• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH TAYANGAN KOMEDI PESBUKERS TERHADAP PERILAKU KEKERASAN VERBAL ANAK (Studi Pada Anak di SD Negeri 1 Kalibalau Kencana Bandarlampung Kelas 3 sampai dengan kelas 5)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENGARUH TAYANGAN KOMEDI PESBUKERS TERHADAP PERILAKU KEKERASAN VERBAL ANAK (Studi Pada Anak di SD Negeri 1 Kalibalau Kencana Bandarlampung Kelas 3 sampai dengan kelas 5)"

Copied!
100
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRAK

PENGARUH TAYANGAN KOMEDI PESBUKERS TERHADAP

PERILAKU KEKERASAN VERBAL ANAK

(Studi Pada Anak di SD Negeri 1 Kalibalau Kencana

Bandarlampung Kelas 3 s.d. kelas 5)

Oleh Dina Ulia

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui besar pengaruh tayangan Komedi Pesbukers terhadap perilaku kekerasan verbal anak di SD Negeri 1 Kalibalau Kencana kelas tiga sampai dengan kelas lima. Penelitian menggunakan teori SOR (Stimulus Organism Respon) dalam membentuk kerangka pikir dan Social Learning Theory dengan pendekatan modelling untuk meneliti proses perubahan perilaku anak. Ada empat proses yang terlibat dalam pendekatan modelling, yaitu perhatian, mengingat, reproduksi motorik dan motivasional. Kesimpulan penelitian ini adalah: (1) Tayangan komedi Pesbukers berpengaruh langsung terhadap proses perhatian dan mengingat anak akan adegan-adegan kekerasan verbal dengan kontribusi sebesar 49,8%, sedangkan sisanya sebesar 50,2% dijelaskan oleh faktor lain di luar penelitian. Nilai koefisien jalur sebesar 0,706, signifikan dengan nilai Sig. sebesar 0,000 lebih kecil dibanding alfa 5%. Pengaruh langsung ini memiliki tingkat korelasi yang kuat. (2) Proses perhatian dan mengingat anak memiliki kontribusi sebesar 36,7% dalam menjelaskan perubahan yang terjadi pada perilaku kekerasan verbal anak, sisanya sebesar 63,7% dijelaskan oleh faktor lain diluar penelitian. Nilai koefisien jalur sebesar 0,606, signifikan dengan nilai Sig. sebesar 0,000 lebih kecil dibanding alfa 5%. Pengaruh langsung ini memiliki tingkat korelasi yang kuat. (3) Tayangan komedi Pesbukers berpengaruh tidak langsung terhadap perilaku kekerasan verbal anak melalui proses perhatian dan mengingat anak dengan koefisien jalur sebesar 0,428. Besar pengaruh tersebut adalah sebesar 18,3% masuk dalam kategori sedang, sedangkan sisanya sebesar 81,7% dijelaskan oleh variabel lain diluar penelitian.

(2)

ABSTRACT

The Effect of Comedy Shows

Pesbukers

Towards Against Verbal

Behavior of Children

( Case Study in SD Negeri 1 Kalibalau Kencana Bandarlampung

3

rd

-5

th

grade)

By

Dina Ulia

The purpose of this study was to determine the influence of Comedy Show Pesbukers verbal violence against the child's behavior in SD Negeri 1 Kalibalau Kencana third grade to fifth grade. This study uses the theory of SOR (Stimulus Organism Response) in shaping mindsets and Social Learning Theory with modeling approaches to examine the process of change in children's behavior. There are four processes in modeling approaches, they are attention, retention, motor reproduction and motivation. The conclusion of this study were: (1) comedy shows Pesbukers directly influence the process of considering the child's attention and will be verbally violent scenes with a contribution of 49.8%, while the remaining 50.2% is explained by other faktors which exclude from this study. Value of the path coefficient of 0.706, significant with the Sig. 0,000 less than 5% alpha. The direct effect of this has a strong degree of correlation. (2) The process of considering the child's attention and have a contribution of 36.7% in explaining the changes in the child's verbal behavior, while the remaining 63.7% is explained by other faktors beyond research. Value of the path coefficient of 0.606, significant with the Sig. 0,000 less than 5% alpha. The direct effect of this has a strong degree of correlation.(3) comedy shows Pesbukers indirect effect on the behavior of verbal abuse and children through the process of considering the child's attention with a path coefficient of 0.428. Great influence amounted to 18.3% in the category of being, while the remaining 81.7% is explained by other variables outside of research.

(3)
(4)
(5)
(6)
(7)

RIWAYAT HIDUP

Nama lengkap penulis adalah Dina Ulia. Dilahirkan di

Krui, Pesisir Barat Lampung pada tanggal 11 Oktober

1993. Penulis merupakan putri bungsu dari lima bersaudara

buah hati pasangan Bapak H. Taufik H. Mahdan dan Ibu

Hj. Masnun. Penulis dibesarkan di Krui, Pesisir Barat

Lampung dengan Islam sebagai agama yang dianut dan

diyakini.

Mengawali pendidikan formal di usia 4 tahun, penulis belajar di Taman

Kanak-kanak (TK) AL-Quran Krui Pesisir Barat dan selesai pada tahun 1997. Kemudian

penulis melanjutkan pendidikan ke Sekolah Dasar (SD) Negeri 4 Krui Pesisir

Barat dan selesai pada tahun 2003. Pada tahun yang sama, penulis terdaftar

sebagai siswa di Sekolah Menegah Pertama (SMP) Negeri 2 Krui Pesisir Barat

dan selesai pada tahun 2007. Kemudian melanjutkan pendidikan di Sekolah

Menengah Atas (SMA) Al-Kautsar Bandarlampung dan dinyatakan lulus pada

tahun 2010.

Pada tahun 2010 penulis terdaftar sebagai mahasiswi Jurusan Ilmu Komunikasi

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung melalui jalur Seleksi

Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) dan selesai pada tahun

(8)

PERSEMBAHAN

PERSEMBAHAN

PERSEMBAHAN

PERSEMBAHAN

Seiring dengan ungkapan penuh rasa syukur kepada Allah SWT,

Kupersembahkan karya kecilku ini untuk:

Kedua orang tuaku tercinta, Ayahanda H. Taufik H. Mahdan dan Ibunda Hj.

Masnun yang tidak pernah lelah memberikan cinta dan kasihsayang.

Pengorbanan yang begitu besar serta doa yang tidak pernah putus demi

keberhasilanku

Kakak – kakakku, Yesi Gusnita, Fitriani, Mery Sofia dan Nopenda Wati yang

sangat saya sayangi dan menyayangi saya

Almamater tercinta Universitas Lampung

(9)

MOTO

(10)

SANWACANA

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT berkat rahmat, hidayah serta

petunjuk-Nya sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi yang berjudul

Pengaruh Tayangan Komedi Pesbukers terhadap Perilaku Kekerasan VerbalAnak (Studi Pada Siswa-siswi SD Negeri 1 Kalibalau Kencana Bandarlampung kelas 3

s.d kelas 5).

Skripsi ini merupakan salah satu syarat guna menyelesaikan studi dan

memperoleh gelar Sarjana Ilmu Komunikasi di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu

Politik Universitas Lampung. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam

penyusunan skripsi ini masih terdapat kesalahan-kesalahan, baik pada teknik

penulisan maupun materi yang disajikan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan

saran dan kritik yang membangun sebagai perbaikan pada skripsi ini.

Peran serta dan bantuan dari berbagai pihak dalam penyusunan skripsi sangat

berharga bagi penulis. Tanpa bantuan dari berbagai pihak, skripsi ini tidak

mungkin terselesaikan. Dalam kesempatan ini, penulis menyampaikan ucapan

terimakasih kepada:

1. Kedua orangtua yang sangat aku sayangi, Ayahanda H. Taufik H. Mahdan

dan Ibunda Hj. Masnun. Terimakasih untuk segala doa, dukungan, nasehat

(11)

terbesarku untuk bangun dan terus maju ketika merasa kesulitan. Aku

sayang kalian.

2. Kakak-kakakku, Yesi Gusnita, Fitri Ani, Mery Sofia, Nopenda Wati,

Ponco Prasetyo, Iswandi Nurdiansyah, Ahmad Syukri dan Agus Ridwan.

Terimakasih untuk doa dan dukungannya. Dari kalian aku mendapatkan

semangat, senyum dan tawa mengurangi suntuk akibat berjam-jam di

depan laptop.

3. Adik-adikku, Azka Azlani, Varisha Dhania Aletea, Fahmi Nazhir Aufa,

Danesh Kamelia Maritza dan Jovita Anikha Fakhira yang nda sayangi.

Kalian selalu menjadi obat dari segala bad mood. Kalian dengan kelakuan

lucu pintar dan nakal kalian yang polos adalah kebahagian nda.

4. Bapak Ahmad Rudy Fardiyan, S.Sos., M.Si. selaku Dosen Pembimbing

yang telah membimbing, meluangkan waktu dan pikirannya, memberikan

banyak koreksi, masukan serta saran demi penelitian yang baik, sehingga

saya dapat menyelesaikan skripsi ini. Sekali lagi saya sangat berterima

kasih.

5. Ibu Dr. Nina Yudha Aryanti, S.Sos., M.Si. selaku Dosen Penguji yang

telah mengoreksi kesalahan maupun kekeliruan dalam penyusunan

skripsi, sehingga kesalahan-kesalahan tersebut dapat diperbaiki

sebagaimana mestinya. Saya sangat berterima kasih karena dari sejumlah

kritikan beserta masukan yang Ibu berikan telah memotivasi saya untuk

memberikan yang terbaik dalam menyelesaikan skripsi ini.

6. Kepala sekolah, tata usaha dan para guru khususnya wali kelas kelas tiga

(12)

yang sangat terbuka dan ramah menyambut kedatangan peneliti. Yang

telah memberikan izin untuk melakukan penelitian, memberikan

informasi-informasi dan data yang dibutuhkan dalam penelitian.

7. Teman-teman seperjuangan dan sepermainan, teman yang lebih dari

sekedar teman, kalian adalah saudara bagi saya, Leni Destia Edward, Ani

Annisa Lasmah, Siti Fatimah, Fina Yulanda, Hesti Prihastuti, Amaliah

Nurdin, Emirullyta H., Beatrixc Banuarea, Putri Habiebah Baiq, M. Hafiz

Wiratama, Pratama Dio Ananto, Oemar Madri Bafadhal, Imam Mubarok,

Yunardi Hasan KS. Saya tidak dapat berpanjang-panjang cerita, juga tidak

mau “wacana”, singkat kata saya sampaikan bahwa saya sangat amat

sayang kalian.

Peneliti mengucapkan terima kasih banyak, semoga Allah SWT. selalu

melindungi, merekatkan, menjaga ikatan persahabatan dan persaudaraan kita.

Bandarlampung, 27 November 2014

Penulis,

(13)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ……….……….……. i

HALAMAN PERSETUJUAN ……… iii

HALAMAN PENGESAHAN ……….……… iv

PERNYATAAN ……….….…. v

RIWAYAT HIDUP ………. vi

PERSEMBAHAN ……… vii

MOTO ……….………. viii

SAN WACANA ……… ix

DAFTAR ISI ……… x

DAFTAR TABEL ………..…. xiii

DAFTAR GAMBAR ………...……… xv

DAFTAR BAGAN ………...……… xvi

BAB I PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang Masalah ……….. 1

1.2Rumusan Masalah……… 6

1.3Tujuan Penelitian ………. 6

1.4Kegunaan Penelitian ……… 7

BAB II TINJAUAN PENELITIAN 2.1 Tinjauan Penelitian Terdahulu ……… 8

2.2 Tinjauan tentang Anak ………..……….. 11

2.2.1 Perkembangan Jiwa Masa Anak Sekolah ………. 13

2.2.2 Perkembangan Fantasi………... 15

2.2.3 Perkembangan Pikiran dan Ingatan ……….. 16

(14)

2.3 Tinjauan Perilaku Kekerasan Verbal ……….. 18

2.4 Tinjauan Televisi ………. 21

2.5 Tinjauan Kekerasan di Televisi ……….. 26

2.6 Tinjauan Dampak Negatif Tayangan Kekerasan pada Anak …………..… 29

2.7 Tinjauan Model Teori S-O-R ………. 33

2.8 Tinjauan Social Learning Theory ……….. 34

2.9 Kerangka Pikir ……… 37

2.10Hipotesis ………. 45

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tipe Penelitian ……… 47

3.2 Metode Penelitian ……….…. 47

3.3 Variabel Penelitian ………. 48

3.4 Definisi Konseptual ……… 49

3.5 Definisi Operasional ………... 50

3.6 Populasi ……….. 55

3.7 Sampel ……… 56

3.8 Jenis Data ……… 58

3.9 Teknik Pengumpulan Data ………. 59

3.10 TeknikPengolahan Data ………...……….. 60

3.11 Pengujian Instrumen Penelitian …………...……….. 61

3.11.1 Uji Validitas ……….. 61

3.11.2 Uji Reliabilitas ……… 62

3.11.3 Uji Normalitas ……… 64

3.12Teknik Analisis Data ……….. 64

BAB IV GAMBARAN UMUM 4.1. Gambaran Mengenai Program Komedi Pesbukers di Televisi ……...…… 67

4.2. Gambaran Mengenai Objek Penelitian ………...…… 71

4.2.1 Gambaran Mengenai SD Negeri 1 Kalibalau Kencana ………. 71

4.2.2 Gambaran Mengenai Orang Tua Responden ………. 72

4.2.3 Gambaran Mengenai Anak-Anak Sebagai Objek Penelitian ……… 73

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Pengujian Instrumen Penelitian ……… 75

5.1.1 Uji Validitas ………. 75

(15)

5.1.3 Uji Normalitas ……….. 80

5.2 Deskripsi Karakteristik Responden ……… 81

5.2.1 Jenis Kelamin ……… 81

5.2.2 Usia ……….. 82

5.2.3 Tingkatan Kelas Sekolah …….………. 83

5.3 Pengolahan Data ………. 84

5.3.1 Tayangan Program Komedi Pesbukers………. 84

5.3.1.1 Pesan Media ………... 84

5.3.1.2Isi Pesan ……….. 106

5.3.2 Proses Perhatian dan Mengingat Anak ………. 114

5.3.2.1 Proses Perhatian Anak ………... 114

5.3.2.2 Proses Mengingat Anak ………. 117

5.3.3 Perubahan Perilaku Kekerasan Verbal Anak ……… 126

5.3.3.1Proses Reproduksi Motorik ……… 126

5.3.3.2Motivasional ………... 135

5.4 Analisis Hubungan Antarvariabel ………... 140

5.4.1 Analisis Pengaruh Variabel X terhadap Variabel Z ………. 142

5.4.2 Analisis Pengaruh Variabel Z terhadap Variabel Y ……….. 145

5.4.3 Analisis Pengaruh Variabel X terhadap Variabel Y Melalui Variabel Z………. 147

5.5 Hasil Analisis Data ……….. 148

5.6 Pembahasan ………. 153

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan ……… 164

6.2. Saran ……… 165

(16)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Tinjauan Penelitian Terdahulu ……….. 9

2. Indikator Variabel Penelitian ……… 54

3. Jumlah Sampel ……….. 58

4. Uji Validitas Variabel X ……… 76

5. Uji Validitas Variabel Z ……… 77

6. Uji Validitas Variabel Y ……… 77

7. Uji Reliabilitas Variabel X ……… 78

8. Uji Reliabilitas Variabel Z ……… 79

9. Uji Reliabilitas Variabel Y ……… 79

10. Tabel Hasil Uji Normalitas ………. 80

11. Karateristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ………. 81

12. Karakteristik Responden Berdasar Usia ………. 82

13. Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkatan Kelas Sekolah ……….. 83

14. Tingkat Ketertarikan terhadap Program Komedi Pesbukers ……….. 85

15. Kesesuaian Waktu Tayang Program Komedi Pesbukers ……… 87

16. Kesesuaian Durasi Tayang Program Komedi Pesbukers ……… 89

17. Ketertarikan Terhadap Cerita dalam Sketsa Komedi Pesbukers ………… 91

18. Ketertarikan dengan Tata Panggung Program Komedi Pesbukers ………. 92

19. Ketertarikan Terhadap Musik latar dalam Program Komedi Pesbukers … 93 20. Ketertarikan Terhadap Kostum Pemain dalam Program Komedi Pesbukers ………. 95

21. Tingkat Kesukaan terhadap Pemain Pesbukers Olga Syahputra ………… 98

22. Tingkat Kesukaan terhadap Pemain Pesbukers Raffi Ahmad ……… 99

23. Tingkat Kesukaan terhadap Pemain Pesbukers Jessica Iskandar ………… 100

24. Tingkat Kesukaan terhadap Pemain Pesbukers Sapri ………. 101

25. Tingkat Kesukaan terhadap Pemain Pesbukers Oppie Kumis ……… 102

26. Tingkat Kesukaan terhadap Pemain Pesbukers Julia Perez……….… 103

27. Tingkat Kesukaan terhadap Pemain Pesbukers Kartika Putri……….. 104

28. Tingkat Kesukaan terhadap Pemain Pesbukers Tarra Budiman …………. 105

29. Tingkat Ketertarikan pada Guyonan dalam Komedi Pesbukers …………. 107

30. Tingkat Hiburan dari Guyonan-guyonan Pesbukers ………. 108

(17)

32. Tingkat Hiburan dari Pantun dalam Tayangan Komedi Pesbukers ……… 112

33. Tingkat Kemudahan Bahasa untuk Dimengerti ……….…. 113

34. Frekuensi Menonton Tayangan Pesbukers dalam Satu Minggu …………. 115

35. Durasi Menonton Tayangan Komedi Pesbukers ………. 116

36. Tingkat Mengingat Adegan Ketika Pemain Memanggil P dengan Ucap Negatif ……… 118

37. Tingkat Mengingat Adegan Ketika Pemain Membanding-bandingkan Pemain Lainnya dengan Orang Lain ………… 120

38. Tingkat Mengingat Adegan Ketika Pemain Menyebut Pemain Lainnya Dengan Ciri Fisik yang Dimilikinya ………... 122

39. Tingkat Mengingat Adegan Ketika Pemain Mengejek Selera Pribadi Pemain Lainnya ……….…. 123

40. Tingkat Mengingat Adegan Ketika Pemain Merendahkan Pendapat dan Kemampuan Pemain Lainnya …………...… 124

41. Tingkat Mengingat Adegan Ketika Pemain Berbicara dengan Nada Suara yang Keras atau Tinggi …………..………. 125

42. Perilaku Memanggil dengan Ucapan Negatif ………. 127

43. Perilaku Membanding-Bandingkan dengan Orang Lain ……… 129

44. Perilaku Menyebut dengan Ciri Fisik ………. 130

45. Perilaku Memperolok Selera Pribadi Teman ……….. 131

46. Perilaku Merendahkan Pendapat dan Kemampuan ………... 133

47. Perilaku Berbicara dengan Nada Suara yang Tinggi ……….. 134

48. Tingkat Kepuasan Setelah Melakukan Kekerasan Verbal ………. 136

49. Kewajaran Melakukan Kekerasan Verbal……… 137

50. Hilangnya Rasa Takut dengan Teman-teman yang Mengganggu ……….. 139

51. Model Summary (Variabel X terhadap Z) ………. 143

52. Anova (Uji F, variabel X terhadap Z) ………. 144

53. Coefficients (Uji t, variabel X terhadap Z) ………. 144

54. Model Summary (Variabel Z terhadap Y) ……….. 146

55. Anova (Uji F, variabel Z terhadap Y) ………. 147

(18)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Model Mediasi ……….…….……… 64

2. Model Path Analysis ………. 65

3. Model Path Analysis (2) ……… 140

4. Substruktur 1 Model Path Analysis ………...………… 143

5. Substruktur 2 Model Path Analysis ………...……… 146

(19)

DAFTAR BAGAN

Bagan

Halaman

(20)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Majid (2009: 14) mengatakan bahwa, televisi kini telah menjadi salah satu bagian

yang penting dalam keluarga. Hampir setiap rumah memiliki televisi. Tidak

jarang kegiatan lainnya pun dilakukan sambil menonton televisi. Bahkan, tidak

sedikit yang menjadikan televisi sebagai pengasuh, guru, penghibur atau bahkan

sarana promosi dagang. Selain peran televisi yang positif tersebut, televisi juga

memainkan peran besar dalam menyajikan informasi yang tidak layak dan terlalu

dini bagi anak-anak. Menurut para pakar masalah media dan psikologi, di balik

keunggulan yang dimilikinya, televisi berpotensi besar memberikan dampak yang

negatif di tengah berbagai lapisan masyarakat, khususnya anak-anak.

Dwyer (dalam Majid, 2009: 14) mengatakan, televisi mampu merebut 94%

saluran masuknya informasi kedalam jiwa manusia yaitu lewat mata dan telinga.

Televisi mampu untuk membuat orang pada umumnya mengingat 50% dari apa

yang mereka tonton di layar televisi walaupun hanya sekali ditayangkan.

Kebanyakan orang akan ingat 85% dari apa yang mereka lihat di televisi setelah

tiga jam kemudian dan 65% setelah tiga hari kemudian. Dengan demikian

(21)

bagi anak-anak yang pada umumnya meniru apa yang mereka lihat, tidak menutup

kemungkinan perilaku dan sikap anak tersebut akan mengikuti acara televisi yang

mereka tonton. Pola pikir anak yang belum bisa membedakan mana yang benar

dan mana yang salah, juga kondisi anak yang belum dapat memahami acara di

televisi secara benar. Mereka menganggap bahwa kejadian yang ditampilkan di

televisi merupakan hal yang benar-benar terjadi dalam kehidupan nyata.

WHO juga menghimbau bahwa kebiasaan menonton siaran televisi yang kurang

bermutu akan mendorong seseorang untuk berperilaku buruk. Bahkan penelitian

oleh WHO ini menyimpulkan bahwa hampir semua perilaku buruk yang

dilakukan orang adalah hasil dari pelajaran yang mereka terima dari media

semenjak usia anak-anak (Zubaedi, 2011: 13).

Hal ini menjadi kekhawatiran dengan adanya fakta tentang pertelevisian

Indonesia, yang mengatakan pada tahun 2007 bahwa jam tonton televisi

anak-anak 5 sampai 8 jam/hari atau 1.560 sampai 1.820 jam/tahun, sedangkan jam

belajar SD umumnya kurang dari 1.000 jam/tahun, 85% acara televisi tidak aman

untuk anak, karena banyak mengandung adegan kekerasan, seks dan mistik yang

berlebihan dan terbuka (Majid, 2009: 15).

Adegan kekerasan merupakan adegan yang paling banyak ditemui dalam tayangan

televisi. Unsur kekerasan sudah menjadi bumbu dalam hampir setiap program

acara televisi yang terbukti ampuh menarik minat menonton masyarakat.

Kekerasan dalam program hiburan khususnya komedi menimbulkan kekhawatiran

tersendiri. Di mana penayangan komedi yang mengunakan unsur kekerasan

(22)

khusunya asas manfaat bagi masyarakat. Hal yang memperihatinkan bahwa

perilaku menyimpang tersebut seperti menjadi suatu yang dihalalkan atau

dibenarkan bahkan diberikan suatu keistimewaan dengan dibuatkannya suatu

acara komedi dengan tayang setiap hari di jam prime time (jam televisi banyak

ditonton). Hal ini kemudian berujung pada semakin banyaknya orang-orang yang

tidak lagi peka dengan kekerasan, secara sadar maupun tidak, melakukan

kekerasan verbal terhadap orang-orang di sekeliling mereka.

Salah satu program komedi yang banyak mengandung unsur kekerasan khususnya

kekerasan verbal adalah program komedi Pesbukers yang disiarkan oleh stasiun

televisi nasional ANTV. Ciri khas lawakan Pesbukers adalah lawakan-lawakan

yang dikemas dalam sebuah pantun. Lawakan-lawakan yang dilontarkan dalam

pantun tersebut tentunya tidak lepas dari ejekan-ejekan bagi para pemainnya.

Selain bentuk lawakan berupa pantun juga sering terlihat bentuk spontanitas yang

tidak jarang juga mengandung kekerasan verbal.

Dari bentuk lawakan tersebut, Pesbukers mendapat teguran dari KPI dan sempat

berhenti tayang sementara pada Juli 2012. Pada bulan Juli 2013 Pesbukers

kembali mendapat teguran dari KPI dengan pelanggaran yang termasuk kedalam

kategori pelanggaran terhadap norma kesopanan dan kesusilaan serta pelanggaran

terhadap perlindungan anak. Untuk ketiga kalinya pada Januari 2014, Pesbukers

mendapat teguran dan dikenai sanksi pengurangan durasi selama 30 menit selama

3 hari berturut-turut (www.kpi.go.id, diakses tanggal 26 Februari 2014).

Meskipun demikian, program acara Pesbukers ini mendapat respon yang positif

(23)

memenangkan piala Panasonic Gobel Awards sebagai program komedi terfavorit

dua tahun berturut-turut yakni pada tahun 2013 dan 2014 (m.kompas.com edisi

5/3/2013, diakses tanggal 6 Maret 2014).

Dalam penelitian ini, peneliti memilih program komedi Pesbukers karena dalam

program ini banyak ditemukan bentuk gurauan yang mengandung kekerasan

verbal. Hal tersebut dikarenakan Pesbukers ditayangkan secara langsung sehingga

kurangnya kontrol terhadap isi program, tidak melalui proses editing terhadap

gurauan kekerasan verbal tersebut. Beberapa faktor seperti kurangnya kontrol

orang tua dan jam tayang Pesbukers yang berada pada waktu prime time (jam

televisi yang banyak ditonton), menjadikan tayangan tersebut juga dapat ditonton

oleh anak-anak.

Di sisi lain, Oswold Kroh (dalam Zulkifli, 2006: 46) mengatakan, pada usia 8

sampai dengan 10 tahun merupakan masa realism naif, semua yang diamati

diterima begitu saja tanpa ada kecaman tau kritik, masa ini disebut juga masa

penyampaian ilmu pengetahuan. Dalam masa ini anak lebih cenderung

berperilaku seperti yang diperlihatkan di sekelilingnya juga dari tayangan televisi.

Disadari atau tidak, perilaku-perilaku negatif yang dilihat di televisi akan menjadi

suatu memori dalam diri anak, meniru apa yang ia lihat dan bisa berkembang

menjadi karakter pribadi anak tersebut. Hal ini semestinya dicegah sejak dini

karena dapat mengancam moral dan etika anak sebagai penerus bangsa.

Berdasarkan pada penjelasan Oswold Khroh tersebut, dapat dijelaskan bahwa

dampak negatif yang ada dalam suatu tayangan televisi akan sangat terasa pada

(24)

dengan 10 tahun, di mana semua diamati dan diterima begitu saja tanpa ada

kecaman atau kritikan. Dalam tingkatan sekolah, pada umumnya usia 8 sampai

dengan 10 tahun berada pada tingkat Sekolah Dasar (SD) yakni kelas 3, 4 dan 5.

Penelitian ini dilakukan di SD Negeri 1 Kalibalau Kencana Bandarlampung

`Pemilihan lokasi penelitian didasarkan pada hasil pra-survey (2014). Dapat

dijelaskan bahwa SD Negeri 1 Kalibalau Kencana merupakan SD yang berada di

daerah Sukarame Bandarlampung. Sekolah ini merupakan SD yang kurang

dikenal dibandingkan dengan SD lain di sekitar wilayah Bandarlampung,

Lokasinya berada di pemukiman warga dengan penghasilan menengah kebawah,

dan kebanyakan anak-anak diseputaran SD itulah yang merupakan siswa-siswi di

SD tersebut. Hasil pra-survey (2014), di mana peneliti secara langsung

berinteraksi dengan anak-anak di SD tersebut, juga mengamati secara seksama

proses interaksi yang terjadi diantara anak-anak. Peneliti mendapati bahwa dalam

berinteraksi, anak-anak di sana sangat tidak segan untuk melontarkan kata-kata

yang tergolong ke dalam kekerasan verbal, yakni berkata-kata kasar, saling ejek,

menghina dan berbicara dengan nada yang tinggi. Korban biasanya merasa kesal

dan tidak menerima perkataan yang ditujukan kepadanya. Guru-guru wali kelas

juga mengakui bahwa ada beberapa siswa dan siswi yang menangis akibat hal

tersebut. Dalam pergaulan di luar sekolah, anak-anak sering berkumpul dan

bermain bersama, seringkali mereka mengucapkan kata-kata yang tidak pantas

diucapkan, seperti “Tolol lu, begok lu, lu jelek, pulang aja lu, gua ketok lu,” dan

lain-lain. Orang dewasa di sana juga jarang memberikan teguran apabila

(25)

Berdasarkan penjelasan di atas, penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui

adanya pengaruh tayangan komedi Pesbukers di televisi terhadap perilaku

kekerasan verbal anak di SD Negeri 1 Kalibalau Kencana kelas 3 sampai dengan

kelas 5. Lokasi penelitian dipilih karena di SD Negeri 1 Kalibalau Kencana sering

didapati bentuk kekerasan verbal yang dilakukan anak-anak di lingkungan sekolah

maupun luar sekolah. Peneliti juga mempertimbangkan bahwa kelas 3 sampai

dengan kelas 5 sudah memiliki kemampuan membaca dan memahami isi

pertayaaan dalam kuesioner yang diberikan.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini

adalah, “Berapa besar pengaruh tayangan Komedi Pesbukers terhadap perilaku

kekerasan verbal anak di SD Negeri 1 Kalibalau Kencana kelas 3 sampai dengan

kelas 5?”.

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah, “Untuk mengetahui dan menganalisis besar pengaruh

tayangan Komedi Pesbukers terhadap perilaku kekerasan verbal anak di SD

(26)

1.4 Kegunaan Penelitian

Kegunaan penelitian ini adalah:

1. Kegunaan Teoritis

Penelitian mengenai masalah perilaku kekerasan verbal anak akibat tayangan

televisi akan memperkaya konsep-konsep ilmu sosial, khususnya ilmu

komunikasi yang mengkaji dampak dari media televisi.

2. Kegunaan Praktis

Sebagai bahan informasi bagi instansi terkait dalam upaya peningkatan kualitas

tayangan televisi dan bahan informasi bagi masyarakat khususnya orang tua

untuk lebih mengawasi tontonan anaknya agar dapat meminimalisir pengaruh

(27)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Penelitian Terdahulu

Penelitian ini, merujuk kepada penelitian-penelitian terdahulu yang membahas

mengenai pengaruh tayangan yang memiliki unsur kekerasan. Penjelasan

(28)
(29)
(30)

Dengan merujuk penelitian terdahulu di atas, penulis mendapati bahwa pengaruh

tayangan yang memiliki unsur kekerasan merupakan hal yang perlu dikaji lebih

lanjut, terlebih lagi pengaruhnya terhadap anak-anak yang belum dapat memilih

dan memilah tayangan yang baik untuknya.

Peneliti juga melihat bahwa faktor usia dapat mempengaruhi besarnya pengaruh

tayangan televisi. Dapat dilihat dari perbedaan hasil penelitian terhadap anak

SMA (Sekolah Menengah Atas) dengan anak TK (Taman Kanak-kanak). Dimana

di kalangan anak SMA (SMA Triguna Utama Ciputat) tidak menemukan

hubungan yang signifikan antara tayangan kekerasan dengan perilaku kekerasan,

sedangkan hubungan positif ditunjukkan oleh tayangan kekerasan dengan perilaku

agresif anak pra sekolah (TK Islam Terpadu Al Akhyar Kabupaten Kudus).

Persepsi remaja di Kota Malang juga mengkhawatirkan dampak negatif tayangan

dengan kekerasan terhadap perilaku anak. Maka untuk melengkapi penelitian

yang telah dilakukan para peneliti perdahulu, penulis memilih anak dengan usia 8

sampai dengan 10 tahun sebagai responden untuk mengetahui ada atau tidaknya

pengaruh tayangan yang mengandung kekerasan verbal (Komedi Pesbukers)

terhadap perilaku kekerasan verbal anak.

2.2 Tinjauan Tentang Anak

Anak adalah mereka yang belum mengerti dan memiliki apa-apa sebagai bekal

dirinya untuk menghadapi kehidupan yang lebih luas, ia perlu mendapatkan

(31)

keluarganya, di samping itu anak juga membutuhkan orang lain dalam

perkembangan dan pertumbuhannya. Orang lain yang paling utama dan pertama

bertanggung jawab adalah orang tuanya sendiri. Secara psikologis anak lebih

rentan dibandingkan orang dewasa dan memiliki pengalaman yang terbatas, yang

mempengaruhi pemahaman dan persepsi mereka mengenai dunia.

Menurut Suhartin (1986: 78) anak adalah mereka yang ditandai dengan fisik yang

terbagi dalam beberapa tahapan. Tahapan-tahapan tersebut antara lain:

1. Umur 0-1 tahun, yaitu masa bayi

2. Umur 1-3 tahun, yaitu masa balita

3. Umur 3-6 tahun, yaitu masa pra-sekolah

4. Umur 6-12 tahun, yaitu masa sekolah

Menurut Erik Erikson (dalam Zulkifli, 2006: 68), umur 6 tahun sampai 10 tahun

berada dalam masa industry versus inferiority (berkarya/etos kerja versus minder),

yang merupakan masa paling kritis bagi anak-anak untuk mengembangkan

kepercayaan dirinya bahwa mereka mampu untuk berkarya dan bereksplorasi.

Menurut Erik, anak-anak adalah pribadi yang penuh kreativitas, antusias

melakukan sesuatu, aktif berekplorasi maka segala hal ingin dipraktekkannya.

Oswold Khroh (dalam Zulkifli, 2006: 72) menjelaskan, dari segi perkembangan

anak umur 8 sampai 10 tahun berada pada masa realisme naïf, semua diamati dan

diterima begitu saja tanpa ada kecaman atau kritikan, masa ini disebut juga

(32)

Merujuk beberapa pendapat tentang anak di atas, maka dalam penelitian ini yang

dimaksud anak adalah mereka yang belum mengerti dan memiliki apa-apa sebagai

bekal dirinya untuk menghadapi kehidupan yang lebih luas. Anak dengan ciri fisik

yang berada pada masa sekolah yang merupakan masa paling kritis, yaitu usia 8

sampai 10 tahun yang berada dalam masa realisme naif, semua diamati dan

diterima begitu saja tanpa ada kecaman atau kritikan. Pada tahap ini anak-anak

adalah pribadi yang penuh kreativitas, antusias melakukan sesuatu, aktif

berekplorasi maka segala hal ingin dipraktekkan.

2.2.1.Perkembangan Jiwa Masa Anak Sekolah

Masa anak sekolah pada umumnya ketika anak berusia 6 sampai 7 tahun,

karena pada usia ini secara umum kejiwaan anak sudah matang dan sudah siap

untuk masuk sekolah. Adapun perkembangan jiwa anak pada masa sekolah ini

menurut Zulkifli (2006: 70) yang menonjol antara lain:

1. Adanya keinginan yang cukup tinggi, terutama yang menyangkut

perkembangan intelektual anak, biasanya dinyatakan dalam bentuk

pertanyaan, senang melakukan pengembaraan atau percobaan-percobaan.

2. Energi yang melimpah, sehingga kadangkala anak itu tidak memperdulikan

bahwa dirinya telah lelah atau capek. Dengan energi yang sangat cukup

inilah nantinya sebagai sumber potensi dan dorongan anak untuk belajar.

3. Perasaan kesosialan yang berkembang pesat, sehingga anak menyukai untuk

(33)

mementingkan peer group nya dibanding orang tuanya. Hal itu disebabkan

karena anak sudah banyak temannya disekolah.

4. Sudah dapat berpikir secara abstrak, sehingga memungkinkan anak untuk

menerima hal-hal yang berupa teori atau norma-norma tertentu.

5. Minat istimewanya tertuju kepada kegemaran dirinya (misalnya gemar

bermain gitar, sepak bola, memelihara binatang atau yang lainnya) yang

mengakibatkan anak melalaikan tugas belajarnya.

6. Adanya kekejaman yaitu: “Perhatian anak ditujukan kepada dunia luar, akan

tetapi dirinya tidak mendapat perhatian, saat itu juga anak belum mengenal

jiwa orang lain.

Pada masa anak sekolah ini sebenarnya anak telah tumbuh sikap objektifnya,

yang menyangkut tentang:

a. Kenyataan: Anak mempunyai sikap yang serius kepada dunia nyata

(realistis).

b. Kesusilaan: Sikap anak terhadap norma susila sudah juga, meskipun

terkadang acuh tak acuh.

Proses tumbuh kembang anak terkadang hanya dipahami bahwa anak secara

naluri atau kodrati akan tumbuh dan berkembang secara sendirinya seiring

dengan perkembangan fisik maupun psikis anak. Dari segi perkembangan

pengamatan, Oswold Kroh (dalam Zulkifli, 2006: 72) membaginya ke dalam

(34)

1. Sintesis Fantasi: 7 sampai 8 tahun

Pengamatan masih dipengaruhi oleh fantasi dan kenyataan berbaur dengan

fantasi.

2. Masa Realisme Naif: 8 sampai 10 tahun

Semua diamati dan diterima begitu saja tanpa ada kecaman atau kritikan,

masa ini disebut juga sebagai masa pengumpulan ilmu pengetahuan.

3. Masa Realisme Kritis: 10 sampai 12 tahun

Dalam masa ini, anak mulai berfikir kritis, ia mulai mencapai tingkat

berfikir abstrak.

4. Masa Subjektif: 12 sampai 14 tahun

Pada masa ini anak berpaling pada dunianya sendiri. Perhatiannya ditujukan

pada dirinya sendiri. Hidupnya mulai gelisah, ragu-ragu, timbul rasa malu

dan hidup perasaan tidak nyaman.

Dalam masa anak sekolah perkembangan pengamatan merupakan peralihan

dari keseluruhan menuju pada bagian-bagiannya, menerima tanpa kritik

menuju kearah pengertian dari alam khayal (fantasi) menuju alam kenyataan.

2.2.2.Perkembangan Fantasi

Zulkifli (2006: 74) menjelaskan, sejak anak berumur lima atau enam tahun,

perhatiannya mulai ditujukan ke dunia luar, ke alam kenyataan. Tetapi bukan

(35)

senantiasa hidup itu akan mencari lapangan penyaluran lain, misalnya

membuat hiburan seperti membaca buku-buku, mendengarkan cerita, membuat

sesuatu dan sebagainya. Beberapa masa fantasi, yaitu:

1. Masa dongeng: 4 sampai 8 tahun.

Masa ini bertepatan waktunya dengan perkembangan anak ke arah

kenyataan. Anak suka mendengarkan cerita kehidupan seperti anak yang

lucu, anak yang rajin, anak yang durhaka dan lain sebagainya. Termasuk

cerita raja-raja yang arif bijaksana dan sebagainya.

2. Masa robinson crusoe: 8 sampai 12 tahun.

Pada masa ini anak mengalami realisme naif, kemudian memasuki masa

realisme krisis. Anak sudah tidak lagi menyukai cerita atau dongeng yang

fantastis (tidak masuk akal). Sekarang ia lebih menyukai cerita yang

sebenarnya, cerita yang masuk akal seperti: cerita perjalanan, cerita roman

dan sebagainya.

3. Masa pahlawan: 12 sampai 15 tahun.

Anak lebih suka membaca cerita atau buku perjuangan yang benar-benar

pernah terjadi.

2.2.3 Perkembangan pikiran dan ingatan

Zulkifli (2006: 58-59) menjelaskan bahwa, dalam keadaan normal, pikiran

anak usia sekolah dasar berkembang secara berangsur-angsur dan tenang. Di

(36)

pembentukan akal budi anak. Pola pikir dan perkembangannya berubah, dari

iklim yang egosentris memasuki realitas benda dan dunia pikiran orang lain.

Dari kehidupan fantasi (dengan menyukai cerita atau dongeng) berubah

menjadi menyukai kehidupan yang nyata. Ingatan anak pada usia 8 sampai 12

tahun mencapai insensitas tinggi dan paling kuat, daya menghafal (memorisasi)

paling kuat.

2.2.4 Kehidupan perasaan

Pada umumnya anak lebih emosional dibanding dengan orang dewasa. Sifatnya

optimistis dan kurang dirisaukan oleh rasa penyesalan. Kesengsaraan,

kepedihan dan kegembiraan orang lain kurang dipahami dan dihayati oleh

anak. Perasaan intelektuan anak pada periode ini sangat besar, sehingga

menyukai sesuatu yang menantang, misalnya soal-soal matematika, fisika dan

perhitungan yang sulit terutama yang berkaitan dengan angka.

Pada masa ini perasaan religiusnya menipis seiring dengan berubahnya tidak

lagi menyukai cerita fantasi. Hal ini bukan berarti perasaan religius anak hilang

sama sekali, tetapi tidak menonjol. Untuk mengatasi hal tersebut, hendaknya

pendidikan agama pada anak usia 6 sampai 12 tahun mendapat perhatian yang

serius dari orang tuanya. Namun metode yang digunakan tidak dilaksanakan

dengan kekerasan dan ancaman, akan tetapi diberikannya untuk melakukan

perkembangan psikis, kebutuhan dan keinginan anak. Di samping itu juga

(37)

Tuntunan dan pemberian keyakinan akan tuangan kasih sayang orang tua akan

menguatkan kepercayaan pada diri anak.

Berdasarkan penjelasan di atas, penelitian ini memfokuskan pada anak-anak usia

sekolah dasar, khususnya yang berada di usia 8 sampai 10 tahun. Di mana umur 8

sampai 10 tahun merupakan masa realisme naïf yang berarti anak masih dalam

masa belajar sehingga anak dapat menerima dengan mudah hal-hal bersifat positif

maupun negatif yang dilihat atau diberikan kepadanya, baik yang disampaikan

secara langsung dari seseorang maupun melalui media, termasuk media televisi.

Pada masa ini juga, anak sudah tidak lagi menyukai cerita atau dongeng yang

fantastis (tidak masuk akal), ia lebih menyukai cerita yang sebenarnya. Ingatan

anak pada usia ini pun mencapai insensitas tinggi dan paling kuat. Daya

menghafal (memorisasi) paling kuat, sehingga anak dapat secara cepat belajar dari

apa yang didapatnya. Sifatnya optimistis dan kurang dirisaukan oleh rasa

penyesalan. Kesengsaraan, kepedihan dan kegembiraan orang lain kurang

dipahami dan dihayati oleh anak yang berada pada masa ini.

2.3 Tinjauan Periaku Kekerasan Verbal

Perilaku kekerasan adalah keadaan di mana seseorang menunjukkan sikap yang

bermusuhan yang ditujukan terhadap diri sendiri, orang lain dan lingkungan

secara verbal maupun non verbal yang dapat menyebabkan kerusakan. Perilaku

kekerasan dapat dipicu oleh berbagai faktor, salah satunya adalah peniruan tindak

kekerasan di berbagai media pemberitaan. Pada anak, perilaku kekerasan dicirikan

(38)

hati orang lain melalui tindakan maupun kata-katanya (Anantasari, 2006: 11).

Perilaku kekerasan yang dilakukan anak biasanya bertujuan untuk menyakiti hati

atau merusak barang orang lain untuk mendapatkan apa yang diinginkannya.

Sebagaimana yang dijelaskan di atas, perilaku kekerasan bersifat verbal dan

nonverbal. Namun, kekerasan verbal seringkali dianggap remeh, selain karena

dampaknya tidak terlihat secara fisik, orang-orang yang melakukannya pun

seringkali tidak sadar telah melakukan kekerasan verbal. Padahal, kekerasan

verbal dapat menimbulkan dampak buruk yang cukup besar terhadap kesehatan

mental dan perkembangan psikologis seseorang.

Waruwu (2010: 29) mendefinisikan kekerasan verbal secara umum berupa

penghinaan dengan kata-kata, fitnah, menjelek-jelekkan orang lain, dan

pembunuhan karakter. Sementara menurut Baryadi (dalam Azma, 2012: 122)

kekerasan verbal adalah perilaku berbahasa kasar seperti memaki, mengancam,

mengusir, memfitnah, memaksa, menghasut, membuat orang malu, menghina dan

sebagainya. Menurut Dr. Jay Grady (dalam Azma, 2012: 122), seorang yang telah

bergelut selama lebih dari 30 tahun dalam bidang konseling dan menangani

berbagai macam kasus kekerasan dalam hubungan antar manusia, kekerasan

verbal adalah penggunaan kata-kata yang secara sengaja ataupun tidak sengaja

menyakiti seseorang, kata-kata yang menyerang jati diri dan kemampuan

seseorang atau kata-kata yang membuat seseorang mempercayai pernyataan yang

tidak benar mengenai dirinya. Merujuk definisi-definisi mengenai perilaku

(39)

diartikan sebagai: Perilaku berbahasa kasar yang secara sengaja ataupun tidak

sengaja menyakiti seseorang.

Tanpa kita ketahui, perkataan yang seringkali dianggap sepele atau sekedar

candaan dan lelucon, juga merupakan bentuk kekerasan verbal. Berikut kata-kata

yang dapat digolongkan sebagai kekerasan verbal:

1. Memberi cap negatif dengan kata-kata seperti: “Pemalas; Bodoh; Ceroboh;

Jorok; Jelek; Tidak bisa diharapkan; Tidak punya masa depan”.

2. Membanding-bandingkan dengan orang lain: “Masa gak dapet rangking, lihat

tuh kakak kamu, rangking satu terus”.

3. Menyebut berdasarkan ciri fisik tertentu: “Ceking; Gendut; Pendek; Tiang

Listrik; Raksasa; Hitam; Peyang; Badak”.

4. Memperolok selera pribadi, misalnya cara berpakaian, selera musik, potongan

rambut, hobi: “Kutubuku”.

5. Merendahkan pendapat dan kemampuan: “Sok tau lu; Malu-maluin aja; Gitu

aja ngga bisa”.

6. Berbicara dengan nada suara yang keras atau tinggi, membentak.

Kekerasan verbal bahkan memiliki dampak yang lebih besar dan buruk

dibandingkan dengan kekerasan fisik, karena sifatnya yang tersembunyi dan

melukai aspek mental dan psikologis seseorang yang lebih sulit disembuhkan

daripada luka fisik. Yang lebih menyulitkan lagi adalah, orang yang mengalami

kekerasan verbal seringkali tidak menyadari bahwa mereka telah menjadi korban,

sehingga mereka merasa bahwa semua hal-hal buruk yang dikatakan terhadap

(40)

bahwa semua hal buruk yang terjadi kepada mereka adalah sepenuhnya karena

kesalahan mereka. Ini membuat mereka tumbuh menjadi pribadi dengan

kepercayaan diri dan konsep diri yang rendah.

Dampak lain dari kekerasan verbal (pada korban) adalah terhambatnya

perkembangan anak secara sosial dan emosional. Anak-anak yang sering

mengalami kekerasan verbal juga dapat tumbuh dengan rasa rendah diri dan

konsep diri yang rendah.

Saat mereka dewasa nanti, mereka pun memiliki kemungkinan lebih besar untuk

terus menjadi korban kekerasan verbal, atau justru berbalik menjadi pelaku

kekerasan verbal. Mereka juga memiliki kecenderungan lebih tinggi untuk

berperilaku agresif dan terlibat dalam tindak kenakalan dan perilaku yang bersifat

merusak terhadap diri sendiri, seperti penggunaan narkoba, penyalahgunaan

alkohol dan zat adiktif sampai percobaan bunuh diri. Korban kekerasan verbal

juga dapat tumbuh menjadi pribadi dengan berbagai macam gangguan psikologis,

seperti gangguan kecemasan, depresi dan ketidakstabilan emosional.

2.4 Tinjauan Televisi

Televisi berasal dari dua kata yang berbeda asalnya, yaitu tele (bahasa Yunani)

yang berarti jauh, dan visi (videre, bahasa Latin) yang berarti penglihatan Dengan

demikian televisi diartikan dengan melihat jauh. Melihat jauh maksudnya gambar

dan suara yang diproduksi di suatu tempat dan dapat dilihat dari tempat lain

(41)

televisi menggabungkan unsur audio (pendengaran) dengan unsur visual

(penglihatan) karena menampilkan gambar hidup dan warna. Kedua aspek ini

membuat televisi menarik perhatian masyarakat dan menghabiskan sebagian besar

waktunya untuk menonton.

Mengingat cakupannya yang terbuka, maka cakupan pemirsanya tidak mengenal

usia dan meliputi seluruh lapisan masyarakat. Luas jangkauan dan cakupan

pemirsanya, menjadikan media televisi sebagai media pembawa informasi yang

besar dan cepat pengaruhnya terhadap pengetahuan, sikap dan perilaku anggota

masyarakat, serta sistem dan tata nilai yang telah ada.

Menurut Ardianto (2005:128), fungsi televisi tidak jauh berbeda dengan media

massa lainnya seperti surat kabar maupun radio, yaitu memberi informasi,

mendidik, menghibur dan membujuk. Akan tetapi fungsi menghibur lebih

dominan pada media televisi.

Pesan yang disampaikan melalui televisi juga memerlukan pertimbangan lain agar

pesan tersebut dapat diterima oleh khalayak sasaran (Ardianto, 2007: 140). Faktor

tersebut adalah:

1. Pemirsa

Pemirsa adalah khalayak yang menonton tayangan tersebut. Sasaran khalayak

perlu diperhatikan dan disesuaikan dengan pesan yang disampaikan agar

(42)

2. Waktu

Setelah mengetahui minat dan kebiasaan setiap kategori pemirsa, langkah

selanjutnya adalah menyesuaikan waktu penayangan dengan kebiasaan

pemirsa. Faktor waktu menjadi bahan pertimbangan agar setiap acara

ditayangkan secara proporsional dan dapat diterima oleh khalayak yang dituju.

3. Durasi

Durasi berkaitan dengan waktu, yakni jumlah menit dalam setiap penayangan

acara. Durasi masing-masing acara disesuaikan dengan jenis acara dan tuntutan

naskah. Suatu acara tidak akan mencapai sasaran karena durasi terlalu singkat

atau terlalu lama.

4. Metode Penyajian

Fungsi utama televisi menurut khalayak pada umumnya adalah untuk

menghibur dan informasi. Tetapi, tidak berarti fungsi mendidik dan membujuk

dapat diabaikan. Hal yang perlu diperhatikan untuk memadukan fungsi televisi

adalah cara mengemas pesan sedemikian rupa, yakni menggunakan metode

penyajian tertentu dimana pesan nonhiburan dapat mengundang unsur hiburan.

Keempat faktor tersebut satu dengan lainnya saling berhubungan. Penonton

televisi sebagai komunikan yang heterogen terbagi menjadi beberapa kelompok di

mana tiap kelompoknya mempunyai minat dan kebiasaan yang berbeda, termasuk

kebiasaannya dalam menonton televisi. Oleh karenanya acara-acara televisi akan

disesuaikan dengan kebiasaan menonton televisi khalayaknya, sedangkan faktor

(43)

Faktor metode penyajian lebih mempertimbangkan sasaran khalayak serta fungsi

utama siaran televisi sebagai media hiburan dan informasi.

Media televisi pun dapat menjadi penangkap ampuh yang mampu membuat

anak-anak duduk pasif selama berjam-jam setiap hari, ia bisa menjadi “penganti baby

sitter” yang handal tanpa perlu digaji. Televisi juga bisa membuat mata anak-anak

kelelahan karena kurang istirahat akibat terus-menerus digunakan untuk

menonton. Dengan demikian televisi mampu mengendalikan jika tidak mampu

mengendalikan pesawat televisi ia akan mengendalikannya (Surbakti, 2008:

45-50).

Muh. Labb mengutip Jhon Fiske, Marshal Mac Luhan dan Jalaludin Rakhmat

(dalam Surbakti, 2008: 50), mengatakan bahwa televisi dikonstruksi dan

merupakan hasil dari pilihan manusia, keputusan-keputusan, budaya-budaya dan

tekanan-tekanan sosial. Marshal Mac Luhan melihat televisi dari dua sudut

pandang, dari sudut pandang isi dan cara penyajiannya. Dari sisi isi, televisi

adalah “review mirrorism” artinya televisi merupakan media baru yang mampu

mengeksploitasi potensi-potensinya, dalam arti media ini melakukan proses

pergantian terhadap tealitas. Ada benarnya dalam istilah Rakhmat (2009: 220)

disebut “realitas tangan kedua”.

Menurut Rahkmat (2009: 220), ada tiga dimensi efek komunikasi massa yaitu

efek kognitif, afektif dan konatif. Efek kognitif meliputi peningkatan kesadaran,

(44)

perasaan dan sikap. Sedangkan efek konatif berhubungan dengan perilaku yakni

melakukan sesuatu menurut cara tertentu.

1. Efek Kognitif: adalah akibat yang timbul pada diri komunikan yang sifatnya

informatif bagi dirinya. Dalam efek kognitif ini berkaitan dengan pikiran, nalar

atau rasio. Misalnya komunikasi menyebabkan orang yang semula tidak tahu

menjadi tah, yang semula tidak mengerti menjadi mengerti, atau yang semula

tidak sadar menjadi sadar. Dengan kata lain, media massa dapat membantu

khalayak mempelajari informasi dan mengembangkan keterampilan kognitif.

2. Efek Afektif: yaitu efek yang berhubungan dengan perasaan. Tujuan dari

komunikasi massa bukan hanya sekedar memberitahu kepada khalayak agar

menjadi tahu tentang sesuatu, tetapi setelah mengetahui informasi yang

diterimanya, khalayak diharapkan dapat merasakannya. Semua sikap

bersumber pada organisasi kognitif, informasi dan pengetahuan yang khalayak

miliki. Sikap selalu diarahkan kepada objek, kelompok atau orang. Hubungan

media dengan khalayak pasti didasarkan pada informasi yang khalayak peroleh

tentang sifat-sifat media. Sikap pada seseorang atau sesuatu tergantung pada

citra khalayak tentang orang atau objek tersebut.

3. Efek Konatif: efek ini merupakan efek yang timbul pada diri khalayak dalam

bentuk perilaku tindakan atau kegiatan yang bersifat fisik atau jasmaniah. Efek

(45)

2.5 Tinjauan Tayangan Kekerasan di Televisi

Daya tarik sebuah tayangan televisi memang sangat relatif. Fenomena yang

terjadi, banyak tayangan kurang mendidik justru sangat diminati masyarakat,

sementara tayangan-tayangan yang mendidik justru cenderung ditinggalkan.

Padahal hanya tayangan-tayangan yang mendapat perhatian besar masyarakatlah

yang mampu menarik iklan dalam jumlah besar. Karena itulah, stasiun-stasiun

televisi tetap menyajikan tayangan-tayangan yang disukai masyarakat, terlepas

bahwa kualitas tayangan itu sendiri disadari cenderung menjerumuskan atau

kurang bermanfaat bagi masyarakat. Salah satu unsur yang menjadi andalan

industri media televisi untuk menarik perhatian masyarakat adalah unsur

kekerasan. Kekerasan kini menjadi komoditi yang diperjual dan terbukti ampuh

menarik perhatian masyarakat.

Kumiasari (2009: 22) meneliti bahwa kekerasan dipandang sebagai sesuatu yang

indah, mengandung ciri estetika, yakni menimbulkan sensasi-sensasi kenikmatan.

Kekerasan menghasilkan rasa muak sekaligus rasa kagum hampir pada saat yang

bersamaan. Sehingga tidak mengherankan apabila unsur kekerasan begitu sulit

dilenyapkan dari tayangan televisi.

Menurut Sunarto (2009: 18) tayangan yang termasuk ke dalam tayangan

kekerasan adalah tayangan yang menempatkan tema anti sosial, seksualitas atau

tema supranatural sebagai daya tarik tayangan tersebut, misalnya adalah

kekerasan fisik, seksual maupun mental. Selain itu, tayangan yang menggunakan

bahasa yang tidak pantas diucapkan dan didengar juga termasuk kedalam

(46)

antara yang baik dan buruk dan mana yang boleh dilakukan dan tidak boleh

dilakukan juga dapat dikategorikan sebagai tayangan yang mengandung

kekerasan.

Pengertian tayangan kekerasan dalam penelitian ini merujuk pada pengertian

tayangan kekerasan oleh Sunarto, yaitu tayangan yang menggunakan bahasa yang

tidak pantas diucapkan dan didengar, tayangan yang tidak memperhatikan batasan

yang jelas antara yang baik dan buruk dan mana yang boleh dilakukan dan tidak

boleh dilakukan.

Berdasarkan pengertian tayangan kekerasan di atas, tayangan kekerasan ternyata

begitu mendominasi program televisi. Hampir semua tayangan di televisi memuat

adegan kekerasan di dalamnya. Mulai dari program informasi kriminal, berita,

film, sinetron, reality show, komedi, iklan dan bahkan film kartun yang

merupakan tayangan untuk anak-anak.

Saat kita menonton televisi, sebenarnya kita sedang melakukan komunikasi. Pada

dasarnya komunikasi digunakan untuk menciptakan atau meningkatkan aktivitas

antara manusia atau kelompok, dari hubungan yang ada tersebut lahirlah suatu

pengaruh yang dapat dinilai dari aspek jenis komunikasi yang ada. Jenis

komunikasi itu sendiri terdiri dari komunikasi verbal dan non verbal.

Dugan (1989: 68) mengatakan bahwa humor termasuk kedalam komunikasi

verbal, di mana humor dapat meningkatkan kehidupan yang bahagia. memberikan

(47)

Tertawa mempunyai hubungan fisik dan psikis dan harus diingat bahwa humor

adalah merupakan satu-satunya selingan dalam berkomunikasi.

Dalam berkomunikasi, hendaknya dilakukan komunikasi yang efektif.

Berkomunikasi efektif berarti bahwa komunikator dan komunikan sama-sama

memiliki pengertian yang sama tentang suatu pesan. Oleh karena itu, dalam

bahasa asing orang menyebutnya “the communication is in tune”, yaitu kedua

belah pihak yang berkomunikasi sama-sama mengerti apa pesan yang

disampaikan.

Menurut Rahkmad (1998: 58) komunikasi yang efektif ditandai dengan adanya

pengertian, dapat menimbulkan kesenangan, mempengaruhi sikap, meningkatkan

hubungan sosial yang baik dan pada akhirnya menimbulkan suatu tidakan. Maka

dari itu pesan yang disampaikan menjadi kunci dalam menentukan komunikasi

yang efektif, yakni komunikator dapat mengolah pesan tersebut menggunakan

bahasa yang sesuai dengan situasi dan kondisi serta mudah dimengerti.

Sebagaimana yang dijelaskan Rahkmad (1998: 58), syarat-syarat dalam

berkomunikasi efektif, yaitu:

1. Menciptakan suasana yang menguntungkan.

2. Menggunakan bahasa yang mudah ditangkap dan dimengerti.

3. Pesan yang disampaikan dapat menggugah perhatian atau minat di pihak

komunikan.

4. Pesan dapat menumbuhkan sesuatu penghargaan atau reward di pihak

(48)

Sehingga dengan adanya indikasi tersebut, maka pesan yang disampaikan dapat

dengan mudah diterima dan tujuan dari komunikasi dapat terwujud.

2.6 Tinjauan Dampak Negatif Tayangan Kekerasan pada Anak

Ketika anak-anak (penonton) melihat tayangan televisi dalam waktu yang relatif

lama (lebih dari 4 jam sehari) maka akan mudah dipengaruhi oleh televisi. Bila

tayangan tersebut berisi tentang kekerasan, maka anak-anak (penonton) akan

meniru (mencontoh) perilaku tersebut.

Hal ini karena masa anak-anak, khususnya yang berumur antara 6 sampai 10

tahun adalah tahun adalah masa paling kritis bagi anak-anak. Pada tahap ini

mereka akan mengembangkan kepercayaan dirinya bahwa mereka mampu untuk

berkarya dan bereksplorasi. Anak-anak adalah pribadi yang penuh kreativitas

antusias melakukan sesuatu, aktif berekplorasi maka segala hal ingin

dipraktekkannya. Lebih lanjut, anak-anak dalam tahap perkembangannya belum

bisa membedakan antara fakta dan imaginatif, rasa ingin tahunya besar. Sehingga

ketika melihat tayangan televisi dia mempraktekkannya, dia tidak bisa mencerna

apakah tayangan tersebut fakta atau imajinatif. (Kumiasari, 2009: 45).

Aktivis pembelaan atas hak-hak anak mengemukakan bahwa tayangan kekerasan

di sejumlah stasiun televisi telah ikut andil membentuk perilaku kekerasan di

kalangan anak-anak. Salah satu contohnya anak dari Kediri yang membunuh anak

kecil karena terinspirasi dari tayangan telvisi, khususnya di berita kriminal.

(49)

telah memberikan “pembelajaran” pada anak-anak untuk melakukan hal serupa

jika menghadapi suatu masalah (Anonim, dalam http://www.republika.co.id,

2007, diakses tanggal 22 Juni 2014).

Kajian yang dibuat oleh Komisi Nasional Perlindungan Anak pada akhir 2007

terhadap dunia perfilman menunjukkan bahwa televisi adalah salah satu

penyumbang terbesar kekerasan. Hampir 62% dari 35 judul acara atau film

mengandung adegan-adegan kekerasan. Tahun 2008 Komisi Penyiaran Indonesia

(KPI) menganalisa sekitar 47 program. Hasilnya 20% dari tayangan tersebut tidak

sesuai dengan Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standart Program Siaran

(P3-SPS). Adegan yang tidak sesuai dengan pedoman tersebut antara lain

pengggunaan senjata, kekerasan, menakutkan bagi anak, sikap tidak baik terhadap

orang tua, adegan pacaran, penggunaan alohol, perilaku antisosial dan adegan

ciuman.

Begitu pula dengan penelitian yang dilakukan oleh Lembaga Kesehatan Mental

Nasional Amerika yang dilakukan dalam skala besar selama sepuluh tahun,

menyatakan bahwa kekerasan dalam program televisi menimbulkan perilaku

agresif pada anak-anak dan remaja yang menonton program tersebut. Dimana

kekerasan dan agresivitas tampaknya dua variabel yang selalu berhubungan erat

dan tidak terpisahkan. Keduanya menyatu ibarat dua sisi mata uang sehingga

dimana ada kekerasan di situ ada agresivitas. Sebaliknya, dimana ada agresivitas

pasti di situ kekerasan berkembang dengan subur. (Surbakti, 2008: 131-132).

Ron Solby dari Universitas Harvard (dalam www.indomedia.com, diakses tanggal

(50)

yang menayangkan kekerasan dalam televisi terhadap perkembangan kepribadian

anak, yakni:

1. Dampak aggressor, di mana sifat jahat dari anak semakin meningkat.

2. kedua, dampak korban di mana anak menjadi penakut dan semakin sulit

mempercayai orang lain.

3. ketiga, dampak pemerhati, di sini anak menjadi makin kurang peduli terhadap

kesulitan orang lain.

4. keempat, dampak nafsu dengan meningkatnya keinginan anak untuk melihat

atau melakukan kekerasan dalam mengatasi setiap persoalan.

Tayangan komedi juga tidak luput dari unsur kekerasan. Di mana kekerasan

khususnya kekerasan verbal dalam tayangan komedi dijadikan senjata utama

untuk memancing tawa pemirsa. Sebuah penelitian oleh Afifi (2010: 98)

menunjukkan bahwa bentuk kekerasan banyak ditemukan dalam

program-program televisi yang didominasi oleh program-program hiburan berbahasa kasar seperti

memaki, mengancam, mengusir, memfitnah, memaksa, menghasut, membuat

orang malu, menghina dan sebagainya.

Kata-kata seperti: “Setan lu; bego lu; Muka lu kayak kebo; Badan lu kayak

king-kong; Kambing lu; Botak lu; Peyang lu”, hanyalah sebagian dari kata-kata yang

kerap kita dengar pada tayangan-tayangan komedi di televisi. Menggunakan ciri

khas seseorang, baik fisik (ukuran tubuh, tinggi badan, ciri fisik tertentu) maupun

non-fisik (sifat, cara berpenampilan, selera pribadi) sebagai bahan lelucon, seolah

(51)

Namun tayangan tersebut muncul di masyarakat menjadi dilema tersendiri, di sisi

lain kita membutuhkannya sebagai hiburan setelah seharian beraktifitas, tetapi

disisi lain tayangan tersebut secara tidak langsung memberikan contoh yang tidak

baik kepada masyarakat karena menunjukan unsur kekerasan. Acara-acara yang

berkualitas di televisi semakin sedikit, berganti acara-acara tidak bermutu yang

sekedar mengejar rating (jumlah penonton terbanyak).

Penayangan komedi yang mengunakan unsur kekerasan sebagai bahan lawakan

dapat dikatakan bertentangan dengan asas penyiaran, khusunya asas manfaat bagi

masyarakat. Yang memperihatinkan bahwa perilaku menyimpang tersebut seperti

menjadi suatu yang dihalalkan atau dibenarkan bahkan diberikan suatu

keistimewaan dengan dibuatkannya suatu acara komedi dengan tayang setiap hari

di jam prime time (jam televisi banyak ditonton). Hal ini kemudian berujung pada

semakin banyaknya orang-orang yang secara sadar maupun tidak, melakukan

kekerasan verbal terhadap orang-orang di sekeliling mereka.

Bagi anak-anak, mereka akan merasa terbiasa dengan tindak kekerasan, tidak lagi

mudah merasakan penderitaan atau rasa sakit yang dialami orang lain, hingga

akhirnya berkurang atau hilangnya kepekaan terhadap kekerasan itu sendiri dan

mengangap kekerasan adalah sesuatu hal yang lucu. Hal itu memungkinkan

(52)

2.7 Tinjauan Model Teori S-O-R

Model teori S-O-R singkatan dari Stimulus Organism Respon suatu model klasik

komunikasi yang banyak mendapat pengaruh teori psikologi. Objek material dari

psikologi ilmu komunikasi adalah sama, yaitu manusia yang jiwanya meliputi

komponen-komponen kognitif, afektif dan konatif. Asumsi dasar dari model ini

adalah: media massa menimbulkan efek yang terarah, segera dan langsung

terhadap komunikan. Model teori ini merupakan model teori paling dasar. Model

ini dipengaruhi oleh displin psikologi, khususnya yang beraliran behavioristik

(Mulyana, 2005: 132). Menurut stimulus respons ini, efek yang ditimbulkan

adalah reaksi khusus terhadap stimulus khusus sehingga seseorang dapat

mengharapkan dan memperkirakan kesesuaian antara pesan dan reaksi

komunikan. Unsur-unsur model dalam teori ini adalah:

1. Pesan (stimulus, S)

2. Komunikan (organism, O)

3. Efek (Response, R)

Hosland (dalam Mulyana, 2005: 140) mengatakan bahwa proses perubahan

perilaku pada hakekatnya sama dengan proses belajar. Proses perubahan perilaku

tersebut menggambarkan proses belajar pada individu yang terdiri dari:

1. Stimulus (rangsang) yang diberikan pada organisme dapat diterima atau

ditolak. Apabila stimulus tersebut tidak diterima atau ditolak berarti stimulus

(53)

bila stimulus diterima oleh organisme berarti ada perhatian dari individu dan

stimulus tersebut efektif.

2. Apabila stimulus telah mendapat perhatian dari organisme (diterima) maka ia

mengerti stimulus ini dan dilanjutkan kepada proses berikutnya.

3. Setelah itu organisme mengolah stimulus tersebut sehingga terjadi kesediaan

untuk bertindak demi stimulus yang telah diterimanya (bersikap).

4. Akhirnya dengan dukungan fasilitas serta dorongan dari lingkungan maka

stimulus tersebut mempunyai efek tindakan dari individu tersebut (perubahan

perilaku).

Teori ini mendasarkan asumsi bahwa penyebab terjadinya perubahan perilaku

tergantung kepada kualitas rangsang (stimulus) yang berkomunikasi dengan

organisme. Artinya kualitas dari sumber komunikasi (sources) sangat menentukan

keberhasilan perubahan perilaku seseorang, kelompok atau masyarakat.

Dalam prinsip S-O-R secara gamblang dijelaskan tentang sebuah proses belajar di

mana efek adalah suatu reaksi khusus yang timbul akibat stimulus tertentu.

Artinya bahwa orang-orang dapat memprediksi keterkaitan yang erat antara

pesan-pesan yang disampaikan melalui media massa terhadap reaksi yang akan

muncul dalam diri penerima akibat pesan tersebut.

2.8 Tinjauan Social Learning Theory

Teori yang digagas Albert Bandura (dalam Rakhmat, 2009: 246), pakar psikologi

(54)

langsung, melainkan juga melalui peniruan (modeling). Bandura berpijak pada

pemikiran bahwa perilaku seseorang adalah gabungan hasil faktor-faktor kognisi

dan lingkungan. Lebih jauh Bandura menjelaskan bahwa seorang anak dapat

mempelajari perilaku kekerasan melalui media, selanjutnya dalam kondisi tertentu

mendasarkan perilakunya pada karakter-karakter yang ditonjolkan oleh media

tersebut.

Menurut Albert Bandura (dalam Rakhmat, 2009: 241), anak-anak mempelajari

sejumlah perilaku tidak hanya melalui keluarga dan lingkungan melainkan juga

melalui tayangan yang ditampilkan. Selanjutnya mereka mendasarkan perilaku

mereka dengan meniru apa yang mereka saksikan sebelumnya. Anak-anak yang

percaya bahwa tayangan kekerasan termasuk kekerasan secara verbal adalah

realitas hidup yang sebenarnya akan bertindak lebih agresif. Demikian halnya

dengan anak-anak yang memiliki perhatian yang demikian besar terhadap

tayangan kekerasan akan termotivasi lebih agresif.

Dalam proses belajar sosial (Social Learning Proces), Albert Bandura (dalam

Rakhmat, 2009: 246) menggagas bahwa media massa merupakan agen sosialisasi

utama selain orang tua, keluarga besar, guru, sahabat dan seterusnya. Menurut

Bandura terdapat empat proses yang terlibat di dalam pembelajaran melalui

pendekatan modelling, yaitu perhatian (attention), pengendapan atau mengingat

(retention), reproduksi motorik (reproduction) dan penguatan (motivation).

1. Perhatian (attention)

Dalam proses perhatian anak mengamati peristiwa secara langsung atau tidak

(55)

Meskipun ada ratusan peristiwa yang dialami setiap hari, namun hanya

beberapa saja yang menarik perhatian mereka. Peristiwa yang menarik

perhatian mereka adalah kejadian yang mudah diingat, sederhana, menonjol,

menarik, dan terjadi berulang-ulang. Anak dapat mengamati peristiwa tersebut

salah satunya dari media televisi

2. Proses mengingat (Retention)

Dalam tahapan terhadap peristiwa, seorang anak akan menyimpan peristiwa

yang dialami maupun yang ia lihat ke dalam memorinya dalam bentuk

imajinasi atau lambang secara verbal sehingga menjadi ingatan (memory) yang

sewaktu-waktu dapat dipanggil kembali.

3. Reproduksi motorik (reproduction)

Hal ini dapat menegaskan bahwa kemampuan motorik seseorang juga

mempengaruhi untuk dapat memungkinkan seseorang meniru suatu perilaku

yang dilihat baik secara keseluruhan atau hanya sebagian.

4. Proses Motivasional (motivation)

Suatu motivasi sangat tergantung kepada peneguhan (reinforcement) yang

mendorong perilaku seseorang anak kearah peneguhan tujuan tertentu. Perilaku

akan terwujud apabila ada nilai peneguhan, salah satunya yaitu self

(56)

Ciri–ciri teori pemodelan Bandura (dalam Rakhmat, 2009: 248):

1. Unsur pembelajaran utama ialah pemerhatian dan peniruan

2. Tingkah laku model boleh dipelajari melalui bahasa, teladan, nilai dan

lain-lain

3. Pelajar meniru suatu kemampuan dari kecakapan yang

didemonstrasikan model

4. Pelajar memperoleh kemampuan jika memperoleh kepuasan dan

penguatan yang positif

5. Proses pembelajaran meliputi perhatian, mengingat, peniruan, dengan

tingkah laku atau timbal balik yang sesuai, diakhiri dengan penguatan.

Agresivitas yang dilakukan anak setelah menonton televisi itu merupakan faktor

imitasi. Imitasi merupakan mekanisme lain yang membentuk perilaku anak.

Semua orang dan anak khususnya, mempunyai kecenderungan yang kuat untuk

meniru orang lain. Imitasi ini terjadi pada setiap jenis perilaku, termasuk agresi.

Anak yang mengamati orang lain melakukan tindakan agresi atau mengendalikan

agresinya akan meniru orang tersebut.

2.9 Kerangka Pikir

Salah satu media pembelajaran mengenai perilaku adalah televisi. Namun televisi

tidak hanya berdampak positif bagi audiennya, televisi juga memiliki dampak

negatif yang akan jauh lebih besar pengaruhnya terhadap anak-anak. Selain itu

Gambar

Tabel
Gambaran mengenai:
Tabel 2: Indikator Variabel Penelitian
Tabel 3: Jumlah Sampel
+3

Referensi

Dokumen terkait

Konsep diri merupakan hal yang penting dalam kehidupan sebab pemahaman seseorang mengenai konsep dirinya akan menentukan dan mengarahkan perilaku dalam berbagai situasi.Jika konsep

[r]

tidak memahami ukuran sampel dalam mewakili populasinya yang ditandai dengan. menyarankan pengambilan seluruh subjek, tidak memahami teknik pengambilan

Berdasarkan hasil perhitungan tiap siklus tentang kemampuan motorik kasar anak melalui permainan encrak diperoleh hasil pada prasiklus 43,5% (4 siswa dapat

Hal tersebut didukung dengan hasil penelitian mengenai peluang bekerja dan berusaha mayoritas responden (82.9%) termasuk sulit lebih besar persentasenya dibandingkan yang termasuk

There was significant and inversely proportionate impact of Automation Technology competence to Technostress on employees who work in industries wit high-tech

Samsung pada mahasiswa di kota Semarang dan faktor apa saja yang paling. dominan dipertimbangkan konsumen dalam keputusan pembelian

Semen Baturaja (Persero)Tbk Lampung yaitu melalui bahasa pemrograman PHP dengan menggunakan database MySQL dan nantinya akan penulis jadikan sebuah laporan akhir dengan