• Tidak ada hasil yang ditemukan

KARAKTERISASI SENYAWA FLAVONOID HASIL ISOLASI EKSTRAK METANOL DAUN GAMAL (Gliricidia maculata) (THE CHARACTERIZATION OF FLAVONOID COMPOUND ISOLATED FROM METHANOL EXTRACT OF Gliricidia maculata LEAVES)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "KARAKTERISASI SENYAWA FLAVONOID HASIL ISOLASI EKSTRAK METANOL DAUN GAMAL (Gliricidia maculata) (THE CHARACTERIZATION OF FLAVONOID COMPOUND ISOLATED FROM METHANOL EXTRACT OF Gliricidia maculata LEAVES)"

Copied!
32
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

ABSTRACT

THE CHARACTERIZATION OF FLAVONOID COMPOUND ISOLATED FROM METHANOL EXTRACT OFGliricidia maculataLEAVES

By

AFRIYORAWAN N.

This reseach aims to isolate flavonoid compound which has botanical insecticide from metanol extract of Gliricidia maculata leaves. The methanol extract was obtained from maceration of G. maculate leaves powder. Fractination and purification of the extract was done with column chromatography method using Sephadex LH-20 as adsorbent and MeOH : H2O (4:1) as eluent. The fractions resulted in was monitored by thin layer chromatography method with adsorbent of Silica Gel 60 F254 on alumunium plate and DCM : MeOH (7:3) as eluent. Identification of flavonoid compound using AlCl3 gave Rf value of 0,531. The relatively pure fraction was recrystallized and gave yellowish white crystal RIO-46A about 0,35 gram. Analysis of the crystal using UV-Vis spectrophotometry showed

(3)

KARAKTERISASI SENYAWA FLAVONOID HASIL ISOLASI EKSTRAK METANOL DAUN GAMAL (Gliricidia maculata)

Oleh

AFRIYORAWAN N.

Penelitian ini bertujuan untuk mengisolasi senyawa flavonoid yang bersifat sebagai insektisida nabati dari ekstrak metanol daun gamal (Gliricidia maculata, L.). Ekstrak metanol diperoleh dengan cara maserasi serbuk daun gamal. Fraksinasi dan pemurnian ekstrak metanol dilakukan dengan metode kromatografi kolom dengan adsorben Sephadex LH-20dan eluen MeOH : H2O (4:1). Fraksi– fraksi yang dihasilkan dipantau menggunakan metode kromatografi lapis tipis dengan adsorben Silica Gel60 F254pada plat alumunium dan eluen DCM : MeOH (7:3) dan diidentifikasi dengan larutan AlCl3 pada Rf 0,531. Fraksi tersebut direkristalisasi dan diperoleh kristal RIO-46A berbentuk amorf dan berwarna putih kekuningan dengan berat 0,35 gram. Analisis kristal menggunakan spektrofotometer UV-Vis menunjukkan adanya serapan maksimum pada λ 268 (pita II) dan λ 349 (pita I) dan analisis menggunakan spektrofotometer IR memberikan puncak absorbsi pada bilangan gelombang 3373 cm-1 (OH), 2926 -2885 cm-1(C-H alifatik), 1593 - 1459 cm -1(C=C aromatik), 1729 cm-1(C=O) dan 1073 cm-1 (C-O-C). Berdasarkan kedua metode spektrofotometri tersebut, dapat disimpulkan bahwa isolat merupakan aglikon flavonoid dari golongan flavon. Hasil dari uji bioassay, aglikon flavonoid dari golongan flavon ini memiliki aktivitas biologis sebagai insektisida nabati terhadap hama kutu putih tanaman pepaya (Paracoccus marginatus) dengan nilai LC50 3,35% dalam waktu 12 jam setelah perlakuan.

(4)
(5)
(6)

i DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... i

DAFTAR TABEL ... iv

DAFTAR GAMBAR ... v

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang Penelitian ... 1

1.2 Tujuan Penelitian ... 3

1.3 Manfaat Penelitian ... 3

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 4

2.1 Gamal (Gliricidia maculata) ... 4

2.2 Senyawa Metabolit Sekunder ... 5

2.2.1 Klasifikasi Senyawa Flavonoid ... 6

2.2.2 Sifat–Sifat Flavonoid ... 8

2.2.3 Manfaat Flavonoid ... 9

2.2.4 Isolasi Senyawa Flavonoid ... 9

2.3 Pemisahan Senyawa Secara Kromatografi ... 10

2.3.1 Kromatografi Lapis Tipis ... 10

2.3.2 Kromatografi Kolom ... 12

(7)

ii

III. METODE PENELITIAN ... 16

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ... 16

3.2 Alat dan Bahan Penelitian... 16

3.2.1 Alat ... 16

3.2.2 Bahan ... 16

3.3 Prosedur Penelitian ... 17

3.3.1 Maserasi ... 17

3.3.2 Evaporasi ... 17

3.3.3 Ekstraksi dan Isolasi Senyawa Flavonoid ... 17

3.3.4 Kromatografi Lapis Tipis ... 17

3.3.5 Kromatografi Kolom ... 18

3.3.6 Penentuan Struktur Molekul... 18

3.3.6.1 Spektrofotometer FTIR ... 19

3.3.6.2 Spektrofotometer UV-Vis ... 19

3.3.7 Uji Bioassay Insektisida Nabati... 20

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN... 21

4.1 Ekstraksi Daun Gamal... 21

4.2 Fraksinasi dan Isolasi Senyawa Flavonoid ... 23

4.3 Pemurnian Senyawa Flavonoid... 24

4.4 Karakterisasi Senyawa Flavonoid Hasil Isolasi ... 27

4.4.1 Karakterisasi dengan Spektrofotometer FTIR ... 28

(8)

iii

4.5 Uji Bioassay ... 34

V. KESIMPULAN DAN SARAN... 38

DAFTAR PUSTAKA ... 39

(9)

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Penelitian

Tanaman gamal (Gliricidia maculata) merupakan tumbuhan asli daerah tropis

Pantai Pasifik di Amerika Tengah. Pada tahun 1600-an penyebaran tanaman ini

terbatas pada hutan musim kering gugur daun, tetapi banyak tumbuh di dataran

rendah yang tersebar di Meksiko, Amerika Tengah, Amerika Selatan bagian utara,

Asia dan diperkirakan masuk ke Indonesia pertama kali sekitar tahun 1900

(Elevitch and John, 2006).

Tanaman gamal merupakan tanaman yang memiliki banyak manfaat. Tanaman

ini sering digunakan sebagai tajar hidup dalam penanaman lada, vanili, dan ubi

jalar. Daunnya dapat dimanfaatkan sebagai obat-obatan, rodentisida, pestisida,

dan pakan ternak, sedangkan kayu tanaman ini dapat dimanfaatkan sebagai alat

pertanian dan kayu bakar (Elevitch and John, 2006).

Selain itu, tanaman gamal merupakan salah satu jenis tanaman yang dapat

digunakan sebagai insektisida nabati. Daun gamal banyak mengandung senyawa

yang bersifat toksik seperti dikumarol, asam sianida (HCN), tanin, dan nitrat

(NO3). Dikumarol merupakan hasil konversi dari kumarin yang disebabkan oleh

(10)

2

diduga dapat mengiritasi kulit dan menghambat transportasi asam amino leusin

(Robinson, 1995).

Hasil penelitian Nukmal dkk., (2009) juga membuktikan bahwa ekstrak polar (air

dan etanol) daun gamal dapat menyebabkan kematian 100% pada imago hama

bisul dadap (Quadrastichus erythrinae) setelah 72 jam perlakuan pada skala

laboratorium. Ekstrak air daun gamal hasil maserasi bertingkat dengan

konsentrasi terendah 2,19% dapat mematikan 50% hama penghisap buah lada

(Dasynus Piperis) setelah perlakuan uji bioassay pada skala laboratorium

(Nukmal dkk., 2010). Diduga senyawa flavonoid yang terkandung dalam ekstrak

daun gamal kering inilah yang memberikan sifat insektisida nabati dari ekstrak

tersebut.

Isolasi senyawa flavonoid dari ekstrak metanol daun gamal pun pernah dilakukan

Utami dan Nismah, (2011) serta uji insektisida nabati terhadap hama kutu putih

tanaman pepaya. Diketahui bahwa senyawa isolat flavonoid yang diperoleh,

berasal dari golongan flavon dengan dua kemungkinan struktur, memiliki aktivitas

sebagai insektisida nabati terhadap hama kutu putih tanaman pepaya dengan nilai

LC501,8 % setelah perlakuan 24 jam. Diperkuat lagi hasil uji toksisitas ekstrak

air daun gamal oleh Nismah dkk., (2011) terhadap hama kutu putih tanaman

pepaya. Diketahui bahwa nilai LC50, ekstrak air daun gamal efektif dalam

mematikan hama kutu putih tanaman pepaya karena pada konsentrasi 1,32%

(11)

Berdasarkan pada penelitian Siregar (2010), banyak terdapat fraksi – fraksi isolat

senyawa flavonoid yang masih belum dianalisis struktur molekulnya. Oleh

karena itu, dilakukan isolasi dari fraksi – fraksi isolat senyawa flavonoid tersebut

yang bersifat sebagai insektisida nabati.

1.2 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengisolasi senyawa flavonoid dari

fraksi – fraksi isolat ekstrak metanol daun gamal yang bersifat sebagai insektisida

nabati.

1.3 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan informasi ilmiah dalam

pengembangan lebih lanjut mengenai senyawa flavonoid yang berasal dari daun

(12)

4

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Gamal (Gliricidia maculata)

Tanaman gamal (Gliricidia maculata) adalah nama jenis perdu dari kerabat

polong - polongan (suku Fabaceae atau Leguminosae). Penyebaran alami tidak

jelas karena telah dibudidayakan sejak lama, tetapi bukti kuat menunjukkan

bahwa penyebarannya terbatas pada hutan musim kering gugur daun di dataran

rendah pesisir Pasifik dan beberapa lembah pedalaman di Amerika Tengah dan

Meksiko. Tanaman ini sekarang sudah menyebar di seluruh daerah tropika

termasuk Indonesia (Direktorat Perbenihan Tanaman Hutan, 2002). Tanaman

gamal dapat dilihat pada Gambar 1.

[image:12.595.129.496.512.653.2]

(a) (b)

(13)

Dalam taksonomi, tumbuhan ini diklasifikasikan sebagai berikut :

Kerajaan : Plantae

Divisi : Magnoliophyta

Ordo : Fabales

Famili : Fabaceae

Subfamili : Faboideae

Genus : Gliricidia

Spesies : Gliricidia maculataatau Gliricidia sepium

Sumber : (Elevitch and John, 2006).

Gamal terutama ditanam sebagai pagar hidup, peneduh tanaman, atau sebagai

rambatan untuk vanili dan lada. Tanaman ini berfungsi pula sebagai pengendali

erosi dan gulma terutama alang-alang. Bunga-bunga gamal merupakan pakan

lebah yang baik dan dapat pula dimakan setelah dimasak (Joker, 2002). Gamal

merupakan sumber kayu api yang baik, terbakar perlahan dan menghasilkan

sedikit asap. Kayu gamal memiliki nilai kalori sebesar 4.900 kkal/kg. Kayunya

awet dan tahan rayap dan baik untuk membuat perabot rumah tangga, mebel,

konstruksi bangunan dan lain-lain (Jensen, 1999). Daun, biji, dan kulit batang

gamal mengandung zat yang bersifat racun bagi manusia dan ternak, kecuali

ruminansia. Ramuan bahan-bahan itu digunakan sebagai pestisida dan rodentisida

alami (Jensen, 1999).

2.2 Senyawa Metabolit Sekunder

Metabolit sekunder merupakan senyawa kimia yang terdapat dalam suatu

(14)

6

perkembangan atau reproduksi organisme. Berbeda dengan metabolit primer

yang ditemukan pada seluruh spesies dan diproduksi dengan menggunakan jalur

yang sama, senyawa metabolit sekunder tertentu hanya ditemukan pada spesies

tertentu. Tanpa senyawa ini organisme akan menderita kerusakan atau

menurunnya kemampuan bertahan hidup. Fungsi senyawa ini pada suatu

organisme diantaranya untuk bertahan terhadap predator, kompetitor dan untuk

mendukung proses reproduksi (Herbert, 1996).

Senyawa metabolit sekunder terdiri dari golongan flavonoid , alkoloid, terpenoid,

steroid, lipid, lakton, dan glikosida ( Herbert, 1996). Flavonoid merupakan salah

satu produk metabolisme sekunder yang ditemukan pada tumbuhan tingkat tinggi

dan mikroorganisme. Senyawa ini terdapat pada semua bagian tumbuhan tingkat

tinggi termasuk daun, akar, kulit, kayu, bunga, buah dan biji (Markham, 1988).

Flavonoid juga merupakan kelompok senyawa fenol terbesar yang terdapat pada

tumbuhan (Harborne, 1987).

2.2.1. Klasifikasi Senyawa Flavanoid

Struktur flavonoid memiliki 15 atom karbon, terdiri dari 2 cincin benzena yang

dihubungkan menjadi satu oleh rantai linier yang terdiri dari tiga atom karbon.

Dapat ditulis sebagai berikut C6-C3-C6 (Manitto, 1992). Susunan ini dapat

menghasilkan tiga jenis struktur, yaitu flavonoid (1,3-diarilpropana), isoflavonoid

(1,2-diarilpropana), neoflavonoid (1,1-diarilpropana) seperti ditunjukkan pada

(15)
[image:15.595.142.474.91.202.2]

Gambar 2.Tiga jenis struktur flavonoid (Achmad, 1986)

Flavonoid merupakan istilah yang dikenakan pada suatu golongan besar senyawa

yang berasal dari kelompok senyawa yang paling umum yaitu senyawa flavon

yang ditunjukkan pada Gambar 3.

Gambar 3. Kerangka dasar struktur flavon (Manitto, 1992)

Senyawa flavonoid terdiri dari beberapa jenis, bergantung pada tingkat oksidasi

rantai propana dari sistem 1,3-diarilpropana. Beberapa jenis struktur flavonoid

[image:15.595.232.391.353.480.2]
(16)
[image:16.595.129.499.85.343.2]

8

Gambar 4. Kelompok-kelompok penting struktur dari flavonoid alami (Manitto, 1992)

2.2.2. Sifat - Sifat Flavonoid

Aglikon flavonoid adalah flavonoid yang tidak mengikat gugus gula dan bersifat

kurang polar. Contoh flavonoid ini adalah isoflavon, flavonon, flavon, serta

flavonol yang termetoksi. Karena sifatnya yang kurang polar maka aglikon

cenderung mudah larut dalam pelarut eter dan kloroform. Flavonoid glikosida

adalah flavonoid yang mengikat gugus gula. Pada senyawa ini satu gugus

hidroksil terikat pada satu gugus gula, flavonoid ini disebut flavonoid

O-glikosida. Selain itu juga terdapat flavonoid C-glikosida dimana gula terikat

langsung pada inti benzena dengan ikatan karbon - karbon. Pengaruh glikosida

menyebabkan flavonoid mudah larut dalam air (Markham, 1988).

(17)

2.2.3. Manfaat Flavonoid

Flavonoid merupakan senyawa metabolit sekunder dalam suatu tumbuhan yang

berfungsi sebagai pigmen (pembentuk warna), pertahanan diri dari hama dan

penyakit. Senyawa flavonoid juga digunakan dalam industri makanan sebagai

pewarna makanan (Markham, 1988).

Manfaat flavonoid terhadap organisme sangat banyak macamnya, sehingga dapat

menjelaskan mengapa tumbuhan yang mengandung flavonoid digunakan dalam

pengobatan tradisional. Beberapa flavonoid menghambat fosfodiesterase,

aldureduktase, monoamino reduktase, protein kinase, DNA polimerase dan

lipooksigenase (Robinson, 1995).

Beberapa contoh senyawa flavonoid yang diisolasi dari tumbuhan dapat

berkhasiat sebagai obat, seperti silimarin dari Silybum marianum dapat berfungsi

mengobati gangguan hati serta menghambat sintesis prostaglandin. Kuersetin

3-rutinosida bermanfaat untuk mengobati kerapuhan pembuluh kapiler pada

manusia. Beberapa xanton dan flavonoid oligomer dalam makanan mempunyai

efek anti-hipertensi dengan menghambat kerja enzim pengubah angiotensin.

Selain itu, dari golongan isoflavanoid seperti rotenon telah dimanfaatkan oleh

manusia untuk insektisida (Robinson, 1995)

2.2.4. Isolasi Senyawa Flavanoid

Isolasi flavonoid dapat dilakukan dari tumbuhan segar maupun yang telah kering.

Pada tumbuhan yang terserang jamur, ada kecenderungan glikosida diubah

(18)

10

metabolit sekunder yang bersifat polar yang ditandai dengan adanya gugus

hidroksil atau suatu gula dan terdapatnya pasangan elektron bebas pada atom

oksigen. Oleh karena, itu flavonoid dapat diekstrak dari tumbuhan dengan

menggunakan pelarut polar seperti metanol. Pengaruh glikosilasi menyebabkan

flavonoid lebih mudah larut dalam air. Sebaliknya aglikon flavonoid seperti

isoflavon dan flavon cenderung lebih mudah larut dalam pelarut non-polar seperti

kloroform dan eter. Pemurnian flavonoid dari senyawa-senyawa lain dari ekstrak

kasar dapat dilakukan dengan metode kromatogarafi (Markham, 1988).

2.3. Pemisahan Senyawa Secara Kromatografi

Kromatografi merupakan metode sederhana yang digunakan untuk memisahkan

campuran dua senyawa atau lebih. Pemisahan ini terjadi berdasarkan prinsip

bahwa senyawa campuran yang akan dipisahkan terdistribusi di antara Fasa diam

dan Fasa gerak. Pemisahan dengan metode kromatografi dilakukan dengan

memanfaatkan sifat fisik dari sampel, seperti kelarutan, adsorbsi, keatsirian dan

kepolaran. Suatu cuplikan dapat dipisahkan dari komponen - komponennya

karena adanya perbedaan waktu migrasi dari komponen - komponen cuplikan.

Contoh metode kromatografi adalah kromatografi lapis tipis dan kromatografi

kolom (Johnson & Stevenson, 1991).

2.3.1. Kromatografi Lapis Tipis

Kromatografi lapis tipis (KLT) merupakan metode konvensional yang masih

digunakan dalam analisis modern. Kromatografi ini bertujuan untuk menentukan

jumlah komponen campuran, mengidentifikasi komponen, mendapatkan kondisi

(19)

Pemisahan secara kromatografi lapis tipis didasarkan pada perbedaan

pendistribusian campuran 2 atau lebih senyawa dalam Fasa diam dan Fasa gerak.

Pada kromatografi lapis tipis, yang terdiri dari bahan padat (silika gel, alumina

atau selulosa) dan mengandung indikator flouresensi untuk membantu

menampakkan bercak pada lapisan yang telah dikembangkan. Lapisan tipis

dilapiskan pada permukaan penyangga datar yang umumnya terbuat dari kaca atau

logam. Silika gel, alumina, atau selulosa melekat pada permukaan penyangga

datar dengan bantuan bahan pengikat seperti kalsium sulfat atau amilum (pati).

Lapisan ini berfungsi sebagai permukaan padat yang akan mengikat

komponen-komponen tertentu dalam sampel (Harborne, 1987). Fasa gerak adalah cairan

pengembang yang bergerak naik pada Fasa diam dengan membawa komponen

-komponen sampel, Fasa gerak yang digunakan adalah pelarut organik.

Teknik kromatografi lapis tipis memiliki kelebihan dibanding dengan

kromatografi yang lain. Kelebihan kromatografi lapis tipis terletak pada

pemakaian pelarut yang jumlahnya sedikit sehingga memerlukan biaya relatif

murah, selain itu pelarut yang digunakan sederhana dan waktu yang diperlukan

untuk mengerjakan metode ini relatif singkat. Komponen - komponen senyawa

yang akan dianalisis dibedakan dengan harga Rf(retention factor). Harga Rf

didefinisikan sebagai jarak yang ditempuh oleh senyawa dibagi dengan jarak yang

ditempuh oleh garis depan pelarut atau pengembang (diukur dari garis awal)

(20)

12

2.3.2. Kromatografi Kolom

Pada kromatografi kolom (KK), Fasa diam (adsorben padat) diletakkan dalam

satu kolom kaca vertikal dan Fasa gerak (pelarut) dimasukkan melalui bagian atas

dan mengalir melewati kolom. Adsorben yang sering digunakan adalah silika gel,

alumina, selulosa, poliamida dan polistiren. Adsorben yang digunakan harus rata

dan tidak terjadi rongga - rongga dalam kolom karena dapat mempengaruhi hasil

preparasi. Adsorben dengan ukuran partikel kecil digunakan dalam kromatografi

flash, sedangkan yang partikel besar digunakan dalam kolom gravitasi.

Kemudian campuran yang akan difraksinasi dimasukkan pada bagian atas kolom.

Pelarut (eluen) kemudian dialirkan melewati kolom dan terjadi kesetimbangan

antara zat pelarut yang diadsorbsi adsorben dan pelarut yang mengalir melewati

kolom. Selanjutnya campuran akan terpisah dalam zona - zona waktu yang

berbeda (Hostettmann dkk., 1995).

Susunan pelarut (eluen) merupakan salah satu peubah yang mempengaruhi

pemisahan. Urutan eluen yang digunakan dalam kromatografi kolom diawali dari

pelarut yang mempunyai tingkat kepolaran yang rendah sampai tingkat kepolaran

yang tinggi (Johnson and Stevenson, 1991). Pengumpulan fraksi dalam

kromatografi kolom dilakukan dengan mengumpulkan setiap pita dengan laju

yang berbeda, zat yang begerak cepat akan meninggalkan kolom selama proses

kromatografi dan akan muncul eluat dalam cairan yang keluar. Eluat ditampung

dengan sejumlah botol sampel secukupnya, dan fraksi yang mengandung zat yang

(21)

harus dilakukan hingga mendapatkan komposisi eluen yang sesuai dan akhirnya

mendapatkan senyawa yang dikehendaki (Gritter dkk., 1991).

2.4. Spektroskopi dan Identifikasi Senyawa Organik

Spektroskopi adalah ilmu yang mempelajari interaksi energi cahaya dengan

materi. Penentuan struktur dengan metode ini dapat dilakukan karena adanya

fakta bahwa suatu senyawa organik menyerap pada panjang gelombang tertentu,

bergantung pada struktur senyawa itu (Fessenden dan Fessenden, 1999).

2.4.1. Spektroskopi FTIR

Spektroskopi FTIR suatu senyawa memberikan gambaran mengenai berbagai

gugus fungsional dalam molekul organik berdasarkan bilangan gelombang,

misalnya O-H, C-H dan N-H menyerap di daerah 3.800 - 2700 cm-1, C=O, C=C,

C=N dan N=O menyerap pada daerah 1.900 - 1.500 cm-1dan C-C, C-O dan C-N

menyerap pada daerah 130 - 800 cm-1. Daerah antara 4000 - 1.300 cm-1

merupakan daerah yang khusus berguna untuk identifikasi gugus fungsional.

Daerah ini menunjukkan absorbsi yang disebabkan oleh vibrasi uluran. Daerah

antara 1.300-900 cm-1adalah daerah sidik jari, sering kali sangat rumit karena

menunjukkan absorbsi yang disebabkan oleh vibrasi uluran dan tekukan. Daerah

sidik jari merupakan daerah frekuensi spesifik untuk pengenalan suatu senyawa.

Karena pada daerah ini, perbedaan yang sedikit saja dalam struktur suatu molekul

dalam senyawa akan memberikan perubahan yang jelas pada distribusi puncak

(22)

14

Spektrum FTIR senyawa flavonoid memberikan serapan karakteristik yang

membedakan senyawa flavonoid dengan senyawa metabolit sekunder lainnya.

Gugus benzena dari flavonoid memberikan serapan pada daerah 1.450-1.600 cm-1.

Selain itu, gugus hidroksil memberikan serapan pada daerah 3.200-3.500 cm-1.

2.4.2. Spektroskopi UV-Vis

Penyerapan UV-Vis oleh suatu molekul akan menghasilkan transisi elektronik

molekul tersebut. Transisi tersebut umumnya antara orbital ikatan atau orbital

pasangan bebas, dan orbital bukan ikatan atau orbital anti ikatan. Panjang

gelombang serapan merupakan ukuran perbedaan tingkat - tingkat energi dari

orbital yang bersangkutan (Sudjadi, 1983). Agar elektron dalam ikatan sigma

tereksitasi maka diperlukan energi paling tinggi dan akan memberikan serapan

pada 120 - 200 nm. Daerah ini dikenal dengan daerah ultraviolet hampa, karena

pada pengukuran tidak boleh ada udara, sehingga sukar dilakukan dan relatif tidak

banyak memberikan keterangan untuk penentuan struktur. Di atas 200 nm

merupakan daerah eksitasi dari orbital p, orbital d, dan orbitalߨterutama sistem

ߨterkonjugasi (Sudjadi, 1983).

Spektroskopi UV-Vis berguna untuk menganalisis struktur flavonoid, yang dapat

membantu mengidentifikasi jenis flavonoid dan menentukan pola oksigenasi.

Kedudukan gugus hidroksil fenol senyawa flavonoid dapat ditentukan dengan

menambah pereaksi geser ke dalam larutan cuplikan dan mengamati pergeseran

yang terjadi. Spektrum flavonoid ditentukan dengan melarutkan cuplikan dalam

pelarut metanol dan mengamati dua puncak serapan pada rentang 240 - 285 nm

(23)

menentukan pola oksigenasi pada flavonoid antara lain NaOMe, AlCl3/HCl,

(24)

16

III. METODE PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada bulan Agustus 2012 sampai dengan bulan Maret

2013 di Laboratorium Biomassa Terpadu Universitas Lampung.

3.2 Alat dan Bahan Penelitian

3.2.1 Alat

Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah seperangkat alat-alat gelas

laboratorium, penguap putar vakum (vacum rotary evaporator) merk Buchi,

seperangkat alat kromatografi lapis tipis, seperangkat alat kromatografi kolom,

neraca analitis merk And, lampu UV merk Kohler, pemanas listrik, ultrasonic

cleanermerk Bandelin Sonerex Technik, indikator pH, desikator,

Spektrofotometer UV-Vis dan Spektrofotometer FTIR merk Varian.

3.2.2 Bahan

Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah daun gamal, metanol,

kloroform, diklorometana, heksana dengan kualitas pro analis dan teknis, HCl,

NaOH, pereaksi visualisasi CeSO4,AlCl3dan SbCl3, plat KLT dari alumunium

(25)

kolom, dan pereaksi geser untuk analisis UV-Vis, seperti NaOMe, AlCl3/HCl,

NaOAc/H3BO3.

3.3 Prosedur Penelitian

3.3.1 Maserasi

Daun gamal dikeringanginkan dan digiling hingga halus, lalu dimaserasi.

Maserasi dilakukan dengan cara perendaman sampel dengan pelarut metanol pada

suhu kamar. Adapun tujuan dari maserasi, yaitu untuk menarik komponen kimia

yang terdapat dalam sampel.

3.3.2 Evaporasi

Filtrat metanol dari hasil maserasi daun gamal dievaporasi. Tujuan dari

evaporasi, yaitu untuk memekatkan larutan yang terdiri dari zat terlarut yang tak

mudah menguap dan pelarut yang mudah menguap, dengan cara menguapkan

sebagian dari pelarut sehingga didapatkan larutan zat cair pekat yang

konsentrasinya lebih tinggi.

3.3.3 Ekstraksi dan Isolasi Senyawa Flavonoid

Ekstraksi dilakukan dengan corong pisah menggunakan pelarut heksana yang

dilanjutkan dengan pelarut diklorometana. Tujuan ekstraksi adalah untuk menarik

komponen kimia yang terdapat pada sampel bahan alam. Kemudian dilakukan

beberapa fraksinasi untuk pemurnian isolat dengan kromatografi kolom.

3.3.4 Kromatografi Lapis Tipis

Kromatografi lapis tipis merupakan suatu metode uji kualitatif yang bertujuan

(26)

18

flavonoid. Kromatografi lapis tipis ini dilakukan menggunakan eluen kombinasi

diklorometana dan metanol, dan pereaksi visualisasi CeSO4, dan AlCl3.

3.3.5 Kromatografi Kolom

Kromatografi kolom merupakan metode kromatografi cair terbaik, bertujuan

untuk memisahkan campuran. Pada kromatografi kolom ini digunakan fase diam

sephadex LH-20 yang memiliki sifat filtrasi terhadap komponen yang memiliki

bobot molekul tinggi, sedangkan fase gerak yang digunakan adalah metanol dan

air. Pada proses pemisahan metode kromatografi filtrasi ini sampel dilarutkan

dalam pelarut metanol dan dimasukkan melalui bagian atas kolom yang

selanjutnya dielusi secara isokratik menggunakan pelarut metanol. Fraksi – fraksi

yang diperoleh ditampung dalam botol sampel untuk selanjutnya diidentifikasi

dengan metode KLT untuk melihat kandungan senyawa flavonoid.

3.3.6 Penentuan Struktur Molekul

Analisis dilakukan terhadap isolat murni senyawa flavonoid untuk menentukan

kemungkinan struktur molekul dengan alat spektrofotometer UV-Vis dan FTIR.

3.3.6.1 Spektrofotometri FTIR

Metode spektrofotometri FTIR digunakan dalam menentukan dan

mengidentifikasi berbagai gugus fungsi yang terdapat dalam senyawa organik.

Gugus fungsi dalam suatu molekul dapat diketahui dari vibrasi yang

menghasilkan daerah frekuensi spesifik pada spektrum FTIR.

Senyawa flavonoid yang dianalisis sebanyak 0,1 mg sampel digerus hingga halus

(27)

alat penekan berkekuatan 8 - 10 ton persatuan luas. Kemudian pelet tersebut

diukur puncak – puncak serapannya untuk mendeteksi gugus – gugus fungsional

yang terdapat dalam struktur senyawa isolat.

3.3.6.2 Spektrofotometri UV-Vis

Metode spektrofotometri UV-Vis ini digunakan untuk memberikan informasi

adanya sistem (gugus atom) dari senyawa organik yang menyebabkan terjadinya

serapan radiasi dalam daerah UV-Vis dan mengukur jumlah ikatan rangkap atau

konjugasi aromatik dalam suatu molekul.

Senyawa flavonoid yang telah diperoleh dari hasil pemurnian dengan

kromatografi kolom diidentifikasi dengan spektroskopi UV-Vis untuk mengetahui

jenis ikatan dan gugus karakteristik dari molekul flavonoid. Sebanyak 0,1 mg

sampel dilarutkan dalam 10 ml metanol. Larutan ini digunakan untuk semua

pengukuran berikutnya.

Spektrum flavonoid ini akan ditentukan dalam larutan dengan pelarut Metanol

(MeOH) menggunakan pereaksi geser seperti NaOMe digunakan untuk

mendeteksi gugus hidroksil yang lebih asam dan tidak tersubstitusi, AlCl3/HCl

digunakan untuk menentukan adanya gugus hidroksil pada C5yang bertetangga

dengan keton dan juga untuk menentukan ada tidaknya gugus orto-dihidroksil

pada cincin B, NaOAc/H3BO3digunakan untuk mendeteksi adanya gugus

7-hidroksil bebas yang ditunjukkan dengan adanya pergeseran batokromik pada

spektrum UV. Pergeseran panjang gelombang setelah penambahan pereaksi

geser, dapat diidentifikasi golongan flavonoid senyawa hasil isolasi dan juga

(28)

20

3.3.7 Uji Bioassay Insektisida Nabati

Hasil isolasi fraksi yang kaya akan senyawa flavonoid maupun flavonoid murni

diujikan terhadap hama kutu putih tanaman pepaya. Media uji digunakan putik

pepaya sebagai makanan hama. Caranya media uji dicelupkan ke dalam larutan

senyawa hasil isolasi dengan konsentrasi 0%, 5%, 10%, 15% dan 20% selama 5

menit. Kemudian media uji tersebut diangkat dan dikeringanginkan lalu

dimasukkan ke dalam botol uji. Selanjutnya masing – masing botol yang sudah

berisi media uji dimasukkan 10 ekor imago hama kutu putih. Pengamatan

dilakukan 1, 3, 6, 12, 24, 48 dan 72 jam setelah perlakuan. Parameter yang

diamati adalah jumlah hama kutu putih yang mati pada masing – masing waktu

perlakuan. Pengamatan dihentikan apabila jumlah kematian hama kutu putih

telah mencapai 100%. Untuk mendapatkan nilai LC50data dianalisis dengan

(29)

5.1 Kesimpulan

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan diperoleh kesimpulan sebagai berikut :

1. Senyawa flavonoid yang telah berhasil diisolasi dari ekstrak metanol daun

gamal (Gliricidia maculata), yaitu senyawa M5 (RIO-46A) yang berupa

aglikon flavonoid dari golongan flavon.

2. Senyawa M5 yang diperoleh berupa kristal berbentuk amorf dan berwarna

putih kekuningan dengan berat 0,35 gram (0,28% dari total sampel ).

3. Spektrum IR memberikan puncak absorbsi pada bilangan gelombang 3373 cm

-1

(O-H), 2926 - 2885 cm-1(C-H alifatik), 1593 - 1459 cm-1(C=C aromatik),

1729 cm-1(C=O) dan 1073 cm-1(C-O-C).

4. Pada spektrum UV munculnya serapan maksimum pada panjang gelombang

268 (pita II) dan 349 (pita I) mengindikasikan bahwa senyawa hasil isolasi

senyawa flavonoid, golongan flavon.

5. Senyawa M5 (RIO-46A) memiliki aktivitas biologis sebagai insektisida nabati

terhadap hama kutu putih tanaman pepaya(Paracoccus marginatus) dengan

(30)

40

5.2 Saran

Untuk penelitian selanjutnya, disarankan :

1. Mengidentifikasi senyawa hasil isolasi menggunakan spektrofotometer NMR

dan massa untuk lebih memastikan nama dan struktur kimia senyawa hasil

isolasi.

2. Menguji aktivitas biologis senyawa hasil isolasi dengan hama lainnya sebagai

insektisida nabati agar dapat diketahui selektifitas senyawa hasil isolasi

(31)

DAFTAR PUSTAKA

Achmad, S. A. 1986. Kimia Organik Bahan Alam. Materi 4. Ilmu Kimia Flavonoid. Karunia Universitas Terbuka. Jakarta.

Dinata, A. 2009. MacamMacam Jenis Hama Tanaman dan Cara

pengendalian. http://cerianet-agriculture.blogspot.com/macam-macam-jenis-hama-tanaman-dan-cara.html. Diakses 07 Juni 2013 20:45 WIB.

Direktorat Perbenihan Tanaman Hutan. 2002. Jurnal Informasi Singkat Benih. http://www.manglayangformonline.or.id. Diakses 1 Desember 2011, 20.00 WIB.

Elevitch, C.R. and John, K. 2006. Gliricidia sepium (Gliricidia) Fabacceae (legume family) Species Profiles For Pacific Island Agrofrorestry.

www.traditionaltree.org. Diakses 15 Oktober 2011, 20.00 WIB.

Fessenden, R.J. dan Fessenden, J.S. 1999. Kimia Organik Jilid 1. Alih Bahasa H. Pujaatmaka. Penerbit Erlangga. Jakarta.

Gritter, R.J., Bobbit, J.M. dan Schwarting. 1991. Pengantar

Kromatografi.Penerjemah. Kosasih Padamawinata. ITB. Bandung.

Harbone, J.B. 1987. Metode Fitokimia Penuntun Cara Modern Menganalisis Tumbuhan. Alih Bahasa Kosasih Padmawinata. ITB. Bandung.

Herbert, R.B. 1996. Biosintesis Metabolit Sekunder. Alih Bahasa Bambang Srigandono. Penerbit IKIP Semarang Press. Semarang. Hal. 103-123.

Hostettman, K., Hostettman, M. dan Maston., A. 1995. Cara Kromatografi Preparatif Penggunaan Pada Senyawa Bahan Alam. Alih Bahasa Kosasih Padmawinata. Penerbit ITB. Bandung.

Jensen, M. 1999. Tress Commonly Cultivated in Southeast Asia: an ilustrated field guide. RAP Publications. http://www.wapedia.org.id/gamal. Diakses 1 Desember 2011, 21.00 WIB.

(32)

42

Joker, D. 2002. Gliricidia sepium. Sead Leaflet no. 51 : Jan 2002. http://www.wapedia.org.id/gamal. Diakses 1 Desember 2011, 20.35 WIB.

Manglayang Farm. 2006. Hijauan Pakan Ternak : Gamal (G.sepium).

http://www.manglayang.hijauan.pakan.ternak.gamal.gliricidia.sepium. Diakses 1 Desember 2011, 20.10 WIB.

Manitto, P. 1992. Biosintesis Produk Alami. Alih Bahasa Koensoemardiyah IKIP Semarang Press. Semarang.

Markham, K.R. 1988. Cara Mengidentifikasi Flavonoid. Alih Bahasa Kosasih Padmawinata. Penerbit ITB. Bandung.

Nismah, Utami, N. dan Pratami, G.D. 2011. Isolasi Senyawa Flavonoid dari Ekstrak Air Serbuk Daun Gamal (Gliricidia maculata) dan Uji Toksisitas Terhadap Hama Kutu Putih Pepaya (Paracoccus marginatus). Prosiding Seminar Nasional Perhimpunan Entomologi Indonesia Cabang Bandung 2011. Bandung, 10–12 Februari 2011.

Nukmal, N., Widiastuti, E. L. dan Surniyani, E. 2009. Uji Efikasi Ekstrak Air Daun Gamal (Gliricidia maculata) Terhadap Imago Hama Bisul Dadap

(Quadrastichus erythrinae). Prosiding Seminar Nasional Biologi XX dan Kongres Perhimpunan Biologi Indonesia XIV UIN. Maulana Malik. Ibrahim Malang.

Nukmal, N., Utami, N. dan Suprapto, U. 2010. Skrining Potensi Daun Gamal (Gliricidia maculata Hbr.) Sebagai Insektisida Nabati. Laporan Penelitian Universitas Lampung. Lampung.

Prijono, D. 2005. Pemanfaatan dan Pengembangan Pestisida Nabati. Makalah Sseminar Ilmiah. Jurusan Proteksi Tanaman, Universitas Lampung. 3 Agustus 2005.

Robinson, T. 1995. Kandungan Organik Tumbuhan Tingkat Tinggi Edisi Keempat. Terjemahan Kosasih Padmawinata. ITB Press. Bandung.

Siregar, R. H. 2010. Isolasi Senyawa Flavonoid dari Ekstrak Metanol Daun Gamal (Gliricidia maculata) dan Uji sebagai Insektisida Nabati Terhadap Hama Kutu Putih Tanaman Pepaya (Paracoccus marginatus). Universitas Lampung. Lampung.

Sudjadi. 1983. Penentuan Struktur Senyawa Organik. Ghalia Indonesia. Yogyakarta.

Utami, N. dan Nismah. 2011. Identifikasi Senyawa Flavonoid dari Ekstrak Metanol Daun Tanaman Gamal (Gliricidia maculata Hbr.) dan Uji Toksisitasnya Terhadap Hama Kutu Putih (Paracoccus marginatus).

Gambar

Gambar 1. (a) Tanaman gamal dan (b) Daun gamal
Gambar 2. Tiga jenis struktur flavonoid (Achmad, 1986)
Gambar 4.  Kelompok-kelompok penting struktur dari flavonoid alami (Manitto, 1992)

Referensi

Dokumen terkait