Assalamualaikum wr.wb.
Alhamdulillah, puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah swt yang
telah memberikan segala rahmat, taufik, hidayah, nikmat dan karunia-Nya,
sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini yang berjudul
Tinjauan Tentang Kontribusi Ormas Al-Washliyah Dalam Pendidikan Islam Di Indonesia Dari Tahun 1930-2015 dengan baik. Shalawat beserta salam semoga senantiasa tercurahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW
beserta keluarganya, para sahabatnya, dan para pengikutnya hinggá akhir zaman.
Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Strata Satu Pendidikan Islam (S.Pd.I). Dalam penyusunan skripsi ini,
penulis menyadari sepenuhnya bahwa masih terdapat banyak kekurangan dan
keterbatasan ilmu pengetahuan yang penulis miliki, Namun berkat adanya
dorongan dan bantuan dari berbagai pihak, akhirnya penelitian pendidikan ini
dapat terselesaikan. Oleh karena itu, sudah sepantasnya penulis mengucapkan
terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan
penelitian pendidikan ini. Ucapan terima kasih tersebut penulis sampaikan
kepada:
1. Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta, Bapak Prof. Dr. Ahmad Thib Raya, MA.
2. Ketua Jurusan, Bapak Dr. H. Abdul Majid Khon, M.Ag., dan Sekretaris
Jurusan, Ibu Marhamah Saleh, Lc. MA., Program Studi Pendidikan Agama
Islam Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Bapak Drs. H. Ghufran Ihsan, MA sebagai dosen pembimbing skripsi yang
telah meluangkan waktu dan kemudahan selama proses bimbingan serta
memberikan saran serta dukungan kepada penulis selama pembuatan skripsi
penulis.
5. Seluruh Dosen dan Staf Jurusan Pendidikan Agama Islam dan Fakultas Ilmu
Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah
memberikan ilmu dan keahlian kepada penulis dan turut melancarkan usaha
pembuatan skripsi ini.
6. Keluarga tercinta yang selalu mendukung dan mendo‟akan yaitu Ayahanda saya Drs. H. Zahiruddin NST, MA. Dan ibunda saya H. Fatimah, AmKeb,
adik-adik saya tersayang Khairina Zahara Azzahiri dan Farhan Al-Fu‟adi Azzahiri serta kepada Ika Maryam Syarah Hulu AmKeb. Saya ucapkan
terima kasih yang sebesar-besarnya yang telah mendukung saya walaupun
agak sedikit bawel sampai pada akhirnya saya bisa menyelesaikan skripsi
saya ini.
7. Kepada para Pengurus Besar ormas Al-Washliyah di Jakarta khususnya
bapak KH. Ridwan Ibrahim Lubis beserta istri, seorang guru besar dari ormas
Alwashliyah yang selalu mengarahkan saya dan memberitahu saya tentang
perjalanan ormas Al-Washliyah.
8. Kepada kakak sepupu saya Dina Rahmatika, dan suaminya Epa El-Fitriadi
serta anak-anak mereka yang menjadi keponakan tercinta dan obat lelah
ketika menyelesaikan skripsi ini.
9. Kepada seluruh teman-teman seperjuanganku di Jurusan Pendidikan Agama
Islam khususnya Fadli Mart Gultom, Hendriansyah, Teguh Nugroho, Abdul
Rahman, Bakhtiar Fahmi, Nurkhalis Makki dan Muhammad Suhail yang
menjadi teman seperjuangan dalam menggali ilmu dan sama-sama merasakan
asam manisna dalam perkuliahan serta seluruh teman-teman kelas A angkatan
2010 yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu. Terima kasih atas
segala perhatian, dukungan, dan motivasi yang telah mereka berikan, semoga
saya tentang skripsi saya walaupun sedikit bawel.
11. Kepada abang-abang, adik-adik dan temen-temen tercinta di IKRH
JABOTABEK, khususnya bang Wahyu Azhari, bang Hanafi Surbakti,
Muammar Alwi, Dea pratama, Fakhrurrahma, Adi guna Sakti, dan
Muhammad Nasir serta yang menjadi lebih khusus kepada temen-temen satu
rumah bang Maulana Lamuddin dan Saidul Qadri Ritonga yang selalu
menghibur saya ketika sedang mengalami kesusahan dalam skripsi dan
mengajarkan saya tentang kedewasaan walaupun secara tidak langsung.
12. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebut satu persatu, semoga Allah SWT.
Membalas segala amalnya dengan lebih baik.
Semoga penulisan skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan
bagi para pembaca pada umumnya. Apabila terdapat kekurangan dan kesalahan
adalah semata-mata keterbatasan ilmu yang penulis miliki. Apabila terdapat
kesempurnaan itu berasal dari Allah.
Jakarta, 26 Oktober 2015
Ahmad Zaki Azzahiri
ABSTRAK ... i
C. Peluang dan Tantangan Dalam Pendidikan Islam ... 17
D. Posisi Pendidikan Islam Dalam Kancah Pendidikan Nasional. 28 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 31
B. Metode Penelitian ... 31
C. Teknik Pengumpulan Data ... 32
D. Teknik Analisis Data. ... 33
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMABAHASAN A. Sejarah Berdirinya Ormas Al-Washliyah ... 35
B. Visi Dan Misi OrmasAl-Washliyah ... 40
C. Karakteristik Ormas Al-Washliyah ... 41
D. Medan Perjuangan Al-Washliyah ... 43
E. Pemikiran Tokoh – Tokoh Ormas Al-Washliyah Dalam Pendidikan Islam ... 47
A. Kesimpulan ... 75
B. Saran ... 77
DAFTAR PUSTAKA ... 78
LAMPIRAN-LAMPIRAN
1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Dewasa ini begitu banyak ormas atau yang disebut sebagai organisasi masa, serta ormas yang mengatas namakan Islam, sehingga banyak ormas yang ketika menyerukan untuk mengembalikan citra ajaran Islam di Indonesia
mendapat respon yang baik dari masyarakat. Seiring berjalannya zaman,
ormas Islam semakin banyak lahir di Indonesia.
Ormas Islam adalah organisasi masa yang di bentuk oleh beberapa
masyarakat muslim, dengan alasan untuk mengembalikan fitrah baik dalam
ajaran agama Islam serta dalam hal pendidikan agama Islam yang sesuai
dengan ajaran Islam yang masih murni. Ormas Islam yang bermula hanya
bergerak dalam bidang dakwah, perlahan dengan semakin berkembangnya,
mulailah ormas-ormas Islam mendirikan berbagai lembaga pendidikan, baik
untuk tingkat dasar bahkan hingga tingkat perguruan tinggi.
Seiring berjalannya waktu ketika ormas-ormas Islam sudah tumbuh besar
di Negara Indonesia serta dengan pengikutnya yang sudah semakin
bertambah, membuat ormas-ormas Islam di Indonesia lupa dengan tujuan awal
didirikannya ormas Islam tersebut. Bahkan banyak ormas yang pada saat ini
lebih memetingkan kepentingan organisasinya dari pada tujuan di bentuknya
Ketika semua masyarakat sudah merasa bangga menjadi anggota dari
suatu ormas maka yang timbul pada saat ini adalah, banyak yang mengatas
namakan diri mereka sebagai ormas Islam, mulai dari “Muhammadiyah,
PERSIS (Persatuan Islam), NU(Nahdhatul Ulama), Alwashliyah”, dan
sebagainya. Semakin banyak ormas-ormas Islam yang lahir maka semakin
banyak pula timbul perpecahan antar ormas demi kepentingan ormas mereka
masing-masing, seperti halnya begitu juga banyak ormas yang sibuk megurus
tentang perbedaan pendapat baik dalam hal ajaran Islam serta dalam hal
pendidikan yang semua ormas tersebut lebih mengutamakan pendapat mereka
tanpa menerima pendapat dari orang lain, semua ini berakibat banyak hal-hal
yang sebenarnya harus lebih penting di urus harus di kesampingkan.
Dunia pendidikan yang terlebih dahulu harus di selesaikan bersama dan
harus di dalami, karena banyak masyarakat yang masuk kedalam ormas tanpa
mengetahui dasar ormas yang diikutinya, sehingga menyebabkan perpecahan.
Dari tahun ketahun setiap permasalahan ormas harus di selesaikan dengan
perbedaan pendapat yang berakibat saling menjelekkan ormas lain. Seperti
permasalahan penetepan hilal, serta perbedaan penerapan dalam proses
pembelajaran dan pengajaran terhadap suatu lembaga pendidikan. Setiap
lembaga pendidikan yang mengatas namakan suatu ormas, memiliki metode
yang berbeda, misalnya, ormas Muhammadiyah yang selalu mengepankan
nilai kemuhammadiayahannya, NU selalu memperkenalkan tokoh-tokoh
dalam dunia pendidikan yang selaras organisasinya dengan mereka, begitu
merasa sudah benar bahkan dianggap paling benar dari lembaga pendidikan
yang lainya.
Dalam hal ini suatu ormas ketika sedang sibuk mengurusi permasalahan
yang lebih banyak mengedepankan argumen masing-masing dan selalu
menganggap ormas mereka benar, menyebabkan banyak ormas yang
meninggalkan tanggung jawab dan peran mereka dalam membentuk
masyarakat menjadi masyarakat yang intelektual. Padahal kalau di teliti masi
banyak masyarakat yang menginginkan ormas selalu membantu mereka dalam
memberikan perubahan bagi diri mereka, khususnya dalam pendidikan Islam,
masyarakat yang pada awalnya sangat apresiasi dalam segala kegiatan ormas,
tapi ketika ormas pada saat ini mulai meninggalkan peran mereka yang lebih
penting bagi masyarakat, sehingga menjadi alasan kuat masyarakat pada saat
ini tidak begitu menyukai keberadaan ormas.
Lembaga pendidikan yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat pada saat
ini, seharusnya lebih diutamakan, namun begitu banyak lemabaga pendidikan
yang ada pada saat ini, baik lembaga pendidikan yang didirikan oleh menteri
pendidikan yang berbasis negeri maupun lembaga pendidikan yang didirikan
oleh ormas-ormas manapun yang berbasis suwasta membuat masayrakat
bingung untuk memilih. Lembaga pendidikan yang didirikan oleh menteri
pendikan, mengratiskan semua dana dalam bentuk pendidikan namun
memiliki syarat tertentu serta terkadang memiliki fasilitas yang kurag
memadai. Lembaga pendidikan suwasta yang didirikan oleh ormas, terbuka
berasal dari anggota ormas mereka. Inilah yang terjadi dalam dunia
pendidikan pada saat ini di negara kita.
Terkadang ketika kita melihat begitu banyak lembaga pendidikan yang
telah berdiri megah dan di bangun oleh ormas-ormas Islam, memiliki lulusan
dari negara asing maupun negara sendiri sehingga menjadi nilai lebih bagi
ormas yang telah menjadikannya seperti itu. Akan tetapi ketika mereka yang
sudah selelai menamatkan study mereka dalam suatu lembaga pendidikan,
mereka malah meninggalkan peran mereka terhadap masayrakat.
Pendidikan yang sebenarnya harus lebih didahulukan malah di
kesampingkan, padahal pendidikan semestinya harus diutamakan agar
masyarakat yang mengikuti ormas dapat memiliki pengetahuan sebagi
sandaran bagi mereka, bahkan jika semua masyarakat dapat mengenyam
pendidikan yang lebih dalam ia dapat bertindak secara wajar dan dapat berfikir
lebih dewasa ketika harus menyelesaikan masalah dalam setiap ormas yang
mereka pegang.
Dalam hal ini kita sebagai masyarakat mungkin jenuh ketika melihat
saudara-saudara kita yang berada di ormas, namun kita tidak bisa
menyalahkan mereka karena semuanya benar. Walaupun demikian dari
beberapa ormas yang selalu kita perhatikan terdapat satu ormas yang mungkin
kita tinggalkan, bahkan ketika semua ormas sibuk menyerukan kebenaran dan
beradu argumen untuk mempertahankan ormas masing-masing, ormas yang
permasalahan yang sebenarnya lebih penting diperhatikan, yaitu dalam hal
pendidikan. Alwashliyah, begitulah nama ormas ini yang sering disebut oleh
masyarakat. Ormas yang lebih sibuk mengurusi pendidikan, yang pada saat ini
tidak begitu di perhatikan. Begitu banyak pendidikan yang ada di negara kita,
akan tetapi hanya sebatas formalitas, tanpa ada pendalaman di dalamnya.
Ormas Alwashliyah yang memiliki perhatian lebih terhadap dunia
pendidikan, bahkan bisa di bilang ormas seperti inilah yang menginginkan
cikal bakal anak bangsa yang lebih intelektual, sehingga tidak lagi terjadi
hal-hal yang menimbulkan perpecahan antar ormas yang terjadi seperti pada saat
ini
Ketika berbicara tentang pendidikan, pendidikan merupakan tanggung
jawab kita bersama sebagai masyarakat yang menginginkan perubahan bagi
diri mereka pribadi khususnya dan untuk perubahan yang lebih maju bagi
negara ini umumnya. Namun hingga saat ini tanggung jawab kita atau bahkan
apresiasi kita sebagai masyarakat terhadap pendidikan sangat minim.
Alwashliyah merupakan salah satu ormas yang selalu perhatian terhadap
dunia pendidikan. Meskipun ormas ini hanya berkembang di provinsi Sumatra
Utara dan tidak begitu di kenalkan kepada provinsi lainnya. Namun demikian
meskipun hanya berkembang pesat di satu provinsi,perkembangannya
membuat hasil yang positif khususnya dalam dunia pendidikan.
Berdasarkan latar belakang pemikiran sesuai yang telah disampaikan
Alwashliyah Dalam Penididikan Islam DI Indonesia Dari
Tahun1930-2015”.Dalam hal ini penulis akan meneliti Tentang Kontribusi Ormas
Alwashliyah Dalam Pendidikan Islam Di Indonesia, serta perannya dalam
pendidikan Islam di Indonesia.
B. Identifikasi Masalah
Dari uraian latar belakang masalah di atas, dapat diidentifikasikan
beberapa masalah sebagai berikut :
1. Banyaknya anggota ormas Al-Washliyah yang lupa dengan tujuan
didirikannya ormas tersebut.
2. Kurangnya perhatian ormas Al-Washliyah terhadap
kepentingan-kepentingan masyarakat umum.
3. Pentingnya kontribusi ormas Al-Washliyah dalam pembangunan
pendidikan Islam di Indonesia.
C. Pembatasan Masalah
Dari identifikasi masalah di atas, untuk pembatasan masalah dalam
penelitian ini adalah: “Tinjauan Tentang Kontribusi Ormas Alwashliyah Dalam Penididikan Islam DI Indonesia Dari Tahun1930-2015”.
D. Perumusan Masalah
Bertitik tolak pada pembatasan masalah tersebut, maka yang menjadi
“Bagaimanakah Kontribusi Ormas Alwashliyah Dalam Penididikan
Islam DI Indonesia Dari Tahun1930-2015””.
E. Tujuan Dan Kegunaan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana “Tinjauan Tentang Kontribusi Ormas Alwashliyah Dalam Penididikan Islam DI Indonesia Dari
Tahun1930-2015”Dilakukannya penelitian ini sebagai tugas penyelesaian
studi pada jurusan Pendidikan Agama Islam, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan. Adapun kegunaannya, yaitu:
1. Mengembalikan kembali citra ormas Alwashliyah dalam pandangan
masyarakat.
2. Menjadikan gambaran bagi ormas Islam yang lain, agar peduli
terhadap pendidikan Islam.
3. Diharapkan dapat menjadi tambahan khazanah keilmuan tentang
8 A. Pengertian Pendidikan Islam
Kata pendidikan ditinjau dari segi etimologi berasal dari kata dasar didik
yang berarti memelihara, dan latihan.1 Sedagkan dari segi terminologi dalam
arti sederhana pendidikan sering diartikan sebagai usaha manusia untuk
membina kepribadiannya sesuai usaha dengan nilai-nilai di dalam masyarakat
dan kebudayaan. Dalam perkembangannya, istilah pendidikan atau
Paedagogie berarti bimbingan atau pertolongan yang diberikan dengan sengaja oleh orang dewasa agar menjadi dewasa. Selanjutnya pendidikan
diartikan sebagai usaha yang dijalakan oleh seseorang atau kelompok agar
menjadi dewasa atau mencapai tingkat hidup yang lebih tinggi.2
Menurut UU No. 20 tahun 2003, pendidikan adalah usaha sadar untuk
menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, dan
latihan bagi peranannya di masa yang akan datang.3
Sementara pengertian pendidikan menurut beberapa tokoh sebagai
berikut:
1
Armai Arief, Pembaharuan Pendidikan Islam di Minangkabau, (Jakarta: Suara ADI, 2009), h.32, Cet.I.
2
Hasbullah, Dasar-dasar Ilmu Pendidikan, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2006), h. 1, Cet. I.
3
H. Mahmud Yunus mengungkapkan pengertian pendidikan adalah
“usaha orang dewasa secara sadar untuk membimbing dan mengembangkan
kepribadian serta kemampuan dasar anak didik baik dalam bentuk pendidikan
formal maupun nonformal.4
Menurut Ki Hajar Dewantara yang dikutip oleh Hasballah: “ Pendidikan yaitu tuntutan di dalam hidup tumbuhnya anak-anak, adapun maksudnya,
pendidikan yaitu menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak,
agar mereka sebagai manusia dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan
yang setinggi-tingginya”.5
Menurut Hamka yang dikutip oleh Ramayulis: “Pendidikan merupakan
upaya yang dilakukan pendidik untuk membantu membentuk watak, budi,
akhlak, dan kepribadian peserta didik, sehingga ia bisa membedakan mana
yang baik dan mana yang buruk”.6
Menurut Hasan Al-Banna yang dikutip oleh A. Susanto: “Istilah pendidikan sering menggunakan kata at-tarbiyah yaitu proses pembinaan da pengembangan potensi manusia melalui pemberian berbagai ilmu
pengetahuan yang dijiwai oleh nilai-nilai ajaran agama”.7
Dari beberapa pendapat para tokoh pendidikan di atas penulis dapat
memeberi kesimpulan bahwa pendidikan adalah proses segala usaha untuk
4
Mahmud Yunus, Pokok-Pokok Pendidikan dan Pengajaran, (Jakarta: PT, Hidakarya Agung, 1990),Cet. III, h. 5.
5
Hasbullah, op.cit., h.4 Cet.I 6
Ramayulis, Ensiklopedia Tokoh Pendidikan Islam, (Ciputat: Ciputat Press Group, 2005), h. 266, Cet. I
7
mendidik, membina, membentuk dan mengembangkan potensi manusia
melalui pemberian berbagai ilmu pengetahuan menjadi manusia yang
berpotensi dan berakhlak mulia untuk menuju kebahagiaan. Pendidikan pada
dasarnya sebagai sarana untuk mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan di
akhirat, dengan pendidikan manusia memperoleh ilmu yang dapat
menciptakan kesuksesan dalam kehidupan dan hubungan manusia dengan
Tuhannya serta hubungan dengan manusia, tanpa pendidikan manusia tidak
dapat mengetahui jalan menuju kebahagiaan hidup.
Berbicara tentang pendidikan Islam tidak ubahnya ketika berbicara
tentang pendidikan secara umum, yakni adanya proses tranfer nilai dan
pengetahuan. Hanya saja pendidikan Islam, mendasarkan pendidikannya pada
konsep-konsep dasar agama Islam dan bertujuan untuk membentuk
karakteristik manusia yang lebih bersifat Islamni. Hal ini sejalan dengan yang
diungkapkan oleh Ahmad D. Marimba bahwa pendidikan Islam adalah
bimbingan jasmani, rohani berdasarkan hukum-hukum agama Islam menuju
kepada terbentuknya kepribadian utama menurut ukuran-ukuran Islam.
Dalam arti menciptakan kepribadian yang memiliki nilai-nilai agama Islam,
memilih dan memutuskan serta berbuat berdasarkan nilai-nilai Islam dan
bertanggung jawab sesuai dengan nilai-nilai Islam.8
Istiah pendidikan agama Islam berarti upaya membimbing, mengarahkan
dan membina peserta didik yang dilakukan secara sadar dan terncana agar
terbina suatu kepribadian yang uatama dengan nilai-nilai ajaran Islam.9
Dari berbagai pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa pendidikan
Islam adalah suatu usaha yang dilakukan secara sadar untuk melatih,
membimbing, dan mengembangkan segala potensi dengan menggunakan
metode-metode tertentu, baik secara formal maupun non formal, sehingga
orang tersebut memperoleh pengetahuan dan pemahaman, membentuk pola
tingkah laku tertentu untuk menciptakan kepribadian yang mandiri supaya
sampai kepada kesempurnaan yang mungkin dicapai berdasarkan nilai-nilai
keIslaman.
B. Dasar dan Tujuan Pendidikan Islam
Dasar pendidikan Islam dengan segala ajarannya itu bersumber dari
al-Qur`an, sunnah Rasulullah saw, (selanjutnya disebut Sunnah),
dan ra`yu (hasil pikir manusia). Tiga sumber ini harus digunakan secara
hirarkis. Al-Qur`an harus didahulukan. Apabila suatu ajaran atau penjelasan
tidak ditemukan di dalam al-Qur`an, maka harus dicari di dalam sunnah,
apabila tidak ditemukan juga dalam sunnah, barulah digunakan ra`yu. Sunnah
tidak bertentangan dengan al-Qur`an , dan ra`yu tidak boleh bertentangan
dengan al-Qur`an dan sunnah.
9
Sebagai aktifitas yang bergerak dalam proses pembinaan kepribadian
muslim, maka pendidikan Islam memerlukan asas atau dasar yang dijadikan
landasan kerja. Dengan dasar ini akan memberi arah bagi pelaksanaan
pendidikan yang telah diprogramkan. Dalam konteks ini, dasar yang menjadi
acuan pendidikan Islam hendaknya merupakan sumber nilai kebenaran dan
kekuatan yang dapat mengantarkan peserta didik ke arah pencapaian
pendidikan. Oleh karena itu, dasar yang terpenting dari pendidikan Islam
adalah al-Qur‟an dan Sunnah Rasulullah (hadits), kemudian baru ra‟yu.
Hadits nabi Muhammad SAW yang artinya: “Sesungguhnya orang
mu‟min yang paling dicintai oleh Allah ialah orang yang senantiasa tegak taat
kepada-nya dan memberikan nasihat kepada hamba-Nya, sempurna akal
pikiranya, serta menasehati pula akan dirinya sendiri, menaruh perhatian serta
mengamalkan ajaran-Nya selama hayatnya, maka beruntung dan memperoleh
kemenangan ia.”10
Moh. Athiyah al-Abrasyi dalam bukunya “Dasar-dasar Pokok
Pendidikan Islam” menegaskan bahwa pendidikan agama adalah mendidik
akhlak dan jiwa mereka, menanamkan rasa fadhilah (keutamaan),
membiasakan mereka dengan kesopanan yang tinggi, mempersiapkan mereka
untuk suatu kehidupan yang suci seluruhnya ikhlas dan jujur.11
11
Moh. Athiyah Al-Abrasyi, Dasar-daar Pokok Pendidikan Islam, Terj, Prof H. Bustani A. Goni dan Djohar Bahri LIS, (Jakarta : Bulan Bintang, 1980), h. 15.
Dalam pendidikan Islam, Sunnah Rasul mempunyai dua fungsi, yaitu: (1)
Menjelaskan sistem pendidikan Islam yang terdapat dalam al-Qur‟an dan
menjelaskan hal-halyang tidak terdapat didalamnya, (2) Menyimpulkan
metode pendidikan dari kehidupan Rasululllah bersama sahabat,
perlakuannya terhadap anak-anak, dan pendidikan keimanan yang pernah
dilakukannya.12
Secara lebih luas, dasar pendidikan Islam menurut Sa‟id Ismail Ali, sebagaimana dikutip Langgulung terdiri atas enam macam, yaitu; al-Qur‟an, Sunnah, qaul shahabat, masalih al-mursalah, „urf dan pemikiran hasil dari ijtihad intelektual muslim.13 Seluruh rangkaian dasar tersebut secara secara
hierarki menjadi acuan pelaksanaan sistem pendidikan Islam.
Masyarakat selalu mengalami perubahan, baik pola-pola tingkah laku,
organisasi, susunan lembaga-lembaga kemasyarakatan, lapisan-lapisan dalam
masyarakat, kekuasaan dan wewenang dan sebagainya.14
Pendidikan sebagai lembaga sosial akan turut mengalami perubahan sesuai
dengan perubahan yang tejadi di masyarakat. Kita tahu perubahan-perubahan
yang ada di zaman sekarang atau mungkin sepuluh tahun yang akan datang
mesti tidak dijumpai pada masa Rasulullah saw, tetapi memerlukan jawaban
12
Abdurrahman An-Nahlawi, Prinsip-prinsip dan Metode Pendidikan Islam, h.47. 13
Hasan Langgulung, Manusia dan Pendidikan; Suat Analisa psikologi dan Pendididkan (Jakarta : Pustaka al-Husna,1989), h.38.
14
untuk kepentingan pendidikan di masa sekarang. Untuk itulah diperlukan
ijtihad dari pada pendidik muslim. Ijtihad pada dasarnya merupakan usaha
sungguh- sungguh orang muslim untuk selalu berprilaku berdasarkan ajaran
Islam. Untuk itu manakala tidak ditemukan petunjuk yang jelas dari
al-Qur`an ataupun Sunnah tentang suatu prilaku ,orang muslim akan
mengerahkan segenap kemampuannya untuk menemukannya dengan
prinsip-prinsip al-Qur`an atau Sunnah.
Menurut Muhammad „Athijah Al-Abrasy jiwa pendidikan adalah budi
pekerti, pendidikan budi pekerti adalah jiwa dari pendidikan Islam, dan Islam
telah menyimpulkan bahwa Akhlak dan budi pekerti adalah jiwa dari
pendidikan Islam.15
Mencapai suatu Akhlak yang sempurna adalah tujuan sebenarnya dari
pendidikan. Para ahli pendidikan Islam telah sepakat bahwa maksud dari
pendidikan dan pengajaran bukanlah hanya memenuhi otak anak didik
dengan segala macam ilmu yang belum mereka ketahui, tetapi maksudnya
ialah mendidik Akhlak dan jiwa mereka, menanamkan rasa Fadhilah
(keutamaan), membiasakan mereka dengan kesopanan yang tinggi,
mempersiapkan mereka untuk suatu kehidupan yang suci seluruhnya Ikhlas
dan Jujur.
Maka tujuan pokok dan utama dari pendidikan Islam adalah mendidik budi
pekerti dan pendidikan jiwa. Semua mata pelajaran haruslah mengandung
15
pelajaran Akhlak keagamaan, karena akhlak keagamaan adalah akhlak yang
tertinggi, sedangkan Akhlak yang mulia itu adalah tiang dari pendidikan
Islam.
Tujuan pendidikan Islam tidak terlepas dari tujuan hidup manusia dalam
Islam, yaitu untuk menciptakan pribadi-pribadi sebagai Hamba Allah yang
selalu bertakwa kepadaNya, dan dapat mencapai kehidupan yang berbahagia
di duia dan akhirat seagaimana yang tertulis di dalam Al-Qur‟an surat Al -Dzariyat ayat 56:
َمَا
تْقَلَخ
ِجْلا
َس ِ ْْاَ
ِّإ
ِ د بْعَيِل
Artinya: Dan Aku tidak akan menciptakan jin dan manusia melainkan
supaya mereka mengabdi kepadaku.16
Dalam surat lain tepatnya dalam surat Al-Imran ayat102 Allah SWT
berfirman :
َ يِذ لا اَ ُيَأ اَي
َ ِلْسُم م ت َأَ ِّإ ت َت ََّ ِهِتاَق ت قَح َ هّ ْا ق تا ْا َمآ
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah
sebenar-benar takwa kepadaNya; dan janganlah sekali-kali kamu mati
melainkan dalam keadaan beragama Islam.17
Dalam konteks sosiologis, pribadi yang bertakwa menjadi rahmatan lil’alamin, baik dalam skala kecil maupun besar. Tujuan hidup manusia
dalam Islam inilah yang dapat di sebut juga sebagai tujuan akhir dari
pendidikan Islam.
Tujuan khusus yang kebih spesifik menjelaskan apa yang ingin dicapai
melalui pendidikan Islam. Sehingga konsep pendidikan Islam jadinya tidak
sekedar idealis ajaran-ajaran Islam dalam bidang pendidikan. Dengan keranga
tujuan ini dirumuskan harapan-harapan yang ingin dicapai di dalam
tahap-tahap tertentu proses pendidikan, sekaligus dapat pula dinilai hasil-hasil yang
telah dicapai.18
Menurut Al-Ghazali sebagaimana yang dikutip oleh Armai Arief
menjelaskan bahwa tujuan pendidikan Islam dapat diklasifikasikan kepada:
a. Membentuk insan purna yang pada akhirnya dapat mendekatkan diri
kepada Allah SWT.
b. Membentuk insan purna untuk memperoleh kebahagiaan hidup baik di
dunia maupun di akhirat.19
Menurut Hasan Langgulug tujuan yang ingin dicapai dari pendidikan
agama Islam, yaitu:
18
Hasan Langgulung, Beberapa Pemikiran Tentang Pendidikan Islam, (Bandung:
Al-Ma’arif, 1980), h. 38. 19
a) Menyiapkan generasi muda untuk memegang peranan-peranan tertentu
dalam masyarakat pada masa yang akan datang. Peranan ini berkaitan
erat dengan kelanjutan hidup masyarakat itu sendiri.
b) Memindahkan ilmu pengetahuan yang bersangkutan dengan
peranan-peranan tersebut dari generasi tua kepada generasi muda.
c) Memindahkan nilai-nilai yang bertujuan memelihara keutuhan dan
kesatuan masyarakat yang menjadi syarat mutlak bagi kelanjutan hidup
masyarakat dan peradaban. Dengan kata lain, tanpa nilai-nilai kutuhan
hidup tersebut tidak akan dapat terpelihara dengan baik yang pada
akhirnya akan kesudahan dengan kehancuran masyarakat itu sendiri.20
Dari beberapa pendapat di atas mengenai tujuan pendidikan Islam, dapat
disimpulkan tujuan pendidikan agama Islam adalah untuk menumbuhkan dan
meningkatkan keimanan melalui pemberian dan pemupukan pengetahuan,
penghayatan, pengalaman serta pengalaman peserta didik tentang agama
Islam. sehingga menjadi manusia muslim yang terus berkembang.
C. Peluang dan Tantangan Dalam Pendidikan Islam 1. Peluang Dalam Pendidikan Islam
Sebenarnya pendidikan Islam mempunyai banyak bentuk peluang hal ini
dikarenakan oleh berbagai macam faktor .Pertama yakni dari segi tujuan,
menurut imam Al-Ghozali, tujuan pendidikan islam mepuanyai dua hal.1.
mengantarkan kesempurnaan manusia yang berujung pada taqarub ilallah.2.
20
mengantarkan manusia untuk mendapatkan kebahagiaan dunia dan
akherat.Kedua yakni dari segi fungsi,setidaknya pendidikan islam setidaknya
memiliki tiga fungsi yakni1. menumbuhkembangkan (kapasitasfisik dan
psikis) peserta didik ketingkat normative yang lebih baik.2. melestarikan
ajaran islam yang meliputi ibadah, muamalah, munakahah, dan jinayah3.
melestarikan kebudayaan dan peradabanselain dari apa yang telah tersebut di
atas, sebenarnya pendidikan islam mempunyai peluang tang sangat luas. Di
zaman yang eperti sekarang ini. Sebut saja (era globalisasi) yang menurut
macke marjinal. Globalisasi sangat mengancam umat manusia,dan apabila
kita lihat lebih dekat globalosasi ialah suatu ke adaan yang ditandai oleh
adanya penyatuan politik, ekonomi, social, imu pengetahuan, teknologi dan
lain sebagainya.21
Bagi umat islam era globalisasi sendiri ialah suaatu hal yang biasa,karena
pada zaman klasik (abad ke-6 s.d. 13M) umat islam telah mulai membangun
hubangan-hubungan komonikasi, peradaban dan ilmu pengetahuan dengan
Negara-negara lain. Tinggal bagaimana kita dalam menentukan sikap sebagai
geberasi penerus atau sebagai pewaris, agar pendidikan islam mendapat
peluang yang nantinyadapat diterima oleh umat manusia dan
perkembanganya.Setelah apa yang telah dipaparkan di atas, pendidikan
mempunyai berbagai macam peluang.dikaranakanmasyarakat pada masa
inimulai muncul kesadaran akan pentngnya sebuah pendidikan yang dapat
menyelamatkan dirinya dalam proses kehidupan didunia dan akherat pada
21
nantinya. Serta munculnya berbagai macam tuntutandari lapisan masyarakat
akan pentingnya untuk melestairikan kebudayaan. Bila kita kaji dari
tujuan,fungsi serta pengalaman yang cukuplama dalam penidikan islam.
Kiranya pendidikan islam adalah satu-satumya yang akan dapat lebih bias
diterima. Karena hal tersebut ialah yang sekarang dibutuhakan oleh
masyarakat.seharusnya kitadapat masuk dalm ruangantersebut, sehingga
pendidikan islamdapat berkembang dan pendapatkan respon yang baik dari
masyarakat.namun dalam proses yang seperti itu selalu ada saja
penyelewengan dan ketidaktahuan arti sesungguhnya sehingga yang awalnya
ialah sebuah peluang akan dapat berubah menjadi sebuah ancaman atau
emacam tantangan pendidikan islam.
Sejak awal kedatangannya ke Indonesia, pada abad ke-6 M, Islam telah
mengambil peran yang amat siginifikan dalam kegiatan pendidikan. Peran ini
dilakukan, karena beberapa pertimbangan sebagai berikut. Pertama, Islam
memiliki karakter sebagai agama dakwah dan pendidikan. Dengan karakter ini, maka
Islam dengan sendirinya berkewajiban mengajak, membimbing, dan membentuk
kepribadian ummat manusia sesuai dengan nilai-nilai ajaran Islam. Dengan
inisiatifnya sendiri, ummat Islam berusaha membangun sistem dan lembaga
pendidikan sesuai dengan keadaan zaman, seperti pesantren, madrasah, majelis ta’lim
agama, para pemimpin masyarakat yang telah memberikan sumbangan yang besar
bagi kemajuan bangsa.22
Artikel di atas jelas bahwa sebenarnya begitu banyak peluang dalam
pendidikan Islam, karena agama Islam merupakan agama yang paling berjasa
dalam membentuk karakter dan perjuangan bangsa Indonesia. Lahirnya para
tokoh di Indonesia hampir rata-rata berasal dari agama Islam yang
sebelumnya telah mengenyam pendidikan Islam, baik itu pendidikan Islam
yang berbasis sekolah ataupun berbasis pondok pesantren. Untuk itu
pendidikan Islam tidak boleh merasa lebih rendah dari pendidikan lainnya,
bahkan pendidikan Islam harus mendapatkan posisi setara dengan pendidikan
lainya.
Kedua, terdapat hubungan simbiotik fungsional antara ajaran Islam dengan
kegiatan pendidikan. Dari satu sisi Islam memberikan dasar bagi perumusan
visi, missi, tujuan dan berbagai aspek pendidikan, sedangkan dari sisi lain,
Islam membutuhkan pendidikan sebagai sarana yang strategis untuk
menyampaikan nilai dan praktek ajaran Islam kepada masyarakat. Adanya
penduduk Indonesia yang mayoritas beragama Islam adalah sebagai bukti
keberhasilan pendidikan dan dakwah Islamiyah.23
22
Abuddin Nata, Manajemen Pendidikan Mengatasi Kelemahan Pendidikan Islam Indonesia , Jakarta:Pernada Media, edisi Pertama. 2009.
23
Pendapat dari artikel di atas menjelaskan bahwa antara pendidikan
dengan ajaran agama Islam memiliki hubungan. Hal ini cukup terlihat jelas,
karena jika pendidikan yang didasari tanpa pengetahuan ajaran Islam maka
ilmu tidak akan mampu diterapkan dalam kehidupan sehari-hari bahkan akan
menimbulkan sifat negatif. Selanjutnya ajaran agama Islam tidak akan
mampu didapatkan tanpa memalui jalur pendidikan baik itu pendidikan
formal ataupun non formal.
Ketiga, Islam melihat bahwa pendidikan merupakan sarana yang paling
strategis untuk mengangkat harkat dan martabat manusia dalam berbagai
bidang kehidupan. Itulah sebabnya tidak mengherankan, jika ayat 1 sampai
dengan 5 surat al-’Alaq, sebagai ayat al-Qur’an yang pertama kali diturunkan,
telah mengandung isyarat tentang pentingnya pendidikan. Ayat 1 sampai
dengan 5 surat al-’Alaq tersebut artinya: ”Bacalah dengan (menyebut) nama
Tuhanmu. Yang telah menjadikan manusia dari segumpal darah. Bacalah dan
Tuhanmu yang Maha Mulia. Yang telah mengajarkan manusia dengan pena. Ia
mengajarkan manusia tentang segala sesuatu yang belum diketahuinya”. Pada
ayat tersebut paling kurang terdapat lima aspek pendidikan: 1)Aspek proses
dan metodologi, yaitu membaca dalam arti yang seluas-luasnya:
mengumpulkan informasi, memahami, mengklasifikasi atau mengkategorisasi,
membandingkan, menganalisa, menyimpulkan dan memverifikasi. 2)Apek
guru, yang dalam hal ini Alllah SWT; 3)Aspek murid, yang dalam hal ini Nabi
hal ini diwakili oleh kata qalam (pena); dan 5)Aspek kurikulum, yang dalam
hal ini segala sesuatu yang belum diketahui manusia (maa lam ya’lam). Kelima
hal tersebut merupakan komponen utama pendidikan.24
Penjelasan artikel di atas hal yang menunjukkan bahwa komponen
pendidikan diambil dari ajaran Islam dari tiga artikel di atas secara
keseluruhan merupakan hal yang membuktikan bahwa pendidikan merupakan
hal yang paling utama untuk meraih ajaran Islam sehingga ajaran Islam yang
diperoleh melalui pendidikan dapat di sempurnakan dengan pengamalan yang
sesuai baik dalam kehidupan pribadi maupun kehidupan bermasyarakat.
Sesuai dengan perkembangan dan tuntutan zaman, pendidikan Islam
telah menampilkan dirinya sebagai pendidikan yang fleksibel, responsif,
sesuai dengan perkembangan zaman, berorientasi ke masa depan, seimbang,
berorientasi pada mutu yang unggul, egaliter, adil, demokratis, dinamis,
terbuka, sepanjang hayat dan seterusnya. Sesuai dengan sifat dan karakternya
yang demikian itu pendidikan Islam senantiasa mengalami inovasi dari waktu
ke waktu, yaitu mulai dari sistem dan lembaganya yang paling sederhana
seperti pendidikan di rumah, surau, langgar, mesjid, majelis ta’lim, pesantren
dan madrasah, sampai kepada perguruan tinggi yang modern. Inovasi
pendidikan Islam juga terjadi hampir pada seluruh aspeknya, seperti
kurikulum, proses belajar mengajar, tenaga pengajar, sarana prasarana,
24
manajemen dan lain sebagainya. Melalui inovasi tersebut, kini pendidikan
Islam yang ada di seluruh dunia (termasuk di Indonesia) amat beragam, baik
dari segi jenis, tingkatan, mutu, kelembagaan dan lain sebagainya. Kemajuan
ini terjadi karena usaha keras dari ummat Islam melalui para tokoh pendiri
dan pengelolanya, serta pemerintah pada setiap negara.
Era globalisasi dapat dipahami sebagai suatu keadaan yang ditandai oleh
adanya penyatuan politik, ekonomi, sosial, budaya, ilmu pengetahuan,
teknologi, informasi dan lain sebagainya, yang terjadi antara satu negara
dengan negara lainnya, tanpa menghilangkan identitas negara masing-masing.
Penyatuan ini terjadi berkat kemajuan teknologi informasi (TI) yang dapat
menghubungkan atau mengkomunikasikan setiap issu yang ada pada suatu
negara dengan negara lain.
Bagi ummat Islam, era globalisasi dalam arti menjalin hubungan, tukar
menukar dan transmisi ilmu pengetahuan, budaya dan sebagainya
sebagaimana tersebut di atas, sesungguhnya bukanlah hal baru. Globalisasi
dalam arti yang demikian, bagi ummat Islam, merupakan hal biasa. Di zaman
klasik (abad ke-6 sd 13 M.) ummat Islam telah membangun hubungan dan
komunikasi yang intens dan efektif dengan berbagai pusat peradaban dan
ilmu pengetahuan yang ada di dunia, seperti India, China, Persia, Romawi,
Yunani dan sebagainya. Hasil dari komunikasi ini ummat Islam telah
mencapai kejayaan, bukan hanya dalam bidang ilmu agama Islam, melainkan
warisannya masih dapat dijumpai hingga saat ini, seperti di India, Spanyol,
Persia, Turki dan sebagainya.
Selanjutnya di zaman pertengahan (abad ke 13-18 M.) ummat Islam telah
membangun hubungan dengan Eropa dan Barat. Pada saat itu ummat Islam
memberikan kontribusi yang besar bagi kemajuan Eropa dan Barat. Beberapa
penulis Barat seperti W.C.Smith, dan Thomas W. Arnold misalnya, mengakui
bahwa kemajuan yang dicapai dunia Eropa dan Barat saat ini karena
sumbangan dari kemajuan Islam. Mereka telah mengadopsi ilmu pengetahuan
dan perabadan Islam tanpa harus menjadi orang Islam.
Pada zaman pertengahan itu, ummat Islam hanya mementingkan ilmu agama
saja. Sementara ilmu pengetahuan seperti matematika, astronomi, sosiologi,
kedokteran dan lainnya tidak dipentingkan, bahkan dibiarkan untuk diambil
oleh Erofa dan Barat. Pada zaman ini Eropa dan Barat mulai bangkit
mencapai kemajuan, sementara ummat Islam berada dalam keterbelakangan
dalam bidang ilmu pengetahuan dan peradaban.
Di zaman modern (abad ke-19 sampai dengan sekarang) hubungan Islam
dengan dunia Eropa dan Barat terjadi lagi. Pada zaman ini timbul kesadaran
dari ummat Islam untuk membangun kembali kejayaannya dalam bidang ilmu
pengetahuan, teknologi dan peradaban melalui berbagai lembaga pendidikan,
pengkajian dan penelitian. Ummat Islam mulai mempelajari kembali berbagai
kemajuan yang dicapai oleh Eropa dan Barat, dengan alasan bahwa apa yang
dipelajari dari Eropa dan Barat itu sesungguhnya mengambil kembali apa
Namun demikian, hubungan Islam dengan Eropa dan Barat dimana
sekarang keadaannya sudah jauh berbeda dengan hubungan Islam pada zaman
klasik dan pertengahan sebagaimana tersebut di atas. Di zaman klasik dan
pertengahan ummat Islam dalam keadaan maju atau hampir menurun,
sedangkan keadaan Eropa dan Barat dalam keadaan terbelakang atau mulai
bangkit. Keadaan Eropa dan Barat saat ini berada dalam kemajuan,
sedangkan keadaan ummat Islam berada dalam ketertinggalan. Tidak hanya
itu saja, keadaan dunia saat ini telah dipenuhi oleh berbagai paham ideologi
yang tidak sepenuhnya sesuai dengan ajaran Islam, seperti ideologi
capitalisme, materialisme, naturalisme, pragmatisme, liberalisme bahkan
ateisme yang secara keseluruhan hanya berpusat pada kemauan manusia
(anthropocentris). Hal ini berbeda dengan karakteristik keseimbangan ajaran
Islam yang memadukan antara berpusat pada manusia (anthropo-centris) dan
berpusat pada Tuhan (theo-centris).
2. Tantangan Dalam Pendidikan Islam
Dunia pendidikan Indonesia dewasa ini memperlihatkan fenomena yang
kurang membanggakan. Sering terjadi tawuran di kalangan pelajar, perbuatan
asusila yang dilakukan kaum terpelajar dan cendikiawan itu pada gilirannya
meningkatkan pada penilaian yang kurang baik terhadap pendidikan.
Fenomena demikian, memang agaknya tidak terlepas dari sekat-sekat
sosial-masyarakat.
Hubungan antara dunia pendidikan dengan masyarakat erat sekali, dan
teridentifikasikan dengan “sekolah”, dalam dalam proses perkembangannya
tidak terlepas dari “mesin” sosial. “Mesin” sosial menggerakkan segala
dimensi kemanusiaa.
Adapun fenomena yang menjadi tantangan dalam pendidikan Islam yang
pada saat ini sedang berkembang, yaitu:25
1. Krisis nilai, berkaitan dengan sikap menilai suatu perbuatan tentang baik
dan buruk, etis dan tidak etis, benar dan salah dan hal lain yang
menyangkut etika individu dan sosial.
2. Krisis konsep tetang kesepakatan arti hidup yang baik. Masyarakat
mengalami pergerseran pandangan tentang cara hidup bermasyarakat yang
baik dalam bidang ekonomi, politik, kemasyarakatan, dan implikasinya
terhadap kehidupan individual.
3. Adanya kesenjangan kredeibilitas. Dalam masyarakat saat ini sangat
dirasakan adanya erosi kepercayaan, baik di kalangan pemegang
kekuasaan, ekonomi maupun penanggung jawab sosial.
4. Beban institusi sekolah terlalu besar melebihi kemampuannya. Sekolah, di
satu pihak, dituntut untuk memikul beban tanggung jawab moral dan
sosial-kultural-yang tidak menjadi program institusionalnya-, di lain pihak
ia dikekang oleh sistem dan aturan birokrasi yang memperdebat dan
mengekang dinamka sekolah.
5. Kurangnya relevansi program pendidikan di sekolah dengan kebutuhan
pembangunan.
25
6. Kurangnya idealisme dan citra remaja tentang peranannya di masa depan.
7. Makin besarnya kesenjangan si miskin dan si kaya. Sekolah memerlukan
dukungan masyarakat secara berimbang, tidak hanya oleh kaum kaya,
tetapi juga kaum miskin.
Dari peryataan di atas, kiranya dapat mengambil langkah yang harus
dilakukan dalam menangani permasalah yang menjadi tantangan dalam
pendidikan Islam, yaitu:26
a) Mengadakan rumusan ulang terhadap arah “kiblat” pendidikan agama.
Arah “kiblat” yang dimaksud adalah acuan orientasi pengembangan
kependidikan untuk diberlakukan secara nasional.
b) Merevitalisasi pendidikan agama di Indonesia. Revitalisasi ini pada
dasarnya mengaksentuasikan pada pentingnya pendidikan agama sehingga
pendidikan agama menjadi keniscayaan. Sebagai kerangka besar
perwujudan revitalisasi ini dapat dilakukan beberapa cara, yaitu, (a)
mendorong pendidikan agama untuk diajarkan oleh seluruh komponen
masyarakat. (b) nilai pendidikan agama tidak terpisah dari materi
pendidikan lainnya. (c) menciptakan suasana pendidikan agama.
c) Mendirikan lembaga pendidikan tinggi (universitas) Islam Internasional.
Lemabaga pendidikan yang dimaksud adalah lembaga pendidikan
keislaman yang mampu memiliki akses secara internasional.
26
Ibid., h. 180-181.
d) Mengembangkan buku-buku dars yang memiliki kesamaan visi dan misi.
Artinya, buku – buku pelajaran keagamaan yang digunakan oleh seluruh
siswa Indonesia mengacu pada “platform” yang sama.
D. Posisi Pendidikan Islam Dalam Kancah Pendidikan Nasional
Posisi pendidikan Islam dalam sistem pendidikan nasional secara
normatif dapat dilihat dari perkembangan kebijakan negara terhadap
pendidikan Islam, baik itu pendidikan di madrasah dan pondok pesantren,
maupun pendidikan agama sebagai bagian kurikulum di sekolah umum.
Secara normatif dapat dilihat terjadi pergeseran posisi dan pengakuan
terhadap pendidikan Islam yang terus berlangsungsampai saat ini, yaitu dari
posisi marjinal dan “kelas dua” pada masa pemerintahan kolonial sampai
mendapatkan pengakuan eksistensi yang sama denga sekolah umum.
Persamaan kedudukan madrasah yang diakui pemerintah dalam pelaksanaan
wajib belajar dengan sekolah umum negeri memperlihatkan bahwa lembaga
pendidikan dipandang dapat memenuhi kewajiban pelaksanaan wajib belajar
bagi masyarakat.27
Secara faktual, dilihat dari kontribusi pendidikan Islam dalam proses
mencerdaskan kehidupan bangsa, posisi lembaga pendidikan Islam pada
dasarnya diakui sama dengan pendidikan lain. Pendidikan Islam juga
menjalankan misi pendidikan untuk mencerdaskan bangsa. Lembaga
27
pendidikan Islam yang sampai ke pelosok – pelosok memberikan manfaat
yang sangat berarti kepada masyarakat yang tidak mampu menjangkau
pendidikan formal di sekolah umum. Karena itulah, banyak lembaga
pendidikan Islam yang tidak mementingkan pengakuan, karena keyakinan
para pengelolanya bahwa pendidikan yang telah mereka selenggarakan telah
ikut berperan dalam menjalankan hidupnya terutama bekal pengetahuan
agama.28
Berkaitan dengan pengakuan masyarakat terhadap lembaga pendidikan
Islam, mengingat pendidikan Islam lebih mengutamakan pengetahuan
keislaman dan lemah dalam pengetahuan umum terutama diarahkan pada
penguasaan sains dan teknologi, maka ada segmen masyarakat yang
memandang bahwa lembaga pendidikan Islam belum mampu mengahasilkan
lulusan dengan kualitas yang sama dengan sekolah umum. Hal ini di perkuat
oleh fakta bahwa meskipun kurikulum madrasah telah disamakan dengan
kurikulum di sekolah umum ternyata sedikit sekali dari lulusan madrasah
lanjutan yang lolos dalam seleksi penjaringan calon mahasiswa di perguruan
tinggi negeri, terutama perguruan tinggi yang berkualitas.29
Di sisi lain, upaya normatif dalam bentuk ketentuan perundangan yang
memberikan posisi yang sama antara lembaga pendidikan Islam dengan
sekolah umum dengan keharusan menyelenggarakan kurikulum nasional, di
dalam kenyataannya belum mampu memberikan dorongan yang cukup kuat
28
Ibid. 29
untuk mengangkat kualitas lulusan madrasah agar sama dengan kualitas
lulusan sekolah umum sehingga mampu bersaing dalam memperebutkan
berbagai kesempatan dan resources di bidang sosial dan ekonomi seperi lapangan pekerjaan di berbagai sektor formal modern. Sekolah unggulan
Islam yang banyak bermunculan di Indonesia pada kahir abad ke – 20
dipandang sebagai jawaban untuk memenuhi keperluan masyarakat muslim,
yaitu basis keagamaan yang kuat yang di imbangi dengan penguasaan sais
dan teknologi.30
Dari pemaparan di atas penulis mengambil kesimpulan bahwa posisi
pendidikan Islam dalam kancah pendidikan nasional adalah, “sama atau
setara” dengan pendidikan umum lainnya, namun beberapa lembaga saja
yang tidak begitu di akui, dikarenakan belum mampu menunjukkan
kontribusi mereka terhadap bangsa, salah satunya mengenai penyeimbangan
anatara mata pelajaran agama dengan plejaran umum, sehingga banyak
pelajar yang masi kurang dalam hal tersebut, bahkan membuat mereka jauh
tertinggal dengan lembaga pendidikan lainnya. Maka dari itu pada dasarnya
pendidikan Islam juga memberikan kontribusi dalam bidang pendidikan yang
berkeinginan mencerdaskan kehidupan bangsa, namun seiring berjalannya
zaman, dengan pendidikan yang lebih mementingkan untuk bidang sains dan
teknologi, dalam hal ini membuat lembaga pendidikan Islam tertinggal
bahkan mulai dilupakan, padahal yang sebenarnya lembaga pendidikan Islam
sudah memiliki posisi yang setara dengan pendidikan umum yang lain.
30
31
METODOLOGI PENELITIAN
A. Waktu Penelitian
Waktu penelitian yang dilakukan dalam penelitian ini dari bulan
Desember 2014 sampai bulan Maret 2015.
B. Metode Penelitian
Secara umum metode penelitian diartikan sebagai cara ilmiah untuk
mendapatkan data dengan tujuan dan keguaan tertentu.1
Untuk mempermudah dalam penelitian ini, penulis menggunakan
metode penelitian (Library Research), yaitu dengan cara membaca, memahami dan menelaah tentang buku-buku atau dokumen –dokumen
yang berkaitan, untuk melengkapi data-data yang diperlukan.
Adapun pengertian dari penelitian kepustakaan (library research) adalah berupa analisis deskriptif yaitu dengan cara mengumpulkan data
yang berkenaan dengan skripsi yang terkait dengan tahapan sebagai
berikut:
1. Mengumpulkan buku-buku yang berkaitan dengan tema skripsi.
2. Mempelajari ini buku yang berkaitan dengan obyek penelitian
skripsi.
1
3. Menganalisis hasil dari buku yang dibaca dan diinterpretasikan
kedalam skripsi.
C. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Dokumentasi
Penelitian dengan melakukan pengumpulan data dengan cara
mengumpulkan dokumentasi untuk memperkuat skripsi penulis. Dokumen
yang di kumpulkan adalah buku-buku yang berkenaan dengan
kealwashliyahan, dan sejarah pendidikan islam di Indonesia sebagai
sebagai buku pendukung untuk memperkuat hasil penulisan skripsi.
b. Wawancara
Wawancara atau interview adalah suatu komunikasi pengumpulan data dengan jalan mengadakan komunikasi dengan sumber data,
komunikasi tersebut dengan dialog (Tanya jawab) secara lisan, baik
langsung maupun tidak langsung. Wawacara adalah tanya jawab lisan
antara dua orang atau lebih secara langsung.2 Adapun jenis wawancara
yang di gunakan adalah wawancara tidak terstruktur. Wawancara tidak
terstruktur sangat berbeda dalam hal bertanya dan memberikan respon,
yaitu cara ini lebih bebas, pertanyaan biasanya tidak disusun terlebih
2
dahulu, tetapi disesuaikan degan keadaan dan ciri yang unik dari informan,
pelaksanaan tanya jawab mengalir seperti percakapan sehari-hari.
Penelitian dengan melakukan wawancara adalah dengan cara
melakukan wawancar kepada tokoh-tokoh yang terkait dan mengerti
perkembangan alwashliyah dalam hal kontribusinya terhadap dunia
pendidikan di Indonesia. Pada penelitian ini penulis menggunakan
wawancara yang tidak terstruktur karena proses wawancara adalah sebagai
syarat pendukung dalam pembuatan skripsi.
D. Teknik Analisis Data
Teknik analisis data dalam penelitian ini adalah content analysis
(analisis isi). Pengertian dari analisis data yaitu pada dasarnya merupakan
suatu teknik sistematik untuk menganalisis isi pesan dan mengolah pesan,
atau suatu alat untuk mengobservasi dan menganalisis perilaku
komunikasi yang terbuka dari komunikator yang terpilih.3
Miles dan Huberman yang dikutip oleh Sugiono, mengemukakan
bahwa aktivitas data kualitatif dilakukan secara interaktif dan dilakukan
secara terus menerus sampai tuntas, sehingga datanya sudah penuh.
3
Aktivitas dalam analisis data yaitu: data reduction, data display, dan
conclusion drawing / verification.4
a. Data Reduction
Mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok,
memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya
dan membuang yang tidak perlu.
b. Data Display
Dalam penelitian kualitatif, penyajian data dapat dilakukan dengan
bentuk uraian singkat, bagian, hubungan antar katagori dan
sejenisnya. Dalam hal ini Miles da Huberman mengemukakan
yang dikutip oleh Sugiono menyatakan “the most frequent from of
display data for qualitative research data in the pas has been narrative tex”. Yang paling sering digunakan dalam penyajian data
dalam penelitian kualitatif adalah dengan teks yang bersifat naratif.
c. Conclusion Drawing Verification
Langkah ketiga dalam analisis data kualitatif menurut Miles dan
Huberan adalah penarikan kesimpulan dan verifikasi.
4
35
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Sejarah Berdirinya Ormas Al – Washliyah
Berdirinya Al–Washliyah dilatarbelakangi oleh kesadaran beberapa pelajar dan
guru yang tergabung dalam perguruan Maktab Islamiyah Tapanuli (MIT) untuk
bersatu dalam menyalurkan ide dan pendapat.1 Pada tahun 1918, masyarakat
Mandailing yang menetap di Medan berinisiatif mendirikan sebuah istitusi
pendidikan agama Islam, bernama Maktab Islamiyah Tapanuli (MIT). Mereka ini
adalah pendatang dari daerah Tapanuli Selatan yang berbatasan langsung dengan
tanah Minangkabau. Di samping dikenal sebagai komunitas yang kuat beragama
Islam, suku Mandailing juga relatif berpendidikan lebih baik dari kelompok suku
lainnya. Maktab tersebut signifikan daam dua hal ; pertama, ia adalah lembaga
pendidikan Islam formal pertama di Medan; dan kedua, berdirinya Al – Washliyah
adalah merupakan gagasan dari para alumni Maktab Tersebut.2
Kegiatan pendidikan di MIT kelihatannya mencoba menggabungkan sistem
tradisional dan modern. Dari segi isi, apa yang diajarkan di MIT tidak jauh berbeda
dari pesantren – pesantren tradisional,3 namun pengajaraannya sudah dilakukan
1
Chalidjah Hasan, Kajian Perandingan Pendidikan, (Surabaya : Al – Ikhlas, 1995), h. 217. 2
Hasan Asari, Modernisasi Islam: Tokoh Gagasan dan Gerakan, (Bandung: Citapustaka Media, 2002), h. 234.
3
Samsul Nizar dan Muammadd Syaifudin, Isu –Isu Kontemporer Tentang Pendidikan Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 2010), Cet.. I, h. 139.
secara klasikal dengan menggunakan media – media modern seperti bangku, papan
tulis dan sebagainya.
Sepuluh tahun setelah berdirinya (1928), para alumi dan murid senior MIT
mendirikan ‘Debating Club’sebagai wadah untuk mendiskusikan pelajaran maupun
persoalan – persoalan sosial keagamaan yang sedang berkembang di tengah
masyarakat. Pendirian ‘Debating Club’ ini berkaitan dengan meluasnya diskusi –
diskusi mengenai nasionalisme dan berbagai faham keagamaan yang terutama
didorong oleh kaum pembaharu.4 Heterogenitas penduduk daerah ini, maupun
Medan sendiri sebagai kota terbesar, jelas merupakan lahan subur bagi tumbuhnya
diskusi – diskusi, bahkan konflik, antar berbagai segmen masyarakat yang
meresponi perkembangan sesuai dengan kecendrungannya masing – masing.
Debating Club nampaknya cukup berhasil dalam program – programnya dan dipandang sangat bermanfaat, sehingga ada keinginan di kalagan eksponennya
untuk mencari kemungkinan peran yang lebih signifikan dalam perkembangan dan
perobahan yang terus terjadi. Untuk tujuan ini, para anggota Debating Club
merasakan perlunya wadah organisasi yang lebih besar dari sekedar kelompok
diskusi. Lalu upaya kearah ini mulai dirintis, sehingga sebuah organisasi terwujud
dan secara resmi berdiri pada 30 November 1930 bertepatan dengan 9 Rajab 1349
4
H yang di beri nama Al – Washliyah, yang bermakna organisasi yang ingi
menghubungkan dan mempertalikan.5
Al Jam’iyatul Washliyah merupakan organisasi Islam yang lahir pada 30
November 1930 dan bertepatan 9 Rajab 1349 H di kota Medan, Sumatera Utara. Al
Jam’iyatul Washliyah yang lebih dikenal dengan sebutan Al Washliyah lahir ketika
bangsa Indonesia masih dalam penjajahan Hindia Belanda (Nederlandsh Indie).
Sehingga para pendiri Al Washliyah ketika itu turut pula berperang melawan
penjajah Belanda. Tidak sedikit para tokoh Al Washliyah yang ditangkap Belanda
dan dijebloskan ke penjara.6
Tujuan utama untuk mendirikan organisasi Al Washliyah ketika itu adalah untuk
mempersatukan umat yang berpecah belah dan berbeda pandangan. Perpecahan dan
perbedaan tersebut merupakan salah satu strategi Belanda untuk terus berkuasa di
bumi Indonesia. Oleh karena itu, Organisasi Al Washliyah turut pula meraih
kemerdekaan Indonesia dengan menggalang persatuan umat di Indonesia.
Penjajah Belanda yang menguasai bumi Indonesia terus berupaya agar bangsa
Indonesia tidak bersatu, sehingga mereka terus mengadu domba rakyat. Segala cara
dilakukan penjajah agar rakyat berpecah belah. Karena bila rakyat Indonesia bersatu
maka dikhawatirkan bisa melawan pejajah Belanda.
5
Samsul Nizar dan Muhammad Syaifudin, op.cit., h. 141 6
Majlis Pendidikan Al-Washliyah, Sejarah Al-Washliyah 2010, (http://kabarwashliyah.com/sejarah/)
Upaya memecah belah rakyat terus merasuk hingga ke sendi-sendi agama Islam.
Umat Islam kala itu dapat dipecah belah lantaran perbedaan pandangan dalam hal
ibadah dan cabang dari agama (furu’iyah). Kondisi ini terus meruncing, hingga umat
Islam terbagi menjadi dua kelompok yang disebut dengan kaum tua dan kaum
muda. Perbedaan paham di bidang agama ini semakin hari semakin tajam dan sampai pada tingkat meresahkan.
Dengan terjadinya perselisihan di kalangan umat Islam di Sumatera Utara
khususnya kota Medan, para pelajar yang menimba ilmu di Maktab Islamiyah
Tapanuli Medan berupaya untuk mempersatukan kembali umat yang terpecah belah
itu. Upaya untuk mempersatukan umat Islam terus dilakukan dan akhirnya
terbentuklah organisasi Al Jam’iyatul Washliyah yang artinya Perkumpulan yang
menghubungkan. Maksudnya adalah menghubungkan manusia dengan Allah Swt.
dan menghubungkan manusia dengan manusia (sesama umat Islam).
Inilah yang melatarbelakangi berdirinya ormas Al- Washliyah yang berdiri pada
30 November 1930 yang bertujuan untuk menyatukan kembali pemahaman dan
pemikiran bangsa Indonesia agak tidak mudah dirasuki oleh pemahaman dari para
penjajah yang ingin menguasai Indonesia.
Setelah resmi didirikan, maka ditetapkan pengurus Al – Washliyah yang
berkedudukan di Medan, dengan susunan sebagai berikut: Ismail Banda (Ketua I),
A. Rahman Sjihab (Ketua II), M.Arsjad Thalib Lubis (Penulis I), Adnan Nur
H. A. Malik, A. Aziz Effendy (Pembantu – pembantu), serta Sjech H. Muhammad
Junus (Penasehat).7
Dalam perjalanan berikutnya, berdasarkan Keputusan Kongres (Muktamar) Al –
Washliyah ke X tanggal 10 Maret s/d 14 Maret 1956 di Jakarta, disepakati bahwa
kedudukan Pengurus Besar (PB) Al – Washliyah dipindahka ke pusat pemerintahan
(dalam hal ini Jakarta).8 Hal ini dimaksudkan agar lebih dekat dengan kekuasaan
pemerintahan dan memudahkan koordinasi dengan pengurus di tingkat wilayah
seluruh Indonesia.9
Menarik untuk dicatat bahwa berdirinya Al – Washliyah tidak tergantung pada
seorang tokoh sentral kharismatik sebagaimana halnya Ahmad Dahlan dengan
Muhammadiyah, Hasyim Asy’ari dengan NU atau denga Ahmad Soorkati dengan
Al – Irsyad. Pendirian dan pertumbuhan awal Al – Washliyah lebih merupakan hasil
upaya bersama beberapa orang dengan peran dan keistimewaannya masing-masing.
Syekh Muhammad Yunus adaah tokoh yang biasanya dianggap sebagai pendiri
Al-Washliyah. Abdurrahman Syihab adalah tokoh lain yang mempunyai kemampuan
tinggi dalam rekruitmen anggota; Arsyad Thalib Lubis adalah ulama Al-Washliyah
dengan ilmu dan pengetahuan agama Islam yang sangat mendalam; sementara Udin
Syamsuddin adalah administrator dan ahli menejemennya.10
7
Samsul Nizar, Sejarah Pendidikan Islam, Menelusuri Jejak Sejarah Pendidikan Era Rasulullah Sampai Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2007), Cet.. I, h. 324.
8
Mahmud Yunus, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, (Jakarta: Hidakarya Agung, 1996), h. 195.
9
Samsul Nizar, op.cit., h. 325. 10
Secara garis besar apa yang disampaikan penulis melalaui skripsi ini tentang
kesejarahan Al-Washliyah merupakan sejarah berdirinya Al-Washliyah yang di
ambil dari beberapa sumber buku dan website resmi Alwashliyah.
B. Visi, Misi Ormas Al –Washliyah
Setiap Organisasi baik itu secara umum ataupun yang berlandaskan agama, pasti
memiliki visi dan misi agar ormas yang di dirikan selalu berjalan pada tujuannya
meskipun tekadang ada beberapa ormas yang berdiri namun pada saat ini sudah
berbeda dengan tujuan asli di dirikannya ormas tersebut. Al-Washliyah adalah
ormas yang alhamdulillah selalu berjalan dengan tujuannya tidak mengedepankan
etnis-etnis yang ikut serta dalam pendiriannya karena ormas Al-Washliyah memiliki
visi dan misi yaitu:
Visi Al-Washliyah :
hablum minallah wa hablum minannas dan turut menciptakan Negara
yang baldatun thoyyibatun wa rabbun ghofur, serta terwujudnya kehidupan
masyarakat Indonesia yang islami.
Misi Al-washliyah :
Membangun umat masyarakat dan bangsa Indonesia intuk bertakwa kepada
Allah SWT dan berpengatahuan luas serta berakhlak mulia.11
11
Visi dan misi di atas merupakan visi dan misi dari ormas Al-Washliyah yang
hingga kini tidak pernah berubah sedikitpun hingga visi dan misi inilah yang
membuat Ormas Al-Washliyah selalu dinantikan bentuk dari kegiatan serta
kontribusinya terhadap masyarakat.
C. Karakteristik Ormas Al – Washliyah
Ormas Alwashliyah merupakan ormas yang berdiri di kota Medan Privinsi
Sumatra Utara pada tanggal 30 september 1930. Ormas Alwashliyah berdiri atas
saran dan kebijakan para pemuda beserta guru-guru dari Maktab Islamiyah Tapanuli yang berkeinginan untuk membangun suatu gerakan Islam dalam bentuk organisasi agar kiprah mereka dilihat dan di setujui oleh semua golongan baik itu
gologan muda ataupun golongan tua.
Ormas Alwashliyah mengambil nama dari Al-Qur’an yang bertujuan ingin
menghubungkan dan mempertalikan. Dalam hal ini berkaitan dengan hubungan
manusia dengan Tuhan, hubungan sesama manusia, antar suku, antar bangsa dan
lainnya.12
12
Ormas Alwashliyah yang dibentuk di kota Medan memiliki karakter yang
berbeda dengan ormas lainnya. Dalam hal ini yang membedakan karakter ormas
Alwashliyah dengan ormas lainnya yaitu dalam hal tokoh sentral kharismatik atau
tokoh yang diutamakan sebagaimana halnya Ahmad Dahlan dengan
Muhammadiyah, Hasyim Asy’ari dengan NU, atau Ahmad Sorkati dengan Al
-Irsyad. Pendidikan dan pertumbuhan Al-Washliyah lebih merupakan hasil upaya
bersama beberapa orang dengan peran dan keistimewaannya masing-masing. Syekh
Muhammad Yunus adalah tokoh yang biasanya dianggap sebagai pendiri
Al-Washliyah. Abdurrahman Syihab adalah tokoh lain yang mempunyai kemampuan
tinggi dalam rekruitmen anggota: Arsyad Talib Lubis adalah ulama Al-Washliyah
dengan ilmu dan pengetahuan agama islam yang sangat mendalam: sementara Udin
Syamsudin adalah administrator dan ahli manajemennya.13
Kesemuanya dipersepsi sebagai orang-orang yang berperan penting dalam
pendirian dan pengembangan orgnisasi lain. Di kalangan pendukungnya tidak
dijumpai kecendrungan untuk menganggap salah satu pemimpinnya sebagai tokoh
sentral atas yang lainnya sehingga menumbuhkan kharisma tertentu.
Konsekuensinya, kepemimpinan Al-Washliyah mengalami pergantian secara
regular. Dan hal ini, menurut Steenbrink, menyebabkan ketidakjelasan posisi
Al-Washliyah dalam dikotomi tradisionalis – modernis, sebab meskipun sebagai individu masing-masing mungkin memiliki kecendrungan pemahaman keagamaan
tertentu, namun tidak sampai memberi warna terhadap Al-Washliyah sebagai
13
organisasi. Meskipun demikian, secara organisatoris, Al-Washliyah merupakan
organisasi sosial kemasyarakatan yang beraqidah Islam dan bermadzhab Syafi’i
serta beri’tikad ahlus sunnah wal jama’ah.14
Dibanding organisasi sosial keagamaan lain, semacam Nahdhatul Ulama,
Muhammadiyah, atau Syarkat Islam, Al-Washliyah yang didirikan di Medan pada
tahun 1930, belum mendapat perhatian yang semestinya dalam kajian sejarah Islam
modern di Indonesia. Secara sederhana hal tersebut bisa dilihat dari keterbatasan
publikasi tentang organisasi ini, khususnya jika dibandingkan dengan publikasi
mengenai organisasi lainnya. Padahal setidaknya dari segi kuantitas, Al-Washliyah
cukup signifikan, sehingga oleh Karel A. Steenbrink ditempatkan pada posisi ketika
setelah Muhammadiyah dan nahdhatul Ulama.15
D. Medan Perjuangan Al – Washliyah
Berakhirnya perang Dunia I pada tahun 1918, tidak sedikit membawa perubahan
ke seluruh dunia, termasuk dunia Islam yang sebagian besarnya berada dalam
keadaan dijajah oleh Eropa. Salah satunya adalah Indonesia, sebagai daerah jajahan
Belanda, yang sebagaian besar rakyatnya beragama Islam, semakin gencar
mengorbankan gejolak dan menuntut kemerdekaan bangsa dan tanah airnya.
Mereka berupaya meneruskan perjuangan yang telah dirintis oleh para pahlawan
terdahulu seperti Pangeran Diponegoro, Imam Bonjol, Teuku Umar, dan lain – lain,
14
H.M. Ridwan Ibrahim Lubis, Kepribadian Anggota dan Pengurus AL-WASHLIYAH, (Jakarta: Pusat Pengembangan Sumber Daya dan Dana Al-Washliyah, 1995), hal. 6.
15