• Tidak ada hasil yang ditemukan

Design of Farm Road Construction at the Tertiary Plot of Paddy Field (case in Cikarawang Bogor).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Design of Farm Road Construction at the Tertiary Plot of Paddy Field (case in Cikarawang Bogor)."

Copied!
145
0
0

Teks penuh

(1)

DESAIN KONSTRUKSI JALAN USAHATANI

DI PETAKAN TERSIER LAHAN SAWAH

(KASUS DI CIKARAWANG BOGOR

)

TATANG SUMARNA

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Desain Konstruksi Jalan Usahatani di Petakan Tersier Lahan Sawah (Kasus di Cikarawang Bogor) adalah karya saya sendiri dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(3)

TATANG SUMARNA. Desain Konstruksi Jalan Usahatani di Petakan Tersier Lahan Sawah (Kasus di Cikarawang Bogor). Dibimbing oleh ASEP SAPEI dan ERIZAL.

Hasil pertanian yang mempunyai sifat mudah rusak harus ditangani secara baik dan benar, sehingga penurunan mutu dan kehilangan hasil pertanian dapat dihindari. Oleh karena itu pada daerah sentra produksi pertanian diperlukan adanya prasarana jalan usahatani yang memadai. Tujuan penelitian ini adalah (1) mendesain konstruksi jalan usahatani di petakan tersier dan membuat prototipe subgrade jalan usahatani, (2) menguji kekuatan dari prototipe subgrade jalan usahatani. Kriteria desain konstruksi jalan usahatani di petakan tersier lahan sawah mencakup : (1) spesifikasi kendaraan / alat angkut yang direncanakan, (2) kriteria jalan usahatani, (3) kriteria saluran tersier, (4) karakteristik tanah dasar (subgrade) jalan usahatani. Pengujian dilakukan dengan Calfornia Bearing Ratio (CBR) rendaman untuk bahan tanah timbunan, dan dengan Dynamic Cone Penetrometer (DCP) untuk prototipe subgrade jalan usahatani. Nilai CBR akan berbeda-beda sesuai dengan kedalaman lapisan yang diuji. Pada kedalaman 0-340 mm, 340-590 mm dan kedalaman 590-950 mm berturut-turut diperoleh nilai CBR rata-rata sebesar 7.62%, 19.67% dan 21.90%, lebih besar dari nilai CBR rencana yaitu 5.7%. Hal ini berarti subgrade memenuhi syarat kekuatan. Hasil desain konstruksi jalan usahatani di petakan tersier adalah (1) lebar atas subgrade jalan usahatani 2 m termasuk perkerasan jalan, (2) tinggi subgrade jalan usahatani 0.90 m, (3) kemiringan subgrade jalan usahatani 1:1.2, (4) tebal perkerasan jalan usahatani 7 cm dan tidak dibuat prototipenya, (5) pada kedalaman tanah subgrade 0.50 m dipasang saluran tersier dari pipa berdiameter 6 inci.

Kata kunci: california bearing ratio, desain konstruksi jalan, jalan usahatani, subgrade, petakan tersier

(4)

SUMMARY

TATANG SUMARNA. Design of Farm Road Construction at the Tertiary Plot of Paddy Field (case in Cikarawang Bogor). Supervised by ASEP SAPEI and ERIZAL.

Perishable nature of agricultural product must be handled properly, to avoid deterioration and loss of product. Therefore, the centre area of agricultural production requires adequate farm road. The objectives of this research were: (1) to design the construction of farm road at tertiary plot and make the subgrade prototype of farm road, and (2) to analyze the strength of subgrade prototype. The design criteria of farm road construction were identified based on : (1) specification of vehicle, (2) the criteria of farm road, (3) the criteria of tertiary canal, (4) the characteristics of subgrade. The strength of subgrade prototype was analyzed by California Bearing Ratio (CBR) and Dynamic Cone Penetrometer (DCP). The result showed that on the depth of 0 – 340 mm, 340 mm – 540 mm and a depth 590 mm – 950 mm consecutively CBR had an average value of 7.62%, 19.67% and 21.91%. These value were bigger than CBR plan 5.7 %. It indicated that the subgrade strength was eligible. Design result of farm road construction at tertiary plots of paddy field were: (1) width of subgrade of farm road 2 m, (2) height subgrade of farm road 0.90 m, (3) slope of subgrade farm road 1:1.2, (4) thickness of farm road pavement 7 cm and nor prototype, (5) the tertiary channel using 6 inch diameter pipe was installed at the depth of 0.5 m of subgrade soil.

(5)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2013

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.

(6)

DESAIN KONSTRUKSI JALAN USAHATANI

DI PETAKAN TERSIER LAHAN SAWAH

(KASUS DI CIKARAWANG BOGOR)

TATANG SUMARNA

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Teknik Sipil dan Lingkungan

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(7)
(8)

Judul Tesis : Desain Konstruksi Jalan Usahatani di Petakan Tersier Lahan Sawah (Kasus di Cikarawang Bogor)

Nama : Tatang Sumarna NIM : F451090081

Disetujui Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Asep Sapei, M.S. Dr. Ir. Erizal, M.Agr, Ketua Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana Teknik Sipil dan Lingkungan

Dr. Ir. Nora H. Pandjaitan, DEA Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr

(9)

PRAKATA

Ucapan syukur dipanjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga tesis yang berjudul “Desain Konstruksi Jalan Usahatani di Petakan Tersier Lahan Sawah (Kasus di Cikarawang Bogor)” ini dapat diselesaikan. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat untuk perkembangan ilmu pengetahuan.

Dengan segala kerendahan hati, diucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Prof. Dr. Ir. Asep Sapei, MS selaku ketua komisi pembimbing yang telah memberikan bimbingan, arahan, masukan dan motivasi.

2. Dr. Ir. Erizal, M.Agr selaku anggota komisi pembimbing yang telah memberikan bimbingan, arahan, masukan dan motivasi.

3. Dr. Ir. Meiske Widyarti, M.Eng selaku dosen penguji ujian tesis.

4. Dr. Ir. Nora H. Panjaitan, DEA selaku ketua Program Studi Pascasarjana Teknik Sipil dan Lingkungan atas masukan yang diberikan.

5. Seluruh rekan-rekan dan staf SIL atas bantuan dan dukungannya dari proses pelaksanaan penelitian hingga penulisan tesis ini.

Dalam tulisan ini tentu masih banyak kekurangan, oleh karena itu diharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun untuk penulisan selanjutnya.

(10)

DAFTAR TABEL ix

DAFTAR GAMBAR ix

DAFTAR LAMPIRAN x

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang 1

Kerangka Pemikiran 1

Perumusan Masalah 1

Tujuan Penelitian 2

2 TINJAUAN PUSTAKA

Jalan 3

Tanah Dasar (Subgrade) 4

Kompaksi 5

Konstruksi Perkerasan 6

Dynamic Cone Penetrometer (DCP) 11

Pembebanan Terhadap Pipa 14

3 METODOLOGI PENELITIAN

Lokasi dan Waktu Penelitian 16

Bahan dan Alat 16

Desain Jalan Usahatani yang terintegrasi dengan Saluran Tersier 18

Pengukuran Pengujian 19

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik Tanah Bahan Timbunan 24

Perkerasan dengan Metode Tanpa Bahan Pengikat 28

Dimensi Potongan Melintang Jalan Usahatani yang terintegrasi

dengan Saluran Tersier 27

Desain Prototipe Jalan Usahatani yang terintegrasi dengan Saluran

Tersier Lahan Sawah 29

Pembebanan Terhadap Pipa 30

Prototipe Subgrade Jalan Usahatani di Petakan Tersier Lahan Sawah 32 Kekuatan Tanah Dasar (Subgrade) Prototipe Jalan Usahatani 38 5 KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan 39 Saran 39

DAFTAR PUSTAKA 40

LAMPIRAN 42

(11)

3 Nilai koefisien k2 8

4 Tegangan ijin tanah atau σt,ijin 10

5 Contoh hasil pengujian DCP 13

6 Spesifikasi Model TampingRammer MT 75 H 17

7 Nilai berat jenis partikel tanah, Gs 24

8 Koefisien keseragaman dan koefisien gradasi 25

9 Konsistensi tanah/batas cair dan batas plastis 26

10 Hubungan nilai r/H dengan Cb 31

11 Perhitungan nilai PH 31

12 Nilai rata-rata CBR dari tiap bagian kedalaman 38

DAFTAR GAMBAR

1 Kerangka pemikiran 2

2 Susunan konstruksi perkerasan jalan 4

3 Penyebaran beban roda kendaraan 8

4 Bidang kontak permukaan ban kendaraan dengan jalan 9

5 Dynamic Cone Penetrometer (DCP) 12

6 Contoh grafik hasil pengujian DCP dan CBR 13

7 Koefisien Boussinesq 14

8 Koefisien transfer Cp untuk pipa lentur 15

9 Lokasi penelitan 16

10 Alat pemadat tanah timbunan Model Tamping Rammer MT 75 H 17

11 Skema penelitian 17

12 Jenis kendaraan angkutan yang direncanakan 18

13 Kurva distribusi partikel contoh tanah pada kedalaman tanah

0 – 25 cm 24

14 Kurva distribusi partikel contoh tanah pada kedalaman tanah

25 - 55 cm 25

15 Kurva distribusi partikel contoh tanah pada kedalaman tanah

55 - 110 cm 25

16 Kurva uji kompaksi pada kedalaman tanah 0-25 cm 26

17 Kurva uji kompaksi pada kedalaman tanah 25-55 cm 27

18 Kurva uji kompaksi pada kedalaman tanah 55-110 cm 27

19 Hubungan panjang pipa dengan beban tekan maksimum 28

20 Potongan melintang prototipe jalan usahatani di petakan tersier 30

21 Denah prototipe jalan usahatani di petakan tersier 30

22 Tanah timbunan untuk tanah dasar (subgrade) jalan usahatani 30 23 Pembuatan profil melintang jalan dengan penimbunan awal 33

24 Pelaksanaan koreksi batas plastis di lapangan 33

25 Bentuk alur pemadatan dari sisi menuju pusat 34

26 Bentuk alur pemadatan dari pusat menuju sisi 34

(12)

31 Pipa yang sudah terpasang dan ditimbun 37

32 Proses pemadatan ulang tanah setelah pipa terpasang 37

33 Hasil Pemadatan ulang tanah setelah pipa terpasang 38

DAFTAR LAMPIRAN

1 Hasil perhitungan berat jenis partikel (Gs) 42

2 Hasil pengukuran butir tanah dengan analisis ayak dan hidrometer 43 3 Hasil perhitungan konsistensi tanah/ batas cair dan batas plastis 45

4 Grafik batas cair 47

5 Grafik plastisitas untuk klasifikasi tanah (Das, 1994) 48

6 Perhitungan kompaksi 49

7 Langkah kerja pengujian CBR rendaman 50

8 Langkah pengujian pipa PVC 56

9 Langkah perhitungan dari hubungan DCP dan CBR 59

(13)

Latar Belakang

Komoditas pertanian (tanaman pangan, hortikultura, perkebunan dan peternakan) merupakan komoditas yang sangat prospektif untuk dikembangkan mengingat potensi sumber daya alam, sumber daya manusia, ketersediaan teknologi serta potensi serapan pasar di dalam negeri dan pasar internasional yang terus meningkat. Usahatani pertanian (tanaman pangan, hortikultura, perkebunan dan peternakan) masih mempunyai kendala keterbatasan penggunaan sarana produksi, alat dan mesin pertanian yang antara lain disebabkan kurang memadainya sarana jalan usahatani. Disamping itu jalan usahatani mutlak diperlukan dalam pengangkutan hasil pertanian yang mempunyai sifat “perishable” (mudah rusak) yang harus ditangani secara baik dan benar serta berhati-hati, sehingga penurunan mutu dan kehilangan hasil dapat dihindari. Oleh karena itu perlu adanya penyediaan prasarana jalan usahatani yang memadai pada daerah sentra produksi pertanian (tanaman pangan, hortikultura, perkebunan dan peternakan).

Dalam Undang-Undang 38 tahun 2004 tentang jalan terdapat klausul jalan khusus yaitu jalan yang pembangunan dan pembinaannya merupakan tanggung jawab departemen terkait. Sehubungan dengan itu maka jalan usahatani dikategorikan jalan khusus sehingga pembinaannya merupakan tanggung jawab Depatemen Pertanian. Pada umumnya jalan usahatani masih belum memadai sehingga belum dapat dimanfaatkan secara optimal. Oleh karena itu perlu pengembangan jalan usahatani dengan pengertian sebagai pembangunan baru, peningkatan kapasitas atau rehabilitasi jalan usahatani agar memenuhi standar teknis untuk dilalui kendaraan untuk mengangkut hasil pertanian dan alat mesin pertanian yang diperlukan. (Deptan 2008)

Kerangka Pemikiran

Saluran air yang selama ini mengalirkan air ke sawah merupakan saluran terbuka. Saluran tersebut hanya berfungsi mengalirkan air saja tanpa dapat memberikan nilai tambah lainnya.

Untuk menghemat lahan yang ada dan untuk menekan kehilangan air akibat kebocoran dan penguapan maka saluran terbuka akan diganti menjadi saluran tertutup dengan menggunakan pipa PVC. Dengan demikian bagian atas saluran dapat dipakai untuk jalan usahatani. Saluran tersier dan jalan usahatani dalam hal ini akan digabung. Secara skematis kerangka pemikiran di atas dapat digambarkan seperti terlihat pada Gambar 1.

Perumusan Masalah

(14)

dan karakteristik tanah yang ada. Dalam hal ini jalan usahatani yang direncanakan memerlukan tanah timbunan yang dipadatkan sebagai tanah dasar (subgrade) dan berasal dari lokasi yang berdekatan.

Tujuan Penelitian

1) Membuat desain konstruksi jalan usahatani di petakan tersier dan prototipe

subgrade jalan usahatani.

2) Menguji kekuatan dari prototipe subgrade jalan usahatani.

Gambar 1 Kerangka pemikiran

Existing (Umum)

Modifikasi Saluran Irigasi Tersier

( Saluran Terbuka)

Saluran Irigasi Tersier (Saluran Tertutup)

Bagian Bawah : Saluran Irigasi Pipa

Bagian Atas : Jalan Usahatani

(15)

Jalan

Jalan merupakan prasarana transportasi yang paling banyak digunakan oleh masyarakat Indonesia untuk melakukan mobilitas keseharian sehingga volume kendaraan yang melewati suatu ruas jalan mempengaruhi kapasitas dan kemampuan dukungnya. Kekuatan dan keawetan kontruksi perkerasan jalan sangat ditentukan oleh sifat-sifat daya dukung tanah dasar (Sukirman 1999).

Berdasarkan Direktorat Jenderal Pengelolaan Lahan dan Air Depatemen Pertanian PT.PLA.B.3-2-2008 “ Pedoman Teknis Pembangunan Jalan Usaha Tani “ dinyatakan sebagai berikut :

1. Jalan usahatani adalah suatu prasarana transportasi di dalam kawasan pertanian (tanaman pangan, hortikultura, dan peternakan) guna memperlancar pengangkutan sarana produksi, hasil produksi dan mobilitas alat mesin pertanian.

2. Pembangunan jalan usahatani adalah pembuatan baru, peningkatan kapasitas dan rehabilitasi.

3. Pembuatan jalan usahatani adalah membuat jalan baru sesuai kebutuhan : a. Peningkatan kapasitas jalan usahatani adalah jalan usahatani yang

sudah ada ditingkatkan tonase / kapasitasnya sehingga bisa dilalui oleh kendaraan yang lebih berat.

b. Rehabilitasi jalan usahatani adalah memperbaiki jalan usahatani yang sudah rusak tanpa ada peningkatan kapasitas

Konstruksi perkerasan lentur jalan terdiri dari lapisan-lapisan yang diletakkan di atas tanah dasar yang telah dipadatkan. Lapisan-lapisan tersebut berfungsi untuk menerima beban lalu lintas dan menyebarkan ke lapisan di bawahnya. Beban kendaraan dilimpahkan ke perkerasan jalan melalui bidang kontak roda beban berupa beban terbagi rata. Beban tersebut berfungsi untuk diterima oleh lapisan permukaan dan disebarkan ke tanah dasar menjadi lebih kecil dari daya dukung tanah dasar (Sukirman 1999).

Menurut AASHTO dan Bina Marga kontruksi jalan terdiri dari: 1. Lapis permukaan (Surface Course)

Lapisan permukaan (Surface Course) adalah lapisan yang terletak paling atas ( Sukirman 1999), dan berfungsi sebagai :

a. Struktural, yaitu berperan mendukung dan menyebarkan beban kendaraan yang diterima oleh lapis keras.

b. Non struktural, yaitu berupa lapisan kedap air untuk mencegah masuknya air ke dalam lapis perkerasan yang ada di bawahnya dan menyediakan permukaan yang tetap rata agar kendaraan berjalan dengan lancar.

2. Lapis Pondasi Atas (Base Course)

Lapisan pondasi atas (Base Course) adalah lapisan perkerasan yang terletak diantara lapis pondasi bawah dan lapis permukaan (Sukirman 1999), dan berfungsi sebagai:

(16)

b. Lapisan peresapan untuk lapisan pondasi bawah. c. Bantalan terhadap lapisan permukaan.

3. Lapis Pondasi Bawah (Subbase Course)

Lapis Pondasi Bawah (Subbase Course) adalah lapis perkerasan yang terletak antara lapisan pondasi atas dan tanah dasar (Sukirman 1999), dan berfungsi sebagai :

a. Bagian dari konstruksi perkerasan untuk menyebarkan beban roda pada tanah dasar.

b. Efesiensi pengunaan material.

c. Mengurangi ketebalan lapis keras yang ada di atasnya.

d. Sebagai lapisan peresapan, agar air tanah tidak berkumpul pada pondasi. e. Sebagai lapian pertama agar memudahkan pekerjaan selanjutnya,

f. Sebagai pemecah partikel halus dari tanah dasar naik ke lapis pondasi atas. 4. Lapis Tanah Dasar (Subgrade)

Tanah dasar (Subgrade) adalah permukaan tanah semula, permukaan tanah galian atau timbunan yang dipadatkan dan merupakan dasar untuk perletakan bagian lapis keras lainnya. Konstruksi Perkerasan jalan susunannya seperti terlihat pada Gambar 2.

Lapisan Permukaan (Surface)

Lapisan Pondasi/Perkerasan (Base)

Tanah Dasar (Subgrade)

Gambar 2 Susunan konstruksi perkerasan jalan

Tanah Dasar (Subgrade)

Tanah merupakan komponen utama subgrade yang memiliki karakteristik, macam, dan keadaan yang berbeda-beda, sehingga setiap jenis tanah memiliki kekhasan perilaku. Sifat tanah dasar mempengaruhi ketahanan lapisan di atasnya (Sukirman 1999).

Masalah-masalah yang dihadapi dalam tanah dasar merupakan masalah yang sudah umum dijumpai selama proses pekerjaannya. Adapun masalah-masalah yang sering dijumpai pada pekerjaan tanah dasar (Sukirman 1999) adalah sebagai berikut.

1. Perubahan bentuk tetap, yaitu perubahan bentuk akibat beban lalu lintas. Perubahan bentuk yang besar akan mengakibatkan jalan tersebut rusak. 2. Sifat mengambang dan menyusut dari tanah, yaitu perubahan yang terjadi

akibat perubahan kadar air yang didukung tanah tersebut.

(17)

yang besar selama dan sesudah pembebanan lalu lintas dari macam tanah tertentu.

5. Perubahan bentuk akibat dilakukannya tambahan pemadatan, karena terjadinya penurunan oleh beban tanah dasar tidak dipadatkan secara baik, dimana daya dukung tidak optimal.

Untuk memperkecil terjadinya masalah yang menyangkut tanah dasar seperti di atas, maka langkah yang harus dilakukan adalah melakukan pekerjaan tanah dasar sesuai dengan peraturan pelaksanaan pembangunan jalan raya yang berlaku. Peraturan pelaksanaan yang menyangkut penyelidikan lokasi mengenai faktor kadar air tanah, material tanah, keadaan dan klasifikasi tanah dan sifat penting tanah serta daya dukung tanah. Tanah yang kurang memenuhi persyaratan untuk dijadikan sebagai lapisan tanah dasar, maka perlu dilakukan peningkatan daya dukung tanah dengan melakukan perbaikan terhadap tanah tersebut. Adapun cara yang dilakukan untuk meningkatkan daya dukung tanah tersebut (Sukirman 1999) dengan cara:

1. Cara dinamis, cara perbaikan tanah dasar dengan menggunakan alat-alat berat seperti compactor yang dilengkapi dengan alat penggetar untuk pekerjaan pemadatan.

2. Memperbaiki gradasi yang ada, cara ini dilakukan dengan menambah fraksi yang kurang kemudian dicampur dan dipadatkan.

3. Dengan stabilitas kimia, cara ini dilakukan dengan menstabilitaskan lapisan tanah dasar dengan bahan-bahan kimia seperti semen portland, kapur, dan bahan kimia lainnya.

4. Membongkar dan mengganti, langkah ini dilaksanakan apabila tanah dasarnya sangat jelek dan mengganti tanah aslinya dengan material yang lebih baik, berkualitas tinggi, dan mempunyai daya dukung yang optimal.

Kompaksi

Pemadatan (compaction) menunjukkan peningkatan kerapatan isi tanah akibat suatu beban atau tekanan (Baver 1962). Peristiwa bertambah berat volume kering oleh beban dinamis disebut pemadatan. Maksud pemadatan tanah adalah untuk meningkatkan kuat geser tanah, mengurangi sifat mudah manpat (kompresibilitas), mengurangi permeabilitas dan mengurangi perubahan volume sebagai akibat perubahan kadar air dan lain-lainnya (Hardiyatmo 1992).

Islami dan Utomo (1995) menyatakan, pemadatan adalah proses naiknya kerapatan isi tanah dengan memperkecil jarak antar partikel,sehingga terjadi reduksi volume udara, tetapi tidak terjadi perubahan volume air yang cukup berarti. Pemadatan tanah dapat diberi batasan sebagai perubahan volume, karena tanah diberi tekanan dan untuk setiap daya pemadatan tertentu kepadatan yang tercapa tergantung pada kadar airnya.

(18)

Dalam tanah yang berbutir kasar, air dapat ditekan keluar. Faktor-faktor terpenting yang menentukan hasil pemadatan adalah jenis bahan, kandungan air (kelembaban), metode pemadatan dan energi yang digunakan.

Wesley (1973) menyatakan bahwa bila kadar air rendah maka tanah akan keras atau kaku sehingga sulit dipadatkan. Bila kadar air ditambah maka air itu akan berfungsi sebagai pelumas sehingga tanah akan lebih mudah dipadatkan. Pada kadar air tertinggi kepadatannya akan menurun karena pori-pori tanah menjadi terisi air yang tidak dapat dikeluarkan dengan cara pemadatan. Kepadatan tanah biasanya diukur (dinilai) dengan menentukan berat isi keringnya, bukan dengan angka porinya. Lebih tinggi berat isi kering berarti lebih kecil angka pori dan lebih tinggi derajat kepadatannya.

Menurut Terzaghi dan Peck (1987) tingkat pemadatan tertinggi diperoleh apabila kadar air mempunyai suatu nilai tertentu yang disebut kadar air kelembaban optimum (optimum moisture content) dan prosedur untuk mempertahankan agar kadar air mendekati nilai optimumnya selama pemadatan timbunan dikenal sebagai kontrol kadar kelembaban (moisture content control).

Bowles (1991) mendefinisikan empat variable pemadatan tanah yaitu : 1. Usaha pemadatan (energi pemadatan)

2. Jenis tanah (gradasi, kohesif atau tidak kohesif, ukuran partikel, dsb-nya) 3. Kadar air

4. Berat isi kering (Proctor menggunakan angka pori)

Karena volume tanah terdiri dari bagian padat dan kekosongan diantaranya (voids), maka tekanan akan menurunkan kekosongan (void ratio) tiap satuan tekanan atau beban. Rasio kekosongan menyatakan perbandingan volume kekosongan dengan volume padatan (Baver 1962).

Dalam uji tumbukan maupun uji remasan, beberapa contoh tanah dicampur dengan jumlah air yang makin bertambah banyak, dipadatkan di dalam cetakan, dan ditimbang. Apabila diketahui berat tanah basah di dalam cetakan yang volumenya diketahui maka berat isi tanah basah (γb) dapat langsung dihitung berat tanah basah di dalam cetakan per volume cetakan. Kemudian berat berat isi kering (γkering) dalam satuan (g/cm3) dapatdihitung sebagai berikut :

γkering =

dimana w(%) sama dengan persen kadar air, pada rumus di atas adalah kadar air setelah dipadatkan. Dari data beberapa contoh yang dipadatkan dipakai untuk menggambarkan kurva berat isi kering terhadap kadar air (Bowles 1991).

Menurut Gill dan Van den Berg (1967) pemadatan tanah adalah sifat dinamik tanah dimana tingkat kepadatan naik. Dalam hal ini pengeringan dan pengerutan dapat juga meningkatkan kepadatan tanah selain gaya-gaya mekanis yang bekerja pada tanah.

Konstruksi Perkerasan

(19)

Rumus ini dibuat berdasarkan pengalaman-pengalaman, dan disusun secara sederhana sebagai berikut :

h = k1 P ... (2)

dimana :

h = tebal perkerasan, cm P = Kelas jalan, ton (Tabel 1)

k1 =koefisien yang tergantung tanah dasar, cm/ton (Tabel 2)

Tabel 1 Kelas jalan

Kelas jalan Tekanan gandar tunggal (ton)

I Sumber : Soedarsono, 1979

Tabel 2 Nilai koefisien k1

Klasifikasi Tanah Dasar Jenis Tanah Dasar Nilai k1 (cm/ton)

Tanah bagus

Tanah baik Tanah sedang Tanah jelek

Tanah jelek sekali

-Tanah pasir berkerikil -Tanah pasir berbatu -Tanah pasir

-Tanah liat atau silt -Tanah liat atau silt mengandung tanah

Sumber : Soedarsono, 1979

2. Rumus Empiris Berdasarkan Jumlah Tonase Kendaraan yang Lewat dan Keadaan Tanah Dasar

Pertimbangan lain adalah bahwa tebal perkerasan tergantung dari total berat (tonase) kendaraan yang lewat dalam satu hari satu malam (24 jam). Tebal perkerasan dihitung dengan rumus :

h = k2Σ P ... (3)

dimana :

h = tebal konstruksi perkerasan, cm

Σ P = P1+P2+P3+...P = jumlah berat (tonase) kendaraan yang lewat, ton

(20)

Tabel 3 Nilai koefisien k2

Klasifikasi Tanah Dasar Nilai k2 (cm/100 ton) Tebal minimum perkerasan (cm)

Tanah bagus Tanah baik Tanah sedang Tanah jelek Tanah jelek sekali

1 2 3 4 -

10 20 30 40

- Sumber : Soedarsono, 1979

3. Tebal Perkerasan dengan Metode tanpa Bahan Pengikat

Pada metode ini dianggap bahwa seluruh konstruksi perkerasan terdiri dari butiran-butiran lepas yang mempunyai sifat seperti pasir yaitu meneruskan setiap gaya tekan ke segala arah penjuru dengan sudut rata-rata 450 terhadap garis vertikal, sehingga penyebaran gaya tersebut merupakan bentuk kerucut dengan sudut puncak 900, seperti terlihat pada Gambar 3. Pada Gambar 3 terlihat bagian perkerasan atas akan menerima tekanan penyebaran beban yang paling besar, dan semakin bawah semakin kecil karena penyebaran gaya semakin meluas, sehingga pada tebal perkerasan tertentu (h) tekanan dari atas sudah kecil atau sama dengan daya dukung tanah dasar (subgrade) yang diijinkan atau

σ

α≤

σ

tnh ... (4)

dimana :

σα = tekanan dari atas akibat beban kendaraan

σtnh = daya dukung tanah dasar yang diijinkan

Gambar 3 Penyebaran beban roda kendaraan

4. Rumus-rumus Dasar Tebal Perkerasan Jalan

(21)

0.5 P = π r2 t , r = h maka

0.5 P = π h2 t

h =

t

P



2 ... (5)

karena P bergerak berkali-kali, maka P menjadi P dinamis = γP, jadi

h =

t

P

 

2 ... (6)

dimana :

h = tinggi atau tebal perkerasan

P = tekanan gandar tunggal (statis) yang maksimum W = tekanan roda statis.

σt = Kekuatan tanah atau tegangan tanah

γ = koefisien keamanan kejut dan untuk getaran-getaran karena lalu-lintas, nilainya berkisar 1. 25 – 4 tergantung kepadatan lalu –lintas.

Dalam rumus berikutnya pengaruh luas bidang kontak antara ban karet dan muka jalan diperhitungkan, pada Gambar 4 diperlihatkan bidang kontak permukaan antara ban dengan jalan.

Gambar 4 Bidang kontak permukaan ban kendaraan dengan jalan

Pada rumus (6) bahwa r = h, tetapi sekarang menjadi r = h + a, maka pada rumus berikut ini menjadi,

h + a =

t

P

 

2 ... (7)

h =

t

P

 

(22)

h =

P disini adalah tekanan gandar tunggal maksimum yang mungkin terjadi. Bila P diganti dengan tonase kelas jalan atau Po (standar tekanan gandar tunggal),

maka didapat :

Nilai dari tegangan ijin atau σt,ijin bisa dilihat pada Tabel 4 di bawah ini.

Tabel 4 Tegangan ijin tanah atau σt,ijin

Klasifikasi Tanah

Tanah jelek sekali

-Tanah pasir berbatu atau berkerikil -Tanah pasir

-Tanah liat atau silt

-Tanah liat atau silt mengandung tanah organik. Sumber : Soedarsono, 1979

Pada rumus 6 tersebut di atas sebenarnya adalah untuk lalu-lintas sangat padat, dan apabila untuk lalu-lintas jarang bisa diambil 50% dari ketebalan yang dihasilkan. Juga untuk lalu-lintas sedang dan lalu-lintas padat hasilnya bisa dikalikan masing-masing 70% dan 90%.

5. Sistem California Bearing Ratio (CBR)

CBR merupakan ukuran kekuatan tanah sama dengan σt. Perbedaannya

kalau CBR pengukuran kekuatan tanah di lapangan dengan salah satu cara menggunakan penetrometer. Perkerasan dari batu pecah yang berbutir rapat kekuatannya dinilai 100%, sedangkan lumpur dinilai 0%. Di bawah ini ditunjukkan CBR dengan modulus elastisitas atau E.

σt = ε E ... (11)

dimana :

σt = kekuatan tanah atau tegangan tanah

ε = suatu konstanta E = modulus elastisitas

(23)

E (kg/cm) = ± 110 CBR (%) Menurut Darmon nilai E adalah : E (kg/cm) = ± 100 CBR (%)

Sebenarnya antara E dan CBR tidak mempunyai hubungan yang linear atau berbanding lurus. Menurut percobaan laboratorium nilai E berkisar antara E = 50-200 CBR, tetapi untuk tanah cukup diambil E=100CBR, sedangkan nilai epsilon diambil ε = 0.008, sehingga rumus 11 menjadi :

γ adalah koefisien jenis kepadatan lalu-lintas dimana γ = 4 untuk lalu-lintas sangat padat, γ = 3.085 untuk lalu-lintas padat, γ = 2.17 untuk lalu-lintas sedang, γ = 2.170 untuk lalu-lintas sedang dan γ = 1.25 untuk lalu-lintas jarang. P(ton) sama dengan 1000 P(kg), maka nilai koefisien jenis kepadatan lalu-lintas dimasukkan ke rumus 13 menjadi:

Untuk lalu lintas sangat padat = ha =

Dynamic Cone Penetrometer (DCP)

(24)

Cara lain yang relatif baru tetapi sudah diterapkan di lapangan adalah dengan alat

Dynamic Cone Penetrometer (DCP). Alat DCP pada Gambar 5 terdiri dari bagian tangkai baja yang dibagian ujung dipasang konus baja dengan ukuran dan bentuk tertentu, dan di bagian atas dilengkapi dengan batang pengarah jatuh palu penumbuk. Metode DCP ini adalah cara pengujian perkerasan jalan (tanah dasar /subgrade, pondasi bahan berbutir) yang relatif cepat, yaitu dengan masuknya ujung konus ke dalam tanah yang ditimbulkan oleh pukulan palu dengan beban dan tinggi jatuh tertentu menerus sampai kedalaman tertentu pula. Untuk memperkirakan nilai CBR tanah atau bahan granular dapat menggunakan beberapa metode, namun yang cukup akurat dan paling murah saat ini adalah menggunakan DCP. Disamping itu DCP adalah salah satu pengujian tanpa merusak atau Non Destructive Testing (NDT), yang digunakan untuk lapis pondasi batu pecah, pondasi bawah sirtu, stabilitas tanah dengan semen atau kapur dan tanah dasar.

Transport Road Research (TRL 1993) mengembangkan prosedur pengujian lapis perkerasan dengan DCP, dan dilaporkan dalam Overseas Road Note 31

(1993) menggunakan hubungan sebagai berikut :

 Van Vuuren, 1969, (Konus 600) : Log CBR = 2,632 – 1,28 (Log DCP)

 Kleyn & Haden, 1983, (Konus 300) : Log CBR = 2,555 – 1,145 (Log DCP)

 Smith & Pratt, 1983, (Konus 300) : Log CBR = 2,503 – 1,15 (Log DCP)

 TRL, Road Note 8, 1990,(Konus 600): Log CBR = 2,48 – 1,057 (Log DCP)

(25)

jalan yang menggunakan Dynamic Cone Penetrometer (DCP). DCP merupakan alat uji yang mana hasil pengukurannya dikorelasikan dengan nilai California Bearing Ratio (CBR) yang nantinya dipergunakan untuk menghitung kekuatan daya dukung tanah untuk jalan.

Tabel 5 Contoh hasil pengujian DCP

No Pukulan Penetrasi Kedalaman

Embackment El: 1014 mm

Sumber : Dahlan, 2005

Pada Gambar 6 ditampilkan hasil pengujian DCP dan CBR, serta korelasi antara DCP dengan CBR.

(26)

Pembebanan Terhadap Pipa

Saluran tersier pipa yang ditempatkan di bawah jalan usahatani akan mengalami pembebanan akibat beban yang ada di atasnya. Beban-beban tersebut adalah seperti berikut :

1. Beban Mati

Beban mati akibat berat sendiri tanah timbunan atau pembebanan arah vertikal, menurut teori Marston-Spangler dapat dihitung dengan rumus :

PM = γ H Bc Ke ... (18)

dimana :

PM = Beban mati total per-unit panjang (kg/m). γ = Berat isi tanah (kg/m³).

H = Tinggi timbunan di atas puncak pipa (m). Bc = Diameter pipa (m).

Ke = Koefisien tekanan tanah pada kondisi perletakan

pipa tergantung faktor rasio penurunan atau rsd, jika pipa diletakkan pada batuan atau tanah keras, maka rsd = 1

Jika pipa diletakan pada tanah teguh, maka rsd = 0.8 – 1.5 Dan jika diletakkan pada tanah biasa, maka rsd= 0.5 – 0

Pembebanan arah horizontal dapat diabaikan karena pada umumnya relatif kecil.

2. Beban Hidup

Beban hidup adalah beban bergerak atau kendaraan yang ada di atas jalan usahatani. Boussinesq dan Newmark menyatakan beban hidup untuk beban terpusat dipermukaan adalah sbb

PH = Q Cb/ H² ... (19)

dimana :

PH = Beban hidup rata-rata lalu-lintas pada tepi atas pipa (kg/m) Q = Beban roda terpusat di permukaan jalan (kg)

Cb = Koefisien Boussinesq (lihat pada Gambar 7 koefisien Bussinesq ) H = Tinggi timbunan di atas puncak pipa (m)

(27)

puncak pipa adalah :

Pk = Cp (PM + PH)... (20)

dimana :

Pk = Beban kombinasi yang bekerja pada pipa

Cp = Koefisien reduksi, untuk struktur kaku Cp = 2 dan untuk struktur lentur lebih kecil dari

(28)

3 METODOLOGI PENELITIAN

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di lahan pertanian milik Institut Pertanian Bogor di Desa Cikarawang Bogor (Gambar 9), sedangkan pengujian karakteristik tanah dilakukan di Laboratorium Fisika dan Mekanika Tanah, Institut Pertanian Bogor..Penelitian dilaksanakan dari bulan Juni sampai Oktober 2011.

Gambar 9 Lokasi penelitian

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah tanah yang berasal dari Pengembangan model lahan pertanian Institut Pertanian Bogor di desa Cikarawang Bogor dan pipa PVC berukuran 6 inci.

Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1). pengambil contoh tanah. 2). pengukur kadar air. 3). pengukur berat jenis. 4). saringan pengukur butir tanah. 5). penguji konsistensi tanah. 6). pengujian kompaksi/proktor standar . 7). penguji California Bearing Ratio (CBR). 8). Universal Testing Machine

(UTM). 9). Dynamic Cone Penetrometer (DCP).

(29)

Model MT-75H Tinggi

Lebar Panjang Telapak

Tumbukan/menit Gaya tumbukan Berat sendiri

1010 mm 390 mm 710 mm 285 mm x 340 mm

690

1300 kg/tumbukan 64 kg

Gambar 10 Alat pemadat tanah Model Tamping Rammer MT 75 H

Penelitian dilakukan melalui beberapa tahapan seperti yang ditampilkan pada Gambar 11.

Gambar 11 Skema penelitian

Kriteria Desain Konstruksi Jalan Usahatani Di Petakan Tersier Lahan Sawah: 1. Spesifikasi Kendaraan / Alat Angkut yang Direncanakan.

2. Kriteria Jalan Usahatani.

3. Kriteria Saluran Tersier (Pengujian Tekan Pipa PVC).

4. Karakteristik Tanah Dasar (Subgrade) Jalan Usahatani (Pengujian Karakteristik

Tanah Bahan Timbunan).

Mulai

Desain Jalan Usahatani Di Petakan Tersier Lahan Sawah

(30)

Desain Jalan Usahatani yang Terintegrasi dengan Saluran Tersier Lahan Sawah

1. Spesifikasi Kendaraan atau Alat Angkut yang Direncanakan

Kriteria pembebanan yang ada di atas jalan yang paling besar adalah kendaraan atau alat angkut beserta bebannya. Adapun perencanaan pembebanan mengacu kepada spesifikasi yang ada seperti di bawah ini.

a) Jenis kendaraan atau Alat Angkut.

Jenis kendaraan atau alat angkut adalah traktor tangan yang dilengkapi dengan gerobak (trailer) (Gambar 12).

b) Dimensi kendaraan

Adapun kendaraan atau alat angkut seperti di atas mempunyai dimensi sebagai berikut :

 Lebar antara ban kendaraan luar ke luar adalah 0.86 m sampai dengan 1.1 m.

 Panjang kendaraan angkut antara ban depan traktor dan ban gerobak 2.5 sampai 3 m.

c) Beban yang ada pada kendaraan.

 Beban sendiri dari traktor tangan ± 250 kg.

 Beban gerobak / trailer sekitar ± 150 kg.

 Beban angkut maksimum sekitar ± 500 kg.

Gambar 12 Jenis kendaraan angkutan yang direncanakan

2. Kriteria Jalan Usahatani

Berdasarkan Standar Konstruksi Bangunan Indonesia (SKBI-2.3.26. 1987) lebar perkerasan jalan untuk lebar perkerasan jalan (= L) < 5.5 m, jumlah lajur adalah 1 (satu) lajur, satu arah dengan beban total < 5 ton. Untuk jalan usahatani ini direncanakan termasuk jalan dengan kesibukan jarang atau tidak banyak kendaraan yang masuk, dalam hal ini hanya untuk keperluan transportasi ke lahan pertanian saja.

3. Kriteria saluran tersier

(31)

Pembuatan prototipe subgrade jalan usahatani ini dibuat dari tanah timbunan yang berasal dari lokasi yang sama. Oleh karena itu pengujian bahan tanah timbunan perlu diketahui karakteristiknya baik pengujian fisik dan mekanik dari tanah timbunan tersebut. Adapun jenis karakteristik tanah bahan timbunan yang akan diuji di laboratorium adalah sebagai berikut :

1) Berat jenis partikel tanah (Gs). 2) Analisis saringan ukuran butir tanah.

3) Konsistensi tanah / batas cair dan batas plastis. 4) Kompaksi / pemadatan tanah.

5) California Bearing Ratio (CBR).

Pengukuran Pengujian

1. Berat Jenis Partikel Tanah (Gs)

Berat Partikel Tanah / Gs (Specific Gravity) menggunakan metoda standar JIS A-1202-1978. Berat jenis partikel tanah dihitung dengan persamaan sebagai berikut (Sapei, et al., 1990) :

2. Ukuran Butir Tanah

(32)

a. Tekstur

% Tanah tertahan saringan = 0

d = Diameter maksimum partikel setiap pembacaan, (mm) η = Viskositas air (gf. s/m2)

L = Panjang efektif hidrometer (mm) Gs = Berat jenis partikel pada T oC

γω = Berat air pada T oC (gf/cm3) t = Lama setelah pengadukan (detik) L = Panjang efektif hidrometer, (cm)

L1 = Panjang antara ujung atas bola hidrometer sampai bacaan (cm)

L2 = Panjang bola hidrometer (cm)

r' = Pembacaan hidrometer dengan koreksi miniskus F = Faktor koreksi

P = Persentase fraksi yang lebih halus dari d

(33)

menentukan persentase setiap fraksi. Standar fraksi menurut JSF seperti di bawah

3. Konsistensi Tanah/ Batas Cair dan Batas Plastis

Pengujian konsistensi tanah terdiri dari dua jenis pengujian yaitu penentuan batas cair (Liquid Limit) dan batas plastis (Plastic Limit). Atterberg (1911) memberikan cara untuk menggambarkan batas-batas konsistensi dari tanah berbutir halus dengan mempertimbangkan kandungan kadar airnya.

a. Batas Cair (Liquid Limit)

Pengukuran batas cair dilakukan menggunakan metode standar JIS A- 1205-1980 yaitu dengan menggunakan metode Casagrande. Alat Casagrande digunakan untuk menentukan batas cair, dengan cara memasukkan pasta tanah secukupnya ke dalam mangkuk dan dibuat goresan dengan spatula sampai mengenai bagian bawah dari mangkuk, kemudian pengungkit diputar dengan kecepatan ± 2 putaran per detik. Pengungkit diputar sampai tanah pada bagian yang tergores bertemu satu sama lainnya.

b. Batas Plastis (Plastic Limit)

Pengukuran batas plastis dilakukan dengan menggunakan metoda standar JIS A-1206-1978.

4. Kompaksi / Pemadatan tanah

Pengujian kompaksi atau pemadatan tanah dilakukan dengan menggunakan alat uji pemadatan standar JIS A-1210-1980 dengan energi total pemadatan 595 kJ/cm3 (Standar Proctor Test) untuk masing-masing jenis tanah dengan kadar air yang berbeda. Proses pengujian dilakukan setelah tanah dicampur dengan air dan didiameterkan dengan ditutup rapat selama 24 jam untuk memperoleh kadar air yang diinginkan secara rata.

Berat isi (bulk density) dari tanah yang dipadatkan tergantung kadar airnya. Kadar air pada berat isi maksimum disebut “kadar air optimum”, dan merupakan suatu nilai indeks yang sangat penting di dalam pekerjaan tanah untuk konstruksi (Sapei, et, al., 1990).

Selanjutnya berat isi dari setiap contoh tanah padat dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

(34)

b. Berat Isi Kering (ρd)

m2 = Berat tanah padat, cetakan dan piringan dasar, (kg)

v = Kapasitas cetakan, (cm3)

Gs = Specific Gravity W = Kadar air (%)

5. California Bearing Ratio (CBR)

Pengujian CBR rendaman menggunakan metoda JIS A-1211. Untuk pengambilan contoh tanah pada pengujian ini pada kedalaman 0 – 110 cm yang disesuaikan dengan pengambilan contoh tanah di lokasi untuk bahan tanah dasar

(Subgrade). Nilai CBR merupakan ukuran daya dukung tanah yang dipadatkan dengan daya pemadatan tertentu dan kadar air tertentu dibandingkan dengan beban standard pada batu pecah. Dengan demikian besaran CBR adalah prosentase atau perbandingan antara daya dukung tanah yang diteliti dibandingkan dengani daya dukung batu pecah standard pada nilai penetrasi yang sama (0.1 inc dan 0.2 inci).

CBR laboratorium diukur dalam 2 kondisi, yaitu pada kondisi tidak terendam disebut CBR Unsoaked dan pada konsisi terendam atau disebut CBR Soaked, pada umumnya nilai CBR Soaked lebih rendah dari CBR Unsoaked. Namun demikian kondisi Soaked adalah kondisi yang sering dialami di lapangan, sehingga di dalam perhitungan konstruksi bangunan, nilai CBR Soaked yang dipergunakan sebagai dasar perhitungan karena dalam kenyataannya air selalu mempengaruhi konstruksi bangunan atau jalan. Langkah kerja pengujian CBR rendaman dapat dilihat pada lampiran 7.

6. Pipa PVC

Pengujian pipa PVC mengacu kepada standar AASHTO T 280 (American Association of State Highway and Transportation Officials. Pengujian ini untuk mendapatkan kekuatan maksimum gaya tekan tegak lurus pipa terhadap panjang pipa, dimana benda uji pada kondisi elastis, dengan pengertian pada saat beban tekan dihilangkan maka benda uji akan kembali ke bentuk semula. Pada Lampiran 8 diperlihatkan langkah pengujian pipa PVC

7. CBR Tanah Dasar di Lapangan dengan Alat DCP

(35)
(36)

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik Tanah Bahan Timbunan

1. Berat Jenis Partikel Tanah (Gs)

Pengujian Berat Jenis Partikel Tanah Gs (Spesific Gravity) dari tanah bahan timbunan hasilnya disajikan dalam Tabel 7, dan perhitungan secara lengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 1.

Tabel 7 Nilai berat jenis partikel tanah,Gs

Kedalaman (cm) 0 – 25 25 – 55 55 – 110

Nilai Berat Jenis Partikel Tanah, Gs (Spesific Gravity) 2,66 2,73 2,81

Nilai Berat Jenis Partikel Tanah, Gs (Spesific Gravity) rata-rata 2,73

Nilai Berat jenis partikel tanah dari tiga kedalaman yang ditinjau dan diuji nilainya berbeda, ini disebabkan komposisi kandungan tanah setiap kedalaman cenderung berbeda.

2. Ukuran Butir Tanah

Pada Gambar 13 diperlihatkan Kurva distribusi partikel contoh tanah pada kedalaman 0 – 25 cm.

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100

0,0001 0,0010 0,0100 0,1000 1,0000

D (mm)

% L

o

lo

s

Analisa Ayak Analisa Hidrometer

Gambar 13 Kurva distribusi partikel contoh tanah pada kedalaman tanah 0 – 25 cm

(37)

0

0,0001 0,0010 0,0100 0,1000 1,0000

D (mm)

%

Lol

o

s

Analisa Ayak Analisa Hidrometer

 

Gambar 14 Kurva distribusi partikel contoh tanah pada kedalaman tanah 25 – 55 cm

Pada Gambar 15 diperlihatkan Kurva distribusi partikel contoh tanah pada kedalaman 55-110 cm.

0

0,0001 0,0010 0,0100 0,1000 1,0000

D (mm)

%

Lol

o

s

Analisa Ayak Analisa Hidrometer

 

Gambar 15 Kurva distribusi partikel contoh tanah pada kedalaman tanah 5 – 110 cm

Dari Gambar 13, Gambar 14 dan Gambar 15 diperoleh nilai-nilai koefisien keseragaman dan koefisien gradasi (Tabel 8).

Tabel 8 Koefisien keseragaman dan koefisien gradasi

Kedalaman (cm) 0-25 25-55 55-110

Ukuran maksimum dari sampel 10%, d10 (mm) 0.0014 0.003 0.001

Ukuran maksimum dari sampel 30%, d30 (mm) 0.005 0.007 0.005

Ukuran maksimum dari sampel 60%, d60(mm) 0.02 0.03 0.03

Koefisien keseragaman, Cu=d60/d10 14.3 10.0 30.0

Koefisien gradasi, Cc=(d30)2/(d60*d10) 0.89 0.54 0.83

(38)

Mengenai perincian perhitungan ukuran butir tanah dapat dilihat pada Lampiran 2.

3. Konsistensi Tanah/ Batas Cair dan Batas Plastis

Konsistensi / batas cair dan batas plastis dari kedalaman tanah 0-25 cm, 25-55 cm dan 25-55-110 cm disajikan dalam Tabel 9. Perhitungan konsistensi tanah secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 3 dan pada Lampiran 4 ditampilkan grafik batas cairnya.

Tabel 9 Konsistensi / batas cair dan batas plastis

Kedalaman (cm)

Nilai konsistensi tanah pada Tabel 9 kemudian dimasukkan dalam Grafik plastisitas untuk klasifikasi tanah (Das, 1994) (Lampiran 5). Hasilnya menunjukkan bahwa tanah untuk subgrade termasuk pada klasifikasi A-7-5 yaitu kelompok jenis tanah lanau dan lempung.

4. Kompaksi / Pemadatan Tanah

Gambar 16 memperlihatkan kurva uji kompaksi pada kedalaman tanah 0 – 25 cm. Sumbu tegak merupakan nilai berat isi kering (ρd dan ρd(ZAV)) dalam

t/m3, sedangkan sumbu mendatar merupakan nilai kadar air dalam %.

0,00

0,00 10,00 20,00 30,00 40,00 50,00

Kadar Air (%)

Gambar 16 Kurva uji kompaksi pada kedalaman tanah 0-25 cm

Gambar 17 memperlihatkan kurva uji kompaksi pada kedalaman tanah 25 – 55 cm. Sumbu tegak merupakan nilai berat isi kering (ρd dan ρd(ZAV)) dalam

(39)

0,00

0,00 10,00 20,00 30,00 40,00 50,00

Kadar Air (%)

Gambar 17 Kurva uji kompaksi pada kedalaman tanah 25-55 cm

Gambar 18 memperlihatkan kurva uji kompaksi pada kedalaman tanah 55 – 110 cm. Sumbu tegak merupakan nilai berat isi kering (ρd dan ρd(ZAV)) dalam

t/m3, sedangkan sumbu mendatar merupakan nilai kadar air dalam %.

0,00

0,00 10,00 20,00 30,00 40,00 50,00

Kadar Air (%)

Gambar 18 Kurva uji kompaksi pada kedalaman tanah 55-110 cm

Berdasarkan perhitungan uji kompaksi pada kedalaman tanah 0-25 cm, 25-55 cm dan 25-55-110 cm diperoleh kadar air optimum masing-masing 38.38%, 37.30% dan 37.61% dengan berat isi kering (ρd) masing-masing 1.24 t/m3, 1.29 t/m3, dan 1.30 t/m3. Dapat dikatakan bahwa semakin dalam tanah yang diuji, maka nilai berat isi kering (ρd) semakin besar.Perhitungan kompaksi secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 6.

5. CBR (California Bearing Ratio) Rendaman

(40)

dilakukan di laboratorium adalah kondisi yang sering dialami di lapangan. Dalam perhitungan konstruksi bangunan yang dipergunakan sebagai dasar perhitungan adalah nilai CBR rendaman, karena dalam kenyataannya air selalu mempengaruhi konstruksi bangunan 

6. Pipa PVC

Gambar 19 diperlihatkan hasil pengujian tekan PVC pada kondisi elastis. Pada saat beban dihilangkan maka bentuk dari benda uji akan kembali ke bentuk semula. Pada Lampiran 8 diperlihatkan langkah pengujian pipa PVC.

y = 597,5x - 93,083

Panjang Pipa (m )

B

Gambar 19 Hubungan panjang pipa dengan beban tekan maksimum

Pada Gambar 19 terlihat persamaan garis yang dihasilkan dari percobaan kuat tekan pipa PVC. Dari tiga buah pipa yang sama diameternya tetapi panjangnya berbeda diperoleh persamaan hubungan panjang pipa dengan beban maksimum pada kondisi elastis, yaitu seperti di bawah ini.

y = 597.5x – 93.083 ... (34)

dimana :

y = beban maksimum, (kgf) x = panjang pipa yang diuji, (m)

Untuk mengetahui kekuatan tekan maksimum pada pipa sepanjang x = 1 m, maka kekuatan pipa adalah y = 597.5 * 1 – 93.083 ≈ 504 kg/m.

Perkerasan dengan Metode Tanpa Bahan Pengikat

Dalam perhitungan konstruksi bangunan nilai California Bearing Rasio

(CBR) rendaman dipergunakan sebagai dasar perhitungan, karena dalam kenyataannya air selalu mempengaruhi konstruksi bangunan. Nilai hasil CBR rendaman dari bahan tanah timbunan sebesar 5.7 %.

(41)

Rumus yang dipakai untuk menghitung ketebalan perkerasan jalan adalah persamaan 17. Pada kriteria pemilihan desain jalan usahatani di petakan tersier telah ditetapkan spesifikasi kendaraan atau alat angkut yang mempunyai beban total (P) sebesar 900 kg. Untuk beban P rencana sebesar 1 ton, maka hasil perhitungan tebal perkerasan jalan usahatani (h) adalah 7 cm.

Dimensi Potongan Melintang Jalan Usahatani yg Terintegrasi dgn Saluran Tersier Lahan Sawah

1. Lebar Atas Prototipe Jalan Usahatani

Dalam pembuatan dimensi prototipe jalan usahatani di petakan tersier, kriteria lebar potongan melintang jalan mengacu kepada spesifikasi kendaraan yang akan melewati jalan usahatani, yaitu :

1) Lebar maksimum kendaraan yaitu 110 cm atau 1.10 m.

2) Jarak dua sisi terhadap lebar kendaraan, yang ditetapkan masing-masing 45 cm atau 0.45 m.

Maka lebar potongan melintang jalan bagian atas adalah 1.10 m ditambah 2 x 0.45 m yaitu 2 m. Alasan penentuan lebar atas jalan tersebut adalah untuk menghemat lahan dan biaya pembuatan prototipe jalan usahatani.

2. Tinggi Prototipe Jalan Usahatani

Dalam menetapkan dimensi tinggi prototipe jalan usahatani mengacu pada lahan yang ada. Tinggi jalan adalah 0.70 m, tetapi total penimbunan adalah 0.90 m karena diperlukan 0.20 m penggalian untuk membuang tanah yang lembek.

3. Kemiringan Prototipe Jalan Usahatani

Setelah nilai konsistensi tanah digambarkan dalam grafik plastisitas untuk klasifikasi tanah (Das, 1994), maka disimpulkan tanah untuk subgrade termasuk pada klasifikasi A-7-5 yaitu kelompok jenis tanah lanau dan lempung. Untuk tinggi lereng < 5 m maka kemiringan standar lereng (panduan geoteknik jalan halaman IV-6, 2006) adalah 1:1.2, sedangkan menurut kemiringan tipikal lereng timbunan (Horner, 1988) adalah 1:1.5, untuk jenis tanah lempung. Berdasarkan kondisi yang ada di lapangan yaitu tinggi lereng jalan usahatani adalah 0.70 m, maka kemiringan mengacu kepada standar di atas.

4. Pemasangan Pipa PVC pada Jalan Usahatani

Pipa PVC pada pembuatan prototipe jalan usahatani ini dipasang pada kedalaman 0.5 m di bawah permukaan tanah dasar jalan usahatani.

Desain Prototipe Jalan Usahatani yang Terintegrasi dengan Saluran Tersier

(42)

Gambar 20 Potongan melintang prototipe jalan usahatani di petakan tersier

Gambar 21 Denah prototipe jalan usahatani di petakan tersier

Pembebanan Terhadap Pipa

1. Perhitungan Beban Mati (PM)

Untuk perhitungan masing-masing data diambil dari hasil penelitian. Berat isi tanah dari hasil penelitian kompaksi yaitu 1.3 ton/ m3 atau 1300 kg/m3. Diameter pipa PVC yang digunakan 6 inci atau sekitar 15 cm atau 0.15 m. Tinggi timbunan tanah di atas puncak pipa (H) adalah 50 cm atau 0.50 m, dan ketebalan perkerasan jalan 7 cm atau 0.07 m. Untuk mempermudah perhitungan tebal perkerasan jalan dianggap sama berat isinya, sehingga tinggi timbunan menjadi 57 cm atau 0.57 m. Nilai Ke berkisar antara 0.5 – 0.8. Pipa diletakkan pada tanah teguh, sehingga dalam hal ini diambil nilai Ke sebesar 0.6. Dengan mengacu kepada rumus 18, maka nilai beban mati (PM) adalah:

(43)

Untuk perhitungan beban hidup, data ketinggian timbunan di atas pipa (H) sebesar 57 cm atau 0.57 m. Beban kendaraan dan muatan direncanakan adalah 1 ton atau 1000 kg, jadi beban roda terpusat di permukaan jalan. Bila roda kendaraan berjumlah 4, maka masing-masing roda mempunyai beban 250 kg. Untuk mencari nilai Cb dilakukan pengukuran pada Gambar 7, dan hasilnya ditampilkan pada Tabel 10.

Tabel 10 Hubungan nilai r/H dengan Cb

r/H Cb

Tabel 11 memperlihatkan nilai PH yang mengacu kepada rumus 19 yaitu beban hidup rata-rata lalu-lintas pada tepi atas pipa (kg/m) dengan beberapa nilai Cb. Nilai PH diambil yang paling maksimum yaitu 369 kg/m, yaitu saat posisi roda kendaraan tepat di atas posisi pipa PVC. Kondisi ini merupakan posisi yang paling optimum, pipa menerima beban yang terbesar.

Tabel 11 Perhitungan nilai PH

H

3. Perhitungan Beban Kombinasi (Pk)

Beban tekan kombinasi (Pk) adalah beban mati dan beban hidup yang diterima puncak pipa yang dihitung dengan rumus 20 yaitu :

Pk = Cp (PM + PH)

dimana :

Pk = Beban kombinasi yang bekerja pada pipa

Cp = Koefisien reduksi, untuk struktur kaku Cp = 2 dan untuk struktur lentur nilai Cp lebih kecil dari 2.

Beban kombinasi Pk ini adalah beban maksimum yang harus diterima oleh pipa. Dalam hal ini kekuatan tekan pipa harus lebih besar atau sama dengan kekuatan tekan yang timbul, dan besarnya kekuatan tekan yang timbul adalah sebesar nilai Pk.

(44)

Berdasarkan hasil perhitungan, kekuatan tekan pipa PVC adalah 504 kgf/m dan beban kombinasi (Pk) yang ditimbulkan oleh beban mati (PM) dan beban hidup (PH) adalah 436 kgf/m. Maka berarti pipa kuat menahan beban tekan yang timbul, karena kekuatan tekan pipa (504 kgf/m) > dari kekuatan tekan yang timbul (436 kgf/m).

Prototipe Subgrade Jalan Usahatani di Petakan Tersier Lahan Sawah

1. Penyediaan Tanah Timbunan untuk Tanah Dasar (subgrade)

Tanah timbunan untuk tanah dasar atau subgrade diperoleh sekitar daerah percobaan pembuatan prototipe jalan usahatani yang telah diambil contoh tanahnya. Tanah timbunan untuk tanah dasar jalan usahatani tersebut dapat dilihat seperti pada Gambar22.

Gambar 22 Tanah timbunan untuk tanah dasar (subgrade) jalan usahatani

2. Langkah Pembuatan Prototipe Subgrade Jalan Usahatani

1. Persiapan bahan, peralatan dan tenaga kerja.

(45)

Gambar 23 Pembuatan profil melintang jalan dengan penimbunan awal

3. Koreksi kadar air tanah bahan timbunan di lapangan dengan cara mengetahui batas plastisnya, yaitu menggulung beberapa bahan tanah timbunan dengan jari tangan menjadi diameter ±3 mm, dimana pada diameter tersebut tanah mulai retak. Dari beberapa bahan timbunan yang ada, sebagian ada yang mencapai batas plastis dan sebagian lagi tidak mencapai batas plastis. Penyelesaiannya tanah bahan urugan yang kekurangan kadar airnya ditambah dengan cara disiram sampai mendekati batas plastis. Pelaksanaan koreksi batas plastis di lapangan seperti terlihat pada Gambar 24.

Gambar 24 Pelaksanaan koreksi batas plastis di lapangan

(46)

Gambar 25 Bentuk alur pemadatan dari sisi menuju pusat

Gambar 26 Bentuk alur pemadatan dari pusat menuju sisi

(47)

Gambar 27 Pemadatan akhir lapis pertama

Pengamatan dalam proses pemadatan pada lapis pertama yaitu dari tebal tanah timbunan kondisi gembur adalah 20 cm menghasilkan tanah dalam kondisi padat yaitu rata-rata 12 cm. Hasil pengamatan satu titik pemadatan tanah adalah 3- 5 tumbukan.

5. Untuk lapis kedua sampai lapis terakhir tahapannya sama dengan urutan lapis pertama, dimana jumlah lapisan yang dipadatkan adalah 8 lapisan. Lapisan terakhir hasil pemadatan seperti pada Gambar 28.

Gambar 28 Pemadatan akhir lapis terakhir

6. Setelah lapis terakhir selesai, maka langkah selanjutnya pengambilan data DCP (Dynamic Cone Penetrometer) sebanyak 2 titik pada lokasi yang berbeda. Maksud pengambilan data DCP (Dynamic Cone Penetrometer)

(48)

usahatani yang ada di atasnya. Gambar 29 merupakan salah satu contoh pengambilan data DCP (Dynamic Cone Penetrometer) di satu titik.

Gambar 29 Pengambilan data DCP

7. Langkah berikutnya adalah mengukur dan menggali lokasi untuk pemasangan pipa PVC diperlihatkan pada Gambar 30.

Gambar 30 Penggalian lokasi pipa PVC

(49)

Gambar 31 Pipa yang sudah terpasang dan ditimbun

9. Setelah pemasangan dan penimbunan pipa selesai, maka permukaan tanah kembali dilakukan pemadatan agar kondisi tanah mempunyai daya dukung yang kuat. Proses pemadatan ulang diperlihatkan pada Gambar 32.

Gambar 32 Proses pemadatan ulang tanah setelah pipa terpasang

(50)

Gambar 33 Hasil pemadatan ulang tanah setelah pipa terpasang

Kekuatan Tanah Dasar (Subgrade) Prototipe Jalan Usahatani

Perhitungan pengujian kekuatan tanah dasar (subgrade) prototipe jalan usahatani menggunakan alat DCP (Dynamic Cone Penetrometer) langkah perhitungannya dapat dilihat pada Lampiran 9. Pada Tabel 12 disajikan nilai rata-rata CBR (California Bearing Ratio) dari tiap bagian kedalaman.

Tabel 12 Nilai rata-rata CBR (California Bearing Ratio) dari tiap bagian kedalaman.

Lapisan Kedalaman rata-rata (mm) Rata-rata CBR tiap kedalaman (%)

Bagian A 0 - 340 7.62

Bagian B 340 - 590 19.67

Bagian C 590 - 950 21.91

(51)

Kesimpulan

1. Jalan usahatani di petakan tersier hasil desain adalah :

 Lebar atas subgrade jalan usahatani 2 m termasuk lapisan perkerasan jalan, berdasarkan lebar maksimum kendaraan ditambah jarak sisi ban terhadap sisi jalan.

 Tinggi subgrade jalan usahatani 0.90 m, berdasarkan kondisi tanah di lokasi.

 Kemiringan subgrade jalan usahatani 1:1.2, berdasarkan kemiringan standar lereng (Panduan Geoteknik Jalan halaman IV-6, 2006) dengan tinggi lereng < 5 m atau mengacu kepada kemiringan tipikal lereng timbunan (Horner, 1988) dengan jenis tanah lempung adalah 1:1.5.

 Tebal perkerasan jalan usahatani 7 cm, berdasarkan CBR rencana.

2. Kekuatan prototipe subgrade jalan usahatani mempunyai nilai California Bearing Ratio (CBR) yang merupakan korelasi dari nilai Dynamic Cone Penetrometer (DCP), dimana pada kedalaman 0-340 mm, 340-590 mm dan 590-950 mm berturut-turut diperoleh nilai CBR rata-rata sebesar 7.62%, 19.67%, 21.91%. Nilai CBR tersebut lebih besar dari nilai CBR rencana yaitu 5.7%. Hal ini berarti subgrade memenuhi syarat kekuatan.

Saran

1. Perlu dilakukan penelitian lanjutan dimana setiap lapis tanah dasar (subgrade) yang dipadatkan sebelumnya dicampur dengan bahan lain untuk meningkatkan nilai CBR tanah tersebut.

(52)

DAFTAR PUSTAKA

Baver LD. 1962. Soil Physic. John Willey and Son,Inc., New York.

Bina Marga. 1974. Penentuan tebal perkerasan (flexible) (A guide for pavement design) (flexible). Direktorat Jenderal Bina Marga No.04/PD/BM/1974

Bina Marga. 2005. Peraturan perentjanaan geometrik jalan raja (standard

specification for geometric design of rural highways). Direktorat Jenderal Bina Marga R.SNI T 02 -2005 .

Bowles J.E. 1991. Sifat-sifat Fisis dan Geoteknik Tanah oleh Hainim J.K Edisi 2. Erlangga. Jakarta

Dahlan AT. 2000. Laporan Petunjuk Pengoperasian Penetrasi Konus Dinamis. Pusat Litbang Prasarana Transportasi Bandung

Dahlan AT. 2005. Jurnal Standarisasi Vol. 7 No.3

Das BM, Mochtar NE. 1998. Mekanika Tanah (prinsif-prinsif rekayasa Geoteknik). Erlangga. Jakarta.

[DPU] Departemen Pekerjaan Umum. 1986. Standar Perencanaan Irigasi KP-04. Badan Penerbit Pekerjaan Umum. Jakarta

[DPU] Departemen Pekerjaan Umum. 2006. Pedoman Konstruksi dan Bangunan. Pekerjaan Tanah Dasar. Badan Penerbit Pekerjaan Umum. Jakarta

[Deptan] Departemen Pertanian. 2008. Pedoman Teknis Pembangunan Jalan Usahatani PT.PLA.B.3-2-2008

Forsblad L. 1988. Kompaksi Urugan Tanah dan Batuan dengan Getaran . bina Aksara. Jakarta

Gill WR, Van den Berg GE. 1967. Soil Dynamic in Tillage and Traction.USDA Agr. Hand Book

Hardiyatmo HC. 1992. Mekanika Tanah 1.PT. Gramedia pustaka utama. Jakarta Harjanto T. 2003. Hubungan Antara Tingkat Pemadatan Tanah dengan Kuat

Geser Tanah pada Tanah Latosol Darmaga Bogor. Skripsi Jurusan Tenik Pertanian, IPB, Bogor.

Horner. 1988. Kemiringan Tipikal Lereng Timbunan.

Islami T, Utomo WH. 1995. Hubungan Tanah , Air dan Tanaman. IKIP Semarang Press. Semarang

McKyes E, Negi S, Douglas E, Taylor E andRaghavan V. 1985. Soil Cutting and Developments in Agricultural engineering. Elsevier Science Pub. B. V. Amsterdam

Road Note 31. 1977. A Guide to the structural design of bitumen-surfacedroads in tropical and sub-tropical countries. Transport and Road ResearchLaboratory,

Her Majesty’s Stationery Office, London, UK.

Robert D, Krebs W. 1971. Highway materials. McGraw-Hill Book Company Saodang H. 2009. Struktur dan Konstruksi Jalan Raya. Penerbit Nova. Bandung. Sapei A, Dhalhar K, Fuji S, Miyauchi dan Sudou S. 1990. Buku Penuntun

Pengukuran Sifat Fisik dan Mekanik. Pengembangan Akademik Program Pasca Sarjana. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Soedarsono DU. 1979 Konstruksi Jalan Raya. Badan penerbit Pekerjaan Umum Sukirman S. 1999. Perkerasan Lentur Jalan Raya. Penerbit Nova. Bandung

(53)

bitumen surfaced roads in tropical and sub-tropical countries. Transport Research Laboratory Crowthorne. United Kingdom

(54)

Lampiran 1 Hasil perhitungan berat jenis partikel (Gs)

Kedalaman 0-25 cm 25-55 cm 55-110 cm

Notasi

Nomor Piknom dan Cawan 18 96 11 1 16 36 29 42 41 54 3 38

W1 = Berat Piknom (gram) 48,76 47,91 46,67 49,17 48,97 45,89

W2 = Berat Piknom + Air (gram) 147,99 146,67 145,87 148,17 147,95 145,01

W3 = Berat Piknom + Tanah + Air (gram) 158,52 156,16 157,72 165,40 159,10 156,62

W4 = Tanah + Air (gram) 109,76 108,25 111,05 116,23 110,13 110,73

W5 = Berat Cawan (gram) 51,96 31,52 30,73 50,09 40,84 40,23

W6 = Berat Cawan + Tanah Kering (gram) 68,92 46,63 49,71 76,92 58,39 58,00

Ws = Berat Tanah Kering (gram) 16,96 15,11 18,98 26,83 17,55 17,77

Ww = W2-W1 Berat Air (gram) 99,23 98,76 99,20 99,00 98,98 99,12

Ww' = W4-Ws Berat Air (gram) 92,80 93,14 92,07 89,40 92,58 92,96 Gs =

Ws/(Ww-Ww') Specific Gravity 2,64 2,69 2,66 2,79 2,74 2,88

Suhu (°C) 28 28

28 28 28 28

Koreksi (K) 0,9992 0,9992 0,9992 0,9992 0,9992 0,9992 Gs =

Ws/(Ww-Ww') Specific Gravity setelah koreksi 2,64 2,69 2,66 2,79 2,74 2,88 Gsr = Specific Gravity rata-rata setelah koreksi 2,66 2,73 2,81

(55)

Pada kedalaman tanah 0 – 25 cm

Jumlah 50,19 100,00

Hidrom

Pada kedalaman tanah 25 – 55 cm

(56)

Lampiran 2. Lanjutan

Pada kedalaman tanah 55 – 110 cm

Analisis Ayak

Nomor Saringan

Ukuran Saringan (mm)

Tanah Tertahan (gram)

Persen Tanah Tertahan (%)

Persen Tanah Lolos (%)

20 0,840 0,70 1,36 98,64

40 0,425 0,90 1,74 96,90

60 0,250 0,10 0,19 96,71

100 0,150 3,70 7,17 89,53

200 0,075 1,10 2,13 87,40

Pan 45,10 87,40

Jumlah 51,60 100,00

Hidrometer

t (detik) Suhu (ºC) L (mm) D (mm) P(% lebih halus)

30 27 265,88 0,0750 8,725

60 27 233,88 0,0605 8,725

120 27 221,88 0,0417 8,725

300 27 213,88 0,0259 8,725

900 27 192,88 0,0142 8,725

1800 27 178,88 0,0097 8,725

3600 27 164,88 0,0066 8,725

7200 27 144,88 0,0043 8,725

14400 27 136,88 0,0030 8,725

(57)

Pada kedalaman tanah 0 – 25 cm

Kedalaman (cm) 0 s.d 25 Pengujian Batas Cair (=LL)

Jumlah Ketukan 33 30 26 21 19 12 9 Berat Cawan + Tanah

basah = W2 (gram) 29,29 29,86 31,81 31,56 31,40 31,53 35,31 30,93 31,16 Berat Cawan + Tanah

Kering = W3 (gram) 26,54 26,55 27,81 27,64 28,05 27,35 29,86 28,48 28,46 Berat Air = Ww =

W2-W3 (gram) 2,75 3,31 4,00 3,92 3,35 4,18 5,45 2,45 2,70 Berat Tanah Kering =

W3-W1 3,80 4,48 5,26 5,05 4,16 4,95 6,26 4,82 5,44 Kadar Air (%) 72,37 73,88 76,05 77,62 80,53 84,44 87,06 50,83 49,63 Kadar Air rata-rata (%) 78,85 50,23 Nilai Batas LL=78.85 % PL= 50.23 %

Indeks plastik 28,62

Pada kedalaman tanah 25 – 55 cm

Kedalaman (cm) 25 s.d 55

Pengujian Batas Cair (=LL)

Jumlah Ketukan 49 46 35 24 18 15 8

Berat Tanah Kering

= W3-W1 7,96 8,37 4,58 7,2 4,93 4,18 5,92 5,98 7,75

Kadar Air (%) 63,94 68,70 72,49 65,14 76,47 79,43 84,46 43,65 45,81

Kadar Air rata-rata

(%) 72,95 44,73

Nilai Batas LL=72.95 % PL=44.73 %

(58)

Lampiran 3. Lanjutan

Pada kedalaman tanah 55 - 110 cm

Kedalaman (cm) 55 s.d 110

Pengujian Batas Cair (=LL)

Jumlah Ketukan 48 42 34 23 12 10 7

Batas Plastis (=PL)

Kode Cawan 42 8 14 4 51 27 18 41 69

Berat Cawan = W1

(gram) 24,02 23,34 23,19 24,15 23,25 24,40 22,47 22,60 24,20

Berat Cawan + Tanah

basah = W2 (gram) 38,62 34,81 40,38 29,38 31,30 33,98 32,00 32,15 33,22

Berat Cawan + Tanah

Kering = W3 (gram) 32,7 30,1 33 27 27,7 29,7 27,5 29,3 30,5

Berat Air = Ww =

W2-W3 (gram) 5,93 4,76 7,41 2,34 3,62 4,31 4,55 2,83 2,73

Berat Tanah Kering =

W3-W1 8,67 6,71 9,78 2,89 4,43 5,27 4,98 6,72 6,29

Kadar Air (%) 68,40 70,94 75,77 80,97 81,72 81,78 91,37 42,11 43,40

Kadar Air rata-rata (%) 78,71 42,76

Nilai Batas LL=78.71 % PL=42.76 %

(59)

Pada kedalaman tanah 0 – 25 cm

Pada kedalaman tanah 25 – 55 cm

60

Pada kedalaman tanah 55 – 110 cm

(60)
(61)

Pada kedalaman tanah 0 – 25 cm

Pada kedalaman tanah 55 - 110 cm

(62)

Lampiran 7 Langkah kerja pengujian CBR rendaman

1. Pengambilan contoh tanah seberat kurang lebih 15 kg dari lokasi yang akan di uji CBR tanahnya yaitu lahan pertanian milik Institut Pertanian Bogor di desa Cikarawang Bogor.

2. Pengeringan contoh tanah dengan cara dihamparkan di atas lembaran plastik selama 1(satu) minggu dengan kering udara.

3. Penumbukkan contoh tanah memakai palu kayu agar tanah yang menggumpal menjadi terpisah.

4. Penyaringan contoh tanah dengan saringan 4.76 mm sampai mencapai berat yang dibutuhkan sekitar 6 sampai 7 kg.

5. Pengukuran kadar air contoh tanah, dan hasilnya disajikan pada tabel kadar air tanah kering udara.

Tabel Kadar air tanah kering udara

Kedalaman 0 - 110 cm

6. Menghitung kebutuhan berat air untuk uji CBR, seperti berikut : Data :

- Berat tanah kering udara (BTK) ditimbang = 6 kg. - Kadar air yang ada (Wada) = 27.75 %

- Kadar air optimum (W opt.), hasil kompaksi = 37.76 % - Berat air (BA) = …..?

- Kadar air (W) =……?

(63)

BA = 1,30 . . . .Berat air yg ada dalam kg. Wopt = BA/BTK

Wopt = BA/4.70 0.3776 = BA/4.70 BA = 0.3776 x 4.70

BA = 1,80 ………Berat air pada kondisi Kadar Air optimum (kg).

Jadi kekurangan berat air yang harus ditambahkan pada tanah yang akan diuji CBR adalah :

= BA opt – BA yg ada = 1.80 kg – 1.30 kg = 0.5 kg

7. Tanah kering udara dicampur dengan air seberat 0.5 kg sampai rata dengan cara memakai alat botol semprotan dan pengaduk tanah.

8. Tanah yang sudah diaduk disimpan di dalam kantung plastik selama 24 jam. 9. Tanah tersebut kemudian diukur kadar airnya, dan hasilnya disajikan pada

tabel kadar air tanah setelah dicampur air.

Tabel Kadar air tanah setelah dicampur air

Kedalaman 0 - 110 cm

Notasi

Nomor Cawan 108 13 98 32

W1 = Berat Cawan (gram) 23.32 23.79 23.65 23.57

W2 = Berat Cawan + Tanah Basah

(gram) 69.07 73.41 70.68 64.44

W3 = Berat Cawan + Tanah Kering

(gram) 56.34 60.10 57.55 53.91

Ww = Berat Air = W2 - W3 (gram) 12.73 13.31 13.13 10.53

Ws = Berat Tanah Kering = W3 - W1

(gram) 33.02 36.31 33.90 30.34

ω1 = Kadar Air tiap Contoh = Ww / Ws

(%) 38.55 36.66 38.73 34.71

ω2 = Kadar Air Rata-rata Tiap

Kedalaman (%) 37.16

10.Tanah yang telah disimpan dalam kantung plastik selama 24 jam dimasukkan ke dalam mould yang berdiametereter 15 cm sebanyak 3 lapis. Selapis tanah ditumbuk dengan penumbuk standar sebanyak 55 kali.

(64)

Lampiran 7. Lanjutan

Gambar A Proses penumbukan

Gambar B Proses perendaman

12.Pembacaan dialgauge dilakukan pada interval 1, 2, 4, 8, 24, 48 dan 96 jam, dan hasilnya disajikan pada tabel pengamatan Dialgauge.

Tabel Pengamatan Dialgauge

Waktu (jam) 1 2 4 8 24 48 72 96

Dialgauge Movement (1/100mm) 10.4 12.1 12.2 12.2 12.2 7.1 4.5 2.8

Expansion r (mm) 0.104 0.121 0.122 0.122 0.122 0.071 0.045 0.028

Expansion Ratio r'e (%) 0.083 0.097 0.098 0.098 0.098 0.057 0.036 0.022

re' = r(n jam) x 100/125

Gambar

Gambar 14   Kurva distribusi partikel contoh  tanah pada kedalaman
Gambar 18  memperlihatkan kurva uji kompaksi pada kedalaman tanah
Gambar 20  Potongan melintang prototipe jalan usahatani  di petakan tersier
Gambar 23  Pembuatan profil melintang jalan dengan penimbunan awal
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dari hasil observasi yang dilakukan pada Rumah Sakit Banjarbaru, penerapan K3 petugas dalam pengolahan limbah cair Rumah Sakit Banjarbaru tidak sesuai dengan Peraturan

Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan sebagai berikut, Typhoid adalah suatu penyakit infeksi usus halus yang disebabkan oleh Salmonellathypii dengan gejala demam yang

Pada gambar IV.1. merupakan Flowmap diagram dari sistem yang sedang berjalan, menjelaskan tentang tahap-tahap dalam penjadwalan melakukan pemasangan atau maintenance

Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa komite audit, kepemilikan institusional memiliki pengaruh signifikan terhadap agresivitas pajak sedangkan agresivitas

Dalam konteks ini, maka landreform merupakan kebijakan yang sangat solutif, karena memberi otoritas formal kepada masyarakat untuk dapat me- nguasai tanah secara

Dari data di atas, dapat dianalisa bahwa adanya harapan masyarakat dengan menyekolahkan anaknya di Madrasah Diniyah Awaliyah Hikmatul Anwar karena fungsi dan

Analisa keamanan tubuh bendungan terhadap bahaya rembesan dan stabilitas lereng, dan beban gempa dilakukan dengan menggunakan software geostudio dan plaxis.. Adapun

Lebih jelasnya akan dibahas mengenai karakterisasi ideal prima, karakterisasi ideal maksimal, keterkaitan antara kedua ideal tersebut, dan keterkaitan antara kedua