(Quasi Eksperimen di MA Nihayatul Amal Rawamerta, Karawang)
Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan untuk Memenuhi Syarat Mencapai Gelar Sarjana
Pendidikan
Oleh
SITI FARIHAH NIM :108016100015
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI
JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
Skripsi yang berjudul Perbedaan Peningkatan Hasil Belajar Antara Siswa
yang Diajar Melalui Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw dengan
Pembelajaran Konvensional pada Konsep Protista disusun oleh Siti Farihah,
NIM.108016100015, Program Studi Pendidikan Biologi, Jurusan Pendidikan Ilmu
Pengetahuan Alam, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Telah melalui bimbingan dan dinyatakan sah
sebagai karya ilmiah yang berhak untuk diujikan pada sidang munaqasah sesuai
ketentuan yang ditetapkan oleh fakultas.
Jakarta, Maret 2013
Yang Mengesahkan,
Pembimbing I Pembimbing II
Dr. Ahmad Sofyan, M.Pd Dr. Sujiyo Miranto, M.Pd
Nama : Siti Farihah
Tempat/Tgl.Lahir : Karawang, 16 November 1989
NIM : 108016100015
Jurusan/Prodi : Pendidikan IPA/Pendidikan Biologi
Judul Skripsi : Perbedaan Peningkatan Hasil Belajar antara Siswa
yang Diajar Melalui Pembelajaran Kooperatif Tipe
Jigsaw dengan Pembelajaran Konvensional pada
Konsep Protista
Dosen Pembimbing : 1. Dr. Ahmad Sofyan, M. Pd
2. Dr. Sujiyo Miranto, M. Pd
dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang saya buat benar-benar hasil karya
sendiri dan saya bertanggung jawab secara akademis atas apa yang saya tulis.
Jakarta, Maret 2013
Mahasiswa Ysb.
Siti Farihah
i
Studi Pendidikan Biologi, Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan peningkatan hasil belajar antara siswa yang diaja rmelalui pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dengan pembelajaran konvensional pada konsep protista. Penelitian ini dilakukan di MA Nihayatul Amal Rawamerta. Metode penelitian yang digunakan adalah quasi eksperimen dengan desain kontrol group pre-test-post-test. Sampel penelitian berjumlah 49 orang untuk kelas eksperimen dan 46 orang untuk kelas kontrol. Instrumen penelitian yang digunakan adalah instrumen tes pilihan ganda sebanyak 30 soal tentang konsep protista dan diuji dengan uji t dengan taraf signifikansi 0,05. Hasil perhitungan N-gain diperoleh nilai thitung= 3,75dan dikonsultasikan
dengan ttabel=1,99, karena thitung=3,75 > ttabel=1,99. Jadi, dapat disimpulkan bahwa
terdapat perbedaan peningkatan hasil belajar antara siswa yang diajar melalui pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dengan pembelajaran konvensional pada konsep protista.
ii
Conventional Learning of the Protists Concept. Skripsi Biology Education Study Program, Department of Natural Sciences Education, Faculty of
Tarbiyah and Teachers’ Training State Islamic University Syarif Hidayatullah
Jakarta.
This research is to know differences improved in result learn between students taught through cooperative learning jigsaw type with conventional learning of the protest sconcept. This research was conducted at MA Nihayatul Amal Rawamerta. The method used in research is quasy experiment with a design control group pre-test-post-test. Sample of research the number of student 49 persons of experiment class and 46 persons of control class. Research instrument is 30 multiple coices type tests on the concept protista and result have been tasted t-test with significant
0.05. The result in N-gain couting of hypothesis examination shows tcount = 3,75
and consulted by ttables= 1,99, because tcount = 3,75>ttables = 1,99. It can be
concluded that there is an differences improved in result learn between students taught through cooperative learning jigsaw type with conventional learningof the protists concept..
iii
Puji dan Syukur penulis haturkan ke hadirat Allah SWT. yang telah
memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
penyusunan skripsi ini. Shalawat serta salam semoga Allah curahkan kepada
junjungan Nabi besar Muhammad SAW., keluarga, serta para sahabatnya.
Skripsi yang berjudul “Perbedaan Peningkatan Hasil Belajar Antara Siswa yang Diajar Melalui Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw dengan
Pembelajaran Konvensional pada Konsep Protista” disusun sebagai syarat untuk memperoleh gelar sarjana pendidikan pada Program Studi Pendidikan
Biologi, Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan
Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Keberhasilan dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini tidak terlepas dari
adanya bimbingan dan bantuan berbagai pihak dengan penuh ketulusan,
keikhlasan dan kesabaran. Karenanya, pada kesempatan ini penulis ingin
menyampaikan rasa terima kasih sedalam-dalamnya kepada:
1. Bapak Prof. Dr. H. Rif’at Syauqi Nawawi, MA., Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan.
2. Ibu Baiq Hana Susanti, M.Sc., Ketua Jurusan Pendidikan IPA dan Ibu
Nengsih Junaengsih, M.Pd., sekretaris Jurusan Pendidikan IPA.
3. Bapak Dr. Ahmad Sofyan, M.Pd., dosen pembimbing I dan Bapak Dr. Sujiyo
Miranto, M.Pd., dosen pembimbing II yang telah meluangkan waktu dan
mencurahkan pikirannya untuk memberikan arahan, bimbingan, dan motivasi
serta sabar dalam membimbing penulis sehingga terselesaikannya skripsi ini.
4. Para dosen di Jurusan Pendidikan IPA yang telah banyak memberikan ilmu
pengetahuan dan pengalamannya kepada penulis.
5. Bapak Ir. Fitri Gumulya, M.Pd., kepala MA Nihayatul Amal Rawamerta, Ibu
Novita Vandrianur, S.Pd., guru Biologi kelas X dan semua guru di MA
Nihayatul Amal Rawamerta yang telah memberikan izin penelitian dan telah
6. Kepada orang tua dan adik-adik serta keluarga besar yang telah memberikan
do’a dan dorongan baik moril maupun materil serta motivasi, sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.
7. Rekan-rekan seperjuangan, mahasiswa program studi pendidikan IPA 2008.
Terima kasih atas kerjasama, penyemangat, dan persahabatannya.
8. Semua pihak terkait yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, namun
tidak mengurangi rasa hormat dan teima kasih penulis.
Semoga Allah membalas semua kebaikan yang telah diberikan untuk
keberhasilan penulis. Amiin.
Semoga skripsi ini bermanfaat khususnya bagi penulis dan umumnya bagi
para pembaca.
Jakarta, Maret 2013
Penulis
v
DAFTAR ISI
ABSTRAK ... i
ABSTRACT ... ii
KATA PENGANTAR ... iii
DAFTAR ISI ... v
DAFTAR TABEL ... viii
DAFTAR GAMBAR ... ix
DAFTAR LAMPIRAN ... x
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang... 1
B. Identifikasi Masalah ... 6
C. Pembatasan Masalah ... 6
D. Perumusan Masalah ... 7
E. Tujuan Penelitian ... 7
F. Manfaat Penelitian ... 7
BAB II DESKRIPSI TEORITIS, KERANGKA BERPIKIR DAN PERUMUSAN HIPOTESIS A. Kajian Teori ... 8
1. Pembelajaran Kooperatif ... 8
a. Pengertian Pembelajaran Kooperatif ... 8
b. Karakteristik Pembelajaran Kooperatif ... 10
c. Tujuan Pembelajaran Kooperatif ... 11
d. Komponen Pembelajaran Kooperatif ... 12
e. Keterampilan-Keterampilan Pembelajaran Kooperatif.. 12
f. Kendala-Kendala Utama Pembelajaran Kooperatif.. ... 14
g. Keunggulan dan Kelemahan Pembelajaran Kooperatif. 15
i. Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw ... 17
2. Pembelajaran Konvensional ... 22
3. Perbedaan Kelompok Belajar Kooperatif dengan Kelompok Belajar Konvensional ... 23
4. Hasil Belajar ... 25
B. Hasil Penelitian yang Relevan ... 28
C. Kerangka Berpikir ... 29
D. Hipotesis Penelitian ... 30
BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian ... 31
B. Metode dan Desain Penelitian ... 31
C. Populasi dan Sampel ... 32
D. Variabel Penelitian ... 33
E. Instrumen Penelitian ... 33
F. Uji Coba Instrumen ... 34
G. Teknik Pengolahan Data ... 38
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ... 49
1. Data Pretest Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 49
2. Data Posttest Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 50
3. Data Nilai N-gain Hasil Belajar Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 51
B. Pengujian Prasyarat Analisis ... 52
1. Uji Normalitas ... 52
2. Uji Homogenitas ... 54
C. Pengujian Hipotesis ... 56
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ... 63
B. Saran ... 63
DAFTAR PUSTAKA ... 64
viii
Tabel 2. 2 Tingkat Penghargaan Kelompok ... 21
Tabel 2. 3 Perbedaan Kelompok Belajar Kooperatif dengan Kelompok Belajar Konvensional ... 24
Tabel 3. 1 Desain Penelitian ... 31
Tabel 3. 2 Kisi – kisi Lembar Observasi untuk Mengukur Karakter Siswa dalam Proses Pembelajaran ... 34
Tabel 3. 3 Kelompok Tingkat Kesukaran ... 37
Tabel 3. 4 Klasifikasi Daya Pembeda ... 38
Tabel 3. 5 Interpretasi Penilaian Perilaku Berkarakter ... 48
Tabel 4. 1 Deskripsi Data Pretest Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 49
Tabel 4. 2 Deskripsi Data Posttest Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 50
Tabel 4.3 Data Nilai N-gain Hasil Belajar Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 51
Tabel 4.4 Hasil Uji Normalitas Pretest Kelas Eksperimen dan Kontrol ... 52
Tabel 4.5 Hasil Uji Normalitas Posttest Kelas Eksperimen dan Kontrol ... 53
Tabel 4.6 Hasil Uji Normalitas N-gain ... 53
Tabel 4.7 Hasil Uji Homogenitas Pretest Kelas Eksperimen dan Kontrol .... 54
Tabel 4.8 Hasil Uji Normalitas Posttest Kelas Eksperimen dan Kontrol ... 55
Tabel 4.9 Hasil Uji Normalitas N-gain ... 56
Tabel 4.10 Hasil Uji t Pretest Kelas Eksperimen dan Kontrol ... 56
Tabel 4.11 Hasil Uji t Posttest Kelas Eksperimen dan Kontrol ... 57
x
Lampiran 2 RPP Kelas Kontrol ... 82
Lampiran 3 Bahan Pembelajaran Jigsaw Pertemuan I ... 92
Lampiran 4 Bahan Pembelajaran Jigsaw Pertemuan II ... 104
Lampiran 5 Bahan Pembelajaran Jigsaw Pertemuan III ... 113
Lampiran 6 Kisi – kisi Instrumen Uji Coba ... 120
Lampiran 7 Kisi – kisi Instrumen Kognitif ... 122
Lampiran 8 Soal Instrumen Uji Coba ... 134
Lampiran 9 Kunci Jawaban Instrumen Uji Coba ... 143
Lampiran 10 Kisi – kisi Instrumen Penelitian ... 144
Lampiran 11 Soal Instrumen Penelitian ... 146
Lampiran 12 Kunci Jawaban Instrumen Penelitian ... 152
Lampiran 13 Validitas ... 153
Lampiran 14 Reliabilitas ... 155
Lampiran 15 Perhitungan Reliabilitas... 157
Lampiran 16 Tingkat Kesukaran... 158
Lampiran 17 Daya Pembeda ... 160
Lampiran 18 Data Hasil Pretest dan Posttest Kelas Eksperimen ... 161
Lampiran 19 Data Hasil Pretest dan Posttest Kelas Kontrol ... 163
Lampiran 20 Perhitungan Mean, Modus, dan Median Data Pretest dan Posttest Kelas Eksperimen ... 165
Lampiran 21 Perhitungan Mean, Modus, dan Median Data Pretest dan Posttest Kelas Kontrol ... 169
Lampiran 22 Persiapan Uji Normalitas dan Uji Homogenitas Kelas Eksperimen ... 173
Lampiran 23 Persiapan Uji Normalitas dan Uji Homogenitas Kelas Kontrol ... 177
Lampiran 24 Uji Normalitas Data Kelas Eksperimen ... 180
Lampiran 25 Uji Normalitas Data Kelas Kontrol ... 183
Lampiran 26 Uji Homogenitas Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 186
Proses Pembelajaran ... 194
Lampiran 29 Data Hasil Observasi Kelas Eksperimen ... 196
Lampiran 30 Data Hasil Observasi Kelas Kontrol ... 201
Lampiran 31 Lembar Pengesahan Uji Referensi ... 206
Lampiran 32 Surat Permohonan Izin Penelitian ... 211
1 A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan
suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta
keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara.1
Pendidikan merupakan suatu aspek kehidupan yang sangat mendasar
bagi pembangunan suatu bangsa. Maju mundurnya suatu bangsa salah
satunya disebabkan oleh pendidikan. Pendidikan yang bermutu dan
berkualitas dapat menunjang kemajuan suatu bangsa, karena dengan
pendidikan yang bermutu dan berkualitas akan mampu mencetak dan
menghasilkan sumber daya manusia yang bermutu dan berkualitas pula. Oleh
karena itu, untuk menghasilkan sumber daya manusia sebagai subjek
pembangunan yang baik, diperlukan modal dari hasil pendidikan itu sendiri.
Pendidikan mempunyai peranan yang sangat strategis dalam
mempersiapkan generasi penerus yang memiliki pengetahuan dan kecerdasan
yang tinggi serta menguasai berbagai keahlian yang kompeten. Pendidikan
merupakan jembatan penghubung dalam mengantarkan kita pada masyarakat
pembelajar (learning society)yang terus belajar dari waktu ke waktu sehingga
tercapai suatu acuan dasar yang dapat mereflesikan tugas mulia pendidikan
dalam meningkatkan taraf hidup suatu bangsa.2
Pembelajaran adalah sesuatu yang dilakukan oleh siswa, bukan dibuat
untuk siswa. Pembelajaran pada dasarnya merupakan upaya pendidik untuk
membantu peserta didik melakukan kegiatan belajar. Tujuan pembelajaran
1
Lizza Novrida, Pengaruh Strategi Pembelajaran dan Bentuk Tes Formatif terhadap Hasil Belajar Matematika dengan Mengomtrol Intelegensi Siswa, dalam jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Vol. 16, Oktober 2010, h. 300.
2
adalah terwujudnya efisiensi dan efektivitas kegiatan belajar yang dilakukan
peserta didik.3
Keterlibatan siswa secara aktif dalam kegiatan pembelajaran amat
diperlukan. Dalam keseluruhan proses belajar mengajar terjadi interaksi
antara berbagai komponen. Masing-masing komponen diusahakan saling
pengaruh mempengaruhi sehingga tercapai tujuan pendidikan dan pengajaran.
Salah satu komponen utama dalam pembelajaran adalah siswa, sehingga
pemahaman terhadap siswa adalah penting bagi guru maupun pembimbing
agar dapat menciptakan situasi yang tepat serta memberi pengaruh yang
optimal bagi siswa untuk berhasil dalam belajar.
Salah satu faktor diluar diri individu yang sedang belajar yang
mempengaruhi belajar siswa yaitu model dan metode mengajar. Siswa akan
dapat belajar dengan lebih baik jika model dan metode mengajaryang
digunakan oleh guru tepat, efisien, dan efektif.4 Kreativitas gurudalam
melaksanakan proses pembelajaran dengan menggunakan berbagai model dan
metode mengajar sangat diperlukan agar proses pembelajaran dapat
berlangsung optimal.
Di antara model-model yang digunakan dalam pembelajaran adalah
model konvensional. Model pembelajaran konvensional merupakan suatu
cara penyampaian informasi dengan lisan kepada sejumlah pendengar.
Kegiatan ini berpusat pada penceramah dan komunikasi yang searah.5Guru
sebagai subjek mengajar dalam kegiatan pembelajaran dan siswa sebagai
objek yang diajarkan.
Pembelajaran konvensional hingga kini masih banyak digunakan oleh
guru dalam mengajar. Guru datang ke kelas, memberikan bahan pelajaran
dengan topik tertentu selama waktu tertentu pula. Pembelajaran ini biasanya
3
Isjoni, Cooperative Learning: Efektifitas Pembelajaran Kelompok, (Bandung: Alfabeta, 2007), Cet. I, h. 11.
4
Slameto, Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya, (Jakarta: Rineka Cipta, 2003), h.69
5
digunakan bila guru akan memberikan informasi dan kapasitas kelas yang
terlalu besar atau kelas dengan jumlah siswa yang terlalu banyak sehingga
menyulitkan bila menggunakan metode-metode lain.
Dengan menggunakan pembelajaran konvensional dalam
pembelajaran, alokasi waktu hampir dipastikan dapat diminimalisir dengan
tepat karena segalanya tergantung pada guru. Keseluruhan bahan pelajaran
sesuai kurikulum pun dapat disampaikan kepada siswa.
Namun metode-metode konvensional dalam pembelajaran guru tidak
dapat mengetahui secara pasti sampai sejauh mana siswa telah memahami
pelajarannya karena siswa yang hanya duduk, mendengar, mencatat, dan
menghafal belum menandakan bahwa mereka telah mengerti penjelasan guru
dan penjelasan guru juga dapat ditafsirkan lain oleh siswa sehingga terjadi
kesalahpahaman konsep dalam memahami materi.
Metode ini pun kurang mendukung terjadinya proses perkembangan
kognitif, afektif, dan psikomotorik siswa. Hal ini disebabkan dalam kegiatan
belajar mengajar, guru berperan sentral dan guru sebagai sumber ilmu yang
hanya mentransfer ilmunya kepada siswa-siswanya yang merupakan aspek
kognitif saja.
Perkembangan IPA telah melaju dengan pesatnya.Hal ini erat
hubungannya dengan perkembangan teknologi.Perkembangan teknologi
memberikan wahana yang memungkinkan IPA berkembang dengan
pesat.Perkembangan IPA yang begitu pesat, menggugah para pendidik untuk
merancang dan melaksanakan pendidikan yang lebih terarah pada penguasaan
konsep IPA, yang dapat menunjang kegiatan sehari-hari dalam masyarakat.
Jalur yang tepat untuk meningkatkan sumber daya manusia adalah melalui
jalur pendidikan.Pada hakikatnya IPA dibangun atas dasar produk ilmiah,
proses ilmiah, dan sikap ilmiah.6Secara umum IPA meliputi tiga bidang ilmu
dasar, salah satunya yaitu biologi.
Biologi adalah bagian dari Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan
ilmu yang berkembang berdasarkan observasi dan eksperimen. Proses
6
pembelajaran biologi di SMA meliputi pemberian konsep dan praktek nyata.
Konsep biologi merupakan pelajaran yang berhubungan dengan kehidupan,
meskipun demikian konsep biologi masih sulit untuk dipahami oleh siswa
sehingga hasil belajar biologi belum mencapai hasil yang sesuai dengan apa
yang diharapkan. Hasil belajar yang belum optimal disebabkan antara lain
kurangnya motivasi dan minat siswa untuk mempelajari biologi, sehingga
siswa tidak aktif, kreatif dan produktif khususnya dalam menghubungkan
antara materi yang dipelajari dengan kehidupan sehari-hari.
Pelajaran biologi tidak semuanya dapat diterangkan dengan metode
konvensional. Pelajaran biologi membutuhkan variasi strategi pembelajaran
agar biologi itu menjadi mudah dan menarik bagi siswa.
Menyampaikan bahan pelajaran berarti melaksanakan beberapa
kegiatan, tetapi kegiatan itu tidak akan ada gunanya jika tidak mengarah pada
tujuan tertentu. Artinya seorang pengajar harus mempunyai tujuan dalam
kegiatan pengajarannya, karena itu setiap pengajar menginginkan
pengajarannya dapat diterima sejelas-jelasnya oleh para peserta didiknya.
Untuk mengerti suatu hal dalam diri seseorang, terjadi suatu proses yang
disebut sebagai proses belajar melalui model-model mengajar yang sesuai
dengan kebutuhan proses belajar itu. Melalui mengajar model itu, pengajar
mempunyai tugas merangsang serta meningkatkan jalannya proses belajar.
Untuk dapat melaksanakan tugas itu dengan baik, pengajar harus mengetahui
bagaimana model dan proses pembelajaran itu berlangsung.7
Dalampelaksanaan proses belajar mengajar peran guru dalam
mengarahkan dan membentuk situasi belajar siswa sangat menentukan
keberhasilan penyelenggaraan pendidikan. Hal tersebut karena guru berfungsi
sebagai motivator peserta didik untuk mendorong siswa agar belajar lebih
rajin dan berhasil atas kesadarannya sendiri.8
7
Syaiful Sagala, Konsep dan Makna Pembelajaran, (Bandung: Alfabeta, 2010), Cet. 8, h. 173.
8Sabar Budi Raharjo. “
Pendidikan Karakter sebagai Upaya Menciptakan Akhlak Mulia”,
Melalui penelitian ini penulis mengemukakan salah satu solusi agar
pelajaran lebih mudah dipahami oleh siswa karena siswa belajar dengan
memahami bukan sekedar menghafal. Penulis mengajukan salah satu metode
yang dapat digunakan dalam pembelajaran selain pembelajaran konvensional
dengan cara melihat perbedaan hasil belajar antara siswa yang diajarkan
dengan pembelajaran konvensional dengan pembelajaran lain yaitu dengan
pembelajaran kooperatif.
Pengelolaan pembelajaran dalam pendidikan dengan menggunakan
model atau metode yang tepat akan memberikan suatu motivasi belajar yang
lebih baik bagi anak didik. Dalam meningkatkan kualitas proses belajar
mengajar tersebut selain pendidiknya harus kreatif, dituntut pula adanya
partisipasi aktif dari siswa dalam mengikuti proses belajar mengajar. Suasana
kelas perlu direncanakan dan dibangun sedemikian rupa sehingga siswa
mendapatkan kesempatan untuk berinteraksi satu sama lain. Dalam interaksi
ini, siswa akan membentuk komunitas yang memungkinkan mereka untuk
mencintai proses belajar dan mencintai satu sama lain. Dalam suasana belajar
yang penuh dengan persaingan dan pengisolasian siswa, dampak negatifnya
antara lain adalah sikap dan hubungan yang negatif akan terbentuk dan
mematikan semangat siswa. Suasana seperti ini akan menghambat
pembentukan pengetahuan secara aktif. Oleh karena itu, pengajar perlu
menciptakan suasana belajar sedemikian rupa sehingga siswa bekerja sama
secara gotong-royong.
Menurut Nurhadi seperti dikutip La Iru memandang pembelajaran
kooperatif secara sadar menciptakan interaksi yang silih asah, sehingga
sumber belajar peserta didik bukan hanya guru dan buku ajar, tetapi juga
sesame peserta didik.9
Pembelajaran kooperatif mewadahi bagaimana siswa dapat bekerja
sama dalam kelompok, tujuan kelompok adalah tujuan bersama. Situasi
kooperatif merupakan bagian dari siswa untuk mencapai tujuan kelompok,
9
siswa harus merasakan bahwa mereka akan mencapai tujuan, maka siswa lain
dalam kelompoknya memiliki kebersamaan, artinya tiap anggota kelompok
bersikap kooperatif dengan sesama anggota kelompoknya.10
Pembelajaran kooperatif memiliki banyak variasi dalam mengajarnya.
Pada penelitian ini digunakan tipe jigsaw. Model pembelajaran Jigsaw
merupakan salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang mendorong siswa
aktif dan saling membantu dalam menguasai materi pelajaran untuk mencapai
prestasi yang maksimal.11
Berdasarkan uraian tersebut di atas penulis tertarik untuk mengadakan
penelitian mengenai: ”Perbedaan Peningkatan Hasil Belajar Antara Siswa
yang Diajar Melalui Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw dengan
Pembelajaran Konvensional pada Konsep Protista.”
B. Identifikasi Masalah
Dari uraian latar belakang masalah diatas dapat diidentifikasikan
sebagai berikut:
1. Pembelajaran saat ini masih menggunakan pembelajaran konvensional dan
kegiatannya lebih berpusat pada guru.
2. Pencapaian hasil belajar biologi kurang optimal.
3. Pelajaran biologi tidak semuanya dapat diterangkan dengan pembelajaran
konvensional.
C. Pembatasan Masalah
Dalam penelitian ini akan dibatasi masalah yang akan diteliti, guna
untuk lebih fokus pada inti permasalahan. Adapun pembatasan masalahnya
adalah:
1. Model pembelajaran yang digunakan adalah pembelajaran kooperatif tipe
jigsaw dan pembelajaran konvensional.
10
Rusman, Model-Model Pembelajaran : Mengembangkan Profesionalisme Guru, (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2011), Cet. 3, h. 205.
11
2. Hasil belajar yang diukur hanya pada aspek kognitif (C1, C2, C3, dan C4)
dan afektif.
3. Pembelajaran hanya pada konsep protista.
D. Perumusan Masalah
Berdasarkan identifikasi dan pembatasan masalah yang telah diuraikan
sebelumnya di atas, maka masalah yang akan diteliti dirumuskan sebagai
berikut: “Bagaimanakah perbedaan peningkatan hasil belajar antara siswa
yang diajar melalui pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dengan pembelajaran
konvensional pada konsep protista?"
E. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan peningkatan
hasil belajar antara siswa yang diajarkan kooperatif tipe jigsaw dengan
pembelajaran konvensional pada konsep protista.
F. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah:
1. Bagi Guru
a. Memberikan informasi untuk menyelenggarakan pembelajaran aktif
dalam pengembangan dan peningkatan mutu pendidikan.
b. Dapat dijadikan masukan bagi guru tentang salah satu model dan
metode yang dapat digunakan untuk meningkatkan hasil belajar
biologi siswa.
2. Bagi Peneliti
Meningkatkan dan mengembangkan kemampuan mengajar peneliti
8
BAB II
KAJIAN TEORI, KERANGKA BERPIKIR
DAN HIPOTESIS PENELITIAN
A. Kajian Teori
1. Pembelajaran Kooperatif
a. Pengertian Pembelajaran Kooperatif
“Pembelajaran kooperatif merupakan salah satu model pembelajaran kelompok yang memiliki aturan-aturan tertentu. Prinsip dasar pembelajaran
kooperatif adalah siswa membentuk kelompok kecil dan saling mengajar
sesamanya untuk mencapai tujuan bersama.”1
Menurut Johnson seperti dikutip Isjoni mengemukakan, “Cooperanon means working together to accomplish shares goals. Within cooperative activities individuals seek outcomes that are beneficial to all other groups members. Cooperative learning is the instructional use of small groups that allows students to work together to maximize their
own and each other as learning”. Berdasarkan uraian tersebut,
cooperative learning mengandung arti bekerja bersama dalam
mencapai tujuan bersama. Dalam kegiatan kooperatif, siswa mencari hasil yang menguntungkan bagi seluruh anggota kelompok.Belajar kooperatif adalah pemanfaatan kelompok kecil untuk memaksimalkan belajar mereka dan belajar anggota lainnya dalam kelompok itu. Prosedur cooperative learning didesain untuk mengaktifkan siswa melalui inkuiri dan diskusi dalam kelompok kecil yang terdiri atas 4-6 orang.2
Pembelajaran kooperatif menurut Johnson & Johnson seperti dikutip
Zulfiani adalah cara belajar yang menggunakan kelompok kecil sehingga
siswa bekerja dan belajar satu sama lain. Untuk mencapai tujuan kelompok di
1
Made Wena, Strategi Pembelajaran Inovatif Kontemporer, (Jakarta: Bumi Aksara, 2009), Cet. 2, h. 189.
2
dalam belajar kooperatif siswa berdiskusi dan saling membantu serta
mengajak satu sama lain untuk memahami isi materi pelajaran.3
Pada dasarnya cooperative learning mengandung pengertian sebagai
suatu perilaku bersama dalam melakukan pekerjaan dalam struktur kerjasama
yang teratur dalam kelompok, dimana keberhasilan kerja sangat dipengaruhi
oleh keterlibatan dari setiap anggota kelompok itu sendiri.4
Menurut Arihi, L. S seperti dikutip La Iru, pembelajaran kooperatif
(cooperative learning) merupakan model pembelajaran dalam
kelompok-kelompok kecil, dengan anggota kelompok-kelompok 3–5 orang, yang dalam
menyelesaikan tugas kelompoknya stiap anggota kelompok harus saling kerja
sama dan saling membantu untuk memahami materi, sehingga setiap siswa
selain mempunyai tanggung jawab berpasangan, juga mempunyai tanggung
jawab dalam kelompok.5
Jadi, pembelajaran kooperatif adalah kegiatan pembelajaran yang
dilakukan oleh siswa dengan bekerjasama antara siswa lain untuk mencapai
tujuan bersama dengan membentuk kelompok-kelompok yang terdiri dari
dua orang atau lebih dan keterlibatan dari setiap anggota kelompok sangat
mempengaruhi.
Pembelajaran kooperatif tidak sama dengan sekadar belajar dalam
kelompok. Ada unsur dasar pembelajaran kooperatif yang membedakan
dengan pembelajaran kelompok yang dilakukan asal-asalan. Pelaksanaan
prinsip dasar pokok sistem pembelajaran kooperatif dengan benar akan
memungkinkan guru mengelola kelas dengan lebih efektif. Dalam
pembelajaran kooperatif proses pembelajaran tidak harusbelajar dari guru
kepada siswa. Siswa dapat saling membelajarkan sesama siswa
3
Zulfiani, Tonih Feronika, dan Kinkin Suartini, Strategi Pembelajaran Sains, (Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Jakarta, 2009), Cet. I, h. 130.
4
Tukiran Taniredja, dkk.,Model-Model Pembelajaran Inovatif, (Bandung: Alfabeta, 2011), h. 56.
5
lainnya.Pembelajaran oleh rekan sebaya lebih efektif daripada pembelajaran
oleh guru.6
b. Karakteristik Pembelajaran Kooperatif
Karakteristik atau ciri-ciri pembelajaran kooperatif dapat dijelaskan
sebagai berikut.
1. Pembelajaran Secara Tim
Pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran dilakukan secara tim. Tim
merupakan tempat untuk mencapai tujuan. Oleh karena itu, tim harus
mampu membuat setiap siswa belajar. Setiap anggota tim harus saling
membantu untuk mencapai tujuan pembelajaran.
2. Didasarkan pada Manajemen Kooperatif
Manajemen kooperatif memfunyai tiga fungsi, yaitu:
a) Fungsi manajemen sebagai perencanaan pelaksanaan menunjukkan
bahwa pembelajaran kooperatif dilaksanakan sesuai dengan
perencanaan, dan langkah-langkah pembelajaran yang sudah
ditentukan.
b) Fungsi manajemen sebagai organisasi, menunjukkan bahwa
pembelajaran kooperatif memerlukan perencanaan yang matang agar
proses pembelajaran berjalan dengan efektif.
c) Fungsi manajemen sebagai control, menunjukkan bahwa dalam
pembelajaran kooperatif ditentukan criteria keberhasilan baik melalui
bentuk tes maupun nontes.
3. Kemauan untuk Bekerja Sama
Keberhasilan pembelajaran kooperatif ditentukan oleh keberhasilan
secara kelompok, oleh karenanya prinsip kebersamaan atau kerja sama yang
baik, pembelajaran kooperatif tidak akan mencapai hasil yang optimal.
6
4. Keterampilan Bekerja Sama
Kemampuan bekerja sama itu dipraktikkan melalui aktivitas dalam
kegiatan pembelajaran secara berkelompok. Dengan demikian, siswa perlu
didorong untuk mau dan sanggup berinteraksi dan berkomunikasi dengan
anggoata lain dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran yang telah
ditetapkan.7
c. Tujuan Pembelajaran Kooperatif
Model pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai
setidak-tidaknya tiga tujuan pembelajaran penting, yaitu hasil belajar akademik,
penerimaan terhadap keragaman, dan pengembangan keterampilan sosial.
1) Hasil Belajar Akademik
Beberapa ahli berpendapat bahwa model ini unggul dalam membantu
siswa memahami konsep-konsep yang sulit. Para pengembang model ini
telah menunjukkan bahwa model struktur penghargaan kooperatif telah
dapat meningkatkan penilaian siswa pada belajar akademik dan perubahan
norma yang berhubungan dengan hasil belajar.
2) Penerimaan terhadap Keragaman
Efek penting yang kedua dari model pembelajaran kooperatif ialah
penerimaan yang luas terhadap orang yang berbeda menurut ras, budaya,
kelas sosial, kemampuan, maupun ketidakmampuan.
3) Pengembangan Keterampilan Sosial
Tujuan penting ketiga dari pembelajaran kooperatif ialah untuk
mengajarkan kepada siswa keterampilan kerjasama dan kolaborasi.
Keterampilan ini amat penting untuk dimiliki di dalam masyarakat di mana
banyak kerja orang dewasa sebagian besar dilakukan dalam organisasi
yang saling bergantung satu sama lain dan dimana masyarakat secara
budaya semakin beragam.8
7
Rusman,op.cit., h. 207-208.
8
d. Komponen Pembelajaran Kooperatif
Untuk menentukan keberhasilan penggunaan kooperatif, dapat dicapai
dengan memperhatikan lima komponen sebagai berikut:
1) Saling Ketergantungan Positif (Positive Interdependence)
Setiap anggota kelompok memiliki rasa saling bergantung positif,
mempunyai rasa untuk semua, merasa bahwa mereka akan sukses jika
siswa yang lain juga sukses.
2) Interaksi Langsung (Face to Interaction)
Posisi siswa mengharuskan mereka bertatap muka satu sama lain dan
berinteraksi secara langsung, saling berhadapan dan saling membantu
dalam pencapaian belajar, serta menyumbangkan pikirannya dalam
memecahkan masalah.
3) Pertanggungjawaban secara Individual dan Kelompok (Individual and
Group Accountability)
Setiap kelompok bertanggungjawab untuk mencapai tujuan dalam
pembelajaran. Setiap anggota dalam tim diharuskan memberikan
kontribusi untuk kelompoknya dan memberikan bantuan dorongan bagi
siswa lain untuk menguasai bahan ajar.
4) Keterampilan Berinteraksi antar Individual dan Kelompok (Interpersonal
and Small Group Skill)
Keterampilan sosial sangat penting dalam belajar kooperatif yang harus
diajarkan kepada siswa. Siswa harus dimotivasi untuk bekerjasama dalam
memahami konsep-konsep yang sulit.
5) Proses Kelompok (Group Processing)
Efektivitas dalam belajar kelompok ini dapat dilakukan dengan cara
melakukan pembagian tugas untuk memimpin secara bergantian.9
e. Keterampilan-Keterampilan Pembelajaran Kooperatif
Dalam cooperative learning tidak hanya mempelajari materi saja, tetapi
siswa ataau peserta didik juga harus mempelajari keterampilan-keterampilan
9
khusus yang disebut keterampilan kooperatif.Keterampilan kooperatif ini
berfungsi untuk melancarkan hubungan kerja dan tugas.Peranan hubungan
kerja dapat dibangun dengan memebangun tugas anggota kelompok selama
kegiatan.
Keterampilan-keterampilan selamaa kooperatif tersebut antara lain
sebbagai berikut :
1. Keterampilan Kooperatif Tingkat Awal
a) Meggunakan kesepakatan
Yang dimaksud dengan menggunakan kesepakatan adalah
menyamakan pendapat yang berguna untuk meningkatkan hubungan
kerja dalam kelompok.
b) Menghargai kontribusi
Menghargai berarti memperhatikan atau mengenal apa yang dapat
dikatakan atau dikerjakan anggota lain. Hal ini berarti harus selalu
setuji dengan anggoata lain, dapat saja kritik yang diberikan itu
ditujukan terhadap ide dan tidak individu.
c) Mengambil giliran dan berbagi tugas
Pengertian ini mengandung arti bahwa setiap anggota kelompok
bersedia menggantikan dan bersedia mengemban tugas/tanggung
jawab tertentu dalam kelompok.
d) Berada dalam kelompok
e) Maksud disini adalah setiap anggota tetapdalam kelompok kerja
selama kegiatan berlangsung.
f) Berada dalam tugas
Yang dimaksud berada dalam tugas adalah meneruskan tugas yang
menjadi tanggung jawabnya, agar kegiatan dapat diselesaikan sesuai
waktu yang dibutuhkan.
g) Mendorong partisipasi
Mendorong partisipasi berarti mendorong semua anggota kelompok
untuk memberikan kontribusi terhadap tugas kelompok.
Maksudnya adalah meminta orang lain untuk berbicara dan
berpartisipasi terhadap tugas.
i) Menyelesaikan tugas dalam waktunya
j) Menghormati perbedaan individu
Menghormati perbedaan indiviidu berarti bersikap menghormati
terhadap budaya, suku, ras, atau pengalaman dari semua siswa atau
peserta didik.
2. Keterampilan Kooperatif Tingkat Menengah
Keterampilan tingkat menengah meliputi menunjukkan penghargaan dan
simpati, mengungkapkan ketidaksetujuan dengan cara dapat diterima,
mendengarkan dengan arif, bertanya, membuat ringkasan, menafsirkan,
mengorganisir, dan mengurangi ketegangan.
3. Keterampilan Kooperatif Tingkat Mahir
Keterampilan tingkat mahir meliputi mengelaborasi, memeriksa dengaan
cermat, menanyakan kebenaran, menetapkan tujuan, dan berkompromi.10
f. Kendala-kendala Utama Pembelajaran Kooperatif
Slavin seperti dikutip Miftahul Huda mengidentifikasi tiga kendala
utama terkait dengan pembelajaran kooperatif:
1) Free Rider: Jika tidak diracang dengan baik, pembelajaran kooperatif
justru berdampak pada munculnya free rider atau “pengendara bebas”.
Yang dimaksud free rider di sini adalah beberapa siswa yang tidak
bertanggung jawab secara personal pada tugas kelompoknya; mereka
hanya “mengekor” saja apa yang dilakukan oleh teman-teman satu
kelompoknya yang lain. Free rider ini sering kali muncul ketika
kelompok-kelompok kooperatif ditugaskan untuk menangani satu lembar
kerja, satu proyek, atau satu laporan tertentu. Untuk tugas-tugas seperti
ini, sering kali ada satu atau beberapa anggota yang mengerjakan hampir
semua pekerjaan kelompoknya, sementara sebagian anggota yang lain
justru “bebas berkendara”, berkeliaran kemana-mana.
10
2) Diffusion of Responsibility: Yang dimaksud dengan diffusion of
responsibility (penyebaran tanggung jawab) ini adalah suatu kondisi di
mana beberapa anggota yang dianggap tidak mampu cenderung
diabaikan oleh anggota-anggota lain yang “lebih mampu”.
3) Learning a Part of Task Specialization: Dalam beberapa metode tertentu,
seperti Jigsaw, Group Investigation, dan metode-metode lain yang
terkait, setiap kelompok ditugaskan untuk mempelajari atau mengerjakan
bagian materi yang berbeda antarsatu sama lain yang dikerjakan oleh
kelompok lain. Pembagian semacam ini sering kali membuat siswa hanya
fokus pada bagian materi yang menjadi tanggung jawabnya, sementara
bagian materi lain hampir tidak digubris sama sekali, padahal semua
materi tersebut saling berkaitan satu sama lain.
Menurut Slavin, ketiga kendala ini bisa diatasi jika guru mampu: (1)
mengenali sedikit banyak karakteristik dan level kemampuan siswa-siswanya,
(2) selalu menyediakan waktu khusus untuk mengetahui kemajuan setiap
siswanya dengan mengevaluasi mereka secara individual setelah bekerja
kelompok, dan (3) mengintegrasikan metode yang satu dengan metode yang
lain, misalnya: metode Jigsaw dengan metode Cooperative Review, di mana
setiap kelompok yang selesai mempelajari bagian materi tertentu diharuskan
untuk mengajukan pertanyaan-pertanyaan penting terkait dengan materi
tersebut kepada kelompok-kelompok yang lain, sehingga koneksi
pengetahuan antarmateri satu dengan materi yang lain tetap terjaga dalam
pikiran masing-masing siswa.11
g. Keunggulan dan Kelemahan Pembelajaran Kooperatif
Keunggulan dari model pembelajaran kooperatif adalah:
1) Siswa berkelompok sambil belajar mengenai suatu konsep atau topik
dalam suasana yang menyenangkan.
2) Optimalisasi partisipasi siswa.
11
Miftahul Huda, Cooperative Learning: Metode, Teknik, Struktur dan Model Penerapan,
3) Adanya strukur yang jelas dan memungkinkan siswa untuk berbagi
dengan pasangan dengan sesama siswa dalam suasana gotong royong
dan mempunyai banyak kesempatan untuk mengolah informasi dan
meningkatkan keterampilan berkomunikasi.
4) Adanya struktur yang jelas dan memungkinkan siswa untuk berbagi
dengan pasangan yang berbeda dengan singkat dan teratur.
5) Meningkatkan penerimaan.
6) Meningkatkan hubungan positif.
7) Motivasi intrinstik makin besar.
8) Percaya diri yang tinggi.
9) Perilaku dalam tugas lebih.
10) Sikap yang baik terhadap guru dan sekolah.
11) Siswa bertanggung jawab dengan belajarnya.
12) Siswa mengartikan “apa guru bicarakan” kepada “apa yang
dikatakan siswa” untuk mereka.
13) Siswa mengingat dalam “kolaborasi kognitif.” Mereka
mengorganisasi pikirannya untuk dijelaskan ide pada teman-teman
sekelas mereka.
Sedangkan kelemahannya adalah:
1) Siswa yang pandai akan cenderung mendominasi sehingga dapat
menimbulkan sikap minder dan pasif dari siswa yang lemah.
2) Dapat terjadi siswa yang sekedar menyalin pekerjaan siswa yang
pandai tanpa memiliki pemahaman yang memedai.
3) Pengelompokkan siswa memerlukan pengaturan tempat duduk yang
berbeda-beda serta membutuhkan waktu khusus.12
h. Peranan Guru dalam Pembelajaran Kooperatif
Peran guru dalam pelaksanan pembelajaran kooperatif adalah sebagai
fasilitator, mediator, director-motivator, dan evaluator. Sebagai fasilitator
12
seorang guru harus memiliki sikap-sikap sebagai berikut :1) mampu
menciptakan suasana kelas yang nyaman dan menyenangkan, 2) membantu
dan mendorong siswa untuk mengungkapkan dan menjelaskan keinginan dan
pembicaraannya baik secara individual maupun kelompok, 3) membantu
kegiatan-kegiatan dan menyediakan sumber atau peralatan serta membantu
kelancaran belajar mereka, 4) membina siswa agar setiap orang merupakan
sumber yang bermanfaat bagi yang lainnya, dan 5) menjelaskan kegiatan pada
kelompok dan mengatur penyebaran dalam bertukar pendapat.
Sebagai mediator, guru berperan sebagai penghubung dalam
menjembatani mengaitkan materi pembelajaran yang sedang dibahas melalui
cooperative learning dengan permasalahan yang nyata ditemukan di
lapangan.Di samping itu, guru juga berperan dalam menyediakan sarana
pembelajaran, agar suasana belajar tidak monoton dan membosankan.Dengan
kreativitasnya, guru dapat mengatasi keterbatasan sarana sehingga tidak
menghambat suasana pembelajaran di kelas.
Sebagai director-motivator, guru berperan dalam membimbing serta
mengarahklan jalannya diskusi, membantu kelancaran diskusi tapi tidak
memberikan jawaban.Di samping itu, sebagai motivator guru berperan sebagai
pemberi semangat pada siswa untuk aktif berpartisipasi.
Sebagai evaluator, guru berperan dalam menilai kegiatan belajar
mengajar yang sedang berlangsung. Penilaian ini tidak hanya pada hasil, tetapi
lebih ditekankan pada proses pembelajaran. Penilaian dilakukan baik secara
perorangan maupun secara berkelompok.Alat yang digunakan dalam evaluasi
selain berbentuk tes sebagai alat pengumpul data juga berbentuk catatan
observasi guru untuk melihat kegiatan siswa dikelas.13
i. Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw
Pembelajaran kooperatif model Jigsaw dikembangkan oleh Elliot
Aronson dari Universitas Texas USA.14Pembelajaran kooperatif jigsaw
13
Isjoni,op. cit., h. 62-64.
14
merupakan salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang mendorong siswa
aktif dan saling membantu dalam menguasai materi pelajaran untuk mencapai
prestasi yang maksimal.15
Jigsaw adalah salah satu tipe model pembelajaran kooperatif yang
terdiri dari tim – tim heterogen yang beranggotakan 4 – 5 orang siswa, materi
pelajaran yang yang diberikan pada siswa dalam bentuk teks setiap anggota
bertanggung jawab untuk mempelajari bagian tertentu bahan yang diberikan,
dan mampu mengajarkan bagian tersebut kepada anggota tim lain. Jigsaw
didesain untuk meningkatkan rasa tanggung jawab siswa terhadap
pembelajarannya sendiri dan juga pembelajaran orang lain. Siswa tidak hanya
mempelajari materi yang diberikan, tetapi mereka juga harus siap
memberikan dan menjabarkan materinya tersebut kepada anggota
kelompoknya yang lain.16
Kelompok Asal
Kelompok Ahli
Gambar 2.1 Ilustrasi Kelompok Jigsaw
15
Isjoni,op. cit., h. 54.
16
Menurut Priyanto dalam penerapan pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw
ada beberapa langkah yang harus dilaksanakan, yaitu sebagai berikut:17
a. Pembentukan Kelompok Asal
Setiap kelompok asal terdiri dari 4-5 orang anggota dengan kemampuan
yang heterogen.
b. Pembelajaran pada Kelompok Asal
Setiap anggota dari kelompok asal mempelajari submateri pelajaran yang
akan menjadi keahliannya, kemudian masing-masing mengerjakan tugas
secara individual.
c. Pembentukan Kelompok Ahli
Ketua kelompok asal membagi tugas kepada masing-masing anggotanya
untuk menjadi ahli dalam satu submateri pelajaran. Kemudian
masing-masing ahli submateri yang sama dari kelompok yang berlainan
bergabung membentuk kelompok baru yang disebut kelompok ahli.
d. Diskusi Kelompok Ahli
Anggota kelompok ahli mengerjakan tugas dan saling berdiskusi tentang
masalah-masalah yang menjadi tanggung jawabnya. Setiap anggota
kelompok ahli belajar materi pelajaran sampai mencapai taraf merasa
yakin mampu menyampaikan dan memecahkan persoalan yang
menyangkut submateri pelajaran yang menjadi tanggung jawabnya.
e. Diskusi Kelompok Asal (Induk)
Anggota kelompok ahli kembali ke kelompok asal masing-masing.
Kemudian setiap anggota kelompok asal menjelaskan dan menjawab
pertanyaan mengenai submateri pelajaran yang menjadi keahliannya
kepada anggota kelompok asal yang lain. Ini berlangsung secara bergilir
sampai seluruh anggota kelompok asal telah mendapatkan giliran.
17
f. Diskusi Kelas
Dengan dipandu oleh guru diskusi kelas membicarakan konsep-konsep
penting yang menjadi bahan perdebatan dalam diskusi kelompok ahli.
Guru berusaha memperbaiki salah konsep pada siswa.
g. Pemberian Kuis
Kuis dikerjakan secara individu. Nilai yang diperoleh masing-masing
anggota kelompok asal dijumlahkan untuk memperoleh jumlah nilai
kelompok.
h. Pemberian Penghargaan Kelompok
Kepada kelompok yang memperoleh jumlah nilai tertinggi diberikan
penghargaan berupa piagam dan bonus nilai.
Stehl memberikan petunjuk perhitungan skor kelompok pada tabel
berikut:18
Tabel 2.1
Konversi Skor Perkembangan
Skor Kuis Individu Skor Perkembangan
Lebih dari 10 poin di bawah skor awal 0
Antara 10 poin di bawah skor awal sampai skor awal 10
1 sampai 10 di atas skor awal 20
Lebih dari 10 poin di atas skor awal 30
Nilai sempurna 40
18
Tabel 2.2
Tingkat Penghargaan Kelompok
Rata-rata Tingkat Penghargaan Kelompok Penghargaan
15 poin Good team
20 poin Great team
25 poin Super team
Jigsaw dikatakan dapat meningkatkan belajar siswa karena a) siswa
tidak tertekan dalam belajar, b) meningkatkan jumlah partisipasi siswa dalam
kelas, c) mengurangi kebutuhan daya saing dan d) mengurangi dominasi guru
dalam kelas.19
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam tipe Jigsaw adalah:20
a) Menggunakan strategi tutor sebaya.
b) Mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok ASAL (Home) dan
kelompok AHLI.
c) Dalam kelompok ahli mahasiswa belajar secara kooperatif menuntaskan
topik yang sama sampai mereka menjadi “AHLI”.
d) Dalam kelompok asal setiap siswa saling “mengajarkan” keahlian
masing-masing.
Model jigsaw dapat digunakan secara efektif di tiap level dimana siswa
telah mendapat keterampilan akademis dari pemahaman, membaca, maupun
keterampilan kelompok untuk belajar bersama. Materi pelajaran haruslah
yang dapat lebih mengembangkan konsep daripada mengembangkan
keterampilan sebagai tujuan umum.21
19 Qiao Mengduo and Jing Xiaoling, “
Jigsaw Strategy as a Cooperative Learning Technique : Focusing on the Language Learners,” from Chinese Journal of Applied Linguistics
(Bimonthly) Vol. 33, No. 4, August 2010, p. 114.
20
Yatim Riyanto, Paradigma Baru Pembelajaran: Sebagai Referensi Bagi Pendidikan dalam Implementasi Pembelajaran yang Efektif dan Berkualitas, (Jakarta: Kencana, 2009), h. 275-276.
21
Jhonson and Jhonson seperti dikutip Rusman melakukan penelitian
tentang pembelajaran kooperatif jigsaw yang hasilnya menunjukkan bahwa
interaksi kooperatif memiliki banyak pengaruh positif terhadap
perkembangan anak. Pengaruh positif tersebut adalah :22
a) Meningkatkan hasil belajar
b) Meningkatkan daya ingat
c) Dapat digunakan untuk mencapai taraf penalaran tingkat tinggi
d) Mendorong tumbuhnya motivasi intrinsic (kesadaran individu)
e) Meningkatkan hubungan antarmanusia yang heterogen
f) Meningkatkan sikap anak yang positif terhadap sekolah
g) Meningkatkan sikap positif terhadap guru
h) Meningkatkan harga diri anak
i) Meningkatkan perilaku penyesuaian social yang positif
j) Meningkatkan keterampilan hidup bergotong – royong
2. Pembelajaran Konvensional
Model pembelajaran konvensional merupakan suatu cara penyampaian
informasi dengan lisan kepada sejumlah pendengar. Kegiatan ini berpusat
pada penceramah dan komunikasi yang searah. Pada model pembelajaran
konvensional, siswa belajar lebih banyak mendengarkan penjelasan guru di
depan kelas dan melaksanakan tugas jika guru memberikan latihan soal-soal
kepada siswa. Model pembelajaran konvensional adalah interaksi antara guru
dan siswa dalam proses pengajaran dipandang sebagai yang mengetahui
sesuatu apapun.23
Secara umum, ciri-ciri pembelajaran konvensional adalah:24
22
Rusman, op. cit., h. 219.
23
http://dormatio.blogspot.com/2013/01/model-pembelajaran-konvensional.html, diakses pada tanggal 29 April 2013.
24
1. Siswa adalah penerima informasi secara pasif, dimana siswa menerima
pengetahuan dari guru dan pengetahuan diasumsinya sebagai badan dari
informasi dan keterampilan yang dimiliki sesuai dengan standar.
2. Belajar secara individual.
3. Pembelajaran sangat abstrak dan teoritis.
4. Perilaku dibangun atas kebiasaan.
5. Kebenaran bersifat absolut dan pengetahuan bersifat final.
6. Guru adalah penentu jalannya proses pembelajaran.
7. Perilaku baik berdasarkan motivasi ekstrinsik.
8. Interaksi di antara siswa kurang.
9. Guru sering bertindak memperhatikan proses kelompok yang terjadi dalam
kelompok-kelompok belajar.
Namun perlu diketahui bahwa pengajaran model ini dipandang efektif
atau mempunyai keunggulan, terutama:
1. Berbagai informasi yang tidak mudah ditemukan di tempat lain
2. Menyampaikan informasi dengan cepat
3. Membangkitkan minat akan informasi
4. Mengajari siswa yang cara belajar terbaiknya dengan mendengarkan
5. Mudah digunakan dalam proses belajar mengajar.
Sedangkan kelemahan pembelajaran ini adalah sebagai berikut:
1. Tidak semua siswa memiliki cara belajar terbaik dengan mendengarkan
2. Sering terjadi kesulitan untuk menjaga agar siswa tetap tertarik dengan apa
yang dipelajari
3. Para siswa tidak mengetahui apa tujuan mereka belajar pada hari itu
4. Penekanan sering hanya pada penyelesaian tugas
5. Daya serapnya rendah dan cepat hilang karena bersifat menghafal.
3. Perbedaan Kelompok Belajar Kooperatif dengan Kelompok Belajar
Konvensional
Untuk mengetahui perbedaan kelompok belajar kooperatif dengan
Tabel 2.3 Perbedaan Kelompok Belajar Kooperatif dengan Kelompok
Belajar Konvensional25
Kelompok Belajar Kooperatif Kelompok Belajar Konvensional
Adanya saling ketergantungan positif,
saling membantu, dan saling
memberikan motivasi sehingga ada
interaksi promotif.
Guru sering membiarkan adanya siswa
yang mendominasi kelompok atau
menggantungkan diri pada kelompok.
Adanya akuntabilitas individual yang
mengukur penguasaan materi pelajaran
tiap anggota kelompok, dan kelompok
diberi umpan balik tentang hasil belajar
para anggotanya sehingga dapat saling
mengetahui siapa yang memerlukan
bantuan dan siapa yang dapat
memberikan bantuan.
Akuntabilitas individual sering
diabaikan sehingga tugas-tugas sering
diborong oleh salah seorang anggota
kelompok sedangkan anggota
kelompok lainnya hanya
“mendompleng” keberhasilan
“pemborong”.
Kelompok belajar heterogen, baik
dalam kemampuan akademik, jenis
kelamin, ras, etnik, dan sebagainya
sehingga dapat saling mengetahui siapa
yang memerlukan bantuan dan siapa
yang dapat memberikan bantuan.
Kelompok belajar biasanya homogeny.
Pimpinan kelompok dipilih secara
demokrasi atau bergilir untuk
memberikan pengalaman pemimpin
bagi para anggota kelompok.
Pemimpin kelompok sering ditentukan
oleh guru atau kelompok dibiarkan
untuk memilih kelompoknya dengan
cara masing – masing.
Keterampilan sosial yang diberikan
dalam bekerja gotong royong seperti
kepemimpinan, kemampuan
Keterampilan sosial sering tidak
langsung diberikan.
25
Kelompok Belajar Kooperatif Kelompok Belajar Konvensional
berkomunikasi, mempercayai orang
lain, dan mengelola konflik secara
langsung diajarkan.
Pada saat belajar kooperatif sedang
berlangsung guru terus melakukan
pemantulan melalui observasi dan
melakukan intervensi jika terjadi
masalah dalam bekerja sama antar
anggota kelompok.
Pemantulan melalui observasi dan
intervesi sering tidak dilakukan oleh
guru pada saat belajar kelompok sedang
berlangsung.
Guru memperhatikan secara proses
kelompok yang terjadi dalam kelompok
– kelompok belajar.
Guru sering tidak memperhatikan
proses kelompok yang terjadi dalam
kelompok – kelompok belajar.
Penekanan tidak hanya pada
penyelesaian tugas tetapi juga
hubungan interpersonal (hubungan
antar pribadi yang saling menghargai).
Penekanan sering hanya pada
penyelesaian tugas.
4. Hasil Belajar
Belajar menurut pandangan B. F. Skinner seperti dikutip Syaiful
Sagala adalah suatu proses adaptasi atau penyesuaian tingkah laku yang
berlangsung secara progresif.26
Wittig seperti dikutip Muhibbin Syah dalam bukunya Psychology
of Learning mendefinisikan belajar sebagai: any relatively permanent
change in an organism’s behavioral repertoire that occurs as a result of
experience. Belajar ialah perubahan yang relatif menetap yang terjadi
26
dalam segala macam/keseluruhan tingkah laku suatu organisme sebagai
hasil pengalaman.27
Jadi, belajar adalah suatu proses perubahan tingkah laku yang
dihasilkan dariinteraksi dengan lingkungannya sebagai hasil pengalaman.
Hasil belajar adalah kemampuan yang diperoleh anak setelah
melalui kegiatan belajar. Menurut Sudjana seperti dikutip Asep Jihad hasil
belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia
menerima pengalaman belajarnya.28
Indikator hasil belajar merupakan target pencapaian kompetensi
secara operasional dari kompetensi dasar dan standar kompetensi. Ada tiga
aspek kompetensi yang harus dinilai untuk mengetahui seberapa besar
capaian kompetensi tersebut, yaitu penilaian terhadap; (1) penguasaan
materi akademik (kognitif), (2) hasil belajar yang bersifat proses formatif
(afektif), dan (3) aplikatif produktif (psikomotor).
a. Hasil Belajar Penguasaan Materi (Kognitif)
Penilaian hasil belajar penguasaan materi berujuan untuk
mengukur penguasaan dan pemilihan konsep dasar keilmuan berupa
materi-materi esensial sebagai konsep kunci dan prinsip utama. Ranah
kognitif ini merupakan ranah yang lebih banyak melibatkan kegiatan
mental/otak. Pada ranah kognitif terdapat enam jenjang proses
berfikir, mulai dari yang tingkatan rendah sampai tinggi, yakni,
pengetahuan/ingatan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis, dan
evaluasi.29
b. Hasil Belajar Proses (Normatif/Afektif)
Hasil belajar proses berkaitan dengan sikap dan nilai,
berorientasi pada penguasaan dan pemilikan kecakapan proses atau
metode. Ciri hasil belajar ini akan tampak pada peserta didik dalam
berbagai tingkah laku, seperti: perhatian terhadap pelajaran,
27
Muhibbin Syah, op. cit., h. 89.
28
Asep Jihad, Evaluasi Pembelajaran, (Yogyakarta: Multi Pressindo, 2010), Cet.3, h.14-15.
29
kedisiplinan, motivasi belajar, rasa hormat kepada guru, dan
sebagainya. Ranah afektif ini dirinci oleh Krathwohl dkk., menjadi
lima jenjang, yakni: (1) perhatian/penerimaan, (2) tanggapan, (3)
penilaian/penghargaan, (4) pengorganisasian, dan (5) karakterisasi
terhadap suatu atau beberapa nilai.30
c. Hasil Belajar Aplikatif (Psikomotor)
Hasil belajar ini merupakan ranah yang berkaitan dengan
keterampilan (skill) atau kemampuan bertindak setelah seseorang
menerima pengalaman belajar tertentu. Hasil belajar psikomotor
merupakan kelanjutan dari hasil belajar kognitif dan afektif, akan
tampak setelah siswa menunjukkan perilaku atau perbuatan tertentu
sesuai dengan makna yang terkandung pada kedua ranah tersebut
dalam kehidupan siswa sehari-hari. Ranah psikomotor ada yang
membagi menjadi 7 tingkatan dan ada pula yang hanya 6 tingkatan,
yakni:
1) Persepsi (mampu menafsirkan rangsangan, peka terhadap
rangsangan, menyeleksi obyek)
2) Kesiapan (mampu berkonsntrasi, menyiapkan diri secara fisik,
emosi, dan mental)
3) Gerakan terbimbing (mampu meniru contoh, mencoba-coba,
pengembangan respon baru)
4) Gerakan terbiasa (berketerampilan, berpegang pada pola, respon
baru muncul dengan sendirinya)
5) Gerakan kompleks (sangat terampil secara lancar, luwes, supel,
gesit, lincah)
6) Penyesuaian pola gerakan (mampu menyesuaikan diri, bervariasi,
pemecahan masalah)
7) Kreatifitas/keaslian(mampu menciptakan yang baru, berinisiatif)31
30
Ibid., h. 19–20.
31
B. Hasil Penelitian yang Relevan
Di bawah ini penulis menyajikan beberapa hasil penelitian yang
berkenaan dengan judul, penelitian penulis diantaranya:
Noor Azizah Salleh, Siti Rahayah Ariffin, dan Musa Daia, Fakulti
Pendidikan Universiti Kebangsaan Malaysia 43600 UKM Bangi Selangor
Darul Ehsan, Malaysia, dalam jurnalnya yang berjudul Penerapan Nilai Murni
Melalui Pembelajaraan Kooperatif dalam Sains, dari hasil penelitian yang
dilakukan pada 990 siswa dari 12 sekolah, melalui pembelajaran kooperatif
dengan tipe STAD dan Jigsaw 2, disimpulkan bahwa, kooperatif Jigsaw 2
lebih banyak menerapkan nilai-nilai murni dibadingkan tipe STAD.32
Abdul Fatah, Mahasiswa Jurusan Biologi. Fakultas Ilmu Tarbiyah dan
Keguruan. Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, dalam
skripsinya yang berjudul: Pengaruh Metode Cooperative Learning Teknik
Jigsaw dengan Mengintegrasikan Nilai-Nilai terhadap Hasil Belajar Biologi.
Dari penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh positif
dan signifikan pada penggunaan metode Cooperatif Leraning teknik Jigsaw
dengan mengintegrasikan nilai-nilai terhadap peningkatan hasil belajar
biologi siswa.33
Ali Gocer dalam Jurnal A Comparative Research on the Effectivity of
Cooperative Learning Methode and Jigsaw Technique on Teaching Literary
Genres, menyatakan bahwa pembelajaran kooperatif teknik Jigsaw ditemukan
lebih efektif daripada metode pembelajaran konvensional.34
32
Noor Azizah Salleh, et al, Penerapan Nilai Murni Melalui Pembelajaraan Kooperatif dalam Sains, Jurnal Pendidikan 27, 2001, Fakulti Pendidikan Universiti Kebangsaan Malaysia 43600 UKM Bangi Selangor Darul Ehsan., jurnal diakses pada 15 Juli 2012 dari http://.utm.my/kodeetika/NilaiMurni.htm, h.47.
33 Abdul Fatah, “Pengaruh Metode
Cooperative Learning Teknik Jigsaw dengan Mengintegrasikan Nilai-Nilai terhadap Hasil Belajar Biologi”, Skripsi (Jakarta: Perpustakaan Utama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2008), h. 92.
34 Ali Gocer, “
Durmus Kilic dalam jurnal “The Effect of Jigsaw Technique on
Learning the Concept of the Principles and Methods of Teaching,
menyatakan bahwa penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw
memberikan pengaruh positif terhadap proses pembelajaran dibandingkan
dengan metode konvensional.35
C. Kerangka Berpikir
Pembelajaran Biologi yang diberikan di SMA/MA masih kurang
efisien.Masih banyak siswa yang mengandalkan buku teks saja. Bahkan ada
juga sekolah yang hanya menerapkan metode pembelajaran
konvensional/tradisional saja, tanpa metode yang sesuai dengan kebutuhan
dalam bidang pendidikan khususnya biologi.
Biologi sebagai bagian dari pendidikan formal belum mampu ikut
serta memberikan sumbangan dalam membangun sumber daya manusia yang
berkualitas tinggi secara efektif.Kualitas pembelajaran dan hasil belajar siswa
belum memuaskan.Penyebabnya adalah sistem pembelajaran yang digunakan
masih bersifat tradisional. Guru biologi masih mengajar berdasarkan asumsi
bahwa guru sebagai pengisi dan murid sebagai yang diisi.
Peran guru sebagai salah satu komponen dalam kegiatan belajar
mengajar sangat penting dalam menentukan bentuk kegiatan belajar mengajar
yang dipilih.
Model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw sebagai salah satu model
dalam pembelajaran konstruktivisme diharapkan mampu mengembangkan
potensi anak dengan memperhatikan pengetahuan awal siswa. Dengan model
pembelajaran kooperatif tipejigsawdiharapkan hasil belajar siswa akan
meningkat karena pada pembelajaran ini siswa lebih aktif dalam kegiatan
belajar.
35
Durmus Kilic, “The Effect of Jigsaw Technique on Learning the Concept of the
Principles and Methods of Teaching”, from World Applied Sciences Journal 4 (Suple 1): 109
D. Hipotesis Penelitian
Berdasarkan kerangka teori dan kerangka berpikir yang telah
dikemukakan, maka dapat dirumuskan jawaban sementara atau hipotesis,
yaitu: Terdapat perbedaan peningkatan hasil belajar antara siswa yang
diajarmelaui pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dengan pembelajaran
konvensional pada konsep protista. Siswa yang diberikan pembelajaran
kooperatif tipe jigsaw peningkatan hasil belajarnya lebih tinggi dibandingkan
31
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Waktu danTempatPenelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November 2012 pada kelas X
semester I tahun ajaran 2012/2013di MA Nihayatul Amal Rawamerta,
Karawang.
B. Metode dan Desain Penelitian
Metode penelitian yang digunakan adalah metode quasi eksperimen.
Quasi eksperimen digunakan karena pada kenyataannya sulit mendapatkan
kelompok kontrol yang digunakan untuk penelitian.1 Pada penelitian ini
desain yang digunakan adalah Pre-Test-Post-Test Control Group Design.
Dalam desain eksperimen ini terdapat kelompok eksperimen dan
kelompok kontrol. Kelompok eksperimen diberi perlakuan dengan
menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw, sedangkan
kelompok kontrol diberi perlakuan dengan menggunakan model pembelajaran
konvensional yang akan dibandingkan hasilnya dengan perlakuan
eksperimen.Adapun rancangan eksperimen dilakukan dengan pola sebagai
berikut:2
Tabel 3.1 Desain Penelitian
Grup Pretest Perlakuan Posttes
Eksperimen O1 X1 O2
Kontrol O3 X2 O4
1
Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan :Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R & D ,(Bandung: Alfabeta, 2009), Cet. 7, h. 114.
2