ABSTRACT
FACTORS AFFECTING BP3K EXTENSION WORKERS’ PERFORMANCE IN TERBANGGI BESAR DISTRICT OF LAMPUNG TENGAH REGENCY
AS A BP3K CENTER OF EXELLENCE(COE) MODEL
By
EDLIN SARASMITA
This research aims to understand; (1) The level of extension workers’ performance in BP3K Terbanggi Besar as BP3K CoE Model (2) Factors affecting the performace. This research was conducted in BP3K Terbanggi Besar, Lampung Tengah Regency from August to October 2013. This BP3K is one of the BP3Ks which were chosen as a model of CoE in Lampung Tengah Regency. The area sampled in this research included 10 villages. Respondens were 11 extension workers and 99 farmers taken by using proportional random sampling method. Data were analyzed descriptively and quantitatively. Hypotheses in this research were tested using multiple linear regression. The research results indicated that (1) The level of extension workers’ performance based on the extension workers’ assessment was categorized as high performance reaching 45,91%, while according to farmer respondents was categorized as medium performance reaching 52,8%. (2) The factors affecting the extension workers’ performance are : their age, their quality as a human resource, the length of time in their job, the distance of their working area from where they live, and the number of farmers under their supervision.
ABSTRAK
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGKAT KINERJA PENYULUH DI BP3K KECAMATAN TERBANGGI BESAR KABUPATEN LAMPUNG TENGAH SEBAGAI BP3K MODEL
CENTER OF EXELLENCE (COE)
Oleh
EDLIN SARASMITA
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui; (1) Tingkat kinerja penyuluh BP3K Terbanggi Besar sebagai BP3K Model CoE (2) Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja penyuluh BP3K Terbanggi Besar Kecamatan Terbanggi Besar, Kabupaten Lampung Tengah. Penelitian ini dilakukan di BP3K Terbanggi Besar, Kabupaten Lampung Tengah dari bulan Agustus sampai Oktober 2013 dengan pertimbangan, BP3K ini adalah salah satu BP3K yang dipilih sebagai BP3K Model CoE di Kabupaten Lampung Tengah. Daerah sampel dalam penelitian ini meliputi 10 desa. Jumlah sampel dalam penelitian ini 11 penyuluh dan petani 99 yang diambil dengan cara proporsional random sampling. Data dianalisis dengan metode deskriptif dan kuantitatif. Pengujian hipotesis dalam penelitian ini menggunakan regresi linier berganda. Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) Tingkat kinerja penyuluh berdasarkan penilaian penyuluh termasuk dalam kategori kinerja tinggi dengan hasil mencapai 45,91%, sedangkan menurut petani responden termasuk dalam kategori kinerja menengah mencapai52,8%. (2) Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja penyuluh adalah: umur penyuluh, kualitas sumber daya manusia penyuluh, lama bertugas penyuluhi, jarak tempat tinggal penyuluh ke wilayah binaan, dan jumlah petani binaan.
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGKAT KINERJA PENYULUH DI BP3K KECAMATAN TERBANGGI BESAR KABUPATEN LAMPUNG TENGAH SEBAGAI BP3K MODEL
CENTER OF EXELLENCE (COE)
Oleh
Edlin Saramita
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar Sarjana Pertanian
pada Jurusan Agribisnis
Fakultas Pertanian Universitas Lampung
UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGKAT KINERJA PENYULUH DI BP3K KECAMATAN TERBANGGI BESAR KABUPATEN LAMPUNG TENGAH SEBAGAI BP3K MODEL
CENTER OF EXELLENCE (COE) (Skripsi)
Oleh
EDLIN SARASMITA
JURUSAN AGRIBISNIS
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bandar Lampung tanggal 30 Agustus 1990. Penulis adalah
anak ketiga dari tiga bersaudara. Penulis menyelesaikan pendidikan di Taman
Kanak-kanak Tunas Harapan pada tahun 1996, tingkat Sekolah Dasar di SD
Negeri 1 Waydadi pada tahun 2002, tingkat SMP di SMP Negeri 4 Bandar
Lampung pada tahun 2005, tingkat SMA di SMA Negeri 5 Bandar Lampung pada
tahun 2008. Penulis diterima di Universitas Lampung, Fakultas Pertanian,
Jurusan Agribisnis pada tahun 2008 melalui Seleksi Nasional Masuk Perguruan
Tinggi Negeri (SNMPTN).
Penulis melakukan Praktik Umum (PU) di PTPN Unit Usaha Kedaton Way Galih
Provinsi Lampung pada Januari 2012. Penulis melakukan Kuliah Kerja Nyata
(KKN) di Desa Harapan Jaya Kecamatan Simpang Pematang Kabupaten Mesuji
pada Juni – Agustus 2011. Penulis melaksanakan penelitian pada tahun 2013 di
SANWACANA
Bismillahirrohmanirrohim
Alhamdullilahirobbil ‘alamin, segala puji hanya kepada Allah SWT, yang telah
memberikan ridho dan rahmat sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini
dengan baik. Sholawat serta salam senantiasa tercurah kepada Rasulullah
Muhammad SAW, yang telah memberikan teladan dalam setiap kehidupan, juga
kepada keluarga, sahabat, dan penerus risalahnya yang mulia.
Dalam penyelesaian skripsi yang berjudul “ Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kinerja penyuluh di BP3K Kecamatan Terbanggi Besar Kabupaten Lampung Tengah sebai BP3K Model Center Of Exellence (COE)”, banyak pihak yang telah memberikan sumbangsih, bantuan, nasehat, serta saran-saran
yang membangun. Oleh karena itu, dengan rendah hati penulis mengucapkan
terimakasih yang tak terhingga nilainya kepada:
1. Dr. Ir. Sumaryo Gs., M.Si., sebagai Pembimbing Pertama atas bimbingan,
motivasi, arahan, saran, dan nasihat yang telah diberikan selama proses
penyelesaian skripsi ini.
2. Ir. Achdiansyah Soelaiman, M.P., selaku Pembimbing Kedua atas bimbingan,
motivasi, arahan, saran, dan nasihat yang telah diberikan selama proses
3. Ir. Indah Nurmayasari, M.Sc., sebagai Dosen Penguji Skripsi, atas masukan,
bantuan, arahan, saran, dan nasihat yang telah diberikan.
4. Prof. Dr.Ir. Bustanul Arifin, M.Sc., selaku Pembimbing Akademik, atas
bimbingan, arahan, dan nasihat yang telah diberikan.
5. Dr. Ir. Fembriarti Erry Prasmatiwi, M.S., selaku Ketua Jurusan Agribisnis
Fakultas Pertanian Universitas Lampung.
6. Prof. Dr. Ir. Wan Abbas Zakaria, M.S., selaku Dekan Fakultas Pertanian
Universitas Lampung.
7. Mama dan Papa tersayang, tercinta, dan terkasih, Ibu Novi Hidayatie dan
Bapak Endie Erhan, S.E. Terima kasih sedalam-dalamnya untuk segala
curahan doa, sayang, cinta, dan kasihnya yang sangat luar biasa bagi penulis,
terlebih untuk semua dukungan bagi penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
Ini semua untuk mama papa. Adek sayang kalian.
8. Mbak Endah Pratiwi, S.E dan Abang Edo Oktorano, S.H yang tersayang,
tercinta, dan terkasih untuk segala do’a, waktu, kasih, sayang, cinta dan
dorongan semangat bagi penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.
9. Pak Dwi Suseno, Mbak Evie, Mbak Eka, Pak Heri,Pak Margono dan seluruh
penyuluh di BP3K Terbanggi Besar dan seluruh petani dan masyarakat di
Kecamatan Terbanggi Besar Kabupaten Lampung Tengah atas bantuan, doa,
semangat, dan bantuan selama penulis melakukan penelitian.
10. Seluruh dosen dan karyawan Jurusan Agribisnisatas semua ilmu yang telah
diberikan dan bantuan kepada penulis selama menjadi mahasiswi di Fakultas
bantuannya dalam penelitian skripsi ini.
12. Saudara-saudariku seperjuangan terkasih, Anggi Nastiti, S.P., Rizky Dwi
Saputra, S.P., Rizki Fathoni, S.P., Vitho Yeriandha, Khusnu Febrianto,
Belladina Sania, S.P., Inke Kusuma Wardani, S.P., Ariansyah Saputra Dinata,
S.P., Rinta Suharyani, S.Pd., Haris Permaja, M. Fariando Marga, Bunga
Woro Ayu, S.P., Dian Komala Sari, S.P., Iwan Kurniawan, S.P., Natasya
Anindya Putri, S.P., Finko Harki Nugroho, S.P. yang senantiasa memberikan
bantuan, dorongan, semangat, do’a, dan kebersamaan selama ini.
13. Sahabat terbaik sepanjang masa Yuditia Rani, S.A.B., Dewi Ayu Nabila,
S.T., Fiqih Pertiwi, S.P. untuk semua do’a, waktu, dan kebersamaan selama
ini.
14. Sahabat seperjuangan Agribisnis 2008, Kakak-adik Sosek 2007 – 2014 dan
Almamater tercinta serta seluruh pihak yang telah membantu yang tidak
dapat disebutkan satu per satu dalam menyelesaikan skripsi ini.
15. Kakak dan sahabat terkasih yang selalu memberi semangat dan menemani
penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Semoga kita selalu bersama. Amin.
Semoga Allah SWT memberikan balasan terbaik atas segala bantuan yang telah
diberikan dan memberikan rahmat serta hidayah kepada kita semua. Semoga
karya sederhana ini dapat bermanfaat bagi pihak-pihak yang membutuhkan.
Bandar Lampung, April 2015 Penulis,
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ... viii
DAFTAR GAMBAR ... x
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah ... 1
B. Tujuan Penelitian ... 8
C. Kegunaan Penelitian ... 8
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka ... 9
1. Peranan Penyuluhan dalam Pembangunan Pertanian ... 9
2. Pengembangan BP3K sebagai CoE ... 12
3. Kinerja Penyuluh ... 17
4. Indikator Kinerja Penyuluh ... 20
5. Faktor-faktor yang berhubungan dengan kinerja Penyuluh dalam kegiatan penyuluhan pertanian ... 23
6. Kajian Penelitian Terdahulu ... 33
B. Kerangka Pemikiran ... 35
C. Hipotesis ... 38
III. METODE PENELITIAN A. Definisi Operasional, Pengukuran, dan Klasifikasi ... 39
1. Variabel X (Variabel Bebas) ... 39
2. Variabel Y (Variabel Terikat) ... 44
B. Penentuan Lokasi, Responden, dan Waktu Penelitian ... 48
C. Jenis Data dan Metode Pengumpulan Data ... 51
IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
A. Letak Geografis dan Luas Wilayah Kabupaten Lampung Tengah dan
Kecamatan Terbanggi Besar ... 54
B. Topografi, Tanah, dan Iklim ... 55
C. Keadaan Penduduk ... 56
D. Gambaran Umum BP3K Terbanggi ... 58
V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Keadaan Umum Responden Penyuluh Pertanian, Perikanan dan Kehutanan (BP3K) Kecamatan Terbanggi Besar ... 62
6. Terwujudnya Kemitraan Usaha Pelaku Utama dan Pelaku Usaha yang menguntungkan ... 80
7. Terwujudnya Akses Petani ke Lembaga Keuangan dan Informasi Sarana Produksi ... 82
8. Meningkatkan Produktivitas Agribisnis Komoditi Unggulan di masing-masing Wilayah Kerja ... 85
9. Meningkatnya pendapatan petani di masing-masing Wilayah Kerja . 87
vii
C. Uji Koefisien Regresi Linear Berganda ... 94
VI. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 106
B. Saran ... 107
DAFTAR PUSTAKA ... 108
DAFTAR TABEL
5. Pengukuran dan definisi operasional kinerja penyuluh di BP3K Terbanggi Besar sebagai BP3K Model CoE ... 46
16.Klasifikasi dan sebaran nilai rata-rata tingkat kinerja penyuluh dalam menyusun programa penyuluhan pertanian... 71
17.Klasifikasi dan sebaran nilai rata-rata tingkat kinerja penyuluh dalam menyusun Rencana Kerja Tahunan penyuluh pertanian ... 73
18.Klasifikasi dan sebaran nilai rata-rata tingkat kinerja penyuluh dalam menyusun peta wilayah untuk pengembangan teknologi spesifik lokasi 76
19.Klasifikasi dan sebaran nilai rata-rata tingkat kinerja penyuluh dalam menyebarkan informasi teknologi pertanian secara merata ... 77
20.Klasifikasi dan sebaran nilai rata-rata tingkat kinerja penyuluh dalam menumbuh kembangkan keberdayaan dan kemandirian petani... 79
21.Klasifikasi dan sebaran nilai rata-rata tingkat kinerja penyuluh dalam mewujudkan kemitraan antara pelaku utama dan pelaku usaha ... 81
22.Klasifikasi dan sebaran nilai rata-rata tingkat kinerja penyuluh dalam mewujudkan akses petani dengan lembaga keuangan dan penyedia sarana produksi ... 83
23.Klasifikasi dan sebaran nilai rata-rata tingkat kinerja penyuluh dalam meningkatkan produktivitas agribisnis komoditi unggulan di masing-masing wilayah kerja ... 85
ix
25.Klasifikasi dan sebaran nilai rata-rata tingkat kinerja penyuluh dalam meningkatkan penerapan Cyber Extention dalam kegiatan penyuluhan menurut jawaban penyuluh ... 90 26.Klasifikasi dan sebaran nilai rata-rata tingkat kinerja penyuluh dalam
meningkatkan penerapan Cyber Extention dalam kegiatan penyuluhan menurut jawaban petani ... 90 27.Rekapitulasi data hasil penelitian mengenai kinerja penyuluh... 92 28.Sebaran skor tingkat kinerja penyuluh menurut respnden penyuluh
BP3K Terbanggi Besar sebagai BP3K Model CoE di Kecamatan
Terbanggi Besar Kabupaten Lampung Tengah ... 93 29.Sebaran skor tingkat kinerja penyuluh menurut respnden petani
BP3K Terbanggi Besar sebagai BP3K Model CoE di Kecamatan
Terbanggi Besar Kabupaten Lampung Tengah ... 93 30.Hasil analisis regresi faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Model Pengembangan BP3K Menjadi CoE untuk Percepatan Revitalisasi Pertanian ... 16 2. Paradigma Kinerja Penyuluh BP3K Terbanggi Besar sebagai BP3K
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang dan Masalah
Indonesia merupakan salah satu negara berkembang dengan sektor
pertanian sebagai sumber mata pencaharian dari mayoritas penduduknya.
Hal ini dikarenakan Indonesia memiliki berbagai potensi alam untuk
mengembangkan sektor pertanian. Pelaksanaan pembangunan pertanian di
Indonesia memiliki beberapa tujuan yang mencakup upaya untuk
meningkatkan produksi dan memperluas penganekaragaman hasil
pertanian guna memenuhi kebutuhan pangan dan industri dalam negeri,
memperbesar nilai ekspor, meningkatkan taraf hidup petani, peternak dan
nelayan, mendorong perluasan dan pemerataan kesempatan berusaha dan
lapangan kerja, serta mendukung pembangunan daerah.
Keberhasilan pembangunan sektor pertanian tidak terlepas dari kerjasama
antara pemerintah, instansi terkait, swasta dan masyarakat petani.
Pemerintah merupakan sebuah lembaga yang dapat menentukan kebijakan
di sektor pertanian, oleh karena itu pemerintah harus dapat mengeluarkan
kebijakan yang mendukung para pelaku usahatani. Berdasarkan program
pembangunan pertanian 2010-2014, kebijaksanaan pembangunan
empat target utama pembangunan pertanian, yaitu : (1) pencapaian
swasembada dan swasembada berkelanjutan, (2) peningkatan diversifikasi
pangan, (3) peningkatan nilai tambah, daya saing dan ekspor, serta (4)
peningkatan kesejahteraan petani (Departemen Pertanian, 2010).
Pencapaian visi dan target ini memberikan sumbangan besar bagi
pembangunan nasional dan sektor pertanian diharapkan mampu sebagai
sektor utama penggerak roda perekonomian. Fokus utama pembangunan
pertanian adalah mengarahkan pada upaya peningkatan kesejahteraan
petani melalui pendekatan sistem agribisnis secara utuh serta
pembangunan wilayah terpadu yang mampu mendorong pertumbuhan
ekonomi pedesaan (Departemen Pertanian, 2010)
Petani dan keluarganya sebagai subjek pembangunan pertanian adalah
bagian yang harus pertama kali mendapat perhatian dan memerlukan
sebuah lembaga atau instansi sebagai wadah untuk menyampaikan
pendapat dan masalah yang ada di lapangan sehingga pemerintah dapat
menetapkan kebijakan yang mampu mendukung usahatani mereka. Salah
satu lembaga atau instansi yang dapat membantu para petani untuk
menyampaikan pendapat dan mengatasi permasalahan yang ada di
lapangan adalah Balai Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan
(BP3K) yang memiliki fungsi dan tugas pokok membantu para petani
dalam pengembangan usahataninya dan menyampaikan berbagai
3
Badan Penyuluhan Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan (BP3K) adalah
sebuah lembaga atau instansi yang dibentuk oleh pemerintah untuk
membantu para petani dalam menyelesaikan berbagai permasalahn
usahatani guna meningkatkan produksi komoditas pertanian dan
mengurangi ketergantungan terhadap komoditas pertanian impor. BP3K
memiliki tenaga profesional yaitu penyuluh yang memiliki keahlian dalam
bidang pertanian, perikanan, dan kehutanan. Penyuluh memiliki tugas
pokok membantu para petani menyelesaikan berbagai permasalahan
usahatani mereka, dengan cara menyampaikan berbagai inovasi baru
dibidang pertanian dan melakukan pembinaan kepada para petani dalam
mengelola usahatani.
Pembinaan yang dilakukan oleh penyuluh kepada para petani diharapkan
dapat merubah pola pengetahuan, sikap dan keterampilan para petani.
Tingkat pengetahuan para petani yang masih rendah menyebabkan
lambannya proses adopsi inovasi di bidang pertanian oleh petani.
Pemerintah membuat kebijakan dalam rangka memaksimalkan peranan
dan tugas penyuluh di BP3K dengan merancang program BP3K model
Center of Excellence (CoE). Program CoE ini bertujuan untuk melakukan
pengembangan dan penguatan Balai Penyuluh Pertanian, Perikanan dan
Kehutanan. Enam BP3K dipilih sebagai subjek CoE dikarenakan lembaga
ini memiliki sumber daya manusia dan sarana yang memadai yang tersebar
di setiap kecamatan di seluruh provinsi Lampung, sehingga diharapkan
BP3K dapat memenuhi semua informasi dan teknologi yang dibutuhkan
BP3K Model CoE memiliki rangkaian kegiatan yang meliputi : penataan
struktur organisasi/kelembagaan BP3K, peningkatan kapasitas SDM,
peningkatan daya dukung sarana dan prasarana, serta kemampuan
pengemasan program dan mendorong inovasi teknologi spesifik lokasi.
Program CoE ini diharapkan sektor pertanian dapat meningkatkan
peranannya sebagai motor penggerak perekonomian, sehingga dapat
mempercepat program revitalisasi pertanian sekaligus melaksanakan
pemberdayaan ekonomi rakyat dan penaggulangan kemiskinan yang
optimal.
Berdasarkan laporan pengembangan BP3K sebagai CoE Pada tahun 2011
telah ditetapkan enam BP3K Model CoE yang diperoleh dari hasil skoring
(penilaian) terhadap 7 calon BP3K Model CoE. Indikator yang digunakan
dalam penilaian terhadap calon BP3K Model CoE yakni ; kondisi kantor
BP3K, aktivitas PPL di Kantor BP3K, ketersediaan jaringan untuk akses
internet, ketersediaan lahan demplot, keaktifan petani berkunjung ke
BP3K, luas wilayah BP3K, Jaringan dan signal telepon serta ketersediaan
listrik. Adapun keenam BP3K Model CoE yang terpilih dapat dilihat pada
Tabel 1.
Tabel 1. Daftar BP3K Model CoE Tahun 2011
No Nama BP3K Kabupaten/Kota
1 BP3K Batanghari Lampung Timur
2 BP3K Terbanggi Besar Lampung Tengah
3 BP3K Metro Barat Kota Metro
4 BP3K Menggala Tulang Bawang
5 BP3K Padang Cermin Pesawaran
6 BP3K Talang Padang Tanggamus
5
Berdasarkan Tabel 1, dapat dilihat bahwa BP3K Model CoE yang ada di
Provinsi Lampung tersebar di enam kabupaten yang terpilih, salah satunya
adalah Lampung Tengah. Berdasarkan data yang diperoleh dari Dinas
Badan Koordinasi Penyuluh terdapat 28 BP3K yang ada di Kabupaten
Lampung Tengah dan dapat dilihat pada Tabel 2
Tabel 2. Daftar BP3K Kabupaten Lampung Tengah
No Nama BP3K Kampung
1. Padang Ratu Kuripan
2. Selagal Lingga Negeri Katon
3. Pubian Payung Batu
4. Anak Tuha Negara Aji Tua
5. Anak Ratu Aji Srimulyo
6. Kalirejo Sri Basuki
7. Sendang Agung Sendang Agung
8. Bangun Rejo Tanjung Jaya
9. Gunung Sugih Gunung Sugih
10. Bekri Rengas
11. Bumi Ratu Nuban Bumiratu
12. Trimurjo Purwoadi
13. Punggur Tanggulangin
14. Kota Gajah Kota Gajah
15. Seputih Raman Rejo Basuki
16. Terbanggi Besar Karang Endah
17. Seputih Agung Dono Arum
18. Way Pengubuan Tanjung Ratu Ilir
19. Terusan Nunyai Gunung Batin Udik
20. Seputih Mataram Wirata Agung
21. Bandar Mataram Jati Datar
22. Seputih Banyak Setia Bakti
23. Way Seputih Sribusono
24. Rumbia Restu Baru
25. Bumi Nabung Bumi Nabung Timur
26. Putra Rumbia Bina Karya Jaya
27. Seputih Surabaya Gaya Baru I
28. Bandar Surabaya Gaya Baru V
Sumber : Badan Koordinasi Penyuluh 2013
Berdasarkan Tabel 2 dapat dilihat bahwa BP3K Terbanggi Besar
merupakan salah satu BP3K yang terdapat di Lampung Tengah. BP3K
karena telah memenuhi indikator pemilihan dan diharapkan dapat menjadi
contoh untuk BP3K lainnya yang ada di Kabupaten Lampung Tengah.
Pembangunan pertanian berhasil apabila petaninya sejahtera dan mandiri.
Petani sejahtera dan mandiri adalah petani yang selalu mengembangkan
pengetahuan, sikap dan keterampilannya dalam berusahatani. Kompetensi
berusahatani adalah salah satu hal yang dapat dijadikan prioritas bagi
penyuluh dalam merancang program pembelajaran yang disuluhkan
pada petani. Sebagai pendidik dan pemberi semangat, penyuluh harus
fokus pada mendidik petani mengembangkan manajemen usahataninya
sehingga petani terinspirasi untuk terus melakukan proses pembelajaran.
Penyuluh yang berkinerja baik dilihat pada petani yang mampu
memecahkan masalahnya. Peningkatan pengetahuan, sikap dan
keterampilan petani dalam usahatani ditentukan oleh kualitas kerja
penyuluh pertanian dalam membantu petani. Sebaran penyuluh di BP3K
Terbanggi Besar dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Data Penyuluh Pertanian di BP3K Terbanggi Besar
No Nama Penyuluh Wilayah Kerja Penyuluh Pertanian (WKPP)
1 Dwi Seno, S.P. Koordinator Penyuluh Kec. Terbanggi Besar
2 Effendi Zaini, S.P. Indra Putra Subing
3 Surat Kasna Nambah Dadi
4 Margono Yukum Jaya
5 Sulardi Onoharjo
6 Putut Setya Iswara, S.P. Terbanggi Besar
7 Eka Susilowati, S.P. Adi Jaya
8 Heri Triyatmanto, S.P. Poncowati
9 Nurhayati, A.Md. Bandar Jaya Barat
10 Evie Damayanti, S.P. Bandar Jaya Timur
11 Febrilia Ekawati Karang Endah
7
Berdasarkan Tabel 3 di atas dapat dilihat bahwa di Kecamatan Terbanggi
Besar terdapat 11 penyuluh yang tersebar di 10 desa/kampung. Dalam
melaksanakan kegiatan penyuluhan, BP3K dibantu oleh para penyuluh
yang dikoordinir oleh seorang penyuluh yang diangkat sebagai
Koordinator penyuluh. Penyuluh mempunyai wilayah kerja penyuluh
pertanian (WKPP) masing-masing. Setiap WKPP terdiri dari satu desa
binaan yang berada di Kecamatan Terbanggi Besar. Khusus untuk
koordinator penyuluh dan penyuluh perikanan memegang seluruh
desa/kampung di Kecamatan Terbanggi Besar.
Kinerja penyuluh pertanian dipengaruhi oleh sejumlah faktor karakteristik,
yaitu umur, pendidikan formal, pelatihan, pengalaman kerja, lokasi tugas,
jumlah petani binaan, dan fasilitas kerja. Penelitian ini dilakukan untuk
melihat seberapa besar pengaruh pengembangan program Model BP3K
Center of Exellence terhadap kinerja penyuluh pertanian lapangan.
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat diidentifikasikan permasalahan,
yaitu :
1. Bagaimana tingkat kinerja penyuluh di BP3K Kecamatan Terbanggi
Besar Kabupaten Lampung tengah?
2. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi tingkat kinerja penyuluh
B. Tujuan Penelitian
Berdasarkan permasalahan yang telah dikemukakan di atas, maka tujuan
dari penelitan ini adalah :
1. Mengetahui tingkat kinerja penyuluh di BP3K Kecamatan Terbanggi
Besar Kabupaten Lampung Tengah.
2. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kinerja
penyuluh BP3K Kecamatan Terbanggi Besar Kabupaten Lampung
Tengah.
C. Kegunaan Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan berguna sebagai :
1. Bahan informasi bagi Dinas Pertanian dan dinas lainnya yang terkait
dalam pembuatan kebijakan mengenai BP3K.
2. Bahan informasi untuk penyuluh dalam pengembangan BP3K.
II.TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS
A. Tinjauan Pustaka
1. Peranan Penyuluhan dalam Pembangunan Pertanian
Sektor pertanian menjadi prioritas pembangunan di negara sedang
berkembang. Pembangunan pertanian di negara sedang berkembang
memiliki tujuan untuk memperbaiki mutu konsumsi dan memenuhi
kebutuhan bahan pangan secara nasional. Salah satu upaya
pelaksanaan pembangunan pertanian di negara sedang berkembang
adalah dengan cara mengadakan kegiatan penyuluhan pertanian.
Kegiatan penyuluhan pertanian mampu memberikan kontribusi yang
nyata dalam meningkatkan produksi komoditas pertanian dan
pendapatan petani. Keberhasilan pembangunan pertanian antara lain
ditentukan oleh kemampuan sumber daya manusia dalam mengelola
sistem pertanian yang sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi. Oleh karena itu pemberdayaan sumber daya manusia di
bidang pertanian perlu ditingkatkan melalui pendidikan, pelatihan dan
penyuluhan pertanian.
Penyuluhan merupakan keterlibatan seseorang untuk melakukan
sesamanya memberikan pendapat sehingga dapat membuat keputusan
yang benar (Van Den Ban dan Hawkins, 1998). Dalam kegiatan
penyuluhan terjadi proses transfer ilmu pengetahuan dan teknologi
kepada petani sehingga mendorong terjadinya perubahan dalam diri
petani. Perubahan yang diharapkan tercapai dalam kegiatan
penyuluhan pertanian mencakup perubahan pengetahuan, sikap dan
keterampilan para pelaku usahatani untuk memperbaiki sistem
manajemen dan teknis pengelolaan usahatani.
Penyuluhan pertanian adalah proses pembelajaran bagi pelaku utama
serta pelaku usaha agar mereka mau dan mampu menolong dan
mengorganisasikan dirinya dalam mengakses informasi pasar,
teknologi, permodalan, dan sumber dayalainnya, sebagai upaya untuk
meningkatkan produktivitas, efisiensi usaha, pendapatan dan
kesejahteraannya serta meningkatkan kesadaran dalam pelestarian
fungsi lingkungan hidup.
Menurut Kartasapoetra (1994), penyuluhan pertanian adalah suatu
usaha/upaya untuk mengubah perilaku petani dan keluarganya, agar
mereka mengetahui dan mempunyai kemauan serta mampu
memecahkan masalahnya sendiri dalam usaha atau kegiatan-kegiatan
meningkatkan hasil usahanya dan tingkat kehidupannya. Penyuluh
pertanian adalah orang yang mengemban tugas memberikan dorongan
kepada para petani agar mau mengubah cara berfikir, cara kerja, dan
11
dengan perkembangan jaman, perkembangan teknologi pertanian yang
lebih maju.
Seorang penyuluh harus memiliki pengetahuan dan keterampilan di
dalam bidang pertanian, perikanan, dan kehutanan serta memiliki
kemampuan komunikasi yang baik, agar petani termotivasi untuk
mengadopsi berbagai inovasi yang di sampaikan. Menurut
Suhardiyono (1992), penyuluh sebagai agen pembaharu mempunyai
peran sebagai pembimbing petani, organisator dan dinamisator, teknisi
dan jembatan penghubung antara lembaga penelitian dengan petani.
Sehubungan dengan peran penyuluh tersebut, Mosher (1985)
mengatakan bahwa seorang penyuluh dalam kegiatan tugasnya yang
diemban akan mempunyai empat peranan yang erat yaitu :
a. Berperan sebagai penasehat. Penyuluh berperan memilih alternatif
perubahan yang paling tepat, dan secara teknis dapat dilaksanakan,
secara ekonomis menguntungkan dan secara sosial dapat diterima
oleh nilai-nilai masyarakat setempat.
b. Berperan sebagai penganalisis. Penyuluh berperan melakukan
pengamatan terhdap keadaan dan masalah-masalah serta
kebutuhan-kebutuhan sasaran, dan melakukan analisis tentang
alternatif pemecahan masalah-masalah kebutuhan tersebut.
c. Berperan sebagai guru. Penyuluh berperan unntuk mengubah
perilaku, sikap, pengetahuan dan keterampilan sasarannya.
d. Berperan sebagai organisator. Penyuluh harus mampu menjalin
berinisiatif bagi terciptanya perubahan-perubahan serta dapat
memobilisasi sumber daya.
Kartasapoetra (1994) mengatakan bahwa peranan penyuluh dalam
modernisasi pertanian sangat besar, dapat dikatakan berhasil atau
tidaknya modernisasi ini terletak pada pundak para penyuluh yang
langsung berhadapan dengan para petani beserta keluarganya di
pedesaan. Mereka harus mampu menerapkan teknologi baru dalam
pengelolaan usahatani para petani di pedesaan dari sejak penanaman
tanaman, pemeliharaan tanaman, panen, pengolahan hasil,
penyimpanan hasil tanaman yang telah diolah, pemasaran, dan
perbaikan tingkat kehidupan para petani.
Peranan penyuluhan pertanian dalam rangka melaksanakan
modernisasi sangat besar. Perubahan yang dilakukan terhadap petani
tidak akan tercapai jika tidak ada penyuluhan kepada mereka. Apa
yang telah dihasilkan oleh lembaga penelitian tidak akan ada
manfaatnya jika tidak dimiliki dan dipergunakan oleh petani karena
pada akhirnya peranan utama dalam melaksanakan modernisasi
pertanian adalah petani di pedesaan.
2. Pengembangan BP3K sebagai CoE
Peran strategis sektor Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan (PPK) di
daerah harus dioptimalkan untuk meningkatkan daya saing bangsa di
13
setidaknya harus bertumpu pada; (i) peningkatan kapasitas dan kualitas
sumber daya manusia (SDM) PPK; (ii) penguatan dan peningkatan
kapasitas kelembagaan PPK; dan (iii) optimalisasi partisipasi dan
peran seluruh stakeholder (internal dan eksternal) dalam implementasi
program di lapang. Semua potensi di daerah (perguruan tinggi, pemda,
industri, dan masyarakat) harus segera digerakkan dan dipadukan
dalam satu komando agar terbangun kemampuan kolektif bangsa
dalam mengelola sumber daya secara optimal dan berkelanjutan
(Sumaryo, 2012)
Melihat kondisi pembangunan pertanian, perikanan, dan kehutanan
mencerminkan bahwa program pembangunan selama ini masih
memiliki kelemahan. Untuk itu perlu segera diwujudkan kelembagaan
yang mampu menjadi wadah untuk bertemunya petani, penyuluh,
akademisi, dan praktisi PPK (Sumaryo, 2012)
Dari sisi kelembagaan, hampir disetiap kecamatan di Provinsi
Lampung telah tersedia Balai Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan
Kehutanan (BP3K). Beberapa BP3K sudah memiliki sumber daya
yang memadai, termasuk gedung, lahan percontohan, tenaga penyuluh
dan lainnya. Namun dari sisi kinerja sebagian besar BP3K tersebut
masih memiliki kinerja yang sangat memprihatinkan. Lemahnya
kinerja sebagian besar BP3K tidak terlepas dari rendahnya kapasitas
SDM yang ada; serta lemahnya kemampuan menyusun program
sarana, prasarana, dan biaya operasional. Selain itu, lemahnya kinerja
BP3K juga diyakini karena belum adanya model pengembangan
kelembagaan BP3K yang sesuai atau fit dengan permasalahan nyata di
lapangan (Sumaryo, 2012)
Untuk mampu menjadi entry point program sekaligus mengawal
program, BP3K harus dikuatkan/ditingkatkan kapasitasnya, sehingga
menjadi semacam Centers of Excellent (CoE). Pengembangan BP3K
menjadi CoE diyakini merupakan gagasan yang tepat. Sebagai CoE,
BP3K akan menjadi “tempat pertemuan’ antara pihak Pemda,
Perguruan Tinggi, Pengusaha/Industri/Perbankan, dan Kelompok Tani.
Interaksi yang insentif antara pihak-pihak tersebut di BP3K akan
menjadi wahana yang efektif untuk mencari solusi berbagai
permasalahan atau hambatan yang dihadapi dalam implementasi
program di lapang. Dengan kata lain, BP3K sebagai CoE akan
berperan efektif dalam menjembatani berbagai kesenjangan yang
sering terjadi selama ini (Zakaria, 2011)
Peningkatan kapasitas BP3K sedapat mungkin mencakup beberapa
aspek berikut, yaitu : (i) penataan struktur organisasi/kelembagaan
BP3K; (ii) peningkatan kapasitas sumber peningkatan kemampuan
mengemas program/kegiatan termasuk mendorong inovasi teknologi
spesifik lokasi.
Struktur organisasi BP3K harus dibuat lentur dan ramping. Namun
15
yang akan langsung mengawal pelaksanaan program/kegiatan. Potensi
SDM perguruan tinggi pertanian setempat (dosen dan mahasiswa)
dapat dioptimalkan untuk mendukung SDM. Selain itu, potensi SDM
tenaga teknis (technical service atau TS) yang ada pada
perusahaan/industri agro dapat pula dioptimalkan untuk bersinegi
dengan penyuluh yang ada di BP3K. Dengan cara ini maka ke depan
BP3K dapat memenuhi semua informasi dan teknologi yang
dibutuhkan petani.
Sarana dan prasarana BP3K sedapat mungkin harus dikembangkan
sehingga memenuhi standar minimal sebagai berikut :
1) ada ruang kantor lengkap dengan sarana perkantoran termasuk
computer;
2) ada ruang untuk pertemuan (meeting room) lengkap dengan sarana
prasarana termasuk laptop dan LCD;
3) ada mess untuk 8 – 10 orang;
4) ada lahan untuk percontohan atau demonstrasi plot (demplot) dan
lain-lain.
Tahap selanjutnya, BP3K sebagai CoE kemudian mengemas
program/kegiatan di wilayahnya. Apabila diperlukan, tahap ini dapat
melibatkan dinas teknis, industri/swasta, dan kelompok tani
Gambar 1. Model pengembangan BP3K menjadi CoE Untuk Percepatan Revitalisasi Pertanian
Melalui peran BP3K sebagai CoE diharapkan seluruh program
pembangunan PPK yang diprogramkan oleh dinas-dinas teknis terkait
dapat terkoordinasi dan terintegrasi pada level lapangan. Koordinasi
dan itegrasi yang terjadi diharapkan dapat mengefektifkan
pelaksanaan program karena terkawal, tuntas, dan berkelanjutan.
Selain itu BP3K sebagai CoE dapat memfasilitasi peran dan
partisipasi stakeholders, meningkatkan efisiensi dan produktivitas, dan
menurunkan biaya transaksi, menuju peningkatan daya saing produk
(Sumaryo, 2012).
Berbagai masalah dan tantangan pembangunan harus dihadapi
bersama masyarakat secara kolektif dengan mencari solusi berbasis
iptek dan social capital, sehingga tingkat partisipasi masyarakat akan
tinggi (Sumaryo, 2012).
Pemda CoE
B
Perguruan Tinggi
CoE C
CoE A
Industri
17
3. Kinerja Penyuluh
Menurut Suwarno (1985) kinerja merupakan fungsi dari interaksi
antara kemampuan dan motivasi, jika kemampuan dan motivasi
seseorang tinggi maka kinerjanya akan tinggi pula, dalam hal ini
seseorang termotivasi untuk menjalankan tingkat upaya yang tinggi
bila ia meyakini upaya tersebut akan menghantarkan ke suatu penilaian
kerja yang baik. Dengan begitu kinerja merupakan suatu
kecenderungan untuk bertindak dengan cara tertentu yang
menghantarkan pada suatu penilaian.
Menurut Hasibuan (2003), prestasi kerja atau kinerja merupakan suatu
yang dicapai seseorang dalam melaksanakan tugas-tugas yang
dibebankan padanya yang didasarkan atas kecakapan, pengalaman dan
kesungguhan serta waktu. Prestasi kerja merupakan gabungan dari
tiga faktor yaitu kemampuan dan minat seseorang, kemampuan
penerimaan atas penjelasan delegasi tugas, serta peran dan tingkat
motivasi seseorang, sehingga semakin tinggi ketiga faktor tersebut
maka akan semakin tinggi pula kinerja seseorang.
Kinerja adalah prestasi kerja yang dicapai seseorang dalam
melaksanakan tugas dan pekerjaan yang dibebankan kepadanya. Pada
umumnya seseorang dalam bekerja dipengaruhi oleh kecakapan,
keterampilan, pengalaman, dan kesungguhan dari seseorang yang
Dengan mengacu pada pengertian kinerja di atas, kinerja penyuluhan
pertanian dapat diasumsikan sebagai kualitas kemampuan penyuluh
dalam menjalankan peranannya. Peranan dari penyuluh dalam hal ini
adalah memuaskan pelanggan. Pelanggan dari penyuluhan yaitu
petani dari keluarganya, dimana penyuluh pertanian untuk dapat
memuaskan pelanggannya harus dapat mengetahui apa yang
diiinginkan sasarannya agar tujuan dari penyuluhan dapat tercapai
yaitu meningkatkan kesejahteraan petani dan keluarganya (Wita, 2000)
Kinerja adalah kemampuan seseorang melaksanakan atau melakukan
tugas atau pekerjaan secara cepat dan tepat dengan aturan yang
berlaku, teratur sesuai dengan prosedur kerja dan berkesinambungan
yang didukung dengan tingginya rasa tanggung jawab.
Profesionalisme penyuluh pertanian sebagai suatu jabatan fungsional
merupakan suatu profesi yang dengan sendirinya mempunyai suatu
pekerjaan profesi (Subagyo, 1997)
Profesi mempunyai persyaratan-persyaratan tertentu yaitu adanya
kemandirian, adanya keahlian dan keterampilan, adanya tanggung
jawab yang terkait dengan kode etik profesi, dan adanya unsur
terciptanya suatu panggilan jiwa yang berkaitan dengan pekerjaan
tersebut, sehingga seorang penyuluh pertanian yang telah dapat
mengaplikasikan dan memenuhi persyaratan-persyaratan profesi
tersebut dapat dikatakan sebagai penyuluh pertanian yang profesional
19
Menurut Suhardi (1999) rendahnya kinerja penyuluhan pertanian dapat
ditandai dengan rendahnya efektivitas penyuluhan. Hal ini disebabkan
materi penyuluhan sudah tidak menarik lagi, dan diberikan dengan
metode dan teknik yang kurang sesuai. Sasaran penyuluhan
mempunyai karakteristik yang beragam, baik sosial maupun ekonomi,
sehingga pola pikir dan kemampuannya mencerna setiap materi tidak
sama, seharusnya pelaksanaan penyuluhan pertanian di lapangan baik
materi dan metode yang digunakan harus disesuaikan dengan
kebutuhan sasaran.
Bimas (1999) mengatakan bahwa meningkatkan kinerja penyuluh
pertanian perlu diupayakan hal-hal sebagai berikut :
1. Mempunyai “data base” sebagai dasar dalam pembuatan program
penyuluhan pertanian, penyusunan materi penyuluhan, dan
menyusun rencana kerja penyuluhan pertanian.
2. Memperbanyak pelatihan-perlatihan bagi penyuluh pertanian untuk
meningkatkan kemampuan dalam melaksanakan penyuluhan
pertanian.
3. Melengkapi sarana dan prasarana penyuluhan sehingga penyuluh
pertanian dapat melaksanakan tugasnya secara optimal.
4. Meningkatkan koordinasi dalam pelayanann sarana produksi dan
permodalan sehingga penyuluhan pertanian lebih efektif.
5. Meningkatkan peranan BPTP atau LPTP dalam menghasilkan
paket teknologi, spesifik lokasi sehingga materi penyuluhan
Selain upaya-upaya eksternal tersebut, menurut Bimas (1999)
penyuluh pertanian wajib meningkatkan kemampuannya, antara lain
melalui :
1. Penguasaan terhadap kondisi wilayah, komoditas unggulan,
rekomendasi teknologi, sarana dan prasarana, budaya masyarakat,
tingkat kemampuan kelompok tani, inpact point, dan sebagainya.
2. Pengetahuan dan wawasan melalui media cetak, media elektronik,
literatur, mengikuti seminar-seminar, studi tour, anjangsana,
mengikuti pendidikan, latihan-latihan, dan sebagainya.
3. Kemampuan koordinasi dengan isntansi terkait dengan berusaha
memahami dan menghayati tugas wewenang dari instansi terkait.
4. Kemampuan komunikasi dengan mendalami teknik komunikasi.
5. kemampuan penyuluh dengan mendalami metode dan operasional
penyuluhan.
4. Indikator Kinerja Penyuluh
Departemen Pertanian menyatakan ada sembilan indikator kinerja
penyuluhan pertanian dalam memotivasi dan membangun
profesionalisme penyuluh pertanian dan satu indikator tambahan dari
Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Kesepuluh indikator kinerja
penyuluhan pertanian tersebut, yaitu:
a. Tersusunnya programa penyuluhan pertanian di tingkat
21
b. Tersusunnya kinerja penyuluh pertanian di wilayah kerja
masing-masing.
c. Tersusunnya peta wilayah komoditas unggulan spesifik lokasi.
d. Terdiseminasinya informasi dan teknologi pertanian secara merata
dan sesuai dengan kebutuhan petani.
e. Tumbuh kembangnya keberdayaan dan kemandirian petani,
kelompok tani, usaha/asosiasi petani dan usaha formal (koperasi
dan kelembagaan lainnya).
f. Terwujudnya kemitraan usaha antara petani dengan pengusaha
yang saling menguntungkan.
g. Terwujudnya akses petani ke lembaga\keuangan, informasi, sarana
produksi pertanian dan pemasaran.
h. Meningkatnya produktivitas agribisnis komoditas unggulan di
masing-masing wilayah kerja.
i. Meningkatnya pendapatan dan kesejahteraan petani di
masing-masing wilayah kerja.
j. Meningkatnya penerapan cyber extension dalam kegiatan
penyuluhan.
Kesembilan indikator kinerja penyuluhan pertanian berdasarkan
Departemen Pertanian tersebut, dilengkapi dengan sembilan alat
verifikasi, yaitu: (1) naskah programa penyuluhan pertanian di BPP
kabupaten/kota, provinsi dan nasional, (2) naskah rencana kerja
penyuluhan pertanian di BPP kabupaten/kota, provinsi dan nasional,
(4) materi informasi teknologi pertanian sesuai dengan kebutuhan
petani, (5) jumlah kelompok tani, usaha/asosiasi petani yang
berkembang menjadi koperasi dan lembaga formal lainnya, (6) jumlah
petani/kelompok tani yang sudah menjalin kemitraan yang saling
menguntungkan dengan pengusaha, (7) jumlah petani yang sudah
mengakses lembaga keuangan, informasi, sarana produksi pertanian
dan pemasaran, (8) produksi persatuan skala usaha untuk komoditas
unggulan di masing-masing wilayah kerja dan (9) pendapatan dan
kesejahteraan petani di masing-masing wilayah kerja.
Berdasarkan Keputusan Menteri Negara Koordinator Bidang
Pengawasan Pembangunan dan Pendayagunaan Aparat Negara
No.9/KEP/MK.Waspan/5/1999, tugas pokok penyuluh pertanian
adalah: (1) menyiapkan penyuluhan yang meliputi identifikasi potensi
wilayah agroekosistem, penyusunan programa penyuluhan pertanian
dan penyusunan rencana kerja penyuluhan pertanian; (2)
melaksanakan penyuluhan meliputi penyusunan materi penyuluhan
pertanian, penerapan metode penyuluhan pertanian dan pengembangan
keswadayaan masyarakat; (3) evaluasi dan pelaporan penyuluhan; (4)
pengembangan penyuluhan meliputi penyusunan petunjuk pelaksanaan
dan petunjuk teknis penyuluhan pertanian, perumusan kajian arah
kebijakan pengembangan penyuluhan pertanian dan pengembangan
metode dan sistem kerja penyuluhan pertanian; (5) pengembangan
profesi penyuluhan meliputi penyusunan karya tulis ilmiah penyuluhan
23
dan bimbingan penyuluh pertanian dan (6) penunjang penyuluhan
meliputi seminar dan lokakarya penyuluhan pertanian serta mengajar
pada diklat bidang penyuluhan.
5. Faktor-faktor yang berhubungan dengan kinerja Penyuluh dalam kegiatan penyuluhan pertanian.
Kinerja Penyuluh dan keberhasilannya dalam mengemban tugas dan
fungsinya dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor-faktor tersebut
memotivasi seorang penyuluh dalam membentuk produktivitas kerja
dan kinerjanya.
Menurut Ade Harmawan (2005) bahwa efektifitas pelaksanaan
penyuluhan dipengaruhi oleh umur,pendidikan non formal,
pengalaman, fasilitas pendukung, dan dukungan oleh masyarakat.
Untuk melihat kualitas kegiatan penyuluh, ada beberapa tolak ukur
yang perlu dinilai seperti: pendidikan, motivasi, tugas-tugas penyuluh,
dan perubahan perilaku pada petani binaan. Sedangkan faktor-faktor
yang mempengaruhi perubahan perilaku petani yaitu factor intern dan
faktor ekstern pada diri petani itu sendiri.
Slamet (1992), Totok Mardikanto (1993) dan Robbins (1996)
berpendapat bahwa, karakteristik penyuluh merupakan pola hubungan
dari sifat-sifat yang melekat pada individu dan faktor-faktor
lingkungan seperti : umur, jenis kelamin, pendidikan, status sosial
perilaku positif yang berarti disiplin dan berhubungan dengan
persyaratan jabatan atau person specification dalam suatu organisasi.
Berdasarkan konsep-konsep yang telah dikemukakan di atas, maka
dapat disimpulkan bahwa, karakteristik penyuluh pertanian yang terdiri
dari: umur, jenis kelamin, pendidikan, pelatihan, pengalaman kerja dan
lingkungan sosial budaya merupakan salah satu unsur pengembangan
kualitas sumberdaya manusia yang dapat menentukan kemampuan
penyuluh meningkatkan kualitas kinerja yang baik untuk membantu
petani dalam mengelola usahatani berdasarkan perilaku petani.
Pada pelaksanaan penelitian ini karakteritik penyuluh pertanian yang
dianalisis terdiri dari: karakteristik pribadi dan karakteristik
lingkungan penyuluh. Karakteristik pribadi penyuluh, yaitu: umur,
pendidikan formal, pelatihan yang pernah diikuti dan pengalaman
kerja. Karakteristik lingkungan penyuluh terdiri dari: lokasi tugas,
luas wilayah kerja, jumlah petani binaan dan jumlah interaksi
dengan petani. Dengan mengacu pada pengertian di atas, maka
faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja penyuluhan pertanian adalah
sebagai berikut:
a. Umur
Umur merupakan faktor yang mempengaruhi produktivitas
individu dalam meningkatkan kinerja pekerjaan, karena umur
sangat berhubungan dengan tingkat kedewasaan individu dalam
25
organisasi. Umur merupakan salah satu unsur dari karakteristik
pribadi penyuluh pertanian yang ikut mempengaruhi fungsi
biologis dan psikologis individu penyuluh. Umur berpengaruh
pada kemampuan penyuluh pertanian dalam mempelajari,
memahami, menerima dan mengadopsi suatu teknologi serta
meningkatkan produksivitas kinerjanya. Dengan demikian umur
berpengaruh pada kinerja penyuluh pertanian.
Menurut Prawiro (1983) ada beberapa macam penggolongan
penduduk berdasarkan umur, salah satunya adalah penggolongan
menjadi dua bagian sama banyak yang di tentukan oleh
umur-menengah (umur median) penduduk. Pembagian yang lebih teliti
untuk menunjukan struktur penduduk ialah dengan membuat tiga
golongan utama, golongan muda dengan umur 14 tahun kebawah;
golongan penduduk produktif dengan umur 15-64 tahun; dan
golongan umur tua, berumur 65 tahun ke atas.
Golongan muda dan golongan tua disebut golongan tidak produktif
atau golongan “tergantung”, sebab secara potensi mereka
dipandang sebagai bagian penduduk yang tidak aktif secara
ekonomi, sehingga penghidupan mereka bergantung pada bagian
penduduk yang produktif. Ini tidak berarti bahwa diantaranya
mereka yang berumur kurang dari 15 tahun tidak ada yang bekerja
Di dalam masyarakat pedesaan misalnya anak-anak sejak kecil
sudah dikaitkan dengan kegiatan memenuhi kebutuhan hidup,
bersama-sama dengan anggota keluarga lain yang lebih tua; juga
mereka yang berumur 64 tahun banyak yang masih aktif sakali
mengerjakan usaha yang membawa banyak pendapatan.
Sebaliknya di dalam golongan aktif yang sering disebut angkatan
kerja potensial banyak pula yang tidak mempunyai penghasilan
dan yang menganggur (Prawiro, 1983)
b. Pendidikan Formal
Menurut Mosher (1987) dalam masyarakat yang sedang
berkembang, pendidikan hendaklah ditujukan pada semua
tingkatan usia. Dalam masyarakat tradisional, apa yang dipelajari
oleh setiap generasi baru adalah sama dengan apa yang telah
diketahui dan disetujui oleh generasi sebelumnya.
Gilley dan Eggland (1989) menjelaskan bahwa, konsep
behavioristik dari kinerja manusia dan konsep pendidikan menjadi
dasar bagi pengembangan sumberdaya manusia. Orientasi ini
menekankan pada pentingnya pendidikan dan pelatihan untuk
tujuan meningkatkan produktivitas dan efisiensi organisasi.
Pendidikan formal adalah suatu pendidikan yang proses
pelaksanaannya telah direncanakan berdasarkan pada tatanan
kurikulum dan proses pembelajaran yang terstruktur menurut
27
pertanian merupakan gambaran bahwa penyuluh tersebut
mempunyai pengetahuan yang lebih baik jika dibandingkan dengan
klien. Pendidikan formal yang pernah diikuti penyuluh dapat
mempengaruhi kinerja penyuluh, karena dengan pendidikan formal
seorang penyuluh dapat meningkatkan kinerjanya sesuai dengan
tugas pokok dan fungsinya. Dengan tingkat pendidikan yang
tinggi seorang penyuluh dapat menyusun strategi pekerjaan sebagai
bagian dari penyelesaian tugas-tugasnya. Hal ini sesuai dengan
pendapat Slamet (1992) bahwa, semakin tinggi tingkat pendidikan
seseorang, semakin tinggi pula pengetahuan, sikap dan
keterampilan, efisien bekerja dan semakin banyak tahu cara-cara
dan teknik bekerja yang lebih baik dan lebih menguntungkan.
Dengan demikian tingkat pendidikan formal berpengaruh pada
kinerja penyuluh pertanian
c. Peningkatan Kualitas Sumber Daya Manusia
Peningkatan Kualitas Sumber Daya Manusia melalui pelatihan
merupakan bagian dari pendidikan yang menggambarkan suatu
proses dalam mengembangkan potensi individu untuk mencapai
tujuan organisasi. Hickerson dan Middleton (1975)
mendefinisikan pelatihan adalah suatu proses belajar, tujuannya
untuk mengubah kompetensi kerja seseorang, sehingga berprestasi
lebih baik dalam melaksanakan pekerjaannya. Pelatihan
dilaksanakan sebagai usaha untuk memperlancar proses belajar
peningkatan pengetahuan, keterampilan dan sikapnya dalam
bidang tertentu guna menunjang pelaksanaan tugasnya.
Jahi dan Newcomb (1981) menjelaskan bahwa, pelatihan dapat
dilakukan pada individu, kelompok, organisasi volunteer yang
telah mengemban tugas sejak lama, hal ini bertujuan untuk
memperbaharui diri individu maupun kelompok. Pelatihan dapat
memperbaiki karakteristik seseorang, misalnya: (1) mengerti posisi
dan tanggung jawab pada tugas dan pekerjaaan, (2) mengerti
proses-proses pekerjaan yang harus dijalani, (3) memahami
peranan masyarakat dalam kegiatan kerelawanan, (4) memahami
pelaksanaan tugas, (5) mampu membuat perencanaan untuk
memulihkan atau menolong client, (6) memahami perencanaan dan
pengaruhnya pada tujuan yang akan dicapai, (7) berusaha membaur
dengan masyarakat yang ditolong, (8) memahami demografi
wilayah kerja, (9) memahami situasi sosial di wilayah kerja, (10)
memahami bagaimana berkomunikasi secara efektif dengan
masyarakat, (11) professional dalam bekerja, (12) berusaha
mencapai tujuan yang dikehendaki oleh masyarakat secara bersama
dan (13) berpengalaman di wilayah kerja.
Menurut Michael (2002), kebutuhan latihan timbul pada saat ada
kesenjangan antara apa yang diperlukan oleh seseorang untuk
melakukan pekerjaan. Definisi ini menjelaskan bahwa, analisis
29
kebutuhan latihan dan bila memang ada, kebutuhan latihan apa
yang diperlukan untuk mengisi kesenjangan yang ada. Pelatihan
bagi penyuluh pertanian dipersiapkan melalui program pelatihan
bersyarat dan program pelatihan tidak bersyarat. Pelatihan
bersyarat sifatnya berjenjang selaras dengan jabatan/golongan
kepangkatan, misalnya Pelatihan Dasar I dan Pelatihan Dasar II.
Pelatihan sifatnya tidak bersyarat yang bertujuan untuk
meningkatkan kemampuan penyuluh dalam teknologi pertanian,
misalnya: pelatihan teknologi/komoditas/budidaya. Dengan
demikian pelatihan yang pernah diikuti oleh penyuluh pertanian
akan berpengaruh pada kinerja mereka.
d. Masa Kerja
Pengalaman kerja ialah karakteristik individu yang menyangkut
masa kerja dalam suatu organisasi. Menurut Walker (1973),
pengalaman adalah akumulasi proses mengalami, memengaruhi
dan memutuskan sesuatu yang baru bagi kehidupan seseorang.
Hasil penelitian Bryan dan Glenn (2004) menunjukkan bahwa,
pengalaman kerja memberikan efek positif pada penyuluh baru,
sementara pada penyuluh yang sudah lebih lama bekerja akan
menunjukkan tingkat kepuasan klien.
Masa kerja seseorang dalam organisasi perlu diketahui karena
masa kerja dapat merupakan salah satu indikator tentang
organisasional. Misalnya dikaitkan dengan produktifitas kerja.
Sering seseorang manajer beranggapan bahwa semakin lama
seseorang bekerja dalam suatu organisasi semakin tinggi pula
produktivitasnya karena ia semakin berpengalaman dalam
keterampilan dalam menyelesaikan tugas yang dipercayakan
kepadanya “dengan sendirinya” semakin tinggi pula (Siagian,
1995).
Pengalaman kerja seorang penyuluh menunjukkan kecakapan yang
bersangkutan dalam melakukan pekerjaan, baik dari segi teknis
maupun perencanaan. Seorang penyuluh yang lama bekerja telah
berpengalaman dalam berkomunikasi dan berinteraksi dengan
klien, sehingga dapat merencanakan program untuk pengembangan
usahatani dengan lebih baik. Jadi pengalaman kerja penyuluh
berpengaruh pada kinerja penyuluh pertanian.
e. Jarak Tempat Tinggal dengan Tempat Bertugas
Lokasi tugas penting diperhatikan oleh pihak manajemen
organisasi, karena berpengaruh langsung pada kinerja karyawan.
Menurut Nitisemito (2000), lokasi tugas atau lingkungan kerja
berpengaruh pada pelaksanaan tugas. Tjitropranoto (2005)
menjelaskan bahwa, kegiatan penyuluhan pertanian perlu
memperhitungkan perbedaan lingkungan sumberdaya alam dan
iklim pada lokasi petani tersebut berada. Penyuluh pertanian perlu
31
menggunakannya untuk kepentingan petani sesuai dengan pilihan
teknologi yang tepat dan spesifik lokasi. Kondisi lokasi tugas yang
berbeda berpengaruh pada efektivitas dan efisiensi kegiatan
penyuluh, sehingga akan menghasilkan tingkat kinerja yang
berbeda pula. Penyuluh yang bertugas di wilayah dataran rendah
dan sedang akan lebih mudah dan cepat melakukan pembinaan
pada petani, dibandingkan dengan yang bertugas di wilayah
dataran tinggi. Dengan demikian lokasi tugas akan berpengaruh
pada kinerja penyuluh pertanian.
f. Jumlah Petani Binaan
Jumlah petani binaan merupakan jumlah petani yang berada di
wilayah kerja penyuluh pertanian dan tergabung dalam kelompok
tani. Pembinaan kepada petani harus tertuang dalam rencana kerja
mereka. Waktu kegiatan penyuluh yang tertuang dalam rencana
kerja mingguan harus terbagi habis dalam bentuk kegiatan
kunjungan atau pembinaan kepada petani, pertemuan dan pelatihan
di BPP serta penyusunan laporan kegiatan. Atas dasar kebutuhan
itu, pola latihan dan kunjungan (LAKU) mengalokasikan empat
hari untuk kunjungan, satu hari untuk latihan dan satu hari untuk
pelaporan.
Bila jumlah petani binaan banyak, maka jumlah kelompok tani
akan semakin banyak. Jumlah ideal kelompok yang dapat dibina
tani atau setara dengan 150 sampai 200 orang petani. Jika jumlah
petani yang dibina melebihi delapan kelompok tani, maka
penyuluh akan mengalami kesulitan dalam melakukan pembinaan
secara rutin. Dengan demikian jumlah petani yang dibina akan
berpengaruh pada kinerja penyuluh pertanian.
g. Fasilitas kerja
Agar penyuluhan pertanian dapat berjalan dengan lancar, maka
sarana dan fasilitas yang diperlukan, meliputi:
1) Bangunan, jenis-jenis bangunan yang diutamakan adalah
bangunan perkantoran seperti BPP, Balai Teknologi Pertanian
(BTP), ruang pertemuan, ruang latihan dan kursus, serta
pergudangan untuk menyimpan alat-alat yang diperlukan.
2) Tanah persawahan dan lahan kerning yang menujang praktik
penyuluhan, pengujian, dan percontohan.
3) Mobilitas, yaitu alat-alat guna memperlancar dan
mempermudah penyuluhan pertanian dating kesasaran atau
lokasi penyuluhan.
4) Perlengkapan penyuluhan, misalnya radio, brosur, dan
bubu-buku mengenai pertanian.
5) Dana atau pembiayaan sebagai perangsang bagi penyuluh
untuk keperluan hidup dan pelaksanaan tugasnya.
33
6. Kajian Penelitian Terdahulu
Penelitian terdahulu yang sudah pernah dilakukan mengenai kinerja
adalah penelitian yang dilakukan oleh Dina Lesmana (2007) dalam
skripsinya Kinerja Balai Penyuluhan Pertanian Kota Samarinda.
Indikator yang digunakan untuk mengukur kinerja BPP dalam
melakukan tugas dan fungsinya mengacu pada kinerja organisasi
publik yang dikemukakan oleh Lenvin dan Dwiyanto dalam Luneto
(1998). Berdasarkan hasil penelitiannya yang dilakukan di BPP yang
ada di Kota Samarinda maka diperoleh hasil bahwa kinerja BPP Kota
Samarinda dilihat dari indikator responsivitas, responsibilitas dan
kualitas pelayanannya berada pada kategori sedang (88 % atau 22 dari
25 responden). Dengan demikian perlu upaya dan kerja keras bersama
dari berbagai pihak (instansi, pengusaha/swasta, petani) untuk bersama
sama dalam meningkatkan kinerja BPP Kota Samarinda di masa
mendatang terutama dalam melaksanakan tugas dan fungsinya di
masyarakat.
Selanjutnya penelitian yang telah dilakukan berkaitan dengan kinerja
penyuluh adalah penelitian yang dilakukan oleh Ade Hermawan
(2005) dalam skripsinya Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja
penyuluh pertanian lapangan (PPL) dalam melaksanakan tugas pokok
penyuluhan pertanian di Kabupaten Tanggamus Propinsi Lampung.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa variabel bebas yang
tugas pokok penyuluhan pertanian yaitu : umur, jarak tempat tinggal
dengan tempat tugas penyuluh, lama bertugas, dan fasilitas kerja.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Marliati Sumardjo (2008) dalam
skripsinya yang berjudul “Faktor-faktor penentu peningkatan kinerja
penyuluh pertanian dalam memberdayakan petani” menunjukkan
bahwa, tingkat kinerja penyuluh pertanian dalam memberdayakan
petani relatif belum baik. Hal ini disebabkan oleh faktor-faktor yang
berpengaruh nyata terhadap kinerja penyuluh pertanian yaitu:
karakteristik sistem sosial (nilai-nilai sosial budaya; fasilitasi agribisnis
oleh lembaga pemerintah dan akses petani terhadap kelembagaan
agribisnis) dan kompetensi penyuluh (kompetensi komunikasi;
kompetensi penyuluh membelajarkan petani dan kompetensi penyuluh
berinteraksi sosial), termasuk kategori “cukup” sedangkan kompetensi
wirausaha penyuluh tidak berpengaruh nyata terhadap kinerja
penyuluh dalam memberdayakan petani.
Penelitian yang dilakukan oleh Bestina (2001) di Kecamatan Tambang
Kabupaten Kampar Propinsi Riau pada tahun 2001 bertujuan untuk
melihat sejauh mana kinerja penyuluh pertanian dalam pengembangan
agribisnis nenas dan faktor-faktor apa saja yang mempengaruhinya,
serta apakah ada hubungan antara tingkat partisipasi petani dengan
kinerja penyuluh. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah
metode deskriptif analisis. Pengumpulan data primer menggunakan
35
60 orang petani, 10 orang penyuluh pertanian, dan seorang Kepala
BPP. Untuk memperoleh kesepadanan penilaian diantara kelompok
responden dilakukan uji Konkordasi Kendall. Metode analisis
dilakukan dengan uji statistik parametik dan non parametrik. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa kinerja penyuluh pertanian dalam
pengembangan agribisnis nenas belum optimal. Belum optimalnya
kinerja penyuluh pertanian ini disebabkan oleh
1). motivasi penyuluh dalam melaksanakan tugas hanya sekedar untuk
memenuhi kewajibannya, 2). Kemampuan penyuluh masih terbatas,
dan 3). Tingkat partisipasi petani dalam pelaksanaan kegiatan
usahatani nenas juga sedang.
B. Kerangka Pemikiran
Undang-Undang No. 16 tahun 2006 tentang Sistem Penyuluhan Pertanian,
Perikanan dan Kehutanan meneguhkan bahwa penyuluh pertanian
mempunyai peran strategis untuk memajukan pertanian di Indonesia.
Pemerintah wajib menyelenggarakan penyuluhan pertanian, perikanan dan
kehutanan. Penyuluhan merupakan bagian dari upaya mencerdaskan
kehidupan bangsa dan memajukan kesejahteraan umum dan pemerintah
berkewajiban menyelenggarakannya. Penyuluhan sebagai proses
pendidikan non formal, bertujuan mengarahkan perubahan ke arah
perubahan yang terencana. Penyuluhan perlu ditunjang dengan lembaga
khusus yang berpotensi untuk dikembangkan lebih lanjut yaitu Balai
Balai Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan (BP3K) telah
tersedia di setiap kecamatan di Provinsi Lampung. Beberapa BP3K sudah
memiliki sumber daya yang memadai, termasuk gedung, lahan
percontohan, tenaga penyuluh dan sebagainya. Namun dari sisi kinerja
sebagian besar BP3K tersebut masih memiliki kinerja yang belum cukup
baik. Lemahnya kinerja sebagian besar BP3K dipengaruhi oleh beberapa
faktor dan salah satunya karena belum adanya model pengembangan
kelembagaan BP3K yang sesuai dengan permasalahan nyata di lapangan.
BP3K harus dikuatkan/ditingkatkan kapasitasnya, sehingga menjadi
semacam Centers of Excellence (CoE) dan berperan efektif dalam
menjembatani berbagai kesenjangan yang sering terjadi selama ini.
Keberhasilan sistem BP3K juga harus didukung dengan kinerja para
penyuluh. Indikator penilaian kinerja penyuluh didasarkan pada
kesembilan indikator kinerja penyuluh menurut Departemen Pertanian dan
satu indikator menurut Fakultas Pertanian Universitas Lampung yang
dipengaruhi oleh beberapa faktor. Kinerja penyuluh diduga dipengaruhi
oleh sejumlah faktor, yaitu umur, pendidikan formal, pelatihan,
pengalaman kerja, lokasi tugas, jumlah petani binaan, dan fasilitas kerja.
Dengan adanya Sistem Model BP3K Center of Exellence diharapkan dapat
meningkatkan kinerja penyuluh yang ada di BP3K tersebut. Uraian
kerangka pemikiran ini disajikan dalam paradigma yang menggambarkan
37
Kecamatan Terbanggi Besar Kabupaten Lampung Tengah, dapat dilihat
pada Gambar 2.
Gambar 2. Paradigma Kinerja Penyuluh BP3K Terbanggi Besar sebagai BP3K Model CoE.
Penyuluh Kinerja penyuluh (Y)
(1)Tersusunnya programa penyuluhan pertanian di tingkat BPP/Kecamatan sesuai dengan kebutuhan petani.
(2)Tersusunnya kinerja penyuluh pertanian di wilayah kerja masing-masing
(3)Tersusunnya peta wilayah komoditas unggulan spesifik lokasi.
(4)Terdiseminasinya informasi dan teknologi pertanian secara merata dan sesuai dengan kebutuhan petani. (5)Tumbuh kembangnya keberdayaan dan
kemandirian petani, kelompok tani, usaha/asosiasi petani dan usaha formal (koperasi dan kelembagaan lainnya).
(6)Terwujudnya kemitraan usaha antara petani dengan pengusaha yang saling menguntungkan.
(7)Terwujudnya akses petani ke
lembaga\keuangan, informasi, sarana produksi pertanian dan pemasaran.
(8)Meningkatnya produktivitas agribisnis komoditas unggulan di masing-masing wilayah kerja.
(9)Meningkatnya pendapatan dan
kesejahteraan petani di masing-masing wilayah kerja.
(10)Meningkatnya penerapan cyber extension dalam kegiatan penyuluhan.
1. Umur (X1)
2. Tingkat Pendidikan formal (X2)
3. Peningkatan kualitas SDM (X3)
4. Masa kerja (X4) 5. Jarak tempat tinggal
dengan tempat bertugas (X5)
6. Jumlah Petani Binaan (X6) 7. Fasilitas kerja (X7)
C. Hipotesis
Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah :
1. Umur mempengaruhi tingkat kinerja penyuluh di BP3K Kecamatan
Terbanggi Besar Kabupaten Lampung Tengah.
2. Tingkat Pendidikan Formal mempengaruhi tingkat kinerja
penyuluh di BP3K Kecamatan Terbanggi Besar Kabupaten
Lampung Tengah.
3. Peningkatan Kualitas SDM mempengaruhi tingkat kinerja
penyuluh di BP3K Kecamatan Terbanggi Besar Kabupaten
Lampung Tengah.
4. Masa Kerja mempengaruhi tingkat kinerja penyuluh di BP3K
Kecamatan Terbanggi Besar Kabupaten Lampung Tengah.
5. Jarak Tempat Tinggal dengan Tempat Bertugas mempengaruhi
tingkat kinerja penyuluh di BP3K Kecamatan Terbanggi Besar
Kabupaten Lampung Tengah.
6. Jumlah Petani Binaan mempengaruhi tingkat kinerja penyuluh di
BP3K Kecamatan Terbanggi Besar Kabupaten Lampung Tengah.
7. Fasilitas Kerja mempengaruhi tingkat kinerja penyuluh di BP3K
Kecamatan Terbanggi Besar Kabupaten Lampung Tengah.
III. METODE PENELITIAN
A. Definisi Operasional, Pengukuran, dan Klasifikasi
Definisi operasional merupakan pengertian dan petunjuk mengenai variabel
yang akan diteliti serta penting untuk memperoleh dan menganalisa data yang
berhubungan dengan tujuan penelitian.
1. Variabel X (Variabel Bebas)
Variabel X merupakan variabel faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja
penyuluh dalam melaksanakan tugas pokoknya, yaitu :
a. Umur (X1) adalah usia penyuluh dari awal kelahiran sampai pada saat
penelitian dilakukan, pengukuran dilakukan dengan menggunakan
satuan tahun. Indikator umur penyuluh ditunjukkan dengan akte
kelahiran atau surat keterangan dari pemerintah setempat. Umur
diklasifikasikan berdasarkan data lapangan menjadi muda, sedang, dan
tua.
b. Tingkat pendidikan formal (X2) adalah tingkat pendidikan formal yang
pernah ditempuh oleh penyuluh. Tingkat pendidikan formal diukur
berdasarkan jumlah tahun yang ditempuh penyuluh. Indikator tingkat
formal diklasifikasikan berdasarkan data lapangan menjadi rendah,
sedang dan tinggi.
c. Peningkatan Kualitas Sumber Daya Manusia (X3) adalah proses belajar
yang pernah diikuti penyuluh berupa pelatihan yang sesuai dengan
pekerjaan sebagai penyuluh pertanian yang diukur dengan kualitas dan
kuantitas pelatihan, workshop, dan seminar yang diikuti penyuluh.
Selanjutnya diklasifikasikan berdasarkan data lapangan menjadi tidak
pernah, cukup sering, dan sering. Peningkatan kualitas SDM diukur
menggunakan pertanyaan yang berdasarkan pada :
1) Kuantitas pelatihan, workshop, maupun seminar yang diikuti
penyuluh.
a) Jika penyuluh pernah mengikuti pelatihan, workshop, dan
seminar = 3
b) Jika penyuluh pernah mengikuti dua kegiatan diantara ketiga
kegiatan tersebut = 2
c) Jika penyuluh hanya pernah mengikuti salah satu dari kegiatan
tersebut = 1
2) Kualitas pelatihan, workshop, maupun seminar yang diikuti
penyuluh.
a) Mengikuti pelatihan, workshop, maupun seminar tingkat
provinsi = 3
b) Mengikuti pelatihan, workshop, maupun seminar tingkat
41
c) Mengikuti pelatihan, workshop, maupun seminar tingkat
kecamatan = 1
d. Masa Kerja (X4) adalah lama bertugas penyuluh sejak diangkat dan
menjalankan tugas sebagai penyuluh, dihitung dalam tahun. Indikator
masa kerja penyuluh adalah Surat Keputusan (SK) pengangkatan
sebagai penyuluh. Masa kerja diklasifikasikan berdasarkan data
lapangan menjadi tiga kelas yaitu baru, sedang dan lama.
e. Jarak tempat tinggal dengan tempat bertugas (X5) adalah jarak tempat
tinggal penyuluh dengan lokasi kerja atau wilayah binaannya, diukur
dengan satuan kilometer. Indikatornya adalah pernyataan tentang jarak
tempuh yang dilalui penyuluh. Selanjutnya diklasifikasikan
berdasarkan data lapangan menjadi tiga kelas yaitu dekat, sedang dan
jauh.
f. Jumlah petani binaan (X6) adalah Jumlah petani yang berada di wilayah
kerja penyuluh pertanian dan tergabung dalam kelompok tani, yang
diukur dalam jumlah orang. Indikatornya adalah data jumlah petani dari
balai penyuluh atau pemerintah setempat. Jumlah petani binaan
diklasifikasikan berdasarkan data lapangan menjadi rendah, sedang, dan
tinggi.
g. Fasilitas Kerja (X7) adalah seluruh sarana dan prasarana penunjang
yang digunakan oleh penyuluh dalam kegiatan penyuluhan, diukur
berdasarkan kelengkapan fasilitas kerja dan kondisi sarana atau fasilitas