• Tidak ada hasil yang ditemukan

Keanekaragaman Jenis Burung Pada Habitat Terbuka dan Tertutup di Kawasan Taman Nasional...

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Keanekaragaman Jenis Burung Pada Habitat Terbuka dan Tertutup di Kawasan Taman Nasional..."

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

KEANEKARAGAMAN JENIS BURUNG PADA HABITAT

TERBUKA DAN TERTUTUP DI KAWASAN TAMAN

NASIONAL GUNUNG LEUSER PROVINSI SUMATERA UTARA

Oleh :

Rahmawaty

Dolly Priyatna

Taufiq Siddiq Azvy

DEPARTEMEN KEHUTANAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2006

(2)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan segala rahmat dan karunia-Nya sehingga KARYA TULIS ini berhasil diselesaikan. Judul yang dipilih adalah “KEANEKARAGAMAN JENIS BURUNG PADA HABITAT TERBUKA DAN TERTUTUP DI KAWASAN TAMAN NASIONAL GUNUNG LEUSER PROVINSI SUMATERA UTARA”.

Diharapkan tulisan ini bermanfaat untuk menambah informasi mengenai Keanekaragaman Jenis Burung yang merupakan salah satu aspek yang sangat penting dalam bidang keanekaragaman hayati.

Kami menyadari bahwa karya tulis ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kami mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun untuk lebih menyempurnakan karya tulis ini. Akhir kata kami ucapkan semoga karya tulis ini dapat bermanfaat.

Medan, Mei 2006

Penulis

(3)

DAFTAR ISI

Hal

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR LAMPIRAN ... iv

PENDAHULUAN... 1

BAHAN DAN METODE... ... 2

• Tempat dan Waktu Penelitian... 3

• Alat dan Bahan... 3

• Pengumpulan Data... 3

• Analisis Data... 3

HASIL DAN PEMBAHASAN... 4

KESIMPULAN ... 9

DAFTAR PUSTAKA ... 9

LAMPIRAN ... 10

(4)

DAFTAR LAMPIRAN

1. Keanekaragaman Jenis Burung Berdasarkan Indeks Shannon pada Habitat Tertutup di Pos Pemantauan Sikundur.

10

2. Keanekaragaman Burung Jenis Berdasarkan Indeks Shannon pada Habitat Terbuka di Pos Pemantauan Sikundur.

11

(5)

KEANEKARAGAMAN JENIS BURUNG PADA HABITAT

TERBUKA DAN TERTUTUP DI KAWASAN TAMAN

NASIONAL GUNUNG LEUSER PROVINSI SUMATERA UTARA

Oleh :

Rahmawaty1*, Dolly Priyatna2, Taufiq Siddiq Azvy1

1Jurusan Kehutanan, Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara Medan, 20155

2 Unit Manajemen Leuser, Medan

Abstrak

Taman Nasional Gunung Leuser merupakan salah satu taman nasional yang terletak di antara Provinsi Sumatera Utara dan Provinsi Daerah Istimewa Aceh dengan luas kawasan 1.094.692 ha (Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam, 2003). Taman nasional tersebut memiliki keanekaragaman jenis tumbuhan dan hewan yang sangat tinggi, salah satunya adalah jenis burung. Habitat utama burung adalah hutan hujan tropis dataran rendah yang saat ini mengalami ancaman dari penebangan dan konversi hutan.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui keanekaragaman jenis burung pada habitat terbuka dan tertutup di Pos Penelitian Sikundur Kawasan Taman Nasional Gunung Leuser, Kabupaten Langkat, Provinsi Sumatera Utara dan untuk mengetahui perbedaan keanekaragaman jenis burung pada kedua habitat tersebut. Penelitian ini dilaksanakan di Pos Penelitian Sikundur Kawasan Taman Nasional Gunung Leuser, Dusun Arasnapal, Desa Bukit Mas, Kecamatan Besitang, Kabupaten Langkat, Provinsi Sumatera Utara, pada bulan Februari 2004 sampai bulan April 2004, dengan menggunakan metode titik hitung dan

line transek. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh 325 individu burung yang terdiri

atas 28 famili dan 92 spesies. Keanekaragaman jenis di habitat tertutup lebih tinggi (3,730) daripada di habitat terbuka (3.414). Keanekaragaman jenis di habitat tertutup termasuk kategori tinggi, sedangkan di habitat terbuka termasuk kategori sedang. Adanya perbedaan keanekaragaman pada kedua habitat tersebut di sebabkan oleh faktor ketersediaan makanan, waktu aktifitas burung, stratifikasi Hutan, dan tipe habitat.

Kata Kunci : Taman Nasional Gunung Leuser, Keanekaragaman, jenis burung,.

(6)

PENDAHULUAN

Taman Nasional Gunung Leuser merupakan salah satu taman nasional yang terletak di antara Provinsi Sumatera Utara dan Provinsi Daerah Istimewa Aceh dengan luas kawasan 1.094.692 ha (Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi, 2003). Taman nasional tersebut memiliki keanekaragaman jenis tumbuhan dan hewan yang sangat tinggi, salah satunya adalah keanekaragaman jenis burung. Habitat utama burung adalah hutan hujan tropis dataran rendah yang saat ini mengalami ancaman dari penebangan dan konversi hutan.

Burung-burung penghuni hutan hujan tropis adalah burung yang sudah terbiasa tinggal dan berinteraksi dengan lingkungan hutan, sehingga akan sulit untuk hidup di kawasan yang telah dibudidayakan.

Penelitian mengenai keanekaragaman jenis burung masih sedikit dilakukan, terutama di kawasan Taman Nasional Gunung Leuser. Mengingat pentingnya peranan jenis-jenis burung dan dalam menjaga keseimbangan ekosistem, maka penelitian ini perlu dilakukan.

Penelitian ini bertujuan untuk :

1. Mengetahui keanekaragaman jenis burung pada habitat terbuka dan tertutup di Pos Penelitian Sikundur Kawasan Taman Nasional Gunung Leuser, Kabupaten Langkat, Provinsi Sumatera Utara

2. Mengetahui perbedaan keanekaragaman jenis burung pada kedua habitat tersebut.

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Stasiun Penelitian Sikundur, Desa Bukit Mas, Kecamatan Besitang, Kabupaten Langkat, Provinsi Sumatera Utara pada bulan Februari 2004 sampai dengan bulan April 2004.

(7)

Alat dan Bahan Penelitian

Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah : binokular, alat tulis, kamera, kompas, jam digital, kalkulator, meteran gulung. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah : paku, martel, tali raffia, kertas label, peta topografi/lokasi.

Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan metode Line Transek dan metode Titik Hitung. Line transek adalah metode pengamatan dengan cara berjalan perlahan terus menerus dan mencatat semua kontak di sepanjang kedua sisi jalur perjalanannya. Metode titik hitung dilakukan dengan berjalan ke suatu tempat tertentu, memberi tanda, dan selanjutnya mencatat semua jenis burung yang ditemukan selama jangka waktu yang telah ditentukan sebelumnya (10 menit), sebelum bergerak ke titik selanjutnya.

Metode yang menggabungkan antara line transek dan titik hitung artinya bahwa penelitian ini memiliki jalur perjalanan yang telah ditentukan dan line transek digunakan untuk mengamati burung pada waktu perjalanan. Titik hitung pada penelitian ini dengan menggunakan plot-plot penelitian yang di letakkan di sepanjang transek tadi. Lamanya waktu selama berada di setiap plot adalah 10 menit dengan jarak antar plot sepanjang 250 meter.

Penelitian ini tidak berdasarkan pada panjang transek, tetapi akan berdasarkan pada waktu. Artinya, penelitian ini dilaksanakan dari pukul 06.30 – 18.30 setiap harinya, dan apabila waktu telah selesai maka penelitian akan dilanjutkan pada hari berikutnya dengan batas waktu yang sama sampai pada akhirnya seluruh lokasi telah teramati.

Analisis Data

Keanekaragaman Jenis Burung

Untuk menghitung Indeks keanekaragaman burung digunakan indeks Shannon (Magurran, 1988):

(8)

N : total jumlah individu

S : total jumlah suku dalam sampel

Menurut Magurran (1988), nilai indeks keanekaragaman burung berkisar antara 1,5 – 3,5. Nilai < 1,5 menunjukkan indeks keanekaragaman yang rendah, selanjutnya nilai yang berkisar antara 1,5 – 3,5 menunjukkan indeks keanekaragaman sedang dan nilai > 3,5 menunjukkan keanekaragaman yang tinggi.

Perbandingan Keanekaragaman Jenis Burung

Untuk membandingkan keanekaragaman burung antara berbagai habitat digunakan uji Hutcheson dengan menghitung varian dari kedua habitat, mencari t hitung dan menghitung deferinsialnya (Magurran,1988) :

Var H’ (tertutup/tertutup) =

( )

(

)

2

Var H’ : varian keanekaragaman jenis burung Pi : ni / N

N : total jumlah individu

S : total jumlah suku dalam sample

(

)

12

H’ : keanekaragaman jenis burung Var H’ : varian keanekaragaman jenis burung

(

)

Var H’ : varian keanekaragaman jenis burung N : total jumlah individu

(9)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Keanekaragaman Jenis Burung pada Habitat Tertutup dan Terbuka

Inventarisasi burung yang dilakukan dengan total perjalanan sepanjang 75,750 km (6 jalur transek dan 3 kali pengulangan) pada hutan sekunder Sikundur diperoleh hasil sebanyak 92 jenis, 28 famili burung, dengan jumlah total individu 325 (Tabel 1).

Dari hasil pengujian dapat dilihat bahwa keanekaragaman jenis burung pada habitat tertutup di kawasan hutan Sikundur adalah 3,730 sedangkan pada habitat terbuka sebesar 3,414. Untuk melihat perbedaan indeks keanekaragaman jenis burung antara habitat tertutup dan terbuka dilakukan uji Hutcheson (Magurran, 1988). Hasil uji tersebut menunjukkan bahwa indeks keanekaragaman burung di habitat terbuka lebih rendah daripada habitat tertutup. Apabila dilihat dari hasil yang didapat, diketahui bahwa keanekaragaman jenis burung pada habitat tertutup lebih tinggi dengan nilai 3,730 (kategori tinggi), dibandingkan dengan keanekaragaman jenis burung pada habitat terbuka yang bernilai 3,414 (kategori sedang). Ewusie (1990) menyatakan bahwa pada daerah yang keanekaragaman jenis tumbuhannya tinggi akan memiliki keanekaragaman jenis hewan yang tinggi, karena setiap jenis hewan hidupnya bergantung pada sekelompok jenis tumbuhan tertentu.

Pada saat pengamatan dapat teridentifikasi burung-burung migran sebanyak 5 jenis, yaitu Cekakak merah (Halcyon coromanda), Srigunting gagak (Dicrurus

annectans), Sikatan bubik (Muscicapa dauurica), Cikrak kutub (Phylloscopus

borealis) dan Cabai bunga api (Dicaeum trigonostigma). Burung-burung tersebut

merupakan pendatang tetap pada hutan Sumatera saat musim dingin (Mackinnon dkk. 1992). Menurut Marle and Karel (1988) secara umum tidak ada kejesalan berapa jumlah burung yang migran/datang ke Sumatera, Jawa, dan pulau-pulau lainnya pada musim dingin.

Hasil pengamatan lapangan juga menunjukkan bahwa di kawasan hutan Sikundur ditemukan beberapa jenis burung yang penyebarannya terbatas (endemik), yaitu Batrachostomus poliolophus (Podargidae), Caprimulgus pulchellus

(Caprimulgidae), Pycnonotus tympanistragus (Pycnonotidae), dan Pycnonotus

nieuwenhuisii (Pycnonotidae). Menurut Mackinnon, dkk (1992), jenis-jenis burung

tersebut penyebarannya sangat terbatas dan hanya terdapat di Kawasan Taman Nasional Gunung Leuser, Taman Nasional Kerinci-Seblat dan Taman Nasional Gede

(10)

Pangarango. Wulijarni dan Soetjipto (2002) manyatakan bahwa hutan hujan tropika juga mempunyai banyak jenis satwa yang endemik. Di kawasan hutan Sikundur, Langkat, juga masih dapat ditemukan jenis burung terestrial yaitu burung Argusianus

argus (Kuau raja). Menurut Mackinnon, dkk (1992), burung Kuau raja sudah mulai

jarang ditemukan di kawasan hutan akibat semakin tingginya aktifitas pengrusakan hutan yang menjadi habitat burung Kuau raja.

Pengamatan ini dilakukan pada dua tipe habitat yaitu habitat tertutup dan habitat terbuka, pada habitat tertutup didapat 63 jenis, 27 famili burung, dengan jumlah total individu 197, famili terbesar adalah Timaliidae, diwakili oleh 11 jenis dan 62 individu. Pada habitat terbuka didapat 47 jenis, 19 famili burung, dengan jumlah total individu 128, famili terbesar adalah Pycnonotidae, diwakili oleh 9 jenis dan 32 individu. Kebanyakan burung di pos pemantauan Sikundur adalah burung-burung yang umum terdapat di Sumatera tetapi ada juga yang merupakan burung-burung migran, seperti Cekakak merah (Halcyon coromanda), Srigunting gagak (Dicrurus

annectans), Sikatan bubik (Muscicapa dauurica), Cikrak kutub (Phylloscopus

borealis) dan Cabai bunga api (Dicaeum trigonostigma).

Perbedaan Keanekaragaman Jenis Burung pada Habitat Tertutup dan Habitat Terbuka

Keanekaragaman jenis burung pada habitat tertutup lebih tinggi daripada keanekargaman burung pada habitat terbuka (Tabel 1).

Tabel 1. Keanekaragaman Jenis Burung pada Habitat Tertutup dan Habitat Terbuka di Pos Pemantauan Sikundur, Taman Nasional Gunung Leuser.

Habitat

Tertutup Terbuka

Jumlah individu 197 128

Jumlah jenis 63 47

Jumlah famili 27 19

Indeks Shannon 3.730 3.414

(11)

Perbedaan Keanekaragaman Jenis burung pada kedua habitat dapat dijelaskan berdasarkan faktor-faktor, seperti : ketersedian makanan utama bagi burung, waktu aktifitas, stratifikasi hutan, dan tipe habitat.

ketersedian makanan utama bagi burung

Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa pada habitat tertutup di hutan Sikundur lebih banyak tersedia pohon-pohon buah yang menjadi makanan bagi burung. Pada habitat tertutup terdapat 27 jenis burung frugivora, sedangkan pada habitat terbuka hanya 16 jenis burung frugivora. Menurut Priatna (2002), bahwa perbedaaan keanekaragaman jenis burung pada setiap habitat sangat di pengaruhi dari kesediaan makanan bagi burung.

Pada habitat tertutup burung frugivora didominasi oleh famili Timaliidae (10 jenis) dan famili pycnonotidae (7 jenis), sedangkan burung yang menjadi indikator keutuhan hutan, yaitu famili Bucerotidae (Koop dalam Priatna, 2002), diwakili oleh 2 jenis, yaitu Aceros undulates (Julang emas) dan Buceros rhinoceros (Rangkong badak). Pada habitat terbuka burung frugivora didominasi oleh famili pycnonotidae (9 jenis), sedangkan sebagai burung indikator keutuhan hutan (famili Bucerotidae) hanya diwakili oleh 1 jenis, yaitu Aceros undulatus (Julang emas).

Hasil keseluruhan menunjukkan bahwa jumlah jenis burung insektivora lebih banyak daripada jenis burung frugivora yaitu masing-masing 29 jenis dan 27 jenis. Hal ini disebabkan kawasan hutan pada pos pemantauan Sikundur yang merupakan hutan bekas tebangan (sekunder), lebih banyak menyediakan serangga daripada buah. Menurut Zakaria dalam Priatna (2002), diperkirakan 50% pohon non-dipterokarp yang merupakan pohon buah-buahan sebagai makanan bagi satwa, telah hilang atau rusak selama adanya aktivitas tebang pilih. Berdasarkan dari hasil penelitian penelitian Priatna (2002), menunjukkan bahwa di hutan bekas tebangan terdapat lebih banyak jenis burung insektivora daripada frugivora.

Waktu Aktifitas

Jika ditinjau dari waktu aktifitasnya, terlihat bahwa burung lebih aktif pada waktu pagi hari dan sore hari dibanding pada siang hari. Beberapa jenis burung yang aktif pada pagi dan sore hari lebih banyak ditemukan pada habitat tertutup daripada di habitat terbuka, hal ini menunjukkan bahwa waktu aktifitas burung juga merupakan salah satu penyebab adanya perbedaan keanekaragaman jenis burung pada kedua habitat.

(12)

Stratifikasi Hutan.

Distribusi jenis burung sangat erat kaitannya dengan tipe vegetasi dari suatu area (McNaughtos dan Wolf, 1990). Keanekaragaman jenis burung dapat dilihat dari strata penggunaan hutan. Menurut Whitemore (1984) bahwa burung dan mamalia dapat dibedakan dari tempat hidupnya di dalam hutan hujan tropis kedalam beberapa bagian atas, tengah, bawah dan tanah. Dari hasil pengamatan di kawasan hutan Sikundur diperoleh hasil yang sangat berbeda bagi setiap strata hutan, sebanyak 70 jenis burung memanfaatkan strata tengah kanopi hutan (11-20 meter), selanjutnya strata bawah (0-10 meter) digunakan oleh 21 jenis burung, sedangkan strata atas (>21 meter) dan lantai hutan digunakan masing-masing oleh 17 jenis dan 5 jenis burung. Dari hasil pengamatan tersebut dapat dilihat bahwa strata tengah pada kanopi hutan (11-20 m) merupakan tempat yang paling disenangi oleh jenis-jenis burung. Hal ini kemungkinan strata tengah merupakan tempat yang sangat ideal bagi banyak jenis burung untuk mancari makan, bermain dan beristirahat.

McNaughton dan Wolf (1990) menyatakan bahwa jenis-jenis hewan yang berbeda dalam suatu hutan umumnya berkaitan dengan tingkatan kanopi yang berbeda pula. Hewan bergerak secara horizontal untuk menghasilkan pola tiga dimensi yang kompleks. Menurut MacArthur dan MacArthur dalam McNaughton dan Wolf (1990), kanopi vegetasi dibagi dalam tiga tingkatan, dimana ketiga tingkatan tersebut nyata bagi tingkah laku pencarian makan oleh burung dan mereka mendapatkan bahwa keanekaragaman komunitas burung berhubungan keanekaragaman struktural dari vegetasi.

Tipe Habitat

Hasil perhitungan dengan menggunakan uji Hutcheson menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang nyata dalam keanekaragaman jenis burung antara habitat tertutup dan habitat terbuka di kawasan hutan Sikundur (t hitung = 2,977 ; df = 259 ; α = 0,05 ; jadi t hitung > t tabel 1,960), dimana keanekaragaman jenis burung pada habitat tertutup lebih tinggi daripada habitat terbuka.

Perbedaan keanekaragaman jenis burung ini disebabkan tingkat ketersediaan makanan bagi burung seperti yang dikemukakan Odum (1994), bahwa keanekaragaman spesies hewan termasuk burung dipengaruhi oleh tingkat ketersediaan makanan. Kerusakan hutan akan mempengaruhi kehidupan burung liar

(13)

atau bahkan akan memaksa mereka keluar dari relungnya untuk mencari cadangan makanan atau untuk bertelur (Seng and Dana, 1997).

Pada umumnya habitat dapat mengalami perubahan kondisi musiman dalam struktur dan ketersediaan pakan. Konsep suksesi dapat menjelaskan respon satwa terhadap perubahan lingkungan, yaitu setiap tingkatan suksesi berkaitam erat dengan komposisi satwa liar yang menempatinya (Alikodra, 1990). Baral and Ramji (2002) mengatakan bahwa kerusakan habitat atau perubahannya mungkin merupakan faktor utama perpindahan burung ke habitat yang lain.

Pembagian atau distribusi burung sangat diatur oleh kesesuaian habitatnya, setiap famili dan jenis harus beradaptasi dengan masing-masing tipe habitatnya yang sesuai untuk makan dan bertelur. Begitu juga perilaku sosial dan kebiasaan mereka sangat bergantung dengan habitatnya (Strange and Allen, 1996)

KESIMPULAN

1. Terdapat 325 individu burung (92 spesies dan 28 famili) pada pos pemantauan Sikundur.

2. Indeks Keanekaragaman di habitat tertutup lebih tinggi daripada di habitat terbuka dengan nilai masing-masing 3,730 (tinggi) dan 3,414 (sedang).

DAFTAR PUSTAKA

Alikodra, H. S. 1990. Pengelolaan Satwa Liar. Jilid I. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. Pusat Antar Universitas Ilmu Hayati. IPB. Bogar. Hal : 253.

Anwar, J., Sengli J. Damanik, Nazaruddin Hisyam, Anthony J. Whitten. 1984. Ekologi Ekosistem Sumatera. Gadjah Mada University Press. Jogjakarta. Hal : 343-344

Arninova, 2004. Inventarisasi Jenis Burung di Pos Penelitian Sikundur Ekosistem Leuser. Skripsi. Universitas Syah Kuala. Banda Aceh. Hal : 29-31

Baral, N. and Ramji Gautam. 2002. Status of White-rumped Vulture Gyps Bengalensi, in Rampur Valley, Nepal. Oriental Bird Club. UK. Buletin 36. Desember 2002.

(14)

Barano. 2000. Burung dalam Sangkar. < http//www.Kompas.com/Kompas-cetak/0006/02/iptek/wwf to.htm > (20 Juni 2000).

Bibby, C., Martin Jones dan Stuart Marsden. 2000. Teknik-teknik Ekspedisi Lapangan Survei Burung. SMKG Mardi Yuana. Bogor. Hal : 10.

Departeman Kehutanan. 1992. Manual Kehutanan. Departeman Kehutanan Republik Indonesia. Jakarta.

Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam. 2003. Potensi Wisata Alam Indonesia dan Upaya Peningkatan Peran serta Masyarakat. Bogor. Hal:1.

Ewusie, J. Y. 1980. Pengantar Ekologi Tropika. Institut Teknologi Bandung. Bandung. Hal : 303, 311-312.

Forest Watch Indonesia, 2003. Kondisi Hutan. < www.fwi.or.id/kodisi hutan > (26 Agustus 2004).

Holmes, D. dan Stephen Nash. 1999. Burung-burung di Sumatera dan Kalimantan. Puslitbang Biologi-LIPI. Prima Centra. Jakarta. Hal : 2-3

Hume, R. 2003. Belajar dan Bersahabatlah dengan Burung. Warta Teropong. Edisi 01 Januari-Februari 2003. Birdlife Indonesia. Bogor.

Irfan. 2002. Stasiun Penelitian dan Pos Pemantauan di Kawasan Ekosistem Leuser. Unit Manajemen Leuser. Hal : 20.

Irwan, Z. D. 1992. Prinsip-prinsip Ekologi dan Organisasi Ekosistem Komunitas dan Lingkungan. Bumi Aksara. Jakarta. Hal : 146 dan 194.

Jepson, P. 1997. Birding Indonesia, A Bird Watcher’s Guide to the World’s Largest Archipelango. Periplus Edition. Singapore. 17 pp.

King, B., Martin Woodcock, E. C. Dickinson, 1995. Bird of South-East Asia. Harper Collins. Hongkong. 18 pp.

Mackinnon, J. 1995. Panduan Lapangan Pengenalan Burung-burung di Jawa dan Bali. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Hal : 2-4.

Mackinnon, J., Karen Phillips, Basvan Balen. 1992. Burung-burung di Sumatera, Jawa, Bali dan Kalimantan. Puslitbang Biologi-LIPI. Bogor. Hal : 26, 32.

Magurran, A. E. 1988. Ecological Diversity and Its Measurement, Croom Helm Limited. London. 35, 36, 39 pp.

(15)

Marle, J. G. V. and Karel, H. Voour. 1988. The Bird of Sumatera. British Ornithologist. c/o Zoological Museum, Tring. Herts HP23GAP. UK. 37 pp.

Odum, E. P. 1993. Dasar-dasar Ekologi. Edisis ketiga. Gadjah mada press. Yogyakarta.

Priatna, D. 2002. Pemulihan Hutan Tropika Pamah Bekas Tebangan serta Dampak Penebangan Terhadap Populasi Primata dan Keanekaragaman Burung. Thesis. Universitas Indonesia. Jakarta. Hal : 42-43.

Raman, T. R. S. 1999. Effect of Fragmentation and Plantations on Tropical Rain Forest Bird in the Soethern, Westren Bhats India. Oriental Bird Club. UK. Buletin 36. Desember 2002.

Schaik, C. P. dan Jatna Supriatna. 1996. Leuser A Sumatran Sanctuary. Yayasan Bina Sains Hayati Indonesia. Jakarta. 4-5 pp.

Seng, L. K. and Dana Gardner. 1997. An Illustration Field Guide to the Bird of Singapore. Sun Tree. Singapore. 21 p

Shannaz, J., P. Jepson dan Rudyanto. 1995. Burung-burung Terancam Punah di Indonesia. P.T. Karya Sukses Sejahtera. Jakarta. Hal : 6.

Strange, M. and Allen Jeyatajasingan. 1996. A Photographic Guide to the Bird of Peninsular Malaysia and Singapore. Sun Tree Publishing Limited. Singapore. 4 and 29 pp.

Swinnerton, K. 2000. Consevation of the Punk Pigeon in Mauritis. Re-introduction News. Abu Dhabi. UA. E.

Tebb, G. and Andreas Ranner, 2002. Buryatia-Siberia’s Southern Most Extremity. Oriental Bird Club. UK. Buletin 36. Desember 2002.

Wulijarni, N. dan Soetjipto, 2002. Interaksi Unsur-unsur Lingkungan. <www. Ut.ac.id/of-supp/FKIP/PABI4422/pabi4422-html> (6-September-2003). Whitemore, T. C. 1984. Tripical Rain Forest of the Far East. Second Edition. Oxford

University Press. Walton street. Oxford.

(16)

Lampiran 1. Keanekaragaman Jenis Burung Berdasarkan Indeks Shannon pada Habitat Tertutup di Pos Pemantauan Sikundur.

1 2 3 4 5 6 7 8 9

20 Podargidae 39. Batrachostomus poliolophus Paruh-kodok kepala-pucat 1 0,005 -5,283 -0,027 0,142 21 Psittacidae 40. Psittinus cyanurus Nuri tanau 1 0,005 -5,283 -0,027 0,142

(17)

22 Pycnonotidae 41. Alophoixus bres Empuloh janggut 1 0,005 -5,283 -0,027 0,142

Lampiran 2. Keanekaragaman Burung Jenis Berdasarkan Indeks Shannon pada Habitat Terbuka di Pos Pemantauan Sikundur.

1 2 3 4 5 6 7 8 9

(18)

8 Dicaeidae 16. Dicaeum chrysorrheum Cabai rimba 1 0,008 -4,852 -0,038 0,184

17. Dicaeum cruentatum Cabai merah 1 0,008 -4,852 -0,038 0,184

18. Dicaeum trigonostigma Cabai bunga-api 3 0,023 -3,753 -0,088 0,330

19. Prionochilus maculatus Pentis raja 2 0,016 -4,159 -0,065 0,270

9 Dicruridae 20. Dicrurus annectans Srigunting gagak 1 0,008 -4,852 -0,038 0,184

21. Dicrurus paradiseus Srigunting batu 2 0,016 -4,159 -0,065 0,270

10 Eurylaimidae 22. Cymbirhynchus macrorhynchos Sempur-hujan sungai 2 0,016 -4,159 -0,065 0,270

11 Laniidae 23. Lanius cristatus Bentet coklat 1 0,008 -4,852 -0,038 0,184

24. Lanius tigrinus Bentet loreng 1 0,008 -4,852 -0,038 0,184

12 Muscicapidae 25. Muscicapa dauurica Sikatan bubik 1 0,008 -4,852 -0,038 0,184

26. Philentoma pyrhopterum Philentoma sayap-merah 1 0,008 -4,852 -0,038 0,184

27. Rhinomyias umbratilis Sikatan-rimba dada-kelabu 1 0,008 -4,852 -0,038 0,184

13 Nectariniidae 28. Anthreptes singalensis Burung-madu belukar 1 0,008 -4,852 -0,038 0,184

29. Arachnothera flavigaster Pijantung kecil 2 0,016 -4,159 -0,065 0,270

30. Hypogramma hypogrammicum Burung-madu rimba 1 0,008 -4,852 -0,038 0,184

14 Oriolidae 31. Irena puella Kacembang gadung 2 0,016 -4,159 -0,065 0,270

15 Picidae 32. Dryocorpusjavensis Pelatuk ayam 2 0,016 -4,159 -0,065 0,270

33. Hemicircus concretus Caladi tikotok 2 0,016 -4,159 -0,065 0,270

34. Picus mentalis Pelatuk kumis-kelabu 2 0,016 -4,159 -0,065 0,270

16 Pycnonotidae 35. Alophoixus phaeocephalus Empuloh irang 2 0,016 -4,159 -0,065 0,270

36. Pycnonotus Brunneus Merbah mata-merah 8 0,063 -2,773 -0,173 0,480

37. Pycnonotus cyaniventris Cucak kelabu 3 0,023 -3,753 -0,088 0,330

38. Pycnonotus erythropthalmos Merbah kacamata 1 0,008 -4,852 -0,038 0,184

39. Pycnonotus goiavier Merbah cerukcuk 4 0,031 -3,466 -0,108 0,375

40. Pycnonotus simplex Merbah corok-corok 8 0,063 -2,773 -0,173 0,480

41. Pycnonotus tympanis Cucak mutiara 1 0,008 -4,852 -0,038 0,184

42. Setornis criniger Empuloh paruk-kait 1 0,008 -4,852 -0,038 0,184

43. Tricholestes criniger Brinji rambut-tunggir 4 0,031 -3,466 -0,108 0,375

17 Silviidae 44. Orthotomus atrogularis Cinenen belukar 5 0,039 -3,243 -0,127 0,411

18 Timaliidae 45. Macronous gularis Ciung-air coreng 2 0,016 -4,159 -0,065 0,270

46. Malacopteron cinereum Asi topi-sisik 6 0,047 -3,060 -0,143 0,439

19 Turdidae 47. Copsychus saularis Kucica kampung 1 0,008 -4,852 -0,038 0,184

Total : 128 1,000 -197,527 -3,419 12,670

Referensi

Dokumen terkait

atau orang yang ditugaskan oleh direktur/pimpinan perusahaan dengan membawa surat tugas dari direktur/pimpinan perusahaan dan kartu pengenal. Demikian disampaikan, atas

Dengan adanya keadaan keharmonisan keluarga yang berbeda-beda, ada yang harmonis dan ada yang kurang/tidak harmonis dan keadaan itu menjadi faktor ekstern yang akan

dapat diakses secara luas oleh masyarakat, dan juga untuk menghindari plagiarisme. Berdasarkan surat edaran dari Kemenristek Dikti dan untuk meningkatkan kualitas

Pengaruh Aplikasi Media Komputer Coreldraw Terhadap Peningkatan Belajar Menggambar Tabung Untuk Anak Tunarungu Kelas X SMALB.. Universitas Pendidikan Indonesia |

From the classroom observation, it can be concluded that the active teachers’ use of English gave most of the students positive influence on their activeness in the class, strong

Melalui penggunaan media gambar yang baik dan kreatif serta sesuai dengan materi pembelajaran, guru dapat membuat siswa lebih fokus pada materi yang akan dipelajari

Kegagalan jantung kongestif adalah suatu kegagalan pemompaan (di mana cardiac output tidak mencukupi kebutuhan metabolik tubuh), hal ini mungkin terjadi sebagai akibat akhir

Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu melaksanakan urusan pemerintahan dan pembangunan di bidang penanaman modal dan penyelenggaraan pelayanan