• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tinjauan Tentang Kontribusi Ormas Al-Washliyah Dalam Pendidikan Islam Di Indonesia Dari Tahun 1930-2016

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Tinjauan Tentang Kontribusi Ormas Al-Washliyah Dalam Pendidikan Islam Di Indonesia Dari Tahun 1930-2016"

Copied!
98
0
0

Teks penuh

(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)

Assalamualaikum wr.wb.

Alhamdulillah, puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah swt yang

telah memberikan segala rahmat, taufik, hidayah, nikmat dan karunia-Nya,

sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini yang berjudul

Tinjauan Tentang Kontribusi Ormas Al-Washliyah Dalam Pendidikan Islam Di Indonesia Dari Tahun 1930-2015 dengan baik. Shalawat beserta salam semoga senantiasa tercurahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW

beserta keluarganya, para sahabatnya, dan para pengikutnya hinggá akhir zaman.

Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Strata Satu Pendidikan Islam (S.Pd.I). Dalam penyusunan skripsi ini,

penulis menyadari sepenuhnya bahwa masih terdapat banyak kekurangan dan

keterbatasan ilmu pengetahuan yang penulis miliki, Namun berkat adanya

dorongan dan bantuan dari berbagai pihak, akhirnya penelitian pendidikan ini

dapat terselesaikan. Oleh karena itu, sudah sepantasnya penulis mengucapkan

terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan

penelitian pendidikan ini. Ucapan terima kasih tersebut penulis sampaikan

kepada:

1. Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta, Bapak Prof. Dr. Ahmad Thib Raya, MA.

2. Ketua Jurusan, Bapak Dr. H. Abdul Majid Khon, M.Ag., dan Sekretaris

Jurusan, Ibu Marhamah Saleh, Lc. MA., Program Studi Pendidikan Agama

Islam Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Bapak Drs. H. Ghufran Ihsan, MA sebagai dosen pembimbing skripsi yang

telah meluangkan waktu dan kemudahan selama proses bimbingan serta

memberikan saran serta dukungan kepada penulis selama pembuatan skripsi

(8)

penulis.

5. Seluruh Dosen dan Staf Jurusan Pendidikan Agama Islam dan Fakultas Ilmu

Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah

memberikan ilmu dan keahlian kepada penulis dan turut melancarkan usaha

pembuatan skripsi ini.

6. Keluarga tercinta yang selalu mendukung dan mendo‟akan yaitu Ayahanda saya Drs. H. Zahiruddin NST, MA. Dan ibunda saya H. Fatimah, AmKeb,

adik-adik saya tersayang Khairina Zahara Azzahiri dan Farhan Al-Fu‟adi Azzahiri serta kepada Ika Maryam Syarah Hulu AmKeb. Saya ucapkan

terima kasih yang sebesar-besarnya yang telah mendukung saya walaupun

agak sedikit bawel sampai pada akhirnya saya bisa menyelesaikan skripsi

saya ini.

7. Kepada para Pengurus Besar ormas Al-Washliyah di Jakarta khususnya

bapak KH. Ridwan Ibrahim Lubis beserta istri, seorang guru besar dari ormas

Alwashliyah yang selalu mengarahkan saya dan memberitahu saya tentang

perjalanan ormas Al-Washliyah.

8. Kepada kakak sepupu saya Dina Rahmatika, dan suaminya Epa El-Fitriadi

serta anak-anak mereka yang menjadi keponakan tercinta dan obat lelah

ketika menyelesaikan skripsi ini.

9. Kepada seluruh teman-teman seperjuanganku di Jurusan Pendidikan Agama

Islam khususnya Fadli Mart Gultom, Hendriansyah, Teguh Nugroho, Abdul

Rahman, Bakhtiar Fahmi, Nurkhalis Makki dan Muhammad Suhail yang

menjadi teman seperjuangan dalam menggali ilmu dan sama-sama merasakan

asam manisna dalam perkuliahan serta seluruh teman-teman kelas A angkatan

2010 yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu. Terima kasih atas

segala perhatian, dukungan, dan motivasi yang telah mereka berikan, semoga

(9)

saya tentang skripsi saya walaupun sedikit bawel.

11. Kepada abang-abang, adik-adik dan temen-temen tercinta di IKRH

JABOTABEK, khususnya bang Wahyu Azhari, bang Hanafi Surbakti,

Muammar Alwi, Dea pratama, Fakhrurrahma, Adi guna Sakti, dan

Muhammad Nasir serta yang menjadi lebih khusus kepada temen-temen satu

rumah bang Maulana Lamuddin dan Saidul Qadri Ritonga yang selalu

menghibur saya ketika sedang mengalami kesusahan dalam skripsi dan

mengajarkan saya tentang kedewasaan walaupun secara tidak langsung.

12. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebut satu persatu, semoga Allah SWT.

Membalas segala amalnya dengan lebih baik.

Semoga penulisan skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan

bagi para pembaca pada umumnya. Apabila terdapat kekurangan dan kesalahan

adalah semata-mata keterbatasan ilmu yang penulis miliki. Apabila terdapat

kesempurnaan itu berasal dari Allah.

Jakarta, 26 Oktober 2015

Ahmad Zaki Azzahiri

(10)

ABSTRAK ... i

C. Peluang dan Tantangan Dalam Pendidikan Islam ... 17

D. Posisi Pendidikan Islam Dalam Kancah Pendidikan Nasional. 28 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 31

B. Metode Penelitian ... 31

C. Teknik Pengumpulan Data ... 32

D. Teknik Analisis Data. ... 33

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMABAHASAN A. Sejarah Berdirinya Ormas Al-Washliyah ... 35

B. Visi Dan Misi OrmasAl-Washliyah ... 40

C. Karakteristik Ormas Al-Washliyah ... 41

D. Medan Perjuangan Al-Washliyah ... 43

E. Pemikiran Tokoh – Tokoh Ormas Al-Washliyah Dalam Pendidikan Islam ... 47

(11)

A. Kesimpulan ... 75

B. Saran ... 77

DAFTAR PUSTAKA ... 78

LAMPIRAN-LAMPIRAN

(12)

1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Dewasa ini begitu banyak ormas atau yang disebut sebagai organisasi masa, serta ormas yang mengatas namakan Islam, sehingga banyak ormas yang ketika menyerukan untuk mengembalikan citra ajaran Islam di Indonesia

mendapat respon yang baik dari masyarakat. Seiring berjalannya zaman,

ormas Islam semakin banyak lahir di Indonesia.

Ormas Islam adalah organisasi masa yang di bentuk oleh beberapa

masyarakat muslim, dengan alasan untuk mengembalikan fitrah baik dalam

ajaran agama Islam serta dalam hal pendidikan agama Islam yang sesuai

dengan ajaran Islam yang masih murni. Ormas Islam yang bermula hanya

bergerak dalam bidang dakwah, perlahan dengan semakin berkembangnya,

mulailah ormas-ormas Islam mendirikan berbagai lembaga pendidikan, baik

untuk tingkat dasar bahkan hingga tingkat perguruan tinggi.

Seiring berjalannya waktu ketika ormas-ormas Islam sudah tumbuh besar

di Negara Indonesia serta dengan pengikutnya yang sudah semakin

bertambah, membuat ormas-ormas Islam di Indonesia lupa dengan tujuan awal

didirikannya ormas Islam tersebut. Bahkan banyak ormas yang pada saat ini

lebih memetingkan kepentingan organisasinya dari pada tujuan di bentuknya

(13)

Ketika semua masyarakat sudah merasa bangga menjadi anggota dari

suatu ormas maka yang timbul pada saat ini adalah, banyak yang mengatas

namakan diri mereka sebagai ormas Islam, mulai dari “Muhammadiyah,

PERSIS (Persatuan Islam), NU(Nahdhatul Ulama), Alwashliyah”, dan

sebagainya. Semakin banyak ormas-ormas Islam yang lahir maka semakin

banyak pula timbul perpecahan antar ormas demi kepentingan ormas mereka

masing-masing, seperti halnya begitu juga banyak ormas yang sibuk megurus

tentang perbedaan pendapat baik dalam hal ajaran Islam serta dalam hal

pendidikan yang semua ormas tersebut lebih mengutamakan pendapat mereka

tanpa menerima pendapat dari orang lain, semua ini berakibat banyak hal-hal

yang sebenarnya harus lebih penting di urus harus di kesampingkan.

Dunia pendidikan yang terlebih dahulu harus di selesaikan bersama dan

harus di dalami, karena banyak masyarakat yang masuk kedalam ormas tanpa

mengetahui dasar ormas yang diikutinya, sehingga menyebabkan perpecahan.

Dari tahun ketahun setiap permasalahan ormas harus di selesaikan dengan

perbedaan pendapat yang berakibat saling menjelekkan ormas lain. Seperti

permasalahan penetepan hilal, serta perbedaan penerapan dalam proses

pembelajaran dan pengajaran terhadap suatu lembaga pendidikan. Setiap

lembaga pendidikan yang mengatas namakan suatu ormas, memiliki metode

yang berbeda, misalnya, ormas Muhammadiyah yang selalu mengepankan

nilai kemuhammadiayahannya, NU selalu memperkenalkan tokoh-tokoh

dalam dunia pendidikan yang selaras organisasinya dengan mereka, begitu

(14)

merasa sudah benar bahkan dianggap paling benar dari lembaga pendidikan

yang lainya.

Dalam hal ini suatu ormas ketika sedang sibuk mengurusi permasalahan

yang lebih banyak mengedepankan argumen masing-masing dan selalu

menganggap ormas mereka benar, menyebabkan banyak ormas yang

meninggalkan tanggung jawab dan peran mereka dalam membentuk

masyarakat menjadi masyarakat yang intelektual. Padahal kalau di teliti masi

banyak masyarakat yang menginginkan ormas selalu membantu mereka dalam

memberikan perubahan bagi diri mereka, khususnya dalam pendidikan Islam,

masyarakat yang pada awalnya sangat apresiasi dalam segala kegiatan ormas,

tapi ketika ormas pada saat ini mulai meninggalkan peran mereka yang lebih

penting bagi masyarakat, sehingga menjadi alasan kuat masyarakat pada saat

ini tidak begitu menyukai keberadaan ormas.

Lembaga pendidikan yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat pada saat

ini, seharusnya lebih diutamakan, namun begitu banyak lemabaga pendidikan

yang ada pada saat ini, baik lembaga pendidikan yang didirikan oleh menteri

pendidikan yang berbasis negeri maupun lembaga pendidikan yang didirikan

oleh ormas-ormas manapun yang berbasis suwasta membuat masayrakat

bingung untuk memilih. Lembaga pendidikan yang didirikan oleh menteri

pendikan, mengratiskan semua dana dalam bentuk pendidikan namun

memiliki syarat tertentu serta terkadang memiliki fasilitas yang kurag

memadai. Lembaga pendidikan suwasta yang didirikan oleh ormas, terbuka

(15)

berasal dari anggota ormas mereka. Inilah yang terjadi dalam dunia

pendidikan pada saat ini di negara kita.

Terkadang ketika kita melihat begitu banyak lembaga pendidikan yang

telah berdiri megah dan di bangun oleh ormas-ormas Islam, memiliki lulusan

dari negara asing maupun negara sendiri sehingga menjadi nilai lebih bagi

ormas yang telah menjadikannya seperti itu. Akan tetapi ketika mereka yang

sudah selelai menamatkan study mereka dalam suatu lembaga pendidikan,

mereka malah meninggalkan peran mereka terhadap masayrakat.

Pendidikan yang sebenarnya harus lebih didahulukan malah di

kesampingkan, padahal pendidikan semestinya harus diutamakan agar

masyarakat yang mengikuti ormas dapat memiliki pengetahuan sebagi

sandaran bagi mereka, bahkan jika semua masyarakat dapat mengenyam

pendidikan yang lebih dalam ia dapat bertindak secara wajar dan dapat berfikir

lebih dewasa ketika harus menyelesaikan masalah dalam setiap ormas yang

mereka pegang.

Dalam hal ini kita sebagai masyarakat mungkin jenuh ketika melihat

saudara-saudara kita yang berada di ormas, namun kita tidak bisa

menyalahkan mereka karena semuanya benar. Walaupun demikian dari

beberapa ormas yang selalu kita perhatikan terdapat satu ormas yang mungkin

kita tinggalkan, bahkan ketika semua ormas sibuk menyerukan kebenaran dan

beradu argumen untuk mempertahankan ormas masing-masing, ormas yang

(16)

permasalahan yang sebenarnya lebih penting diperhatikan, yaitu dalam hal

pendidikan. Alwashliyah, begitulah nama ormas ini yang sering disebut oleh

masyarakat. Ormas yang lebih sibuk mengurusi pendidikan, yang pada saat ini

tidak begitu di perhatikan. Begitu banyak pendidikan yang ada di negara kita,

akan tetapi hanya sebatas formalitas, tanpa ada pendalaman di dalamnya.

Ormas Alwashliyah yang memiliki perhatian lebih terhadap dunia

pendidikan, bahkan bisa di bilang ormas seperti inilah yang menginginkan

cikal bakal anak bangsa yang lebih intelektual, sehingga tidak lagi terjadi

hal-hal yang menimbulkan perpecahan antar ormas yang terjadi seperti pada saat

ini

Ketika berbicara tentang pendidikan, pendidikan merupakan tanggung

jawab kita bersama sebagai masyarakat yang menginginkan perubahan bagi

diri mereka pribadi khususnya dan untuk perubahan yang lebih maju bagi

negara ini umumnya. Namun hingga saat ini tanggung jawab kita atau bahkan

apresiasi kita sebagai masyarakat terhadap pendidikan sangat minim.

Alwashliyah merupakan salah satu ormas yang selalu perhatian terhadap

dunia pendidikan. Meskipun ormas ini hanya berkembang di provinsi Sumatra

Utara dan tidak begitu di kenalkan kepada provinsi lainnya. Namun demikian

meskipun hanya berkembang pesat di satu provinsi,perkembangannya

membuat hasil yang positif khususnya dalam dunia pendidikan.

Berdasarkan latar belakang pemikiran sesuai yang telah disampaikan

(17)

Alwashliyah Dalam Penididikan Islam DI Indonesia Dari

Tahun1930-2015”.Dalam hal ini penulis akan meneliti Tentang Kontribusi Ormas

Alwashliyah Dalam Pendidikan Islam Di Indonesia, serta perannya dalam

pendidikan Islam di Indonesia.

B. Identifikasi Masalah

Dari uraian latar belakang masalah di atas, dapat diidentifikasikan

beberapa masalah sebagai berikut :

1. Banyaknya anggota ormas Al-Washliyah yang lupa dengan tujuan

didirikannya ormas tersebut.

2. Kurangnya perhatian ormas Al-Washliyah terhadap

kepentingan-kepentingan masyarakat umum.

3. Pentingnya kontribusi ormas Al-Washliyah dalam pembangunan

pendidikan Islam di Indonesia.

C. Pembatasan Masalah

Dari identifikasi masalah di atas, untuk pembatasan masalah dalam

penelitian ini adalah: Tinjauan Tentang Kontribusi Ormas Alwashliyah Dalam Penididikan Islam DI Indonesia Dari Tahun1930-2015”.

D. Perumusan Masalah

Bertitik tolak pada pembatasan masalah tersebut, maka yang menjadi

(18)

“Bagaimanakah Kontribusi Ormas Alwashliyah Dalam Penididikan

Islam DI Indonesia Dari Tahun1930-2015””.

E. Tujuan Dan Kegunaan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana Tinjauan Tentang Kontribusi Ormas Alwashliyah Dalam Penididikan Islam DI Indonesia Dari

Tahun1930-2015”Dilakukannya penelitian ini sebagai tugas penyelesaian

studi pada jurusan Pendidikan Agama Islam, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan. Adapun kegunaannya, yaitu:

1. Mengembalikan kembali citra ormas Alwashliyah dalam pandangan

masyarakat.

2. Menjadikan gambaran bagi ormas Islam yang lain, agar peduli

terhadap pendidikan Islam.

3. Diharapkan dapat menjadi tambahan khazanah keilmuan tentang

(19)

8 A. Pengertian Pendidikan Islam

Kata pendidikan ditinjau dari segi etimologi berasal dari kata dasar didik

yang berarti memelihara, dan latihan.1 Sedagkan dari segi terminologi dalam

arti sederhana pendidikan sering diartikan sebagai usaha manusia untuk

membina kepribadiannya sesuai usaha dengan nilai-nilai di dalam masyarakat

dan kebudayaan. Dalam perkembangannya, istilah pendidikan atau

Paedagogie berarti bimbingan atau pertolongan yang diberikan dengan sengaja oleh orang dewasa agar menjadi dewasa. Selanjutnya pendidikan

diartikan sebagai usaha yang dijalakan oleh seseorang atau kelompok agar

menjadi dewasa atau mencapai tingkat hidup yang lebih tinggi.2

Menurut UU No. 20 tahun 2003, pendidikan adalah usaha sadar untuk

menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, dan

latihan bagi peranannya di masa yang akan datang.3

Sementara pengertian pendidikan menurut beberapa tokoh sebagai

berikut:

1

Armai Arief, Pembaharuan Pendidikan Islam di Minangkabau, (Jakarta: Suara ADI, 2009), h.32, Cet.I.

2

Hasbullah, Dasar-dasar Ilmu Pendidikan, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2006), h. 1, Cet. I.

3

(20)

H. Mahmud Yunus mengungkapkan pengertian pendidikan adalah

“usaha orang dewasa secara sadar untuk membimbing dan mengembangkan

kepribadian serta kemampuan dasar anak didik baik dalam bentuk pendidikan

formal maupun nonformal.4

Menurut Ki Hajar Dewantara yang dikutip oleh Hasballah: “ Pendidikan yaitu tuntutan di dalam hidup tumbuhnya anak-anak, adapun maksudnya,

pendidikan yaitu menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak,

agar mereka sebagai manusia dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan

yang setinggi-tingginya”.5

Menurut Hamka yang dikutip oleh Ramayulis: “Pendidikan merupakan

upaya yang dilakukan pendidik untuk membantu membentuk watak, budi,

akhlak, dan kepribadian peserta didik, sehingga ia bisa membedakan mana

yang baik dan mana yang buruk”.6

Menurut Hasan Al-Banna yang dikutip oleh A. Susanto: “Istilah pendidikan sering menggunakan kata at-tarbiyah yaitu proses pembinaan da pengembangan potensi manusia melalui pemberian berbagai ilmu

pengetahuan yang dijiwai oleh nilai-nilai ajaran agama”.7

Dari beberapa pendapat para tokoh pendidikan di atas penulis dapat

memeberi kesimpulan bahwa pendidikan adalah proses segala usaha untuk

4

Mahmud Yunus, Pokok-Pokok Pendidikan dan Pengajaran, (Jakarta: PT, Hidakarya Agung, 1990),Cet. III, h. 5.

5

Hasbullah, op.cit., h.4 Cet.I 6

Ramayulis, Ensiklopedia Tokoh Pendidikan Islam, (Ciputat: Ciputat Press Group, 2005), h. 266, Cet. I

7

(21)

mendidik, membina, membentuk dan mengembangkan potensi manusia

melalui pemberian berbagai ilmu pengetahuan menjadi manusia yang

berpotensi dan berakhlak mulia untuk menuju kebahagiaan. Pendidikan pada

dasarnya sebagai sarana untuk mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan di

akhirat, dengan pendidikan manusia memperoleh ilmu yang dapat

menciptakan kesuksesan dalam kehidupan dan hubungan manusia dengan

Tuhannya serta hubungan dengan manusia, tanpa pendidikan manusia tidak

dapat mengetahui jalan menuju kebahagiaan hidup.

Berbicara tentang pendidikan Islam tidak ubahnya ketika berbicara

tentang pendidikan secara umum, yakni adanya proses tranfer nilai dan

pengetahuan. Hanya saja pendidikan Islam, mendasarkan pendidikannya pada

konsep-konsep dasar agama Islam dan bertujuan untuk membentuk

karakteristik manusia yang lebih bersifat Islamni. Hal ini sejalan dengan yang

diungkapkan oleh Ahmad D. Marimba bahwa pendidikan Islam adalah

bimbingan jasmani, rohani berdasarkan hukum-hukum agama Islam menuju

kepada terbentuknya kepribadian utama menurut ukuran-ukuran Islam.

Dalam arti menciptakan kepribadian yang memiliki nilai-nilai agama Islam,

memilih dan memutuskan serta berbuat berdasarkan nilai-nilai Islam dan

bertanggung jawab sesuai dengan nilai-nilai Islam.8

(22)

Istiah pendidikan agama Islam berarti upaya membimbing, mengarahkan

dan membina peserta didik yang dilakukan secara sadar dan terncana agar

terbina suatu kepribadian yang uatama dengan nilai-nilai ajaran Islam.9

Dari berbagai pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa pendidikan

Islam adalah suatu usaha yang dilakukan secara sadar untuk melatih,

membimbing, dan mengembangkan segala potensi dengan menggunakan

metode-metode tertentu, baik secara formal maupun non formal, sehingga

orang tersebut memperoleh pengetahuan dan pemahaman, membentuk pola

tingkah laku tertentu untuk menciptakan kepribadian yang mandiri supaya

sampai kepada kesempurnaan yang mungkin dicapai berdasarkan nilai-nilai

keIslaman.

B. Dasar dan Tujuan Pendidikan Islam

Dasar pendidikan Islam dengan segala ajarannya itu bersumber dari

al-Qur`an, sunnah Rasulullah saw, (selanjutnya disebut Sunnah),

dan ra`yu (hasil pikir manusia). Tiga sumber ini harus digunakan secara

hirarkis. Al-Qur`an harus didahulukan. Apabila suatu ajaran atau penjelasan

tidak ditemukan di dalam al-Qur`an, maka harus dicari di dalam sunnah,

apabila tidak ditemukan juga dalam sunnah, barulah digunakan ra`yu. Sunnah

tidak bertentangan dengan al-Qur`an , dan ra`yu tidak boleh bertentangan

dengan al-Qur`an dan sunnah.

9

(23)

Sebagai aktifitas yang bergerak dalam proses pembinaan kepribadian

muslim, maka pendidikan Islam memerlukan asas atau dasar yang dijadikan

landasan kerja. Dengan dasar ini akan memberi arah bagi pelaksanaan

pendidikan yang telah diprogramkan. Dalam konteks ini, dasar yang menjadi

acuan pendidikan Islam hendaknya merupakan sumber nilai kebenaran dan

kekuatan yang dapat mengantarkan peserta didik ke arah pencapaian

pendidikan. Oleh karena itu, dasar yang terpenting dari pendidikan Islam

adalah al-Qur‟an dan Sunnah Rasulullah (hadits), kemudian baru ra‟yu.

Hadits nabi Muhammad SAW yang artinya: “Sesungguhnya orang

mu‟min yang paling dicintai oleh Allah ialah orang yang senantiasa tegak taat

kepada-nya dan memberikan nasihat kepada hamba-Nya, sempurna akal

pikiranya, serta menasehati pula akan dirinya sendiri, menaruh perhatian serta

mengamalkan ajaran-Nya selama hayatnya, maka beruntung dan memperoleh

kemenangan ia.”10

Moh. Athiyah al-Abrasyi dalam bukunya “Dasar-dasar Pokok

Pendidikan Islam” menegaskan bahwa pendidikan agama adalah mendidik

akhlak dan jiwa mereka, menanamkan rasa fadhilah (keutamaan),

membiasakan mereka dengan kesopanan yang tinggi, mempersiapkan mereka

untuk suatu kehidupan yang suci seluruhnya ikhlas dan jujur.11

11

Moh. Athiyah Al-Abrasyi, Dasar-daar Pokok Pendidikan Islam, Terj, Prof H. Bustani A. Goni dan Djohar Bahri LIS, (Jakarta : Bulan Bintang, 1980), h. 15.

(24)

Dalam pendidikan Islam, Sunnah Rasul mempunyai dua fungsi, yaitu: (1)

Menjelaskan sistem pendidikan Islam yang terdapat dalam al-Qur‟an dan

menjelaskan hal-halyang tidak terdapat didalamnya, (2) Menyimpulkan

metode pendidikan dari kehidupan Rasululllah bersama sahabat,

perlakuannya terhadap anak-anak, dan pendidikan keimanan yang pernah

dilakukannya.12

Secara lebih luas, dasar pendidikan Islam menurut Sa‟id Ismail Ali, sebagaimana dikutip Langgulung terdiri atas enam macam, yaitu; al-Qur‟an, Sunnah, qaul shahabat, masalih al-mursalah, „urf dan pemikiran hasil dari ijtihad intelektual muslim.13 Seluruh rangkaian dasar tersebut secara secara

hierarki menjadi acuan pelaksanaan sistem pendidikan Islam.

Masyarakat selalu mengalami perubahan, baik pola-pola tingkah laku,

organisasi, susunan lembaga-lembaga kemasyarakatan, lapisan-lapisan dalam

masyarakat, kekuasaan dan wewenang dan sebagainya.14

Pendidikan sebagai lembaga sosial akan turut mengalami perubahan sesuai

dengan perubahan yang tejadi di masyarakat. Kita tahu perubahan-perubahan

yang ada di zaman sekarang atau mungkin sepuluh tahun yang akan datang

mesti tidak dijumpai pada masa Rasulullah saw, tetapi memerlukan jawaban

12

Abdurrahman An-Nahlawi, Prinsip-prinsip dan Metode Pendidikan Islam, h.47. 13

Hasan Langgulung, Manusia dan Pendidikan; Suat Analisa psikologi dan Pendididkan (Jakarta : Pustaka al-Husna,1989), h.38.

14

(25)

untuk kepentingan pendidikan di masa sekarang. Untuk itulah diperlukan

ijtihad dari pada pendidik muslim. Ijtihad pada dasarnya merupakan usaha

sungguh- sungguh orang muslim untuk selalu berprilaku berdasarkan ajaran

Islam. Untuk itu manakala tidak ditemukan petunjuk yang jelas dari

al-Qur`an ataupun Sunnah tentang suatu prilaku ,orang muslim akan

mengerahkan segenap kemampuannya untuk menemukannya dengan

prinsip-prinsip al-Qur`an atau Sunnah.

Menurut Muhammad „Athijah Al-Abrasy jiwa pendidikan adalah budi

pekerti, pendidikan budi pekerti adalah jiwa dari pendidikan Islam, dan Islam

telah menyimpulkan bahwa Akhlak dan budi pekerti adalah jiwa dari

pendidikan Islam.15

Mencapai suatu Akhlak yang sempurna adalah tujuan sebenarnya dari

pendidikan. Para ahli pendidikan Islam telah sepakat bahwa maksud dari

pendidikan dan pengajaran bukanlah hanya memenuhi otak anak didik

dengan segala macam ilmu yang belum mereka ketahui, tetapi maksudnya

ialah mendidik Akhlak dan jiwa mereka, menanamkan rasa Fadhilah

(keutamaan), membiasakan mereka dengan kesopanan yang tinggi,

mempersiapkan mereka untuk suatu kehidupan yang suci seluruhnya Ikhlas

dan Jujur.

Maka tujuan pokok dan utama dari pendidikan Islam adalah mendidik budi

pekerti dan pendidikan jiwa. Semua mata pelajaran haruslah mengandung

15

(26)

pelajaran Akhlak keagamaan, karena akhlak keagamaan adalah akhlak yang

tertinggi, sedangkan Akhlak yang mulia itu adalah tiang dari pendidikan

Islam.

Tujuan pendidikan Islam tidak terlepas dari tujuan hidup manusia dalam

Islam, yaitu untuk menciptakan pribadi-pribadi sebagai Hamba Allah yang

selalu bertakwa kepadaNya, dan dapat mencapai kehidupan yang berbahagia

di duia dan akhirat seagaimana yang tertulis di dalam Al-Qur‟an surat Al -Dzariyat ayat 56:

َمَا

تْقَلَخ

ِجْلا

َس ِ ْْاَ

ِّإ

ِ د بْعَيِل

Artinya: Dan Aku tidak akan menciptakan jin dan manusia melainkan

supaya mereka mengabdi kepadaku.16

Dalam surat lain tepatnya dalam surat Al-Imran ayat102 Allah SWT

berfirman :

َ يِذ لا اَ ُيَأ اَي

َ ِلْسُم م ت َأَ ِّإ ت َت ََّ ِهِتاَق ت قَح َ هّ ْا ق تا ْا َمآ

Artinya: Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah

sebenar-benar takwa kepadaNya; dan janganlah sekali-kali kamu mati

melainkan dalam keadaan beragama Islam.17

(27)

Dalam konteks sosiologis, pribadi yang bertakwa menjadi rahmatan lil’alamin, baik dalam skala kecil maupun besar. Tujuan hidup manusia

dalam Islam inilah yang dapat di sebut juga sebagai tujuan akhir dari

pendidikan Islam.

Tujuan khusus yang kebih spesifik menjelaskan apa yang ingin dicapai

melalui pendidikan Islam. Sehingga konsep pendidikan Islam jadinya tidak

sekedar idealis ajaran-ajaran Islam dalam bidang pendidikan. Dengan keranga

tujuan ini dirumuskan harapan-harapan yang ingin dicapai di dalam

tahap-tahap tertentu proses pendidikan, sekaligus dapat pula dinilai hasil-hasil yang

telah dicapai.18

Menurut Al-Ghazali sebagaimana yang dikutip oleh Armai Arief

menjelaskan bahwa tujuan pendidikan Islam dapat diklasifikasikan kepada:

a. Membentuk insan purna yang pada akhirnya dapat mendekatkan diri

kepada Allah SWT.

b. Membentuk insan purna untuk memperoleh kebahagiaan hidup baik di

dunia maupun di akhirat.19

Menurut Hasan Langgulug tujuan yang ingin dicapai dari pendidikan

agama Islam, yaitu:

18

Hasan Langgulung, Beberapa Pemikiran Tentang Pendidikan Islam, (Bandung:

Al-Ma’arif, 1980), h. 38. 19

(28)

a) Menyiapkan generasi muda untuk memegang peranan-peranan tertentu

dalam masyarakat pada masa yang akan datang. Peranan ini berkaitan

erat dengan kelanjutan hidup masyarakat itu sendiri.

b) Memindahkan ilmu pengetahuan yang bersangkutan dengan

peranan-peranan tersebut dari generasi tua kepada generasi muda.

c) Memindahkan nilai-nilai yang bertujuan memelihara keutuhan dan

kesatuan masyarakat yang menjadi syarat mutlak bagi kelanjutan hidup

masyarakat dan peradaban. Dengan kata lain, tanpa nilai-nilai kutuhan

hidup tersebut tidak akan dapat terpelihara dengan baik yang pada

akhirnya akan kesudahan dengan kehancuran masyarakat itu sendiri.20

Dari beberapa pendapat di atas mengenai tujuan pendidikan Islam, dapat

disimpulkan tujuan pendidikan agama Islam adalah untuk menumbuhkan dan

meningkatkan keimanan melalui pemberian dan pemupukan pengetahuan,

penghayatan, pengalaman serta pengalaman peserta didik tentang agama

Islam. sehingga menjadi manusia muslim yang terus berkembang.

C. Peluang dan Tantangan Dalam Pendidikan Islam 1. Peluang Dalam Pendidikan Islam

Sebenarnya pendidikan Islam mempunyai banyak bentuk peluang hal ini

dikarenakan oleh berbagai macam faktor .Pertama yakni dari segi tujuan,

menurut imam Al-Ghozali, tujuan pendidikan islam mepuanyai dua hal.1.

mengantarkan kesempurnaan manusia yang berujung pada taqarub ilallah.2.

20

(29)

mengantarkan manusia untuk mendapatkan kebahagiaan dunia dan

akherat.Kedua yakni dari segi fungsi,setidaknya pendidikan islam setidaknya

memiliki tiga fungsi yakni1. menumbuhkembangkan (kapasitasfisik dan

psikis) peserta didik ketingkat normative yang lebih baik.2. melestarikan

ajaran islam yang meliputi ibadah, muamalah, munakahah, dan jinayah3.

melestarikan kebudayaan dan peradabanselain dari apa yang telah tersebut di

atas, sebenarnya pendidikan islam mempunyai peluang tang sangat luas. Di

zaman yang eperti sekarang ini. Sebut saja (era globalisasi) yang menurut

macke marjinal. Globalisasi sangat mengancam umat manusia,dan apabila

kita lihat lebih dekat globalosasi ialah suatu ke adaan yang ditandai oleh

adanya penyatuan politik, ekonomi, social, imu pengetahuan, teknologi dan

lain sebagainya.21

Bagi umat islam era globalisasi sendiri ialah suaatu hal yang biasa,karena

pada zaman klasik (abad ke-6 s.d. 13M) umat islam telah mulai membangun

hubangan-hubungan komonikasi, peradaban dan ilmu pengetahuan dengan

Negara-negara lain. Tinggal bagaimana kita dalam menentukan sikap sebagai

geberasi penerus atau sebagai pewaris, agar pendidikan islam mendapat

peluang yang nantinyadapat diterima oleh umat manusia dan

perkembanganya.Setelah apa yang telah dipaparkan di atas, pendidikan

mempunyai berbagai macam peluang.dikaranakanmasyarakat pada masa

inimulai muncul kesadaran akan pentngnya sebuah pendidikan yang dapat

menyelamatkan dirinya dalam proses kehidupan didunia dan akherat pada

21

(30)

nantinya. Serta munculnya berbagai macam tuntutandari lapisan masyarakat

akan pentingnya untuk melestairikan kebudayaan. Bila kita kaji dari

tujuan,fungsi serta pengalaman yang cukuplama dalam penidikan islam.

Kiranya pendidikan islam adalah satu-satumya yang akan dapat lebih bias

diterima. Karena hal tersebut ialah yang sekarang dibutuhakan oleh

masyarakat.seharusnya kitadapat masuk dalm ruangantersebut, sehingga

pendidikan islamdapat berkembang dan pendapatkan respon yang baik dari

masyarakat.namun dalam proses yang seperti itu selalu ada saja

penyelewengan dan ketidaktahuan arti sesungguhnya sehingga yang awalnya

ialah sebuah peluang akan dapat berubah menjadi sebuah ancaman atau

emacam tantangan pendidikan islam.

Sejak awal kedatangannya ke Indonesia, pada abad ke-6 M, Islam telah

mengambil peran yang amat siginifikan dalam kegiatan pendidikan. Peran ini

dilakukan, karena beberapa pertimbangan sebagai berikut. Pertama, Islam

memiliki karakter sebagai agama dakwah dan pendidikan. Dengan karakter ini, maka

Islam dengan sendirinya berkewajiban mengajak, membimbing, dan membentuk

kepribadian ummat manusia sesuai dengan nilai-nilai ajaran Islam. Dengan

inisiatifnya sendiri, ummat Islam berusaha membangun sistem dan lembaga

pendidikan sesuai dengan keadaan zaman, seperti pesantren, madrasah, majelis ta’lim

(31)

agama, para pemimpin masyarakat yang telah memberikan sumbangan yang besar

bagi kemajuan bangsa.22

Artikel di atas jelas bahwa sebenarnya begitu banyak peluang dalam

pendidikan Islam, karena agama Islam merupakan agama yang paling berjasa

dalam membentuk karakter dan perjuangan bangsa Indonesia. Lahirnya para

tokoh di Indonesia hampir rata-rata berasal dari agama Islam yang

sebelumnya telah mengenyam pendidikan Islam, baik itu pendidikan Islam

yang berbasis sekolah ataupun berbasis pondok pesantren. Untuk itu

pendidikan Islam tidak boleh merasa lebih rendah dari pendidikan lainnya,

bahkan pendidikan Islam harus mendapatkan posisi setara dengan pendidikan

lainya.

Kedua, terdapat hubungan simbiotik fungsional antara ajaran Islam dengan

kegiatan pendidikan. Dari satu sisi Islam memberikan dasar bagi perumusan

visi, missi, tujuan dan berbagai aspek pendidikan, sedangkan dari sisi lain,

Islam membutuhkan pendidikan sebagai sarana yang strategis untuk

menyampaikan nilai dan praktek ajaran Islam kepada masyarakat. Adanya

penduduk Indonesia yang mayoritas beragama Islam adalah sebagai bukti

keberhasilan pendidikan dan dakwah Islamiyah.23

22

Abuddin Nata, Manajemen Pendidikan Mengatasi Kelemahan Pendidikan Islam Indonesia , Jakarta:Pernada Media, edisi Pertama. 2009.

23

(32)

Pendapat dari artikel di atas menjelaskan bahwa antara pendidikan

dengan ajaran agama Islam memiliki hubungan. Hal ini cukup terlihat jelas,

karena jika pendidikan yang didasari tanpa pengetahuan ajaran Islam maka

ilmu tidak akan mampu diterapkan dalam kehidupan sehari-hari bahkan akan

menimbulkan sifat negatif. Selanjutnya ajaran agama Islam tidak akan

mampu didapatkan tanpa memalui jalur pendidikan baik itu pendidikan

formal ataupun non formal.

Ketiga, Islam melihat bahwa pendidikan merupakan sarana yang paling

strategis untuk mengangkat harkat dan martabat manusia dalam berbagai

bidang kehidupan. Itulah sebabnya tidak mengherankan, jika ayat 1 sampai

dengan 5 surat al-’Alaq, sebagai ayat al-Qur’an yang pertama kali diturunkan,

telah mengandung isyarat tentang pentingnya pendidikan. Ayat 1 sampai

dengan 5 surat al-’Alaq tersebut artinya: ”Bacalah dengan (menyebut) nama

Tuhanmu. Yang telah menjadikan manusia dari segumpal darah. Bacalah dan

Tuhanmu yang Maha Mulia. Yang telah mengajarkan manusia dengan pena. Ia

mengajarkan manusia tentang segala sesuatu yang belum diketahuinya”. Pada

ayat tersebut paling kurang terdapat lima aspek pendidikan: 1)Aspek proses

dan metodologi, yaitu membaca dalam arti yang seluas-luasnya:

mengumpulkan informasi, memahami, mengklasifikasi atau mengkategorisasi,

membandingkan, menganalisa, menyimpulkan dan memverifikasi. 2)Apek

guru, yang dalam hal ini Alllah SWT; 3)Aspek murid, yang dalam hal ini Nabi

(33)

hal ini diwakili oleh kata qalam (pena); dan 5)Aspek kurikulum, yang dalam

hal ini segala sesuatu yang belum diketahui manusia (maa lam ya’lam). Kelima

hal tersebut merupakan komponen utama pendidikan.24

Penjelasan artikel di atas hal yang menunjukkan bahwa komponen

pendidikan diambil dari ajaran Islam dari tiga artikel di atas secara

keseluruhan merupakan hal yang membuktikan bahwa pendidikan merupakan

hal yang paling utama untuk meraih ajaran Islam sehingga ajaran Islam yang

diperoleh melalui pendidikan dapat di sempurnakan dengan pengamalan yang

sesuai baik dalam kehidupan pribadi maupun kehidupan bermasyarakat.

Sesuai dengan perkembangan dan tuntutan zaman, pendidikan Islam

telah menampilkan dirinya sebagai pendidikan yang fleksibel, responsif,

sesuai dengan perkembangan zaman, berorientasi ke masa depan, seimbang,

berorientasi pada mutu yang unggul, egaliter, adil, demokratis, dinamis,

terbuka, sepanjang hayat dan seterusnya. Sesuai dengan sifat dan karakternya

yang demikian itu pendidikan Islam senantiasa mengalami inovasi dari waktu

ke waktu, yaitu mulai dari sistem dan lembaganya yang paling sederhana

seperti pendidikan di rumah, surau, langgar, mesjid, majelis ta’lim, pesantren

dan madrasah, sampai kepada perguruan tinggi yang modern. Inovasi

pendidikan Islam juga terjadi hampir pada seluruh aspeknya, seperti

kurikulum, proses belajar mengajar, tenaga pengajar, sarana prasarana,

24

(34)

manajemen dan lain sebagainya. Melalui inovasi tersebut, kini pendidikan

Islam yang ada di seluruh dunia (termasuk di Indonesia) amat beragam, baik

dari segi jenis, tingkatan, mutu, kelembagaan dan lain sebagainya. Kemajuan

ini terjadi karena usaha keras dari ummat Islam melalui para tokoh pendiri

dan pengelolanya, serta pemerintah pada setiap negara.

Era globalisasi dapat dipahami sebagai suatu keadaan yang ditandai oleh

adanya penyatuan politik, ekonomi, sosial, budaya, ilmu pengetahuan,

teknologi, informasi dan lain sebagainya, yang terjadi antara satu negara

dengan negara lainnya, tanpa menghilangkan identitas negara masing-masing.

Penyatuan ini terjadi berkat kemajuan teknologi informasi (TI) yang dapat

menghubungkan atau mengkomunikasikan setiap issu yang ada pada suatu

negara dengan negara lain.

Bagi ummat Islam, era globalisasi dalam arti menjalin hubungan, tukar

menukar dan transmisi ilmu pengetahuan, budaya dan sebagainya

sebagaimana tersebut di atas, sesungguhnya bukanlah hal baru. Globalisasi

dalam arti yang demikian, bagi ummat Islam, merupakan hal biasa. Di zaman

klasik (abad ke-6 sd 13 M.) ummat Islam telah membangun hubungan dan

komunikasi yang intens dan efektif dengan berbagai pusat peradaban dan

ilmu pengetahuan yang ada di dunia, seperti India, China, Persia, Romawi,

Yunani dan sebagainya. Hasil dari komunikasi ini ummat Islam telah

mencapai kejayaan, bukan hanya dalam bidang ilmu agama Islam, melainkan

(35)

warisannya masih dapat dijumpai hingga saat ini, seperti di India, Spanyol,

Persia, Turki dan sebagainya.

Selanjutnya di zaman pertengahan (abad ke 13-18 M.) ummat Islam telah

membangun hubungan dengan Eropa dan Barat. Pada saat itu ummat Islam

memberikan kontribusi yang besar bagi kemajuan Eropa dan Barat. Beberapa

penulis Barat seperti W.C.Smith, dan Thomas W. Arnold misalnya, mengakui

bahwa kemajuan yang dicapai dunia Eropa dan Barat saat ini karena

sumbangan dari kemajuan Islam. Mereka telah mengadopsi ilmu pengetahuan

dan perabadan Islam tanpa harus menjadi orang Islam.

Pada zaman pertengahan itu, ummat Islam hanya mementingkan ilmu agama

saja. Sementara ilmu pengetahuan seperti matematika, astronomi, sosiologi,

kedokteran dan lainnya tidak dipentingkan, bahkan dibiarkan untuk diambil

oleh Erofa dan Barat. Pada zaman ini Eropa dan Barat mulai bangkit

mencapai kemajuan, sementara ummat Islam berada dalam keterbelakangan

dalam bidang ilmu pengetahuan dan peradaban.

Di zaman modern (abad ke-19 sampai dengan sekarang) hubungan Islam

dengan dunia Eropa dan Barat terjadi lagi. Pada zaman ini timbul kesadaran

dari ummat Islam untuk membangun kembali kejayaannya dalam bidang ilmu

pengetahuan, teknologi dan peradaban melalui berbagai lembaga pendidikan,

pengkajian dan penelitian. Ummat Islam mulai mempelajari kembali berbagai

kemajuan yang dicapai oleh Eropa dan Barat, dengan alasan bahwa apa yang

dipelajari dari Eropa dan Barat itu sesungguhnya mengambil kembali apa

(36)

Namun demikian, hubungan Islam dengan Eropa dan Barat dimana

sekarang keadaannya sudah jauh berbeda dengan hubungan Islam pada zaman

klasik dan pertengahan sebagaimana tersebut di atas. Di zaman klasik dan

pertengahan ummat Islam dalam keadaan maju atau hampir menurun,

sedangkan keadaan Eropa dan Barat dalam keadaan terbelakang atau mulai

bangkit. Keadaan Eropa dan Barat saat ini berada dalam kemajuan,

sedangkan keadaan ummat Islam berada dalam ketertinggalan. Tidak hanya

itu saja, keadaan dunia saat ini telah dipenuhi oleh berbagai paham ideologi

yang tidak sepenuhnya sesuai dengan ajaran Islam, seperti ideologi

capitalisme, materialisme, naturalisme, pragmatisme, liberalisme bahkan

ateisme yang secara keseluruhan hanya berpusat pada kemauan manusia

(anthropocentris). Hal ini berbeda dengan karakteristik keseimbangan ajaran

Islam yang memadukan antara berpusat pada manusia (anthropo-centris) dan

berpusat pada Tuhan (theo-centris).

2. Tantangan Dalam Pendidikan Islam

Dunia pendidikan Indonesia dewasa ini memperlihatkan fenomena yang

kurang membanggakan. Sering terjadi tawuran di kalangan pelajar, perbuatan

asusila yang dilakukan kaum terpelajar dan cendikiawan itu pada gilirannya

meningkatkan pada penilaian yang kurang baik terhadap pendidikan.

Fenomena demikian, memang agaknya tidak terlepas dari sekat-sekat

sosial-masyarakat.

Hubungan antara dunia pendidikan dengan masyarakat erat sekali, dan

(37)

teridentifikasikan dengan “sekolah”, dalam dalam proses perkembangannya

tidak terlepas dari “mesin” sosial. “Mesin” sosial menggerakkan segala

dimensi kemanusiaa.

Adapun fenomena yang menjadi tantangan dalam pendidikan Islam yang

pada saat ini sedang berkembang, yaitu:25

1. Krisis nilai, berkaitan dengan sikap menilai suatu perbuatan tentang baik

dan buruk, etis dan tidak etis, benar dan salah dan hal lain yang

menyangkut etika individu dan sosial.

2. Krisis konsep tetang kesepakatan arti hidup yang baik. Masyarakat

mengalami pergerseran pandangan tentang cara hidup bermasyarakat yang

baik dalam bidang ekonomi, politik, kemasyarakatan, dan implikasinya

terhadap kehidupan individual.

3. Adanya kesenjangan kredeibilitas. Dalam masyarakat saat ini sangat

dirasakan adanya erosi kepercayaan, baik di kalangan pemegang

kekuasaan, ekonomi maupun penanggung jawab sosial.

4. Beban institusi sekolah terlalu besar melebihi kemampuannya. Sekolah, di

satu pihak, dituntut untuk memikul beban tanggung jawab moral dan

sosial-kultural-yang tidak menjadi program institusionalnya-, di lain pihak

ia dikekang oleh sistem dan aturan birokrasi yang memperdebat dan

mengekang dinamka sekolah.

5. Kurangnya relevansi program pendidikan di sekolah dengan kebutuhan

pembangunan.

25

(38)

6. Kurangnya idealisme dan citra remaja tentang peranannya di masa depan.

7. Makin besarnya kesenjangan si miskin dan si kaya. Sekolah memerlukan

dukungan masyarakat secara berimbang, tidak hanya oleh kaum kaya,

tetapi juga kaum miskin.

Dari peryataan di atas, kiranya dapat mengambil langkah yang harus

dilakukan dalam menangani permasalah yang menjadi tantangan dalam

pendidikan Islam, yaitu:26

a) Mengadakan rumusan ulang terhadap arah “kiblat” pendidikan agama.

Arah “kiblat” yang dimaksud adalah acuan orientasi pengembangan

kependidikan untuk diberlakukan secara nasional.

b) Merevitalisasi pendidikan agama di Indonesia. Revitalisasi ini pada

dasarnya mengaksentuasikan pada pentingnya pendidikan agama sehingga

pendidikan agama menjadi keniscayaan. Sebagai kerangka besar

perwujudan revitalisasi ini dapat dilakukan beberapa cara, yaitu, (a)

mendorong pendidikan agama untuk diajarkan oleh seluruh komponen

masyarakat. (b) nilai pendidikan agama tidak terpisah dari materi

pendidikan lainnya. (c) menciptakan suasana pendidikan agama.

c) Mendirikan lembaga pendidikan tinggi (universitas) Islam Internasional.

Lemabaga pendidikan yang dimaksud adalah lembaga pendidikan

keislaman yang mampu memiliki akses secara internasional.

26

Ibid., h. 180-181.

(39)

d) Mengembangkan buku-buku dars yang memiliki kesamaan visi dan misi.

Artinya, buku – buku pelajaran keagamaan yang digunakan oleh seluruh

siswa Indonesia mengacu pada “platform” yang sama.

D. Posisi Pendidikan Islam Dalam Kancah Pendidikan Nasional

Posisi pendidikan Islam dalam sistem pendidikan nasional secara

normatif dapat dilihat dari perkembangan kebijakan negara terhadap

pendidikan Islam, baik itu pendidikan di madrasah dan pondok pesantren,

maupun pendidikan agama sebagai bagian kurikulum di sekolah umum.

Secara normatif dapat dilihat terjadi pergeseran posisi dan pengakuan

terhadap pendidikan Islam yang terus berlangsungsampai saat ini, yaitu dari

posisi marjinal dan “kelas dua” pada masa pemerintahan kolonial sampai

mendapatkan pengakuan eksistensi yang sama denga sekolah umum.

Persamaan kedudukan madrasah yang diakui pemerintah dalam pelaksanaan

wajib belajar dengan sekolah umum negeri memperlihatkan bahwa lembaga

pendidikan dipandang dapat memenuhi kewajiban pelaksanaan wajib belajar

bagi masyarakat.27

Secara faktual, dilihat dari kontribusi pendidikan Islam dalam proses

mencerdaskan kehidupan bangsa, posisi lembaga pendidikan Islam pada

dasarnya diakui sama dengan pendidikan lain. Pendidikan Islam juga

menjalankan misi pendidikan untuk mencerdaskan bangsa. Lembaga

27

(40)

pendidikan Islam yang sampai ke pelosok – pelosok memberikan manfaat

yang sangat berarti kepada masyarakat yang tidak mampu menjangkau

pendidikan formal di sekolah umum. Karena itulah, banyak lembaga

pendidikan Islam yang tidak mementingkan pengakuan, karena keyakinan

para pengelolanya bahwa pendidikan yang telah mereka selenggarakan telah

ikut berperan dalam menjalankan hidupnya terutama bekal pengetahuan

agama.28

Berkaitan dengan pengakuan masyarakat terhadap lembaga pendidikan

Islam, mengingat pendidikan Islam lebih mengutamakan pengetahuan

keislaman dan lemah dalam pengetahuan umum terutama diarahkan pada

penguasaan sains dan teknologi, maka ada segmen masyarakat yang

memandang bahwa lembaga pendidikan Islam belum mampu mengahasilkan

lulusan dengan kualitas yang sama dengan sekolah umum. Hal ini di perkuat

oleh fakta bahwa meskipun kurikulum madrasah telah disamakan dengan

kurikulum di sekolah umum ternyata sedikit sekali dari lulusan madrasah

lanjutan yang lolos dalam seleksi penjaringan calon mahasiswa di perguruan

tinggi negeri, terutama perguruan tinggi yang berkualitas.29

Di sisi lain, upaya normatif dalam bentuk ketentuan perundangan yang

memberikan posisi yang sama antara lembaga pendidikan Islam dengan

sekolah umum dengan keharusan menyelenggarakan kurikulum nasional, di

dalam kenyataannya belum mampu memberikan dorongan yang cukup kuat

28

Ibid. 29

(41)

untuk mengangkat kualitas lulusan madrasah agar sama dengan kualitas

lulusan sekolah umum sehingga mampu bersaing dalam memperebutkan

berbagai kesempatan dan resources di bidang sosial dan ekonomi seperi lapangan pekerjaan di berbagai sektor formal modern. Sekolah unggulan

Islam yang banyak bermunculan di Indonesia pada kahir abad ke – 20

dipandang sebagai jawaban untuk memenuhi keperluan masyarakat muslim,

yaitu basis keagamaan yang kuat yang di imbangi dengan penguasaan sais

dan teknologi.30

Dari pemaparan di atas penulis mengambil kesimpulan bahwa posisi

pendidikan Islam dalam kancah pendidikan nasional adalah, “sama atau

setara” dengan pendidikan umum lainnya, namun beberapa lembaga saja

yang tidak begitu di akui, dikarenakan belum mampu menunjukkan

kontribusi mereka terhadap bangsa, salah satunya mengenai penyeimbangan

anatara mata pelajaran agama dengan plejaran umum, sehingga banyak

pelajar yang masi kurang dalam hal tersebut, bahkan membuat mereka jauh

tertinggal dengan lembaga pendidikan lainnya. Maka dari itu pada dasarnya

pendidikan Islam juga memberikan kontribusi dalam bidang pendidikan yang

berkeinginan mencerdaskan kehidupan bangsa, namun seiring berjalannya

zaman, dengan pendidikan yang lebih mementingkan untuk bidang sains dan

teknologi, dalam hal ini membuat lembaga pendidikan Islam tertinggal

bahkan mulai dilupakan, padahal yang sebenarnya lembaga pendidikan Islam

sudah memiliki posisi yang setara dengan pendidikan umum yang lain.

30

(42)

31

METODOLOGI PENELITIAN

A. Waktu Penelitian

Waktu penelitian yang dilakukan dalam penelitian ini dari bulan

Desember 2014 sampai bulan Maret 2015.

B. Metode Penelitian

Secara umum metode penelitian diartikan sebagai cara ilmiah untuk

mendapatkan data dengan tujuan dan keguaan tertentu.1

Untuk mempermudah dalam penelitian ini, penulis menggunakan

metode penelitian (Library Research), yaitu dengan cara membaca, memahami dan menelaah tentang buku-buku atau dokumen –dokumen

yang berkaitan, untuk melengkapi data-data yang diperlukan.

Adapun pengertian dari penelitian kepustakaan (library research) adalah berupa analisis deskriptif yaitu dengan cara mengumpulkan data

yang berkenaan dengan skripsi yang terkait dengan tahapan sebagai

berikut:

1. Mengumpulkan buku-buku yang berkaitan dengan tema skripsi.

2. Mempelajari ini buku yang berkaitan dengan obyek penelitian

skripsi.

1

(43)

3. Menganalisis hasil dari buku yang dibaca dan diinterpretasikan

kedalam skripsi.

C. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Dokumentasi

Penelitian dengan melakukan pengumpulan data dengan cara

mengumpulkan dokumentasi untuk memperkuat skripsi penulis. Dokumen

yang di kumpulkan adalah buku-buku yang berkenaan dengan

kealwashliyahan, dan sejarah pendidikan islam di Indonesia sebagai

sebagai buku pendukung untuk memperkuat hasil penulisan skripsi.

b. Wawancara

Wawancara atau interview adalah suatu komunikasi pengumpulan data dengan jalan mengadakan komunikasi dengan sumber data,

komunikasi tersebut dengan dialog (Tanya jawab) secara lisan, baik

langsung maupun tidak langsung. Wawacara adalah tanya jawab lisan

antara dua orang atau lebih secara langsung.2 Adapun jenis wawancara

yang di gunakan adalah wawancara tidak terstruktur. Wawancara tidak

terstruktur sangat berbeda dalam hal bertanya dan memberikan respon,

yaitu cara ini lebih bebas, pertanyaan biasanya tidak disusun terlebih

2

(44)

dahulu, tetapi disesuaikan degan keadaan dan ciri yang unik dari informan,

pelaksanaan tanya jawab mengalir seperti percakapan sehari-hari.

Penelitian dengan melakukan wawancara adalah dengan cara

melakukan wawancar kepada tokoh-tokoh yang terkait dan mengerti

perkembangan alwashliyah dalam hal kontribusinya terhadap dunia

pendidikan di Indonesia. Pada penelitian ini penulis menggunakan

wawancara yang tidak terstruktur karena proses wawancara adalah sebagai

syarat pendukung dalam pembuatan skripsi.

D. Teknik Analisis Data

Teknik analisis data dalam penelitian ini adalah content analysis

(analisis isi). Pengertian dari analisis data yaitu pada dasarnya merupakan

suatu teknik sistematik untuk menganalisis isi pesan dan mengolah pesan,

atau suatu alat untuk mengobservasi dan menganalisis perilaku

komunikasi yang terbuka dari komunikator yang terpilih.3

Miles dan Huberman yang dikutip oleh Sugiono, mengemukakan

bahwa aktivitas data kualitatif dilakukan secara interaktif dan dilakukan

secara terus menerus sampai tuntas, sehingga datanya sudah penuh.

3

(45)

Aktivitas dalam analisis data yaitu: data reduction, data display, dan

conclusion drawing / verification.4

a. Data Reduction

Mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok,

memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya

dan membuang yang tidak perlu.

b. Data Display

Dalam penelitian kualitatif, penyajian data dapat dilakukan dengan

bentuk uraian singkat, bagian, hubungan antar katagori dan

sejenisnya. Dalam hal ini Miles da Huberman mengemukakan

yang dikutip oleh Sugiono menyatakan “the most frequent from of

display data for qualitative research data in the pas has been narrative tex”. Yang paling sering digunakan dalam penyajian data

dalam penelitian kualitatif adalah dengan teks yang bersifat naratif.

c. Conclusion Drawing Verification

Langkah ketiga dalam analisis data kualitatif menurut Miles dan

Huberan adalah penarikan kesimpulan dan verifikasi.

4

(46)

35

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Sejarah Berdirinya Ormas Al – Washliyah

Berdirinya Al–Washliyah dilatarbelakangi oleh kesadaran beberapa pelajar dan

guru yang tergabung dalam perguruan Maktab Islamiyah Tapanuli (MIT) untuk

bersatu dalam menyalurkan ide dan pendapat.1 Pada tahun 1918, masyarakat

Mandailing yang menetap di Medan berinisiatif mendirikan sebuah istitusi

pendidikan agama Islam, bernama Maktab Islamiyah Tapanuli (MIT). Mereka ini

adalah pendatang dari daerah Tapanuli Selatan yang berbatasan langsung dengan

tanah Minangkabau. Di samping dikenal sebagai komunitas yang kuat beragama

Islam, suku Mandailing juga relatif berpendidikan lebih baik dari kelompok suku

lainnya. Maktab tersebut signifikan daam dua hal ; pertama, ia adalah lembaga

pendidikan Islam formal pertama di Medan; dan kedua, berdirinya Al – Washliyah

adalah merupakan gagasan dari para alumni Maktab Tersebut.2

Kegiatan pendidikan di MIT kelihatannya mencoba menggabungkan sistem

tradisional dan modern. Dari segi isi, apa yang diajarkan di MIT tidak jauh berbeda

dari pesantren – pesantren tradisional,3 namun pengajaraannya sudah dilakukan

1

Chalidjah Hasan, Kajian Perandingan Pendidikan, (Surabaya : Al – Ikhlas, 1995), h. 217. 2

Hasan Asari, Modernisasi Islam: Tokoh Gagasan dan Gerakan, (Bandung: Citapustaka Media, 2002), h. 234.

3

Samsul Nizar dan Muammadd Syaifudin, Isu –Isu Kontemporer Tentang Pendidikan Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 2010), Cet.. I, h. 139.

(47)

secara klasikal dengan menggunakan media – media modern seperti bangku, papan

tulis dan sebagainya.

Sepuluh tahun setelah berdirinya (1928), para alumi dan murid senior MIT

mendirikan ‘Debating Club’sebagai wadah untuk mendiskusikan pelajaran maupun

persoalan – persoalan sosial keagamaan yang sedang berkembang di tengah

masyarakat. Pendirian ‘Debating Club’ ini berkaitan dengan meluasnya diskusi –

diskusi mengenai nasionalisme dan berbagai faham keagamaan yang terutama

didorong oleh kaum pembaharu.4 Heterogenitas penduduk daerah ini, maupun

Medan sendiri sebagai kota terbesar, jelas merupakan lahan subur bagi tumbuhnya

diskusi – diskusi, bahkan konflik, antar berbagai segmen masyarakat yang

meresponi perkembangan sesuai dengan kecendrungannya masing – masing.

Debating Club nampaknya cukup berhasil dalam program – programnya dan dipandang sangat bermanfaat, sehingga ada keinginan di kalagan eksponennya

untuk mencari kemungkinan peran yang lebih signifikan dalam perkembangan dan

perobahan yang terus terjadi. Untuk tujuan ini, para anggota Debating Club

merasakan perlunya wadah organisasi yang lebih besar dari sekedar kelompok

diskusi. Lalu upaya kearah ini mulai dirintis, sehingga sebuah organisasi terwujud

dan secara resmi berdiri pada 30 November 1930 bertepatan dengan 9 Rajab 1349

4

(48)

H yang di beri nama Al – Washliyah, yang bermakna organisasi yang ingi

menghubungkan dan mempertalikan.5

Al Jam’iyatul Washliyah merupakan organisasi Islam yang lahir pada 30

November 1930 dan bertepatan 9 Rajab 1349 H di kota Medan, Sumatera Utara. Al

Jam’iyatul Washliyah yang lebih dikenal dengan sebutan Al Washliyah lahir ketika

bangsa Indonesia masih dalam penjajahan Hindia Belanda (Nederlandsh Indie).

Sehingga para pendiri Al Washliyah ketika itu turut pula berperang melawan

penjajah Belanda. Tidak sedikit para tokoh Al Washliyah yang ditangkap Belanda

dan dijebloskan ke penjara.6

Tujuan utama untuk mendirikan organisasi Al Washliyah ketika itu adalah untuk

mempersatukan umat yang berpecah belah dan berbeda pandangan. Perpecahan dan

perbedaan tersebut merupakan salah satu strategi Belanda untuk terus berkuasa di

bumi Indonesia. Oleh karena itu, Organisasi Al Washliyah turut pula meraih

kemerdekaan Indonesia dengan menggalang persatuan umat di Indonesia.

Penjajah Belanda yang menguasai bumi Indonesia terus berupaya agar bangsa

Indonesia tidak bersatu, sehingga mereka terus mengadu domba rakyat. Segala cara

dilakukan penjajah agar rakyat berpecah belah. Karena bila rakyat Indonesia bersatu

maka dikhawatirkan bisa melawan pejajah Belanda.

5

Samsul Nizar dan Muhammad Syaifudin, op.cit., h. 141 6

Majlis Pendidikan Al-Washliyah, Sejarah Al-Washliyah 2010, (http://kabarwashliyah.com/sejarah/)

(49)

Upaya memecah belah rakyat terus merasuk hingga ke sendi-sendi agama Islam.

Umat Islam kala itu dapat dipecah belah lantaran perbedaan pandangan dalam hal

ibadah dan cabang dari agama (furu’iyah). Kondisi ini terus meruncing, hingga umat

Islam terbagi menjadi dua kelompok yang disebut dengan kaum tua dan kaum

muda. Perbedaan paham di bidang agama ini semakin hari semakin tajam dan sampai pada tingkat meresahkan.

Dengan terjadinya perselisihan di kalangan umat Islam di Sumatera Utara

khususnya kota Medan, para pelajar yang menimba ilmu di Maktab Islamiyah

Tapanuli Medan berupaya untuk mempersatukan kembali umat yang terpecah belah

itu. Upaya untuk mempersatukan umat Islam terus dilakukan dan akhirnya

terbentuklah organisasi Al Jam’iyatul Washliyah yang artinya Perkumpulan yang

menghubungkan. Maksudnya adalah menghubungkan manusia dengan Allah Swt.

dan menghubungkan manusia dengan manusia (sesama umat Islam).

Inilah yang melatarbelakangi berdirinya ormas Al- Washliyah yang berdiri pada

30 November 1930 yang bertujuan untuk menyatukan kembali pemahaman dan

pemikiran bangsa Indonesia agak tidak mudah dirasuki oleh pemahaman dari para

penjajah yang ingin menguasai Indonesia.

Setelah resmi didirikan, maka ditetapkan pengurus Al – Washliyah yang

berkedudukan di Medan, dengan susunan sebagai berikut: Ismail Banda (Ketua I),

A. Rahman Sjihab (Ketua II), M.Arsjad Thalib Lubis (Penulis I), Adnan Nur

(50)

H. A. Malik, A. Aziz Effendy (Pembantu – pembantu), serta Sjech H. Muhammad

Junus (Penasehat).7

Dalam perjalanan berikutnya, berdasarkan Keputusan Kongres (Muktamar) Al –

Washliyah ke X tanggal 10 Maret s/d 14 Maret 1956 di Jakarta, disepakati bahwa

kedudukan Pengurus Besar (PB) Al – Washliyah dipindahka ke pusat pemerintahan

(dalam hal ini Jakarta).8 Hal ini dimaksudkan agar lebih dekat dengan kekuasaan

pemerintahan dan memudahkan koordinasi dengan pengurus di tingkat wilayah

seluruh Indonesia.9

Menarik untuk dicatat bahwa berdirinya Al – Washliyah tidak tergantung pada

seorang tokoh sentral kharismatik sebagaimana halnya Ahmad Dahlan dengan

Muhammadiyah, Hasyim Asy’ari dengan NU atau denga Ahmad Soorkati dengan

Al – Irsyad. Pendirian dan pertumbuhan awal Al – Washliyah lebih merupakan hasil

upaya bersama beberapa orang dengan peran dan keistimewaannya masing-masing.

Syekh Muhammad Yunus adaah tokoh yang biasanya dianggap sebagai pendiri

Al-Washliyah. Abdurrahman Syihab adalah tokoh lain yang mempunyai kemampuan

tinggi dalam rekruitmen anggota; Arsyad Thalib Lubis adalah ulama Al-Washliyah

dengan ilmu dan pengetahuan agama Islam yang sangat mendalam; sementara Udin

Syamsuddin adalah administrator dan ahli menejemennya.10

7

Samsul Nizar, Sejarah Pendidikan Islam, Menelusuri Jejak Sejarah Pendidikan Era Rasulullah Sampai Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2007), Cet.. I, h. 324.

8

Mahmud Yunus, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, (Jakarta: Hidakarya Agung, 1996), h. 195.

9

Samsul Nizar, op.cit., h. 325. 10

(51)

Secara garis besar apa yang disampaikan penulis melalaui skripsi ini tentang

kesejarahan Al-Washliyah merupakan sejarah berdirinya Al-Washliyah yang di

ambil dari beberapa sumber buku dan website resmi Alwashliyah.

B. Visi, Misi Ormas Al –Washliyah

Setiap Organisasi baik itu secara umum ataupun yang berlandaskan agama, pasti

memiliki visi dan misi agar ormas yang di dirikan selalu berjalan pada tujuannya

meskipun tekadang ada beberapa ormas yang berdiri namun pada saat ini sudah

berbeda dengan tujuan asli di dirikannya ormas tersebut. Al-Washliyah adalah

ormas yang alhamdulillah selalu berjalan dengan tujuannya tidak mengedepankan

etnis-etnis yang ikut serta dalam pendiriannya karena ormas Al-Washliyah memiliki

visi dan misi yaitu:

Visi Al-Washliyah :

hablum minallah wa hablum minannas dan turut menciptakan Negara

yang baldatun thoyyibatun wa rabbun ghofur, serta terwujudnya kehidupan

masyarakat Indonesia yang islami.

Misi Al-washliyah :

Membangun umat masyarakat dan bangsa Indonesia intuk bertakwa kepada

Allah SWT dan berpengatahuan luas serta berakhlak mulia.11

11

(52)

Visi dan misi di atas merupakan visi dan misi dari ormas Al-Washliyah yang

hingga kini tidak pernah berubah sedikitpun hingga visi dan misi inilah yang

membuat Ormas Al-Washliyah selalu dinantikan bentuk dari kegiatan serta

kontribusinya terhadap masyarakat.

C. Karakteristik Ormas Al – Washliyah

Ormas Alwashliyah merupakan ormas yang berdiri di kota Medan Privinsi

Sumatra Utara pada tanggal 30 september 1930. Ormas Alwashliyah berdiri atas

saran dan kebijakan para pemuda beserta guru-guru dari Maktab Islamiyah Tapanuli yang berkeinginan untuk membangun suatu gerakan Islam dalam bentuk organisasi agar kiprah mereka dilihat dan di setujui oleh semua golongan baik itu

gologan muda ataupun golongan tua.

Ormas Alwashliyah mengambil nama dari Al-Qur’an yang bertujuan ingin

menghubungkan dan mempertalikan. Dalam hal ini berkaitan dengan hubungan

manusia dengan Tuhan, hubungan sesama manusia, antar suku, antar bangsa dan

lainnya.12

12

(53)

Ormas Alwashliyah yang dibentuk di kota Medan memiliki karakter yang

berbeda dengan ormas lainnya. Dalam hal ini yang membedakan karakter ormas

Alwashliyah dengan ormas lainnya yaitu dalam hal tokoh sentral kharismatik atau

tokoh yang diutamakan sebagaimana halnya Ahmad Dahlan dengan

Muhammadiyah, Hasyim Asy’ari dengan NU, atau Ahmad Sorkati dengan Al

-Irsyad. Pendidikan dan pertumbuhan Al-Washliyah lebih merupakan hasil upaya

bersama beberapa orang dengan peran dan keistimewaannya masing-masing. Syekh

Muhammad Yunus adalah tokoh yang biasanya dianggap sebagai pendiri

Al-Washliyah. Abdurrahman Syihab adalah tokoh lain yang mempunyai kemampuan

tinggi dalam rekruitmen anggota: Arsyad Talib Lubis adalah ulama Al-Washliyah

dengan ilmu dan pengetahuan agama islam yang sangat mendalam: sementara Udin

Syamsudin adalah administrator dan ahli manajemennya.13

Kesemuanya dipersepsi sebagai orang-orang yang berperan penting dalam

pendirian dan pengembangan orgnisasi lain. Di kalangan pendukungnya tidak

dijumpai kecendrungan untuk menganggap salah satu pemimpinnya sebagai tokoh

sentral atas yang lainnya sehingga menumbuhkan kharisma tertentu.

Konsekuensinya, kepemimpinan Al-Washliyah mengalami pergantian secara

regular. Dan hal ini, menurut Steenbrink, menyebabkan ketidakjelasan posisi

Al-Washliyah dalam dikotomi tradisionalis – modernis, sebab meskipun sebagai individu masing-masing mungkin memiliki kecendrungan pemahaman keagamaan

tertentu, namun tidak sampai memberi warna terhadap Al-Washliyah sebagai

13

(54)

organisasi. Meskipun demikian, secara organisatoris, Al-Washliyah merupakan

organisasi sosial kemasyarakatan yang beraqidah Islam dan bermadzhab Syafi’i

serta beri’tikad ahlus sunnah wal jama’ah.14

Dibanding organisasi sosial keagamaan lain, semacam Nahdhatul Ulama,

Muhammadiyah, atau Syarkat Islam, Al-Washliyah yang didirikan di Medan pada

tahun 1930, belum mendapat perhatian yang semestinya dalam kajian sejarah Islam

modern di Indonesia. Secara sederhana hal tersebut bisa dilihat dari keterbatasan

publikasi tentang organisasi ini, khususnya jika dibandingkan dengan publikasi

mengenai organisasi lainnya. Padahal setidaknya dari segi kuantitas, Al-Washliyah

cukup signifikan, sehingga oleh Karel A. Steenbrink ditempatkan pada posisi ketika

setelah Muhammadiyah dan nahdhatul Ulama.15

D. Medan Perjuangan Al – Washliyah

Berakhirnya perang Dunia I pada tahun 1918, tidak sedikit membawa perubahan

ke seluruh dunia, termasuk dunia Islam yang sebagian besarnya berada dalam

keadaan dijajah oleh Eropa. Salah satunya adalah Indonesia, sebagai daerah jajahan

Belanda, yang sebagaian besar rakyatnya beragama Islam, semakin gencar

mengorbankan gejolak dan menuntut kemerdekaan bangsa dan tanah airnya.

Mereka berupaya meneruskan perjuangan yang telah dirintis oleh para pahlawan

terdahulu seperti Pangeran Diponegoro, Imam Bonjol, Teuku Umar, dan lain – lain,

14

H.M. Ridwan Ibrahim Lubis, Kepribadian Anggota dan Pengurus AL-WASHLIYAH, (Jakarta: Pusat Pengembangan Sumber Daya dan Dana Al-Washliyah, 1995), hal. 6.

15

Referensi

Dokumen terkait

Status gizi balita dinilai menurut 3 indeks, yaitu Berat Badan Menurut Umur (BB/U), Tinggi Badan Menurut Umur (TB/U), Berat Badan Menurut Tinggi Badan (BB/TB)... 1) BB/U adalah

Dengan kita melihat dasar-dasar kesatuan yang telah dijelaskan dalam bagian fondasi teologis dan relevansinya tersebut, kita dapat melihat bahwa keberadaan gereja dan orang

Post Condition Jadwal Pelajaran tersimpan, terupdate atau terhapus Failed and condition Gagal menyimpan, mengupdate atau menghapus Main Flow / Basic Path 1.. Admin melihat

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh karyawan, metode pengumpulan data dalam penelitian ini adalah kuesioner, dan studi dokumentas, analisis data menggunakan metode

The manager needs to share business and project status downstream, and make sure that everybody has accurate data to work with, particularly when remote workers don’t get the

Subyek berasumsi bahwa nama Unair sudah memiliki citra sebagai institusi yang intelek dan terpercaya di mata masyarakat sehingga, RSUA memiliki kewajiban untuk

Akibatnya, terjadi peningkatan biaya yang dicadangkan lebih besar dibandingkan peningkatan pendapatan, sehingga laba bank mengalami penurunan dan ROA juga mengalami

Muslim dan SDIT Al Hidayah harus menyertakan pendidikan gizi ketika siswa makan dan di dalam kelas yang dilakukan oleh seorang ahli gizi agar konsumsi serat, vitamin A dan vitamin