• Tidak ada hasil yang ditemukan

Dinamika Harga diri Pada Pemakai Body Piercing

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Dinamika Harga diri Pada Pemakai Body Piercing"

Copied!
140
0
0

Teks penuh

(1)

DINAMIKA HARGA DIRI PADA PEMAKAI BODY PIERCING

Proposal Skripsi Guna Memenuhi Persyaratan Ujian Skripsi Psikologi Sosial

Oleh:

ARUM MUTIA SYLVIANA 031301043

FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmaanirrahim, segala puji dan syukur penulis panjatkan

kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas ridho dan karunia-Nya yang

senantiasa menyertai penulis sehingga saya diberikan kekuatan dan

kemampuan untuk dapatmenyelesaikan skripsi ini. Skripsi yang penulis

selesaikan ini berjudul “Dinamika Harga Diri Pada Pemakai Body Piercing”

yang diajukan untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi syarat untuk

mencapai gelar sarjana Psikologi di Fakultas Psikologi Universitas Sumatera

Utara.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna,

karena keterbatasan kemampuan, baik pengetahuan maupun keterampilan

penulis tentang proses pencarian makna hidup pada pecandu alkohol wanita.

Oleh karena itu Penulis memohon saran dan kritikan yang bersifat

membangun demi kesempurnaan skripsi ini.

Medan, Desember 2008

Hormat Saya

(3)

ABSTRAK

Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara

Arum Mutia Sylviana

Dinamika Harga diri Pada Pemakai Body Piercing 1x + 139 + Lampiran

Bibliografi 27 (1996-2007)

Fenomena memodifikasi tubuh telah banyak popular di kalangan remaja bahkan dewasa muda di Indonesia. Anak-anak remaja yang akrab memodifikasi tubuhnya dengan melubangi bagian tibih tertentu biasa diistilahkan dengan body piercing. Menindik tubuh ini pada lazimnya di lakukan di daerah telinga, namun seiring dengan perkembangan zaman tindik tubuh mulai banyak di lakukan di beberapa bagian tubuh seperti lidah, hidung, bibir, dan area tubuh lainnya.

Karakteristik tubuh berpenngaruh terhadap harga diri seseorang dan tubuh merupakan sember pembentukan harga diri seseorang. Harga diri terbentuk dari multidimensi, yaitu dimensi akademik, dimensi fisik, dimensi sosial dan dimensi emosi. Dinamika harga diri terbenruk dari susunan keempat multidimensi ini. Dalam penelitian ini digunakan metode kualitatif, karena dengan metode ini dapat dipahami tingkah laku individu menurut pemahaman dan sudut pandang si pelaku. Untuk pengambilan data digunakan metode wawancara mendalam. Penelitian ini melibatkan sebanyak 2pemakai body piercing.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kedua responden penelitian sama-sama berada pada tahap penemuan makna hidup namun memiliki sumber makna hidup yang berbeda. Responden A memiliki dinamika harga diri dan merasa hidupnya berharga danbermakna. Sedangkan responden B memiliki dinamika harga diri yang merasa hidupnya kurang bermakna .

Implikasi dari penelitian ini berguna bagi para pemakai body piercing dapat keluar dari penghayatan tak bermakna dalam bentuk mengkonsumsi minuman beralkohol dan juga bagi lingkungan sosialnya termasuk keluarga dan teman untuk memberikan dukungan sosial kepada pemakai body piercing agar dapat mencapai kebahagiaan dan kehidupan bermakna, baik dengan cara memberikan perhatian, menjalin komunikasi yang baik dan hubungan yang saling memberikan kasih sayang.

(4)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... iii

BAB I PENDAHULUAN I.A. Latar Belakang Masalah ... 1

I.B. Identifikasi Masalah ... 9

I.C. Tujuan Masalah ... 9

I.D. Manfaat Penelitian I.D.1. Manfaat Teoritis ... 9

I.D.2. Manfaat Praktis ... 10

I.E. Sistematika Penulisan ... 10

I.F. Paradigma ... 12

I.G. Uraian Paradigma... 13

BAB II LANDASAN TEORI II.A. Harga Diri ... 15

II.A.1. Defenisi Harga Diri ... 15

II.A.2. Multidimensi Harga Diri ... 15

II.A.3. Struktur Multidimensi Harga Diri ... 16

II.A.4. Tahapan Harga Diri ... 18

(5)

II.A.6. Dinamika Harga Diri ... 20

II.B. Body Piercing ... 22

II.B.1. Definisi Body Piercing... 22

II.B.2. Jenis Alkohol Wanita ... 23

BAB III METODE PENELITIAN III.A. Pendekatan Kualitatif ... 26

III.B. Metode Pengumpulan Data ... 27

III.B.1. Wawancara ... 27

III.B.2. Observasi ... 28

III.C. Lokasi Penelitian ... 28

III.D. Responden Penelitian ... 28

III.D.1. Karakteristik Responden ... 28

III.D.2. Teknik Pengambilan Responden ... 29

III.E. Alat Bantu Pengumpulan Data ... 29

III.F. Prosedur Penelitian ... 30

III.G. Metode Analisis Data ... 31

BAB IV ANALISA DAN INTERPRETASI IV.A. Analisa Kasus Responden A ... 33

IV.A.1. Biodata Responden A... 33

IV.A.2. Gambaran Diri Responden A ... 33

IV.A.3. Tahapan Penemuan Makna Hidup pada Responden A ... 37

(6)

IV.A.3.b. Tahap Penerimaan Diri ... 39

IV.A.3.c. Tahap Penemuan Makna Hidup ... 42

IV.A.3.c.(1). Nilai Kreatif ... 42

IV.A.3.c.(2). Nilai Bersikap ... 43

IV.B. Interpretasi Data responden A ... 44

IV.C. Analisa Kasus Responden B ... 57

IV.C.1. Biodata Responden B ... 57

IV.C.2. Gambaran Diri Responden B ... 57

IV.C.3. Tahapan Penemuan Makna Hidup pada Responden B ... 60

IV.C.3.a. Tahap Derita ... 60

IV.C.3.b. Tahap Penerimaan Diri... 62

IV.C.3.c. Tahap Penemuan Makna Hidup ... 65

IV.C.3.c.(1). Nilai Kreatif ... 65

IV.C.3.c.(2). Nilai Bersikap ... 66

IV.C.3.c.(3). Nilai Penghayatan ... 67

IV.D. Interpretasi Data Responden B ... 68

IV.E. Analisa Data Antar Responden ... 80

IV.E.1. Analisis Banding Antar Responden Berdasarkan Proses Penemuan Makna Hidup ... 85

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN V.A. Kesimpulan ... 89

(7)

V.C. Saran ... 92

V.C.1. Saran Praktis ... 92

V.C.2. Saran Penelitian Lanjutan ... 93

(8)

ABSTRAK

Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara

Arum Mutia Sylviana

Dinamika Harga diri Pada Pemakai Body Piercing 1x + 139 + Lampiran

Bibliografi 27 (1996-2007)

Fenomena memodifikasi tubuh telah banyak popular di kalangan remaja bahkan dewasa muda di Indonesia. Anak-anak remaja yang akrab memodifikasi tubuhnya dengan melubangi bagian tibih tertentu biasa diistilahkan dengan body piercing. Menindik tubuh ini pada lazimnya di lakukan di daerah telinga, namun seiring dengan perkembangan zaman tindik tubuh mulai banyak di lakukan di beberapa bagian tubuh seperti lidah, hidung, bibir, dan area tubuh lainnya.

Karakteristik tubuh berpenngaruh terhadap harga diri seseorang dan tubuh merupakan sember pembentukan harga diri seseorang. Harga diri terbentuk dari multidimensi, yaitu dimensi akademik, dimensi fisik, dimensi sosial dan dimensi emosi. Dinamika harga diri terbenruk dari susunan keempat multidimensi ini. Dalam penelitian ini digunakan metode kualitatif, karena dengan metode ini dapat dipahami tingkah laku individu menurut pemahaman dan sudut pandang si pelaku. Untuk pengambilan data digunakan metode wawancara mendalam. Penelitian ini melibatkan sebanyak 2pemakai body piercing.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kedua responden penelitian sama-sama berada pada tahap penemuan makna hidup namun memiliki sumber makna hidup yang berbeda. Responden A memiliki dinamika harga diri dan merasa hidupnya berharga danbermakna. Sedangkan responden B memiliki dinamika harga diri yang merasa hidupnya kurang bermakna .

Implikasi dari penelitian ini berguna bagi para pemakai body piercing dapat keluar dari penghayatan tak bermakna dalam bentuk mengkonsumsi minuman beralkohol dan juga bagi lingkungan sosialnya termasuk keluarga dan teman untuk memberikan dukungan sosial kepada pemakai body piercing agar dapat mencapai kebahagiaan dan kehidupan bermakna, baik dengan cara memberikan perhatian, menjalin komunikasi yang baik dan hubungan yang saling memberikan kasih sayang.

(9)

BAB I PENDAHULUAN

I. A. Latar Belakang

Tubuh adalah bagian yang melekat pada individu sebagai titik pusat

diri. Sebagai media yang tepat untuk dipromosikan dan divisualkan, tubuh

merupakan proyek besar yang dapat terus dibongkar, ditata ulang,

dieksplorasi, didandani atau disakiti, semata untuk menciptakan gaya

tertentu. Media-media yang digunakan untuk memamerkan tubuh ini sangat

beragam, salah satunya dengan melubangi area khusus pada bagian fisik

tertentu yang diistilahkan dengan body piercing. Sebagai tanda bagi manusia

menghiasi tubuh dan penampilannya (Muliani dan Sasmito, 2003).

Kemunculan awal body piercing diperkirakan sudah ada pada zaman

prasejarah, dimana pada zaman itu tindik merupakan suatu tanda jabatan

dan kecantikan. Bukti prasejarah ini berlanjut dengan adanya penemuan

arkeologi di daerah gletser Itali yang menjumpai tubuh mumi “Otzy The Ice

Men” dengan menggunakan tindik di telinga berdiameter 7-11 milimeter.

Kemudian pada 5000 tahun yang lampau, Pharaoh atau raja oleh bangsa

Mesir juga melakukan piercing di daerah pusar (Washington Post,

November 2006).

Sejarah telah mencatat bahwa bangsa Mesir melakukan tindakan

(10)

Yunani dan Romawi dimana abad ke 14 tentara Romawi menindik bagian

puting mereka, sebagai simbol dari kejantanan (youngswomenhealth,

Januari 2006). Penemuan-penemuan ini menggambarkan bahwa body

piercing telah dipraktekkan pada kumpulan masyarakat leluhur dengan

beragam kebudayaan di dunia.

Beberapa suku primitif seperti Aztec dan Maya, juga menindik lidah

mereka secara permanen sebagai bagian dari blood ritual. Suku Indian

menindik kait besi di bagian dada sebagai ritual yang dinamakan okipa,

yang diperuntukkan bagi tentara atau panglima perang. Kemudian salah satu

suku di India setiap bulan Februari melakukan ritual kavandi yaitu menusuki

tubuh mereka dengan jarum sepanjang satu meter sebagai tanda

penghormatan kepada dewa, sedangkan perilaku menindik hidung bagi

masyarakat mulai populer di sekitar abad ke 16. (Mulden, 1997).

Penelitian yang dilakukan oleh Elnekave (2006) tentang hubungan

suku bangsa dan pemakaian body piercing, menunjukkan bahwa satu suku

di Afrika sejak zaman dahulu telah melakukan kegiatan tindik tubuh untuk

menarik perhatian dari lawan jenisnya. Selain itu piercing juga berfungsi

sebagai tanda dari status sosial seseorang. Hal ini tidak hanya djumpai pada

suku-suku yang terdapat di Afrika, tetapi suku di daerah di Asia juga tidak

asing dengan bentuk modifikasi tubuh ini. Secara umum, penggunaan body

piercing digunakan sebagai tanda kecantikan, kemakmuran, status,

(11)

Di Indonesia, pada awalnya body piercing dikenal di kepulauan

Mentawai, daerah Papua, dan Dayak (Suara Karya, Juli 2006). Suku Dayak

di Kalimantan mengenal tradisi penandaan tubuh melalui tindik di daun

telinga sejak abad ke-17. Tidak sembarangan orang bisa menindik diri

karena hanya pemimpin suku atau panglima perang yang mengenakan tindik

di kuping. Sedangkan perempuan-perempuan suku Dayak sengaja

memperbesar lubang tindik di lubang telinga mereka hingga terjuntai agar

dibilang cantik. Di daerah Irian Jaya, memakai body piercing adalah tanda

pertempuran melawan hewan buruan, dan juga sebagai tanda pemilik tempat

tertentu (Elnekave, 2006). Pria pada suku Dani di Papua memasang hiasan

tanduk hewan di hidung sebagai lambang keperkasaan. Model primitif inilah

yang akhirnya banyak ditiru komunitas piercing di dunia.

Kata piercing berkenaan dengan tindik yang dilakukan pada bagian

tubuh tertentu. Hewitt dan Armstrong (1999) mendefinisikan body piercing

sebagai penciptaan suatu lubang yang dapat dilewati ornamen atau

perhiasan yang akan dikenakan. Sedangkan menurut Suyasa dan Djoenaina

(2005), body piercing adalah kegiatan melubangi bagian-bagian tubuh dan

pemakaian aksesoris pada bagian-bagian tersebut.

Dalam melakukan piercing, telinga adalah bagian tubuh yang lazim

untuk ditindik. Walaupun kegiatan body piercing dengan melubangi telinga

sudah menjadi sangat popular semenjak lebih dari satu dekade yang silam,

(12)

hidung, alis mata, pusat, bahkan bagian genital dapat dijadikan sebagai

tempat tindik tubuh (Meltzer, 2005). Dapat disimpulkan bahwa body

piercing adalah bentuk dari seni modifikasi tubuh dengan cara menindik

bagian-bagian tubuh tertentu yang bertujuan untuk memakai perhiasan pada

lubang yang diciptakan.

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Deschenes dkk (2006)

diketahui bahwa dalam 10 tahun terakhir banyak artikel yang dipublikasikan

mengenai peningkatan popularitas pemakaian body piercing pada

masyarakat barat, khususnya diantara para remaja. Hasil penelitian tersebut

menemukan bahwa 27% dari anak SMU di Quebec mengenakan tindik

tubuh dengan alasan ekspresi diri sebagai individu yang unik dan spesial,

dan merupakan simbol dari estetika.

Penelitian di atas sejalan dengan penelitian Armstrong (2005), yang

membuktikan maraknya body piercing di Amerika dengan melihat studio

body art yang makin menjamur di beberapa tempat. Fenomena ini akhirnya

menyadarkan pemerintah beberapa negara bagian di Amerika untuk

membuat regulasi tentang kegiatan body piercing. Salah satu isi dari

regulasi tersebut calon body piercer yang akan di-piercing minimal berusia

18 tahun dan mendapat izin dari orang tua, dan juga tidak berada dalam

pengaruh alkohol dan obat-obatan.

Selain remaja, ternyata banyak dari orang dewasa yang menindik

(13)

peningkatan pemakaian body piercing sejalan dengan pertambahan umur.

Ferguson (1999) juga mengungkapkan hasil survei yang dilakukan Body Art

Magazine terhadap 134 responden yang telah memakai piercing,

menyatakan 79% body piercer berumur 29 tahun dan 58% nya sudah

menikah dengan waktu yang lama.

Armstrong (2005) menyatakan bahwa 33% dari individu dewasa

muda yang berusia antara 18-25 tahun di Amerika Serikat memakai body

piercing, dengan motif umum sebagai “uniqueness and be my self”. Seperti

yang dituturkan seorang ibu dari 4 anak, Jane Lansdowne (34) dalam

(Martell, 2007) tentang alasannya memakai beberapa tindik tubuh:

“This is how express myself. I’m not an artist. I don’t do paint or anything like that. So I express my creativity with my body”

Motif dari perilaku seseorang akan tergantung dari budaya dan

kepribadian seseorang serta situasi yang dihadapinya (Boosoon dkk dalam

Baron dan Byrne, 2004), dimana motif-motif pada diri individu akan terkait

dengan harga dirinya. Di Indonesia sendiri, gambaran mengenai body

piercing tergambar dalam salah satu artikel pada situs

indonesiansubculture.com sebagai berikut:

(14)

Prass dan Latief (2003) memaparkan ada berbagai alasan kaum

muda melakukan body piercing. Elda seorang remaja putri yang melakukan

tindik tubuh sejak lulus SMU, mengaku melakukan hal tersebut dengan

alasan mengikuti tren. Ketika Elda pertama kali melakukan piercing, belum

banyak anak muda yang melakukannya. Namun kini, telah banyak remaja

yang telah melakukannya.

“Dulu saya merasa lebih gaya, karena belum banyak melakukannya. Tapi kini, biasa saja. Habis banyak anak muda berpiercing ria. Jadinya tidak istimewa”

Seni piercing juga sudah menjadi bagian gaya hidup kaum dewasa

muda di kota-kota besar di Indonesia. Bagi kaum dewasa muda zaman

sekarang, selain dianggap bisa mendongkrak penampilan, tindik juga

menjadi sarana ekspresi diri. Sebuah simbol kebebebasan dari segala

komunitas yang ada. Setidaknya, demikian pengakuan salah seorang

pemuda metropolitan yang memiliki lebih dari satu tindikan di tubuhnya

(komunikasi personal, 1 April 2007):

“Memang sih ada yang ditindik buat gaya-gayaan, atau ditindik biar dibilang funky tapi gue ditindik karena begini gue..“.

Dari pemaparan di atas tergambar bahwa kegiatan body piercing

dikatakan sebagai suatu cara untuk mengekspresikan diri. Hal ini sesuai

dengan penelitian Armstrong dkk (2004), yang menyebutkan bahwa

kebanyakan piercing bertujuan untuk mengekspresikan diri dan identitas.

(15)

“Awalnya aku memakai piercing karena ikut-ikutan tren, soalnya band musik yang aku sukai...pakai piercing pada tubuhnya. Lama-lama setelah aku pakai piercing ini...baru aku ngerasa piercing ku ini bagian dari diriku sendiri. Temen-temen ku juga pada bilang kalau aku tanpa piercing itu bukan aku, gitu...selain aku pakai piercing ikut-ikutan tren, aku juga mengekspresikan diri dengan piercingdi kupingku ini... ”

Menyimak pernyataan-pernyataan para subjek di atas, terungkap

bahwa para pemakai body piercing melakukan modifikasi sebagai

manifestasi diri. Featherstone (1999) mendeskripsikan banyak dari

pemakaian piercing sebagai identitas diri yang terlihat. Menurut Sweetman

(1999) dan Soyland (1997) body piercing berhubungan dengan tanda sejarah

tubuh seseorang. Peningkatan tren body piercing yang menjadikan tubuh

sebagai proyek merupakan tanda dari peningkatan hubungan antara identitas

diri dengan tubuh (Giddens, 1991).

Pandangan modern yang diungkapkan oleh Caroll (2002) terhadap

modifikasi tubuh, mengidentifikasikan hal tersebut sebagai penanda diri dan

untuk mengontrol serta menguasai tubuh. Pernyataan dari Synnott dan

Routledge (1993) menggangap tubuh sebagai jiwa, mesin dan merupakan

diri itu sendiri. Deaux (1993) juga menyatakan bahwa karakteristik tubuh

berpengaruh kepada harga diri seseorang, hal ini sejalan dengan pendapat

Goldenberg (Baron dan Byrne, 2004) tubuh dapat menjadi sumber harga

diri, dan saat individu diingatkan pada sifat tubuh yang dapat berubah, hal

(16)

Harga diri telah menjadi topik yang menghiasi ruang lingkup

psikologi sosial sejak disiplin ilmu ini berdiri hingga sekarang. William

James (1890) menyatakan harga diri sebagai evaluasi diri sendiri. Hal ini

juga sejalan dengan pernyataan Hogg (2002) yang mengartikan harga diri

sebagai perasaan tentang evaluasi terhadap diri individu tersebut. Weiten

dan Llyod (2006) mendefinisikan harga diri sebagai keseluruhan

pengukuran harga diri seseorang sebagai individu.

Menurut Shavelson dkk (1976) harga diri merupakan sesuatu yang

dapat di evaluasi, dengan kata lain individu tidak hanya dapat

mendeskripsikan dirinya tetapi juga membuat evaluasi diri pada berbagai

situasi, dan pada situasi khusus harga diri dapat terlihat sebagai sesuatu yang

stabi. Terdapat empat dimensi yang berbentuk struktur yang dapat

menggambarkan harga diri seseorang, Shavelson, Stanton dan Hubner

menjabarkan struktur multidimensi dari harga diri tersebut yaitu fisik,

akademik, emosi dan sosial (Chu, 2002).

Pemakaian piercing pada tubuh merupakan salah satu bentuk

penampilan yang berhubungan dengan fisik, Weiten dan Llyod (2006)

mengungkapkan bahwa struktur multidimensi fisik berfokus pada

penampilan fisik seorang individu. Salah satu alasan seseorang juga

memakai piercing pada tubuhnya sebagai ekspresi dengan perasaan unik

dan spesial, yang menimbulkan bentuk emosi tertentu. Kemudian dari

(17)

bertujuan untuk mengikuti tren dari masyarakat yang berhubungan dengan

dimensi sosial. Ditinjau dari hubungan pernyataan yang terbentuk di atas

maka peneliti tertarik untuk melihat gambaran multidimensi struktur harga

diri yaitu dimensi akademik, emosi dan sosial, yang akhirnya serangkaian

ini dapat menjadi dinamika harga diri pada pemakai body piercing.

I. B. Perumusan Masalah

Menyimak latar belakang yang telah diuraikan maka perumusan

masalah dalam penelitian ini adalah:

a. Bagaimana latar belakang pemakaian body piercing?

a. Bagaimana gambaran dimensi akademik dari struktur harga diri

para pemakai body piercing?

b. Bagaimana gambaran dimensi fisik dari struktur harga diri para

pemakai body piercing?

c. Bagaimana gambaran dimensi emosi dari struktur harga diri para

pemakai body piercing?

d. Bagaimana gambaran dimensi sosial dari struktur harga diri para

pemakai body piercing?

e. Bagaimana dinamika harga diri pada pemakai body piercing?

I. C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan pada perumusan masalah, maka tujuan penelitian ini

(18)

I. D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat teoritis yang ingin dicapai adalah untuk memperkaya khazanah

ilmu psikologi khususnya di bidang Psikologi Sosial, mengenai

gambaran dinamika harga diri pada pemakai body piercing.

2. Manfaat praktisnya digunakan dalam kehidupan sehari-hari dengan

memberi pandangan yang tepat mengenai diri dan kehidupan pemakai

body piercing.

I. E Sistematika Penulisan

Penelitian ini disusun berdasarkan suatu sistematika yang teratur

sehingga memudahkan pembaca untuk memahaminya.

Bab I merupakan pendahuluan yang berisikan, latar belakang

masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian serta

sistematika penulisan.

Bab II berisikan landasan teori yaitu yang menjelaskan dan

mendukung penelitian.

Bab III mengutarakan tentang metodologi penelitian kualitatif,

termasuk metode pengambilan data, responden penelitian, alat bantu yang

digunakan dan prosedur penelitian dan metode analisis data.

Bab IV menganalisa data dan interpretasi yang akan memuat

(19)

BAB V menjelaskan kesimpulan dari penelitian ini serta diskusi

mengenai hasil penelitian yang ada diikuti dengan saran-saran yang

berkaitan dengan penelitian.

(20)

BAB II

LANDASAN TEORI

II. A. HARGA DIRI

II. A. 1. Definisi Harga Diri

Manusia merupakan mahluk hidup yang memiliki segala keunikan

dan tidak lepas dari proses pembahasan ruang psikologi. Diri manusia

secara umum sering dibicarakan dalam kehidupan, dan adanya pernyataan

yang diungkapkan oleh Tesser (2001): bahwa diri manusia merupakan topik

yang sering dibahas, khususnya dalam disiplin ilmu psikologi. Diri atau self

juga dijabarkan dengan berbagai istilah dan salah satu topiknya yang cukup

populer adalah harga diri. William James (1890) yang memberikan definisi

pertama tentang harga diri, menyatakan bahwa harga diri merupakan suatu

konstruk unidimensi yang berkaitan dengan perasaan yang dirasakan

seorang individu. Sementara Cooley (1902) mengatakan harga diri

bergantung kepada persepsi yang diberikan significant others terhadap diri

seseorang. Mead (1934) juga menekankan pentingnya pendapat orang lain

dalam memberikan penilaian diri yang didapatkan dengan adanya interaksi

sosial.

Berbagai ungkapan dan pernyataan telah dibahas mengenai harga

diri selama lebih dari puluhan tahun. Di masa sekarang harga diri juga

(21)

pertama harga diri termasuk kedalam komponen afektif dan kognitif, kedua

harga diri merupakan komponen yang mampu dievaluasi, dan ketiga harga

diri bukan hanya persoalan pribadi ataupun psikologis tetapi juga interaksi

sosial.

Definisi yang diberikan oleh Shavelson, Stanton dan Hubner (1976)

juga mengatakan harga diri merupakan suatu multidimensi yang membahas

bagaimana seorang individu memahami dan mengevaluasi dirinya dari

pengalaman yang diperolehnya dan lingkungan mereka menetap. Harga diri

dijabarkan dengan berbagai bentuk dari defenisi yang kompleks hingga

akhirnya berujung pada pernyataan Hogg (2002) yakni:

“Self esteem is feeling about and evaluation of oneself“.

Harga diri adalah perasaan dan evaluasi terhadap diri seseorang.

Pernyataan ini juga diiringi dari Weiten dan Llyod (2006) yang

mengemukakan bahwa harga diri adalah:

“ Self esteem refers to one’s overall assessment of one worth as a

person“

Dengan pengartian harga diri merupakan suatu perasaan keberhargaan

seseorang sebagai individu.

Telah banyak defenisi dari harga diri yang dituliskan, maka dari itu

peneliti menyimpulkan bahwa harga diri adalah suatu komponen afeksi

yang dapat dievaluasi dari pendapat yang diberikan orang lain dengan

adanya interaksi sosial, yang bertujuan untuk mendapatkan penilaian

(22)

II. A. 2. Multidimensi Harga Diri

Tokoh yang pertama sekali mengungkapkan model multidimensi

dari harga diri adalah Shavelson, Stanton dan Hubner pada tahun 1976.

Harga diri tersusun dari dimensi-dimensi spesifik yang merefleksikan diri

beserta peran dan pengalamannya. Berbagai dimensi ini berkumpul menjadi

suatu struktur yang menggambarkan harga diri secara umum.

Multidimensi dari harga diri secara garis besar, terbagi ke dalam dua

divisi akademik dan non-akademik yang terbagi dengan empat bagian yaitu:

dimensi akademik, fisik, emosi dan sosial. Secara spesifik dimensi

akademik menggambarkan bagaimana perjalanan edukasi yang berkaitan

dengan pengetahuan secara logika/matematika dan bahasa dan mata

pelajaran lain yang dijalani seorang individu. Sedangkan dimensi fisik

berkaitan dengan anggapan individu mengenai penampilan dan kemampuan

fisiknya. Kemudian dimensi emosi melibatkan perasaan yang dirasakan oleh

individu yang secara negatif akan berhubungan dengan kecemasan dan

depresi. Dimensi terakhir yaitu sosial menjabarkan tentang hubungan

individu dengan kedua orang tua dan keluarga, kemudian bagaimana

hubungan dengan teman sebaya dan lingkungan sekitarnya.

II. A. 3. Struktur Multidimensi Harga Diri

Pernyataan dari Shavelson dkk (1976) memberikan suatu gambaran

(23)

digambarkan oleh Shavelson, Stanton dan Hubner (1976) ke dalam suatu

struktur berbentuk piramid. Struktur multidimensi ini memiliki tujuh

penjelasan yang antara lain:

1. Harga diri suatu bentuk yang teroganisir dan terstruktur. Dalam

pengertian individu akan menggelompokkan

pengalaman-pengalaman yang dialami, kemudian akan menggaitkan antara satu

dan lainnya.

2. Harga diri merupakan suatu konstruk dengan multifase. Fase-fase

dari harga diri direpresentasikan dari sistem penggelompokkan

pengalaman yang diadaptasi individu atau sekelompok individu

3. Harga diri merupakan suatu hirarki. Hirarki ini terstruktur dari

dimensi yang paling spesifik hingga ke dimensi yang paling umum,

dan pada puncaknya menggambarkan harga diri secara keseluruhan.

Harga diri ini terbagi ke dalam dua divisi yaitu akademik dan

non-akademik. Kemudian non-akademik terbagi lagi ke dalam dimensi

fisik, emosi dan sosial. Keempat dimensi dari dua divisi harga diri

ini dapat terbagi ke dalam area-area yang lebih spesifik.

4. Karakteristik dari harga diri secara keseluruhan dapat dilihat sebagai

bentuk yang stabil. Jika terjadi suatu penonjolan pada salah satu

dimensi maka harga diri berubah menjadi sesuatu yang spesifik dan

(24)

5. Konstruk harga diri bersifat berkembang. Harga diri seorang

individu akan berubah sesuai dengan pertambahan umurnya.

6. Harga diri dapat dievaluasi. Maka dari itu struktur multidimensi ini

memiliki kedua aspek yang berupa deskriptif dan evalutif. Seorang

individu tidak hanya menggambarkan siapa dirinya tetapi juga

melakukan penilaian terhadap dirinya.

7. Dimensi-dimensi harga diri berbeda antar satu dan lainnya. Seperti

kemampuan belajar berkolerasi tinggi dengan dimensi akademik,

bukan berhubungan dengan sosial atau fisik.

Harga diri yang bermodel struktur ini saling berkaitan. Jika salah

satu dari multidimensi ini tidak dilibatkan, maka gambaran harga diri secara

keseluruhan akan sulit untuk diungkapkan. Struktur multidimensi harga diri

ini tergambar sebagai berikut:

Bagan. 1. Struktur Multidimensi Harga Diri

Harga Diri

Akademik Fisik Emosi Sosial

Relationship

(25)

II. B. Body Piercing

II. B. 1. Definisi Body Piercing

Hewitt dan Armstrong mendefinisikan body piercing sebagai

penciptaan suatu lubang yang dapat dilewati ornamen atau perhiasan yang

akan dikenakan. Pernyataan dari Suyasa dan Djoenaina (2005) body

piercing adalah kegiatan melubangi bagian-bagian tubuh dan pemakain

aksesories pada bagian-bagian tersebut. Meltzer (2005) mengungkapkan

dalam melakukan body piercing, telinga adalah bagian tubuh yang lazim

untuk ditindik. Tetapi bagian tubuh seperti lidah, bibir, hidung, alis mata,

pusat bahkan bagian genital merupakan area-area khusus untuk ditindik.

Kesimpulan dari defenisi body piercing adalah suatu bentuk dari seni

modifikasi tubuh dengan cara menindik area-area khusus pada

bagian-bagian tubuh tertentu yang bertujuan untuk memakai perhiasan pada lubang

yang telah diciptakan.

II. B. 3. Jenis Body Piercing

II. B. 2. Alasan Memakai Body Piercing

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Deschenes dkk (2006)

didapatkan bahwa banyak anak remaja menggunakan body piercing dengan

alasan sebagai tanda estetika, dan juga sebagai ekspresi diri untuk merasa

unik dan spesial, dan sebagai konfirmasi dari identitas personal mereka.

(26)

(2004), yang menemukan bahwa tujuan para mahasiswa di salah satu

universitas di Quebec menggunakan body piercing adalah untuk

menunjukkan kunikan dan menjadi diri sendiri. Seperti yang dituturkan oleh

Jane Lansdowne seorang ibu dari empat anaknya (dalam Martell, 2007).

“This is how express myself. I’m not an artist. I don’t do paint or anything like that. So I express my creativity with my body” (Martell, 2007)

Di Indonesia, alasan para kawula muda menggunakan piercing tidak

berbeda jauh dengan hasil penelitian diatas, yaitu menggunakan tindik tubuh

dengan alasan mengikuti tren, mengekpresikan diri bahkan telah menjadi

gaya hidup. Seperti pengungkapan dari Taufik Hidayat yang menindik

kupingnya saat mengikuti salah satu turnamen di Hong Kong (Hanoman,

2000). Ia mengaku melakukan tindik telinga tersebut dengan alasan karena

ajakan teman, bukan maksud untuk tampil lebih gaya atau gaul. Rio (26)

seorang pekerja kafe di Jakarta mengungkapkan selain dianggap bisa

mendongkrak penampilan, tindik juga menjadi sarana ekspresi diri.

Sedangkan pengakuan Elda, seorang remaja putri yang baru lulus SMU juga

mengaku memakai tindik karena mengikuti tren. Dapat disimpulkan dari

berbagai pernyataan di atas banyak anak muda memakai tindik tubuh

dengan alasan mengikuti tren, sebagai bentuk estetika tubuh juga sarana

ekspresi diri. Armstrong (2005) mengatakan beberapa pemakai body

(27)

Pemakaian body piercing merupakan suatu penciptaan citra diri yang

juga spesifik (Weiten dan Llyod, 2006). Peningkatan tren body piercing

yang menjadikan tubuh sebagai proyek merupakan penanda adanya

peningkatan koneksi antara identitas diri dengan tubuh (Giddens, 1991).

Deaux (1993) menyatakan bahwa karakteristik tubuh berpengaruh kepada

harga diri seseorang. Goldenberg (dalam Baron dan Byrne, 2004) juga

mengatakan tubuh merupakan sumber manifestasi harga diri seseorang.

Maka dapat diberi kesimpulan dilihat dari beberapa pernyataan

diatas bahwa alasan pemakaian piercing pada tubuh karena dapat

(28)

BAB III

METODE PENELITIAN

Pada bagian pendahuluan, telah dijelaskan bahwa tujuan utama dari

penelitian ini adalah untuk mengetahui dinamika harga diri para pemakai

body piercing. Pada bab ini akan dijelaskan mengenai pendekatan yang akan

dipakai, metode pengambilan data, subjek penelitian dan prosedur

penelitian.

III. A. Pendekatan Kualitatif

Penelitian ini menggunakan metode kualitatif, dengan alasan salah

satu tujuan penting penelitian kualitatif adalah diperolehnya pemahaman

yang menyeluruh dan utuh tentang fenomena yang diteliti, sebagian besar

aspek psikologis manusia juga sangat sulit direduksi dalam bentuk elemen

dan angka sehingga akan lebih etis dan kontekstual bila diteliti dalam setting

alamiah (Poerwandari, 2001).

III. B. Metode Pengambilan Data

Sesuai dengan sifat penelitian kualitatif yang terbuka dan luwes,

metode pengumpulan data dalam penelitian ini disesuaikan dengan masalah,

(29)

akan menggunakan metode observasi sebagai metode pendukung saat

melakukan wawancara .

III. B. 1 Wawancara

Menurut Banister (dalam Poerwandari, 2001) wawancara adalah

percakapan dan tanya jawab yang diarahkan untuk mencapai tujuan tertentu.

Wawancara dilakukan peneliti bermaksud untuk memperoleh pengetahuan

tentang makna-makna subjektif yang dipahami individu berkenaan dengan

topik yang diteliti, dan bermaksud melakukan eksplorasi terhadap isu

tersebut, suatu hal yang tidak dapat dilakukan pendekatan lain.

III. B. 2 Observasi

Tujuan observasi adalah mendeskripsikan setting yang dipelajari,

aktivitas-aktivitas yang berlangsung, orang-orang yang terlibat dalam

aktivitas, dan makna kejadian dilihat dari perspektif mereka yang terlibat

dalam kejadian yang diamati tersebut (Poerwandari, 2001).

III. C. Alat Bantu Pengumpul Data Penelitian

Menurut Poerwandari (2001) untuk memudahkan pengumpulan data,

peneliti membutuhkan alat bantu. Alat bantu yang akan digunakan dalam

penelitian ini adalah berupa pedoman wawancara, dan tape recorder.

III. C. 1. Pedoman Wawancara

Pedoman umum wawancara memuat isu-isu yang berkaitan dengan

(30)

multidimensi harga diri yang dikemukakan oleh Shavelson dkk (1976)

kepada para pemakai body piercing yang terjadi pada individu dewasa dari

tingkatan awal keatas di kota Medan, tanpa menentukan urutan pertanyaan.

Pertanyaan akan disesuaikan dengan situasi dan kondisi saat wawancara

berlangsung tanpa melupakan semua aspek yang relevan telah dibahas atau

ditanyakan (Poerwandari, 2001).

III. C. 2. Lembar Observasi

Lembar pengamatan dibuat untuk mendata lokasi dimana wawancara

dilakukan. Hal tersebut dimaksudkan untuk menangkap hal-hal selama

wawancara yang dapat terlihat dari diri subjek yang selama proses

wawancara. Lembaran observasi berfungsi mencatat tingkah laku subjek

selama wawancara dilakukan, mencatat poin-poin penting, menarik atau

kurang jelas dan disertai komentar. Data-data yang terpapar dalam lembaran

observasi meliputi gambaran fisik dan penampilan subjek, sikap subjek

selama wawancara dilakukan, gangguan dan hambatan selama wawancara,

disertai dengan catatan-catatan khusus selama wawancara.

III. D. Subjek Penelitian

Kriteria yang ditetapkan dalam menentukan subjek adalah :

1. Pemakai body piercing

(31)

3. Bertempat tinggal di kota Medan

III. E. Lokasi

Penelitian ini akan dilakukan di kota Medan, hal ini karena dari hasil

observasi awal yang dilakukan oleh peneliti di Medan sudah mulai terlihat

fenomena para pemakai body piercing.

III. F. Jumlah Subjek Penelitian

Dalam penelitian ini, peneliti akan menggunakan tiga orang subjek

penelitian.

III. G. Prosedur Penelitian

 Tahap Persiapan Penelitian

Tahap persiapan penelitian ini dilakukan guna mempersiapkan

hal-hal yang diperlukan selama penelitian.

a. Peneliti mengumpulkan teori mengenai harga diri dan

teori-teori mengenai body piercing, serta data-data mengenai perilaku

penggunaan piercing pada dewasa awal hingga dewasa akhir.

b. Peneliti menghubungi calon responden yang sesuai dengan kriteria

yang telah ditentukan. Dari responden yang bersedia, diminta untuk

membuat janji pertemuan sesuai dengan kesepakatan kedua belah

pihak (kesepakatan antara peneliti dengan responden).

(32)

1. Persiapan dan pelaksanaan wawancara

a. Menghubungi calon responden yang sesuai dengan kriteria

yang ditentukan.

b. Meminta kesediaan responden untuk diwawancarai disertai

pembanggunan rapport antara peneliti dan subjek.

c. Membuat janji pertemuan dengan responden atas

kesepakatan bersama untuk melaksanakan wawancara.

d. Menentukan lokasi wawancara dilakukan. Lokasi yang

dipilih adalah tempat dimana wawancara dapat berlangsung

dengan baik.

e. Memastikan kelengkapan setiap perlengkapan wawancara

seperti alat perekam, kaset dan pedoman wawancara.

f. Peneliti memastikan diri agar dapat melakukan wawancara

dengan baik. Peneliti berperan menjadi pewawancara tunggal

dalam wawancara ini.

g. Sebelum wawancara dilakukan, dimulai dengan percakapan

yang ringan terlebih dahulu agar tidak terlalu tegang dan

kaku saat wawancara.

2. Persiapan dan pelaksanaan observasi

a. Peneliti memastikan diri agar dapat melakukan observasi

(33)

b. Selama wawancara dilaksanakan, peneliti yang bertindak

sebagai observer juga melakukan observasi pada responden.

c. Observasi dapat dilakukan juga dengan mencatat lembara

observasi ketika wawancara dilakukan.

d. Peneliti yang bertindak sebagai observer dalam penelitian ini,

selain mengobservasi subjek selama wawancara berlangsung

juga mengobservasi keseharian responden, dengan cara

terlibat langsung dalam pergaulan responden.

e. Setiap hasil observasi yang dianggap sebagai data yang

penting untuk penelitian ini dicatat dan akan menjadi data

deskriptif untuk penelitian.

3. Tahap Pencatatan Data

a. Peneliti membuat verbatim dari hasil wawancara yang

dilakukan

b. Membuat koding sesuai dengan teori yang digunakan

c. Menganalisa dan menginterpretasi data yang diperoleh dari

masing-masing responden

III. H. Metode Analisis Data

Beberapa tahapan dalam menganalisis data kualitatif menurut

Poerwandari (2001), yaitu:

(34)

Data kualitatif sangat banyak dan beragam, sehingga perlu untuk

diorganisasikan secara rapi, sistematis dan selengkap mungkin. Highlen

dan Finley (dalam Poerwandari, 2001) mengatakan bahwa organisasi

data yang sistematis memungkinkan peneliti untuk memperoleh kualitas

data yang baik, mendokumentasikan analisis yang dilakukan, serta

menyimpan data dan analisis yang berkaitan dalam penyelesaian

penelitian. Hal-hal yang penting untuk disimpan dan diorganisasikan

adalah data mentah (catatan lapangan, kaset hasil rekaman), data yang

telah dibubuhi kode spesifik dan dokumentasi umum yang kronologis

mengenai pengumpulan data dan langkah analisis.

2. Coding

Langkah penting pertama sebelum analisis dilakukan adalah

membubuhkan kode-kode pada materi yang diperoleh. Langkah awal

coding dapat dilakukan dengan terlebih dahulu menyusun transkrip

verbatim (kata demi kata) atau catatan lapangan sedemikian rupa,

sehingga ada kolom yang lebih besar di sebelah kanan transkrip.

3. Pengujian Terhadap Dugaan

Dugaan adalah kesimpulan sementara. Dengan mempelajari data kita

mengembangkan dugaan-dugaan yang juga merupakan

kesimpulan-kesimpulan sementara. Dugaan yang dikembangkan tersebut juga harus

(35)

4. Strategi Analisis

Analisa terhadap data pengamatan sangat dipengaruhi oleh kejelasan

mengenai apa yang ingin diungkapkan peneliti melalui pengamatan yang

dilakukan. Patton (dalam Poerwandari, 2001) menjelaskan bahwa proses

analisis dapat melibatkan konsep-konsep yang muncul dari jawaban atau

kata-kata responden sendiri maupun konsep yang dikembangkan oleh

peneliti untuk menjelaskan fenomena yang dianalisis. Analisa yang

dilakukan adalah dengan cara menganalisa setiap responden terlebih

(36)

BAB IV

ANALISIS DATA DAN INTERPRETASI

Bab ini berisi uraian hasil analisis wawancara dalam bentuk narasi.

Hasil wawancara dianalisis dengan teori struktur multidimensi harga diri

yang oleh Shavelson, Stanton dan Hubner (1976). Peneliti menggambarkan

data penelitian yang diperoleh dalam 5 tema utama. Lima tema tersebut

mendukung peneliti untuk mengungkapkan dinamika harga diri pada

pemakai body piercing, diantaranya adalah:

- Latar Belakang Pemakaian Body Piercing

- Gambaran Dimensi Akademik

- Gambaran Dimensi Fisik

- Gambaran Dimensi Emosi

- Gambaran Dimensi Sosial

Data yang berkaitan dengan dinamika harga diri akan dijabarkan,

dianalisa dan diinterpretasi per responden.

IV. A. Responden I IV. A. 1. Analisa Data IV. A. 1. 1. a. Identitas Diri

Nama : Andi (Nama Samaran)

(37)

Suku : Batak Toba

Agama : Kristen

Pendidikan terakhir : SMU

Pekerjaan : Pengganguran

Urutan dalam keluarga : Anak 1 dari 3 Bersaudara

Jenis piercing yang dipakai : Bulat

Lama pemakaian : 8 tahun

Pekerjaan Orang Tua : Wirausaha

IV. A. 1. 1. b. Tempat dan Tanggal Wawancara

Wawancara berlangsung di sebuah café di salah satu plaza di Medan

yang dilakukan pada:

1. Pada hari Kamis, tanggal 17 Juli 2008, mulai pukul 16.00 WIB –

17.00 WIB

2. Pada hari Jum’at, tanggal 1 Agustus 2008, mulai pukul 16.30 WIB –

17.30 WIB

3. Pada hari Kamis, tanggal 28 Agustus 2008, mulai pukul 16.30 WIB

– 18.00 WIB

IV. A. 1. 2. Data Observasi

Wawancara pertama dimulai pada salah satu café yang berada di

lantai tiga salah satu plaza di Medan. Pintu masuk ruangan yang dihiasi oleh

(38)

diramaikan oleh sepasang pramusaji yang akan menawarkan tempat untuk

duduk. Dari pintu masuk terlihat empat set susunan kursi berbentuk sofa

menghiasi sudut kiri ruangan dan iringan lagu terdengar dari salah satu

speaker yang digantungkan di sudut dinding. Enam set kursi yang

terbungkus oleh kain berwarna cream dan coklat berserta meja makan

berbahan kayu tersusun rapi di tengah ruang café tersebut. Meja bar dengan

susunan beberapa buah gelas kaca yang tergantung di rail menghiasi sudut

kanan ruangan dan dipenuhi oleh beberapa pasang set kursi beserta meja

kayu, yang di khususkan untuk smoking area.

Suasana ruangan yang terlihat terang dipancarkan dengan lampu

gantung hias berwarna merah, kuning dan oranye pada setiap meja makan di

sudut kiri ruangan. Peneliti akhirnya memilih untuk duduk di sudut kiri

ruangan dengan kursi berbentuk sofa dengan posisi berhadapan dengan

responden I. Dua buah gelas berisi minuman kedelai dan teh terletak di atas

meja makan yang dipesan oleh peneliti dan Andi, beserta sebuah tape

recorder untuk perekaman suara selama wawancara berlangsung.

Wawancara pertama dilakukan pada sore hari, peneliti tiba lebih

awal dari kedatangan responden I sekitar tiga puluh menit. Setibanya Andi

menjelaskan keterlambatannya dikarenakan ia telat bangun dan mengalami

kemacetan dalam perjalanan. Andi tiba dengan wajah yang terlihat tirus dan

pucat dengan memakai baju kaos berwarna hitam tertutup jaket dan celana

(39)

180 cm dan berat badan 49 kg. Kulitnya berwarna kuning langsat dan

rambutnya berwarna hitam. Di telinga sebelah kirinya, Andi memakai dua

buah piercing berbahan besi yang berbentuk bulat dan dengan rambutnya

yang bergelombang dan tergerai panjang yang membuat penampilannya

seperti seorang penyanyi rock metal.

Kesan pertama Andi terlihat ramah dengan sikap yang menyapa

peneliti terlebih dahulu, lalu ia memperkenalkan diri dan memberikan

tangan kanannya untuk berjabat dengan peneliti. Lalu peneliti

memperkenalkan diri dan menjelaskan tujuan dari wawancara yang akan

berlangsung. Awalnya Andi terlihat sungkan untuk memulai wawancara

yang akan direkam dengan tape recorder, ini terlihat dengan sikapnya yang

memundurkan tubuh dari posisi duduk yang berhadapan dengan peneliti.

Kemudian peneliti menjelaskan secara rinci maksud dari penelitian ini dan

akhirnya Andi setuju untuk diwawancarai dan hasil percakapan ini direkam

dengan tape recorder.

Pertanyaan-pertanyaan pada wawancara awal yang diutarakan

peneliti didengarkan dengan baik oleh Andi, ia juga memberikan

jawaban-jawaban dengan antusias. Namun terkadang ada satu atau dua pertanyaan

yang diminta Andi untuk diulangi karena dia kurang memahami maksudnya.

Selama wawancara, percakapan dan proses perekaman berjalan lancar, hasil

(40)

Dalam menjawab pertanyaan yang diberikan peneliti sesekali Andi

membuat bahan lawakan untuk mencairkan suasana, sambil menikmati

minuman di atas meja atau menghisap sebatang atau dua batang rokok. Pada

mulanya Andi tertarik membicarakan latar belakang ia menggunakan

piercing. Ia juga menceritakan secara terbuka topik pembicaran lainseputar

pendidikan, keluarga dan kehidupan pergaulannya yang ia habiskan di luar

rumah.

Wawancara kedua dan ketiga yang juga berlangsung di tempat yang

sama dengan waktu pertemuan yang tidak berbeda dari wawancara pertama,

dan pertemua-pertemuan ini berjalan dengan lancar. Dalam pertemuan ke

dua dan ketiga ini Andi semakin komunikatif dan bertambah humoris.

Namun dari keseluruhan wawancara yang berlangsung, peneliti belum

pernah sekalipun mengunjungi tempat tinggal ataupun bertemu langsung

dengan keluarga Andi. Hal ini dikarenakan waktu Andi yang terbilang

singkat di rumahnya, karena ia hanya pulang ke rumah untuk tidur dan

setelah bangun di sore hari ia pergi bersama teman-temannya hingga larut

malam.

IV. A. 1. 3. Data Wawancara

(41)

Pada awalnya Andi tertarik dengan body piercing ketika ia melihat

penampilan anggota grup band musik yang sangat diidolakannnya yakni

Van Hallen.

“Awal mulanya ya tertarik, karena melihat idola pemain musik timbulah ketertarikannya…”(S1.W2/L.3-5)

“Van Hallen, awalnya…karena pada saat itu lagi dengerin musiknya”(S1.W2/L.7-8)

Awal ketertarikan ini bermula ketika Andi duduk di sekolah dasar.

Setiap pagi Andi berangkat ke sekolah dengan ibunya, yang sering

mendengarkan lagu-lagu Van Hallen di radio. Lalu ibu Andi juga

mengoleksi beberapa album kompilasi yang salah satunya berisi jump, lagu

pertama Van Hallen yang disukai oleh Andi.

“Kalo Andi pertama tahu musik, pertama kali. Mama, dulu suka musik…jadi Andi SD tiap mau berangkat sekolah dulu mama biasanya suka ngidupin radio. Ada banyak lagu kompilasinya yang ada Van Hallen” (S1.W2/L.116-120)

Van Hallen yang populer sekitar tahun 1970an ini memainkan

lagu-lagu yang bergenre rock oldies dengan permainan musik yang dikatakan

bagus oleh subjek. Pada zaman itu personil band ini senang mengeksplor

tubuh mereka, berupa perilaku menindik tubuh atau body piercing, lazim

dilakukan pada area kuping. Piercing zaman Van Hallen ini berbeda dengan

band rock zaman sekarang yang sudah lebih kreatif mendandani dirinya.

(42)

yang hampir di seluruh tubuh, beda jadinya. Eranya uda beda…” (S1.W2/L.32- 39)

Selain Van Hallen beberapa band rock lainnya juga

menginspirasikan dirinya untuk memakai piercing. Sederetan band seperti

Black Sabbath, Bon Jovi, Deep Purple, Gun’s n roses, Led Zeppelin,

Metalica, dan lainnya. Namun penampilan Van Hallen terkesan lebih jantan.

Maka, timbul dorongan dalam dirinya untuk meniru yang dikatakannya

sebagai gaya hidup Van Hallen.

“Enggak… bukan karena musiknya si sebenarnya. Musik ya memang cinta, suka..cuman bukan karena musik Andi pake piercing, tapi karena Andi liat dia pakek..akhirnya jadi tertarik. Ya Andi liat dia laki-laki, berambut panjang pake piercing, jantan aja kesannya. Ada sesuatu apalah gitu kesannya ya jantan aja... (S1.W2/L. 43-50)

Band rock oldies ini tidak hanya menjadi kiblat musik bagi diri

Andi. Kekaguman para sepupu Andi pada Van Hallen juga membuat

mereka memakai piercing. Akhirnya bulatlah tekad Andi untuk menindik

telinganya, yang ia wujudkan ketika memasuki masa akhir pendidikannya,

di kelas tiga SMA setelah menyelesaikan ujian evaluasi belajar tahap akhir

nasional (EBTANAS).

“Ya kayaknya ada proses, pertama kali sepupu Andi itu piercing, Andikan masih sekolah? Kan nggak mungkin pake piercing waktu masih sekolah, jadi Andi pake piercing setelah Ebtanas” (S1.W1/L.485-490)

(43)

Rasa cintanya terhadap musik dan kekagumannya terhadap personil

Van Hallen yang terkesan jantan serta salah satu dari sepupunya yang juga

memakai piercing, merupakan latar belakang Andi untuk memakai piercing

di telinganya.

IV. A. 1. 3. b. Gambaran Dimensi Akademik

Andi memulai pendidikan kanak-kanaknya di salah satu TK di

Jakarta. Masa taman kanak-kanak Andi digambarkannya dengan kegiatan

bermain dan belajar, dan ia mengakui memiliki banyak teman baik di

lingkungan sekolah dan tempat tinggalnya. Dalam menghabiskan masa

kanak-kanaknya, Andi mengingat tidak memiliki prestasi dalam bidang

apapun.

Pendidikan sekolah Andi berlanjut ke tingkat sekolah dasar di salah

satu SD Impress Pagi di Jakarta. Saat Andi berada di kelas 1 ia mengikuti

pelajaran dengan baik, dan seiring dengan kenaikan kelasnya responden I

mulai meminati pelajaran yang berhubungan dengan ilmu pengetahuan alam

tapi kurang menyukai pelajaran berhitung dan matematika Rank 5 besar

pertamanya di dapatkan Andi ketika ia duduk di kelas 2 dengan mendapat

ranking 4. Kejuaraannya ini timbul karena rasa persaingan dirinya dengan

temannya yang pintar namun sombong.

(44)

mencintai pelajaran IPA dulu, standardlah..dulu persaingan kita berdua itu disitu, tapi tetap tak bisa terkalahkan, mungkin dia lebih dikenal sama guru-guru. Dia ranking 1 Andi rangking 4 apa 5 gitu?...”

Walaupun Andi gagal menyaingi ketua kelasnya, yang akhirnya tetap

menjadi ranking 1, ia tidak merasa putus asa dan lebih mengambil sikap

positif.

Ketika memasuki SMP, Andi mulai tertarik pada bidang olahraga

seperti bola basket dan bola kaki. Hampir setiap pulang sekolah atau saat

istirahat sekolah dihabiskan Andi untuk bermain basket. Ia juga menjadi

anggota klub basket di sekolahnya, bahkan mengikuti turnamen dengan 5-10

kali pertandingan. Tetapi Andi belum sekalipun mendapatkan piala dari

pertandingan turnamen tersebut.

Bidang olahraga begitu dicintai oleh Andi, tetapi tidak dengan

pelajaran di sekolahnya. Saat SMP ini Andi mulai mengalami kemunduran

dalam pelajaran, ia pernah mendapatkan rapor merah pada pelajaran bahasa

dan matematika, bahkan ia sampai 2 kali berpindah karena terancam tidak

naik kelas karena masalah absen dan sering cabut dari sekolah.

“Ya Andi paling ini..maksudnya ya nggak terlalu ini, cuma Andi males gitu..katanyakan kemalasan menciptakan kebodohan, jadi Andi nggak bodoh, cuman matematika Andi males, nah itu…”(S1.W1/L.235-340)

“SMP sempat pindah-pindah..pertamanaya di sekolah A, terus pindah ke SMP Negeri B.”(S1.W1/L.167-170)

(45)

Walaupun Andi kerap berpindah sekolah, tapi ia tetap tamat dari

SMP dan memasuki salah satu SMA swasta di Jakarta. Di SMA, ia tetap

aktif bermain basket dan tetap bergabung dengan klub basket sekolah.

Hanya ada perubahan minat pelajaran saat Andi di SMA, jika saat SD dan

SMP Andi lebih menyukai pelajaran IPA, maka sebaliknya saat di SMA ia

lebih menyukai pelajaran-pelajaran sosial, khususnya sosiologi. Perubahan

minatnya ini diutarakan Andi karena ia sangat senang bergaul, dan semakin

ingin mengenal karakter banyak orang.

“Ikut, turnamen juga tapi fero aktif di Tim Basket SMA, tapi fero nggak aktif di tim skolah jadi kalo ada turnamen-turnamen apa, ya tim sekolah mainlah tapi fero nggak maen gitu ceritanya loh hehe…”(S1.W1/L.206-211)

“Ya..ya..ya..Ketertarikan awal pada IPA di SD dan waktu masuk SMP Andi semakin banyak tau pergaulan, dan di awal SMA ingin banyak kenal karakter orang..semua pelajaran jadi lupa. Jadi lebih mentingin pergaulan, jalan-jalan, hura-hura dan yang lain-lain. Ya pokoknya masuk transisi usialah, anak muda gitu hehehe...”(S1.W1.260-268)

Kemudian di bangku akhir SMAnya Andi beserta keluarga pindah

ke Medan. Ia masuk ke SMA swasta dan tetap tertarik bermain basket. Ia

juga menjadi vokalis di band sekolahnya, dan menang dalam perlombaan

band antar sekolah. Andi memilih vokalis karena ia tidak bisa memainkan

satu alat musikpun, walau ia sangat menyukai musik. Namun, perjalanan

musiknya ini tidak berlanjut lagi, karena setelah tamat sekolah ia tidak

menemukan teman band yang satu visi dan misi dengan dirinya, dan

(46)

“SMA kelas tiga terakhir ikut perlombaan band antar sekolah…kelas 1, kelas 2 dan kelas 3dan kebetulan band kita yang menang..itu aja si..”(S1.W1/L.416-420)

Dunia SMA Andi diselesaikan saat ia berada di Medan, yang

kemudian berlanjut ke perguruan tinggi. Pertama kali, Andi mendaftarkan

kuliah di salah satu universitas swasta di Jakarta, mengambil jurusan sastra

Jepang. Ternyata sastra Jepang tidak menarik perhatian Andi yang awalnya

ingin mengambil Hukum.

“Oh Fero pernah gini, pertama kuliah pernah di Jakarta, cuman kemaren karena fero maunya ngambil hukum, dan cuma karena pembukaan kuliah disana udah diluan, jadi udah tutup, akhirnya Fero ambil kuliah sastra jepang, itu di Borobudur, ya cuma ngertilah karena tidak sesuai…Terakhir karena udah jarang kuliah juga, Fero pulang ke Medan, terus daftar UISU hukum.”(S1.W1/L.273-283)

Akhirnya Andi pulang ke Medan tanpa menamatkan kuliah sastra

Jepangnya, dan kembali mendaftar kuliah di perguruan swasta di Medan

dengan jurusan Hukum. Andi memilih hukum terinspirasi dari sebuah film

rasissm yang pernah ia tonton ketika SMA yang membahas tentang

perdebatan kulit hitam dan kulit putih.

(47)

Sayangnya kesenangan Andi menonton film persidangan tidak juga

menjadikan ia seorang sarjana hukum. Akhirnya Andi tidak menamatkan

kuliah hukumnya karena tidak cocok dengan kebijakan kampus. Ia juga

merasa dibatasi dalam berkarya dan bekreasi, dan merasa monoton dengan

kegiatan belajar yang hanya datang, duduk dan mendengarkan staf pengajar.

“Salah satunya tidak boleh pakek piercing, dan tidak membiarkan manusianya bisa berkarya, berkreasi, salah satunya itu. Nggak ada kegiatan mahasiswa-mahasiswinya, jadi kadang kita cuma duduk, dengar dan kita pulang” (S1.W1/L.0349-0356)

Sekarang Andi tidak melanjutkan kuliahnya lagi, ia juga tidak

memiliki pekerjaan yang tetap ataupun sambilan. Tetapi Andi berniat untuk

membuka usaha kuliner, hanya modal usaha belum terkumpul. Tidak

banyak prestasi yang bisa diceritakan tentang Andi, hal ini sesuai dengan

pengakuannya: bahwa ia bukanlah seseorang yang selalu mengejar atau

mengumpulkan prestasi.

IV. A. 1. 3. c. Gambaran Dimensi Fisik

Sosok Andi memiliki tubuh kurus yang tinggi, rambutnya yang

panjang bergelombang tergerai hingga dadanya, jika dibandingkan dengan

gaya Van Hallen, penampilan Andi ini cukup meniru gaya mereka.

Ditambah dengan adanya dua buah piercing berbentuk bulat yang

tergantung di telinga kirinya. Sebelum memakai piercing, Andi merasa

tidak ada yang spesial dari dirinya dan ia terlihat rata-rata seperti

(48)

telinganya, ia mengaku hidupnya lebih beda dengan memiliki warna baru di

telinganya.

“Kalo Andi Pribadi, pakek piercing...Hidup lebih berwarna aja. Ya karena ada warna baru di kuping Andi” (S1.W2/L.0146-0148)

Pada awalnya Andi juga merasa senang karena ibunya mendukung dirinya

memakai piercing, dan ia juga tidak mendapat protes dari keluarganya. Rasa

percaya diri Andi pun sedikit bertambah karena menjadi orang yang berbeda

dari pada umumnya. Andi begitu ingin ada sesuatu yang berbeda dari

fisiknya karena ia memakai piercing dengan gaya hidupnya yang baru.

“Alasan waktu itu si, kenapa ya?...Menjadi orang yang berbeda, ya Andi cuman ingin aja si. Perbedaan? Ya mungkin karena Andi mencontoh, Andi kepengen punya lifestyle seperti itu, mungkin karena ada kebanggaan tersendiri menjadi orang yang berbeda. Mungkin setiap orang pasti gitukan?” (S1.W2/L.172-180/Hal…)

Andi juga merasa setiap individu yang ingin tampil berbeda

memiliki rasa kebanggan terhadap diri sendiri, khususnya dengan perubahan

yang terjadi pada bagian tubuh. Dari sekian teman-teman Andi belum ada

yang pada waktu itu diperbolehkan menindik tubuh mereka, dan secara

spesifik ia mengungkapkan rasa kebangaannya ini dikarenakan, Andi adalah

orang pertama di lingkungan pergaulannya yang diizinkan orang tua

memakai piercing.

Andi memilih bentuk piercing yang standar dan menjadikan telinga

sebagai tempat piercingnya karena merasa bukan suatu hal yang penting

(49)

merupakan manifestasi perilaku mencontoh wanita yang memakai anting di

kuping mereka.

“Karena Andi liat seperti itu kan, awalnya itu terbentuk pada kaum pria, mungkin ya itulah sesuatu yang dicontoh. Pria akhirnya mencontoh gimana kalo akhirnya kita pake piercing seperti wanita. Mungkin untuk pertama kali yang harus diambil harus sama kan? Jadi ya piercingnya di kuping” (S1.W2/L.239-245)

Bagi Andi pribadi selain perilaku mencontoh wanita, ia tetap

berprinsip bahwa piercing yang ia pakai adalah sikap mencontoh idolannya

Van Hallen. Belum ada keinginan dalam diri Andi untuk memodifikasi

tubuh dengan piercing yang parah, karena ia merasa segala perbuatan itu

pada akhirnya berujung kepada eksistensi diri.

“Gak, gak pengen. Bukan karena takut atau apa ya, ya…ga berkeinginan dan ngerasa ga penting. Karena Andi pikir semua yang seperti itu ya…itu si balik ke eksistensi diri. Ya orang-orang yang selalu ingin tampil berlebihan dengan penampilannya. Ya orang, yang ingin keberadaannnya itu diakui aja di masyarakat. Ya mungkin setiap orang yang pernah melakukan hal yang samakan? Andi sendiri juga pernah…Mungkin Andi dengan berbeda ini, ya mungkin pada awalnya Andi ingin merasa diakui oleh yang lain gitu sama aja sih. Cuman masalahnya disitu lifestyle…masalah eksistensi di masayarakat” (S1.W2/L.280-294)

Namun setelah hampir 9 tahun memakai piercing, ia tidak lagi merasa

dirinya berbeda dengan orang pada umumnya sekarang, dan akhirnya

merasa biasa saja dengan piercing di telinganya.

Terkadang Andi merasa fisiknya terlalu kurus, perasaan ini timbul

dari penilaian yang diberikan oleh teman-temannya. Walaupun begitu secara

pribadi Andi merasa fisiknya sendiri baik-baik saja. Andi telah melakukan

(50)

hasilnya tetap tidak tampak, akhirnya ia berharap mungkin berat badannya

akan bertambah jika ia sudah mendapatkan seseorang untuk merawatnya

suatu hari nanti.

“Fisik Andi kurangnya mungkin kurus kali ya?..atau terlampau kurus kali. Kalau Andi si menilai fisik Andi si fine-fine aja selama ini, cuma banyak teman-teman yang bilang terlalu kurus. Udah banyak juga usaha yang dilakukan cuma emang susah gemuk. Capek kayaknya…Ya mungkin nanti la ya kalo udah ada yang ngerawat istilahnya” (S1.W3/L.140-147)

Walau dilihat dari berat badannya Andi sangat kurus, tetapi ia

merasa memiliki kelebihan dengan fisiknya, dan mengatakan penampilan

fisiknya keren. Penilaian diri ini didapatkan Andi dari seseorang yang

pernah mengatakan dirinya keren. Ia juga berkomentar jika tidak ada

seorangpun yang memuji dirinya, maka Andi akan memberikan hanya untuk

dirinya sendiri.

“Gak ada soalnya pernah ada yang bilang dulu Andi keren…Jadi kalo gak ada yang memuji, siapa lagi kalo nggak diri sendiri ya kan?” (S1.W3/L.152-154)

Biar tubuhnya banyak dikatakan sangat kurus oleh teman-temannya,

Andi tidak merasa minder. Tetapi ada satu hal yang mungkin akan membuat

dia merasa kurang percaya diri. Jika ia akan mengunjungi rumah dan

bertemu dengan keluarga cewek yang baru dikenalnya. Andi beranggapan

jika orang tua dari cewek tersebut melihat dia begitu kurus, maka Andi akan

disangka sebagai pengguna narkoba.

(51)

“Mungkin ada si ya.. Kalo misalnya Andi punya teman atau cewek yang baru kenal begitu ke rumahnya, untuk bertemu orang tua pertama kali. Mungkin yang bikin Andi minder karena badan Andi kurus, Andi takut dianggap makek narkoba” (S1.W3/L.161-166)

Andi memiliki fikiran bahwa para orang tua dari teman wanitanya

akan mengatakan ia pengguna karena ia merasa badannya identik dengan

badan pemakai narkoba. Tetapi kenyataanya badan kurus Andi ini sudah

terbentuk dari semasa ia kecil.

“Dari kecil..dari kecil udah kurus” (S1.W3/L.173)

“Berat yang paling berat itu 49 kg dengan tinggi 180 cm (S1.W3/L.175)

“Karena soalnya mungkin orang berfikir badan Andi lebih identik dengan para pengguna, tapi sebenarnya Andi diguna-guna hahaha…” (S1.W3/L.168-171)

IV. A. 1. 3. d. Gambaran Dimensi Emosi

Saat pertama sekali Andi memakai piercing pada telinganya, ia

merasa sangat senang. Tetapi rasa senangnya ini bukan untuk memamerkan

piercingnya kepada orang banyak.

“Ya seneng aja udah bisa pakek piercing tapi kalo pamer gitu enggak” (S1.W1/L.107-109).

Rasa senang yang dirasakan Andi ini diawali dengan merasa berbeda

dari orang pada umumnya. Lebih lanjut alasan ia ingin tampak berbeda dari

orang lain karena Andi ingin mempunyai gaya hidup seperti Van Hallen,

yang menimbulkan kebanggaan tersendiri bagi dirinya.

(52)

lifestyle seperti itu. Mungkin karena ada kebanggaan tersendiri ya menjadi orang yang berbeda” (S1.W2/L.172-180).

“Ya ada kebanggan tersendiri jadi orang yang berbeda. Pasti setiap orang gitulah, setiap individu menjadi orang yang berbeda pasti ada rasa kebanggan terhadap diri sendiri” (S1.W2/L.182-186)

Andi juga merasa percaya dirinya sedikit bertambah, tetapi tidak

berlebih-lebihan. Namun, sekarang piercing bagi Andi terasa biasa saja.

Dengan tren zaman yang terbentuk sekarang, Andi pun merasa piercing

yang ia pakai tidak lagi membuat dirinya merasa berbeda.

“Mungkin awal-awalnya ngerasa agak beda, kepedeaan nambah dikit. Tapi sikit lah, gak terlalu berlebihan. Ya kayak lebih giman gitu, ya senenglah. Apalagi orang rumah juga gak ada yang proteskan” (S1.W2/L.159-169)

“Ya awalnya pakek piercing ngerasa beda, cuma sekarang sama aja. Mungkin tren jaman yang terbentuk sekarang udah banyak ya, udah biasa aja si... Gak ngerasa beda lagi” (S1.W1/L.154-157)

Pada awalnya penampilan pertama Andi dengan piercing baru di

telinganya, membuat beberapa teman Andi kaget. Saat itu ia juga orang

pertama diantara teman-temanya yang diberikan izin untuk membuat

piercing yang semakin membuat dirinya merasa berbeda.

“Ya mungkin pada saat itu di lingkungan Andi bergaul, ya baru Andi yang pakek piercing. Mungkin Andi juga pada saat itu masih diijinin pakek piercing” (S1.W2/L.194-197)

Lalu beberapa teman-teman Andi ini memberikan

komentar-komentar mereka tentang penampilan baru Andi. Namun lama kelamaan

(53)

perguruan tinggi,penampilannya ini pun ditanggapi biasa saja oleh

teman-teman barunya di kampus.

“Biasa ya, kalo udah kehidupan kampus kan udah kehidupan orang yang lebih dewasa dan udah mulai banyak juga yang makek piercing. Mungkin yang lebih parah dari Andi juga ada, ya biasalah…”S1.W1/L.584-589).

Selama Andi memakai piercing ia belum pernah sekalipun mendapat

komentar negatif tentang dirinya dari orang lain, dan seandainya suatu hari

nanti Andi mendapatkan komentar yang negatif, maka ia hanya

mendengarkannya kritikan itu saja. Ia tidak akan menanggapi dengan

kemarahan, karena ia berfikir hanya dialah yang tahu betul baik dan buruk

dirinya. Andi juga membantah jika ada orang yang mengatakan dirinya

sebagai pemarah atau temperamen. Ia berfikir dengan bersikap emosi belum

tentu akan menyelesaikan persoalan yang terjadi.

“Kayaknya gak perlu juga marah, karena dia bukan Andi yang paling tau diri Andi kan, Andi sendiri” (S1.W1/L.595-597)

“Andi apa ya?Orangnya cuek sebenernya. Terus kayaknya gak terbawa emosi. Gak terlalu gimana ya? Andi berfikiran yang lurus-lurus ajalah. Menggunakan emosi juga kayaknya gak menyelesaikan masalah. Kalau bisa diselesaikan baik-baik, kenapa harus menggunakan emosi”. (S1.W1/L.617-625).

Kurangnya penggunaan emosi berupa amarah pada diri Andi,

diakuinya sudah ada dari ia kecil. Ketika ia SMP sifat pengontrolan emosi

ini sudah terlihat, jauh sebelum ia menjadi seorang dewasa seperti sekarang

(54)

“Enggak, Andi itu sebenarnya orangnya datar aja. Andi orangnya biasa aja, ya dari Andi SMP, SMA ya orangnya gitu-gitu aja, nyantai. Pokoknya orangnya flat abislah..” (S1.W1/L.631-635)

“Karena gimana ya? Andi orangnya kadang apa ya? Ya yang bikin Andi flat gitu kadang.. ada sesuatu masalah, kalo Andi belom tahu itu masalahnya betol apa enggak? Andi tidak mengungkapkan dengan emosi. Jadi Andi mesti tahu inti masalahnya itu dulu, baru diselesaikan” (S1.W1/L.637-644)

Pernyataan Andi mengenai dirinya ini, juga didukung oleh ungkapan di

bawah yang mengatakan sepanjang hidupnya hingga sekarang ini, belum

sekalipun ia mengalami kemarahan yang berujung dengan kemurkaan.

“Marah besar?...Sebesar apa si?..Tapi sejauh ingatan Andi kayaknya enggak pernah si. Andi enggak pernah murka soalnya.” (S1.W1/L.647-650)

Saat peneliti menanyakan kepada Andi apakah ia seorang yang

sensitif ataupun penyedih, yang mungkin mempengaruhi perasaan datarnya

itu, Andi menjawab pertanyaan ini dengan jawaban tidak. Namun, bukan

berarti ia tidak pernah merasakan kesedihan. Kekecewaan dan kesedihan

yang cukup dalam di alaminya sekitar tahun lalu, saat ayah tercintanya

meninggal dunia.

“Tahun lalu” (S1.W1/L.652)

“Papa meninggal. Ya gitulah, Andi ngerasain down-down kukulah” (S1.W1/L.654-655)

Kekecewaan lain yang dirasakan Andi juga saat ia duduk di SMA.

Saat itu Andi mengalami kesedihan karena patah hati akibat putus dengan

(55)

long distant dengan pacarnya. Saat ia mengetahui pacarnya berselingkuh,

Andi pun merasakan sakit dan hancur karena ditipu oleh kedua orang yang

disayanginya tersebut.

“Patah hati…setiap orang pasti pernahnlah ngerasain patah hati. Andi pastilah ngerasain patah hati. Waktu itu setelah long distant, dia juga kebetulan jadian sama sahabat Andi lagi” (S1.W1/L.630-634).

“Hancurlah…Sakiiiittt… Tertusuklah pokoknya. Ya biasalah cewek-standarlah sama kayak perasaan orang-orang yang pernah ditipu. Standarlah, cewek-cowok pasti gak beda rasa sakitnya kan?” (S1.W1/L.661-667)

Menanggapi kejadian ini pada awal-awalnya Andi cukup marah

dengan mantan pacar dan sahabatnya itu. Namun Andi berfikir kembali

mengapa ia harus bersikap marah kepada mereka. Ia berfikir kembali, pasti

ada perbuatannya yang mengakibatkan mantan pacarnya itu akhirnya

berselingkuh dan mengkhianati dirinya. Ia beranggapan mungkin ketika

dirinya berada jauh, pacarnya membutuhkan orang lain yang berada lebih

dekat untuk menemaninya.

“Ya nggak ada. Ya mungkin Andi awalnya marah, cuman Andi berfikir. Kenapa Andi harus marah?” (S1.W2/L.643-645)

“Dalam satu hubungan mungkin kita harus sadar terhadap diri kita masing-masing mungkin ya? Kenapa pasangan kita bisa berbuat begitu, pasti ada alasannya kan?” (S1.W2/L.647-650)

(56)

Pada akhirnya untuk melawan rasa sakit yang dirasakannya itu, Andi

mencoba untuk mengintrospeksi dirinya, memaafkan dan menghapus segala

masalah yang terjadi diantara mereka.

“Ya akhirnya. Gak ada masalah” (S1.W2/L.659)

“Ya pada awalnya pasti orang pertama kali disakitin pasti marah sih. Tapi kalo kita bisa berfikir secara sehat dengan benar, kayaknya semua itu gampang sih dilewatinnya. Coba introspeksi diri masing-masing aja, apa alasan mereka seperti itu. Pasti kita akan tahu jawabannya, menurut Andi sih…” (S1.W2/L.661-667)

Begitu berkesan bagi Andi masa-masa pacaran yang ia habiskan

dengan pacarnya saat di SMA tersebut, bahkan Andi menyatakan mantan

pacarnya ini sebagai cinta pertamanya. Berbicara tentang cinta pertama,

Andi mengingat saat-saat ia sedang jatuh cinta. Bagi

Referensi

Dokumen terkait