• Tidak ada hasil yang ditemukan

Respons Pertumbuhan Bibit Kakao (Theobroma cacao L.)Terhadap Pemberian Abu Janjang Kepada Sawit Dan Pupu Urea Pada Media Pembibitan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Respons Pertumbuhan Bibit Kakao (Theobroma cacao L.)Terhadap Pemberian Abu Janjang Kepada Sawit Dan Pupu Urea Pada Media Pembibitan"

Copied!
84
0
0

Teks penuh

(1)

PEMBERIAN ABU JANJANG KELAPA SAWIT DAN PUPUK UREA PADA MEDIA PEMBIBITAN

SKRIPSI

OLEH :

SARAH VITRYA SIDABUTAR 080301055

BDP-AGRONOMI

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(2)

PEMBERIAN ABU JANJANG KELAPA SAWIT DAN PUPUK UREA PADA MEDIA PEMBIBITAN

SKRIPSI

OLEH:

SARAH VITRYA SIDABUTAR 080301055

BDP-AGRONOMI

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(3)

Terhadap Pemberian Abu Janjang Kelapa Sawit Dan Pupuk Urea Pada Media Pembibitan

Nama : Sarah Vitrya Sidabutar

NIM : 080301055

Program Studi : Agroekoteknologi

Disetujui oleh

Komisi Pembimbing

(Ir. Balonggu Siagian, MS.) (Ir. Meiriani MP. NIP. 1949 0102 1979 03 1002 NIP. 1965 0518 1992 03 2001

)

Ketua Komisi Pembimbing Anggota Komisi Pembimbing

Mengetahui,

(Ir. T. Sabrina, M.Sc., Ph.D. NIP. 19640620 198903 2 001

)

(4)

SARAH VITRYA SIDABUTAR : Respons Pertumbuhan Bibit Kakao Terhadap Pemberian Abu Janjang Kelapa Sawit dan Pupuk Urea Pada Media

Pembibitan, dibimbing oleh Ir. BALONGGU SIAGIAN MS dan Ir. MEIRIANI, MP.

Penelitian ini dilakukan di lahan UPT BBI, Tanjung Selamat dengan ketinggian tempat ± 57 m di atas permukaan laut pada bulan Mei-Agustus 2012 menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) faktorial dengan dua faktor. Faktor pertama adalah abu janjang kelapa sawit (0, 10, 20, dan 30 gram/polibag). Faktor kedua adalah pemberian pupuk urea (0, 3, 6, dan 9 gram/polibag). Parameter yang diamati meliputi tinggi bibit (cm), jumlah daun (helai), diameter batang (mm), total luas daun (cm2), berat basah dan berat kering tajuk (g), serta berat basah dan berat kering akar (g). Hasil penelitian menunjukan bahwa pemberian abu janjang berpengaruh tidak nyata terhadap semua parameter. Pemberian pupuk urea berpengaruh nyata pada tinggi bibit dan jumlah daun. Interaksi antara abu janjang kelapa sawit dan pemberian pupuk urea berpengaruh tidak nyata terhadap seluruh parameter.

(5)

SARAH VITRYA SIDABUTAR : the response of cocoa seedlings growth

for giving palm bunch ash and urea fertilizer in the media of nursery, Led by Ir. Balonggu Siagian, MS and Ir Meiriani, MP.

The research was conducted in the field UPT BBI, Tanjung Selamat at an altitude ± 57 meters above sea level since May 2012 until August 2012 using Randomized Block Design (RBD) factorial with two factors. The first factor is palm bunch ( 0, 10, 20, and 30 gram/polybag). The second factor is urea fertilizer (0, 3, 6, and 9 gram/polybag). The Parameter observed includes plant hight (cm), number leafs (sheet), diameter of stem (mm), total of broad leaf (cm2), fresh and dry weight of crown (gram) fresh and dry weight of root (gram). The result of reseach showed that giving palm bunch ash influential not significantly to all parameters. Urea fertilizer influential significantly on plant height and number of leafs. Interaction between giving palm bunch ash and urea fertilizer influential not significantly to all parameters.

(6)

Penulis dilahirkan di P. Siantar pada 29 Oktober 1990 , dari ayahanda

M. Sidabutar dan ibunda E. Hutabarat yang merupakan anak pertama dari empat

bersaudara.

Tahun 2008 penulis lulus dari SMA Negeri 2, Pematang Siantar, pada

tahun 2008 penulis lulus seleksi masuk Fakultas Pertanian Universitas Sumatera

Utara, Medan melalui jalur UMB mitra. Penulis memilih Program Studi

Agronomi jurusan Budidaya Pertanian.

Selama mengikuti perkuliahan penulis melaksanakan Praktek Kerja

Lapangan (PKL) di PTPN IV Kebun Sidamanik pada bulan Juni sampai dengan

(7)

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, atas

segala berkat dan rahmatNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang

berjudul “Respons Pertumbuhan Bibit Kakao (Theobroma CacaoL.) Terhadap Pemberian Abu Janjang Kelapa Sawit Dan Pupuk Urea Pada Media Pembibitan”.

Pada kesempatan ini penulis menghaturkan pernyataan terima kasih

sebesar-besarnya kepada Bapak

pembimbing dan Ibu Ir. Meiriani , MP., selaku anggota komisi pembimbing, yang

telah membimbing dan memberikan berbagai masukan berharga kepada penulis

dari mulai menetapkan judul, melakukan penelitian, penulisan skripsi sampai pada

ujian akhir. Penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada kedua orang tua

penulis yang telah membesarkan, memelihara dan mendidik penulis selama ini

Disamping itu, penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua staf

pengajar dan pegawai di Program Studi Agroekoteknologi, serta semua rekan

mahasiswa yang tak dapat disebutkan satu per satu disini yang telah membantu

penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat.

Medan, Januari 2013

(8)

Hal

Pelaksanaan Penelitian ... 16

Persiapan Areal ... 16

Pemeliharaan Tanaman ... 17

(9)

Pengendalian Hama dan Penyakit ... 17

Pengamatan Parameter ... 17

Tinggi Bibit (cm) ... 18

Jumlah Daun (helai) ... 18

Diameter Batang (mm)... 18

Luas Daun (cm2) ... 18

Bobot Basah Tajuk (g) ... 18

Bobot Kering Tajuk (g) ... 18

Bobot Basah Akar (g) ... 19

Bobot Kering Akar (g) ... 19

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil ... 20

Tinggi Bibit (cm) ... 20

Jumlah Daun (helai) ... 24

Diameter Batang (mm)... 27

Total Luas Daun (cm2) ... 30

Bobot Basah Tajuk (g) ... 30

Bobot Kering Tajuk (g) ... 31

Bobot Basah Akar (g) ... 32

Bobot Kering Akar (g) ... 33

Pembahasan ... 33

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 37

Saran ... 37

(10)

No. Judul Halaman

1. Komposisi kimia abu janjang kelapa sawit ... 9

2. Dosis umum pemupukan tanaman kakao ... 11

3. Rataan tinggi bibit (cm) kakao dengan berbagai perlakuan pemberian abu janjang kelapa sawit dan pemberian pupuk

urea pada umur 4 s/d 14MST ... 24

4. Rataan jumlah daun (helai) kakao dengan berbagai perlakuan pemberian abu janjang kelapa sawit dengan pemberian pupuk

urea pada umur 4 s/d 14 MST ... 27

5. Rataan diameter batang (mm) kakao dengan berbagai perlakuan pemberian abu janjang kelapa sawit dan pemberian

pupuk urea pada umur 4 s/d14MST ... 29

6. Rataan total luas daun (cm2) pada perlakuan pemberian abu

janjang kelapa sawit dan pemberian pupuk urea... 30

7. Rataan berat basah tajuk (gram) pada perlakuan pemberian

abu janjang kelapa sawit dan pemberian pupuk urea ... 31

8. Rataan berat kering tajuk (gram) pada perlakuan pemberian

abu janjang kelapa sawit dan pemberian pupuk urea ... 32

9. Rataan bobot basah akar (gram) pada perlakuan pemberian

abu janjang kelapa sawit dan pemberian pupuk urea ... 32

10.Rataan berat kering akar (gram) pada perlakuan pemberian

(11)

No. Judul Halaman

1. Grafik perkembangan tinggi bibit kakao umur 4-14 MST dengan

berbagai pemberian abu janjang kelapa sawit...22

2. Grafik perkembangan tinggi bibit kakao umur 4-14 MST dengan

berbagai pemberian pupuk urea...22

3. Grafik kurva respon tinggi bibit kakao pada umur 10 MST

dengan berbagai pemberian pupuk urea...23

4. Grafik perkembangan jumlah daun kakao umur 4-14 MST

dengan berbagai pemberian abu janjang kelapa sawit...26

5. Grafik perkembangan jumlah daun kakao umur 4-14 MST

dengan berbagai pemberian pupuk urea...26

6. Grafik kurva respon jumlah daun bibit kakao pada umur 10

MST dengan berbagai pemberian pupuk urea...27

7. Grafik perkembangan diameter batang kakao umur 4-14 MST

dengan berbagai pemberian abu janjang kelapa sawit...29

8. Grafik perkembangan diameter batang kakao umur 4-14 MST

(12)

No. Judul Halaman

10.Sidik ragam tinggi bibit 12 MST ... 44

11.Data tinggi bibit 14 MST (cm) ... 45

12.Sidik ragam tinggi bibit 14 MST ... 45

13.Data jumlah daun 4 MST (helai) ... 46

26.Sidik ragam diameter batang 4 MST ... 52

27.Data diameter batang 6 MST (mm) ... 53

28.Sidik ragam diameter batang 6 MST ... 53

29.Data diameter batang 8 MST (mm) ... 54

(13)

32.Sidik ragam diameter batang 10 MST ... 55

33.Data diameter batang 12 MST (mm) ... 56

34.Sidik ragam diameter batang 12 MST ... 56

35.data diameter batang 14 MST (mm) ... 57

36.Sidik ragam diameter batang 14 MST ... 57

37.Data luas daun (cm2) ... 58

38.Sidik ragam luas daun (cm2) ... 58

39.Data bobot basah tajuk (g) ... 59

40.Sidik ragam bobot basah tajuk (g) ... 59

41.Data bobot kering tajuk (g) ... 60

42.Sidik ragam bobot kering tajuk (g) ... 60

43.Data bobot basah akar (g) ... 61

44.Sidik ragam bobot basah akar(g)... 61

45.Data bobot kering akar (g) ... 62

46.Sidik ragam bobot kering akar (g) ... 62

47.Deskripsi tanaman kakao lindak ... 63

48.Bagan penelitian ... 64

49.Jadwal kegiatan penelitian ... 65

50.Hasil analisis tanah ultisol ... 66

51.Hasil analisis abu janjang kelapa sawit ... 67

(14)

SARAH VITRYA SIDABUTAR : Respons Pertumbuhan Bibit Kakao Terhadap Pemberian Abu Janjang Kelapa Sawit dan Pupuk Urea Pada Media

Pembibitan, dibimbing oleh Ir. BALONGGU SIAGIAN MS dan Ir. MEIRIANI, MP.

Penelitian ini dilakukan di lahan UPT BBI, Tanjung Selamat dengan ketinggian tempat ± 57 m di atas permukaan laut pada bulan Mei-Agustus 2012 menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) faktorial dengan dua faktor. Faktor pertama adalah abu janjang kelapa sawit (0, 10, 20, dan 30 gram/polibag). Faktor kedua adalah pemberian pupuk urea (0, 3, 6, dan 9 gram/polibag). Parameter yang diamati meliputi tinggi bibit (cm), jumlah daun (helai), diameter batang (mm), total luas daun (cm2), berat basah dan berat kering tajuk (g), serta berat basah dan berat kering akar (g). Hasil penelitian menunjukan bahwa pemberian abu janjang berpengaruh tidak nyata terhadap semua parameter. Pemberian pupuk urea berpengaruh nyata pada tinggi bibit dan jumlah daun. Interaksi antara abu janjang kelapa sawit dan pemberian pupuk urea berpengaruh tidak nyata terhadap seluruh parameter.

(15)

SARAH VITRYA SIDABUTAR : the response of cocoa seedlings growth

for giving palm bunch ash and urea fertilizer in the media of nursery, Led by Ir. Balonggu Siagian, MS and Ir Meiriani, MP.

The research was conducted in the field UPT BBI, Tanjung Selamat at an altitude ± 57 meters above sea level since May 2012 until August 2012 using Randomized Block Design (RBD) factorial with two factors. The first factor is palm bunch ( 0, 10, 20, and 30 gram/polybag). The second factor is urea fertilizer (0, 3, 6, and 9 gram/polybag). The Parameter observed includes plant hight (cm), number leafs (sheet), diameter of stem (mm), total of broad leaf (cm2), fresh and dry weight of crown (gram) fresh and dry weight of root (gram). The result of reseach showed that giving palm bunch ash influential not significantly to all parameters. Urea fertilizer influential significantly on plant height and number of leafs. Interaction between giving palm bunch ash and urea fertilizer influential not significantly to all parameters.

(16)

PENDAHULUAN Latar Belakang

Tanaman kakao berasal dari daerah hutan hujan tropis di Amerika Selatan.

Di daerah asalnya, kakao merupakan tanaman kecil di bagian bawah hutan hujan

tropis dan tumbuh terlindung pohon-pohon yang besar (Widya, 2008).

Kakao merupakan salah satu komoditas ekspor yang mampu memberikan

kontribusi dalam upaya peningkatan devisa Indonesia. Komoditas kakao

menempati peringkat ketiga ekspor sektor perkebunan dalam menyumbang devisa

negara, setelah komoditas CPO dan karet (Suryani dan Zulfebriansyah, 2007).

Kakao merupakan salah satu komoditas andalan perkebunan yang

berperan penting dalam perekonomian Indonesia. Pada tahun 2010 Indonesia

menjadi produsen kakao terbesar ke-2 di dunia dengan produksi 844.630 ton,

dibawah negara Pantai Gading dengan produksi 1,38 juta ton. Volume ekspor

kakao Indonesia tahun 2009 sebesar 535.240 ton dengan nilai Rp. 1.413.535.000

dan volume impor sebesar 46.356 ton senilai 119,32 ribu US$

(Direktorat Jendral Perkebunan, 2010).

Untuk mendukung pengembangan tanaman kakao agar berhasil dengan

baik, langkah awal usaha budidaya kakao yang baik adalah mempersiapkan bahan

tanam di tempat pembibitan. Karena pembibitan merupakan pertumbuhan awal

suatu tanaman sebagai penentu pertumbuhan selanjutnya maka pemeliharaan

dalam pembibitan harus lebih intensif dan diperhatikan. Selain pemupukan,

pertumbuhan bibit kakao juga dipengaruhi jenis tanah yang digunakan sebagai

(17)

Sumatera Utara merupakan daerah perkebunan, terutama perkebunan

kelapa sawit. Limbah kelapa sawit adalah sisa hasil tanaman kelapa sawit yang

tidak termasuk dalam produk utama atau merupakan hasil ikutan dari proses

pengolahan kelapa sawit. Limbah dari kelapa sawit ada 3 macam yaitu limbah

cair, padat dan gas. Limbah padat yang berasal dari proses pengolahan kelapa

sawit berupa Janjang Kosong Kelapa Sawit. Janjang Kosong Kelapa Sawit

sebagai limbah padat dapat dibakar dan akan menghasilkan abu janjang. Abu

janjang kelapa sawit tersebut ternyata memiliki kandungan 30-40 % K2O,

7% P2O5, 9 % CaO dan 3% MgO. Selain itu juga mengandung unsur hara mikro

yaitu 1200 ppm Fe, 1000 ppm Mn, 400 ppm Zn dan 100 ppm Cu

(Fauzi, dkk., 2002).

Salah satu upaya untuk meningkatkan ketersediaan unsur hara dalam tanah

adalah dengan pemupukan, pemupukan akan efektif dan efisisen apabila diberikan

pada saat yang tepat dengan cara yang benar, dosis optimum dan jenis pupuk yang

sesuai dengan kebutuhan unsur hara tanaman. Urea adalah pupuk buatan hasil

persenyawaan NH4 (Amonia) dengan CO2. Bahan dasarnya biasanya berupa gas

alam dan merupakan hasil ikutan hasil tambang minyak bumi. Kandungan N total

berkisar antara 45 – 46 %. Keuntungan menggunakan pupuk Urea adalah mudah

diserap tanaman. Selain itu, kandungan N yang tinggi pada urea sangat

dibutuhkan pada pertumbuhan awal tanaman (Marsono dan Sigit, 2001).

Luasnya sebaran Ultisol di Indonesia menunjukkan potensinya yang cukup

besar sebagai lahan pertanian. Namun untuk mencapai produksi yang optimal

ternyata banyak kendala yang secara umum dimiliki oleh jenis tanah ini. Menurut

(18)

sangat intensif yang menyebabkan Ultisol mempunyai kejenuhan basa rendah.

Selain mempunyai kendala kemasaman tanah, kejenuhan Aldd tinggi, kapasitas

tukar kation rendah (kurang dari 24 me/100 gram tanah), kandungan nitrogen

rendah, kandungan fosfor dan kalium tanah rendah serta sangat peka terhadap

erosi. Ultisol juga mengandung bahan organik yang rendah. Oleh karena itu untuk

pemanfaatan Ultisol sebagai lahan pertanian sangat diperlukan suplai unsur hara

untuk menunjang pertumbuhan dan produksi tanaman yang optimal.

Berdasarkan uraian diatas, maka penulis tertarik untuk melakukan

penelitian mengenai respons pertumbuhan bibit kakao (Theobroma cacao L.) terhadap pemberian abu janjang kelapa sawit dan pupuk urea pada media

pembibitan.

Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui respon pertumbuhan bibit kakao (Theobroma cacaoL.) terhadap pemberian abu janjang kelapa sawit dan pupuk urea pada media

pembibitan.

Hipotesis Penelitian

Respons pertumbuhan bibit kakao (Theobroma cacao L.) nyata terhadap pemberian abu janjang kelapa sawit dan pupuk urea serta interaksi kedua faktor

tersebut pada media pembibitan.

Kegunaan Penelitian

Penelitian berguna untuk mendapatkan data penyusunan skripsi sebagai

salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana pertanian di Fakultas Pertanian,

Universitas Sumatera Utara, Medan, dan diharapkan berguna sebagai informasi

(19)

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman

Tanaman kakao dapat diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom: Plantae ;

Divisi : Spermatophyta ; Sub divisio : Angiospermae; Kelas : Dicotyledoneae ;

Ordo : Malvales ; Family : Sterculiaceae; Genus : Theobroma ;

Spesies : Theobroma cacao L. (Tjitrosoepomo, 1988).

Kakao memiliki akar tunggang yang tumbuh lurus ke bawah. Akar lateral

pada awal pertumbuhan tumbuh pada leher akar yang tidak jauh dari permukaan.

Sedangkan pada tanaman dewasa akar – akar sekunder menyebar sekitar

15 – 30 cm di bawah permukaan tanah. Pertumbuhan akar mencapai 50 cm pada

umur 2 tahun dan akan mempunyai perakaran lengkap setelah tanaman berumur

3 tahun (Sunanto, 1992).

Tanaman kakao asal biji , setelah mencapai tinggi 0,9-1,5 meter akan

berhenti tumbuh dan akan membentuk jorket (jorquette). Jorket adalah tempat

percabangan dari pola percabangan ortotrop ke plagiotrop dan khas hanya terdapat

pada tanaman kakao. Pembentukan jorket didahului dengan berhentinya

pertumbuhan ortotrop karena ruas-ruasnya tidak memanjang. Pada ujung tunas

tersebut stipula (semacam sisik yang terdapat pada kuntum bunga) dan kuncup

ketiak daun serta tunas daun tidak berkembang. Dari ujung perhentian tersebut

kemudian tumbuh 3-6 cabang yang arah pertumbuhannya condong ke samping

membentuk sudut 0-60° dengan arah horizontal. Cabang-cabang itu disebut

dengan cabang-cabang primer (cabang plagiotrop). Pada cabang primer tersebut

kemudian tumbuh pada cabang-cabang lateral (fan) sehingga tanaman membentuk

(20)

Pada tanaman kakao dewasa sepanjang batang pokok tumbuh wiwilan atau

tunas air (chupon). Dalam teknik budidaya yang benar, tunas air ini selalu

dibuang, tetapi pada tanaman kakao liar, tunas air tersebut akan membentuk

batang dan jorket yang baru sehingga tanaman mempunyai jorket yang tersusun

(Mamangkey, 1983).

Sama dengan sifat percabangannya, daun kakao juga bersifat dimorfis (dua

bentuk percabangan). Tangkai daunnya berbentuk silinder dan bersisik halus,

bergantung pada tipenya. Daun cokelat terdiri atas tangkai daun dan helai daun.

Panjang daun berkisar 25 – 34 cm dan lebarnya 9 – 12 cm. Daun yang tumbuh

pada ujung – ujung tunas biasanya berwarna merah dan disebut daun flus,

permukaannya sutera. Setelah dewasa, warna daun akan berubah menjadi hijau

dan permukaannya kasar. Pada umumnya daun – daun yang terlindung lebih tua

warnanya bila dibandingkan dengan daun yang langsung terkena sinar matahari

(Soenaryo, 1983 ; Siregar, dkk., 2000).

Tanaman kakao bersifat kauliflori. Artinya bunga tumbuh dan berkembang

dari bekas ketiak daun pada batang dan cabang. Tempat tumbuh bunga tersebut

semakin lama semakin membesar dan menebal atau biasa disebut dengan bantalan

bunga (cushion). Bunga kakao disusun oleh 5 daun kelopak yang bebas satu sama

lain, 5 daun mahkota, 10 tangkai sari yang tersusun dalam 2 lingkar yang tersusun

dari 5 tangkai sari tetapi hanya 1 tangkai sari yang fertil, dan 5 daun buah yang

bersatu. Bunga kakao berwarna putih, ungu atau kemerahan. Warna yang kuat

terdapat pada benang sari dan daun mahkota. Warna bunga ini khas untuk setiap

kultivar. Tangkai bunga kecil tetapi panjang (1-1,5 cm). Daun mahkotanya

(21)

binatang (claw) dan biasanya terdapat dua garis merah. Bagian ujung berupa

lembaran tipis, fleksibel dan berwarna putih (Hartobudoyo, 1995).

Warna buah kakao sangat beragam, tetapi pada dasarnya hanya ada dua

macam warna. Buah yang ketika masih muda berwarna hijau atau hijau agak putih

jika sudah masak akan berwarna kuning. Sementara itu, buah yang ketika muda

berwarna merah, setelah masak berwarna jingga/orange. Kulit buah memiliki 10

alur dalam dan dangkal yang letaknya berselang-seling. Pada tipe criollo dan

trinitario alur buah kelihatan jelas. Kulit buah tebal tetapi lunak dan

permukaannya kasar. Sebaliknya pada tipe forasero, permukaan kulit buah pada

umumnya halus (rata), kulitnya tipis tetapi keras dan liat

(Tjitrosoepomo, 1988 ; Hartobudoyo, 1995)

Biji tersusun dalam lima baris mengelilingi poros buah. Jumlahnya

beragam, yaitu 20-50 butir perbuah. Jika dipotong melintang, tampak bahwa biji

disusun oleh dua kotiledon yang saling melipat dab bagian pangkalnya menempel

pada poros lembaga. Warna kotiledon putih, biji dibungkus oleh

daging buah yang berwarna putih dan rasanya asam manis

(Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, 2004).

Syarat Tumbuh

Iklim

Tanaman kakao dapat tumbuh subur dan berbuah banyak di daerah yang

mempunyai ketinggian 1-600 m dpl, walaupun dapat tumbuh juga sampai pada

(22)

adalah sekitar 240 -28 0C, dan kelembaban udaranya konstan dan relatif tinggi,

yakni sekitar 80% (Sunanto, 1992).

Pertumbuhan dan produksi kakao banyak ditentukan oleh ketersediaan air

sehingga kakao dapat tumbuh dan berproduksi dengan baik di tempat yang jumlah

curah hujannya relatif sedikit tetapi merata sepanjang tahun.Areal penanaman

cokelat yang ideal adalah daerah – daerah bercurah hujan 1.100 – 3.000 mm per

tahun (Siregar, dkk., 2000).

Pada tanaman kakao muda dalam melakukan proses fotosintesis

menghendaki intensitas cahaya rendah, setelah itu berangsur- angsur memerlukan

intensitas cahaya yang lebih tinggi sejalan dengan bertambahnya umur tanaman.

Intensitas cahaya matahari bagi tanaman kakao yang berumur antara 12 – 18

bulan sekitar 30 – 60% dari sinar penuh, sedangkan untuk tanaman yang

menghasilkan menghendaki intensitas cahaya matahari sekitar 50- 75% dari sinar

matahari penuh (Syamsulbahri, 1996).

Daun kakao umumnya lebih besar dibandingkan dengan daun kopi,

sehingga akan lebih muda rusak bila diterpa angin kencang. Angin yang kuat

(lebih dari 10 m/detik) berpengaruh buruk terhadap tanaman cokelat. Lebih –

lebih angin yang datangnya dari laut yang mengandung garam akan memberikan

pengaruh buruk, karena dapat menyebabkan kerusakan mekanis, daun – daun

gugur, pucuk – pucuk layu dan penyerbukan gagal. Kecepatan angin yang baik

adalah 2 – 5 m/detik, karena dapat membantu penyerbukan. Penanaman pohon

pelindung untuk tanaman cokelatdapat mengurangi kecepatan angin dan menjaga

(23)

Tanah

Tanaman kakao dapat tumbuh pada tanah yang memiliki kisaran pH 4,0 –

8,5. Namun pH yang ideal adalah 6,0 – 7,5 dimana unsur-unsur hara dalam tanah

dapat tersedia bagi tanaman. pada pH yang tinggi misalnya lebih dari 8,0

kemungkinan tanaman akan kekurangan unsur hara dan akan keracunan Al, Mn

dan Fe pada pH rendah, misalnya kurang dari 4,0 (Susanto, 1994).

Tanaman kakao membutuhkan tanah berkadar bahan organik tinggi, yaitu

di atas 3%. Kadar bahan organik yang tinggi akan memperbaiki struktur tanah,

biologi tanah, kemampuan penyerapan (absorbsi) hara, dan daya simpan lengas

tanah. Tingginya kemampuan absorbsi menandakan bahwa daya pegang tanah

terhadap unsur – unsur hara cukup tinggi dan selanjutnya melepaskannya untuk

diserap akar tanaman (Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, 2004).

Tekstur tanah yang baik untuk tanaman cokelat adalah lempung liat

berpasir dengan komposisi 30 – 40% fraksi liat, 50% pasir dan 10 – 20% debu.

Susunan demikian akan mempengaruhi ketersediaan air dan hara serta aerasi

tanah, Struktur tanah yang remah dengan agregat yang mantap menciptakan

gerakan air dan udara di dalam tanah sehingga menguntungkan bagi akar. Tanah

tipe latosol yang memiliki fraksi liat yang tingginya ternyata sangat kurang

menguntungkan tanman cokelat, sedangkan tanah regosol dengan tekstur lempung

berliat walaupun mengandung kerikil masih baik bagi tanaman cokelat

(Siregar dkk., 2000).

Abu Janjang Kelapa Sawit

Limbah kelapa sawit adalah sisa hasil tanaman kelapa sawit yang tidak

(24)

pengolahan kelapa sawit. Janjang kosong kelapa sawit adalah limbah pabrik

kelapa sawit yang jumlahnya sangat melimpah. Limbah yang dihasilkan oleh

tanaman kelapa sawit dapat memberikan manfaat yang besar bagi kehidupan,

diantaranya sebagai pupuk organik dan sebagai arang aktif (Fauzi, dkk., 2002).

Abu janjang kelapa sawit bisa berasal dari hasil limbah padat janjang

kosong kelapa sawit yang telah mengalami pembakaran di dalam increator di

pabrik kelapa sawit dan bisa juga dengan melakukan pembakaran secara manual.

Limbah janjang kosong merupakan limbah dengan volume yang paling banyak

dari proses pengolahan tandan buah segar (TBS) pada pabrik kelapa sawit

mencapai 21% dari TBS yang diolah (Sari, 2011).

Tabel 1. Komposisi Kimia Abu Janjang Kelapa Sawit

No. Parameter Hasil Analisis (%)

1. Sumber : Laboratorium BPTP, 2012.

Nutrisi terbesar yang terdapat dalam abu janjang adalah Potasium atau

kalium dalam bentuk K2O. Rerata kandungan K dalam abu janjang masing –

masing 46 – 50 % K2O (total) dan 36 – 39% K2O (Soluble Water). Sampai saat ini

belum diperoleh secara pasti dosis optimum abu janjang untuk tanaman. Dosis

sementara abu janjang adalah dua kali dari dosis aplikasi MOP. Hal ini mengacu

pada rerata kandungan K2O abu janjang sebesar 36-39 % (Soluble Water) yang

berarti setengah dari kandungan K2O MOP sebesar 60 – 62 % (Loekito, 2002).

Berdasarkan hasil penelitian “Studi Ketersediaan dan Serapan Hara Mikro

(25)

Janjang Kelapa Sawit”, Pemberian 900 kg/ha abu janjang kelapa sawit umumnya

memberikan hasil tertinggi pada semua parameter yang diamati (Sari, 2011).

Pupuk Urea

Pupuk Urea adalah pupuk kimia yang mengandung Nitrogen (N) berkadar

tinggi. Pupuk Urea berbentuk butir-butir kristal berwarna putih, dengan rumus

kimia CO(NH2)2, merupakan pupuk yang mudah larut dalam air dan sifatnya

sangat mudah menghisap air (higroskopis) dan bereaksi cepat, juga mudah

menguap dalam bentuk ammonia. Pupuk urea yang dijual di pasaran biasanya

mengandung unsur hara N sebesar 46% dengan pengertian setiap 100 kg urea

mengandung 46 kg Nitrogen (Rinsema, 1993).

Hampir seluruh tanaman dapat menyerap nitrogen dalam bentuk nitrat atau

ammonium yang disediakan oleh pupuk. Nitrogen dalam bentuk nitrat lebih cepat

tersedia bagi tanaman. Amonium juga akan diubah menjadi nitrat oleh

mikroorganisme tanah, kecuali pada tembakau dan padi. Umumnya pupuk dengan

kadar N yang tinggi dapat membakar daun tanaman sehingga pemakaiannya perlu

lebih hati – hati (Novizan, 2002).

Fungsi Nitrogen bagi tanaman adalah sebagai berikut: untuk meningkatkan

pertumbuhan tanaman, dapat menyehatkan pertumbuhan daun, meningkatkan

kadar protein dalam tubuh tanaman, meningkatkan kualitas tanaman yang

menghasilkan daun, dan meningkatkan berkembangbiaknya mikroorganisme

dalam tanah yang penting bagi kelangsungan pelapukan bahan organis.

Kekurangan nitrogen akan menurunkan aktifitas metabolisme tanaman yang dapat

menimbulkan klorosis. Pemupukan nitrogen berpengaruh terhadap pertumbuhan

(26)

Pemakaian urea sebagai sumber hara N menyebabkan pentingnya dicari

langkah – langkah untuk mengefisienkannya karena berdasarkan laporan para

peneliti ternyata urea yang diberikan ke tanah tidak seluruhnya diambil tanaman.

Urea yang diberikan ke tanah diserap tanaman sekitar 27 – 40% dan yang hilang

melalui penguapan amonnia sekitar 44 – 54%. Kehilangan N melalui penguapan

amonnia setelah pemberian urea 2 – 3 minggu, lebih dari 50%. Kehilangan urea

akibat penguapan dapat diperkecil jika pupuk ditempatkan di bawah permukaan

tanah sebelum hidrolisis. Hal ini dapat dilaksanakan dengan cara memasukkan

dalam – dalam ke tanah, atau hanya membiarkan urea yang baru

digunakan meresap ke bawah bersama air pengairan atau air hujan

(Nuryani, dkk., 2007 ; Damanik, dkk., 2010).

Untuk menjaga kesuburan tanah pada pembibitan kakao perlu dilakukan

pemupukan pada bibit dalam polybag. Dosis pupuk urea yang diberikan setiap

polybag sekitar 1 – 2 gr, dan diletakkan sekitar 5 cm dari bibit yang kemudian

disiram. Pemupukan ini dilakukan pada umur 1 minggu setelah dipindahkan ke

polybag dan diulang setiap 2 minggu (Susanto, 1994).

Tabel 2. Dosis umum pemupukan tanaman kakao

Umur/Fase Satuan N P2O5 K2O MgO Sumber : Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, 2004

Ultisol

Ultisol merupakan salah satu jenis tanah di Indonesia yang mempunyai

(27)

Indonesia. Sebaran terluas terdapat di Kalimantan (21.938.000 ha),

diikuti di Sumatera (9.469.000 ha), Maluku dan Papua (8.859.000 ha),

Sulawesi (4.303.000 ha), Jawa (1.172.000 ha), dan Nusa Tenggara (53.000 ha).

Tanah ini dapat dijumpai pada berbagai relief, mulai dari datar hingga bergunung.

Ultisol dapat berkembang dari berbagai bahan induk, dari yang bersifat masam

hingga basa. Namun sebagian besar bahan induk tanah ini adalah batuans edimen

masam (Subagyo, dkk., 2004).

Tanah ultisol dicirikan oleh adanya horizon argilik yaitu horizon yang

terbentuk akibat penimbunan liat di horizon bawah atau pada lapisan bawah

iluvial. Ciri lain yang spesifik dari tanah ini adalah pH tanah dan kejenuhan basa

(berdasarkan jumlah kation) yang rendah (<35). Kejenuhan Al dan Fe cukup

tinggi merupakan racun bagi tanaman dan mengakibatkan adanya fiksasi P

sehingga unsur P dan kation – kation yang dapat ditukar seperti Ca, Mg, Na, dan

K kurang tidak tersedia. Kapasitas tukar kation (KTK) yang relatif rendah

memperlihatkan kandungan bahan organik yang rendah pada semua horizon

kecuali di horizon A yang sangat tipis dan keberadaan liat dengan KTK rendah

seperti kaolinit. Sebagian tanah ini merupakan tanah Low Activity Clay (LAC)

yaitu tanah dengan dominasi koloid liat beraktivitas rendah yang tergolong tanah

mineral marjinal yang terbentuk pada Formasi Geologi Tersier

(Adiningsih, S dan Mulyadi, 1993 ; Koedadiri, dkk., 1999).

Ciri morfologi yang penting pada ultisol adalah adanya peningkatan fraksi

liat dalam jumlah tertentu pada horizon sepertri yang disyaratkan dalam soil

taxonomy (Soil Survey Staff 2003). Horizon tanah dengan peningkatan liat

(28)

sehingga peka terhadap perkembangan akar tanaman, yang menyebabkan akar

tanaman tidak dapat menembus horizon ini dan hanya berkembang di atas horizon

agrilik (Soekardi, dkk., 1993).

Reaksi tanah ultisol apda umumnya masam hingga sangat masam

(pH 5 – 3,10), kecuali tanah ultisol dari batu gampng yang memepunyai reaksi

netral hingga agak masam (pH 6,80 – 6,50). Kandungan hara pada tanah ultisol

umumnya rendah karena pencucian basa berlangsung intensif, sedangkan

kandungan bahan organik rendah karena proses dekomposisi berjalan cepat dan

(29)

Tempat dan Waktu

Penelitian ini dilaksanakan di Dinas Pertanian UPT BBI, Tanjung Selamat

dengan ketinggian tempat + 57 meter di atas permukaan laut. Penelitian ini

dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan Agustus 2012.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah benih kakao, polibag

ukuran 20 x 30 cm, tanah top soil ultisol, abu janjang kelapa sawit, pupuk urea,

insektisida curacron, fungisida dithane M 45, bambu sebagai tiang naungan, dan

daun nipah sebagai atap naungan.

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah cangkul, gembor, parang,

handsprayer, meteran, timbangan analitik, oven, gunting, cutter, leaf area meter

dan alat tulis.

Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) Faktorial

dengan dua faktor perlakuan, sebagai berikut :

Faktor 1: Abu janjang kelapa sawit (M) dengan empat taraf, yaitu:

M0 : 0 gram Abu janjang kelapa sawit / polibag

M1 : 10 gram Abu janjang kelapa sawit / polibag

M2 : 20 gram Abu janjang kelapa sawit / polibag

M3 : 30 gram Abu janjang kelapa sawit / polibag

Faktor 2: Dosis Pupuk Urea dengan 4 taraf, yaitu:

P0 : 0 gram / polibag

(30)

P2 : 6 gram / polibag

P3 : 9 gram / polibag

Sehingga diperoleh 16 kombinasi, yaitu:

M0P0 M1P0 M2P0 M3P0

M0P1 M1P1 M2P1 M3P1

M0P2 M1P2 M2P2 M3P2

M0P3 M1P3 M2P3 M3P3

Jumlah kombinasi perlakuan = 16

Jumlah ulangan = 3

Jumlah petak penelitian = 48

Jumlah tanaman / petak = 5

Jumlah sampel/petak = 4

Jumlah tanaman seluruhnya = 240 tanaman

Jumlah sampel seluruhnya = 192 tanaman

Jarak antar blok = 50 cm

Jarak antar petak = 30 cm

(31)

Data hasil penelitian dianalisis dengan menggunakan sidik ragam

berdasarkan model linier sebagai berikut:

Yijk = µ + ρi + αj + βk + (αβ)jk + εijk

dimana:

Yijk = Hasil pengamatan pada blok ke-i yang diberi pemberian abu janjang

kelapa sawit pada taraf ke- j dan pupuk urea pada taraf ke-k

µ = Nilai tengah

ρi = Pengaruh blok ke-i

αj = Pengaruh pemberian abu janjang kelapa sawit pada taraf ke- j

βk = Pengaruh pupuk urea pada taraf ke-k

(αβ)jk = Pengaruh interaksi pemberian abu janjang kelapa sawit pada taraf

ke- j dan pupuk urea pada taraf ke-k

εijk = Pengaruh galat pada blok ke-i yang mendapat perlakuan pemberian

abu janjang kelapa sawit pada taraf ke- j dan pupuk urea pada taraf

ke-k

Data hasil penelitian pada perlakuan yang berpengaruh nyata dilanjutkan dengan

(32)

Persiapan Areal

Areal penelitian dibersihkan dari gulma dan sampah lainnya. Lahan diukur

dan dilakukan pembuatan plot dengan luas 80 x 80 cm dengan jarak antar plot

30 cm dan jarak antar blok 50 cm.

Persiapan Naungan

Naungan dibuat dari bambu sebagai tiang dan daun nipah sebagai atap

memanjang utara-selatan dengan tinggi 1,5 m di sebelah timur dan 1,2 m di

sebelah barat dengan panjang areal naungan 22 m dan lebar 5 m.

Persiapan Media Tanam

Media tanam yakni tanah topsoil ultisol dan abu janjang kelapa sawit

dimasukkan ke dalam polybag berukuran 30 x 20 cm dengan bobot ± 5 kg sesuai

dengan perlakuan yang telah ditetapkan di atas.

Pengecambahan Benih

Media perkecambahan adalah pasir setebal 10-15 cm, dibuat arah

utara-selatan. Benih didederkan dengan radikula pada bagian bawah dengan jarak antar

benih 2 cm x 3 cm.

Penanaman Kecambah

Pemindahan bibit ke dalam polibag dilakukan setelah benih mulai

tersembul ke atas yaitu saat berumur 5 hari. Setiap polibag diisi satu kecambah,

dengan membenamkannya sedalam ± 5 cm lalu ditutup dengan campuran media

tanam. Polibag yang telah diisi kecambah disusun rapi/teratur di atas lahan

(33)

Aplikasi pupuk Urea

Aplikasi pupuk urea dilakukan minggu ke 5, minggu ke 7, dan minggu

ke 9 setelah penanaman kecambah ditanam dengan dosis sesuai perlakuan

masing – masing.

Pemeliharaan Tanaman Penyiraman

Penyiraman dilakukan dua kali sehari yaitu pada pagi dan sore hari atau

sesuai dengan kondisi di lapangan.

Penyiangan

Penyiangan dilakukan secara manual dengan mencabut rumput yang

berada dalam polibag dan menggunakan cangkul untuk gulma yang berada pada

plot. Penyiangan dilakukan sesuai dengan kondisi di lapangan.

Pengendalian Hama dan Penyakit

Pengendalian hama dan penyakit dilakukan dengan menggunakan

insektisida curacron 2 cc/l air dan fungisida Dithane M 45 dengan konsentrasi

2 g/l air. Aplikasi dilakukan sesuai dengan kondisi di lapangan.

Pengamatan Parameter Tinggi bibit (cm)

Tinggi bibit diukur mulai dari garis permukaan tanah pada patok standar

hingga titik tumbuh bibit dengan menggunakan meteran. Pengukuran tinggi

tanaman dilakukan sejak tanaman berumur 4 MST hingga 14 MST dengan

(34)

Jumlah daun (Helai)

Jumlah daun yang dihitung adalah seluruh daun yang telah membuka

sempurna dengan ciri - ciri helaian daun dalam posisi terbuka yang ditandai telah

terlihatnya tulang - tulang daun seluruhnya bila diamati dari atas daun.

Pengukuran jumlah daun dilakukan sejak tanaman berumur 4 MST hingga 14

MST dengan interval pengamatan dua minggu sekali.

Diameter batang (mm)

Diameter batang diukur sejajar garis 1 cm di atas garis permukaan tanah

pada patok standar dengan menggunakan jangka sorong. Pengukuran dilakukan

pada tiga bagian sisi batang yang diukur diameternya yang kemudian

dirata-ratakan. Pengukuran dilakukan sejak tanaman berumur 4 MST hingga 14 MST

dengan interval pengamatan dua minggu sekali.

Total luas daun (cm2)

Total luas daun diukur menggunakan alat leaf area meter. Pengukuran

dilakukan pada akhir penelitian.

Bobot basah tajuk (g)

Tajuk tanaman adalah bagian atas tanaman yang terdiri dari batang, serta

daun-daun pada tanaman kakao. Bobot basah tajuk diukur pada akhir penelitian .

Bahan dibersihkan dan kemudian ditimbang dengan timbangan analitik.

Bobot kering tajuk (g)

Bobot kering tajuk diukur pada akhir penelitian. Setelah dibersihkan bahan

kemudian dimasukkan ke dalam amplop coklat yang telah dilubangi, kemudian

dikeringkan pada suhu 75°C di dalam oven hingga bobot keringnya konstan saat

(35)

Bobot basah akar (g)

Bobot basah akar diukur pada akhir penelitian. Bahan dibersihkan dan

kemudian ditimbang dengan timbangan analitik.

Bobot kering akar (g)

Bobot kering akar diukur pada akhir penelitian. Setelah dibersihkan bahan

kemudian dimasukkan ke dalam amplop coklat yang telah dilubangi, kemudian

dikeringkan pada suhu 75°C di dalam oven hingga bobot keringnya konstan saat

(36)

Hasil

Tinggi bibit (cm)

Data hasil pengamatan dan sidik ragam tinggi bibit kakao

umur 4–14 MST dapat dilihat pada lampiran 1-12 yang menunjukkan pemberian

abu janjang kelapa sawit berpengaruh tidak nyata terhadap tinggi bibit umur

4-14 MST. Sedangkan pemberian pupuk urea berpengaruh nyata terhadap tinggi

bibit umur 6,8 dan 10 MST tetapi berpengaruh tidak nyata terhadap tinggi bibit

umur 4, 12 dan 14 MST. Begitu juga interaksi kedua perlakuan berpengaruh tidak

nyata terhadap tinggi bibit kakao.

Tinggi bibit umur 4-14 MST pada berbagai pemberian abu janjang kelapa

sawit dan pupuk urea dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3 menunjukkan tinggi bibit 6 MST pada perlakuan pupuk urea

tertinggi pada taraf perlakuan P3 sebesar 17,30 cm berbeda nyata dengan

perlakuan P0 sebesar 14,81 dan P1 sebesar 15,55 cm, tetapi berbeda tidak nyata

dengan P2 sebesar 17,23 cm. Tinggi bibit 8 MST pada perlakuan pupuk urea

tertinggi pada taraf perlakuan P3 sebesar 19,90 cm berbeda nyata dengan

perlakuan P0 sebesar 16,22 dan P1 sebesar 16,28 cm, tetapi berbeda tidak nyata

dengan P2 sebesar 19,28 cm. Tinggi bibit 10 MST pada perlakuan pupuk urea

tertinggi pada taraf perlakuan P3 sebesar 21,01 cm berbeda nyata dengan

perlakuan P0 sebesar 18,06 tetapi berbeda tidak nyata dengan P1 sebesar 19,69 dan

(37)

Tabel 3. Tinggi bibit (cm) pada berbagai perlakuan abu janjang kelapa sawit dan pupuk Urea (cm) umur 4-14 MST

Abu janjang kelapa

(38)

Grafik perkembangan tinggi bibit kakao umur 4-14 MST dengan berbagai

pemberian abu janjang kelapa sawit dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Grafik perkembangan tinggi bibit kakao umur 4-14 MST dengan berbagai pemberian abu janjang kelapa sawit

Grafik perkembangan tinggi bibit kakao umur 4-14 MST dengan berbagai

pemberian pupuk urea dapat dilihat pada Gambar 2.

(39)

Tabel 3 dan Gambar 1 menunjukkan tinggi bibit kakao pada 14 MST

relatif lebih tinggi pada pemberian abu janjang kelapa sawit 20 g/polibag (M2)

sebesar 24,24 cm yang berbeda tidak nyata dengan M0, M1, dan M3. Begitu juga

tabel 3 dan Gambar 2 menunjukkan tinggi bibit kakao pada umur 14 MST relatif

lebih tinggi pada pemberian pupuk urea 9 g/polibag (P3) sebesar 24,12 cm yang

berbeda tidak nyata dengan P0, P1, dan P2.

Grafik kurva respon tinggi bibit kakao pada umur 10 MST dengan

berbagai pemberian pupuk urea dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Grafik kurva respon tinggi bibit kakao pada umur 10 MST dengan berbagai pemberian pupuk urea

Dari Gambar 3 dapat dilihat bahwa hubungan antara tinggi bibit kakao

pada umur 10 MST dengan berbagai pemberian pupuk urea menunjukkan

hubungan persamaan linier positif dimana dengan bertambahnya dosis pupuk urea

maka tinggi bibit kakao semakin meningkat.

(40)

Jumlah daun (helai)

Data hasil pengamatan dan sidik ragam jumlah daun umur

4-14 MST dapat dilihat pada lampiran 13-24 yang menunjukkan

pemberian abu janjang kelapa sawit berpengaruh tidak nyata

terhadap jumlah daun 4-14 MST. Sedangkan pemberian pupuk urea

berpengaruh nyata terhadap jumlah daun umur 8 dan 10 MST, tetapi

berpengaruh tidak nyata terhadap jumlah daun umur 4, 6, 12 dan 14 MST.

Begitu juga interaksi kedua perlakuan berpengaruh tidak nyata

terhadap jumlah daun.

Jumlah daun kakao umur 4-14 MST pada berbagai pemberian abu janjang

kelapa sawit dan pupuk urea dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4 menunjukkan jumlah daun bibit kakao 8 MST pada perlakuan

pupuk urea tertinggi pada taraf perlakuan P3 sebesar 10,98 helai berbeda nyata

dengan perlakuan P0 sebesar 8,92 helai, P1 sebesar 9,04 helai, dan P2 sebesar

10,60 helai. Jumlah daun 10 MST pada perlakuan pupuk urea tertinggi pada taraf

perlakuan P3 sebesar 13,54 helai berbeda nyata dengan perlakuan P0 sebesar 11,54

(41)

Tabel 4. Jumlah daun (helai) pada berbagai perlakuan abu janjang kelapa sawit dan pupuk urea 4-14 MST

Abu janjang kelapa sawit (g/polibag)

Pupuk Urea (g/polibag) Rataan P0 = 0 P1 = 3 P2 = 6 P3 = 9

(42)

Grafik perkembangan jumlah daun kakao umur 4-14 MST dengan

berbagai pemberian abu janjang kelapa sawit dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4. Grafik perkembangan jumlah daun kakao umur 4-14 MST dengan berbagai pemberian abu janjang kelapa sawit

Grafik perkembangan jumlah daun kakao umur 4-14 MST dengan

berbagai pemberian pupuk urea dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5. Grafik perkembangan jumlah daun kakao umur 4-14 MST dengan berbagai pemberian pupuk urea

Tabel 4 dan Gambar 4 menunjukkan jumlah daun bibit kakao pada

14 MST relatif lebih banyak pada pemberian abu janjang kelapa sawit

(43)

dan M2. Begitu juga tabel 4 dan Gambar 5 menunjukkan jumlah daun bibit kakao

pada umur 14 MST relatif lebih banyak pada pemberian pupuk urea 9 g/polibag

(P3) sebesar 18,00 helai yang berbeda tidak nyata dengan P0, P1, dan P2.

Grafik kurva respon jumlah daun bibit kakao pada umur 10 MST dengan

berbagai pemberian pupuk urea dapat dilihat pada Gambar 6.

Gambar 6. Grafik kurva respon jumlah daun bibit kakao pada umur 10 MST dengan berbagai pemberian pupuk urea

Dari Gambar 6 dapat dilihat bahwa hubungan antara jumlah daun bibit

kakao pada umur 10 MST dengan berbagai pemberian pupuk urea menunjukkan

hubungan persamaan linier positif dimana dengan bertambahnya dosis pupuk urea

maka jumlah daun bibit kakao semakin banyak.

Diameter batang (cm)

Data hasil pengamatan dan sidik ragam diameter batang pada 4 - 14 MST

dapat dilihat pada Lampiran 25 – 36, pemberian abu janjang kelapa sawit

dan pupuk urea serta interaksi keduanya berpengaruh tidak nyata

terhadap diameter batang.

Diameter batang pada umur 4-14 MST pada berbagai pemberian abu

janjang kelapa sawit dan pupuk urea dapat dilihat pada Tabel 5.

(44)

Tabel 5. Diameter batang (cm) pada berbagai perlakuan abu janjang kelapa sawit dan pupuk urea umur 4-14 MST

Abu janjang kelapa sawit (g/polibag)

Pupuk Urea (g/polibag) Rataan P0 = 0 P1 = 3 P2 = 6 P3 = 9

Data hasil pengamatan dan sidik ragam diameter batang pada 4 - 14 MST

(45)

pupuk urea serta interaksi keduanya berpengaruh tidak nyata terhadap diameter

batang.

Grafik perkembangan diameter batang kakao umur 4-14 MST dengan

berbagai pemberian abu janjang kelapa sawit dapat dilihat pada Gambar 7.

Gambar 7. Grafik perkembangan diameter batang kakao umur 4-14 MST dengan berbagai pemberian abu janjang kelapa sawit

Grafik perkembangan diameter batang kakao umur 4-14 MST dengan

berbagai pemberian pupuk urea dapat dilihat pada Gambar 8.

(46)

Tabel 5 dan Gambar 7 menunjukkan diameter batang bibit kakao pada

14 MST relatif lebih besar diperoleh pada pemberian 30 g/polibag pemberian abu

janjang kelapa sawit (M3) sebesar 0,63 mm yang berbeda tidak nyata dengan

perlakuan lainnya. Begitu juga Tabel 5 dan Gambar 8 menunjukkan diameter

batang bibit kakao pada 14 MST relatif lebih besar pada pemberian pupuk urea

6 g/polibag (P2) sebesar 0,63 mm yang berbeda tidak nyata dengan perlakuan

lainnya.

Total luas daun (cm2)

Data hasil pengamatan dan sidik ragam total luas daun dapat dilihat pada

Lampiran 37 – 38, pemberian abu janjang kelapa sawit dan pupuk urea serta

interaksi keduanya berpengaruh tidak nyata terhadap total luas daun. Total luas

daun pada berbagai pemberian abu janjang kelapa sawit dan pupuk urea dapat

dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Total luas daun (cm2) berbagai perlakuan abu janjang kelapa sawit dan pupuk urea

Tabel 6 menunjukkan total luas daun relatif lebih besar diperoleh pada

pemberian 30 g/polibag abu janjang kelapa sawit (M3) yang berbeda tidak nyata

dengan perlakuan lainnya. Begitu juga total luas daun relatif lebih besar diperoleh

pada pemberian pupuk urea 9 g/polibag (P3) yang berbeda tidak nyata dengan

(47)

Bobot basah tajuk (g)

Data hasil pengamatan dan sidik ragam bobot basah tajuk dapat dilihat

pada Lampiran 39 – 40, pemberian abu janjang kelapa sawit dan pupuk urea serta

interaksi keduanya berpengaruh tidak nyata terhadap bobot basah tajuk. Bobot

basah tajuk pada berbagai pemberian abu janjang kelapa sawit dan pupuk urea

dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Bobot basah tajuk (gram) pada berbagai perlakuan abu janjang kelapa sawit dan pupuk urea

Abu janjang kelapa sawit (g/polibag)

Pupuk Urea (g/polibag) Rataan P0 = 0 P1 = 3 P2 = 6 P3= 9

M0 = 0 21,27 23,53 23,05 23,34 22,80

M1 = 10 23,34 23,46 21,98 23,45 23,06

M2 = 20 24,34 22,60 23,50 26,59 24,26

M3 = 30 23,25 23,05 24,55 23,19 23,51

Rataan 23,05 23,16 23,27 24,14

Tabel 7 menunjukkan bobot basah tajuk relatif lebih besar diperoleh pada

pemberian 20 g/polibag abu janjang kelapa sawit (M2) yang berbeda tidak nyata

dengan perlakuan lainnya. Begitu juga bobot basah tajuk relatif lebih besar

diperoleh pada pemberian pupuk urea 9 g/polibag (P3) yang berbeda tidak nyata

dengan perlakuan lainnya.

Bobot kering tajuk (g)

Data hasil pengamatan dan sidik ragam bobot kering tajuk dapat dilihat

pada Lampiran 41 – 42, pemberian abu janjang kelapa sawit dan pupuk urea serta

interaksi keduanya berpengaruh tidak nyata terhadap bobot kering tajuk. Bobot

kering tajuk pada berbagai pemberian abu janjang kelapa sawit dan pupuk urea

(48)

Tabel 8. Bobot kering tajuk (gram) pada berbagai perlakuan abu janjang kelapa sawit dan pupuk urea

Abu janjang kelapa sawit (g/polibag)

Pupuk Urea (g/polibag) Rataan P0 = 0 P1 = 3 P2 = 6 P3 = 9

Tabel 8 menunjukkan bobot kering tajuk relatif lebih besar diperoleh pada

pemberian 20 g/polibag abu janjang kelapa sawit (M2) yang berbeda tidak nyata

dengan perlakuan lainnya. Begitu juga bobot kering tajuk relatif lebih besar

diperoleh pada pemberian pupuk urea 6 g/polibag (P2) yang berbeda tidak nyata

dengan perlakuan lainnya.

Bobot basah akar (g)

Data hasil pengamatan dan sidik ragam bobot basah akar dapat dilihat

pada Lampiran 43 – 44, pemberian abu janjang kelapa sawit dan pupuk urea

serta interaksi keduanya berpengaruh tidak nyata terhadap bobot

basah akar. Bobot basah akar pada berbagai pemberian abu janjang

kelapa sawit dan pupuk urea dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9. Bobot basah akar (gram) pada berbagai perlakuan abu janjang kelapa sawit dan pupuk urea

Tabel 9 menunjukkan bobot basah akar relatif lebih besar diperoleh pada

(49)

dengan perlakuan lainnya. Begitu juga bobot basah akar relatif lebih besar

diperoleh pada pemberian pupuk urea 9 g/polibag (P3) yang berbeda tidak nyata

dengan perlakuan lainnya.

Bobot kering akar (g)

Data hasil pengamatan dan sidik ragam bobot kering akar dapat dilihat

pada Lampiran 44 – 45, pemberian abu janjang kelapa sawit dan pupuk urea

serta interaksi keduanya berpengaruh tidak nyata terhadap bobot kering akar.

Bobot kering akar pada berbagai pemberian abu janjang kelapa sawit

dan pupuk urea dapat dilihat pada Tabel 10.

Tabel 10. Bobot kering akar (gram) pada berbagai perlakuan abu janjang kelapa sawit dan pupuk urea

Tabel 10 menunjukkan bobot kering akar relatif lebih besar diperoleh pada

pemberian 20 g/polibag abu janjang kelapa sawit (M2) yang berbeda tidak nyata

dengan perlakuan lainnya. Begitu juga bobot kering akar relatif lebih besar

diperoleh pada pemberian pupuk urea 9 g/polibag (P3) yang berbeda tidak nyata

dengan perlakuan lainnya.

Pembahasan

Pengaruh Abu janjang kelapa sawit Terhadap Pertumbuhan Kakao di Pembibitan

Berdasarkan hasil penelitian, perlakuan pemberian abu janjang kelapa

(50)

pemberian abu janjang kelapa sawit belum sebanding dengan pencampuran tanah

yang digunakan sehingga tidak tampak pengaruhnya untuk semua perlakuan. Dan

kandungan unsur nitrogen yang terkandung pada abu janjang kelapa sawit pun

termasuk rendah sehingga pengaruhnya terhadap pertumbuhan vegetatif tanaman

kakao tidak nyata. Dimana hal tersebut sejalan dengan pernyataan Sutedja dan

Kartasapoerta (1988) yang menyatakan bahwa fungsi nitrogen bagi tanaman

adalah untuk meningkatkan pertumbuhan tanaman, dapat menyehatkan

pertumbuhan daun, meningkatkan kadar protein dalam tubuh tanaman,

meningkatkan kualitas tanaman yang menghasilkan daun, dan meningkatkan

berkembangbiaknya mikroorganisme dalam tanah yang penting bagi

kelangsungan pelapukan bahan organis.

Pengaruh Pemberian Pupuk Urea Terhadap Pertumbuhan Kakao di Pembibitan

Dari hasil analisis data secara statistik bahwa perlakuan pupuk urea

berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman kakao pada umur 6, 8, dan 10 MST

(Lampiran 3 – 8) dan berpengaruh tidak nyata pada umur 4, 12 dan 14 MST. Hal

tersebut diduga karena pengaplikasian pupuk Urea dilakukan pada umur 5, 7 dan

9 MST sehingga pengaruh dari pemberian urea tampak pada umur 6, 8 dan 10

MST. Sedangkan pada umur 4 MST belum diaplikasikan pupuk urea, dan umur

12 dan 14 MST berpengaruh tidak nyata diduga karena unsur nitrogen yang

diberikan telah habis karena penguapan atau pencucian dan juga pertumbuhan

bibit kakao yang semakin besar membutuhkan unsur hara yang lebih banyak lagi.

Hal ini sesuai dengan Nuryani, dkk., (2007) yang menyatakan bahwa urea yang

diberikan ke tanah diserap tanaman sekitar 27 – 40% dan yang hilang melalui

(51)

pemberian urea 2 – 3 minggu lebih dari 50% . Dan Pusat Penelitian Kopi dan

Kakao Indonesia (2004) yang menyatakan bahwa kadar hara makro dan mikro

yang diperlukan tanaman harus dalam jumlah yang cukup serta variasi umur

kakao menghendaki jenis dan jumlah hara yang berbeda untuk mendukung

pertumbuhan dan produksi kakao.

Dari hasil analisis data secara statistik bahwa perlakuan pupuk urea

berpengaruh nyata terhadap jumlah daun tanaman kakao pada umur 8 dan 10

MST (Lampiran 17 – 20) dan berpengaruh tidak nyata pada umur 4, 6, 12 dan 14

MST. Hal ini diduga karena pada umur 4 dan 6 MST pertumbuhan daun tanaman

kakao hampir sama walaupun telah diberi pupuk urea pada umur 5 MST. Jadi,

disimpulkan bahwa belum terlihat pengaruh terhadap jumlah daun yang

dihasilkan. Tetapi pada umur 8 dan 10 MST sudah terlihat, hal ini diduga karena

unsur nitrogen dari pupuk urea telah tampak pada jumlah daunnya. Dimana fungsi

nitrogen untuk pertumbuhan daun yang sesuai dengan pernyataan

Sutedja dan Kartasapoerta (1988) yang menyatakan bahwa fungsi nitrogen bagi

tanaman dapat menyehatkan pertumbuhan daun dan meningkatkan kualitas

tanaman yang menghasilkan daun.

Pengaruh Interaksi Abu janjang kelapa sawit Kelapa Sawit dan Pemberian Pupuk Urea Terhadap Pertumbuhan kakao di Pembibitan

Data hasil pengamatan dan analisis statistik menunjukkan bahwa interaksi

perlakuan pemberian abu janjang kelapa sawit kelapa sawit dan pupuk urea

berpengaruh tidak nyata terhadap seluruh parameter yang diamati. Dimana

pemberian abu janjang kelapa sawit masih terlalu sedikit dibanding dengan media

tanam yang digunakan sehingga pengaruh dari abu janjang kelapa sawit tidak

(52)

pada abu janjang kelapa sawit rendah dan sifat dari nitogen yang mudah menguap

serta tercuci sehingga perlakaun kombinasi antara keduanya tidak menghasilkan

hubungan yang saling mempengaruhi untuk pertumbuhan kakao. Hal ini sesuai

dengan pernyataan Sutedjo dan Kartasapoetra (1987) menyatakan bahwa bila

salah satu faktor lebih kuat pengaruhnya dari faktor lain sehingga faktor lain

tersebut tertutupi dan masing-masing faktor mempunyai sifat yang jauh berbeda

pengaruh dan sifat kerjanya, maka akan menghasilkan hubungan yang berbeda

dalam mempengaruhi pertumbuhan tanaman.

Data hasil pengamatan dan analisis statistik menunjukkan bahwa interaksi

perlakuan pemberian abu janjang kelapa sawit kelapa sawit dan pupuk urea

berpengaruh tidak nyata terhadap seluruh parameter yang diamati. Hal ini diduga

karena media tanam (tanah ultisol) yang digunakan merupakan tanah yang miskin

unsur hara. Ditambah lagi abu janjang kelapa sawit yang diberikan belum

memenuhi atau masih terlampau sedikit untuk memperbaiki sifat dari tanah ultisol

sehingga tidak tampak pengaruhnya terhadap pertumbuhan bibit kakao. Tanaman

kakao menghendaki tanahj yang bertekstur baik dan ber pH ideal dan kandungan

hara makro dan mikro yang diperlukan tanaman harus dalam jumlah yang cukup

untuk mendukung pertumbuhan bibit kakao. Hal ini sesuai dengan pernyataan

Siregar, dkk., (2000) yang menyatakan bahwa tekstur tanah yang baik adalah

lempung liat berpasir dengan komposisi 30 – 40% fraksi liat, 50% pasir dan

10 – 20% debu. Susunan demikian akan mempengaruhi ketersediaan air dan hara

serta aerase tanah. Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia (2004) menyatakan

kadar hara makro dan mikro yang dibutuhkan tanaman harus dalam jumlah

(53)

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

1. Pemberian abu janjang kelapa sawit berpengaruh tidak nyata pada semua

parameter yang diamati.

2. Pemberian pupuk urea nyata meningkatkan tinggi bibit tanaman kakao

pada umur 6, 8, dan 10 MST sesuai dengan hasil analisis regresi yang

linier positif yang terbaik pada dosis 9 g/polibag serta pada jumlah daun

pada umur 8 dan 10 MST sesuai dengan hasil analisis regresi yang linier

positif yang terbaik pada dosis 9 g/polibag.

3. Interaksi abu janjang kelapa sawit dan pupuk urea berpengaruh tidak nyata

pada semua parameter yang diamati.

Saran

Meskipun abu janjang kelapa sawit dapat dijadikan sumber mineral tetapi

dosis abu janjang masih terlampau rendah sehingga perlu dilakukan penelitian

lebih lanjut mengenai pemberian abu janjang kelapa sawit yang dikombinasikan

(54)

DAFTAR PUSTAKA

Adiningsih, S dan Mulyadi, 1993. Alternatif Teknik Rehabilitasi dan Pemanfaatan Lahan Alang – alang Untuk Usaha Tani Berkelanjutan. Prosiding Seminar Lahan Alang – alang. Bogor

Damanik, M.M.B., B.E Hasibuan., Fauzi, Sarifuddin dan H. Hanum, 2010. Kesuburan Tanah Dan Pemupukan. USU Press. Medan.

Direktorat Jenderal Perkebunan, 2010. Volume dan Nilai Ekspor, Impor Indonesia.http://ditjenbun.deptan.go.id/cigraph/index.php/viewstat/exporti mport/1- Kakao. Diakses pada tanggal 10 Januari 2012.

Fauzi,Yan., Y.E,Widyastuti., I.Satyawibawa dan R.Hartono, 2002. Kelapa Sawit : Budidaya, Pemanfaatan Hasil dan Limbah. Edisi Revisi, Penerbit Penebar Swadaya, Jakarta.

Hartobudoyo, 1995. Bertanam Cacao. Penerbit Kansius. Yogyakarta.

Koedadiri, A.D., W, Darmosarkoro., dan E.S, Sutarta., 1999. Potensi dan Pengelolaan Tanah Ultisol pada beberapa wilayah Perkebunan Kelapa Sawit di Indonesia. dalam Darmosarkoro, et al (Eds). Lahan dan Pemupukan Kelapa Sawit Edisi 1. 2007. PPKS, Medan.

Mamangkey, 1983. Greenhouse Operation and Management 2nd Edition. Reston Pubhlishing Company, Inc, Virgina.

Marsono dan P. Sigit, 2001. Pupuk Akar. Redaksi Agromedia, Jakarta.

Munir, M.M., 1996. Tanah-Tanah Utama Indonesia Karakteristik Klassifikasi dan Pemanfaatannya. PT Dunia Pustaka Jaya, Jakarta. 346 Hal

Novizan, 2002. Petunjuk Pemupukan yang Efektif. PT. Agromedia Pustaka, Jakarta.

Nuryani, B.H Purwanto., A. Maas., Wiwik., O.A Bannati., dan K.D Sasmita, 2007. Peningkatan Efisiensi Pemupukan N Pada Tanaman Tebu Melalui Rekayasa Khelat Urea-Humat. Fakultas Pertanian UGM . Jogjakarta.

Prasetyo., N. Suharta., H. Subagyo., dan Hikmatullah, 2000. Soil of Pametikarata, East Sumba : Its suitability adan constraints for food crop development. Indon. J. Agric. Sci.

Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, 2004. Panduan Lengkap Budidaya Kakao. Agromedia Pustaka. Jakarta

(55)

Varietas Kedelai Pada Tanah Gambut Yang Diameliorasi Abu Janjang Kelapa Sawit. Universitas Andalas . Padang.

Sastrosayono, S., 2005, Budidaya Tanaman kakao, PT. Agromedia Pustaka, Jakarta.

Siregar, T.H.S., S. Riyadi., dan L. Nuraeni., 2002. Budidaya, Pengolahan dan Pemasaran Hasil. Penebar Swadaya, Jakarta.

Soenaryo, 1983. Upaya Meningkatkan Produksi Cacao. Penerbit Erlangga. Jakarta.

Soekardi., M.W. Retno., dan Hikmatullah., 1993. Inventarisasi dan Karakterisasi Lahan Alang – alang. Prosiding Seminar Lahan Alang – alang. Bogor

Subagyo., N. Suharta., dan A.B. Siswanto., 2004. Tanah – tanah Pertanian di Indonesia. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat. Bogor.

Sunanto, H., 1992. Cokelat Pengelolaan Hasil dan Aspek Ekonominya. Kanisius. Yogyakarta.

Suryani, D dan Zulfebriansyah, 2007. Komoditas Kakao : Potret Dan Peluang Pembiayaan. Economic Review No. 210 Desember 2007. Diakses dari

Susanto, F.X., 1994. Tanaman Kakao Budidaya Pengolahan Hasilnya. Kanisius, Yogyakarta.

Sutedjo, M .M, dan A. G. Kartasapoetra, 1988. Pengantar Ilmu Tanah. Penerbit Bina Aksara Jakarta.

Syamsulbahri, 1996, Bercocok Tanam Perkebunan Tahunan. UGM Press. Yogyakarta.

Tjitrosoepomo, S., 1988. Budidaya Cacao. Penerbit Kansius. Yogyakarta.

Widya. Y., 2008, Budidaya bertanam Cokelat, Tim Bina karya Tani, Bandung.

Yoeswono, I. 2007. Pemanfaatan Hasil dan Limbah Pabrik Kelapa Sawit. Dikutip dari http://www.unsjournals.com pada tanggal 12 Januari 2012.

(56)

Perlakuan Blok Total Rataan

Lampiran 2. Daftar sidik ragam tinggi bibit 4 MST

(57)

Perlakuan Blok Total Rataan

Lampiran 4. Daftar sidik ragam tinggi bibit 6 MST

(58)

Perlakuan Blok Total Rataan

Lampiran 6. Daftar sidik ragam tinggi bibit 8 MST

(59)

Perlakuan Blok Total Rataan

Lampiran 8. Daftar sidik ragam tinggi bibit 10 MST

(60)

Perlakuan Blok Total Rataan

Lampiran 10. Daftar sidik ragam tinggi bibit 12 MST

(61)

Perlakuan Blok Total Rataan

Lampiran 12. Daftar sidik ragam tinggi bibit 14 MST

(62)

Perlakuan Blok Total Rataan

Lampiran 14. Daftar sidik ragam jumlah daun 4 MST

(63)

Perlakuan Blok Total Rataan

Lampiran 16. Daftar sidik ragam jumlah daun 6 MST

(64)

Perlakuan Blok Total Rataan

Lampiran 18. Daftar sidik ragam jumlah daun 8 MST

(65)

Perlakuan Blok Total Rataan

Lampiran 20. Daftar sidik ragam jumlah daun 10 MST

(66)

Perlakua

Lampiran 22. Daftar sidik ragam jumlah daun 12 MST

(67)

Perlakuan Blok Total Rataan

Lampiran 24. Daftar sidik ragam jumlah daun 14 MST

(68)

Perlakuan Blok Total Rataan

Lampiran 26. Daftar sidik ragam diameter batang 4 MST

(69)

Perlakuan Blok Total Rataan

Lampiran 28. Daftar sidik ragam diameter batang 6 MST

(70)

Perlakuan Blok Total Rataan

Lampiran 30. Daftar sidik ragam diameter batang 8 MST

(71)

Perlakuan Blok Total Rataan

Lampiran 32. Daftar sidik ragam diameter batang 10 MST

(72)

Perlakuan Blok Total Rataan

Lampiran 34. Daftar sidik ragam diameter batang 12 MST

(73)

Perlakuan Blok Total Rataan

Lampiran 36. Daftar sidik ragam diameter batang 14 MST

(74)

Perlakuan Blok Total Rataan

Lampiran 38. Daftar sidik ragam total luas daun 14 MST

Sumber db JK KT F.hit F.05

Galat 30 6449168,41 214972,28

Total 47 9800810,84

FK = 159982571,76

(75)

Perlakuan Blok Total Rataan

Lampiran 40. Daftar sidik ragam bobot basah tajuk 14 MST

(76)

Perlakuan Blok Total Rataan

Lampiran 42. Daftar sidik ragam bobot kering tajuk 14 MST

(77)

Perlakuan Blok Total Rataan

Lampiran 44. Daftar sidik ragam bobot basah akar 14 MST

(78)

Perlakuan Blok Total Rataan

Lampiran 46. Daftar sidik ragam bobot basah akar 14 MST

(79)

No Uraian Keterangan

1 Nama Lindak

2 Hasil Persilangan F1 x Upper Amazone Hybrida

3 Berat Buah 634 g

4 Panjang Buah 18,7 cm

5 Lebar Buah 8,6 cm

6 Rata-rata Jumlah Buah per Pokok 57 7 Jumlah Biji per Buah 47 8 Rata-rata Jumlah Biji per Buah 45 9 Berat Buji Basah per Buah 172 g

10 Berat Biji Basah 3,5 g

11 Rata-rata Biji Basah perbutir 2,71 g 12 Rata-rata Biji Kering perbutir 1,11 g

13 Kadar Lemak 42,1 g

14 Warna Daun Flush Merah

15 Warna Daun Hijau

16 Warna Batang Coklat

17 Tajuk Tanam Sedang

18 Ukuran Biji Sedang

19 Bentuk Buah - Bulat Lonjong

- Warna Buah Sebelum Masak Hijau

- Pangkal Buah Terdapat Lekukan

- Ujung Buah Agak Tumpul

(80)
(81)

No Kegiatan Minggu

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14

1 Persiapan Areal X

2 Persiapan Naungan X

3 Persiapan Media Tanam X

4 Pengecambahan Benih X

5 Penanaman Kecambah X

6 Aplikasi Pupuk Urea X X X

7 Pemeliharaan Tanaman

Penyiraman Disesuaikan Dengan Kondisi Lapangan

Penyiangan Disesuaikan Dengan Kondisi Lapangan

Pengendalian hama

Penyakit Disesuaikan Dengan Kondisi Lapangan

8 Pengamatan Parameter

Tinggi Bibit (cm) X X X X X X

Jumlah Daun (Helai) X X X X X X

Diameter Batang X X X X X X

Bobot Basah Tajuk

(gram) X

Bobot Basah Akar

(gram) X

Bobot Kering Tajuk

(gram) X

Bobot Kering Akar

(82)
(83)
(84)

Gambar

Tabel 1. Komposisi Kimia Abu Janjang Kelapa Sawit
Tabel 2. Dosis umum pemupukan tanaman kakao
Tabel 3. Tinggi bibit (cm) pada berbagai perlakuan abu janjang kelapa sawit dan pupuk Urea (cm) umur 4-14 MST
Grafik perkembangan tinggi bibit kakao umur 4-14 MST dengan berbagai
+7

Referensi

Dokumen terkait

Akan tetapi dalam proses kegiatan, tim PkM juga menemui kendala dikarenakan para peserta awam dengan materi yang disajikan dan juga penyebab yang utama karena mereka

Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan sebelumnya maka dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan negatif yang sangat signifikan antara external locus of control

Untuk itu, penilaian pembangunan negara tidak harus berdasarkan kepada pertimbangan ekonomi malah perlu merangkumi aspek lain yang lebih mencerminkan perubahan kualiti

Kajian mendapati dalam setiap perancangan lima tahun Malaysia, aspek pendidikan dan latihan memang sentiasa ditekankan kerana pendidikan adalah penting dalam pembangunan

Hal ini tidak sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Almilia dan Devi (2007) dan Sejati (2010) Andry (2005) menyatakan bahwa pertumbuhan ( growth )

12 Cik Hasan Bisri, Peradilan Agama di Indonesia , h.. dengan lembaga Peradilan lainya. Tetapi dalam hal kompetensi untuk menyelesaikan perkara tidak sepenuhnya diberikan

Pandangan Kuntowijoyo di atas, selaras dengan yang disampaikan Syahrin Harahap bahwa salah satu ciri dari masyarakat industrial adalah terciptanya budaya dunia yang

Akan tetapi indikator tersebut relevan dijadikan sebagai ukuran dasar pengelolaan hutan lestari untuk aspek produksi karena indikator tersebut merupakan