• Tidak ada hasil yang ditemukan

Intelegensi Minat Bakat dan Kreativitas

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Intelegensi Minat Bakat dan Kreativitas"

Copied!
39
0
0

Teks penuh

(1)

TUNARUNGU

LAPORAN OBSERVASI INTELEGENSI, MINAT, BAKAT DAN KREATIVITAS PESERTA DIDIK BERKEBUTUHAN KHUSUS DALAM PROSES

PERKEMBANGAN DAN PEMEBELAJARAN

(Observasi Lapangan di SMPLB. B Budi Daya)

Oleh :

MUHAMAD RIZAL AL-KHAKIM 1401015159

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

(2)

2015

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, atas segala berkat rahmat-Nya, sehingga penulis mampu menyelesaikan “Laporan Observasi Inteligensi, Minat, Bakat, dan Kreativitas Peserta Didik Berkebutuhan Khusus dalam Proses Perkembangan dan Pembelajaran” yang disusun untuk menyelesaikan tugas mata kuliah Assesment BK Tes. Penyelesaian laporan ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Ibu Dra. Asni, M.Pd/Nurmawati, S.Pd selaku pembimbing materi laporan ini.

2. Bapak Drs. Erwin Maskur selaku kepala sekolah SMPLB. B Budi Daya Cijantung.

3. Ibu Sri Indaryati S,Pd selaku wali kelas dan guru di IX. A/siang, yang telah banyak membimbing selama kegiatan observasi.

4. Anggota kelompok yang telah banyak memberikan masukan sehingga laporan ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya.

5. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah banyak memberikan masukan-masukan dan dukungan moral dalam penyelesaian laporan ini.

Tiada gading yang tak retak, begitu juga dengan laporan ini, masih banyak terdapat kekurangan, oleh sebab itu penulis sangat mengharapkan masukan, saran, ataupun kritik yang sifatnya membangun dari semua pihak untuk menyempurnakan laporan ini. Penulis berharap laporan ini dapat bermanfaat bagi para calon pendidik serta masyarakat umumnya.

(3)

Penulis DAFTAR ISI

COVER ……….. i

KATA PENGANTAR... ii

DAFTAR ISI ... iii

DOKUMENTASI TEMPAT PELAKSANAAN ... iv

BAB 1 : PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Tujuan ... 2

C. Manfaat Penulisan ... 3

D. Tempat dan Waktu Pelaksanaan ... 3

BAB II : PEMBAHASAN ... 4

A. Kajian Teori ... 4

1. Pengertian Tunarungu ... 4

2. Faktor Penyebab Tunarungu ... 4

3. Ciri-ciri Tunarungu ... 4

4. Perilaku Tunarungu ... 5

5. Kemampuan ... 6

a. Intelegensi Tunarungu ... 6

b. Minat Tunarungu ... 6

c. Bakat Tunarungu ... 6

d. Kreativitas Tunarungu ... 6

6. Proses Perkembangan Tunarungu ... 7

7. Proses Pembelajaran Tunarungu ... 18

(4)

B. Temuan di Lapangan ... 21

1. Identitas Pribadi ... 21

2. Keluarga ... 22

3. Riwayat Kesehatan ... 22

4. Faktor Penyebab ... 22

5. Ciri-ciri ... 22

6. Perilaku ... 23

7. Proses Perkembangan ... 23

8. Proses Pembelajaran ... 23

9. Layanan yang diberikan di Sekolah ... 23

10. Keikut sertaan (Mahasiswa) dalam memberikan Bimbingan bersama guru pembimbing di sekolah ... 24

BAB III : PENUTUP ... 26

A. Kesimpulan ... 26

B. Saran ... 27

DAFTAR PUSTAKA ... 28

(5)

DOKUMENTASI TEMPAT PELAKSANAAN

(6)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Anak tunarungu adalah anak yang mengalami kehilangan fungsi pendengaran, baik sebagian maupun seluruhnya yang berdampak kompleks dalam kehidupannya. Anak tunarungu secara fisik terlihat seperti anak normal, tetapi bila diajak berkomunikasi barulah terlihat bahwa anak mengalami gangguan pendengaran. Anak tunarungu tidak berarti anak itu tunawicara, akan tetapi pada umumnya anak tunarungu mengalami ketunaan sekunder yaitu tunawicara. Penyebab anak menjadi tunawicara adalah anak sangat sedikit memiliki kosakata dalam sistem otak dan anak tidak terbiasa berbicara.

Anak tunarungu memiliki tingkat intelegensi bervariasi dari yang rendah hingga jenius. Anak tunarungu yang memiliki intelegensi normal pada umumnya tingkat prestasinya di sekolah rendah. Hal ini disebabkan oleh perolehan informasi dan pemahaman bahasa lebih sedikit bila dibandingkan dengan anak yang mampu dengar. Anak tunarungu mendapatkan informasi dari indra yang masih berfungsi, seperti indra penglihatan, perabaan, pengecapan dan penciuman.

(7)

didik yang memiliki tingkat kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran karena kelainan fisik, emosional, mental, sosial dan/atau memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa. Pendidikan khusus yang dimaksud yaitu pemberian layanan sesuai kebutuhan anak tunarungu.

Pendidikan khusus dilaksanakan secara sistematis. Pelaksanaan pembelajaran bagi anak tunarungu harus dimulai dari hal-hal yang dialami anak dalam kehidupan sehari-hari. Prinsip pembelajaran bagi anak tunarungu mulai dari hal-hal yang mudah kemudian berangsur-angsur ke tingkat yang lebih sulit. Pembelajaran bagi anak tunarungu dapat dilakukan dengan cara memberikan pengalaman-pengalaman nyata dan berulang-ulang.

Anak tunarungu kurang memiliki pemahaman informasi verbal. Hal ini menyebabkan anak sulit menerima materi yang bersifat abstrak, sehingga dibutuhkan media dan metode yang tepat untuk memudahkan pemahaman suatu konsep pada anak tunarungu.

Pemahaman terhadap anak tunarungu juga sangat diperlukan guna memberikan pelayanan yang tepat bagi anak. Pemahaman pelayanan tidak hanya harus diketahui oleh guru, akan tetapi juga wajib diketahui oleh orang tua. Guru dan orang tua harus saling bekerjasama dalam membuat program pembelajaran baik di sekolah maupun di rumah.

B. Tujuan

Tujuan dari penulisan laporan ini agar kita sebagai orang tua maupun sebagai pendidik dapat:

1. Mengetahui siapa yang disebut sebagai anak tunarungu.

2. mengetahui ciri-ciri dan karakteristik anak tunarungu sehingga dapat membantu anak berkembang dengan optimal.

(8)

4. Mengetahui pendidikan yang tepat bagi anak tunarungu agar anak berkembang sesuai dengan potensi yang dimilikinya.

5. Memberikan terapi yang tepat guna membantu anak tunarungu agar berkembang dengan baik.

6. Dapat meningkatkan rasa percaya diri anak tunarungu dalam pergaulan sehari-hari di masyarakat.

C. Manfaat Penulisan

1. Menambah rasa syukur kita kepada Allah SWT karena telah menciptakan kita tanpa kurang suatu apapun.

2. Bisa menghargai keberadaan mereka dengan cara tidak mengucilkan atau mendiskriminasi.

D. Tempat dan Waktu Pelaksanaan 1. Tempat b. Selasa, 10 November 2015

(9)

Mempersiapkan lomba ketrampilan dan Mengakhiri kegitan pendengaran yang mengakibatkan seseorang tidak dapat menangkap berbagai rangsangan, terutama melalui indra pendengarannya.

Andreas Dwidjosumarto (1990:1) mengemukakan bahwa Tunarungu adalah seseorang yang tidak atau kurang mampu mendengar suara dikatakan tunarungu.

Mufti Salim (1984:8) menyimpulkan bahwa anak tunarungu adalah anak yang mengalami kekurangan atau kehilangan kemampuan mendengar yang disebabkan oleh kerusakan atau tidak berfungsinya sebagian atau seluruh alat pendengaran sehingga ia mengalami hambatan dalam perkembangan bahasanya, Memperhatikan batasan-batasan diatas, dapatlah ditarik kesimpulan bahwa tunarungu adalah mereka yang kehilangan pendengaran baik sebagian (hard of hearing) maupun seluruhnya (deaf) yang menyebabkan pendengarannya tidak memiliki nilai fungsional didalam kehidupan sehari-hari.

2. Faktor penyebab Tunarungu a. Faktor Keturunan (Heredity)

b. Faktor Ibu yang terkena Rubella (Maternal Rubella) c. Ketidaksesuaian antara Darah Ibu dan Anak

d. Meningitis (Radang Selaput Otak) e. Prematuritas

(10)

a. Ciri-Ciri Fisik Anak Tunarungu

1) Cara berjalan anak kaku dan membungkuk disebabkan karena terganggunya alat pendengaran.

2) Gerakan mata cepat dan agak beringas menunjukkan bahwa anak ingin menangkap keadaan yang ada di sekitarnya.

3) Gerakan kaki dan tangannya sangat cepat atau kidal tampak pada saat berkomunikasi dengan gerak/bahasa isyarat.

4) Pernafasannya pendek dan agak terganggu.

b. Ciri-Ciri Intelegensi Anak Tunarungu

Intelegensi anak tunarungu umumnya seperti anak normal namun karena tingkat kemampuan bahasa, keterbatasan informasi dan daya abstraksi yang mengakibatkan menghambatnya proses pencapaian yang lebih luas. Maksudya karena memiliki keterbatasan dalam kemampuan berbahasa maka anak lebih sulit untuk memahami sesuatu.

c. Ciri-Ciri Sosial Anak Tunarungu

1) Merasa rendah diri dan merasa diasingkan dari keluarga dan masyarakat.

2) Merasa diperlakukan tidak adil oleh orang-orang disekitarnya. 3) Pergaulan terbatas antara sesama tunarungu.

4) Memiliki sifat egosentris melebihi anak normal.

d. Ciri-Ciri Emosi Anak Tunarungu

1) Mudah marah dan mudah tersinggung.

2) Merasa takut pada lingkungan sekitar sehingga anak merasa was-was atau kuatir.

4. Perilaku Tunarungu

(11)

Kepribadian pada dasarnya merupakan keseluruan sifat dan sikap pada sesorang yang menentukan cara-cara yang unik dalam penyesuain dengan lingkungan, oleh karena itu banyak para ahli berpendapat perlu diperhatikannya masalah penyesuain seseorang agar dapat mengetahu bagaimana kepribadiannya, perlu kita perhatikan bagaimana penyesuaian diri mereka. Perkembangan kepribadian banyak ditentukan oleh hubungan antara anak dan orangtua terutama ibunya, lebih-lebih pada masa awal perkembangannya, perkembangan kepribadian terjadi dalam pergaulan atau perluasan pengalaman pada umunya diarahkan pada faktor anka sendiri, pertemuan anatara faktor-faktor dalam diri anak tunarungu, yaitu ketidakmampuan menerima rangsangan pendengaran, kemiskinan berbahasa, ketidaktetapan emosi, dan dan keterbatasan inteligensi dihubungkan dengan sikap sikap lingkungan terhadapnya menghambat perkembangan kepribadiannya.

5. Kemampuan

a. Inteligensi Tunarungu

Intelegensi anak tunarungu umumnya seperti anak normal namun karena tingkat kemampuan bahasa, keterbatasan informasi dan daya abstraksi yang mengakibatkan menghambatnya proses pencapaian yang lebih luas. Maksudya karena memiliki keterbatasan dalam kemampuan berbahasa maka anak lebih sulit untuk memahami sesuatu.

b. Minat, Bakat dan kreativitas Tunarungu

(12)

bimbang, ragu, minder, tidak percaya diri, dan terisolasi dari anak- anak yang belum tampak. Dalam pengembangan ini yang harus diperhatikan adalah dari tumbuhnya minat dan bakat serta menemukenalinya. Dari sini akan diketahui faktor- faktor yang mempengaruhi perkembangan mereka. Dalam pengembangan ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya dari diri individu itu sendiri maupun lingkungan. Hal ini sesuai dengan pendekatan empat P, yaitu pribadi (person), proses, press (dorongan), dan produk. Keempat P ini saling berkaitan satu sama lain dan sering disebut perumusan dari kreativitas. Keterkaitan ini yaitu “pribadi kreatif yang melibatkan diri dalam proses kreatif”, dan dengan dukungan dan dorongan (press) dari lingkungan, menghasilkan produk kreatif.

6. Proses Perkembangan Tunarungu

a. Perkembangan Kognitif Anak Tunarungu

Dalam membahas perkembangan kognitif anak tunarungu, ada 3 masalah yang akan dibahas , yaitu :

1) Masalah perkembangan struktur kognitif 2) Masalah intelegensi

3) Masalah perkembagan bahasa

1). Masalah Perkembangan Struktur Kognitif

(13)

Piaget (daam Helgenhahn, 1980:16) mengatakan bahwa stuktur kognitif akan berkembang dengan kegiatan belajar melalui asimilasi dan akomodasi. Melalui asimilasi dan akomodasi iniakan akan terjadi suatu persepsi terhadap informasi, pesan atau pengetahuan tertentu. Anak tunarungu memiliki keterbatasan dalam fungsi pendengaran. Keterbatasan fungsi penedengaran ini, tentunya akan banyak menghambat dalam aktivitas belajar, padahal perkembangan struktur kognitif banyak tergantung pada faktor belajar, yaitu asimilasi dan akomodasi.

Keterbatasan dalam fungsi pendengaran ini menyebabkan anak tunarungu sering salah persepsi dalam berkomunikasi. Dalam proses pembelajaran, informasi yang diberikan guru sering dimaknai salah, tidak sesuai apa yang telah disampaikan oleh guru. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Suparno dan Tin Suharmini (2005:58) melaporkan kemampuan recall anak tunarungu, untuk mata pelajaran yang banyak menggunakan bahasa cenderung kurang, sedangkan untuk mata pelajaran yang berkaitan dengan praktek, seperti olaraga dan menggambar bagus. Dalam pelajaran yang bayak mengguanakan verbal, anak tunarungu kesulitan untuk menangkap pesan yang diberikan oleh guru. Pesan yang sudah ditangkap, kadang tidak sesuai, sehingga terjadi kesalahan persepsi. Persepsi yang salah ini apabila disimpan dan direproduksi kembali menjadi salah pula, sehingga prestasi belajar yang banyak menggunakan verbal cenderung rendah.

Berdasarkan uraian ini maka dikatakan perkembangan kognitif anak tunarungu banyak tergantung pada kemampuan bahasa dan menggunakan fungsi bahasa. Perkembangan kognitif tentunya juga banyak ditentukan oleh tingkat ketunarunguan dan daerah atau bagian telinga mana yang mengalami kerusakan, apakah bagian luar (misalnya pada canal), bagian tengah (misalnya pada tyimpanic membrane) dan telinga bagian dalam (misalnya cochlea).

(14)

bereaksi ketika mendengar suara, dan bayi akan mencari dan melihat arah suara tersebut, kemudian bayi akan berceloteh (meraban).

Anak tunarungu tidak dapat mendengar suara itu sehingga dia akan bereaksi terhadap stimulus suara yang datang dari luar. Akibatnya kurang dapat mempersepsikan objek dengan benar. Dengan demikian, anak terhambat mengembangkan kemampuan untuk mengkoordinasikan, mengkoordinir sensasi dan persepsi dengan gerakan-gerakan, dan ocehan-ocehan (meraban).

Pada usia 6 bulan, bayi selalu mencari sumber suara, perkembanagan usia bicara pada usia ini adalah anak sudah meraban denga suara konsonan, seperti m, n, p, b, k, g, t, dan d. menginjak usia 7-10 bulan , bayi mampu melakukan reaksi/ respon terhadap suara-suara yang datang dari lingkunagan sekitarnya, misalnya suara telepon, anjing, music atau suara ibu/ ayah atau orang dewasa lain yang memanggilnya. Pada usia itu, anak dapat menirukan suara orang lain, atau dapat membuat suara-suara sendiri. kemudian pada usia 11-15 bulan anak sudah dapat mengerti perintah, dan dapat menjawab pertanyaan yag diajukan orang lain, anak juga sudah dapat membedakan suara. Pada usia ini anak mampu mengatakan mama, papa. Menginjak 18 bulan anak sudah dapat menunjuk dan menyebutkan bagian-bagian badan sesuai permintaan, tanpa membuat gerakan-gerakan isyarat. Pada usia ini anak dapat mengulang kata-kata dan menyusun minimal 2 kata (misalnya “iyen” minum, makan, ikut, dan sebagainya).

Selanjutnya, pada usia 2 tahun anak sudah dapat mengerti perintah, seperti ambilkan pensil, bawa bola itu kemari, tutup pintu itu, dan sebagainya. Anak sudah dapat menerima telepon dan menyampaikan pesan kepada orang lain. Anak sudah dapat menyebut benda-benda di lingkungan rumah, namanya dan nama orang lain. Sudah dapat merangkai kata-kata menjadi kalimat yang bermakna, sudah dapat memahami tentang kata kerja, benda, depan (preposition), dan akat sifat. Seperti ibu pergi ke pasar, ini punya saya, ini besar, yang ini kecil, saya sudah mandi tadi.

(15)

mencari sumber suara. Dia juga tidak begitu paham dengan perintah verbal. Dia juga tidak mendengar suara telepon, pintu ditutup, atau orang lain bersuara di ruang lain. Kondisi pada anak tunarungu menyebabkan perkembangan bicara terbelakang.

Pada periode pra operasional (2-7 tahun), pada tahap ini anak belum dapat berfikir secara operasional. Pada tahap ini anak sudah mampu mengkonstruksi pemikirannya dalam suatau tidakan. Anak sudah mampu mengguanakan simbol yang lebih baik, misalnya anak sudah mampu membayangkan suatu benda, dimana bendanya tidak ada (misalnya membanyangkan bentuk mobil, rumah, mainan, dan sebagainya).

Pada anak tunarungu lebih terbelakang dibandingkan anak normal. Keterbatasan fungsi auditoriy menjadikan anak tunarungu sulit ,menggunakan simbol-simbol bahasa yang lebih baik.

Selanjutnya, pada periode operasional kongkrit (7-11/12 tahun) biasanya anak tunarungu berada di sekolah, baik sekolah luar biasa untuk anak tunarungu (bagian B), maupun sekolah inklusi. Di sekolah, anak diajarkan untuk menangkap, menyimpan dan memproduksi kembali informasi atau pesan-pesan yang diterima. Demikian juga anak diajarkan untuk berkomunikasi. Bahasa mempunyai peranan yang penting dalam perkembangan kognitif. Dengan penguasaan bahasa, maka perkembangan kognitif anak tunarungu dapat berkembang. Demikian seterusnya sampai pada operasional formal anak akan berkembang, walapun demikian apabila dibandingkan dengan anak normal perkembangana kognitif anak tunarungu masih ada di bawah perkembangan kognitif anak-anak normal.

Perkembangan kognitif anak tunarungu sanagat bervariasi tingkatannya. Perkembangan kognitif anak tunarungu ditentukan oleh:

1) Tingkat kemampuan bahasa. 2) Variasi pengalaman.

3) Pola asuh atau kontrol lingkungan.

(16)

5) Ada tidaknya kecacatan lainnya.

Kemampuan berbahasa merupakan faktor yang banyak berperan dalam perkembangan kognitif. Dengan kemampuan bahasa yang dimiliki orang dapat menerima dan menyampaikan informasi. Struktur kognitif akan berkembang melalui belajar. Sedangkan bahasa merupakan faktor yang menentukan dalam belajar.

Penentu yang kedua, adalah variasi pengalaman. Pengalaman yang bervariasi pada anak tunarungu, akan menam bah pengetahuan sehingga akan merubah struktur kognitif anak tunarungu. Tingkat ketunarunguan (apakah termasuk tuanrungu yang ringan atau berat) akan mempengaruhi perkembangan kognitif. Tunarungu ringan hambatannya lebih sedikit dibandingkan tuna rungu yang berat, didalam belajar. Demikian pula tunarungu yang double handicap (missal tunarungu dan tunagrahita) tentunya akan lebih berat dalam mencapai perkembangan kognitif.

Kontrol lingkungan atau pola asuh orangtua ikut memberikan andil juga dalam perkembangan kognitif anak tunarungu. Orangtua yang menerima anaknya dan memberikan kesempatan pada anaknya untuk belajar, tentunya akan berbeda dengan orangtua yang tidak mau menerima anaknya dan tidak memberikan kesempatan pada anaknya untuk belajar.

2). Masalah Intelegensi Anak Tunarungu

(17)

Pada umumnya anak tunarungu mempunyai inteligensi yang secara potensial sama dengan anak pada umunya, namun anak tunarugu kurang mampu dalam memngembangkan fungsi inteligensinya. Hal ini disebabkan keterbatasan kemampuan fungsi auditori, yang mengakibatkan kurangnya kemampuan penguasan bahasa, gangguan dalam berkomunikasi, dan keterbatasan informasi.

Perkembangan kognitif dipengaruhi oleh 2 faktor, yaitu pembawaan dan lingkungan. Anak tunarungu memiliki keterbatasan dalam menangkap rangsang melalui pendengaran, akibatnya anak tunarungu sering salah dalam memaknai suatu konsep yang datang dari luar. Kesalahan dalam memaknai suatu konsep ini mengakibatkan komunikasi terganggu, informasi yang diterima kadang dimaknai tidak sama.

Hasil penelitian yang dilakukan Suparno dan Tin Suharmini (2005:63) terhadap siswa tunarungu yang bersekolah di SMU inklusi di Daerah Istimewa Yogyakarta dapat digambarkan sebagai berikut :

Dari penjelasan ini maka dapat dikatakan bahwa perkembangan

(18)

bagaimana anak tunarungu mengembangkan inteligensinya yang dimilikianya perkembangan yang optimal. Apabila seseorang dapat megembangkan fungsi bahasa, ia juga mempunyai kemampuan untuk mengembangkan aspek lain, seperti aspek kognitif, emosi, sosial, moral dan kepribadian.

Ada 2 masalah dalam perkembangan bahasa anak tunarungu, yaitu masalah kekacauan berbahasa dan kekacauan berbicara. Dua hal ini mempunyai perbedaan, tetapi dua hal ini berkaitan dengan ketajaman pendengaran yang dimiliki anak tunarungu. Lerner & Kline (2006) membedakan antara kekacauan bahasa dengan kekacauan berbicara. Kekacauan bahasa ini tidak lepas dari ruang lingkup komunikasi, sehingga didalamnya juga ada kekacauan dalam komunikasi. Kekacauan bahasa meliputi :

1) Kelambatan bicara

2) Kekacauan dalam bahasa receptive (menerima)

3) Kekacauan dalam bahasa expresif (menyampaikan atau menyatakan) Kekacauan berbicara Nampak pada produksi suara. Kekacauan berbicara ini meliputi :

1) Kesukaran dalam artikulasi, misalnya tidak dapat menghasilkan suara r, k, dan sebagainya.

2) Kekacauan suara.

(19)

Dari hasil penelitian yang dilakukan Suparno & Tin Suharmini (2005:65) tentang kesulitan dalam penggunaan bahasa waktu melakukan komunikasi pada remaja tunarungu adalah :

1) Kesulitan dalam menyampaikan pendapat, dengan ucapan yang benar (kesulitan dalam artikulasi, suara kacau dan berbicara tidak lancar). 2) Kesulitan menangkap atau menerima pesan. Anak tunarungu dapat

menangkap dan menerima pesan apabila lawan bicaranya mengucapkan dengan jelas dan pelan, dibantu dengan isyarat.

3) Sering terjadi salah persepsi

4) Kesulitan dalam menyusun kata-kata denga stuktur kalimat atau tata bahasa yang benar.

5) Dalam berkomuunikasi kurang mempertimbangkan penggunaan bahasa dengan menyesuaikan siapa lawan bicaranya.

Selanjutnya dipaparkan oleh Tin Suharmini (2005:66) bahwa anak tunarungu mempunyai pemahaman yang relatif rendah dibandingkan dengan anak normal. Dari hasil tes pemahaman (tes klasifikasi kemampuan dasar) anak tunarungu mempunyai hasil yang relative renadah.

Kemampuan kosa kata pada anak tunarungu bervariasi, ada yang mempunyai kosa kata yang cukup banyak, ada juga yang kurang. Rata-rata kosa akata anak tunarungu kurang. Cara memperoleh kosa kata anak pada tunarungu melalui interaksi dengan orang lain (orangtua, saudara-saudara, teman-teman, dannorang lain disekitarnya). Kosa kata pada anak tunrungu juga diperoleh melalui membaca. Pada saat ini ada alat telekomunikasi yang canggih, missal HP, sehingga anak tunrungu juga dapat menambah kosa kata melalui SMS yang diterima dan dikirimkanya.

Dalam berkomunikasi anak tunarungu menggunakan berbagai alat komunikasi, antara lain :

(20)

3) Menggunakan bahasa isyarat.

b. Perkembangan Sosial Emosi Anak Tunarungu

Anak tunarungu sebagai makhluk sosial seperti juga manusia yang lain memiliki kebutuhan untuk melakukan interaksi sosial. Kebutuhan-kebutuhan untuk melakukan interaksi sosial ini sering terhambat gangguan komunikasi akibat keterbatasan fungsi pendengaran. Pada umunya masyarakat menilai mereka sebagai anak cacat yang perlu dikasihani, subyek yang tidak bisa berkarya, dan tidak dapat diajak berkomunikasi. Sikap dari masyarakat ini akan memberikan rasa yang tidak aman, merasa tidak dicintai, dan merasa tidak dihargai, sehingga anak tunrungu merasa benar-benar tidak berharga dan kurang percaya diri. Pada waktu anak tunarungu ingin bermain dengan teman-teman sebayanya (anak dengar), tetapi sering kali ditolak. Demikian juga tunarungu remaja yang sering mendapatkan ejekan dari remaja awas. Kondisi yang demikian menyebabkan hambatan dalam perkembangan sosial. Hambatan sosial ini terjadi karena keterbatasan perkembangan bahasa yang diperlukan pada waktu mengenalkan norma-norma. Dengan adanya hambatan sosial ini biasanya anak tunarungu menyendiri dan bersifat egocentris.

Menghadapi lingkungan yang bermacam-macam menyebabkan anak tunarungu sering merasa kebingungan dan dihinggapi kecemasan sosial. Dalam menghadapi lingkungan sosial anak tunarungu cenderung mempunyai perasaan rendah diri dan merasa disingkirkan oleh keluarganya dan masyarakat. Ada perasaan cemburu dan merasa diperlakukan tidak adil. Kurang dapat bergaul, mudah marah, dan agresif.

(21)

menyingkirkan dan mengansingkan diri, apalagi menghadapi orang-orang yang masih asing baginya. Tetapi tidak seluruhnya menunjukkan gejala interaksi sosial seperti itu. ada juga anak tunarungu yang mempunyai kpercayaan diri cukup tinggi, humoris, sehingga Nampak keluar tidak ada masalah dalam interaksi dan perkembangan sosial, namun prosentasenya kecil, hanya terdapat pada beberapa anak tunrungu saja. Kesalahan persepsi dalam berkomunukasi sebagai hambatan utama dalam melakukan interaksi sosial, dan sekaligus merupakan faktor yang menentukan bagi perkembangan sosial anak tunarungu.

Kesalahan persepsi dari beberapa komunikasi yang dilakukan anak tunrungu dalam berinteraksi dengan orang lain, ditambah respon yang kurang menyenangkan, sering menimbulkan slah pengertian, dan mengakibatkan tekanan-tekanan emosi. Tekanan-tekanan emosi ini dinampakkan dengan cepat, seperti marah, mudah tersinggung, resah, gelisah, cemas, bertindak agresif, atau sebaliknya menarik diri, bimbang dan ragu-ragu.

Perkembangan sosial anak tunarungu banyak ditentukan dari lingkungan, terutama lingkugan keluarga, disamping itu jenis kecacatan juga dapat menghambat perkembangan sosial. Demikian juga dengan perkembangan emosi anak tunrungu banyak ditentukan oleh kematangan dan dan bagaimana anak tunarungu belajar pada lingkungan belajar.

c. Perkembangan Kepribadian Anak Tunarungu

Kepribadian anak tunrungu juga banyak ditentukan oleh disposisi (pembawaan) dan perlakuan-perlakuan dari lingkungan. Menurut Suparno & Tin Suharmini (2005:154) ada 5 faktor yang mempengaruhi kepribadian, yaitu:

1) Pengalam usia dini

(22)

untuk mendengarkan dan memahaminya. Kasih sayang orang dinyatakan dengan selalu menanyakan, sudah makan belum, sudah berdo’a, jangan lupa sholat merupakan pengalaman yang menyenangkan bagi anak di usia dini. Demikian juga dengan saudara kandungnya memperlakukan subyek 1 dengan baik. ia sangat sayang dan menghormati kakaknya, sebagai saudaranya yang lebih tua. Demikian juga perlakuan teman-temanya yang baik akan banyak membantu anak tunarungu dalam mengembangakan sosial, emosi dan kepribadiannya.

Berbeda dengan subyek 2 mempunyai pengalaman yang tidak menyenangkan, bapaknya sangat sibuk, bapak ibunya jarang mengajak bicara, apalagi mendengarkan pendapatnya, ibu banyak melarangnya untuk berbuat sesuatu, sangat protective terhadap anaknya. Pengalaman-pengalaman usia dini yang berbeda ini akan menghasilkan kepribadian yang tidak saya.

2) Pola Asuh

Ada 3 pola asuh yang dikenal dalam mendidika anaknya, yaitu pola asuh otoriter, demokratis dan memberi kebebasan. Ternyata pola asuh domokratis lebih menjanjikan untuk mengembangkan kepribadian atau menemukan diri. Pola asuh demokratis ditandai dengan sikap demokratis, kedisiplinan dan musyawarah yang menjadi pedoman dalam mendidik anaknya, membimbing dengan tidak membedakan anaknya yang tunarungu dan yang bukan tunarungu, menerima apa adanya, menyayangi, dan memberikan pengalaman emosi yang menyenangkan. 3) Kondisi atau Tingkat Ketunarunguan

(23)

berkomunikasi ini akan menimbulkan konflik dan frustasi. Konflik dan frustasi ini sangat mempengaruhi perkembangan kepribadian anak tunarungu.

4) Pemberian Cap

Pemberian cap dari orang lain, seperti bisu, tuli akan mempengaruhi konsep diri anak tunrungu. Seperti dikatakan subyek tunarungu, bahwa teman-temannya sering mengatakan tuli, dan dia mengatakan tidak menyukai kata-kata bisu dan tuli.

5) Kesehatan Fisik

Kesehatan juga akan mempengaruhi perkembangan kepribadian pada anak tunarungu. Seperti pepatah mengatakan bahwa dalam badan yang sehat akan terdapat jiwa yang sehat. Kepribadian merupakan organisasi dinamis sebagai sistem psikofisik yang menentukan caranya yang khas untuk menyesuaikan diri dengan lingkungannya (Allport dalam Duane Schultz, 1979:130). Dari batasan ini jelas bahwa ada akaitan antara fisik dan kepribadian.

7. Proses Pembelajaran Tunarungu

Pendidikan khusus bagi anak yang mengalami tuna rungu sangat dibutuhkan. Hal ini juga diakui oleh orang tua dari anak yang mengalami tuna rungu. Mereka mengatakan bahwa salah satu alasan mereka memasukkan anak mereka ke Sekolah Luar Biasa adalah agar mereka bisa memahami dengan lebih baik apa yang menjadi kebutuhan dari anak mereka. Sebagaimana dijelaskan oleh Smith (2001) bahwa program pendidikan juga membantu keluarga dari anak tuna rungu sehingga mereka dapat memahami dengan lebih baik dan memenuhi kebutuhan khusus dari anggota keluarga yang mengalami tuna rungu.

(24)

diketahui kehilangan pendengarannya, dan semua keluarga harus dilibatkan, termasuk guru dan professional lain dalam melatih siswa agar lebih efektif (Smith, 2001).

Proses pembelajaran pada tiap satuan pendidikan tidak akan pernah dapat disamakan sebagaimana dituangkan dalam kurikulum konvensional yang telah banyak direvisi melalui Kurikulum saat ini yaitu Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Dalam pada itu, pelayanan pada tingkat satuan pendidikan khususnya Anak Berkebutuhan Khusus tidak sama dengan juga tidak sama.

8. Layanan yang diberikan Tunarungu

Layanan pendidikan yang spesifik bagi anak tuna rungu adalah terletak pada pengembangan persepsi bunyi dan komunikasi. Hallahan dan Kauffman, (1988) menyatakan bahwa ada tiga pendekatan umum dalam mengajarkan komunikasi anak tunarungu, yaitu:

a. Auditory training b. Speechreading

c. Sing language and fingerspelling

Ada beberapa cara dalam mengembangkan kemampuan komunikasi anak tunarungu, yaitu:

1) Metode Oral

(25)

Dalam dunia pendidikan membaca ujaran sering disebut juga dengan membaca bibir (lip reading). Membaca ujaran yaitu suatu kegiatan yang mencakup pengamatan visual dari bentuk dan gerak bibir lawan bicara sewaktu dalam proses bicara. Membaca ujaran mencakup pengertian atau pemberian makna pada apa yang diucapkan lawan bicara di mana ekspresi muka dan pengetahuan bahasa turut berperan. Ada beberapa kelemahan dalam menerapkan membaca ujaran, yaitu

(1) tidak semua bunyi bahasa dapat terlihat pada bibir,

(2) ada persamaan antara berbagai bentuk bunyi bahasa, misalnya bahasa bilabial (p,b,m), dental (t,d,n) akan terlihat mempunyai bentuk yang sama pada bibir,

(3) lawan bicara harus berhadapan dan tidak terlalu jauh (4) pengucapan harus pelan dan lugas.

3) Metode Manual

Metode manual yaitu cara mengajar atau melatih anak tunarungu berkomunikasi dengan isyarat atau ejaan jari. Bahasa manual atau bahasa isyarat mempunyai unsur gesti atau gerakan tangan yang ditangkap melalui penglihatan atau suatu bahasa yang menggunakan modalitas gesti-visual. Bahasa isyarat mempunyai beberapa komponen, yaitu

(1) ungkapan badaniah (2) bahasa isyarat lokal (3) bahasa isyarat formal

(26)

ungkapan manual dalam bentuk isyarat konvensional berfungsi sebagai pengganti kata. Bahasa isyarat lokal berkembang di antara para tunarungu melalui konvensi (kesepakatan). Bahasa isyarat

(1) ejaan jari dengan satu tangan (onehanded) (2) ejaaan jari dengan kedua tangan (twohanded)

(3) ejaan jari campuran dengan menggunakan satu tangan atau dua tangan. total merupakan cara berkomunikasi dengan menggunakan salah satu modus atau semua cara komunikasi yaitu penggunaan sistem isyarat, ejaan jari, bicara, baca ujaran, amplifikasi, gesti, pantomimik, menggambar dan menulis serta pemanfaatan sisa pendengaran sesuai kebutuhan dan kemampuan seseorang.

B Temuan di Lapangan 1. Identitas Pribadi

(27)

Ttl : Jakarta, 07 Desember 1995

Makanan yang di sukai : Ayam goreng, Baso, Mie ayam.

Hobi : Bermain Futsal

4. Faktor Penyebab

(28)

pembentukan ruang telinga. Dan merupakan suatu penyebab dikarenakan adanya berbagai serangan penyakit infeksi yang dapat menyebabkan baik langsung maupun tidak langsung terjadinya kelainan seperti infeksi TORCH (toksoplasma, rubella, cytomegalo, virus, herpes), polio, meningitis, dan sebagainya. Dan atau bisa juga karena keracunan obat- obatan : pada suatu kehamilan ibunya meminum obatan terlalu banyak, atau ibunya meminum obat pengugur kandungan, hal ini menyebabkan ketunarunguan pada anak yang lahir. 5. Ciri-ciri

a. Kesulitan menangkap isi pembicaraan dan lawan bicaranya,jika berada pada posisi tidak searah dengan pandangan(berhadapan). b. Dapat mengerti percakapan biasa dengan jarak sangat dekat dan

gerakan bibir.

c. Mengunakan bahasa isyarat dan mahir dalam bahasa sandi, seperti American Sign Languange (ASL) atau pengejaan dengan jari.

d. Biasanya juga berkomunikasi lewat teknologi misalnya hand phone. 6. Perilaku

Perilaku yang nampak adalah cepat menangkap pelajaran apa yang diajarakan oleh guru, mungkin karena keterbatasan bahasa terkadang salah persepsi. Ceria dan senang bermain futsal, dan pada saat berkomunikasi dengan Eko Wahyudi saya mengamati ada perasaan was-was, cemas dan merasa takut.

7. Proses Perkembangan

Proses perkembangan dari komunikasi sendiri agak berjalan lambat karena menurut wali kelasnya sendiri yang menyebabkan terhambatnya karena juga penguasan bahasa yang kurang. Untuk proses perkembangan inteligensinya normal seperti anak-anak yang lainnya. Dari perkembangan ketrampilan tangan mengalami kemajuan

8. Proses Pembelajaran

(29)

kata-kata yang baru, maupun ketrampilan yang diperolehnya. Dari akademik sendiri Eko Wahyudi kurang begitu memuaskan tetapi tetap bisa mengimbanggi teman- teman yang lainnya. Sedangkan dari kegiatan nonakdemik Eko Wahyudi memperoleh prestasi yang gemilang yaitu dengan menjadi juara satu perlombaan futsal.

9. Layanan yang diberikan di Sekolah

Layanan yang diberikan sekolah karena keterbatasan komunikasi. Pihak sekolah lebih mengembangkan bakat, minat dan kreativitasnya melalui ketrampilan tangan dan anggota tubuh yang lainnya, namun tidak meninggalkan ketrampilan komunikasi. Dan biasanya disela-sela kegitan pembelajaran memberikan penguasaan bahasa yang baru. Dan untuk menunjang aspek perkembangan sosial dan emosinya, sekolah membuat kegiatan outdoor di lapangan sekolah melalui kegitan pramuka dan olahraga. Dan juga melakukan sembayang berjamaah bersama bagi yang beragama islam ketika waktu adzan telah berkumandang.

10. Keikut sertaan (mahasiswa) dalam memberikan Bimbingan bersama guru pembimbing di sekolah “(Diuraikan sesuai dengan pertemuan)”

a. Pertemuan I

Selasa, 10 November 2015.

Pertama kali bertatap muka dengan anak-anak, wali kelas kemudian memperkenalkan penulis. Dan penulis ikut bergabung dan membaur dengan kegitan pembelajaran mereka dan pada saat awal-awal berkomunikasi mengalami sedikit kesulitan namun setelah beradaptasi bisa menyesuaikan, penulis juga megajarkan sedikit ketrampilan berkomunikasi kepada mereka melaui menulis, mengambar dan lain-lain.

b. Pertemuan II

Rabu, 11 November 2015.

(30)

c. Pertemuan III

Rabu, 18 November 2015.

Mengikuti, membaur dan berinteraksi dengan anak-anak dalam kegiatan pramuka di lapangan belakang sekolah.

d. Pertemuan IV

Rabu, 25 November 2015.

Mengikuti, membaur dan berinteraksi dengan anak-anak dalam kegiatan olahraga di lapangan depan sekolah.

e. Pertemuan V

Rabu, 2 Desember 2015.

(31)

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan

Setiap anak adalah istimewa dan memiliki potensi terpendam yang harus digali dan dimaksikmalkan kemampuannya, walaupun dia dilahirkan dalam keadaan kekurangan. Dengan mengetahui kekurangan dan keistimewaan sejak dini, orangtua dan guru dapat memaksimalkan stimulasi dan latihan yang diberikan kepada anak sesuai dengan kebutuhannya. Untuk itu baik guru maupun orang tua harus mampu mengidentifikasi dini kekhususan yang dimiliki oleh anak.

Anak tunarungu adalah yang cacat dengar maupun kurang dengar. Dalam kehidupan sehari-hari, anak tunarungu sama seperti anak normal pada umumnya, hanya saja mereka memiliki hambatan dalam berkomunikasi dengan orang lain. Selain itu, anak tunarungu mengalami hambatan dalam memahami bahasa verbal, sehingga mereka perlu dilatih dan di terapi. Terapi dan latihan selain dilakukan disekolah dan klinik, dapat juga dilakukan oleh orang tua dan orang-orang dilingkungan keluarganya.

Penerimaan terhadap keadaan anak oleh orang tua akan membantu anak untuk dapat menerima keadaannya dan berusaha untuk berkembang seoptimal mungkin seperti halnya anak yang normal.

Keadaan anak tunarungu kadang kala dilahirkan dalam keadaan normal, akan tetapi akibat dari keadaan gizi dan faktor kesehatan anak, dapat menyebabkan anak menjadi tunarungu.

(32)

B. Saran

(33)

DAFTAR PUSTAKA

Suharmini, Tin. (2007). Psikologi Anak Berkebutuhan Khusus. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.

Ormrod, Jeanne Ellis. (2008). Psikologi Pendidikan. ( Indianti, Wahyu dkk). Jakarta: Erlangga.

Adhimah, Wachid. Mengenal Lebih Dekat Anak Tunarungu. Di akses pada https://www.academia.edu/9347481/mengenal_lebih_dekat_anak_t unarungu diambil tanggal 5 Desember 2015 pukul 21:00 WIB. Notako. Psikologi Anak Tunarungu. Di akses pada

https://notako.wordpress.com/2012/12/26/psikologi-anak-tunarungu/ diambil tanggal 5 Desember 2015 pukul 21:20 WIB.

Anda Alfarih. Pengembangan Bakat dan Minat Anak. Di akses pada

http://id.shvoong.com/social-sciences/education/2133034-pengembangan-minat-dan-bakat-anak/#ixzz33ROkKfpm diambil tanggal 5 Desember 2015 pukul 22:00 WIB.

(34)
(35)

LAMPIRAN DOKUMENTASI

PERTEMUAN I

Gambar 1.1 Perizinan di SMPLB. B Budi Daya lokasi depan sekolah

PERTEMUAN II

(36)

PERTEMUAN III

Gambar 1.3 Kegiatan Belajar Mengajar Ketrampilan tangan.

PERTEMUAN IV

(37)

PERTEMUAN V

(38)

PERTEMUAN VI

(39)

Lain-lain

Gambar

Gambar 1.2  Bertemu dan diterima dengan hangat oleh wali kelas.
Gambar 1.3 Kegiatan Belajar Mengajar Ketrampilan tangan.
Gambar 1.5 Kegiatan olahraga di lapangan
Gambar 1.6  Mempersiapkan untuk lomba dan pameran
+2

Referensi

Dokumen terkait

Dari Tabel 4 dapat diketahui rata-rata dari total proses dekripsi sebesar 2,633 milisekon dengan waktu proses dekripsi paling cepat 1 milisekon di setiap jenis AES 128 bit,

Konsetrasi stater berpengaruh nyata terhadap kadar alkohol yang dihasilkan, semakin tinggi konsentrasi stater maka kadar alkohol yang dihasilkan semakin

Alat ini merupakan sebuah alat yang terintegrasi dengan mikrokontroler dengan sistem kerja otomatis, jadi alat ini bekerja dengan mengandalkan module GPS yang

This paper contains no material which has been submitted for the award of any other degree in any university or institution except where due reference or acknowledgement

Semakin rendah kadar ALB CPO dan semakin tinggi konsentrasi NaOH yang digunakan untuk pasca netralisasi, maka kadar asam lemak bebas minyak kelapa sawit pasca netralisasi

Penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan proses perancangan silabus berbasis teks yang dilakukan oleh guru di dalam kelas menulis akademik bahasa Inggris dengan

így tehát a kárpátaljai magyarság nyelvének megőrzésében különö­ sen nagy felelősség hárul a szülőkre,3 akik gyermekük boldogulását szem előtt tartva

(2)Induk Perusahaan tersebut pada ayat (1) pasal ini berdiri dari unit-unit (cabang usaha) yang bergerak dalam lapangan kerja peternakan dan industri untuk keperluan