• Tidak ada hasil yang ditemukan

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGKAT KINERJA PENYULUH DI BP3K KECAMATAN TERBANGGI BESAR KABUPATEN LAMPUNG TENGAH SEBAGAI BP3K MODEL CENTER OF EXELLENCE (COE)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGKAT KINERJA PENYULUH DI BP3K KECAMATAN TERBANGGI BESAR KABUPATEN LAMPUNG TENGAH SEBAGAI BP3K MODEL CENTER OF EXELLENCE (COE)"

Copied!
83
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRACT

FACTORS AFFECTING BP3K EXTENSION WORKERS PERFORMANCE IN TERBANGGI BESAR DISTRICT OF LAMPUNG TENGAH REGENCY

AS A BP3K CENTER OF EXELLENCE(COE) MODEL

By

EDLIN SARASMITA

This research aims to understand; (1) The level of extension workers’ performance in BP3K Terbanggi Besar as BP3K CoE Model (2) Factors affecting the performace. This research was conducted in BP3K Terbanggi Besar, Lampung Tengah Regency from August to October 2013. This BP3K is one of the BP3Ks which were chosen as a model of CoE in Lampung Tengah Regency. The area sampled in this research included 10 villages. Respondens were 11 extension workers and 99 farmers taken by using proportional random sampling method. Data were analyzed descriptively and quantitatively. Hypotheses in this research were tested using multiple linear regression. The research results indicated that (1) The level of extension workers’ performance based on the extension workers’ assessment was categorized as high performance reaching 45,91%, while according to farmer respondents was categorized as medium performance reaching 52,8%. (2) The factors affecting the extension workers’ performance are : their age, their quality as a human resource, the length of time in their job, the distance of their working area from where they live, and the number of farmers under their supervision.

(2)

ABSTRAK

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGKAT KINERJA PENYULUH DI BP3K KECAMATAN TERBANGGI BESAR KABUPATEN LAMPUNG TENGAH SEBAGAI BP3K MODEL

CENTER OF EXELLENCE (COE)

Oleh

EDLIN SARASMITA

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui; (1) Tingkat kinerja penyuluh BP3K Terbanggi Besar sebagai BP3K Model CoE (2) Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja penyuluh BP3K Terbanggi Besar Kecamatan Terbanggi Besar, Kabupaten Lampung Tengah. Penelitian ini dilakukan di BP3K Terbanggi Besar, Kabupaten Lampung Tengah dari bulan Agustus sampai Oktober 2013 dengan pertimbangan, BP3K ini adalah salah satu BP3K yang dipilih sebagai BP3K Model CoE di Kabupaten Lampung Tengah. Daerah sampel dalam penelitian ini meliputi 10 desa. Jumlah sampel dalam penelitian ini 11 penyuluh dan petani 99 yang diambil dengan cara proporsional random sampling. Data dianalisis dengan metode deskriptif dan kuantitatif. Pengujian hipotesis dalam penelitian ini menggunakan regresi linier berganda. Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) Tingkat kinerja penyuluh berdasarkan penilaian penyuluh termasuk dalam kategori kinerja tinggi dengan hasil mencapai 45,91%, sedangkan menurut petani responden termasuk dalam kategori kinerja menengah mencapai52,8%. (2) Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja penyuluh adalah: umur penyuluh, kualitas sumber daya manusia penyuluh, lama bertugas penyuluhi, jarak tempat tinggal penyuluh ke wilayah binaan, dan jumlah petani binaan.

(3)

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGKAT KINERJA PENYULUH DI BP3K KECAMATAN TERBANGGI BESAR KABUPATEN LAMPUNG TENGAH SEBAGAI BP3K MODEL

CENTER OF EXELLENCE (COE)

Oleh

Edlin Saramita

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar Sarjana Pertanian

pada Jurusan Agribisnis

Fakultas Pertanian Universitas Lampung

UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG

(4)

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGKAT KINERJA PENYULUH DI BP3K KECAMATAN TERBANGGI BESAR KABUPATEN LAMPUNG TENGAH SEBAGAI BP3K MODEL

CENTER OF EXELLENCE (COE) (Skripsi)

Oleh

EDLIN SARASMITA

JURUSAN AGRIBISNIS

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS LAMPUNG

(5)
(6)
(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bandar Lampung tanggal 30 Agustus 1990. Penulis adalah

anak ketiga dari tiga bersaudara. Penulis menyelesaikan pendidikan di Taman

Kanak-kanak Tunas Harapan pada tahun 1996, tingkat Sekolah Dasar di SD

Negeri 1 Waydadi pada tahun 2002, tingkat SMP di SMP Negeri 4 Bandar

Lampung pada tahun 2005, tingkat SMA di SMA Negeri 5 Bandar Lampung pada

tahun 2008. Penulis diterima di Universitas Lampung, Fakultas Pertanian,

Jurusan Agribisnis pada tahun 2008 melalui Seleksi Nasional Masuk Perguruan

Tinggi Negeri (SNMPTN).

Penulis melakukan Praktik Umum (PU) di PTPN Unit Usaha Kedaton Way Galih

Provinsi Lampung pada Januari 2012. Penulis melakukan Kuliah Kerja Nyata

(KKN) di Desa Harapan Jaya Kecamatan Simpang Pematang Kabupaten Mesuji

pada Juni – Agustus 2011. Penulis melaksanakan penelitian pada tahun 2013 di

(8)

SANWACANA

Bismillahirrohmanirrohim

Alhamdullilahirobbil ‘alamin, segala puji hanya kepada Allah SWT, yang telah

memberikan ridho dan rahmat sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini

dengan baik. Sholawat serta salam senantiasa tercurah kepada Rasulullah

Muhammad SAW, yang telah memberikan teladan dalam setiap kehidupan, juga

kepada keluarga, sahabat, dan penerus risalahnya yang mulia.

Dalam penyelesaian skripsi yang berjudul “ Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kinerja penyuluh di BP3K Kecamatan Terbanggi Besar Kabupaten Lampung Tengah sebai BP3K Model Center Of Exellence (COE)”, banyak pihak yang telah memberikan sumbangsih, bantuan, nasehat, serta saran-saran

yang membangun. Oleh karena itu, dengan rendah hati penulis mengucapkan

terimakasih yang tak terhingga nilainya kepada:

1. Dr. Ir. Sumaryo Gs., M.Si., sebagai Pembimbing Pertama atas bimbingan,

motivasi, arahan, saran, dan nasihat yang telah diberikan selama proses

penyelesaian skripsi ini.

2. Ir. Achdiansyah Soelaiman, M.P., selaku Pembimbing Kedua atas bimbingan,

motivasi, arahan, saran, dan nasihat yang telah diberikan selama proses

(9)

3. Ir. Indah Nurmayasari, M.Sc., sebagai Dosen Penguji Skripsi, atas masukan,

bantuan, arahan, saran, dan nasihat yang telah diberikan.

4. Prof. Dr.Ir. Bustanul Arifin, M.Sc., selaku Pembimbing Akademik, atas

bimbingan, arahan, dan nasihat yang telah diberikan.

5. Dr. Ir. Fembriarti Erry Prasmatiwi, M.S., selaku Ketua Jurusan Agribisnis

Fakultas Pertanian Universitas Lampung.

6. Prof. Dr. Ir. Wan Abbas Zakaria, M.S., selaku Dekan Fakultas Pertanian

Universitas Lampung.

7. Mama dan Papa tersayang, tercinta, dan terkasih, Ibu Novi Hidayatie dan

Bapak Endie Erhan, S.E. Terima kasih sedalam-dalamnya untuk segala

curahan doa, sayang, cinta, dan kasihnya yang sangat luar biasa bagi penulis,

terlebih untuk semua dukungan bagi penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

Ini semua untuk mama papa. Adek sayang kalian.

8. Mbak Endah Pratiwi, S.E dan Abang Edo Oktorano, S.H yang tersayang,

tercinta, dan terkasih untuk segala do’a, waktu, kasih, sayang, cinta dan

dorongan semangat bagi penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.

9. Pak Dwi Suseno, Mbak Evie, Mbak Eka, Pak Heri,Pak Margono dan seluruh

penyuluh di BP3K Terbanggi Besar dan seluruh petani dan masyarakat di

Kecamatan Terbanggi Besar Kabupaten Lampung Tengah atas bantuan, doa,

semangat, dan bantuan selama penulis melakukan penelitian.

10. Seluruh dosen dan karyawan Jurusan Agribisnisatas semua ilmu yang telah

diberikan dan bantuan kepada penulis selama menjadi mahasiswi di Fakultas

(10)

bantuannya dalam penelitian skripsi ini.

12. Saudara-saudariku seperjuangan terkasih, Anggi Nastiti, S.P., Rizky Dwi

Saputra, S.P., Rizki Fathoni, S.P., Vitho Yeriandha, Khusnu Febrianto,

Belladina Sania, S.P., Inke Kusuma Wardani, S.P., Ariansyah Saputra Dinata,

S.P., Rinta Suharyani, S.Pd., Haris Permaja, M. Fariando Marga, Bunga

Woro Ayu, S.P., Dian Komala Sari, S.P., Iwan Kurniawan, S.P., Natasya

Anindya Putri, S.P., Finko Harki Nugroho, S.P. yang senantiasa memberikan

bantuan, dorongan, semangat, do’a, dan kebersamaan selama ini.

13. Sahabat terbaik sepanjang masa Yuditia Rani, S.A.B., Dewi Ayu Nabila,

S.T., Fiqih Pertiwi, S.P. untuk semua do’a, waktu, dan kebersamaan selama

ini.

14. Sahabat seperjuangan Agribisnis 2008, Kakak-adik Sosek 2007 – 2014 dan

Almamater tercinta serta seluruh pihak yang telah membantu yang tidak

dapat disebutkan satu per satu dalam menyelesaikan skripsi ini.

15. Kakak dan sahabat terkasih yang selalu memberi semangat dan menemani

penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Semoga kita selalu bersama. Amin.

Semoga Allah SWT memberikan balasan terbaik atas segala bantuan yang telah

diberikan dan memberikan rahmat serta hidayah kepada kita semua. Semoga

karya sederhana ini dapat bermanfaat bagi pihak-pihak yang membutuhkan.

Bandar Lampung, April 2015 Penulis,

(11)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... x

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah ... 1

B. Tujuan Penelitian ... 8

C. Kegunaan Penelitian ... 8

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka ... 9

1. Peranan Penyuluhan dalam Pembangunan Pertanian ... 9

2. Pengembangan BP3K sebagai CoE ... 12

3. Kinerja Penyuluh ... 17

4. Indikator Kinerja Penyuluh ... 20

5. Faktor-faktor yang berhubungan dengan kinerja Penyuluh dalam kegiatan penyuluhan pertanian ... 23

6. Kajian Penelitian Terdahulu ... 33

B. Kerangka Pemikiran ... 35

C. Hipotesis ... 38

III. METODE PENELITIAN A. Definisi Operasional, Pengukuran, dan Klasifikasi ... 39

1. Variabel X (Variabel Bebas) ... 39

2. Variabel Y (Variabel Terikat) ... 44

B. Penentuan Lokasi, Responden, dan Waktu Penelitian ... 48

C. Jenis Data dan Metode Pengumpulan Data ... 51

(12)

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

A. Letak Geografis dan Luas Wilayah Kabupaten Lampung Tengah dan

Kecamatan Terbanggi Besar ... 54

B. Topografi, Tanah, dan Iklim ... 55

C. Keadaan Penduduk ... 56

D. Gambaran Umum BP3K Terbanggi ... 58

V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Keadaan Umum Responden Penyuluh Pertanian, Perikanan dan Kehutanan (BP3K) Kecamatan Terbanggi Besar ... 62

6. Terwujudnya Kemitraan Usaha Pelaku Utama dan Pelaku Usaha yang menguntungkan ... 80

7. Terwujudnya Akses Petani ke Lembaga Keuangan dan Informasi Sarana Produksi ... 82

8. Meningkatkan Produktivitas Agribisnis Komoditi Unggulan di masing-masing Wilayah Kerja ... 85

9. Meningkatnya pendapatan petani di masing-masing Wilayah Kerja . 87

(13)

vii

C. Uji Koefisien Regresi Linear Berganda ... 94

VI. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 106

B. Saran ... 107

DAFTAR PUSTAKA ... 108

(14)

DAFTAR TABEL

5. Pengukuran dan definisi operasional kinerja penyuluh di BP3K Terbanggi Besar sebagai BP3K Model CoE ... 46

16.Klasifikasi dan sebaran nilai rata-rata tingkat kinerja penyuluh dalam menyusun programa penyuluhan pertanian... 71

17.Klasifikasi dan sebaran nilai rata-rata tingkat kinerja penyuluh dalam menyusun Rencana Kerja Tahunan penyuluh pertanian ... 73

18.Klasifikasi dan sebaran nilai rata-rata tingkat kinerja penyuluh dalam menyusun peta wilayah untuk pengembangan teknologi spesifik lokasi 76

19.Klasifikasi dan sebaran nilai rata-rata tingkat kinerja penyuluh dalam menyebarkan informasi teknologi pertanian secara merata ... 77

20.Klasifikasi dan sebaran nilai rata-rata tingkat kinerja penyuluh dalam menumbuh kembangkan keberdayaan dan kemandirian petani... 79

21.Klasifikasi dan sebaran nilai rata-rata tingkat kinerja penyuluh dalam mewujudkan kemitraan antara pelaku utama dan pelaku usaha ... 81

22.Klasifikasi dan sebaran nilai rata-rata tingkat kinerja penyuluh dalam mewujudkan akses petani dengan lembaga keuangan dan penyedia sarana produksi ... 83

23.Klasifikasi dan sebaran nilai rata-rata tingkat kinerja penyuluh dalam meningkatkan produktivitas agribisnis komoditi unggulan di masing-masing wilayah kerja ... 85

(15)

ix

25.Klasifikasi dan sebaran nilai rata-rata tingkat kinerja penyuluh dalam meningkatkan penerapan Cyber Extention dalam kegiatan penyuluhan menurut jawaban penyuluh ... 90 26.Klasifikasi dan sebaran nilai rata-rata tingkat kinerja penyuluh dalam

meningkatkan penerapan Cyber Extention dalam kegiatan penyuluhan menurut jawaban petani ... 90 27.Rekapitulasi data hasil penelitian mengenai kinerja penyuluh... 92 28.Sebaran skor tingkat kinerja penyuluh menurut respnden penyuluh

BP3K Terbanggi Besar sebagai BP3K Model CoE di Kecamatan

Terbanggi Besar Kabupaten Lampung Tengah ... 93 29.Sebaran skor tingkat kinerja penyuluh menurut respnden petani

BP3K Terbanggi Besar sebagai BP3K Model CoE di Kecamatan

Terbanggi Besar Kabupaten Lampung Tengah ... 93 30.Hasil analisis regresi faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja

(16)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Model Pengembangan BP3K Menjadi CoE untuk Percepatan Revitalisasi Pertanian ... 16 2. Paradigma Kinerja Penyuluh BP3K Terbanggi Besar sebagai BP3K

(17)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang dan Masalah

Indonesia merupakan salah satu negara berkembang dengan sektor

pertanian sebagai sumber mata pencaharian dari mayoritas penduduknya.

Hal ini dikarenakan Indonesia memiliki berbagai potensi alam untuk

mengembangkan sektor pertanian. Pelaksanaan pembangunan pertanian di

Indonesia memiliki beberapa tujuan yang mencakup upaya untuk

meningkatkan produksi dan memperluas penganekaragaman hasil

pertanian guna memenuhi kebutuhan pangan dan industri dalam negeri,

memperbesar nilai ekspor, meningkatkan taraf hidup petani, peternak dan

nelayan, mendorong perluasan dan pemerataan kesempatan berusaha dan

lapangan kerja, serta mendukung pembangunan daerah.

Keberhasilan pembangunan sektor pertanian tidak terlepas dari kerjasama

antara pemerintah, instansi terkait, swasta dan masyarakat petani.

Pemerintah merupakan sebuah lembaga yang dapat menentukan kebijakan

di sektor pertanian, oleh karena itu pemerintah harus dapat mengeluarkan

kebijakan yang mendukung para pelaku usahatani. Berdasarkan program

pembangunan pertanian 2010-2014, kebijaksanaan pembangunan

(18)

empat target utama pembangunan pertanian, yaitu : (1) pencapaian

swasembada dan swasembada berkelanjutan, (2) peningkatan diversifikasi

pangan, (3) peningkatan nilai tambah, daya saing dan ekspor, serta (4)

peningkatan kesejahteraan petani (Departemen Pertanian, 2010).

Pencapaian visi dan target ini memberikan sumbangan besar bagi

pembangunan nasional dan sektor pertanian diharapkan mampu sebagai

sektor utama penggerak roda perekonomian. Fokus utama pembangunan

pertanian adalah mengarahkan pada upaya peningkatan kesejahteraan

petani melalui pendekatan sistem agribisnis secara utuh serta

pembangunan wilayah terpadu yang mampu mendorong pertumbuhan

ekonomi pedesaan (Departemen Pertanian, 2010)

Petani dan keluarganya sebagai subjek pembangunan pertanian adalah

bagian yang harus pertama kali mendapat perhatian dan memerlukan

sebuah lembaga atau instansi sebagai wadah untuk menyampaikan

pendapat dan masalah yang ada di lapangan sehingga pemerintah dapat

menetapkan kebijakan yang mampu mendukung usahatani mereka. Salah

satu lembaga atau instansi yang dapat membantu para petani untuk

menyampaikan pendapat dan mengatasi permasalahan yang ada di

lapangan adalah Balai Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan

(BP3K) yang memiliki fungsi dan tugas pokok membantu para petani

dalam pengembangan usahataninya dan menyampaikan berbagai

(19)

3

Badan Penyuluhan Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan (BP3K) adalah

sebuah lembaga atau instansi yang dibentuk oleh pemerintah untuk

membantu para petani dalam menyelesaikan berbagai permasalahn

usahatani guna meningkatkan produksi komoditas pertanian dan

mengurangi ketergantungan terhadap komoditas pertanian impor. BP3K

memiliki tenaga profesional yaitu penyuluh yang memiliki keahlian dalam

bidang pertanian, perikanan, dan kehutanan. Penyuluh memiliki tugas

pokok membantu para petani menyelesaikan berbagai permasalahan

usahatani mereka, dengan cara menyampaikan berbagai inovasi baru

dibidang pertanian dan melakukan pembinaan kepada para petani dalam

mengelola usahatani.

Pembinaan yang dilakukan oleh penyuluh kepada para petani diharapkan

dapat merubah pola pengetahuan, sikap dan keterampilan para petani.

Tingkat pengetahuan para petani yang masih rendah menyebabkan

lambannya proses adopsi inovasi di bidang pertanian oleh petani.

Pemerintah membuat kebijakan dalam rangka memaksimalkan peranan

dan tugas penyuluh di BP3K dengan merancang program BP3K model

Center of Excellence (CoE). Program CoE ini bertujuan untuk melakukan

pengembangan dan penguatan Balai Penyuluh Pertanian, Perikanan dan

Kehutanan. Enam BP3K dipilih sebagai subjek CoE dikarenakan lembaga

ini memiliki sumber daya manusia dan sarana yang memadai yang tersebar

di setiap kecamatan di seluruh provinsi Lampung, sehingga diharapkan

BP3K dapat memenuhi semua informasi dan teknologi yang dibutuhkan

(20)

BP3K Model CoE memiliki rangkaian kegiatan yang meliputi : penataan

struktur organisasi/kelembagaan BP3K, peningkatan kapasitas SDM,

peningkatan daya dukung sarana dan prasarana, serta kemampuan

pengemasan program dan mendorong inovasi teknologi spesifik lokasi.

Program CoE ini diharapkan sektor pertanian dapat meningkatkan

peranannya sebagai motor penggerak perekonomian, sehingga dapat

mempercepat program revitalisasi pertanian sekaligus melaksanakan

pemberdayaan ekonomi rakyat dan penaggulangan kemiskinan yang

optimal.

Berdasarkan laporan pengembangan BP3K sebagai CoE Pada tahun 2011

telah ditetapkan enam BP3K Model CoE yang diperoleh dari hasil skoring

(penilaian) terhadap 7 calon BP3K Model CoE. Indikator yang digunakan

dalam penilaian terhadap calon BP3K Model CoE yakni ; kondisi kantor

BP3K, aktivitas PPL di Kantor BP3K, ketersediaan jaringan untuk akses

internet, ketersediaan lahan demplot, keaktifan petani berkunjung ke

BP3K, luas wilayah BP3K, Jaringan dan signal telepon serta ketersediaan

listrik. Adapun keenam BP3K Model CoE yang terpilih dapat dilihat pada

Tabel 1.

Tabel 1. Daftar BP3K Model CoE Tahun 2011

No Nama BP3K Kabupaten/Kota

1 BP3K Batanghari Lampung Timur

2 BP3K Terbanggi Besar Lampung Tengah

3 BP3K Metro Barat Kota Metro

4 BP3K Menggala Tulang Bawang

5 BP3K Padang Cermin Pesawaran

6 BP3K Talang Padang Tanggamus

(21)

5

Berdasarkan Tabel 1, dapat dilihat bahwa BP3K Model CoE yang ada di

Provinsi Lampung tersebar di enam kabupaten yang terpilih, salah satunya

adalah Lampung Tengah. Berdasarkan data yang diperoleh dari Dinas

Badan Koordinasi Penyuluh terdapat 28 BP3K yang ada di Kabupaten

Lampung Tengah dan dapat dilihat pada Tabel 2

Tabel 2. Daftar BP3K Kabupaten Lampung Tengah

No Nama BP3K Kampung

1. Padang Ratu Kuripan

2. Selagal Lingga Negeri Katon

3. Pubian Payung Batu

4. Anak Tuha Negara Aji Tua

5. Anak Ratu Aji Srimulyo

6. Kalirejo Sri Basuki

7. Sendang Agung Sendang Agung

8. Bangun Rejo Tanjung Jaya

9. Gunung Sugih Gunung Sugih

10. Bekri Rengas

11. Bumi Ratu Nuban Bumiratu

12. Trimurjo Purwoadi

13. Punggur Tanggulangin

14. Kota Gajah Kota Gajah

15. Seputih Raman Rejo Basuki

16. Terbanggi Besar Karang Endah

17. Seputih Agung Dono Arum

18. Way Pengubuan Tanjung Ratu Ilir

19. Terusan Nunyai Gunung Batin Udik

20. Seputih Mataram Wirata Agung

21. Bandar Mataram Jati Datar

22. Seputih Banyak Setia Bakti

23. Way Seputih Sribusono

24. Rumbia Restu Baru

25. Bumi Nabung Bumi Nabung Timur

26. Putra Rumbia Bina Karya Jaya

27. Seputih Surabaya Gaya Baru I

28. Bandar Surabaya Gaya Baru V

Sumber : Badan Koordinasi Penyuluh 2013

Berdasarkan Tabel 2 dapat dilihat bahwa BP3K Terbanggi Besar

merupakan salah satu BP3K yang terdapat di Lampung Tengah. BP3K

(22)

karena telah memenuhi indikator pemilihan dan diharapkan dapat menjadi

contoh untuk BP3K lainnya yang ada di Kabupaten Lampung Tengah.

Pembangunan pertanian berhasil apabila petaninya sejahtera dan mandiri.

Petani sejahtera dan mandiri adalah petani yang selalu mengembangkan

pengetahuan, sikap dan keterampilannya dalam berusahatani. Kompetensi

berusahatani adalah salah satu hal yang dapat dijadikan prioritas bagi

penyuluh dalam merancang program pembelajaran yang disuluhkan

pada petani. Sebagai pendidik dan pemberi semangat, penyuluh harus

fokus pada mendidik petani mengembangkan manajemen usahataninya

sehingga petani terinspirasi untuk terus melakukan proses pembelajaran.

Penyuluh yang berkinerja baik dilihat pada petani yang mampu

memecahkan masalahnya. Peningkatan pengetahuan, sikap dan

keterampilan petani dalam usahatani ditentukan oleh kualitas kerja

penyuluh pertanian dalam membantu petani. Sebaran penyuluh di BP3K

Terbanggi Besar dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Data Penyuluh Pertanian di BP3K Terbanggi Besar

No Nama Penyuluh Wilayah Kerja Penyuluh Pertanian (WKPP)

1 Dwi Seno, S.P. Koordinator Penyuluh Kec. Terbanggi Besar

2 Effendi Zaini, S.P. Indra Putra Subing

3 Surat Kasna Nambah Dadi

4 Margono Yukum Jaya

5 Sulardi Onoharjo

6 Putut Setya Iswara, S.P. Terbanggi Besar

7 Eka Susilowati, S.P. Adi Jaya

8 Heri Triyatmanto, S.P. Poncowati

9 Nurhayati, A.Md. Bandar Jaya Barat

10 Evie Damayanti, S.P. Bandar Jaya Timur

11 Febrilia Ekawati Karang Endah

(23)

7

Berdasarkan Tabel 3 di atas dapat dilihat bahwa di Kecamatan Terbanggi

Besar terdapat 11 penyuluh yang tersebar di 10 desa/kampung. Dalam

melaksanakan kegiatan penyuluhan, BP3K dibantu oleh para penyuluh

yang dikoordinir oleh seorang penyuluh yang diangkat sebagai

Koordinator penyuluh. Penyuluh mempunyai wilayah kerja penyuluh

pertanian (WKPP) masing-masing. Setiap WKPP terdiri dari satu desa

binaan yang berada di Kecamatan Terbanggi Besar. Khusus untuk

koordinator penyuluh dan penyuluh perikanan memegang seluruh

desa/kampung di Kecamatan Terbanggi Besar.

Kinerja penyuluh pertanian dipengaruhi oleh sejumlah faktor karakteristik,

yaitu umur, pendidikan formal, pelatihan, pengalaman kerja, lokasi tugas,

jumlah petani binaan, dan fasilitas kerja. Penelitian ini dilakukan untuk

melihat seberapa besar pengaruh pengembangan program Model BP3K

Center of Exellence terhadap kinerja penyuluh pertanian lapangan.

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat diidentifikasikan permasalahan,

yaitu :

1. Bagaimana tingkat kinerja penyuluh di BP3K Kecamatan Terbanggi

Besar Kabupaten Lampung tengah?

2. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi tingkat kinerja penyuluh

(24)

B. Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan yang telah dikemukakan di atas, maka tujuan

dari penelitan ini adalah :

1. Mengetahui tingkat kinerja penyuluh di BP3K Kecamatan Terbanggi

Besar Kabupaten Lampung Tengah.

2. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kinerja

penyuluh BP3K Kecamatan Terbanggi Besar Kabupaten Lampung

Tengah.

C. Kegunaan Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan berguna sebagai :

1. Bahan informasi bagi Dinas Pertanian dan dinas lainnya yang terkait

dalam pembuatan kebijakan mengenai BP3K.

2. Bahan informasi untuk penyuluh dalam pengembangan BP3K.

(25)

II.TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS

A. Tinjauan Pustaka

1. Peranan Penyuluhan dalam Pembangunan Pertanian

Sektor pertanian menjadi prioritas pembangunan di negara sedang

berkembang. Pembangunan pertanian di negara sedang berkembang

memiliki tujuan untuk memperbaiki mutu konsumsi dan memenuhi

kebutuhan bahan pangan secara nasional. Salah satu upaya

pelaksanaan pembangunan pertanian di negara sedang berkembang

adalah dengan cara mengadakan kegiatan penyuluhan pertanian.

Kegiatan penyuluhan pertanian mampu memberikan kontribusi yang

nyata dalam meningkatkan produksi komoditas pertanian dan

pendapatan petani. Keberhasilan pembangunan pertanian antara lain

ditentukan oleh kemampuan sumber daya manusia dalam mengelola

sistem pertanian yang sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan

dan teknologi. Oleh karena itu pemberdayaan sumber daya manusia di

bidang pertanian perlu ditingkatkan melalui pendidikan, pelatihan dan

penyuluhan pertanian.

Penyuluhan merupakan keterlibatan seseorang untuk melakukan

(26)

sesamanya memberikan pendapat sehingga dapat membuat keputusan

yang benar (Van Den Ban dan Hawkins, 1998). Dalam kegiatan

penyuluhan terjadi proses transfer ilmu pengetahuan dan teknologi

kepada petani sehingga mendorong terjadinya perubahan dalam diri

petani. Perubahan yang diharapkan tercapai dalam kegiatan

penyuluhan pertanian mencakup perubahan pengetahuan, sikap dan

keterampilan para pelaku usahatani untuk memperbaiki sistem

manajemen dan teknis pengelolaan usahatani.

Penyuluhan pertanian adalah proses pembelajaran bagi pelaku utama

serta pelaku usaha agar mereka mau dan mampu menolong dan

mengorganisasikan dirinya dalam mengakses informasi pasar,

teknologi, permodalan, dan sumber dayalainnya, sebagai upaya untuk

meningkatkan produktivitas, efisiensi usaha, pendapatan dan

kesejahteraannya serta meningkatkan kesadaran dalam pelestarian

fungsi lingkungan hidup.

Menurut Kartasapoetra (1994), penyuluhan pertanian adalah suatu

usaha/upaya untuk mengubah perilaku petani dan keluarganya, agar

mereka mengetahui dan mempunyai kemauan serta mampu

memecahkan masalahnya sendiri dalam usaha atau kegiatan-kegiatan

meningkatkan hasil usahanya dan tingkat kehidupannya. Penyuluh

pertanian adalah orang yang mengemban tugas memberikan dorongan

kepada para petani agar mau mengubah cara berfikir, cara kerja, dan

(27)

11

dengan perkembangan jaman, perkembangan teknologi pertanian yang

lebih maju.

Seorang penyuluh harus memiliki pengetahuan dan keterampilan di

dalam bidang pertanian, perikanan, dan kehutanan serta memiliki

kemampuan komunikasi yang baik, agar petani termotivasi untuk

mengadopsi berbagai inovasi yang di sampaikan. Menurut

Suhardiyono (1992), penyuluh sebagai agen pembaharu mempunyai

peran sebagai pembimbing petani, organisator dan dinamisator, teknisi

dan jembatan penghubung antara lembaga penelitian dengan petani.

Sehubungan dengan peran penyuluh tersebut, Mosher (1985)

mengatakan bahwa seorang penyuluh dalam kegiatan tugasnya yang

diemban akan mempunyai empat peranan yang erat yaitu :

a. Berperan sebagai penasehat. Penyuluh berperan memilih alternatif

perubahan yang paling tepat, dan secara teknis dapat dilaksanakan,

secara ekonomis menguntungkan dan secara sosial dapat diterima

oleh nilai-nilai masyarakat setempat.

b. Berperan sebagai penganalisis. Penyuluh berperan melakukan

pengamatan terhdap keadaan dan masalah-masalah serta

kebutuhan-kebutuhan sasaran, dan melakukan analisis tentang

alternatif pemecahan masalah-masalah kebutuhan tersebut.

c. Berperan sebagai guru. Penyuluh berperan unntuk mengubah

perilaku, sikap, pengetahuan dan keterampilan sasarannya.

d. Berperan sebagai organisator. Penyuluh harus mampu menjalin

(28)

berinisiatif bagi terciptanya perubahan-perubahan serta dapat

memobilisasi sumber daya.

Kartasapoetra (1994) mengatakan bahwa peranan penyuluh dalam

modernisasi pertanian sangat besar, dapat dikatakan berhasil atau

tidaknya modernisasi ini terletak pada pundak para penyuluh yang

langsung berhadapan dengan para petani beserta keluarganya di

pedesaan. Mereka harus mampu menerapkan teknologi baru dalam

pengelolaan usahatani para petani di pedesaan dari sejak penanaman

tanaman, pemeliharaan tanaman, panen, pengolahan hasil,

penyimpanan hasil tanaman yang telah diolah, pemasaran, dan

perbaikan tingkat kehidupan para petani.

Peranan penyuluhan pertanian dalam rangka melaksanakan

modernisasi sangat besar. Perubahan yang dilakukan terhadap petani

tidak akan tercapai jika tidak ada penyuluhan kepada mereka. Apa

yang telah dihasilkan oleh lembaga penelitian tidak akan ada

manfaatnya jika tidak dimiliki dan dipergunakan oleh petani karena

pada akhirnya peranan utama dalam melaksanakan modernisasi

pertanian adalah petani di pedesaan.

2. Pengembangan BP3K sebagai CoE

Peran strategis sektor Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan (PPK) di

daerah harus dioptimalkan untuk meningkatkan daya saing bangsa di

(29)

13

setidaknya harus bertumpu pada; (i) peningkatan kapasitas dan kualitas

sumber daya manusia (SDM) PPK; (ii) penguatan dan peningkatan

kapasitas kelembagaan PPK; dan (iii) optimalisasi partisipasi dan

peran seluruh stakeholder (internal dan eksternal) dalam implementasi

program di lapang. Semua potensi di daerah (perguruan tinggi, pemda,

industri, dan masyarakat) harus segera digerakkan dan dipadukan

dalam satu komando agar terbangun kemampuan kolektif bangsa

dalam mengelola sumber daya secara optimal dan berkelanjutan

(Sumaryo, 2012)

Melihat kondisi pembangunan pertanian, perikanan, dan kehutanan

mencerminkan bahwa program pembangunan selama ini masih

memiliki kelemahan. Untuk itu perlu segera diwujudkan kelembagaan

yang mampu menjadi wadah untuk bertemunya petani, penyuluh,

akademisi, dan praktisi PPK (Sumaryo, 2012)

Dari sisi kelembagaan, hampir disetiap kecamatan di Provinsi

Lampung telah tersedia Balai Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan

Kehutanan (BP3K). Beberapa BP3K sudah memiliki sumber daya

yang memadai, termasuk gedung, lahan percontohan, tenaga penyuluh

dan lainnya. Namun dari sisi kinerja sebagian besar BP3K tersebut

masih memiliki kinerja yang sangat memprihatinkan. Lemahnya

kinerja sebagian besar BP3K tidak terlepas dari rendahnya kapasitas

SDM yang ada; serta lemahnya kemampuan menyusun program

(30)

sarana, prasarana, dan biaya operasional. Selain itu, lemahnya kinerja

BP3K juga diyakini karena belum adanya model pengembangan

kelembagaan BP3K yang sesuai atau fit dengan permasalahan nyata di

lapangan (Sumaryo, 2012)

Untuk mampu menjadi entry point program sekaligus mengawal

program, BP3K harus dikuatkan/ditingkatkan kapasitasnya, sehingga

menjadi semacam Centers of Excellent (CoE). Pengembangan BP3K

menjadi CoE diyakini merupakan gagasan yang tepat. Sebagai CoE,

BP3K akan menjadi “tempat pertemuan’ antara pihak Pemda,

Perguruan Tinggi, Pengusaha/Industri/Perbankan, dan Kelompok Tani.

Interaksi yang insentif antara pihak-pihak tersebut di BP3K akan

menjadi wahana yang efektif untuk mencari solusi berbagai

permasalahan atau hambatan yang dihadapi dalam implementasi

program di lapang. Dengan kata lain, BP3K sebagai CoE akan

berperan efektif dalam menjembatani berbagai kesenjangan yang

sering terjadi selama ini (Zakaria, 2011)

Peningkatan kapasitas BP3K sedapat mungkin mencakup beberapa

aspek berikut, yaitu : (i) penataan struktur organisasi/kelembagaan

BP3K; (ii) peningkatan kapasitas sumber peningkatan kemampuan

mengemas program/kegiatan termasuk mendorong inovasi teknologi

spesifik lokasi.

Struktur organisasi BP3K harus dibuat lentur dan ramping. Namun

(31)

15

yang akan langsung mengawal pelaksanaan program/kegiatan. Potensi

SDM perguruan tinggi pertanian setempat (dosen dan mahasiswa)

dapat dioptimalkan untuk mendukung SDM. Selain itu, potensi SDM

tenaga teknis (technical service atau TS) yang ada pada

perusahaan/industri agro dapat pula dioptimalkan untuk bersinegi

dengan penyuluh yang ada di BP3K. Dengan cara ini maka ke depan

BP3K dapat memenuhi semua informasi dan teknologi yang

dibutuhkan petani.

Sarana dan prasarana BP3K sedapat mungkin harus dikembangkan

sehingga memenuhi standar minimal sebagai berikut :

1) ada ruang kantor lengkap dengan sarana perkantoran termasuk

computer;

2) ada ruang untuk pertemuan (meeting room) lengkap dengan sarana

prasarana termasuk laptop dan LCD;

3) ada mess untuk 8 – 10 orang;

4) ada lahan untuk percontohan atau demonstrasi plot (demplot) dan

lain-lain.

Tahap selanjutnya, BP3K sebagai CoE kemudian mengemas

program/kegiatan di wilayahnya. Apabila diperlukan, tahap ini dapat

melibatkan dinas teknis, industri/swasta, dan kelompok tani

(32)

Gambar 1. Model pengembangan BP3K menjadi CoE Untuk Percepatan Revitalisasi Pertanian

Melalui peran BP3K sebagai CoE diharapkan seluruh program

pembangunan PPK yang diprogramkan oleh dinas-dinas teknis terkait

dapat terkoordinasi dan terintegrasi pada level lapangan. Koordinasi

dan itegrasi yang terjadi diharapkan dapat mengefektifkan

pelaksanaan program karena terkawal, tuntas, dan berkelanjutan.

Selain itu BP3K sebagai CoE dapat memfasilitasi peran dan

partisipasi stakeholders, meningkatkan efisiensi dan produktivitas, dan

menurunkan biaya transaksi, menuju peningkatan daya saing produk

(Sumaryo, 2012).

Berbagai masalah dan tantangan pembangunan harus dihadapi

bersama masyarakat secara kolektif dengan mencari solusi berbasis

iptek dan social capital, sehingga tingkat partisipasi masyarakat akan

tinggi (Sumaryo, 2012).

Pemda CoE

B

Perguruan Tinggi

CoE C

CoE A

Industri

(33)

17

3. Kinerja Penyuluh

Menurut Suwarno (1985) kinerja merupakan fungsi dari interaksi

antara kemampuan dan motivasi, jika kemampuan dan motivasi

seseorang tinggi maka kinerjanya akan tinggi pula, dalam hal ini

seseorang termotivasi untuk menjalankan tingkat upaya yang tinggi

bila ia meyakini upaya tersebut akan menghantarkan ke suatu penilaian

kerja yang baik. Dengan begitu kinerja merupakan suatu

kecenderungan untuk bertindak dengan cara tertentu yang

menghantarkan pada suatu penilaian.

Menurut Hasibuan (2003), prestasi kerja atau kinerja merupakan suatu

yang dicapai seseorang dalam melaksanakan tugas-tugas yang

dibebankan padanya yang didasarkan atas kecakapan, pengalaman dan

kesungguhan serta waktu. Prestasi kerja merupakan gabungan dari

tiga faktor yaitu kemampuan dan minat seseorang, kemampuan

penerimaan atas penjelasan delegasi tugas, serta peran dan tingkat

motivasi seseorang, sehingga semakin tinggi ketiga faktor tersebut

maka akan semakin tinggi pula kinerja seseorang.

Kinerja adalah prestasi kerja yang dicapai seseorang dalam

melaksanakan tugas dan pekerjaan yang dibebankan kepadanya. Pada

umumnya seseorang dalam bekerja dipengaruhi oleh kecakapan,

keterampilan, pengalaman, dan kesungguhan dari seseorang yang

(34)

Dengan mengacu pada pengertian kinerja di atas, kinerja penyuluhan

pertanian dapat diasumsikan sebagai kualitas kemampuan penyuluh

dalam menjalankan peranannya. Peranan dari penyuluh dalam hal ini

adalah memuaskan pelanggan. Pelanggan dari penyuluhan yaitu

petani dari keluarganya, dimana penyuluh pertanian untuk dapat

memuaskan pelanggannya harus dapat mengetahui apa yang

diiinginkan sasarannya agar tujuan dari penyuluhan dapat tercapai

yaitu meningkatkan kesejahteraan petani dan keluarganya (Wita, 2000)

Kinerja adalah kemampuan seseorang melaksanakan atau melakukan

tugas atau pekerjaan secara cepat dan tepat dengan aturan yang

berlaku, teratur sesuai dengan prosedur kerja dan berkesinambungan

yang didukung dengan tingginya rasa tanggung jawab.

Profesionalisme penyuluh pertanian sebagai suatu jabatan fungsional

merupakan suatu profesi yang dengan sendirinya mempunyai suatu

pekerjaan profesi (Subagyo, 1997)

Profesi mempunyai persyaratan-persyaratan tertentu yaitu adanya

kemandirian, adanya keahlian dan keterampilan, adanya tanggung

jawab yang terkait dengan kode etik profesi, dan adanya unsur

terciptanya suatu panggilan jiwa yang berkaitan dengan pekerjaan

tersebut, sehingga seorang penyuluh pertanian yang telah dapat

mengaplikasikan dan memenuhi persyaratan-persyaratan profesi

tersebut dapat dikatakan sebagai penyuluh pertanian yang profesional

(35)

19

Menurut Suhardi (1999) rendahnya kinerja penyuluhan pertanian dapat

ditandai dengan rendahnya efektivitas penyuluhan. Hal ini disebabkan

materi penyuluhan sudah tidak menarik lagi, dan diberikan dengan

metode dan teknik yang kurang sesuai. Sasaran penyuluhan

mempunyai karakteristik yang beragam, baik sosial maupun ekonomi,

sehingga pola pikir dan kemampuannya mencerna setiap materi tidak

sama, seharusnya pelaksanaan penyuluhan pertanian di lapangan baik

materi dan metode yang digunakan harus disesuaikan dengan

kebutuhan sasaran.

Bimas (1999) mengatakan bahwa meningkatkan kinerja penyuluh

pertanian perlu diupayakan hal-hal sebagai berikut :

1. Mempunyai “data base” sebagai dasar dalam pembuatan program

penyuluhan pertanian, penyusunan materi penyuluhan, dan

menyusun rencana kerja penyuluhan pertanian.

2. Memperbanyak pelatihan-perlatihan bagi penyuluh pertanian untuk

meningkatkan kemampuan dalam melaksanakan penyuluhan

pertanian.

3. Melengkapi sarana dan prasarana penyuluhan sehingga penyuluh

pertanian dapat melaksanakan tugasnya secara optimal.

4. Meningkatkan koordinasi dalam pelayanann sarana produksi dan

permodalan sehingga penyuluhan pertanian lebih efektif.

5. Meningkatkan peranan BPTP atau LPTP dalam menghasilkan

paket teknologi, spesifik lokasi sehingga materi penyuluhan

(36)

Selain upaya-upaya eksternal tersebut, menurut Bimas (1999)

penyuluh pertanian wajib meningkatkan kemampuannya, antara lain

melalui :

1. Penguasaan terhadap kondisi wilayah, komoditas unggulan,

rekomendasi teknologi, sarana dan prasarana, budaya masyarakat,

tingkat kemampuan kelompok tani, inpact point, dan sebagainya.

2. Pengetahuan dan wawasan melalui media cetak, media elektronik,

literatur, mengikuti seminar-seminar, studi tour, anjangsana,

mengikuti pendidikan, latihan-latihan, dan sebagainya.

3. Kemampuan koordinasi dengan isntansi terkait dengan berusaha

memahami dan menghayati tugas wewenang dari instansi terkait.

4. Kemampuan komunikasi dengan mendalami teknik komunikasi.

5. kemampuan penyuluh dengan mendalami metode dan operasional

penyuluhan.

4. Indikator Kinerja Penyuluh

Departemen Pertanian menyatakan ada sembilan indikator kinerja

penyuluhan pertanian dalam memotivasi dan membangun

profesionalisme penyuluh pertanian dan satu indikator tambahan dari

Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Kesepuluh indikator kinerja

penyuluhan pertanian tersebut, yaitu:

a. Tersusunnya programa penyuluhan pertanian di tingkat

(37)

21

b. Tersusunnya kinerja penyuluh pertanian di wilayah kerja

masing-masing.

c. Tersusunnya peta wilayah komoditas unggulan spesifik lokasi.

d. Terdiseminasinya informasi dan teknologi pertanian secara merata

dan sesuai dengan kebutuhan petani.

e. Tumbuh kembangnya keberdayaan dan kemandirian petani,

kelompok tani, usaha/asosiasi petani dan usaha formal (koperasi

dan kelembagaan lainnya).

f. Terwujudnya kemitraan usaha antara petani dengan pengusaha

yang saling menguntungkan.

g. Terwujudnya akses petani ke lembaga\keuangan, informasi, sarana

produksi pertanian dan pemasaran.

h. Meningkatnya produktivitas agribisnis komoditas unggulan di

masing-masing wilayah kerja.

i. Meningkatnya pendapatan dan kesejahteraan petani di

masing-masing wilayah kerja.

j. Meningkatnya penerapan cyber extension dalam kegiatan

penyuluhan.

Kesembilan indikator kinerja penyuluhan pertanian berdasarkan

Departemen Pertanian tersebut, dilengkapi dengan sembilan alat

verifikasi, yaitu: (1) naskah programa penyuluhan pertanian di BPP

kabupaten/kota, provinsi dan nasional, (2) naskah rencana kerja

penyuluhan pertanian di BPP kabupaten/kota, provinsi dan nasional,

(38)

(4) materi informasi teknologi pertanian sesuai dengan kebutuhan

petani, (5) jumlah kelompok tani, usaha/asosiasi petani yang

berkembang menjadi koperasi dan lembaga formal lainnya, (6) jumlah

petani/kelompok tani yang sudah menjalin kemitraan yang saling

menguntungkan dengan pengusaha, (7) jumlah petani yang sudah

mengakses lembaga keuangan, informasi, sarana produksi pertanian

dan pemasaran, (8) produksi persatuan skala usaha untuk komoditas

unggulan di masing-masing wilayah kerja dan (9) pendapatan dan

kesejahteraan petani di masing-masing wilayah kerja.

Berdasarkan Keputusan Menteri Negara Koordinator Bidang

Pengawasan Pembangunan dan Pendayagunaan Aparat Negara

No.9/KEP/MK.Waspan/5/1999, tugas pokok penyuluh pertanian

adalah: (1) menyiapkan penyuluhan yang meliputi identifikasi potensi

wilayah agroekosistem, penyusunan programa penyuluhan pertanian

dan penyusunan rencana kerja penyuluhan pertanian; (2)

melaksanakan penyuluhan meliputi penyusunan materi penyuluhan

pertanian, penerapan metode penyuluhan pertanian dan pengembangan

keswadayaan masyarakat; (3) evaluasi dan pelaporan penyuluhan; (4)

pengembangan penyuluhan meliputi penyusunan petunjuk pelaksanaan

dan petunjuk teknis penyuluhan pertanian, perumusan kajian arah

kebijakan pengembangan penyuluhan pertanian dan pengembangan

metode dan sistem kerja penyuluhan pertanian; (5) pengembangan

profesi penyuluhan meliputi penyusunan karya tulis ilmiah penyuluhan

(39)

23

dan bimbingan penyuluh pertanian dan (6) penunjang penyuluhan

meliputi seminar dan lokakarya penyuluhan pertanian serta mengajar

pada diklat bidang penyuluhan.

5. Faktor-faktor yang berhubungan dengan kinerja Penyuluh dalam kegiatan penyuluhan pertanian.

Kinerja Penyuluh dan keberhasilannya dalam mengemban tugas dan

fungsinya dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor-faktor tersebut

memotivasi seorang penyuluh dalam membentuk produktivitas kerja

dan kinerjanya.

Menurut Ade Harmawan (2005) bahwa efektifitas pelaksanaan

penyuluhan dipengaruhi oleh umur,pendidikan non formal,

pengalaman, fasilitas pendukung, dan dukungan oleh masyarakat.

Untuk melihat kualitas kegiatan penyuluh, ada beberapa tolak ukur

yang perlu dinilai seperti: pendidikan, motivasi, tugas-tugas penyuluh,

dan perubahan perilaku pada petani binaan. Sedangkan faktor-faktor

yang mempengaruhi perubahan perilaku petani yaitu factor intern dan

faktor ekstern pada diri petani itu sendiri.

Slamet (1992), Totok Mardikanto (1993) dan Robbins (1996)

berpendapat bahwa, karakteristik penyuluh merupakan pola hubungan

dari sifat-sifat yang melekat pada individu dan faktor-faktor

lingkungan seperti : umur, jenis kelamin, pendidikan, status sosial

(40)

perilaku positif yang berarti disiplin dan berhubungan dengan

persyaratan jabatan atau person specification dalam suatu organisasi.

Berdasarkan konsep-konsep yang telah dikemukakan di atas, maka

dapat disimpulkan bahwa, karakteristik penyuluh pertanian yang terdiri

dari: umur, jenis kelamin, pendidikan, pelatihan, pengalaman kerja dan

lingkungan sosial budaya merupakan salah satu unsur pengembangan

kualitas sumberdaya manusia yang dapat menentukan kemampuan

penyuluh meningkatkan kualitas kinerja yang baik untuk membantu

petani dalam mengelola usahatani berdasarkan perilaku petani.

Pada pelaksanaan penelitian ini karakteritik penyuluh pertanian yang

dianalisis terdiri dari: karakteristik pribadi dan karakteristik

lingkungan penyuluh. Karakteristik pribadi penyuluh, yaitu: umur,

pendidikan formal, pelatihan yang pernah diikuti dan pengalaman

kerja. Karakteristik lingkungan penyuluh terdiri dari: lokasi tugas,

luas wilayah kerja, jumlah petani binaan dan jumlah interaksi

dengan petani. Dengan mengacu pada pengertian di atas, maka

faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja penyuluhan pertanian adalah

sebagai berikut:

a. Umur

Umur merupakan faktor yang mempengaruhi produktivitas

individu dalam meningkatkan kinerja pekerjaan, karena umur

sangat berhubungan dengan tingkat kedewasaan individu dalam

(41)

25

organisasi. Umur merupakan salah satu unsur dari karakteristik

pribadi penyuluh pertanian yang ikut mempengaruhi fungsi

biologis dan psikologis individu penyuluh. Umur berpengaruh

pada kemampuan penyuluh pertanian dalam mempelajari,

memahami, menerima dan mengadopsi suatu teknologi serta

meningkatkan produksivitas kinerjanya. Dengan demikian umur

berpengaruh pada kinerja penyuluh pertanian.

Menurut Prawiro (1983) ada beberapa macam penggolongan

penduduk berdasarkan umur, salah satunya adalah penggolongan

menjadi dua bagian sama banyak yang di tentukan oleh

umur-menengah (umur median) penduduk. Pembagian yang lebih teliti

untuk menunjukan struktur penduduk ialah dengan membuat tiga

golongan utama, golongan muda dengan umur 14 tahun kebawah;

golongan penduduk produktif dengan umur 15-64 tahun; dan

golongan umur tua, berumur 65 tahun ke atas.

Golongan muda dan golongan tua disebut golongan tidak produktif

atau golongan “tergantung”, sebab secara potensi mereka

dipandang sebagai bagian penduduk yang tidak aktif secara

ekonomi, sehingga penghidupan mereka bergantung pada bagian

penduduk yang produktif. Ini tidak berarti bahwa diantaranya

mereka yang berumur kurang dari 15 tahun tidak ada yang bekerja

(42)

Di dalam masyarakat pedesaan misalnya anak-anak sejak kecil

sudah dikaitkan dengan kegiatan memenuhi kebutuhan hidup,

bersama-sama dengan anggota keluarga lain yang lebih tua; juga

mereka yang berumur 64 tahun banyak yang masih aktif sakali

mengerjakan usaha yang membawa banyak pendapatan.

Sebaliknya di dalam golongan aktif yang sering disebut angkatan

kerja potensial banyak pula yang tidak mempunyai penghasilan

dan yang menganggur (Prawiro, 1983)

b. Pendidikan Formal

Menurut Mosher (1987) dalam masyarakat yang sedang

berkembang, pendidikan hendaklah ditujukan pada semua

tingkatan usia. Dalam masyarakat tradisional, apa yang dipelajari

oleh setiap generasi baru adalah sama dengan apa yang telah

diketahui dan disetujui oleh generasi sebelumnya.

Gilley dan Eggland (1989) menjelaskan bahwa, konsep

behavioristik dari kinerja manusia dan konsep pendidikan menjadi

dasar bagi pengembangan sumberdaya manusia. Orientasi ini

menekankan pada pentingnya pendidikan dan pelatihan untuk

tujuan meningkatkan produktivitas dan efisiensi organisasi.

Pendidikan formal adalah suatu pendidikan yang proses

pelaksanaannya telah direncanakan berdasarkan pada tatanan

kurikulum dan proses pembelajaran yang terstruktur menurut

(43)

27

pertanian merupakan gambaran bahwa penyuluh tersebut

mempunyai pengetahuan yang lebih baik jika dibandingkan dengan

klien. Pendidikan formal yang pernah diikuti penyuluh dapat

mempengaruhi kinerja penyuluh, karena dengan pendidikan formal

seorang penyuluh dapat meningkatkan kinerjanya sesuai dengan

tugas pokok dan fungsinya. Dengan tingkat pendidikan yang

tinggi seorang penyuluh dapat menyusun strategi pekerjaan sebagai

bagian dari penyelesaian tugas-tugasnya. Hal ini sesuai dengan

pendapat Slamet (1992) bahwa, semakin tinggi tingkat pendidikan

seseorang, semakin tinggi pula pengetahuan, sikap dan

keterampilan, efisien bekerja dan semakin banyak tahu cara-cara

dan teknik bekerja yang lebih baik dan lebih menguntungkan.

Dengan demikian tingkat pendidikan formal berpengaruh pada

kinerja penyuluh pertanian

c. Peningkatan Kualitas Sumber Daya Manusia

Peningkatan Kualitas Sumber Daya Manusia melalui pelatihan

merupakan bagian dari pendidikan yang menggambarkan suatu

proses dalam mengembangkan potensi individu untuk mencapai

tujuan organisasi. Hickerson dan Middleton (1975)

mendefinisikan pelatihan adalah suatu proses belajar, tujuannya

untuk mengubah kompetensi kerja seseorang, sehingga berprestasi

lebih baik dalam melaksanakan pekerjaannya. Pelatihan

dilaksanakan sebagai usaha untuk memperlancar proses belajar

(44)

peningkatan pengetahuan, keterampilan dan sikapnya dalam

bidang tertentu guna menunjang pelaksanaan tugasnya.

Jahi dan Newcomb (1981) menjelaskan bahwa, pelatihan dapat

dilakukan pada individu, kelompok, organisasi volunteer yang

telah mengemban tugas sejak lama, hal ini bertujuan untuk

memperbaharui diri individu maupun kelompok. Pelatihan dapat

memperbaiki karakteristik seseorang, misalnya: (1) mengerti posisi

dan tanggung jawab pada tugas dan pekerjaaan, (2) mengerti

proses-proses pekerjaan yang harus dijalani, (3) memahami

peranan masyarakat dalam kegiatan kerelawanan, (4) memahami

pelaksanaan tugas, (5) mampu membuat perencanaan untuk

memulihkan atau menolong client, (6) memahami perencanaan dan

pengaruhnya pada tujuan yang akan dicapai, (7) berusaha membaur

dengan masyarakat yang ditolong, (8) memahami demografi

wilayah kerja, (9) memahami situasi sosial di wilayah kerja, (10)

memahami bagaimana berkomunikasi secara efektif dengan

masyarakat, (11) professional dalam bekerja, (12) berusaha

mencapai tujuan yang dikehendaki oleh masyarakat secara bersama

dan (13) berpengalaman di wilayah kerja.

Menurut Michael (2002), kebutuhan latihan timbul pada saat ada

kesenjangan antara apa yang diperlukan oleh seseorang untuk

melakukan pekerjaan. Definisi ini menjelaskan bahwa, analisis

(45)

29

kebutuhan latihan dan bila memang ada, kebutuhan latihan apa

yang diperlukan untuk mengisi kesenjangan yang ada. Pelatihan

bagi penyuluh pertanian dipersiapkan melalui program pelatihan

bersyarat dan program pelatihan tidak bersyarat. Pelatihan

bersyarat sifatnya berjenjang selaras dengan jabatan/golongan

kepangkatan, misalnya Pelatihan Dasar I dan Pelatihan Dasar II.

Pelatihan sifatnya tidak bersyarat yang bertujuan untuk

meningkatkan kemampuan penyuluh dalam teknologi pertanian,

misalnya: pelatihan teknologi/komoditas/budidaya. Dengan

demikian pelatihan yang pernah diikuti oleh penyuluh pertanian

akan berpengaruh pada kinerja mereka.

d. Masa Kerja

Pengalaman kerja ialah karakteristik individu yang menyangkut

masa kerja dalam suatu organisasi. Menurut Walker (1973),

pengalaman adalah akumulasi proses mengalami, memengaruhi

dan memutuskan sesuatu yang baru bagi kehidupan seseorang.

Hasil penelitian Bryan dan Glenn (2004) menunjukkan bahwa,

pengalaman kerja memberikan efek positif pada penyuluh baru,

sementara pada penyuluh yang sudah lebih lama bekerja akan

menunjukkan tingkat kepuasan klien.

Masa kerja seseorang dalam organisasi perlu diketahui karena

masa kerja dapat merupakan salah satu indikator tentang

(46)

organisasional. Misalnya dikaitkan dengan produktifitas kerja.

Sering seseorang manajer beranggapan bahwa semakin lama

seseorang bekerja dalam suatu organisasi semakin tinggi pula

produktivitasnya karena ia semakin berpengalaman dalam

keterampilan dalam menyelesaikan tugas yang dipercayakan

kepadanya “dengan sendirinya” semakin tinggi pula (Siagian,

1995).

Pengalaman kerja seorang penyuluh menunjukkan kecakapan yang

bersangkutan dalam melakukan pekerjaan, baik dari segi teknis

maupun perencanaan. Seorang penyuluh yang lama bekerja telah

berpengalaman dalam berkomunikasi dan berinteraksi dengan

klien, sehingga dapat merencanakan program untuk pengembangan

usahatani dengan lebih baik. Jadi pengalaman kerja penyuluh

berpengaruh pada kinerja penyuluh pertanian.

e. Jarak Tempat Tinggal dengan Tempat Bertugas

Lokasi tugas penting diperhatikan oleh pihak manajemen

organisasi, karena berpengaruh langsung pada kinerja karyawan.

Menurut Nitisemito (2000), lokasi tugas atau lingkungan kerja

berpengaruh pada pelaksanaan tugas. Tjitropranoto (2005)

menjelaskan bahwa, kegiatan penyuluhan pertanian perlu

memperhitungkan perbedaan lingkungan sumberdaya alam dan

iklim pada lokasi petani tersebut berada. Penyuluh pertanian perlu

(47)

31

menggunakannya untuk kepentingan petani sesuai dengan pilihan

teknologi yang tepat dan spesifik lokasi. Kondisi lokasi tugas yang

berbeda berpengaruh pada efektivitas dan efisiensi kegiatan

penyuluh, sehingga akan menghasilkan tingkat kinerja yang

berbeda pula. Penyuluh yang bertugas di wilayah dataran rendah

dan sedang akan lebih mudah dan cepat melakukan pembinaan

pada petani, dibandingkan dengan yang bertugas di wilayah

dataran tinggi. Dengan demikian lokasi tugas akan berpengaruh

pada kinerja penyuluh pertanian.

f. Jumlah Petani Binaan

Jumlah petani binaan merupakan jumlah petani yang berada di

wilayah kerja penyuluh pertanian dan tergabung dalam kelompok

tani. Pembinaan kepada petani harus tertuang dalam rencana kerja

mereka. Waktu kegiatan penyuluh yang tertuang dalam rencana

kerja mingguan harus terbagi habis dalam bentuk kegiatan

kunjungan atau pembinaan kepada petani, pertemuan dan pelatihan

di BPP serta penyusunan laporan kegiatan. Atas dasar kebutuhan

itu, pola latihan dan kunjungan (LAKU) mengalokasikan empat

hari untuk kunjungan, satu hari untuk latihan dan satu hari untuk

pelaporan.

Bila jumlah petani binaan banyak, maka jumlah kelompok tani

akan semakin banyak. Jumlah ideal kelompok yang dapat dibina

(48)

tani atau setara dengan 150 sampai 200 orang petani. Jika jumlah

petani yang dibina melebihi delapan kelompok tani, maka

penyuluh akan mengalami kesulitan dalam melakukan pembinaan

secara rutin. Dengan demikian jumlah petani yang dibina akan

berpengaruh pada kinerja penyuluh pertanian.

g. Fasilitas kerja

Agar penyuluhan pertanian dapat berjalan dengan lancar, maka

sarana dan fasilitas yang diperlukan, meliputi:

1) Bangunan, jenis-jenis bangunan yang diutamakan adalah

bangunan perkantoran seperti BPP, Balai Teknologi Pertanian

(BTP), ruang pertemuan, ruang latihan dan kursus, serta

pergudangan untuk menyimpan alat-alat yang diperlukan.

2) Tanah persawahan dan lahan kerning yang menujang praktik

penyuluhan, pengujian, dan percontohan.

3) Mobilitas, yaitu alat-alat guna memperlancar dan

mempermudah penyuluhan pertanian dating kesasaran atau

lokasi penyuluhan.

4) Perlengkapan penyuluhan, misalnya radio, brosur, dan

bubu-buku mengenai pertanian.

5) Dana atau pembiayaan sebagai perangsang bagi penyuluh

untuk keperluan hidup dan pelaksanaan tugasnya.

(49)

33

6. Kajian Penelitian Terdahulu

Penelitian terdahulu yang sudah pernah dilakukan mengenai kinerja

adalah penelitian yang dilakukan oleh Dina Lesmana (2007) dalam

skripsinya Kinerja Balai Penyuluhan Pertanian Kota Samarinda.

Indikator yang digunakan untuk mengukur kinerja BPP dalam

melakukan tugas dan fungsinya mengacu pada kinerja organisasi

publik yang dikemukakan oleh Lenvin dan Dwiyanto dalam Luneto

(1998). Berdasarkan hasil penelitiannya yang dilakukan di BPP yang

ada di Kota Samarinda maka diperoleh hasil bahwa kinerja BPP Kota

Samarinda dilihat dari indikator responsivitas, responsibilitas dan

kualitas pelayanannya berada pada kategori sedang (88 % atau 22 dari

25 responden). Dengan demikian perlu upaya dan kerja keras bersama

dari berbagai pihak (instansi, pengusaha/swasta, petani) untuk bersama

sama dalam meningkatkan kinerja BPP Kota Samarinda di masa

mendatang terutama dalam melaksanakan tugas dan fungsinya di

masyarakat.

Selanjutnya penelitian yang telah dilakukan berkaitan dengan kinerja

penyuluh adalah penelitian yang dilakukan oleh Ade Hermawan

(2005) dalam skripsinya Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja

penyuluh pertanian lapangan (PPL) dalam melaksanakan tugas pokok

penyuluhan pertanian di Kabupaten Tanggamus Propinsi Lampung.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa variabel bebas yang

(50)

tugas pokok penyuluhan pertanian yaitu : umur, jarak tempat tinggal

dengan tempat tugas penyuluh, lama bertugas, dan fasilitas kerja.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Marliati Sumardjo (2008) dalam

skripsinya yang berjudul “Faktor-faktor penentu peningkatan kinerja

penyuluh pertanian dalam memberdayakan petani” menunjukkan

bahwa, tingkat kinerja penyuluh pertanian dalam memberdayakan

petani relatif belum baik. Hal ini disebabkan oleh faktor-faktor yang

berpengaruh nyata terhadap kinerja penyuluh pertanian yaitu:

karakteristik sistem sosial (nilai-nilai sosial budaya; fasilitasi agribisnis

oleh lembaga pemerintah dan akses petani terhadap kelembagaan

agribisnis) dan kompetensi penyuluh (kompetensi komunikasi;

kompetensi penyuluh membelajarkan petani dan kompetensi penyuluh

berinteraksi sosial), termasuk kategori “cukup” sedangkan kompetensi

wirausaha penyuluh tidak berpengaruh nyata terhadap kinerja

penyuluh dalam memberdayakan petani.

Penelitian yang dilakukan oleh Bestina (2001) di Kecamatan Tambang

Kabupaten Kampar Propinsi Riau pada tahun 2001 bertujuan untuk

melihat sejauh mana kinerja penyuluh pertanian dalam pengembangan

agribisnis nenas dan faktor-faktor apa saja yang mempengaruhinya,

serta apakah ada hubungan antara tingkat partisipasi petani dengan

kinerja penyuluh. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah

metode deskriptif analisis. Pengumpulan data primer menggunakan

(51)

35

60 orang petani, 10 orang penyuluh pertanian, dan seorang Kepala

BPP. Untuk memperoleh kesepadanan penilaian diantara kelompok

responden dilakukan uji Konkordasi Kendall. Metode analisis

dilakukan dengan uji statistik parametik dan non parametrik. Hasil

penelitian menunjukkan bahwa kinerja penyuluh pertanian dalam

pengembangan agribisnis nenas belum optimal. Belum optimalnya

kinerja penyuluh pertanian ini disebabkan oleh

1). motivasi penyuluh dalam melaksanakan tugas hanya sekedar untuk

memenuhi kewajibannya, 2). Kemampuan penyuluh masih terbatas,

dan 3). Tingkat partisipasi petani dalam pelaksanaan kegiatan

usahatani nenas juga sedang.

B. Kerangka Pemikiran

Undang-Undang No. 16 tahun 2006 tentang Sistem Penyuluhan Pertanian,

Perikanan dan Kehutanan meneguhkan bahwa penyuluh pertanian

mempunyai peran strategis untuk memajukan pertanian di Indonesia.

Pemerintah wajib menyelenggarakan penyuluhan pertanian, perikanan dan

kehutanan. Penyuluhan merupakan bagian dari upaya mencerdaskan

kehidupan bangsa dan memajukan kesejahteraan umum dan pemerintah

berkewajiban menyelenggarakannya. Penyuluhan sebagai proses

pendidikan non formal, bertujuan mengarahkan perubahan ke arah

perubahan yang terencana. Penyuluhan perlu ditunjang dengan lembaga

khusus yang berpotensi untuk dikembangkan lebih lanjut yaitu Balai

(52)

Balai Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan (BP3K) telah

tersedia di setiap kecamatan di Provinsi Lampung. Beberapa BP3K sudah

memiliki sumber daya yang memadai, termasuk gedung, lahan

percontohan, tenaga penyuluh dan sebagainya. Namun dari sisi kinerja

sebagian besar BP3K tersebut masih memiliki kinerja yang belum cukup

baik. Lemahnya kinerja sebagian besar BP3K dipengaruhi oleh beberapa

faktor dan salah satunya karena belum adanya model pengembangan

kelembagaan BP3K yang sesuai dengan permasalahan nyata di lapangan.

BP3K harus dikuatkan/ditingkatkan kapasitasnya, sehingga menjadi

semacam Centers of Excellence (CoE) dan berperan efektif dalam

menjembatani berbagai kesenjangan yang sering terjadi selama ini.

Keberhasilan sistem BP3K juga harus didukung dengan kinerja para

penyuluh. Indikator penilaian kinerja penyuluh didasarkan pada

kesembilan indikator kinerja penyuluh menurut Departemen Pertanian dan

satu indikator menurut Fakultas Pertanian Universitas Lampung yang

dipengaruhi oleh beberapa faktor. Kinerja penyuluh diduga dipengaruhi

oleh sejumlah faktor, yaitu umur, pendidikan formal, pelatihan,

pengalaman kerja, lokasi tugas, jumlah petani binaan, dan fasilitas kerja.

Dengan adanya Sistem Model BP3K Center of Exellence diharapkan dapat

meningkatkan kinerja penyuluh yang ada di BP3K tersebut. Uraian

kerangka pemikiran ini disajikan dalam paradigma yang menggambarkan

(53)

37

Kecamatan Terbanggi Besar Kabupaten Lampung Tengah, dapat dilihat

pada Gambar 2.

Gambar 2. Paradigma Kinerja Penyuluh BP3K Terbanggi Besar sebagai BP3K Model CoE.

Penyuluh Kinerja penyuluh (Y)

(1)Tersusunnya programa penyuluhan pertanian di tingkat BPP/Kecamatan sesuai dengan kebutuhan petani.

(2)Tersusunnya kinerja penyuluh pertanian di wilayah kerja masing-masing

(3)Tersusunnya peta wilayah komoditas unggulan spesifik lokasi.

(4)Terdiseminasinya informasi dan teknologi pertanian secara merata dan sesuai dengan kebutuhan petani. (5)Tumbuh kembangnya keberdayaan dan

kemandirian petani, kelompok tani, usaha/asosiasi petani dan usaha formal (koperasi dan kelembagaan lainnya).

(6)Terwujudnya kemitraan usaha antara petani dengan pengusaha yang saling menguntungkan.

(7)Terwujudnya akses petani ke

lembaga\keuangan, informasi, sarana produksi pertanian dan pemasaran.

(8)Meningkatnya produktivitas agribisnis komoditas unggulan di masing-masing wilayah kerja.

(9)Meningkatnya pendapatan dan

kesejahteraan petani di masing-masing wilayah kerja.

(10)Meningkatnya penerapan cyber extension dalam kegiatan penyuluhan.

1. Umur (X1)

2. Tingkat Pendidikan formal (X2)

3. Peningkatan kualitas SDM (X3)

4. Masa kerja (X4) 5. Jarak tempat tinggal

dengan tempat bertugas (X5)

6. Jumlah Petani Binaan (X6) 7. Fasilitas kerja (X7)

(54)

C. Hipotesis

Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah :

1. Umur mempengaruhi tingkat kinerja penyuluh di BP3K Kecamatan

Terbanggi Besar Kabupaten Lampung Tengah.

2. Tingkat Pendidikan Formal mempengaruhi tingkat kinerja

penyuluh di BP3K Kecamatan Terbanggi Besar Kabupaten

Lampung Tengah.

3. Peningkatan Kualitas SDM mempengaruhi tingkat kinerja

penyuluh di BP3K Kecamatan Terbanggi Besar Kabupaten

Lampung Tengah.

4. Masa Kerja mempengaruhi tingkat kinerja penyuluh di BP3K

Kecamatan Terbanggi Besar Kabupaten Lampung Tengah.

5. Jarak Tempat Tinggal dengan Tempat Bertugas mempengaruhi

tingkat kinerja penyuluh di BP3K Kecamatan Terbanggi Besar

Kabupaten Lampung Tengah.

6. Jumlah Petani Binaan mempengaruhi tingkat kinerja penyuluh di

BP3K Kecamatan Terbanggi Besar Kabupaten Lampung Tengah.

7. Fasilitas Kerja mempengaruhi tingkat kinerja penyuluh di BP3K

Kecamatan Terbanggi Besar Kabupaten Lampung Tengah.

(55)

III. METODE PENELITIAN

A. Definisi Operasional, Pengukuran, dan Klasifikasi

Definisi operasional merupakan pengertian dan petunjuk mengenai variabel

yang akan diteliti serta penting untuk memperoleh dan menganalisa data yang

berhubungan dengan tujuan penelitian.

1. Variabel X (Variabel Bebas)

Variabel X merupakan variabel faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja

penyuluh dalam melaksanakan tugas pokoknya, yaitu :

a. Umur (X1) adalah usia penyuluh dari awal kelahiran sampai pada saat

penelitian dilakukan, pengukuran dilakukan dengan menggunakan

satuan tahun. Indikator umur penyuluh ditunjukkan dengan akte

kelahiran atau surat keterangan dari pemerintah setempat. Umur

diklasifikasikan berdasarkan data lapangan menjadi muda, sedang, dan

tua.

b. Tingkat pendidikan formal (X2) adalah tingkat pendidikan formal yang

pernah ditempuh oleh penyuluh. Tingkat pendidikan formal diukur

berdasarkan jumlah tahun yang ditempuh penyuluh. Indikator tingkat

(56)

formal diklasifikasikan berdasarkan data lapangan menjadi rendah,

sedang dan tinggi.

c. Peningkatan Kualitas Sumber Daya Manusia (X3) adalah proses belajar

yang pernah diikuti penyuluh berupa pelatihan yang sesuai dengan

pekerjaan sebagai penyuluh pertanian yang diukur dengan kualitas dan

kuantitas pelatihan, workshop, dan seminar yang diikuti penyuluh.

Selanjutnya diklasifikasikan berdasarkan data lapangan menjadi tidak

pernah, cukup sering, dan sering. Peningkatan kualitas SDM diukur

menggunakan pertanyaan yang berdasarkan pada :

1) Kuantitas pelatihan, workshop, maupun seminar yang diikuti

penyuluh.

a) Jika penyuluh pernah mengikuti pelatihan, workshop, dan

seminar = 3

b) Jika penyuluh pernah mengikuti dua kegiatan diantara ketiga

kegiatan tersebut = 2

c) Jika penyuluh hanya pernah mengikuti salah satu dari kegiatan

tersebut = 1

2) Kualitas pelatihan, workshop, maupun seminar yang diikuti

penyuluh.

a) Mengikuti pelatihan, workshop, maupun seminar tingkat

provinsi = 3

b) Mengikuti pelatihan, workshop, maupun seminar tingkat

(57)

41

c) Mengikuti pelatihan, workshop, maupun seminar tingkat

kecamatan = 1

d. Masa Kerja (X4) adalah lama bertugas penyuluh sejak diangkat dan

menjalankan tugas sebagai penyuluh, dihitung dalam tahun. Indikator

masa kerja penyuluh adalah Surat Keputusan (SK) pengangkatan

sebagai penyuluh. Masa kerja diklasifikasikan berdasarkan data

lapangan menjadi tiga kelas yaitu baru, sedang dan lama.

e. Jarak tempat tinggal dengan tempat bertugas (X5) adalah jarak tempat

tinggal penyuluh dengan lokasi kerja atau wilayah binaannya, diukur

dengan satuan kilometer. Indikatornya adalah pernyataan tentang jarak

tempuh yang dilalui penyuluh. Selanjutnya diklasifikasikan

berdasarkan data lapangan menjadi tiga kelas yaitu dekat, sedang dan

jauh.

f. Jumlah petani binaan (X6) adalah Jumlah petani yang berada di wilayah

kerja penyuluh pertanian dan tergabung dalam kelompok tani, yang

diukur dalam jumlah orang. Indikatornya adalah data jumlah petani dari

balai penyuluh atau pemerintah setempat. Jumlah petani binaan

diklasifikasikan berdasarkan data lapangan menjadi rendah, sedang, dan

tinggi.

g. Fasilitas Kerja (X7) adalah seluruh sarana dan prasarana penunjang

yang digunakan oleh penyuluh dalam kegiatan penyuluhan, diukur

berdasarkan kelengkapan fasilitas kerja dan kondisi sarana atau fasilitas

Gambar

Tabel 1. Daftar BP3K Model CoE Tahun 2011
Tabel 2. Daftar BP3K Kabupaten Lampung Tengah
Tabel 3. Data Penyuluh Pertanian di BP3K Terbanggi Besar
Gambar 1. Model pengembangan BP3K menjadi CoE                   Untuk Percepatan Revitalisasi Pertanian
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dari hasil studi literatur dan brainstorming dengan pihak industri kecil, diketahui bahwa faktor yang berpengaruh terhadap rendahnya kapabilitas proses pada proses permanent

Selain itu, dari hasil percobaan pada proses kompresi dihasilkan sebuah pesan teks yang berbeda dengan pesan teks yang asli dengan kata lain kompresi dengan

Karena hasil ES merupakan nilai delta, maka set point pada kedua kontroler tersebut merupakan nilai set point laju aliran reflux dan steam reboiler awal dan ditambahkan

Dari hasil RT-PCR dapat dikatakan bahwa jaringan kulit buah kakao baik dari klon Ary maupun klon Bal keduanya mengekspresikan gen TcPIN namun dari intensitas pita dan

Wisata Alam Aik Nyet merupakan wisata utama dan menjadi salah satu wisata andalan yang ada di Desa Buwun Sejati Kecamatan Narmada. Wisata Alam Aik Nyet mengandalkan hutan alamnya

Dalam hal terjadi kenaikan MOPS yang menyebabkan harga patokan di atas harga jual eceran, untuk melindungi kepentingan publik ditetapkan batas atas harga jual yaitu tingkat harga

Jika perbandingan antara tinggi struktur gedung dan ukuran denahnya dalam arah pembebanan gempa sama dengan atau melebihi 3, maka 0,1V harus dianggap sebagai beban horisontal

Penelitian ini mempermasalahkan nilai budaya dan difokuskan pada pandangan hidup yang meliputi kasih sayang, tanggung jawab, serta keadilan dan sikap hidup yang juga