• Tidak ada hasil yang ditemukan

EFEKTIVITAS PROGRAM PENGEMBANGAN BP3K SEBAGAI MODEL COE (CENTER OF EXCELLENCE) TERHADAP PENINGKATAN KINERJA PENYULUH DI BP3K BATANGHARI KABUPATEN LAMPUNG TIMUR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "EFEKTIVITAS PROGRAM PENGEMBANGAN BP3K SEBAGAI MODEL COE (CENTER OF EXCELLENCE) TERHADAP PENINGKATAN KINERJA PENYULUH DI BP3K BATANGHARI KABUPATEN LAMPUNG TIMUR"

Copied!
78
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRAK

EFEKTIVITAS PROGRAM PENGEMBANGAN BP3K SEBAGAI MODEL COE (CENTER OF EXCELLENCE) TERHADAP PENINGKATAN

KINERJA PENYULUH DI BP3K BATANGHARI KABUPATEN LAMPUNG TIMUR

Oleh

Fitriansyah Bakti Praja

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui : (1) Tingkat kinerja penyuluh di BP3K Batanghari Kabupaten Lampung Timur sebelum dan setelah adanya program pengembangan BP3K sebagai model CoE, (2) Efektivitas program pengembangan BP3K sebagai model CoE dalam peningkatan kinerja penyuluh di BP3K Batanghari Kabupaten Lampung Timur dan (3) Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan dengan peningkatan kinerja penyuluh di BP3K model CoE kecamatan Batanghari. Penelitian ini dilakukan di 14 desa di wilayah binaan BP3KBatanghari. Waktu penelitian Bulan September sampai Oktober 2013 . Pengambilan sampel yang digunakan adalah proportional sample random. Jumlah sampel penelitian sebanyak 11 orang Penyuluh dan 88 orang Petani binaan. Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif kualitatif serta analisis Peringkat Spearman. Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) Tingkat kinerja penyuluh di BP3K Batanghari sebelum program CoE termasuk dalam klasifikasi sedang dengan rata-rata jawaban penyuluh sebesar 174,90 dan rata-rata jabawan petani sebesar 144,55, sedangkan Tingkat kinerja penyuluh di BP3K Batanghari setelah program CoE tetap berada pada klasifikasi sedang dengan rata-rata jawaban penyuluh sebesar 180,45 dan rata-rata jabawan petani sebesar 149,85. (2) Efektivitas program CoE terhadap peningkatan kinerja penyuluh di BP3K Batanghari berada pada klasifikasi cukup efektif dengan peningkatan kinerja penyuluh sebesar 2,255%. (3) Faktor-faktor yang berhubungan dengan kinerja penyuluh di BP3K model CoE Kecamatan Batanghari setelah adanya program CoE yaitu pengalaman penyuluh, pendapatan penyuluh dan pendidikan formal penyuluh.

(2)

ABSTRACT

THE EFFECTIVENESS OF BP3K DEVELOPMENT PROGRAM AS COE MODEL (CENTER OF EXCELLENCE) TOWARD RAISING OF

EXTENSIONS PERFORMANCE IN BP3K BATANGHARI DISTRICT EAST LAMPUNG REGENCY

By

Fitriansyah Bakti Praja

This research aims to investigate: (1) the level of extensions performance in BP3K Batanghari District East Lampung Regency before and after the development program BP3K as CoE model (2) the effectiveness of development program BP3K as CoE model in rising of extensions performance in BP3K Batanghari District East Lampung Regency, and (3) factors that relate to extensions performance in BP3K as CoE model in Sub district Batanghari . This research was conducted in 14 villages as the patronage region in Batanghari District from September until October 2013. The sample of this research using proportional random sampling of 11 extensions and 88 patronage farmers. This research using qualitative descriptive method and Rank Spearman Analysis. The results showed that (1) the level of extension performance in BP3K Batanghari before CoE program included in average classification with the average response from extension was 174.90 and average answer of farmer was 144.55, while the level of extension performance in BP3K Batanghari after CoE program still in average classification with the average response from extension was 180.45 and average answer of farmer was 149.85. (2) The effectiveness of CoE program to the improved of performance extension in BP3K Batanghari was in effective enought with the number of extension improved was 2.255%. (3) the Factors that really relate to extension performnce in BP3K Batanghari District after CoE model were extension experience, income of extension workers and formal education extension workers.

(3)
(4)
(5)
(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Desa Ogan Lima pada 01 Mei 1991, merupakan anak kedua

dari empat bersaudara dari pasangan Bapak DRS. H. Abu Kori dan Ibu Hj.

Umyati. S.pd., terlahir sebagai anak ke dua pertama dari 4 bersaudara. Penulis

menyelesaikan pendidikan di SD Negeri 1 Ogan Lima dan lulus tahun 2003.

Selesai mengenyam pendidikan Sekolah Dasar, penulis melanjutkan ke Sekolah

Menengah Pertama Al-kautsar Bandar Lampung lulus tahun 2006, dan dilanjutkan

ke Sekolah Menengah Atas Al-kautsar Bandar Lampung lulus pada tahun 2009.

Tahun 2009 penulis terdaftar sebagai mahasiswa Program Studi Agribisnis

Universitas Lampung. Selama masa kuliah penulis mengikuti Praktik Umum (PU)

di Perusahaan Garuda Food Pura-putri Jaya pada tahun 2012. Penulis juga

melaksanakan Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Kecamatan Baradatu Kabupaten

(7)

SANWACANA

Alhamdulillahi Rabbil ‘Alamiin. Segala puji hanyalah milik Allah SWT yang

telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat

menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul “Efektivitas Program Pengembangan BP3K sebagai Model Center of Excelence (CoE) dalam Peningkatan Kinerja Penyuluh di Kecamatan Batanghari Kabupaten Lampung Timur” yang merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian di Universitas Lampung.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Dr. Ir. Sumaryo GS, M.Si, selaku pembimbing pertama atas kesediaannya

untuk memberikan bimbingan, motivasi, serta masukan berupa saran kepada

penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

2. Indah Listiana, S.P., M.Si., selaku pembimbing kedua atas kesediaannya

meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan dan masukan kepada

penulis dalam menyelesaikan skripsi.

3. Prof. Dr. Ir. Irwan Effendi, M.S., selaku pembahas atas kritik, saran, dan

bimbingannya dalam proses penyelesaian skripsi.

4. Prof. Dr. Ir. Wan Abbas Zakaria, M.S., selaku Dekan Fakultas Pertanian

(8)

6. Dosen Fakultas Pertanian Universitas Lampung yang telah memberikan ilmu

yang bermanfaat kepada penulis selama kuliah di kampus tercinta Universitas

Lampung.

7. Teristimewa keluargaku tersayang, Papa Drs. H. Abu Kori dan Mama Hj.

Umyati S.pd yang tidak pernah lupa menyisipkan do’a di setiap sujudnya

serta terima kasih yang tak terbatas atas segalanya karena telah mencintaiku

dengan kasih sayang yang tak pernah putus. Kakak dan Kedua adikku yang

selalu berpikir positif dan memberi semangat, Dr. Wiwin Malinda Ariestuti,

Mulia Tri wahyuli dan Dian Ayu Lestari.

8. Teman-teman Agribisnis 2009: Wirda Eka, Ully Kartika, Mutiara Putri,

Yesica Veronika, Novi Kurniawati, Citra Dara, Monica, Desty Rizana, Reni

Mardiana, Abdul Mutolib, Willi Akbar, Meyka, Queen, Edi Tsu, Adam,

Mamet, khairunnisa, Rendi, Rama, Wayan, Rinaldy, Saut, Inke, Adriez,

Ongki, Hilman, Dedeh, Atika, Feli, Melisa, Riska, Zia, Oni, Tasya, Rani,

Syani, Firjen, Vina, Anisa, Ari dan seluruh Agribisnis 2009 lainnya.

9. Para sahabat dan saudaraku yang tidak pernah lepas mendo’akan dan

memberi motivasi. Terimakasih untuk selalu mendo’akan dan memberi

motivasi yang tulus, dan seluruh keluarga yang telah mendo’akan kesuksesan

penulis.

10. Mbak Ayi, Mbak Iin, Mas Buchori, Mas Boim, Mas Kardi, serta rekan-rekan

(9)

terimakasih paling tulus dari dalam hati yang tak terhingga untuk kalian

semua.

Semoga Allah SWT memberikan balasan terbaik atas segala bantuan yang telah

diberikan, semoga karya kecil yang masih jauh dari kesempurnaan ini dapat

memberikan manfaat bagi kita semua.

Bandar Lampung, Maret 2015

(10)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... i

DAFTAR TABEL ... ii

DAFTAR LAMPIRAN ... iii

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah ... 1

B. Tujuan ... 7

C. Kegunaan Penelitian ... 8

II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS A. Tinjauan Pustaka ... 9

1. Penyuluhan ... 9

2. Penyuluh dan Kelembagaan Penyuluh ... 19

3. BP3K,BP3K Model dan Program CoE ... 22

4. Kinerja Penyuluh ... 23

5. Konsep Efektivitas ... 26

6. Tinjauan Penelitian TErdahulu ... 29

B. Kerangka Pemikiran ... 30

C. Hipotesis ... 34

III. METODE PENELITIAN A. Definisi Operasional, Klasifikasi dan Pengukuran ... 35

1. Faktor-faktor yang berhubungan dengan peningkatan kinerja penyuluh (Variabel X) ... 35

2. kinerja penyuluh (Variabel Y) ... 38

B. Penentuan Waktu, Lokasi, dan Responden Penelitian ... 40

C. Jenis dan Metode Pengumpulan Data ... 42

(11)

B. Topografi dan Iklim ... 45

C. Gambaran Umum BP3K Batanghari ... 47

1. Letak dan Luas Kantor BP3K Batanghari ... 47

2. Sarana dan Prasarana kantor BP3K Batanghari ... 47

D. Data usaha tani ... 48

E. Data Sosial Ekonomi ... 57

V. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Tingkat Kinerja Penyuluh di BP3K Batanghari ... 58

1. Tersusunnya Programa Penyuluhan Pertanian ... 58

2. Tersusunnya Rencana Kerja Tahunan (RKT) Penyuluh Pertanian 61

3. Tersusunnya Peta Wilayah Untuk Pengembangan Spesifikasi Teknologi Spesifikasi Lokasi ... 64

4. Tersebarnya informasi ternologi pertanian secara merata ... 66

5. Tumbuh kembangnya keberdayaan dan kemandirian petani ... 68

6. Terwujudnya kemitraan usaha pelaku utama dan pelaku usaha yang saling menguntungkan ... 71

7. Terwujudnya akses petani ke lembaga keuangan dan penyedia sarana produksi ... 73

8. Meningkatnya produktivitas agribisis komoditi unggulan di Masing-masing wilayah kerja ... 76

9. Meningkatnya pendapatan petani di masing-masing wilayah kerja 78 10. Meningkatnya penerapan Cyber Extension dalam kegiatan penyuluhan ... 80

B. Efektivitas program CoE terhadap peningkatan kinerja penyuluh Di BP3K Batanghari ... 89

C. Deskripsi Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kinerja Penyuluh di BP3K model CoE Kecamatan Batanghari ... 92

1. Hubungan antara jarak tempat tinggal dengan tempat bertugas Dengan kinerja penyuluh di BP3K model CoE Kecamatan Batang Hari ... 100

(12)

penyuluh di BP3K model CoE kecamatan Batang Hari ... 103 5. Hubungan antara peningkatan kapasitas SDM dengan kinerja

Penyuluh di BP3K model CoE kecamatan Batang Hari... 105 6. Hubungan antara insentif penyuluh dengan kinerja penyuluh

di BP3K model CoE kecamatan Batang Hari ... 106

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan ... 108 B. Saran ... 109

(13)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Data jumlah penyuluh per kecamatan di Kabupaten Lampung Timur Tahun 2011 ... 5

2. Pengukuran dan definisi operasional faktor-faktor yang berhubungan dengan kinerja penyuluh ... 37

3. Pengukuran dan Definisi Operasional Kinerja ... 39

4. Data sebaran jumlah petani responden setiap desa ... 42

5. Luas panen dan rata-rata produksi padi sawah di Kecamatan Batanghari Kabupaten Lampung Timur 2011 ... 49

6. Luas Tanaman, luas panen dan rata-rata serta jumlah produksi padi

gogo di Kecamatan Batanghari Kabupaten Lampung Timur 2011 ... 50

7. Luas Tanaman, luas panen, dan rata-rata serta jumlah produksi palawija di Kecamatan Batanghari Kabupaten Lampung Timur 2011 ... 51

8. Luas Tanaman, luas panen, dan rata-rata serta jumlah produksi komoditas sayuran di Kecamatan Batanghari Kabupaten Lampung Timur 2011 ... 52

9. Jumlah tanaman buah-buahan yang dapat dipanen dan rata-rata produksi di Kecamatan Batanghari Kabupaten Lampung

Timur 2011 ... .. 53

10. Pemanfaatan lahan budidaya dan produksi perikanan di Kecamatan

Batanghari Kabupaten Lampung Timur 2011 ... 54

11. Data Populasi Hewan di Kecamatan Batanghari Lampung Timur 2011 .. 56

(14)

14. Klasifikasi dan sebaran nilai rata-rata tingkat kinerja penyuluh dalam menyusun peta wilayah untuk pengembangan teknologi spesifik lokasi . 65

15. Klasifikasi dan sebaran nilai rata-rata tingkat kinerja penyuluh dalam menyebarkan informasi teknologi pertanian secara merata. ... .. 67

16. Klasifikasi dan sebaran nilai rata-rata tingkat kinerja penyuluh dalam menumbuh kembangkan keberdayaan dan kemandirian petani. ... 70

17. Klasifikasi dan sebaran nilai rata-rata tingkat kinerja penyuluh dalam mewujudkan terjalinnya kemitraan usaha antara pelaku utama atau

petani dengan pelaku usaha yang saling menguntungkan. ... 72

18. Klasifikasi dan sebaran nilai rata-rata tingkat kinerja penyuluh dalam mewujudkan akses petani dengan lembaga keuangan dan penyedia

sarana produksi ... 75

19. Klasifikasi dan sebaran nilai rata-rata tingkat kinerja penyuluh dalam meningkatkan produktivitas agribisnis komoditi unggulan di

masing-masing wilayah kerja ... 77

20. Klasifikasi dan sebaran nilai rata-rata tingkat kinerja penyuluh dalam meningkatkan pendapatan petani di masing-masing wilayah kerja. ... 79

21. Klasifikasi dan sebaran nilai rata-rata tingkat kinerja penyuluh dalam meningkatkan penerapan Cyber Extention dalam kegiatan penyuluhan menurut jawaban penyuluh ... 82

22. Rekapitulasi tingkat kinerja penyuluh di BP3K Batanghari menurut

penyuluh dan petani sebelum adanya program CoE ... 84 23. Rekapitulasi tingkat kinerja penyuluh di BP3K Batanghari menurut

penyuluh dan petani setelah adanya program CoE ... .. 86 24. Tingkat kinerja penyuluh BP3K Batanghari sebelum adanya program

CoE secara keseluruhan ... 87 25. Tingkat kinerja penyuluh BP3K Batanghari setelah adanya program

CoE secara keseluruhan ... 88 26. Tingkat efektivitas program CoE terhadap peningkatan kinerja

penyuluh di BP3K Batang Hari ... 90

(15)

30. Sebaran penyuluh berdasarkan pendidikan formal ... 95

31. Sebaran penyuluh berdasarkan peningkatan kapasitas SDM ... 96

32. Sebaran penyuluh berdasarkan insentif yang diterima ... 97

33. Hasil analisis korelasi Rank Spearman antara variabel X dan

variabel Y ... 97

34. Tabulasi silang antara jarak tempat tinggal dengan tempat bertugas dengan kinerja penyuluh di BP3K model CoE kecamatan

(16)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Kerangka pemikiran penelitian efektifitas program pengembangan BP3K sebagai model Center of Execellence (CoE) terhadap peningkatan kinerja penyuluh di Kecamatan Batanghari Kabupaten Lampung Timur. 33

(17)

I. PENDAHULUAN

A.Latar Belakang

Prioritas pembangunan di Indonesia terletak pada pembangunan bidang ekonomi

dengan lebih difokuskan di sektor pertanian, karena sektor pertanian yang berhasil

merupakan prasyarat bagi pembangunan sektor industri dan jasa. Pembangunan

pertanian diarahkan untuk meningkatkan produksi pertanian guna memenuhi

kebutuhan pangan dan kebutuhan industri dalam negeri, meningkatkan ekspor,

meningkatkan pendapatan petani, memperluas kesempatan kerja dan mendorong

pemerataan kesempatan berusaha (Soekartawi, 2003). Keberhasilan

pembangunan pertanian tidak semata-mata ditentukan oleh kondisi sumberdaya

pertanian, tetapi juga ditentukan oleh peran penyuluh pertanian yang sangat

strategis untuk meningkatkan kualitas sumberdaya manusia yang mendukungnya,

yaitu SDM yang dapat menguasai serta dapat memanfaatkan dan mengembangkan

ilmu pengetahuan dan teknologi dalam pengelolaan sumberdaya pertanian secara

berkelanjutan dan hal ini dapat diwujudkan dengan adanya penyuluhan pertanian

yang berkualitas.

Penyuluhan pertanian pada masa orde baru diartikan sebagai alat pemerintah

dalam menciptakan swasembada pangan dengan pendekatan peningkatan produksi

usahatani. Penyuluhan pertanian pada era orde baru sangat diperhatikan dan

(18)

pertanian pada masa orde reformasi mengalami masa yang suram terutama dengan

perubahan kelembagaan penyuluhan dengan keluarnya undang-undang otonomi

daerah yang secara langsung berdampak pada kinerja penyuluh pertanian.

Keadaan petani saat ini masih banyak yang terbelenggu oleh kemiskinan, hal ini

menunjukkan bahwa peran penyuluhan pertanian masih perlu untuk terus

ditingkatkan dalam rangka membantu petani dalam aspek usahatani secara

menyeluruh agar terjadi peningkatan kesejahteraan petani. Hal ini sesuai dengan

definisi penyuluhan pertanian itu sendiri sebagai suatu pendidikan nonformal bagi

petani dan keluarganya yang bertujuan meningkatkan kesejahteraan petani yaitu

dengan titik fokus pada perubahan pengetahuan, sikap, dan keterampilan.

Undang-Undang No. 16 tahun 2006 tentang Sistem Penyuluhan Pertanian,

Perikanan dan Kehutanan meneguhkan bahwa penyuluh pertanian mempunyai

peran strategis untuk memajukan pertanian di Indonesia. UU No. 16 tahun 2006

secara khusus mengamanatkan upaya-upaya untuk meningkatkan mutu dan

kinerja Penyuluh di Indonesia. Belum optimalnya peranan penyuluhan karena

sarana dan prasarana penyuluhan yang masih sangat terbatas, khususnya dalam

melaksanakan kegiatan penyuluhan sehingga mengakibatkan rendahnya mutu

pelayanan penyuluhan (Bakorluh provinsi lampung, 2012). Selain itu sistem

pendanaan yang lemah dan tidak sistematis menjadi salah satu penyebab

rendahnya kinerja penyuluh dalam menjalankan tugas dan fungsinya. Diharapkan

penyuluh ke depan adalah penyuluh yang mampu memposisikan dirinya sebagai

mitra dan fasilitator petani dengan melakukan peranan sebagai penyuluh yaitu

sebagai katalis, sebagai penemu solusi, sebagai pendamping, dan sebagai

(19)

Kelembagaan penyuluhan di bentuk secara bertingkat mulai dari tingkat pusat

sampai pada tingkat kecamatan. Kelembagan penyuluhan pertanian di pusat

adalah badan Pengembangan SDM pertanian, Depertemen Pertanian dalam

menjalankan tugas dan fungsinya di bidang penyuluhan pertanian dengan Komisi

Penyuluhan Pertanian Nasional yang berfungsi menyiapkan bahan untuk

merumuskan kebijaksanaan nasional penyuluh pertanian dan bahan untuk

memecahkan masalah dalam pelaksanaan penyuluhan pertanian. Kelembagaan

penyuluhan pertanian di tingkat provinsi yaitu Badan Kordinasi Penyuluh

(BAKORLUH) berfungsi menyiapkan bahan untuk perumusan kebijaksanaan dan

program penyuluhan pertanian propnsi serta yang menyangkut penyelenggaraan

pendidikan dan pelatihan SDM aparat pertania teknis fungsional, dan

keterampilan serta diklat kejuruan tingkat menengah.

Kelembagaan penyuluhan di tingkat kabupaten/kota yaitu Badan Pelaksana

Penyuluhan Pertanian, Perikanan Dan Kehutanan (BP4K) mempunyai fungsi

menyiapkan bahan untuk perumusan kebijakan penyuluh pertanian Kabupaten

kota dan bahan untuk memecahkan masalah dalam pelaksanaan penyuluhan

pertanian sesuai dengan kewenangan yang wajib dilaksanakan oleh pemerintah

kabupaten kota. Selanjutnya kelembagaan penyuluh di tingkat kecamatan berupa

balai penyuluhan pertanian, perikanan dan kehutanan (BP3K) merupakan tempat

pertemuan antara penyuluh, pelaku utama, dan pelaku usaha yang bertanggung

jawab kepada BP4K.

Hampir setiap kecamatan di Provinsi Lampung telah memiliki Balai Penyuluhan

Pertanian, Perikanan dan Kehutanan (BP3K), adapun yang belum memiliki BP3K

(20)

Provinsi Lampung sudah memiliki sumber daya yang memadai, termasuk gedung,

lahan percontohan, tenaga penyuluh, dan sebagian besar lainnya belum memiliki

fasilitas yang memadai. Berbeda dengan fasilitas, kinerja sebagian BP3K masih

sangat memprihatinkan. Lemahnya kinerja BP3K di Provinsi Lampung sebagian

besar disebabkan oleh rendahnya kapasitas SDM yang ada dan belum adanya

model pengembangan kelembagaan BP3K yang sesuai dengan permasalahan yang

dihadapi petani dilapangan.

Penyuluh khususnya yang bertugas di BP3K seharusnya menguasai bidang

keahlianya dan bersikap profesional dan bersinergi antara teori dengan kondisi di

lapangan sehingga dapat menghasilkan kinerja yang maksimal dan tepat guna.

Penyuluh dituntut untuk selalu meningkatkan kemampuan seiring dengan

perkembangan teknologi sehingga tidak ketinggalan informasi, dan juga harus

dapat mengkomunikasikan ilmu yang di dapat kepada masyarakat tani dan pelaku

usahatani. Sebaran penyuluh per kecamatan di Kabupaten Lampung Timur dapat

dilihat pada Tabel 1.

Berdasarkan data pada Tabel 1, terlihat bahwa di Kabupaten Lampung Timur

bahwa terdapat 6 BP3K model yang difasilitasi, yaitu BP3K Batanghari, BP3K

Raman Utara, BP3K Purbolinngo, BP3K Sekampung, BP3K Braja Selebah,

BP3K Way Jepara. BP3K Batanghari memiliki jumlah penyuluh terbanyak

dengan 11 orang penyuluh PNS dan 3 orang penyuluh THL, dengan Jumlah

penyuluh terbanyak diantara BP3K yang ada di Kabupaten Lampung Timur hal

(21)

Tabel 1. Data jumlah penyuluh per kecamatan di Kabupaten Lampung Timur

Sumber: Data Bakorluh Provinsi Lampung, 2012

Suatu BP3K dapat terpilih menjadi BP3K model CoE harus memiliki persyaratan sebagai berikut: (1) Kondisi kantor BPP/BP3K harus baik termasuk di dalamnya

fasilitas sarana dan prasarana harus menunjang; (2) Ketersediaan Jaringan internet

untuk pengembangan cyber extension; (3) Ketersediaan lahan demplot; (4) Aktivitas PPL; (5) Keaktifan petani berkunjung ke BPP/BP3K; dan (6) Luas

wilayah binaan.

(22)

dapat meningkatkan kinerja penyuluh di BP3K Batanghari dan pada akhirnya

dapat memberikan dampak yang baik terhadap pertanian di Kabupaten Lampung

Timur. Dengan program CoE ini diharapkan sektor pertanian ini dapat

meningkatkan peranannya sebagai motor penggerak perekonomian di provinsi

yang terkenal dengan sebutan “Bumi Agraris” ini, sehingga dapat mempercepat

program revitalisasi pertanian sekaligus melaksanakan pemberdayaan ekonomi

rakyat dan penaggulangan kemiskinanan yang optimal.

Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2006 menerapkan konsep efektivitas

sebagai ukuran yang menunjukkan seberapa jauh program atau kegiatan mencapai

suatu hasil dan manfaat yang diharapkan. Efektivitas pada umumnya digunakan

untuk mengukur tingkat keberhasilan dalam melakukan suatu aktivitas atau

kegiatan. Efektivitas merupakan suatu pendekatan yang digunakan untuk melihat

tercapainya tujuan atau program yang ditentukan (Wahab, 1997 dalam Pebrian,

2007). Tujuan utama dari Program CoE yaitumenjadikan BP3K menjadi entry point program/kegiatan percepatan inovasi teknologi sehingga dapat

meningkatkan kinerja penyuluh dalam pembangunan pertanian di Provinsi

Lampung.

Kinerja (prestasi kerja) adalah hasil kerja yang dicapai seseorang dalam

melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya yang didasarkan

kecakapan, pengalaman, dan kesungguhan serta waktu (Hasibuan, 2001).

Faktor-faktor yang dapat berhubungan dengan kinerja penyuluh yaitu jarak tempat

tinggal dengan tempat bertugas, pengalaman, pendapatan, fasilitas kerja, pelatihan

(23)

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat diidentifikasikan permasalahan, yaitu :

1. Bagaimana tingkat kinerja penyuluh di BP3K Batanghari Kabupaten Lampung

Timur sebelum dan setelah adanya program pengembangan BP3K sebagai

model CoE?

2. Bagaimana efektivitas program pengembangan BP3K sebagai model CoE

dalam peningkatan kinerja penyuluh di BP3K Batanghari Kabupaten Lampung

Timur?

3. Faktor-faktor apa saja yang berhubungan dengan dengan dengan peningkatan

kinerja penyuluh di BP3K model CoE kecamatan Batanghari?

B. Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan yang telah dikemukakan di atas, maka tujuan dari

penelitan ini adalah untuk mengetahui :

1. Tingkat kinerja penyuluh di BP3K Batanghari Kabupaten Lampung Timur

sebelum dan setelah adanya program pengembangan BP3K sebagai model

CoE?

2. Efektivitas program pengembangan BP3K sebagai model CoE dalam peningkatan kinerja penyuluh di BP3K Batanghari Kabupaten Lampung

Timur.

3. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan dengan peningkatan kinerja

(24)

C. Kegunaan Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan berguna sebagai :

1. Bahan informasi bagi Dinas Pertanian atau instansi yang terkait dalam

pengambilan keputusan atau kebijakan di masa yang akan datang.

2. Bahan informasi bagi lembaga penyuluhan lainnya dalam pengembangan

penyuluhan pada tingkat kecamatan.

(25)

II.TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS

A.Tinjauan Pustaka

1. Penyuluhan

Istilah penyuluhan telah dikenal secara luas dan diterima oleh mereka yang

bekerja di dalam organisasi pemberi jasa penyuluhan, tetapi tidak demikian

halnya bagi masyarakat luas. Kata penyuluhan terdapat didalam kamus besar

bahasa Indonesia berasal dari kata dasar “suluh” yang artinya seperti obor atau

alat yang dipakai untuk menerangi. Van Den Ban (1999) dalam perjalanannya

mencatat beberapa istilah penyuluhan seperti di belanda disebut voorlichting, di jerman dikenal sebagai advisory work (berating), vulgarization (Prancis), dan

capacitation (Spanyol). Rolling dalam Mardikanto (2009) mengemukakan bahwa Freire (1973) pernah melakukan protes terhadap kegiatan penyuluhan yang

bersifat top-down. Karena itu, dia kemudian menawarkan beragam istilah pengganti extension seperti: animation, mobilization, conscientisation. Istilah penyuluhan yang di Indonesia sebagai terjemahan dari voorlichting.

Van Den Ban (1999), penyuluhan merupakan keterlibatan seseorang untuk

melakukan komunikasi informasi secara sadar dengan tujuan membantu

sesamanya memberikan pendapat sehingga bisa membuat keputusan yang benar.

(26)

penyuluh membantu memberikan informasi yang jelas dan lengkap kepada para

petani tentang pentingnya menanam tanaman pangan untuk menjaga keamanan

pangan rumah tangga, daerah dan negara, sehingga para petani dapat

mempertimbangkan betapa pentingnya menanam tanaman pangan dan pada

akhirnya itu menjadi salah satu pertimbangan oleh petani dalam mengambil

keputusan komoditi apa yang akan ditanamnya di lahan pertaniannya.

Menurut Van den Ban dan Hawkins (1999) istilah penyuluhan dalam bahasa

Belanda digunakan kata voorlichting yang berarti memberi penerangan untuk menolong seseorang menemukan jalannya. Istilah ini digunakan pada masa

kolonial bagi negara-negara jajahan Belanda, walaupun sebenarnya penyuluhan

diperlukan oleh kedua belah pihak. Jahi dalam Mardikanto (1993) menyebutkan

istilah penyuluhan pada dasarnya diturunkan dari kata “Extension” yang dipakai

secara meluas di banyak kalangan. Extension itu sendiri, dalam bahasa aslinya dapat diartikan sebagai perluasan atau penyebarluasan. Proses penyebarluasan

yang dimaksud adalah proses peyebarluasan informasi yang berkaitan dengan

upaya perbaikan cara-cara bertani dan berusahatani demi tercapainya peningkatan

produktivitas, pendapatan petani, dan perbaikan kesejahteraan keluarga atau

masyarakat yang diupayakan melalui kegiatan pembangunan pertanian.

Tujuan yang utama dari penyuluhan pertanian adalah mempengaruhi sasaran agar

terjadi perubahan perilaku sasarannya. Sejalan dengan hal ini Syahyuti et al. (1999) menyebutkan tujuan yang ingin dicapai penyuluhan pertanian adalah untuk

mengembangkan kemampuan petani yang dilakukan secara bertahap agar

(27)

memberikan informasi yang memadai dan kemampuan mengaplikasikan

teknologi yang dibutuhkan sehingga akhirnya mampu memecahkan masalah serta

mengambil keputusan yang terbaik untuk usahataninya. Penyuluhan pertanian

bukanlah hanya sekedar menyampaikan informasi kepada petani lalu berhenti

sampai satu titik, tetapi berlanjut sampai pada dampaknya yang ada efek

perbaikan langsung yang menguntungkan terhadap usahatani dari petani yang di

suluh.

Hubeis (2007) Menyatakan bahwa penyuluhan adalah suatu proses pembelajaran

(pendidikan nonformal) yang ditujukan untuk petani dan keluarganya untuk

pencapaian tujuan pembangunan, jika dicontohkan yaitu seperti suatu kegiatan

penyuluhan Keluarga Berencana (KB) yang dahulu intensif dilakukan kepada

masyarakat, termasuk masyarakat petani yang pada umumnya golongan

menengah ke bawah. Hal ini dilakukan dahulu secara intensif sehingga bisa

menekan laju pertumbuhan penduduk dan bisa meningkatkan perekonomian

rakyat sedikit demi sedikit guna mencapai tujuan dari pembangunan.

Mardikanto (2009) mengemukakan bahwa kegiatan penyuluhan diartikan dengan

berbagai pemahaman seperti:

1. Penyebarluasan (informasi)

2. Penerangan/penjelasan

3. Pendidikan non-formal (luar-sekolah)

4. Perubahan perilaku

5. Rekayasa sosial

6. Pemasaran inovasi

7. Perubahan sosial (perilaku individu, niilai-nilai, hubungan antar

(28)

8. Pemberdayaan masyarakat (community empowerment) 9. Penguatan Komunitas (community strengthening).

Mardikanto (2003) menyatakan bahwa penyuluhan pertanian merupakan suatu

proses perubahan sosial, ekonomi dan politik untuk memberdayakan dan

memperkuat kemampuan masyarakat melalui proses belajar bersama yang

partisipatif, agar terjadi perubahan dalam prilaku pada diri semua stakeholders

(individu, kelompok, kelembagaan) yang terlibat dalam proses pembangunan,

demi terwujudnya kehidupan yang semakin berdaya, mandiri, dan partisipatif

yang semakin sejahtera secara berkelanjutan.

Penyuluhan merupakan keterlibatan seseorang untuk melakukan komunikasi

informasi secara sadar dengan tujuan membantu sasarannya memberikan pendapat

sehingga dapat membuat keputusan yang benar. Kegiatan tersebut dilakukan oleh

seseorang yang disebut penyuluh pertanian (Van Den Ban danHawkins, 1999).

Hal ini sesuai dengan pernyataan Kartasapoetra (1994) yang menyatakan

penyuluh pertanian merupakan agen bagi perubahan perilaku petani, yaitu

mendorong petani mengubah perilakunya menjadi petani dengan kemampuan

yang lebih baik dan mampu mengambil keputusan sendiri, yang selanjutnya akan

memperoleh kehidupan yang lebih baik. Melalui peran penyuluh, petani

diharapkan menyadari akan kebutuhannya, melakukan peningkatan kemampuan

diri, dan dapat berperan di masyarakat dengan lebih baik.

Van Den Ban danHawkins (1999) menyatakan bahwa konsep dasar penyuluhan

pertanian adalah suatu bentuk pengaruh sosial yang disadari. Komunikasi yang

(29)

yang sehat dan membuat keputusan yang benar serta mengubah perilaku petani

menjadi lebih baik.

Mosher (1997) menguraikan tentang peran penyuluh pertanian, yaitu: sebagai

guru, penganalisa, penasehat, sebagai organisator, sebagai pengembang kebutuhan

perubahan, penggerak perubahan, dan pemantap hubungan masyarakat petani.

Kartasapoetra (1994) juga menjelaskan tentang peran penyuluh yang sangat

penting bagi terwujudnya pembangunan pertanian moderen yaitu pembangunan

pertanian berbasis rakyat. Peran penyuluh tersebut adalah:

1. Sebagai peneliti yaitu mencari masukan terkait dengan ilmu dan teknologi,

penyuluh menyampaikan, mendorong, mengarahkan dan membimbing petani

mengubah kegiatan usahataninya dengan memanfaatkan ilmu dan teknologi.

2. Sebagai pendidik yaitu meningkatkan pengetahuan untuk memberikan

informasi kepada petani, penyuluh harus menimbulkan semangat dan

kegairahan kerja para petani agar dapat mengelola usahataninya secara lebih

efektif, efisien, dan ekonomis.

3. Sebagai penyuluh yaitu menimbulkan sikap keterbukaan bukan paksaan,

penyuluh berperan serta dalam meningkatkan tingkat kesejahteraan hidup

para petani beserta keluarganya.

Dapat dilihat bahwa peran penyuluh sangat berat, mengharuskannya memiliki

kemampuan tinggi, oleh karena itu, kualitas dari penyuluh harus terus

ditingkatkan sehingga mampu berperan dalam memberikan penyuluhan dan

(30)

Peranan merupakan aspek yang dinamis dari kedudukan (status) seseorang yang

melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai dengan kedudukan menunjukkan dia

menjalankan perannya. Hak dan kewajiban harus saling berkaitan yang

dijalankan seseorang sesuai dengan ketentuan peranan yang seharusnya dilakukan

dan sesuai dengan harapan peranan yang dilakukan (Departemen Pertanian, 2009).

Secara rinci, Samsudin (1994) membagi peranan penyuluhan pertanian menjadi:

(1) menyebarkan ilmu dan teknologi pertanian, (2) membantu petani dalam

berbagai kegiatan usahatani, (3) membantu dalam rangka usaha meningkatkan

pendapatan petani, (4) membantu petani untuk menambah kesejahteraan

keluarganya, (5) mengusahakan suatu perangsang agar petani lebih aktif, (6)

menjaga dan mengusahakan iklim sosial yang harmonis, agar petani dapat dengan

aman menjalankan kegiatan usahataninya, (7) mengumpulkan masalah-masalah

dalam masyarakat tani untuk bahan penyusunan program penyuluhan pertanian.

Keberhasilan penyebaran suatu teknologi sebaiknya tidak terlepas dari peran

penyuluh yang menjalankan fungsinya sebagai agen pembaharuan. Rogers dan

Schoemaker (1986) peranan yang dijalankan oleh agen pembaharu dalam

menyebarkan inovasi antara lain: membangkitkan kebutuhan untuk berubah,

mengadakan hubungan untuk perubahan, mengidentifikasi masalah sasaran,

memotivasi dan merencanakan tindakan perubahan.

Mathews dalam Mardikanto (2009) menyatakan bahwa: prinsip adalah suatu

pernyataan tentang kebijaksanaan yang dijadikan pedoman dalam pengambilan

keputusan dan melaksanakan kegiatan secara konsisten, karena itu, prinsip akan

(31)

berbagai pengamatan dalam kondisi yang beragam. Dengan demikian “prinsip”

dapat dijadikan sebagai landasan pokok yang benar, bagi pelaksanaan kegiatan

yang akan dilaksanakan.

Prinsip penyuluhan pertanian adalah pedoman atau pegangan dalam

menyelenggarakan kegiatan penyuluhan yang dapat diterima kebenarannya dalam

bertingkah laku. penyelenggaraan penyuluhan harus: menurut keadaan yang

nyata, ditujukan kepada kepentingan dan kebutuhan sasaran, merupakan

pendidikan yang demokrasi, perencanaanya disusun bersama, bersifat fleksibel

dan penilaian hasil didasarkan atas perubahan-perubahan yang terjadi pada

sasaran (Kartono, 2008)

Meskipun “prinsip” biasanya diterapkan dalam dunia akademis, Leagans dalam

Mardikanto (2009) menilai bahwa setiap penyuluh dalam melaksanakan

kegiatannya harus berpegang teguh pada prinsip-prinsip penyuluhan. Tanpa

berpegang pada prinsip-prinsip yang sudah disepakati, seorang penyuluh (apalagi

administrator penyuluhan) tidak mungkin dapat melaksanakan pekerjaannya

dengan baik. Bertolak dari pemahaman penyuluhan sebagai salah satu sistem

pendidikan, maka penyuluhan memiliki prinsip-prinsip:

1. Mengerjakan, artinya kegiatan penyuluhan harus sebanyak mungkin

melibatkan masyarakat untuk mengerjakan/menerapkan sesuatu. Melalui

“mengerjakan” mereka akan mengalami proses belajar (baik dengan

menggunakan pikiran, perasaan, dan keterampilannya) yang akan terus

(32)

2. Akibat, artinya kegiatan penyuluhan harus memberikan akibat atau pengaruh

yang baik atau bermanfaat. Perasaan senang/puas atau tidak-senang/kecewa

akan mempengaruhi semangatnya untuk mengikuti kegiatan belajar/

penyuluhan dimasa-masa mendatang.

3. Asosiasi, artinya setiap kegiatan penyuluhan harus dikaitkan dengan kegiatan

lainnya. Setiap orang cenderung untuk mengaitkan/menghubungkan

kegiatannya dengan kegiatan/peristiwa yang lainnya.

Misalnya, dengan melihat cangkul orang diingatkan kepada penyuluhan

tentang persiapan lahan yang baik melihat tanaman yang kerdil/subur, akan

mengingatkannya kepada usahaa-usaha pemupukan, dll.

Lebih lanjut, Dahama dan Bhatnagar dalam Mardikanto (2009) mengungkapkan

prinsip-prinsip penyuluhan yang lain yang mencakup:

1. Minat dan Kebutuhan, artinya penyuluhan akan efektif jika selalu mengacu

kepada minat dan kebutuhan masyarakat. Mengenai hal ini, harus dikaji

secara mendalam apa yang benar-benar menjadi minat dan kebutuhan yang

dapat menyenangkan setiap individu maupun segenap warga masyarakatnya,

kebutuhan apa saja yang dapat dipenyui sesuai dengan tersedianya

sumberdaya, serta minat dan kebutuhan mana yang perlu mendapat prioritas

untuk dipenuhi terlebih dahulu.

2. Organisasi masyarakat bawah, artinya penyuluhan akan efektif jika mampu

melibatkan/menyentuk organisasi masyarakat bawah sejak dari setiap

keluarga/kekerabatan.

3. Keragaman budaya, artinya penyuluhan harus memperhatikan adanya

(33)

budaya lokal yang beragam. Di lain pihak, perencanaan penyuluhan yang

seragam untuk setiap wilayah seringkali akan menemui hambatan yang

bersumber pada keragaman budayanya.

4. Perubahan budaya, artinya setiap kegiatan penyuluhan akan mengakibatkan

perubahan budaya. Kegiatan penyuluhan harus dilaksanakan dengan bijak dan

hati-hati agar perubahan yang terjadi tidak menimbulkan kejutan-kejutan

budaya. Karena itu, setiap penyuluh perlu untuk terlebih dahulu

memperhatikan nilai-nilai budaya lokal seperti tabu, kebiasaan-kebiasaan, dll.

5. Kerjasama dan partisipasi, artinya penyuluhan hanya akan efektif jika mampu

menggerakkan partisipasi masyarakat untuk selalu bekerjasama dalam

melaksanakan program-program penyuluhan yang telah dirancang.

6. Demokrasi dalam penerapan ilmu, artinya dalam penyuluhan harus selalu

memberikan kesempatan kepada masyarakatnya untuk menawar setiap ilmu

alternatif yang ingin diterapkan. Yang dimaksud demokrasi di sini, bukan

terbatas pada tawar-menawar tentang ilmu alternatif saja, tetapi juga dalam

penggunaan metoda penyuluhan, serta proses pengambilan keputusan yang

akan dilakukan oleh masyarakat sasarannya.

7. Belajar sambil bekerja, artinya dalam kegiatan penyuluhan harus diupayakan

agar masyarakat dapat “belajar sambil bekerja” atau belajar dari pengalaman

tentang segala sesuatu yang ia kerjakan, dengan kata lain, penyuluhan tidak

hanya sekadar menyampaikan informasi atau konsep-konsep teoritis, tetapi

harus memberikan kesempatan kepada masyarakat sasaran untuk mencoba

(34)

8. Penggunaan metode yang sesuai, artinya penyuluhan harus dilakukan dengan

penerapan metode yang selalu disesuaikan dengan kondisi (lingkungan fisik,

kemampuan ekonomi, dan nilai social budaya) sasarannya, dengan kata lain,

tidak satupun metode yang dapat diterapkan di semua kondisi sasaran dengan

efektif dan efisien.

9. Kepemimpinan, artinya, penyuluh tidak melakukan kegiatan-kegiatan yang

hanya bertujuan untuk kepentingan/kepuasannya sendiri, dan harus mampu

mengembangkan kepemimpinan. Hubungan ini, penyuluh sebaiknya mampu

menumbuhkan pemimpin-pemimpin lokal atau memanfaatkan pemimpin

lokal yang telah ada untuk membantu kegiatan penyuluhannya.

10. Spesialis yang terlatih, artinya, penyuluh harus benar-benar pribadi yang telah

memperoleh latihan khusus tentang segala sesuatu yang sesuai dengan

fungsinya sebagai penyuluh. Penyuluh-penyuluh yang disiapkan untuk

menangani kegiatan-kegiatan khusus akan lebih efektif dibanding yang

disiapkan untuk melakukan beragam kegiatan (meskipun masih berkaitan

dengan kegiatan pertanian).

11. Segenap keluarga, artinya, penyuluh harus memperhatikan keluarga sebagai

satu kesatuan dari unit sosial. Dalam hal ini, terkandung

pengertian-pengertian:

a. Penyuluhan harus dapat mempengaruhi segenap anggota keluarga

b. Setiap anggota keluarga memiliki peran/pengaruh dalam setiap

pengambilan keputusan

c. Penyuluhan harus mampu mengembangkan pemahaman bersama

(35)

e. Penyuluhan mendorong keseimbangan antara kebutuhan keluarga dan

kebutuhan usahatani

f. Penyuluhan harus mampu mendidik anggota keluarga yang masih muda

g. Penyuluhan harus mengembangkan kegiatan-kegiatan keluar-ga,

memperkokoh kesatuan keluarga, baik yang menyangkut masalah sosial,

ekonomi, maupun budaya

h. Mengembangkan pelayanan keluarga terhadap masyarakat-nya.

12. Kepuasan, artinya, penyuluhan harus mampu mewujudkan tercapainya

kepuasan. Kepuasan, akan sangat menentukan keikutsertaan sasaran pada

program-program penyuluhan selanjutnya.

2. Penyuluh dan Kelembagaan Penyuluh

Penyuluh yaitu seorang pendidik dan pembimbing masyarakat tani. Sebagai

seorang missionair, seorang penyuluh harus mempunyai panggilan terhadap

pekerjaannya, harus mempunyai cita-cita atau ideologi (Hasmosoewwignjo dan

gunardi, 1962). Menurut Undang-Undang No 16 Tahun 2006, tentang Sistem

Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan. Penyuluhan dilakukan oleh:

(1) Penyuluh Pegawai Negri Sipil, (2) Penyuluh Swasta dan (3) Penyuluh

Swadaya. Kegiatan yang dilakukan oleh penyuluh bertujuan untuk mengubah

cara berfikir petani, cara bekerja, dan cara hidupnya yang lama dengan cara-cara

baru yang lebih sesuai dengan perkembangan zaman, perkembangan teknologi

pertanian yang lebih maju.

Abbas (1995) dalam jafar (2009) menyatakan bahwa sebagai pendidik non formal

(36)

dan motivator dalam rangka proses alih ilmu dan teknologi, pembinaan

keterampilan sertapembentukan sikap yang sesuai dengan nilai-nilai dasar dan

kebutuhan masyarakat dinamis yang membangun. Hubies (1992), menyatakan

peran penyuluh sebagai: (1) sumber informasi bagi petani, (2) penghubung petani

kepada sumber-sumber informasi, (3) katalisator dan dinamisator dalam dinamika

petani atau kelompok tani untuk menciptakan suasana belajar yang diinginkan,

dan (4) pendidik yang menyampaikan ilmu pengetahuan dan keterampilan di

bidang pertanian kepada petani. Kemudian Suhardiono (1990), menyatakan

bahwa penyuluh berperan sebagai: (1) pembimbing petani, (2) organisator dan

dinamisator petani, (3) teknisi, dan (4) penghubung antara lembaga penelitian

dengan petani

Berdasarkan Undang-Undang No.16 Tahun 2006, Kelembagaan penyuluhan

adalah lembaga pemerintah dan/atau masyarakat yang mempunyai tugas dan

fungsi menyelenggarakan penyuluhan. Kelembagaan penyuluhan terdiri atas: a)

kelembagaan penyuluhan pemerintah, b) kelembagaan penyuluhan swasta, c)

kelembagaan penyuluhan swadaya. Kelembagaan penyuluhan pemerintah terdiri

atas: a) pada tingkat pusat berbentuk badan yang menagani penyuluhan, b) pada

tingkat provinsi berbentuk Badan Koordinasi Penyuluhan, c) pada tingkat

kabupaten/kota berbentuk Badan Pelaksana Penyuluhan, d) pada tingkat

kecamatan berbentuk Balai Penyuluhan (UU No.16 tahun 2006).

Kelembagaan Penyuluhan Pusat. Kelembagaan Penyuluhan di tingkat pusat

bertanggung jawab kepada menteri, untuk melaksanakan koordinasi, integrasi,

(37)

wadah koordinasi penyuluhan nasional nonstruktural yang pembentukannya

diatur lebih lanjut dengan peraturan presiden.

Kelembagaan Penyuluhan Provinsi. Kelembagaan penyuluhan di tingkat provinsi

disebut dengan Badan Koordinasi Penyuluhan, yang berkedudukan di provinsi.

Memili tugas untuk menetapkan kebijakan dan strategi penyuluhan provinsi,

gubernur dibantu oleh Komisi Penyuluhan Provinsi. Komisi Penyuluhan Provinsi

bertugas memberikan masukan kepada gubernur sebagai bahan penyusunan

kebijakan dan strategi penyuluhan provinsi.

Kelembagaan Penyuluhan Kabupaten/Kota. Kelembagaan penyuluhan di tingkat

kabupaten/kota disebut Badan Pelaksana Penyuluhan. Badan Pelaksana

Penyuluhan di tingkat kabupaten/kota dipimpin oleh pejabat setingkat eselon II

dan bertanggung jawab kepada bupati/walikota, yang pembentukannya diatur

lebih lanjut dengan peraturan bupati/walikota, dalam menetapkan kebijakan dan

strategi penyuluhan kabupaten/kota, bupati dibantu oleh Komisi Penyuluhan

Kabupaten/Kota. Komisi Penyuluhan Kabupaten/Kota mempunyai tugas

memberikan masukan kepada bupati/ walikota sebagai bahan penyusunan

kebijakan dan strategi penyuluhan kabupaten/kota.

Kelembagaan Penyuluhan Kecamatan. Kelembagaan penyuluhan di tingkat

kecamatan disebut Balai Penyuluhan. Balai Penyuluhan berfungsi sebagai tempat

pertemuan para penyuluh, pelaku utama dan pelaku usaha. Balai Penyuluhan

bertanggung jawab kepada Badan Pelaksana Penyuluhan kabupaten/kota yang

(38)

3. BP3K, BP3K Model dan Program CoE

Balai Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan merupakan (BP3K)

kelembagaan penyuluhan di tingkat kecamatan. Balai Penyuluhan berfungsi

sebagai tempat pertemuan para penyuluh, pelaku utama dan pelaku usaha. Balai

Penyuluhan bertanggung jawab kepada Badan Pelaksana Penyuluhan

kabupaten/kota yang pembentukannya diatur lebih lanjut dengan peraturan

bupati/walikota. (Bakorluh Provinsi Lampung, 2012).

BP3K model yaitu Balai Penyuluhan Pertanian, perikanan dan Kehutanan yang

ada di wilayah kecamatan, yang mana kegiatannya difasilitasi oleh kementrian

pertanian berupa dana dekonsentrasi, yang kegiatannya antara lain: 1) pelaksanaan

PRA, 2) penyusunan RDK/RDKK oleh kelompok tani/Gapoktan, 3)

penyelenggaraan kursus tani, 4) perbanyakan media indformasi, 5) melengkapi

data base di BP3K, 6) penyelenggaraan demplot, 7) pelaksanaan kaji terap dan

mengaktifkan sistem LAKU di wilayah kerja BP3K. (BAKORLUH Provinsi

Lampung, 2012)

Fakultas Pertanian Universitas Lampung bekerjasama dengan Pemerintah

Provinsi Lampung dalam program "Revitalisasi Pertanian, Perikanan dan

Kehutanan (RPPK) dalam Mengentaskan Kemiskinan di Provinsi Lampung

melalui Pilot Project Pengembangan BPP/BP3K sebagai Center of Execellence

(CoE)". Program BP3K model CoE merupakan rangkaian dari kegiatan

“Program Revitalisasi Pertanian menuju Pemberdayaan Ekonomi Rakyat dan

Penanggulangan kemiskinan di Provinsi Lampung”, yang merupakan hasil

(39)

Universitas Lampung. Penguatan peran BPP/ BP3K melaui CoE diharapkan mampu mewujudkan pendekatan pembangunan pertanian yang lebih terintegrasi

dari sisi perencanaan, pelaksanaan, pengendalian, pendampingan, serta

pemantauan dan evaluasi program. Disamping itu juga diharapkan mampu

menjadikan BPP/ BP3K menjadi entry point program/kegiatan percepatan inovasi

teknologi dalam pembangunan pertanian di Provinsi Lampung. Sehingga cita-cita

menjadikan Provinsi Lampung sebagai Lumbung Pangan dan Lumbung Energi

nasional dapat terpenuhi sesuai dengan potensi yang dimiliki daerah Lampung.

(Sumaryo, 2012)

Untuk menjadi BPP/BP3K sebagai CoE harus memenuhi beberapa persyaratan, yaitu:

1. Kondisi kantor BPP/BP3K harus baik termasuk didalamnya fasilitas sarana

dan prasarana harus menunjang.

2. Ketersediaan Jaringan internet untuk pengembangan cyber extension. 3. Ketersediaan lahan demplot.

4. Aktivitas PPL.

5. Keaktifan petani berkunjung ke BPP/BP3K.

6. Luas wilayah binaan.

4. Kinerja Penyuluh Pertanian

Kinerja berasal dari pengertian performance. Performance ialah hasil kerja atau prestasi kerja. Namun, sebenarnya kinerja mempunyai makna yang lebih luas,

(40)

Menurut Mangkunegara dan Prabu, (2000), “kinerja (prestasi kerja) ialah hasil

kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam

melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan

kepadanya.” Menurut Sulistiyani (2003), “kinerja seseorang merupakan

kombinasi dari kemampuan, usaha dan kesempatan yang dinilai dari hasil

kerjanya.”.

Murdijanto dan Sularso (2004) menyatakan kinerja adalah hasil kerja yang

dapat dicapai oleh seseorang atau kelompok orang dalam suatu organisasi sesuai

dengan wewenang dan tanggungjawab masing-masing dalam rangka upaya

mencapai tujuan organisasi secara legal, tidak melanggar hukum dan sesuai

dengan moral maupun etika. Hasibuan (2001) menyatakan bahwa kinerja (prestasi

kerja) adalah hasil kerja yang dicapai seseorang dalam melaksanakan tugas-tugas

yang dibebankan kepadanya yang didasarkan kecakapan, pengalaman, dan

kesungguhan serta waktu.

Penyuluhan merupakan keterlibatan seseorang untuk melakukan komunikasi

informasi secara sadar dengan tujuan membantu sasarannya memberikan pendapat

sehingga dapat membuat keputusan yang benar. Kegiatan tersebut dilakukan oleh

seseorang yang disebut penyuluh pertanian (Van Den Ban dan Hawkins, 1999). Hal ini sesuai dengan pernyataan Kartasapoetra (1994) yang menyatakan

penyuluh pertanian merupakan agen bagi perubahan perilaku petani, yaitu

mendorong petani mengubah perilakunya menjadi petani dengan kemampuan

yang lebih baik dan mampu mengambil keputusan sendiri, yang selanjutnya akan

(41)

diharapkan menyadari akan kebutuhannya, melakukan peningkatan kemampuan

diri, dan dapat berperan di masyarakat dengan lebih baik.

Kualitas sumber daya manusia menuntut adanya 3 faktor yang saling terkait, yaitu

baku kinerja penyuluh “standar of performence”, tingkat pemenuhan kebutuhan

dasar manusia “butsasrman” dan penghargaan “reward”. Baku kinerja penyuluh

sangan ditentukan oleh berbagai peraturan perudang-undangan yang mampu

membatasi ruang lingkup kerja dari seorang penyuluh selaku pegawai negeri sipil

dengan jabatan fungsional agar dapat bekerja dengan sebaik-baiknya. Untuk

mencapai kinerja yang tinggi seharusnya pelaksanaan tugas pokok tersebut akan

dapat berjalan dengan baik (Effendi dan Sumaryo, 2000).

Departemen Pertanian (2006) menyatakan ada sembilan indikator kinerja (patokan

kerja) penyuluhan pertanian dalam memotivasi dan membangun profesionalisme

penyuluh pertanian. Kesembilan indikator kinerja (patokan kerja) penyuluhan

pertanian tersebut, yaitu: (1) tersusunnya programa penyuluhan pertanian di

tingkat BPP/Kecamatan sesuai dengan kebutuhan petani, (2) tersusunnya kinerja

penyuluh pertanian di wilayah kerja masing-masing, (3) tersusunnya peta wilayah

komoditas unggulan spesifik lokasi, (4) terdiseminasinya informasi dan teknologi

pertanian secara merata dan sesuai dengan kebutuhan petani, (5) tumbuh

kembangnya keberdayaan dan kemandirian petani, kelompok tani, usaha/asosiasi

petani dan usaha formal (koperasi dan kelembagaan lainnya), (6) terwujudnya

kemitraan usaha antara petani dengan pengusaha yang saling menguntungkan, (7)

terwujudnya akses petani ke lembaga keuangan, informasi, sarana produksi

(42)

unggulan di masing-masing wilayah kerja dan (9) meningkatnya pendapatan dan

kesejah teraan petani di masing-masing wilayah kerja.

Kesembilan indikator kinerja penyuluhan pertanian tersebut, dilengkapi dengan

sembilan alat verifikasi, yaitu: (1) naskah programa penyuluhan pertanian di BPP

kabupaten/kota, provinsi dan nasional, (2) naskah rencana kerja penyuluhan

pertanian di BPP kabupaten/kota, provinsi dan nasional, (3) peta wilayah

perkembangan komoditas unggulan spesifik lokasi, (4) materi informasi teknologi

pertanian sesuai dengan kebutuhan petani, (5) jumlah kelompok tani,

usaha/asosiasi petani yang berkembang menjadi koperasi dan lembaga formal

lainnya, (6) jumlah petani/kelompok tani yang sudah menjalin kemitraan yang

saling menguntungkan dengan pengusaha, (7) jumlah petani yang sudah

mengakses lembaga keuangan, informasi, sarana produksi pertanian dan

pemasaran, (8) produksi persatuan skala usaha untuk komoditas unggulan di

masing-masing wilayah kerja dan (9) pendapatan dan kesejahteraan petani

dimasing-masing wilayah kerja.

5. Konsep Efektivitas

Kata efektif berasal dari bahasa Inggris yaitu effective yang berarti berhasil atau sesuatu yang dilakukan berhasil dengan baik. Kamus ilmiah populer

mendefinisikan efetivitas sebagai ketepatan penggunaan, hasil guna atau

menunjang tujuan. Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2006 menerapkan

konsep efektivitas sebagai ukuran yang menunjukkan seberapa jauh program atau

kegiatan mencapai suatu hasil dan manfaat yang diharapkan. Efektivitas pada

(43)

suatu aktivitas atau kegiatan. Efektivitas merupakan suatu pendekatan yang

digunakan untuk melihat tercapainya tujuan atau program yang ditentukan

(Wahab, 1997 dalam Pebrian, 2007).

Efektivitas (effectiveness) merupakan kemampuan untuk menentukan tujuan yang sesuai atau melakukan hal yang benar (Tunggal, 1993). Menurut Hadari (1993

dalam Atriyani, 2006), efektivitas merupakan hasil membuat keputusan yang

mengarah untuk melakukan sesuatu yang benar yang membantu memenuhi visi

perusahaan atau kelompok dan dapat juga diartikan sebagai pencapaian tujuan

atau sasaran yang telah ditetapkan sebelumnya. Keberhasilan harus dapat diukur

berdasarkan indikator pencapaian tujuan atau keberhasilan. Winarso (1982) dalam

Pebrian ( 2007) menerapkan konsep efektivitas sebagai keadaan yang

menunjukkan sejauhmana rencana dapat terlaksana atau tercapai. Menurut

Soekanto (1985 dalam Atriani, 2006) efektivitas berasal dari kata “effectiveness

yang artinya taraf sampai, atau sejauhmana suatu kelompok mencapai tujuan.

Dari beberapa pendapat di atas mengenai efektivitas, dapat disimpulkan bahwa

efektivitas adalah suatu ukuran yang menyatakan seberapa jauh target

(kuantitas,kualitas dan waktu) yang telah dicapai oleh manajemen, yang mana

target tersebut sudah ditentukan terlebih dahulu. Hal ini sesuai dengan pendapat

yang dikemukakan oleh Hidayat (1986) yang menjelaskan bahwa :“Efektivitas

adalah suatu ukuran yang menyatakan seberapa jauh target (kuantitas,kualitas dan

waktu) telah tercapai. Semakin makin besar persentase target yang dicapai, makin

(44)

Adapun kriteria atau ukuran mengenai pencapaian tujuan efektif atau tidak,

sebagaimana dikemukakan oleh Siagian (1978), yaitu:

a) Kejelasan tujuan yang hendak dicapai, hal ini dimaksdukan supaya

karyawan dalam pelaksanaan tugas mencapai sasaran yang terarah dan

tujuan organisasi dapat tercapai.

b) Kejelasan strategi pencapaian tujuan, telah diketahui bahwa strategi adalah

“pada jalan” yang diikuti dalam melakukan berbagai upaya dalam mencapai

sasaran-sasaran yang ditentukan agar para implementer tidak tersesat dalam

pencapaian tujuan organisasi.

c) Proses analisis dan perumusan kebijakan yang mantap, berkaitan dengan

tujuan yang hendak dicapai dan strategi yang telah ditetapkan artinya

kebijakan harus mampu menjembatani tujuan-tujuan dengan usaha-usaha

pelaksanaan kegiatan operasional.

d) Perencanaan yang matang, pada hakekatnya berarti memutuskan sekarang

apa yang dikerjakan oleh organisasi dimasa depan.

e) Penyusunan program yang tepat suatu rencana yang baik masih perlu

dijabarkan dalam program-program pelaksanaan yang tepat sebab apabila

tidak, para pelaksana akan kurang memiliki pedoman bertindak dan bekerja.

f) Tersedianya sarana dan prasarana kerja, salah satu indikator efektivitas

organisasi adalah kemamapuan bekerja secara produktif. Dengan sarana dan

prasarana yang tersedia dan mungkin disediakan oleh organisasi.

g) Pelaksanaan yang efektif dan efisien, bagaimanapun baiknya suatu program

(45)

tersebut tidak akan mencapai sasarannya, karena dengan pelaksanaan

organisasi semakin didekatkan pada tujuannya.

h) Sistem pengawasan dan pengendalian yang bersifat mendidik mengingat

sifat manusia yang tidak sempurna maka efektivitas organisasi menuntut

terdapatnya sistem pengawasan dan pengendalian.

6. Tinjauan Penelitian Terdahulu

Menurut penelitaian Marliati,dkk (2008) dalam jurnal yang berjudul

Faktor-Faktor Penentu Peningkatan Kinerja Penyuluh Pertanian Dalam Memberdayakan

Petani menyimpulkan bahwa tingkat kinerja penyuluh pertanian dalam

memberdayakan petani relatif belum baik (kategori “cukup”), hal ini disebabkan

oleh faktor-faktor yang berpengaruh nyata terhadap kinerja penyuluh pertanian

yaitu: karakteristik sistem sosial (nilai-nilai sosial budaya; fasilitasi agribisnis oleh

lembaga pemerintah dan akses petani terhadap kelembagaan agribisnis) dan

kompetensi penyuluh (kompetensi komunikasi; kompetensi penyuluh

membelajarkan petani dan kompetensi penyuluh berinteraksi sosial), termasuk

kategori “cukup” dan kompetensi wirausaha penyuluh tidak berpengaruh nyata

terhadap kinerja penyuluh dalam memberdayakan petani.

Sari (2011) meneliti tentang Efektivitas Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat

Pembudidaya Ikan Air Tawar di Kawasan Pesisir Desa Marga Sari Kecamatan

Labuhan Meringgai Kabupaten Lampung Timur. Hasil penelitiannya

menunjukkan bahwa efektivitas pemberdayaan ekonomi termasuk dalam kategori

sedang. Faktor-faktor yang berhubungan nyata dengan efektivitas pemberdayaan

(46)

formal, tingkat keterampilan, minat, modal, dan tingkat penerapan teknologi,

sedangkan luas lahan kolam tidak berhubungan nyata dengan efektivitas

pemberdayaan ekonomi masyarakat pembudidaya ikan air tawar di kawasan

pesisir Desa Marga Sari Kecamatan Labuhan Meringgai Kabupaten Lampung

Timur.

Silalahi (2005) meneliti tentang Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan

Kinerja Penyuluh Pertanian Lapang (PPL) Dalam Melaksanakan Tugas-Tugas

Pokok Penyuluhan Pertanian Di Kota Bandar Lampung. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa kinerja PPL dalam melaksanakan tugas-tugas pokok

penyuluhan pertanian di Kota Bandar lampung termasuk dalam klasifikasi sedang

dengan skor 99,48. Hasil kolerasi rank Spearman menunjukkan bahwa ada hubungan nyata antara pendidikan formal dengan kinerja PPL. Variabel lainnya

tidak mempunyai hubungan nyata antara umur, endapatan PPL, lama bertugas,

jarak tempat tinggal dengan tempat bertugas, fasilitas kerja dan sikap kebijakan

pemerintah dengan kinerja PPL.

B. Kerangka pemikiran

Pembanguan pertanian di Indonesia terletak pada pembangunan bidang ekonomi

dengan lebih difokuskan di sektor pertanian. Keberhasilan pembangunan

pertanian tidak semata-mata ditentukan oleh kondisi sumberdaya pertanian, tetapi

juga ditentukan oleh peran penyuluh pertanian yang sangat strategis dan kualitas

sumberdaya manusia yang mendukungnya, yaitu SDM yang dapat menguasai

(47)

dalam pengelolaan sumberdaya pertanian secara berkelanjutan yang mana hal ini

dapat diwujudkan dengan adanya penyuluhan pertanian.

Undang-Undang No. 16 tahun 2006 tentang Sistem Penyuluhan Pertanian,

Perikanan dan Kehutanan meneguhkan bahwa penyuluh pertanian mempunyai

peran strategis untuk memajukan pertanian di Indonesia. UU No. 16 tahun 2006

secara khusus mengamanatkan upaya-upaya untuk meningkatkan mutu dan

kinerja penyuluh di Indonesia.

Menyikapi Undang-Undang tersebut Pemerintah Provinsi Lampung bekerjasama

dengan Fakultas Pertanian Universitas Lampung dalam program "Revitalisasi

Pertanian, Perikanan dan Kehutanan (RPPK) dalam Mengentaskan Kemiskinan di

Provinsi Lampung melalui Pilot Project Pengembangan BPP/BP3K sebagai

Center of Execellence (CoE)". Kerjasama ini bertujuan untuk menjadikan

beberapa balai penyuluhn pertanian, perikanan dan kehutanan sebagai model CoE. Tujuan utama dari prgram CoE ini yaitu untuk meningkatkan mutu dan kinerja penyuluh di BP3K yang menjadi modelnya.

Sebagai tolak ukur keberhasilan program Pengembangan BPP/BP3K sebagai

Center of Execellence (CoE) terhadap peningkatan penyuluhan terdapat dua variabel dalam penelitian ini yaitu variabel X (Faktor-faktor yang berhubungan

dengan kinerja penyuluh) yang terdiri dari Jarak tempat tinggal dengan tempat

bertugas (X1), Pengalaman (X2), Pendapatan (X3), Pendidikan formal (X4),

Peningkatan kualitas SDM (X5), insentif penyuluh (X6). Variabel Y (kinerja

penyuluh) akan dilihat dari sebelum program Pengembangan BPP/BP3K sebagai

(48)

BPP/BP3K sebagai Center of Execellence (CoE). Kinerja penyuluh dilihat dari berbagai kegiatan yang menjadi tanggung jawab penyuluh yaitu (1) tersusunnya

program penyuluhan pertanian di tingkat BPP/Kecamatan sesuai dengan

kebutuhan petani, (2) tersusunnya kinerja penyuluh pertanian di wilayah kerja

masing-masing, (3) tersusunnya peta wilayah komoditas unggulan spesifik lokasi,

(4) terdiseminasinya informasi dan teknologi pertanian secara merata dan sesuai

dengan kebutuhan petani, (5) tumbuh kembangnya keberdayaan dan kemandirian

petani, kelompok tani, usaha/asosiasi petani dan usaha formal, (6) terwujudnya

kemitraan usaha antara petani dengan pengusaha yang saling menguntungkan, (7)

terwujudnya akses petani ke lembaga keuangan, informasi, sarana produksi

pertanian dan pemasaran, (8) meningkatnya produktivitas komoditi unggulan di

masing wilayah kerja dan (9) meningkatnya pendapatan petani di

masing-masing wilayah kerja. Kemudian ditambahkan 1 indikator munurut program CoE

yaitu penerapan cyber extension dalam kegiatan penyuluhan.

Berdasarkan uraian di atas dapat dibuat suatu hubungan antara variabel-variabel

(49)

Gambar 1. Kerangka pemikiran penelitian efektifitas program pengembangan BP3K sebagai model Centers of Execellence (CoE) terhadap peningkatan kinerja penyuluh di Kecamatan Batanghari Kabupaten Lampung Timur.

Undang-Undang No. 16 tahun 2006

program pengembangan BP3K sebagai model CoE

(Varibel Y) Kinerja penyuluh

(Variablel X) Faktor-faktor yang berhubungan dengan kinerja penyuluh: X1 Jarak tempat tinggal dengan tempat bertugas X2 Pengalaman

(1) Tersusunnya program penyuluhan pertanian

di tingkat BPP/Kecamatan sesuai dengan kebutuhan petani.

(2) Tersusunnya kinerja penyuluh pertanian di

wilayah kerja masing-masing.

(3) Tersusunnya peta wilayah komoditas

unggulan spesifik lokasi.

(4) Terdiseminasinya informasi dan teknologi

pertanian secara merata dan sesuai dengan kebutuhan petani.

(5) Tumbuh kembangnya keberdayaan dan

kemandirian petani, kelompok tani, usaha/asosiasi petani dan usaha formal

(6) Upaya membantu petani/kelompok tani

menjalin kemitraan yang saling menguntungkan dengan pengusaha.

(7) Terwujudnya akses petani ke lembaga

keuangan, informasi, sarana produksi terwujudnya kemitraan usaha antara petani dengan pengusaha yang saling

menguntungkan pertanian dan pemasaran.

(8) Meningkatnya produktivitas agribisnis

komoditi unggulan di masing-masing wilayah kerja.

(9) Meningkatnya pendapatan petani di

masing-masing wilayah kerja.

(10)Meningkatnya penerapan cyber extension

dalam kegiatan penyuluhan.

(1) Tersusunnya program penyuluhan pertanian

di tingkat BPP/Kecamatan sesuai dengan kebutuhan petani.

(2) Tersusunnya kinerja penyuluh pertanian di

wilayah kerja masing-masing.

(3) Tersusunnya peta wilayah komoditas

unggulan spesifik lokasi.

(4) Terdiseminasinya informasi dan teknologi

pertanian secara merata dan sesuai dengan kebutuhan petani.

(5) Tumbuh kembangnya keberdayaan dan

kemandirian petani, kelompok tani, usaha/asosiasi petani dan usaha formal

(6) Upaya membantu petani/kelompok tani

menjalin kemitraan yang saling menguntungkan dengan pengusaha.

(7) Terwujudnya akses petani ke lembaga

keuangan, informasi, sarana produksi terwujudnya kemitraan usaha antara petani dengan pengusaha yang saling

menguntungkan pertanian dan pemasaran.

(8) Meningkatnya produktivitas agribisnis

komoditi unggulan di masing-masing wilayah kerja.

(9) Meningkatnya pendapatan petani di

masing-masing wilayah kerja.

(10)Meningkatnya penerapan cyber extension

dalam kegiatan penyuluhan.

Peningkatan kinerja penyuluh

(50)

A. Hipotesis

Berdasarkan kerangka pemikiran tersebut maka dapat diturunkan beberapa

hipotesis berikut ini:

1. Terdapat hubungan yang nyata antara jarak tempat tinggal dengan tempat

bertugas dengan dengan peningkatan kinerja penyuluh di BP3K model

CoE Kecamatan Batanghari.

2. Terdapat hubungan yang nyata antara pengalaman penyuluh dengan

peningkatan kinerja penyuluh di BP3K model CoE Kecamatan

Batanghari.

3. Terdapat hubungan yang nyata antara pendapatan penyuluh dengan

peningkatan kinerja penyuluh di BP3K model CoE Kecamatan

Batanghari.

4. Terdapat hubungan yang nyata antara pendidikan formal penyuluh

dengan peningkatan kinerja penyuluh di BP3K model CoE Kecamatan

Batanghari.

5. Terdapat hubungan yang nyata antara peningkatan kapasitas SDM

dengan peningkatan kinerja penyuluh di BP3K model CoE Kecamatan

Batanghari.

6. Terdapat hubungan yang nyata antara insentif penyuluh dengan

peningkatan kinerja penyuluh di BP3K model CoE Kecamatan

(51)

III. METODE PENELITIAN

A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional

Konsep dasar dan definisi operasional merupakan istilah khusus dan definisi

yang digunakan untuk menggambarkan secara abstrak kejadian, keadaan,

kelompok atau individu yang menjadi pusat perhatian penelitian. Konsep

dasar dan definisi operasional ini mencakup pengertian yang berguna untuk

mendapatkan data dan melakukan analisis sehubungan dengan tujuan

penelitian.

1. Faktor-faktor yang berhubungan dengan peningkatan kinerja penyuluh (variabel X)

Jarak tempat tinggal dengan tempat bertugas (X1) yaitu jarak yang ditempuh

seorang penyuluh dalam melaksanakan tugas penyuluhan di daerah binaannya.

Jarak tempat tinggal dengan tempat bertugas diukur berdasarkan jarak yang

ditempuh penyuluh setiap kali melaksanakan kegiatan penyuluhan. Dimana

Jarak tempat tinggal dengan tempat bertugas diklasifikasikan berdasarkan data

lapang menjadi dekat, sedang dan jauh.

Pengalaman (X2) yaitu lamanya seorang penyuluh menjalani pekerjaannya

atau pengalaman selama menjadi penyuluh. Pengalaman diukur berdasarkan

(52)

Pendapatan (X3) yaitu jumlah penghasilan yang di peroleh penyuluh karena

usaha atau pekerjaannya sebagai penyuluh, yang mana pendapatan disini

adalah jumlah gaji perbulan. Pendapatan ini diukur dalam satuan rupiah

berdasarkan data lapang dan diklasifikasi menjadi redah, sedang dan tinggi.

Pendidikan formal (X4) yaitu jumlah tahun yang diperlukan oleh penyuluh

untuk menyelesaikan pendidikan di sekolah-sekolah pada umumnya. Jalur

pendidikan ini mempunyai jenjang pendidikan yang jelas, mulai dari

pendidikan dasar, pendidikan menengah, sampai pendidikan tinggi.

Pendidikan di ukur dalam satuan tahun berdasarkan data lapang dan

diklasifikasi menjadi rendah, sedang dan tinggi

Peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM) (X5) yaitu kegiatan yang

dilakukan penyuluh untuk meningkatkan kemampuan teknis, teoritis dan

konseptual penyuluh sesuai dengan kebutuhan pekerjaan melalui pelatihan,

workshop, dll. Dengan indikator banyaknya program pelatihan dan workshop

yang diikuti untuk Peningkatan kualitas sdm penyuluh dalam satu tahun.

Berdasarkan data lapang dan diklasifikasikan menjadi jarang, sedang dan

sering dalam mengikuti pelatihan.

Insentif penyuluh (X6) yaitu suatu penghargaan dalam bentuk material atau

non material yang diberikan kepada penyuluh agar mereka bekerja dengan

motivasi yang tinggi dan berprestasi dalam melakukan kegiatan penyuluhan.

Bentuk insentif seperti tunjangan perbulan serta intensif berupa biaya

operasional penyuluh (BOP) perbulan. Insentif penyuluh ini diukur dalam

(53)

dan tinggi. Pengukuran faktor-faktor yang berhubungan dengan kinerja

penyuluh dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Pengukuran dan definisi operasional faktor-faktor yang berhubungan dengan kinerja penyuluh

Variabel X Definisi operasional Indikator

Pengukuran Pengukuran

Jarak

Jarak yang ditempuh seorang penyuluh dalam melaksanakan tugas penyuluhan di daerah binaannya

SK pengangkatan Tanggal, bulan, tahun penelitian

Jumlah penghasilan yang di peroleh penyuluh karena usaha atau pekerjaannya sebagai penyuluh, yang mana pendapatan disini adalah jumlah gaji

Slip gaji penyuluh Rupiah

Pendidikan Formal penyuluh

Gambar

Tabel 1.  Data jumlah penyuluh per kecamatan di Kabupaten Lampung Timur   tahun 2011
Gambar 1. Kerangka pemikiran penelitian efektifitas program pengembangan BP3K sebagai model Centers of Execellence (CoE) terhadap peningkatan kinerja penyuluh di Kecamatan Batanghari Kabupaten Lampung Timur
Tabel 2. Pengukuran dan definisi operasional faktor-faktor yang berhubungan dengan kinerja penyuluh
Tabel 4. Data sebaran jumlah petani responden setiap desa
+7

Referensi

Dokumen terkait

Kasus FP TBTS masih berlangsung hingga tahun 2016 kemarin sebagaimana yang dikutip dalam laman detik.com tanggal 26 Januari 2017, “Direktur Jenderal Penegakan Hukum DJP,

Selain itu, dari hasil percobaan pada proses kompresi dihasilkan sebuah pesan teks yang berbeda dengan pesan teks yang asli dengan kata lain kompresi dengan

Karena hasil ES merupakan nilai delta, maka set point pada kedua kontroler tersebut merupakan nilai set point laju aliran reflux dan steam reboiler awal dan ditambahkan

Penelitian ini mempermasalahkan nilai budaya dan difokuskan pada pandangan hidup yang meliputi kasih sayang, tanggung jawab, serta keadilan dan sikap hidup yang juga

Dari hasil RT-PCR dapat dikatakan bahwa jaringan kulit buah kakao baik dari klon Ary maupun klon Bal keduanya mengekspresikan gen TcPIN namun dari intensitas pita dan

Jika perbandingan antara tinggi struktur gedung dan ukuran denahnya dalam arah pembebanan gempa sama dengan atau melebihi 3, maka 0,1V harus dianggap sebagai beban horisontal

Sebelum data MODIS level 1 baik AQUA dan TERRA dalam format HDF dapat diproses, perlu dilakukan preprosesing awal yang bertujuan untuk mendapatkan citra RGB dalam

Lalu bagaimana perusahaan dapat mengetahui tingkat knowledge atau kecerdasan perusahaan (corporate intelligence) untuk dapat meningkatkan laba, mindshare, kecepatan dalam