PEMBERIAN ABU JANJANG KELAPA SAWIT DAN PUPUK UREA PADA MEDIA PEMBIBITAN
SKRIPSI
OLEH :
SARAH VITRYA SIDABUTAR 080301055
BDP-AGRONOMI
PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
PEMBERIAN ABU JANJANG KELAPA SAWIT DAN PUPUK UREA PADA MEDIA PEMBIBITAN
SKRIPSI
OLEH:
SARAH VITRYA SIDABUTAR 080301055
BDP-AGRONOMI
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara
PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
Terhadap Pemberian Abu Janjang Kelapa Sawit Dan Pupuk Urea Pada Media Pembibitan
Nama : Sarah Vitrya Sidabutar
NIM : 080301055
Program Studi : Agroekoteknologi
Disetujui oleh
Komisi Pembimbing
(Ir. Balonggu Siagian, MS.) (Ir. Meiriani MP. NIP. 1949 0102 1979 03 1002 NIP. 1965 0518 1992 03 2001
)
Ketua Komisi Pembimbing Anggota Komisi Pembimbing
Mengetahui,
(Ir. T. Sabrina, M.Sc., Ph.D. NIP. 19640620 198903 2 001
)
SARAH VITRYA SIDABUTAR : Respons Pertumbuhan Bibit Kakao Terhadap Pemberian Abu Janjang Kelapa Sawit dan Pupuk Urea Pada Media
Pembibitan, dibimbing oleh Ir. BALONGGU SIAGIAN MS dan Ir. MEIRIANI, MP.
Penelitian ini dilakukan di lahan UPT BBI, Tanjung Selamat dengan ketinggian tempat ± 57 m di atas permukaan laut pada bulan Mei-Agustus 2012 menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) faktorial dengan dua faktor. Faktor pertama adalah abu janjang kelapa sawit (0, 10, 20, dan 30 gram/polibag). Faktor kedua adalah pemberian pupuk urea (0, 3, 6, dan 9 gram/polibag). Parameter yang diamati meliputi tinggi bibit (cm), jumlah daun (helai), diameter batang (mm), total luas daun (cm2), berat basah dan berat kering tajuk (g), serta berat basah dan berat kering akar (g). Hasil penelitian menunjukan bahwa pemberian abu janjang berpengaruh tidak nyata terhadap semua parameter. Pemberian pupuk urea berpengaruh nyata pada tinggi bibit dan jumlah daun. Interaksi antara abu janjang kelapa sawit dan pemberian pupuk urea berpengaruh tidak nyata terhadap seluruh parameter.
SARAH VITRYA SIDABUTAR : the response of cocoa seedlings growth
for giving palm bunch ash and urea fertilizer in the media of nursery, Led by Ir. Balonggu Siagian, MS and Ir Meiriani, MP.
The research was conducted in the field UPT BBI, Tanjung Selamat at an altitude ± 57 meters above sea level since May 2012 until August 2012 using Randomized Block Design (RBD) factorial with two factors. The first factor is palm bunch ( 0, 10, 20, and 30 gram/polybag). The second factor is urea fertilizer (0, 3, 6, and 9 gram/polybag). The Parameter observed includes plant hight (cm), number leafs (sheet), diameter of stem (mm), total of broad leaf (cm2), fresh and dry weight of crown (gram) fresh and dry weight of root (gram). The result of reseach showed that giving palm bunch ash influential not significantly to all parameters. Urea fertilizer influential significantly on plant height and number of leafs. Interaction between giving palm bunch ash and urea fertilizer influential not significantly to all parameters.
Penulis dilahirkan di P. Siantar pada 29 Oktober 1990 , dari ayahanda
M. Sidabutar dan ibunda E. Hutabarat yang merupakan anak pertama dari empat
bersaudara.
Tahun 2008 penulis lulus dari SMA Negeri 2, Pematang Siantar, pada
tahun 2008 penulis lulus seleksi masuk Fakultas Pertanian Universitas Sumatera
Utara, Medan melalui jalur UMB mitra. Penulis memilih Program Studi
Agronomi jurusan Budidaya Pertanian.
Selama mengikuti perkuliahan penulis melaksanakan Praktek Kerja
Lapangan (PKL) di PTPN IV Kebun Sidamanik pada bulan Juni sampai dengan
Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, atas
segala berkat dan rahmatNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang
berjudul “Respons Pertumbuhan Bibit Kakao (Theobroma CacaoL.) Terhadap Pemberian Abu Janjang Kelapa Sawit Dan Pupuk Urea Pada Media Pembibitan”.
Pada kesempatan ini penulis menghaturkan pernyataan terima kasih
sebesar-besarnya kepada Bapak
pembimbing dan Ibu Ir. Meiriani , MP., selaku anggota komisi pembimbing, yang
telah membimbing dan memberikan berbagai masukan berharga kepada penulis
dari mulai menetapkan judul, melakukan penelitian, penulisan skripsi sampai pada
ujian akhir. Penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada kedua orang tua
penulis yang telah membesarkan, memelihara dan mendidik penulis selama ini
Disamping itu, penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua staf
pengajar dan pegawai di Program Studi Agroekoteknologi, serta semua rekan
mahasiswa yang tak dapat disebutkan satu per satu disini yang telah membantu
penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat.
Medan, Januari 2013
Hal
Pelaksanaan Penelitian ... 16
Persiapan Areal ... 16
Pemeliharaan Tanaman ... 17
Pengendalian Hama dan Penyakit ... 17
Pengamatan Parameter ... 17
Tinggi Bibit (cm) ... 18
Jumlah Daun (helai) ... 18
Diameter Batang (mm)... 18
Luas Daun (cm2) ... 18
Bobot Basah Tajuk (g) ... 18
Bobot Kering Tajuk (g) ... 18
Bobot Basah Akar (g) ... 19
Bobot Kering Akar (g) ... 19
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil ... 20
Tinggi Bibit (cm) ... 20
Jumlah Daun (helai) ... 24
Diameter Batang (mm)... 27
Total Luas Daun (cm2) ... 30
Bobot Basah Tajuk (g) ... 30
Bobot Kering Tajuk (g) ... 31
Bobot Basah Akar (g) ... 32
Bobot Kering Akar (g) ... 33
Pembahasan ... 33
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 37
Saran ... 37
No. Judul Halaman
1. Komposisi kimia abu janjang kelapa sawit ... 9
2. Dosis umum pemupukan tanaman kakao ... 11
3. Rataan tinggi bibit (cm) kakao dengan berbagai perlakuan pemberian abu janjang kelapa sawit dan pemberian pupuk
urea pada umur 4 s/d 14MST ... 24
4. Rataan jumlah daun (helai) kakao dengan berbagai perlakuan pemberian abu janjang kelapa sawit dengan pemberian pupuk
urea pada umur 4 s/d 14 MST ... 27
5. Rataan diameter batang (mm) kakao dengan berbagai perlakuan pemberian abu janjang kelapa sawit dan pemberian
pupuk urea pada umur 4 s/d14MST ... 29
6. Rataan total luas daun (cm2) pada perlakuan pemberian abu
janjang kelapa sawit dan pemberian pupuk urea... 30
7. Rataan berat basah tajuk (gram) pada perlakuan pemberian
abu janjang kelapa sawit dan pemberian pupuk urea ... 31
8. Rataan berat kering tajuk (gram) pada perlakuan pemberian
abu janjang kelapa sawit dan pemberian pupuk urea ... 32
9. Rataan bobot basah akar (gram) pada perlakuan pemberian
abu janjang kelapa sawit dan pemberian pupuk urea ... 32
10.Rataan berat kering akar (gram) pada perlakuan pemberian
No. Judul Halaman
1. Grafik perkembangan tinggi bibit kakao umur 4-14 MST dengan
berbagai pemberian abu janjang kelapa sawit...22
2. Grafik perkembangan tinggi bibit kakao umur 4-14 MST dengan
berbagai pemberian pupuk urea...22
3. Grafik kurva respon tinggi bibit kakao pada umur 10 MST
dengan berbagai pemberian pupuk urea...23
4. Grafik perkembangan jumlah daun kakao umur 4-14 MST
dengan berbagai pemberian abu janjang kelapa sawit...26
5. Grafik perkembangan jumlah daun kakao umur 4-14 MST
dengan berbagai pemberian pupuk urea...26
6. Grafik kurva respon jumlah daun bibit kakao pada umur 10
MST dengan berbagai pemberian pupuk urea...27
7. Grafik perkembangan diameter batang kakao umur 4-14 MST
dengan berbagai pemberian abu janjang kelapa sawit...29
8. Grafik perkembangan diameter batang kakao umur 4-14 MST
No. Judul Halaman
10.Sidik ragam tinggi bibit 12 MST ... 44
11.Data tinggi bibit 14 MST (cm) ... 45
12.Sidik ragam tinggi bibit 14 MST ... 45
13.Data jumlah daun 4 MST (helai) ... 46
26.Sidik ragam diameter batang 4 MST ... 52
27.Data diameter batang 6 MST (mm) ... 53
28.Sidik ragam diameter batang 6 MST ... 53
29.Data diameter batang 8 MST (mm) ... 54
32.Sidik ragam diameter batang 10 MST ... 55
33.Data diameter batang 12 MST (mm) ... 56
34.Sidik ragam diameter batang 12 MST ... 56
35.data diameter batang 14 MST (mm) ... 57
36.Sidik ragam diameter batang 14 MST ... 57
37.Data luas daun (cm2) ... 58
38.Sidik ragam luas daun (cm2) ... 58
39.Data bobot basah tajuk (g) ... 59
40.Sidik ragam bobot basah tajuk (g) ... 59
41.Data bobot kering tajuk (g) ... 60
42.Sidik ragam bobot kering tajuk (g) ... 60
43.Data bobot basah akar (g) ... 61
44.Sidik ragam bobot basah akar(g)... 61
45.Data bobot kering akar (g) ... 62
46.Sidik ragam bobot kering akar (g) ... 62
47.Deskripsi tanaman kakao lindak ... 63
48.Bagan penelitian ... 64
49.Jadwal kegiatan penelitian ... 65
50.Hasil analisis tanah ultisol ... 66
51.Hasil analisis abu janjang kelapa sawit ... 67
SARAH VITRYA SIDABUTAR : Respons Pertumbuhan Bibit Kakao Terhadap Pemberian Abu Janjang Kelapa Sawit dan Pupuk Urea Pada Media
Pembibitan, dibimbing oleh Ir. BALONGGU SIAGIAN MS dan Ir. MEIRIANI, MP.
Penelitian ini dilakukan di lahan UPT BBI, Tanjung Selamat dengan ketinggian tempat ± 57 m di atas permukaan laut pada bulan Mei-Agustus 2012 menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) faktorial dengan dua faktor. Faktor pertama adalah abu janjang kelapa sawit (0, 10, 20, dan 30 gram/polibag). Faktor kedua adalah pemberian pupuk urea (0, 3, 6, dan 9 gram/polibag). Parameter yang diamati meliputi tinggi bibit (cm), jumlah daun (helai), diameter batang (mm), total luas daun (cm2), berat basah dan berat kering tajuk (g), serta berat basah dan berat kering akar (g). Hasil penelitian menunjukan bahwa pemberian abu janjang berpengaruh tidak nyata terhadap semua parameter. Pemberian pupuk urea berpengaruh nyata pada tinggi bibit dan jumlah daun. Interaksi antara abu janjang kelapa sawit dan pemberian pupuk urea berpengaruh tidak nyata terhadap seluruh parameter.
SARAH VITRYA SIDABUTAR : the response of cocoa seedlings growth
for giving palm bunch ash and urea fertilizer in the media of nursery, Led by Ir. Balonggu Siagian, MS and Ir Meiriani, MP.
The research was conducted in the field UPT BBI, Tanjung Selamat at an altitude ± 57 meters above sea level since May 2012 until August 2012 using Randomized Block Design (RBD) factorial with two factors. The first factor is palm bunch ( 0, 10, 20, and 30 gram/polybag). The second factor is urea fertilizer (0, 3, 6, and 9 gram/polybag). The Parameter observed includes plant hight (cm), number leafs (sheet), diameter of stem (mm), total of broad leaf (cm2), fresh and dry weight of crown (gram) fresh and dry weight of root (gram). The result of reseach showed that giving palm bunch ash influential not significantly to all parameters. Urea fertilizer influential significantly on plant height and number of leafs. Interaction between giving palm bunch ash and urea fertilizer influential not significantly to all parameters.
PENDAHULUAN Latar Belakang
Tanaman kakao berasal dari daerah hutan hujan tropis di Amerika Selatan.
Di daerah asalnya, kakao merupakan tanaman kecil di bagian bawah hutan hujan
tropis dan tumbuh terlindung pohon-pohon yang besar (Widya, 2008).
Kakao merupakan salah satu komoditas ekspor yang mampu memberikan
kontribusi dalam upaya peningkatan devisa Indonesia. Komoditas kakao
menempati peringkat ketiga ekspor sektor perkebunan dalam menyumbang devisa
negara, setelah komoditas CPO dan karet (Suryani dan Zulfebriansyah, 2007).
Kakao merupakan salah satu komoditas andalan perkebunan yang
berperan penting dalam perekonomian Indonesia. Pada tahun 2010 Indonesia
menjadi produsen kakao terbesar ke-2 di dunia dengan produksi 844.630 ton,
dibawah negara Pantai Gading dengan produksi 1,38 juta ton. Volume ekspor
kakao Indonesia tahun 2009 sebesar 535.240 ton dengan nilai Rp. 1.413.535.000
dan volume impor sebesar 46.356 ton senilai 119,32 ribu US$
(Direktorat Jendral Perkebunan, 2010).
Untuk mendukung pengembangan tanaman kakao agar berhasil dengan
baik, langkah awal usaha budidaya kakao yang baik adalah mempersiapkan bahan
tanam di tempat pembibitan. Karena pembibitan merupakan pertumbuhan awal
suatu tanaman sebagai penentu pertumbuhan selanjutnya maka pemeliharaan
dalam pembibitan harus lebih intensif dan diperhatikan. Selain pemupukan,
pertumbuhan bibit kakao juga dipengaruhi jenis tanah yang digunakan sebagai
Sumatera Utara merupakan daerah perkebunan, terutama perkebunan
kelapa sawit. Limbah kelapa sawit adalah sisa hasil tanaman kelapa sawit yang
tidak termasuk dalam produk utama atau merupakan hasil ikutan dari proses
pengolahan kelapa sawit. Limbah dari kelapa sawit ada 3 macam yaitu limbah
cair, padat dan gas. Limbah padat yang berasal dari proses pengolahan kelapa
sawit berupa Janjang Kosong Kelapa Sawit. Janjang Kosong Kelapa Sawit
sebagai limbah padat dapat dibakar dan akan menghasilkan abu janjang. Abu
janjang kelapa sawit tersebut ternyata memiliki kandungan 30-40 % K2O,
7% P2O5, 9 % CaO dan 3% MgO. Selain itu juga mengandung unsur hara mikro
yaitu 1200 ppm Fe, 1000 ppm Mn, 400 ppm Zn dan 100 ppm Cu
(Fauzi, dkk., 2002).
Salah satu upaya untuk meningkatkan ketersediaan unsur hara dalam tanah
adalah dengan pemupukan, pemupukan akan efektif dan efisisen apabila diberikan
pada saat yang tepat dengan cara yang benar, dosis optimum dan jenis pupuk yang
sesuai dengan kebutuhan unsur hara tanaman. Urea adalah pupuk buatan hasil
persenyawaan NH4 (Amonia) dengan CO2. Bahan dasarnya biasanya berupa gas
alam dan merupakan hasil ikutan hasil tambang minyak bumi. Kandungan N total
berkisar antara 45 – 46 %. Keuntungan menggunakan pupuk Urea adalah mudah
diserap tanaman. Selain itu, kandungan N yang tinggi pada urea sangat
dibutuhkan pada pertumbuhan awal tanaman (Marsono dan Sigit, 2001).
Luasnya sebaran Ultisol di Indonesia menunjukkan potensinya yang cukup
besar sebagai lahan pertanian. Namun untuk mencapai produksi yang optimal
ternyata banyak kendala yang secara umum dimiliki oleh jenis tanah ini. Menurut
sangat intensif yang menyebabkan Ultisol mempunyai kejenuhan basa rendah.
Selain mempunyai kendala kemasaman tanah, kejenuhan Aldd tinggi, kapasitas
tukar kation rendah (kurang dari 24 me/100 gram tanah), kandungan nitrogen
rendah, kandungan fosfor dan kalium tanah rendah serta sangat peka terhadap
erosi. Ultisol juga mengandung bahan organik yang rendah. Oleh karena itu untuk
pemanfaatan Ultisol sebagai lahan pertanian sangat diperlukan suplai unsur hara
untuk menunjang pertumbuhan dan produksi tanaman yang optimal.
Berdasarkan uraian diatas, maka penulis tertarik untuk melakukan
penelitian mengenai respons pertumbuhan bibit kakao (Theobroma cacao L.) terhadap pemberian abu janjang kelapa sawit dan pupuk urea pada media
pembibitan.
Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui respon pertumbuhan bibit kakao (Theobroma cacaoL.) terhadap pemberian abu janjang kelapa sawit dan pupuk urea pada media
pembibitan.
Hipotesis Penelitian
Respons pertumbuhan bibit kakao (Theobroma cacao L.) nyata terhadap pemberian abu janjang kelapa sawit dan pupuk urea serta interaksi kedua faktor
tersebut pada media pembibitan.
Kegunaan Penelitian
Penelitian berguna untuk mendapatkan data penyusunan skripsi sebagai
salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana pertanian di Fakultas Pertanian,
Universitas Sumatera Utara, Medan, dan diharapkan berguna sebagai informasi
TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman
Tanaman kakao dapat diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom: Plantae ;
Divisi : Spermatophyta ; Sub divisio : Angiospermae; Kelas : Dicotyledoneae ;
Ordo : Malvales ; Family : Sterculiaceae; Genus : Theobroma ;
Spesies : Theobroma cacao L. (Tjitrosoepomo, 1988).
Kakao memiliki akar tunggang yang tumbuh lurus ke bawah. Akar lateral
pada awal pertumbuhan tumbuh pada leher akar yang tidak jauh dari permukaan.
Sedangkan pada tanaman dewasa akar – akar sekunder menyebar sekitar
15 – 30 cm di bawah permukaan tanah. Pertumbuhan akar mencapai 50 cm pada
umur 2 tahun dan akan mempunyai perakaran lengkap setelah tanaman berumur
3 tahun (Sunanto, 1992).
Tanaman kakao asal biji , setelah mencapai tinggi 0,9-1,5 meter akan
berhenti tumbuh dan akan membentuk jorket (jorquette). Jorket adalah tempat
percabangan dari pola percabangan ortotrop ke plagiotrop dan khas hanya terdapat
pada tanaman kakao. Pembentukan jorket didahului dengan berhentinya
pertumbuhan ortotrop karena ruas-ruasnya tidak memanjang. Pada ujung tunas
tersebut stipula (semacam sisik yang terdapat pada kuntum bunga) dan kuncup
ketiak daun serta tunas daun tidak berkembang. Dari ujung perhentian tersebut
kemudian tumbuh 3-6 cabang yang arah pertumbuhannya condong ke samping
membentuk sudut 0-60° dengan arah horizontal. Cabang-cabang itu disebut
dengan cabang-cabang primer (cabang plagiotrop). Pada cabang primer tersebut
kemudian tumbuh pada cabang-cabang lateral (fan) sehingga tanaman membentuk
Pada tanaman kakao dewasa sepanjang batang pokok tumbuh wiwilan atau
tunas air (chupon). Dalam teknik budidaya yang benar, tunas air ini selalu
dibuang, tetapi pada tanaman kakao liar, tunas air tersebut akan membentuk
batang dan jorket yang baru sehingga tanaman mempunyai jorket yang tersusun
(Mamangkey, 1983).
Sama dengan sifat percabangannya, daun kakao juga bersifat dimorfis (dua
bentuk percabangan). Tangkai daunnya berbentuk silinder dan bersisik halus,
bergantung pada tipenya. Daun cokelat terdiri atas tangkai daun dan helai daun.
Panjang daun berkisar 25 – 34 cm dan lebarnya 9 – 12 cm. Daun yang tumbuh
pada ujung – ujung tunas biasanya berwarna merah dan disebut daun flus,
permukaannya sutera. Setelah dewasa, warna daun akan berubah menjadi hijau
dan permukaannya kasar. Pada umumnya daun – daun yang terlindung lebih tua
warnanya bila dibandingkan dengan daun yang langsung terkena sinar matahari
(Soenaryo, 1983 ; Siregar, dkk., 2000).
Tanaman kakao bersifat kauliflori. Artinya bunga tumbuh dan berkembang
dari bekas ketiak daun pada batang dan cabang. Tempat tumbuh bunga tersebut
semakin lama semakin membesar dan menebal atau biasa disebut dengan bantalan
bunga (cushion). Bunga kakao disusun oleh 5 daun kelopak yang bebas satu sama
lain, 5 daun mahkota, 10 tangkai sari yang tersusun dalam 2 lingkar yang tersusun
dari 5 tangkai sari tetapi hanya 1 tangkai sari yang fertil, dan 5 daun buah yang
bersatu. Bunga kakao berwarna putih, ungu atau kemerahan. Warna yang kuat
terdapat pada benang sari dan daun mahkota. Warna bunga ini khas untuk setiap
kultivar. Tangkai bunga kecil tetapi panjang (1-1,5 cm). Daun mahkotanya
binatang (claw) dan biasanya terdapat dua garis merah. Bagian ujung berupa
lembaran tipis, fleksibel dan berwarna putih (Hartobudoyo, 1995).
Warna buah kakao sangat beragam, tetapi pada dasarnya hanya ada dua
macam warna. Buah yang ketika masih muda berwarna hijau atau hijau agak putih
jika sudah masak akan berwarna kuning. Sementara itu, buah yang ketika muda
berwarna merah, setelah masak berwarna jingga/orange. Kulit buah memiliki 10
alur dalam dan dangkal yang letaknya berselang-seling. Pada tipe criollo dan
trinitario alur buah kelihatan jelas. Kulit buah tebal tetapi lunak dan
permukaannya kasar. Sebaliknya pada tipe forasero, permukaan kulit buah pada
umumnya halus (rata), kulitnya tipis tetapi keras dan liat
(Tjitrosoepomo, 1988 ; Hartobudoyo, 1995)
Biji tersusun dalam lima baris mengelilingi poros buah. Jumlahnya
beragam, yaitu 20-50 butir perbuah. Jika dipotong melintang, tampak bahwa biji
disusun oleh dua kotiledon yang saling melipat dab bagian pangkalnya menempel
pada poros lembaga. Warna kotiledon putih, biji dibungkus oleh
daging buah yang berwarna putih dan rasanya asam manis
(Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, 2004).
Syarat Tumbuh
Iklim
Tanaman kakao dapat tumbuh subur dan berbuah banyak di daerah yang
mempunyai ketinggian 1-600 m dpl, walaupun dapat tumbuh juga sampai pada
adalah sekitar 240 -28 0C, dan kelembaban udaranya konstan dan relatif tinggi,
yakni sekitar 80% (Sunanto, 1992).
Pertumbuhan dan produksi kakao banyak ditentukan oleh ketersediaan air
sehingga kakao dapat tumbuh dan berproduksi dengan baik di tempat yang jumlah
curah hujannya relatif sedikit tetapi merata sepanjang tahun.Areal penanaman
cokelat yang ideal adalah daerah – daerah bercurah hujan 1.100 – 3.000 mm per
tahun (Siregar, dkk., 2000).
Pada tanaman kakao muda dalam melakukan proses fotosintesis
menghendaki intensitas cahaya rendah, setelah itu berangsur- angsur memerlukan
intensitas cahaya yang lebih tinggi sejalan dengan bertambahnya umur tanaman.
Intensitas cahaya matahari bagi tanaman kakao yang berumur antara 12 – 18
bulan sekitar 30 – 60% dari sinar penuh, sedangkan untuk tanaman yang
menghasilkan menghendaki intensitas cahaya matahari sekitar 50- 75% dari sinar
matahari penuh (Syamsulbahri, 1996).
Daun kakao umumnya lebih besar dibandingkan dengan daun kopi,
sehingga akan lebih muda rusak bila diterpa angin kencang. Angin yang kuat
(lebih dari 10 m/detik) berpengaruh buruk terhadap tanaman cokelat. Lebih –
lebih angin yang datangnya dari laut yang mengandung garam akan memberikan
pengaruh buruk, karena dapat menyebabkan kerusakan mekanis, daun – daun
gugur, pucuk – pucuk layu dan penyerbukan gagal. Kecepatan angin yang baik
adalah 2 – 5 m/detik, karena dapat membantu penyerbukan. Penanaman pohon
pelindung untuk tanaman cokelatdapat mengurangi kecepatan angin dan menjaga
Tanah
Tanaman kakao dapat tumbuh pada tanah yang memiliki kisaran pH 4,0 –
8,5. Namun pH yang ideal adalah 6,0 – 7,5 dimana unsur-unsur hara dalam tanah
dapat tersedia bagi tanaman. pada pH yang tinggi misalnya lebih dari 8,0
kemungkinan tanaman akan kekurangan unsur hara dan akan keracunan Al, Mn
dan Fe pada pH rendah, misalnya kurang dari 4,0 (Susanto, 1994).
Tanaman kakao membutuhkan tanah berkadar bahan organik tinggi, yaitu
di atas 3%. Kadar bahan organik yang tinggi akan memperbaiki struktur tanah,
biologi tanah, kemampuan penyerapan (absorbsi) hara, dan daya simpan lengas
tanah. Tingginya kemampuan absorbsi menandakan bahwa daya pegang tanah
terhadap unsur – unsur hara cukup tinggi dan selanjutnya melepaskannya untuk
diserap akar tanaman (Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, 2004).
Tekstur tanah yang baik untuk tanaman cokelat adalah lempung liat
berpasir dengan komposisi 30 – 40% fraksi liat, 50% pasir dan 10 – 20% debu.
Susunan demikian akan mempengaruhi ketersediaan air dan hara serta aerasi
tanah, Struktur tanah yang remah dengan agregat yang mantap menciptakan
gerakan air dan udara di dalam tanah sehingga menguntungkan bagi akar. Tanah
tipe latosol yang memiliki fraksi liat yang tingginya ternyata sangat kurang
menguntungkan tanman cokelat, sedangkan tanah regosol dengan tekstur lempung
berliat walaupun mengandung kerikil masih baik bagi tanaman cokelat
(Siregar dkk., 2000).
Abu Janjang Kelapa Sawit
Limbah kelapa sawit adalah sisa hasil tanaman kelapa sawit yang tidak
pengolahan kelapa sawit. Janjang kosong kelapa sawit adalah limbah pabrik
kelapa sawit yang jumlahnya sangat melimpah. Limbah yang dihasilkan oleh
tanaman kelapa sawit dapat memberikan manfaat yang besar bagi kehidupan,
diantaranya sebagai pupuk organik dan sebagai arang aktif (Fauzi, dkk., 2002).
Abu janjang kelapa sawit bisa berasal dari hasil limbah padat janjang
kosong kelapa sawit yang telah mengalami pembakaran di dalam increator di
pabrik kelapa sawit dan bisa juga dengan melakukan pembakaran secara manual.
Limbah janjang kosong merupakan limbah dengan volume yang paling banyak
dari proses pengolahan tandan buah segar (TBS) pada pabrik kelapa sawit
mencapai 21% dari TBS yang diolah (Sari, 2011).
Tabel 1. Komposisi Kimia Abu Janjang Kelapa Sawit
No. Parameter Hasil Analisis (%)
1. Sumber : Laboratorium BPTP, 2012.
Nutrisi terbesar yang terdapat dalam abu janjang adalah Potasium atau
kalium dalam bentuk K2O. Rerata kandungan K dalam abu janjang masing –
masing 46 – 50 % K2O (total) dan 36 – 39% K2O (Soluble Water). Sampai saat ini
belum diperoleh secara pasti dosis optimum abu janjang untuk tanaman. Dosis
sementara abu janjang adalah dua kali dari dosis aplikasi MOP. Hal ini mengacu
pada rerata kandungan K2O abu janjang sebesar 36-39 % (Soluble Water) yang
berarti setengah dari kandungan K2O MOP sebesar 60 – 62 % (Loekito, 2002).
Berdasarkan hasil penelitian “Studi Ketersediaan dan Serapan Hara Mikro
Janjang Kelapa Sawit”, Pemberian 900 kg/ha abu janjang kelapa sawit umumnya
memberikan hasil tertinggi pada semua parameter yang diamati (Sari, 2011).
Pupuk Urea
Pupuk Urea adalah pupuk kimia yang mengandung Nitrogen (N) berkadar
tinggi. Pupuk Urea berbentuk butir-butir kristal berwarna putih, dengan rumus
kimia CO(NH2)2, merupakan pupuk yang mudah larut dalam air dan sifatnya
sangat mudah menghisap air (higroskopis) dan bereaksi cepat, juga mudah
menguap dalam bentuk ammonia. Pupuk urea yang dijual di pasaran biasanya
mengandung unsur hara N sebesar 46% dengan pengertian setiap 100 kg urea
mengandung 46 kg Nitrogen (Rinsema, 1993).
Hampir seluruh tanaman dapat menyerap nitrogen dalam bentuk nitrat atau
ammonium yang disediakan oleh pupuk. Nitrogen dalam bentuk nitrat lebih cepat
tersedia bagi tanaman. Amonium juga akan diubah menjadi nitrat oleh
mikroorganisme tanah, kecuali pada tembakau dan padi. Umumnya pupuk dengan
kadar N yang tinggi dapat membakar daun tanaman sehingga pemakaiannya perlu
lebih hati – hati (Novizan, 2002).
Fungsi Nitrogen bagi tanaman adalah sebagai berikut: untuk meningkatkan
pertumbuhan tanaman, dapat menyehatkan pertumbuhan daun, meningkatkan
kadar protein dalam tubuh tanaman, meningkatkan kualitas tanaman yang
menghasilkan daun, dan meningkatkan berkembangbiaknya mikroorganisme
dalam tanah yang penting bagi kelangsungan pelapukan bahan organis.
Kekurangan nitrogen akan menurunkan aktifitas metabolisme tanaman yang dapat
menimbulkan klorosis. Pemupukan nitrogen berpengaruh terhadap pertumbuhan
Pemakaian urea sebagai sumber hara N menyebabkan pentingnya dicari
langkah – langkah untuk mengefisienkannya karena berdasarkan laporan para
peneliti ternyata urea yang diberikan ke tanah tidak seluruhnya diambil tanaman.
Urea yang diberikan ke tanah diserap tanaman sekitar 27 – 40% dan yang hilang
melalui penguapan amonnia sekitar 44 – 54%. Kehilangan N melalui penguapan
amonnia setelah pemberian urea 2 – 3 minggu, lebih dari 50%. Kehilangan urea
akibat penguapan dapat diperkecil jika pupuk ditempatkan di bawah permukaan
tanah sebelum hidrolisis. Hal ini dapat dilaksanakan dengan cara memasukkan
dalam – dalam ke tanah, atau hanya membiarkan urea yang baru
digunakan meresap ke bawah bersama air pengairan atau air hujan
(Nuryani, dkk., 2007 ; Damanik, dkk., 2010).
Untuk menjaga kesuburan tanah pada pembibitan kakao perlu dilakukan
pemupukan pada bibit dalam polybag. Dosis pupuk urea yang diberikan setiap
polybag sekitar 1 – 2 gr, dan diletakkan sekitar 5 cm dari bibit yang kemudian
disiram. Pemupukan ini dilakukan pada umur 1 minggu setelah dipindahkan ke
polybag dan diulang setiap 2 minggu (Susanto, 1994).
Tabel 2. Dosis umum pemupukan tanaman kakao
Umur/Fase Satuan N P2O5 K2O MgO Sumber : Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, 2004
Ultisol
Ultisol merupakan salah satu jenis tanah di Indonesia yang mempunyai
Indonesia. Sebaran terluas terdapat di Kalimantan (21.938.000 ha),
diikuti di Sumatera (9.469.000 ha), Maluku dan Papua (8.859.000 ha),
Sulawesi (4.303.000 ha), Jawa (1.172.000 ha), dan Nusa Tenggara (53.000 ha).
Tanah ini dapat dijumpai pada berbagai relief, mulai dari datar hingga bergunung.
Ultisol dapat berkembang dari berbagai bahan induk, dari yang bersifat masam
hingga basa. Namun sebagian besar bahan induk tanah ini adalah batuans edimen
masam (Subagyo, dkk., 2004).
Tanah ultisol dicirikan oleh adanya horizon argilik yaitu horizon yang
terbentuk akibat penimbunan liat di horizon bawah atau pada lapisan bawah
iluvial. Ciri lain yang spesifik dari tanah ini adalah pH tanah dan kejenuhan basa
(berdasarkan jumlah kation) yang rendah (<35). Kejenuhan Al dan Fe cukup
tinggi merupakan racun bagi tanaman dan mengakibatkan adanya fiksasi P
sehingga unsur P dan kation – kation yang dapat ditukar seperti Ca, Mg, Na, dan
K kurang tidak tersedia. Kapasitas tukar kation (KTK) yang relatif rendah
memperlihatkan kandungan bahan organik yang rendah pada semua horizon
kecuali di horizon A yang sangat tipis dan keberadaan liat dengan KTK rendah
seperti kaolinit. Sebagian tanah ini merupakan tanah Low Activity Clay (LAC)
yaitu tanah dengan dominasi koloid liat beraktivitas rendah yang tergolong tanah
mineral marjinal yang terbentuk pada Formasi Geologi Tersier
(Adiningsih, S dan Mulyadi, 1993 ; Koedadiri, dkk., 1999).
Ciri morfologi yang penting pada ultisol adalah adanya peningkatan fraksi
liat dalam jumlah tertentu pada horizon sepertri yang disyaratkan dalam soil
taxonomy (Soil Survey Staff 2003). Horizon tanah dengan peningkatan liat
sehingga peka terhadap perkembangan akar tanaman, yang menyebabkan akar
tanaman tidak dapat menembus horizon ini dan hanya berkembang di atas horizon
agrilik (Soekardi, dkk., 1993).
Reaksi tanah ultisol apda umumnya masam hingga sangat masam
(pH 5 – 3,10), kecuali tanah ultisol dari batu gampng yang memepunyai reaksi
netral hingga agak masam (pH 6,80 – 6,50). Kandungan hara pada tanah ultisol
umumnya rendah karena pencucian basa berlangsung intensif, sedangkan
kandungan bahan organik rendah karena proses dekomposisi berjalan cepat dan
Tempat dan Waktu
Penelitian ini dilaksanakan di Dinas Pertanian UPT BBI, Tanjung Selamat
dengan ketinggian tempat + 57 meter di atas permukaan laut. Penelitian ini
dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan Agustus 2012.
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah benih kakao, polibag
ukuran 20 x 30 cm, tanah top soil ultisol, abu janjang kelapa sawit, pupuk urea,
insektisida curacron, fungisida dithane M 45, bambu sebagai tiang naungan, dan
daun nipah sebagai atap naungan.
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah cangkul, gembor, parang,
handsprayer, meteran, timbangan analitik, oven, gunting, cutter, leaf area meter
dan alat tulis.
Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) Faktorial
dengan dua faktor perlakuan, sebagai berikut :
Faktor 1: Abu janjang kelapa sawit (M) dengan empat taraf, yaitu:
M0 : 0 gram Abu janjang kelapa sawit / polibag
M1 : 10 gram Abu janjang kelapa sawit / polibag
M2 : 20 gram Abu janjang kelapa sawit / polibag
M3 : 30 gram Abu janjang kelapa sawit / polibag
Faktor 2: Dosis Pupuk Urea dengan 4 taraf, yaitu:
P0 : 0 gram / polibag
P2 : 6 gram / polibag
P3 : 9 gram / polibag
Sehingga diperoleh 16 kombinasi, yaitu:
M0P0 M1P0 M2P0 M3P0
M0P1 M1P1 M2P1 M3P1
M0P2 M1P2 M2P2 M3P2
M0P3 M1P3 M2P3 M3P3
Jumlah kombinasi perlakuan = 16
Jumlah ulangan = 3
Jumlah petak penelitian = 48
Jumlah tanaman / petak = 5
Jumlah sampel/petak = 4
Jumlah tanaman seluruhnya = 240 tanaman
Jumlah sampel seluruhnya = 192 tanaman
Jarak antar blok = 50 cm
Jarak antar petak = 30 cm
Data hasil penelitian dianalisis dengan menggunakan sidik ragam
berdasarkan model linier sebagai berikut:
Yijk = µ + ρi + αj + βk + (αβ)jk + εijk
dimana:
Yijk = Hasil pengamatan pada blok ke-i yang diberi pemberian abu janjang
kelapa sawit pada taraf ke- j dan pupuk urea pada taraf ke-k
µ = Nilai tengah
ρi = Pengaruh blok ke-i
αj = Pengaruh pemberian abu janjang kelapa sawit pada taraf ke- j
βk = Pengaruh pupuk urea pada taraf ke-k
(αβ)jk = Pengaruh interaksi pemberian abu janjang kelapa sawit pada taraf
ke- j dan pupuk urea pada taraf ke-k
εijk = Pengaruh galat pada blok ke-i yang mendapat perlakuan pemberian
abu janjang kelapa sawit pada taraf ke- j dan pupuk urea pada taraf
ke-k
Data hasil penelitian pada perlakuan yang berpengaruh nyata dilanjutkan dengan
Persiapan Areal
Areal penelitian dibersihkan dari gulma dan sampah lainnya. Lahan diukur
dan dilakukan pembuatan plot dengan luas 80 x 80 cm dengan jarak antar plot
30 cm dan jarak antar blok 50 cm.
Persiapan Naungan
Naungan dibuat dari bambu sebagai tiang dan daun nipah sebagai atap
memanjang utara-selatan dengan tinggi 1,5 m di sebelah timur dan 1,2 m di
sebelah barat dengan panjang areal naungan 22 m dan lebar 5 m.
Persiapan Media Tanam
Media tanam yakni tanah topsoil ultisol dan abu janjang kelapa sawit
dimasukkan ke dalam polybag berukuran 30 x 20 cm dengan bobot ± 5 kg sesuai
dengan perlakuan yang telah ditetapkan di atas.
Pengecambahan Benih
Media perkecambahan adalah pasir setebal 10-15 cm, dibuat arah
utara-selatan. Benih didederkan dengan radikula pada bagian bawah dengan jarak antar
benih 2 cm x 3 cm.
Penanaman Kecambah
Pemindahan bibit ke dalam polibag dilakukan setelah benih mulai
tersembul ke atas yaitu saat berumur 5 hari. Setiap polibag diisi satu kecambah,
dengan membenamkannya sedalam ± 5 cm lalu ditutup dengan campuran media
tanam. Polibag yang telah diisi kecambah disusun rapi/teratur di atas lahan
Aplikasi pupuk Urea
Aplikasi pupuk urea dilakukan minggu ke 5, minggu ke 7, dan minggu
ke 9 setelah penanaman kecambah ditanam dengan dosis sesuai perlakuan
masing – masing.
Pemeliharaan Tanaman Penyiraman
Penyiraman dilakukan dua kali sehari yaitu pada pagi dan sore hari atau
sesuai dengan kondisi di lapangan.
Penyiangan
Penyiangan dilakukan secara manual dengan mencabut rumput yang
berada dalam polibag dan menggunakan cangkul untuk gulma yang berada pada
plot. Penyiangan dilakukan sesuai dengan kondisi di lapangan.
Pengendalian Hama dan Penyakit
Pengendalian hama dan penyakit dilakukan dengan menggunakan
insektisida curacron 2 cc/l air dan fungisida Dithane M 45 dengan konsentrasi
2 g/l air. Aplikasi dilakukan sesuai dengan kondisi di lapangan.
Pengamatan Parameter Tinggi bibit (cm)
Tinggi bibit diukur mulai dari garis permukaan tanah pada patok standar
hingga titik tumbuh bibit dengan menggunakan meteran. Pengukuran tinggi
tanaman dilakukan sejak tanaman berumur 4 MST hingga 14 MST dengan
Jumlah daun (Helai)
Jumlah daun yang dihitung adalah seluruh daun yang telah membuka
sempurna dengan ciri - ciri helaian daun dalam posisi terbuka yang ditandai telah
terlihatnya tulang - tulang daun seluruhnya bila diamati dari atas daun.
Pengukuran jumlah daun dilakukan sejak tanaman berumur 4 MST hingga 14
MST dengan interval pengamatan dua minggu sekali.
Diameter batang (mm)
Diameter batang diukur sejajar garis 1 cm di atas garis permukaan tanah
pada patok standar dengan menggunakan jangka sorong. Pengukuran dilakukan
pada tiga bagian sisi batang yang diukur diameternya yang kemudian
dirata-ratakan. Pengukuran dilakukan sejak tanaman berumur 4 MST hingga 14 MST
dengan interval pengamatan dua minggu sekali.
Total luas daun (cm2)
Total luas daun diukur menggunakan alat leaf area meter. Pengukuran
dilakukan pada akhir penelitian.
Bobot basah tajuk (g)
Tajuk tanaman adalah bagian atas tanaman yang terdiri dari batang, serta
daun-daun pada tanaman kakao. Bobot basah tajuk diukur pada akhir penelitian .
Bahan dibersihkan dan kemudian ditimbang dengan timbangan analitik.
Bobot kering tajuk (g)
Bobot kering tajuk diukur pada akhir penelitian. Setelah dibersihkan bahan
kemudian dimasukkan ke dalam amplop coklat yang telah dilubangi, kemudian
dikeringkan pada suhu 75°C di dalam oven hingga bobot keringnya konstan saat
Bobot basah akar (g)
Bobot basah akar diukur pada akhir penelitian. Bahan dibersihkan dan
kemudian ditimbang dengan timbangan analitik.
Bobot kering akar (g)
Bobot kering akar diukur pada akhir penelitian. Setelah dibersihkan bahan
kemudian dimasukkan ke dalam amplop coklat yang telah dilubangi, kemudian
dikeringkan pada suhu 75°C di dalam oven hingga bobot keringnya konstan saat
Hasil
Tinggi bibit (cm)
Data hasil pengamatan dan sidik ragam tinggi bibit kakao
umur 4–14 MST dapat dilihat pada lampiran 1-12 yang menunjukkan pemberian
abu janjang kelapa sawit berpengaruh tidak nyata terhadap tinggi bibit umur
4-14 MST. Sedangkan pemberian pupuk urea berpengaruh nyata terhadap tinggi
bibit umur 6,8 dan 10 MST tetapi berpengaruh tidak nyata terhadap tinggi bibit
umur 4, 12 dan 14 MST. Begitu juga interaksi kedua perlakuan berpengaruh tidak
nyata terhadap tinggi bibit kakao.
Tinggi bibit umur 4-14 MST pada berbagai pemberian abu janjang kelapa
sawit dan pupuk urea dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3 menunjukkan tinggi bibit 6 MST pada perlakuan pupuk urea
tertinggi pada taraf perlakuan P3 sebesar 17,30 cm berbeda nyata dengan
perlakuan P0 sebesar 14,81 dan P1 sebesar 15,55 cm, tetapi berbeda tidak nyata
dengan P2 sebesar 17,23 cm. Tinggi bibit 8 MST pada perlakuan pupuk urea
tertinggi pada taraf perlakuan P3 sebesar 19,90 cm berbeda nyata dengan
perlakuan P0 sebesar 16,22 dan P1 sebesar 16,28 cm, tetapi berbeda tidak nyata
dengan P2 sebesar 19,28 cm. Tinggi bibit 10 MST pada perlakuan pupuk urea
tertinggi pada taraf perlakuan P3 sebesar 21,01 cm berbeda nyata dengan
perlakuan P0 sebesar 18,06 tetapi berbeda tidak nyata dengan P1 sebesar 19,69 dan
Tabel 3. Tinggi bibit (cm) pada berbagai perlakuan abu janjang kelapa sawit dan pupuk Urea (cm) umur 4-14 MST
Abu janjang kelapa
Grafik perkembangan tinggi bibit kakao umur 4-14 MST dengan berbagai
pemberian abu janjang kelapa sawit dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Grafik perkembangan tinggi bibit kakao umur 4-14 MST dengan berbagai pemberian abu janjang kelapa sawit
Grafik perkembangan tinggi bibit kakao umur 4-14 MST dengan berbagai
pemberian pupuk urea dapat dilihat pada Gambar 2.
Tabel 3 dan Gambar 1 menunjukkan tinggi bibit kakao pada 14 MST
relatif lebih tinggi pada pemberian abu janjang kelapa sawit 20 g/polibag (M2)
sebesar 24,24 cm yang berbeda tidak nyata dengan M0, M1, dan M3. Begitu juga
tabel 3 dan Gambar 2 menunjukkan tinggi bibit kakao pada umur 14 MST relatif
lebih tinggi pada pemberian pupuk urea 9 g/polibag (P3) sebesar 24,12 cm yang
berbeda tidak nyata dengan P0, P1, dan P2.
Grafik kurva respon tinggi bibit kakao pada umur 10 MST dengan
berbagai pemberian pupuk urea dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3. Grafik kurva respon tinggi bibit kakao pada umur 10 MST dengan berbagai pemberian pupuk urea
Dari Gambar 3 dapat dilihat bahwa hubungan antara tinggi bibit kakao
pada umur 10 MST dengan berbagai pemberian pupuk urea menunjukkan
hubungan persamaan linier positif dimana dengan bertambahnya dosis pupuk urea
maka tinggi bibit kakao semakin meningkat.
Jumlah daun (helai)
Data hasil pengamatan dan sidik ragam jumlah daun umur
4-14 MST dapat dilihat pada lampiran 13-24 yang menunjukkan
pemberian abu janjang kelapa sawit berpengaruh tidak nyata
terhadap jumlah daun 4-14 MST. Sedangkan pemberian pupuk urea
berpengaruh nyata terhadap jumlah daun umur 8 dan 10 MST, tetapi
berpengaruh tidak nyata terhadap jumlah daun umur 4, 6, 12 dan 14 MST.
Begitu juga interaksi kedua perlakuan berpengaruh tidak nyata
terhadap jumlah daun.
Jumlah daun kakao umur 4-14 MST pada berbagai pemberian abu janjang
kelapa sawit dan pupuk urea dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4 menunjukkan jumlah daun bibit kakao 8 MST pada perlakuan
pupuk urea tertinggi pada taraf perlakuan P3 sebesar 10,98 helai berbeda nyata
dengan perlakuan P0 sebesar 8,92 helai, P1 sebesar 9,04 helai, dan P2 sebesar
10,60 helai. Jumlah daun 10 MST pada perlakuan pupuk urea tertinggi pada taraf
perlakuan P3 sebesar 13,54 helai berbeda nyata dengan perlakuan P0 sebesar 11,54
Tabel 4. Jumlah daun (helai) pada berbagai perlakuan abu janjang kelapa sawit dan pupuk urea 4-14 MST
Abu janjang kelapa sawit (g/polibag)
Pupuk Urea (g/polibag) Rataan P0 = 0 P1 = 3 P2 = 6 P3 = 9
Grafik perkembangan jumlah daun kakao umur 4-14 MST dengan
berbagai pemberian abu janjang kelapa sawit dapat dilihat pada Gambar 4.
Gambar 4. Grafik perkembangan jumlah daun kakao umur 4-14 MST dengan berbagai pemberian abu janjang kelapa sawit
Grafik perkembangan jumlah daun kakao umur 4-14 MST dengan
berbagai pemberian pupuk urea dapat dilihat pada Gambar 5.
Gambar 5. Grafik perkembangan jumlah daun kakao umur 4-14 MST dengan berbagai pemberian pupuk urea
Tabel 4 dan Gambar 4 menunjukkan jumlah daun bibit kakao pada
14 MST relatif lebih banyak pada pemberian abu janjang kelapa sawit
dan M2. Begitu juga tabel 4 dan Gambar 5 menunjukkan jumlah daun bibit kakao
pada umur 14 MST relatif lebih banyak pada pemberian pupuk urea 9 g/polibag
(P3) sebesar 18,00 helai yang berbeda tidak nyata dengan P0, P1, dan P2.
Grafik kurva respon jumlah daun bibit kakao pada umur 10 MST dengan
berbagai pemberian pupuk urea dapat dilihat pada Gambar 6.
Gambar 6. Grafik kurva respon jumlah daun bibit kakao pada umur 10 MST dengan berbagai pemberian pupuk urea
Dari Gambar 6 dapat dilihat bahwa hubungan antara jumlah daun bibit
kakao pada umur 10 MST dengan berbagai pemberian pupuk urea menunjukkan
hubungan persamaan linier positif dimana dengan bertambahnya dosis pupuk urea
maka jumlah daun bibit kakao semakin banyak.
Diameter batang (cm)
Data hasil pengamatan dan sidik ragam diameter batang pada 4 - 14 MST
dapat dilihat pada Lampiran 25 – 36, pemberian abu janjang kelapa sawit
dan pupuk urea serta interaksi keduanya berpengaruh tidak nyata
terhadap diameter batang.
Diameter batang pada umur 4-14 MST pada berbagai pemberian abu
janjang kelapa sawit dan pupuk urea dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Diameter batang (cm) pada berbagai perlakuan abu janjang kelapa sawit dan pupuk urea umur 4-14 MST
Abu janjang kelapa sawit (g/polibag)
Pupuk Urea (g/polibag) Rataan P0 = 0 P1 = 3 P2 = 6 P3 = 9
Data hasil pengamatan dan sidik ragam diameter batang pada 4 - 14 MST
pupuk urea serta interaksi keduanya berpengaruh tidak nyata terhadap diameter
batang.
Grafik perkembangan diameter batang kakao umur 4-14 MST dengan
berbagai pemberian abu janjang kelapa sawit dapat dilihat pada Gambar 7.
Gambar 7. Grafik perkembangan diameter batang kakao umur 4-14 MST dengan berbagai pemberian abu janjang kelapa sawit
Grafik perkembangan diameter batang kakao umur 4-14 MST dengan
berbagai pemberian pupuk urea dapat dilihat pada Gambar 8.
Tabel 5 dan Gambar 7 menunjukkan diameter batang bibit kakao pada
14 MST relatif lebih besar diperoleh pada pemberian 30 g/polibag pemberian abu
janjang kelapa sawit (M3) sebesar 0,63 mm yang berbeda tidak nyata dengan
perlakuan lainnya. Begitu juga Tabel 5 dan Gambar 8 menunjukkan diameter
batang bibit kakao pada 14 MST relatif lebih besar pada pemberian pupuk urea
6 g/polibag (P2) sebesar 0,63 mm yang berbeda tidak nyata dengan perlakuan
lainnya.
Total luas daun (cm2)
Data hasil pengamatan dan sidik ragam total luas daun dapat dilihat pada
Lampiran 37 – 38, pemberian abu janjang kelapa sawit dan pupuk urea serta
interaksi keduanya berpengaruh tidak nyata terhadap total luas daun. Total luas
daun pada berbagai pemberian abu janjang kelapa sawit dan pupuk urea dapat
dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Total luas daun (cm2) berbagai perlakuan abu janjang kelapa sawit dan pupuk urea
Tabel 6 menunjukkan total luas daun relatif lebih besar diperoleh pada
pemberian 30 g/polibag abu janjang kelapa sawit (M3) yang berbeda tidak nyata
dengan perlakuan lainnya. Begitu juga total luas daun relatif lebih besar diperoleh
pada pemberian pupuk urea 9 g/polibag (P3) yang berbeda tidak nyata dengan
Bobot basah tajuk (g)
Data hasil pengamatan dan sidik ragam bobot basah tajuk dapat dilihat
pada Lampiran 39 – 40, pemberian abu janjang kelapa sawit dan pupuk urea serta
interaksi keduanya berpengaruh tidak nyata terhadap bobot basah tajuk. Bobot
basah tajuk pada berbagai pemberian abu janjang kelapa sawit dan pupuk urea
dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7. Bobot basah tajuk (gram) pada berbagai perlakuan abu janjang kelapa sawit dan pupuk urea
Abu janjang kelapa sawit (g/polibag)
Pupuk Urea (g/polibag) Rataan P0 = 0 P1 = 3 P2 = 6 P3= 9
M0 = 0 21,27 23,53 23,05 23,34 22,80
M1 = 10 23,34 23,46 21,98 23,45 23,06
M2 = 20 24,34 22,60 23,50 26,59 24,26
M3 = 30 23,25 23,05 24,55 23,19 23,51
Rataan 23,05 23,16 23,27 24,14
Tabel 7 menunjukkan bobot basah tajuk relatif lebih besar diperoleh pada
pemberian 20 g/polibag abu janjang kelapa sawit (M2) yang berbeda tidak nyata
dengan perlakuan lainnya. Begitu juga bobot basah tajuk relatif lebih besar
diperoleh pada pemberian pupuk urea 9 g/polibag (P3) yang berbeda tidak nyata
dengan perlakuan lainnya.
Bobot kering tajuk (g)
Data hasil pengamatan dan sidik ragam bobot kering tajuk dapat dilihat
pada Lampiran 41 – 42, pemberian abu janjang kelapa sawit dan pupuk urea serta
interaksi keduanya berpengaruh tidak nyata terhadap bobot kering tajuk. Bobot
kering tajuk pada berbagai pemberian abu janjang kelapa sawit dan pupuk urea
Tabel 8. Bobot kering tajuk (gram) pada berbagai perlakuan abu janjang kelapa sawit dan pupuk urea
Abu janjang kelapa sawit (g/polibag)
Pupuk Urea (g/polibag) Rataan P0 = 0 P1 = 3 P2 = 6 P3 = 9
Tabel 8 menunjukkan bobot kering tajuk relatif lebih besar diperoleh pada
pemberian 20 g/polibag abu janjang kelapa sawit (M2) yang berbeda tidak nyata
dengan perlakuan lainnya. Begitu juga bobot kering tajuk relatif lebih besar
diperoleh pada pemberian pupuk urea 6 g/polibag (P2) yang berbeda tidak nyata
dengan perlakuan lainnya.
Bobot basah akar (g)
Data hasil pengamatan dan sidik ragam bobot basah akar dapat dilihat
pada Lampiran 43 – 44, pemberian abu janjang kelapa sawit dan pupuk urea
serta interaksi keduanya berpengaruh tidak nyata terhadap bobot
basah akar. Bobot basah akar pada berbagai pemberian abu janjang
kelapa sawit dan pupuk urea dapat dilihat pada Tabel 9.
Tabel 9. Bobot basah akar (gram) pada berbagai perlakuan abu janjang kelapa sawit dan pupuk urea
Tabel 9 menunjukkan bobot basah akar relatif lebih besar diperoleh pada
dengan perlakuan lainnya. Begitu juga bobot basah akar relatif lebih besar
diperoleh pada pemberian pupuk urea 9 g/polibag (P3) yang berbeda tidak nyata
dengan perlakuan lainnya.
Bobot kering akar (g)
Data hasil pengamatan dan sidik ragam bobot kering akar dapat dilihat
pada Lampiran 44 – 45, pemberian abu janjang kelapa sawit dan pupuk urea
serta interaksi keduanya berpengaruh tidak nyata terhadap bobot kering akar.
Bobot kering akar pada berbagai pemberian abu janjang kelapa sawit
dan pupuk urea dapat dilihat pada Tabel 10.
Tabel 10. Bobot kering akar (gram) pada berbagai perlakuan abu janjang kelapa sawit dan pupuk urea
Tabel 10 menunjukkan bobot kering akar relatif lebih besar diperoleh pada
pemberian 20 g/polibag abu janjang kelapa sawit (M2) yang berbeda tidak nyata
dengan perlakuan lainnya. Begitu juga bobot kering akar relatif lebih besar
diperoleh pada pemberian pupuk urea 9 g/polibag (P3) yang berbeda tidak nyata
dengan perlakuan lainnya.
Pembahasan
Pengaruh Abu janjang kelapa sawit Terhadap Pertumbuhan Kakao di Pembibitan
Berdasarkan hasil penelitian, perlakuan pemberian abu janjang kelapa
pemberian abu janjang kelapa sawit belum sebanding dengan pencampuran tanah
yang digunakan sehingga tidak tampak pengaruhnya untuk semua perlakuan. Dan
kandungan unsur nitrogen yang terkandung pada abu janjang kelapa sawit pun
termasuk rendah sehingga pengaruhnya terhadap pertumbuhan vegetatif tanaman
kakao tidak nyata. Dimana hal tersebut sejalan dengan pernyataan Sutedja dan
Kartasapoerta (1988) yang menyatakan bahwa fungsi nitrogen bagi tanaman
adalah untuk meningkatkan pertumbuhan tanaman, dapat menyehatkan
pertumbuhan daun, meningkatkan kadar protein dalam tubuh tanaman,
meningkatkan kualitas tanaman yang menghasilkan daun, dan meningkatkan
berkembangbiaknya mikroorganisme dalam tanah yang penting bagi
kelangsungan pelapukan bahan organis.
Pengaruh Pemberian Pupuk Urea Terhadap Pertumbuhan Kakao di Pembibitan
Dari hasil analisis data secara statistik bahwa perlakuan pupuk urea
berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman kakao pada umur 6, 8, dan 10 MST
(Lampiran 3 – 8) dan berpengaruh tidak nyata pada umur 4, 12 dan 14 MST. Hal
tersebut diduga karena pengaplikasian pupuk Urea dilakukan pada umur 5, 7 dan
9 MST sehingga pengaruh dari pemberian urea tampak pada umur 6, 8 dan 10
MST. Sedangkan pada umur 4 MST belum diaplikasikan pupuk urea, dan umur
12 dan 14 MST berpengaruh tidak nyata diduga karena unsur nitrogen yang
diberikan telah habis karena penguapan atau pencucian dan juga pertumbuhan
bibit kakao yang semakin besar membutuhkan unsur hara yang lebih banyak lagi.
Hal ini sesuai dengan Nuryani, dkk., (2007) yang menyatakan bahwa urea yang
diberikan ke tanah diserap tanaman sekitar 27 – 40% dan yang hilang melalui
pemberian urea 2 – 3 minggu lebih dari 50% . Dan Pusat Penelitian Kopi dan
Kakao Indonesia (2004) yang menyatakan bahwa kadar hara makro dan mikro
yang diperlukan tanaman harus dalam jumlah yang cukup serta variasi umur
kakao menghendaki jenis dan jumlah hara yang berbeda untuk mendukung
pertumbuhan dan produksi kakao.
Dari hasil analisis data secara statistik bahwa perlakuan pupuk urea
berpengaruh nyata terhadap jumlah daun tanaman kakao pada umur 8 dan 10
MST (Lampiran 17 – 20) dan berpengaruh tidak nyata pada umur 4, 6, 12 dan 14
MST. Hal ini diduga karena pada umur 4 dan 6 MST pertumbuhan daun tanaman
kakao hampir sama walaupun telah diberi pupuk urea pada umur 5 MST. Jadi,
disimpulkan bahwa belum terlihat pengaruh terhadap jumlah daun yang
dihasilkan. Tetapi pada umur 8 dan 10 MST sudah terlihat, hal ini diduga karena
unsur nitrogen dari pupuk urea telah tampak pada jumlah daunnya. Dimana fungsi
nitrogen untuk pertumbuhan daun yang sesuai dengan pernyataan
Sutedja dan Kartasapoerta (1988) yang menyatakan bahwa fungsi nitrogen bagi
tanaman dapat menyehatkan pertumbuhan daun dan meningkatkan kualitas
tanaman yang menghasilkan daun.
Pengaruh Interaksi Abu janjang kelapa sawit Kelapa Sawit dan Pemberian Pupuk Urea Terhadap Pertumbuhan kakao di Pembibitan
Data hasil pengamatan dan analisis statistik menunjukkan bahwa interaksi
perlakuan pemberian abu janjang kelapa sawit kelapa sawit dan pupuk urea
berpengaruh tidak nyata terhadap seluruh parameter yang diamati. Dimana
pemberian abu janjang kelapa sawit masih terlalu sedikit dibanding dengan media
tanam yang digunakan sehingga pengaruh dari abu janjang kelapa sawit tidak
pada abu janjang kelapa sawit rendah dan sifat dari nitogen yang mudah menguap
serta tercuci sehingga perlakaun kombinasi antara keduanya tidak menghasilkan
hubungan yang saling mempengaruhi untuk pertumbuhan kakao. Hal ini sesuai
dengan pernyataan Sutedjo dan Kartasapoetra (1987) menyatakan bahwa bila
salah satu faktor lebih kuat pengaruhnya dari faktor lain sehingga faktor lain
tersebut tertutupi dan masing-masing faktor mempunyai sifat yang jauh berbeda
pengaruh dan sifat kerjanya, maka akan menghasilkan hubungan yang berbeda
dalam mempengaruhi pertumbuhan tanaman.
Data hasil pengamatan dan analisis statistik menunjukkan bahwa interaksi
perlakuan pemberian abu janjang kelapa sawit kelapa sawit dan pupuk urea
berpengaruh tidak nyata terhadap seluruh parameter yang diamati. Hal ini diduga
karena media tanam (tanah ultisol) yang digunakan merupakan tanah yang miskin
unsur hara. Ditambah lagi abu janjang kelapa sawit yang diberikan belum
memenuhi atau masih terlampau sedikit untuk memperbaiki sifat dari tanah ultisol
sehingga tidak tampak pengaruhnya terhadap pertumbuhan bibit kakao. Tanaman
kakao menghendaki tanahj yang bertekstur baik dan ber pH ideal dan kandungan
hara makro dan mikro yang diperlukan tanaman harus dalam jumlah yang cukup
untuk mendukung pertumbuhan bibit kakao. Hal ini sesuai dengan pernyataan
Siregar, dkk., (2000) yang menyatakan bahwa tekstur tanah yang baik adalah
lempung liat berpasir dengan komposisi 30 – 40% fraksi liat, 50% pasir dan
10 – 20% debu. Susunan demikian akan mempengaruhi ketersediaan air dan hara
serta aerase tanah. Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia (2004) menyatakan
kadar hara makro dan mikro yang dibutuhkan tanaman harus dalam jumlah
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan
1. Pemberian abu janjang kelapa sawit berpengaruh tidak nyata pada semua
parameter yang diamati.
2. Pemberian pupuk urea nyata meningkatkan tinggi bibit tanaman kakao
pada umur 6, 8, dan 10 MST sesuai dengan hasil analisis regresi yang
linier positif yang terbaik pada dosis 9 g/polibag serta pada jumlah daun
pada umur 8 dan 10 MST sesuai dengan hasil analisis regresi yang linier
positif yang terbaik pada dosis 9 g/polibag.
3. Interaksi abu janjang kelapa sawit dan pupuk urea berpengaruh tidak nyata
pada semua parameter yang diamati.
Saran
Meskipun abu janjang kelapa sawit dapat dijadikan sumber mineral tetapi
dosis abu janjang masih terlampau rendah sehingga perlu dilakukan penelitian
lebih lanjut mengenai pemberian abu janjang kelapa sawit yang dikombinasikan
DAFTAR PUSTAKA
Adiningsih, S dan Mulyadi, 1993. Alternatif Teknik Rehabilitasi dan Pemanfaatan Lahan Alang – alang Untuk Usaha Tani Berkelanjutan. Prosiding Seminar Lahan Alang – alang. Bogor
Damanik, M.M.B., B.E Hasibuan., Fauzi, Sarifuddin dan H. Hanum, 2010. Kesuburan Tanah Dan Pemupukan. USU Press. Medan.
Direktorat Jenderal Perkebunan, 2010. Volume dan Nilai Ekspor, Impor Indonesia.http://ditjenbun.deptan.go.id/cigraph/index.php/viewstat/exporti mport/1- Kakao. Diakses pada tanggal 10 Januari 2012.
Fauzi,Yan., Y.E,Widyastuti., I.Satyawibawa dan R.Hartono, 2002. Kelapa Sawit : Budidaya, Pemanfaatan Hasil dan Limbah. Edisi Revisi, Penerbit Penebar Swadaya, Jakarta.
Hartobudoyo, 1995. Bertanam Cacao. Penerbit Kansius. Yogyakarta.
Koedadiri, A.D., W, Darmosarkoro., dan E.S, Sutarta., 1999. Potensi dan Pengelolaan Tanah Ultisol pada beberapa wilayah Perkebunan Kelapa Sawit di Indonesia. dalam Darmosarkoro, et al (Eds). Lahan dan Pemupukan Kelapa Sawit Edisi 1. 2007. PPKS, Medan.
Mamangkey, 1983. Greenhouse Operation and Management 2nd Edition. Reston Pubhlishing Company, Inc, Virgina.
Marsono dan P. Sigit, 2001. Pupuk Akar. Redaksi Agromedia, Jakarta.
Munir, M.M., 1996. Tanah-Tanah Utama Indonesia Karakteristik Klassifikasi dan Pemanfaatannya. PT Dunia Pustaka Jaya, Jakarta. 346 Hal
Novizan, 2002. Petunjuk Pemupukan yang Efektif. PT. Agromedia Pustaka, Jakarta.
Nuryani, B.H Purwanto., A. Maas., Wiwik., O.A Bannati., dan K.D Sasmita, 2007. Peningkatan Efisiensi Pemupukan N Pada Tanaman Tebu Melalui Rekayasa Khelat Urea-Humat. Fakultas Pertanian UGM . Jogjakarta.
Prasetyo., N. Suharta., H. Subagyo., dan Hikmatullah, 2000. Soil of Pametikarata, East Sumba : Its suitability adan constraints for food crop development. Indon. J. Agric. Sci.
Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, 2004. Panduan Lengkap Budidaya Kakao. Agromedia Pustaka. Jakarta
Varietas Kedelai Pada Tanah Gambut Yang Diameliorasi Abu Janjang Kelapa Sawit. Universitas Andalas . Padang.
Sastrosayono, S., 2005, Budidaya Tanaman kakao, PT. Agromedia Pustaka, Jakarta.
Siregar, T.H.S., S. Riyadi., dan L. Nuraeni., 2002. Budidaya, Pengolahan dan Pemasaran Hasil. Penebar Swadaya, Jakarta.
Soenaryo, 1983. Upaya Meningkatkan Produksi Cacao. Penerbit Erlangga. Jakarta.
Soekardi., M.W. Retno., dan Hikmatullah., 1993. Inventarisasi dan Karakterisasi Lahan Alang – alang. Prosiding Seminar Lahan Alang – alang. Bogor
Subagyo., N. Suharta., dan A.B. Siswanto., 2004. Tanah – tanah Pertanian di Indonesia. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat. Bogor.
Sunanto, H., 1992. Cokelat Pengelolaan Hasil dan Aspek Ekonominya. Kanisius. Yogyakarta.
Suryani, D dan Zulfebriansyah, 2007. Komoditas Kakao : Potret Dan Peluang Pembiayaan. Economic Review No. 210 Desember 2007. Diakses dari
Susanto, F.X., 1994. Tanaman Kakao Budidaya Pengolahan Hasilnya. Kanisius, Yogyakarta.
Sutedjo, M .M, dan A. G. Kartasapoetra, 1988. Pengantar Ilmu Tanah. Penerbit Bina Aksara Jakarta.
Syamsulbahri, 1996, Bercocok Tanam Perkebunan Tahunan. UGM Press. Yogyakarta.
Tjitrosoepomo, S., 1988. Budidaya Cacao. Penerbit Kansius. Yogyakarta.
Widya. Y., 2008, Budidaya bertanam Cokelat, Tim Bina karya Tani, Bandung.
Yoeswono, I. 2007. Pemanfaatan Hasil dan Limbah Pabrik Kelapa Sawit. Dikutip dari http://www.unsjournals.com pada tanggal 12 Januari 2012.
Perlakuan Blok Total Rataan
Lampiran 2. Daftar sidik ragam tinggi bibit 4 MST
Perlakuan Blok Total Rataan
Lampiran 4. Daftar sidik ragam tinggi bibit 6 MST
Perlakuan Blok Total Rataan
Lampiran 6. Daftar sidik ragam tinggi bibit 8 MST
Perlakuan Blok Total Rataan
Lampiran 8. Daftar sidik ragam tinggi bibit 10 MST
Perlakuan Blok Total Rataan
Lampiran 10. Daftar sidik ragam tinggi bibit 12 MST
Perlakuan Blok Total Rataan
Lampiran 12. Daftar sidik ragam tinggi bibit 14 MST
Perlakuan Blok Total Rataan
Lampiran 14. Daftar sidik ragam jumlah daun 4 MST
Perlakuan Blok Total Rataan
Lampiran 16. Daftar sidik ragam jumlah daun 6 MST
Perlakuan Blok Total Rataan
Lampiran 18. Daftar sidik ragam jumlah daun 8 MST
Perlakuan Blok Total Rataan
Lampiran 20. Daftar sidik ragam jumlah daun 10 MST
Perlakua
Lampiran 22. Daftar sidik ragam jumlah daun 12 MST
Perlakuan Blok Total Rataan
Lampiran 24. Daftar sidik ragam jumlah daun 14 MST
Perlakuan Blok Total Rataan
Lampiran 26. Daftar sidik ragam diameter batang 4 MST
Perlakuan Blok Total Rataan
Lampiran 28. Daftar sidik ragam diameter batang 6 MST
Perlakuan Blok Total Rataan
Lampiran 30. Daftar sidik ragam diameter batang 8 MST
Perlakuan Blok Total Rataan
Lampiran 32. Daftar sidik ragam diameter batang 10 MST
Perlakuan Blok Total Rataan
Lampiran 34. Daftar sidik ragam diameter batang 12 MST
Perlakuan Blok Total Rataan
Lampiran 36. Daftar sidik ragam diameter batang 14 MST
Perlakuan Blok Total Rataan
Lampiran 38. Daftar sidik ragam total luas daun 14 MST
Sumber db JK KT F.hit F.05
Galat 30 6449168,41 214972,28
Total 47 9800810,84
FK = 159982571,76
Perlakuan Blok Total Rataan
Lampiran 40. Daftar sidik ragam bobot basah tajuk 14 MST
Perlakuan Blok Total Rataan
Lampiran 42. Daftar sidik ragam bobot kering tajuk 14 MST
Perlakuan Blok Total Rataan
Lampiran 44. Daftar sidik ragam bobot basah akar 14 MST
Perlakuan Blok Total Rataan
Lampiran 46. Daftar sidik ragam bobot basah akar 14 MST
No Uraian Keterangan
1 Nama Lindak
2 Hasil Persilangan F1 x Upper Amazone Hybrida
3 Berat Buah 634 g
4 Panjang Buah 18,7 cm
5 Lebar Buah 8,6 cm
6 Rata-rata Jumlah Buah per Pokok 57 7 Jumlah Biji per Buah 47 8 Rata-rata Jumlah Biji per Buah 45 9 Berat Buji Basah per Buah 172 g
10 Berat Biji Basah 3,5 g
11 Rata-rata Biji Basah perbutir 2,71 g 12 Rata-rata Biji Kering perbutir 1,11 g
13 Kadar Lemak 42,1 g
14 Warna Daun Flush Merah
15 Warna Daun Hijau
16 Warna Batang Coklat
17 Tajuk Tanam Sedang
18 Ukuran Biji Sedang
19 Bentuk Buah - Bulat Lonjong
- Warna Buah Sebelum Masak Hijau
- Pangkal Buah Terdapat Lekukan
- Ujung Buah Agak Tumpul
No Kegiatan Minggu
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
1 Persiapan Areal X
2 Persiapan Naungan X
3 Persiapan Media Tanam X
4 Pengecambahan Benih X
5 Penanaman Kecambah X
6 Aplikasi Pupuk Urea X X X
7 Pemeliharaan Tanaman
Penyiraman Disesuaikan Dengan Kondisi Lapangan
Penyiangan Disesuaikan Dengan Kondisi Lapangan
Pengendalian hama
Penyakit Disesuaikan Dengan Kondisi Lapangan
8 Pengamatan Parameter
Tinggi Bibit (cm) X X X X X X
Jumlah Daun (Helai) X X X X X X
Diameter Batang X X X X X X
Bobot Basah Tajuk
(gram) X
Bobot Basah Akar
(gram) X
Bobot Kering Tajuk
(gram) X
Bobot Kering Akar