• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Asimilasi Bunyi-Bunyi Nasal Pada ﺍﻠﻤﻠﻚ ﺴﻮﺮﺓ /Surah Al-Mulk/

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Analisis Asimilasi Bunyi-Bunyi Nasal Pada ﺍﻠﻤﻠﻚ ﺴﻮﺮﺓ /Surah Al-Mulk/"

Copied!
68
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS ASIMILASI BUNYI-BUNYI NASAL PADA

/

SURAH AL-MULK

/

SKRIPSI SARJANA

O L E H

VHIRA FUJITA 060704010

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU BUDAYA PROGRAM STUDI SASTRA ARAB

(2)

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang

pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi dan

sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau

diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam

daftar pustaka.

Apabila pernyataan yang saya perbuat ini tidak benar, saya bersedia menerima sanksi berupa

pembatalan gelar kesarjanaan yang saya peroleh.

Medan, Desember 2010

Vhira Fujita

(3)

Pedoman Transliterasi berdasarkan SK Bersama Menteri Agama dan Menteri

Pendidikan dan Kebudayaan RI no. 158 Tahun 1987 dan No. 0543/U/1987.

A. Konsonan

Huruf Arab

Nama Huruf latin Nama

Alif tidak dilambangkan tidak dilambangkan

Ba B be

Ta T te

Sa S es(dengan titik di atas )

Jim J je

Ha H ha ( dengan titik di bawah )

Kha Kh ka dan ha

Dal D de

Zal Z zet (dengan titik di atas )

Ra R er

Zai Z zet

Sin S es

Syin Sy es dan ye

Sad S es( dengan titik di bawah )

Dad D de ( dengan titik di bawah )

(4)

Za Z zet ( dengan titik di bawah )

‘Ain ‘ koma terbalikm (di atas)

Gain G ge

Fa F ef

Qaf Q ki

Kaf K ka

Lam L el

Mim M em

Nun N en

Waw W we

Ha H ha

Hamzah ‘ apostrof

Ya Y ye

B. Konsonan Rangkap

Konsonan Rangkap (tasydid) ditulis rangkap

Contoh: = muqaddimah

= al-madinah al-munawwarah

C. Vokal

1. Vokal Tunggal

______ (fathah) ditulis “a” contoh = qara’a

______ (kasrah) ditullis “i” contoh = rahima

______ (damma) ditulis “u” contoh = kaifa

(5)

Vokal Rangkap ______ (fathah dan ya) ditulis “ai”

Contoh = zainab = kaifa

Vokal Rangkap ______ (fathah dan wa) ditulis “au”

Contoh = haula =qaula

D. Vokal Panjang (maddah)

_____ dan _____ /fathah/ “ā” Contoh = qāma _____ /kasrah/ ditulis “Ī” Contoh = rahĪm _____ /dammah/ ditulis “ū” Contoh = ‘ūlum

E. Ta Marbutah

Ta Marbutah yang mati atau yang mendapat harkat sukun di tulis “h”

Contoh = makkah al-mukarramah

Ta Marbutah yang hidup atau berharakat ditulis “t”

contoh = al-hukumatu al-islamiyyah

F. Hamzah

Huruf hamzah ( ) di awal kata ditulis dengan vokal tanpa didahului oleh tanda

apostrof (

). Contoh = Īman, bukan

Ī

man

G. Lafzu jalalah

Lafzu jalalah (kata ) yang berbentuk frase nomina

ditransliterasikantanpa hamza. Contoh = Abdullah, bukan Abd Allah

H. Kata sandang ‘al-”

1. Kata sandang ditulis “al-”, pada kata yang dimulai dengan huruf qamariyah. Contoh

= al-lugatu al-arabiyah

2. Kata sandang “al-”, yang diikuti huruf syamsiyah diganti dengan huruf syamsiyah

(6)

3. Huruf “a” pada kata sandang “al-” tetap ditulis dengan huruf kecil, meskipun

merupakan nama diri. Contoh = al-azhar

4. Kata sandang “al-” di awal kalimat dan pada kata “Allah SWT”, Qur’an” ditulis

dengan huruf Kapital. Contoh saya menbaca Al-Qur’an al- Karim.

(7)

Transkripsi ialah penulisan tuturan atau pengubahan teks dengan tujuan untuk

menyarankan: lafal bunyi, fonem, morfem, atau tulisan sesuai dengan ejaan yang berlaku

dalam suatu bahasa yang menjadi sasarannya (Panitia Pengembangan Bahasa Indonesia Pusat

Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, 1975:25).

Hal ini dilakukan untuk mempermudah pembelajar bahasa Arab dalam mengenali

lambang huruf Arab dalam tulisan Latin serta mempermudah mereka yang belum mampu

membaca tulisan Arab, demikian pula dengan Transkripsi Fonetik International agar

pembelajar bahasa Arab dapat mengenal lambang bunyi bahasa Arab dalam lambang Fonetik

International (IPA).

The phonetic transcription of the Arabic alphabets in this study is based on

the IPA (1975).

NO. Arabic Letters

English Transcription Characteristics of the Arabic Letters

1 /?/ Voiceless glottal stop

2 /b/ Voiced bilabial stop

3 /t/ Voiceless dental stop

4 /θ/ Voiceless interdental fricative

5 /j/ Voiced palatal affricate

6 /h/ Voiceless laryngeal fricative

7 /x/ Voiceless uvular fricative

8 /d/ Voiced alveolar stop

9 /ð/ Voiced interdental fricative

10 /r/ Voiced alveolar trill

11 /z/ Voiced alveolar fricative

12 /s/ Voiceless alveolar fricative

13 /š/ Voiceless palatal fricative

14 /s/ Voiceless alveolar emphatic stop

(8)

16 /t/ Voiceless emphatic stop

17 /ð/ Voiced interdental emphatic fricative

18 / / Voiced pharyngeal stop

19 /v/ Voiced uvular stop

20 /f/ Voiceless labio-dental fricative

21 /q/ Voiced uvular stop

22 /k/ Voiced velar stop

23 /l/ Voiced alveolar lateral

24 /m/ Voiced bilabial nasal stop

25 /n/ Voiced alveolar nasal stop

26 /h/ Voiceless pharyngeal fricative

27 /w/ Voiced bilabial glide

28 /y/ Voiced palatal glide

(9)

Alhamdulillahi Rabbi al-‘ālamīn penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT karena atas segala karunia dan rahmat-Nya maka penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini

sebagaimana yang ada di hadapan pembaca.

Shalawat dan salam juga penulis sampaikan kepada junjungan kita Nabi Muhammad

SAW, seorang tokoh revolusioner dunia yang memiliki akhlak Al-Qur’an sehingga menjadi

teladan bagi seluruh umat.

Skripsi ini berjudul Analisis Asimilasi Bunyi-bunyi Nasal pada Surah Al-Mulk.

Penulis tertarik memilih judul ini karena Asimilasi bunyi nasal dalam bahasa Arab dapat

disejajarkan dengan Ilmu Tajwid dalam mempelajari bacaan Al-Qur’an.

Skripsi ini diajukan untuk memenuhi salah satu syarat dalam memperoleh gelar

Sarjana Sastra (S.S) pada Program Studi Sastra Arab, Fakultas Sastra Universitas Sumatera

Utara.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih banyak terdapat

kekurangan dan kekeliruan. Oleh karena itu, penulis memohon saran dan kritik yang

konstruktif dari semua pihak demi kesempurnaan skripsi ini.

Medan, Desember 2010

Vhira Fujita

(10)

Pertama-tama penulis mengucapkan Syukur Alhamdulillah kehadirat Allah SWT

yang telah melimpahkan rahmat dan karunia kepada hambanya, sehingga penulisan skripsi ini

dapat diselesaikan. Begitu pula salawat dan salam penulis sampaikan kepada nabi

Muhammad SAW yang telah memberikan petunjuk ke jalan yang diridhainya.

Pada kesempatan ini perkenankanlah penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Kedua orang tua yang tercinta, Ayahanda Hasanuddin Hasibuan dan Ibunda Dra.Fithri

Hariani, Apt yang telah membesarkan, mendidik, dan selalu mendoakan penulis

hingga penulis menyelesaikan pendidikannya di perguruan tinggi.

2. Bapak DR.Syahron Lubis, MA selaku Dekan Fakultas Sastra, Sumatera Utara beserta

pembantu dekan I, II, dan III yang telah memberikan kesempatan dan fasilitas kepada

penulis untuk mengikuti pendidikan Program Sarjana di Fakultas Sastra USU.

3. Ibu Dra. Pujiati, M.Soc.sc, Ph.D selaku ketua Program studi bahasa Arab, Fakultas

Sastra, Universitas Sumatera Utara.

4. Ibu Dra. Fauziah., M.A selaku sekretaris Program studi bahasa Arab, Fakultas Sastra,

Universitas Sumatera Utara.

5. Ibu Dra. Murniati, M.Hum selaku dosen pembimbing I dan bapak Drs. Usman

Serawi Idris, Lc, MAg selaku dosen pembimbing II yang dengan ikhlas telah rela

meluangkan waktu dan pikirannya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini

tepat pada waktunya.

6. Ibu Dra. Rahlina Muskar Nst, M.Hum selaku Penasehat akademik yang telah

memberikan berbagai nasehat dalam rutinitas penulis menjalani kegiatan perkuliahan

di Program Studi Sastra Arab, Fakultas Sastra, Universitas Sumatera Utara.

7. Ibu DR. Rahimah, M.Ag dan Ibu Dra. Nursukma Suri, M.Ag atas kesediaanya sebagai

tempat penulis bertanya dan diskusi serta memberikan arahan atas skripsi ini dan

kesediaannya untuk meminjamkan referensi mengenai skripsi ini.

8. Ummi Dra. Khairawati, M.A, Ph.D , Bapak Drs. Aminullah, M.A, Ph.D , Bapak Drs.

Mahmud Khudri, M.Hum dan Ustadz Drs. H. SSeluruh Staff pengajar Fakultas Sastra,

Universitas Sumatera Utara, khususnya staff pengajar di Program studi bahasa Arab,

Fakultas Sastra, Universitas Sumatera Utara yang telah menambah wawasan penulis

selama masa perkuliahan, serta Sdr Andika, sebagai Staff tata usaha yang telah

(11)

9. Tante tersayang Hj. Sri Rahayu beserta keluarga besar yang telah memberikan

kontribusi baik berupa moril maupun materil kepada penulis selama menjalani

perkuliahan hingga selesai.

10. Special thanks for Kak alim / Andi Agussalim, S.S di UNHAS Makassar yang

telah rela membantuku menyelesaikan tugas perkuliahan, memberi link bahan

bacaan untuk skripsiku. Serta kerelaanya untuk kuganggu atas berbagai kendala

dalam skripsi ini, serta memberi motivasi, dan do’a untukku. “Makasih tuk

segalanya kak, ini bagian dari perjuangan kita.

11. Kakanda Nurhasan Al Ala, S.Pd.I di Makassar yang tiada jemu memberi dukungan

dan semangat untuk menata hari esok yang lebih baik

12. Terima kasih untuk Ika Ramadhani, Sahabat yang paling mengerti suka dan dukaku.

13. Teman-teman stambuk ’06 (Sany, Isna, Ishal, Dwi, Hasnah, Ellita, Eily, Mba’ Dhi,

Mba’ Rara, Jarot, Haris, Rahman, Baihaqi, Arif, Iful, Arfan, Riki, Farid, Fathima, dan

Surya. “Syukran katsir tuk kesediaan kalian menemaniku belajar dan canda selama

kita kuliah”.

14.Kakanda Alumni dan teman-teman yang tergabung dalam Ikatan Mahasiswa Bahasa

Arab (IMBA) Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara.

Atas semua ini, penulis tidak dapat balas jasa baiknya. Oleh karena itu selaku hamba

yang lemah penulis hanya dapat memohon kepada Allah SWT semoga diberikan

balasan yang lebih baik atas bantuan yang telah diberikan.

Amin Ya Robba Al-alamin.

Medan Desember 2010

Vhira Fujita

(12)

Halaman

KATA PENGANTAR……… i

UCAPAN TERIMA KASIH………. ii

DAFTAR ISI……….. iv

DAFTAR SINGKATAN……… v

ABSTRAK………. vi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang………. 1

1.2 Rumusan Masalah……… 3

1.3 Tujuan Penelitian………. 4

1.4 Manfaat Penelitian………... 4

1.5 Metode Penelitian……… 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA……… 6

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN……… 17

3.1 Sekilas tentang Surah Al-Mulk……….. 17

3.2 Proses asimilasi pada dilihat dari perubahan bunyi nasal……….. 17

3.3 Bunyi-bunyi nasal yang mengalami perubahan bunyi………... 43

BAB IV PENUTUP 4.1 Kesimpulan……… 53

4.2 Saran……….. 56

(13)

IMBA : Ikatan Mahasiswa Bahasa Arab

IPA : International Phonetic Association

No : Nomor

RI : Republik Indonesia

SAW : Sallallahu ‘alaihi wassalam

SKB : Surat Keputusan Bersama

SWT : Subhanahu wa ta’ala

UNHAS : Universitas Hasanuddin

` USU : Universitas Sumatera Utara

(14)

Vhira Fujita,2010. Analisis Asimilasi Bunyi-bunyi Nasal pada Surah Al-Mulk Medan:

Program studi Sastra Arab, Universitas Sumatera Utara.

Proses perubahan bunyi karena pengaruh bunyi disekitarnya. Penulis mengambil penelitian tentang asimilasi bunyi-bunyi nasal pada Surah Al-Mulk. Permasalahan yang diteliti adalah tentang proses asimilasi dilihat dari perubahan bunyi , serta bunyi-bunyi nasal yang mengalami perubahan bunyi yang terdapat pada Surah Al-Mulk.

Tujuan penulisan skripsi ini adalah untuk mengetahui proses asimilasi, dan bunyi-bunyi nasal yang mengalami perubahan bunyi-bunyi pada Surah Al-Mulk. Untuk menganalisis asimilasi bunyi-bunyi nasal ini penulis menggunakan teori Marsono dan metode análisis deskriftif.

(15)
(16)

Vhira Fujita,2010. Analisis Asimilasi Bunyi-bunyi Nasal pada Surah Al-Mulk Medan:

Program studi Sastra Arab, Universitas Sumatera Utara.

Proses perubahan bunyi karena pengaruh bunyi disekitarnya. Penulis mengambil penelitian tentang asimilasi bunyi-bunyi nasal pada Surah Al-Mulk. Permasalahan yang diteliti adalah tentang proses asimilasi dilihat dari perubahan bunyi , serta bunyi-bunyi nasal yang mengalami perubahan bunyi yang terdapat pada Surah Al-Mulk.

Tujuan penulisan skripsi ini adalah untuk mengetahui proses asimilasi, dan bunyi-bunyi nasal yang mengalami perubahan bunyi-bunyi pada Surah Al-Mulk. Untuk menganalisis asimilasi bunyi-bunyi nasal ini penulis menggunakan teori Marsono dan metode análisis deskriftif.

(17)
(18)

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Setiap kegiatan yang bersifat ilmiah tentu mempunyai objek. Begitu juga dengan

linguistik, yang mengambil bahasa sebagai objeknya. Bahasa berfungsi sebagai alat interaksi

sosial sesama manusia untuk menyampaikan maksud, dan tidak terlepas dari sistem lambang

bunyi

Salah satu ciri yang sekaligus menjadi hakekat setiap bahasa adalah bahwa bahasa itu

berupa lambang yang wujudnya berupa bunyi. Secara teknis menurut kridalaksana (1993:33)

bunyi bahasa adalah satuan bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap dan diamati dalam fonetik

sebagai fon atau dalam fonologi sebagai fonem.

Bahasa Arab juga dikenal ilmu bunyi yang disebut dengan /‘ilmu

al-aswāt/. Linguis Arab bernama Ibnu Jiniy memberikan batasan bahasa yang erat kaitannya

dengan bunyi sebagai unsur hakiki yaitu :

/Huwa ’aswātun yu’abbiru bihā kullu qawmin ‘an agridihim/

‘Bunyi-bunyi yang digunakan oleh setiap kelompok masyarakat untuk mengekspresikan

keinginan mereka’.

Ucapan sebuah fonem dapat berbeda-beda sebab sangat tergantung pada

lingkungannya, atau pada fonem-fonem lain yang berada di sekitarnya. Dalam beberapa

kasus lain, dalam bahasa-bahasa tertentu ada dijumpai perubahan fonem yang mengubah

identitas fonem itu menjadi fonem lain (Chaer 2003: 132). Dalam beberapa kasus terdapat

pada asimilasi.

Asimilasi bunyi dalam bahasa Arab juga dikenal dalam Ilmu Tajwid. Ilmu Tajwid ini

secara khusus dipelajari untuk membaca Al qur’an agar memperoleh bacaan yang bagus dan

benar. Abdul Aziz ( tt :6) mendefinisikan Lafaz Tajwid menurut bahasa artinya

membaguskan. Sedangkan menurut istilah adalah :

/ Ikhrāju kulla harfin min makhrajihi ma’a i’ta ihi haqqahu wawustahaqqahu/

‘Mengeluarkan setiap huruf dari tempat keluarnya dengan memberikan haknya dan

mustahaknya’.

Yang dimaksud dengan hak huruf adalah sifat asli yang selalu bersamanya seperti

(19)

huruf adalah sifat yang Nampak sewaktu-waktu seperti tafkhim, tarqiq, ikhfa’ dan lain

sebagainya.

Asimilasi bunyi-bunyi nasal dalam Ilmu Tajwid terdapat pada hukum nun mati dan

tanwin yang disebut dengan idgham dan iqlab. Abdul aziz memberi batasan tentang idgham

dan iqlab yaitu ( tt: 48)

/Al-idgāmu lugatan al-idkhālu wastilāhān an-nutqu bil-harfayni kās-sāni musyaddadān/

pengucapan nun mati atau tanwin secara lebur ketika bertemu huruf-huruf idgham, atau

pengucapan dua huruf seperti dua huruf yang ditasydidkan. Sedangkan hukum mim mati atau

tanwin bertemu dengan ba disebut dengan iqlab.

/Al-iqlābu lugatan tahwīlu asy-syay’i ‘an wajhihi wāstilāhān qalbu an-nūni as-sākinati wa at-tanwīni mīmān qabla al-bā’i ma’a murā’āti al-gunnati wa al-ikhfā’i/

Iqlab artinya merubah, yang dimaksud disini adalah pengucapan nun mati atau tanwin

bertemu dengan huruf Ba’ yang berubah menjadi Mim dan disertai ghunnah.

Menurut Lapoliwa (1988: 42) Asimilasi ialah proses perubahan bunyi karena

pengaruh bunyi di sekitarnya. Dalam pemakaian terbatas, asimilasi dipergunakan untuk

proses perubahan bunyi pada batas morfem sebagai akibat pengaruh bunyi disampingnya.

Pendapat senada juga disampaikan oleh Verhaar (1985:33) dalam betty (2008)

asimilasi ialah saling pengaruh yang terjadi antara bunyi yang berdampingan (bunyi kontiqu)

atau antara yang berdekatan tetapi dengan bunyi lain diantaranya dalam ujaran (bunyi

diskret).

Bunyi bahasa dapat dibedakan menjadi tiga yaitu nasal (sengau), oro nasal dan oral.

Bunyi nasal terjadi disertai keluarnya udara melalui rongga hidung, dengan cara menurunkan

langit-langit lunaknya beserta ujung anak tekaknya, maka bunyi ini disebut bunyi nasal atau

sengau, oro nasal ialah bunyi yang sebagian udaranya keluar dari rongga mulut dan sebagian

yang lain keluar dari rongga hidung. sedangkan bunyi oral ialah bunyi yang terjadi karena

langit-langit lunak dan ujung anak tekak naik menutupi rongga hidung, sehingga udara hanya

melalui mulut saja (Sayuti 2010: 80-81).

Adapun alasan peneliti tertarik untuk memilih judul ini karena proses asimilasi dalam

Ilmu Tajwid sudah pernah diteliti sebelumnya tetapi masih terdapat kekurangan yaitu

(20)

mempengaruhi dalam proses asimilasi. Untuk itu peneliti akan menambahkan pembahasan

asimilasi bunyi-bunyi ini ditinjau dari proses yang menyebabkan perubahan bunyi, terutama

pada bunyi-bunyi nasal yang datanya diambil dari ayat-ayat Al qur’an, dan dalam membaca

Al qur’an tidak terlepas dari pengetahuan tentang Ilmu Tajwid maka proses asimilasi ini

dapat disejajarkan dalam pengetahuan Ilmu Tajwid pada mempelajari Al qur’an.

1.2 Batasan Masalah

Agar setiap pembahasan suatu karya tulis dapat dimengerti dengan mudah oleh

pembaca dan tidak menyimpang dari sasaran yang dikehendaki, perlu adanya suatu batasan

masalah. Untuk itu peneliti membuat suatu batasan masalah khususnya mengenai asimilasi

konsonan nasal pada Surah Al-Mulk, yaitu :

1. Proses asimilasi apa saja yang terdapat pada Surah Al-Mulk dilihat dari perubahan

bunyi nasal?

2. Bunyi-bunyi nasal apa saja yang terdapat pada Surah Al-Mulk yang mengalami

perubahan bunyi?

1.3 Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui proses asimilasi yang terdapat pada Surah Al-Mulk dilihat dari

perubahan bunyi nasal.

2. Untuk mengetahui bunyi-bunyi nasal yang terdapat pada Surah Al-Mulk yang

mengalami perubahan bunyi.

1.4 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang diperoleh dari penelitian ini adalah:

1. Peneliti dan pembaca dapat mengetahui jenis asimilasi yang terdapat pada Surah

Al-Mulk.

2. Sebagai sumber informasi atau rujukan untuk meningkatkan pemahaman tentang

analisis asimilasi bagi peminat bahasa Arab.

3. Menambah wawasan dan pemahaman mahasiswa/i program studi bahasa Arab

khususnya, dan umumnya para peminat bahasa Arab tentang aðsimilasi yang terdapat

(21)

1.5. Metode Penelitian

Metode penelitian ini adalah penelitian kepustakaan (library research) dengan

mengumpulkan buku-buku yang ada hubungan dengan masalah yang diteliti, data ini desebut

juga data sekunder. Sedangkan data primer diperoleh dari Surah Al-Mulk.

Peneliti menggunakan metode analisis deskriptif yaitu: prosedur pemecah masalah

yang dilakukan dengan cara mengumpulkan, mengklasifikasi, menganalisis, dan

menginterprestasikan data berdasarkan fakta-fakta yang tampak sebagaimana adanya.

Dalam penulisan aksara Arab ke aksara latin digunakan pedoman transliterasi

Arab-Latin berdasarkan SK Bersama menteri agama dan menteri pendidikan dan kebudayaan RI

No. 158 Tahun 1987 dan No. 0543b/U/1987, sedangkan penulisan lambang fonetik bahasa

arab digunakan lambang fonetik IPA (International Phonetic Association).

Adapun tahapan yang akan di lakukan dalam penelitian yang di tempuh dalam

penelitian ini adalah:

1. Membaca buku yang berkaitan dengan judul di atas.

2. Mengumpulkan data dan mengklasifikasikannya yang diperjelas dari Al qur’an.

3. Data yang di peroleh kemudian dianalisis.

4. Menulis hasil data tersebut menjadi suatu karya ilmiah yang di sajikan dalam bentuk

(22)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Asimilasi Bunyi

Dalam hal pengaruh-mempengaruhi bunyi, bunyi dapat di tinjau dari dua segi, yaitu

akibat dari pengaruh-mempengaruhi bunyi itu dan tempat artikulasi yang manakah yang

mempengaruhi. Akibat dari pengaruh-mempengaruhi bunyi disebut proses asimilasi

(Marsono 1993:107).

Asimilasi adalah peristiwa berubahnya sebuah bunyi menjadi bunyi yang lain sebagai

akibat dari bunyi yang ada di lingkungannya, sehingga bunyi itu menjadi sama atau

mempunyai ciri-ciri yang sama dengan bunyi yang mempengaruhinya. (Chaer 2003:132).

Asimilasi adalah proses perubahan bunyi yang mengakibatkannya mirip atau sama

dengan bunyi lain di dekatnya (kridalaksana 2008:20).

2.1.1 Pengertian Asimilasi Bunyi dalam Bahasa Arab

Dalam bahasa Arab istilah Asimilasi disebut dengan Al-Mumāsalatu

(Al-khuli1982:30). Khuli memberi batasan tentang Al-Mumāsalatu yaitu:

/ Al-Mumāsalatu: an yatagayyara sawta liyumāsila sawtān ākhara mujāwirālahu wa qad takūnu al-mumāsalatu juz iyati/

‘asimilasi ialah perubahan bunyi untuk menyamakan suatu bunyi dengan bunyi lain sebagai

bunyi yang mendekatinya’.

Menurut Ilmu Tajwid asimilasi bunyi-bunyi nasal ini kita jumpai pada hukum nun

mati dan tanwin yaitu pada Izhar, Idgham, Iqlab, dan Ikhfa. Adapun beberapa hukum nun mati dan tanwin ini adalah:

a. Izhar

Membaca dengan terang atau mengeluarkan huruf dari makhrajnya dengan tiada

bercampur ghunnah (mendengung) dan tasydid.

b. Idgham ma’al ghunnah

Pengucapan nun mati atau tanwin secara lebur ketika bertemu huruf-huruf :

/y/ ي : semi vokal, palatal, bersuara ( syibhu sa’itah, gāriyyah, majhur )

/w/ : semi vokal, palatal, bersuara (syibhu sa’itah, syafatānī, majhur )

(23)

/n/ : nasal, dental, bersuara ( ‘anfiyyah, lissah, majhūr )

c. Idgham bila ghunnah

Pengucapan nun mati atau tanwin secara lebur ketika bertemu huruf-huruf / l/ :

lateral, alveolar, bersuara ( jānibiyyah, lissah, majhūr )

/r/ : vibran, alveolar, bersuara ( tikrāriyyah, lissah, majhūr )

d. Iqlab

Pengucapan nun mati atau tanwin yang bertemu dengan huruf Ba yang berubah

menjadi ghunnah.

e. Ikhfa’

Pengucapan nun mati atau tanwin ketika bertemu dengan huruf-huruf ikhfa’ dengan

sifat antara idzhar dan idgham dan disertai ghunnah. Huruf-huruf ikhfa’ berjumlah 15:

/t/ : stop, dental, tidak bersuara ( waqfiyyah, syafatānī, mahmūs )

/d/ : stop, dental, bersuara (waqfiyyah,asnānī,majhūr )

/k/ : stop, velar, tidak bersuara (waqfiyyah,tabaq, mahmūs

/s/ : frikatif, alveolar, tidak bersuara ( ihtikāki,lissah, mahmūs )

/z/ : frikatif, alveolar, bersuara (ihtikāki,lissah, majhūr )

/f/ : frikatif, labio dental, tidak bersuara (ihtikāki, syafawi asnānī,

mahmūs )

/ð/ : frikatif, inter dental, tidak bersuara ( ihtikāki, bay asnānī, mahmūs )

/ š/ : frikatif, alveo palatal, tidak bersuara ( ihtikāki, lissah gariyyah, mah

mūs )

/j/ : frikatif, alveo palatal, bersuara ( ihtikāki, lissah gāriyyah, majhūr )

/s / : frikatif, velarized, tidak bersuara (ihtikāki, mufakhkham, mahmūs)

/d/ : stop, velarized, bersuara ( waqfiyyah, mufakhkham, majhūr )

/t/ : stop, dental, velarized, tidak bersuara ( waqfiyyah, mufakhkham,

mahmūs )

/ð/ : frikatif, velarized, bersuara ( ihtikāki, mufakhkham, majhūr )

/q/ : stop, uvular, tidak bersuara ( waqfiyyah, halqiyyah, mahmūs )

Proses asimilasi terjadi akibat pengaruh-pengaruh bunyi tanpa mengubah identitas

fonem. Asimilasi dapat dibagi berdasarkan beberapa segi, yaitu berdasarkan tempat dari

fonem yang diasimilasikan, dan berdasarkan sifat asimilasi itu sendiri.

(24)

(1) Asimilasi progresif

Pada progresif bunyi yang diubah itu terletak dibelakang bunyi yang

mempengaruhinya. Misalnya, dalam bahasa Jerman bentuk mit der Frau diucapkan

[mit ter frau]. Bunyi [d] pada kata der berubah menjadi bunyi [t] sebagai akibat dari

pengaruh bunyi [t] pada kata mit yang ada didepannya.

(2) Asimilasi regresif

Bunyi yang diubah itu terletak di muka bunyi yang mempengaruhinya. Contohnya

adalah berubahnya bunyi [p] menjadi bunyi [b] pada kata Belanda op de weg yang

sudah disebutkan diatas.

(3) Asimilasi resiprokal

Sedangkan pada asimilasi resiprokal perubahan itu terjadi pada kedua bunyi yang

saling mempengaruhi itu, sehingga menjadi fonem atau bunyi yang lain.

b. Berdasarkan sifat asimilasi itu sendiri, asimilasi dapat dibedakan atas :

(1) Asimilasi total

Bila dua fonem yang disamakan itu, dijadikan serupa.

Contohnya: ad + similatio menjadi assimilasi

in + moral menjadi immoral

(2) Asimilasi parsial

Bila kedua fonem yang disamakan itu, hanya disamakan sebagian saja, contohnya: in

+ port menjadi import

in + perfect menjadi imperfect

Dalam hal ini nasal apiko-alveolar dijadikan nasal bilabial, sesuai dengan fonem /p/

yang bilabial, tetapi masih berbeda karena yang satu adalah nasal sedangkan

konsonan lain adalah konsonan hambat.

2.2 Pengertian Bunyi-bunyi Nasal dan Pembagiannya 2.2.1 Bunyi Nasal

Bunyi nasal adalah bunyi yang dihasilkan dengan menutup arus udara yang keluar

melalui rongga mulut tetapi membuka jalan agar dapat keluar melalui rongga hidung

(25)

Marsono (1986:17) menyatakan jika udara keluar atau disertai keluarnya udara

melalui rongga hidung, dengan cara menurunkan langit-langit lunak beserta ujung anak

tekaknya, maka bunyi itu disebut bunyi nasal.

2.2.2 Pembagian bunyi-bunyi nasal dalam bahasa Arab

Dalam bahasa Arab bunyi-bunyi nasal memiliki keunikan yang tidak dimiliki bahasa

lain, yaitu adanya bunyi vokal nasal, bunyi konsonan nasal dan oro nasal. Dalam bahasa Arab

bunyi vokal nasal atau sengau disebut dengan tanwin. Menurut Kridalaksana (1993:229)

vokal nasal (nasal vowel) adalah vokal yang diartikulasikan dengan udara keluar dari hidung

dan mulut.

Bunyi-bunyi vokal nasal dalam bahasa Arab dilambangkan dengan dua buah garis

diagonal yang di letakkan diatas dan bawah lambang bunyi konsonan, serta seperti dua buah

tanda koma ( yang digandakan ) yang terletak di atas lamnang-lambang bunyi konsonan yaitu

----,----,---- [an], [in], [un] yang di sebut dengan tanwin. Lambang fonetik dari bunyi vokal

nasal ini dilambangkan dengan tanda [n] yang diletakkan di atas bunyi vokal nasal.

Contoh: / ‘awwalan / [ ?awala:n ] ‘yang pertama’

/ da iman / [ da:?iman ] ‘selamanya’

/ qadin / [qa:din ] ‘hakim’

Bunyi-bunyi nasal dalam bahasa Arab terdapat pada konsonan /m/, anfi syafatani

majhur dan /n/, anfi lissawy manjhur. Dalam pengucapan vokal nasal ini sebagian arus

udara keluar dari rongga hidung, kemudian langit-langit lunak direndahkan, sehingga

terdengarlah kwalitas bunyi nasal atau sengau.

Bunyi konsonan nasal dalam bahasa Arab dilambangkan dengan huruf nun [ ]. Pada

fonetik bunyi ini dilambangkan dengan [n]. Menurut Ali et al dalam muskar (2009:71) bunyi

konsonan [n] adalah:

/An-nunu : makhrajuhu min tarfi l-lisani ma’a usuli s-sanaya l-‘ulya, wa huwa anfiyyun iz yasyrabu l-hawa u ma’ ahu min al-anfi, ma’a l-lissati l-‘ulya wa imtidadi n-nafsi min al-anfi/

‘bunyi konsonan [n] diucapkan melalui ujung lidah dan lengkung kaki gigi atas, bunyi ini

adalah bunyi nasal yakni udara yang dihirup sebagian keluar dari hidung’.

Contoh: / nazala / [nazala] ‘turun’

(26)

/ mahana/ [mahana] ‘bergurau’

Adapun oro nasal ( adalah konsonan yang sebagian udaranya keluar dari rongga

mulut dan sebagian yang lain keluar dari rongga mulut dan sebagian yang lain keluar dari

rongga hidung. Ghunnah dalam Ilmu Tajwid memiliki beberapa tingkatan, yang paling tinggi

dan jelas adalah huruf nasal yang idgham, kemudian ikhfa, seterusnya izhar dan yang paling

rendah adalah huruf nasal yang berharkat.

Bunyi bahasa terjadi jika udara mengalami hambatan pada alat-alat bicara. Secara

terperinci bagian-bagian tubuh yang ikut menentukan baik langsung maupun tidak langsung

dalam terjadinya bunyi bahasa itu ialah alat-alat bicara seperti gambar dibawah ini:

Keterangan:

1. Paru-paru (lungs) الرئثان /Ar-ra atāni.

2. Batang tenggorok (trachea) /Al-qasbatu al-hawā iyyati/

3. Pangkal tenggorok (larynx) /Al-hanjaratu/

4. Pita-pita suara (vocal cords) /Al-witrāni as-sawtiyyāni/

5. Krikoid (cricoids) .

6. Tiroid (thyroid).

7. Aritenoid (arythenoyds).

8. Dinding rongga kerongkongan (wall of pharynx).

9. Epiglotis (epiglottis).

10.Akar lidah (root of the tongue) /zuluqu al-lisāni/.

11.Punggung lidah, pangkal lidah (hump, dorsum) /muqaddamu al-lisān/.

12.Tengah lidah (middle of the tongue, medium /wasatu al-lisān/

13.Daun lidah (blade of the tongue, lamina) /tarfu al-lisān/

.

14.Ujung lidah (tip of the tongue, apex) /zuluqu al-lisān/

15.Anak tekak (uvula) /lisānu al-mizmār/

16.Langit-langit lunak (soft palate, velum) /al-hanaku al-layyinu/

17.Langit-langit keras (hard palate, palatum) /at-tabaqu as-sulbu/

18.Gusi belakang, lengkung kaki gigi (alveola) /usūlu al-asnānu/ 19.Gigi atas (upper teeth, denta) /Al-asnānu al-‘ulyā/

20.Gigi bawah (lower teeth, denta) /Al-asnānu as-suflā/

21.Bibir atas (upper lip, labia) /Asy-syafatu l-‘ulyā/

(27)

23.Mulut (mouth) /famūwiyah/

24.Rongga mulut (oral cavity, mouth cavity) /At-tajwīfu al-famuwiyyu/

25.Rongga hidung (nose cavity, nasal cavity) /At-tajwīfu al- anfiyyatu/

Kridalaksana menyatakan, bahwa konsonan nasal (sengau) ialah konsonan yang

dibentuk dengan menghambat rapat (menutup) jalan udara di paru-paru melaui rongga

hidung, jadi strikturnys. Menurut tempat hambatanya (artikulasinya) konsonan jenis ini

terbagi atas:

a . Konsonan nasal bilabial ( ) Al- anfu asy-syafatānī

Konsonan nasal bilabial terjadi bila penghambat artikulator aktifnya ialah bibir bawah

dan artikulator pasifnya ialah bibir atas. Nasal yang terjadi ialah [m], karena pita suara ikut

bergetar maka nasal [m] termasuk konsonan bersuara.

Keterangan:

1. Langit-langit lunak beserta anak tekaknya diturunkan.

2. Bibir bawah menekan rapat pada bibir atas.

3. Karena 1) dan 2) maka jalannya udara dari paru-paru melalui rongga mulut terhambat dan keluar melalui rongga

hidung sehingga pita suara ikut bergetar.

b. Konsonan nasal apiko-alveolar ) Al- anfu zuluqu al-lisawi

Konsonan nasal apiko-alveolar terjadi bila penghambat artikulator aktifnya ialah

ujung lidah dan artikulator pasifnya ialah gusi. Nasal yang terjadi ialah [n] , karena pita suara

(28)

Keterangan :

1. Langit-langit lunak beserta anak tekaknya diturunkan. Bersama dengan itu ujung lidah ditekankan rapat pada

gusi.

2. Karena 1) maka jalannya udara melalui rongga mulut terhambat dan keluar melalui rongga hidung dan pita

suara ikut bergetar.

c. konsonan nasal medio-palatal Al- anfu wastu gariyyatu

Konsonan nasal medio-palatal terjadi bila penghambat artikulator aktifnya ialah

tengah lidah dan artikulator pasifnya ialah langit-langit keras. Nasal yang dihasilkan ialah [ñ],

karena pita suara ikut bergetar maka [ñ] juga konsonan bersuara.

Keterangan:

1) Langit-langit lunak beserta anak tekaknya diturunkan. Bersama dengan itu tengah lidah ditekankan rapat pada

langit-langit keras.

2) Karena 1) maka jalannya udara melalui rongga mulut terhambat dan keluar melalui rongga hidung.

(29)

d. Konsonan nasal dorso-velar Al- anfu mu akhkharu tabaq

Konsonan nasal dorso-velar terjadi bila proses penghambatan itu artikulator aktifnya

pangkal lidah dan artikulator pasifnya ialah langit-langit lunak. Nasal yang dihasilkan ialah

[ŋ], karena pita suara ikut bergetar maka [ŋ] seperti juga konsonan nasal yang lain adalah

nasal bersuara

Keterangan:

1) Langit-langit lunak beserta anak tekaknya diturunkan. Bersama dengan itu pangkal lidah dinaikkan ditekankan

rapat pada langit-langit lunak.

2) Karena 1) maka jalannya udara melalui rongga mulut terhambat dan keluar melalui rongga hidung dan pita

suara ikut bergetar.

Dari sudut pandang cara pengartikulasiannya bunyi-bunyi nasal terdiri atas bunyi

hidung/ nasal dan oro nasal. Bunyi hidung/ nasal adalah bunyi yang ketika diartikulasikan,

rongga hidung berfungsi sebagai tempat keluar udara, akibat majunya langit-langit lunak dan

turunnya anak lidah sehingga pintu udara dari rongga mulut ke rongga hidung terbuka dan

udara pun keluar lewat rongga hidung yang terbuka tersebut. Konsonan nasal dalam bahasa

Arab adalah , sedangkan konsonan nasal dalam bahasa Indonesia adalah /m/,/n/,/ny/, dan

/ng/.

Pembentukan bunyi bahasa terjadi melalui empat tahapan utama, yaitu sebagai

berikut:

1. Proses pembentukan (initation)

2. Proses pembunyian (phonation)

3. Proses nasalisasi (oro nasal)

(30)

Pada pembahasan ini penulis akan memaparkan proses nasalisasi karena lewat proses

ini maka bunyi dapat ditentukan sebagai bunyi oral atau bunyi nasal termasuk salah satu

unsurnya. Apabila langit-langit lunak atau anak lidah (tekak) menutup saluran yang mengarah

ke rongga hidung, maka bunyi yang akan terjadi adalah bunyi mulut murni, seperti bunyi

ه

ح

ك

ت

ج

س

ث

ب

dalam bahasa Arab.

Apabila langit-langit lunak atau anak lidah tidak menutup lubang rongga hidung,

maka bunyi yang terjadi akan menjadi bunyi hidung, seperti bunyi ن – م dalam bahasa Arab

dan bunyi /ng/ dan /ny/ dalam bahasa Indonesia.

Apabila sebagian udara keluar dari rongga mulut dan sebagian keluar dari rongga

(31)

BAB III

HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Sekilas Tentang Surah Al-Mulk

Surah Al-Mulk adalah surah ke-67 yang terdiri atas 30 ayat, termasuk surah Makkiyah, nama Al-Mulk diambil dari kata Al-Mulk terdapat pada ayat pertama surah ini

yang artinya kerajaan atau kekuasaan. Surah ini memberitahukan bahwa kekuasaan itu hanya

berada di tangan Allah swt tanpa ada suatu pun yang dapat melawan hukum-Nya, dengan

menciptakan langit dan bintang sebagai hiasannya serta perbuatan baik buruk manusia akan

mendapat balasan yang seadil-adilnya. Ayat-ayat ini mendeskripsikan bahwa orang mukmin

akan berjalan tegak lurus menuju surga yang luas sedangkan orang kafir akan berjalan

menuju neraka jahannam.

3.2 Proses Asimilasi pada Surah Al-Mulk dilihat dari perubahan bunyi nasal.

Berdasarkan data yang diperoleh peneliti dari Surah Al-Mulk, ditemukan 57 kata yang

mengalami proses asimilasi bunyi. Data ini merupakan data representatif yaitu data yang

tampak sebagaimana adanya.

Adapun kata yang mengalami asimilasi bunyi tersebut ialah:

.





















/Tabāraka allazi biyadihi al-mulku wa huwa ‘alā kulli syay’in qadīrun/

Ayat di atas terdapat satu bunyi asimilasi nasal yaitu pada [Say?in qadi:run] terdiri

dari kata /Say?in/ dan /qadi:run/. Kata /Say?in/ mengalami perubahan bunyi. Vokal nasal [in]

bunyi /n/ merupakan bunyi nasal, dental, bersuara berdampingan dengan bunyi konsonan /q/

sebuah bunyi stop, uvular, tidak bersuara. Kedua bunyi ini mengalami asimilasi yang

menimbulkan nasalisasi dan berubah menjadi konsonan /ŋ/ , sebuah bunyi nasal, velar,

bersuara. Maka pada kata /Say?in qadi:run/ terjadi perubahan bunyi /Say?in/ + /qadi:run/

menjadi [Sa?iŋ qadi:run].

Proses perubahan bunyi ini terjadi pada langit-langit lunak beserta anak tekaknya

diturunkan. Bersama dengan itu pangkal lidah dinaikkan ditekankan rapat pada langit-langit

(32)

rongga hidung, dan pita suara ikut bergetar. Bunyi nasal ini dalam Ilmu Tajwid disebut

dengan ikhfā’

























/Allazī khalaqa al-mawta wal-hayāta liyabluwakum ayyukum ahsanu ‘amalān wa huwa al-‘azīzu al-gafūru/

Ayat diatas terdapat satu bunyi asimilasi nasal yaitu pada [ςamala:n wahuwa] yang

terdiri atas kata /ςamala:n/ dan /wahuwa/. Kata /ςamala:n/ mengalami perubahan bunyi.

Vokal nasal [an] bunyi /n/ merupakan bunyi nasal, dental, bersuara berdampingan dengan

bunyi konsonan /w/ sebuah bunyi semi vokal, bilabial, bersuara. Kedua bunyi ini mengalami

asimilasi dan terjadi penghilangan /n/ sehingga terjadi nasalisasi luncuran yang berubah

menjadi konsonan /w/ disertai geminate. Maka pada kata /ςamala:n wahuwa/ terjadi

perubahan bunyi /ςamala:n/ + /wahuwa/ menjadi [ςamala:wwahuwa].

Proses perubahan bunyi ini terjadi dengan membulatkan bibir dan bagian belakang

lidah naik ke langit-langit, kemudian langit-langit lunak terangkat. Ketika itu udara keluar

dari mulut, serta bibir terbentuk agak melebar dan pada saat itu pita suara pun bergetar. Bunyi

nasal ini dalam Ilmu Tajwid disebut idgām ma’a al-gunnah .







































/Allazī khalaqa sab’a samāwātin tibāqān mā tarā fī khalqi ar-rahmāni min tafāwūtin farji’i al-ba

s

ara hal tarāmin futūrin/

Ayat di atas terdapat lima bunyi asimilasi yaitu pada [sama:wa:tin ŧiba:qa:n ],

(33)

mengalami perubahan bunyi. Vokal nasal [in] bunyi /n/ merupakan bunyi nasal, dental,

bersuara berdampingan dengan bunyi /ŧ/ sebuah bunyi stop, dental, velarized, bersuara.

Sehingga kedua bunyi ini mengalami asimilasi yang menimbulkan nasalisasi sehingga

bunyinkonsonan /ŧ/ terdengar implisit dan bunyi /n/ tersebut tidak secara eksplisit diucapkan.

Maka pada kata /sama:wa:tin ŧiba:qa:n/ terjadi perubahan bunyi /sama:wa:tin/ + /ŧiba:qa:n/

menjadi [samawatin ŧiba:qa:n].

Proses perubahan bunyi ini terjadi pada ujung-ujung lidah yang bersentuhan dengan

lengkung kaki gigi depan atas dan secara bersamaan lidah bagian belakang dinaikkan hampir

mencapai langit-langit lunak sehingga udara terdesak dari paru-paru melalui pita-pita suara

yang terbuka lebar dan tidak bergetar. Ketika itu ujung lidah dilepas dari titik sentuhnya

sehingga udara keluar dengan menghasilkan bunyi letupan. Istilah Ilmu Tajwid menyebut

bunyi nasal ini dengan ikhfā’/

Bunyi [ŧiba:qa:n ma:tara] terdiri dari kata /ŧiba:qa:n/ dan /ma:tara/. kata /ŧiba:qa:n/ mengalami perubahan bunyi. Vokal nasal [an] merupakan bunyi /n/ adalah bunyi nasal,

dental, bersuara berdampingan dengan bunyi konsonan /m/ sebuah bunyi nasal, bilabial,

bersuara. Kedua bunyi ini mengalami asimilasi yang menimbulkan nasalisasi bilabial disertai

gemínate yang menimbulkan bunyi konsonan /m/. Maka pada kata /ŧiba:qa:n ma:tara:/

terjadi perubahan bunyi /ŧiba:qa:n/ + /ma:tara/ menjadi [ŧiba:qa:mma:tara].

Proses perubahan bunyi ini terjadi pada langit-langit lunak beserta anak tekaknya

diturunkan. Bibir bawah menekan rapat pada bibir atas, karena hal itu maka jalannya udara

dari paru-paru melalui rongga mulut terhambat dan keluar melalui rongga hidung dan pita

suara ikut bergetar. Bunyi nasal ini dalam Ilmu Tajwid disebut dengan idgām ma’a al-gunnah .

Bunyi [min tafa:wutin] yaitu terdiri atas kata /min/ dan /tafa:wutin/. Kata /min/

mengalami perubahan bunyi, konsonan nasal /n/ adalah bunyi nasal, dental, bersuara

berdampingan dengan bunyi konsonan /t/ sebuah bunyi stop, dental, tidak bersuara. Kedua

bunyi ini mengalami asimilasi yang menimbulkan nasalisasi sehingga bunyi konsonan /t/

terdengar implisit dan bunyi /n/ tersebut tidak secara eksplisit diucapkan.

Maka pada kata /min tafawutin/ terjadi perubahan bunyi /min/ + /tafawutin/ menjadi [min

tafa:wutin].

Proses perubahan bunyi ini terjadi dengan menaikkan ujung lidah ke lengkung kaki

gigi depan atas, udara dihambat pada titik artikulasi tersebut, lalu ujung lidah dilepaskan dari

(34)

pita-pita suara ketika itu terbuka lebar dan tidak bergetar. Bunyi nasal ini dalam Ilmu Tajwid

disebut dengan ikhfā’

Bunyi [tafawutin fardiςi] terdiri dari kata /tafa:wu:tin/ dan /fardiςi/. Kata

/tafa:wu:tin/ mengalami perubahan bunyi. vokal nasal [in] bunyi /n/ merupakan bunyi nasal,

dental, bersuara berdampingan dengan bunyi konsonan /f/ sebuah bunyi frikatif, labiodental,

tidak bersuara. Kedua bunyi ini mengalami asimilasi yang menimbulkan nasalisasi yang

terdengar implisit dan bunyi /n/ tersebut yang tidak secara eksplisit diucapkan. Maka pada

kata /tafawutin fardiςi/ terjadi perubahan bunyi /tafawutin/ + /fardiςi/ menjadi [tafawutin

fardiςi].

Proses perubahan bunyi ini terjadi pada langit-langit lunak beserta anak tekaknya

dinaikkan. Bersama dengan itu pangkal lidah dan keluar lewat mulut. Bibir bawah ditekankan

pada gigi depan atas, dengan demikian terjadi penyempitan jalan arus udara, karena hal itu

maka udara keluar secara bergeser melalui sela-sela bibir dengan gigi dan melalui

lubang-lubang diantara gigi. Bunyi nasal ini dalam Ilmu Tajwid disebut dengan ikhfā’

Bunyi [min fuŧu:rin ] yaitu terdiri atas kata /min / dan /fuŧu:rin/. Kata /min/

mengalami perubahan bunyi. konsonan /n/ merupakan bunyi nasal, dental, bersuara

berdampingan dengan bunyi konsonan /f/ sebuah bunyi frikatif, labiodental, tidak bersuara.

Kedua bunyi ini mengalami asimilasi yang menimbulkan nasalisasi sehingga terdengar

implisit dan bunyi /n/ tersebut tidak secara eksplisit diucapkan. Maka pada kata / min fuŧu:rin

/ terjadi perubahan bunyi / min /+ / fuŧu:rin / menjadi [minfuŧu:rin].

Proses perubahan bunyi ini dihasilkan dengan cara bibir bawah bersentuhan dengan

gigi depan atas, kemudian udara mengalir dari paru-paru dan terdesak pada alat ucap yang

bersentuhan tersebut sehingga udara keluar melalui celah-celah alat ucap yang yang

mengakibatkan terjadinya pergeseran udara ketika keluar dari mulut dan pada saat yang sama

pita suara terbuka lebar. Bunyi nasal ini dalam Ilmu Tajwid disebut dengan ikhfā’























(35)

Ayat di atas terdapat dua bunyi asimilasi nasal yaitu pada [yanqalib] dan [xa:si?an wa

ħuwa ħasi:ru:n]. Pada /yanqalib/ mengalami perubahan bunyi. konsonan nasal /n/ adalah bunyi nasal, dental, bersuara berdampingan dengan bunyi konsonan /q/ sebuah bunyi stop,

uvular, tidak bersuara. Kedua bunyi ini mengalami asimilasi yang menimbulkan nasalisasi

dan berubah menjadi konsonan /ŋ/, sebuah bunyi nasal, velar, bersuara. Maka pada kata

/yanqalib/ terjadi perubahan bunyi /yanqalib/ menjadi [yaŋqalib]

Proses perubahan bunyi ini terjadi pada langit-langit lunak beserta anak tekaknya

diturunkan. Bersama dengan itu pangkal lidah dinaikkan ditekankan rapat pada langit-langit

lunak, karena hal itu maka jalannya udara melalui rongga mulut terhambat dan keluar melalui

rongga hidung, dan pita suara ikut bergetar. Bunyi nasal ini dalam Ilmu Tajwid disebut

dengan ikhfā’

Bunyi /xa:si?an wa ħuwa ħasi:ru:n/ yaitu terdiri dari kata /xa:si?an/ dan /wa ħuwa ħasi:ru:n/. Kata /xa:si?an/ mengalami perubahan bunyi. Vokal nasal [an] bunyi /n/ merupakan bunyi nasal, dental, bersuara berdampingan dengan bunyi konsonan /w/ sebuah

bunyi semi vokal, bilabial, bersuara. Kedua bunyi ini mengalami asimilasi dan terjadi

penghilangan /n/ sehingga terjadi nasalisasi luncuran yang berubah menjadi konsonan /w/

disertai geminate. Maka pada kata /xa:si?an wa ħuwa ħasi:ru:n/ terjadi perubahan bunyi

/xa:si?an/ + /wa ħuwa ħasi:ru:n/ menjadi [xa:si?a:w wa ħuwa ħasi:ru:n].

Proses perubahan bunyi ini terjadi dengan membulatkan bibir dan bagian belakang

lidah naik ke langit-langit, kemudian langit-langit lunak terangkat. Ketika itu udara keluar

dari mulut, serta bibir terbentuk agak melebar dan pada saat itu pita suara pun bergetar. Bunyi

nasal ini dalam Ilmu Tajwid disebut dengan idgām ma’a al-gunnah



























/Wa laqad zayyannā as-samā’a ad-dunyā bimasā bīha wa ja’alnāhā rujūmān l -lisyayātīni wa a’tadnā lahum ‘azāba as-sa’īri/

(36)

bunyi. Vokal nasal [an] bunyi /n/ merupakan bunyi nasal, dental, bersuara berdampingan

dengan bunyi /l/ sebuah bunyi lateral, alveolar, bersuara. Kedua bunyi ini mengalami

asimilasi dan terjadi penghilangan bunyi /n/ sehingga terjadi bunyi lateral disertai geminate.

Maka pada kata /rudu:ma:n li∫aya:ŧi:ni/ terjadi perubahan bunyi /rudu:ma:n/ + /li∫aya:ŧi:ni/

menjadi [rudu:ma:li∫aya:ŧi:ni].

Proses perubahan bunyi ini terjadi pada langit-langit lunak beserta anak tekaknya

dinaikkan sehingga ujung lidah menyentuh rapat pada gusi, sehingga udara melalui tengah

mulut terhalang, maka udara yang dihembuskan dari paru-paru keluar melalui kedua sisi

lidah yang tidak bersentuhan dengan langit-langit, dan pita suara ikut bergetar. Bunyi nasal

ini dalam Ilmu Tajwid disebut dengan idgām bilā gunnah

















/Wa lillazīna kafarū birabbihim ‘azābu jahannama wa bi sa al-masīru/

Ayat diatas tidak terdapat asimilasi bunyi nasal.



















/ Izā ulqū fīhā sami’ū lahā syahīqān wa hiya tafūru/

Ayat di atas terdapat satu bunyi asimilasi nasal yaitu pada [∫aħi:qa:n wa hiya tafu:ru:]

yang terdiri dari kata /∫aħi:qa:n/ dan /wa hiya tafu:ru:/. Kata /∫aħi:qa:n/ mengalami

perubahan bunyi. Vokal nasal [an] bunyi /n/ merupakan bunyi nasal, dental, bersuara

berdampingan dengan bunyi konsonan /w/ sebuah bunyi semi vokal, bilabial, bersuara.

Kedua bunyi ini mengalami asimilasi dan terjadi penghilangan /n/ sehingga terjadi nasalisasi

luncuran yang berubah menjadi konsonan /w/ disertai geminate. Maka pada kata [∫aħi:qa:n

wa hiya tafu:ru:] terjadi perubahan bunyi /∫aħi:qa:n/ + /wa hiya tafu:ru:/ menjadi [∫aħi:qa:wwa hiya tafu:ru:].

Proses perubahan bunyi ini terjadi dengan membulatkan bibir dan bagian belakang

lidah naik ke langit-langit, kemudian langit-langit lunak terangkat. Ketika itu udara keluar

dari mulut, serta bibir terbentuk agak melebar dan pada saat itu pita suara pun bergetar. Bunyi

(37)





























/Takādu tamayyazu mina al-gaizhi kullamā ulqiya fīhā fawjun sa alahum khazanatuhā alam ya tikum nazīrun/

Ayat di atas terdapat satu bunyi asimilasi nasal yaitu pada [fawdun sa?alahum] dari

kata /fawdun/ dan /sa?alahum/. Kata /fawdun/ mengalami perubahan bunyi. Vokal nasal [un]

bunyi /n/ merupakan bunyi nasal, dental, bersuara berdampingan dengan bunyi /s/ sebuah

bunyi frikatif, alveolar, tidak bersuara. Kedua bunyi ini mengalami asimilasi yang

menimbulkan nasalisasi sehingga terdengar implisit dan bunyi /n/ tersebut tidak secara

eksplisit diucapkan. Maka pada kata [fawdun sa?alahum] terjadi perubahan bunyi /fawdun/ +

/sa?alahum/ menjadi [fawdunsa?alahum].

Proses perubahan bunyi ini terjadi pada langit-langit lunak beserta anak tekaknya

dinaikkan sehingga udara tidak keluar melalui rongga hidung tetapi keluar melalui rongga

mulut, daun lidah dan ujung lidah ditekankan pada gusi, sehingga ruangan jalannya udara

antara daun lidah dengan gusi itu sempit sekali yang menyebabkan keluarnya udara dengan

bergeser kemudian gigi atas dan gigi bawah dirapatkan, mulut tidak terbuka lebar. Bunyi

nasal ini dalam Ilmu Tajwid disebut dengan ikhfā’ /





































/Qālū balā qad jā’a nā nazīrūn fakazzabnā wa qulnā mā nazzala allahu min syay’in in antum illā fī dalālinkabīrin/

Ayat di atas terdapat empat bunyi asimilasi nasal yaitu [naði:run fakaððabna],

[min∫ay?in], [?antum] dan [đala:lin kabi:rin].

Bunyi [naði:run fakaððabna] dari kata /naði:run/ dan /fakaððabna/. Kata

/naði:run/ mengalami perubahan bunyi. Vokal nasal [un] merupakan bunyi /n/ nasal, dental,

bersuara berdampingan dengan bunyi konsonan /f/ sebuah bunyi frikatif, labiodental, tidak

(38)

terdengar implisit dan bunyi /n/ tersebut tidak secara eksplisit diucapkan. Maka pada kata

/naði:run fakaððabna/ terjadi perubahan bunyi /naði:run/ + /fakaððabna/ menjadi [naði:run

fakaððabna]

Proses bunyi ini dihasilkan dengan cara bibir bawah bersentuhan dengan gigi depan

atas kemudian udara mengalir dari paru-paru dan terdesak pada alat ucap yang bersentuhan

tersebut sehingga udara keluar melalui celah-celah alat ucap yang mengakibatkan terjadinya

pergeseran udara ketika keluar dari mulut dan pada saat yang sama pita suara terbuka lebar.

Bunyi nas l ini dalam Ilmu Tajwid disebut dengan ikhfā’ /

Kata /min∫ay?in/ mengalami perubahan bunyi. Konsonan /n/ merupakan bunyi nasal,

dental, bersuara berdampingan dengan bunyi /∫/ sebuah bunyi frikatif, alveo palatal, tak

bersuara. Kedua bunyi ini mengalami asimilasi yang menimbulkan nasalisasi sehingga

terdengar implisit dan bunyi /n/ tersebut tidak secara eksplisit diucapkan.

Maka pada kata /min∫ay?in/ terjadi perubahan bunyi menjadi [min∫ay?in].

Proses perubahan bunyi ini terjadi pada tengah lidah bekerja sama dengan

langit-langit keras menghambat arus udara yang datang dari paru-paru dengan hambatan yang tidak

kuat, mengakibatkan udara keluar dari paru-paru terdesak di celah-celah alat ucap dan keluar

mengalami geseran pada saat itu pita suara terbuka lebar. Bunyi nasal ini dalam

Ilmu Tajwid disebut dengan ikhfā’ /

Kata /?a?antum/ mengalami perubahan bunyi. konsonan nasal /n/ merupakan bunyi

nasal, dental, bersuara berdampingan dengan bunyi /t/ sebuah bunyi stop, dental, tidak

bersuara. Kedua bunyi ini mengalami asimilasi yang menimbulkan nasalisasi sehingga

terdengar implisit dan bunyi /n/ tersebut tidak secara eksplisit diucapkan Maka pada kata

/?a?antu / terjadi perubahan bunyi /?a?antum/ menjadi [?a?antum].

Proses perubahan bunyi ini terjadi pada langit-langit lunak beserta anak tekaknya

dinaikkan. Bersama dengan itu pangkal lidah dan keluar lewat mulut. Bibir bawah ditekankan

pada gigi depan atas, dengan demikian penyempitan jalan arus udara terjadi, karena jalannya

arus udara di sempit maka udara keluar secara bergeser melalui sela-sela bibir dengan gigi

dan melalui lubang-lubang diantara gigi. Bunyi nasal ini dalam Ilmu Tajwid disebut dengan

ikhfā’ /

Bunyi [đala:lin kabi:rin] terdiri dari kata /đala:lin/ dan /kabi:rin/. Kata /đala:lin/

mengalami perubahan bunyi. Vokal nasal [in] bunyi /n/ merupakan bunyi nasal, dental,

bersuara berdampingan dengan bunyi konsonan /k/ sebuah bunyi stop, velar, tidak bersuara.

(39)

konsonan [ŋ], sebuah bunyi nasal, velar, bersuara. Maka pada kata /đala:lin kabi:rin/ terjadi

perubahan bunyi /đala:lin/ + /kabi:rin/ menjadi [đala:liŋkabi:rin]

Proses perubahan bunyi ini terjadi pada langit-langit lunak beserta anak tekaknya

diturunkan. Bersama dengan itu pangkal lidah dinaikkan ditekankan rapat pada langit-langit

lunak, karena langit-langit lunak beserta anak tekaknya diturunkan maka jalannya udara

melalui rongga mulut terhambat dan keluar melalui rongga hidung, dan pita suara ikut

bergetar. Bunyi nasal ini dalam Ilmu Tajwid disebut dengan ikhfā’ /

























/Wa qālū law kunnā nasma’u aw na’qilu mā kunnā fī ashābi as-sa’īri/

Ayat diatas tidak ditemukan asimilasi bunyi nasal.













/Fa’tarafū bizanbihim fasuhqān l-li ashābi as-sa’īri/

Bunyi /biðanbihim/ mengalami perubahan bunyi konsonan. bunyi /n/, adalah bunyi

nasal, dental, bersuara berdampingan dengan bunyi /b/, sebuah bunyi stop, bilabial, bersuara.

Kedua bunyi ini mengalami asimilasi yang menimbulkan nasalisasi bilabial disertai gemínate

yang menimbulkan bunyi konsonan /m/ yaitu bunyi nasal, bilabial, bersuara. Maka pada kata

/biđanbihim/ terjadi perubahan bunyi /biđan/ + /bihim/ menjadi [biđambihim].

Proses perubahan bunyi ini terjadi pada langit-langit lunak beserta anak tekaknya

diturunkan. Bibir bawah menekan rapat pada bibir atas, karena langit-langit lunak beserta

anak tekaknya diturunkan dan bibir bawah menekan rapat pada bibir atas maka jalannya

udara dari paru-paru melalui rongga mulut terhambat dan keluar melalui rongga hidung dan

pita suara ikut bergetar. Bunyi nasal ini dalam Ilmu Tajwid disebut dengan iqlāb /

لإقلاب

.

Bunyi /fasuħqa:n l-liςasha:bi/ terdiri dari kata /fasuħqa:n/ dan /l-liςasħa:bi/. Kata

/fasuħqa:n/ mengalami perubahan bunyi. Vokal nasal [an] bunyi /n/ merupakan bunyi nasal,

dental, bersuara berdampingan dengan bunyi /l/ sebuah bunyi lateral, alveolar, bersuara.

Kedua bunyi ini mengalami asimilasi dan terjadi penghilangan bunyi /n/ sehingga terjadi

bunyi lateral disertai geminate. Maka pada kata /fasuħqa:n li?asħa:bi/ terjadi perubahan

(40)

Bunyi ini dihasilkan dengan cara menaikkan ujung lidah menyentuh lengkung kaki

gigi, udara yang keluar dari paru-paru mengalir melalui kedua belah sisi lidah, sehingga pita

suara pada saat itu menyempit dan bergetar. Bunyi nasal ini dalam Ilmu Tajwid disebut

dengan idgām bilā gunnah

/

إدغام

بلا

غنة

.





















/Inna l-lazīna yakhsyawna rabbahum bi al-gaybi lahum magfiratun wa ajrun kabīrun/

Ayat di atas terdapat dua bunyi asimilasi nasal yaitu [maγfiratun wa] dan [adrun

kabi:run]. Bunyi [maγfiratun wa] terdiri dari kata /maγfiratun/ dan /wa/. Kata /maγfiratun/ mengalami perubahan bunyi. Vokal nasal [un] bunyi /n/ merupakan bunyi nasal, dental,

bersuara berdampingan dengan bunyi konsonan /w/ sebuah bunyi semi vokal, bilabial,

bersuara. Kedua bunyi ini mengalami asimilasi dan terjadi penghilangan /n/ sehingga terjadi

nasalisasi luncuran yang berubah menjadi konsonan /w/ disertai geminate. Maka pada kata

/maγfiratun wa/ terjadi perubahan bunyi /maγfiratun/ + /wa/ menjadi [maγfiratuwwa].

Proses perubahan bunyi ini terjadi dengan membulatkan bibir dan bagian belakang

lidah naik ke langit-langit, kemudian langit-langit lunak terangkat. Ketika itu udara keluar

dari mulut, serta bibir terbentuk agak melebar dan pada saat itu pita suara pun bergetar. Bunyi

nasal ini dalam Ilmu Tajwid disebut dengan idgām ma’al gunnah

.

Bunyi [adrun kabi:run] terdiri dari kata /adrun/ dan /kabi:run/. Kata /adrun/

mengalami perubahan bunyi. Vokal nasal [un] bunyi /n/ merupakan bunyi nasal, dental,

bersuara berdampingan dengan bunyi konsonan /k/ sebuah bunyi stop, velar, tidak bersuara.

Kedua bunyi ini mengalami asimilasi yang menimbulkan nasalisasi dan berubah menjadi

konsonan [ŋ], sebuah bunyi nasal, velar, bersuara. Maka pada kata /adrun kabi:run/ terjadi

perubahan bunyi /adrun/ + /kabi:run/ menjadi [adruŋkabi:run]

Proses perubahan bunyi ini terjadi pada langit-langit lunak beserta anak tekaknya

diturunkan. Bersama dengan itu pangkal lidah dinaikkan ditekankan rapat pada langit-langit

lunak, karena langit-langit lunak beserta anak tekaknya diturunkan maka jalannya udara

melalui rongga mulut terhambat dan keluar melalui rongga hidung, dan pita suara ikut

(41)





















/Wa asirrū qawlakum awijharūbihī innahū ‘alīmun bizāti as-sudūri/

Bunyi [ςali:mun biða:ti] terdiri dari kata /ςali:mun/ dan /biða:ti/. Kata /ςali:mun/ mengalami perubahan bunyi. Vokal nasal [un] bunyi /n/ adalah bunyi nasal, dental, bersuara

berdampingan dengan bunyi /b/, sebuah bunyi stop, bilabial, bersuara. Kedua bunyi ini

mengalami asimilasi yang menimbulkan nasalisasi bilabial disertai gemínate yang

menimbulkan bunyi konsonan /m/ yaitu nasal, bilabial, bersuara. Maka pada kata /ςali:mun biða:ti/ terjadi perubahan bunyi /ςali:mun/ + /biða:ti/ menjadi [ςalimummbizati].

Proses perubahan bunyi ini terjadi pada langit-langit lunak beserta anak tekaknya

diturunkan. Bibir bawah menekan rapat pada bibir atas, karena langit-langit lunak beserta

anak tekaknya diturunkan dan bibir bawah menekan rapat pada bibir atas maka jalannya

udara dari paru-paru melalui rongga mulut terhambat dan keluar melalui rongga hidung dan

pita suara ikut bergetar Bunyi nasal ini dalam Ilmu Tajwid disebut dengan iqlāb /

الإقلاب

.

















/Alā ya’lamu man khalaqa wa huwa l-latīfu al-khabīru/

Ayat diatas tidak ditemukan asimilasi bunyi nasal.





























/Huwa l-lazī ja’ala lakumu al-arda zalūlān fāmsyū fī manā kibihā wa kulū min r -rizqihī wa ilayhi an-nusyūru/

Ayat di atas terdapat dua bunyi asimilasi nasal yaitu [đalu:la:n fam∫u:] dan [min

rizqihi:]. Bunyi [đalu:la:n fam∫u:] terdiri dari kata /đalu:la:n/ dan /fam∫u:/. Kata /đalu:la:n/

(42)

dental, bersuara berdampingan dengan bunyi konsonan /f/ sebuah bunyi frikatif, labiodental,

tidak bersuara. Kedua bunyi ini mengalami asimilasi dan menimbulkan nasalisasi terdengar

implisit dan bunyi /n/ tersebut tidak secara eksplisit diucapkan. Maka pada kata /đalu:la:n fam∫u:/ terjadi perubahan bunyi /đalu:la:n/ + /fam∫u:/ menjadi [đalu:la:n fam∫u:].

Proses bunyi ini dihasilkan dengan cara bibir bawah bersentuhan dengan gigi depan

atas kemudian udara mengalir dari paru-paru dan terdesak pada alat ucap yang bersentuhan

tersebut sehingga udara keluar melalui celah-celah alat ucap yang mengakibatkan terjadinya

pergeseran udara ketika keluar dari mulut dan pada saat yang sama pita suara terbuka lebar.

Bunyi nas l ini dalam Ilmu Tajwid disebut dengan ikhfā’ /

Bunyi [min riđqihi:] yakni terdiri atas kata /min/ dan /riđqihi:/. Kata /min/ mengalami perubahan bunyi. Konsonan /n/ merupakan bunyi nasal, dental, bersuara berdampingan

dengan bunyi /r/, sebuah bunyi vibran, alveolar, bersuara. Kedua bunyi ini mengalami

asimilasi dan terjadi penghilangan bunyi /n/ sehingga terjadi bunyi vibran disertai geminate.

Maka pada kata /min riđqihi:/ terjadi perubahan bunyi /min/ + /riđqihi:/ menjadi [mir

riđqihi:].

Proses perubahan bunyi ini terjadi pada langit-langit lunak beserta anak tekaknya

dinaikkan sehingga udara tidak keluar melalui rongga hidung tetapi keluar melalaui rongga

mulut. Lidah membentuk lengkungan dengan ujung lidah mengarah pada langit-langit keras

di bagian belakang gusi. Ujung lidah depan menurun dan lidah bagian belakang agak naik.

Ujung lidah tidak menutup rapat pada langit-langit tetapi ada sela-sela sempit yang

menyebabkan jalannya udara bergeser dan pita suara ikut bergetar. Bunyi nasal ini dalam

Ilmu Tajwid disebut dengan idgām bilā gunnah /

إدغام بلاغنة

























/A’amintum man fi as-samā’i an yakhsifa bikumu al-arda fa’izā hiya tamūru/

Ayat di atas terdapat tiga bunyi asimilasi nasal yaitu [?amintum], [man fi] dan [?an

yaxsifa]. bunyi /?amintum/ mengalami perubahan bunyi. Konsonan /n/ adalah bunyi nasal,

dental, bersuara berdampingan dengan bunyi konsonan /t/ sebuah bunyi stop, dental, tidak

bersuara. Kedua bunyi ini mengalami asimilasi dan menimbulkan nasalisasi yang terdengar

implisit kemudian bunyi /n/ tersebut tidak secara eksplisit diucapkan. Bunyi nasal ini dalam

(43)

Maka pada kata /?amintum/ terjadi perubahan bunyi /?amintum/ menjadi [?amintum].

Proses perubahan bunyi ini terjadi pada langit-langit lunak beserta anak tekaknya

diturunkan dan ujung lidah ditekan rapat pada gusi sehingga jalannya udara melalui rongga

mulut terhambat kemudian langit-langit lunak beserta anak tekaknya dinaikkan. Bersama

dengan itu ujung lidah menekan rapat pada gusi, hingga udara yang dihembuskan dari

paru-paru tersebut terhambat sementara lalu ujung lidah secara tiba-tiba dilepaskan maka terjadilah

letupan udara keluar dari rongga mulut. Bunyi nasal ini dalam Ilmu Tajwid disebut dengan

ikhfā’/

Bunyi /man fi/ mengalami perubahan bunyi. . Bunyi vokal nasal [an] merupakan

bunyi /n/ adalah bunyi nasal, dental, bersuara berdampingan dengan bunyi konsonan /f/

sebuah bunyi frikatif, labiodental, tidak bersuara. Kedua bunyi ini mengalami asimilasi

sehingga menimbulkan nasalisasi yang terdengar implisit dan bunyi /n/ tersebut tidak secara

eksplisit diucapkan. Maka pada kata /man fi/ terjadi perubahan bunyi /man fi/ menjadi

[manfi].

Proses perubahan bunyi ini terjadi pada langit-langit lunak beserta anak tekaknya

dinaikkan. Bersama dengan itu pangkal lidah dan terpaksa keluar lewat mulut. Bibir bawah

ditekankan pada gigi depan atas, dengan demikian penyempitan jalan arus udar terjadi,

karena jalannya arus udara disempitkan maka udara keluar secara bergeser melalui sela-sela

bibir dengan gigi dan melalui lubang-lubang diantara gigi. Bunyi nasal ini dalam Ilmu Tajwid

disebut dengan ikhfā’/

Bunyi /?an yaxsifa/ terjadi perubahan bunyi. Konsonan /n/ merupakan bunyi nasal,

dental, bersuara berdampingan dengan bunyi konsonan /y/ sebuah bunyi semi vokal, palatal,

bersuara. Kedua bunyi ini mengalami asimilasi dan terjadi penghilangan /n/ sehingga terjadi

nasalisasi luncuran yang berubah menjadi konsonan /y/ disertai geminate. Maka pada kata

/?an yaxsifa/ terjadi perubahan bunyi /?an/ + /yaxsifa/ menjadi [?ayyaxsifa].

Referensi

Dokumen terkait