• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Karakteristik Dan Keterlibatan Petani Dalam Jejaring Komunikasi Dengan Adopsi Teknologi SUTPA Di Jawa Barat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Hubungan Karakteristik Dan Keterlibatan Petani Dalam Jejaring Komunikasi Dengan Adopsi Teknologi SUTPA Di Jawa Barat"

Copied!
212
0
0

Teks penuh

(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)
(9)
(10)
(11)
(12)
(13)
(14)
(15)
(16)
(17)
(18)
(19)
(20)
(21)
(22)
(23)
(24)
(25)
(26)
(27)
(28)
(29)
(30)
(31)
(32)
(33)
(34)
(35)
(36)
(37)
(38)
(39)
(40)
(41)
(42)
(43)
(44)
(45)
(46)
(47)
(48)
(49)
(50)
(51)
(52)
(53)
(54)
(55)
(56)
(57)
(58)
(59)
(60)
(61)
(62)
(63)
(64)
(65)
(66)
(67)
(68)
(69)
(70)
(71)
(72)
(73)
(74)
(75)
(76)
(77)
(78)
(79)
(80)
(81)
(82)
(83)
(84)
(85)
(86)
(87)
(88)
(89)
(90)
(91)
(92)
(93)
(94)
(95)
(96)
(97)
(98)
(99)
(100)
(101)
(102)
(103)
(104)
(105)
(106)
(107)
(108)
(109)
(110)
(111)
(112)

HUBUNGAN KARAKTERISTIK DAN KETERLIBATAN

PETANI DALAM JEJARING KOMUNlKASl DENGAN

ADOPSI TEKNOLOGI SUTPA Dl JAWA BARAT

OLEH

:

SUHERMAN

PROGRAM PASCA SARJANA

INSTtTUT PERTANIAN BOGOR

(113)

ABSTRAK

SUHERMAN. 2001. Hubungan Karakteristik dan Keterlibatan Petani Dalam Jejaring Komunikasi dengan Adopsi Teknologi SUTPA di Jawa Barat. Dibimbing oleh AlDA VITAYALA S. HUBEIS, MADE OKA ADNYANA, dan IDA YUHANA.

SUTPA sebagai suatu pengkajian multidisiplin yang berupaya untuk menerapkan ilmu pengetahuan, teknologi, dan rekayasa kelernbagaan yang berkaitan dengan sistern usaha pertanian padi pada tingkat usahatani di suatu wilayah sedernikian rupa sehingga mencapai skala ekonomi tertentu yang dapat mendukung turnbuhnya suatu agribisnis pertanian yang berkelanjutan. Pengkajian SUTPA yang dimulai pada tahun 1995196 melibatkan para petani sehamparan irigasi (daerah irigasi) yang luasnya rnencapai 44.000 ha. Teknologi usahatani yang diintroduksikan lewat program SUTPA adalah: (a) penggunaan varietas padi unggul baru, (b) sistem tanam benih langsung, (c) pemupukan spesifik lokasi, (d) pengenalan alsintan berupa alat tanarn benih langsung (atabela) dan urea aplikator. dan (e) pola tanam setahun.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa Tingkat penerapan adopsi inovasi teknologi SUTPA oleh petani cukup baik, dengan rataan skor adopsi teknologi SUTPA adalah 3 dari 5 paket teknologi SUTPA yang diintroduksikan. Bagi kelompok UPK, sarnpai saat ini beberapa petani masih mengadopsi hampir seluruh komponen teknologi SUTPA.

Pada kelompok UPK, karakteristik individu yang berhubungan dengan tingkat adopsi SUTPA adalah peran opinion leader, sedangkan karakteristik lainnya tidak berhubungan. Pada kelompok UHP, luas lahan garapan petani, penghasilan petani,

keterdedahan petani pada media rnassa, serta interaksi petani dengan

kelembagaan berhubungan dengan tingkat adopsi teknologi SUTPA, sedangkan

karakteristik lainnya tidak berhubungan. Pada kelornpok Luar-UHP, luas lahan garapan petani, penghasilan petani, keterdedahan petani pada media massa berhubungan dengan tingkat adopsi teknologi SUTPA, sedangkan karakteristik lainya tidak berhubungan.

Luas Jejaring Komunikasi yang merupakan ciri peran hubungan dalam rangka komunikasi interpersonal dengan sesama petani lainnya dalarn kelornpok tani sehamparan, ternyata mernpunyai peran yang cukup didalam peneguhan untuk menerima atau rnenolak suatu inovasi teknologi. Hal ini terjadi pada kelompok Luar- UHP

Peran opnion leader yang dalarn kontek SUTPA adalah ketua kelompok dan petani rnaju di kelornpoknya telah mngendurkan interaksi antar anggota dalam kelompok tersebut, ha1 ini terjadi di dalam kelornpok UPK. Pada kelornpok ini

opinion leader ternyata sangat besar perannya didalarn penyebaran inovasi

(114)

SURAT PERNYATAAN

Dengan ini bahwa tesis yang berjudul:

Hubungan Karakteristik Dan Keterlibatan Petani Dalam Jejaring Komunikasi Dengan Adopsi Teknologi SUTPA

Di Jawa Barat

(115)

HUBUNGAN KARAKTERISTIK DAN KETERLIBATAN

PETANI DALAM JEJARING KOMUNlKASl DENGAN

ADOPSI TEKNOLOGI SUTPA Dl JAWA BARAT

SUHERMAN

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Komunikasi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan

PROGRAM PASCA SARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(116)

Judul Tesis : Hubungan Karakteristik Dan Keterlibatan Petani Dalam Jejaring Komunikasi Dengan Adopsi Teknologi SUTPA Di Jawa Barat

Narna Mahasiswa : Suherman

Nornor Pokok : 98340

Menyetujui 1. Komisi Pembimbing

Dr.lr. Aida Vitavala S. Hubeis (Ketua)

V

Dr. Ir. Made Oka Adnyana. MSc. (Anggota) .

Ir. Ida Yuhana, MA (Anggota)

2. Ketua Program Studi Komunikasi Pembangunan Pertan~an dan Pedesaan,

AbQ-4

/

Dr.lr. Aida Vitavala S. Hubeis

(117)

Penulis dilahirkan di Cirebon Jawa Barat pada tanggal 6 September 1954 sebagai anak ke empat dari 12 bersaudara dari pasangan H. Moh Wirya (Alm.) dan HJ. Ami. Pendidikan Dasar pada SDN Jemaras Cirebon. lulus tahun 1967, Pendidikan Menengah Pertama pada SMPN Klangenan Cirebon, lulus pada tahun 1970 dan Pendidikan Menengah Atas pada SMAN Palimanan Cirebon, lulus pada tahun 1973. Selanjutnya Pendidikan Sarjana ditempuh di Fakultas Pertanian IPB, jurusan Statistika Pertanian, lulus tahun 1980. Kesempatan melanjutkan studi pada Program Studi Komunikasi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan, Pascasarjana lnstitut Pertanian Bogor dari tahun 1998 sampai 2001. Beasiswa pendidikan Pascasarjana diperoleh dari Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian, melalui Proyek PAATP.

(118)

PRAKATA

Puji syukur kehadirat Allah SVVT yang telah memberikan taufiq dan hidayah- Nya, sehingga penulisan tesis ini dapat diselesaikan.

Dalarn rangka menerapkan teknologi pertanian mutakhir, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian telah melaksanakan pengkajian SUTPA (Sistem usaha tani berbasis padi berwawasan agribisnis. Pada tahun 1995 hingga tahun 1997 luas areal yang dicakup meliputi 46.000 ha di lahan petani tersebar di 14 propinsi, termasuk Cianjur di Jawa Barat.

Penelitian berjudul "Hubungan Karakteristik dan Keterlibatan Petani Dalam Jejaring Komunikasi Dengan Adopsi Teknologi SUTPA di Kabupaten Cianjur Jawa Barat", disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan. Program Pascasarja IPB. Dilaksanakan dari bulan Agustus sampai dengan Oktober 2000.

Penulis menyampaikan penghargaan dan terima kasih kepada Ibu Dr. Aida Vitayala S. Hubeis, selaku Ketua Program Studi Komunikasi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan juga sebagai Ketua Komisi Pembimbing, Bapak Dr. Made Oka Adnyana, dan Ibu Ir. Ida Yuhana, MA. Masing-masing selaku Anggota Kornisi Pernbimbing, yang telah banyak memberikan bimbingan dari awal hingga selesainya penulisan tesis ini. Terimakasih pula disampaikan kepada Bapak Dr. Haryono selaku Pemirnpin Proyek PAATP yang telah rnemberikan bantuan beasiswa, Bapak Kepala Badan serta Bapak Sekretaris Badan Penelitian dan Pengembangan Perianian. Terakhir sujud dan hormat kepada orang tua, isteri dan anak tercinta atas segala do'a dan kasih sayangnya.

Semoga tesis ini bermanfaat.

(119)

DAFTAR IS1

[image:119.500.56.443.67.556.2]

DAFTAR TABEL ...

...

DAFTAR GAMBAR

...

DAFTAR LAMPIRAN

I

.

PENDAHULUAN

...

...

1

.

1. Latar Belakang

...

1.2. Perurnusan Masalah

. .

...

1.3. Tujuan Penel~t~an

...

1.4. Kegunaan Peneltian

...

II

.

TINJAUAN PUSTAKA

...

2.1. Pengkajian SUTPA

...

2.2. lnovasi dan Adopsi Teknologi

...

2.3. Jejaring Komunikasi

...

Ill

.

KERANGKA PEMlKlRAN DAN HlPOTESlS

. .

...

3.1. Kerangka Pem~klran

...

3.2. Hipotesis

. .

3.3. Defin~s~ Operasional

.

...

IV

.

METODOLOGI PENELITIAN

...

4.1

.

Metode Penelitian

... 4.2 Penentuan Lokasi Penelitian

...

4.3. Metode Penarikan Contoh

...

4.4. Pengumpulan Data .

.

...

4.5. Metode Anal~sls Data

V

.

GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN DAN

...

PROFIL RESPONDEN

...

5.1. Keadaan Umum Wlayah

... 5.2. Pelaksanaan SUTPA di Cianjur

...

5.2. Profil Petani Responden

VI

.

HASlL PENELlTlAN DAN PEMBAHASAN

.

...

6.1. Tingkat Penerapan Teknologi SUTPA

...

6.2 Hubungan Karaktaristik Dengan Tingkat Adsopsi SUTPA

6.3 Jejaring Komunikasi Petani

...

.-.-...

...

6.4. Peran Kelembagaan, Opinion Leader dan Jejaring Komunikasi

...

VII

.

KESIMPULAN DAN SARAN

...

7.1. Kesimpulan

...

7.2. Saran

... DAFTAR PUSTAKA

(120)

DAFTAR TABEL

Halaman

...

Analisa Usahatani Pelaksanaan Pengkajian SUTPA di Cianjur 32 Jurnlah dan Persentase Responden Menurut Kategori Umur

di Kabupaten Cianjur Tahun 2001

...

Jumlah dan Persentase Responden Menurut Kategori Pendidikan

di Kabupaten Cianjur Tahun 2001

...

Jumlah dan Persentase Responden Menurut Luas Pemilikan Lahan Garapan di Kabupaten Cianjur Tahun 2001 ... Jumlah dan Persentase Responden Menurut Status Pemilikan Lahan Garapan di Kabupaten Cianjur Tahun 2001 ... Jumlah dan Persentase Responden Menurut Kategori Penghasilan di Kabupaten Cianjur Tahun 2001

...

Jumlah dan Persentase Responden Menurut Keterdedahan Terhadap Media di Kabupaten Cianjur Tahun 2001

...

Jumlah dan Persentase Responden Menurut Keterlibatan dengan Kelembagaan di Kabupaten Cianjur Tahun 2001

...

Jumlah dan Persentase Responden Menurut Tingkat Adopsi

Teknologi SUTPA di Kabupaten Cianjur Tahun 2001

...

Hubungan Antara Tingkat Pendidikan Petani dengan Tingkat Adopsi SUTPA di Kabupaten Cianjur Tahun 2001

...

Hubungan Antara Luas Pemilikan Lahan Petani dengan Tingkat Adopsi SUTPA di Kabupaten Cianjur Tahun 2001

...

Hubungan Antara Status Pemilikan Lahan Petani dengan Tingkat Adopsi SUTPA di Kabupaten Cianjur Tahun 2001

...

Hubungan Antara Penghasilan Petani dengan Tingkat Adopsi

SUTPA di Kabupaten Cianjur Tahun 2001

...

Hubungan Antara Keterdedahan Terhadap Media dengan Adopsi

SUTPA di Kabupaten Cianjur ... 56 Hubungan Antara Keterlibatan Petani dalam Kelembagaan dengan

...

Tingkat Adopsi SUTPA di Kabupaten Cianjur Tahun 2001 59 Jumlah dan Persentase Responden Menurut Luas Jejaring

Komunikasi di Kabupaten Cianjur, Tahun 2001 ... 64 Hubungan Antara Luas Jejaring Komunikasi dengan Tingkat Adopsi

(121)

18. Jurnlah dan Persentase Responden Menurut Frekuensi Keterlibatan

Dengan Opinion Leader di Kabupaten Cianjur Tahun 2001

...

69

19. Hubungan Antara Frekuensi Petani Berhubungan dengan Opinion

Leader Dengan Adopsi SUTPA di Kabupaten Cianjur

...

7 0 20. Hubungan Kelernbagaan, Jejaring Komunikasi, dan Opinion Leader
(122)

Daftar Gambar

Halaman

1

.

Peta Kabupaten DT II Cianjur ... 81

2 . Peta VVilayah Kerja BPP Ciranjang Kecarnatan Ciranjang.

Kabupaten Cianjur

...

82

3a

.

Jejaring Kornunikasi Petani Kelompok UPK

...

83

3b

.

Jejaring Kornunikasi Petani Kelompok UHP

...

84
(123)

Tabet Lampiran

Halaman 1 Data Sosiometri Partner Bicara Responden Kelompok UPK ... 86 2 Data Sosiometri Partner Bicara Responden Kelompok UHP ... 87

(124)

I.

PENDAHULUAN

I I Latar Belakang

Masalah pangan khususnya beras merupakan rnasalah yang selalu rnenarik karena merupakan masalah kebutuhan pokok manusia yang mutlak tidak dapat diabaikan. Upaya peningkatan produksi beras djhadapkan pada tantangan yang cukup besar, karena adanya kenyataan bahwa lahan pertanian (khususnya di Jawa) dari tahun ke tahun rnakin berkurang karena beralih fungsi ke sektor non pertanian, sehingga luas panen padi makin menciut. Demikian demikian, peningkatan produksi beras nasional makin sulit dilakukan.

Permasalahan tersebut lebih diperberat lagi oleh semakin banyaknya generasi rnuda yang tidak lagi tertarik untuk bekeja di sektor pertanian. Bahkan mereka makin rneninggalkan sektor ini sehingga tenaga kerja pertanian semakin langka yang berakibat pada peningkatan upah buruh dan posisi usahatani semakin sulit bersaing (Kasryno, 1997). Hal ini rnenuntut terns dikernbangkannya teknologi pertanian yang efisien dan hemat tenaga ke rja.

(125)

teknologi melalui peneliti, penyuluh, dan pengamat hama diharapkan dapat meningkatkan produktivitas dan peningkatan efisiensi produksi.

SUTPA dilakukan dengan menggunakan pendekatan partisipatif, kemitraan, dan dinamis, dengan pengawalan oleh tim multi-disiplin yang terdiri dari 1 orang peneliti, 1 orang penyuluh, 3 orang PPL, dan 1 orang pengamat hama (Adnyana dkk., 1997). Hal tersebut merupakan bentuk terobosan untuk mendekatkan teknologi kepada pengguna langsung (petani). Dalam pengkajian SUTPA ini, petani tidak hanya sebagai objek tetapi juga berperan sebagai subjek dalarn kegiatan pengkajian. Mereka terlibat langsung dalam pengkajian, sehingga diharapkan akan meningkatkan pengetahuan, ketrampilan, pola pikir dan sikap melalui pengalaman belajar tentang teknologi yang diteliti dan dikaji oleh peneliti dan penyuluh.

Model pengkajian SUTPA meliputi areal tanam seluas 500 hektar untuk unit hamparan pengkajian (UHP), 50 hektar diantaranya digunakan untuk introduksi teknologi baru (unit pengkajian khusus atau UPK), sedangkan 450 hektar lainnya digunakan untuk perbaikan teknologi. Karena itu, keterlibatan petani dalam kelompok hamparan sangat dituntut untuk menunjang keberhasilan penerapan paket teknologi SUTPA dimasa datang.

(126)

Di Jawa Barat Pengkajian SUTPA I dilaksanakan pada tahun 1995196 di Kabupaten Cianjur, Bandung, Kuningan, Cirebon. Indramayu, Subang dan Karawang dengan fokus pada pengkajian teknologi baru yang rneliputi tanam benih langsung (Tabela), penggunaan alat tanam benih langsung (Atabela), aplikator urea tablet, penggunaan varietas unggul baru padi, kedele dan jagung, sistern tanam jajar legowo dan penataan pola tanarn setahun sehingga IP mencapai 300. Hasil pengkajian menunjukkan hasil positif. Sedangkan pengkajian SUTPA II telah dilakukan di lirna Kabupaten yaitu: Pandeglang, Indrarnayu, Sukaburni, Ciamis, dan Majalengka. Pada SUTPA Ill pengkajian hanya dilakukan di Kabupaten Karawang yang memiliki saluran sekunder yang mampu mengairi lahan sawah antara 5000 s/d 10.000 ha (Dimyati. dkk., 1999).

Lebih lanjut dikatakan, bahwa penerapan teknologi anjuran oleh petani narnpak masih cukup beragam. Hal ini berkaitan dengan adanya perbedaan cara dan tanggapan petani terhadap teknologi tersebut sesuai dengan tingkat pendidikan dan pengetahuan rnereka.

(127)

I .2. Perurnusan Masalah

Keberhasilan SUTPA di satu pihak dan adanya kendala pengembangan di pihak lain, menuntut pemaharnan lebih jauh tentang langkah-langkah yang harus ditempuh dalarn pengembangan program SUTPA. Upaya yang dirancang dalam rnempercepat proses adopsi inovasi SUTPA pada prinsipnya dapat bertolak dari faktor-faktor yang selarna ini rnenjadi kendala dalarn adopsi teknologi SUTPA itu sendiri.

Sistem komunikasi dan informasi SUTPA yang dilaksanakan pemerintah, masih bersifat formal vertikal, dengan pendekatan linear. Pendekatan demikian oleh banyak ahli komunikasi dianggap kurang efektif dalam rangka penyebaran informasi yang bertujuan merubah perilaku petani.

Suatu inovasi adalah gagasan, tindakan atau barang yang dianggap baru oleh seseorang (Rogers dan Shoemaker. 1971). Dalam ha1 ini sifat kebaruan dari inovasi tersebut ditentukan oleh persepsi unit adopsi itu sendiri. Suatu inovasi tidak selalu diterima oleh calon adopter dan biasanya rnereka membutuhkan peneguhan dan keyakinan baru terhadap inovasi tersebut. Suatu inovasi justru akan dapat mereka terirna apabila datang dari orang-orang yang mereka percaya dan dikenal sebelumnya. Pertukaran informasi tentang inovasi itu berlangsung secara sirkular yang melibatkan jejaring kornunikasi interpersonal sebagai aktivitas komunikasi yang rnembentuk suatu rangkaian jalinan keterhubungan dan interaksi.

(128)

Penelitian ini diarahkan pada suatu kajian tentang komunikasi yang bersifat konvergen-interaktif yang terjadi diantara anggota-anggota kelompok harnparan dalarn suatu jejaring komunikasi, khususnya jejaring komunikasi adopsi inovasi teknologi SUTPA.

Jejaring komunikasi merupakan aktivitas komunikasi yang membentuk sutau rangkaian jalinan keterhubungan dan interaksi. Proses pertukaran informasi yang rnerupakan inti dari pada aktivitas komunikasi antara anggota kelompok tani dalam satu wilayah hamparan inilah yang mernungkinknan suatu inovasi teknolog~ SUTPA dapat rnenyebar dan diadopsi. Disamping faktor-faktor lain yang ikut rnempengaruhi kernampuan mengadopsi seseorang seperti faktor pendidikan, penghasilan, luas lahan dan lain sebagainya. Demikian suatu proses adopsi inovasi yang terjadi dalam interaksi sosial rnenyebabkan terbentuknya jejaring komunikasi.

Atas dasar uraian tersebut di atas, maka permasalahan yang hendak dipelajari dalam penelitian ini adalah:

1 . Bagaimana tingkat penerapan teknologi SUTPA oleh petani di Jawa Barat;

2. Apakah terdapat hubungan antara karakteristik petani dengan tingkat penenmaan adopsi teknologi SUTPA di Jawa Barat;

3. Apakah terdapat hubungan antara keterlibatan petani dalam jejaring komunikasi dengan adopsi teknologi SUTPA di Jawa Barat.

1.3. Tujuan Penelitian

Penelitian ini berusaha untuk mengetahui dan menganalisis tingkat penerapan teknologi SUTPA dan faktor yang mernpengaruhi tingkat adopsi teknologi SUTPA.

Tujuan yang lebih spesifik dalam penelitian ini adalah untuk :

(129)

2. Menganalisis hubungan antara karakteristik individu petani dengan tingkat adopsi paket teknologi SUTPA di Jawa Barat:

3. Menganalisis hubungan antara keterlibatan petani dalam jejaring komunikasi dengan adopsi teknologi SUTPA di Jawa Barat.

1.4. Manfaat Penelitian

Manfaat hasil penelitian "Hubungan Karakteristik Dan Keterlibatan Petani Dalam Jejaring Komunikasi dengan Adopsi Teknologi SUTPA di Jawa Barat" adalah :

I. Penelitian ini diharapkan mampu mernberikan masukan bagi para praktisi, dalam hat ini para penyutuh lapangan yang bertugas untuk membina dan mengembangkan kelompok-kelompok tani dalam mengelola usahatani, khususnya dalam aspek proses komunikasi untuk mengintroduksikan paket teknologi pertanian.

2. Penelitian ini diharapkan dmanfaatkan oleh para pengambil kebijakan khususnya dalam merencanakan strategi penyebaran inovasi teknologi baru dibidang pertanian pada masa mendatang.

(130)

11. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengkajian SUTPA

Sistem usaha pertanian adalah suatu usaha komersial di bidang pertanian yang bersifat dinamis dan berimbang yang berorientasi pada permintaan pasar (demand driven agribusiness), sesuai dengan kondisi biofisik dan sosial ekonomi serta kebutuhan rnasyarakat yang tidak merusak lingkungan dan dapat dimanfaatkan oleh produsen dalam meningkatkan nilai tambah komoditas pertanian dan laba dari usahanya (Pusat Penyiapan Program Penelitian, 1996). Dengan demikian SUTPA rnerupakan salah satu sistem usaha pertanian yang berbasis komoditas utarna tanaman padi.

Pengkajian SUTPA sebagai suatu pendekatan multidisiplin yang berupaya untuk menerapkan ilmu pengetahuan, teknologi, dan rekayasa kelembagaan yang berkaitan dengan sistem usaha pertanian padi pada tingkat usaha tani di suatu wilayah (harnparan) sedernikan rupa sehingga mencapai skala ekonomi tertentu yang dapat mendukung tumbuhnya suatu agribisnis pertanian yang berkelanjutan.

(131)

SUTPA dikembangkan sejak 1995/96 di 14 propinsi, yang bertujuan untuk: (1) mengevaluasi pengembangan SUTPA sebagai alternatif pendekatan pengembangan tanaman pangan di lahan sawah irigasi, dan (2) rnenyusun alternatif pengembangan pola tanarn setahun yang dikernbangkan dalarn program SUTPA.

Teknologi usahatani yang diperkenalkan lewat program SUTPA adalah : ( 7 )

penggunaan varietas padi unggul baru, (2) sistem tanam benih langsung, (3) pernupukan spesifik lokasi, (4) pengenalan alsintan berupa alat tanam benih langsung (Atabela) dan urea aplicator, dan (5) pola tanarn setahun. Dalam pelaksanaan kegiatan SUTPA. pendekatan yang diternpuh rnenganut azas-azas: (a) partisipasi dan kernitraan, (b) dinarnis dan strategis. (c) kemitraan antara peneliti, penyuluh, aparat pemda, petani dan swasta (panca mitra), (d) pengawalan oleh peneliti dan penyuluh pertanian, dan (e) bimbingan teknis maupun rnanajernen usaha tani selama rnelakukan kegiatan SUTPA.

Pengkajian SUTPA seri-I yang dilakukan pada TA 1995/96 dilaksanakan di 14 propinsi, yaitu: Aceh, Surnut, Surnbar, Larnpung, Jabar, Jateng, DIY, Jatim, Bali NTB, Sulsel, Sultra, Sulteng, dan Sulut. Target luas pengkajian sebesar 46.000 ha. Pengkajian terluas dilaksanakan di Jawa Barat dengan luas harnparan 6.000 ha pada 12 unit harnparan pengkajian. Sernua pengkajian dilakukan pada lahan irigasi teknis sehingga rnemungkinkan untuk mencapai lndek Pertanaman (IP) sebesar 300 persen. Pada pengkajian seri-2 yang dilaksanakan TA 1996/97, lokasi program seri-I ditambah dengan 4 propinsi, yaitu: Sumsel, Kalsel, N l T , dan Tirntirn dengan target luas pengkajian 51.500 ha. Dalam pengkajian Sen-3 pada TA 1997198 bertarnbah satu propinsi lagi yaitu Riau dengan target luas pengkajian 52.021 ha.

(132)

Akan tetapi dalam pengkajian sen-2 dan 3, secara rata-rata teknologi sistern Tabela rnampu menghernat biaya produksi sekitar 7,7 % dan 10 % dari biaya produksi yang dibutuhkan pada sistern Tapin.

Secara nasional produktivitas rata-rata usahatani padi yang dicapai pada pengkajian sen-2 dan seri-3 tidak berbeda nyata. Dalam hubungan ini produktivitas dengan sistem Tabela 15.7

-

18,6 persen lebih tinggi dari pada produktivitas dengan sistern Tapin. Sedangkan pengkajian Sen-I hingga sen-3 secara umurn rnarnpu meningkatkan keuntungan usahatani dengan indikator bahwa keuntungan usahatani padi dengan sistem Tabela 33,5 % - 38,9% lebih tinggi dari pada dengan sistem Tapin.(Syam, dkk. 1999).

Adanya program pengkajian SUTPA yang telah dilakukan dibeberapa daerah, diharapkan dapat rnernpercepat transfer teknologi khususnya cara tanarn ataupun penggunaan varietas baru kepada penggunalpetani. Dalam kaitan ini, SUTPA dapat diartikan sebagai media untuk transfer teknologi secara efektif.

2.2. lnovasi dan Adopsi Teknologi

(133)

Traxler, M. Renkow and L.W. Harrington. (1991) mendefinisikan adopsi sebagai

derajafftingkat penggunaan suatu teknologi tertentu oleh pemakailpetani. Lebih jauh dikatakan, bahwa petani sebagai pengadopsi dibagi menjadi:

1.

"User" (pengguna). Petani secara total rnenggunakan teknologi yang di rekornendasikan pada waktu itu;

2.

"Partial User" (pengguna parsial). Petani hanya menggunakan sebagian dari teknologi yang direkornendasikan;

3. "Ex-User" (mantan pengguna). Petani yang telah mencoba teknologi yang direkomendasikan, tetapi telah rnemutuskan tidak menggunakannya lagi;

4. "Non-User" (bukan pengguna). Petani yang secara sadar sejak awal memutuskan tidak rnengunakan teknologi yang direkornendasikan.

Teknologi yang diintroduksikan dalarn SUTPA adalah inovasi yang diperkenalkan kepada petani peserta program SUTPA. Menurut Rogers(l983) bahwa, suatu inovasi harus mernenuhi ciri berikut:

1. "Relative advantage" atau keunggulan komparatif, yaitu sejauh rnana inovasi dianggap lebih baik dari pada yang sudah ada. lnovasi akan cepat diadopsi jika memberikan keuntungan lebih dibandingkan dengan teknologi sebetumnya;

2. "Compatibility", yaitu kesesuaian ditinjau dari aspek sosial, teknis dan ekonomis dengan yang telah ada. lnovasi akan lebih cepat diadopsi jika secara sosial mernpunyai kesesuaian dengan nilai-nilai atau kebiasaan calon adopter, secara teknis inovasi tersebut lebih mudah diterapkan, dan secara ekonomis lebih rnenguntungkan dari pada teknologi sebelumnya.

(134)

4. "Triability", yaitu kesesuaian untuk dicoba. lnovasi akan cepat diadopsi jika inovasi tersebut mudah untuk dicoba pada situasi dan kondisi yang ada, dalam ha1 ini dapat dicoba dalam skala kecil.

5. "Observability", yaitu kemudahan dapat diamati. lnovasi akan mudah diterima jika dengan cepat dapat dilihat hasilnya.

Disadari bahwa sebuah adopsi teknologi tertentu oleh petani. kelima atribut tersebut akan menjadi pertimbangan petani. Dari lima ciri inovasi ini, bagi petani yang berorientasi komersial maka keuntungan relatif memiliki bobot yang besar. Karena itu apabila keempat atribut lainnya dianggap sama, maka keuntungan relatif dapat dianggap sebagai daya tarik kemungkinan adopsi sistem SLJTPA (Hemanto dan Mat Syukur, 1999).

Keputusan untuk menerima atau menolak suatu inovasi merupakan proses mental pada diri individu melalui tahapan berikut (Roger, 1983):

1. Tahap Pengetahuan ("knowledge") yang tejadi ketika seseorang individu atau pembuat keputusan membuka diri pada keberadaan inovasi dan memperoleh beberapa pengertian mengenai fungsi inovasi;

2. Tahap Persuasi ("persuation"), yaitu proses ketika individu membentuk sikap setuju atau tidak setuju terhadap inovasi.

3. Tahap Keputusan ("decision"). yaitu ketika individu sedang dalam situasi menentukan pilihan apakah akan menerima atau menolak inovasi;

(135)

5. Tahap konfirrnasi ("confirmation"), terjadi ketika individu mencoba memperkuat

keputusan inovasi. tetapi bisa terjadi pula menarik keputusan yang sudah diambilnya jika isi pesan bertentangan dengan inovasi.

Derajat seorang individu secara relatif lebih dini atau lebih dahulu mengadopsi sesuatu inovasi dari pada rata-rata anggota sistem sosial dimana ia berada, atau yang disebut derajat kecepatan adopsi (inovativeness), dipengaruhi oleh sifat-sifat individu yang bersangkutan. Dalam kaitan ini Rogers dan Shoemaker (1971) mengidentifikasi 27 sifat-sifat individu yang mempengaruhi tingkat adopsi sebagai berikut: pendidikan, melek huruf, status sosial, tingkat mobilitas vertikal ke atas, besar usaha. komersial, menyukai kredit, spesialisasi usaha, empati, kemampuan mengabstraksi, rational, intelegensi, menyukai perubahan, keberanian menghadapi resiko, sikap terhadap pendidikan, sikap terhadap jlmu, tingkat motivasi pencapaian, tingkat aspirasi, partisipasi sosial, kontak dengan penyuluh, keterdedahan terhadap media masa, keterdedahan terhadap komunikasi antar pribadi, pencarian informasi tentang inovasi, pengetahuan tentang inovasi, menjadi anggota masyarakat yang

ingin modern dan menjadi anggota masyarakat yang lebih terintegrasi.

Rogers dan Shoemaker (1983) dan Soekartawi (1988) menyatakan bahwa beberapa faktor dapat mempengaruhi kecepatan adopsi, yaitu sifat-sifat inovasi, jenis- jenis keputusan inovasi, ciri sistem sosial, kegiatan promosi oleh penyuluh, interaksi

individu dalam kelompok, sumber inforrnasi, dan faktor internal pengadopsi.

(136)

pengetahuan, pendapatan, dan latar belakang sosial ekonorni.

Hasil-hasil penelitian terhadap faktor-faktor personal yang berpengaruh terhadap proses perubahan menunjukan hasil yang beragam. Mulyani (1992) menyatakan bahwa ciri-ciri individu yang berhubungan erat dengan penerapan teknologi usahatani tanaman-ternak di Baturnarta, Sumatera Selatan adalah tingkat pendidikan, penghasilan, luas lahan garapan, jurnlah kredit yang diperoleh, serta curahan kerja. Sedangkan lstina (1998) menyatakan bahwa profil petani yang mempengaruhi penerapan teknologi Sistem Usaha Pertanian Berbasis Padi di Kampar, Riau adalah umur. pengalaman berusahatani, luas lahan, dan jumlah tanggungan keluarga. Sedangkan Eko (1993) menyimpulkan bahwa karakteristik individu petani meliputi pendidikan, penghasilan, luas lahan garapan, status lahan garapan, keterdedahan pada media massa ternyata semuanya mernpunyai hubungan positif dengan adopsi paket teknologi Supra Insus, kecuali untuk peubah status lahan garapan. Dan tiga penelitian ini dapat disimpulkan, bahwa peubah personal yang berpengaruh terhadap introduksi suatu teknologi tidaklah sarna, tergantung antara lain pada jenis teknologi, wilayah dan khalayak sasaran.

Karakteristik petani akan sangat menentukan tingkat pernahaman petani terhadap informasi-informasi pertanian serta akan sangat rnenentukan pula terhadap kemampuan rnereka mengadopsi inovasi-inovasi pertanian. Karakteristik petani yang dimaksud datam penelitian ini adalah meliputi tingkat pendidikan, pendapatan (status ekonomi), luas lahan garapan, status lahan garapan dan keterdedahan terhadap media komunikasi.

(137)

pula terhadap perubahan sikap dan perubahan perilaku mereka terhadap informasi yang diperoleh. Penelitian Sulistianawati (1989) tentang "hubungan karakteristik petani dengan kecepatan adopsi teknologi Supra Insus", membuktikan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan petani maka semakin cepat tingkat adopsi mereka terhadap teknologi Supra Insus.

Pendapatan petani yang menentukan status sosial ekonomi pertanian atau adanya sumber pekerjaan lain yang lebih menguntungkan juga merupakan faktor yang akan berpengaruh terhadap proses difusi dan adopsi inovasi petani. Soekartawi (1988), menyatakan bahwa pendapatan usahatani yang tinggi seringkali ada hubungannya dengan tingkat difusi inovasi pertanian. Adopsi inovasi rnenyebabkan pendapatan petani meningkat, kemudian petani akan menanam modalnya untuk adopsi inovasi selanjutnya.

(138)

harus sering mendapatkan persetujuan dari pemilik lahan tersebut sebelum mencoba atau mempergunakan teknologi baru yang akan dipraktikkan atau dicoba. Status penguasaan lahan akan mempengaruhi petani dalam ha1 menentukan dan rnemilih alternatif yang ada terutama dalam ha1 penggunaan teknologi baru guna mendapatkan hasil yang setinggi-tingginya.

2.3.

Jejaring Komunikasi

Jejaring komunikasi menurut Rogers (1983) adalah suatu jejaring yang terdiri atas individu-individu yang saling berhubungan. Mereka dihubungkan oleh arus komunikasi yang terpola. Rogers dan Kincaid (1981) menjelaskan, bahwa analisis jejaring komunikasi adalah metode penelitian untuk mengindentifikasi struktur komunikasi dalam suatu sistem dimana data hubungan mengenai arus komunikasi, dianalisis dengan menggunakan beberapa tipe hubungan interpersonal sebagai unit analisis. Lebih lanjut dijelaskan, bahwa salah satu tujuan penetitian komunikasi yang menggunakan analisis jejaring komunikasi adalah untuk memahami gambaran umum tentang interaksi manusia dalarn suatu sistim.

Beberapa ha1 yang dapat dilakukan dalam analisis jejaring komunikasi adalah: (a) mengidentifikasi klik dalarn suatu sistem dan menentukan bagaimana pengelompokan struktural ini mempengaruhi komunikasi dalam sistem, (b) mengidentifikasi peran khusus seseorang dalam jejaring apakah dia sebagai laisons. bridges, dan isolate. dan (c) mengukur berbagai indikator struktur komunikasi, seperti keterhubungan klik, keterbukaan, dan keintegrasian klik.

(139)

yang rnenghubungkan dua klik atau lebih dalarn suatu sistem, namun ia tidak menjadi anggota dari klik-klik manapun. Sedangkan bridge adalah seorang individu yang menghubungkan dua klik atau lebih dalam suatu sistern, dimana ia rnenjadi anggota

dari klik-klik tersebut. Sedangkan yang dirnaksud isolate adalah individu yang tidak menjadi anggota dalarn suatu sistern atau individu yang tidak terlibat dalarn jejaring komunikasi.

Penelitian-penelitian mengenai difusi-inovasi yang pernah dilakukan oleh para ilrnuwan sosial mernbuktikan bahwa proses difusi dan adopsi teknologi itu akan banyak dipengaruhi oleh luasnya jejaring komunikasi yang dilakukan (Rogers dan Kincaid, 1981). Mereka juga rnenemukan, bahwa ibu-ibu yang terikat dalam suatu jejaring kornunikasi, terutama keanggotaan mereka dalam perkumpulan ibu-ibu, rnengadopsi cara-cara keluarga berencana. Sedangkan ibu-ibu lain yang tidak terikat dalarn jejaring komunikasi, hanya sedikit yang rnengadopsi cara-cara keluarga berencana. Hal ini menunjukan bahwa ibu-ibu yang membicarakan keluarga berencana dengan orang lain, cenderung mengadopsi ide tersebut (Gonzales dalam Arnri Jahi, 1988). Penelitian Guirnaraes pada 20 desa di Brazil menunjukan buMi, bahwa keterlibatan seseorang di dalam jejaring komunikasi berhubungan dengan keinovativan mereka di dalarn bidang pertanian (Rogers and Kincaid, 1981).

Penelitian-penelitian tersebut di atas menunjukkan, bahwa terdapat hubungan antara keterlibatan individu dalam suatu jejaring kornunikasi dengan adopsi inovasi mereka. Individu-individu yang terlibat dalam suatu jejaring komunikasi rnempunyai tingkat adopsi inovasi yang tinggi, sebaliknya bagi rnereka yang tidak terlibat dalam jejaring kornunikasi umumnya cenderung tingkat adopsi terhadap inovasi rendah.

(140)

di Kabupaten Subang", menyimpulkan bahwa besar kecilnya peranan individu dalam

jejaring, derajat koneksi individu dan integrasi individu, atau ada tidaknya klik, bintang. jembatan, liaison relatif tidak mempengaruhi tingkat penerapan SUTPA selama dan setelah pengkajian.

Dalam suatu model jejaring komunikasi, ditemukan suatu peran sentral yang disebut sebagai "Star". Peran ini berhubungan dengan keterlibatan seseorang dalam jejaring komunikasi yakni seorang individu dalam sistem jejaring komunikasi yang menerima sejumlah besar pilihan oleh anggota lainnya dalam sistem tersebut. Seorang individu yang berperan sebagai Star pasti ia merupakan pemuka pendapat ("Opinion Leader"). Rogers dan Shoemaker (1971) menyatakan bahwa "opinion leader" adalah derajat dimana seorang individu mempunyai pengaruh terhadap individu lainnya dalam merubah sikap dan perilaku secara informal sesuai cara-cara yang diinginkannya. Dalam jejaring komunikasi identifikasi peran seseorang sebagai "opinion leader" dapat diukur dari banyaknya pilihan anggota dalam suatu sistim tersebut terhadap seorang individu. Oleh karenanya mereka mempunyai derajat keterhubungan yang relatif tinggi bila dibandingkan dengan anggota lainnya. Lebih dari itu, biasanya ia mempunyai derajat keinovativan yang lebih tinggi pula. Dalam kaitan dengan adopsi di bidang pertanian, "opinion leader" sangat berperan sekati dalam menyebarkan informasi tentang inovasi. Hasil penelitian Eko (1993) menyimpulkan bahwa keterlibatan petani dalam jejaring komunikasi yang meliputi luas jejaring komunikasi dan peran "opinion leader" berhubungan dengan adopsi paket teknologi Supra Insus.

(141)
(142)

Ill. KERANGKA PEMlKlRAN DAN HlPOTESlS

3.1. Kerangka Pemikiran

SUTPA sebagai upaya terobosan dalarn rnernpercepat alih teknologi baru dan adopsi kepada petani diterapkan dengan rnetode penelitian partisipatif-konsultatif antara sernua pihak yang terkait, yakni: peneliti/penyuluh, Dinas Pertanian/Satpel Bimas. Penyuluh Lapang, Pemerintah Daerah, Kelompok TaniIPetani. Keputusan terakhir dalarn rnengadopsi teknologi SUTPA adalah tergantung pada petaninya sendiri. faktor yang mempengaruhi petani dalam mengadopsi teknologi diduga adalah karakteristik individu petani yang meliputi: tingkat pendidikan, pendapatan, luas .lahan garapan, status lahan, keterdedahan terhadap media, dan keterlibatan dalam kelernbagaan serta keterlibatan dalam jejaring komunikasi informal.

Dalam rogram SUTPA, petani dikelompokkan atas: (I) kelompok pada hamparan

unti hamparan pengkajian khusus (UKP) yang menerapkan teknologi introduksi. (2) Unit harnparan pengkajian (UHP) yang menerapkan teknologi eksisting yang diperbaiki, dan (3) Unit luar hamparan harnparan pengkajian (LUHP). Pengelompokan ini dilakukan dengan maksud memperrnudah rnengukur dampak pengkajian SUTPA yang difokuskan pada UPK. Hal ini dengan harapan terjadi rembesan pengaruh dari UPK ke UHP dan LUHP. Dengan demikian, seluruh hamparan mengadopsi paket teknologi yang dikembangkan pada program SUTPA walaupun tingkat adopsinya tidak sama.

(143)

jejaring komunikasi yang diduga akan mempengaruhi kemampuannya dalam mengadopsi suatu inovasi.

Kerangka pemikiran tersebut dapat digambarkan sebagai berikut:

3.2.

Hipotesis

Karakteristik Petani a. Personal:

- Tingkat Pendidikan

-

Keterdedahan Media

- Keterlibatan dengan kelembagaan b. Status Sosek:

- Pendapatan

-

Luas Lahan garapan

-

Status Lahan Garapan Karakteristik Jejaring Komunikasi:

-

Luas Jejaring Komunikasi - Peran Opinion Leader

Hipotesis yang akan dijawab dengan diadakannya penelitian ini adalah sebagai ADOPSI TEKNOLOGI

SUKPA

1

berikut:

HI: Tingkat pendidikan petani berhubungan dengan tingkat adopsi mereka terhadap paket teknologi SUTPA

H2: Tingkat pendapatan petani berhubungan dengan tingkat adopsi mereka terhadap paket teknologi SUPTA

H3: Status lahan garapan petani peserta SUTPA berhubungan dengan tingkat adopsi rnereka terhadap paket teknologi Supta.

H4: Luas lahan garapan petani berhubungan dengan tingkat adopsi rnereka terhadap paket teknologi SUTPA.

H5: Keterdedahan media masa petani berhubungan dengan tingkat adopsi mereka terhadap paket teknologi SUPTA.

(144)

H7: Luas Jejaring komunikasi petani peserta SUTPA berhubungan dengan tingkat adopsi mereka terhadap paket teknologi Supta.

H8:

Keterikatan petani peserta SUTPA dengan Opinion Leader dalam Jejaring Komunikasi berhubungan dengan tingkat adopsi mereka terhadap paket teknologi SUTPA.

3.3. Definisi Operasional

Dalam penelitian ini terdapat berbagai istilah yang perlu dijelaskan lebih lanjut. terutama yang berkaitan dengan peubah-peubah yang akan diteliti. Definisi istilah yang dijelaskan dt bawah ini merupakan operasionalisasi peubah-peubah yang berkaitan dengan penelitian yaitu:

-

Adopsi Teknologi SUTPA, menunjukan sejauhmana petani telah menerapkan paket teknologi SUTPA. Jumlah unsur teknologi yang telah diterapkan secara tepat dan teratur oleh petani, dikategorikan kedalam adopsi rendah (bila tidak sama sekali atau hanya 1 s/d 2 unsur yang diterapkan), dan tinggi (bila menerapkan lebih dari dua unsur teknologi SUTPA yang diterapkan).

r Tingkat Pendidikan, yaitu pendidikan formal tertinggi yang pernah ditamatkan petani. Tingkat penddikan dibedakan kedalam kategori rendah (tidak tamat sld tamat SD), tinggi (tidak tamat SMTP

-

tamat SLTA).
(145)

-

Luas Lahan Garapan, adalah luas lahan pertanian yang digarap oleh petani tersebut, diukur dengan satuan hektar. Luas lahan garapan dibedakan kedalam kategori rendah (memiliki lahan kurang dari 0.5 ha), dan tinggi (memiliki lahan sama atau lebih dari 0.5 ha).

-

Status tahan Garapan, adalah status pemilikan lahan pertanian usahatani yang djkerjakan dan dikategorikan kedalam kepemilikan lahan sendiri, atau lahan sewaan 1 lahan bagi hasil (sakap).

Keterdedahan terhadap Media Massa, adalah frekuensi keterjangkauan pesan melalui media massa dalam 1 minggu, atau dilihat dari pemilikan media massa (Radio. TV dan media cetak) dan akses terhadap informasinya. Keterdedahan media dibedakan kedalam kategori rendah (bila frekuensi kontak dengan media kurang atau sama dengan 7 kali per minggu), dan tinggi (bila frekuensi kontak dengan media lebih dari 7 kali per minggu).

-

Keterlibatan Petani dalam Kelembagaan, adalah keikutsertaanlinteraksi responden dengan lembaga sosial atau ekonomi seperti kelompok tani, koperasi, atau asosiasi usaha yang terkait dengan usahataninya. Jumlah keterlibatan petani dengan kelembagaan dibedakan kedalam kategori rendah (berinteraksi dengan 1 - 2 kelembagaan), dan tinggi (berinteraksi dengan lebih dari 2 kelembagaan).
(146)

Jejaring Kornunikasi adalah suatu rangkaian hubungan di antara individu-individu dalam suatu sistem sosial sebagai akibat terjadinya pertukaran informasi di antara individu-individu tersebut, sehingga membentuk pola-pola atau model-model komunikasi tertentu.

Keterlibatan Petani Dalam Jejaring Komunikasi, menunjukan keajegan aktivitas petan1 dalarn perilaku mereka berkornunikasi dengan petani lainnya dalarn membicarakan masalah yang berkenaan dengan teknologi SUTPA sehingga membentuk jejaring komunikasi. Keterlibatan petani tersebut dapat dilihat dari: luas jejaring komunikasi (derajat keterhubungan atau derajat koneksi individu).

(147)

IV. METODOLOGI PENELlTlAN

4.1. Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriftif korelasional tentang Hubungan Karakteristik dan Keterlibatan Petani Dalam Jejaring Komunikasi dengan Adopsi Teknologi SUTPA di Kabupaten Cianjur Jawa Barat. Peneltian ini dirancang untuk mengetahui hubungan antara karakteristik petani dan tingkat adopsi teknologi SUTPA, serta pola jejaring komunikasi yang tejadi pada petani peserta harnparan program SUTPA berdasarkan kelompok pangkajian, yaitu: kelompok UPK, UHP dan Luar-UHP. Pemilihan daerah penelitian dilakukan secara sengaja (pusposive), dengan alasan bahwa didaerah Kabupaten Cianjur para petani saat ini temyata masih menerapkan beberapa komponen teknologi SUTPA yang tergolong tinggi dibandingkan daerah lainnya.

4.2. Penentuan Lokasi Penelitian

VVilayah penelitian meliputi 3 (tiga) desa di Kecamatan Ciranjang Cianjur, yaitu: desa Karangwangi, Cibiuk dan Sindangsari. Penelitian dilakukan selama 3 bulan, yaitu dari bulan Agustus sampai Oktober 2001.

4.3. Metode Penarikan Contoh

(148)

peserta Unit Harnparan Pengkajian (UHP) untuk pengkajian teknologi diperbaiki dalarn pengkajian SUTPA yang rneliputi 16 kelornpok tani. dipilih secara acak kelornpok tani Tani Sugih dari desa Cibikuk dengan jurnlah anggota 68 orang, dan (3) Kelornpok Luar-UHP yaitu petani diluar SUTPA, dipilih secara acak dari kelornpok tani Mitra

Tani, dengan jumlah anggota senyak 88 angota. Sampel petani dipilih secara purposif yaitu masing-masing 20 petani dari peserta UPK, UHP dan dari Luar-UHP.

4.4. Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara terstruktur terhadap responden dengan menggunakan instrumen daftar pertanyaan. Data yang dikumpulkan dalarn penelitian ini rneliputi:

1. Karakteristik Petani, yang rneliputi data: - Umur petani (dalarn tahun),

-

Pendidikan petani, rneliputi pendidikan formal dan non formal,

-

Pendapatan petani (per tahun),

-

Status Lahan Garapan (miliklsewa) - Luas Lahan Garapan (ha)

-

Keterdedahan Media Massa - Keterlibatan dengan Kelernbagaan

2. Keterlibatan Petani dalarn Jejaring Kornunikasi, yang rneliputi: - Luas Jejaring Kornunikasi (derajat ketefiubungan)

-

Peran Opinion Leader (frekuensi petani berhubungan dengan Opinion Leader)
(149)

- sistem tanarn benih langsung,

-

pemupukan spesifik lokasi,

- penggunaan alsintan berupa alat tanam benih langsung (Atabela) dan

urea aplicator, dan

-

pola tanarn setahun

Selain itu dilakukan juga pengumpulan data sekunder, berupa datalcatatan- catatan dan dokurnentasi yang ada pada instantsi terkait. Data tersebut rneliputi:

- Data monograf di tingkat kabupaten dan kecamatan terpilih

- Data profil anggota kelornpok tani dan petani hamparan peserta program SUTPA

4.5. Metode Analisis Data

Data yang diperoleh kernudian di analisis dengan prosedur sebagai berikut: a). Analisis tabulasi untuk mengetahui tingkat penerapan teknologi SUTPA oleh

petani.

b). Chi Square untuk melihat hubungan karakteristik individu dengan tingkat adopsi teknologi SUTPA,

(150)

V.

GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELlTlAN

DAN PROFIL RESPONDEN

5.1. Keadaan Urnum Wilayah

Kabupaten Cianjur berada ditengah-tengah wilayah propinsi Daerah Tingkat I Jawa Barat, rnernanjang dari Utara ke Selatan. Di sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Bogor dan Purwakarta; disebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Bandung dan Garut, sebelah Selatan berbatasan dengan Samudra Indonesia, dan sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Sukabumi (Diperta Kabupaten Cianjur, 1999).

Berdasarkan fisiografinya, Kabupaten Cianjur dapat dibedakan menjadi :

Wilayah Utara bagian Barat merupakan dataran tinggi dan merupakan wilayah yang berbasis pada usahatani tanarnan sayuran dan tanaman hias, pengembangan pariwisata, perkebunan, dan peternakan sapi;

-

W~layah bagian Timur merupakan dataran rendah, dirnana keadaan usaha tani padi sawah dan darat hampir berimbang, dengan hasil yang beraneka ragam seperti padi, palawija, sayuran, dan tanaman hias;

Wilayah bagian Tengah dan Selatan merupakan dataran rendah berbukit-bukit, labil, dan sering terjadi longsor. Usaha tani yang dominan pada lahan kering dengan penerapan konservasi tanah dan air serta menjaga kelestarian hutan.

(151)

s/d 275 rn, sedangkan rata-rata curah hujan per bulan selarna 5 tahun terakhir 169,88 rnrn dengan hari hujan rata-rata 13 hari. Jurnlah penduduk pada tahun 1999 sebanyak 73.593 jiwa dengan 17.341 KK yang terdiri dari 14.176 KK tani dan 3.165 KK non tani. KK tani terdiri dari 208 pernilik tanah, 5.017 pernilik pengggarap, 8.951 penggarap dan buruh tani.

Desa Karangwangi, Cibiuk dan Sindangsari rnerupakan 3 dari 12 desa yang terletak di wilayah kerja BPP Ciranjang. Ketiganya rnerupakan desa swasembada yang berjarak sekitar 6 krn dari ibukota kabupaten Cianjur, dengan luas wilayah masing-masing 206 ha sawah serta 23 ha darat (desa Karangwangi), 229 ha sawah serta 98 ha darat (desa Cibiuk) dan 154 ha sawah serta 159 darat (desa Sindangsari). Sedangkan jurnlah penduduk di masing-masing desa tersebut adalah sebagai berikut: penduduk desa Karangwangi sebanyak 3.760 jiwa dengan 1.062 KK (959 KK tani); penduduk desa Cibiuk sebanyak 7.915 jiwa dengan 1.733 KK (T.277 KK tani); sedangkan penduduk desa Sindangsari sebanyak 3.745 jiwa dengan 1.11 3 KK (1 .012 KK tani)

Kelornpok tani Tirta Guna, satu dari 6 kelompok tani yang ada di desa Karangsari dengan jurnlah anggota 68 petani tergolong dalarn kriteria kelompok tani "Utama". Kelompok tani Tani Sugih, satu dari 10 kelompok tani yang ada di desa Cibiuk dengan jurnlah anggota 68 petani, tergolong dalarn kriteria kelornpok tani "MadyaV'- Sedangkan kelornpok tani Mitra Tani, satu dari 5 kelornpok tani yang ada di desa Sindangsari dengan jurnlah anggota 88 petani, tergolong dalarn kriteria kelornpok tani "Utama

".

(152)

Harnparan Khusus). Sedangkan kelompok tani

Mitra

Tani pada saat pengkajian SUTPA tidak dilibatkan (Luar-UHP).

5.2. Pelaksanaan SUTPA di Cianjur

Pelaksanan SUTPA di Propinsi Jawa Barat dilaksanakan pada musim tanam (MT) 199511996 di 7 (tujuh) kabupaten, yaitu Kabupaten Cianjur, Bandung, Kuningan, Cirebon. Indramayu. Subang, dan Karawang. Penentuan lokasi pengkajian dalam program SUTPA disuatu wilayah dipilih berdasarkan kriteria antara lain: (1) memiliki lahan sawah berpengairan dengan ketersedian air 7-9 bulan atau 9-1 1 bulan, (2) mempunyai sistim draenase yang baik. (3) potensial untuk pengembangan pola tanam satu tahun dengan pola padi-padi-palawijal sayuranlikan, (4) terasa adanya gejala kekurangan tenaga kerja, (5) memifiki petani dan aparat yang tanggap terhadap teknologi baru, dan (6) lokasi strategis sehingga rnudah dijangkau pembjnaannya.

Berdasarkan kriteria tersebut, lokasi pengkajian SUTPA di Kabupaten Cianjur ditetapkan di Kecamatan Ciranjang dan Bojongpicung. Lokasi Unit hamparan Pengkajian mencakup 4 (empat) desa yaitu Desa Ciranjang, Cibiuk, dan Karangwangi kecamatan Ciranjang serta Desa Hegarmanah Kecamatan Bojongpicung.

Pengkajian SUTPA yang diintrroduksikan kepada petani diharapkan memberikan beberapa keuntungan:

1. rnelalui pengkajian ini, adopsi paket teknologi introduksi sangat progresif, 2. berbagai simpul agribisnis baru berkembang cukup cepat pesat dilokasi

(153)

3. Pengawalan oleh tirn interdisiplin telah mampu mernbangun suatu inovasi tentang pentingnya pendekatan partisipatif kepada petani yang dapat meningkatkan keberlanjutan penerapan teknologi; dan

4. Pendapatan petani peserta pengkajian dua kali lebih tinggi dari petani bukan peserta.

Teknologi yang diintroduksikan pada waktu pengkajian SUTPA merupakan

teknologi terobosan untuk memecahkan rnasalah yang sedang atau akan dihadapi petani. Beberapa kornponen teknologi yang diintroduksikan dalam program SUTPA rneliputi:

(a) varietas unggul baru Memberarno, untuk rnembantu petani mengatasi timbulnya serangan penyakit akibat penggunaan varietas yang sarna secara terus- menerus, disarnping produktivitasnya (hasillha) lebih tinggi dari varietas lainya;

(b) cara tanam padi benih langsung (tabela), untuk mernbantu petani rnernpercepat waktu tanarn padi;

(c) pernupukan berdasarkan analisa tanah atau rekomendasi setempat, untuk membantu petani didalarn pernberian pupuk yang tepat dan efisien;

(d) pengunaan alsintan (Atabela), untuk membantu petani di dalarn rnenanggulangi persoalan tenaga kerja;

(e) pola tanam setahun, untuk rnemberikan kesernpatan pemilihan komoditas yang menguntungkan yang akan di tanam pada rnusirn ke tiga.

Dalarn pelaksanaan setiap unit pengkajian dikawal oleh suatu tirn interdisiptin yang terdiri dari peneliti, penyuluh, teknisi, dan petani.

(154)

pengadopsian sesuatu inovasi, atau dalam bentuk keuntungan ekonomis dari inovasi tersebut dibanding teknologi sebelumnya ; (2) Kompatibilitas, sejauh mana inovasi dianggap konsisten dengan nilai-nilai yang ada, pengalaman masa lalu dan kebutuhan penerima; (3) Kompleksitas, tingkat kesulitan suatu inovasi untuk dimengerti dan digunakan; (4) Triabilitas, suatu tingkat dimana suatu inovasi dapat dicoba; dan (5) Observabilitas, suatu tingkat di mana hasil-hasil suatu inovasi dapat dilihat oleh orang lain.

Dari segi keuntungan relatif, tekologi SUTPA akan memberikan keuntungan lebih besar dengan diperoleh produksi lebih tinggi, masa tanam lebih pendek, hernat tenaga kerja, penggunaan pupuk lebih hemat sesuai dengan kebutuhan, dan produktifitas lahan yang tinggi dengan pola tanam setahun dengan tanam benih langsung (Tabela) dibandingkan dengan pola petani yang menanam padi dengan teknik tanam pindah (Tapin).

Dari segi kompatibilitas, teknologi SUTPA adalah suatu inovasi yang tidak melanggar I bertentangan dengan nilai-nilai yang selama ini dianut oleh petani. Walaupun mungkin, kebiasaan petani dalam berusahatani padi selalu menggunakan pola sistim tanam pindah. Dengan diintroduksikannya teknik Tabela, mereka perlu membiasakan diri dengan menggunakan alat tanam benih langsung (Atabela).

Dari segi kornplekstitas, teknologi SUTPA bukan suatu teknologi yang kompleks, tidak suiit. Hal ini karena teknologi SUTPA adalah merupakan modifikasi dari bentuk

usahatani yang selama ini dilaksanakan oleh petani.

(155)

Dari segi obsewabilitas, teknologi SUTPA adalah suatu inovasi yang bisa dilihat fisiknya. sehingga teknologi SUTPA yang berupa penggunaan varietas memberamo, sistem tanam benih langsung (Tabela), pernupukan spesifik lokasi, penggunaan alsintan (Atabela), serta pola tanam setahun, hasilnya bisa di lihat dan dikomunikasikan kepada orang lain.

Disadari bahwa sebuah adopsi teknologi tertentu oleh petani, kelirna atribut tersebut akan menjadi pertirnbangan petani. Diantara kelima atribut inovasi ini, bagi petani yang berorientasi komersial, maka tentu saja keuntungan relatif merniliki bobot yang lebih besar. Karena itu apabila keempat atribut lainnya dianggap sama, maka keuntungan relatif dapat dianggap sebagai daya tarik kernungkinan besarnya adopsi teknologi SUTPA.

Tabel 1. Analisa Usahatani Pengkajian SUTPA di Kabupaten Cianjur. 199511996

Surnber BPTP Lernbang (1 996)

Beberapa hasil kajian SUTPA di Cianjur menunjukan bahwa:

(a) Hasil panen varietas mernberamo, yang ditanam dengan sistem tabela, menunjukan hasil yang tinggi, yakni sebesar 7.5 tonlha dibandingkan dengan pola tapin dengan varietas IR 64 yang hanya 6,9 tonlha.

(b) Hasil analisis usahatani yang dilakukan pada saat pengkajian SUTPA di kecarnatan Ciranjang Cianjur tahun 1995, menunjukan bahwa adanya Tapin

I

IR 64

MT 11 119961

6,50 7,47 6,98 6.38 5.52 Tabela Tapin Memberamo IR 64 Mernberamo IR 64

1.008.388 1.104.800 1.187.150 1.106.555 1.256.500 2.437.500 2.988.000 3.001.400 2.552.000 2.373.600 1.429.1 12 1.883.200 1.814.246 1.445.445 1 . I 17.1 00

(156)

perbedaan pendapatan bersih antara sistem tabela dengan tapin, yaitu sebesar Rp 462. 788. Hal ini bisa difihat seperti pada -Tabel f diatasi.

Namun disamping memberikan beberapa keuntungan seperti tersebut di atas, ada beberapa hasil temuan dalam pelaksanaan SUTPA di Cianjur adalah :

(a) Varietas memberamo yang disalurkan kepada petani mempunyai kelernahan, antara lain menjelang panen tanaman padi mengalami kerebahan, rendemen gabah lebih rendah dibanding IR 64, harga gabah lebih rendah dibanding IR 64, sehingga produksi tinggi belum merupakan daya tank bagi petani.

(b) Sistem Tabela memerlukan perhatian pada awal tanam, karena adanya gangguan tikus dan hewan peliharaan, serta hujan yang tidak terduga.

(c) Atabela, sangat diminati oleh petani, tetapi ternyata alat tersebut tidak dapat berfungsi secara normal (terlalu berat, jatuhnya benih tidak merata) sehingga perlu dimodifikasi.

(d) Salah satu persyaratan untuk tabela yaitu pengolahan tanah harus sempurna. dengan kedalaman lumpur 10-15 cm. Tetapi kenyataannya pengolahan tanah sempurna untuk areal hamparan yang relatif luas masih merupakan kesulitan yang dihadapi petani.

(e) jumlah benih yang dianjurkan untuk tabel antara 40-50 kglha. Kenyataanya penggunaan benih oleh petani cukup bervariasi antara 57.5 -75,5 kglha; lebih tinggi dibandingkan dengan penggunaan benih untuk tapin, yang hanya sekitar

25-30 kglha.

(157)

Persepsi dan respon petani terhadap teknologi SUTPA pada saat pengkajian di Kecamatan Ciranjang, Kabupaten Cianjur adalah sebagai berikut:

Pada awal kegiatan sesaat setelah tanam tabela, sebagian petani merasa ragu- ragu. bahkan menurut mereka sampai "tidak bisa tidur". Alasan yang dikemukakan bahwa mereka takut padi yang mereka tanam tidak tumbuh normal seperti tanam pindah, takut kehujanan dan takut serangan hama, seperti hama tikus. Pada umur pertengahan, sikap mereka sudah mulai berubah dalam ha1 ini mereka merasa bahwa tabela merupakan suatu teknologi yang bisa diterima dan dikembangkan dengan catatan bahwa pada saat panen nanti produksi padi tidak lebih tinggi dibandingkan tanam pindah. Setelah dilaksanakan panen, petani berpendapat bahwa kurang lebih 70 % menyatakan siap untuk melaksanakan atau menerapkan teknologi SUTPA ini, sedangkan 30 % menyatakan ragu-ragu. Petani diluar

program SUTPA banyak yang ingin mencoba, karena mereka melihat dan mendengar banyak segi-segi keuntungan dari teknologi SUTPA, terutama tanam padi sistim tebela.

5.3. Profil Petani Responden

a). Umur Petani Responden

Dari 60 responden yang diamati, terlihat bahwa umur responden cukup beragarn. Rata-rata umur petani responden adalah 50 tahun, dengan kisaran umur temuda adalah 29 tahun dan umur tertua adalah 65 tahun. Distribusi petani responden berdasarkan umur dapat dilihat pada Tabel 2.

(158)
[image:158.500.55.445.15.576.2]

Pada kelornpok pengkajian SUTPA, terlihat bahwa yang terrnasuk kategori petani tua ada sebanyak 60 % dari total responden. Dernikian juga pada kelornpok UHP, 70 % diantaranya adalah termasuk kategori petani tua. Sebaliknya pada kelompok Luar-IJHP, responden yang termasuk kategori petani muda lebih banyak dibandingkan petani tua. Hal ini terlihat bahwa ada 55 % responden yang termasuk dalarn kategori kelompok petani muda.

Tabel 2. Jurnlah dan Persentase Responden Menurut Kategori Umur di Kabupaten Cianjur. Tahun 2001.

b). Pendidikan Petani Responden

Keadaan responden menurut tingkat pendidikan ini akan dapat diketahui kemampuan pemahaman responden terhadap berbagai ha1 termasuk pemahaman mereka teradap teknologi SUTPA. Dengan demikian tinggi rendahnya pendidikan responden akan berpengaruh pula terhadap tingkat adopsi inovasi mereka terhadap paket teknologi SUTPA. Distribusi petani respoden berdasarkan tingkat pendidikan dapat dilihat pada Tabel 3.

(159)

tergolong pendidikan rendah (tidak tarnat SD).

Tabel 3. Jumlah dan Persentase Responden Menurut Kategori Pendidikan di Kabupaten Cianjur, Tahun 2001.

c). Luas Lahan Sawah Garapan Petani Responden

Berdasarkan pengarnatan atas 60 responden, diketahui bahwa rata-rata luas lahan garapan responden adalah 0,75 ha. dengan variasi yang tidak begitu beragam. Distribusi petani responden berdasarkan pada penguasaan luas lahan garapan dapat dilihat pada Tabel 4.

Pada Tabel 4, ternyata pada kategori pemilikan lahan luas (>= 0,5 ha) petani dari kelompok UPK relatif lebih besar (60%) dibanding kelompok UHP (40%) dan Luar- UHP (40%)

Tabel 4. Jurnlah dan Persentase Responden Menurut Luas Pemilikan Lahan Garapan di Kabupaten Cianjur. Tahun 2001.

[image:159.500.54.442.37.588.2]
(160)

sehingga perlu dilakukan intensifikasi dan diversifikasi tanaman. Dengan dernikian intensifikasi pertanian dengan menerapkan paket teknologi SUTPA sangat diperlukan bagi petani.

d). Status Pemilikan Lahan Sawah Garapan Petani Responden

Disamping luas lahan garapan, status lahan garapan juga mencerrninkan status ekornoni responden. Stutus lahan garapan dikategorikan dalam kelompok: rnilik sendiri dan bukan milik sendiri. Kategori bukan milik sendiri, adalah mereka yang menyewa ataupun menyakap lahan garapannya. Distribusi petani berdasarkan status lahan garapan dapat dilihat pada Tabel 5.

Pada Tabel 5 ternyata pada kategori milik sendiri, petani dari kelompok UPK lebih sedikit (30%) dibanding UHP (75%) dan Luar-UHP (80%).

Tabel 5. Jumlah dan Persentase Responden Menurut Status Pemilikan Lahan Garapan di Kabupaten Cianjur, Tahun 2001.

[image:160.500.56.446.24.579.2]
(161)

e). Penghasilan Petani Reponden.

Dari hasil pengamatan 60 responden bahwa penghasilan terkecil adalah sebesar Rp. 1.780.000.- dan terbesar Rp. 27.956.000,- dengan penghasilan rata-rata sebesar Rp. 6.520.300,- atau per bulan rata-rata sebesar Rp. 543.350,-. Distribusi responden berdasarkan kategori penghasilan dapat dilihat pada tabel 6.

Tabel 6. Jumlah dan Persentase Petani Responden Menurut Kategori Penghasilan di Kabupaten Cianjur, Tahun 2001.

Dari tabel tersebut diatas terlihat bahwa kategori pendapatan tinggi, petani 'UPK lebih tinggi (70%) dibanding UHP (50%) dan Luar-UHP (45%).

Keadaan penghasilan responden yang sangat beragam menyebabkan adanya kesenjangan antara responden berpenghasilan tertjnggi dan terrendah. Dilihat dari rata-rata penghasilan responden yang relatif kecil, ha1 ini disebabkan sebagian besar responden hanya mengadalkan penghasilannya dari l

Gambar

GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN DAN PROFIL RESPONDEN ..........................................................................
Tabel 2. Jurnlah dan Persentase Responden Menurut Kategori Umur
Tabel 3. Jumlah dan Persentase Responden Menurut Kategori Pendidikan
Tabel 5. Jumlah dan Persentase Responden Menurut Status Pemilikan Lahan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Software Engineering Body of Knowledge Software Design Strategies and Methods. Software Design Quality Analysis and Evaluation Software

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh bioflok terhadap efisiensi penggunaan pakan pada ikan bandeng..

Dalam kontek hubungan antara tenaga penjual dengan ritel, kepercayaan merupakan perilaku yang ditunjukkan pembeli ritel terhadap tenaga penjual yang muncul akibat

1) Terdapat korelasi antara peranan internet dalam meningkatkan motivasi belajar mahasiswa yang dibuktikan dengan besaran nilai koefisien korelasi sebesar 0,726 dengan sig

Segala puji syukur, hormat, dan kemuliaan hanya kepada Tuhan Yesus Kristus yang telah memberikan berkat dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi

Jika sebelum klik OK, kita meng-klik kotak “Statistics” kemudian kita centang pilihan Scale dan Scale if Item Delete, maka pada Output Item Total Statistics akan diperoleh

Logika yang berhubungan dengan kuun waktu merupakan anggapan yang dapat berubah sesuai dengan kemajuan zaman.Logika berdasarkan ilmu pengetahuan logika merupakan

Asal, Alamat Sekolah : Sman 1 Palas, Jalan Raya Palas Aji Kecamatan Palas Kabupaten Lampung Selatan. Sekolah, Lulus Sekolah :