• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Bauran Pemasaran Eceran (Retailing Mix) Terhadap Citra Merek Hypermart Sun Plaza Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pengaruh Bauran Pemasaran Eceran (Retailing Mix) Terhadap Citra Merek Hypermart Sun Plaza Medan"

Copied!
118
0
0

Teks penuh

(1)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS EKONOMI

PROGRAM STRATA –1 MEDAN

PENGARUH BAURAN PEMASARAN ECERAN (RETAILING MIX) TERHADAP CITRA MEREK HYPERMART

SUN PLAZA MEDAN

SKRIPSI

OLEH

RENITA ARIANI HUTAGALUNG 060502157

MANAJEMEN

Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi

Universitas Sumatera Utara Medan

(2)

ABSTRAK

Renita Ariani Hutagalung (2010). Pengaruh Bauran Pemasaran Eceran (Retailing Mix) Terhadap Citra Merek Hypermart Sun Plaza Medan.Ibu Dr. Arlina Nurbaity Lubis, SE, MBA selaku dosen pembimbing. Ibu Prof. Dr. Ritha F. Dalimunthe, SE, M.Si selaku ketua departemen Manajemen. Ibu Dra. Marhayanie M.Si dan Ibu Dra. Nisrul Irawaty, MBA selaku dosen penguji.

Dalam usaha memenangkan persaingan bisnis pada era teknologi yang sangat cepat ini, kualitas produk bukan lagi satu-satunya menjadi komoditas yang dapat dibanggakan, karena setiap pelaku bisnis pasti dapat membuat produk yang berkualitas sangat tinggi. Pembentukan citra atau image yang baik di benak konsumen dapat menjadi kekuatan peritel dalam memperebutkan calon konsumen potensial dan mempertahankan konsumen yang ada. Karena itu, perusahaan ritel harus membuat strategi yang berkaitan dengan pembentukan citra merek agar konsumen tidak beralih ke peritel lain. Penelitian ini merupakan penelitian terhadap bauran pemasaran eceran (retailing mix) terhadap citra merek Hypermart Sun Plaza Medan. Adapun bauran pemasaran eceran terdiri dari lokasi,

merchandise, harga, promosi, atmosfer dalam gerai, dan retail service.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh bauran pemasaran eceran (retailing mix) terhadap citra merek Hypermart Sun Plaza Medan. Memenuhi tujuan tersebut, peneliti menggunakan model Regresi Linear Berganda. Metode analisis dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif dan analisis statistik. Pengujian hipotesis dilakukan dengan uji statistik, yaitu Uji F dan Uji t. Hasil penelitian menunjukkan bahwa lokasi, merchandise, harga, promosi, atmosfer dalam gerai, dan retail service secara bersama-sama berpengaruh secara signifikan terhadap niat pembelian ulang di Toserba Carrefour Plaza Medan Fair. Hasil ini dapat dilihat pada analisis regresi linear berganda dengan koefisien determinasi (adjusted R2) sebesar

59,3% berarti bahwa pengaruh lokasi, merchandise, harga, promosi, atmosfer dalam gerai, dan retail service citra merek sebesar 59,3%. Pengujian hipotesis secara parsial menunjukkan bahwa harga adalah variabel yang paling dominan mempengaruhi citra merek dengan tingkat korelasi 63,39%.

(3)

KATA PENGANTAR

Puji serta syukur saya sampaikan kepada Allah yang berkuasa atas khalik langit dan bumi sebab atas kuasa dan penyertaanNya lah skripsi ini dapat saya selesaikan. Ada banyak pihak yang telah membantu saya dalam penulisan skripsi ini, pada saat ini saya ucapkan terimakasih sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak Drs. John Tafbu Ritonga, M.ec selaku dekan fakultas ekonomi Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu Prof. Dr. Ritha F. Dalimunthe, SE, M.Si selaku ketua departemen Manajemen Fakultas ekonomi Universitas Sumatera Utara.

3. Ibu Dra. Nisrul Irawaty, MBA selaku sekretaris departemen Manajemen. 4. Ibu Dr. Arlina Nurbaity Lubis, SE, MBA selaku dosen pembimbing saya atas

bantuan dan dukungan yang telah diberikan kepada saya.

5. Ibu Dra. Marhayanie M.Si selaku dosen Penguji I yang telah memberikan masukan dan saran atas penulisan skripsi saya.

6. Ibu Dra. Nisrul Irawaty, MBA selaku dosen Penguji II yang telah memberikan masukan dan saran atas penulisan skripsi saya.

7. Bapak Drs. Amlys Syahputra Silalahi, Msi selaku dosen wali saya selama menjalani kegiatan akademik.

8. Seluruh staf pegawai di fakultas ekonomi Universitas Sumatera Utara yang telah membantu saya dalam menyelesaikan kegitan akademik.

(4)

10. Sianhu, alangkah senangnya ketika bisa tertawa bersama saat melihat proses yang berat dapat kita lalui.

11. Teman sepermainan yang aneh...Nico,SE, Yoan Nab, Diety dan Joni.

12. Rekan-rekan Manajemen ’06 semuanya yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu, khusus buat Bapa, Sonya n Tulus, Gabe, Melda, Tia n Budi.

13. God’s Ship ( Kak Ines, Jeng Mar, Asry, dan Irma) dan untuk teman-teman di GMKI khususnya untuk team BS.

14. Bapak dan ibu dari pihak manajemen Hypermart Sun Plaza yang telah memberi izin untuk menyebarkan kuesioner langsung didalam toko.

15. Semua Pihak yang belum saya sebutkan satu persatu pada kesempatan ini karena keterbatasan saya, saya ucapkan terimakasih untuksetiap hal yang anda telah berikan.

Skripsi ini masih memiliki kekurangan dan jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu saya mengharapkan masukan berupa kritik dan saran dalam penyempurnaan skripsi ini.

Medan, Mei 2010

Penulis

(5)

DAFTAR ISI

D. Proses Pengambilan Keputusan Pembelian ... 26

E. Bauran Pemasaran Ritel ... 28

F. Citra Merek (Brand Image) ... 44

BAB III GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN A. Sejarah Berdirinya Perusahaan ... 48

B. Visi dan Misi Perusahaan ... 49

C. Struktur Organisasi ... 50

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Uji Validitas an Reliabilitas ... 53

1. Uji Validitas ... 53

2. Uji Reliabilitas ... 56

(6)

1. Analisis Deskriptif Responden ... 57

2. Analisis Dekriptif Variabel ... 60

C. Uji Asumsi Klasik ... 69

1. Uji Normalitas ... 69

a. Analisis Grafik ... 69

b. Analisis Statistik ... 70

2. Uji Heteroskedastisitas ... 71

a. Metode Grafik ... 71

b. Uji Park ... 72

3. Uji Multikolinieritas ... 73

D. Analisis Regresi Linier Berganda ... 74

E. Pengujian Hipotesis ... 76

a. Uji Signifikansi Simultan (F)... 76

... b. Uji Signifikansi Parsial ... 78

... F. Pengujian Koefisien Determinasi (R2)... 81

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 83

B. Saran ... 84

DAFTAR PUSTAKA... 86

(7)

DAFTAR TABEL

Tabel 4.4 Karakteristik Berdasarkan Jenis Kelamin ... 58

Tabel 4.5 Karakteristik Berdasarkan Usia ... 58

Tabel 4.6 Karakteristik Berdasarkan Pendidikan ... 59

Tabel 4.7 Karakteristik Berdasarkan Pekerjaan ... 59

Tabel 4.8 Karakteristik Berdasarkan Kuantitas Kunjungan... 60

Tabel 4.9 Sumber Informasi Responden tentang Hypermart... 60

Tabel 4.10 Alasan Responden Berbelanja di Hypermart ... 61

Tabel 4.11 Distribusi Penilaian Responden Terhadap Variabel Lokasi ... 62

Tabel 4.12 Distribusi Penilaian Responden Terhadap Variabel Merchandise Tabel 4.13 Distribusi Penilaian Responden Terhadap Variabel Harga... 64

Tabel 4.14 Distribusi Penilaian Responden Terhadap Variabel Promosi ... 65

Tabel 4.15 Distribusi Penilaian Responden Terhadap Variabel Atmosfer dalam Gerai ... 66

Tabel 4.16 Distribusi Penilaian Responden Terhadap Variabel Retail Service 67 Tabel 4.17 Distribusi Penilaian Responden Terhadap Variabel Citra Merek 68 Tabel 4.18 Kolmogorv-Smirnov Test ... 71

Tabel 4.19 Uji Park ... 73

Tabel 4.20 Uji Nilai Tolerance dan VIF ... 74

Tabel 4.21 Analisis Regresi Linier Berganda ... 75

Tabel 4.22 Hasil Uji F ... 76

Tabel 4.23 Hasil Uji t ... 80

Tabel 4.24 Variabel Entered/ Removed... 82

(8)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 Kerangka Konseptual ... 7

Gambar 2.1 Perilaku Konsumen dalam Ritel ... 25

Gambar 2.2 Proses Pengambilan Keputusan Pembelian ... 26

Gambar 3.1 Struktur Organisasi Hypermart Sun Plaza Medan ... 53

Gambar 4.1 Histogram Uji Normalitas ... 70

Gambar 4.2 Plot Uji Normalitas ... 71

(9)

ABSTRAK

Renita Ariani Hutagalung (2010). Pengaruh Bauran Pemasaran Eceran (Retailing Mix) Terhadap Citra Merek Hypermart Sun Plaza Medan.Ibu Dr. Arlina Nurbaity Lubis, SE, MBA selaku dosen pembimbing. Ibu Prof. Dr. Ritha F. Dalimunthe, SE, M.Si selaku ketua departemen Manajemen. Ibu Dra. Marhayanie M.Si dan Ibu Dra. Nisrul Irawaty, MBA selaku dosen penguji.

Dalam usaha memenangkan persaingan bisnis pada era teknologi yang sangat cepat ini, kualitas produk bukan lagi satu-satunya menjadi komoditas yang dapat dibanggakan, karena setiap pelaku bisnis pasti dapat membuat produk yang berkualitas sangat tinggi. Pembentukan citra atau image yang baik di benak konsumen dapat menjadi kekuatan peritel dalam memperebutkan calon konsumen potensial dan mempertahankan konsumen yang ada. Karena itu, perusahaan ritel harus membuat strategi yang berkaitan dengan pembentukan citra merek agar konsumen tidak beralih ke peritel lain. Penelitian ini merupakan penelitian terhadap bauran pemasaran eceran (retailing mix) terhadap citra merek Hypermart Sun Plaza Medan. Adapun bauran pemasaran eceran terdiri dari lokasi,

merchandise, harga, promosi, atmosfer dalam gerai, dan retail service.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh bauran pemasaran eceran (retailing mix) terhadap citra merek Hypermart Sun Plaza Medan. Memenuhi tujuan tersebut, peneliti menggunakan model Regresi Linear Berganda. Metode analisis dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif dan analisis statistik. Pengujian hipotesis dilakukan dengan uji statistik, yaitu Uji F dan Uji t. Hasil penelitian menunjukkan bahwa lokasi, merchandise, harga, promosi, atmosfer dalam gerai, dan retail service secara bersama-sama berpengaruh secara signifikan terhadap niat pembelian ulang di Toserba Carrefour Plaza Medan Fair. Hasil ini dapat dilihat pada analisis regresi linear berganda dengan koefisien determinasi (adjusted R2) sebesar

59,3% berarti bahwa pengaruh lokasi, merchandise, harga, promosi, atmosfer dalam gerai, dan retail service citra merek sebesar 59,3%. Pengujian hipotesis secara parsial menunjukkan bahwa harga adalah variabel yang paling dominan mempengaruhi citra merek dengan tingkat korelasi 63,39%.

(10)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Era pasar bebas di kawasan Asia telah dimulai dengan AFTA 2003, hal ini membawa dunia ritel Indonesia pada realitas Global Retailing yang mau tidak mau harus diterima. Era ini ditandai dengan masuk dan semakin berkembangnya peritel global. Kelompok industri ritel saat ini banyak dipegang oleh peritel asing, seperti Carrefour milik Prancis, Sogo milik Jepang, Makro milik Belanda, dan juga Tesco dan Bigzy milik Inggris, kehadiran peritel asing di Indonesia turut menyemarakkan persaingan industri Indonesia. Indonesia menjadi sasaran empuk para peritel dunia dengan pasar sebesar 230 juta jiwa.

Pasar yang besar ini menjadikan Indonesia sebagai pasar para peritel global yang paling atraktif di kawasan Asia. Lembaga survei AC Nielsen menyebutkan bahwa tingkat pertumbuhan ritel secara umum di Indonesia sebesar 15% di tahun 2009. Sementara secara lebih spesifik dinyatakan bahwa jumlah pasar modern seperti hypermarket, supermarket dan mini market di Indonesia mengalami peningkatan sebesar 34,4% di tahun 2009, dengan hypermarket

sebagai yang tertinggi omsetnya sebesar 41,7% atau Rp.23,10 trilyun dari keseluruhan omset penjualan pasar modern (www.aprindo.org). Selain besaran jumlah penduduk, meningkatnya pertumbuhan ritel di Indonesia disebabkan pula oleh pola perilaku konsumen Indonesia yang cenderung lebih ke orientasi “rekreasi”.

(11)

adalah belanja”. Maksudnya, tujuan belanja adalah mencari barang yang dibutuhkan atau diinginkan sehingga aspek fungsional pusat perbelanjaan lebih diutamakan daripada suasana tempat belanja. Sebaliknya, perilaku belanja konsumen yang lain ialah yang berorientasi “rekreasi”. Konsumen dengan pola seperti ini akan mencari pusat perbelanjaan yang menyenangkan. Sementara kebanyakan konsumen di Indonesia memiliki perilaku berbelanja seperti pola yang kedua ini.

Tingginya jumlah penduduk di Indonesia dan juga didukung oleh perilaku berbelanja konsumen yang tidak melihat dari segi fungsional pusat perbelanjaan menimbulkan persaingan bisnis ritel di Indonesia saat ini semakin ketat. Persaingan antar peritel terjadi di semua tingkat. Mulai dari tingkat perusahaan ritel bersaing terhadap perusahaan ritel besar lainnya, peritel skala menengah bersaing dengan peritel sekelasnya, hingga peritel skala mikro. Bukan itu saja, peritel dari suatu kelas pun tetap bersaing dengan kelas lainnya, misalnya sebuah Hypermarket tidak bersaing hanya dengan Hypermarket lainnya, tetapi juga dengan supermarket dan minimarket lainnya baik peritel global maupun lokal.

(12)

mempertahankan konsumen yang ada.Karena itu, perusahaan ritel harus membuat strategi yang berkaitan dengan pembentukan citra merek agar konsumen tidak beralih ke peritel lain.

Salah satu cara untuk membentuk citra positif di benak konsumen adalah dengan menerapkan strategi pemasaran. Pemasaran adalah proses sosial dan manajerial, dengan proses itu individu dan kelompok mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan inginkan dengan menciptakan, menawarkan, dan secara bebas mempertukarkan produk dan jasa yang bernilai dengan pihak lain (Kotler, 2005:10). Dalam penelitian ini, penulis menggunakan strategi bauran pemasaran eceran. Bauran pemasaran eceran ini terdiri dari unsur lokasi, merchandise, harga, periklanan dan promosi, atmosfer dalam gerai, dan retail service (Ma’ruf, 2005:114).

Salah satu perusahaan ritel lokal di Indonesia yang mampu dan sedang mengembangkan diri untuk menjawab persaingan pada sektor industri ritel ini adalah Hypermart. Perusahaan ini berada di bawah naungan PT. Matahari Putra Prima Tbk. Saat ini Hypermart memiliki 37 gerai yang tersebar di berbagai wilayah di Indonesia dan tiga di antaranya ada di Sumatera Utara yaitu Hypermart Grand Palladium, Hypermart Sun Plaza, dan Hypermart Binjai Supermall. Dengan motto Low Price and more…yang artinya harga yang murah dan masih banyak lagi keuntungan lainnya.

(13)

membuat pihak Hypermart berbenah diri dalam mempertahankan konsumen dan mencari calon konsumen.

Tabel 1.1

Omset Peritel Hypermarket, 2008 (Rp Triliun)

Nomor Hypermarket Omset (Rp Milyar) Market Share(%)

1 Carrefour 11.250 48,70%

2 Hypermart 5.100 22,08%

3 Giant 4.100 17,75%

4 Makro 2.200 9,52%

5 Indogrosir 450 1,95%

Total 23.100 100%

Sumber: Media Data - Februari 2009, diolah penulis 2010

Hypermart Sun Plaza merupakan gerai kedua yang ada di Medan, sekaligus merupakan gerai yang kedelapan belas diseluruh Indonesia. Pembukaan gerai Hypermart Sun Plaza ini merupakan salah satu strategi untuk mendominasi bisnis ritel di Indonesia, khususnya di kota Medan yang dianggap sebagai pintu gerbang perdagangan wilayah barat

(14)

terus mengadakan program promosi, baik promosi internal misalnya program Hypermart Elektronik Fiesta maupun promosi tematik pada hari besar keagamaan maupun nasional. Kenyamanan dalam berbelanja yang menjadi prioritas masyarakat saat ini mendorong perusahaan ritel untuk memperhatikan atmosfer dalam gerainya agar tetap nyaman dan bersih. Saat ini bahkan Hypermart telah mengeluarkan kartu kredit Hypermart untuk menunjang pelayanan perusahaan. Layanan penjualan kredit dengan menggunakan Kartu Hypermart menjadikan Hypermart Sun Plaza sebagai salah satu alternatif masyarakat Medan dalam berbelanja.

Hypermart milik PT. Matahari Putra Prima menjadi penyumbang terbesar bagi grupnya sejak tahun 2008 yakni sebesar delapan puluh persen dari total pendapatan grup PT. Matahari Putra Prima. Hypermart Sun Plaza Medan tentunya termasuk dalam penyumbang tersebut, dengan transaksi penjualan sebanyak dua ribu lima ratus sampai tiga ribu transaksi per harinya. Brand image dibangun berdasarkan pemikiran ataupun pengalaman yang dialami seseorang terhadap merek yang bersangkutan (Setiadi, 2003:180). Tingginya transaksi penjualan ini menggambarkan tingkat pengalaman yang dialami konsumen terhadap merek Hypermart. Hal ini pada akhirnya menggambarkan citra merek yang positif di benak konsumen.

(15)

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang penelitian, maka penulis merumuskan masalah yang akan diteliti adalah: Apakah terdapat pengaruh yang positif dan signifikan antara bauran pemasaran eceran (retailing mix) terhadap citra merek Hypermart Sun Plaza Medan?

C. Kerangka Konseptual

Kerangka konseptual atau kerangka pemikiran merupakan sintesa tentang hubungan beberapa variabel yang diteliti, yang disusun dari berbagai teori yang dideskripsikan. Kerangka konseptual merupakan dasar dalam pembuatan hipotesis (Sugiyono, 2003:49).

Persaingan di dunia ritel saat ini yang semakin ketat menuntut para pelaku ritel lokal harus memberi perhatian penuh pada usahanya. Masuknya peritel asing yang mengelola secara profesional menjadi tantangan tersendiri bagi peritel lokal. Realitas kompetitifnya adalah pusat-pusat perbelanjaan harus bekerja sekeras mungkin untuk menarik konsumen dari pusat perbelanjaan lain.

Citra merek menjadi salah satu strategi jitu dalam menarik dan mempertahankan konsumen maupun calon konsumen. Terlebih untuk bisnis ritel yang tidak hanya menawarkan produk tetapi juga jasa atau pelayanan yang diberikan kepada konsumen. Kualitas tidak lagi menjadi strategi jitu, karena mudah ditiru oleh pesaing. Sehingga persaingan akan kembali ke posisi awal dengan tidak adanya pelaku bisnis yang memimpin (Keller, 2004).

(16)

unsur, yaitu: lokasi, merchandise, harga, periklanan dan promosi, atmosfer dalam gerai, dan retail service (Ma’ruf, 2005). Berdasarkan pemaparan diatas, maka kerangka konseptual dari penelitian ini, sebagai berikut:

Gambar 1.1 Kerangka Konseptual

Sumber : Hendri Ma’ruf (2005), Kevin Lane Keller (2004), diolah penulis (2010).

D. Hipotesis

Berdasarkan perumusan masalah yang telah dikemukakan, maka hipotesis penelitian ini adalah: Terdapat pengaruh yang positif dan signifikan dari bauran pemasaran eceran (retailing mix) terhadap pembentukan citra merek Hypermart Sun Plaza Medan.

E. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini sesuai dengan perumusan masalah yang akan diteliti adalah: Untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh bauran pemasaran eceran (retailing mix) terhadap citra merek Hypermart Sun Plaza Medan.

Bauran Pemasaran Eceran (Retailing Mix) (X)

Lokasi (X1)

Merchandise (X2)

Harga (X3)

Promosi (X4) Atmosfer dalam Gerai (X5)

Retail Service (X6)

(17)

2. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan memberikan manfaat bagi penulis, perusahaan, dan bagi peneliti selanjutnya.

a. Bagi penulis, penelitian ini bermanfaat untuk memperdalam pengetahuan dan cakrawala berpikir ilmiah di bidang pemasaran khususnya citra merek.

b. Bagi Hypermart Sun Plaza Medan, penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber informasi dan masukan mengenai bauran pemasaran eceran untuk meningkatkan kualitas citra merekbagi pengembangan perusahaan.

c. Bagi peneliti lain, hasil penelitian ini diharapkan dapat dimanfaatkan sebagai tambahan referensi untuk melakukan penelitian tentang bauran pemasaran eceran maupun citra merek.

F. Metode Penelitian

1. Batasan Operasional

Penelitian ini dibatasi pada variabel bebas yaitu bauran pemasaran eceran (retailing mix ) terhadap variabel terikat yaitu citra merek, pada konsumen Hypermart Sun Plaza Medan yang telah melakukan pembelian minimal 2 kali, sesuai dengan latar belakang dan perumusan masalah yang telah dikemukakan. Variabel tersebut adalah:

a. Variabel Independen (X), yaitu bauran pemasaran eceran, yang terdiri dari: X1 = unsur lokasi

X2 = unsur merchandise

(18)

X5 = unsur atmosfer dalam gerai X6 = unsur retail service

b. Variabel Dependen (Y), yaitu Citra Merek.

2. Definisi Operasional Variabel

Definisi operasional variabel akan menuntun peneliti untuk memenuhi unsur penelitian yang memberitahukan cara mengukur suatu variabel. Dalam penelitian ini, operasional variabelnya adalah sebagai berikut

a. Variabel Independen (X), yaitu bauran pemasaran eceran yang terdiri dari: 1. Lokasi (X1) adalah tempat pelayanan bagi pelanggan.

2. Merchandise (X2) adalah kegiatan pengadaan barang-barang yang sesuai dengan bisnis yang dijalani Hypermart (produk berbasis makanan, pakaian, barang kebutuhan rumah, produk umum, atau kombinasi) untuk disediakan dalam toko pada jumlah, waktu, dan harga yang sesuai untuk mencapai sasaran Hypermart.

3. Harga (X3) adalah sejumlah uang yang harus dibayar oleh pembeli untuk mendapatkan produk tertentu.

4. Promosi (X4) adalah suatu bentuk komunikasi pemasaran yang berusaha menyebarkan informasi, mempengaruhi/membujuk, dan atau mengingatkan pasar sasaran atas perusahaan dan produknya agar bersedia menerima, membeli, dan loyal pada produk yang ditawarkan Hypermart. 5. Atmosfer dalam Gerai (X5) adalah atmosfer dan ambience yang tercipta

(19)

6. Retail Service (X6) adalah fasilitas yang diberikan kepada pembeli saat berbelanja.

b. Variabel Dependen (Y) yaitu citra merek adalah jenis asosiasi yang muncul di benak konsumen ketika mengingat sebuah merek tertentu.

1. Favorability of brand associations yaitu keberhasilan perusahaan untuk menentukan posisi merek melalui keuntungan yang diberikan perusahaan sehingga terbentuk perilaku positif dari konsumen.

2. Strength of brand associations yaitu proses masuknya informasi kedalam ingatan konsumen dan bagaimana kekuatan dari asosiasi tersebut melekat sebagai sebuah citra merek.

3. Uniqueness of brand associations yaitu sistem penjualan yang unik yang dapat mengikat pembeli sebagai suatu alasan yang kuat untuk membeli merek tertentu.

Berdasarkan defenisi operasional yang telah diuraikan, maka peneliti merumuskan mekanisme penganalisaan variabel seperti pada Tabel 1.2.

Tabel 1.2.

Operasionalisasi Variabel

Variabel SubVariabel Indikator Skala

Pengukuran

Lokasi(X1) a. Kemudahan sarana

transportasi

b. Waktu untuk mencapai singkat

a. Kelengkapan produk

b. Keanekaragaman merek produk

c. Kelengkapan produk baru d. Kualitas produk

(20)

Variabel Sub variabel Indikator Skala pengukuran Harga (X3) a. Kesesuaian harga dengan

nilai barang

b. Pilihan harga beragam c. Penjualan secara kredit

Likert

Promosi (X4) a. Iklan menarik

b. Katalog lengkap dan menarik

c. Sering mengadakan undian berhadiah

Likert

Atmosfer dalam Gerai (X5)

a. Lampu penerangan dalam gerai

b. Temperatur udara c. Tata ruang gerai

d. Pemeragaan produk (display) e. Kebersihan

Likert

Retail Service

(X6)

a. Kemudahan pembayaran dengan kartu kredit

b. Tersedianya pusat informasi c. Pramuniaga cekatan dalam

bekerja

d. Pramuniaga ramah dalam melayani konsumen

e. Jumlah kassa memadai f. Jumlah trolley dan keranjang

a. Konsumen memilih

Hypermart karena harga yang terjangkau

b. Hypermart Sun Plaza sering

memberikan undian berhadiah

c. Hypermart Sun Plaza mengeluarkan katalog setiap seminggu sekali

d. Hypermart mengadakan program ”Cek Harga” dalam memposisikan merek bagi konsumen

Likert

(21)

3. Skala Pengukuran Variabel

Skala pengukuran yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala Likert, sebagai alat untuk mengukur sikap, pendapat, dan persepsi seseorang atau sekelompok orang tentang fenomena sosial (Sugiyono, 2004:86). Pada penelitian ini, skala Likert digunakan untuk mengukur sikap konsumen terhadap bauran pemasaran eceran dan citra merek.

Skala Likert yang digunakan untuk mengukur sikap terhadap bauran pemasaran eceran dan citra merek pada penelitian ini digunakan dengan lima tingkatan jawaban yang diberi skor (Sugiyono, 2004: 88), yaitu:

a. Skor 5 untuk jawaban sangat setuju b. Skor 4 untuk jawaban setuju

c. Skor 3 untuk jawaban kurang setuju d. Skor 2 untuk jawaban tidak setuju

e. Skor 1 untuk jawaban sangat tidak setuju

4. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Hypermart Sun Plaza Medan lantai empat, yang berlokasi di Jl. H Zainul Arifin No.7, Medan. Waktu penelitian dimulai dari bulan Mei sampai dengan Juni 2010.

5. Populasi dan Sampel

(22)

mana pernah atau sedang melakukan pembelian, minimal telah 2 kali berbelanja, dan telah berusia 17 tahun.

Menurut Supramono dan Haryanto (2003:63), alternatif formula yang digunakan untuk menentukan sampel pada populasi yang sulit diketahui (unidentified) adalah sebagai berikut:

2 p = estimasi proporsi populasi

q = 1-p

d = penyimpangan yang ditolerir

untuk memperoleh n (jumlah sampel) yang besar dan nilai p belum diketahui, maka dapat digunakan p = 0,5 dengan demikian, jumlah sampel yang mewakili populasi dalam penelitian ini adalah:

2

(23)

sedang melakukan pembelian, minimal telah 2 kali berbelanja, dan telah berusia 17 tahun, sebagai pelanggan dewasa yang dapat mengambil keputusan pembelian atau paling tidak mempengaruhi keputusan pembelian.

6. Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini dilihat dari sumber datanya berupa (Sugiyono, 2003:129):

a. Data primer, merupakan sumber data penelitian yang diperoleh secara langsung dari sumber asli. Dalam penelitian ini data diperoleh langsung dari responden dengan mengggunakan kuesioner yang disebarkan pada pengunjung Hypermart Sun Plaza Medan yang menjadi sampel.

b. Data sekunder, merupakan sumber data penelitian yang diperoleh oleh peneliti secara tidak langsung melalui media perantara (yang dicatat, diterbitkan oleh pihak lain). Data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari artikel yang sudah dipublikasikan, website, majalah, internet, dan dari organisasi, dalam hal ini perusahaan yang bersangkutan.

7. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Wawancara

(24)

b. Kuesioner

Teknik ini dilakukan dengan cara memberikan daftar pertanyaan kepada responden untuk dijawab. Jawaban tersebut selanjutnya diberi skor sesuai dengan skala Likert.

c. Studi dokumentasi

Teknik pengumpulan data dengan cara meninjau, membaca, dan mempelajari berbagai macam buku, artikel yang berhubungan dengan masalah yang diteliti.

8. Uji Validitas dan Reliabilitas

Sebuah instrumen dikatakan valid artinya instrumen tersebut dapat digunakan untuk mengukur apa yang seharusnya diukur. Hasil penelitian yang valid bila terdapat persamaan antara data yang terkumpul dengan data yang sesungguhnya terjadi pada obyek yang diteliti (Sugiyono, 2003: 109). Penelitian ini menggunakan alat kuesioner, karena itu uji validitas dilakukan untuk menguji data yang telah didapat setelah penelitian merupakan data yang valid atau tidak dengan menggunakan alat ukur kuesioner tersebut. Uji validitas dilakukan dengan menggunakan Software SPSS 14,0.

Kriteria dalam menentukan validitas suatu kuesioner adalah sebagai berikut:

Jika rhitung > rtabel, maka butir tersebut valid

Jika rhitung < rtabel, maka butir tersebut tidak valid

(25)

digunakan beberapa kali untuk mengukur obyek yang sama, akan menghasilkan data yang sama (Sugiyono, 2003: 109-110). Reliabilitas menunjukkan tingkat kestabilan, konsistensi dan atau kehandalan instrumen untuk menggambarkan gejala yang sebenarnya. Uji reliabilitas ini diukur dengan menggunakan bantuan aplikasi Software SPSS 14,0 for Windows, dengan ketentuan:

Jika ralpha positif dan lebih besar dari rtabel maka reliabel.

Jika ralpha negatif dan lebih kecil dari rtabel maka tidak reliabel.

Uji validitas dan reliabilitas akan dilakukan kepada 30 orang responden karena jumlah tersebut sudah dianggap memenuhi untuk uji validitas dan reliabilitas. Adapun responden ini di luar sampel dari penelitian, tetapi yang memiliki kriteria yang sama. Uji validitas dan reliabilitas ini akan dilakukan pada pengunjung Hypermart Grand Palladium.

9. Metode Analisis Data

Indikator yang menjadi ukuran masing-masing variabel dan pengujian terhadap instrumen penelitian telah dilakukan, setelah itu maka ditentukan metode analisis data yang disesuaikan dengan data yang tersedia. Tahapan analisis data meliputi:

a. Analisis Deskriptif

(26)

b. Uji Asumsi Klasik

Sebelum melakukan analisis regresi, agar dapat perkiraan yang tidak bias dan efisiensi maka dilakukan pengujian asumsi klasik yang harus dipenuhi, yaitu:

1. Uji Normalitas

Tujuan uji normalitas adalah untuk mengetahui apakah distribusi sebuah data mengikuti atau mendekati distribusi norml. Uji normalitas dilakukan dengan menggunakan pendekatan Kolmogrov Smirnov. Dengan menggunakan tingkat signifikan 5% maka nilai Asymp.sig. (2-tailed) di atas nilai signifikan 5% artinya variabel residual berdistribusi normal (Situmorang, 2008:62).

2. Uji Heteroskedastisitas

Adanya varians variabel independen adalah konstan untuk setiap nilai tertentu variabel independent (homokedastisitas). Model regresi yang baik adalah tidak terjadi heteroskedastisitas. Heteroskedastisitas diuji dengan menggunakan uji

Glejser dengan pengambilan keputusan jika variabel independen signifikan secara statistik mempengaruhi variabel dependen, maka ada nilai indikasi terjadinya heteroskedastisitas. Jika probabilitas signifikannya diatas tingkat kepercayaan 5% dapat disimpulkan model regresi tidak mengarah adanya heteroskedastisitas.

3. Uji Multikolinearitas

Artinya variabel independen yang satu dengan yang lain dalam model regresi berganda tidak saling berhubungan secara sempurna. Untuk mengetahui ada tidaknya gejala multikolinearitas dapat dilihat dari besarnya nilai Tolerance

dan VIF (Variance Inflation Factor) melalui program SPSS. Tolerance

(27)

independen lainnya. Nilai umum yang biasa dipakai adalah nilai Tolerance>1 atau nilai VIF < 5, maka tidak terjadi multikolinearitas (Situmorang, 2008:104).

c. Analisis Regresi Linear Berganda

Metode analisis kuantitatif yaitu metode yang digunakan untuk menyajikan data dalam bentuk angka. Data diolah secara statistik dengan menggunakan alat bantu program SPSS 14,0 for Windows. Penelitian ini menggunakan analisis regresi linear berganda yang menggunakan persamaan:

e

a. Pengujian Koefisien Regresi secara simultan (Uji F)

(28)

dependen. Secara serentak untuk membuktikan hipotesis awal tentang pengaruh bauran pemasaran eceran melalui variabel barang lokasi (X1), variabel merchandise (X2), variabel harga (X3), variabel promosi (X4), variabel atmosfer dalam gerai (X5), dan variabel retail service (X6) sebagai variabel bebas, terhadap citra merek (Y) sebagai variabel terikat.

Pengambilan keputusannya dengan membandingkan nilai F-hitung dengan nilai F-tabel. Bila nilai F-hitung lebih besar dari nilai F-tabel maka dapat disimpulkan bahwa variabel independen dalam model mempengaruhi variabel independen. Model hipotesis yang digunakan:

Ho : b1 = b2 = b3 = 0 artinya secara serentak tidak terdapat pengaruh

signifikan dari variabel bebas (X1,X2,X3) terhadap variabel terikat (Y). Ho : b1 ≠ b2 ≠ b3 ≠ 0 artinya secara serentak terdapat pengaruh yang

signifikan dari variabel bebas (X1,X2,X3) terhadap variabel terikat (Y). Adapun kriteria pengambilan keputusan:

Ho diterima jika F-hitung < F-tabel pada = 5%

Ho ditolak jika F-hitung > F-tabel pada  = 5%

b. Pengujian Koefisien Regresi secara parsial ( Uji – t )

(29)

Variabel independen dikatakan berpengaruh terhadap variabel dependen bisa dilihat dari probabilitas variabel independen dibandingkan dengan tingkat kesalahannya (). Jika probabilitas variabel independen lebih besar dari tingkat kesalahannya ( ) maka variabel independen tidak berpengaruh, tetapi jika probabilitas variabel independen lebih kecil dari tingkat kesalahannya () maka variabel independen tersebut berpengaruh terhadap varibel dependen.

Model pengujiannya adalah:

Ho : b1, b2 = 0, artinya variabel bebas secara parsial tidak berpengaruh

secara signifikan terhadap variabel terikat.

Ha : b1, b2 ≠ 0, artinya variabel bebas secara parsial berpengaruh

signifikan terhadap variabel terikat. Kriteria pengambilan keputusan:

Ho diterima bila t hitung< t tabel pada  = 5 %

Ho ditolak bila t hitung > t tabel pada  = 5 %

e. Pengujian Koefisien Determinasi (R ) 2

(30)

Jika determinan (R2) semakin besar atau mendekati satu, maka variabel bebas (X) terhadap variabel terikat (Y) semakin kuat.

(31)

BAB II

URAIAN TEORITIS

A. Penelitian Terdahulu

Penelitian terdahulu telah dilakukan oleh Dahmiri (2009) dalam tesisnya yang berjudul “Pengaruh Bauran Penjualan Eceran (Retailing Mix) terhadap Citra

Department Store ( Studi Pada Ramayana Department Store Kota Jambi ). Bertujuan untuk menganalisis pengaruh unsur bauran pemasaran eceran yang meliputi barang dagangan/produk, harga, lokasi, promosi, fasilitas fisik, pelayanan, dan wiraniaga terhadap citra merek Department Store Ramayana Kota Jambi. Populasi dalam penelitian ini adalah konsumen Ramayana Department Store Kota Jambi. Jumlah sampel yang digunakan adalah 100 orang. Adapun alat uji yang digunakan adalah analisis regresi linier berganda dengan menggunakan skala ordinal.

Pengujian atas hipotesis yang diajukan diperoleh kesimpulan bahwa terdapat pengaruh langsung positif dan signifikan variabel barang dagangan/produk (X1), harga (X2), lokasi (X3), promosi (X4), fasilitas fisik (X5), pelayanan (X6), dan wiraniaga (X7) berpengaruh signifikan terhadap citra merek (Y). Variabel yang memiliki pengaruh terbesar adalah variabel lokasi (X3) sebesar 3,556.

(32)

menentukan tingkat kepuasan super swalayan. Pada keenam faktor yang diukur untuk mengetahui citra merek konsumen, diketahui bahwa konsumen memiliki citra merek atau penilaian yang positif dengan kinerja super swalayan dalam memberikan pelayanan pada faktor keragaman produk, layanan toko, lokasi, dan promosi sedangkan pelanggan menilai negatif pada harga dan kinerja super swalayan dalam atmosfer toko. Penelitian ini menggunakan alat ukur analisis regresi linier berganda dengan menggunakan skala likert. Dari hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa secara keseluruhan konsumen super swalayan semarang memiliki citra yang negatif akan kinerja super swalayan. Namun demikian ada faktor dimana konsumen memiliki citra yang positif. Oleh karena itu disarankan kepada pihak super swalayan untuk memperbaiki dan meningkatkan kinerjanya dalam memenuhi kebutuhan konsumen agar konsumen memiliki citra yang positif. Sedangkan pada faktor dimana konsumen memiliki citra yang negatif hendaknya super swalayan dapat mempertahankan prestasinya dan lebih ditingkatkan lagi.

B. Perilaku Konsumen

(33)

menghabiskan produk atau jasa, termasuk proses keputusan yang mendahului dan menyusuli tindakan ini (Setiadi, 2003: 3).

Perilaku konsumen menurut Schiffman & Kanuk (Tjiptono, 2003: 40) adalah perilaku yang ditunjukkan oleh konsumen dalam mencari, membeli, menggunakan, mengevaluasi, dan menghentikan konsumsi produk, jasa, dan gagasan. Sehingga dapat dikatakan bahwa perilaku konsumen menyangkut perilaku seseorang dalam mendapatkan dan menghabiskan produk atau jasa, termasuk proses pengambilan keputusannya.

Perilaku konsumen menurut Kotler (2003:203), dapat dipahami melalui rangsangan pemasaran dan lingkungan yang masuk ke kesadaran pembeli, serta karakteristik pembeli dan proses pengambilan keputusannya, yang kemudian menghasilkan keputusan pembelian tertentu.

C. Perilaku Konsumen Dalam Ritel

(34)

Tahap Konsumsi Tahap Perilaku Contoh Perilaku

PREPURCHASE MembacaKoran,majalah,brosur

Mendengar iklan radio Menyaksikan iklan tv

Mendengarsalesman,teman,keluarga

Mengambil uang dari ATM Menggunakan kartu kredit

Menggunakan pinjamandari

bank

Mencari produk di dalam toko

PURCHASE Menemukan produk yang

dicari

Membawa produk ke kasir

Pembayaran dengan uang yang tersedia Membawa produk ke lokasi pemakaian

………

Menggunakan produk

Membuang sisa produk Pembelian ulang

USAGE

Memberi informasi kepada orang lainmengenai produk

Mengisi kartu garansi

Memberikan informasi lainnya kepada retailer

Gambar 2.1 Perilaku Konsumen dalam Ritel

(35)

D. Proses Pengambilan Keputusan

Suatu keputusan melibatkan pilihan alternatif. Pemasar biasanya tertarik pada perilaku konsumen, terutama pilihan mereka. Semua aspek pengaruh dan kognisi dilibatkan dalam pengambilan keputusan konsumen. Akan tetapi inti dari pengambilan keputusan konsumen adalah proses pengintegrasian yang mengkombinasikan pengetahuan untuk mengevaluasi alternatif-alternatif dan memilih salah satu diantaranya.

Proses Pengambilan Keputusan Pembelian

Gambar 2.2: Proses Pengambilan Keputusan Pembelian

Sumber: Setiadi, (2003 :16)

Secara rinci tahap-tahap ini dapat diuraikan sebagai berikut:

a. Pengenalan masalah, yaitu konsumen menyadari akan adanya kebutuhan. Konsumen menyadari adanya perbedaan antara kondisi sesungguhnya dengan kondisi yang diharapkan.

b. Pencarian Informasi, yaitu konsumen yang mulai timbul minatnya akan terdorong untuk mencari informasi yang lebih banyak lagi. Proses ini diperoleh dari bahan bacaan, bertanya pada teman ataupun melakukan kegiatan-kegiatan mencari yang lainnya.

c. Evaluasi alternatif, yaitu mempelajari dan mengevaluasi alternatif yang diperoleh melalui pencarian informasi untuk mendapatkan alternatif terbaik yang akan digunakan untuk melakukan keputusan pembelian.

d. Keputusan pembelian, yaitu melakukan keputusan untuk melakukan pembelian yang telah diperoleh dari evaluasi alternatif.

(36)

e. Perilaku pasca pembelian, yaitu keadaan dimana sesudah pembelian terhadap suatu produk atau jasa, maka konsumen akan mengalami beberapa tingkat kepuasan atau ketidakpuasan.

f. Kepuasan sesudah pembelian, yaitu setelah membeli suatu produk, seorang konsumen mungkin mendeteksi adanya suatu cacat. Beberapa pembeli tidak akan mengiginkan produk cacat tersebut, yang lainnya akan bersifat netral dan beberapa bahkan mungkin melihat cacat itu sebagai sesuatu yang meningkatkan nilai dari produk. Kepuasan pembeli merupakan fungsi dari dekatnya antara harapan dari pembeli tentang produk dan kemampuan dari produk tersebut.

g. Tindakan-tindakan sesudah pembelian, yaitu kepuasan atau ketidakpuasan konsumen pada suatu produk akan mempengaruhi tingkah laku berikutnya. Jika konsumen merasa puas, maka ia akan memperlihatkan kemungkinan yang lebih tinggi untuk membeli produk itu lagi. Konsumen yang tidak puas akan mengambil satu atau dua tindakan. Mereka mungkin akan mengurangi ketidakcocokannya dengan meninggalkan atau mengembalikan produk tersebut, atau mereka mungkin berusaha mengurangi ketidakcocokan tersebut dengan mencari informasi yang mungkin mengkonfirmasikan produk tersebut sebagai bernilai tinggi.

(37)

petunjuk bahwa produk tersebut kurang memuaskan dan konsumen tidak akan menjelaskan hal-hal yang baik dari produk tersebut kepada orang lain. Bila mereka menjual atau menukar produk, maka ini berarti penjualan produk berikutnya akan menurun. Apabila mereka membuangnya, terutama bila dapat merusak lingkungan seperti susu kaleng, minuman ringan dan popok bayi yang tahan lama. Pada akhirnya, pemasar perlu mempelajari pemakaian dan pembuangan produk untuk mendapatkan isyarat-isyarat dari masalah-masalah dan peluang-peluang yang mungkin ada.

E. Bauran Pemasaran Ritel

a. Pengertian Bisnis Ritel

Kotler dan Armstrong (2003: 51) mendefinisikan bisnis ritel sebagai kegiatan yang menyangkut penjualan barang atau jasa secara langsung kepada konsumen untuk penggunaan pribadi dan nir-bisnis. Bisnis ritel tidak hanya menjual produk-produk di toko (store retailing) tetapi juga di luar toko (nonstore retailing).

(38)

Ada 4 fungsi utama bisnis ritel: a. Membeli dan menyimpan barang

b. Memindahkan hak milik barang tersebut kepada konsumen akhir

c. Memberikan informasi mengenai sifat dasar dan pemakaian barang tersebut d. Memberikan kredit kepada konsumen (dalam kasus tertentu).

Peritel perorangan atau peritel kecil memiliki jumlah gerai bervariasi, mulai dari satu gerai hingga beberapa gerai. Gerai dalam segala bentuknya berfungsi sebagai tempat pembelian barang dan jasa, yaitu dalam arti konsumen datang ke gerai untuk melakukan transaksi belanja dan membawa pulang barang atau menikmati jasa. Kata ”gerai” merujuk pada tempat di mana seseorang dapat membeli barang atau jasa dan merupakan terjemahan dari kata outlet. Gerai-gerai dari peritel kecil terdiri atas dua macam, yaitu gerai tradisional dan gerai modern (Ma’ruf, 2005:71).

b. Gerai Tradisional

Gerai tradisional adalah gerai yang telah lama beroperasi di Indonesia, yaitu berupa: warung, toko, dan pasar. Warung biasanya berupa bangunan sederhana yang permanen, semi permanen, atau pun kayu seluruhnya. Warung menjual barang-barang kebutuhan sehari-hari (Ma’ruf, 2005:72).

(39)

Pasar adalah pusat belanja versi tradisional. Di setiap kota, ibukota kecamatan, sampai pada tingkat desa, pasar dapat ditemukan. Dalam suatu pasar tersedia berbagai gerai dengan segala macam produk yang diperlukan masyarakat, dari barang kebutuhan sehari-hari hingga produk tahan lama.

c. Gerai Modern

Gerai modern mulai beroperasi awal 1960-an di Jakarta. Arti modern disini adalah penataan barang menurut keperluan yang sama dikelompokkan di bagia yang sama yang dapat dilihat dan diambil langsung oleh pembeli penggunaan alat pendingin udara, dan adanya pramuniaga profesional.

Modernisasi bertambah meluas pada dasawarsa 1970-an. Supermarket mulai diperkenalkan pada dasawarsa ini. Konsep one-stop shopping mulai dikenal pada tahun 1980-an. Kemudian konep one-stop shopping ini mulai digantikan oleh istilah pusat belanja. Banyak orang yang mulai beralih ke gerai modern seperti pusat belanja ini untuk berbelanja.

Jenis-jenis gerai modern:

1. Minimarket: terjadi pertumbuhan sebanyak 1.800 buah selama kurun waktu sepuluh tahun sampai tahun 2002. Luas ruang minimarket adalah antara 50m2 sampai dengan 200m2.

(40)

3. Specialty Store : sebagian maasyarakat lebih menyukai belanja di toko di mana pilihan produk tersedia lengkap sehingga tidak harus mencari lagi di toko lain. Keragaman produk disertai harga yang bervariasi dari yang terjangkau hingga yang premium membuat specialty store unggul.

4. Factory Outlet

5. Distro atau distribution outlet.

6. Supermarket : supermarket kecil mempunyai luas ruang antara 300m2 sampai 1.100m2, sedangkan supermarket besar mempunyai luas ruang antara 1.100m2 sampai 2.300m2.

7. Department Store : atau toserba (toko serba ada), gerai jenis ini mempunyai ukuran luas ruang yang beraneka, mulai dari beberapa ratus m2, hingga 2.000m2-3.000m2.

8. Perkulakan atau gudang rabat (semacam warehouse club). 9. Superstore : mulai 2.300m2 sampai 4.700m2.

10. Hypermarket : luas ruang di atas 5.000m2.

11. Pusat belanja yang terdiri atas dua macam : mal dan trade centre. Mal memuat banyak gerai mulai dari toko biasa sampai supermarket, department store, amusement center, dan foodcourt. Trade center mirip mal tetapi tidak memiliki ruang publik seluas mal dan biasanya tidak tersedia department store dan amusement store.

(41)

mempromosikan, dan menyampaikan barang/jasa mereka kepada kelompok konsumen mereka. Hal ini menjadi penyebab munculnya bauran pemasaran ritel. Yang terdiri dari unsur lokasi, merchandising, harga, promosi, atmosfer dalam gerai, dan retail service.

1. Lokasi

Lokasi adalah faktor yang sangat penting dalam bauran pemasaran ritel. Pada lokasi yang tepat, sebuah gerai akan lebih sukses diandingkan gerai kainnya yang berlokasi kurang strategis, meskipun keduanya menjual produk yang sama, oleh pramuniaga yang sama banyak dan terampil, dan sama-sama punya penataan yang bagus.

Beberapa jenis gerai yang berbeda seperti supermarket, department store, toko asesori rumah, toko fashion, dapat berkumpul di suatu area perdagangan ritel seperti mal atau pusat bisnis. Masing-masing mendapatkan pembeli dari segmen yang sesuai dengan incaran mereka. Hal itu dimungkinkan setelah masing-masing peritel mempelajari karakteristik mal atau pusat perbelanjaan yang bersangkutan dari berbagai aspeknya-seperti luas dan kepadatan wilayah/area yang dilayaninya, kelas sosial ekonomi penduduk, luas mal/pusat perbelanjaan, kondisi lalu lintas, sarana transportasi umum. Berbagai informasi tersebut akan mendatangkan informasi tentang bannyaknya kinjungan masyarakat ke mal setiap harinya dan perkiraan belanja.

Pemilihan tempat atau lokasi memerlukan pertimbangan cermat terhadap beberapa faktor berikut:

(42)

b. Visibilitas, yaitu lokasi atau tempat yang dapat dilihat dengan jelas dari jarak pandang normal.

c. Lalu-lintas (traffic), menyangkut dua pertimbangan utama berikut:

1. banyaknya orang yang lalu lalang bisa memberikan peluang besar terhadap terjadinya impulse buying, yaitu keputusan pembelian yang seringkali terjadi spontan, tanpa perencanaan, dan/atau tanpa melalui usaha-usaha khusus.

2. kepadatan dan kemacetan lalu-lintas bisa pula menjadi habatan, misalnya terhadap pelayanan kepolisian, pemadam kebakaran, atau ambulans.

d. Tempat parkir yang luas, nyaman, dan aman, baik untuk kendaraan roda dua maupun roda empat.

e. Ekspansi, yaitu tersedia tempat yang cukup luas untuk perluasan usaha di kemudian hari.

f. Lingkungan, yaitu daerah sekitar yang mendukung jasa yang ditawarkan. g. Kompetisi, yaitu lokasi pesaing

h. Peraturan pemerintah, misalnya ketentuan yang melarang bengkel kendaraan bermotor terlalu berdekatan dengan pemukiman penduduk.

2. Merchandise

Produk-produk yang dijual peritel dalam gerainya, disebut merchandise, adalah salah satu dari unsur bauran pemasaran ritel.

(43)

a. Manajemen Merchandise

Manajemen merchandise, atau pengelolaan merchandise berkaitan dengan pembelian atau pembelanjaan, penanganan, dan keuangannya. Hal-hal yang berkenaan dengan manajemen merchandise adalah (Ma’ruf, 2005:138):

1. Target Market

Untuk pengelolaan merchandise yang optimal, peritel harus mengetahui segmen konsumen yang dituju, misalnya segmen berdasarkan usia (tua, muda), kelas sosial (atas, menengah, bawah), perilaku (berhemat, suka berbelanja), status (berkeluarga, lajang), gaya hidup (pencari hiburan, kelompok modis, orang-orang praktis).

2. Jenis Gerai

Pengadaan dan persediaan merchandise disesuaikan dengan jenis gerai. Misalnya department store akan memiliki keragaman kategori produk yang ditawarkannya banyak dan masing-masing lengkap dengan itemnya. Kualitas barang yang ditawarkannya bervariasi dari yang rata-rata hingga yang berkelas. Hypermarket sebagai gerai raksasa menawarkan ragam kategori yang lengkap hingga mencakup juga produk kesehatan dan kecantikan.

3. Lokasi di mana gerai berada

(44)

4. Value Chain

Peritel-peritel kecil dengan gerai minimarket yang bergabung dalam suatu kelompok memiliki peluang lebih baik dibandingkan peritel-peritel kecil lainnya yang mandiri, yaitu jaminan penyediaan barang secara berkesinambungan.

5. Kemampuan pemasok

Kemampuan pemasok mengirim barang akan memengaruhi jenis barang yan dijual oleh peritel. Pemasok yang ideal adalah yang mampu mengirim barang sesuai jumlah, jenis, harga, dan harga yang diminta peritel. Permintaan peritel disini tentunya yang wajar sesuai dengan norma pasar yang berlaku.

6. Biaya

Biaya pembelian barang dari pemasok akan menjadi komponen harga pokok penjualannya peritel. Jika ada dua barang yang berkualitas sama dan sama-sama dapat disediakan secara berkesinambungan tetapi yang satu lebih mahal dari yang juga harus disertai harga yang stabil supaya daya saing peritel tetap terjaga.

7. Kecenderungan mode produk lainnya tentu peritel akan memilih yang lebih murah. Kesinambungan pengiriman antisipasi atas perubahan fitur produk perlu dimiliki oleh peritel. Terdapat produk yang amat cepat berubah seperti pakaiannya dan perlengkapannya dan ada produk yang tidak berubah namun disiasati pembungkusan/pengepakannya.

(45)

membutuhkan proses evaluasi lebih dibandingkan dengan saat membeli consumer good seperti pakaian), atau impulse good (yaitu pembelian barang dagangan yang sering kali tanpa rencana). Dengan demikian karakteristik barang dagangan seperti (hard, soft, basic, fashion) akan membantu ritel untuk menentukan bagaimana membangun citra dan reputasi bisnisnya.

3. Harga

Harga sebenarnya merupakan salah satu faktor yang harus dikendalikan secara serasi dan selaras dengan tujuan yang ingin dicapai oleh perusahaan. Segala keputusan yang bersangkutan dengan harga akan sangat mempengaruhi beberapa aspek kegiatan suatu usaha, baik yang bersangkutan dengan kegiatan penjualan, atau pun aspek keuntungan yang ingin dicapai oleh suatu usaha. Ini berarti harga menggambarkan nilai uang sebuah barang dan jasa.

Menurut Kotler dan Armstrong (2001:439) harga adalah jumlah dari nilai yang ditukar konsumen atas manfaat-manfaat karena memiliki atau menggunakan produk/jasa.

Bagi perusahaan, penetapan harga suatu barang dan jasa memberikan pengaruh yang tidak sedikit, karena:

a. Harga merupakan penentu bagi permintaan pasar

b. Harga dapat mempengaruhi posisi persaingan suatu usaha

c. Harga akan memberikan hal yang maksimal dengan menciptakan sejumlah pendapatan dan keuntungan bersih.

(46)

a. Tujuan berorientasi pada laba. Asumsi teori ekonomi klasik menyatakan bahwa setiap perusahaan selalu memilih harga yang menghasilkan laba paling tinggi (maksimalisasi laba).

b. Tujuan berorientasi pada volume. Harga ditetapkan sedemikian rupa agar dapat mencapai target volume penjualan, nilai penjualan atau pangsa pasar.

c. Tujuan berorientasi pada citra. Perusahaan dapat menetapkan harga yang tinggi untuk membentuk atau mempertahankan citra prestisius. Sementara harga yang rendah digunakan untuk membentuk citra tertentu.

d. Tujuan stabilitas harga. Tujuan stabilitas harga dilakukan dengan jalan menetapkan harga untuk mempertahankan hubungan yang stabil. Harga dapat pula ditetapkan dengan tujuan mencegah masuknya pesaing, mempertahankan loyalitas pelanggan, mendukung penjualan ulang produk. Menurut Simamora (2001:200), langkah-langkah yang dapat dilakukan dalam penetapan harga adalah:

a. Analisis keadaan pasar, yakni memahami hubungan permintaan dan harga, karena perubahan harga dapat memberikan pengaruh besar terhadap permintaan.

b. Identifikasi faktor-faktor pembatas adalah faktor yang membatasi perusahaan dalam menetapkan harga.

c. Menetapkan sasaran yang menjadi sasaran umum adalah memperoleh keuntungan untuk harga harus lebih tinggi dari biaya rata-rata operasional. d. Analisis potensi keuntungan. Suatu usaha perlu mengetahui beberapa

(47)

e. Penentuan harga awal harus disepakati bahwa harga awal bagi produk baru yang pertama kali diluncurkan berdasarkan kesepakatan bersama.

f. Penetapan harga disesuaikan dengan keadaan lingkungan yang selalu berubah, oleh karena itu, harga harus disesuaikan.

4. Promosi

Menurut Lupoyadi (2001:10) promosi adalah salah satu variabel dalam bauran pemasaran yang sangat penting dilaksanakan oleh perusahaan dalam memasarkan prosuk atau jasa.

Kegiatan promosi bukan saja berfungsi sebagai alat komunikasi antara perusahaan dengan konsumen, melainkan juga untuk mempengaruhi konsumen dalam kegiatan pembelian/penggunaan jasa sesuai dengan keinginan dan kebutuhannya.

Perusahaan harus mengkoordinasi unsur-unsur dalam bauran promosi, kemudian mengkoordinasikan promosi dengan unsur-unsur dalam bauran pemasaran agar mencapai pasar sasaran dan memenuhi tujuan perusahaan secara keseluruhan.

Beberapa alasan para pemasar melakukan promosi (Simamora, 2001:754-755):

a. Menyediakan informasi b. Merangsang permintaan c. Membedakan produk

d. Mengingatkan para pelanggan saat ini e. Menghadang pesaing

(48)

5. Atmosfer dalam Gerai

Suasana atau atmosfer dalam gerai berperan penting memikat pembeli, membuat nyaman pembeli dalam memilih barang belanjaan, dan mengingatkan pembeli produk apa yang perlu dimiliki baik untuk keperluan pribadi maupun untuk keperluan rumah tangga. Suasana yang dimaksud adalah dalam arti atmosfer dan ambience yang tercipta dari gabungan unsur-unsur desain toko/gerai, perencanaan toko, komunikasi visual, dan merchandising.

Ada dua macam perilaku berbelanja yang menjadi titik perhatian peritel dalam rangka menyiapkan suasana dalam gerai yang sesuai. Pertama adalah kelompok yang berorientasi ”belanja adalah belanja”. Kelompok ini lebih mementingkan aspek fungsional. Meskipun demikian, syarat minimal gerai yang kelompok ini pilih adalah yang tertata baik, bersih, dan berpendingin udara. Tetapi soal daya tarik visual dan fasilitas tambahan bukanlah hal yang penting bagi kelompok ini.

Sedangkan bagi kelompok kedua, yaitu orang-orang yang berorientasi ”rekreasi”, faktor ambience, visual merchandising, dan fasilitas-fasilitas yang lengkap menjadi aspek penentu dalam keputusan mereka mengunjungi suatu pusat perbelanjaan. Dikaitkan dengan perilaku konsumen Indonesia, maka kebanyakan mereka saat ini berorientasi rekreasi. Sehingga menjadi semacam keharusan bagi semua peritel dan pemilik pusat perbelanjaan untuk mendandani tempat belanja dengan semenarik mungkin (Ma’ruf, 2005:202).

Atmosfer dan ambience dapat tercipta melalui aspek-aspek berikut ini: 1. Visual, yang berkaitan dengan pandangan : warna, brightness (terang

(49)

2. Tactile, yang berkaitan dengan sentuhan tangan atau kulit : softness, smoothness, temperatur.

3. Olfactory, yang berkaitan dengan bebauan/aroma : scent, freshness.

4. Aural, yang berkaitan dengan suara : volume, pitch, tempo.

Penyajian merchandise berkenaan dengan teknik penyajian barang-barang dalam gerai untuk menciptakan situasi dan suasana tertentu. Penyajian

merchandise sering kali dikaitkan dengan teknik visual merchandising. Teknik penyajian berupa cara-cara menyajikan atau men-display barang-barang. Sedangkan visual merchandising adalah gabungan unsur-unsur desain lingkungan toko, penyajian merchandise, dan komunikasi dalam toko.

Salah satu contoh visual marketing adalah display harga, khususnya harga yang menciptakan citra ritel dan suasana ritel di benak pelanggan. Harga yang didiskon diletakkan pada tempat yang tepat dan dalam ukuran huruf yang cukup besar akan menarik perhatian. Penempatan konter kasir juga turut menentukan. Toko yang berbasis diskon menempatkan konter kasir di tempat yang mudah terlihat dari segala arah dalam gerai. Sementara toko bergengsi akan menempatkan konten kasir secara agak tersembunyi, misalnya akan ke belakang atau di balik tiang.

Teknik penyajian atau teknik display adalah sebagai berikut:

1. Display terbuka, yaitu penataan yang dimaksudkan untuk menciptakan kedekatan antara konsumen dan merchandise. Konsumen cenderung berhenti untuk melihat dan menyentuh sehingga kemungkinannya mereka berbelanja menjadi meningkat.

(50)

3. Display lengkap, yaitu menyajikan secara lengkap produk-produk yang saling berkaitan dan saling mendukung.

4. Display tema, yaitu memperagakan produk yang dikaitkan dengan tema-tema yang sedang berlangsung dan diciptakan untuk memproyeksikan suasana terkait.

5. Display gaya hidup, ini berkaitan dengan segmen pasar tertentu yang menjadi target peritel.

6. Display terkoordinasi, yaitu suatu display yang melengkapi item utama yang di-display dengan item-item terkait sehingga membentuk suatu rangkaian yang lengkap dan utuh.

7. Display yang didominasi kategori produk, yaitu display yang mencakup segala ukuran, segala warna atau jenis gunanya untuk memberi kesan peritel yang bersangkutan memiliki keragaman dan kedalaman kategori produk yang dijualnya.

8. Power aisles, yaitu sedikit item tetapi dalam jumlahnya besar ditempatkan di suatu gang untuk memberi kesan bahwa harga item itu rendah.

9. Nama atau konsesi, yaitu display yang menawarkan koleksi produk merek tertentu atau merek private.

10. Display lemari, semacam rak barang tapi untuk jenis seperti CD musik, buku, barang-barang besar.

11. Display keaslian packaging, yaitu kotak atau dus tempat barang yang dipotong sebagiannya dan dijadikan sebagai display.

(51)

6. Retail Service

Retail service bertujuan memfasilitasi para pembeli saat mereka berbelanja di gerai. Hal-hal yang dapat memfasilitasi para pembeli terdiri atas layanan pelanggan, personal selling, layanan transaksi berupa cara pembayaran yang mudah, layanan keuangan berupa penjualan dengan kredit, dan fasilitas-fasilitas seperti contoh toilet, tempat mengganti pakaian bayi, food court, telepon umum, dan sarana parkir.

a. Pengertian layanan

Layanan adalah setiap kegiatan atau manfaat yang ditawarkan suatu pihak yang pada dasarnya tidak berwujud dan tidak mengakibatkan kepemilikan apapun. Produksi layanan bisa berhubungan dengan produk fisik maupun tidak (Simamora, 2001:172). Pelayanan diberikan sebagai tindakan atau perbuatan sesorang atau organisasi unutk memberikan kepuasan kepada pelanggan. Tindakan tersebut dapat dilakukan melalui cara langsung melayani pelanggan.

Faktor utama dari pelayanan adalah kesiapan sumber daya manusia dan melayani pelanggan atau calon pelanggan. Oleh karena itu, sumber daya manusia perlu dipersiapkan secara matang sebelumnya hingga mampu memberikan pelayanan yang optimal kepada calon pelanggannya.

b. Jenis-jenis Pelayanan

1. Costumer service:

(52)

b. Personel shopper, yaitu staf perusahaan ritel yang melayani pembeli melalui telepon dan menyiapkan barang pesanan yang nantinya tinggal di ambil oleh pelanggan.

2. Terkait fasilitas gerai

a. Jasa pengantaran (delivery) b. Gift wrapping

c. Gift certificates (voucher)

d. Jasa pemotongan pakaian jadi (atau perbaikan) e. Cara pembayaran dengan credit card atau debit card

f. Fasilitas tempat makan (food corner) g. Fasilitas kredit

h. Fasilitas kenyamanandan keamanan berupa tangga jalan dan tangga darurat.

i. Fasilitas telepon dan mail orders

j. Lain-lain, seperti fasilitas kredit 3. Terkait jam operasional toko

a. Jam buka yang panjang atau buka 24 jam 4. Fasilitas-fasilitas lain

a. Ruang/ lahan parkir b. Gerai laundry

(53)

F. Citra Merek (Brand Image)

1. Merek

Merek adalah suatu nama, simbol, atau desain, atau kombinasi dari semuanya yang mengidentifikasikan pembuat atau penjual produk dan jasa tertentu (Kotler, 2004:349).

Menurut Aaker (1997:9), merek adalah nama atau simbol yang bersifat membedakan (seperti sebuah logo, cap, kemasan) dengan maksud mengidentifikasikan barang atau jasa dari seorang penjual atau sebuah kelompok penjual tertentu. Dengan demikian, suatu merek membedakannya dari barang dan jasa yang dihasilkan oleh kompetitor.

Lamb(2001:423) mengungkapkan bahwa ciri-ciri dari nama merek yang efektif, yaitu:

a. Mudah diucapkan b. Mudah dikenali c. Mudah diingat d. Pendek/singkat e. Berbeda atau unik

f. Menggambarkan manfaat dari produk g. Mempunyai konotasi yang positif h. Memperkuat citra yang diinginkan

2. Citra

Menurut Kotler (1997:607): ”image is the set of beliefs, ideas, and impressions that a person holds regarding an object. People’s attitudes and

(54)

adalah suatu rangkaian dari kepercayaan, ide, dan kesan-kesan yang dimiliki seseorang mengenai suatu objek tertentu.

Menurut William J. Stanton (dalam Setiadi, 2003:160), persepsi dapat didefenisikan sebagai makna yang kita pertalikan berdasarkan pengalaman masa lalu serta stimuli (rangsangan-rangsangan) yang kita terima melalui lima indera. Sedangkan Webster (dalam Setiadi, 2003:160) menyatakan bahwa persepsi adalah proses bagaimana stimuli-stimuli itu diseleksi, diorganisasi, dan diinterpretasikan. Dengan adanya persepsi maka seseorang akan mempunyai gambaran tersendiri terhadap produk yang berbeda dengan orang lain. Motif seseorang untuk berperilaku seringkali didasarkan dari persepsi yang mereka rasakan, bukan berdasarkan fakta atau realitas yang mereka lihat. Persepsi dapat diartikan sebagai ”Proses dimana seseorang individu memilih, mengorganisasi dan menginterpretasikan stimulus ke dalam gambaran tentang dunia sekelilingnya yang bermakna dan saling berkaitan (Schiffman dan Kanuk, 2000:122)”. Persepsi sebagai suatu proses, dimana sesorang menyeleksi, mengorganisasikan, dan mengiterpretasikan stimuli ke dalam gambaran dunia yang berarti dan menyeluruh (Simamora,2002:102).

3. Citra Merek (Brand Image)

Brand image merupakan keseluruhan persepsi terhadap suatu merek yang dibentuk dengan memproses informasi dari berbagai sumber setiap waktu. Brand image dibangun berdasarkan pemikiran ataupun pengalaman yang dialami seseorang terhadap merek yang bersangkutan (Setiadi, 2003:180).

(55)

keseluruhan dari persepsi konsumen mengenai merek tersebut, atau bagaimana cara mereka memandangnya yang mungkin tidak serupa dengan identitas merek.

Berdasarkan beberapa pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa citra merek adalah sekumpulan asosiasi yang dipersepsikan oleh konsumen terhadap merek tertentu. Brand Image dapat disampaikan melalui setiap sarana komunikasi yang tersedia.

Faktor-faktor yang membentuk citra merek dalam kaitannya dengan asosiasi merek menurut Keller (2004:71) adalah:

1. Favorability of brand associations

Keberhasilan suatu program pemasaran tercermin dalam kemampuan menganalisis konsumen dan kompetisi untuk menentukan posisi yang optimal untuk merek, sehingga pembeli percaya bahwa merek yang mempunyai atribut dan keuntungan tersebut akan dapat memuaskan kebutuhan dan keinginan mereka sehingga terbentuklah sebuah perilaku positif terhadap merek tersebut secara keseluruhan.

2. Strength of brand associations

(56)

3. Uniqueness of brand associations

Inti dari penempatan merek adalah merek mempunyai keuntungan

kompetitif (persaingan) yang dapat dipertahankan atau proporsi penjualan yang unik yang dapat mengikat pembeli sebagai suatu alasan yang kuat untuk membeli merek tertentu. Perbedaan ini dapat disampaikan langsung secara eksplisit dengan membuat perbandingan dengan pesaing, atau mungkin akan disampaikan secara implisit dengan menyatakan persaingan tertutup.

Suatu brand image dibangun dengan menciptakan citra dari suatu produk. Konsumen bersedia membayar lebih tinggi dan menganggapnya berbeda karena

brand ini memancarkan asosiasi citra tertentu. Para perancang image dari brand

berusaha memenuhi hasrat konsumen untuk menjadi bagian dari kelompok sosial tertentu yang lebih besar dan dipandang terhormat oleh orang lain, atau untuk mendefenisikan diri menurut citra yang diinginkannya. Brand image menjadi pilihan pada saat persaingan sudah menjadi taraf dimana produk-produk yang ditawarkan sudah tidak lagi memiliki perbedaan yang berarti (

(57)

BAB III

GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

A. Sejarah berdirinya perusahaan

PT. Matahari Putra Prima, Tbk (MPP) didirikan pada tahun 1954 oleh Hari Darmawan. Pada awalnya, MPP hanya memfokuskan bisnisnya pada Matahari Department Store (MDS) yang menjual berbagai jenis pakaian. Kemudian, MPP mengembangkan bisnisnya menjadi beberapa unit bisnis, yaitu: 1. Matahari Supermarket (MSM)

Merupakan unit bisnis yang menjual berbagai macam kebutuhan rumah tangga, seperti bahan makanan, minuman, barang pecah belah, perlengkapan rumah tanga lainnya.

2. Boston Drugs Pharmacy

Merupakan unit bisnis yang menjual berbagai obat-obatan medis dan alat bantu bagi yang sakit, misalnya kursi roda.

3. Cut Price

Unit bisnis yang menjual berbagai kebutuhan dengan harga yang lebih murah, namun dengan fasilitas dan layanan yang lebih minim.

4. Hypermart

Perusahaan ritel dengan skala yang lebih besar dengan jumlah item yang lebih banyak.

5. Timezone

Merupakan pusat bermain bagi anak-anak maupun keluarga.

(58)

Grand Palladium pada 1 Desember 2005 dan pada 26 Januari 2006 Hypermart membuka lagi gerainya di Sun Plaza Medan. Dan sampai dengan tahun 2006, Hypermart yang mempunyai motto” Low Prices and More,,,”, telah memiliki 27 unit gerai yang tersebar di berbagai wilayah di Indonesia, dengan head office di Karawaci, Tangerang.

B. Visi dan Misi Perusahaan

1. Visi Hypermart Sun Plaza Medan

Hypermart Sun Plaza Medan mempunyai visi sebagai berikut: “ Penuh Kasih dan antusias akan membawa Hypermart Sun Plaza Medan menjadi yang salah satu yang terbaik dari sisi kinerja”.

2. Misi Hypermart Sun Plaza Medan a. Misi Internal

1. Hypermart Sun Plaza akan menjadi salah satu pilihan utama tempat berblanja bagi warga Medan secara universal, dengan focus kepada

costumer middle(menengah) dan middle-up(atas).

2. Hypermart Sun Plaza merupakan sebuah tempat proses transformasi yang dapat menjadi framework, landasan berfikir dan bekerja secara efektif dan efisien dalam menempatkan diri, mengembangkan organisasi, sistem, strategi, taktik dan komunikasi sehingga seluruh SDM dan pihak terkait dapat bekerja secara penuh hati dan jiwa.

(59)

pemenang yangmemiliki jiwa entrepreneurship(jiwa wirausaha) untuk diimplementasikan.

b. Misi Eksternal

“Hypermart Sun Plaza Medan turut berperan serta untuk memajukan lingkungan sekitar Hypermart melalui pembinaan UKM, pelatihan kewirausahaan dan pelatihan lainnya untuk mengembangkan kepribadian positif dan ekonomi kerakyatan”.

C. Struktur Organisasi

1. Head of Store Operation

Bertanggung jawab secara operasional atas keseluruhan gerai Hypermart yang ada di Indonesia.

2. Regional Manager

Bertanggung jawab atas suatu regional atau wilayah, yang terbagi atas 3 wilayah/ regional, yaitu:

a) regional A (wilayah Barat) b) regional B (wilayah Tengah) c) regional C (wilayah Timur)

3. Store Manager

(60)

4. Divisi Manager

Divisi manager bertanggung jawab atas divisinya masing-masing, misalnya menganalisis jumlah penjualan, target penjualan, penurunan penjualan, dan sebagainya. Masing-masing divisi manager membawahi beberapa department manager.

Hypermart Sun Plaza Medan mempunyai 3 divisi, yaitu:

1) Divisi Groceries

Membawahi Department Groceries Food/ Drink dan Department Health Beauty Care (HBC).

2) Divisi General Merchandise

Membawahi Department Electronic, Department Bazaar Do It Yourself (DIY), Department Bazaar Household, Department Softline Man/Ladies,

dan Department Softline Baby/ Child.

3) Divisi Fresh

Membawahi Department Produce, Department Dairy Frozen, Department Fish/ Meat, Department Ready To Eat (RTE), dan

Department Bakery.

5. Department Manager

Bertanggung jawab atas department-nya masing-masing dan membawahi beberapa Team Leader dan Staff. Hypermart Sun Plaza mempunyai 18 department, 13 diantaranya dbawahi pula oleh beberapa divisi, namun ada 5 department yang langsung dibawahi oleh Store Manager, yaitu:

a) Department Supporting

(61)

c) Department Front-End

d) Department Back-End

e) Department Loss Prevention (LP)

6. Team Leader

Merupakan pemimpin dari beberapa staff pada suatu department. 7. Staff

Karyawan yang melaksanakan operasionalisasi perusahaan.

Gambar

Tabel 1.1  Omset Peritel Hypermarket, 2008 (Rp Triliun)
Gambar 1.1 Kerangka Konseptual Sumber : Hendri Ma’ruf (2005), Kevin Lane Keller (2004), diolah penulis (2010)
Tabel 1.2.  Operasionalisasi Variabel
Gambar 2.1 Perilaku Konsumen dalam Ritel Sumber : Peter dan Olson dalam Simamora(2003), diolah penulis (2010)
+7

Referensi

Dokumen terkait

PT Sorini Towa Berlian Corp, Departemen Keuangan, PT Holcim Indonesia, Warbis Rasuna, Commonwealth Life, PT Produksi Bersih Benefi ta, Putra Property, PT Great Eastern Life

1) Terdapat 2 temuan baru variabel penataan pedagang kaki lima (PKL) Pada Koridor Jalan Pasar Besar Kota Malang yakni Variabel Modal Usaha dan Variabel Fasilitas

Usaha untuk meningkatkan produksi tanaman jagung pada lahan kering marjinal khususnya pada tanah ultisol dapat dilakukan dengan penerapan teknologi seperti penggunaan benih

Dari hasil analisis didapatkan kurva karakteristik pengeringan lapis tipis biji kemiri dengan laju pengeringan menurun dan hubungan ln MR (% db) dengan waktu t

Peserta diwajibkan mengikuti workshop fasilitasi program dan menyerahkan Laporan Akhir serta Artikel Ilmiah program Rancang Bangun Teknologi Mahasiswa masing-masing

1) Produk ikan segar yang paling penting untuk dikendalikan dalam sistem penyediaan produk ikan segar di Giant, Botani Square yaitu udang jerbung dan udang

Jika dalam proses kehidupan rumah tangganya terjadi permasalahan, mereka bisa menghadapinya dengan tenang karena suami istri tersebut memegang janji

Dari hasil observasi yang dilakukan oleh observer, diketahui bahwa guru telah melaksanakan berbagai kegiatan dalam pembelajaran dengan baik yang meliputi hal