KEKUATAN SAMBUNGAN BATANG KAYU-PELAT BAJA
DENGAN BEBERAPA JENIS ALAT SAMBUNG TIPE DOWEL
DAN KETEBALAN BATANG KAYU
Acacia mangium
Wild.
Haerul Akbar Dinata
DEPARTEMEN HASIL HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
KEKUATAN SAMBUNGAN BATANG KAYU-PELAT BAJA
DENGAN BEBERAPA JENIS ALAT SAMBUNG TIPE DOWEL
DAN KETEBALAN BATANG KAYU
Acacia mangium
Wild.
Haerul Akbar Dinata
E24053675
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana K ehutanan pada Fakultas K ehutanan
I nstitut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN HASIL HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
RINGKASAN
HAERUL AKBAR DINATA. Kekuatan Sambungan Batang Kayu-Pelat Baja
Dengan Beberapa Jenis Alat Sambung Tipe Dowel dan Ketebalan Batang Kayu
Acacia mangium Wild. Dibimbing oleh T. R. MARDIKANTO dan SUCAHYO SADIYO
Sambungan kayu adalah sambungan yang mengikat dua atau lebih papan kayu secara bersamaan dengan menggunakan alat sambung mekanik seperti paku, baut, konektor atau menggunakan alat sambung berupa perekat struktural. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui besar pengaruh jenis alat sambung yang digunakan dan ketebalan kayu terhadap kekuatan sambungan batang kayu dengan pelat baja pada kayu Acacia mangium.
Penelitian ini menggunakan tiga jenis alat sambung tipe dowel, yaitu paku,
pasak bambu dan pasak kayu. Kayu yang digunakan adalah kayu Acacia mangium
dengan variasi ketebalan mulai dari ketebalan batang 3 cm; 3,5 cm; 4 cm; 4,5 cm; 5 cm dan 5,5 cm sedangkan kayu yang digunakan untuk dijadikan pasak adalah kayu bangkirai. Teknik sambungan ini adalah menggunakan pelat baja sebagai pelat sambungnya. Pengujian dilakukan dengan memberi beban tekan pada sambungan. Beban yang diberikan pada sambungan adalah gaya aksial yang arahnya searah dengan panjang balok kayu dan tegak lurus dengan panjang alat sambung.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa jenis alat sambung paku memiliki beban ijin sambungan batang kayu Acacia mangium-pelat baja yang paling tinggi, kemudian diikuti oleh alat sambung pasak bambu dan yang paling rendah adalah
pasak kayu.Terdapat kecenderungan umum bahwa beban ijin sambungan batang
kayu Acacia mangium-pelat baja cenderung meningkat seiring dengan
meningkatnya ketebalan batang pada setiap sesaran. Dengan demikian, berdasarkan ketentuan batasan sesaran yang ditetapkan oleh Amerika Serikat, Australia dan Indonesia yaitu masing-masing pada sesaran 0,38 mm, 0,80 mm dan 1,50 mm, maka nilai beban ijin sambungan batang kayu Acacia mangium-pelat baja untuk diameter yang sama dari alat sambung paku, pasak bambu dan pasak kayu (5,2 mm) berbeda menurut kelompok ketebalan batang sambungnya.
SUMMARY
HAERUL AKBAR DINATA. The Strength of Beam-Steel Plates Joint With
Some Type of Dowel Fasteners And Thickness of Acacia mangium Wood. Under
Supervision of T. R. MARDIKANTO and SUCAHYO SADIYO.
Wood joint is a joint that fasten two or more lumber together by using the mechanical joint such as nails, bolts, connectors or using grafting in the form of structural adhesive. The purpose of this study is to know the influence of the type of fasteners and the thickness of the beam to the strength of beams with steel plate joint on Acacia mangium wood.
This study uses three types of dowel type fasteners, ie nails, bamboo pegs and wooden pegs. Wood that used in this study is Acacia mangium wood with variations in thickness from 3 cm, 3.5 cm, 4 cm, 4.5 cm, 5 cm and 5.5 cm, while the wood used to be a wooden pegs is bangkirai wood. This joint technique use a steel plate as connection plate. Testing is done by putting pressure tap on the joint. The direction of loading is an axial direction of the long wooden beams and perpendicular to the length of the fasteners.
The results showed that the type of fasteners and thickness of the beam give effect to the strength of the beam-steel plate joint. Joint with nails has the highest allowable load on mangium wood-steel plates joint, followed by a bamboo pegs, and the lowest is the wooden pegs. There is a general tendency that the allowable load of mangium wood-steel plate joint will increase with increasing the beam thickness. Thus, under the provisions of limit displacement set by the the United States, Australia and Indonesia, respectively in displacement of 0.38 mm, 0.80 mm and 1.50 mm, the allowable load of mangium wood-steel plate joint in the same diameters of nails, bamboo pegs and wood pegs (5.2 mm) differ according to the thickness of the beam.
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul
“Keku atan Sam b u ngan Bat ang Ka yu - P elat Baja D en gan Beb erap a
Jenis A lat Samb u n g T ip e Do wel d an Keteb alan B atan g K a yu A ca cia
ma n g iu m Wild . ” adalah hasil karya saya sendiri di bawah bimbingan dosen
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi
manapun. Sumber informasi yang berasal atau kutipan dari karya yang
diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Februari 2011
Haerul Akbar Dinata
Judul : Kekuatan Sambungan Batang Kayu-Pelat Baja Dengan
Beberapa Jenis Alat Sambung Tipe Dowel dan Ketebalan
Batang Kayu Acacia mangium Wild.
Nama Mahasiswa : Haerul Akbar Dinata
NIM : E24053675
Menyetujui:
Komisi Pembimbing,
Ketua, Anggota,
Ir. T. R. Mardikanto, MS Dr. Ir. Sucahyo Sadiyo, MS
NIP. 19450909 197403 1 001 NIP. 19580501 198403 1 002
Mengetahui,
Ketua Departemen Hasil Hutan
Fakultas Kehutanan
Institut Pertanian Bogor
Dr. Ir. Wayan Darmawan, MSc
NIP : 19660212 199103 1 002
KATA PENGANTAR
Puji syukur panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan
karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ini sebagai tugas akhir
yang berjudul ”Kekuatan Sambungan Batang Kayu-Pelat Baja Dengan Beberapa
Jenis Alat Sambung Tipe Dowel dan Ketebalan Batang Kayu Acacia mangium
Wild.”. Karya ini merupakan hasil penelitian yang dilakukan pada beberapa
laboratorium, yaitu Laboratorium Rekayasa dan Desain Bangunan Kayu serta
Laboratorium Peningkatan Mutu Hasil Hutan, Departemen Hasil Hutan, Fakultas
Kehutanan, Institut Pertanian Bogor dari awal Mei hingga akhir Agustus 2010.
Sambungan merupakan titik kritis atau titik terlemah dalam suatu
konstruksi. Titik-titik kritis tersebut harus mampu menerima atau menahan beban
yang terjadi. Salah satu faktor yang mempengaruhi kekuatan suatu sambungan
adalah alat sambung yang digunakan. Oleh karena itu diperlukan penelitian untuk
mengetahui jenis alat sambung yang paling baik serta faktor dari batang kayu itu
sendiri.
Akhirnya, penulis menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari sempurna.
Semoga hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi mereka yang memerlukannya.
Bogor, Februari 2011
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama lengkap Haerul Akbar Dinata, dilahirkan di Depok, Jawa
Barat pada tanggal 19 Mei 1987 dari pasangan M. Yamin dan Siti Raodah.
Penulis adalah anak pertama dari dua bersaudara, memiliki adik yang bernama
Nafiul Umam.
Penulis mengawali pendidikan formal di TK Mekar Sari Depok, SD
Negeri 21 Mekarjaya pada tahun 1993 dan menyelesaikan pendidikan pada tahun
1999. Pada tahun yang sama penulis diterima di SLTP Negeri 3 Depok dan
menyelesaikan pendidikannya pada tahun 2002.
Penulis melanjutkan pendidikan ke SMUN 2 Depok dan menyelesaikan
pendidikan pada tahun 2005. Pada tahun yang sama, penulis diterima menjadi
mahasiswa Institut Pertanian Bogor melalui jalur SPMB dan pada tahun 2006
penulis diterima di Departemen Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut
Pertanian Bogor.
Penulis aktif menjadi anggota dan pengurus Himasiltan pada tahun 2007
dan 2008. Pada tahun 2007 penulis melaksanakan praktek lapang PPEH di
Kamojang dan Sancang, Jawa Barat, kemudian tahun 2008 melaksanakan praktek
lapang P2H di Hutan Pendidikan Gunung Walat. Pada bulan Februari 2009
penulis melaksanakan praktek kerja lapang di CV. Karya Mina Putra di Rembang,
Jawa Timur.
Penulis melakukan penelitian dan menyusun skripsi sebagai salah satu
syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Fakultas Kehutanan,
Institut Pertanian Bogor dengan judul “Kekuatan Sambungan Batang Kayu-Pelat
Baja Dengan Beberapa Jenis Alat Sambung Tipe Dowel dan Ketebalan Batang
Kayu Acacia mangium Wild.”, di bawah bimbingan Ir. T. R. Mardikanto, MS dan
UCAPAN TERIMA KASIH
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat, karunia serta hidayah-Nya, sehingga penulis dapat
menyelesaikan penulisan skripsi ini dengan judul ”Kekuatan Sambungan Batang
Kayu-Pelat Baja Dengan Beberapa Jenis Alat Sambung Tipe Dowel dan
Ketebalan Batang Acacia mangium Wild.”. Tujuan penyusunan skripsi ini adalah
sebagai syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Departemen Hasil Hutan,
Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu dalam penulisan skripsi ini,
terutama kepada:
1. Ir. T. R. Mardikanto, MS dan Dr. Ir. Sucahyo Sadiyo, MS selaku dosen
pembimbing, atas segala bimbingan dan pengarahan yang diberikan kepada
penulis.
2. Ayah, ibu dan adik tercinta atas semua dukungan dan kasih sayang yang
diberikan, baik moril maupun materil serta doa yang selalu mengalir tanpa
henti kepada penulis.
3. Dr. Ir. Ulfah Juniarti Siregar, M.Agr selaku dosen penguji perwakilan dari
Departemen Silvikultur, Dr. Ir. Burhanuddin Masyud, MS selaku dosen
penguji perwakilan dari Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan
Ekowisata dan Dr. Ir. Leti Sundawati, M.Sc selaku dosen penguji perwakilan
dari Departemen Manajemen Hutan yang telah memberikan saran dan
masukan untuk perbaikan skripsi ini.
4. M. Irfan, Kadiman dan Esti P. serta seluruh laboran dan staf Departemen Hasil
Hutan yang banyak memberikan dukungan dan bantuannya selama ini kepada
penulis.
5. Teman-teman program studi hasil hutan angkatan 42, dan semua mahasiswa
THH yang tidak bisa disebutkan satu per satu atas dukungan semangat dan
kerjasamanya selama menempuh kuliah di Fakultas Kehutanan IPB.
6. Semua pihak yang telah membantu penulis selama penelitian dan penyusunan
Semoga Allah SWT memberikan limpahan rahmat-Nya dan membalas
kebaikan semua pihak yang telah membantu penulis. Penulis menyadari bahwa
dalam penulisan skripsi ini masih banyak kekurangannya. Semoga skripsi ini
dapat bermanfaat bagi semua pihak yang memerlukannya.
Bogor, Februari 2011
BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan ... 26
5.2 Saran ... 26
DAFTAR PUSTAKA ... 27
DAFTAR GAMBAR
No. Halaman
1. Alat Sambung (a) paku, (b) pasak bambu dan (c) pasak kayu ... 8
2. Contoh uji (a) sifat fisis (KA, kerapatan dan BJ) dan (b) tekan maksimum sejajar serat ... 9
3. Ilustrasi arah gaya pengujian contoh uji kekuatan sambungan batang kayu- pelat baja terhadap gaya tarik ... 10
4. Ilustrasi arah gaya pengujian contoh uji kekuatan sambungan batang kayu- pelat baja; (a) gaya aksi dan reaksi pada sambungan terhadap gaya tarik (b) gaya aksi dan reaksi pada sambungan terhadap gaya tekan ... 10
5. Pengujian tekan sejajar serat ... 12
6. Pengujian sambungan tarik geser ganda ... 12
DAFTAR TABEL
No. Halaman
1. Sifat fisis batang kayu Acacia mangium menurut jenis alat sambung ... 15
2. Sifat fisis jenis alat sambung yang digunakan ... 16
3. Beban ijin per alat sambung pada tiap sesaran ... 18
4. Analisis ragam beban ijin per alat sambung pada sesaran 0,38; 080; 1,50;
5,00 mm ... 19
5. Uji lanjut Duncan faktor jenis alat sambung pada sesaran 0,38; 0,80; 1,50;
5,00 mm ... 20
6. Uji lanjut Duncan faktor tebal batang pada sesaran 0,38 mm ... 21
7. Beban ijin sambungan batang kayu Acacia mangium-pelat baja pada
masing-masing jenis alat sambung pada sesaran 0,38 mm ... 21
8. Uji lanjut Duncan faktor tebal batang pada sesaran 0,80 mm ... 21
9. Beban ijin sambungan batang kayu Acacia mangium-pelat baja pada
masing-masing jenis alat sambung pada sesaran 0,80 mm ... 22
10. Uji lanjut Duncan faktor tebal batang pada sesaran 1,50 mm ... 22
11. Beban ijin sambungan batang kayu Acacia mangium-pelat baja pada
masing-masing jenis alat sambung pada sesaran 1,50 mm ... 23
12. Uji lanjut Duncan faktor tebal batang saat sesaran 5,00 mm ... 23
13. Beban ijin sambungan batang kayu Acacia mangium-pelat baja pada
masing-masing jenis alat sambung pada sesaran 1,50 mm ... 24
DAFTAR LAMPIRAN
No. Halaman
1. Hasil pengukuran volume ... 30
2. Hasil pengujian sifat fisis ... 34
3. Hasil pengujian tekan sejajar serat... 39
4. Hasil pengukuran beban ijin per alat sambung ... 42
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
Eksploitasi hutan alam yang berlebihan menyebabkan kondisi hutan alam
semakin rusak parah. Hal ini menyebabkan tingkat produksi kayu dari hutan alam
menurun. Untuk itu diperlukan alternatif lain dengan memanfaatkan kayu-kayu
yang berasal dari hutan rakyat. Salah satu kebutuhan kayu yang dapat
dimanfaatkan oleh masyarakat adalah untuk dijadikan sebagai bahan konstruksi
bangunan. Beberapa faktor yang menjadikan kayu sebagai bahan konstruksi
antara lain adalah mudah untuk dikerjakan, lebih murah, cukup awet, mudah
disambung dan memiliki nilai keindahan. Sebagai bahan konstruksi bangunan
diperlukan kayu berdiameter besar atau kayu berkualitas tinggi yang biasanya
berasal dari hutan alam. Namun, dengan kondisi hutan sekarang ini sangat sulit
untuk menemukan kayu tersebut dari hutan alam. Kayu sebagai bahan kostruksi
harus memiliki bentangan yang cukup panjang. Di sisi lain, kayu-kayu yang
berasal dari hutan rakyat atau yang diperjual belikan di pasaran biasanya memiliki
panjang yang terbatas. Oleh karena itu diperlukan suatu cara untuk dapat
memanfaatkan kayu-kayu berukuran tidak terlalu panjang dengan suatu teknik
sambungan kayu.
Sambungan merupakan titik kritis atau titik terlemah dalam suatu
konstruksi. Titik-titik kritis tersebut harus mampu menerima atau menahan beban
yang terjadi. Salah satu beban pada sambungan yang harus diperhitungkan adalah
sambungan tarik. Sambungan tarik merupakan sambungan kayu dimana beban
yang bekerja pada sambungan tersebut merupakan beban tarik.
Salah satu faktor yang mempengaruhi kekuatan suatu sambungan adalah
alat sambung yang digunakan. Alat sambung yang dapat digunakan dalam suatu
penyambungan adalah paku dan pasak. Bentuk pasak yang dapat digunakan
adalah yang terbuat dari kayu dan bambu. Pelat sambung akan membentuk
sambungan dengan mudah dan diharapkan dapat meningkatkan kekuatan
sambungan. Paku dan pasak merupakan jenis alat sambung mekanik yang dapat
digunakan dalam membuat sambungan kayu. Kedua alat ini, baik paku maupun
1.2 Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui besar pengaruh jenis alat
sambung yang digunakan dan ketebalan kayu terhadap kekuatan sambungan
batang kayu dengan pelat baja pada kayu Acacia mangium.
1.3 Hipotesis
Hipotesis yang diajukan dari penelitian ini adalah bahan dari alat sambung
dan tebal batang akan mempengaruhi kekuatan sambungan terhadap beban tarik.
Semakin tinggi kekakuan alat sambung maka semakin tinggi pula kekuatan
sambungan. Semakin tebal batang maka kekuatan sambungan akan semakin
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sambungan Kayu
Feirer (1984) dalam Rochimah (2005) menyatakan bahwa sambungan
merupakan seni dan keahlian dari perakitan dan pengikatan dua atau lebih kayu
secara bersama-sama. Produk sambungan dapat diikat secara permanen dengan
menggunakan perekat, paku maupun baut.
Sambungan kayu adalah sambungan yang mengikat dua atau lebih papan
kayu secara bersamaan dengan menggunakan alat sambung mekanik seperti baut,
paku, pasak, konektor, atau menggunakan alat sambung berupa perekat struktural.
Tipe sambungan dengan alat sambung mekanik dikenal dengan istilah mechanical
joint dan tipe sambungan dengan alat sambung perekat disebut glued joint. Alat
sambung kayu dapat dibedakan dalam 4 golongan, yaitu:
1. Paku, baut, sekrup dan sebagainya.
2. Pasak-pasak kayu keras dan sebagainya.
3. Alat-alat sambung modern (modern timber connector) seperti kokot
Bulldog, Geka, Alligator, Bufa, cincin belah (split ring) dan sebagainya.
4. Perekat.
Pada penelitian ini, alat sambung yang digunakan adalah alat sambung tipe
dowel. Alat sambung tipe dowel adalah alat sambung silindris yang dimasukkan
pada bidang sambungan dengan cara dipres. Batang dowel mempunyai bentuk
silindris yang dapat terbuat dari besi atau kayu.
Sambungan kayu berperan penting dalam konstruksi kayu, seperti pada
bangunan gedung, rumah, menara ataupun jembatan. Hal ini dikarenakan struktur
kayu terbuat dari komponen yang harus disambungkan secara bersama-sama
untuk memindahkan beban yang diterima oleh komponen kayu tersebut (Pun
1987). Sedangkan tujuan dari penyambungan kayu itu sendiri adalah untuk
memperoleh panjang yang diinginkan atau membentuk suatu konstruksi rangka
batang sesuai dengan yang diinginkan.
Tular dan Idris (1981) menyatakan bahwa pada konstruksi bangunan kayu
akan timbul gaya-gaya yang bekerja padanya. Karena sambungan merupakan titik
diperhitungkan cara menyambung dan menghubungkan kayu sehingga
sambungan dapat menyalurkan gaya yang bekerja padanya.
Selain gaya yang bekerja atau beban yang dipikul oleh sambungan yang
menggunakan batang kayu adalah timbulnya sesaran. Sesaran merupakan
pergeseran/perpindahan alat sambung dari kedudukan semula akibat beban yang
bekerja. Beberapa Negara menetapkan batasan sesaran sambungan berbeda-beda,
Amerika Serikat menetapkan batasan sesaran sebesar 0,38 mm, Australia
menetapkan batasan sesaran sebesar 0,80 mm dan Indonesia menetapkan batasan
sesaran sebesar 1,50 mm.
2.2 Sambungan dengan Paku
Paku adalah logam keras berujung runcing, umumnya terbuat dari baja,
yang digunakan untuk melekatkan dua bahan dengan menembus keduanya. Paku
umumnya ditembuskan pada bahan dengan menggunakan palu atau nail gun yang
digerakkan oleh udara bertekanan atau dorongan ledakan kecil. Pelekatan oleh
paku terjadi dengan adanya gaya gesek pada arah vertikal dan gaya tegangan pada
arah lateral. Ujung paku kadang ditekuk untuk mencegah paku keluar kembali.
Alat sambung paku sering dijumpai pada struktur dinding, lantai dan
rangka. Paku tersedia dalam bentuk dan ukuran yang bermacam-macam.
Umumnya diameter paku berkisar antara 2,75 mm sampai dengan 8 mm dengan
panjang berkisar antara 40 mm sampai 200 mm. Angka kelangsingan paku (nilai
banding antara panjang terhadap diameter) sangat tinggi sehingga mudahnya paku
membengkok saat dipukul. Agar terhindar dari pecahnya kayu, pemasangan paku
dapat didahului dengan membuat lubang penuntun dengan diameter 0,9D untuk
kayu dengan berat jenis di atas 0,6 dan yang berdiameter 0,75D untuk kayu
dengan berat jenis di bawah atau sama dengan 0,6 (Awaludin 2005).
Menurut Wiryomartono (1977) konstruksi kayu yang menggunakan paku
memiliki kelebihan-kelebihan sebagai berikut:
a. Harga paku yang murah sehingga dapat meminimalkan biaya konstruksi
keseluruhan.
b. Sesaran yang terjadi dalam sambungan kecil.
c. Dalam pembuatan konstruksi beserta sambungannya tidak diperlukan
d. Pekerjaan dapat dilakukan dengan cepat.
e. Perlemahan kayu karena paku-paku kecil.
Berdasarkan PKKI (1961) syarat-syarat dan cara perhitungan sambungan
paku adalah sebagai berikut:
a. Tampang melintang paku yang digunakan dapat berbentuk bulat, persegi
atau beralur lurus.
b. Kekuatan paku tidak tergantung dari besar sudut antara gaya dan arah serat
kayu.
c. Ujung paku yang keluar dari sambungan sebaiknya dibengkokkan tegak
lurus arah serat, asal pembengkokan tersebut tidak akan merusak kayu.
d. Apabila dalam satu baris lebih dari sepuluh batang maka kekuatan paku
harus dikurangi dengan 10% dan jika lebih dari 20 batang maka kekuatan
paku harus dikurangi 20%.
e. Pada sebuah sambungan paling sedikit harus menggunakan 4 batang paku.
Menurut Thelandersson dan Hans (2003), terdapat tiga faktor utama yang
cenderung mempengaruhi kekuatan sambung yang menggunakan alat sambung
tipe dowel (paku atau baut) yaitu:
a. Kemampuan lentur alat sambung. Kemampuan melentur ini sangat
tergantung dari diameter dan kekuatan bahan/kayu dan alat sambungnya.
b. Kemampuan melekat atau mengikat alat sambung ke dalam kayu solid
atau kayu komposit. Kekuatan mengikat tersebut tergantung dari kerapatan
kayu dalam mencengkeram paku/baut. Dengan demikian, terdapat kaitan
langsung dengan luas permukaan (diameter dan panjang) alat sambung
yang masuk ke dalam kayu.
c. Kekuatan withdrawal terutama pada alat sambung yang memiliki
permukaan yang tidak halus.
2.3 Sambungan dengan Pasak
Pasak adalah penyambung yang dimasukkan ke dalam takikan-takikan
dalam kayu serta dibebani dengan tekanan dan geseran. Pasak hanya boleh dibuat
dari kayu keras, besi atau baja (Anonimous 1961 dalam Irmon 2005). Sedangkan
menurut Yap (1964) dalam Irmon (2005), pada prinsipnya pasak adalah suatu
yang disambung, untuk memindahkan beban dari bagian satu ke bagian yang lain.
Jenis-jenis kayu untuk pasak harus dari kayu yang keras serta mempunyai
ketahanan geser yang tinggi.
Selain dibuat dari kayu, pasak juga dapat dibuat dari bambu. Terdapat tiga
jenis bambu yang dapat diproses untuk bahan pasak yaitu bambu betung, bambu
tali dan bambu gombong. Selain karena sudah banyak dimanfaatkan oleh
masyarakat, ketiga jenis bambu ini memiliki kekuatan yang cukup baik.
2.4 Kayu Akasia (Acacia mangium)
Akasia merupakan salah satu jenis tanaman yang berasal dari famili
Leguminoceae yang potensial untuk reboisasi lahan kritis dan merupakan
primadona hutan tanaman industri. Kayunya dapat digunakan sebagai bahan baku
berbagai macam industri. Di Indonesia diketahui terdapat beberapa jenis pohon
akasia. Namun hanya tiga di antaranya yang dikenal luas, yakni auri (Acacia
auriculiformis), mangium (A. mangium), dan sentang (A. lecophloea). BJ kayu
Acacia mangium 0,61 (0,43-0,66). Kayu ini termasuk kelompok kayu dengan
Kelas Awet III dan dalam hal kekuatannya, mangium termasuk dalam Kelas Kuat
II-III.
Kayu umumnya digunakan untuk konstruksi ringan-berat, rangka pintu
dan jendela, perabotan rumah tangga, lantai, papan, dinding, tiang, gagang
alat-alat pertanian, kotak dan batang korek api, papan partikel, papan serat, vinir, dan
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat
Penelitian ini terdiri dari tiga kelompok kegiatan yaitu penyiapan bahan,
pembuatan contoh uji, dan pengujian. Penyiapan bahan baku dilakukan di
workshop penggergajian kayu sedangkan pembuatan dan pengujian contoh uji
dilakukan di Laboratorium Keteknikan Kayu dan Laboratorium Kayu Solid
Departemen Hasil Hutan Fakultas Kehutanan IPB Bogor. Penelitian ini
dilaksanakan dari bulan Maret sampai Agustus 2010 dengan waktu efektif kurang
lebih 3 bulan.
3.2 Alat dan Bahan
3.2.1 Alat
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah gergaji mesin
digunakan untuk memotong balok kayu menjadi batang-batang contoh uji, mesin
serut double planner untuk meratakan sisi dari batang dan mesin bor untuk
melubangi batang kayu. Alat ukur meliputi kaliper digunakan untuk mengukur
dimensi dari contoh uji, timbangan elektrik untuk menimbang berat contoh uji
kadar air, kerapatan dan berat jenis serta oven yang digunakan untuk
mengeringkan kayu saat pengujian kadar air kayu, kerapatan dan berat jenis. Alat
penunjang meliputi palu digunakan untuk membantu memasukkan paku dan
pasak ke dalam batang kayu dan klem penjepit untuk menahan pelat sambung dan
batang agar tidak bergeser pada saat pengujian. Alat-alat tulis digunakan untuk
mencatat hasil pengujian dan Universal Testing Machine merk Instron Series IX
version 8.27.00 kapasitas 5 ton digunakan untuk menguji tekan maksimum sejajar
serat dan pengujian sambungan tarik..
3.2.2 Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini sebagai berikut.
1. Kayu Acacia mangium sebagai bahan yang disambung, yang diperoleh dari
tempat pemotongan kayu di desa Petir, Cibeureum, Bogor.
2. Paku baja dengan ukuran diameter 0,52 cm sebanyak 30 batang
3. Pasak bambu dengan ukuran diameter 0,5 cm dan panjang 4,5 cm, 5 cm, 5,5
4. Pasak kayu bangkirai dengan ukuran diameter 0,5 cm dan panjang 4,5 cm, 5
cm, 5,5 cm, 6 cm, 6,5 cm, dan 7 cm masing-masing 5 batang
5. Pelat sambung dari pelat baja dengan ukuran 0,6 x 10 x 30 cm sebanyak 2
pasang (4 lempeng) yang sudah dilubangi satu buah lubang sebesar kurang
lebih 0,5 cm.
Alat sambung yang digunakan dalam penelitian ini disajikan pada Gambar
1.
(a) (b) (c)
Gambar 1 Alat sambung (a) paku, (b) pasak bambu dan (c) pasak kayu.
3.3 Metode Penelitian
Pengujian sifat fisis kayu meliputi kerapatan, berat jenis, dan kadar air.
Sedangkan untuk pengujian sifat mekanis kayu meliputi kekuatan tekan sejajar
serat kayu dan kekuatan tarik sambungan geser ganda.
3.3.1 Pembuatan contoh uji
Sebelum dibuat menjadi contoh uji, balok kayu gergajian tersebut terlebih
dahulu dikeringkan untuk mendapatkan kadar air kering udara. Pembuatan contoh
uji meliputi, penyiapan bahan, pembuatan pelat sambung dari baja dan
penyambungan kayu dengan pelat sambung (baja).
a. Penyiapan bahan
Penyiapan contoh uji dapat dibagi dalam beberapa kelompok
pengujian diantaranya uji tekan maksimum sejajar serat, kadar air,
kerapatan, berat jenis dan uji sambungan tarik geser ganda. Contoh uji
untuk pengujian kadar air, berat jenis dan kerapatan dibuat dengan ukuran
5 x 5 x 5 cm (seperti yang dapat dilihat pada Gambar 2a). Untuk pengujian
tekan sejajar serat kayu dibuat contoh uji dengan ukuran 2 cm x 2 cm x 6
cm (seperti yang dapat dilihat pada Gambar 2b). Pengujian terhadap sifat
sifat fisis kayu sangat berpengaruh terhadap sifat mekanis kayu dan tidak
dapat dipisahkan antara keduanya.
Contoh uji yang digunakan untuk sambungan tarik adalah batang
kayu dengan ukuran 10 x 36 cm dengan tebal yang bervariasi. Tebal kayu
yang diuji berukuran 3,0; 3,5; 4,0; 4,5; 5,0 dan 5,5 cm.
(a) (b)
Gambar 2 Contoh uji (a) sifat fisis (KA, kerapatan dan BJ)
dan (b) tekan sejajar serat.
b. Pembuatan pelat sambung
Pelat sambung yang digunakan terbuat dari baja. Pelat baja ini
berukuran 0,6 x 10 x 30 cm. Pelat baja tersebut kemudian dilubangi
sebanyak satu lubang dengan ukuran yang sama dengan ukuran diameter
paku dan pasak yaitu ± 0,5 cm.
c. Penyambungan kayu dengan paku, pasak dan pelat baja.
Penyambungan kayu dengan pelat baja dilakukan dengan cara
meletakkan kayu di tengah-tengah antara kedua pelat baja. Pelat baja
dilekatkan pada kedua sisi lebar batang kayu. Namun, sebelum dilakukan
penyambungan, kayu tersebut juga harus dilubangi untuk menghindari
pecah kayu akibat dari pemakuan. Lubang yang dibuat tidak melebihi
diameter paku dan pasak yang digunakan.
Setelah dibuat sambungan dengan menggunakan pelat baja,
kemudian sambungan diuji tekan yang arah gaya/beban tekan sama
dengan sisi panjang contoh uji. Masing-masing ujung contoh uji menerima
beban tekan sehingga yang menjadi penahan adalah paku/pasak dan
atau diasumsikan sama dengan pengujian tarik. Hal ini dapat dijelaskan
dengan gambar ilustrasi berikut.
Gaya Tarik (P) Gaya Tarik (P)
Gambar 3 Ilustrasi arah gaya pengujian contoh uji kekuatan sambungan batang kayu-pelat baja terhadap gaya tarik.
Gambar 4 Ilustrasi arah gaya pengujian contoh uji kekuatan sambungan batang kayu-pelat baja; (a) gaya aksi dan reaksi pada sambungan terhadap gaya tarik (b) gaya aksi dan reaksi pada sambungan terhadap gaya tekan.
3.3.2 Pengujian contoh uji
Pengujian yang dilakukan terdiri dari pengujian sifat fisis dan mekanis
kayu. Pengujian sifat fisis kayu meliputi kadar air, berat jenis dan kerapatan.
Sedangkan pengujian sifat mekanis meliputi uji tekan maksimum sejajar serat dan
uji kekuatan sambungan.
a. Kadar air
Pengujian kadar air bertujuan untuk mengetahui persentase
kandungan air di dalam kayu. Contoh uji ditimbang untuk mengetahui
berat awal (kering udara) sebelum dimasukkan ke dalam oven. Kemudian
contoh uji dimasukkan ke dalam oven dengan suhu (103±2)ºC sampai
mendapatkan berat konstan (kering tanur). Setelah itu contoh uji ditimbang
kembali untuk mengetahui berat kering tanur akhir. Perhitungan kadar air
Keterangan:
KAKU =kadar air kering udara (%)
BKU = berat kering udara (g)
BKT = berat kering tanur (g)
b. Kerapatan dan berat jenis kayu
Pengujian kerapatan kayu dilakukan dengan cara menimbang berat
awal (berat kering udara atau berat sebelum dioven) kemudian menghitung
volume dari contoh uji yang akan diukur. Nilai kerapatan contoh uji dapat
dihitung menggunakan rumus sebagai berikut:
Sedangkan perhitungan berat jenis dapat dihitung dengan cara
membagi kerapatan kayu dengan kerapatan air. Berat jenis tidak memiliki
satuan karena berat jenis adalah nilai relatif. Nilai berat jenis dapat
dihitung menggunakan rumus sebagai berikut:
kerapatan kayu (g/cm3)
Berat jenis=
kerapatan air (1 g/cm3)
c. Pengujian tekan sejajar serat
Pengujian tekan sejajar serat (Maximum Crushing Strength)
dilakukan dengan menggunakan Universal Testing Machine (UTM) merk
Instron. Pengujian dilakukan dengan memberikan beban pada arah sejajar
serat kayu dengan posisi contoh uji vertikal. Pemberian beban dilakukan
secara perlahan-lahan sampai contoh uji mengalami kerusakan (seperti
yang terlihat pada Gambar 5). Beban tersebut merupakan beban
maksimum yang dapat diterima contoh uji. Nilai kekuatan sejajar serat
tersebut dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
MCS=
Keterangan: MCS = kekuatan tekan sejajar serat kayu (kg/cm2)
Pmaks = beban tekan maksimum sampai terjadi kerusakan (kg)
A = luas penampang (cm2)
Gambar 5 Pengujian tekan sejajar serat.
d. Pengujian sambungan tarik geser ganda
Sambungan geser ganda adalah sambungan yang dibuat antara
batang kayu yang dijepit dengan pelat sambung (baja) pada kedua sisi
lebar batang sebagai penopang alat sambung. Alat sambung dimasukkan
melalui lubang yang ada pada pelat sambung dan batang kayu. Posisi alat
sambung searah dengan arah tebal batang. Pengujian dilakukan dengan
menggunakan Universal Testing Machine (UTM) merk Instron Series IX
version 8.27.00 kapasitas 5 ton. Pengujian dilakukan dengan pemberian
beban tekan pada sambungan geser ganda itu. Beban yang diberikan pada
sambungan adalah gaya aksial yang arahnya searah dengan panjang batang
kayu dan lateral yang arahnya tegak lurus dengan panjang alat sambung
(seperti yang terlihat pada Gambar 6).
Gambar 6 Pengujian sambungan tarik geser ganda.
Besarnya beban ijin per alat sambung pada sambungan geser ganda
P = beban sambungan per alat sambung (kg)
f = faktor keamanan sambungan (2,75)
3.4 Rancangan Percobaan
Data pengujian sambungan geser ganda diolah menggunakan percobaan
factorial dalam rancangan acak lengkap. Faktor utama A adalah alat sambung
yang terdiri atas 3 taraf yaitu paku (A1), pasak bambu (A2), pasak kayu (A3) dan
faktor kedua B adalah tebal batang kayu yang terdiri atas 6 taraf yaitu 3,0 cm (B1),
3,5 cm (B2), 4,0 cm (B3), 4,5 cm (B4), 5,0 cm (B5), 5,5 cm (B6). Dari 18
kombinasi perlakuan dengan ulangan sebanyak 5 (lima) kali untuk tiap
kombinasinya maka diperoleh 90 (sembilan puluh) satuan percobaan. Model
matematika yang digunakan untuk rancangan ini adalah:
Yijk = µ + Ai + Bj + ABij + εijk
Keterangan:
Yijk = beban ijin per alat sambung pada alat sambung (factor A) ke-i, tebal
batang (faktor B) ke-j pada ulangan ke-k (k1, k2, k3, k4, k5)
µ = rataan umum
Ai = pengaruh alat sambung ke-i (i= 1,2 dan 3)
Bj = pengaruh tebal batang ke-j (j= 1, 2, 3, 4, 5 dan 6)
ABij = interaksi alat sambung ke-i dan tebal batang ke-j
εijk = pengaruh acak yang menyebar normal (pengaruh acak pada alat
3.5 Analisis Data
Analisis ragam dilakukan dengan menggunakan program SAS (Statistic
Analysis System) v6.12. Analisis ragam dilakukan untuk mengetahui pengaruh
setiap faktor maupun interaksi antar faktor. Selanjutnya apabila dari hasil analisis
ragam menunjukkan berbeda nyata maka dilanjutkan dengan uji Duncan dengan
selang kepercayaan 95%. Pengujian ini dimaksudkan untuk mengetahui urutan
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Sifat Fisis Kayu
Sifat fisis kayu mempengaruhi kekuatan kayu dalam menerima dan
menahan beban yang terjadi pada kayu itu sendiri. Pengujian sifat fisis yang
dilakukan meliputi kadar air, kerapatan dan berat jenis kayu. Umumnya kayu
yang memiliki kadar air yang rendah (kadar air di bawah kadar air titik jenuh
serat) akan memiliki kekuatan yang semakin tinggi. Sebaliknya semakin tinggi
kerapatan atau berat jenis kayu maka kekuatan kayunya akan semakin tinggi pula.
4.1.1 Kadar air
Hasil rekapitulasi pengujian sifat fisis kayu dapat diihat pada Tabel 1.
Tabel 1 Sifat fisis batang kayu Acacia mangium menurut jenis alat sambung
Alat Sambung Tebal Batang Sifat Fisis Kayu
(A) (B) Kadar Air (%) Kerapatan (g/cm3) Berat Jenis
Hasil pengujian kadar air terhadap contoh uji yang digunakan, diperoleh
13,51% sedangkan kadar air tertinggi adalah 17,61%. Kadar air yang diperoleh ini
berada pada kadar air kering udara yaitu sekitar 12-18%.
Kadar air dapat didefinisikan sebagai perbandingan berat air yang
dinyatakan dalam persen terhadap berat kayu bebas air atau berat kering tanur
(BKT). Secara umum, semakin rendah kadar air dibawah titik jenuh serat yang
ditetapkan secara teoritis sebesar 30% maka kekuatan kayu tersebut akan semakin
tinggi. Titik Jenuh Serat (TJS) adalah titik di mana semua air cair di dalam rongga
sel telah dikeluarkan tetapi dinding sel masih jenuh. Jumlah air yang ada di dalam
kayu dan fluktuasi waktu akan mempengaruhi sifat fisik dan mekanik kayu
tersebut (Haygreen dan Bowyer 1996).
4.1.2 Kerapatan dan berat jenis
Hasil pengujian kerapatan dan berat jenis kayu (Tabel 1) menunjukkan
kerapatan rata-rata kayu yang digunakan sebesar 0,60 g/cm3 dengan kerapatan
terendahnya sebesar 0,56 g/cm3 dan yang tertinggi sebesar 0,64 g/cm3. Sedangkan
berat jenis rata-rata adalah sebesar 0,52 dengan berat jenis terendah 0,49 dan yang
tertinggi sebesar 0,55. Berat jenis kayu yang diperoleh pada penelitian ini tidak
jauh berbeda dengan penelitian Malik et al. (2009) yang mengatakan berat jenis
kayu Acacia mangium berkisar antara 0,50-0,54.
Pengujian sifat fisis juga dilakukan terhadap jenis alat sambung yang
digunakan. Hasil pengujian sifat fisis jenis alat sambung dapat dilihat pada Tabel
2 berikut ini.
Tabel 2 Sifat fisis jenis alat sambung yang digunakan
Jenis Alat Sambung Kadar Air (%) Berat Jenis
Paku - 7,67
Pasak Bambu 19,16% 0,76
Pasak Kayu 21,76% 0,72
Hasil pengujian sifat fisis terhadap jenis alat sambung yang digunakan
(Tabel 2) menunjukkan berat jenis paku memiliki nilai yang tertinggi, yaitu
sebesar 7,67. Sedangkan berat jenis untuk pasak bambu dan pasak kayu adalah
oleh bahan penyusun paku yang memiliki berat jenis yang tinggi. Paku disusun
oleh bahan baku besi yang memiliki berat jenis 7,8.
4.2 Sifat Mekanis Kayu
Sifat mekanis kayu berhubungan dengan kemampuan kayu untuk menahan
gaya dari luar. Semakin tinggi sifat mekanis kayu maka kemampuan kayu untuk
menahan gaya dari luar juga semakin tinggi. Pada penelitian ini sifat mekanis
kayu yang diuji adalah kekuatan tekan maksimum sejajar serat dan kekuatan
sambungan geser ganda batang kayu dengan pelat baja.
4.2.1 Kekuatan tekan sejajar serat
Pengujian kekuatan tekan sejajar serat kayu Acacia mangium dalam
penelitian ini diperoleh hasil sebagaimana disajikan pada Gambar 7.
Keterangan: A1 : jenis alat sambung paku B1 : tebal batang 3 cm
A2 : jenis alat sambung pasak bambu B2 : tebal batang 3,5 cm
A3 : jenis alat sambung pasak kayu B3 : tebal batang 4 cm
B4 : tebal batang 4,5 cm
B5 : tebal batang 5 cm
B6 : tebal batang 5,5 cm
Gambar 7 Kekuatan tekan sejajar serat kayu Acacia mangium.
Gambar 7 memperlihatkan bahwa rata-rata kekuatan tekan sejajar serat
kayu Acacia mangium adalah 383 kg/cm2 dengan nilai terendahnya sebesar 285
kg/cm2 dan yang tertinggi adalah sebesar 439 kg/cm2. Rata-rata kekuatan tekan
sejajar serat pada penelitian ini termasuk dalam kisaran kekuatan tekan sejajar
serat pada penelitian Malik et al. (2005) yaitu berkisar antara 365,87-467,09
kg/cm2. Secara lengkap, data hasil pengujian kekuatan tekan sejajar serat dapat
Haygreen dan Bowyer (1996) menjelaskan tentang kekuatan tekan sejajar
serat dan kekuatan tarik sejajar serat. Kekuatan tekan sejajar serat diperlukan
untuk menentukan beban yang dipikul suatu tiang atau pancang yang pendek
sedangkan kekuatan tarik sejajar serat diperlukan untuk menentukan suku bawah
(busur) pada penopang kayu dan dalam rancangan sambungan antara
komponen-komponen bangunan.
4.2.2 Kekuatan sambungan geser ganda
Data beban ijin per alat sambung dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3 Beban ijin per alat sambung pada tiap sesaran
Alat Sambung Tebal Batang Beban Ijin Per Alat Sambung (kg) Sesaran (mm)
Pengujian kekuatan sambungan geser ganda dilakukan dengan
menentukan beban ijin per alat sambung yang digunakan. Dengan mengabaikan
(berbanding lurus) dengan meningkatnya sesaran yang ditentukan. Demikian pula
terhadap faktor ketebalan batang, dengan mengabaikan jenis alat sambung yang
digunakan beban ijin meningkat seiring dengan meningkatnya ketebalan batang.
Dapat dilihat bahwa beban ijin alat sambung pada tiap sesaran yang paling tinggi
adalah pada alat sambung paku, kemudian pasak bambu dan yang paling rendah
pada pasak kayu.
Untuk mengetahui pengaruh interaksi faktor jenis alat sambung dan tebal
batang maka dilakukan uji analisis keragaman saat setiap sesaran yang ditentukan.
Tabel 4 Analisis ragam beban ijin per alat sambung pada sesaran 0,38; 080; 1,50; 5,00 mm
Dari hasil uji analisis keragaman pada setiap sesaran yang ditentukan,
dapat ditunjukkan bahwa faktor tunggal jenis alat sambung dan ketebalan batang
masing-masing memberikan pengaruh yang sangat nyata. Sedangkan faktor
interaksi antara jenis alat sambung dan ketebalan batang tidak memberikan
pengaruh yang nyata terhadap beban ijin per alat sambung. Selanjutnya dilakukan
uji lanjut Duncan untuk mengetahui perbandingan masing-masing faktor tunggal
terhadap kekuatan sambungan.
Hasil uji lanjut Duncan (tabel 5) menunjukkan bahwa pada setiap sesaran
yang ditentukan, alat sambung paku (A1) berbeda nyata dan selalu lebih tinggi
dibandingkan dengan pasak bambu (A2) dan alat sambung pasak kayu (A3). Alat
sambung pasak bambu (A2) juga selalu memberikan nilai yang lebih tinggi dan
berbeda nyata dibandingkan dengan pasak kayu (A3). Perbedaan beban ijin per
alat sambung ini diduga dipengaruhi oleh sifat fisis dari masing-masing alat
sambung. Seperti diketahui bahwa berat jenis paku sangat tinggi sedangkan pasak
bambu dan pasak kayu memiliki berat jenis yang tidak jauh berbeda dan terlihat
dari hasil pengujian beban ijin keduanya memiliki pengaruh yang berbeda nyata
Oleh karena pada setiap sesaran hasil uji lanjut Duncan memperlihatkan
fenomena yang sama, maka hasil uji lanjut Duncan pada setiap sesaran disajikan
pada Tabel 5.
Tabel 5 Uji lanjut Duncan faktor jenis alat sambung pada sesaran 0,38; 0,80; 1,50; 5,00 mm
Grup Duncan Alat Sambung Rata-rata Beban Ijin Alat Sambung (kg) Sesaran
bahan penyusun yang keras dibandingkan pasak bambu dan pasak kayu sehingga
mampu menahan beban dari sambungan dengan pelat sambung.
Hasil uji lanjut Duncan faktor ketebalan batang pada sesaran 0,38 mm
menunjukkan bahwa B6 (tebal batang 5,5 cm) menghasilkan rata-rata beban ijin
yang lebih besar dan berbeda nyata dengan B2 (tebal batang 3,5 cm) dan B1 (tebal
batang 3 cm). Ketebalan batang 5,5 cm (B6) dan 5 cm (B5) menghasilkan beban
ijin yang paling tinggi yaitu masing-masing 90,61 kg dan 87,90 kg. Sedangkan
tebal batang 3 cm (B1) menghasilkan beban ijin terendah dengan nilai sebesar
65,72 kg.
Tabel 6 menunjukkan bahwa peningkatan ketebalan batang diikuti oleh
meningkatnya beban ijin. Faktor ketebalan batang diduga dapat mempengaruhi
beban ijin karena dengan semakin tebalnya batang maka luas bidang kontak
Tabel 6 Uji lanjut Duncan faktor tebal batang pada sesaran 0,38 mm
Grup Duncan Tebal Batang (cm) Rata-rata Beban Ijin (kg)
A 5,5 90,61
Keterangan: Huruf yang sama menunjukkan pengaruh yang tidak berbeda nyata
Untuk menentukan beban ijin sambungan batang kayu Acacia
mangium-pelat baja pada masing-masing jenis alat sambung pada sesaran 0,38 mm maka
perlakuan ketebalan batang dapat dibagi menjadi beberapa kelompok seperti yang
disajikan dalam Tabel 7.
Tabel 7 Beban ijin sambungan batang kayu Acacia mangium-pelat baja pada masing-masing jenis alat sambung pada sesaran 0,38 mm
Jenis Alat Sambung Kelompok Ketebalan Batang (cm) Beban Ijin (kg)
Paku 3 110
Hasil uji lanjut Duncan untuk mengetahui perbandingan rata-rata faktor
ketebalan batang terhadap beban ijin saat sesaran 0,80 mm ditunjukkan pada
Tabel 8.
Tabel 8 Uji lanjut Duncan faktor tebal batang pada sesaran 0,80 mm
Grup Duncan Tebal Batang (cm) Rata-rata Beban Ijin (kg)
A 5,5 204,14
Keterangan: Huruf yang sama menunjukkan pengaruh yang tidak berbeda nyata
Tabel 8 menunjukkan bahwa tebal batang B6 (5,5 cm) berbeda nyata dan
cm). Ketebalan batang 5,5 cm (B6) memberikan beban ijin yang paling tinggi
yaitu 204,14 kg sedangkan ketebalan batang 3 cm (B1) memberikan pengaruh
terhadap beban ijin yang paling rendah yaitu sebesar 177,89 kg. Secara umum
semakin tebal batang memberikan pengaruh terhadap beban ijin.
Untuk menentukan beban ijin sambungan batang kayu Acacia
mangium-pelat baja pada masing-masing jenis alat sambung pada sesaran 0,80 mm,
perlakuan ketebalan batang dapat dikelompokkan menjadi beberapa kelompok.
Tabel 9 Beban ijin sambungan batang kayu Acacia mangium-pelat baja pada masing-masing jenis alat sambung pada sesaran 0,80 mm
Jenis Alat Sambung Kelompok Ketebalan Batang (cm) Beban Ijin (kg)
Paku 3; 3,5; 4 340
Hasil uji lanjut Duncan untuk faktor ketebalan batang terhadap beban ijin
pada sesaran 1,50 mm ditunjukkan pada Tabel 10 berikut ini.
Tabel 10 Uji lanjut Duncan faktor tebal batang pada sesaran 1,50 mm
Grup Duncan Tebal Batang (cm) Rata-rata Beban Ijin (kg)
A 5,5 104,31
Keterangan: Huruf yang sama menunjukkan pengaruh yang tidak berbeda nyata
Hasil uji lanjut Duncan untuk faktor ketebalan batang pada sesaran 1,50
mm (Tabel 10) menunjukkan bahwa tebal batang 5,5 cm (B6) memberikan nilai
rata-rata beban ijin yang lebih besar dan menunjukkan perbedaan yang nyata
terhadap tebal batang 5 cm (B5), sedangkan tebal batang B5 tidak berbeda nyata
dengan B4 dan B3. Tebal batang 3 cm (B1) menghasilkan beban ijin yang terendah
dengan nilai 82,68 kg jauh di bawah tebal batang 5,5 cm (B6) yang menghasilkan
bahwa semakin tebal batang yang disambung maka beban ijin juga akan
meningkat.
Untuk menentukan beban ijin sambungan batang kayu Acacia
mangium-pelat baja pada masing-masing jenis alat sambung pada sesaran 1,50 mm,
perlakuan ketebalan batang dapat dibagi menjadi beberapa kelompok.
Tabel 11 Beban ijin sambungan batang kayu Acacia mangium-pelat baja pada masing-masing jenis alat sambung pada sesaran 1,50 mm
Jenis Alat Sambung Kelompok Ketebalan Batang (cm) Beban Ijin (kg)
Paku 3; 3,5 160
memiliki pola yang sama dengan uji lanjut Duncan pada sesaran 1,50 mm. Hasil
uji lanjut Duncan untuk faktor ketebalan batang terhadap beban ijin pada sesaran
5,00 mm disajikan dalam Tabel 12 berikut.
Tabel 12 Uji lanjut Duncan faktor tebal batang saat sesaran 5,00 mm
Grup Duncan Tebal Batang (cm) Rata-rata Beban Ijin (kg)
A 5,5 162,67
Keterangan: Huruf yang sama menunjukkan pengaruh yang tidak berbeda nyata
Dari hasil uji lanjut Duncan untuk faktor ketebalan batang saat sesaran
5,00 mm (Tabel 12) menunjukkan fenomena yang sama dengan hasil uji lanjut
Duncan untuk faktor ketebalan batang saat sesaran 1,50 mm (Tabel 10). Faktor
tebal batang 5,5 cm (B6) memiliki nilai yang lebih besar dan berbeda nyata
dibandingkan dengan tebal batang 5 cm (B5). Rata-rata beban ijin yang diberikan
paling rendah adalah 134,69 kg yaitu pada tebal batang 3 cm (B1). Di sini juga
terlihat bahwa ketebalan batang juga berpengaruh terhadap beban ijin.
Beban ijin sambungan batang kayu Acacia mangium-pelat baja pada
masing-masing jenis alat sambung pada sesaran 5,00 mm dapat ditentukan dengan
mengelompokkan perlakuan ketebalan batangseperti pada Tabel 13.
Tabel 13 Beban ijin sambungan batang kayu Acacia mangium-pelat baja pada masing-masing jenis alat sambung pada sesaran 5,00 mm
Jenis Alat Sambung Kelompok Ketebalan Batang (cm) Beban Ijin (kg)
Paku 3; 3,5; 4 300
Berdasarkan data hubungan jenis alat sambung dengan beban ijinnya maka
dapat dirumuskan model matematis menggunakan model regresi linier pada
program Microsoft Office Excel. Model matematis dari hubungan antar jenis alat
sambung dengan beban ijinnya pada sesaran 0,38 mm adalah y = -49,75x + 178,3
dengan R² = 0,815, pada sesaran 0,80 mm adalah y = -141,2x + 474 dengan R² =
0,822, pada sesaran 1,50 mm adalah y = -67,52x + 226,7 dengan R² = 0,801 dan
pada sesaran 5,00 mm adalah y = -128,8x + 404,5 dengan R² = 0,794. Model
matematis tersebut dapat menjelaskan respon (y) sebesar R2 untuk masing-masing
sesaran di mana (y) merupakan beban ijin per alat sambung. R2 tersebut
menerangkan besar pengaruh x terhadap y.
Berdasarkan data hubungan antara ketebalan batang dengan beban ijin
pada setiap sesaran dapat juga dirumuskan model matematis regresi linier. Pada
sesaran 0,38 mm model matematisnya adalah y = 4,581x + 65,09 dengan R² =
0,980, pada sesaran 0,80 mm adalah y = 5,568x + 172 dengan R² = 0,966, pada
sesaran 1,50 mm adalah y = 3,943x + 77,97 dengan R² = 0,942 dan pada sesaran
5,00 mm adalah y = 4,929x + 129,6 dengan R² = 0,936. Model matematis di atas
(y) tersebut merupakan beban ijin. R² tersebut menerangkan besar pengaruh x
terhadap y.
Berdasarkan semua penjelasan di atas dapat diketahui bahwa faktor-faktor
yang mempengaruhi beban ijin antara lain jenis alat sambung dan ketebalan
batang. Hasil penelitian ini menduga bahwa semakin kuat kekuatan alat sambung
maka beban ijin alat sambung akan meningkat. Demikian pula dengan ketebalan
batang, semakin tebal batang yang digunakan maka beban ijinnya juga akan
meningkat.
Untuk mendapatkan sambungan yang kuat sebaiknya komponen yang
digunakan pada sambungan memiliki kekuatan yang seimbang. Dalam penelitian
ini terlihat bahwa pasak bambu dan pasak kayu tidak dapat mengimbangi
kekuatan dari pelat sambung yang terbuat dari baja sehingga lebih cepat rusak
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan
Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa:
1. Jenis alat sambung paku memiliki beban ijin sambungan batang kayu
Acacia mangium-pelat baja yang paling tinggi, kemudian diikuti oleh alat
sambung pasak bambu dan yang paling rendah adalah pasak kayu.
2. Terdapat kecenderungan umum bahwa beban ijin sambungan batang kayu
Acacia mangium-pelat baja cenderung meningkat seiring dengan
meningkatnya ketebalan batang pada setiap sesaran. Dengan demikian,
berdasarkan ketentuan batasan sesaran yang ditetapkan oleh Amerika
Serikat, Australia dan Indonesia yaitu masing-masing pada sesaran 0,38
mm, 0,80 mm dan 1,50 mm, maka nilai beban ijin sambungan batang kayu
Acacia mangium-pelat baja untuk diameter yang sama dari alat sambung
paku, pasak bambu dan pasak kayu (5,2 mm) berbeda menurut kelompok
ketebalan batang sambungnya.
5.2 Saran
Saran yang dapat diberikan berdasarkan hasil penelitian ini adalah sebagai
berikut.
1. Pasak bambu memiliki potensi untuk menggantikan pasak kayu karena
memiliki kekuatan yang lebih tinggi sehingga perlu dikaji lebih lanjut
mengenai pasak bambu dengan berbagai diameternya.
2. Penggunaan pasak bambu dan pasak kayu dengan diameter kecil pada
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2010. Paku. Diunduh dari Http://www.wikipedia.org [15 Maret 2010].
. 1961. Peraturan Konstruksi Kayu Indonesia ( PKKI ) NI-1961. Lembaga Penyelidikan Masalah Bangunan, Departemen Pekerjaan Umum dan Tenaga Listrik. Yayasan Normalisasi Indonesia, Bandung.
Awaludin, A. 2005. Dasar-Dasar Perencanaan Sambungan Kayu (Mengacu pada SNI-5,2002). Jurusan Teknik Sipil. Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada. Biro Penerbit KMTS UGM. Yogyakarta.
Haygreen, J. G., dan Bowyer, J. L. 1996. Hasil Hutan dan Ilmu Kayu: Suatu Pengantar. Diterjemahkan oleh Dr. Ir. Sutjipto A. Hadikusumo. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Irmon. 2005. Pengaruh jumlah lamina bambu betung terhadap sifat fisis mekanis balok laminasi kayu sengon dengan sambungan pasak. Skripsi. Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor.
Malik, J., Adi S., Osly R. 2005. Sari hasil penelitian mangium (Acacia mangium
Wild.). http://www.dephut.go.id/penelitian/mangium.html [14 September 2010].
Mandang, Y.I. dan I.K.N. Pandit. 1997. Pedoman Identifikasi Jenis Kayu di Lapangan. Yayasan PORSEA Bogor dan Pusat Pendidikan dan Latihan Pegawai dan Sumber Daya Kehutanan. Bogor.
Pun,C.Y. 1987. Structural Timber Joints. Malayan Forest Record No.32 Forest Research Institut Malaysia. Kuala Lumpur.
Rochimah, I. 2005. Keteguhan lentur balok laminasi mekanis tiga jenis kayu menurut berbagai jarak baut. Skripsi. Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Sriyanto. 2009. Kekuatan sambungan tarik double shear balok kayu-pelat baja menurut diameter dan jumlah paku pada sesaran tertentu. Skripsi. Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor.
Sadiyo, S. dan Agustina, S. 2004. Kajian Hubungan Antara Kekuatan Sambungan Paku dengan Diameter Paku dan Berat Jenis Pada Beberapa Kayu Indonesia. Jurnal Ilmu Dan Teknologi Kayu Tropis. Vol.3, No.1. Januari 2005. Masyarakat Peneliti Kayu Indonesia.
Tular dan Idris, 1981. Sekilas Mengenai Struktur Bangunan Kayu di Indonesia. Proceeding Lokakarya Standarisasi Kayu Bangunan. Departemen Hasil Hutan, Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Wiryomartono, S. 1977. Konstruksi Kayu. Bahan Kuliah Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Gajah Mada, Yogyakarta.
Wulandari, E. Y. 2008. Pengaruh diameter dan jumlah paku terhadap kekuatan
sambungan double shear pada balok kayu nangka (Artocarpus
Lampiran 2
Hasil Pengujian Sifat Fisis
Contoh uji Ulangan Volume (cm3) BKU (gr) BKT (gr) KA (%) Kerapatan (gr/cm3) BJ
A1B1 1 125.060 74.727 65.600 13.913 0.598 0.525
2 125.438 79.329 68.759 15.373 0.632 0.548
3 124.168 74.062 63.810 16.066 0.596 0.514
4 129.165 80.211 68.930 16.366 0.621 0.534
5 128.527 75.861 65.924 15.073 0.590 0.513
Rata-rata 126.472 0.608 0.527
A1B2 1 127.890 77.922 67.983 14.620 0.609 0.532
2 123.494 70.127 59.264 18.330 0.568 0.480
3 128.584 78.558 68.025 15.484 0.611 0.529
4 127.064 78.150 67.546 15.699 0.615 0.532
5 127.192 77.608 68.546 13.220 0.610 0.539
Rata-rata 126.845 0.603 0.522
A1B3 1 128.274 80.648 69.599 15.875 0.629 0.543
2 125.495 71.827 62.020 15.813 0.572 0.494
3 129.297 78.145 68.398 14.250 0.604 0.529
4 125.431 76.275 66.451 14.784 0.608 0.530
5 126.569 77.019 68.630 12.224 0.609 0.542
Rata-rata 127.013 0.604 0.528
A1B4 1 127.952 80.131 70.389 13.840 0.626 0.550
2 127.757 85.685 74.096 15.641 0.671 0.580
3 130.128 79.381 69.301 14.545 0.610 0.533
Lampiran 2 (lanjutan)
5 127.579 79.900 70.651 13.091 0.626 0.554
Rata-rata 128.911 0.623 0.538
A3B6 1 128.023 81.183 69.742 16.405 0.634 0.545
2 127.388 79.245 70.335 12.668 0.622 0.552
3 127.641 66.231 58.975 12.304 0.519 0.462
4 128.143 81.020 70.791 14.450 0.632 0.552
5 127.242 79.361 69.167 14.738 0.624 0.544
Lampiran 4
Hasil Pengukuran Beban Ijin Per Alat Sambung
Contoh uji Ulangan Sesaran (mm)
Lampiran 5
Analisis ragam beban ijin per alat sambung pada sesaran 0,38 mm
Uji lanjut Duncan faktor jenis alat sambung pada sesaran 0,38 mm
Grup Duncan Rata-rata Beban Ijin Alat Sambung (kg)
Jumlah Contoh Uji Alat Sambung
A 142,25 30 A1
B 51,52 30 A2
C 42,75 30 A3
Uji lanjut Duncan faktor tebal batang pada sesaran 0,38 mm
Grup Duncan Rata-rata Kekuatan
Analisis ragam beban ijin per alat sambung pada sesaran 0,8 mm
Sumber
Uji lanjut Duncan faktor jenis alat sambung pada sesaran 0,80 mm
Grup Duncan Rata-rata Beban Ijin Alat Sambung (kg)
Jumlah Contoh Uji Alat Sambung
Lampiran 5 (lanjutan)
Uji lanjut Duncan faktor tebal batang pada sesaran 0,80 mm
Grup Duncan Rata-rata Kekuatan
Analisis ragam beban ijin per alat sambung pada sesaran 1,50 mm
Sumber
Uji lanjut Duncan faktor jenis alat sambung pada sesaran 1,50 mm
Grup Duncan Rata-rata Beban Ijin Alat Sambung (kg)
Jumlah Contoh Uji Alat Sambung
A 178,68 30 A1
B 52,92 30 A2
C 43,63 30 A3
Uji lanjut Duncan faktor tebal batang pada sesaran 1,50 mm
Grup Duncan Rata-rata Kekuatan
Analisis ragam beban ijin per alat sambung pada sesaran 5,00 mm
Lampiran 5 (lanjutan)
Uji lanjut Duncan faktor jenis alat sambung pada sesaran 5,00 mm
Grup Duncan Rata-rata Beban Ijin Alat Sambung (kg)
Jumlah Contoh Uji Alat Sambung
A 313,55 30 A1
B 71,28 30 A2
C 55,93 30 A3
Uji lanjut Duncan faktor tebal batang pada sesaran 5,00 mm
Grup Duncan Rata-rata Kekuatan
Sambungan (kg)
Jumlah Contoh Uji
Tebal Batang
A 162,67 15 B6
B 150,90 15 B5
BC 147,62 15 B4
BC 144,59 15 B3
CD 141,07 15 B2