masalah serta beberapa

definisi dari studi literatur yang berhubungan dengan penelitian ini.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN, dalam bab ini dikemukakan mengenai

pendekatan dari metode yang dipergunakan dalam pengumpulan data, kompilasi data

dan pengambilan sampel serta metode untuk menentukan ukuran sampel.

BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA, dalam bab ini

dikemukakan mengenai teknik dan metode pengumpulan data baik primer maupun

sekunder kemudian data diolah menjadi sebuah informasi dengan menggunakan

metode tertentu dan selanjutnya digunakan sebagai bahan analisis yang akan dijelaskan

pada bab selanjutnya.

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN, dalam bab ini berisi analisis dan

pembahasan serta pemecahan masalah terhadap hasil pengolahan data dengan

menggunakan metode yang dijelaskan pada bab 3.

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN, dalam bab ini dikemukakan tentang

kesimpulan hasil penelitian, saran-saran berdasarkan analisis yang telah dilakukan serta

(24)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Bangkitan Pergerakan

Bangkitan Pergerakan (Trip Generation) adalah tahapan pemodelan yang

memperkirakan jumlah pergerakan yang berasal dari suatu zona atau tata guna lahan

atau jumlah pergerakan yang tertarik ke suatu tata guna lahan atau zona (Tamin, 1997).

Bangkitan Pergerakan (Trip Generation) adalah banyaknya lalu lintas yang ditimbulkan

oleh suatu zona atau tata guna lahan persatuan waktu (Wells, 1975). Bangkitan

Pergerakan (Trip Generation) adalah jumlah perjalanan yang terjadi dalam satuan

waktu pada suatu zona tata guna lahan (Hobbs, 1995).

Waktu perjalanan bergantung pada kegiatan kota, karena penyebab perjalanan

adalah adanya kebutuhan manusia untuk melakukan kegiatan dan mengangkut barang

kebutuhannya. Setiap suatu kegiatan pergerakan mempunyai zona asal dan tujuan,

dimana asal merupakan zona yang menghasilkan perilaku pergerakan, sedangkan

tujuan adalah zona yang menarik pelaku melakukan kegiatan. Jadi terdapat dua

pembangkit pergerakan, yaitu :

1. Trip Production adalah jumlah perjalanan yang dihasilkan suatu zona

(25)

Trip production dan trip attraction dapat dilihat pada Gambar II.1 berikut ini:

Zi Zj

Trip Production

Gambar II.1. Trip Production Dan Trip Attraction Trip Attraction

Trip production digunakan untuk menyatakan suatu pergerakan berbasis rumah

yang mempunyai asal dan/atau tujuan adalah rumah atau pergerakan yang dibangkitkan

oleh pergerakan berbasis bukan rumah. Trip attraction digunakan untuk menyatakan

suatu pergerakan berbasis rumah yang mempunyai tempat asal dan/atau tujuan bukan

rumah atau pergerakan yang tertarik oleh pergerakan berbasis bukan rumah (Tamin,

1997), seperti terlihat pada Gambar II.2 berikut ini:

Rumah

Tempat Belanja Tarikan

Tarikan

Tarikan

Bangkitan Bangkitan

Bangkitan

Tempat Kerja

Tempat Kerja

Bangkitan Tarikan

(26)

Bangkitan dan tarikan pergerakan digunakan untuk menyatakan bangkitan

pergerakan pada masa sekarang, yang akan digunakan untuk meramalkan pergerakan

pada masa mendatang. Bangkitan pergerakan ini berhubungan dengan penentuan

jumlah keseluruhan yang dibangkitkan oleh sebuah kawasan.

Parameter tujuan perjalanan yang berpengaruh di dalam produksi perjalanan

(Levinson, 1976), adalah:

1. Tempat bekerja

2. Kawasan perbelanjaan

3. Kawasan pendidikan

4. Kawasan usaha (bisnis)

5. Kawasan hiburan (rekreasi)

Dalam model konvensional dari bangkitan perjalanan yang berasal dari

kawasan perumahan terdapat asumsi bahwa kecenderungan masyarakat dari kawasan

tersebut untuk melakukan perjalanan berkaitan dengan karakteristik status sosial–

ekonomi dari masyarakatnya dan lingkungan sekitarnya yang terjabarkan dalam

beberapa variabel, seperti: kepemilikan kendaraan, jumlah anggota keluarga, jumlah

penduduk dewasa dan tipe dari struktur rumah.

Dalam sistem perencanaan transportasi terdapat empat langkah yang saling

terkait satu dengan yang lain (Tamin, 1997), yaitu:

1. Bangkitan pergerakan (Trip generation)

2. Distribusi perjalanan (Trip distribution)

(27)

4. Pembebanan jaringan (Trip assignment)

Untuk lingkup penelitian ini tidak semuanya akan diteliti, tetapi hanya pada

lingkup bangkitan pergerakan (trip generation).

II.2 Konsep Pemodelan Bangkitan Pergerakan

Model dapat didefenisikan sebagai alat bantu atau media yang dapat digunakan

untuk mencerminkan dan menyederhanakan suatu realita (dunia sebenarnya) secara

terukur (Tamin, 1997), termasuk diantaranya:

1. Model fisik

2. Peta dan diagram (grafis)

3. Model statistika dan matematika (persamaan)

Semua model tersebut merupakan penyederhanaan realita untuk tujuan tertentu,

seperti memberikan penjelasan, pengertian, serta peramalan. Pemodelan transportasi

hanya merupakan salah satu unsur dalam perencanaan transportasi. Lembaga,

pengambil keputusan, masyarakat, administrator, peraturan dan penegak hukum adalah

beberapa unsur lainnya.

Model merupakan penyederhanaan dari keadaan sebenarnya dan model dapat

memberikan petunjuk dalam perencanaan transportasi. Karakteristik sistem transportasi

untuk daerah-daerah terpilih seperti CBD sering dianalisis dengan model. Model

memungkinkan untuk mendapatkan penilaian yang cepat terhadap alternatif-alternatif

(28)

Model dapat digunakan untuk mencerminkan hubungan antara sistem tata guna

lahan dengan sistem prasarana transportasi dengan menggunakan beberapa seri fungsi

atau persamaan (model matematik). Model tersebut dapat menerangkan cara kerja

sistem dan hubungan keterkaitan antar sistem secara terukur. Salah satu alasan

penggunaan model matematik untuk mencerminkan sistem tersebut adalah karena

matematik adalah bahasa yang jauh lebih tepat dibandingkan dengan bahasa verbal.

Ketepatan yang didapat dari penggantian kata dengan simbol sering menghasilkan

penjelasan yang jauh lebih baik dari pada penjelasan dengan bahasa verbal (Black,

1981).

Tahapan pemodelan bangkitan pergerakan bertujuan meramalkan jumlah

pergerakan pada setiap zona asal dengan menggunakan data rinci mengenai tingkat

bangkitan pergerakan, atribut sosial-ekonomi, serta tata guna lahan.

II.2.1 Konsep Metode Analisis Regresi Linear Berganda

Dalam pemodelan bangkitan pergerakan, metode analisis regresi linear

berganda (Multiple Linear Regression Analysis) yang paling sering digunakan baik

dengan data zona (agregat) dan data rumah tangga atau individu (tidak agregat).

Metode analisis regresi linear berganda digunakan untuk menghasilkan hubungan

dalam bentuk numerik dan untuk melihat bagaimana variabel saling berkait.

Ada beberapa asumsi statistik harus dipertimbangkan dalam menggunakan

metode analisis regresi linear berganda, sebagai berikut:

(29)

2. Variabel, terutama variabel bebas adalah tetap atau telah diukur tanpa galat.

3. Tidak ada korelasi antara variabel bebas.

4. Variansi dari variabel terikat terhadap garis regresi adalah sama untuk nilai

semua variabel terikat.

5. Nilai variabel terikat harus tersebar normal atau minimal mendekati normal.

Sebagian besar studi tentang bangkitan pergerakan (trip generation) yang

berbasis rumah tangga menunjukkan bahwa variabel-variabel penting yang berkaitan

dengan produksi perjalanan seperti perjalanan ketempat kerja, sekolah dan

perdagangan (Tamin, 1997), yaitu:

1. Pendapatan rumah tangga

2. Kepemilikan kendaraan

3. Struktur rumah tangga

4. Ukuran rumah tangga

5. Aksesibilitas

Secara khusus penelitian ini mengkaji faktor-faktor tersebut, termasuk

menentukan faktor-faktor utama yang berpengaruh di obyek penelitian.

Ada beberapa tahapan dalam pemodelan dengan metode analisis regresi linear

berganda (Algifari, 2000), adalah sebagai berikut :

a. Tahap pertama adalah analisis bivariat, yaitu analisis uji korelasi untuk melihat

hubungan antar variabel yaitu variabel terikat dengan variabel bebas. Variabel

bebas harus mempunyai korelasi tinggi terhadap variabel terikat dan sesama

(30)

variabel bebas, pilih salah satu yang mempunyai nilai korelasi yang terbesar

utuk mewakili.

b. Tahap kedua adalah analisis multivariat, yaitu analisis untuk mendapatkan

model yang paling sesuai (fit) menggambarkan pengaruh satu atau beberapa

variabel bebas terhadap variabel terikatnya, dapat digunakan analisis regresi

linear berganda (Multiple Linear Regression Analysis).

Analisis regresi linear berganda (Multiple Linear Regression Analysis) yaitu

suatu cara yang dimungkinkan untuk melakukan beberapa proses iterasi dengan

langkah-langkah sebagai berikut :

1. Pada langkah awal adalah memilih variabel bebas yang mempunyai

korelasi yang besar dengan variabel terikatnya.

2. Pada langkah berikutnya menyeleksi variabel bebas yang saling

berkorelasi, jika ada antara variabel bebas memiliki korelasi besar maka

untuk ini dipilih salah satu, dengan kata lain korelasi harus kecil antara

sesama variabel bebas.

3. Pada tahap akhir memasukkan variabel bebas dan variabel terikat ke

dalam persamaan model regresi linear berganda:

Y = a + b1 X1 + b2 X2 …….. + bn Xn

Dimana:

Y = variabel terikat (jumlah produksi perjalanan), terdiri dari:

a = konstanta (angka yang akan dicari)

b1,b2….bn = koefisien regresi (angka yang akan dicari)

(31)

II.2.2 Konsep Metode Analisis Kategori

Metode analisis kategori dikembangkan pertama sekali pada The Puget Sound

Transportation Study pada tahun 1964. Metode analisis kategori ini didasarkan pada

adanya keterkaitan antara terjadinya pergerakan dengan atribut rumah tangga. Asumsi

dasarnya adalah tingkat bangkitan pergerakan dapat dikatakan stabil dalam waktu

untuk setiap stratifikasi rumah tangga tertentu (Tamin, 1997).

Analisis kategori merupakan metode yang digunakan untuk

mengidentifikasikan hubungan antar berbagai variabel yang berpengaruh terhadap

aspek penentuan tujuan (destination). Konsep dasarnya sederhana, dan variabel yang

umum digunakan dalam analisis kategori adalah:

1. Ukuran rumah tangga (jumlah orang)

2. Kepemilikan kendaraan

3. Pendapatan rumah tangga

Kategori ditetapkan menjadi tiga dan kemudian rata-rata tingkat bangkitan

pergerakan (dari data empiris) dibebankan untuk setiap kategori. Kategori ini kemudian

digunakan untuk menentukan sifat ketergantungan antar variabel.

Persamaan analisis kategori yang digunakan untuk bangkitan pergerakan

dengan tujuan ‘pyang dilakukan oleh orang berjenis ndi zona ‘i adalah berikut ini

(Tamin 1997):

( Oi np

) = ai (h) t p

(h) h Hn (h)

(32)

i = zona asal

p = zona tujuan

n = jenis orang (dengan atau tanpa kendaraan)

ai (h) = jumlah rumah tangga dengan jenis ‘h’ di zona ‘i

Hn (h) = rumah tangga dengan jenis ‘h’ yang berisikan orang berjenis ‘n’

t p(h) = perbandingan rata-rata nilai

Analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis regresi

linear berganda dengan alasan, yaitu:

1. Analisis kategori mempunyai lebih sedikit batasan dibandingkan dengan

analisis regresi linear, misalnya analisis kategori tidak mengasumsikan adanya

hubungan linear.

2. Pada analisis kategori tidak ada uji statistik untuk menguji keabsahan model,

sedangkan analisis regresi linear dilakukan uji statistik.

II.3 Karakteristik Pelaku Perjalanan

Faktor penting yang termasuk dalam kategori ini adalah yang berkaitan dengan

ciri sosial-ekonomi pelaku perjalanan, termasuk tingkat penghasilan, kepemilikan

kendaraan, struktur dan besarnya keluarga, kerapatan pemukiman, macam pekerjaan

dan lokasi tempat pekerjaan (Bruton, 1985).

II.3.1 Faktor Sosial Ekonomi

Yang termasuk faktor sosial ekonomi dari penduduk yang berpengaruh dalam

(33)

kehidupan ekonomi penduduk, pendapatan keluarga, jumlah anggota keluarga yang

bekerja. Penduduk dari suatu kawasan pemukiman akan menghasilkan perjalanan yang

berbeda dengan kawasan lain.

Jumlah anggota keluarga yang banyak misalnya akan menghasilkan frekuensi

perjalanan yang jumlahnya lebih banyak daripada keluarga yang jumlah anggotanya

lebih sedikit. Sementara bagi pedagang semakin besar uang yang dikeluarkan untuk

sewa rumah atau modal usaha, maka akan semakin besar pula sumber-sumber yang

harus diusahakan untuk pengeluaran biaya perjalanan, yang mengakibatkan jumlah

perjalanan semakin besar.

Kemampuan untuk membayar suatu perjalanan akan mempengaruhi jumlah

perjalanan yang dihasilkan oleh suatu rumah tangga. Begitu pula dengan keluarga yang

memiliki pendapatan yang tinggi umumnya dapat memenuhi kebutuhan biaya

perjalanannya dari pada keluarga yang berpendapatan rendah. Pekerjaan dari kepala

keluarga dapat dijadikan sebagai indikator yang mencerminkan tingkat pendapatan

keluarga tersebut.

Kemampuan untuk memenuhi kebutuhan perjalanan dipengaruhi oleh

tersedianya alat angkut dan sistem jalan yang baik. Kepemilikan kendaraan bermotor,

atau jumlah kendaraan yang tersedia untuk dipakai setiap anggota keluarga

memberikan pengaruh yang penting terhadap terjadinya perjalanan, dimana keluarga

yang memiliki lebih dari satu kendaraan bermotor cenderung memberikan lebih banyak

(34)

bermotor atau tidak memiliki. Namun keluarga yang hanya memiliki satu kendaraan

bermotor akan menggunakan cara yang lebih efektif.

Secara teoritis, semakin besar tingkat pendapatan keluarga akan semakin besar

pula produksi perjalanan yang dilakukannya. Demikian pula pendapatan keluarga ini

cenderung berbanding lurus dengan tingkat kepemilikan kendaraan bermotor.

Besarnya keluarga, jenis kelamin, usia, proporsi angkatan kerja perempuan

yang kawin, jenis kekayaan dan jenis pekerjaan kepala keluarga adalah faktor yang

mempengaruhi perjalanan. Penelitian di Milwauke, Wiscounsin menunjukkan korelasi

negative antara status sosial dengan penggunaan angkutan umum penumpang (Bruton,

1985). Penelitian ini dilakukan pada tahun 1974, namun gejalanya kurang lebih sama

dengan yang berlaku di Indonesia sekarang, yaitu para pemilik kendaraan cenderung

menggunakan kendaraan pribadi daripada menggunakan angkutan umum penumpang.

II.4 Hubungan Transportasi dan Penggunaan Lahan

Konsep paling mendasar yang menjelaskan terjadinya pergerakan atau

perjalanan selalu dikaitkan dengan pola hubungan antara distribusi spasial perjalanan

dengan distribusi spasial tata guna lahan yang terdapat dalam suatu wilayah, yaitu

bahwa suatu perjalanan dilakukan untuk melakukan kegiatan tertentu di lokasi yang

dituju, dan lokasi tersebut ditentukan oleh pola tata guna lahan kawasan tersebut.

Bangkitan perjalanan (trip generation) berhubungan dengan penentuan jumlah

(35)

aktifitas manusia dan antar wilayah ruang sangat berperan dalam menciptakan

perjalanan.

II.4.1 Model Interaksi Transportasi dan Penggunaan Lahan

Perencanaan transportasi tanpa pengendalian tata guna lahan adalah mubazir

karena perencanaan transportasi pada dasarnya adalah usaha untuk mengantisipasi

kebutuhan akan pergerakan di masa mendatang dan faktor aktifitas yang direncanakan

merupakan dasar analisisnya. Skema interaksi hubungan transportasi dan penggunaan

lahan dapat dilihat pada Gambar II.3 berikut ini:

Guna Lahan

Aksessibilitas Transportasi

Pola Kegiatan

Gambar II.3. Skema Interaksi Hubungan Transportasi dan Penggunaan Lahan

Model interaksi guna lahan dan transportasi yang ada saat ini dapat

dikelompokkan dalam 2 (dua) kelompok besar yaitu model transportasi dan model

guna lahan.

Keseluruhan model interaksi guna lahan dan transportasi dapat dikelompokkan

menjadi 4 (empat) model yaitu: model Konvensional (model 4 tahap), model

(36)

Model Konvensional (model 4 tahap) terdiri dari sub model bangkitan

perjalanan (trip generation) yang merupakan fungsi dari faktor tata guna lahan dan

faktor sosial ekonomi, distribusi perjalanan (trip distribution), pemilihan moda (modal

split), pemilihan rute (trip/traffic assignment). Tahapan model konvensional dalam

perencanaan transportasi, dapat dilihat pada Gambar II.4 berikut ini:

Trip Generation - Travel Generation

Factors

- Friction of Space Factors

- Calibration Factors - Transportation

Network

Gambar II.4. Tahapan Model Konvensional Transportasi

Model Behavioural didasarkan bahwa pelaku perjalanan akan terus melakukan

pilihan (individual or person based) atau bukan berbasis zona. Pelaku perjalanan akan

melakukan pilihan didasarkan pada utilitas yang merupakan fungsi dari aksesibilitas

dan daya tarik tujuan perjalanan. Model behavioural yang dikenal adalah Multinominal

Logit Models yang didasarkan pada teori Random Utility.

Model Linked melakukan analisis sistem transportasi serta analisis terhadap

alokasi penduduk dan pusat aktifitas tetapi guna lahan merupakan exogenous variable.

(37)

guna lahan menjadi input untuk model transportasi. Jadi pada model ini aksesibilitas

digunakan untuk analisis distribusi perjalanan pada model transportasi dan untuk model

guna lahan. Kelemahan model linked ini adalah analisis trip generation masih bersifat

in elastic terhadap biaya perjalanan (generalized cost). Pada model linked ini terdapat

time lag antara model guna lahan dan model transportasi sehingga model guna lahan

dianggap sebagai variable exogenous.

Model integrasi merupakan model yang melakukan analisis guna lahan (alokasi

penduduk dan pusat aktifitas) dan sistem transportasi secara terintegrasi. Pada model

integrasi analisis guna lahan yang dilakukan selain mempertimbangkan faktor

aksesibilitas yang merupakan out put dari model transportasi juga mempertimbangkan

daya tarik lahan dan faktor kebijakan.

Model integrasi dibedakan berdasarkan model guna lahannya yaitu model guna

lahan yang hanya menganalisis alokasi dari pemukiman penduduk dan model guna

lahan yang menganalisis keduanya yaitu alokasi pemukiman penduduk dan alokasi

komersil (bisnis). Masing-masing model integrasi tersebut juga dibedakan atas model

guna lahan yang mempertimbangkan harga lahan dalam analisisnya dan model yang

tidak mempertimbangkan harga lahan tersebut dalam analisisnya. Masing-masing

model tersebut juga dibedakan berdasarkan mode response.

Maksud perjalanan dan biaya perjalanan yang merupakan fungsi dari alokasi

penduduk dan alokasi pusat aktifitas pada sebagian model tidak mempengaruhi moda

angkutan yang digunakan, model yang demikian tersebut merupakan model yang mode

(38)

lingkungan, tetapi aspek lingkungan tidak terbahas karena pada saat ini masalah

lingkungan belum menjadi masalah yang crucial pada kota-kota di Indonesia.

Sebagaimana diketahui bahwa model guna lahan yang pertama adalah Model

Lowry (1964). Model Lowrey banyak digunakan atau dikembangkan oleh model-model

guna lahan selanjutnya. Prisip model Lowrey adalah:

1. Perubahan guna lahan ditentukan oleh Basic Employment, Residential (tempat

tinggal) dan Service Employment.

2. Basic Employment sebagai input awal, kemudian dialokasikan tempat tinggal

berdasarkan lokasi Basic Employment tersebut. Alokasi dari Service

Employment didasarkan pada alokasi tempat tinggal.

3. Menggunakan 2 (dua) persamaan yaitu persamaan untuk alokasi tempat tinggal

dan persamaan untuk alokasi aktifitas.

II.4.2 Penggunaan Lahan Ditinjau Dari Sistem Kegiatan

Sistem kegiatan secara komprehensif dapat diartikan sebagai suatu upaya untuk

memahami pola-pola perilaku dari perorangan, lembaga dan firma-firma yang

mengakibatkan terciptanya pola-pola keruangan didalam wilayah. Perorangan ataupun

kelompok masyarakat selalu mempunyai nilai-nilai tertentu terhadap penggunaan

setiap lahan (Hadi Yunus, 2005).

Suatu lahan memiliki ciri-ciri antara lain tidak dapat ditambah ataupun

dimusnahkan menurut administrasi yang jelas luasannya dan batasan geografisnya,

(39)

lingkungan tertentu yang berbeda satu dengan lainnya, memiliki tingkat kerawanan

yang tinggi dimana berbagai kegiatan dengan tingkat kepentingan yang berbeda dapat

menimbulkan konflik diantaranya.

Suatu kegiatan yang berlangsung pada suatu lahan atau tanah pada dasarnya

dipengaruhi oleh 3 (tiga) hal (Johara Jayadinata, 1986), yaitu:

1. Perilaku masyarakat (Social Behaviour)

Masih terdapat nilai – nilai sosial dalam hubungan dengan lahan, misalnya:

kebiasaan, sikap moral, pantangan, pengaturan pemerintah, peninggalan

kebudayaan, pola tradisional dan sebagainya.

2. Berhubungan dengan kegiatan ekonomi

Dalam sistem perekonomian tanah merupakan salah satu faktor modal produksi.

Dalam hal ini alokasi tanah dalam kaitannya dengan biaya dan tingkat efisiensi

produksi merupakan salah satu penentu jenis kegiatan perekonomian pada suatu

wilayah.

3. Kepentingan umum yang berinteraksi satu dengan lainnya

Kepentingan umum yang menjadi penentu dalam tata guna tanah antara lain

kesehatan, keamanan, moral dan kesejahteraan umum yang meliputi

kemudahan, kenyamanan dan sebagainya. Misalnya orang-orang akan ingin

tinggal sedekat mungkin dengan tempat kerja, tempat rekreasi dan sebagainya.

Kegiatan industri memilih pilihan lokasi yang dekat dengan tempat pemasaran,

(40)

II.5 Faktor Yang Mempengaruhi Pembangunan Perumahan dan Permukiman

Pembangunan perumahan secara langsung menyangkut berbagai aspek

kehidupan dan harkat manusia, hal ini banyak dipengaruhi oleh beberapa faktor yang

dapat menunjang pembangunan itu sendiri yang bersifat lintas sektoral serta saling

keterkaitan dengan sektor-sektor lainnya.

Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi pembangunan perumahan dan

permukiman yaitu:

1. Faktor Kependudukan

Perkembangan penduduk yang cukup tinggi merupakan masalah yang dapat

memberikan pengaruh yang sangat besar khususnya penduduk yang berada

atau berdiam di pusat-pusat kota, sedangkan jumlah rumah yang tersedia

yang memenuhi persyaratan sebagai rumah yang layak huni tidak dapat

memenuhi perkembangan jumlah anggota keluarga yang membutuhkan

rumah. Pertumbuhan penduduk terutama di kota-kota besar disebabkan

adanya arus urbanisasi dari luar daerah ke daerah perkotaan, baik sebagai

pendatang menetap maupun sebagai pendatang yang tidak menetap seperti

mereka pergi bekerja ke kota dan sore hari pulang kembali ke tempat

asalnya.

2. Faktor Pertanahan

Dengan adanya arus urbanisasi sebagai fenomena pada saat ini terutama di

kota-kota yang sedang berkembang seperti Indonesia memberi dampak

(41)

sehingga terjadi masalah penyediaan tanah untuk pembangunan tersebut

khususnya di daerah perkotaan dan kalaupun ada harus dengan harga yang

sangat tinggi. Akibat keterbatasan tanah-tanah di daerah perkotaan maka

para developer atau pengembang mengalihkan pembangunan perumahan

dan permukiman ke daerah pinggiran kota.

3. Faktor Kelembagaan

Dalam pelaksanaan pembangunan perumahan dan permukiman faktor

kelembagaan sangat berpengaruh karena dengan adanya perangkat

kelembagaan yang berfungsi akan dapat diambil suatu kebijakan,

pembinaan serta pelaksanaan dari pembangunan tersebut baik oleh

perangkat pemerintah pusat serta pihak swasta yang semuanya merupakan

suatu sistem yang terpadu sedangkan bagi pemerintah daerah memegang

peranan penting dalam strategi pelaksanaan pembangunan khususnya

perumahan dan permukiman.

II.6 Kebijakan Pemerintah Dalam Pengadaan Rumah di Indonesia

Untuk mengatasi masalah kekurangan perumahan di Indonesia berbagai

kebijaksanaan pemerintah dalam pengadaan rumah di Indonesia dilakukan melalui:

1. Pembangunan perumahan dan pemukiman yang dilakukan oleh Perum

Perumnas.

2. Pembangunan perumahan yang dilakukan oleh perusahaan yang tergabung

(42)

3. Pembangunan perumahan yang dilakukan oleh perusahaan konstruksi

swasta yang dibiayai melalui Kredit Kepemilikan Rumah Bank Tabungan

Negara (KPR-BTN).

4. Pembangunan perumahan yang dilakukan melalui dana suatu lembaga yang

diperuntukkan bagi pegawainya.

5. Pembangunan perumahan dan pemukiman transmigrasi yang dilakukan

melalui dana dari Departemen Transmigrasi.

6. Pembangunan perumahan dan pemukiman bagi masyarakat terasing melalui

dana Departemen Sosial.

7. Pembangunan perumahan dan pemukiman pedesaan melalui koordinasi

antara Direktorat Jenderal Pembangunan Desa dan Departemen Dalam

Negeri.

8. Pembangunan perumahan yang dilakukan oleh pengembang lainnya.

Secara umum maksud dan tujuan pembangunan perumahan dan permukiman

tersebut adalah untuk:

1. Memperbaiki keadaan perumahan dan lingkungannya untuk meningkatkan

kesejahteraan sosial masyarakat.

2. Mengembangkan dan meningkatkan sarana, prasarana dan fasilitas

lingkungan baik perkotaan maupun perdesaan.

3. Meningkatkan dan memanfaatkan kembali fungsi-fungsi perkotaan dengan

(43)

Secara lebih khusus pengadaan sekaligus pengawasan terhadap perumahan dan

pemukiman melalui kebijakan-kebijakan sebagaimana disebutkan diatas diatur menurut

Undang-Undang No.4 Tahun 1992, tentang perumahan dan permukiman tersebut

dijelaskan bahwa penataan perumahan dan pemukiman bertujuan untuk:

1. Memenuhi kebutuhan rumah sebagai salah satu kebutuhan dasar manusia,

dalam rangka peningkatan dan pemerataan kesejahteraan rakyat.

2. Mewujudkan perumahan dan pemukiman yang layak dalam lingkungan

yang sehat, aman, serasi dan teratur.

3. Memberi arah pada pertumbuhan wilayah dan penyebaran penduduk yang

rasional.

4. Menunjang pembangunan dibidang ekonomi, sosial, budaya dan

bidang-bidang lain.

Berdasarkan pasal tersebut dapat disimpulkan bahwa setiap pengadaan

perumahan, baik yang dilakukan oleh pemerintah maupun swasta harus benar-benar

ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Tabel II.1 berikut ini menyajikan perkiraan jumlah rumah yang harus

(44)

Tabel II.1. Perkiraan Jumlah Rumah Yang Harus Disediakan oleh Perumnas dan REI Sampai Tahun 2010

JUMLAH UNIT RUMAH YANG HARUS DISEDIAKAN DEVELOPER

2001 - 2010

PERUMNAS 35.000

R E I 29.000

JUMLAH 64.000 Sumber: (Real Estate Sumatera Utara Direktori, 2000)

II.7 Keterkaitan Kawasan Perumahan dengan Infrastruktur Perkotaan

Kawasan perumahan sebagai tempat hunian penduduk merupakan salah satu

masalah pokok yang harus diperhatikan oleh Pemerintah Pusat dan para developer.

Sebagai tempat tinggal penduduk, lokasi kawasan perumahan harus mudah

menjangkau setiap tempat aktivitas perkotaan, seperti lokasi pekerjaan, kantor instansi

pemerintah dan swasta, pasar, pendidikan, dan lain-lain. Kecenderungan penduduk

untuk memilih tempat bermukim sangat dipengaruhi oleh kemudahan untuk

menjangkau lokasi-lokasi. Akibat yang ditimbulkan oleh ketidaktepatan lokasi

pemukiman adalah terhambatnya perkembangan kota baik dari segi fisik kota maupun

dari segi ekonominya.

II.8 Kawasan Perumahan Untuk Real Estate

Real estate memiliki pengertian yang cukup luas dan ditafsirkan secara

berbeda-beda oleh masing-masing orang sesuai dengan sudut pandangnya. Real estate

(45)

1. The value of house. Dari segi harga, rumah real estate memiliki harga yang

beraneka ragam di berbagai Negara, namun kesemuanya relative lebih

mahal dari harga rumah biasa. Harga rumah merupakan harga pelayanan

pada orang yang tinggal didalamnya, dan harga pelayanan tersebut sangat

ditentukan antara lain oleh timbulnya rasa kepuasan, privasi dan lain-lain.

2. The value of other real estate. Selain harga rumah yang sudah termasuk

didalamnya adanya pelayanan-pelayanan istimewa karena ia berbeda dari

rumah biasa sebagaimana telah dikemukakan diatas, maka tingginya harga

rumah tersebut juga disebabkan karena rumah di real estate sekaligus

merupakan modal yang memiliki nilai cukup tinggi.

3. The value of service flow. Pelayanan dari suatu rumah, bangunan komersil

maupun bentuk-bentuk lain dari real estate merupakan penjumlahan dari

keseluruhan komponen individual yang memberi manfaat.

Jika mengacu kepada Surat Keputusan Bersama Menteri Dalam Negeri,

Menteri Pekerjaan Umum, dan Menteri Negara Perumahan Rakyat Nomor : 648-384

tahun 1992, 739/KPTS/1992 tanggal 16 November 1992 tentang pedoman

pembangunan perumahan dan pemukiman dengan lingkungan hunian yang berimbang,

dalam Bab I Pasal I ayat 4 Surat Keputusan Bersama tersebut menyebutkan kriteria

rumah-rumah yang dibangun developer (pengembang) dalam suatu kawasan

(46)

1. Rumah sederhana adalah rumah yang dibangun diatas tanah dengan luas

kaveling antara 54 M2 sampai 200 M2 dan atau biaya pembangunan per M2

tidak melebihi harga satuan per M2 tertinggi untuk pembangunan

perumahan dinas pemerintah kelas C yang berlaku.

2. Rumah Menengah adalah rumah yang dibangun diatas tanah dengan luas

kaveling antara 200 M2 sampai 600 M2 dan atau biaya pembangunan per M2

antara harga satuan per M2 tertinggi untuk pembangunan perumahan dinas

pemerintah kelas C sampai kelas A yang berlaku.

3. Rumah mewah adalah rumah yang dibangun diatas tanah dengan luas

kaveling antara 600 M2 sampai dengan 2000 M2 dan atau biaya

pembangunan per M2 diatas harga satuan per M2 tertinggi untuk

pembangunan perumahan dinas kelas A yang berlaku.

4. Dalam hal luas kaveling atau harga satuan pembangunan per M2

masing-masing memenuhi kriteria yang berlainan, sebagaimana dimaksud dalam

butir a, b dan c maka kualitas ditentukan sesuai kriteria yang tinggi.

II.9 Aksesibilitas

Aksesibilitas adalah suatu ukuran kenyamanan atau kemudahan lokasi tata guna

lahan berinteraksi satu dengan yang lain dan mudah atau sulitnya lokasi tersebut

dicapai melalui sistem jaringan transportasi (Black, 1981). Pernyataan mudah dan sulit

(47)

mudah bagi orang lain, begitu pula dengan pernyataan sulit, oleh karena itu diperlukan

kinerja kualitatif yang dapat menyatakan aksesibilitas.

Metode pengukuran sikap diukur dalam mempersepsi suatu obyek. Sikap

tersebut adalah respon psikologis seseorang atas faktor yang berasal dari suatu obyek,

respon tersebut menunjukkan kecenderungan mudah atau sulit. Pengukuran sikap

seseorang atas suatu obyek dipengaruhi oleh stimuli, sebagai stimuli adalah

peubah-peubah bebasnya. Dengan demikian maka pengukuran aksesibilitas transportasi dari

seseorang merupakan pengukuran sikap orang tersebut terhadap kondisi aksesibilitas

transportasinya.

Banyak orang di daerah permukiman mempunyai akses yang baik dengan mobil

atau sepeda motor atau kendaraan pribadi, tetapi banyak pula yang bergantung pada

angkutan umum atau berjalan kaki. Jadi aksesibilitas zona asal dipengaruhi oleh

proporsi orang yang menggunakan moda tertentu dan harga ini dijumlahkan untuk

semua moda transportasi yang ada untuk mendapatkan aksesibilitas zona (Tamin,

1997).

II.10 Migrasi

Pertumbuhan penduduk umumnya disebabkan oleh dua faktor, yaitu:

pertumbuhan alamiah dan migrasi. Pertumbuhan alamiah adalah pertumbuhan akibat

kelahiran dikurangi kematian, sedangkan migrasi adalah perpindahan penduduk dari

suatu daerah ke daerah lain dengan tujuan (motivasi) tertentu, seperti: faktor sosial,

(48)

Migrasi terdiri dari dua jenis, yaitu: migrasi permanen dan migrasi sementara.

Migrasi permanen adalah perpindahan penduduk yang berakhir pada menetapnya

migrasi pada tujuannya, sedangkan migrasi sementara adalah perpindahan penduduk

yang tidak menetap pada tujuan migrasi, tetapi kembali ke tempat semula atau pindah

ke tempat lain.

Lebih lanjut dapat dijelaskan bahwa migrasi pada hakekatnya merupakan

implikasi dari perbedaan ketersediaan fasilitas antara suatu daerah dengan daerah lain.

Penduduk dari daerah yang berfasilitas kurang pada umumnya daerah pedesaan, akan

memiliki potensi untuk pindah ke daerah yang berfasilitas lebih lengkap, yaitu daerah

perkotaan. Migrasi yang seperti ini dinamakan migrasi dari desa ke kota.

II.11 Aspek Transportasi

Perkembangan kota berkaitan erat dengan perkembangan kegiatan penduduk,

dan ekonomi. Sementara itu, kegiatan ekonomi tersebut diduga merupakan daya tarik

masuknya sejumlah penduduk sehingga pertumbuhan penduduk kota relative lebih

tinggi. Peningkatan jumlah penduduk di atas pada akhirnya memerlukan lahan yang

lebih luas untuk areal pemukiman dan aktivitas kehidupan masyarakat.

Kebutuhan transportasi suatu kota banyak ditentukan oleh besar kecilnya

jumlah penghuni kota tersebut. Semakin besar jumlah penduduk suatu kota akan

cenderung semakin banyak fasilitas prasarana dan sarana angkutan umum yang

diperlukan. Apabila transportasi diartikan sebagai sarana jasa angkutan penumpang dan

(49)

kiranya memperhitungkan besarnya cost yang dikeluarkan oleh para pengguna jasa

transport tersebut. Para perencana ekonomi regional cenderung mengusulkan faktor

keseluruhan ini dalam suatu hubungan antara lokasi ekonomi dengan jarak ke pasar.

Cost yang dimaksud adalah kompensasi yang harus dibayar.

Dalam studi transportasi, kompensasi ini biasa diungkapkan dalam bentuk

komponen jarak, biaya dan waktu. Ada dua masalah pokok yang berkaitan dengan

aspek transportasi: pertama adalah kebutuhan angkutan umum ke tempat kerja atau

tempat kegiatan sehari-hari, dan kedua adalah angkutan umum yang berkenaan dengan

tujuan aktivitas lain, seperti ke sekolah, dan tempat rekreasi.

Beberapa studi tentang perkotaan dan transportasi di Indonesia terutama

transportasi darat, mengulas secara jelas bahwa akses transportasi merupakan aspek

yang cukup penting dalam pembangunan. Sebagai hipotesis dasar dinyatakan bahwa

semakin dekat jarak lokasi permukiman dengan lokasi kegiatan kota diduga akan

semakin tinggi tingkat aksesibilitasnya. Mobilitas penduduk pengguna transportasi

merupakan aspek yang perlu diperhatikan, demikian pula klasifikasi pengguna jasa

transportasi seperti tenaga kerja, pelajar dan ibu rumah tangga.

II.11.1 Pusat-Pusat Kegiatan

Pusat-pusat kegiatan ekonomi kota biasanya dimulai dengan pusat perdagangan,

yang kemudian menyebar kedaerah sekitarnya. Dengan penyediaan sarana dan

prasarana transportasi yang memungkinkan, membuat ekspansi wilayah kegiatan kota

(50)

pada Teori Nuclei Ganda atau Multiple Nuclei theory. Pusat perdagangan, pusat

manufakturing dan permukiman penduduk dari berbagai lapisan memerlukan sarana

angkutan sebagai bagian dari jaringan komunikasi (Hadi Yunus, 2005).

II.11.2 Perkembangan Transportasi

Perkembangan industri, manufakturing dan perdagangan bisa menjadi penarik

migrasi penduduk dari luar daerah semakin besar. Pertumbuhan migran yang cepat

akan meningkatkan jumlah permukiman penduduk. Dengan demikian, pembangunan

perkotaan memerlukan perencanaan yang cermat dalam kaitannya dengan

pembangunan yang berwawasan lingkungan. Sebab menurut pengamat sosial, dan

lingkungan, faktor peningkatan penduduk merupakan faktor utama terhadap masalah

kerusakan kualitas lingkungan (Alik, 2005).

Pertumbuhan penduduk yang pesat mengundang peningkatan sarana

transportasi. Sementara itu pembangunan sarana dan prasarana transportasi akan

mengundang atau menjadi daya tarik bagi tumbuhnnya permukiman. Transportasi

merupakan salah satu faktor kunci pemberi pelayanan/jasa dalam kebutuhan penduduk

kota, terutama bagi mereka yang bekerja.

Masalah transportasi yang dihadapi oleh beberapa kota besar di Indonesia

diduga disebabkan oleh terbatasnya laju pembangunan jalan, sementara kenaikan

(51)

II.12 Parameter Jaringan dan Ruas Jalan

Belakangan ini jaringan jalan di kota-kota besar di Indonesia telah ditandai

dengan kemacetan-kemacetan lalu lintas. Selain akibat pertumbuhan lalu lintas yang

pesat, kemacetan tersebut disebabkan oleh terbaurnya peranan jalan arteri, kolektor dan

lokal pada jalan yang seharusnya berperan sebagai jalan arteri dan sebaliknya.

Berdasarkan pertimbangan tersebut maka pemerintah merasa perlu melakukan

pemantapan fungsi jaringan jalan kota dengan mengacu pada Undang-Undang No.38

Tahun 2004 tentang jalan, ruas-ruas jalan yang ditetapkan harus sesuai dengan

fungsinya dapat dipakai sebagai pegangan dan petunjuk seperti untuk koordinasi

dengan manajemen sistem transportasi dan tata guna lahan.

Berdasarkan analisis kapasitas ruas jalan, jenis jalan dapat dibedakan

berdasarkan jumlah jalur (carriage way), jumlah lajur (line) dan jumlah arah. Suatu

jalan memiliki 1 jalur bila tidak bermedian (tidak berbagi/undivided/UD) dan dikatakan

memiliki 2 jalur bila bermedian tunggal (terbagi/devided/D).

Adapun faktor–faktor yang berhubungan dengan ruas jalan yang mempengaruhi

kapasitas dan kinerja jalan akan diuraikan berikut ini:

II.12.1 Berdasarkan Fungsi Jalan

Fungsi jalan yang digunakan sebagai dasar pengklasifikasian jalan dalam

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 38 tahun 2004, jalan terbagi atas empat

(52)

1. Jalan Arteri, yaitu jalan umum yang berfungsi melayani angkutan utama

dengan ciri perjalanan jarak jauh, kecepatan rata-rata tinggi, dan jumlah

jalan masuk dibatasi secara berdaya guna.

2. Jalan Kolektor, yaitu jalan umum yang berfungsi melayani angkutan

pengumpul atau pembagi dengan ciri perjalanan jarak sedang, kecepatan

rata-rata sedang, dan jumlah jalan masuk dibatasi.

3. Jalan Lokal, yaitu jalan umum yang berfungsi melayani angkutan setempat

dengan ciri perjalanan jarak dekat, kecepatan rata-rata rendah, dan jumlah

jalan masuk tidak dibatasi.

4. Jalan Lingkungan, yaitu jalan umum yang berfungsi melayani angkutan

lingkungan dengan ciri perjalanan jarak dekat, dan kecepatan rata-rata

rendah.

II.12.2 Berdasarkan Sistem Jaringan Jalan

Jalan mempunyai suatu sistem jaringan jalan yang mengikat dan

menghubungkan pusat-pusat pertumbuhan dengan wilayah yang berbeda, macam

sistem jaringan jalan (menurut peranan pelayanan jasa distribusi) dapat dibagi atas:

1. Sistem jaringan jalan primer.

2. Sistem jaringan jalan sekunder.

Sistem jaringan jalan primer adalah sistem jaringan jalan dengan peranan

(53)

nasional, dengan menghubungkan semua simpul jasa distribusi yang berwujud

pusat-pusat kegiatan.

Sistem jaringan jalan sekunder adalah sistem jaringan jalan dengan peranan

pelayanan distribusi barang dan jasa untuk masyarakat di dalam kawasan perkotaan.

II.13 Analisis Model Bangkitan Pergerakan Berbasis Rumah Tangga Yang

Pernah Dilakukan

1. Penentuan Model Bangkitan Pergerakan Pada Kawasan Perumahan Di Kota

Medan, Studi Kasus: Kawasan Sunggal Medan, Tesis Magister Manajemen

Pembangunan Kota, USU, (Evi Amelia, 2004). Menurut hasil analisis di dapat

bentuk model sebagai berikut:

1. Model bangkitan pergerakan yang dihasilkan dari bangunan perumahan tipe

mewah (Yl) : Yl = -2,629 + 3,201 X l + 1,413 X3

2. Model bangkitan pergerakan yang dihasilkan dari bangunan perumahan tipe

menengah (Y2) : Y2 = -5,550 + 3,950 Xl + 2,750 X3

3. Model bangkitan pergerakan yang dihasilkan dari bangunan perumahan tipe

sederhana (Y3) : Y3 = -1,531 + 2,159 X l + 4,192 X3

dimana:

Y = Produksi perjalanan (perjalanan/keluarga/hari)

X1 = Jumlah anggota keluarga (orang)

(54)

2. Pola Produksi Perjalanan Di Kawasan Permukiman Pinggiran Kota Semarang,

Jurnal Simposium I FSTPT, Desember 1998, (Hadi Wahyono dan Imam Buchori,

1998). Menurut hasil analisis di dapat bentuk model sebagai berikut:

1. Pola produksi perjalanan yang dihasilkan dari bangunan perumahan tipe

mewah (Yl) : Yl = 1,71 + 0,50 X l + 4,25.10-8 X2 + 0,50 X3

2. Pola produksi perjalanan yang dihasilkan dari bangunan perumahan tipe

menengah (Y2) : Y2 = 1,20 + 0,56 Xl + 1,51.10-6 X2 + 0,52 X3

3. Pola produksi perjalanan yang dihasilkan dari bangunan perumahan tipe

sederhana (Y3) : Y3 = 2,43 + 0,32 X l + 3,05.10-5 X2 + 0,69 X3

dimana:

Y = Produksi perjalanan (perjalanan/keluarga/hari)

X1 = Jumlah anggota keluarga (orang)

X2 = Pendapatan rata-rata keluarga (rupiah)

X3 = Kepemilikan kendaraan mobil (unit)

3. Analisa Karakteristik Bangkitan dan Pola Perjalanan Penduduk Perumahan

Pinggiran Kota (Studi Kasus: Perumahan Bumi Pucang Gading Demak), Tesis

Program Magister Teknik Sipil UNDIP, Semarang, (Denny Kumara, 2005).

Menurut hasil analisis di dapat bentuk model sebagai berikut:

Y = -0,113 + 0,998 X1 + 1,611 X2 + 0,998 X3 + 1,908 X4 + 1,370 X6

dimana:

Y = Produksi perjalanan (perjalanan/keluarga/hari)

(55)

X2 = Jumlah anggota keluarga usia > 7 tahun (orang)

X3 = Jumlah anggota keluarga yang bekerja (orang)

X4 = Jumlah anggota keluarga yang sekolah (orang)

X6 = Kepemilikan kendaraan sepeda motor (unit)

4. Model Bangkitan Pergerakan Keluarga Dari Zona Perumahan (Studi Kasus

Perumahan Kajhu Aceh Besar), Jurnal Simposium I FSTPT, Desember 1998, (Isya

M, 1998). Menurut hasil analisis di dapat bentuk model sebagai berikut:

Y = -2,19463 + 1,909887 X1 + 1,139548 X2

dimana:

Y = Produksi perjalanan (perjalanan/keluarga/hari)

X1 = Jumlah anggota keluarga (orang)

X2 = Kepemilikan kendaraan mobil (unit)

5. Model Bangkitan Pergerakan Pada Perumahan Antapani Kota Bandung, Jurnal

Simposium I FSTPT, Desember 1998, (M. Sigit, 1998). Menurut hasil analisis di

dapat bentuk model sebagai berikut:

T = -1,2696 + 1,6256 P + 0,2026 M + 0,0376 A

dimana:

T = Produksi perjalanan (perjalanan/keluarga/hari)

P = Jumlah anggota keluarga (orang)

M = Kepemilikan kendaraan mobil (unit)

(56)

Berdasarkan hasil analisis model bangkitan pergerakan berbasis rumah tangga

yang pernah dilakukan di beberapa kota yang berbeda, bahwa variabel bebas yang tetap

muncul pada model yaitu: jumlah anggota keluarga dan kepemilikan kendaraan. Hal ini

menunjukkan kedua variabel bebas ini merupakan faktor paling berpengaruh pada

model bangkitan pergerakan berbasis rumah tangga, disamping itu ada juga faktor lain

yang mempengaruhi bangkitan pergerakan dan faktor itu berbeda disetiap kota.

(57)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

III.1 Defenisi Operasional Variabel Penelitian

Tujuan utama dari defenisi variabel operasional adalah untuk menghindari

penafsiran ganda (double defenition) terhadap variabel-variabel yang digunakan dalam

suatu penelitian. Oleh karena itu variabel-variabel dalam penelitian ini didefenisikan

sebagai berikut :

1. Produksi perjalanan (Y) adalah jumlah perjalanan yang dihasilkan oleh

perumahan tipe mewah, menengah dan sederhana.

2. Variabel yang berhubungan dengan produksi perjalanan (X) yaitu: jumlah

anggota keluarga (orang), jumlah penghasilan rata-rata keluarga (rupiah),

jumlah kepemilikan kendaraan (unit), jumlah anggota keluarga bekerja (orang),

jumlah anggota keluarga yang sekolah (orang), jenis pekerjaan, umur kepala

keluarga (tahun), pendidikan kepala keluarga dan luas bangunan (m2).

III.2 Bagan Alir Penelitian

Kerangka pemecahan masalah sangat berguna agar dapat melihat secara jelas

langkah-langkah yang akan dilakukan untuk mencapai tujuan, karena dengan adanya

kerangka tersebut maka dapat diketahui arah penelitian dan parameter-parameter apa

yang akan digunakan untuk memecahkan masalah tersebut. Bagan alir metode

Gambar

Gambar II.4
Gambar III.1. Bagan Alir Metode Penelitian
Gambar III.2  berikut ini :
Gambar  IV.2. Perumnas BTN Tojai
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dari hasil akhir penelitian dapat dikemukakan model formulasi bangkitan pergerakan yang dapat digunakan untuk menghitung jumlah perjalanan yang terjadi, yang terbagi atas model

Arianos (2001) telah menghasilkan model regresi bangkitan perjalanan untuk kawasan Perumahan Sidoarum Yogyakarta dengan variabel yang berpengaruh adalah jumlah kendaraan

Variabel dalam penelitian ini ada dua yaitu variabel bebas dan variabel terikat. Variabel bebasnya adalah penerapan model pembelajaran tipe STAD. Yaitu salah satu