KEEFEKTIFAN JARINGAN KOMUNIKASI
AGRIBISNIS PETANI IKAN HIAS
(KASUS DI KABUPATEN BOGOR)
OLEH
:
KURNIA SUCI INDRANINGSIH
PROGRAM PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
ABSTRAK
KURNIA SUCI INDRANINGSIH. Keefektifan Jaringan Komunikasi Agribisnis Petani Ikan Hias (Kasus di Kabupaten Bogor). Dibimbing oleh RICHARD W.E. LUMINTANG, SUTISNA RIYANTO dan M. ZAIRIN JR
Aliran informasi secara vertikal yang berupa pesan dari para pelaku agribisnis ikan hias sangat diperlukan petani dalam mengelola usahatani ikan has, terutama yang terkait dengan aspek teknologi dan bisnis. Keragaan jaringan komunikasi baik secara vertikal maupun horizontal perlu diketahui untuk menelusuri lebih lanjut keefektifan jaringan komunikasi.
Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan keragaan jaringan komunikasi agribisnis ikan hias, keefektifan jaringan komunikasi agribisnis ikan hias, hubungan antara karakteristik individu dengan keefektifan jaringan komuni- kasi agribisnis ikan hias, hubungan antara karakteristik usaha dengan keefektifan jaringan komunikasi agribisnis ikan hias, serta hubungan keefektifan jaringan
komunikasi agribisnis ikan hias dengan tingkat penguasaan teknologi dan bisnis. Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli-Agustus 2001 di Kecamatan Ciampea dan Parung, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Pengambilan contoh dilakukan secara acak berlapis dengan metode survai. Jurnlah responden dari setiap kecamatan sebanyak 30 petani sehingga jumlah seluruh responden sebanyak 60 petani. Data dianalisis menggunakan korelasi Tau-b Kendall ( 7 )
untuk menjelaskan hubungan antar variabel yang diteliti.
KEEFEKTIFAN JARINGAN KOMUNIKASI
AGRIBISNIS PETANI IKAN HIAS
(KASUS DI KABUPATEN BOGOR)
KURNIA SUCI INDRANINGSIH
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada
Program Studi Komunikasi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan
PROGRAM PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Judul Tesis : Keefektifan Jaringan Komunikasi Agribisnis Petani Ikan Hias (Kasus di Kabupaten Bogor)
Nama : Kurnia Suci Indraningsih
NRP
: 99529Program Studi : Komunikasi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan
Menyetuj ui,
1. Komisi Pembimbing
Ir. ~ u t i s n d y a n t o , M. S. A~ggota
Ir. Richard W.E. Lumintang, M.SEA. Ketua
Dr.Ir. M. Zairin Jr., M.Sc. Awgota
Mengetahui,
2. Ketua Program Studi 3. Direktur Program Pascasarjana
Komunikasi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan
Dr. Ir. Aida Vitayala S. Hubeis, M. ~ & k m & p d Manuwoto, M.Sc. a \--. -
SURAT PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul:
KEEFEKTIFAN JARINGAN KOMUNIKASI AGRIBISNIS PETANI IKAN HIAS (KASUS DI KABUPATEN BOGOR)
adalah benar merupakan hasil karya saya sendiri dan belum pernah dipublikasikan. Semua sumber data dan inforrnasi yang digunakan telah dinyatakan secara jelas clan dapat diperiksa kebenarannya.
Bogor, 9 September 2002
4/
Kurnia Suci Indraninasih
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Pekalongan, Jawa Tengah pada tanggal 7 Oktober 1963, merupakan anak keenam dari enam bersaudara dari ayah R. Sjafei Kartosoebroto dan ibu Sutji Sulastri.
Pada tahun 198 1, penulis lulus dari SMA Negeri Pekalongan dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor melalui jalur Proyek Perintis 11. Penulis memperoleh gelar Sarjana Perikanan (Manajemen Sumberdaya Perairan) dari Fakultas Perikanan, Institut Pertanian Bogor pada tahun 1986.
PRAKATA
Puji syukur kepada Allah SWT atas selesainya penyusunan tesis dengan judul Keefektifan Jaringan Komunikasi Agnbisnis Petani Ikan Hias (Kasus di Kabupaten Bogor) yang merupakan tugas akhir bagi mahasiswa Program Studi Komunikasi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan, Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Atas terselesaikannya tulisan ini, penulis menyampaikan ucapan terima kasih setulusnya kepada:
1. Bapak Ir. Richard W. E. Lumintang, M. SEA. sebagai Ketua Komisi; Bapak Ir. Sutisna Riyanto, M.S. dan Bapak Dr. Ir. M. Zairin Jr., M.Sc. sebagai Anggota Komisi Pembimbing serta Bapak Ir. Moch. Prihatna Sobari, M.S. selaku Penguji Luar Komisi.
2. Bapak Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian yang telah mengijinkan penulis untuk mengikuti Program Pascasarjana, dan Pemimpin Proyek ARM yang telah memberikan beasiswa on going.
3 . Rekan-rekan mahasiswa KMP Angkatan '99 atas kebersamaan dan bantuan selama masa kuliah, Rivelino Rizky serta Afriadi Murwanto yang telah membantu dalam pengurnpulan data.
4. Bapak Adang, Bapak Abdul Mukti dan Bapak Edi Hakim yang telah memberikan banyak informasi selama kegiatan penelitian.
5. Ibu, mbak Adjeng, mas Santo, mas Agus dan mas Soes yang telah banyak berdoa untuk keberhasilan penulis.
6. Ayah (almarhum) dan mas So (almarhum) yang telah memberikan motivasi kepada penulis. Doa tulus penulis, semoga beliau berdua memperoleh
kedamaian dan kebahagiaan di sisi Allah, SWT.
Dengan segala kelebihan dan kekurangan yang ada, penulis berharap hasil
penelitian ini bermanfaat bagi yang memerlukannya.
Bogor, September 2002
DAFTAR IS1
Halaman
...
...
DAFTAR TABEL vili
DAFTAR GAMBAR ... xi ...
DAFTAR LAMPIRAN xii
PENDAHULUAN
Latar Belakang ... 1 Perurnusan Masalah ... 3 Tujuan Penelitian ... 5 Kegunaan Penelitian ... 6
TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN
Tinjauan Pustaka ... Jaringan Komunikasi ... Keefektifan Komunikasi ...
Karakteristik Petani dalam Menerima Informasi
...
Paradigma Agnbisnis
...
Jaringan Agnbisnis Ikan Hias
... Teknologi Budidaya Ikan Hias
... Kerangka Pemikiran
...
Hipotesis
METODE PENELITIAN
Desain Penelitian ... 21
...
Definisi Operasional 21
Waktu dan Lokasi Penelitian ... 28 Metode Pengambilan Contoh ... 30 Metode Pengumpulan Data ... 30 Kesahihan dan Keterandalan ... 30
HASIL DAN PEMBAHASAN
Keadaan Umum Lokasi Penelitian ... 33
Karakteristik Petani Ikan Hias ... 36
Karakteristik Usaha Ikan Hias ... 44 Jaringan Komunikasi Agribisnis Ikan Hias ... 51
Keefektifan Jaringan Komunikasi
Partisipasi ... 62
Perolehan Infonnasi ... 71
...
Tingkat Penguasaan Teknologr dan Bisnis 74
Hubungan Karakteristik Petani dengan Keefektifan Jaringan
Komunikasi ... 86
Hubungan Karakteristik Usaha dengan Keefektifan Jaringan
Komunikasi ... 94
Hubungan Keefektifan Jaringan Komunikasi dengan Dampak
Keefektifan ... 99
KESIMPULAN DAN SARAN ... 104
DAFTARTABEL
Halaman 2 1 29 Definisi operasional dan pengukuran variabel penelitian ...
Jumlah petani, luas areal kolam dan produksi ikan hias di
...
Kabupaten Bogor pada tahun 1999
Karakteristik responden di lokasi contoh, Kabupaten Bogor, 200 1 ...
Tingkat pendidikan formal responden berdasarkan umur di lokasi contoh, Kabupaten Bogor, 200 1 ... Karakteristik usahatani ikan hias di lokasi contoh, Kabupaten
...
Bogor, 200 1
Tingkat keterpaparan petani terhadap permasalahan dalam usahatani ikan hias di lokasi contoh, Kabupaten Bogor, 2001 Pihak yang dihubungi petani jika menghadapi permasalahan dalam usaha tani ikan hias di lokasi contoh, Kabupaten Bogor, 200 1 ...
Skor indikator tingkat keefektifan jaringan di lokasi contoh,
...
Kabupaten Bogor, 200 1
Distribusi responden menurut tujuan dalam memperoleh infor- masi usahatani ikan hias di lokasi contoh, Kabupaten Bogor, 200 1 ...
Distribusi responden menurut frekuensi informasi yang diper- oleh per bulan dalam usahatani ikan h a s & lokasi contoh, Kabupaten Bogor, 200 1 ... Distribusi responden berdasarkan sumber informasi yang diper- oleh dalam usahatani ikan h a s di lokasi contoh, Kabupaten
...
Bogor, 2001
Distribusi responden berdasarkan tingkat pengetahuan budidaya ... ikan hias di lokasi contoh, Kabupaten Bogor, 2001
Distribusi responden berdasarkan tingkat pengetahuan bisnis ikan hias di lokasi contoh, Kabupaten Bogor, 200 1 ... Distribusi responden berdasarkan tingkat penerapan budidaya ikan hias di lokasi contoh, Kabupaten Bogor, 2001 ... Distribusi responden berdasarkan tingkat pengetahuan dan tingkat penerapan teknologi budidaya ikan hias di lokasi contoh, Kabupaten Bogor, 200 1 ... Nilai korelasi Tau-b KendalI (7) dan probabilitas (P) antara
Distribusi responden berdasarkan umur clan tingkat keefektifan jaringan komunikasi di lokasi contoh, Kabupaten Bogor, 2001
Distribusi responden berdasarkan pendidikan dan tingkat keefektifan jaringan komunikasi di lokasi contoh, Kabupaten
...
Bogor, 200 1
Distribusi responden berdasarkan pengalaman usahatani dan tingkat keefektifan jaringan komunikasi di lokasi contoh,
...
Kabupaten Bogor, 200 1
Distribusi responden berdasarkan keberanian beresiko dan tingkat keefektifan jaringan komunikasi di lokasi contoh,
...
Kabupaten Bogor, 200 1
Distribusi responden berdasarkan keterdedahan terhadap media dan tingkat keefektifan jaringan komunikasi di lokasi contoh,
...
Kabupaten Bogor, 200 1
Nilai korelasi Tau-b Kendall(7) dan probabilitas (P) antara karakteristik usaha dengan tingkat keefektifan jaringan ...
Distribusi responden berdasarkan modal usaha dan tingkat keefektifan jaringan komunikasi di lokasi contoh, Kabupaten
...
Bogor, 200 1
Distribusi responden berdasarkan skala usaha dan tingkat keefektifan jaringan komunikasi di lokasi contoh, Kabupaten
...
Bogor, 200 1
Distribusi responden berdasarkan tenaga kerja dan tingkat keefektifan jaringan komunikasi di lokasi contoh, Kabupaten
...
Bogor, 200 1
Distribusi responden berdasarkan pemilikan saprokan dan tingkat keefektifan jaringan komunikasi
1
lokasi contoh, Kabupaten Bogor, 200 1 ...Nilai korelasi Tau-b Kendall(7) dan probabilitas (P) antara tingkat keefektifan j aringan dengan dampak keefektifan ...
Distribusi responden berdasarkan tingkat keefektifan jaringan komunikasi dan tingkat pengetahuan di lokasi contoh,
Kabupaten Bogor, 200 1 ...
Distribusi responden berdasarkan tingkat keefektifan jaringan komunikasi clan tingkat penerapan di lokasi contoh, Kabupaten
...
DAFTAR GAMBAR
...
1 . Jaringan agribisnis ikan hias
2 . Kerangka pemikiran keefektifan jaringan komunikasi
...
agribisnis petani ikan hias
3 . Jaringan komunikasi agribisnis petani ikan hias ...
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1. Peta lokasi penelitian ...
...
2. Perhitungan nilai reliabilitas
3. Hasil uji korelasi Tau-b Kendall antara
umur
dengan tingkat pendidikan formal ...4. Skor tingkat keefektifan jaringan komunikasi pada indikator tujuan di lokasi contoh, Kabupaten Bogor, 200 1 ...
5 . Skor tingkat keefektifan jaringan komunikasi pada indikator frekuensi di lokasi contoh, Kabupaten Bogor, 200 1 ...
6. Skor tingkat keefektifan jaringan komunikasi pada indkator perolehan inforrnasi di lokasi contoh, Kabupaten Bogor, 2001
7. Jenis ikan hias yang dibudidaya responden di lokasi contoh, Kabupaten Bogor, 200 1 ...
...
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Dalam upaya meningkatkan perolehan devisa di sektor non-migas, sekaligus meningkatkan pendapatan petani dan nelayan serta memperoleh kesempatan kerja, maka Direktorat Jenderal Peningkatan Kapasitas Kelembagaan dan Pemasaran ( P U P ) telah mencanangkan program peningkatan ekspor perikanan dari dua milyar dolar menjadi lima milyar dolar pada tahun 2004 (Direktur Jenderal PK2P, 2002).
dikendalikan petani (karena pengaruh iklim dan hama penyakit), keterbatasan
penerbangan ke mancanegara, mengakibatkan pengiriman produk ke importir
tidak sesuai dengan permintaan.
Apabila ditinjau dari letak geografis, komoditas ikan hias yang dihasilkan
petani jauh dari lokasi konsurnen. Hal ini akan mengakibatkan adanya tambahan
biaya, baik untuk ongkos angkut (transportasi) maupun untuk perbaikan
penanganan ikan selama transportasi. Tarnbahan biaya tersebut secara langsung
akan dibebankan pada harga jual. Pada akhirnya, peningkatan harga jual tersebut
akan dapat menurunkan daya saing bagi komoditas ikan hias. Untuk itu
diperlukan perbaikan manajemen pemasaran yang didasarkan pada peningkatan
mutu ikan hias serta meminimalkan biaya pascapanen dan transportasi. Hal ini
diperlukan untuk menjaga kredibilitas Indonesia di mata importir yang pada
akhirnya diharapkan dapat meningkatkan daya saing bagi komoditas ikan hias.
Seiring dengan arus liberalisasi dan globalisasi pasar dunia, maka
komoditas ikan hias menunjukkan persaingan yang ketat dibandingkan dengan
pasar domestik. Konsekuensinya, aspek mutu produk menjadi sangat penting dan
perlu mendapat lebih banyak perhatian. Oleh karena itu, peranan mutu produk
dalam perilaku perrnintaan hams lebih didahulukan dan lebih banyak
diperhatikan. Analisis ini dipelopori oleh Armington (1969 dalam Simatupang et al., 1997) dengan mengembangkan permintaan impor yang mampu membedakan produk menurut asal negara eksportirnya. Dengan kata lain, mutu produk berbeda
Dengan karakteristik mutu produk yang merupakan faktor utama penentu
harga dan permintaan produk, baik domestik maupun ekspor, maka kemampuan
untuk menjamin mutu sesuai dengan preferensi konsumen merupakan faktor
kunci bagi keunggulan kompetitif dan perolehan laba. Mutu produk ikan hias
baik dari hasil tangkapan maupun budidaya sangat ditentukan oleh faktor
penggunaan teknologi termasuk didalamnya masukan (input) sarana produksi dan
penanganan produk dalam alur vertikal rantai agribisnis mulai dari tingkat
usahatani hingga eksportir. Bila eksportir terkoordinasi secara vertikal dengan
pedagang (supplier), maka informasi kunci mengenai ketentuan-ketentuan yang
diinginkan konsumen di tingkat pasar internasional akan ditransmisikan secara
cepat dan sempurna melalui penyampaian pesan secara berurutan dari eksportir
kepada pedagang mitra usahanya. Bila pedagang juga terkoordinasi secara vertikal
dengan petani, maka informasi tersebut akan ditransmisikan secara cepat dan
sempurna kepada petani mitra usahanya.
Perurnusan Masalah
Para eksportir memperoleh pasokan ikan hias dari supplier yang merupakan
pedagang perantara antara petani ikan hias dengan eksportir. Umurnnya supplier
mendapatkan produk dari petani skala kecil, sehingga jumlah permintaan produk
yang berasal dari eksportir dikumpulkan dari beberapa petani dengan ukuran yang
beragam. Hal ini mengakibatkan produk yang dihasilkan petani tampak bersifat
asalan, yaitu tanpa adanya kontrol mutu (quality control). Kondisi ini terjadi
lengkap dan baik, misalnya tentang jenis, mutu dan jumlah ikan yang
dikehendaki, harga, serta waktu pengiriman produk yang dikehendaki. Kondisi
tersebut menyebabkan posisi tawar petani lemah, sehingga supplier dengan
leluasa dapat menentukan harga jual di tingkat petani.
Jika dirunut secara vertikal, maka aliran pesan dimulai dari importir yang
memberi order kepada eksportir dan disampaikan kepa'da supplier yang akan
mencari barang ke para petani ikan hias. Adapun hasil yang dicapai secara urnum:
(1) jumlah barang yang didapat tidak menentu, terkadang mencukupi, tetapi
sering pula kurang dan terkesan apa adanya, (2) mutu produk menjadi beragam,
mengingat ikan hias dari beberapa petani dicampur menjadi satu, belurn lagi jenis
dan ukuran ikan yang terbagi atas S (small), M (medium) ataupun L (large) yang hams sesuai dengan perrnintaan. Supplier yang berperan sebagai jembatan antara
eksportir dan petani ikan hias seharusnya berlaku informatif. Dalam ha1 ini,
informasi mengenai produk yang diperlukan oleh importir sebagai hasil
pemantauan eksportir dari luar negeri perlu diolah lebih lanjut dan disampaikan
kepada para petani.
Melalui jaringan agnbisnis ikan hias yang ada, maka akan terjadi proses
komunikasi yang menyampaikan pesan, baik yang terkait dengan informasi
mengenai perolehan sarana produksi, teknologi budidaya, penanganan produk
maupun pemasarannya. Dengan demikian, petani ikan hias yang bergabung
dalam kelompok tani akan saling berinteraksi satu dengan yang lain, sehingga
terjalin jaringan komunikasi yang memungkinkan terjadinya tukar menukar
atasnya (supplier dan eksportir). Dengan beragamnya karakteristik petani,
tentunya tidak semua petani mempunyai akses terhadap jaringan tersebut. Selain
itu juga tidak semua petani ikan hias yang telah mempunyai akses terhadap
jaringan dapat memanfaatkannya dengan baik. Sampai saat ini belum ada
informasi yang rinci mengenai keefektifan jaringan komunikasi agribisnis ikan
hias, baik itu yang menyangkut keterlibatan atau partisipasi petani dalam jaringan
tersebut, perolehanan informasi maupun faktor-faktor yang berhubungan dengan
keefektifan jaringan komunikasi serta tingkat penguasaan teknologi dan bisnis.
Berdasarkan uraian tersebut di atas, beberapa perrnasalahan dapat
diidentifikasi sebagai berikut :
1) Bagaimana keragaan jaringan komunikasi agribisnis ikan hias?
2) Bagaimana keefektifan jaringan komunikasi agnbisnis ikan hias?
3) Bagaimana hubungan antara karakteristik individu dengan keefektifan jaringan
komunikasi agribisnis ikan hias?
4) Bagaimana hubungan antara karakteristik usaha dengan keefektifan jaringan
komunikasi agribisnis ikan hias?
5) Bagaimana hubungan keefektifan jaringan komunikasi agribisnis ikan hias dengan tingkat penguasaan teknologi dan bisnis?
Tujuan Penelitian
Berdasarkan perrnasalahan yang dikemukakan di atas, maka penelitian ini
bertujuan untuk menjelaskan:
2) Keefektifan jaringan komunikasi agribisnis ikan hias.
3) Hubungan antara karakteristik individu dengan keefektifan jaringan
komunikasi agribisnis ikan hias.
4) Hubungan antara karakteristik usaha dengan keefektifan jaringan komunikasi agribisnis ikan hias.
5) Hubungan keefektifan jaringan komunikasi agribisnis ikan hias dengan tingkat penguasaan teknologi dan bisnis.
Kegunaan Penelitian
Penelitian diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi
pembangunan perikanan dan pedesaan pada umumnya, khususnya yang terkait
dengan keefektifan jaringan komunikasi agribisnis ikan hias dalam
menyebarluaskan informasi kunci. Ketentuan-ketentuan yang diinginkan
konsumen pada pasar internasional dapat diterima petani dengan baik untuk
meningkatkan daya saing dan pendapatan petani ikan hias. Selanjutnya, hasil
penelitian juga diharapkan dapat digunakan sebagai :
1) Bahan informasi bagi pemecahan masalah program peningkatan produksi ikan hias dan penyusunan peraturan yang terkait dengan kebijakan bagi eksportir
ikan hias.
2) Dasar penelitian lanjutan tentang jaringan komunikasi agnbisnis ikan hias.
TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN
Tinjauan Pustaka
Jaringan Komunikasi
Fisher (1986) menyatakan bahwa penelitian tentang jaringan komunikasi hampir seluruhnya bersifat mekanistis. Suatu jaringan secara jelas mempunyai fokus pada saluran yang memungkinkan komunikasi mengalir diantara individu. Oleh karena itu, kombinasi tertentu dari penghubung saluran diantara para komunikator merupakan struktur jaringan komunikasi. Sebagian besar penelitian tentang jaringan komunikasi telah dilakukan dalam setting kelompok dan organisasi.
Menwut DeVito (1997), jaringan adalah saluran yang digunakan untuk meneruskan pesan dari satu orang kepada orang lain. Selain itu, jaringan dapat dilihat dari dua perspektif. Pertama, kelompok kecil sesuai dengan sumberdaya yang dimiliki akan mengembangkan pola komunikasi yang menggabungkan beberapa struktur jaringan komunikasi. Jaringan komunikasi ini kemudian merupakan sistem komunikasi umurn yang akan digunakan oleh kelompok dalam mengirimkan pesan dari satu orang kepada orang lain. Kedua, jaringan komunikasi dapat dipandang sebagai struktur yang diformalkan dan diciptakan oleh organisasi sebagai sarana komunikasi organisasi.
pengertian. Berkaitan dengan proses komunikasi tersebut, Rogers dan Rogers (1976) menjelaskan bahwa peran sumber dan penerima saling berganti-ganti dalam pertukaran pesan yang terus-menerus.
Menurut Rogers dan Kincaid (1981), model konvergen memandang komunikasi antar manusia bersifat dinamis dan berulang terhadap waktu, yang dicirikan oleh: (1) saling menjadi penyebab dan (2) hubungan antar partisipan yang saling tergantung satu sama lain, bukan pada kesalahan pandangan terhadap komunikator, komunikan maupun pesan. Model komunikasi konvergen mengarah kepada suatu perspektif hubungan komunikasi antar manusia yang bersifat interpersonal. Hubungan-hubungan yang terbentuk merupakan suatu rangkaian jalinan yang interaktif Dengan kata lain, interaksi komunikasi antar manusia/ individu dalarn sistem sosial (kelompok) akan membentuk suatu jaringan komunikasi.
Pengumpulan data jaringan komunikasi dilakukan dengan mengajukan pertanyaan sosiometri, yaitu pertanyaan dari siapa seseorang mendapatkan informasi tertentu. Menggunakan data sosiometri yang telah disusun secara matrik dapat dibentuk sosiogram yang digunakan untuk melihat pemuka pendapat, liaisons, bridges, isolated dan jumlah klik yang terbentuk dalam suatu jaringan, arah arus informasi, bentuk jaringan (roda, jari-jari, rantai, Y, semua saluran), serta kepadatan atau frekuensi hubungan (Rogers dan Kincaid, 198 1 ; DeVito, 1997; Pace dan Faules, 1998).
Hasil penelitian Setyanto (1993) mengemukakan bahwa jaringan komunikasi dibedakan menjadi dua, yaitu formal dan informal. Jaringan komunikasi formal lebih bersifat hirarkis, sehingga arus informasi mengalir secara vertikal. Sementara itu jaringan komunikasi informal lebih bersifat horizontal, arus informasi mengalir dari berbagai arah karena terjadi secara interpersonal. Informasi yang didapatpun sesuai dengan kebutuhan, bahkan dalam jaringan komunikasi informal individu-individu yang terlibat didalamnya menentukan sendiri siapa yang menjadi partner komunikasinya.
Keefektifan Komunikasi
bentuknya, mempunyai pengaruh tertentu atas kandungan pesan (apa yang
disampaikan) selain juga bentuk pesan (bagaimana menyampaikannya). Dimensi
sosial-psikologis meliputi tata hubungan status diantara individu yang terlibat,
peran dan permainan yang dijalankan orang, serta aturan budaya masyarakat
dimana mereka berkomunikasi. Adapun dimensi temporal atau waktu, mencakup
waktu dalam sehari maupun waktu dalam hitungan sejarah hmana komunikasi
berlangsung. Ketiga dimensi tersebut akan saling mempengaruhi satu sama lain.
Berlo (1960) berpendapat bahwa keefektifan komunikasi berhubungan
dengan gangguan dan ketepatan serta unsur-unsur komunikasi yang berada di
dalamnya. Unsu-unsur dalarn komunikasi meliputi komunikator, encoder, pesan,
saluran, decoder, dan komunikan. Baik dari unsur komunikator maupun
komunikan, faktor-faktor yang perlu mendapat perhatian untuk meningkatkan
ketepatan adalah: (1) kemampuan berkomunikasi, (2) sikap, (3) tingkat pengeta-
huan, serta (4) posisi dalam suatu sistem sosial-budaya. Setidaknya terdapat tiga faktor dalam suatu pesan, yaitu: (1) kode pesan, (2) isi pesan, serta (3) perlakuan
pesan. Kode pesan didefinisikan sebagai beberapa kelompok simbol yang dapat
distruktur dalam suatu cara yang berarti untuk beberapa orang. Isi pesan
merupakan materi pesan yang telah dipilih oleh komunikator untuk
menyampaikan tujuannya; sedangkan perlakuan pesan merupakan suatu
keputusan dimana komunikator melakukan pemilihan dan penyusunan, baik kode
maupun isi pesan.
Pemilihan saluran yang tepat dapat didekati dengan: (1) ketersehaan media,
lain dalam pemilihan media adalah jenis media yang dapat: (1) diakses oleh
sebagian besar komunikan dengan biaya paling rendah, (2) mempunyai dampak
yang paling besar, (3) diadaptasi sebagian besar dari tujuan komunikator, serta (4) diadaptasi sebagian besar dari isi pesan (Berlo, 1960). Sementara itu, Level (1972
dalam Face dan Faules, 1998) mengemukakan, bahwa terdapat enam knteria yang sering digunakan dalam memilih metoda penyampaian informasi, yaitu:
(1) ketersediaan, (2) biaya, (3) pengaruh, (4) relevansi, (5) respons, serta
(6) keahlian.
Suatu meQa untuk sekedar menyampaikan informasi dapat dilakukan
dengan cara: (1) mengasumsikan seorang penerima pasif, (2) mengabaikan
konsteks-konteks lokal dalam menentukan makna setiap komunikasi yang
dilakukan, serta (3) mendukung gagasan bahwa kejelasan dan keterbukaan harus
disamakan dengan keefektifan. Pemilihan media dapat didasarkan pada
pertimbangan sifat-sifat meha, hasil-hasil yang diinginkan, faktor biaya dan
waktu, dan konteks budaya di tempat terjadinya pertukaran informasi tersebut
(Face dan Faules, 1998).
Bila mengacu pada pendapat Tubbs dan Moss (1996), komunikasi Qnilai
efektif jika pesan yang disampaikan dan yang dimaksudkan oleh komunikator
akan ditangkap dan dipahami oleh komunikan, sebagaimana rumusan berikut:
R makna yang ditangkap komunikan
- - - = 1
S makna yang dimaksud komunikator
dimana: R = receiver (komunikan)
Nilai 1, yang menunjukkan kesempurnaan penyampaian dan penerimaan
pesan jarang diperoleh. Kenyataannya, nilai tersebut tidak pernah dicapai hanya
mendekati saja. Semakin besar kaitan antara yang dimaksud dengan respon yang
diterima, maka semalun efektif komunikasi yang dilakukan. Selanjutnya
dikemukakan pula, bahwa ada lima ha1 yang dapat dijadikan ukuran bagi
komunikasi efektif, yaitu: (1) pemahaman, (2) kesenangan, (3) pengaruh pada
sikap, (4) hubungan yang semakin baik, serta (5) tindakan.
Schramm dalam Effendi (1993) berpendapat bahwa untuk mewujudkan
komunikasi yang efektif, maka pesan yang dikemas hams:
1) Dirancang dan disampaikan sedemikian rupa, sehingga menarik komunikan.
2) Menggunakan lambang-lambang yang mengarah pada pengalaman yang sama
antara komunikator dengan komunikan, sehingga diperoleh satu pengertian
yang sama.
3) Mampu menimbulkan kebutuhan pribadi komunikan dan menyarankan bebe- rapa cara untuk memperoleh kebutuhan tersebut.
4) Mampu memberi saran untuk memperoleh kebutuhan tersebut yang layak bagi
situasi kelompok dimana komunikan berada pada waktu digerakkan untuk
memberikan tanggapan yang dikehendaki.
Selain itu, menurut DeFleur dan Rokeach dalam Effendi (1993) efek yang
ditimbulkan dalam berkomunikasi dapat dikelompokkan dalarn efek: (1) kognitif,
yang terkait dengan pikiran atau penalaran, (2) afektif, yang berkaitan dengan
perasaan, serta (3) konatif atau behavioral, yang berkaitan dengan perilaku,
Karakteristik Petani dalam Menerima Informasi
Hasil penelitian Setyanto (1993) mengungkapkan bahwa karakteristik petani menentukan pemahaman petani terhadap informasi-informasi pertanian serta akan menentukan pula terhadap kemampuan mereka mengadopsi inovasi- inovasi pertanian. Karakteristik tersebut meliputi tingkat pendidikan, pendapatan (status ekonomi), luas dan status lahan garapan, serta keterdedahan terhadap media komunikasi.
Hasil penelitian Djamali (1999) menyatakan bahwa karakteristik individu seperti umur, pengalaman berusahatani, tingkat keberanian menghadapi resiko, kekosmopolitan dan skala usaha, menentukan keikutsertaan dalam jaringan komunikasi wirausahawan agribisnis sarang burung walet.
Paradigma Agribisnis
Secara historis, Davis (1957 dalam Simatupang, 1997) berpandangan bahwa paradigma agribisnis muncul sebagai alternatif terhadap paradigma usahatani (farming) klasik. Dalam paradigma agribisnis ditekankan bahwa keragaan usahatani hams dianalisa dalam konteks sistem komoditas (Drilon, 197 1 dalarn Simatupang, 1997). Adapun paradigma agribisnis dapat dikelompokkan dalam pemikiran berikut:
2) Usahatani sebagai perusahaan komersial, dalam arti usahatani modern yang dicirikan oleh: (1) bersifat komersial, berusaha memaksimwnkan laba; (2) berorientasi pasar: sebagian besar hasil produksinya dijual ke pasar, sebagian besar sarana produksi dibeli dari pasar, serta responsif terhadap perubahan harga; (3) progresif: responsif terhadap perubahan teknologi.
3) Agribisnis sebagai suatu sistem organik, dalam arti agribisnis terpadu dalam suatu sistem organik dengan usahatani sebagai intinya, yang dikelompokkan menjadi 4 sub sistem, yaitu: (1) pengadaan sarana produksi, (2) produksi, (3) pengolahan, serta (4) disttibusi/pemasaran.
Jaringan Agribisnis Ikan Hias
Jaringan agribisnis ikan h a s dapat ditelusuri sebagaimana &tampilkan pada Gambar 1. Aliran pesan yang berupa order dari importir diteruskan melalui mitra usahanya pada alur vertikal di bawahnya. Lebih lanjut pada Gambar 1 terlihat, bahwa terdapat tiga pola pernasaran yang berlaku pada agribisnis ikan hias, yaitu: (1) importir
+
eksportir+
supplier+
raiser+
breeder; (2) importir+
eksportir+
supplier+
breeder; (3) importir+
eksportir+
breeder.antara lain memiliki kredibilitas yang baik, reputasi baik di bidang ikan, diakui
keahliannya serta telah lama berkecimpung dalam mengelola ikan has.
[image:172.586.84.474.182.634.2]... t = aliranpesan
--
= aliran responslprodukGambar
1.Jaringan agribisnis ikan hias
Teknologi Budidaya Ikan Hias
Pada umumnya, teknologi budidaya ikan dikelompokkan dalam 3 kategori,
yaitu ekstensif (tradisional), semi-intensif (madya), serta intensif (maju).
Budidaya ekstensif (tradisional) merupakan budidaya dalam kondisi lingkungan
hams memenuhi beberapa fungsi, yaitu: (1) memberi ruang untuk hidup ikan, (2)
memasok oksigen terlarut dari atmosfer, (3) melarutkan buangan metabolik beracun, serta sekaligus (4) sebagai media bagi pertumbuhan pakan alami yang
diperlukan bagi organisme yang dibudidayakan. Sistem budidaya semi-intensif
merupakan peralihan dari sistem ekstensif ke intensif yang dicirikan oleh
penambahan pakan alami melalui pemupukan atau melalui pemberian pakan
buatan. Sistem budidaya intensif dicirikan oleh: (1) air hanya digunakan sebagai
media fisik bagi hidup ikan sehingga diperlukan pengelolaan yang intensif, (2)
pemberian pakan secara intensif karena tidak lagi dapat mengandalkan pakan
alami, (3) pengendalian penyakit yang intensif akibat kondisi ikan yang padat, serta (4) biaya operasional yang lebih besar sebagai konsekuensi dari pengelolaan
budidaya yang intensif tersebut (Wedemeyer, 1996).
Kerangka Pemikiran
Dengan didasari teori Rogers dan Kincaid (198 1) mengenai jaringan
komunikasi, maka jaringan komunikasi agribisnis ikan hias dapat diartikan
sebagai hubungan yang berlangsung pada beberapa tingkatan baik dengan
eksportir, supplier, raiser maupun sesama breeder yang terbentuk oleh pola aliran
informasi.
Eksportir yang merupakan penerima pesan dari importir, sekaligus juga
sebagai sumber informasi, yang mengetahui informasi kunci ketentuan-ketentuan
yang diinginkan konsumen pada pasar internasional. Informasi tersebut dapat
yang dibutuhkan pembeli di suatu negara tertentu, jenis, harga jual berdasarkan kategori mutu, dan kriteria mutu yang diinginkan konsumen serta ketentuan waktu kapan produk tersebut hams sampai pada importir. Informasi tersebut dapat diteruskan sampai ke tingkat produsen, dalam ha1 ini breeder maupun raiser.
Dalam upaya mengetahui keefebfan jaringan komunikasi agnbisnis ikan hias, pengukuran dapat dilakukan dengan melihat keterlibatan breeder, yang didekati melalui tingkat partisipasi breeder yang terkait dengan kegiatan usaha ikan hias dan perolehan inforrnasi. Informasi tersebut dikelompokkan dalam teknologi budidaya (ekstensif atau tradisional, semi-intensif dan intensif) dan bisnis ikan hias (harga, jenis, mutu, jumlah, waktu, pemasaran serta harga saprokan). Sampai sejauh mana keefektifan jaringan dapat diindikasikan dari tingkat pengetahuan yang diperoleh petani dan bagaimana tingkat penerapannya, yang juga terkait dengan teknologi budidaya dan bisnis ikan hias. Pada tingkat breeder diduga partisipasi dan perolehan informasi berhubungan dengan karakteristik individu (urnur, pendidikan, pengalaman usaha ikan hias, keberanian beresiko dan keterdedahan terhadap media) serta karakteristik usaha (modal, skala usaha, tenaga kerja dan pemilikan saprokan).
Berdasarkan pemikiran tersebut, maka disusun kerangka alw pikir seperti
yang ditampilkan pada Gambar 2.
Karakteristik individu (XI)
I
X12 = pendidikanI
I
Keefektifan JaringanI
X13 = pengalaman
h
X14 = keberanian
I
terhadap mediaI I I
Perolehan inforrnasiI
KomunikasiPartisipasi
beresiko
XI5 = keterdedahan
I
I
II 1
-
Teknologil
r
-
Tujuan-
Frekuensi1
TingkatI
Penguasaant
I
TeknologiX24 = pemilikan
saprokan
+
Karakteristik usaha
(X2)
X21 = modalX22 = skala usaha
X23 = tenaga kerja
dan Bisnis
Pengetahuan
-
-
Bisnis-
Ekstensif-
Semi-intensif-
Intensif-
Bisnis-
Harga-
Kriteria mutu-
Jumlah & w a k t ~-
Pemasaran [image:175.584.81.516.156.744.2]-
Harga saprokanGambar 2. Kerangka pemikiran keefektifan jaringan komunikasi agribisnis petani ikan hias
-
Hipotesis
Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan, maka dapat dirumuskan hipotesis mayor dari penelitian, yaitu:
1) Terdapat hubungan yang nyata antara karakteristik individu dengan keefektifan jaringan komunikasi agribisnis ikan hias; yang dirinci dalam hipotesis minor
sebagai berikut:
a. Terdapat hubungan yang nyata antara umur petani dengan keefektifan jaringan komunikasi agribisnis ikan hias.
b. Terdapat hubungan yang nyata antara pendidikan petani dengan keefektifan jaringan komunikasi agribisnis ikan hias.
c. Terdapat hubungan yang nyata antara pengalaman usahatani petani dengan keefektifan jaringan komunikasi agribisnis ikan hias.
d. Terdapat hubungan yang nyata antara keberanian beresiko petani dengan keefektifan jaringan komunikasi agribisnis ikan hias.
e. Terdapat hubungan yang nyata antara keterdedahan petani terhadap media dengan keefektifan jaringan komunikasi agribisnis ikan hias.
2) Terdapat hubungan yang nyata antara karakteristik usaha dengan keefektifan jaringan komunikasi agribisnis ikan hias; yang dirinci dalam hipotesis minor
sebagai berikut:
a. Terdapat hubungan yang nyata antara modal usaha yang dimiliki petani dengan keefektifan jaringan komunikasi agribisnis ikan hias.
c. Terdapat hubungan yang nyata antara tenaga kerja yang dikaryakan petani dalam mengelola usaha dengan keefektifan jaringan komunikasi agribisnis ikan hias.
d. Terdapat hubungan yang nyata antara pemilikan saprokan oleh petani dengan keefektifan jaringan komunikasi agribisnis ikan hias.
3) Terdapat hubungan yang nyata antara keefektifan jaringan komunikasi agribis- nis ikan hias dengan penguasaan teknologi dan bisnis yang berupa pengetahuan dan penerapan petani tentang teknologi budidaya dan bisnis ikan hias; yang dirinci dalam hipotesis minor sebagai berikut:
a. Terdapat hubungan yang nyata antara keefektifan jaringan komunikasi agribisnis ikan hias dengan tingkat pengetahuan petani.
METODE PENELITIAN
Desain Penelitian
Penelitian dirancang dengan metoda survai yang bersifat deskriptif korelasional. Sebagai variabel bebas adalah karakteristik individu dan karak- teristik usaha dengan variabel tak bebas berupa keefektifan jaringan komunikasi serta tingkat penguasaan teknologi dan bisnis (tingkat pengetahuan dan penerapan petani terhadap teknologi budidaya serta bisnis ikan hias).
Definisi Operasional
Alur pikir yang digambarkan dalam kerangka pemikiran terdiri atas empat variabel utama, yaitu karakteristik individu, karakteristik usaha, keefektifan jaringan komunikasi serta tingkat penguasaan teknologi dan bisnis. Adapun
definisi operasional dan cara pengukuran ditampilkan pada Tabel 1.
Tabel 1. Definisi operasional dan pengukuran variabel penelitian
No. (1) 1. 2. Variabel (2) Umur Pendidikan Definisi operasional (3)
Lama tahun hidup sejak respon- den lahir
Jenjang pendidikan yang per- nah ditempuh oleh responden yang meliputi pendidikan formal dan non formal.
a. Pendidikan formal: lama pen- didikan yang ditempuh di bangku sekolah
Pengu kuran
(4)
Lama tahun hidup sejak responden lahir
[image:178.584.80.504.532.758.2]Tabel 1. Lanjutan Pengalaman usahatani Keberanian beresiko Keterdedahan terhadap media massa
b. Pendidikan non formal: fre- kuensi mengikuti pendidikan di luar bangku sekolah
Lama responden dalam melaku- kan usahanya dari awal hingga pada saat penelitian dilakukan
Tingkat keberanian petani dalam pengambilan keputusan yang terkait dengan usahatani. Pertanyaan yang diajukan kepada responden berkaitan dengan:
a. Tingkat kelayakan usaha yang didekati dengan perolehan keuntungan dari usaha ikan hias, sehingga dapat dijadi- kan sumber pendapatan utama keluarga.
b. Beralih dari komoditas ikan hias ke komoditas lain. c. Berrnaksud menambahl
mengganti jenis ikan hias. d. Mengembangkan skala usaha-
tani ikan hias.
e. Mengambil kredit dari bank untuk menarnbah modal usahatani ikan hias.
Frekuensi keterjangkauan pe- san melalui media massa dalam satu bulan terakhir saat peneliti- an dilakukan, untuk mendapat- kan informasi dari media massa, yang dibedakan atas:
Jumlah mengikuti kegiatan kursusllatih- anlpenataran di bidang usahatani ikan hias dalam periode waktu tima tahun terakhir (1996-2001) Jumlah tahun usaha dari awal usaha hingga pada saat penelitian dilakukan
Pemberian skor 1 untuk responden yang menyatakan 'ya', dan skor 0 untuk respon- den yang menjawab 'tidak', kecuali untuk butir b, skor berlaku kebalikan, yaitu skor
[image:179.584.79.503.89.766.2]Tabel 1. Lanjutan
Modal usaha
Skala usaha
a. Media elektronik: televisi, dan radio.
b. Media cetak: surat kabar, buletin, brosur, buku petun- juk teknik ikan hias maupun
maj alah.
Besarnya biaya dari berbagai sumber yang dikeluarkan untuk usaha ikan hias sampai saat penelitian dilakukan dan dinya- takan dalam satuan rupiah, yang dibedakan atas:
a. Modal investasi: biaya yang dikeluarkan untuk pembelian atau penyewaan lahan clan saranaJperalatan serta materi- al lain.
b. Modal operasional: biaya yang dikeluarkan untuk pembelian sarana produksi perikanan (saprokan)
Jumlah ikan hias yang diusaha- kan petani sampai saat peneliti-
an dilakukan yang diukur dalam satuan ekor, dibedakan' atas:
Jumlah jam dalam satu bulan yang dibu- tuhkan untuk menda- patkan informasi dari media massa, baik elektronik maupun cetak
Jumlah uang (Rp) yang digunakan untuk pembelian atau penye- waan lahan, pembuat- an kolam, akuarium, pembelian blower, aerator, tabung oksi- gen, serok, selang dan alat lain.
[image:180.584.81.500.112.734.2]Tabel 1. Lanjutan
(4)
Jumlah induk dalam satuan ekor
Jumlah benih dalam satuan ekor
Jurnlah orang dalam anggota keluarga yang aktif bekerja mengelola usaha ikan hias.
Jumlah orang yang diupah baik harian maupun bulanan yang aktif bekerja mengelo- la usaha ikan hias. Skor 1 diberikan pada responden untuk pemilikan setiap jenis saprokan dan skor 0 untuk yang tidak memiliki. Dengan demikian, skor 5 dibe- rikan kepada respon- den yang memiliki 5 jenis saprokan. Pernyataan responden mengenai interaksi dengan sesama breed- er, raiser, supplier, maupun eksportir pada waktu mengha- dapi kesulitan dalam
(3)
a. Induk ikan hias b. Benih ikan hias
Banyaknya pekerja yang aktif terlibat dalam kegatan usaha ikan hias, yang dibedakan atas: a. Tenaga kerja dalam keluarga
(TKDK)
b. Tenaga kerja luar keluarga (TKLK)
Jenis-jenis saprokan yang dimi- liki responden dalam usahatani ikan hias yang berupa induk, benih, pupuk, pakan, clan obat- obatan.
Hubungan yang dapat berlangsung, baik antara sesama breeder, raiser, supplier, maupun eksportir. a. Breeder: petani ikan hias
Keefektifan jaringan komunikasi ikan hias Partisipasi petani
Tabel 1. Lanjutan
b. Raiser: petani ikan hias yang melakukan kegiatan pembe- saran ikan
c. Supplier: pedagang perantara atau pedagang yang menghu- bungkan antara eksportir dengan breeder ataupun eksportir dengan raiser. d. Eksportir: perusahaan (badan
usaha) yang melakukan kegi- atan ekspor ikan hias ke luar negeri.
mengelola usaha ikan hias, yang dihitung berdasarkan persen- tase responden.
Tingkat partisipasi petani dalam jaringan komunikasi agribisnis
ikan hias dan perolehan informasi.
Pengukuran tingkat keefektifan di hitung berdasarkan total skor seluruh variabel kee- fektifan jaringan. Skor 1 dinilai tidak efektif, skor 2: efektif dan skor 2,5-3: sangat efektif. Persentase skor jaringan komuni- kasi: (1) tidak efektif 0,O-66,6; (2) efektif 66,7-83,2; (3) sangat efektif 83,3-100,O. Keikutsertaan petani dalam ja-
ringan komunikasi yang diukur dari frekuensi dan tujuan petani.
I
. Frekuensi: mengetahui inten- sitas keterlibatan petani dalam mencari infromasi. [image:182.584.79.501.104.741.2]Tabel 1. Lanjutan
Perolehan infomasi
b. Tujuan: dari informasi ten- tang usahatani ikan hias res- ponden memanfaatkannya sebagai tujuan
Semua infomasi yang didapat petani mengenai teknologi budidaya dan bisnis ikan hias. a. Teknologi budidaya, semua infomasi yang didapat res- ponden mengenai berbagai tingkatan teknologi:
1 ) Teknologi budidaya ekstensif (tradisional): budidaya dalam kondisi lingkungan alami tanpa pemberian pakan dan aerasi dari luar, penggu- naan wadah tidak terkon- trol (kolarn tanah), kuali- tas air diperbailu dengan pergantian air, pakan mengandalkan pakan alami di kolam, pemijahan dilakukan di kolam, dan umumnya ikan bernilai ekonomis rendah.
[image:183.580.80.502.110.695.2]Tabel 1. Lanjutan
2) Teknologi budidaya semi- intensif (madya): peng- gunaan wadah semi ter- kontrol (sebagian besar di kolam tanah ditambah de- ngan akuarium atau bak betodplester, kualitas air diperbaiki dengan pergan- tian air, aerasi dan pakan buatan dadatau alami di- berikan seperlunya, pemi- jahan di kolam atau di bak serta umumnya ikan ber- nilai ekonomis sedang. 3) Teknologi budidaya inten-
sif (maju): penggunaan wadah terkontrol (akuari- urn, bak betod plester), pakan buatan dadatau alami diberikan secara intensif, kualitas air ter- kontrol (pemberian aerasi, pembersihan airfpenyifon- an dan pergantian air seca- ra intensif), umumnya pe- mijahan dilakukan dengan perangsangan hormon (induce breeding), serta ikan yang diproduksi ber- nilai ekonomis tinggi. Pengelompokan responden dalam ketiga kategori teknologi budidaya didasari atas tingkat penerapan responden terhadap teknologi tersebut.
b. Bisnis: semua informasi yang didapat petani mengenzi ha-- ga, jenis dan kriteria mutu, j umlah dan waktu i-iinq'm-
[image:184.580.77.504.118.773.2]Tabel 1. Lanjutan
Tingkat penguasaan teknologi dan bisnis
Tingkat pengetahuan petani dan dikaitkan dengan tingkat
penerapannya. Pengetahuan petani dibedakan menjadi dua: a. Teknologi: pengelolaan kuali-
tas air, pemeliharaanlpembe- saran ikan hias, pemijahan dan perlakuan terhadap induk ikan hias serta cara pengemas an dan pengangkutan.
b. Bisnis: harga, kriteria mutu, jumlah yang dibutuhkan, waktu penyampaian, pemasar an, harga saprokan (induk, be nih, pakan, pupuk dan obat- obatan), jenis ikan hias yang dibutuhkan pasar regional, nasional dan internasional. Tingkat penerapan petani hanya dilihat dari aspek teknologi.
Pengukuran tingkat pengetahuan dilaku- kan dengan memberi- kan pertanyaan ten- tang teknik budidaya dan bisnis serta mem- berikan skor terhadap jawaban responden.
Skor 1: sama sekali ti- dak tahu, skor 2: sedi- kit mengetahui, skor 3: mengetahui bebera- pa, skor 4: banyak mengetahui, skor 5: sangat mengetahui. Pengukuran tingkat penerapan dilakukan terhadap aspek teknik budidaya saja dengan memberikan skor ter- hadap jawaban res- ponden. Skor I : tidak menerapkan sama se- kali, skor 2: menerap- kan sedikit sekali, skor
3: menerapkan bebe- rapa, skor 4: banyak menerapkan, serta skor 5: menerapkan semua yang diketahui.
Waktu dan Lokasi Penelitian
[image:185.584.85.502.109.628.2]inforrnasi tentang penerapan teknologi budidaya ikan hias yang diperoleh dari Kepala Dinas Perikanan Kabupaten Bogor dan hasil observasi langsung di wilayah-wilayah potensi budidaya ikan hias.
Tabel 2. Jumlah petani, luas areal kolam dan produksi ikan hias di Kabupaten Bogor pada tahun 1999
Dilihat dari jurnlah pelaku rumah tangga perikanan (RTP), yaitu petani
Kecamatan
1. Ciampea 2. Bojonggede 3. Kemang 4. Parung
budidaya ikan hias pada Tabel 2 tampak bahwa Kecamatan Ciampea menempati urutan pertama sedangkan urutan kedua adalah Kecamatan Parung. Berdasarkan Sumber: Dinas Perikanan Kabupaten Bogor, 2000
Jumlah petani ikan (orang) 136 14 3 1 86
informasi dan observasi tentang penerapan teknologi budidaya didapatkan, bahwa petani ikan hias di Kecamatan Ciampea lebih banyak menerapkan teknologi budidaya ekstensif sedangkan teknologi budidaya semi-intensif dan intensif lebih banyak diterapkan di Kecamatan Parung. Dengan mempertimbangkan ha1
Luas areal kolam (ha) 32,45 4,90 3,60 4,lO
[image:186.580.89.501.238.459.2]Metode Pengambilan Contoh
Pengambilan contoh dilakukan secara acak berlapis dengan menggunakan metoda survai. Contoh adalah responden sebagai petani ikan hias yang telah menerapkan teknologi budidaya ikan hias secara tradisional, semi intensif dan intensif di kecamatan terpilih, yaitu Kecamatan Ciampea dan Parung dengan jumlah responden masing-masing kecamatan sebanyak 30 petani, sehingga total responden sebanyak 60 petani. Untuk melengkapi data dan uji silang (cross check) diperlukan responden lain yang berfungsi sebagai inforrnan kunci, yaitu tokoh masyarakat, ketua kelompok tani, serta kepala dinaslinstansi terkait.
Metode Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini berupa data primer dan data sekunder. Data primer mencakup semua data yang terkait dengan varibel bebas dan variabel tak bebas. Data primer diperoleh melalui teknik wawancara dengan menggunakan pertanyaan terstruktur (kuisioner). Penyusunan kuisioner didasar- kan pada penjabaran variabel bebas dan tak bebas. Data sekunder diperoleh dari hasil-hasil penelitian yang telah dilakukan dan kajian pustaka yang relevan dengan penelitian, serta data lain yang terkait dengan substansi penelitian.
Kesahihan dan Keterandalan
ditentukan sampai seberapa jauh isi alat pengukur tersebut mewakili semua aspek yang dianggap sebagai aspek kerangka konsep. Data dengan tingkat validitas tinggi diharapkan dapat diperoleh dari daftar pertanyaan yang memenuhi kriteria:
1) Mempelajari teori-teori yang relevan dengan substansi penelitian dan kenyataan yang telah diungkapkan di berbagai kepustakaan.
2) Menyesuaikan isi pertanyaan dengan kondisi responden.
3) Memperhatikan masukan dari para ahli, terutama dari Komisi Pembimbing 4) Melakukan uji coba daftar pertanyaan kepada para petani ikan hias yang
memiliki karakteristik mirip dengan karakteristik petani contoh. Selanjutnya melakukan perbaikan daftar pertanyaan sesuai dengan hasil uji coba.
Keterandalan atau reliabilitas merupakan indeks yang menunjukkan sampai seberapa jauh suatu alat pengukur dapat dipercaya atau diandalkan. Bila suatu alat ukur digunakan dua kali, untuk mengukur gejala yang sama dan hasil pengukuran yang diperoleh relatif konsisten, maka alat pengukur tersebut terandal. Dengan kata lain, keterandalan menunjukkan konsistensi suatu alat pengukur di dalam mengukur gejala yang sama.
Uji keterandalan yang digunakan adalah teknik belah dua dengan menggu- nakan program Microsoft Excel 2000. Hasil perhitungan terhadap pertanyaan pada variabel tingkat keefektifan jaringan serta penguasaan teknologi dan bisnis (kuisioner awal) dari 10 responden di Desa Cinangneng bernilai 0,7486 sehingga kuisioner tersebut reliabel pada taraf a = 0,05. Setelah kuisioner diperbaiki, maka
diperoleh nilai sebesar 0,9192 (reliabel pada taraf a = 0,Ol). Hal ini menunjukkan
Metode Pengolahan Data dan Analisis Data
Data disusun dalam kelompok atau kategorisasi dalam skala ordinal dan ditabulasi dalam bentuk tabel distribusi fiekuensi. Analisis data dilakukan secara kuantitatif dan kualitatif. Hipotesis diuji dengan statistik non-parametrik menggunakan uji Tau-b Kendall untuk mengukur keeratan hubungan antara faktor karakteristik responden dan usaha dengan tingkat keefektifan jaringan komuni- kasi, serta hubungan antara tingkat keefektifan jaringan komunikasi dengan tingkat penguasaan teknologi dan bisnis. Menurut Agresti (1999), Tau-b Kendall adalah suatu ukuran asosiasi antara dua peubah ordinal yang memperhitungkan banyaknya pasangan yang sama pada masing-masing peubah, dengan rurnus:
c t i ( t i - 1 )
T, =
C
; T x = banyak pasangan yang nilainya sama pada xi = t 2
T,
=C
; T, = banyak pasangan yang nilainya sama pada yi = i 2
K = banyak pasangan pengamatan yang konkordan (jika anggota yang berperingkat lebih tinggi pada satu peubah juga berperingkat lebih tinggi pada peubah lainnya).
D = banyak pasangan pengamatan yang diskordan Cjika anggota yang
berperingkat lebih tinggi pada satu peubah, berperingkat lebih rendah pada peubah lainnya).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Keadaan
Umum
Lokasi PenelitianKecamatan Ciampea terletak di wilayah Kabupaten Bogor dengan luas sekitar 4.204,3 ha. Sebagian besar berupa lahan sawah (92,6%), sedangkan 7,4% lainnya berupa pekarangan, ladang, kolam dan kuburan. Berdasarkan data Dinas Perikanan Kabupaten Bogor (2000), potensi ikan hias yang dihasilkan Kecamatan Ciampea pada tahun 1999 menempati urutan pertama dengan pangsa 58,0% (24.690,5 ribu ekor) dari total produksi Kabupaten Bogor (42.600 ribu ekor). Jumlah Rumah Tangga Petani Ikan (RTP) dan Rumah Tangga Buruh Perikanan (RTBP) masing-masing sebanyak 136 orang dan 94 orang, juga tertinggi di Kabupaten Bogor.
Sementara itu Desa Cibuntu yang merupakan salah satu desa di Kecamatan Ciampea, memiliki luas wilayah sekitar 219 ha yang terdiri atas lahan sawah setengah teknis 206 ha, sawah tadah hujan 5 ha dan sawah pasang surut 5 ha serta kolam 3 ha. Batas wilayah desa sebelah Utara adalah Desa Cicadas, sebelah Selatan Desa Ciampea Udik, sebelah Barat Kecamatan Cibungbulang dan sebelah Timur Kali Ciampea. Jarak desa ke ibukota kecamatan, kabupaten dan propinsi masing-masing sekitar 5 km, 30 km serta 135 km. Topografi desa termasuk dataran dengan tinggi tempat 500 m diatas permukaan laut (dpl) dan curah hujan rata-rata per tahun 300 mm.
sebanyak 3.38 1 jiwa (50,1%). Secara keseluruhan dari total penduduk, 55,6% diantaranya termasuk dalam kategori usia produktif (3.762 jiwa) yang berada dalam kelompok umur 15-60 tahun. Adapun yang tergolong usia anak-anak atau
< 15 tahun sebesar 37,9% (2.559 jiwa) sedangkan 6,5% lainnya (439 jiwa) termasuk yang berusia > 60 tahun.
Tingkat perekonomian penduduk Desa Cibuntu termasuk dalarn kondisi sedang, dan sebagian besar bangunan perumahan yang dimiliki penduduk sudah permanen. Jenjang pendidikan yang ditempuh oleh penduduk yang termasuk dalam angkatan kerja atau usia produktif adalah tidak tamat SD 1,8% (60 orang), tamat SD 26,2% (865 orang), tamat SLTP 15,1% (500 orang), tamat perguruan tinggi dengan program Dl-D3 maupun S1 masing-masing sebesar 0,7% (23 orang) dan 0,2% (5 orang). Dari jumlah angkatan kerja tersebut, 42,7% diantaranya telah bekerja di sektor pertanian, industri dan jasa, sedangkan 57,3% lainnya masih pengangguran.
Desa Parigi Mekar termasuk dalam wilayah Kecamatan Parung dengan luas 184,8 ha yang terdiri atas lahan pekarangan 26,5% (49,O ha), perumahan 26,0% (48,O ha), ladang 8,7% (16,O ha), kolam 22,7% (42,O ha), kuburan 0,5% (1 ha) dan peruntukan lainnya 15,6% (28,8 ha). Batas wilayah desa sebelah Utara dan Barat adalah Desa Ciseeng, sebelah Selatan Desa Babakan dan sebelah Timur Desa Bojong Sempu. Jarak desa ke ibukota kecamatan, kabupaten dan propinsi masing-masing sekitar 2 km, 28 krn, serta 120 km. Topografi desa termasuk dataran dengan tinggi tempat 150 m dpl dan keadaan suhu rata-rata 18,3'~.
Secara keseluruhan jumlah penduduk Desa Parigi Mekar 6.959 jiwa dengan jumlah KK sebanyak 2.024, yang terdiri atas laki-laki sebanyak 3.285 jiwa (47,2%) dan perempuan sebanyak 3.674 jiwa (52,8%). Dari total penduduk, 48,8% diantaranya termasuk dalam kategori usia produktif (3.393 jiwa) yang berada dalam kelompok urnur 15-60 tahun. Adapun yang tergolong usia anak- anak atau < 15 tahun sebesar 40,5% (2.818 jiwa) sedangkan 10,7% lainnya (748 jiwa) termasuk yang berusia > 60 tahun.
ditempuh penduduk adalah tidak tamat SD 20,3%, tamat SD 28,1%, tamat SLTP 16,3%, tamat SLTA 9,1%, tamat perguruan tinggi 0,5%, sedangkan 25,7% lainnya belum atau tidak sekolah. Dari data dafiar isian data dasar profil desalkelurahan tercatat penduduk usia produktif yang telah beke j a 60,3% (baik di bidang pertanian, industri maupun jasa), sedangkan 39,7% masih menganggur.
Karakteristik Petani Ikan Hias
Karakteristik petani merupakan salah satu faktor yang diduga berhubungan dengan keefektifan jaringan komunikasi. Karakteristik tersebut mencakup umur petani, pendidikan (formal dan non formal), pengalaman usahatani, keberanian beresiko dan keterdedahan terhadap meQa. Dari hasil penelitian Setyanto (1993) dinyatakan bahwa karakteristik petani menentukan pemahaman petani terhadap inforrnasi-informasi pertanian serta akan menentukan pula terhadap kemampuan mereka dalam mengadopsi inovasi-inovasi pertanian. Hal ini didukung oleh hasil penelitian Djamali (1999) yang mengemukakan bahwa karakteristik individu menentukan keikutsertaan dalam jaringan komunikasi wirausahawan agnbisnis sarang burung wallet. Keadaan karakteristik petani responden secara keseluruhan ditampilkan pada Tabel 3.