• Tidak ada hasil yang ditemukan

NIKAH PAKSA MENURUT PERSPEKTIF HUKUM FIKIH (Studi Perbandingan Antara Madzhab Hanafi dan Syafi?i)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "NIKAH PAKSA MENURUT PERSPEKTIF HUKUM FIKIH (Studi Perbandingan Antara Madzhab Hanafi dan Syafi?i)"

Copied!
36
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Seorang muslim dan muslimah yang shalih, ketika membangun

mahligai rumah tangga maka yang menjadi dambaan dan cita-citanya adalah

agar kehidupan rumah tangganya kelak berjalan dengan baik, dipenuhi

mawaddah wa rahmah, sarat dengan kebahagiaan, adanya saling ta′awun

(tolong-menolong), saling memahami dan saling mengerti. Dia juga

mendamba memiliki istri yang pandai memposisikan diri untuk menjadi

naungan ketenangan bagi suami dan tempat beristirahat dari ruwetnya

kehidupan di luar. Ia berharap dari rumah tangga itu kelak akan lahir anak

turunannya yang shalih yang menjadi penyejuk mata baginya.1

Sebagaiman telah diketahui sesungguhnya pernikahan adalah langkah

awal membentuk rumah tangga muslim. Untuk itu Rasulullah SAW.

bersabda kepada orang-orang muslim semua, khususnya kepada pemuda.

Sebab dialah yang akan menjalani pernikahan.

ﻦ ﻋ

ﻪﻨﻋ

"

ﻰ ﻠﺻ

ﻪﻴﻠﻋ

ﺎﻳ

ﻌﻣ

ﺮﺸ

ﻦ ﻣ

ﻢ ﻜ ﻨﻣ

ﻪﻧﺈﻓ

ﺮﺼ ﺒﻠﻟ

ﻊ ﻄ ﺘﺴ ﻳ

ﻪﻴﻠﻌﻓ

ﻪﻧﺈﻓ

ﻪﻟ

"

2

Dari Abdullah Ibnu Mas'ud RA. berkata: Rasulullah SAW bersabda pada kami: "Wahai sekalian pemuda, siapa di antara kalian yang mempunyai kemampuan, maka hendaknya ia menikah, karena ia dapat menundukkan

1 Nesia Adriana, Menikalah,

Bulletin KMII, Edisi 9 Th.1/4 Zulqaidah 1424 H/28 Desember 2003 M.

2Al-Hāfizh ibn Hajar al-Asqalānīy,

(2)

pandangan dan memelihara kemaluan. Barangsiapa belum mampu hendaknya berpuasa, sebab ia dapat mengendalikannya."

Pada umumnya apabila telah dilaksanakan suatu perkawinan seorang

laki-laki dengan perempuan, pasti timbul suatu angan-angan didalam pikiran

mereka untuk hidup berkeluarga dalam keadaan selalu rukun, bahagia,

sejahtera selama-lamanya sampai mereka lanjut usia dan meninggal dunia.

Dan pada prinsipnya keluarga kekal yang bahagia itulah yang akan dituju.

Banyak perintah Allah dan Rasul yang bermaksud untuk ketenteraman

keluarga dalam hidup tersebut.

3

Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir.

Kedamaian hidup berumah tangga mesti diatur sejak awal perkenalan

yaitu menyelidiki latar belakang pasangannya. Sekiranya pihak lelaki atau

wanita mengikuti kriteria yang dianjurkan oleh Islam, akan ada kerukunan

dalam perkawinan. Selain itu pasangan yang ingin menikah juga hendaklah

memahami dengan sebenarnya apakah tujuan perkawinan tersebut. Apabila

perkawinan itu sekedar memenuhi tuntutan nafsu dan melayani kehendak

tanpa memikirkan tujuan yang sebenarnya, maka perkawinan tersebut akan

lebih tertuju kepada kehancuran. Justru, dalam menjamin keharmonisan,

(3)

sebuah keluarga Islam mestilah mempunyai kekuatan iman dan taqwa,

pengetahuan dan aturan hidup serta akhlak yang mulia.

Perkawinan adalah akad yang berdasarkan kesukarelaan kedua pihak

yang akan menjadi suami isteri. Pihak ketiga tidak boleh memaksakan

kemauannya untuk suatu perkawinan, jika yang bersangkutan sendiri tidak

suka. Meskipun pihak ketiga itu ayah, abang, paman, dan sebagainya.

Beberapa puluh tahun yang lampau banyak sekali gadis menjadi

korban kawin paksa karena pihak pemaksa berlindung di balik perisai

fatwa-fatwa ulama yang membolehkan ayah memaksa anak gadisnya kawin

dengan laki-laki yang tidak disukainya, bahkan kadang-kadang sangat

dibenci sang gadis. Banyak kemalangan telah terjadi disekitar soal ini, yang

pada hakikatnya adalah suatu penzaliman yang tidak disengaja oleh orang

tua terhadap anaknya.

Pada dasarnya pernikahan itu harus seperti jual-beli, yaitu harus

sama-sama ridha dan ikhlas dari kedua belah pihak, terutama kedua mempelai,

tidak boleh ada paksaan / tekanan dari pihak manapun, termasuk orang tua,

walaupun orang tua tersebut yakin bahwa calon menantunya itu baik dan

dapat membahagiakan anaknya.4

Di kalangan masyarakat kita, terutama di daerah pedesaan, masih

berlaku tradisi yang hampir mengambil hak kemerdekaan seorang gadis

untuk memilih suaminya. Biasanya anak itu didikte untuk menikah dengan

seseorang yang disenangi oleh ayah atau ibunya, sedangkan anak gadis itu,

4 Miftah Faridl,

(4)

dalam pembawaanya sebagai anak gadis yang pemalu, mestinya ia malu

untuk menyatakan pendapatnya dalam hal itu. Dan juga karena suasana

masyarakat tempat ia dibesarkan, yang tidak membolehkan anak itu

membantah kehendak ayah atau walinya. Perkawinan yang demikian sering

kali mengecewakan dan mengakibatkan kesusahan-kesusahan yang banyak.

Rumah tangga yang sakinah tidaklah hanya identik dengan hubungan

suami dan isteri. Keluarga sakinah juga mensyaratkan relasi yang harmonis

antara orang tua dan anak sebagai elemen keluarga. Keharmonisan relasi ini

telah digambarkan oleh Rasulullah Muhammad SAW., dalam sabdanya:

5

Bukan termasuk golongan kami orang yang tidak menghormati yang tua dan tidak menyayangi yang muda dari kami serta tidak mengenal hak orang alim dari kami.

Sedangkan dalam Pernikahan juga diperlukan keridhaan orang tua,

sebagai bekal masa depan yang penuh berkah dari doa kedua orang tua.

Dalam Kitab Bulugh al-Maram dijelaskan dalam sebuah hadis:

،

ﻰ ﻠﺻ

ﻪﻴﻠﻋ

) :

،

(

،

6

Dari Abdullah Ibnu Amar al-'Ash RA. bahwa Nabi SAW. bersabda: "Keridaan Allah tergantung kepada keridaan orang tua dan kemurkaan Allah tergantung kepada kemurkaan orang tua." Riwayat Tirmidzi. Hadits shahih menurut Ibnu Hibban dan Hakim.

Pernikahan yang dipaksakan berpotensi melahirkan ketidakstabilan

emosional maupun pikiran. Apalagi nikah paksa yang dialami seorang anak.

5 Hadis Hasan, no.5443. Lihat di Kitab, Muhammad Nāshiruddīn al-Albāni,

Shahīh al-Jāmi′ al-Shaghīr wa Ziyadātih(Beirut: Maktab al-Islāmī, Cet. III, 1408 H./1988 M.), Hal.957.

6 Al-Hāfizh ibn Hajar al-Asqalānīy,

(5)

Hal ini rentan menimbukan tekanan kejiwaan padanya. Jika kondisi ini yang

terjadi, bisa saja si anak mengalami gangguan psikis yang begitu berat, yang

berakibat pada munculnya ketidakharmonisan dalam rumah tangga.

Memaksa seorang anak untuk menikah dengan seseorang yang tidak

disukai dan dicintainya merupakan awal berumah tangga yang tidak baik.

Ini karena cinta tidak bisa dipaksakan dan rasa cinta itu sangat penting di

dalam membangun rumah tangga.7

Memang, sebenarnya tidak ada ayat ataupun hadis yang dengan tegas

melarang perbuatan ayah atau wali yang demikian, tetapi dalam beberapa

madzhab ditetapkan bahwa ayah dapat memaksa anaknya yang masih gadis

untuk menikah, tetapi sunnah baginya untuk mengikuti pendapat anaknya

itu, dan pemaksaan itu sudah tidak boleh lagi, kalau anak itu sudah janda.

Zaitunah Subhan8 mengatakan bahwa tindak kekerasan tehadap perempuan pada dasarnya dapat dibagi dalam dua kategori, yaitu kekerasan

yang bersifat fisik dan non fisik. Kekerasan fisik antara lain berupa

pelecehan seksual, seperti perabaan, colekan yang tidak diinginkan,

pemukulan, penganiayaan, serta perkosaan. Termasuk dalam kategori ini

adalah teror dan intimidasi, kawin paksa (kawin di bawah umur), incest,

kawin di bawah tangan, pelacuran paksa, stigma negatif, ekspkloitasi tenaga

kerja, dan pemaksaan penggunaan alat kontrasepsi.

Salah satu bentuk kasus kekerasan terhadap anak adalah perjodohan

paksa. Efek tindakan ini dapat lebih parah ketimbang kekerasan fisik.

7 Miftah Faridl,

Op. Cit.,hal. 30.

8 Zaitunah Subhan,

(6)

Walaupun terkadang kawin paksa berakhir dengan kebahagiaan dalam

menjalankan rumah tangga, namun tidak sedikit yang berimbas pada

ketidakharmonisan atau perceraian. Itu semua akibat ikatan perkawinan

yang tidak dilandasi cinta kasih, namun berangkat dari keterpaksaan semata.

Banyak peristiwa di tengah masyarakat anak menderita karena

dikawinkan dengan pasangan yang tidak dikehendaki atau pilihan yang

sama sekali tidak tepat bagi dirinya. Sering kali yang mendorong orang tua

berbuat demikian adalah kekeliruannya atau ketidakpatuhannya pada

syari′at Allah. Akibat dari penyimpangan ini, yang menjadi korban pertama

adalah anaknya dan selanjutnya adalah dirinya sendiri. Bilamana anak

terlanjur menjadi korban dari langkah salah orang tua memaksakan

kehendaknya kepada anaknya dalam memilih pasangan, maka

penyesalannya sulit diatasi. Penyesalan ini tidak hanya merugikan materi

orang tua, tetapi lebih jauh adalah penderitaan batin anak. Bilamana ternyata

anaknya dijodohkan dengan pasangan yang membekaskan penderitaan yang

berat dalam kehidupannya, maka hal semacam ini akan menimbulkan

traumatis bagi anaknya. Padahal sebenarnya maksud orang tua

menjodohkan dengan pilihannya adalah untuk membahagiakan

anak-anaknya, tetapi yang diperoleh justru sebaliknya.

Sebagaimana kita ketahui, di dalam umat Islam di Indonesia terdapat

pernyataan tentang anggapan bahwa soal jodoh bagi anak lelaki adalah

urusan Tuhan, dan bagi anak perempuan adalah urusan orang tua (ayah).

(7)

ini juga belum mengenal wajah bakal suaminya. Hak orang tua yang

demikian dalam fiqih disebut hak ijbār, hak menentukan secara sepihak

untuk anak gadisnya siapa bakal suaminya. Cerita Siti Nurbaya

mengambarkan tradisi ijbār dari orang tua yang dimaksud. Akan tetapi,

sebutlah modernisasi, hak ijbār itu kini mulai memudar. Tidak sedikit anak

gadis yang berani menentukan sendiri pilihannya, atau bakal suaminya.9 Dalam tradisi masyarakat Madura, jika melihat raelitas kultural yang

sangat ekstrim, biasanya masyarakat desa justru menjodohkan anaknya yang

masih berumur di bawah lima tahun (balita) dengan anak dari anggota

keluarga yang lain pada usia yang sama. Bahkan, ada pula sebagian dari

mereka yang menjodohkan anak-anaknya ketika anak-anak itu masih berada

dalam kandungan ibunya atau pada saat baru dilahirkan. Tidak

mengherankan apabila terjadi banyak kasus kawin paksa.

Tujuan menjodohkan menurut mereka10, adalah untuk menjaga kehormatan keluarga dari persaaan aib dan malu jika pada waktunya nanti

anak perempuan mereka belum juga menemukan jodoh. Menurut pandangan

orang madura, seorang perempuan seharusnya sudah menikah tidak lama

setelah mengalami haid yang pertama atau pada umur antara 12 sampai 5

tahun. Apabila telah melebihi umur tersebut dan ternyata masih juga belum

menikah, semua orang akan mencemoohnya sebagai perempuan tidak laku.

Pada saat itulah kedua orang tuanya serta anak perempuan yang

9 Masdar F. Mas’udi,

Islam Dan Hak-Hak Reproduksi: Dialog Fiqih Pemberdayaan, (Bandung: Mizan, 1997), hal. 88.

10 Lihat bukunya A. Latief Wiyata,

(8)

bersangkutan merasakan aib dan malu pada semua orang di lingkungan

sosialnya.

Wanita Islam bukanlah wanita barat yang terlalu bebas dan tak

terkendalikan. Wanita Islam juga bukan wanita pingitan dan umpetan yang

setiap hari waktunya dihabiskan untuk dikamar. Wanita Muslimah bukanlah

wanita yang hanya memiliki tiga harakah yaitu dapur, kasur, dan sumur.

Wanita Muslimah merupakan wanita tengah-tengah antara wanita Barat

dengan wanita pingitan dan umpetan, sesuai dengan sebuah riwayat Nabi

Muhammad SAW.:

ﺎﻬﻄ ﺳ

11 “Sebaik-baik perkara itu adalah yang ada di tengah-tengah”

Berbicara paksaan dalam menikah, maka penulis merujuk paksaan

menikah itu pada kata ijbār. Hal ini sudah lazim dipelajari dalam fikih

Munakahat, dan diantara semua itu terdapat korelasi antara ijbar, wali nikah,

dan wali mujbir.

Perkawinan itu mempunyai beberapa tujuan, sedangkan perempuan

biasanya tunduk kepada perasaannya, karena itu ia tidak pandai memilih,

sehingga tidak dapat mencapai tujuan perkawinan. Oleh sebab itu ia tidak

boleh melakukan akad nikah secara langsung. Akad nikah harus dilakukan

oleh walinya supaya tujuan perkawinan dapat tercapai secara sempurna.

Islam memberikan kemerdekaan kepada wanita untuk menikah dan

kemerdekaan untuk memiliki harta, tak seorangpun dapat memaksa wanita

11 Muhammad Nāshiruddīn al-Albānī,

Silsilat al-Ahādīs al-Dha′īfat wa al-Maudhūat

(9)

untuk menikah dengan orang yang ia benci. Wanita dapat meninggalkan apa

yang tidak ia ridhai dan ia benci. Nabi telah menghentikan kawin paksa bagi

seorang gadis oleh ayahnya, yang tujuan ayah gadis tersebut adalah untuk

kemaslahatan pribadi dalam pernikahan anaknyadengan anak saudaranya

sendiri. Demikian juga halnya seperti masalah pernikahan, dalam hal harta

benda dan mentasarufkan atau mendistribusikan. Tentang larangan kawin

paksa di dalam hadis Nabi Muhammad SAW ;

12

Telah menceritakan kepada kami Muslim ibn Ibrahim, Telah menceritakan kepada kami Aban, telah menceritakan kepada kami Yahya dari Abu Salamah dari Abu Hurairah dari Nabi SAW., beliau bersabda: "Seorang janda tidak boleh dinikahkan hingga ia dimintai pertimbangan, dan seorang gadis tidak boleh dinikahkan kecuali dengan seizinnya." Para sahabat bertanya; wahai Rasulullah, bagaimana izinya? Beliau bersabda: "Dengan cara diam."

Dari semua permasalahan yang telah diuraikan di atas, penulis

mencoba akan membahas perihal “Nikah Paksa Menurut Perspektif

Hukum Fikih (Studi Perbandingan Antara Madzhab Hanafi dan Syafi′i), dengan mendasarkan pada sudut pandang fikih sebagai pemahaman terhadap al-Qur’an dan al-Sunnah serta sebagai bentuk ketaatan kepada

Allah SWT dan Rasul-Nya Muhammad SAW.

12Abu Dawud Sulayman ibn al-Asy′as al-Sijistaniy,

(10)

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, terdapat beberapa permasalahan

yang akan diteliti dan dibahas serta dirumuskan sebagai berikut:

1. Apakah hukum nikah paksa menurut madzhab Syafi'i dan Hanafi ?

2. Pendapat manakah yang lebih kuat (rājih) dari dua madzhab tersebut?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka peneliti melakukan

penelitian dengan tujuan:

1. Untuk mengetahui hukum nikah paksa menurut madzhab Syafi'i.

2. Untuk mengetahui hukum nikah paksa menurut madzhab Hanafi.

3. Untuk mengetahui pendapat yang lebih kuat (rājih) dari dua madzhab

tersebut.

D. Manfaat Penelitian

Pembahasan masalah ini mempunyai kegunaan sebagai bentuk

reinterpretasi terhadap pemahaman umat Islam mengenai pernikahan.

Sebuah bentuk pemahaman hukum Islam dari dua madzhab yang

diperbandingkan, yaitu: Madzhab Hanafi dan Madzhab Syafi.

Untuk lebih jelasnya kegunaan pembahasan dapat diklasifikasikan

sebagai berikut :

1. Secara teoritis, penulisan ini diharapkan mampu memberikan sumbangan

khasanah keilmuan dan pengembangan ilmu pengetahuan khususnya

(11)

2. Secara praktis, penulisan ini diharapkan mampu memberikan wawasan

pengetahuan sebagai acuan pelaksanaan perkawinan di Indonesia yang

berhubungan antara hak dan kewajiban orang tua dengan hak dan

kewajiban anak mengingat masih banyaknya pemahaman orang tua yang

hanya didasarkan pada satu aturan fiqh tanpa memperhatikan nilai-nilai

universal Islam.

3. Memahami sudut pandang, cara-cara ijtihad yang berlainan, dan

dalil-dalil serta pemikiran-pemikiran umum atau khusus yang mendukungnya.

(Madzhab Hanafi dan Syafi’i).

E. Definisi Operasional 1. Nikah Paksa

Nikah dalam kamus Bahasa Indonesia diartikan dengan perjanjian

antara laki-laki dan perempuan untuk bersuami istri (dengan resmi);

perkawinan.13

Makna nikah dalam Bahasa Arab secara bahasa ialah pengabungan

dan pencampuran. Sedangkan menurut syari′at, nikah berarti akad antara

pihak laki-laki dan wali perempuan yang karenanya hubungan badan

menjadi halal.14

Paksa, dalam kamus Bahasa Indonesia diartikan dengan perbuatan

yang harus dilakukan walaupun tidak mau; kekerasan; perkosaan.15

13Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional,

Kamus Bahasa Indonesia(Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional, 2008), hal. 1003.

14 Hasan Ayub,

Fiqh al-Usrah al-Muslimah, ter. M. Abdul Ghoffar, (Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 2008). Hal. 29.

15

(12)

Kata paksa dalam Bahasa Arab adalah Ikrāh ( ) dan ijbār

( ).16Al-Quran misalnya menyebutkan kataIkrāh:

Tidak ada paksaan dalam agama.17

Pengertian Paksaan oleh para fuqaha18 yaitu suatu perbuatan yang diperbuat oleh seseorang kepada orang lain, atas perbuatan tersebut

hilang kerelaaanya19atau tidak sempurna lagi pilihannya.

Di dalam kamus al-Munawir kata ijbār

(

)

yang artinya

pemaksaan, berasal dari kata padanan kalimatnya

yang artinya mewajibkan, memaksa agar mengerjakan.20

Adapun ijbār adalah suatu tindakan untuk melakukan sesuatu atas

dasar tanggung jawab. Di dalam fiqh Islam, istilah ijbār dikenal dalam

kaitannya dengan soal perkawinan.21

Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa nikah

paksa adalah perkawinan tanpa persetujuan dari salah satu calon

mempelai atas hak paksa dari seorang wali akad nikah dengan menafikan

adanya unsur kerelaan.

16 Asad M. Alkali,

Kamus Indonesia Arab(Jakarta: Bulan Ibntang, 1987), hal. 381.

17 QS. Al-Baqarah: 256.

18 Wizarah al-Auqaf wa al-Syu’un al-Islamiyyah.

Al-Mausu’ah al-Fiqhiyyah (Kuwait, juz 6, 1410 H = 1990 M), hal. 98.

19 Maksudnya hilang kerelaan orang yang dipaksa( َﺮْﻜُﻣه ),(dari penulis skripsi). 20 Ahmad Warson Munawwir,

Al-Munawwir Kamus Arab – Indonesia(Surabaya: Pustaka Progressif, 2002), hal. 164 – 165.

21 Husein Muhammad, Fiqih Perempuan – Refleksi Kiai atas Wacana Agama dan Gender

(13)

2. Hukum Fikih

Hukum ( ) secara etimologi/bahasa, bermakna al-Man'u ( )

yakni mencegah, seperti mengandung

pengertian bahwa engkau mencegah melakukan sesuatu yang berlawanan itu. Hukum juga berarti qadha' ( ) yang memiliki arti putusan,

seperti

(

)

mengandung pengertian bahwa engkau telah

memutuskan dan menyelesaikan kasus mereka.22

Pengertian hukum menurut terminologi/istilah adalah:

Firman Allah atau sabda Nabi yang mengenai segala pekerjaan mukallaf (orang yang telah baligh dan berakal), baik titah itu mengandung tuntutan (suruhan dan larangan) ataupun semata-mata menerangkan kebolehan, atau menjadikan sesuatu sebab, atau syarat, atau pengahalang bagi sesuatu hukum.23

Fikih secara bahasa bahasa ialah paham/ tahu atau pemahaman

yang mendalam, yang membutuhkan pengerahan potensi akal. Pengertian

ini dapat ditemukan dalam Qur’an yang berbunyi:

.

.

Dan lepaskanlah kekakuan dari lidahku. supaya mereka mengerti perkataanku.24

Secara terminologi (istilah), fikih ialah:25

ﱠﻟ

Kumpulan hukum-hukum syara’ mengenai perbuatan dari dalil-dalilnya yang terperinci.

22 Wizarah al-Auqaf wa al-Syu’un al-Islamiyyah.

Al-Mausu’ah al-Fiqhiyyah(Kuwait, juz 18, 1410 H = 1990 M), hal. 65.

23

Al-Mausu’ah al-Fiqhiyyah,Juz XVII,Op. Cit.,hal. hal. 65

24 QS. Thāhā (20): 27-28 25Abd al-Wahhab Khalaf,

(14)

′Ala′uddin Abu Bakar ibn Mas′ud al-Kasani berkata:26

،

،

،

،

،

،

،

Bahwasanya tak ada ilmu yang lebih mulia sesudah ilmu tauhid, selain ilmu Fikih. Itulah ilmu yang dinamai ilmu halal haram syari’at dan ahkam. Untuknyalah dibangkitkan para Rasul, diturunkan Kitab karena tak ada jalan untuk mengetahui yang demikian itu dengan semata-mata akal, tanpa dibantu oleh pendengaran dan nukilan.

T.M. Hasbi ash Shiddieqy dalam bukunya “Hukum-Hukum Fiqih

Islam” menjelaskan bahwa hukum-hukum Fiqih Islamiy, didasarkan

kepada dua dasar asasy, yang terpokok yaitu27: 1. Al-Qur’an Al-Syarief (Ayat al-Ahkam)

2. Al-Sunnah al-Nabawiyah (Sunan al-Ahkam)

Dan disendikan juga kepada dua dasar lagi yang bercabang dari dua

dasar pokok, yaitu :

1. Al-Ijma′ (Putusan Permusyawaratan)

2. Ijtihad Ahli-ahli Fiqih (Istinbath dan Istidlal).

F. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian

Bentuk penelitian ini adalah studi kepustakaan (library

reseach),yang menyajikan secara sistematis, data yang berkenaan dengan

26 ′Ala′uddin Abu Bakar ibn Mas′ud al-Kasani,

Bada`i’ al-Shana`i’ fi Tartib al-Syara`i

(Beirut: Dar al-Kutub al-′Ilmiyah, Juz I, 1406 H = 1986 M) hal. 2.

27 T.M. Hasbi Ash Shiddieqy,

(15)

permasalahan yang diperoleh berdasarkan telaah terhadap kitab-kitab

fikih dan buku-buku yang berkaitan dengan masalah yang akan dibahas.

2. Sumber Data

Dalam penelitian ini sumber data terbagi dua yaitu:

a. Data Primer

Data primer adalah data yang diambil dari sumber data primer

atau sumber pertama pustaka.28 Sumber primer, yakni tulisan ulama yang bersangkutan; atau tulisan yang dinisbahkan dengan ulama

tersebut.29Adapun data primer dalam penelitian perbandingan fikih ini adalah;

1. Al-Qur’an al-Karim

2. Al-Hadits dalam kitab induk sembilan kitab (Kutubu Tis’ah). 3. Kitab Fikih Madzhab Syafi′i yaitu Kitab Al-Umm oleh

Muhammad ibn Idris al-Syafi'i.

4. Kitab Fikih Madzhab Hanafi yaitu Hidāyat Syarh Bidāyat

al-Mubtadī karya Al-Imām Burhānuddīn Abī Hasan Alī ibn Abī

Bakar al-Marghīnānī al-Hanafi.30

28 Dr. Burhan Bungin, Drs., M.Si.,

Metode Penelitian Sosial: Format-format Kuantitatif dan Kualitatif, (Surabaya: Airlangga University Pers, 2001), hal. 128.

29 Cik Hasan Basri,

Pilar-pilar Penelitian Hukum Islam Dan Pranata Sosial, (Jakarta: Rajawali Pers), hal. 309-310.

30

Profil ulama Madzhab Hanafi dapat dilihat pada Kitab Al-Jawahir al-Mudhiyyah fi Thabaqat al-Hanafiyahkarya Muhyiddin Abdul Qadir ibn Abu al-Qafa al-Qurasyi al-Mishri dan

(16)

b. Data Sekunder

Data sekunder adalah buku-buku penunjang berupa kitab Tafsir

al-Qur’an, Syarah Hadis, Kitab-kitab Fikih dari Madhab Syafi’i dan

Hanafi, Kitab Fikih Perbandingan Madzhab, dan segala refrensi yang

mendukung pembahasan tersebut.

3. Teknik Analisa Data

Data yang telah dikumpulkan dianalisa secara deskriptif kulitatif

dan komparatif, yakni menyajikan atau menguraikan seluruh

permasala-han yang ada dengan tegas dan jelas, baik persamaan maupun perbedaan

konsep antara fikih Madzhab Hanafi dan Syafi′i, mengenai hukum nikah

paksa. Kemudian dari paparan atau uraian tersebut ditarik suatu

kesimpulan.

G. Sistematika Penulisan

Untuk mendapatkan hasil yang sistematis dan terarah sesuai dengan

judul yang peneliti ambil, serta untuk memudahkan dalam memahami hasil

penelitian ini, maka gambaran sistematika adalah sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN

Menguraikan latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan

penelitian, manfaat penelitian, definisi operasional, metode

penelitian, dan sistematika penulisan yang keseluruhan

memberikan gambaran secara garis besar materi yang akan

(17)

BAB II TINJAUAN TEORITIS

Tinjauan teoritis merupakan hasil kajian pustaka yang membahas

tentang definisi nikah menurut fikih Islam, rukun dan syarat

nikah, kafa′ah dalam pernikahan serta masalah wali mujbir dan

hak ijbar.

BAB III HASIL PENELITIAN

Dalam bab ini, penulis mengkaji permasalahan nikah paksa dari

kedua madzhab. Pembahasan nikah paksa menurut Madzhab

Hanafi yang meliputi permasalahan nikah paksa bagi gadis yang

belum dewasa (masih kecil), gadis yang sudah dewasa, janda

yang belum dewasa (masih kecil) dan janda yang dewasa.

Kemudian penulis membahas nikah paksa menurut Madzhab

Syafi′i, yang meliputi permasalahan nikah paksa bagi gadis yang

belum dewasa (masih kecil), gadis yang sudah dewasa,janda yang

belum dewasa (masih kecil) dan janda yang dewasa. Setelah

kedua madzhab dibahas, penulis memperbandingkan kedua

madzhab tersebut dengan maksud mencari mana yang kuat dalam

hal fikih nikah paksa, dan terakhir membahas tentang korelasi

pendapat Madzhab Hanafi dan Syafi′i dengan hukum positif di

(18)

BAB IV PENUTUP

Dalam bab terakhir ini sebagai bab penutup, penulis akan

memberikan kesimpulan dan saran sebagai ringkasan dan

gambaran dari keseluruhan penulisan skripsi ini.

DAFTAR PUSTAKA

(19)

✁ ✂✄☎✆✄KSA MENURUT PERSPEKTIF HUKUM FIKIH

(Studi Perbandingan Antara Madzhab Hanafi dan Syafi’i)

SKRIPSI

✝✞ ✟✠ ✡

FERRY PRATAWA TIMUR

NIM.06120026

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG

FAKULTAS AGAMA ISLAM

JURUSAN SYARI’AH

(20)

NIKAH PAKSA MENURUT PERSPEKTIF HUKUM FIKIH

(Studi Perbandingan Antara Madzhab Hanafi dan Syafi′i)

SKRIPSI

☛ ☞✌ ✍ ✎✏✌ ✑✒✓ ✔✌ ✕✌✖✌ ✏ ✎✗ ✘✌ ✙✚ ✛✌ ✜✌✢✙✗ ✌ ✜ ✣ ✑☞✤ ✓✥ ✙☞✘ ✌ ✙✦✎✧✌ ✜✜✌ ✕ ☞★✌ ✧ ✦✌ ✗ ✌ ✑✛ ✣✑✘ ✎✏✦✓ ✑✓✥ ☞ ✜✌✩✌ ✗ ✌✧✩✌✘ ✎✪✓✥ ✙★✌ ✥✌ ✘ ✌ ✑

☛ ✌✗ ✌ ✜✦ ✓✑★ ✓✗ ✓ ✙✌ ☞✏✌ ✑✪✥✫✛✥ ✌ ✜✩✌ ✥✍✌ ✑✌✩✘✥✌ ✘ ✌✩✌✘ ✎✬✩✭✮ ✯

✰✗ ✓✧ ✱

FERRY PRATAWA TIMUR

NIM.06120026

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG

FAKULTAS AGAMA ISLAM

JURUSAN SYARI′AH

(21)

✲ ✳✴ ✵ ✶✷✸✳ ✷✹✳✺ ✻✼✻ ✶✽

✽✾ ✿✶❀ ✸✶✿✹✶✴ ✳ ✽✻ ✷✻✺✸✳ ✷✹✸✳✿✺✾ ❁❀✻✿✻✴❁✾ ✿✾ ❀

(✹✺✻❂✾✸✳ ✷✵ ✶✽❂✾✽❃✶✽✶✽✺ ✶✷✶✴ ✶❂ZHAB SYAFI’I DAN HANAFI)

SKRIPSI

❄❅❆❇ ❈

FERRY PRATAWA TIMUR

NIM.06120026

❉❊❋❆●❍■ ❍❊❏❅❆❇ ❈

❉❏ ❋❆❑▲❆▼◆ ❊▼◆ ❊❑ ❖

▲❆▼◆ ❊▼◆ ❊❑ ❖P ▲❆▼◆ ❊▼◆ ❊❑ ❖P P

(22)

❭ ❪ ❫❴ ❵❛❜ ❪❝❞ ❪❡ ❵❢ ❵❝

❡❣ ❛❤ ❜❡❤

✐❥❦ ❧♠♥♦♣ ♦q r ♦qs❥s ❧❦♦q✐ ❧t ♦q✉❧q✈✇①❥② r♠❥❦ ③❥ ④ ♦r✇⑤♥♦③⑥ ✈♦⑦ ♦⑧③⑤ ♦⑦⑨q❥ ⑩ ❧♠③❥ ♥♦③❶ ✇♣ ♦⑦⑦ ♦s❥ ❷♦ ♣❶ ♦⑤ ♦q ✈

s ♦qs❥ ♥❧♠❥ ⑦ ♦✇q ♥✇ r⑦ ❧⑦❧q✇♣❥❦❧♠③ ❷♦♠♦♥♦q ⑦❧⑦❦ ❧♠❸⑤ ❧♣✈❧⑤ ♦ ♠② ♦♠① ♦q♦❹✇ r✇ ⑦⑧③⑤ ♦⑦❺②❻ ❹❻⑧❼

✉♦s ♦❽ ♦q ✈ ✈♦⑤ ❾❿④ ❧➀ ♠✇ ♦♠❥❿➁ ➂ ➂

➃➄wan Penguji Tanda Tangan

➂❻ ✐ ♠ ♦❻② ✇qr ♦q ♦♣❹♦③ ❷❥ ⑦➅❶❻ ❹✇⑦ ❺ ❼

❿❻ ✐ ♠ ③❻② ❷♦⑦③ ✇⑤ ♠❥➆ ♦⑤➇♦➆❥s➅❶⑥ ❺ ❼

➈❻ ✐ ♠ ③❻❶❸♣❻➉ ✇♠❹♦r❥ ⑦➅❶❻⑥✈ ❺ ❼

➊❻ ⑧s♦✇⑤ ❹♦③♦q♦♣➅②❻⑥ ✈ ❺ ❼

❶ ❧q✈❧③ ♦♣r ♦q➅ ④ ♦r✇⑤ ♥♦③⑥✈♦⑦ ♦⑧③⑤ ♦⑦

⑨q ❥ ⑩❧♠③❥ ♥♦③❶ ✇ ♣♦⑦ ⑦♦s ❥ ❷♦♣❶ ♦⑤ ♦q✈ ✐ ❧r♦q➅

(23)

➋➌➍➎➏➐➑ ➍➒➓➎➏ ➎➎➒

➔→➣↔↕➙➛ ➜→➣➝→➜→➣↔→➣➝ ➞ ↕→➟→➠➞➣➞➡

➢→➤→ ➡ ➥➙➛➛ ➦➧➛→➜→➟→➨➞ ➤➩➛

➨➙ ➤➫ →➜➭ ➜→➣↔↔ →➯➯→➠ ➞➛ ➡ ➲ →➣➝ ➩➣↔ ➭➳➵➢➸➫➙ ➤↕➙➛➺➻ ➼ ➽

➢➞ ➤ ➡ ➾ ➚ ➺➳➾➾➳➚

➥→➪➩➯➜→➶ ➡ ➹↔ →➤→➘➶ ➯→➤

➴➩➛ ➩➶ →➣ ➡ ➷➦→➛➞➬ →➠

➮➙➣↔ →➣➞➣➞ ➪ →➤➞➤➙➣➦→➜→➪ →➣↕→➠ ➟→➫➙➣➩➯➞➶ →➣➪ →➛➦→➞➯➤➞→➠➱➶➪➛➞➫ ➶➞ ✃➝ ➙➣↔→➣

❐➩➝ ➩➯ ❒➒❮❰Ï Ð ➐Ï❰ ÑÏ Ò ÓÔurut ➐ÓrspÓ❰❮ Õt Ö❰u×u Ø❮❰❮ Ð (➋Ù❮tu ➐ÓrÚÏ ÔÙ❮ ÔÛÏ Ô

➎ÔÏ ÜÏt Ò ÏÙzÐÏ ÚÖ Ï ÔÏÕ❮ÙÏÔ➋ÝÏÕ❮ )”, adalah bukan karya tulis ilmiah (skripsi) orang lain, baik sebagian ataupun seluruhnya, kecuali dalam bentuk kutipan yang

telah saya sebutkan sumbernya dengan benar.

Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya dan

apabila pernyataan ini tidak benar, saya bersedia mendapatkan sanksi sesuai

dengan ketentuan yang berlaku.

Malang, 20 Januari 2011

(24)

Þ ßààß



















(25)

áâãä âå æçèç é

Karya ini kupersembahkan kepada:

1. Ayahanda Hendrawan dan Ibunda Sulfa Hanum Nasution

2. Abangku Ceka Ungkas Wijaya dan ketiga adikku, Risti Wipa Hendra,

Nauliana, dan Febby Putri Nurpawanti

(26)

êëì ëíî ïð ëïì ëñ

Segala puji bagi Allah Tuhan semesta Alam yang telah memberikan karunia

serta nikmatnya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini, dengan

judul “NIKAH PAKSA MENURUT PERSFEKTIF HUKUM FIKIH (STUDI

PERBANDINGAN ANTARA MADZHAB HANAFI DAN SYAFI′I”.

Shalawat serta salam moga tetap tercurah pada Nabi akhir zaman dengan

segala ketulusan perjuangannya sehingga kita dapat merasakan indahnya dinul

Islam.

Dengan tersusunnya skripsi ini tak lupa kami ucapkan terima kasih kepada:

1. DR. Muhadjir Efendi, M.Ap, selaku Rektor Universitas Muhammadiyah

Malang yang telah menerima penulis untuk mencari ilmu di lembaga terkait.

2. Bapak Drs. Sunarto, M.Ag, selaku Dekan Fakultas Agama Islam.

3. Ibu Dra. Sunkanah Hasyim, M.Hum, selaku pembimbing I yang telah banyak

membimbing penulisan skripsi ini sehingga terselesaikan penulisan ini.

4. Bapak Drs. Muhammad Munir, M.A, selaku pembimbing II yang telah

banyak meluangkan waktunya untuk mengecek prosedur penulisan skripsi ini

agar menjadi yang lebih baik.

5. Bapak dan ibu dosen, pengajar mata kuliah kami di Jurusan Syari′ah - UMM.

6. Ayah dan ibuku, yang selalu memberikan segala-galanya kepada penulis,

terima kasih yang tiada henti, berkat do′a, dukungan dan teladan kalian

ananda dapat menyelesaikan skripsi ini.

7. Abangku Ceka Ungkas Wijaya, adik-adikku Risti, Nauliana dan Febby, yang

selalu menyayangi dan memberikan semangat kepadaku, agar cepat lulus dan

lekas mendapatkan pekerjaan yang halal.

8. Semua kawan-kawanku Jurusan Syari′ah angkatan ’06 yang tidak dapat

disebutkan satu persatu, yang dahulu kita selalu belajar bersama-sama dalam

satu kelas, terima kasih atas segala-galanya dan maaf bila diriku banyak

(27)

9. Sahabat-sahabat dekatku Candra Hadi, Muhamad Iqbal, Vira Hadi Sa’ud

Amrullah, Rijalul Haq, dan Julham Efendi. Terima kasih atas persahabatan

yang selalu kita jaga.

10. Ustad Syarif Hidayatullah, yang dahulu telah mengajariku bagaimana cara

browsing internet situs-situs ilmu-ilmu keislaman berbahasa Arab. Karena

Ustad, diriku banyak mengenal kitab-kitab.

11. Adik tingkatku Fika Andriyani, teristimewa di dalam hati ini, yang selalu

memberikan semangat dalam hari-hari belajarku.

Akhirnya dengan segala kerendahan hati, penulis menyadari bahwa sebagai

manusia biasa yang tak luput dari kesalahan dan keterbatasan khususnya dalam

penulisan skripsi ini, untuk itu saran dan kritik yang membangun dari berbagai

pihak selalu kami harapkan. Dan akhirnya penulis berharap skripsi ini dapat

bermanfaat bagi penulis khususnya dan pembaca pada umumnya. Amin.

Malang, Januari 2011

Penulis

(28)

òóôõ ö ò÷

NIKAH PAKSA MENURUT PERSPEKTIF HUKUM FIKIH (Studi Perbandingan Antara Madzhab Hanafi dan Syafi’i)

Ferry Pratawa Timur NIM.06120026

Kata kunci:

øùúû üýû úþ û ÿ ùúù üÿý✁✂✄ û ☎✆ù ☎✝û☎✞û ✆ ✟ üû ✄

Penelitian ini bertujuan untuk memperbandingkan konsep fikih terhadap hukum nikah paksa antara Madzhab Hanafi dan Syafi′i. Studi perbandingan antara kedua madzhab ini bertujuan untuk mengetahui berbagai sudut pandang dan dalil-dalil yang mendukungnya. Semua ini guna mengetahui yang manakah di antara pandangan-pandangan tersebut yang benar atau lebih kuat atau lebih sesuai dengan kondisi manusia dewasa ini.

Permasalahan ini diangkat, karena pada zaman sekarang ini dalam hal memilih pasangan hidup ini, masih banyak kita jumpai pemaksaan kehendak orang tua atas anak gadisnya, bahkan tak jarang, orang tua memaksakan kehendak dengan semena-mena terhadap anaknya, yang tanpa disadari hal itu justru mendatangkan madharat atau kesengsaraan bagi sang anak. Kebaikan dan kebahagiaan yang diimpikan orang tua bagi buah hatinya justru tidak terwujud. Hal ini terjadi, karena masih banyaknya pemahaman di kalangan orang tua bahwa anak adalah “hak milik” bagi mereka. Mereka merasa berhak sepenuhnya untuk menentukan kehidupan sang anak, termasuk menentukan calon suami yang hendak menjadi pasangan hidup bagi si anak gadis untuk sepanjang umurnya. Oleh sebab itu, jika seorang anak gadis menolak calon suami pilihan orang tua, seorang ayah merasa berhak memaksakan kehendaknya. Apalagi, para orang tua terkadang merasa pemaksaan yang mereka lakukan adalah demi kebahagian sang putri. Lalu mereka pun menggunakan dalil agama untuk melegitimasi tindakan “nikah paksa” yang mereka lakukan pada anak gadisnya.

(29)
(30)

✠✡☛☞ ✡✌✍ ✎✍

Lembar Judul...i

Lembar Persetujuan ...ii

Lembar Pengesahan ...iii

Surat Pernyataan...iv

Motto ...v

Persembahan ...vi

Kata Pengantar ...vii

Abstrak ...ix

Daftar Isi...xi

✏✡✏✍ ✑✒ ✓✠✡✔ ✕✖ ✕✡✓ A. Latar Belakang Masalah ...1

B. Rumusan Masalah ...10

C. Tujuan Penelitian ...10

D. Manfaat Penelitian ... 10

E. Definisi Operasional ...11

F. Metode Penelitian ...14

G. Sistematika Penulisan ...16

✗✘ ✗✙✙ ✚ ✙✛✜✘ ✢✘✛✚ ✣✤✥ ✙✚ ✙✦ A. Pernikahan...19

1. Definisi Nikah Menurut Fikih Islam ...19

2. Hukum Nikah ...20

3. Rukun dan Syarat Perkawinan ...25

4. Kafa′ah dalam Pernikahan ...30

B. Batasan Usia Pernikahan...34

(31)

✧★ ✧✩✩✩✪★✫✩✬✭✮✯✮✬ ✩✰✩★✯

A. Nikah Paksa Menurut Madzhab Hanafi ... 45

1. Gadis Yang Belum Dewasa (Masih Kecil) ... 45

2. Gadis Yang Sudah Dewasa ... 48

3. Janda Yang Belum Dewasa (Masih Kecil) ... 55

4. Janda Yang Dewasa ... 56

B. Nikah Paksa Menurut Madzhab Syafi′i ... 58

1. Gadis Yang Belum Dewasa (Masih Kecil) ... 58

2. Gadis Yang Sudah Dewasa ... 62

3. Janda Yang Belum Dewasa (Masih Kecil) ... 67

4. Janda Yang Dewasa ... 68

C. Perbandingan Antara Madzhab Hanafi dan Syafi′i Dalam Hal Nikah Paksa ... 71

1. Persamaan Kedua Madzhab ... 73

a. Janda Yang Dewasa ... 73

b. Gadis Yang Belum Dewasa ... 76

2. Perbedaan Kedua Madzhab... 81

a. Janda Yang Belum Dewasa... 81

b. Gadis Yang Dewasa ... 83

B. Korelasi Pendapat Madzhab Hanafi dan Syafi′i Dengan Hukum Positif Di Indonesia Tentang Nikah Paksa ... 90

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN ... 99

A. Kesimpulan... 100

B. Saran... 103

DAFTAR PUSTAKA ... 105

(32)

✱✲✳✴ ✲✵✶✷✸✴ ✲✹ ✲

lQur’an dan Terjemahannya ✼ ✽✾✿ ❀❁❂✾❃✾ ❄ ❅ ❆❀❃❀ ❇❈❉ ❊✾❃❀❁ ❀❄ ❆❋ ❅● ❍✼ ❊❍ ■❏❀❉

❑❑▲

❅ ▼◆ ❖❁❁ ❀P❃ ❀❄ ❀◗✼ ❘ ❀❙ ■❁ ■❉ al-Fiqhu ‘ala Madzāhibi al-Arba’ah(❚✾ ■❁❖❂❋✽ār al-Fikr , Juz IV, TT.

Abdullah ibn Abdurahman al-Bassam,Taudhih al-Ahkam min Bulugh al-Maram.

Makkah al-Mukarramah : Maktabat al-Asari, Juz V.

Abi Bakr ibn Muhammad al-Husaini al-Husyna al-Dimasiqi al-Syafi′i, Kifāyatu

al-Akhyār fī Halli Gāyat al-Ikhtisyar. Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyah, 1422

H./2001 M.

Abu Bakar Jabir al-Jaza’ri, Minhajul Muslim, Terj. Musthofa Aini dkk. Jakarta:

Darul Haq, 2007.

Abu ′Abd Allah Muhammad ibn Isma′il al- Bukhariy.Al-Jami′ al-Shahih (Shahih

al-Bukhariy. Beirut: Dār Thauq al-Najah, Juz VII, 1422 H.

Abu Husayn Muslim ibn al-Hajjaj al-Qusyayriy, Al-Jami′ al-Shahih (Shahih

Muslim). Ar-Riyadh: Dar al-Mughniy li al-Nasyr wa al-Tauzi′, 1419 H/

1998 M.

Abu Dawud Sulayman ibn al-Asy′as al-Sijistaniy,Sunan Abiy Dawud(Beirut: Dār

Ibn Hazm, Juz II, Cet. II, 1997 M/1418 H.

Sulaiman ibn Asy’ats al-Sijistani, Sunan Abi Dawud.Beirut: Dār al-Fikr, Juz III,

TT.

Abdullah Ibn Mahmud ibn Maudūd al-Mushili al-Hanafi, Ikhtiyar lita’lil

al-mukhtar. Beirut: Dār al-Fikr al-′Arabī, Juz III, TT.

Abu ′Abd Allah Muhammad ibn Yazid ibn Majah, Sunan Ibn Majah. Beirut:

Al-Riyadh: Maktabah al-Ma′arif al-Nasyr wa al-Tauzi′, TT.

Abu ′Abd al-Rahman Ahmad ibn Syu’ayb al-Nasaiy,Sunan al-Nasā′ī. Al-Riyadh:

Maktabah al-Ma′arif al-Nasyr wa al-Tauzi′, TT.

Abu ′Abd Allah Ahmad Ibn Hanbal,Musnad Ahmad ibn Hanbal. Riyadh: Bait

(33)

Abd al-Wahhab Khalaf, ‘Ilm ushul al-Fiqh. Al-Iskandariyyah: Maktabah

al-Da’wah al-Islamiyyah, 2002 M.

Abī Husain Yahyā ibn Abī al-Khair ibn Sālim al-Imrānī al-Syāfi′i al-Yamani,

Al-Bayān Fi Madzhab al-Imām al-Syāfi′i. Beirut: Dar al-Minhaj, Juz IX, Cet. I,

2000M/1421H.

Abi Muhammad Abdullah ibn Ahmad ibn Muhammad ibn Qudaimah,Al-Mughni.

Al-Riyadh : Dār ‘Ālam Kutub, Juz IX, 1417 H/1997 M.

Ahmad ibn ibn Hajar al-Asqalānīy, Bulūghu al-Marāmi min Adillati al-Ahkāmi.

Surabaya: Dar al-′Alim, TT.

Ibnu Hajar al-Asqalani,Fath al-Bāri Syarah Shahih al-Bukhari, Terj. Amiruddin.

Jakarta: Pustaka Azzam, 2008.

Ahmad Warson Munawwir, Al-Munawwir Kamus Arab – Indonesia. Surabaya:

Pustaka Progressif, 2002.

Ahmad Rofiq,Hukum Islam di Indonesia, Jakarta: Rajawali Perss, 1998.

Akram Ridha,Baligh Tanpa Malu.Jakarta: Qisthi Press, 2005.

Ala′uddin Abu Bakar ibn Mas′ud al-Kasani, Bada`i’ Shana`i’ fi Tartib

al-Syara`i. Beirut: Dar al-Kutub al-′Ilmiyah, Juz I, 1406 H/1986 M.

Ala’uddin Muhammad ibn Ali al-Husni al-Haskafi, Ad-Durr al-Mukhtar fi Syarh

Tanwir al-Absar(Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyah, Cet. I, 1423 H./2002M.

Al-Faqih Abul Wahid Muhammad ibn Ahmad ibn Muhammad ibnu Rusyd,

Bidayat al-Mujtahid wa Nihayat al-Muqtashid, Terj. Imam Ghazali Said.

Beirut: Dar al-Jill, Cet I, 1409H/1989M.

Alī ibn Abī Bakar al-Marghīnānī,al-Hidāyat Syarh Bidāyat al-Mubtadī.Pakistan:

Idarat al-Qur′an wa ′Ulūm al-Islāmiyyat, Juz III, Cet. I, 1417 H.

Al-Hāfizh al-Kabīr ′Alī ibn ′Umar al-Dāruqthnī, Sunan al-Dāruqthnī. Beirut:

Mu′assasatu al-Risalah, Juz IV, Cet I, 1424 H./2004 M.

′Alāu al-Din Abī Bakr ibn Mas′ūd ibn Ahmad al-Kāsanī, Badā‘i‘ ash-Shanā’i.

Bairūt, Dār al-Kutub al-′Ilmiyah, cetakan kedua, juz III, 1406 H./1986 M.

A.jLatief Wiyata, Carok – Konflik Kekerasan dan Harga Diri Orang

Madura.Yogyakarta: Lkis, 2006.

(34)

Burhan Bungin, Drs., M.Si.,Metode Penelitian Sosial: Format-format Kuantitatif

dan Kualitatif. Surabaya: Airlangga University Pers, 2001.

Cik Hasan Basri, Pilar-pilar Penelitian Hukum Islam Dan Pranata Sosial,.

Jakarta: Rajawali Pers.

Djaman Nur,Fiqh Munakahat. Semarang: Dimas, 1993.

Ensiklopedi Hadits – Kitab 9 Imam. CD Program yang Diproduksi oleh Lidwa

Pusaka, Jakarta. 2010.

Hasan Ayub, Fiqh al-Usrah al-Muslimah, ter. M. Abdul Ghoffar, (Jakarta:

Pustaka al-Kautsar, 2008.

Husein Muhammad, Fiqih Perempuan – Refleksi Kiai atas Wacana Agama dan

Gender. Yogyakarta: LkiS, 2001.

H.S. A. Al-Hamdani, Risalah Nikah. Jakarta: Pustaka Amani, 2002.

Ibrahim Hosen, Fiqh Perbandingan. Jakarta: Balai Penerbitan & Perpustakaan

Islam Yayasan Ihya ‘Ulumuddin Indonesia, 1971.

Ibnu Hajar al-Asqalani,Fath al-Bāri Syarah Shahih al-Bukhari, Terj. Amiruddin.

Jakarta: Pustaka Azzam, 2008.

Jama′ah min ′Ulamā al-Hindi, al-Fatāwa al-Hindiyah. Beirut: Dār Kutub

al-′Ilmiyah, Juz I, Cetakan Awal, 1421 H / 2000 M.

Mahmud Yunus, Hukum Perkawinan Dalam Islam. Jakarta: Hidakarya Agung,

1981.

Masdar F. Mas’udi, Islam Dan Hak-Hak Reproduksi: Dialog Fiqih

Pemberdayaan. Bandung: Mizan, 1997.

Miftah Faridl,150 Masalah Nikah & Keluarga. Jakarta: Gema insani, 2004.

Muhammad Nāshiruddīn al-Albāni, Shahīh al-Jāmi′ al-Shaghīr wa Ziyadātih.

Beirut: Maktab al-Islāmī, Cet. III, 1408 H./1988 M.

Muhammad Nāshir , Silsilat al-Ahādīs al-Dha′īfat wa al-Maudhūat (Riyadh:

Maktabat al-Ma′ārif liNasyar wa al-Tauzī, Cet. II, 1425 H.

Muhammad ibn Ismail al-Shan’ani, Subul Salam Maushilati ila Bulugh

(35)

Muhammad Ali al-Shabuni,Rawai’ul Bayan Tafsir Ayatil Ahkam Minal Qur’an,

Terj. Saleh Mahfoed. Damsyik: Maktabah al-Ghazali, Cet. II, Juz II, 1397

H./1977 M.

Muhyiddīn Abī Zakariyyā ibn Syarf al-Nawawiy, Minhaj Et Taliibn: A Manual Of

Muhammadan Law. London: William Clowes and Sons, 1914.

Muhammad ibn Idrīs al-Syāfi′i,al-Umm, Tahqiq wa Tarjih Rifa′at Fauzi ′Abd

Muthalib. Al-Manhūrah: Dār Wafā′ lil Thabā′ah wa Nasyr wa

al-Taujih, Cet. I, Juz VI, 2001 M/1422H.

Muhammad ibn ′Abdurrahman al-Dimasyqī, Rahmah Ummah fī Ikhtilāf

al-A′immah, Terj. Abdullah Zaki Alkaf. Jeddah: al-Haramain li ath-Thiba′ah

wa an-Nasya wa at-Tawji′, TT.

M. Syamsul Arifin, Membangun Rumah Tangga Sakinah. Sidogiri: Pustaka

Sidogiri, 1429 H./2008M.

Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah, Terj. Mahyiddin Syaf. Bandung: Alma′arif, Cet. X,

Juz VII, TT.

Segaf Hasan Baharun, Bagaimanakah Anda Menikah? Dan Mengatasi

Permasalahnnya. Bangil: Ma′had Darullughah wadda′wah, 1426H.

Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus

Bahasa Indonesia. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional, 2008.

T.M. Hasbi Ash Shiddieqy, Hukum-Hukum Fikih Islam. Jakarta: Bulan Bintang,

1986.

Wizarah al-Auqaf wa al-Syu’un al-Islamiyyah. Al-Mausu’ah al-Fiqhiyyah.

Kuwait, Juz VI, XVIII 1410 H/ 1990 M.

Wizarah al-Auqaf wa al-Syu’un al-Islamiyyah. Al-Mausu’ah al-Fiqhiyyah.

Kuwait, Juz IV, 1410 H/ 1990 M.

Yusuf al-Uyairi, Muslimah Berjihad! Peran Wanita Dalam Medan Jihad, Solo:

Media Islamika, Ter. Fajrun Mustaqim, 2007.

Zaitunah Subhan, Kekerasan Terhadap Perempuan. Yogyakarta: Pustaka

Pesantren, 2004.

Zhafar Ahmad al-′Utsmanī al-Tahānawi, I’la al-Sunan. Bairut: Dār al-Fikr, Cet. I,

(36)

Referensi

Dokumen terkait