• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pemanfaatan Abu Sampah Organik Sebagai Pencampur Semen Pada Pembuatan Mortar

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pemanfaatan Abu Sampah Organik Sebagai Pencampur Semen Pada Pembuatan Mortar"

Copied!
53
0
0

Teks penuh

(1)

PEMANFAATAN ABU SAMPAH ORGANIK SEBAGAI PENCAMPUR SEMEN PADA PEMBUATAN MORTAR

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar Sarjana Sains

SRI MULYATI 040801037

DEPARTEMEN FISIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

PERSETUJUAN

Judul : PEMANFAATAN ABU SAMPAH ORGANIK SEBAGAI PENCAMPUR SEMEN PADA

PEMBUATAN MORTAR

Kategori : SKRIPSI

Nama : SRI MULYATI

Nomor Induk Mahasiswa : 040801037

Program Studi : SARJANA (S1) FISIKA Departemen : FISIKA

Fakultas : MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

ALAM (FMIPA) USU

Diluluskan di Medan, 2008

Diketahui/Disetujui oleh

Departemen Fisika FMIPA USU

Ketua Pembimbing

(3)

PERNYATAAN

PEMANFAATAN ABU SAMPAH ORGANIK SEBAGAI PENCAMPUR SEMEN PADA PEMBUATAN MORTAR

SKRIPSI

Saya mengakui bahwa skripsi ini adalah hasil kerja sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.

Medan, ...2008

(4)

PENGHARGAAN

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang maha pemurah dan maha penyayang, dengan limpahan karunia-Nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan dalam waktu yang ditetapkan.

Ucapan terimakasih saya sampaikan kepada Bapak Prof.DR.Eddy Marlianto,MSc selaku pembimbing Akademik, kepada Bapak Subandi serta saudara Tami sebagai pembimbing di teknik Sipil Universitas Sumatera Utara (USU) pada penyelesaian skripsi ini yang telah memberikan panduan kepada saya untuk menyempurnakan kajian ini. Ucapan terimakasih juga penulis tujukan kepada Ketua dan Sekretaris Departemen Dr.Marhaposan Situmorang,MSc dan Dra.Justinon,MSi, Dekan dan Pembantu Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara, serta semua dosen pada Departemen Fisika FMIPA USU, teman-temanku Yus, Tanti, Lativa, Akim, Riri, Indra serta rekan-rekan mahasiswa khususnya stambuk 2004 yang turut serta membantu dalam penyelesaian kajian ini.

Akhirnya tidak terlupakan dan teristimewa kepada Ayahanda Drs.Zainir Yakub,Spd, Ibunda Maryam Caniago ( Almh ), kakakku Irmayenni,STp dan Sri Suryaningsih,SE, Untuk Abangku Edrizal, Amd dan Hendri dan semua sanak keluarga. Terimakasih atas dukungan, bantuan, serta semangat dan doa yang kalian berikan kepada ku selama ini. Semoga Allah SWT membalasnya. Amin.

(5)

ABSTRAK

Dalam penelitian ini, peneliti memanfaatkan abu sampah organik sebagai

bahan tambahan dalam campuran mortar. Pengujian dilakukan terhadap sifat fisis

dan sifat mekanik dari mortar tersebut. Benda uji dibuat dengan komposisi

campuran 1 dsemen : 2,75 pasir, pada variasi penambahan abu sampah organik

terhadap semen sebesar 0%, 5%, 10%, 15%, dan 20%. Hasil penelitian

menunjukkan adanya peningkatan kekuatan tekan dan densitas seiring dengan

peningkatan variasi campuran abu sampah organik. Porositas mortar menunjukkan

(6)

ABSTRACT

In this research, the researcher utilited organic waste ash as additive

material in mortar mixture. The testing was made for physical and mechanical

properties of the mortar. The testing object was made by composition of mixture 1

cement : 2,75 sand, by variation of organic waste ash addition on cement: 0%,

5%, 10%, 15%, and 20%. The result of research indicated that there was increase

in pressure strength and density with increasing variation of organic waste ash

mixture.The porosity of mortar indicated a decrease with increasing variation of

(7)
(8)

3.3 Prosedur Pembuatan Benda Uji 22

3.3.1 Kuat Tekan 22

3.3.2 Densitas 23

3.3.3 Porositas 25

3.4 Prosedur Pengujian Benda Uji 26

3.4.1 Prosedur Pengujian kuat tekan 26

3.4.2 Prosedur Pengujian Densitas 27

3.4.3 Prosedur Pengujian Porositas 28

BAB IV Hasil Dan Pembahasan 30

4.4 Analisis Data 30

4.1.1 Pengujian Kuat Tekan Mortar 30

4.1.2 Pengujian Densitas 32

4.1.3 Pengujian Porositas 36

BAB V Kesimpulan Dan Saran 40

5.1 Kesimpulan 40

5.2 Saran 40

Daftar Pustaka

(9)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1 Jenis-jenis semen Portland berdasarkan komposisi kimianya (%) 8

Tabel 2.2 Komposisi kimia pada semen 11

Tabel 2.3 Komposisi Kimia Semen Portland Tipe I produks i PT.Semen Padang 11

Tabel 2.1 Batas dan izin untuk campuran beton 13

Tabel 2.2 Komposisi dan karakteristik sampah rata – rata 14

Tabel 2.3 Komposisi Kimia Abu Sampah Organik 16

Tabel 3.l Komposisi Benda Uji Mortar 22

Tabel 4.1 Data hasil pengujian kuat tekan 30

Tabel 4.2 Data hasil pengujian densitas 32

Tabel 4.3 Hubungan Antara Kuat Tekan dengan Densitas 35

Tabel 4.3 Data hasil pengujian porositas 36

Tabel 4.5 Hubungan Antara Densitas dengan Porositas 39

(10)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 4.1 Grafik kuat tekan mortar terhadap variasi campuran abu sampah

organik 31

Gambar 4.2 Grafik densitas terhadap variasi campuran abu sampah organik 34

Gambar 4.2 Grafik Hubungan antara densitas degan kuat tekan 35

Gambar 4.3 Grafik porositas terhadap variasi campuran abu sampah organik 38

Gambar 4.5 Grafik Hubungan Antara Densitas dengan Porositas 39

(11)

ABSTRAK

Dalam penelitian ini, peneliti memanfaatkan abu sampah organik sebagai

bahan tambahan dalam campuran mortar. Pengujian dilakukan terhadap sifat fisis

dan sifat mekanik dari mortar tersebut. Benda uji dibuat dengan komposisi

campuran 1 dsemen : 2,75 pasir, pada variasi penambahan abu sampah organik

terhadap semen sebesar 0%, 5%, 10%, 15%, dan 20%. Hasil penelitian

menunjukkan adanya peningkatan kekuatan tekan dan densitas seiring dengan

peningkatan variasi campuran abu sampah organik. Porositas mortar menunjukkan

(12)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Kebutuhan perumahan, perhubungan dan industri berdampak pada

peningkatan kebutuhan bahan-bahan pendukungnya. Salah satu yang meningkat

tajam adalah kebutuhan terhadap produk mortar. Mortar disebut juga plesteran.

Mortar dibuat dengan menggunakan pasir dan semen. Dalam pembuatan mortar

harus mempunyai sifat fisis dan mekanis sesuai dengan standar, misalnya ASTM

( American Society for Testing and Materials ).

Kegunaan plester adalah melapisi pasangan batu bata, batu kali maupun

batu cetak ( batako ) agar permukaannya tidak mudah rusak dan kelihatan rapi dan

bersih. Pekerjaan memplester juga dilakukan pada pasangan pondasi, pasangan

tembok dinding rumah, lantai batu bata, lisplang beton, dan sebagainya.

. Meskipun teknologi mortar telah terbukti kemampuannya, namun karena

tuntutan konstruksi terhadap kekuatan, kelenturan dan keawetan maka teknologi

ini dapat ditingkatkan efektifitas kinerjanya dengan pendekatan: perbaikan atas

mutu mortar dan penggabungan teknologi pembuatan berbagai komposit.

Dalam penyediaan bahan material seperti semen pada saat ini sering

timbul banyak masalah yaitu biayanya yang relatif mahal. Sehingga mulai muncul

banyak pemikiran untuk pengadaan bahan material alternatif sebagai pencampur

semen.

Limbah rumah tangga dapat berbentuk bahan buangan tidak terpakai dan

bahan sisa dari hasil pengolahan. Proses penghancuran limbah secara alami

berlangsung lambat, sehingga tumpukan limbah dapat mengganggu lingkungan

sekitarnya dan berdampak terhadap kesehatan manusia. Padahal, melalui

pendekatan teknologi, limbah rumah tangga dapat diolah lebih lanjut menjadi

hasil samping yang berguna disamping produk utamanya. Salah satu bentuk

limbah rumah tangga adalah sampah organik. Sampah organik banyak sekali kita

(13)

Abu sampah organik adalah hasil pembakaran dari sampah organik.

Sampah organik sendiri merupakan hasil limbah buangan yang berlimpah dari

pasar dan rumah tangga berupa sayur-sayuran, buah-buahan, daun-daunan, dan

lain-lainnya. Abu sampah organik mengandung unsur yang sama dengan bahan

dasar semen pada umumnya. (Aboejoewono, A.,1985)

Hasil pembakaran limbah sampah organik mengandung senyawa-senyawa

dalam pembentukan semen biasa. Yaitu, senyawa-senyawa oksida seperti CaO,

SiO2, Al2O3, dan Fe2O3 yang diharapkan dapat memperbaiki sifat mortar baik

sifat mekanik maupun sifat fisisnya sehingga jauh lebih baik dari mortar yang

tanpa bahan campuran. (http://

Berdasarkan penjelasan diatas maka penulis mencoba melakukan

penelitian terhadap pemanfaatan abu sampah organik sebagai pencampur semen

pada konstruksi bangunan.

1.2 PERUMUSAN MASALAH

 Material yang digunakan pada pencampuran mortar berdasarkan standar American Society for Testing and Materials (ASTM) dan Standar Nasional

Indonesia (SNI). Semen tipe I mempunyai kekuatan yang optimal terhadap

campurannya dan digunakan untuk pembuatan konstruksi mortar/beton

yang tidak dipengaruhi oleh sifat-sifat lingkungan yang mengandung

bahan-bahan sulfat dan perbedaan suhu yang ekstrim. Air yang digunakan

adalah air bersih yang bebas terhadap sifat kimianya. Agregat yang

digunakan mempunyai fungsi (padat) untuk kebutuhan pembuatan mortar.  Dalam penyediaan bahan material seperti semen membutuhkan biaya yang

relatif mahal.

 Penumpukan sampah dapat menimbulkan banyak kerugian.

 Material pembentukan mortar harus dapat meningkatkan kuat tekan, densitas dan menurunkan porositas.

(14)

1.3 BATASAN MASALAH

Penelitian ini menggunakan sampah organik yang diambil dari Pajak Jahe

Perumnas Simalingkar, Medan. Kemudian dibakar sehingga menjadi abu sampah

organik, lalu diujikan sebagai pencampur semen pada pembuatan mortar. Dalam

penelitian ini pengujian yang dilakukan meliputi: pengujian kuat tekan, uji

porositas, uji densitas pada saat mortar berumur 28 hari.

1.4 TUJUAN PENELITIAN

a. Mengetahui karakterisasi mortar dengan menggunakan bahan campuran

abu sampah organik.

b. Membandingkan kekuatan mortar yang terbuat dari campuran abu sampah

organik dengan kekuatan mortar normal.

1.5 MANFAAT PENELITIAN

Pemanfaatan abu sampah organik sebagai pencampur semen diharapkan

dapat dipakai dalam pembuatan mortar dengan biaya yang relatif murah, juga

diharapkan dapat mengatasi masalah limbah, terutama limbah pasar dan rumah

tangga yang akan berguna dikemudian hari.

1.6 TEMPAT PENELITIAN

(15)

1.7 SISTEMATIKA PENULISAN

Sistematika penulisan masing-masing bab adalah sebagai berikut :

BAB I Pendahuluan

Bab ini mencakup latar belakang penelitian, tujuan penelitian,

perumusan masalah, batasan masalah, manfaat penelitian, tempat

penelitian dan sistematika penulisan.

BAB II Tinjauan Pustaka

Bab ini berisi tentang teori yang mendasari penelitian.

BAB III Metodologi Penelitian

Bab ini membahas tentang diagram alir penelitian, peralatan,bahan-

bahan, pembuatan sampel uji, pengujian sampel.

BAB IV Hasil dan Pembahasan

Bab ini membahas tentang hasil penelitian dan menganalisis data

yang diperoleh dari penelitian

BAB V Kesimpulan & Saran

Menyimpulkan hasil – hasil yang didapat dari penelitian dan

(16)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Mortar

Menurut beberapa sumber pengertian mortar adalah sebagai berikut:

1. Mirriam Webster Dictionary.

Mortar adalah bahan bangunan lentur (seperti campuran semen, kapur atau

gipsum dengan pasir & air) yang dapat mengeras dan bahan tersebut biasa-

nya digunakan pada pekerjaan batu atau pekerjaan plesteran.

2. Kamus Inggris – Indonesia Hasan Shaddily & John M. Echol.

Mortar adalah adukan semen.

3. Secara umum mortar adalah bahan bangunan berupa adukan semen yang

biasa digunakan dalam pekerjaan tukang batu yaitu sebagai plesteran.

Adukan semen secara umum digunakan sebagai bahan untuk pekerjaan

membentuk unsur penutup bangunan seperti pada dinding & lantai yang bukan

merupakan elemen struktur bangunan. (http:/

Mortar digolongkan menurut penggunaannya, misalnya untuk sambungan,

tembok, tahan air, tahan api dan seterusnya. Mortar untuk sambungan digunakan

untuk menyambung bata, batu dan blok beton. Perbandingan semen dan pasir

adalah 1 : 2,75.

Mortar disebut juga plesteran. Kegunaan plester adalah melapisi pasangan

batu bata, batu kali maupun batu cetak ( batako ) agar permukaannya tidak mudah

rusak dan kelihatan rapi dan bersih. Pekerjaan memplester juga dilakukan pada

pasangan pondasi, pasangan tembok dinding rumah, lantai batu bata, lisplang

beton, dan sebagainya.

Menurut sifatnya plesteran dibedakan menjadi 3 macam yaitu:

1. Plesteran kasar.

Digunakan untuk melapisi permukaan baru bata atau pasangan batu belah

yang tidak terlihat dari luar, misalnya tembok yang diatas rangka plafon.

(17)

Digunakan untuk permukaan lantai gudang, lantai lapangan olah raga,

lantai teras, lantai kamar mandi dan sebagainya.

3. Plesteran halus.

Digunakan sebagai pelapis tembok-tembok rumah, dalam hal ini langsung

berhubungan dengan keindahan dan kerapian pandangan.

( Daryanto, 1994 )

2.2 Material Pembentuk Mortar

2.2.1 Semen Portland ( Portland Cement )

Material semen adalah material yang memilik sifat adhesif ( adhesive ) dan

kohesif ( cohesive ) yang memungkinkan untuk mengikat fragmen-fragmen

mineral/agregat-agregat menjadi suatu masa yang padat mempunyai kekuatan.

Semen yang mengeras dengan adanya air yang dinamakan dengan semen hidraulis

( hidraulic cement ). Semen jenis ini terdiri dari silikat dan lime yang terbuat dari

batu kapur dan tanah liat yang digerinda, dicampur, dibakar dalam pembakaran

kapur ( klin ), kemudian dihancurkan menjadi tepung. Semen hidrolik biasa yang

dipakai untuk mortar dinamakan semen portland ( portland cement ).

(Edward Nawy G, l998)

Dalam buku Portland Cement Association (1975), diuraikan nama-nama

penemu semen yang pertama kali yaitu sebagai berikut:

• John Smeaton (1756), bahwa mortar/beton yang baik diperoleh jika pozzolan semen dicampur dengan batu kapur (limestone) yang banyak

mengandung material tanah liat.

• Joseph Aspdin (1824), Pembuatan semen portland dengan jalan memanaskan campuran butir-butir halus tanah liat dan batuan kapur keras

dalam tungku pembakaran, sampai CO2 hasil pembakaran tersebut keluar

dari campuran.

• Issac Johnson (1845), memperbaiki cara Joseph Aspdin dengan jalan membakar campuran tanah liat dengan kapur sampai mengklinker

sehingga reaksi yang diperlukan untuk membentuk tingkatan material

(18)

Semen portland adalah bahan konstruksi yang paling banyak digunakan

dalam pekerjaan beton. Menurut ASTM C-150,1985, semen portland

didefinisikan sebagai semen hidraulik yang dihasilkan dengan menggiling kliner

yang terdiri dari kalsium silikat hidrolik, yang umumnya mengandung satu atau

lebih bentuk kalsium sulfat sebagai bahan tambahan yang digiling bersama-sama

dengan bahan utamanya.

Semen portland yang digunakan di Indonesia harus memenuhi syarat

SII.0013-81 atau Standart Uji Bahan Bangunan Indonesia 1986, dan harus

memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam standart tersebut.

Fungsi utama semen adalah sebagai perekat.Bahan-bahan semen terdiri

dari batu kapur (gamping) yang mengandung senyawa: Calsium Oksida (CaO),

lempung atau tanah liat (clay) adalah bahan alam yang mengandung senyawa:

Silika Oksida (SiO2), Aluminium Oksida (Al2O3), Besi Oksida (Fe2O3) dan

Magnesium Oksida (MgO). Untuk menghasilkan semen, bahan baku tersebut

dibakar sampai meleleh, sebagian untuk membentuk klinker. Klinker kemudian

dihancurkan dan ditambah dengan gips (gypsum). (Abdul Rais,2007)

Perbandingan bahan-bahan utama penyusun semen portland adalah kapur

(CaO) sekitar 60%-65%, silika (SiO2) sekitar 20%-25%, dan oksida besi serta

alumina (Fe2O3 dan Al2O3) sekitar 7%-12%.

Kekuatan semen merupakan hasil dari proses hidrasi. Proses kimiawi ini

berupa rekristalisasi dalam bentuk interlocking-crystals (ikatan kristal) sehingga

membentuk gel semen yang akan mempunyai kekuatan tekan yang tinggi apabila

mengeras. Jika semen portland dicampur dengan air, maka komponen kapur

dilepaskan dari senyawa. Banyaknya kapur dilepaskan ini sekitar 20% dari berat

semen. ( Tri Mulyono, 2003 )

Mutu semen yang baik yaitu bila dicampur dengan air semakin lama

semakin mengeras atau membatu. Hidrolisa membutuhkan waktu yang lama (± 1

hari) terhadap semen dan air.

% SiO2 + % Al2O3 + Fe2O3

(19)

Angka hidrolisa ini berkisar antara < 1/1,5 ( lemah ) hingga > 1/2 ( keras sekali ).

Dalam industri semen angka hidrolisa yang diharapkan 1/1,9 dan 1/2,15.

( SNI,1993 )

2.2.1.1 Jenis-Jenis Semen Portland

Berdasarkan komposisi kimianya, semen portland dapat dibedakan atas

beberapa jenis, seperti pada tabel 2.1.

Tabel 2.1 Jenis-jenis semen Portland berdasarkan komposisi kimianya (%)

Tipe

Semen

C3S C2S C3A C4AF CaSO4 CAO

bebas

MgO

bebas

Tipe I 42-67 8-31 5-14 6-12 2,4-34 0-1,5 0,7-3,8

Tipe II 37-55 19-39 4-8 6-16 2,1-3,4 0,1-1,8 1,5-4,4

TipeIII 34-70 0-28 7-17 6-10 2,2-4,6 0,1-4,2 1,0-4,8

TipeIV 21-44 57-34 3-7 6-18 2,6-3,5 0-0,9 1,0-4,1

TipeV 35-54 24-49 1-5 6-15 2,4-3,9 0,1-0,6 0,7-2,3

Sumber : Sesuai dengan ASTM C150

Sifat dan manfaat untuk tipe semen portland adalah sebagai berikut:

a. Semen Tipe I ( Semen penggunaan umum )

Sifat dari semen portland tipe I yaitu MgO dan SO3 hilang pada saat

pembakaran. Kehalusan dan kekuatannya secara berturut-turut juga ditentukan.

Secara umum mempunyai sifat-sifat umum dari semen. Digunakan secara luas

sebagai semen untuk teknik sipil dan konstruksi arsitektur misalnya pembangunan

jalan, bangunan beton bertulang, jembatan dan lain-lain.

b. Tipe II ( Semen pengeras pada panas sedang )

Semen Portland tipe II mempunyai C3S kurang dari 50% dan C3A kurang

dari 8%. Kalor hidrasi 70 kal atau kurang (7 hari) dan 80 kal atau kurang (28 hari)

pada kondisi sedang. Peningkatan dari kekuatan jangka panjang diinginkan.

(20)

c. Tipe III ( Semen berkekuatan tinggi awal )

Semen portland tipe III mengandung C3S maksimum. Kekuatan awal (1 ha

ri dan 3 hari) diintensifkan, ditentukan untuk mempunyai kekuatan di atas 40 kg/

cm² selama penekanan 1 hari dan di atas 90 kg/cm² selama penekanan 3 hari.

Kegunaannya yaitu untuk menggantikan semen penggunaan umum untuk

pekerjaan yang mendesak. Cocok untuk pekerjaan dimusim dingin. Biasanya

dipakai untuk konstruksi bangunan, pekerjaan pembuatan jalan, dan produk

semen.

d. Tipe IV ( Semen jenis rendah )

Pada semen Portland tipe IV, kalor hidrasi lebih rendah l0 kal dari pada

semen pengeras pada panas sedang, ditentukan dibawah 60 kal (7hari) dan

diba-wah 70 kal yaitu 28 hari (ASTM).Memberikan kalor hidrasi minimum seperti

semen untuk pekerjaan bendungan. Kegunaannya yaitu digunakan pada

struktur-struktur dam dan bangunan masif. Dimana panas yang terjadi sewaktu hidrasi

merupakan faktor penentu bagi kebutuhan beton/mortar.

e. Tipe V ( Semen tahan sulfat )

Semen portland tipe V mempunyai C3S dibawah 50% dan C3A dibawah

50% (ASTM). Diusahakan agar kadar C3A minimum untuk memperbesar

ketaha-nan terhadap sulfat. Biasanya dipakai untuk pekerjaan beton dalam tanah yang

mengandung banyak sulfat dan yang berhubungan dengan air tanah dan pelapisan

dari saluran air dalam terowongan. (Chu Kia Wang, 1993)

Kekuatan dari pasta semen-air yang telah mengeras nantinya akan

menentukan kekuatan beton karena dengan agregat yang kuat, perpatahan terjadi

diantara partikel pasir. Oleh karena itu, pada dasarnya jalanan masuk yang terbuat

dari adukan semen dan air akan sama kuatnya dengan adukan semen, air dan

agregat. Akan tetapi jika ditinjau dari segi biaya kurang menguntungkan. Oleh

karena itu adukan semen-air dicampur dengan bahan agregat yang lebih kuat dan

(21)

2.2.1.2 Komposisi kimia semen portland

Semen portland yang mempunyai zat kapur kadar kapur yang berlebihan

menyebabkan disintegrasi atau perpecahan setelah proses pengikatan terjadi.

Kadar kapur yang banyak tetapi tidak berlebihan, cenderung memperlambat

proses pengikatan oleh semen tetapi mempertinggi kuat tekan awal dari beton/

mortar, bila kandungan kapurnya kurang menyebabkan peningkatan semen

menjadi lunak.

Komposisi kimia pada tabel 2.1 yang terdapat pada setiap jenis semen

Portland mempunyai empat senyawa utama yaitu:

1. Trikalsium Silikat (C3S); senyawa ini dapat mengeras dalam beberapa jam

dan disertai dengan pelepasan sejumlah energi panas. Kuantitas senyawa

yang terbentuk selama proses pengikatan berlangsung mempengaruhi

kekuatan beton dan umur awal pada 14 hari pertama.

2. Dikalsium Silikat (C2S); reaksi berlangsung sangat lambat dan disertai

sdengan pelepasan sejumlah energi panas secara lambat. Senyawa

berpengaruh terhadap perkembangan kekuatan beton dari umur 14 sampai

seterusnya. Semen Portland yang mempunyai kandungan C2S yang cukup

banyak ketahanan terhadap agresi kimia dan penyusutan kering relatif

rendah dan memberikan kontribusi terhadap awet beton.

3. Trikalsium Aluminat (C3A); senyawa C3A mengalami proses hidrasi

dengan cepat dan disertai dengan pelepasan sejumlah energi panas.

Senyawa ini mempengaruhi proses pengikatan awal tetapi kontribusinya

terhadap kekuatan beton kecil. Dan kurang tahan terhadap agresi kimia

dan paling berpeluang mengalami disintegrasi (perpecahan) oleh sulfat

yang dikandung air tanah dan kecenderungan yang tinggi mengalami

keretakan akibat perubahan volume.

4. Tetrakalsium Aluminate (C4AF); sekalipun proporsinya C4AF cukup besar

dari semen, kontribusi terhadap sifat-sifat beton tidak ada. Senyawa C4AF

dapat merubah reaksi kimia C2F menjadi C4AF.

Reaksi kimia yang berlangsung pada saat gel dan kristal dari larutan semen dan air

(22)

Tabel 2.2 Komposisi kimia pada semen

Nama Senyawa Rumus Kimia Singkatan Nama

Sebagai bahan pengikat material, semen memiliki peranan yang sangat

penting dalam perencanaan kekuatan mortar/beton. Untuk Penelitian ini

digunakan semen Portland Tipe I yang diproduksi oleh PT.Semen Padang,

Sumatera Barat. Semen ini dibuat dengan standar ASTM C-150 untuk semen

portland.

Tabel 2.3 Komposisi Kimia Semen Portland Tipe I produksi PT.Semen Padang

Senyawa Kadar (%)

Semen Portland merupakan campuran silikat kalsium, aluminat kalsium

dan dapat berhidrasi bila diberi air.

• Ca3Al2O6 + 6H2O → Ca3Al2(OH)12

(23)

Pada reaksi, daya larut hidrasi berkurang dalam air dibanding dengan

semen semula. Dan semen mengeras karena reaksi hidrasi kimia, dan reaksi

hidrasi ini melepaskan panas. Kalor yang dilepaskan sebesar :

Q = ∆ T mc . (2.2)

Dimana:

Q = Jumlah kalor yang dibutuhkan (Joule) ∆ T = Kenaikan suhu (°K)

M = massa (kg)

C = kalor jenis (Joule/kg°K)

( Lawrence H.Van Vlack, l989 )

2.2.2 Agregat Halus

Agregat halus adalah pengisi yang berupa pasir, agregat yang terdiri dari

butir-butir yang tajam dan keras. Butir-butir agregat halus harus bersifat kekal,

artinya tidak pecah atau hancur oleh pengaruh-pengaruh cuaca, seperti terik

matahari dan hujan. ( Istimawan Dipohusodo,l999)

Pasir umumnya terdapat disungai-sungai yang besar. Akan tetapi

sebaiknya pasir yang digunakan untuk bahan-bahan bangunan dipilih yang

memenuhi syarat. Syarat-syarat untuk pasir adalah sebagai berikut:

1. Butir-butir pasir harus berukuran antara (0,l5 mm dan 5 mm).

2. Harus keras, berbentuk tajam, dan tidak mudah hancur dengan pengaruh

perubahan cuaca atau iklim.

3. Tidak boleh mengandung lumpur lebih dari 5% (persentase berat dalam

keadan kering).

4. Bila mengandung lumpur lebih dari 5% maka pasirnya harus dicuci.

5. Tidak boleh mengandung bahan organic, garam, minyak, dan sebagainya.

Pasir untuk pembuatan adukan harus memenuhi persyaratan diatas, selain

pasir alam ( dari sungai atau galian dalam tanah) terdapat pula pasir buatan yang

(24)

Agregat dinilai dari tingkat kekuatan hancur dan ketahanan terhadap

benturan yang dapat mempengaruhi ikatan pada pasta semen, porositas dan

penyerapan air dapat mempengaruhi daya tahan beton terhadap serangan alam

dari luar dan ketahanan terhadap penyusuitan selama proses penyaringan agregat.

Daryanto, 1994)

2.2.3 Air

Air yang dimaksud disini adalah air sebagai bahan pembantu dalam

konstruksi bangunan meliputi kegunaannya dalam pembuatan dan perawatan

mortar. Air diperlukan pada pembuatan mortar untuk memicu proses kimiawi

semen, membasahi agregat dan memberikan kemudahan dalam pengerjaan

mortar. Kekuatan dari pasta pengerasan semen ditentukan oleh perbandingan berat

antara semen dan faktor air. Persyaratan Mutu Air menurut PUBI 1982, adalah

sebagai berikut:

1. Air harus bersih

2. Tidak mengandung Lumpur,minyak dan benda terapung lainnya yang

dapat dilihat secara visual dan tidak mengandung benda-benda tersuspensi

lebih dari 2gr/l.

3. Tidak mengandung garam yang dapat larut dan dapat merusak

beton/mortar.( George Winter, l993)

Tabel 2.1 Batas dan izin untuk campuran beton

Batas yang diizinkan

PH 4,5 – 8,5

Bahan Padat 2000 ppm

Bahan terlarut 2000 ppm

Bahan organic 2000 ppm

Minyak 2% berat semen

Sulfat ( SO3 ) 10000 ppm

Chlor ( Cl ) 10000 ppm

(25)

Air digunakan untuk membuat adukan menjadi bubur kental dan juga

sebagai bahan untuk menimbulkan reaksi pada bahan lain untuk dapat mengeras.

Oleh karena itu air sangat dibutuhkan dalam pelaksanaan bahan, tanpa air

konstruksi bahan tidak akan terlaksana dengan sempurna.

2.2.4 Sampah

Sampah adalah suatu bahan yang terbuang atau dibuang dari sumber hasil

aktivitas manusia maupun alam yang belum memiliki nilai ekonomis. Bentuk

sampah bisa berada dalam setiap fasa materi yaitu padat, cair dan gas.

( Tim Penulis PS, 2002)

2.2.4.1 Komposisi Sampah dan Karakteristik Sampah

Komposisi dan karakteristik sampah merupakan hal yang terpenting dalam

memilih teknologi pengolahan sampah. Komposisi sampah rata – rata di Indonesia

mayoritas adalah organik dengan komposisi 73.98%, selanjutnya diikuti oleh

bahan anorganik 26.48%.

Tabel 2.2. Komposisi dan karakteristik sampah rata – rata

No Komponen % Kadar Air ( % )

N. Kalor ( kkal/kg )

1 Organik 73.98 47.08 674.57 2 Kertas 10.18 4.97 235.55

3 Kaca 1.75

4 Plastik 7.86 2.28 555.46

5 Logam 2.04

6 Kayu 0.98 0.32 38.28 7 Kain 1.57 0.63 42.64 8 Karet 0.55 0.02 7.46

9 Baterai 0.29

10 Lain – lain 0.86

Total 100 55.3 1553.96 Sumber : Studi Komposisi Dan Karakteristik BPPT, 1994

Dari penelitian yang pernah dilakukan, komposisi sampah bervariasi

(26)

masih merupakan komponen terbesar dan menyebabkan sampah kota mempunyai

kadar air yang cukup tinggi. Karakteristik sampah diatas, maka sehari saja sampah

dibiarkan menumpuk, maka akan terjadi kegiatan mikroorganisme anaerobik yang

menyebabkan sampah berbau tidak sedap. Disisi lain sampah yang tidak terkelola

dengan baik akan mengakibatkan berkembangnya vektor penyakit.

(http:

2.2.4.2 Sampah Organik

Sampah organik sendiri merupakan hasil limbah buangan yang berlimpah

dari pasar dan rumah tangga berupa sayur-sayuran, buah-buahan, daun-daun-dlan,

dan lain-lainnya. Sampah Organik terdiri dari bahan-bahan penyusun tumbuhan

dan hewan yang berasal dari alam atau dihasilkan dari kegiatan pertanian,

perikanan, rumah tangga atau yang lain. Sampah ini dengan mudah diuraikan

dalam proses alami. Sampah rumah tangga sebagian besar merupakan bahan

organik. Termasuk sampah organik, misalnya sampah dari dapur, sisa tepung,

sayuran, kulit buah, dan daun. (Sidik, M. A et al 1985).

Sampah organik mampu terurai secara alami di alam dengan bantuan

mikroba. Selain itu, sampah jenis ini telah lama diolah secara sederhana oleh

masyarakat sebagai pakan ternak atau bahan pupuk. Selain sampah organik,

beberapa bahan anorganik dapat pula terurai secara alami walaupun dalam kurun

waktu cukup lama.Proses ini disebabkan oleh tingkat penguraian ( degradibilitas )

tiap bahan berbeda. ( Tim Penulis PS, 2002 )

2.2.4.3 Abu Pembakaran Sampah Organik

Abu hasil pembakaran sampah menjadi produk semen dinamakan dengan

ekosemen. Abu inilah yang kemudian dijadikan sebagai bahan dari pembuatan

ekosemen. Abu ini dan endapan air kotor mengandung senyawa2 dalam

pembentukan semen biasa. Yaitu, senyawa-senyawa oksida seperti CaO, SiO2,

Al2O3, dan Fe2O3. Oleh karena itu, abu pembakaran ( insinerasi ) ini bisa

berfungsi sebagai pengganti tanah liat yang digunakan pada pembuatan semen

biasa. Pemisahan plastik dari sampah organik secara seksama menjadi kunci

(27)

Sedangkan kandungan CaO yang masih kurang pada abu pembakaran dapat

dicukupi dengan penambahan batu kapur. Penggantian sebagian batu kapur

(kandungan utamanya CaCO2) dengan abu insenarasi (kandungan utama CaO)

dapat mengurangi emisi CO2 yang selama ini menjadi dilema dalam industri

semen. (http:

Tabel 2.3 Komposisi Kimia Abu Sampah Organik

No Parameter Kadar(%) Metode Analisa

1 SiO2 68,74 Gravimetri

2 CaO 2,31 Titrimetri

3 MgO 5,34 Titrimetri

4 Fe2O3 3,76 Spektrofotometri

5 Al2O3 2,55 Gravimetri

6 K2O 0,88 Flame Fotometri

2.3 Kuat Tekan (Compressor Machine)

Sumber : Pusat Laboratorium Uji Mutu

Pengujian kuat tekan mortar dilakukan untuk mengetahui kuat tekan

hancur dari benda uji. Kuat tekan mortar mengacu pada standar pengujian ASTM

C 109. Benda uji yang dipakai adalah kubus dengan ukuran 5 cm x 5 cm x 5 cm.

Pengujian kuat tekan dilakukan saat mortar berumur 28 hari dengan menggunakan

alat Compressor Machine di Laboratorium Beton Teknik Sipil Universitas

Sumatera Utara.

Kuat tekan mortar pada dasarnya adalah sebuah fungsi dari volume

pori/rongga dari mortar itu sendiri.

Kuat tekan mortar dapat diperoleh dengan menggunakn rumus 2.2:

τ

=

A F

( 2.2)

dimana;

τ

= Kuat tekan (N/cm2 F = Beban maksimum (N)

(28)

2.4 Densitas

Kerapatan massa atau densitas adalah perbandingan antara massa benda uji

dengan volumenya. Dalam pengujian ini mortar yang sudah mengalami

pengeringan selama 27 hari ditimbang dengan maksud mendapatkan massa kering

dari mortar (mk) setelah itu mortar direndam selama 24 jam untuk memperoleh

massa basah mortar (mb

Vb Mk

), namun dalam hal ini mortar dilap terlebih dahulu agar basah daripada mortar tidak berlebihan. Pengujian densitas mortar dilakukan pada

sampel berbentuk silinder dengan diameter 2,5 cm dan tinggi 5 cm.

Besarnya densitas dapat diperoleh dengan rumus 2.3:

ρ

= (2.3)

Pengujian porositas dilakukan untuk mengetahui besarnya porositas yang

terdapat pada benda uji. Semakin banyak porositas yang terdapat pada benda uji

maka semakin rendah kekuatannya,begitu pula sebaliknya. Pengujian porositas

menggunakan benda uji berbentuk silinder dengan diameter 2,5 cm dan tinggi 5

cm... Pengujian porositas dilakukan setelah mortar mengalami masa pengeringan

selama 27 hari kemudian direndam selama 24 jam Pengujian porositas dilakukan

pada mortar uji densitas. Sehingga pengujian porositas dapat langsung bersamaan

dengan densitas.

Besarnya porositas dapat diperoleh dengan rumus 2.4:

(29)

2.6 Perancangan Campuran

Perancangan campuran mortar merupakan proses penentuan komposisi

material-material untuk mendapatkan mortar yang memiliki kekuatan tekan

karakteristik yang direncanakan. Dalam perhitungan perancangan campuran

mortar, digunakan dua anggapan dasar yaitu:

1. Mudahnya mengerjakan adukan mortar tergantung dari jumlah air bebas,

bukan tergantung dari kadar semen dari faktor air semen (W/C ratio).

2. Kekuatan mortar tergantung dari faktor air semen (W/C ratio) bukan dari

banyaknya air dan kadar semen.

Dari kedua anggapan diatas, perhitungan rencana adukan mortar

dikembangkan dan dikembalikan pada 4 hal yaitu: kekuatan, workabilitas,

durabilitas dan ekonomi. (Murdock, 1981)

Pembuatan Benda Uji

Sebelum melakukan pencampuran mortar seluruh peralatan dan bahan

disiapkan, guna memudahkan dalam pengerjaan pengadonan dan pencetakan

benda uji. Bahan – bahan yang telah disiapkan seperti semen, pasir, dan abu

sampah organik ditimbang sesuai dengan proporsinya dalam perencanaan

kekuatan mortar.

Dalam penelitian ini digunakan benda uji kubus dengan ukuran

5cmx5cmx5cm untuk pengujian kuat tekan dan benda uji silinder dengan ukuran

diameter 2,5cm dan tinggi 5cm.

Pencampuran dilakukan pada sebuah wadah, dengan lama pengadukannya

yaitu sekitar 2menit + 1 menit setelah dihentikan sesaat. Benda uji yang telah

dimasukkan kedalam cetakan dan dirojok dengan batang perojok besi untuk

menjamin kepadatan susunan campuran.Cetakan sampel dibuka pada saat sampel

berumur 24 jam (1hari) cetakan dibuka dan diberi nomor kode pada benda uji

(30)

Perawatan (Curing) Mortar

Perawatan mortar dilakukan untuk menjaga agar suhu mortar tetap,

sehingga proses hidrasi yang berjalan baik sampai tercapainya kekuatan rencana.

Ada beberapa metode perawatan yang biasa digunakan untuk menjaga suhu

mortar/ beton yaitu:

1. Disiram air secara terus menerus.

2. Direndam dalam bak berisi air.

3. Mortar/beton ditutup dengan kain basah, plastik film, atau kertas tahan air

untuk perawatan.

4. Menggunakan curing-compound untuk menjaga kelembaban mortar/beton

basah.

5. Steam curing, biasanya untuk konstruksi beton dsri pabrik seperti: balok

precast dan beton prategang.

Menurut SK SNI 03-2493-1993, curing dapat dilakukan dengan merendam

mortar/beton dalam air dengan suhu 23 ± 2˚C, dimulai setelah benda uji dilepas

dari cetakan sampai 1 hari sebelum pengujian sehingga air dalam mortar/beton

tidak menguap terlalu berlebihan sehingga mortar/beton menjadi normal sesuai

dengan yang diharapkan. (Abdul Rais, 2007)

(31)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Alat dan Bahan 3.1.1 Alat

Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain :  Cetakan :

 kubus dengan ukuran 5 cm x 5cm x 5 cm

 Silinder dengan diameter 2,5 cm dan tinggi 5 cm

 Timbangan

 Gelas Ukur 1000 ml.  Wadah

 Kuas

 Batang Perojok  Ayakan 200 mesh  Sendok semen

Mesin kompresor ( Compressor Machine )  Serbet

3.1.2 Bahan – bahan

 Semen Portland Tipe I yang diproduki oleh PT. Semen Padang, Sumatera Barat

 Pasir saringan no 4 ukuran 4,75 mm  Abu sampah organik

 Vaselin  Air

(32)

3.2 Diagram alir penelitian

- Kuat tekan - Densitas

- Porositas

SEMEN + ABU PEMBAKARAN

SAMPAH ORGANIK ( Variasi camp.0% - 20 % )

PASIR AIR

PENCAMPURAN

PENGADUKAN

PENCETAKAN

PENGERINGAN ( Selama 24 Jam )

PERENDAMAN

HASIL / LAPORAN PENELITIAN ANALISA DATA

PENGERINGAN

(33)

3.3 Prosedur Pembuatan Benda Uji 3.3.1 Kuat Tekan

Kuat tekan mortar mengacu pada standar pengujian ASTM C 109. Benda

uji di buat dengan menggunakan cetakan kubus dengan ukuran 5cm x 5cm x 5cm.

Jumlah mortar yang dibuat yaitu sebanyak 15 buah, yang terdiri dari: 3 buah

mortar normal ( tanpa campuran abu sampah organik ), 3 buah mortar dengan

campuran 5% abu sampah organik, 3 buah mortar dengan campuran 10% abu

sampah organik, 3 buah mortar dengan campuran 15% abu sampah organik, 3

buah mortar dengan campuran 20% abu sampah organik.

Adapun prosedur yang dilakukan untuk pembuatan benda uji yaitu:

1. Persiapan alat dan bahan

Seluruh peralatan dan bahan disiapkan, guna memudahkan dalam pengerjaan

pengadonan dan pencetakan benda uji.

2. Bahan – bahan yang telah disiapkan seperti semen, pasir, dan abu sampah

organik ditimbang dengan komposisi seperti yang terlihat pada tabel 3.1:

Tabel 3.l Komposisi Benda Uji Mortar

Persentase Abu

1) Pasir dan semen dimasukan ke tempat pengadonan dan diaduk sampai

rata dan diberi air pada bagian tengah adonan serta dibiarkan ± 1 menit

agar campuran saling mengikat.

2) Kemudian diaduk sampai campuran benar-benar homogen.

3) Setelah pengadonan selesai dilakukan pencetakan dengan cara

memasukan pasta mortar kedalam cetakan kubus setinggi 1/3 tinggi

(34)

4) Dimasukan kembali 1/3 bagian campuran pasta mortar kedalam cetakan

kemudian dirojok kembali.

5) Dimasukan kembali pasta mortar kedalam cetakan sampai penuh

kemudian dirojok kembali.

6) Permukaan cetakan diratakan dengan skrap dan ditutup dengan serbet

basah kemudian benda uji diletakan pada ruangan perawatan.

7) Setelah mortar berumur 24 jam cetakan dibuka dan diberi nomor kode

pada benda uji sesuai yang diinginkan kemudian diletakan pada ruangan

perawatan kembali.

b. Mortar dengan pencampuran abu sampah organik

Untuk pembuatan mortar dengan pencampuran abu sampah organik caranya

sama dengan pembuatan mortar normal (tanpa abu sampah organik).

Pencampuran abu sampah organik dilakukan dengan mengurangi massa semen.

Densitas

Benda uji di buat dengan menggunakan silinder dengan diameter 2,5 cm

dan tinggi 5 cm. Jumlah mortar yang dibuat yaitu sebanyak 15 buah yang terdiri

dari: 3buah mortar normal ( tanpa campuran abu sampah organik ),3 buah mortar

dengan campuran 5% abu sampah organik, 3 buah mortar dengan campuran 10%

abu sampah organik,3 buah mortar dengan campuran 15% abu sampah organik,

3 buah mortar dengan campuran 20% abu sampah organik.

Adapun prosedur yang dilakukan untuk pembuatan benda uji yaitu:

1. Persiapan alat dan bahan

Seluruh peralatan dan bahan disiapkan, guna memudahkan dalam pengerjaan

pengadonan dan pencetakan benda uji.

2. Bahan – bahan yang telah disiapkan seperti semen, pasir, dan abu sampah

(35)

Tabel 3.2 Komposisi Benda Uji Mortar

Persentase Abu Sampah Organik (dari berat semen)

Air

(ml) Pasir ( gr ) Semen ( gr )

Abu sampah organik ( gr )

0% ( Mortar Normal ) 13,3 74,5 27,1 -

5% 13,3 74,5 25,7 1,4

10% 13,3 74,5 24,4 2,7

15% 13,3 74,5 23 4,l

20% 13,3 74,5 21,7 5,4

3. Pengadonan dan Pencetakan.

a. Mortar normal ( tanpa pencampuran abu sampah organik )

1) Pasir dan semen dimasukan ke tempat pengadonan dan diaduk sampai

rata dan diberi air pada bagian tengah adonan serta dibiarkan ± 1 menit

agar campuran saling mengikat.

2) Kemudian diaduk sampai campuran benar-benar homogen.

3) Setelah pengadonan selesai dilakukan pencetakan dengan cara

memasukan pasta mortar kedalam cetakan kubus setinggi 1/3 tinggi

cetakan, kemudian dirojok dengan batang perojok besi untuk menjamin

kepadatan susunan campuran.

4) Dimasukan kembali 1/3 bagian campuran pasta mortar kedalam cetakan

kemudian dirojok kembali.

5) Dimasukan kembali pasta mortar kedalam cetakan sampai penuh

kemudian dirojok kembali.

6) Permukaan cetakan diratakan dengan skrap dan ditutup dengan serbet

basah kemudian benda uji diletakan pada ruangan perawatan.

7) Setelah mortar berumur 24 jam cetakan dibuka dan diberi nomor kode

pada benda uji sesuai yang diinginkan kemudian diletakan pada ruangan

perawatan kembali.

b. Mortar dengan pencampuran abu sampah organik

Untuk pembuatan mortar dengan pencampuran abu sampah organik

caranya sama dengan pembuatan mortar normal (tanpa abu sampah organik).

(36)

Porositas

Benda uji di buat dengan menggunakan silinder dengan diameter 2,5 cm

dan tinggi 5 cm. Jumlah mortar yang dibuat yaitu sebanyak 15 buah yang terdiri

dari: 3 buah mortar normal ( tanpa campuran abu sampah organik ),3 buah mortar

dengan campuran 5% abu sampah organik, 3 buah mortar dengan campuran 10%

abu sampah organik,3 buah mortar dengan campuran 15% abu sampah organik, 3

buah mortar dengan campuran 20% abu sampah organik.

Adapun prosedur yang dilakukan untuk pembuatan benda uji yaitu:

1. Persiapan alat dan bahan

2. Seluruh peralatan dan bahan disiapkan, guna memudahkan dalam pengerjaan

pengadonan dan pencetakan benda uji.

3. Bahan – bahan yang telah disiapkan seperti semen, pasir, dan abu sampah

organikditimbang dengan komposisi seperti yang terlihat pada tabel 3.3:

Tabel 3.3 Komposisi Benda Uji Mortar

Persentase Abu Sampah Organik (dari berat semen)

Air

(ml) Pasir ( gr ) Semen ( gr )

Abu sampah organik ( gr )

0% ( Mortar Normal ) 13,3 74,5 27,1 -

5% 13,3 74,5 25,7 1,4

10% 13,3 74,5 24,4 2,7

15% 13,3 74,5 23 4,l

20% 13,3 74,5 21,7 5,4

4. Pengadonan dan Pencetakan.

a. Mortar normal ( tanpa pencampuran abu sampah organik )

1) Pasir dan semen dimasukan ke tempat pengadonan dan diaduk sampai

rata dan diberi air pada bagian tengah adonan serta dibiarkan ± 1 menit

agar campuran saling mengikat.

2) Kemudian diaduk sampai campuran benar-benar homogen.

3) Setelah pengadonan selesai dilakukan pencetakan dengan cara

memasukkan pasta mortar kedalam cetakan kubus setinggi 1/3 tinggi

cetakan, kemudian dirojok dengan batang perojok besi untuk menjamin

(37)

4) Dimasukan kembali 1/3 bagian campuran pasta mortar kedalam cetakan

kemudian dirojok kembali.

5) Dimasukan kembali pasta mortar kedalam cetakan sampai penuh

kemudian dirojok kembali.

6) Permukaan cetakan diratakan dengan skrap dan ditutup dengan serbet

basah kemudian benda uji diletakan pada ruangan perawatan.

7) Setelah mortar berumur 24 jam cetakan dibuka dan diberi nomor kode

pada benda uji sesuai yang diinginkan kemudian diletakan pada ruangan

perawatan kembali.

b. Mortar dengan pencampuran abu sampah organik

Untuk pembuatan mortar dengan pencampuran abu sampah organik caranya

sama dengan pembuatan mortar normal (tanpa abu sampah organik). Penambahan

abu sampah organik dilakukan dengan mengurangi massa semen.

3.4 Prosedur Pengujian Sampel 3.4.1 Prosedur Pengujian Kuat Tekan

Pengujian kuat tekan mortar dilakukan untuk mengetahui kuat tekan

hancur dari benda uji. Kuat tekan mortar mengacu pada standar pengujian ASTM

C 109. Benda uji yang dipakai adalah kubus dengan ukuran 5 cm x 5 cm x 5 cm.

Pengujian kuat tekan dilakukan saat mortar berumur 28 hari dengan menggunakan

alat Compressor Machine. Pengujian dilakukan sebanyak 3 kali untuk setiap

variasi campuran agar diperoleh kuat tekan rata – rata.

Adapun prosedur pengujiannya adalah sebagai berikut:

1. Mengeluarkan benda uji setelah berumur 27 hari dari bak perendaman dan

diletakan pada ruangan sampai sampel kering dan hal ini dilakukan selama

24 jam tepatnya benda uji mencapai umur 28 hari.

2. Beban tekan diberikan secara perlahan-lahan pada benda uji dengan cara

mengoperasikan tuas pompa sehingga benda uji runtuh.

3. Pada saat jarum penunjuk skala beban tidak naik lagi atau bertambah,

maka skala yang ditunjukan oleh jarum tersebut dicatat sebagai beban

(38)

3.4.2 Prosedur Pengujian Densitas

Uji Densitas menggunakan benda uji berbentuk silinder dengan diameter

2,5 cm dan tinggi 5 cm. Pengujian mortar dilakukan pada saat mortar berumur 28

hari, dimana jumlah mortar yang akan diuji yaitu 15 buah, yang terdiri dari :

3 sampel untuk masing-masing variasi campuran.

Adapun prosedur pengujiannya adalah sebagai berikut:

1. Benda uji pada umur 27 hari diambil dari ruangan dan ditimbang guna

mengambil masa keringnya (mk

2. Kemudian benda uji dilakukan perendaman didalam bak perawatan selama

24 jam.

).

3. Setelah perendaman benda uji dikeluarkan, tepatnya benda uji berumur 28

hari dan seluruh permukaan benda uji dilap guna menghindari air yang

berlebihan.

4. Maka benda uji tersebut ditimbang kembali untuk memperoleh masa basah

benda uji (mb

5. Kemudian dihitung densitasnya dengan menggunakan rumus 2.3: ) tersebut.

ρ

=

Vb Mk

( 2.3 )

Dimana;

ρ

= densitas (gr/cm³) Mk = massa kering (gram)

Vb = Volume benda uji (cm³) ( Lawrence H.Van Vlack, l989 )

6. Prosedur ini dilakukan untuk sampel benda uji yang lain.

(39)

3.4.3 Prosedur Pengujian Porositas

Pengujian porositas dilakukan untuk mengetahui besarnya kadar porositas

yang terdapat pada benda uji. Semakin banyak porositas yang terdapat pada benda

uji maka semakin rendah kekuatannya,begitu pula sebaliknya. Pengujian porositas

menggunakan benda uji berbentuk silinder dengan diameter 2,5 cm dan tinggi 5

cm. Pengujian porositas dilakukan pada mortar uji densitas. Sehingga pengujian

porositas dapat langsung bersamaan dengan densitas. Pengujian porositas

dilakukan pada saat mortar berumur 28 hari. Porositas mortar dapat diperoleh

dengan menggunakan rumus 2.4:

Porositas = x 1 x100%

V m m

air b

k b

ρ −

( 2.4 )

Dimana :

mb = Berat benda uji dalam keadaan basah (gr)

mk = Berat benda uji dalam keadaan kering (gr)

Vb = Volume benda uji (cm3

air

ρ

)

= Massa jenis air (1 gr/cm3)

(40)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Analisa Data

4.1.1 Pengujian Kuat Tekan Mortar

Kuat tekan mortar pada dasarnya adalah sebuah fungsi dari volume

pori/rongga dari mortar itu sendiri. Kuat tekan mortar mengacu pada standar

pengujian ASTM C 109. Pengujian kuat tekan mortar dilakukan pada saat mortar

berumur 28 hari, dimana pada saat umur 27 hari benda uji dikeluarkan dari bak

perendaman dan pada hari ke 28 benda uji dikeringkan dengan udara bebas.

Pengujian kuat tekan mortar dilakukan pada sampel berbentuk kubus dengan

ukuran 5cm x 5cm x 5cm dengan menggunakan Compressor Machine hingga

didapatkan beban maksimumnya. Pengujian dilakukan sebanyak 3 kali untuk

setiap variasi campuran agar diperoleh kuat tekan rata – rata.

Kuat tekan mortar dapat diperoleh dengan menggunakn rumus 2.2:

τ

=

A F

( 2.2 )

dimana;

τ

= Kuat tekan (N/cm2 F = Beban maksimum (N)

)

A = Luas Bidang Permukaan (cm2

Data hasil pengujian kekuatan tekan mortar yang dicampur dengan abu

pembakaran sampah organik sesuai dengan hasil penelitian yang telah dilakukan,

tertera pada tabel 4.1:

)

(41)

Tabel 4.1 Data hasil pengujian kuat tekan

Contoh perhitungan pengujian kuat tekan sebagai berikut:

• Kuat tekan mortar dapat diperoleh dengan menggunakan rumus 2.2

τ

=

A F

( Lawrence H.Van Vlack, l989 )

Karena sampel berbentuk kubus dengan ukuran 5cm x 5cm x 5cm, maka:

Luas permukaan ( A ) = s x s

= 5 cm x 5 cm

= 25 cm²

Untuk beban tekan 2900 kgf

(42)

Untuk perhitungan kuat tekan rata-rata:

Dari grafik 4.1 dapat dilihat kuat tekan mortar dengan variasi campuran

abu sampah organik sebanyak 0% ( mortar normal ) yaitu sebesar 11,37 Mpa.

Apabila dibandingkan dengan mortar berikutnya yaitu dengan penggunaan

campuran abu sampah organik,kuat tekannya semakin meningkat secara linier

seiring dengan peningkatan variasi campuran abu sampah organik, yakni: variasi

campuran abu sampah organik sebesar 5% kuat tekannya 12,61 MPa, variasi

campuran abu sampah organik sebesar 10% kuat tekannya 13,79 MPa, variasi

campuran abu sampah organik sebesar 15% kuat tekannya 14,57 Mpa, dan variasi

campuran abu sampah organik sebesar 20% kuat tekannya 15,68 Mpa. Apabila

dibandingkan kuat tekan mortar dengan variasi campuran 0% (mortar normal )

dengan mortar yang menggunakan abu sampah organik 20% kuat tekannya naik

sebesar 37,91 %.

Jadi dapat disimpulkan bahwa kuat tekan terendah didapat pada mortar

normal ( tanpa menggunakan campuran abu sampah organik) sedangkan kuat

tekan tertinggi didapat pada mortar yang menggunakan variasi campuran abu

(43)

4.1.2 Pengujian Densitas

Kerapatan massa atau densitas adalah perbandingan antara massa benda uji dengan volumenya. Dalam pengujian ini mortar yang sudah mengalami pengeringan selama 27 hari ditimbang dengan maksud mendapatkan massa kering dari mortar (mk) setelah itu mortar direndam selama 24 jam untuk memperoleh massa basah mortar (mb

Vb Mk

), namun dalam hal ini mortar dilap terlebih dahulu agar basah daripada mortar tidak berlebihan. Pengujian densitas mortar dilakukan pada sampel berbentuk silinder dengan diameter 2,5 cm dan tinggi 5 cm.

Besarnya densitas dapat diperoleh dengan rumus 2.3

ρ

= ( 2.3 )

Tabel 4.2 Data hasil pengujian densitas

(44)

Contoh perhitungan densitas sebagai berikut:

• Densitas dapat diperoleh dengan menggunakan rumus:

ρ

=

Vb Mk

Karena sampel berbentuk silinder dengan ukuran 2,5 cm x 5 cm, maka:

Volume dari benda uji tersebut adalah:

π

Vb

=

______ d² L 4

3,14

= _________ ( 2,5 cm ) ² . 5 cm 4

Vb = 24,53 cm³

Untuk massa kering ( mk

Vb Mk

) = 37 gram

Di dapat:

ρ

=

= 53 , 24

37

gr/cm³

= 1,51 gr/cm³

Untuk perhitungan densitas rata-rata:

= ( l,51 + l,51 + l,51) gr/cm³ _______________________

3

(45)

Gambar 4.2 Grafik Densit as t erhadap V ariasi

Dari grafik 4.2 dapat dilihat densitas mortar dengan variasi campuran abu

sampah organik sebanyak 0% ( mortar normal ) yaitu sebesar 1,51 gr/cm³. Apabila

dibandingkan dengan mortar berikutnya yaitu dengan penggunaan cam-puran abu

sampah organik,densitasnya semakin meningkat secara linier seiring dengan

peningkatan variasi campuran abu sampah organik, yakni: variasi campuran abu

sampah organik sebesar 5% densitasnya 1,58 gr/cm³,variasi campuran abu sampah

organik sebesar 10% densitasnya 1,63 gr/cm³, variasi campuran abu sampah

organik sebesar 15% densitasnya 1,67 gr/cm³, dan variasi campuran abu sampah

organik sebesar 20% densitasnya 1,73 gr/cm³. Apabila dibandingkan densitas

mortar dengan variasi campuran 0% (mortar normal ) dengan mortar yang

menggunakan abu sampah organik 20% densitasnya naik sebesar 13,16%.

Jadi dapat disimpulkan bahwa densitas terendah didapat pada mortar

normal ( tanpa menggunakan campuran abu sampah organik) sedangkan densitas

maksimum didapat pada mortar yang menggunakan variasi campuran abu sampah

organik sebanyak 20%. Hal ini berhubungan erat dengan hasil uji kuat tekannya

semakin tinggi kuat tekan maka densitasnya semakin tinggi dan jika kuat tekan

(46)

Dari data pada tabel 4.1 dan 4.2 dapat dibuat tabel 4.3:

Tabel 4.3 Hubungan Antara Kuat Tekan dengan Densitas

No

Dari tabel 4.3 dapat dibuat grafik 4.3:

G a m ba r 4 .3 G ra fik H ubunga n a nt a ra De nsit a s de nga n

Dari grafik 4.3 disimpulkan bahwa densitas sebanding dengan kuat tekan.

Artinya jika densitas tinggi maka kuat tekan tinggi dan sebaliknya jika densitas

(47)

4.1.3 Pengujian Porositas

Pengujian porositas dilakukan untuk mengetahui besarnya porositas yang

terdapat pada benda uji. Semakin banyak porositas yang terdapat pada benda uji

maka semakin rendah kekuatannya,begitu pula sebaliknya. Pengujian porositas

menggunakan benda uji berbentuk silinder dengan diameter 2,5 cm dan tinggi 5

cm... Pengujian porositas dilakukan setelah mortar mengalami masa pengeringan

selama 27 hari kemudian direndam selama 24 jam Pengujian porositas dilakukan

pada mortar uji densitas. Sehingga pengujian porositas dapat langsung bersamaan

dengan densitas.

Data hasil pengujian porositas mortar yang dicampur dengan abu sampah

organik sesuai dengan hasil penelitian yang telah dilakukan, tertera pada tabel 4.4

Tabel 4.4 Data Pengujian Porositas

(48)

Contoh perhitungan pengujian porositas sebagai berikut:

- Porositas (%) dapat diperoleh dengan menggunakan rumus 2.4:

Porositas (%) = − × 1 × 100%

Karena sampel berbentuk silinder dengan ukuran 2,5cm x 5cm, maka:

Volume dari benda uji tersebut adalah:

(49)

Ga m ba r 4 .4 Gra fik Porosit a s T e rha da p Va ria si Ca m pura n

Dari grafik 4.4 dapat dilihat porositas mortar dengan variasi campuran

abu sampah organik sebanyak 0% ( mortar normal ) yaitu sebesar 16,3%. Apabila

dibandingkan dengan mortar berikutnya yaitu dengan penggunaan campuran abu

sampah organik, porositasnya turun secara linier seiring dengan peningkatan

variasi campuran abu sampah organik, yakni: variasi campuran abu sampah

organik sebesar 5% porositasnya 14,3%, variasi campuran abu sampah organik

sebesar 10% porositasnya 12,2%, variasi campuran abu sampah organik sebesar

15% porositasnya 10,2%, dan variasi campuran abu sampah organik sebesar 20%

porositasnya 8,2%.

Jadi dapat kita simpulkan bahwa porositas terendah atau minimum didapat

pada mortar yang menggunakan variasi campuran abu sampah organik sebanyak

20%, sedangkan porositas maksimum didapat pada mortar normal ( tanpa

menggunakan campuran abu sampah organik ).

Porositas erat hubungannya dengan densitas, dimana hubungan antara

densitas dan porositas berbanding terbalik. Artinya semakin tinggi densitas maka

porositasnya rendah sebaliknya semakin rendah densitas maka porositasnya

(50)

Tabel 4.5 Hubungan Antara Densitas dengan Porositas

Dari tabel 4.5 dapat dibuat grafik 4.5

Gambar 4.5 Grafik Hubungan antara Densitas dengan porositas

12.2

Dari grafik 4.5 dapat disimpulkan bahwa densitas berbanding terbalik

dengan porositas. Artinya jika densitas tinggi maka porositas rendah dan

(51)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Dari penelitian yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa :

1. Dengan peningkatan variasi abu sampah organik dalam campuran 0 – 20%

dengan interval 5%, kelihatan kuat tekannya bertambah dan kekuatan

tekan optimal pada campuran 20%.

2. Densitas mortar meningkat seiring dengan peningkatan variasi campuran

abu sampah organik. Densitas optimal pada campuran 20%.

3. Porositas mortar menurun, seiring dengan peningkatan variasi campuran

abu sampah organik. Porositas optimal pada campuran 20%. Hal ini

berkaitan dengan densitas. Semakin tinggi densitas maka porositas

semakin rendah dan sebaliknya semakin rendah densitas maka

porositasnya semakin tinggi.

5.2 Saran

1. Diharapkan peneliti selanjutnya melakukan penelitian terhadap mortar

yang dicampur dengan abu sampah organik.

2. Agar peneliti berikutnya khususnya pada waktu pencetakan sebaiknya

perojokan diperhatikan agar mortar yang dicetak tidak berongga.

3. Agar peneliti berikutnya membuat mortar yang dicampur dengan abu

sampah organik dengan menambah variasi terhadap komposisi campuran

(52)

DAFTAR PUSTAKA

• Abdul Rais, 2007, Tesis; Pengaruh Air Payau Terhadap Beton yang memakai Semen Padang di Kota Padang Sumatera Barat, Sekolah Pasca Sarjana

Universitas Sumatera Utara, Medan

• Aboejoewono, A. 1985. Pengelolaan Sampah Menuju ke Sanitasi Lingkungan dan Permasalahannya, Wilayah DKI Jakarta Sebagai Suatu Kasus. Jakarta. • Kia Wang, Chu; Charles,R.Salmo, 1994, Desain Beton Bertulang, Jilid I, Edisi

Keempat, Penerbit Erlangga, Jakarta.

• Daryanto, 1994, Pengetahuan Tekhnik Bangunan, Penerbit Rineka Cipta, Jakarta.

• Daryanto, 1994, Kumpulan Gambar Teknik Bangunan, Penerbit Rineka Cipta, Jakarta.

• Daniel, T. S., Hasan, P. dan Vonny, S. 1985. Tehnologi Pemanfaatan Sampah Kota dan Peran Pemulung Sampah : Suatu Pendekatan Konseptual,

PPLH ITB,Bandung.

• Dinas Kebersihan Kota DKI Jakarta. 1985. Permasalahan dan Pengelolaan Sampah Kota Jakarta. Jakarta.

• Dipohusodo, 1996, Struktur Beton Bertulang, Penerbit Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

• Edward G.Nawy, 1998, Beton Bertulang, Penerbit PT. Refika Aditama, Bandung.

• George Winter, 1993, Perencanaan Struiktur Beton Bertulang, Penerbit PT. Pradnya Paramita, PT. Pradnya Paramita,Jakarta.

• Mulyono Tri, (2005), Teknologi Beton, Penerbit Andi,Yogyakarta.

• Murdock JL; Brook KM; Stephanus Hendarto,1981, Bahan dan Praktek Beton, Edisi keempat Erlangga

• Phil M. Ferguson, 1991, Dasar-Dasar Beton Bertulang Versi SI, Penerbit Erlangga, Jakarta.

• Sidik, M. A., Herumartono, D. dan Sutanto, H. B. 1985. Tehnologi Pemusnahan Sampah dengan Incinerator dan Landfill;Direktorat Riset

Operasi dan Manajemen Deputi Bidang Analisa Sistem Badan Pengkajian

(53)

• SNI, 1993, Tata Cara Pembuatan Rencana Campuran Beton Normal, Revisi SNI 03-2834-1993, Departemen Pemukiman dan Pengembangan Wilayah,

Jakarta.

• Van, Vlack Lawrence,1989, Elemen Material Science and Engineering.

• http:/

Gambar

Tabel 2.1   Jenis-jenis semen Portland berdasarkan komposisi kimianya (%)
Tabel 2.2   Komposisi kimia pada semen
Tabel 2.1 Batas dan izin untuk campuran beton
Tabel 2.2. Komposisi dan karakteristik sampah rata – rata
+7

Referensi

Dokumen terkait

Grafik Persentase Rasio Kuat Tekan Mortar Variasi terhadap Mortar Normal Grafik (Gambar 7) menunjukkan peningkatan kuat tekan mortar variasi terbesar terjadi pada

Meskipun, sampel mortar dalam perawatan di udara AC mengalami perkembangan kuat tekan lebih kecil dibandingkan dalam perawatan air, TC dan SC.Berdasarkan hasil

Pengujian kuat tekan beton dilakukan pada saat beton berumur 7 dan 28 hari dengan menggunakan mesin tekan dengan kapasitas 1500 KN, benda uji yang akan

Hasil pengujian kuat tekan mortar yang direndam dalam aquadest, menunjukkan kuat tekan yang semakin meningkat seiring pertambahan umur, baik mortar semen OPC,

Dari hasil pengujian kuat tekan di atas dapat dilihat bahwa nilai kuat tekan pada mortar B (196 kg/cm 2 ) yaitu mortar yang terbuat dari ekosemen dengan bahan baku campuran 50% abu

Hasil pengujian kuat tekan mortar yang direndam dalam aquadest, menunjukkan kuat tekan yang semakin meningkat seiring pertambahan umur, baik mortar semen OPC,

Untuk mengetahui nilai maksimum yang dicapai nilai mutu beton dengan penggunaan mortar hebel sebagai pengganti sebagian semen terhadap kuat tekan beton.. Untuk mengetahui besar pengaruh

Pada penelitian ini pengujian kuat tekan dilaksanakan pada saat beton berumur 14 hari, kemudian guna memperoleh nilai kuat tekan maksimal hasil pengujian dikonversikan ke umur 28