• Tidak ada hasil yang ditemukan

Evaluasi pengelolaan lanskap Wisata Bahari Taman Nasional Bunaken Sulawesi Utara

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Evaluasi pengelolaan lanskap Wisata Bahari Taman Nasional Bunaken Sulawesi Utara"

Copied!
401
0
0

Teks penuh

(1)

TAMAN NASIONAL BUNAKEN SULAWESI UTARA

WAODE KHAIRUNNISA

DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

MAKALEW.

Lanskap wisata bahari Taman Nasional Bunaken merupakan Taman Nasional yang menjadi taman laut pertama di Indonesia sekaligus tempat wisata khususnya wisata bahari. Saat ini lanskap wisata bahari tersebut, sangat ramai dikunjungi oleh pengunjung baik dalam negeri maupun mancanegara. Taman Nasional Bunaken sebagai lanskap wisata bahari memerlukan sistem pengelolaan lanskap wisata yang dilaksanakan dengan baik. Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis daya dukung, kesesuaian wisata, dan kenyamanan pengunjung Taman Nasional Bunaken, mengevaluasi pengelolaan lanskap wisata bahari Taman Nasional Bunaken, dan membuat rekomendasi pengelolaan lanskap wisata bahari berbasis ekologi di Taman Nasional Bunaken.

Penelitian dilakukan di Taman Nasional Bunaken yang berada di Sulawesi Utara tepatnya di Pulau Bunaken. Adapun zona-zona yang dilibatkan dalam penelitian ini di antaranya zona rimba, zona pemanfaatan pariwisata, zona pemanfaatan umum, zona khusus daratan, dan zona tradisional. Penelitian ini berlangsung dari tahap inventarisasi hingga pengolahan data pada bulan Januari sampai dengan Mei 2011. Analisis yang dilakukan meliputi analisis deskriptif terhadap potensi dan kendala dalam pengelolaan lanskap wisata di Taman Nasional Bunaken. Analisis secara kuantitatif terhadap daya dukung ekologis, kesesuaian wisata untuk wisata bahari, dan kenyamanan pengunjung menurut Yulianda (2007), karakteristik dan persepsi pengunjung, masyarakat, dan pengelola berdasarkan kuesioner, dan evaluasi faktor internal-eksternal dalam pengelolaan lanskap wisata bahari Taman Nasional Bunaken menggunakan SWOT (Strength-Weakness-Opportunity-Threat) untuk menentukan strategi pengelolaan lanskap wisata bahari berbasis ekologi.

(3)

Dari evaluasi faktor internal dan eksternal berdasar analisis SWOT dalam pengelolaan lanskap wisata bahari Taman Nasional Bunaken, diperoleh beberapa kekuatan dan kelemahan serta peluang dan ancaman. Kekuatannya adalah memiliki sumber daya hayati yang sangat beragam, tapak yang luas, lanskap memiliki nilai yang indah dan nyaman, pelayanan yang baik, dan keinginan masyarakat yang besar untuk terlibat dalam pengelolaan lanskap wisata bahari Taman Nasional Bunaken. Kelemahannya adalah kurangnya pemeliharaan fasilitas dan atraksi wisata, terdapat konflik penggunaan area, jadwal program wisata tidak terstruktur, kegiatan wisata melebihi daya dukung, lingkungan yang kotor, desain Taman Nasional Bunaken kurang bagus, kurang bervariasinya paket-paket, pembayaran tiket masuk yang kurang ketat, dan keterbatasan sumber daya untuk pengamanan lanskap. Adapun peluangnya yaitu lokasinya berada pada

coral triangle, co-management dengan berbagai pihak, peningkatan pengunjung, dan potensi wisata selain wisata selam dan snorkling. Ancamannya yaitu faktor alam dan kerusakan karang dan hilangnya beberapa spesies sumber daya yang unik seperti ikan-ikan hias.

Faktor Internal dan eksternal yang telah dievaluasi menghasilkan strategi pengelolaan lanskap wisata yang tepat untuk pengelolaan lanskap wisata bahari Taman Nasional Bunaken. Strategi yang diperoleh menjadi rekomendasi terhadap pengelolaan lanskap wisata bahari Taman Nasional Bunaken. Strategi tersebut terdiri dari 1) peningkatan efektivitas kerja masing-masing pihak-pihak yang terkait dalam pengelolaan lanskap wisata Taman Nasional Bunaken agar kebersihan, keindahan, kenyamanan, serta keamanan pengunjung terus ditingkatkan, 2) melestarikan dan mengelola sumber daya hayati yang beragam berdasarkan daya dukungnya, menambah program wisata, atraksi wisata yang lebih atraktif, dan menambah fasilitas di area yang selama ini pemanfaatannya belum maksimal, 3) mendukung dan menjalankan kebijakan-kebijakan yang telah dibuat oleh pihak Balai Taman Nasional Bunaken, 4) meningkatkan pelayanan pengunjung dan melakukan promosi sehingga jumlah pengunjung meningkat, 5) menyusun jadwal program dan paket wisata serta menambah variasi paket wisata dan atraksi wisata di bagian daratannya agar lebih memudahkan pengunjung dalam memenuhi kebutuhan wisatanya, 6) menjaga hubungan kerjasama yang baik dengan pihak-pihak yang terkait serta pengelolaan yang melibatkan masyarakat dalam lanskap, 7) meningkatkan kegiatan pemeliharaan sumber daya alam dan fasilitas wisata dalam lanskap serta membatasi penggunaan tapak terutama pada penggunaan, 8) memberlakukan hari dimana Taman Nasional Bunaken tidak beroperasi untuk mengistirahatkan tapak sehingga sumber daya alam sebagai objek wisata yang ada di dalamnya dapat terjaga daya dukung ekologisnya, 9) membatasi jumlah pengunjung terutama yang akan melakukan wisata selam dan snorkling dengan membuat atraksi wisata di bagian daratan sehingga pengunjung tidak hanya terpusat pada bagian lautnya, dan 10) menyiapkan transportasi laut dengan peralatan keselamatan yang lengkap dan penyebaran informasi mengenai cuaca setiap waktu di Taman Nasional Bunaken melalui setiap pelabuhan-pelabuhan kapal boat yang ada di luar lanskap Taman Nasional Bunaken.

(4)

penjadwalan kerja. Pengelolaan wisata meliputi pengunjung dan waktu kunjungan, obyek wisata, biaya wisata, tiket masuk, dan sebagainya. Pengelolaan atraksi wisata bahari merupakan penyusunan program paket wisata bahari dan program paket atraksi wisata bahari. Dengan adanya rekomendasi pengelolaan lanskap wisata bahari tersebut, pengunjung diharapkan memperoleh kepuasan secara fisik dan psikis secara maksimal, begitu pula dengan kondisi lingkungan sumber daya alam lanskap wisata bahari Taman Nasional Bunaken juga tetap ekologis.

(5)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini, saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul :

EVALUASI PENGELOLAAN LANSKAP WISATA BAHARI TAMAN NASIONAL BUNAKEN SULAWESI UTARA

adalah benar merupakan hasil karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan dari penulis lain, telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan pada Daftar Pustaka skripsi ini.

Bogor, Juli 2011

(6)

® Hak Cipta Milik Waode Khairunnisa (IPB), tahun 2011 Hak Cipta dilindungi Undang-undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah, dan pengutipan tersebut tidak merugikan IPB.

(7)

EVALUASI PENGELOLAAN LANSKAP WISATA BAHARI

TAMAN NASIONAL BUNAKEN SULAWESI UTARA

WAODE KHAIRUNNISA

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Pertanian pada

Departemen Arsitektur Lanskap

DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(8)

Judul : Evaluasi Pengelolaan Lanskap Wisata Bahari Taman Nasional Bunaken Sulawesi Utara

Nama : Waode Khairunnisa NRP : A44070005

Departemen : Arsitektur Lanskap

Disetujui, Dosen Pembimbing

Dr. Ir. Afra D. N. Makalew, M.Sc. NIP. 19650119 198903 2 001

Diketahui,

Ketua Departemen Arsitektur Lanskap Fakultas Pertanian

Institut Pertanian Bogor

Dr. Ir. Siti Nurisjah, MSLA NIP. 19480912 197412 2 001

(9)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan atas kehadirat dan rahmat Allah SWT yang telah memberi kesehatan, kekuatan, dan kemauan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Evaluasi Pengelolaan Lanskap Wisata

Bahari Taman Nasional Bunaken Sulawesi Utara”. Skripsi ini merupakan hasil

dari penelitian yang telah dilakukan tentang pentingnya pengelolaan lanskap pada suatu lanskap wisata dan merupakan salah satu syarat memperoleh gelar sarjana dari Departemen Arsitektur Lanskap, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penyelesaian skripsi ini tidak terlepas dari bantuan segenap pihak yang terus mendukung dan memberi semangat selama proses penulisan skripsi ini. Sebagai bentuk rasa syukur kepada Allah SWT, penulis ingin memberikan ucapan terima kasih kepada Dr. Ir. Afra D. N. Makalew, M.Sc. selaku dosen pembimbing skripsi atas masukan, arahan, bimbingan, semangat, dukungan, waktu, dan kesabaran yang telah diberikan kepada penulis selama perkuliahan hingga penyusunan skripsi ini. Kepala Balai Taman Nasional Bunaken (Bapak Ir. Edy Sutiyarto) dan seluruh staf pegawai Balai Taman Nasional Bunaken terutama Bapak Eko, Bapak Taufik, Bapak Freits, Mas Yuyus, Mas Uyun, Mbak Clara, dan Ibu Arma yang telah membantu penulis selama penelitian, teman-teman ARL 44, teman-teman kosan Amany, dan Wisma Blobo, serta teman-teman TPB dan saudara Muchamad Gufron atas bantuan, saran, dan motivasinya. Ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada ayahanda Ir. Laode Asier Tira, M.Si. serta Ibunda Dra. Rabitha Husain dan adik-adik (Ma’ruf, Sofiah, Amri, dan Olin) yang telah banyak membantu dan memberikan semangat, kasih sayang, dukungan, dan doa yang tulus kepada penulis.

Penulis sangat berharap semoga skripsi ini dapat diterima dengan baik dan memberikan manfaat dan hasil yang baik sesuai dengan yang diharapkan bagi Balai Taman Nasional Bunaken dan pihak lain yang memerlukan. Kritik serta saran akan diterima dengan tangan terbuka karena sangat membantu penulis.

(10)

1989. Penulis merupakan anak pertama dari empat bersaudara dari Ayahanda Ir. Laode Asier Tira, M.Si dan Ibunda Dra. Hj. Rabitha Husain.

Pendidikan penulis diawali pada tahun 1995 dan menyelesaikan Taman Kanak-kanak (TK) di TK Angkasa Pura II Makassar pada tahun 1996. Pada tahun 2001 penulis lulus dari SD Inpres Pajayang Makassar. Kemudian pada tahun 2004 penulis menyelesaikan studi di SLTP Negeri 25 Makassar. Selanjutnya pada tahun 2007 penulis lulus dari SMA Negeri 5 Makassar. Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB) pada tahun 2007 melalui jalur USMI sebagai mahasiswa Tingkat Persiapan Bersama (TPB) dan diterima sebagai mahasiswa Departemen Arsitektur Lanskap, Fakultas Pertanian pada tahun 2008.

Selama menjalankan studi di IPB, penulis juga mengikuti kegiatan-kegiatan di luar akademik, seperti menjadi anggota Himpunan Mahasiswa Arsitektur Lanskap (HIMASKAP) dan anggota Organisasi Mahasiswa Daerah (OMDA) IKAMI SULSEL. Penulis juga pernah mengikuti kegiatan magang di Dinas Cipta Karya dan Tata Kota (Dinas Pertamanan) Kota Bogor pada tahun 2009.

(11)

DAFTAR ISI

2.3.2. Pengelolaan Lanskap Wisata ... 16

2.3.3. Pengelolaan Lanskap Pesisir Secara Terpadu ... 17

2.4. Pariwisata ... 20

3.4.3. Pengolahan Data dan Analisis... 34

3.4.3.1. Analisis Kesesuaian Wisata. ... 35

4.1.1. Letak Geografis dan Wilayah Administratif ... 42

(12)

4.2.4. Kondisi Daerah Aliran Sungai (DAS) dan Sumber Daya Air ... 46

4.2.4.1. Kondisi Daerah Aliran Sungai (DAS) ... 46

4.2.4.2. Sumber Daya Air ... 47

4.2.5. Erosi dan Sedimentasi ... 47

4.2.6. Iklim ... 48

4.2.7. Kondisi Perairan ... 51

4.2.8. Tata Guna Lahan ... 51

4.2.9. Lanskap dilindungi dan dikembangkan ... 53

4.2.10. Ekosistem dan Keanekaragaman Hayati ... 54

4.2.11. View ... 62

4.2.12. Arsitektural ... 65

4.3. Aspek Sosial dan Ekonomi ... 66

4.3.1. Kependudukan ... 66

4.3.2. Jumlah Pengunjung ... 68

4.4. Aspek Pengelolaan Taman Nasional Bunaken (TNB) ... 69

4.4.1. Struktur Organisasi ... 69

4.4.2. Sarana dan Prasarana ... 70

4.4.3. Tenaga Kerja dan Penjadwalan ... 70

4.4.4. Pengelolaan Karcis Masuk TNB ... 71

4.4.5. Pengelola TNB ... 71

5.2.1. Karakteristik dan Persepsi Pengunjung ... 79

5.2.2. Karakteristik dan Persepsi Masyarakat ... 96

5.2.3. Persepsi Pengelola ... 105

5.3. Lanskap Wisata... 108

5.3.1. KesesuaianWisata ... 108

5.3.2. Daya Dukung Ekologis ... 110

5.3.3. Kenyamanan Pengunjung Wisata ... 113

5.3.4. Pengelolaan Lanskap Wisata ... 113

5.4. Analisis dan Evaluasi faktor Inter-Eksternal Lanskap TNB ... 115

5.5. Sintesis ... 124

5.6. Rekomendasi Pengelolaan Lanskap Wisata ... 128

5.6.1. Pengelolaan Fisik Lanskap Wisata Bahari TNB ... 128

5.6.2. Pengelolaan Sumber Daya Manusia Lanskap Wisata Bahari TNB ... 133

(13)

BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN ... 152

6.1. Kesimpulan ... 152

6.2. Saran ... 153

DAFTAR PUSTAKA ... 154

(14)

1 Data yang dibutuhkan untuk penelitian ... 33

2 Matriks SWOT ... 40

3 Luas daratan pulau-pulau dalam TNB ... 43

4 Aksesibilitas transportasi laut ke TNB... 44

5 Curah hujan tahunan di TNB ... 48

6 Kelembaban rata-rata TNB Tahun 2005-2009... 49

7 Suhu udara rata-rata, maks, dan min TNB Tahun 2005-2009 ... 49

8 Lama penyinaran matahari TNB ... 50

9 Frekuensi (%) kecepatan angin di laut lepas Sulawesi Utara ... 50

10 Kecepatan angin TNB tahun 2005-2009 ... 50

11 Kondisi tutupan karang hidup TNB ... 54

12 Luas terumbu karang di TNB ... 55

13 Luasan hutan mangrove di TNB ... 58

14 Komunitas hutan bakau TNB ... 58

15 Persepsi pengunjung terhadap sarana/prasarana TNB ... 95

16 Persepsi masyarakat terhadap ketersediaan sarana/prasarana di TNB ... 101

17 Indeks kesesuaian untuk wisata snorkling TNB ... 109

18 Indeks kesesuaian untuk wisata selam TNB ... 110

19 Pemanfaatan kegiatan wisata bahari TNB ... 111

(15)

DAFTAR GAMBAR

No. Teks Halaman

1 Kerangka pikir penelitian ... 4

2 Kerangka pariwisata pesisir dan bahari ... 27

3 Lokasi penelitian ... 31

4 Diagram analisis SWOT ... 39

5 Peta eksisting TNB ... 43

6 Peta Zonasi Pulau Bunaken ... 53

7 Jumlah Cot’s yang diangkat di TNB ... 57

8 Darmaga TNB ... 62

9 Pintu masuk TNB ... 63

10 Icon Coelacanth simbol TNB ... 63

11 Pemandangan dari bagian Welcome Area TNB ... 63

12 Pemandangan tanaman mangrove dalam lanskap TNB ... 64

13 Pemandangan bawah laut sebagai objek wisata utama TNB ... 64

14 Fasilitas penginapan dan fasilitas kios penyewaan alat selam dan snorkling ... 64

15 Pemandangan kondisi jalan sebagai aksesibilitas antar kelurahan dalam lanskap TNB dan pemandangan ke arah laut dari ketinggian di Pulau Bunaken sebelah utara ... 65

16 Pemandangan darmaga dan kondisi laut pada musim angin barat... 65

17 Karakter bangunan alami yang khas dan unik ... 66

18 Ciri khas dari material kayu pada bangunan penginapan ... 66

19 Ciri khas material kayu dari hard material ... 66

20 Arsitektur bangunan Visitor Centre ... 66

21 Jumlah pengunjung TNB periode 2001-2009 ... 69

22 Jumlah pengunjung TNB periode 2010 ... 69

23 Peta kondisi tanah di Pulau Bunaken ... 76

24 Peta kondisi topografi di Pulau Bunaken ... 77

25 Peta kondisi erosi di Pulau Bunaken ... 78

(16)

30 Karakteristik pengunjung berdasarkan pekerjaan ... 83

31 Karakteristik pengunjung berdasarkan daerah asal ... 83

32 Karakteristik pengunjung berdasarkan frekuensi kunjungan ... 84

33 Karakteristik pengunjung berdasarkan lama kunjungan ... 85

34 Karakteristik pengunjung berdasarkan pendamping saat berkunjung ... 86

35 Karakteristik pengunjung berdasarkan tujuan berkunjung ... 87

36 Karakteristik pengunjung berdasarkan aktivitas yang dilakukan di TNB ... 87

37 Karakteristik pengunjung berdasarkan obyek wisata yang disenangi ... 88

38 Karakteristik pengunjung berdasarkan program tambahan yang diinginkan ... 89

39 Karakteristik pengunjung berdasarkan tingkat kepuasan... 89

40 Karakteristik pengunjung berdasarkan harapan untuk keberlanjutan TNB ... 90

41 Persepsi pengunjung terhadap desain TNB ... 92

42 Persepsi Pengunjung terhadap pengelolaan TNB ... 93

43 Karakteristik masyarakat berdasarkan jenis kelamin ... 97

44 Karakteristik masyarakat berdasarkan usia ... 98

45 Karakteristik masyarakat berdasarkan pendidikan terakhir ... 99

46 Karakteristik masyarakat berdasarkan pekerjaan ... 99

47 Karakteristik masyarakat berdasarkan daerah asal ... 99

48 Persepsi masyarakat terhadap kualitas ekologi TNB ... 103

49 Keterlibatan masyarakat dalam usaha wisata di TNB ... 104

50 Matriks internal-eksternal TNB ... 122

51 Rencana paket wisata bahari setengah hari di TNB ... 145

52 Rencana paket wisata bahari satu hari di TNB ... 147

(17)
(18)

1. Kesesuaian untuk wisata bahari kategori snorkling ... 159

2. Kesesuaian untuk wisata bahari kategori selam ... 160

3. Potensi ekologis pengunjung (K) dan luas area kegiatan (Lt) ... 161

4. Waktu yang dibutuhkan untuk kegiatan wisata ... 161

5. Kuesioner untuk wawancara ... 162

6. Lembar daftar pertanyaan dengan pengelola dan masyarakat ... 165

7. Daftar tanaman mangrove yang ada di TNB ... 166

8. Tipe-tipe tanah yang terdapat di TNB dan sekitarnya ... 170

9. Zona inti TNB ... 171

10. Zona rimba TNB ... 171

11. Zona pemanfaatan pariwisata TNB ... 172

12. Zona pemanfaatan umum TNB ... 172

13. Zona tradisional TNB ... 173

14. Zona khusus daratan TNB ... 173

15. Luas zonasi TNB ... 173

16. Potensi bencana alam di TNB ... 174

17. Komposisi terumbu karang di TNB ... 174

18. Komunitas karang TNB ... 175

19. Jenis-jenis ikan laut TNB ... 175

20. Luasan padang lamun di TNB ... 176

21. Spesies yang dilindungi di TNB ... 177

22. Jenis paus dan lumba-lumba di TNB ... 178

23. Luas dan batas desa/kelurahan ... 179

24. Jumlah penduduk di lanskap TNB ... 180

25. Adat dan budaya berbagai etnis di TNB ... 180

26. Keadaan penduduk berdasarkan budaya dan bahasa ... 182

27. Struktur organisasi Balai TNB ... 183

28. Pengusaha divecenter dalam lanskap TNB ... 184

(19)

30. Tingkat kepentingan faktor eksternal TNB ... 185

31. Nilai bobot faktor strategis internal TNB ... 186

32. Nilai bobot faktor strategis eksternal TNB ... 186

33. Matriks Internal Factor Evaluation (IFE) TNB ... 186

34. Matriks External Factor Evaluation (EFE) TNB ... 187

(20)

terkait dengan pengembangan kepariwisataan. Salah satunya pengembangan wisata alam, dimana kegiatan wisata alam merupakan suatu bentuk industri yang minimal dalam mengeksploitasi atau merusak keberadaan serta kelestarian sumber daya alam. Selain itu juga minimal dalam menghasilkan bahan – bahan yang mencemari lingkungan, sehingga peluang pengembangannya akan menduduki prioritas yang tinggi (Nurisyah, 2000).

Menurut Gunn (1994), wisata alam merupakan kegiatan wisata dengan atraksi utamanya adalah sumber daya alam yang terdiri dari lima bentukan dasar alam, yaitu air, perubahan topografi, flora, fauna, dan iklim. Bentuk sumberdaya alam yang sangat umum untuk dikembangkan adalah air seperti telaga, danau, laut, air terjun, dan sebagainya. Selain itu potensi alam seperti daerah yang memiliki perbedaan ketinggian tertentu dan modifikasi lanskap serta flora dan fauna endemik yang sangat bervariatif akan sangat menarik bagi pengunjung.

Salah satu wisata alam adalah wisata bahari yaitu satu bentuk wisata yang berorientasi terhadap lingkungan bahari (lautan). Jenis wisata ini memanfaatkan lautan sebagai sumber daya pariwisata, baik secara langsung (berperahu, berenang, snorkling, menyelam, memancing, dan lainnya) maupun tidak langsung (kegiatan wisata yang dilakukan di bagian daratannya seperti olahraga pantai dan piknik untuk menikmati atmosfer lautan atau kegiatan lainnya).

(21)

Taman Nasional Bunaken (TNB) merupakan Taman Nasional yang secara resmi didirikan pada tahun 1991 dan menjadi salah satu taman laut pertama di Indonesia. Provinsi Sulawesi Utara memiliki kesempatan untuk memaksimalkan pendapatan dari sektor wisata, terutama dari wisata bahari. Berdasarkan data dari Dinas Pariwisata SULUT (1998) dilaporkan bahwa 77,57 % pengunjung yang datang ke daerah ini mengunjungi dan menikmati objek wisata bawah air khususnya di TNB. Hal tersebut disebabkan karena Taman Nasional ini telah dikenal sebagai pulau dengan wisata bahari yang mempesona. Pulau Bunaken memiliki beberapa objek wisata andalan yang tidak kalah menariknya seperti wisata pantai dan wisata pesisirnya. Berbagai sarana dan prasarana serta fasilitas pendukung yang telah dibangun oleh pemerintah daerah yang menunjukkan perhatian besar guna memberikan kenyamanan kepada seluruh pengunjung.

Sebuah lanskap wisata yang dikelola dengan baik akan mampu memberikan pengalaman berikut suguhan lanskap yang menarik, baik berupa lanskap alami maupun lanskap buatan. Kenyamanan dan kepuasan akan muncul sesuai dengan keinginan dan tujuan pengunjung dalam berwisata sehingga suatu objek wisata dapat dilihat keindahan panoramanya, seperti laut, pesisir, pantai, gunung, hutan, dan air terjun.

Pemanfaatan dan pengembangan suatu potensi pariwisata (objek wisata) harus memperhatikan faktor lingkungan, sosial, dan pengelolaan sesuai dengan peruntukkan dan tujuan pengembangan suatu lanskap. Pemanfaatan obyek – obyek wisata termasuk obyek wisata bahari perlu dilestarikan dan ditingkatkan guna kelangsungan usaha wisata itu sendiri. Apabila pemanfaatan lanskap wisata telah mencapai tingkat yang tinggi maka untuk pengembangan selanjutnya diperlukan strategi – strategi tertentu guna mempertahankan kondisi yang telah ada menjadi lebih baik lagi. Sebaliknya bila tingkat pemanfaatannya masih rendah, maka dibutuhkan program untuk memanfaatkan potensi yang ada secara optimal.

(22)

kualitas ekologis, estetika, dan jumlah pengunjung. Oleh karena itu diperlukan suatu sistem pengelolaan lanskap wisata berbasis ekologi dan menjadi rekomendasi pengelolaan lanskap wisata bagi pengelolaan lanskap wisata bahari di TNB, Sulawesi Utara.

1.2. Tujuan

Tujuan penelitian, yaitu:

1. menganalisis daya dukung, kesesuaian wisata, dan kenyamanan pengunjung TNB,

2. mengevaluasi pengelolaan lanskap wisata bahari TNB, dan

3. membuat rekomendasi pengelolaan lanskap wisata bahari berbasis ekologi di TNB.

1.3. Manfaat

Manfaat dari kegiatan penelitian diharapkan dapat berguna :

1. bagi Balai Pengelolaan TNB sebagai bahan masukan untuk pengelolaan lanskap wisata bahari TNB berbasis ekologi dan

2. sebagai bahan evaluasi pengelolaan lanskap wisata bahari bagi Balai Pengelolaan TNB.

1.4. Kerangka Pikir

(23)

kenyamanan, karakteristik dan persepsi masyarakat, serta persepsi pengelola mengenai lanskap wisata tersebut.

Hasil analisis berupa evaluasi dari potensi-potensi dan kendala yang ada pada lanskap wisata bahari. Evaluasi tersebut disusun dengan membuat rekomendasi bentuk – bentuk pengelolaan lanskap wisata bahari TNB yang ekologi. Dengan demikian tercapailah sistem pengelolaan yang tepat dan menjadikan lanskap wisata tersebut berkelanjutan seiring dengan peningkatan kualitas ekologis dan estetika agar meningkatkan jumlah pengunjung. Adapun alur kerangka pikir penelitian dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1 Kerangka pikir penelitian

(24)

2.1. Taman Nasional

Menurut Arief (2001) taman nasional adalah lanskap pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli dan dikelola dengan sistem zonasi. Lanskap ini dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu pengetahuan, menunjang budi daya, pariwisata, dan rekreasi. Ketetapan pembagian zonasi diberikan batasan atau kriteria berdasarkan kandungan jenis tumbuhan dengan kerapatan tertentu, ciri khas habitat beserta satwanya ataupun yang endemik. Kriteria batasan dalam penetapan zonasi taman nasional adalah sebagai berikut :

1. zona inti, yaitu mengandung jenis tumbuhan > 200 jenis spesies/1.000 hektar, mengandung jenis tumbuhan endemik, mengandung ekosistem khas, merupakan habitat/daerah jelajah satwa yang dilindungi, dan mengandung tumbuhan langka/dilindungi,

2. zona rimba, yaitu mengandung jenis tumbuhan 200 spesies/1.000 hektar, mengandung tegakan dan rapatan > 100 batang/hektar, dan merupakan habitat/daerah jelajah satwa liar,

3. zona pemanfaatan, yaitu mengandung objek wisata yang menarik dan memungkinkan dikembangkan sebagai pusat kunjungan,

4. zona pemanfaatan tradisional, yaitu lebih dari 25 % kebutuhan pokok warga desa setempat tergantung pada lanskap taman nasional, berdekatan dengan wilayah desa, dan mempunyai ekosistem yang tidak asli, dan

5. zona rehabilitasi, yaitu kandungan tegakan < 100 batang/hektar, merupakan daerah tangkapan air potensial, merupakan koridor satwa liar, dan mempunyai ekosistem yang asli.

(25)

1. zona inti, yaitu zona secara khusus diperuntukkan bagi upaya perlindungan dan pelestarian, maka dalam zona ini tidak diperbolehkan adanya kegiatan pengunjung kecuali kegiatan penelitian. Kedudukan zona ini sama dengan cagar alam ata suaka margasatwa,

2. zona rimba, yaitu zona yang dapat dikunjungi dengan berbagai kegiatan rekreasi, tetapi dalam batas-batas tertentu. Kegiatan yang ada umumnya suatu pengelolaan habitat dan pembuatan jalan setapak atau paling sedikit wisata alam terbatas, dan

3. zona pemanfaatan intensif, yaitu zona yang dialokasikan untuk menampung bentuk kegiatan rekreasi dan penyediaan sarana untuk pengelolaan, misalnya kantor dan stasiun penelitian, bumi perkemahan, tempat parkir, dan lain-lain. Zona ini mudah dicapai oleh pengunjung dan memiliki manfaat yang jelas bagi wilayah tersebut. Zona ini sama dengan hutan wisata/taman wisata atau wana wisata.

2.2. Lanskap Pesisir dan Lanskap Pantai 2.2.1. Lanskap Pesisir

Dahuri et al. (2004) mendefinisikan lanskap pesisir sebagai suatu lanskap peralihan antara daratan dan lautan. Apabila ditinjau dari garis pantai (coast line), maka suatu lanskap pesisir memiliki dua macam batas, yaitu : batas yang sejajar garis pantai (long shore) dan batas yang tegak lurus terhadap garis pantai (cross shore). Definisi lanskap pesisir yang digunakan di Indonesia adalah daerah pertemuan antara darat dan laut; ke arah darat lanskap pesisir meliputi bagian daratan baik kering maupun terendam air, yang masih dipengaruhi sifat-sifat laut seperti pasang surut, angin laut, dan perembesan air asin; sedangkan ke arah laut lanskap pesisir mencakup bagian laut yang masih dipengaruhi oleh proses-proses alami yang terjadi di darat seperti sedimentasi dan aliran air tawar, maupun yang disebabkan oleh kegiatan manusia di darat seperti penggundulan hutan dan pencemaran.

(26)

limbah yang masuk. Apabila limbah tersebut melampaui kemampuan asimilasi perairan pesisir, maka kerusakan ekosistem dalam bentuk pencemaran akan terjadi.

Dalam suatu lanskap pesisir terdapat satu atau lebih ekosistem dan sumber daya pesisir. Ekosistem pesisir dapat bersifat alami ataupun buatan (man-made). Ekosistem alami yang terdapat di lanskap pesisir antara lain : terumbu karang (coral reef), hutan mangrove, padang lamun, pantai berpasir (sandy beach), formasi pes-caprae, formasi baringtonia, estuaria, laguna, dan delta. Sementara itu, ekosistem buatan antara lain : tambak, sawah pasang surut, lanskap pariwisata, lanskap industri, agroindustri, dan lanskap pemukiman. Sumber daya di lanskap pesisir terdiri dari sumberdaya alam yang dapat pulih dan sumber daya alam yang tidak dapat pulih. Sumber daya yang dapat pulih antara lain meliputi sumber daya perikanan (plankton, bentos, ikan, moluska, krustaceae, mamalia laut); rumput laut; padang lamun; hutan mangrove; dan terumbu karang. Sumber daya yang tidak dapat pulih dapat berupa minyak dan gas, bijih besi, pasir, timah, bauksit, mineral, dan bahan tambang lainnya. Pada kelompok sumber daya yang dapat pulih, hidup dan berkembang berbagai macam biota laut, sehingga dengan keanekaragaman sumber daya tersebut diperoleh jasa-jasa lingkungan yang dapat dimanfaatkan untuk perkembangan wisata (Dahuri et al., 2004).

Pengelolaan sumber daya pesisir dan lautan yang berkelanjutan dapat dilakukan secara langsung dengan melibatkan daya dukung keseimbangan ekosistem dan lautan. Aspek keberlanjutan dari kegiatan ekowisata pesisir dan laut tidak terlepas dari sejauh mana daya dukung lanskap secara ekologis dan sosial ekonomi mampu menopang kegiatan tersebut.

(27)

perairan terbuka disebut lanskap pelagik dan lanskap bentik adalah lanskap di bawah lanskap pelagik atau dasar laut. Organisme pelagik adalah organisme yang hidup di laut terbuka dan lepas dari dasar laut. Zona dasar laut beserta organismenya disebut daerah dan organisme bentik. Secara vertikal lanskap laut dibagi berdasarkan intensitas cahaya matahari yang masuk ke perairan. Zona fotik adalah bagian kolom perairan laut yang masih mendapat cahaya matahari, disebut juga zona epipelagis. Zona afotik berada di bawah zona fotik, yaitu daerah yang secara terus menerus berada dalam keadaan gelap dan tidak mendapatkan cahaya matahari.

2.2.2. Lanskap Pantai

Bagian lanskap pesisir yang paling produktif adalah lanskap muka pesisir atau pantai. Daerah pantai adalah suatu lanskap pesisir beserta perairannya dimana daerah tersebut masih terpengaruh baik oleh aktivitas darat maupun laut (Pratikto et al., 1997). Garis pantai merupakan suatu garis batas pertemuan (kontak) antara daratan dengan air laut. Posisinya bersifat tidak tetap dan dapat berpindah sesuai dengan pasang surut air laut dan erosi pantai yang terjadi. Pantai terletak antara garis surut terendah dan air pasang tertinggi (Bengen, 2001).

Prasetya et al. (1994), menyatakan bahwa berdasar asal mula pembentukannya, pantai di Indonesia dikategorikan menjadi empat kelompok yaitu pertama, pantai tenggelam (sub-emergence) terbentuk oleh genangan air laut pada daratan yang tenggelam. Kedua, pantai timbul (emergence) terbentuk oleh genangan air laut pada daratan yang sebagian terangkat. Ketiga, pantai netral pembentukannya tidak tergantung pada pengangkatan atau penurunan daratan melainkan pengendapan aluvialnya dicirikan dengan pantai pada ujung delta yang dalam dengan bentuk pantai sederhana atau melengkung. Keempat, pantai campuran (compound) terbentuk oleh proses pengangkatan dan penurunan daratan, yang diindikasikan oleh adanya daratan pantai (emergence) dan teluk – teluk (subemergence).

(28)

Umumnya pantai berpasir terdapat di seluruh dunia dan lebih dikenal dari pada pantai berbatu. Hal ini disebabkan pantai berpasir merupakan tempat yang dipilih untuk melakukan berbagai aktivitas rekreasi (Nybakken, 1992). Pantai berpasir sebagian besar terdiri atas batu kuarsa dan feldspar, bagian yang paling banyak dan paling keras sisa – sisa pelapukan batu di gunung. Pantai yang berpasir dibatasi hanya di daerah dimana gerakan air yang kuat mengangkut partikel yang halus dan ringan. Total bahan organik dan organisme hidup di pantai yang berpasir jauh lebih sedikit dibandingkan dengan jenis pantai lainnya. Parameter utama bagi daerah pantai berpasir adalah pola arus yang akan mengangkut pasir yang halus, gelombang yang akan melepaskan energinya di pantai, dan angin yang juga merupakan pengangkut pasir (Dahuri et al., 2004). Menurut Islami (2003) peruntukan pantai dengan substrat pasir hitam adalah

boating, sedangkan pantai berpasir putih lebih bervariasi, seperti boating, selancar, renang, snorkling,dan selam,

2. Pantai berbatu

Pantai berbatu merupakan pantai dengan topografi yang berbatu – batu memanjang ke arah laut dan terbenam di air (Dahuri et al., 2004). Pantai berbatu yang tersusun dari bahan yang keras merupakan daerah yang paling padat mikroorganismenya dan mempunyai keragaman terbesar baik untuk spesies hewan maupun tumbuhan. Keadaan ini berlawanan dengan pantai berpasir dan berlumpur yang hampir tandus (Nybakken, 1992). Pantai berbatu menjadi habitat berbagai jenis moluska, bintang laut, kepiting, anemon, dan juga ganggang laut (Bengen, 2001), dan

3. Pantai berlumpur

(29)

tempat, sebagian di teluk yang tertutup, gobah, pelabuhan, dan terutama estuaria (Nybakken, 1992).

2.2.2.1. Pantai Wisata

Pantai wisata yang berkelanjutan merupakan salah satu upaya secara terprogram untuk mencapai tujuan yang dapat mengharmoniskan dan mengoptimalkan antara kepentingan untuk memelihara lingkungan, keterlibatan masyarakat, dan pembangunan ekonomi. Untuk mencapai pantai wisata yang berkelanjutan dibutuhkan suatu pengelolaan lanskap pesisir yang terpadu. Keterpaduan yang dimaksud adalah pendekatan pengelolaan yang melibatkan bidang ilmu (ekologi, ekonomi, dan sosiologi) serta keterkaitannya dengan wewenang dan tanggung jawab instansi pemerintah (aspek legal) (Dahuri et al., 1996). Pemanfaatan pantai sebagai tempat wisata dapat menimbulkan berbagai dampak, baik negatif maupun positif. Dampak yang dapat ditimbulkan dalam suatu kegiatan wisata berupa dampak positif meliputi wisata dapat memberi pengertian kepada seseorang bahwa dirinya harus melindungi lingkungan, lanskap, atau habitat satwa liar. Selain itu wisata dapat membangun kestabilan dari taman nasional atau suaka margasatwa, membangun preservasi dari monumen/bangunan bersejarah, dan dapat memberikan pendapatan ekonomi dari tiket masuk. Adapun dampak negatif yang ditimbulkan meliputi pengunjung sering membuang sampah sembarangan, wisata dapat berkontribusi pada kemacetan karena terlalu banyak orang (overcrowding), dan wisata dapat menjadi penyebab polusi di lingkungan perairan dan pantai. Selain itu wisata juga dapat menyebabkan erosi karena injakan turis, wisata dapat membuat hilangnya good view karena pembangunan bangunan yang tidak harmonis dengan arsitektur vernacular sekitarnya, dan wisata dapat membuat kerusakan atau gangguan pada habitat satwa liar.

(30)

upaya teknis dan non teknis. Upaya teknis yang perlu dilakukan antara lain: (1) pengembangan sarana dan prasarana wisata bahari; (2) peningkatan kualitas sumberdaya manusia di bidang pengembangan wisata bahari dan; (3) penyediaan sistem informasi pariwisata dan program promosi yang tepat. Sementara itu di lain pihak, upaya-upaya non teknis yang berasal dari kebijakan pemerintah turut mempengaruhi daya tarik kegiatan wisata yang perlu dibenahi yaitu: (1) kebijakan dalam kemudahan mendapatkan visa bagi kunjungan wisata; (2) menetapkan pelabuhan sebagai pintu masuk wisata dan mengembangkannya sesuai standar internasional dan; (3) menciptakan suasana aman dan nyaman sebagai iklim kondusif berlangsungnya kegiatan pariwisata. Dimensi sosial dan ekonomi mempresentasikan permintaan (demand) manusia terhadap sumberdaya alam dan jasa-jasa lingkungan lanskap termaksud. Perwujudan langsung dimensi sosial dari pembangunan berkelanjutan tercermin dari hal-hal berikut. Pertama, investasi yang signifikan pada bidang pendidikan, kesehatan, dan pelatihan sumberdaya manusia. Kedua, mendorong terjadinya keadilan dalam distribusi pendapatan masyarakat. Ketiga, adanya kebijakan dan program yang menciptakan kesetaraan gender. Keempat, terdapat dan berkembangnya partisipasi masyarakat dan akuntabilitas politik. (Dahuri, 2004).

Menurut Dahuri et al., (1996) aspek ekonomi, pengelolaan lanskap pesisir mensyaratkan bahwa manfaat (keuntungan) yang diperoleh dari kegiatan penggunaan suatu lanskap pesisir serta sumberdaya alamnya harus diprioritaskan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitar kegiatan tersebut. Masyarakat pantai berupaya untuk memanfaatkan potensi letaknya, yaitu dalam hal menyediakan ruang dan akses untuk kegiatan industri dan komersial, menciptakan tempat-tempat pesiar, dan ruang-ruang lain yang memberikan pemandangan ke arah perairan.

(31)

yang dijalankan bersamaan dengan penanaman etika pembangunan berkelanjutan dari setiap warga dunia.

2.2.2.2. Pantai Konservasi

Definisi pantai konservasi adalah pantai yang membatasi pembangunannya untuk melindungi ekosistem yang ada di dalamnya (Simonds, 1978). Ekosistem pesisir yang umumnya dikonservasi adalah ekosistem alami seperti terumbu karang, hutan mangrove, dan padang lamun (Dahuri et al., 1996). 1. Terumbu karang (coral reefs)

Terumbu karang merupakan ekosistem khas daerah tropis. Terumbu terbentuk dari endapan masif terutama kalsium karbonat, yang dihasilkan oleh organisme karang, alga berkapur, dan organisme lainnya. Ekosistem terumbu karang mempunyai produktivitas organik yang tinggi oleh karena kemampuan terumbu menahan nutrient dalam sistem perairan. Oleh karena kemampuan tersebut dan variasi bentuk habitat terumbu, terumbu karang kaya akan keragaman spesiesnya. Ikan merupakan organisme terbanyak jumlahnya yang dapat ditemui di sebuah terumbu karang.

2. Hutan mangrove

(32)

dangkal agak berpasir. Lamun merupakan sumber makanan penting, tempat pembesaran, dan tempat berlindung bagi biota laut seperti krustasea, moluska, cacing, dan ikan. Selain itu lamun juga berfungsi sebagai peredam arus dan mampu menstabilkan dasar yang lunak dengan sistem perakaran yang padat dan saling menyilang.

2.2.2.3. Pantai Preservasi

Definisi pantai preservasi adalah pantai yang mempunyai nilai ekologi tinggi yang sangat penting dan kritis untuk menunjang kehidupan ekosistem sekitarnya. Pantai preservasi merupakan bagian darat dan laut yang vital untuk menunjang stabilitas dari air, tanah, dan udara, yang menunjang kehidupan organisme perairan (Simonds, 1978). Bentuk lanskap pesisir eksisting merupakan hasil keseimbangan dinamis dari proses interaksi daratan, lautan, dan atmosfer. Kondisi oseanografi suatu

pesisir dapat digambarkan oleh terjadinya beberapa fenomena alam. Fenomena-fenomena alam memberikan kekhasan karakteristik pada lanskap pesisir. Fenomena alam pesisir dan lautan yang menentukan kehidupan perairan di dalamnya adalah (Dahuri et al., 1996):

1. pasang surut muka air laut, pasang surut air laut adalah proses naik turunnya muka laut secara hampir periodik karena gaya tarik benda-benda angkasa, terutama bulan dan matahari,

2. gelombang laut, gelombang laut terbentuk karena adanya alih energi dari angin ke permukaan laut atau pada saat-saat tertentu disebabkan oleh adanya gempa di dasar laut,

(33)

4. suhu dan salinitas, suhu perairan dipengaruhi oleh radiasi matahari, posisi matahari, letak geografis, musim, kondisi awan, serta proses interaksi antara air dan udara, salinitas secara umum dapat disebut sebagai jumlah kandungan garam dari suatu perairan, suhu dan salinitas merupakan penentu nilai densitas air laut, perbedaan densitas akan menentukan perbedaan tekanan air laut,

5. angin, angin merupakan gerakan udara dari tempat bertekanan tinggi ke tempat bertekanan rendah, angin adalah gaya penggerak dari aliran skala besar di lautan, dan

6. sedimentasi dan erosi, dengan terjadinya proses erosi di suatu tempat berarti akan terjadi proses sedimentasi di tempat lain, transportasi muatan sedimen akan mempengaruhi pada turbiditas residu badan air sehingga mengubah parameter kecerahan, parameter kecerahan yang bernilai rendah berarti mengurangi penetrasi cahaya, hal ini dapat mengganggu produktivitas primer dari beberapa ekosistem perairan yang mengerjakan proses fotosintesis.

2.3. Pengelolaan

Dalam perencanaan dan pelaksanaan pembangunan suatu lanskap atau taman termasuk taman nasional hendaknya dipikirkan secara menyeluruh dan melalui tahapan – tahapan suatu perencanaan. Tahapan tersebut meliputi inventarisasi, analisis, sintesis, konsep, perancangan, pelaksanaan, dan tahap paling akhir yaitu pemeliharaan. Herujito (2001) menyatakan bahwa manajemen dapat mempunyai berbagai macam arti. Pertama sebagai pengelolaan,

pengendalian, atau penanganan (“managing”). Kedua, perlakuan secara terampil

(34)

antar manusia merupakan hal yang penting yang harus dilakukan dalam suatu organisasi atau kelembagaan pengelolaan sehingga tercapai tujuan pengelolaan kegiatan wisata.

2.3.1. Pengelolaan Lanskap

Pengelolaan lanskap menurut Arifin dan Arifin (2005) merupakan sebuah upaya terpadu dalam penataan, pemanfaatan, pemeliharaan, pelestarian, pengawasan, pengendalian, dan pengembangan lingkungan hidup sehingga tercipta lanskap yang bermanfaat bagi manusia dan makhluk hidup lainnya.

Selain memperhatikan faktor lingkungan, sosial, dan peruntukan suatu lanskap wisata, hal yang sangat perlu diperhatikan pula adalah pengelolaan lanskap wisata, objek wisata, dan pengunjung. Berhasil tidaknya pengembangan daerah tujuan wisata sangat tergantung pada tiga faktor utama, yaitu : atraksi, aksesibilitas, dan amenitas (Samsuridjal dan Kaelany, 1997). Bagaimanapun baik dan menariknya suatu atraksi yang dapat ditampilkan oleh daerah tujuan wisata, belum tentu menarik minat wisata untuk berkunjung karena masih ada faktor lain yang menjadi pertimbangan. Hal tersebut berupa fasilitas-fasilitas penunjang yang memungkinkan mereka dapat menikmati kenyamanan, keamanan, dan alat-alat telekomunikasi. Terpenuhinya syarat tersebut tidak terlepas dari ketersediaan sarana dan prasarana seperti adanya jalan raya, bandar udara, pelabuhan, hotel, restoran, pusat pembelanjaan, bank, kantor pos, telekomunikasi, dan tempat hiburan. Walaupun keberadaan sarana dan prasarana sangat dibutuhkan, namun pengembangannya harus menghindari bahaya eksploitasi, sehingga lingkungan hidup tidak mengalami degradasi (Soewantoro,2001).

(35)

suatu pengelolaan agar pada masa yang akan datang keberadaannya tetap memukau, tidak hanya menarik secara estetika tetapi juga fungsional serta mendukung kondisi lingkungannya.

2.3.2. Pengelolaan Lanskap Wisata

Sebuah lanskap wisata erat kaitannya dengan pengelolaan yang tepat dan benar agar dapat berkelanjutan serta lanskap tersebut tetap dapat dinikmati oleh pengunjungnya. Menurut Ismudiyanto (2000), meningkatnya tuntutan dan kebutuhan pengunjung yang harus dipenuhi dalam pemasaran dan pengembangan obyek wisata alam. Tuntutan tersebut berupa pembangunan sarana dan prasarana fisik untuk pelayanan umum dan lingkungan berdasarkan rencana induk pengembangan lanskap, rencana tapak (site plan) dan block plan, dan detail – detail perancangan termasuk fasilitas dan utilitas.

Pengelolaan suatu lanskap wisata dilakukan agar kebutuhan pengunjung dapat terpenuhi dan memuaskan. Suatu lanskap wisata dinyatakan berhasil, jika mampu memenuhi kebutuhan pengunjung secara baik. Oleh karena itu pengelolaan wisata dalam suatu lanskap wisata sangat penting diperhatikan dan direalisasikan demi kemajuan lokasi wisata tersebut. Pengelolaannya meliputi banyak aspek di antaranya pengelolaan sarana dan prasarana, pengelolaan atraksi wisata, pengelolaan tenaga kerja, pengelolaan pengunjung, dan sebagainya. Semua aspek tersebut harus saling melengkapi satu dengan yang lainnya.

(36)

fasilitas pokok kepariwisataan seperti hotel, travel agency, perusahaan angkutan, dan lain-lain). Sarana pelengkap (pelengkap dari sarana pokok agar pengunjung tinggal lebih lama lagi seperti kolam renang, lapangan tennis, dan lain-lain). Sarana penunjang (yang menunjang sarana pokok dan sarana pelengkap yang berfungsi agar pengunjung lebih banyak mengeluarkan uang di tempat yang dikunjungi seperti tempat ibadah). Prasarana kepariwisataan meliputi semua fasilitas yang memungkinkan proses perekonomian berjalan dengan lancar sedemikian rupa sehingga memudahkan manusia untuk memenuhi kebutuhannya. Terdapat dua prasarana kepariwisataan , yaitu : prasarana umum pengunjung (menyangkut kebutuhan umum untuk kelancaran perekonomian seperti air bersih, pelabuhan udara, terminal, dan telekomunikasi) dan prasarana umum masyarakat keseluruhan (kantor pos, bank, dan sebagainya). Transportasi merupakan unsur penting dalam menunjang kegiatan pariwisata baik di darat, udara, maupun di laut.

2.3.3. Pengelolaan Lanskap Pesisir Secara Terpadu

Lanskap pesisir dan laut merupakan tatanan ekosistem yang memiliki hubungan sangat erat dengan daerah lahan atas (upland) baik melalui aliran air sungai, air permukaan (run off) maupun air tanah (ground water), dan dengan aktifitas manusia. Keterkaitan tersebut menyebabkan terbentuknya kompleksitas dan kerentanan di lanskap pesisir.

(37)

tingkat pemerintah mulai dari pemerintah desa hingga pemerintah pusat (vertical horizon). Apabila ditinjau dari sudut pandang keilmuan, keterpaduan yang dimaksud mencakup pendekatan interdisiplin ilmu terkait seperti ekonomi, ekologi, sosiologi, hukum, dan ilmu lainnya yang relevan.

Beberapa tujuan dari pengelolaan lanskap pesisir secara terpadu adalah mencapai pembangunan daerah pesisir dan lautan yang berkelanjutan; mengurangi gangguan alam yang membahayakan daerah pesisir dan makhluk hidup yang terdapat di dalamnya serta mempertahankan proses ekologi, sistem pendukung kehidupan, dan keragaman hayati di daerah pesisir dan lautan.

Karakteristik utama dalam pengelolaan sumber daya dan lanskap pesisir secara terpadu yaitu mempunyai batas fisik (geografis) yang jelas dari lanskap yang akan dikelola; tujuannya untuk meminimumkan konflik kepentingan dan konflik pemanfaatan sumber daya sehingga diperoleh manfaat secara optimal dan berkesinambungan; merupakan suatu proses secara terus menerus dan dalam jangka waktu yang panjang; dan perencanaan dan pengelolaan pembangunan lanskap pesisir disusun berdasarkan karakteristik dan dinamika termasuk keterkaitan ekologis dari lanskap pesisir. Pelaksanaan pengelolaan sumber daya dan lanskap pesisir secara terpadu tidak mungkin didekati secara monodisiplin, tetapi harus menggunakan pendekatan interdisiplin keilmuan ekologi, ekonomi, keteknikan sosial ekonomi dan budaya, serta politik dan harus ada tatanan kelembagaan yang khusus menangani pengelolaan lanskap pesisir, terutama untuk mengamankan tahap perencanaan dan pemantauan serta evaluasi.

(38)

perairan pantai (coastal waters), dan (4) perairan lepas pantai (offshore waters) dan laut bebas (high sea). Masing – masing zona tersebut memiliki kepemilikan, ketertarikan pemerintah, serta institusi yang berbeda. Bila ditinjau secara empiris pembangunan lanskap pesisir dan lautan secara optimal, terpadu, dan berkelanjutan merupakan sebuah keharusan. Hal ini dapat dilihat dari adanya keterkaitan ekologis baik antar ekosistem di dalam lanskap pesisir maupun lanskap pesisir dengan lahan atas dan laut lepas. Dengan demikian, kerusakan yang terjadi pada suatu ekosistem pesisir cepat atau lambat akan mempengaruhi ekosistem lainnya. Begitu pula halnya jika pengelolaan kegiatan pembangunan (industri, pertanian, pemukiman, pariwisata, dan lain – lain) tidak dilakukan secara arif (berwawasan lingkungan) maka akan memberikan dampak negatif berupa rusaknya tatanan dan fungsi ekologis baik lanskap pesisir daratan dan lautan.

Keberlanjutan merupakan suatu konsep nilai yang meliputi tanggung jawab generasi saat ini terhadap generasi akan datang tanpa harus mengorbankan peluang generasi sekarang untuk tumbuh dan berkembang serta meletakkan dasar

– dasar pengembangan bagi generasi – generasi mendatang (Patria, 1999). Keberlanjutan dari kegiatan wisata pesisir dan laut tidak terlepas dari aspek daya dukung lanskap secara ekologis dan sosial ekonomi yang mampu menopang kegiatan tersebut.

(39)

Menurut Dahuri (1998) daya dukung lanskap pesisir didefinisikan sebagai populasi maksimum dari suatu spesies yang dapat mendukung keberlanjutan, untuk jangka waktu yang lama. Meskipun terdapat perubahan tetapi tidak disertai degradasi sumber daya alam yang dapat mengurangi kemampuan populasi maksimum di masa yang akan datang. Dasar dalam definisi daya dukung ekosistem ditentukan oleh kemampuan ekosistem untuk menyediakan sumber daya alam dan jasa lingkungan sebagai contohnya : ruang untuk hidup, daerah rekreasi, udara yang bersih, dan kemampuan ekosistem untuk mengatur buangan limbah.

Konsep daya dukung dalam konteks rekreasi terpusat pada dua hal yaitu : (1) biophysical components dan (2) behavioral components (Adrianto, 2006). Daya dukung adalah suatu ukuran jumlah individu dari suatu spesies yang dapat didukung oleh lingkungan tertentu (Manik, 2003). Daya dukung suatu lanskap sangat ditentukan oleh potensi sumber daya (alam dan buatan), serta jenis pekerjaan dan pendapatan masyarakat. Ketersediaan sumber daya alam yang dapat dikelola dan dimanfaatkan manusia akan meningkatkan daya dukung lingkungan.

2.4. Pariwisata

Dalam arti luas pariwisata adalah kegiatan rekreasi di luar domisili untuk melepaskan diri dari pekerjaan rutin atau mencari suasana lain (Damanik dan Weber, 2006). Pariwisata dapat juga diartikan sebagai suatu perjalanan yang dilakukan untuk sementara waktu, diselenggarakan dari suatu tempat lain dengan maksud bukan untuk mencari nafkah di tempat yang dikunjungi, melainkan untuk menikmati perjalanan (Islami, 2003). Menurut Soekadijo (2000) pariwisata adalah suatu gejala yang sangat kompleks di dalam masyarakat dimana terdapat obyek wisata, hotel, souvenir shop, pramuwisata, angkutan wisata, biro perjalanan, rumah makan, dan lain-lain. Wisata juga merupakan suatu bentuk pemanfaatan sumber daya alam yang mengandalkan jasa alam untuk kepuasan manusia. Kegiatan manusia untuk kepentingan wisata dikenal juga dengan pariwisata.

Menurut Yoeti (2000), dalam literatur kepariwisataan luar negeri tidak dijumpai istilah obyek wisata seperti yang dikenal di Indonesia. Pengertian obyek

(40)

resources dan tourist service. Tourism resourcesdisebut dengan istilah “attractive spontanee” yaitu segala sesuatu yang terdapat di daerah tujuan wisata yang

merupakan daya tarik agar orang-orang mau datang berkunjung ke tempat tersebut.

Hal-hal yang dapat menarik orang untuk berkunjung ke suatu tempat daerah tujuan wisata di antaranya benda-benda yang tersedia dan terdapat di alam semesta yang dalam istilah pariwisata disebut dengan istilah Natural Amenities

seperti iklim (banyak cahaya matahari, sejuk, kering, panas, hujan, dan sebagainya), bentuk tanah dan pemandangan (tanah datar, lembah pegunungan, danau, sungai, pantai, laut, air terjun, gunung berapi, dan pemandangan yang menarik), hutan belukar seperti hutan luas dan banyak pepohonan, flora dan fauna (tanaman-tanaman aneh, burung-burung, binatang buas, cagar alam, daerah perburuan, dan sebagainya) serta pusat-pusat kesehatan (sumber air mineral, mandi lumpur, sumber air panas yang dimana semua itu diharapkan dapat menyembuhkan penyakit).

Selain benda-benda yang tersedia di alam, hasil ciptaan pun dapat menjadi daya tarik pengunjung seperti benda-benda bersejarah, kebudayaan dan keagamaan (monumen bersejarah, museum, acara tradisional, dan rumah-rumah ibadah). Tata cara hidup masyarakat pun dapat menarik perhatian pengunjung, contoh yang terkenal seperti pembakaran mayat, upacara pemakaman mayat di Tana Toraja, upacara khitanan di Parahyangan , upacara sekaten di Yogyakarta,

(41)

Ditinjau dari sudut pemasaran pariwisata terutama dalam rangka mengembangkan produk baru, suatu daerah tujuan wisata sebenarnya mempunyai banyak hal yang dapat ditawarkan sebagai daya tarik pengunjung kepada pasar yang berbeda-beda. Hanya yang menjadi langkah selanjutnya bagaimana mengolah bahan baku yang ada sehingga sesuai dengan selera pengunjung.

Hal penting yang sangat perlu diperhatikan dalam pengembangan suatu daerah tujuan wisata yaitu memenuhi tiga syarat yaitu : pertama, daerah itu harus

mempunyai apa yang disebut sebagai “something to see” artinya di tempat tersebut harus ada obyek wisata dan atraksi wisata yang berbeda dengan apa yang dimiliki oleh daerah lain. Kedua, di daerah tersebut harus tersedia apa yang

disebut dengan istilah “something to do” artinya di tempat tersebut selain banyak yang dapat dilihat dan disaksikan, harus pula disediakan fasilitas rekreasi atau

amusements yang dapat membuat pengunjung betah tinggal lebih lama di tempat itu. Ketiga, di daerah tersebut harus tersedia apa yang disebut dengan istilah

somethingto buy” artinya di tempat itu harus tersedia fasilitas untuk berbelanja (shopping) terutama barang-barang souvenir dan kerajinan masyarakat sebagai oleh-oleh untuk dibawa pulang ke tempat asal masing-masing.

Pariwisata diibaratkan sebagai suatu proses produksi, agar dapat menjadi barang jadi yang segera dapat dipasarkan harus diikutsertakan unsur-unsur produksi yang ada seperti modal, tenaga kerja, dan keahlian yang ada. Selain itu harus pula dipikirkan bagaimana produk yang telah siap dipasarkan itu dapat dibeli oleh pengunjung. Perlu dipersiapkan di antaranya persiapan perjalanan bagi calon pengunjung (informasi, advis, reservasi, tiket, voucher, traveller check, dan barang-barang bawaan selama dalam perjalanan). Selain itu kendaraan yang akan membawanya ke tempat tujuan wisata, akomodasi tempat dimana pengunjung tinggal untuk sementara. Kemudian restoran tempat dimana pengunjung dapat memesan makanan dan minuman sesuai dengan seleranya dan sarana-sarana lain yang menunjang kelancaran kedatangan pengunjung seperti bank, kantor pos, kantor telkom, dan lain-lain.

(42)

daya tarik wisata serta usaha-usaha yang terkait di bidang tersebut. Kepariwisataan adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan penyelenggaraan pariwisata. Usaha pariwisata adalah kegiatan yang bertujuan menyelenggarakan jasa pariwisata atau menyediakan atau mengusahakan objek dan daya tarik wisata, usaha sarana pariwisata, dan usaha lain yang terkait di bidang tersebut. Objek dan daya tarik wisata adalah segala sesuatu yang menjadi sasaran wisata. Lanskap pariwisata adalah lanskap dengan luas tertentu yang dibangun atau disediakan untuk memenuhi kebutuhan pariwisata.

Istilah “tourism” (kepariwisataan) mencakup orang-orang yang melakukan perjalanan pergi dari rumahnya dan perusahaan-perusahaan yang melayani mereka dengan cara memperlancar atau mempermudah perjalanan mereka atau membuatnya lebih menyenangkan. Seorang pengunjung didefinisikan sebagai seseorang yang berada jauh dari tempat tinggalnya dimana jarak jauhnya ini berbeda-beda (Lunberg et al., 1997).

Definisi pengunjung menurut Marpaung (2000) sebagai setiap orang yang berkunjung ke suatu negara lain dimana ia mempunyai tempat kediaman dengan alasan melakukan pekerjaan yang diberikan oleh negara yang dikunjunginya. Definisi lainnya adalah setiap orang yang bertempat tinggal di suatu negara tanpa memandang kewarganegaraannya, berkunjung ke suatu tempat pada negara yang sama untuk jangka waktu lebih dari 24 jam dengan tujuan perjalanannya memanfaatkan waktu luang untuk berekreasi, liburan, kesehatan, pendidikan, keagamaan, olahraga, bisnis, dan mengunjungi kaum keluarga.

(43)

pariwisata dapat berkembang secara baik dan berkelanjutan serta mendatangkan manfaat bagi manusia dan meminimalisasi dampak negatif yang mungkin timbul.

Menurut Sulaksmi (2007), kegiatan pariwisata terdiri dari tiga unsur di antaranya manusia (man) merupakan orang yang melakukan perjalanan dengan maksud menikmati keindahan dari suatu tempat (alam), ruang (space) merupakan daerah atau ruang lingkup tempat melakukan perjalanan, dan waktu (time) merupakan waktu yang digunakan selama dalam perjalanan dan tinggal di daerah tujuan wisata. Klasifikasi bentuk wisata yang dikembangkan berdasarkan pada bentuk utama atraksi atau daya tariknya yang kemudian ditekankan pada pemasarannya. Bentuk wisata tersebut antara lain ekowisata (ecotourism), wisata alam (nature tourism), wisata petualangan (adventure tourism), wisata berdasarkan waktu (gateway and stay), dan wisata budaya (cultural tourism).

Menurut Soekadijo (2000) terdapat banyak variasi yang dapat disaksikan mengenai cara orang mengadakan perjalanan wisata. Dilihat dari lamanya orang mengadakan perjalanan, jaraknya yang ditempuh, kendaraan yang digunakan, organisasi perjalanannya, dampaknya di bidang ekonomi, dan sebagainya. Perjalanan wisata tersebut dapat diklasifikasikan menjadi bentuk-bentuk wisata. Bentuk-bentuk wisata yang terpenting ialah wisata mancanegara (asing, internasional) yaitu jika pengunjung di dalam perjalanannya memasuki daerah negara yang bukan negaranya sendiri; wisata domestik (dalam negeri)/wisata nusantara ialah jika pengunjung di dalam perjalanannya tidak keluar dari batas-batas negara sendiri; wisata reseptif (pasif) yaitu jika wisata mancanegara atau kedatangan pengunjung dari luar negeri itu akan menghasilkan pemasukan devisa untuk negara yang bersangkutan; wisata aktif yaitu jika perjalanan wisata oleh warga negara ke luar negeri; wisata kecil yaitu wisata jangka pendek (short term tourism) yang memakan waktu satu sampai beberapa hari. Jika hanya memakan waktu satu hari tanpa menginap disebut ekskursi. Contoh wisata kecil seperti wisata akhir pekan (weekend tourism); wisata besar yaitu wisata yang memakan waktu beberapa minggu sampai beberapa bulan.

(44)

menginap, dan seterusnya diserahkan kepada perusahaan perjalanan, pengunjung hanya membayar ongkos tertentu dan segala-galanya telah beres.

Adapun perjalanan dimana pengunjung hanya membayar satu kali jumlah uang tertentu untuk segala-galanya disebut wisata paket (package tour); wisata berdasarkan kendaraan yang digunakan antara lain wisata kereta api, wisata angkutan jalan raya (yang menggunakan angkutan jalan raya), wisata laut (menggunakan angkutan laut), wisata udara, wisata bersepeda, dan sebagainya. Jika tidak menggunakan alat angkutan disebut wisata jalan kaki (hiking).

Pariwisata dianggap sebagai suatu masalah mobilitas spasial. Semua usaha di bidang pariwisata itu pada hakikatnya adalah usaha-usaha yang mutlak perlu agar pengunjung meninggalkan tempat kediamannya dan pergi ke tempat tujuan perjalanannya. Diasumsikan bahwa orang yang mengadakan perjalanan pasti mempunyai alasan atau motif untuk mengadakan perjalanan itu. Motif pengunjung untuk mengadakan perjalanan wisata disebut motif wisata. Pengunjung hanya akan berkunjung ke tempat tertentu jika di tempat tersebut terdapat kondisi yang sesuai dengan motif wisata. Kondisi yang sesuai dengan motif wisata itu akan merupakan daya tarik bagi pengunjung untuk mengunjungi tempat tersebut. Daya tarik bagi pengunjung itu disebut atraksi wisata yang dapat berupa fasilitas olahraga, tempat hiburan, museum, pesta rakyat, pertunjukan kesenian, peninggalan sejarah, dan sebagainya. Antara motif wisata dan atraksi wisata harus ada kesesuaian atau saling pengisian atau komplementaritas. Komplementaritas antara motif wisata dan atraksi wisata inilah yang disebut determinan untuk mobilitas wisata.

(45)

rumah makan, hotel, klub malam, pramuwisata, dan sebagainya. Tanpa adanya komplementaritas antara kebutuhan dan jasa wisata maka jasa wisata tidak akan berarti apa-apa. Determinan yang lainnya yaitu transferabilitas artinya kemudahan untuk berpindah tempat atau bepergian dari tempat tinggal pengunjung ke tempat atraksi wisata. Tanpa adanya kemudahan lalu lintas tersebut tidak mungkin ada perjalanan wisata dari tempat yang satu ke tempat lainnya.

Ketiga determinan tersebut secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama belum menyebabkan terjadinya perjalanan wisata. Ketiga determinan merupakan syarat mutlak yang artinya kalau ada pariwisata, ketiga determinan pasti ada akan tetapi tidak sebaliknya.

Calon pengunjung masih harus diberi tahu bahwa ada atraksi wisata, ada angkutan ke tempat atraksi wisata, dan ada jasa yang tersedia jika orang mengadakan perjalanan ke sana. Jadi masih diperlukan publikasi dan tidak hanya publikasi biasa akan tetapi yang dapat membuat si calon pengunjung tertarik. Kegiatan inilah yang disebut promosi. Kemudian jika calon pengunjung hendak mengadakan perjalanan maka harus terdapat tempat di mana ia dapat mendaftarkan diri, membeli tiket pesawat, memesan hotel, dan sebagainya semua kegiatan tersebut termasuk kegiatan penjualan. Ketiga kegiatan tersebut publikasi, promosi, dan penjualan disebut pemasaran. Jika pemasaran telah terwujud maka perjalanan wisata yang sebelumnya hanya dilengkapi ketiga determinan yaitu komplementaritas antara motif wisata dan atraksi wisata, komplementaritas kebutuhan dan jasa wisata, dan transferabilitas yang hanya merupakan kemungkinan atau potensi pariwisata menjadi suatu kenyataan atau sesuatu yang aktual. Dengan demikian pemasaran merupakan aktualisasi dari potensi pariwisata, dengan pemasaran maka terjadilah suatu perjalanan wisata.

(46)

yang dilakukan di sekitar pantai seperti berenang, berselancar, berjemur, berdayung, menyelam, snorkling, beachombing/reef walking, berjalan – jalan atau berlari sepanjang pantai, menikmati keindahan suasana pesisir, dan bermeditasi. Adrianto (2006) menyatakan bahwa konsep pariwisata pesisir (coastal tourism) adalah hal – hal yang terkait dengan kegiatan wisata, hal – hal yang menyenangkan, dan aktivitas rekreasi yang dilakukan di lanskap pesisir dan perairannya. Pariwisata bahari (marine tourism) sebagai aktivitas rekreasi yang meliputi perjalanan dari satu tempat ke tempat lain dan fokus pada lingkungan pesisir. Adanya definisi tersebut dapat menggambarkan kerangka pariwisata pesisir dan pariwisata bahari seperti yang disajikan pada Gambar 2.

Pariwisata pantai merupakan bagian dari wisata pesisir yang memanfaatkan pantai sebagai objek dan daya tarik pariwisata yang dikemas dalam paket wisata. Pembangunan sektor wisata selain memberikan dampak berupa kemajuan yang positif bagi pembangunan, juga menimbulkan dampak negatif bagi lingkungan dan manusia. Menurut Gunn (1997), dampak negatif tersebut antara lain terjadinya pencemaran lingkungan di lokasi wisata sehingga menyebabkan degradasi sumber daya alam; tergesernya budaya masyarakat lokal yang diakibatkan oleh desakan budaya luar dari pengunjung; timbulnya biaya ekonomi tambahan yang diakibatkan oleh tindakan pengembangan wisata yang tidak sesuai dengan kemampuan sumber daya alam; bentuk tata guna lahan menjadi tidak terpadu, sebagai akibat dari pembangunan wisata tidak memperhatikan peraturan tata guna lahan; dan kualitas sumber daya tapak

(47)

berkurang. Secara umum disebabkan oleh pengembangan bentuk kegiatan wisata, atraksi(paket wisata), dan fasilitas pelayanan yang tidak sesuai dengan kondisi tapak. Selain itu kerusakan kualitas tapak yang diakibatkan oleh tindakan cut and fill pada bentuk lahan yang asli dan introduksi spesies tanaman dan hewan yang baru. Tindakan tersebut meningkatkan resiko bahaya erosi dan hilangnya spesies asli pada tapak.

Menurut Krippendorf (1982) dalam kegiatan pariwisata, ekologi harus diperhatikan sebelum ekonomi demi kegiatan ekonomi itu sendiri. Industri pariwisata harus memperhatikan dan mencegah kerusakan bahan baku yang terpenting yakni lingkungan. Pariwisata yang berkelanjutan harus dapat meningkatkan standar hidup masyarakat dan tuan rumahnya dan dapat memuaskan pengunjung dengan produk wisata itu sendiri dan pengunjung akan berkunjung setiap tahun. Selain itu juga menjaga habitat spesies dan makhluk yang mendiaminya agar dapat terus menerus dinikmati oleh tuan rumahnya maupun pengunjungnya.

Dalam kegiatan pariwisata aspek lingkungan merupakan bagian yang harus diperhatikan (Dahuri, 2003a). Strategi pariwisata yang berhasil adalah terpenuhinya manfaat maksimal ketika preservasi lingkungan terlaksana dengan baik. Manfaat maksimal dari kegiatan pariwisata tersebut diindikasi oleh adanya sejumlah kunjungan turis atau pengunjung baik dari luar maupun dalam negeri terhadap objek wisata yang dimaksud.

2.5. Wisata Bahari

Wisata bahari dapat diartikan sebagai kunjungan ke obyek wisata, khususnya untuk menyaksikan keindahan laut (Suwontoro dan Gamal, 2001). Kunjungan wisata bahari dapat juga berhubungan dengan kegiatan olahraga (seperti selam), konservasi, dan keperluan usaha lainnya. Wisata bahari adalah jenis wisata minat khusus yang memiliki aktivitas yang berkaitan dengan kelautan, baik di atas permukaan laut (marine) maupun kegiatan yang dilakukan di bawah permukaan laut (submarine).

(48)

hakikatnya adalah upaya mengembangkan dan memanfaatkan objek dan daya tarik wisata bahari di lanskap pesisir dan lautan Indonesia, berupa kekayaan alam yang indah (pantai) dan keragaman flora dan fauna seperti terumbu karang dan berbagai jenis ikan hias.

Dahuri et al. (2004), mendefinisikan pariwisata bahari sebagai kegiatan rekreasi yang dilakukan di sekitar pantai seperti berenang, berselancar, berjemur, menyelam, berdayung, snorkling, berjalan – jalan atau berlari – lari di sepanjang pantai, serta menikmati keindahan suasana pesisir dan bermeditasi. Pariwisata

semacam ini sering diasosiasikan dengan tiga “S” yaitu Sea, Sand,dan Sun yang artinya jenis pariwisata yang menyediakan keindahan dan kenyamanan alami dari kombinasi cahaya matahari, laut, dan pantai berpasir bersih. Salah satu tipologi kegiatan pariwisata yang menjadi alternatif kegiatan wisata bahari saat ini adalah kegiatan ekowisata (wisata alam) yang mengandalkan keindahan alam.

Jenis pariwisata bahari banyak dikaitkan dengan kegiatan olahraga di air, di danau, pantai, teluk atau laut seperti memancing, berlayar, menyelam, sambil melakukan pemotretan, kompetisi berselancar, dan balapan mendayung. Kegiatan lainnya seperti berkeliling-keliling melihat taman laut dengan pemandangan indah di bawah permukaan air serta berbagai rekreasi perairan yang banyak dilakukan di daerah-daerah atau negara-negara maritim (Pendit, 2003). Daya tarik dari pariwisata ini adalah keindahan dan keaslian lingkungan, seperti kehidupan bawah air, bentuk pantai, dan hutan-hutan pantai dengan kekayaan jenis tumbuh-tumbuhan serta fauna yang terdapat di sekitarnya.

(49)

dukung lingkungan yang ada. Pertama, bahwa kegiatan pariwisata harus di tempatkan pada lokasi yang secara biofisik (ekologis) sesuai dengan kebutuhan kegiatan tersebut. Kedua, jumlah limbah dari kegiatan pariwisata dan kegiatan lain yang dibuang ke dalam lingkungan pesisir/laut, hendaknya tidak melebihi kapasitas asimilasi atau kemampuan suatu sistem lingkungan dalam menerima limbah tanpa terjadi indikasi pencemaran lingkungan. Ketiga, bahwa tingkat pemanfaatan sumber daya alam yang dapat pulih hendaknya tidak melebihi kemampuan pulih sumber daya tersebut dalam kurun waktu tertentu (Dahuri,et al. 1996).

(50)

3.1. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di lanskap wisata TNB, Sulawesi Utara tepatnya di Pulau Bunaken, yang terletak di utara Pulau Sulawesi, Indonesia. Pulau ini merupakan bagian dari Kota Manado, ibu kota Provinsi Sulawesi Utara, Indonesia. Waktu yang dibutuhkan dalam penelitian ini kurang lebih adalah 5 bulan, dari bulan Januari 2011 sampai dengan Mei 2011.

Sumber: Google map (2010)

Gambar 3 Lokasi penelitian

Adapun zona-zona lanskap di Pulau Bunaken yang dilibatkan dalam penelitian untuk pengelolaan lanskap wisata bahari di antaranya zona rimba, zona pemanfaatan pariwisata, zona pemanfaatan umum, zona tradisional, dan zona khusus daratan.

3.2. Alat dan Bahan

Gambar

Gambar 3 Lokasi penelitian
Tabel 1 Data yang dibutuhkan untuk penelitian
Tabel 3 Luas daratan pulau-pulau dalam TNB
Tabel 4 Aksesibilitas transportasi laut ke TNB
+7

Referensi

Dokumen terkait

13 Tahun 2005 menyatakan bahwa tugas Dewan Direksi antara lain: (a) melaksanakan kebijakan yang ditetapkan oleh dewan pengawas yang meliputi kebijakan umum, rencana induk,

Nilai probabilitas hasil analisis ragam pengaruh varietas dan pemupukan terhadap jumlah polong isi, jumlah dan bobot biji, serta bobot 100 biji tanaman kacang hijau pada tanah

Dengan adanya laporan Tugas Akhir ini, kami berharap semoga laporan ini berguna bagi para pembaca mengenai pengolahan sampah di TPA, serta dapat

Amplop Syukur Kalender Tanda syukur Jemaat Bidang V - PEG (Ketua IV) Majelis Jemaat Nov 2020 - Feb 2021 Gereja 100% Jemaat mengucap syukur Jemaat terlayani 300KK x 15rb

Berdasarkan uraian di atas dapat dikatakan bahwa untuk memberikan layanan informasi pelanggan telepon PT Telkom dapat dibuat layanan berbasis WAP sehingga informasi mengenai

Penilaian kinerja di Sekretariat Dewan Provinsi Gorontalo selain menggunaan Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan (DP3), juga lebih memfokuskan pada unsur-unsur

Sistem berbasis SMS Gateway ini dapat melakukan respon otomatis terhadap pesan singkat (SMS) yang dikirimkan oleh siswa ataupun orangtua siswa dengan format tertentu sehingga

Situasi ini memaksa PRT untuk menerima apapun kondisi yang ditawarkan oleh pemberi kerja, terlebih lagi, kecil kemungkinan bagi PRT sebagai pekerja untuk