• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN TEORI

C. Peluang dan Tantangan Dalam Pendidikan Islam

Sebenarnya pendidikan Islam mempunyai banyak bentuk peluang hal ini dikarenakan oleh berbagai macam faktor .Pertama yakni dari segi tujuan, menurut imam Al-Ghozali, tujuan pendidikan islam mepuanyai dua hal.1. mengantarkan kesempurnaan manusia yang berujung pada taqarub ilallah.2.

20

mengantarkan manusia untuk mendapatkan kebahagiaan dunia dan akherat.Kedua yakni dari segi fungsi,setidaknya pendidikan islam setidaknya memiliki tiga fungsi yakni1. menumbuhkembangkan (kapasitasfisik dan psikis) peserta didik ketingkat normative yang lebih baik.2. melestarikan ajaran islam yang meliputi ibadah, muamalah, munakahah, dan jinayah3. melestarikan kebudayaan dan peradabanselain dari apa yang telah tersebut di atas, sebenarnya pendidikan islam mempunyai peluang tang sangat luas. Di zaman yang eperti sekarang ini. Sebut saja (era globalisasi) yang menurut macke marjinal. Globalisasi sangat mengancam umat manusia,dan apabila kita lihat lebih dekat globalosasi ialah suatu ke adaan yang ditandai oleh adanya penyatuan politik, ekonomi, social, imu pengetahuan, teknologi dan lain sebagainya.21

Bagi umat islam era globalisasi sendiri ialah suaatu hal yang biasa,karena pada zaman klasik (abad ke-6 s.d. 13M) umat islam telah mulai membangun hubangan-hubungan komonikasi, peradaban dan ilmu pengetahuan dengan Negara-negara lain. Tinggal bagaimana kita dalam menentukan sikap sebagai geberasi penerus atau sebagai pewaris, agar pendidikan islam mendapat peluang yang nantinyadapat diterima oleh umat manusia dan perkembanganya.Setelah apa yang telah dipaparkan di atas, pendidikan mempunyai berbagai macam peluang.dikaranakanmasyarakat pada masa inimulai muncul kesadaran akan pentngnya sebuah pendidikan yang dapat menyelamatkan dirinya dalam proses kehidupan didunia dan akherat pada

21

nantinya. Serta munculnya berbagai macam tuntutandari lapisan masyarakat akan pentingnya untuk melestairikan kebudayaan. Bila kita kaji dari tujuan,fungsi serta pengalaman yang cukuplama dalam penidikan islam. Kiranya pendidikan islam adalah satu-satumya yang akan dapat lebih bias diterima. Karena hal tersebut ialah yang sekarang dibutuhakan oleh masyarakat.seharusnya kitadapat masuk dalm ruangantersebut, sehingga pendidikan islamdapat berkembang dan pendapatkan respon yang baik dari masyarakat.namun dalam proses yang seperti itu selalu ada saja penyelewengan dan ketidaktahuan arti sesungguhnya sehingga yang awalnya ialah sebuah peluang akan dapat berubah menjadi sebuah ancaman atau emacam tantangan pendidikan islam.

Sejak awal kedatangannya ke Indonesia, pada abad ke-6 M, Islam telah mengambil peran yang amat siginifikan dalam kegiatan pendidikan. Peran ini dilakukan, karena beberapa pertimbangan sebagai berikut. Pertama, Islam memiliki karakter sebagai agama dakwah dan pendidikan. Dengan karakter ini, maka Islam dengan sendirinya berkewajiban mengajak, membimbing, dan membentuk kepribadian ummat manusia sesuai dengan nilai-nilai ajaran Islam. Dengan inisiatifnya sendiri, ummat Islam berusaha membangun sistem dan lembaga pendidikan sesuai dengan keadaan zaman, seperti pesantren, madrasah, majelis ta’lim

agama, para pemimpin masyarakat yang telah memberikan sumbangan yang besar bagi kemajuan bangsa.22

Artikel di atas jelas bahwa sebenarnya begitu banyak peluang dalam pendidikan Islam, karena agama Islam merupakan agama yang paling berjasa dalam membentuk karakter dan perjuangan bangsa Indonesia. Lahirnya para tokoh di Indonesia hampir rata-rata berasal dari agama Islam yang sebelumnya telah mengenyam pendidikan Islam, baik itu pendidikan Islam yang berbasis sekolah ataupun berbasis pondok pesantren. Untuk itu pendidikan Islam tidak boleh merasa lebih rendah dari pendidikan lainnya, bahkan pendidikan Islam harus mendapatkan posisi setara dengan pendidikan lainya.

Kedua, terdapat hubungan simbiotik fungsional antara ajaran Islam dengan kegiatan pendidikan. Dari satu sisi Islam memberikan dasar bagi perumusan visi, missi, tujuan dan berbagai aspek pendidikan, sedangkan dari sisi lain, Islam membutuhkan pendidikan sebagai sarana yang strategis untuk menyampaikan nilai dan praktek ajaran Islam kepada masyarakat. Adanya penduduk Indonesia yang mayoritas beragama Islam adalah sebagai bukti keberhasilan pendidikan dan dakwah Islamiyah.23

22

Abuddin Nata, Manajemen Pendidikan Mengatasi Kelemahan Pendidikan Islam Indonesia , Jakarta:Pernada Media, edisi Pertama. 2009.

23

Pendapat dari artikel di atas menjelaskan bahwa antara pendidikan dengan ajaran agama Islam memiliki hubungan. Hal ini cukup terlihat jelas, karena jika pendidikan yang didasari tanpa pengetahuan ajaran Islam maka ilmu tidak akan mampu diterapkan dalam kehidupan sehari-hari bahkan akan menimbulkan sifat negatif. Selanjutnya ajaran agama Islam tidak akan mampu didapatkan tanpa memalui jalur pendidikan baik itu pendidikan formal ataupun non formal.

Ketiga, Islam melihat bahwa pendidikan merupakan sarana yang paling strategis untuk mengangkat harkat dan martabat manusia dalam berbagai bidang kehidupan. Itulah sebabnya tidak mengherankan, jika ayat 1 sampai dengan 5 surat al-’Alaq, sebagai ayat al-Qur’an yang pertama kali diturunkan,

telah mengandung isyarat tentang pentingnya pendidikan. Ayat 1 sampai dengan 5 surat al-’Alaq tersebut artinya: ”Bacalah dengan (menyebut) nama

Tuhanmu. Yang telah menjadikan manusia dari segumpal darah. Bacalah dan Tuhanmu yang Maha Mulia. Yang telah mengajarkan manusia dengan pena. Ia mengajarkan manusia tentang segala sesuatu yang belum diketahuinya”. Pada

ayat tersebut paling kurang terdapat lima aspek pendidikan: 1)Aspek proses dan metodologi, yaitu membaca dalam arti yang seluas-luasnya: mengumpulkan informasi, memahami, mengklasifikasi atau mengkategorisasi, membandingkan, menganalisa, menyimpulkan dan memverifikasi. 2)Apek guru, yang dalam hal ini Alllah SWT; 3)Aspek murid, yang dalam hal ini Nabi Muhammad SAW dan ummat manusia; 4)Aspek sarana prasarana, yang dalam

hal ini diwakili oleh kata qalam (pena); dan 5)Aspek kurikulum, yang dalam

hal ini segala sesuatu yang belum diketahui manusia (maa lam ya’lam). Kelima

hal tersebut merupakan komponen utama pendidikan.24

Penjelasan artikel di atas hal yang menunjukkan bahwa komponen pendidikan diambil dari ajaran Islam dari tiga artikel di atas secara keseluruhan merupakan hal yang membuktikan bahwa pendidikan merupakan hal yang paling utama untuk meraih ajaran Islam sehingga ajaran Islam yang diperoleh melalui pendidikan dapat di sempurnakan dengan pengamalan yang sesuai baik dalam kehidupan pribadi maupun kehidupan bermasyarakat.

Sesuai dengan perkembangan dan tuntutan zaman, pendidikan Islam telah menampilkan dirinya sebagai pendidikan yang fleksibel, responsif, sesuai dengan perkembangan zaman, berorientasi ke masa depan, seimbang, berorientasi pada mutu yang unggul, egaliter, adil, demokratis, dinamis, terbuka, sepanjang hayat dan seterusnya. Sesuai dengan sifat dan karakternya yang demikian itu pendidikan Islam senantiasa mengalami inovasi dari waktu ke waktu, yaitu mulai dari sistem dan lembaganya yang paling sederhana

seperti pendidikan di rumah, surau, langgar, mesjid, majelis ta’lim, pesantren

dan madrasah, sampai kepada perguruan tinggi yang modern. Inovasi pendidikan Islam juga terjadi hampir pada seluruh aspeknya, seperti kurikulum, proses belajar mengajar, tenaga pengajar, sarana prasarana,

24

manajemen dan lain sebagainya. Melalui inovasi tersebut, kini pendidikan Islam yang ada di seluruh dunia (termasuk di Indonesia) amat beragam, baik dari segi jenis, tingkatan, mutu, kelembagaan dan lain sebagainya. Kemajuan ini terjadi karena usaha keras dari ummat Islam melalui para tokoh pendiri dan pengelolanya, serta pemerintah pada setiap negara.

Era globalisasi dapat dipahami sebagai suatu keadaan yang ditandai oleh adanya penyatuan politik, ekonomi, sosial, budaya, ilmu pengetahuan, teknologi, informasi dan lain sebagainya, yang terjadi antara satu negara dengan negara lainnya, tanpa menghilangkan identitas negara masing-masing. Penyatuan ini terjadi berkat kemajuan teknologi informasi (TI) yang dapat menghubungkan atau mengkomunikasikan setiap issu yang ada pada suatu negara dengan negara lain.

Bagi ummat Islam, era globalisasi dalam arti menjalin hubungan, tukar menukar dan transmisi ilmu pengetahuan, budaya dan sebagainya sebagaimana tersebut di atas, sesungguhnya bukanlah hal baru. Globalisasi dalam arti yang demikian, bagi ummat Islam, merupakan hal biasa. Di zaman klasik (abad ke-6 sd 13 M.) ummat Islam telah membangun hubungan dan komunikasi yang intens dan efektif dengan berbagai pusat peradaban dan ilmu pengetahuan yang ada di dunia, seperti India, China, Persia, Romawi, Yunani dan sebagainya. Hasil dari komunikasi ini ummat Islam telah mencapai kejayaan, bukan hanya dalam bidang ilmu agama Islam, melainkan dalam bidang ilmu pengetahuan umum, kebudayaan dan peradaban, yang

warisannya masih dapat dijumpai hingga saat ini, seperti di India, Spanyol, Persia, Turki dan sebagainya.

Selanjutnya di zaman pertengahan (abad ke 13-18 M.) ummat Islam telah membangun hubungan dengan Eropa dan Barat. Pada saat itu ummat Islam memberikan kontribusi yang besar bagi kemajuan Eropa dan Barat. Beberapa penulis Barat seperti W.C.Smith, dan Thomas W. Arnold misalnya, mengakui bahwa kemajuan yang dicapai dunia Eropa dan Barat saat ini karena sumbangan dari kemajuan Islam. Mereka telah mengadopsi ilmu pengetahuan dan perabadan Islam tanpa harus menjadi orang Islam. Pada zaman pertengahan itu, ummat Islam hanya mementingkan ilmu agama saja. Sementara ilmu pengetahuan seperti matematika, astronomi, sosiologi, kedokteran dan lainnya tidak dipentingkan, bahkan dibiarkan untuk diambil oleh Erofa dan Barat. Pada zaman ini Eropa dan Barat mulai bangkit mencapai kemajuan, sementara ummat Islam berada dalam keterbelakangan dalam bidang ilmu pengetahuan dan peradaban.

Di zaman modern (abad ke-19 sampai dengan sekarang) hubungan Islam dengan dunia Eropa dan Barat terjadi lagi. Pada zaman ini timbul kesadaran dari ummat Islam untuk membangun kembali kejayaannya dalam bidang ilmu pengetahuan, teknologi dan peradaban melalui berbagai lembaga pendidikan, pengkajian dan penelitian. Ummat Islam mulai mempelajari kembali berbagai kemajuan yang dicapai oleh Eropa dan Barat, dengan alasan bahwa apa yang dipelajari dari Eropa dan Barat itu sesungguhnya mengambil kembali apa yang dahulu dimiliki ummat Islam.

Namun demikian, hubungan Islam dengan Eropa dan Barat dimana sekarang keadaannya sudah jauh berbeda dengan hubungan Islam pada zaman klasik dan pertengahan sebagaimana tersebut di atas. Di zaman klasik dan pertengahan ummat Islam dalam keadaan maju atau hampir menurun, sedangkan keadaan Eropa dan Barat dalam keadaan terbelakang atau mulai bangkit. Keadaan Eropa dan Barat saat ini berada dalam kemajuan, sedangkan keadaan ummat Islam berada dalam ketertinggalan. Tidak hanya itu saja, keadaan dunia saat ini telah dipenuhi oleh berbagai paham ideologi yang tidak sepenuhnya sesuai dengan ajaran Islam, seperti ideologi capitalisme, materialisme, naturalisme, pragmatisme, liberalisme bahkan ateisme yang secara keseluruhan hanya berpusat pada kemauan manusia (anthropocentris). Hal ini berbeda dengan karakteristik keseimbangan ajaran Islam yang memadukan antara berpusat pada manusia (anthropo-centris) dan berpusat pada Tuhan (theo-centris).

2. Tantangan Dalam Pendidikan Islam

Dunia pendidikan Indonesia dewasa ini memperlihatkan fenomena yang kurang membanggakan. Sering terjadi tawuran di kalangan pelajar, perbuatan asusila yang dilakukan kaum terpelajar dan cendikiawan itu pada gilirannya meningkatkan pada penilaian yang kurang baik terhadap pendidikan. Fenomena demikian, memang agaknya tidak terlepas dari sekat-sekat sosial-masyarakat.

Hubungan antara dunia pendidikan dengan masyarakat erat sekali, dan karenanya saling mempengaruhi. Lembaga-lembaga pendidikan yang

teridentifikasikan dengan “sekolah”, dalam dalam proses perkembangannya tidak terlepas dari “mesin” sosial. “Mesin” sosial menggerakkan segala

dimensi kemanusiaa.

Adapun fenomena yang menjadi tantangan dalam pendidikan Islam yang pada saat ini sedang berkembang, yaitu:25

1. Krisis nilai, berkaitan dengan sikap menilai suatu perbuatan tentang baik dan buruk, etis dan tidak etis, benar dan salah dan hal lain yang menyangkut etika individu dan sosial.

2. Krisis konsep tetang kesepakatan arti hidup yang baik. Masyarakat mengalami pergerseran pandangan tentang cara hidup bermasyarakat yang baik dalam bidang ekonomi, politik, kemasyarakatan, dan implikasinya terhadap kehidupan individual.

3. Adanya kesenjangan kredeibilitas. Dalam masyarakat saat ini sangat dirasakan adanya erosi kepercayaan, baik di kalangan pemegang kekuasaan, ekonomi maupun penanggung jawab sosial.

4. Beban institusi sekolah terlalu besar melebihi kemampuannya. Sekolah, di satu pihak, dituntut untuk memikul beban tanggung jawab moral dan sosial-kultural-yang tidak menjadi program institusionalnya-, di lain pihak ia dikekang oleh sistem dan aturan birokrasi yang memperdebat dan mengekang dinamka sekolah.

5. Kurangnya relevansi program pendidikan di sekolah dengan kebutuhan pembangunan.

25

Suwendi, Sejarah & Pemikiran Pendidikan Islam. (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2004), h. 177-179 Cet. I.

6. Kurangnya idealisme dan citra remaja tentang peranannya di masa depan. 7. Makin besarnya kesenjangan si miskin dan si kaya. Sekolah memerlukan

dukungan masyarakat secara berimbang, tidak hanya oleh kaum kaya, tetapi juga kaum miskin.

Dari peryataan di atas, kiranya dapat mengambil langkah yang harus dilakukan dalam menangani permasalah yang menjadi tantangan dalam pendidikan Islam, yaitu:26

a) Mengadakan rumusan ulang terhadap arah “kiblat” pendidikan agama. Arah “kiblat” yang dimaksud adalah acuan orientasi pengembangan kependidikan untuk diberlakukan secara nasional.

b) Merevitalisasi pendidikan agama di Indonesia. Revitalisasi ini pada dasarnya mengaksentuasikan pada pentingnya pendidikan agama sehingga pendidikan agama menjadi keniscayaan. Sebagai kerangka besar perwujudan revitalisasi ini dapat dilakukan beberapa cara, yaitu, (a) mendorong pendidikan agama untuk diajarkan oleh seluruh komponen masyarakat. (b) nilai pendidikan agama tidak terpisah dari materi pendidikan lainnya. (c) menciptakan suasana pendidikan agama.

c) Mendirikan lembaga pendidikan tinggi (universitas) Islam Internasional. Lemabaga pendidikan yang dimaksud adalah lembaga pendidikan keislaman yang mampu memiliki akses secara internasional.

26

Ibid., h. 180-181.

d) Mengembangkan buku-buku dars yang memiliki kesamaan visi dan misi. Artinya, buku – buku pelajaran keagamaan yang digunakan oleh seluruh siswa Indonesia mengacu pada “platform” yang sama.

Dokumen terkait