• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peranan Australia-Indonesia Basic Education Program (AIBEP) Dalam meningkatkan Kualitas Pendidikan Sekolah Dasar Di Indonesia (Studi Kasus: Propinsi Kalimantan Selatan)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Peranan Australia-Indonesia Basic Education Program (AIBEP) Dalam meningkatkan Kualitas Pendidikan Sekolah Dasar Di Indonesia (Studi Kasus: Propinsi Kalimantan Selatan)"

Copied!
182
0
0

Teks penuh

(1)

PERANAN AUSTRALIA INDONESIA BASIC EDUCATION PROGRAM (AIBEP) DALAM MENINGKATKAN KUALITAS PENDIDIKAN

SEKOLAH DASAR DI INDONESIA

(STUDI KASUS: PROPINSI KALIMANTAN SELATAN)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Syarat Kelulusan Strata Satu (S-1) pada Program Studi Ilmu Hubungan Internasional

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Komputer Indonesia

HESTU ADI NUGROHO 44304019

UNIVERSITAS KOMPUTER INDONESIA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK PROGRAM STUDI ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL

(2)

iv

Muhammad SAW atas wasilah serta pencerahan-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul:

“Peranan Australia-Indonesia Basic Education Program (AIBEP) dalam meningkatkan kualitas pendidikan sekolah dasar di Indonesia (Studi kasus : Propinsi Kalimantan Selatan)”.

Skripsi ini disusun untuk memenuhi persyaratan untuk menempuh ujian akhir sarjana Program Studi Ilmu Hubungan Internasional Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Komputer Indonesia Bandung.

Peneliti menyadari dengan sepenuhnya dalam penelitian skripsi ini masih jauh dari sempurna, untuk itu dengan senang hati peneliti menerima segala saran dan kritik yang sifatnya membangun demi hasil skripsi yang lebih baik. Sadar akan kemampuan dan ilmu peneliti yang terbatas, tetapi peneliti berusaha untuk mendapatkan hasil yang semaksimal mungkin. Sehingga menjadi pembelajaran yang berharga dan kontribusi bagi para akademisi khususnya bagi peneliti.

(3)

v

1. Bapak Prof.Dr.J.M Papasi, Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, atas nasehat-nasehat dan motivasi kepada peneliti.

2. Bapak Andrias Darmayadi, S.IP., M.Si., selaku Ketua Program Studi Ilmu Hubungan Internasional dan Pembimbing Utama. Terima kasih atas segala kesabaran dan waktu untuk memberikan bimbingan, saran, arahan pada peneliti selama proses penyusunan skripsi ini, dan terima kasih atas dedikasi dan motivasi yang bapak berikan kepada peneliti.

3. Ibu Dr. Hj. Aelina Surya, selaku Pembantu Rektor III. Atas nasehat-nasehat dan motivasi kepada peneliti.

4. Ibu. Dewi Triwahyuni, S.IP., M.Si, selaku Dosen Hubungan Internasional terima kasih atas dukungan, bimbingan, dan kesabaran dalam membimbing peneliti dalam proses penyusunan skripsi ini.

5. Bpk. Budi Mulyana S.IP, selaku Dosen Hubungan Internasional terima kasih atas dukungan, bimbingan dan ketelitian yang membuat skripsi ini menjadi lebih indah untuk dibaca.

6. Ibu. Yesi Marince, S.IP, M.Si, selaku Dosen Hubungan Internasional terima kasih atas dukungan, bimbingan dan kesabaran dalam proses penyusunan skripsi ini.

(4)

vi

9. Ayahanda tercinta Bapak Edi Mulyono yang telah memberikan semangat, motivasi, keberanian, bimbingan, kasih sayang, pemahaman mengenai arti dari hidup yang tak pernah habis dan tergantikan dengan apapun di dunia ini. Terima kasih Papaku nu kasep , telah jadi panutan dan ayah terbaik yang ada di dalam hidup peneliti.

10. Ibunda tersayang Ibu Nining Widaningsih yang telah memberikan kehidupan, motivasi, bimbingan, kasih sayang, yang telah begitu sabar menghadapi segala “keajaiban” peneliti, Terima kasih mamaku nu geulis, telah jadi cahaya dan ibu terbaik yang hadir di dalam hidup peneliti. 11. Intan Widisulistya selaku adik peneliti. Terima kasih atas dukungan,

motivasi, semangat, kasih sayang dan doa yang walaupun jauh tetapi sangat membantu peneliti untuk terus berjuang.

12. Ririen Aninditya, selaku kakak peneliti. Terima kasih atas kesabaran, kenyamanan, dukungan, motivasi dalam proses penyelesaian skripsi ini. Terima kasih telah mengerti di saat tertawa dan menangis bersama . Terima kasih telah jadi teman, sahabat, kakak terbaik bagi peneliti.

(5)

vii

14. Hilmi Raihan Sugara, selaku keponakan. Terima kasih atas kelucuan, kejahilan, kenakalan, dan bahasa – bahasa planet yang sangat membantu menyegarkan dan menjengkelkan suasana hati peneliti.

15. Keluarga “Rangers”, Eyga, Nando, Budi, Peres. Tak ada kata – kata yang dapat mendeskripsikan segala hal yang kalian berikan kepada peneliti. Thanks for all. I hope our Journey will be the Best Story in Our Life. 16. Terima kasih kepada akang Egi dan Ingga di Samarinda yang telah sangat

memotivasi peneliti untuk terus berjuang. Ica “Nonkz”, yang telah menemani di jembatan BIP selama ± 3 hari, terima kasih untuk semuanya. Dan juga terima kasih untuk Soenityo Brother yang telah mendukung peneliti dalam segala hal. I Love U ALL.

17. Terima kasih Kepada A Perfect Circle, Metallica, Mew, Slipknot, Stone Sour, 30 Seconds To Mars, Lamb Of God, Paramore, dst. Atas musikalitas yang selalu menemani dan menjadi semangat hidup peneliti.

18. Kepada Teman-teman Seperjuangan HI: Arlinda, Rita, Miwa, Sinta, Erien, Mienah, Andi, Tablo, Rendi, Victa, Sari, Ira, Andrew. Terima kasih, kalian semua akan selalu menjadi yang terbaik dan yang tidak akan pernah penulis lupakan sampai kapan pun, sukses buat kalian semua.

19. Terima kasih kepada Alif, Oktavian “Cobra”, Randy “Borland” atas persaudaraan dalam suka maupun duka, siang maupun malam. Sehingga peneliti diberi julukan “software”.

(6)

viii

Besar harapan peneliti semoga skripsi ini dapat bermanfaat khususnya bagi peneliti dan umumnya bagi semua pihak yang memerlukan.

Bandung, 18 Agustus 2009

(7)

viii

1.1 Latar Belakang Masalah... 1.2. Identifikasi Masalah... 1.3. Pembatasan Masalah... 1.4. Perumusan Masalah... 1.5. Tujuan dan Kegunaan Penelitian... 1.5.1. Tujuan Penelitian... 1.5.2. Kegunaan Penelitian... 1.6. Kerangka Pemikiran, Hipotesis dan Definisi Operasional... 1.6.1. Kerangka Pemikiran... 1.6.2. Hipotesis... 1.6.3. Definisi Operasional... 1.7. Metode Penelitian dan Teknik Pengumpulan Data...

1.7.1. Metode Penelitian... 1.7.2. Teknik Pengumpulan Data... 1.8. Lokasi dan Waktu Penelitian...

(8)

ix

2.4 Perjanjian Internasional... 2.4.1 Perjanjian Internasional Ditinjau Dari Sudut Hukum Publik...

2.4.2 Syarat melakukan perjanjian Suatu Perjanjian Internasional... 2.4.3 Daya Ikat Suatu Perjanjian Internasional... 2.4.4 Berakhirnya Suatu Perjanjian Internasional... 2.5 Pinjaman dan Hibah Luar Negeri...

2.5.1 Pinjaman Luar Negeri... 2.5.2 Hibah Menurut Skema atau Bentuk... 2.5.2.1 Hibah Dalam Bentuk Tunai... 2.5.2.2 Hibah dalam bentuk barang dan jasa dalam rangka bantuan

proyek atau kerja sama keuangan... 2.5.2.3 Hibah Dalam Rangka Bantuan Teknik atau Kerjasama Teknik 2.5.3 Hibah Menurut Peruntukan dan Penyaluran...

2.5.3.1 Hibah Untuk Pemerintah (government to government)... 2.5.3.2 Hibah Untuk Non Pemerintah (government to private)... 2.5.3.3 Trust fund dan partnership... 2.6 Konsep Peranan... 2.7 Pendidikan dalam Hubungan Internasional... 2.8 Menurut Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20

Tahun 2003... 2.8.1 Pendidikan Pembangunan... 2.8.2 Kualitas Pendidikan... 2.8.3 Standar Nasional Pendidikan...

BAB III OBJEK PENELITIAN

3.1 Gambaran Umum Australia Indonesia Basic Education program... 3.1.1 Latar Belakang Terbentuknya Australia Indonesia Basic Education

(9)

x

3.1.2 Deklarasi Paris (Paris Declaration on Aid Effectiveness)... 3.1.3 Millennium Development Goals (MDGs)... 3.1.4 Tujuan AIBEP... 3.1.5 Lokasi... 3.1.6 Struktur Pengelolaan AIBEP... 3.1.6.1 Struktur Pengelolaan AIBEP Tingkat Tinggi (Strategis)... 3.1.6.1.1 Program Steering Commitee (PSC)... 3.1.6.1.2 Program Coordination and Management Unit (PCMU)... 3.1.6.1.3 Program Management Unit (PMU)... 3.1.6.2 Struktur Pengelolaan (Operasional) AIBEP Tingkat Bawah... 3.1.6.2.1 Sub-PMU Depdiknas dan Technical Commitee (TC)

Depag... 3.1.6.3 Badan – badan dibawah Pemerintah Australia...

3.1.6.3.1 Managing Contractor Program Management (MCPM)... 3.1.6.3.2 Contractor Strategic Advisory Services (CSAS)... 3.1.6.3.3 Independent Audit Contractor (IAC)... 3.2 Sistematika Penyaluran Dana Pinjaman dan Hibah yang diberikan

dalam AIBEP... 3.2.1 Pembentukan Trust Account BEP... 3.2.2 Project Loan Agreement (Perjanjian Pinjaman Proyek)... 3.2.3 Project Grant Agreement (Perjanjian Hibah Proyek)... 3.2.4 Arus Dana dan Akuntabilitas AIBEP... 3.4 Provinsi Kalimantan Selatan...

3.4.1 Geografi Letak Administratif... 3.4.2 Visi dan Misi Pembangunan Daerah... 3.4.3 Kondisi Pendidikan di Kalimantan Selatan... 3.4.4 Pendapatan Daerah Kalimantan Selatan...

BAB IV PEMBAHASAN DAN HASIL PENELITIAN

4.1 Langkah-Langkah AIBEP Dalam Meningkatkan Kualitas Pendidikan Sekolah Dasar di Kalimantan Selatan... 4.1.1 Pilar 1 (meningkatnya pemerataan akses pendidikan)...

(10)

xi

4.1.2.3 Whole School Development (WSD) dan Whole District Development (WDD)... 4.1.2.4 School Quality Assurance (Penjaminan Mutu Sekolah)... 4.1.2.5 Materi Belajar Mengajar... 4.1.2.6 Curriculum Development (Pengembangan Kurikulum)... 4.1.2.7 Penetapan Standar Pendidikan dan Pengawasan... 4.1.2.8 Ujian Nasional dan Penilaian Berbasis Kelas... 4.1.3 Pilar 3 (Pengembangan Kapasitas untuk Tata Kelola Layanan

Pendidikan)... 4.1.3.1 Rencana Strategi (RENSTRA)... 4.1.4 Pilar 4 (Jaminan Mobilisasi Sumberdaya dalam Sektor Pendidikan)... 4.2 Implementasi AIBEP dalam meningkatkan Kualitas Pendidikan

Sekolah Dasar di Kalimantan Selatan... 4.2.1 Peningkatan Infrastruktur Sekolah Dasar di Kalimantan

Selatan... 4.2.2 Peningkatan Mutu Pelayanan Pendidikan Sekolah Dasar...

4.2.2.1 Rekrutmen Pendidik dan Tenaga Kependidikan... 4.2.2.2 School Quality Assurance (Penjaminan Mutu Sekolah)... 4.2.2.3 Materi Belajar Mengajar Sekolah Dasar... 4.2.3 Pengembangan Kapasitas Untuk Tata Kelola Layanan

Pendidikan Sekolah Dasar... 4.2.3.1 Peningkatan sistem pengendalian internal BPKP dan BPK... 4.2.3.2 Peningkatan kapasitas dan kompetensi aparat Inspektorat

Jenderal... 4.2.3.3 Penataan Regulasi Pengelolaan Pendidikan dan Penegakkan

Hukum di Bidang Pendidikan... 4.3 Prospek Pendidikan Sekolah Dasar di Kalimantan Selatan

Pasca Implementasi AIBEP Fase Pertama...

(11)

xii BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan………... 5.2 Saran... 5.2.1 Saran Substansial... 5.2.2 Saran Metodologis...

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

(12)

i EDUCATION PROGRAM (AIBEP) DALAM

MENINGKATKAN KUALITAS PENDIDIKAN

SEKOLAH DASAR DI INDONESIA (STUDI KASUS: PROPINSI KALIMANTAN SELATAN)

PENYUSUN : HESTU ADI NUGROHO

NIM : 44304019

Disahkan :

Bandung, 18 Agustus 2009

Menyetujui :

Pembimbing

NIP. 4127 35 32 002 Andrias Darmayadi, S.IP.,M.Si.

Dekan Fakultas Ilmu Sosial Ketua Program Studi dan Ilmu Politik UNIKOM Ilmu Hubungan Internasional

Prof. Dr. J.M. Papasi

(13)

SURAT PERNYATAAN

Perihal : Plagiat Tugas Akhir

Saya yang bertanda tangan di bawah ini : Nama : Hestu Adi Nugroho NIM : 44304019

Judul Skripsi : PERANAN AUSTRALIA INDONESIA BASIC EDUCATION PROGRAM (AIBEP) DALAM MENINGKATKAN KUALITAS PENDIDIKAN SEKOLAH DASAR DI INDONESIA (STUDI KASUS: PROPINSI KALIMANTAN SELATAN)

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi ini adalah hasil penelitian saya sendiri. Adapun referensi atau kutipan (baik kutipan langsung maupun tidak langsung) dari hasil karya ilmiah orang lain tiap-tiap satunya telah saya sebutkan sumbernya sesuai etika ilmiah. Apabila di kemudian hari skripsi ini terbukti meniru (plagiat) dan terbukti karya orang lain tanpa menyebutkan sumbernya, saya bersedia menerima sanksi penangguhan gelar kesarjanaan dan menerima sanksi dari lembaga yang berwenang.

Bandung, 18 Agustus 2009 Yang membuat pernyataan,

(14)

ii

Program Studi Ilmu Hubungan Internasional, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Komputer Indonesia, Bandung 2009.

Penelitian ini adalah mengenai seberapa besar AIBEP dapat meningkatkan kualitas pendidikan di Kalimantan Selatan, periode 2006-2008. Upaya peningkatan kualitas pendidikan oleh Australia Indonesia Partnership (AIP) dalam pemerataan akses layanan pendidikan dasar yang bermutu tinggi dan dikelola secara lebih baik. Dalam kerangka kerjasama AIP ini menghasilkan kesepakatan dalam bentuk AIBEP yang akan mendukung Pemerintah Indonesia dalam meningkatkan kualitas dan tata pemerintahan sistim pendidikan.

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif analisis, dimana dengan menggunakan metode ini dapat menggambarkan bagaimana sebuah proses kerjasama internasional serta peran dari organisasi internasional dalam upaya peningkatan kualitas pendidikan di Kalimantan Selatan.

Kerangka Pemikiran yang digunakan dalam penelitian ini diantaranya ditunjang oleh teori-teori sebagai berikut: teori Ilmu Hubungan Internasional, , Kerjasama International, dan Perjanjian Internasional. Metode penelitian yang digunakan adalah Metode Deskriptif Analisis dengan teknik pengumpulan data melalui Studi Kepustakaan. Sehingga dari metode penelitian dan cara pendekatan tersebut dapat ditarik Hipotesis sebagai berikut: “Jika bantuan pembangunan pendidikan yang diberikan melalui Australia-Indonesia Basic Education Program (AIBEP) dapat dimaksimalkan, maka proses peningkatan kualitas pendidikan dasar berdasarkan empat pilar pengembangan yaitu meningkatkan pemerataan akses layanan pendidikan, peningkatan mutu dan efisiensi internal, peningkatan tata kelola, dan jaminan mobilisasi sumberdaya pendidikan dasar dapat meningkatkan kualitas pendidikan sekolah dasar sesuai dengan standar pendidikan nasional”

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa AIBEP memiliki peranan yang penting dalam upaya meningkatan kualitas pendidikan yang ditunjukkan oleh adanya peningkatan keberhasilan yang signifikan dari setiap pilar yang dilaksanakan untuk proses peningkatan kualitas dan tata pemerintahan sistim pendidikan di Kalimantan Selatan.

(15)

iii ABSTRACT

Hestu Adi Nugroho, The Role of Australia Basic Education Program on Improve The Quality of Basic Education in Indonesia (Case Study : Province of Kalimantan Selatan), Department of International Relation Sciences, Faculty of Social and Political Sciences, Indonesian University of Computer, Bandung, 2009.

This research has explained about how big the Influence of AIBEP can improve the quality of basic education, in period 2006-2008. The improve quality effort by Australia Indonesia Partnership (AIP) on Improve equitable access to higher quality and better governed basic education services. The cooperation framework in AIP that can support the Governtment of Indonesia on improve quality and governance of its education system.

The method of this research is using analytical descriptive whereas through the method we able to observe the International Cooperations also the role of International Organizations on improve the quality of education in Kalimantan Selatan.

The frameworks in this reseach used International Relation Theory, International Cooperation and International Agreement. The methode used Descriptive Analitic with Library Reserch as collecting data. And finally we can get the hypotesis:”If the aid development of education provided through Australia Basic Education Program (AIBEP) could be maximize, so the process to improve the quality of basic education based on four pillars to improve the quality that is improved equitable access to basic education services, improved basic education quality and internal efficiency, improved governance of basic education services, and assured resource mobilisation in the basic education can improve the quality of education of elementary school as according to standard education of national”.

The result of this research show that AIBEP had an important role on the improved the quality of education which is shown by the impoved of the success level from every pillars to improve the quality and governance of education system process in Kalimantan Selatan.

(16)

1 1.1 Latar Belakang Penelitian

Australia dan Indonesia memiliki hubungan bilateral yang erat, terutama melalui kerjasama pembangunan. Salah satu faktor yang paling mendukung kerjasama regional ini merupakan letak geografis ke dua negara yang berdekatan dan adanya prioritas keinginan yang sama untuk mewujudkan kawasan yang damai, stabil dan makmur, kedua negara telah bekerja sama untuk mewujudkan tujuan-tujuan tersebut dan meningkatkan kerjasama dalam bidang yang terkait dengan masalah lingkungan hidup (termasuk bencana alam), pendidikan, ancaman kejahatan serta kesehatan lintas negara.

(17)

2

iman dan takwa serta berakhlak mulia, etika, wawasan kebangsaan, kepribadian tangguh, ekspresi estetika, dan kualitas jasmani. Peningkatan mutu dan relevansi pendidikan diukur dari pencapaian kecakapan akademik dan non-akademik yang lebih tinggi yang memungkinkan lulusan dapat proaktif terhadap perubahan masyarakat dalam berbagai bidang baik di tingkat lokal, nasional maupun internasional. Kebijakan peningkatan mutu pendidikan diarahkan pada pencapaian mutu pendidikan yang semakin meningkat yang mengacu pada Standar Nasional Pendidikan (SNP). SNP meliputi berbagai komponen yang terkait dengan mutu pendidikan mencakup standar isi, standar proses, standar kompetensi lulusan, standar pendidik dan tenaga kependidikan, standar sarana dan prasarana, standar pengelolaan, standar pembiayaan, dan standar pendidikan nasional. (RENSTRA, Departemen Pendidikan Nasional, 2005 : 23-24)

(18)

program-program ini dimulai dan menunjukkan hasil – hasil yang positif. (http://www.ausaid.gov.au/hottopics/pdf/AIPRD_07review_bahasa.pdf, 2004:1)

Pemerintah Indonesia dan Australia kemudian membuat suatu komitmen untuk mencapai standar pendidikan dasar yang ingin dicapai pada tahun 2010. Untuk mencapai komitmen tersebut, maka Indonesia dan Australia telah merancang dan mempersiapkan program pengembangan pendidikan dengan Badan Australia untuk Pengembangan Internasional atau Australian Agency for International Development (AusAID) yang telah melalui proses konsultasi dengan Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas), Departemen Agama (Depag), Departemen Keuangan (Depkeu), dan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) untuk membangun rencana stategis dalam mencapai prioritas utama yakni peningkatan akses bagi pendidikan dasar, peningkatan kualitas dan standar dan penguatan tata kelola pendidikan dan mekanisme akuntabilitas. Pemerintah Indonesia dan Australia menyepakati Australia-Indonesia Basic Education Program (AIBEP) dengan menyediakan dana anggaran sebesar Aus$355 juta yang merupakan dana pinjaman sebesar Aus$200 juta dan hibah sebesar Aus$155 juta dari pemerintah Australia untuk membantu pemerintah Indonesia dalam rangka memenuhi sasaran pendidikan dasar. Program AIBEP akan berlangsung dalam dua fase yaitu fase pertama tahun 2006 hingga tahun 2008 dan fase ke dua yang berlangsung pada tahun 2009 hingga tahun 2010. (http://www.indo.ausaid.gov.au/bi/projects/bep-indo.html).

(19)

4

menggunakan mekanisme pembangunan oleh masyarakat, dan menciptakan bangku sekolah tambahan untuk pendidikan formal. AIBEP juga membantu pemerintah Indonesia untuk meningkatkan mutu dan tata kelola sistem pendidikan. Perjanjian pinjaman dan hibah ini telah disepakati dalam dalam Project Loan Agreement, Project Grant Agreement dan Subsidiary Arrangement for Basic Education Program

Fase ke dua dari program AIBEP ini merupakan perpanjangan program hingga 30 Juni 2010 yang telah disepakati pada 29 Agustus 2008. Sebagai hasil atas keputusan untuk meneruskan pendanaan, pembangunan Madrasah selama jangka waktu program berlangsung. Dalam perpanjangan program ini telah disepakati bahwa mengenai Rekening Hibah (Designated Grant Account) telah dihapus dan Perjanjian Hibah Proyek telah dihapus. (Panduan Manual Australia Indonesia Basic Education program Edisi Ketiga, 2007 : 12).

ditandatangani oleh pemerintah Australia dan Indonesia pada 12 Juli 2006. (http://www.indo.ausaid.gov.au/bi/projects/bep-indo.html).

(20)

politik, ekonomi dan sosial. Meskipun demikian, kemajuan ekonomi Indonesia menempatkan Indonesia sebagai negara dengan tingkat pendapatan menengah. (Strategi Kerjasama Pembangunan Australia Indonesia 2008–13, 2008:1).

Tujuan dari program AIBEP yang dijelaskan pada Program manual : Australia-Indonesia Basic Education yang di keluarkan pada tahun 2007 adalah meningkatnya pemeratan akses untuk mendapatkan layanan pendidikan dasar yang bermutu tinggi dan dikelola secara lebih baik, khususnya untuk daerah-daerah target yang masih tertinggal.

Dalam strategi peningkatan kualitas layanan dan mutu pendidikan dasar ini mengikutsertakan empat pilar utama program AIBEP yang telah diidentifikasi dan dirancang pada 6 Oktober 2005, yaitu:

1. Meningkatnya Pemerataan Akses untuk Mendapatkan Layanan Pendidikan Dasar (melalui pembangunan fasilitas sekolah menengah pertama di wilayah propinsi dan kabupaten yang paling miskin dan tertinggal).

2. Peningkatan Mutu Pendidikan Dasar dan Efisiensi Internal (melalui perbaikan standar dan sistim pengelolaan kinerja yang berkaitan dengan sekolah, guru, bahan pengajaran dan siswa).

3. Peningkatan Tata Kelola Layanan Pendidikan Dasar (melalui penguatan proses perencanaan & pengelolaan keuangan, serta sistim pengawasan kinerja sektor).

(21)

6

mobilisasi dan alokasi di sektor pendidikan). (Program manual : Australia-Indonesia Basic Education, 2007: 7)

Pengelolaan pinjaman luar negeri menjadi salah satu bagian yang tidak terpisahkan dalam kebijakan pengelolaan ekonomi. Pengadaan pinjaman luar negeri disusun dengan mempertimbangkan kemampuan Pemerintah untuk membayar kembali pinjaman tersebut di masa yang akan datang serta kemampuan Kementerian Negara/Lembaga, Pemerintah Daerah (Pemda) maupun Badan Usaha Milik Negara (BUMN) pelaksana kegiatan dalam penyerapan dana pinjaman. Sesuai dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2004-2009, kebijakan Pemerintah dalam pengelolaan pinjaman luar negeri dalam pendananaan pembangunan adalah menurunkan porsi pinjaman luar negeri dalam pembiayaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Pendanaan luar negeri sebagai salah satu alternatif sumber pendanaan pembangunan, perlu dimanfaatkan secara optimal sehingga dapat meningkatkan kapasitas ekonomi nasional. Penyempurnaan berbagai peraturan dan tata cara perencanaan dan pengadaan pinjaman dan/atau hibah luar negeri, antara lain dengan menyusun Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 2 Tahun 2006 tentang Tata Cara Pengadaan Pinjaman dan/atau Penerimaan Hibah serta Penerusan Pinjaman dan/atau Hibah Luar Negeri. Dalam rangka mengoperasionalisasikan pelaksanaan PP Nomor 2 Tahun 2006 tersebut telah disusun 3 (tiga) Peraturan Menteri,yaitu:

(22)

Pengajuan Usulan serta Penilaian Kegiatan yang Dibiayai dari Pinjaman dan/atau Hibah Luar Negeri;

b) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 52/PMK.010/2006 tentang Tata Cara Pemberian Hibah Kepada Daerah; dan

c) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 53/PMK.010/2006 tentang Tata Cara Pemberian Pinjaman Daerah dari Pemerintah yang Dananya Bersumber dari Pinjaman Luar Negeri.

Tujuan penyempurnaan peraturan tersebut diatas adalah :

a) Meningkatkan transparansi dalam proses perencanaan dan pengelolaan kegiatan yang dibiayai oleh pinjaman dan/atau hibah luar negeri.

b) Meningkatkan koordinasi antara lembaga-lembaga pemerintah dalam merencanakan dan mengelola kegiatan yang dibiayai pinjaman dan/atau hibah luar negeri.

c) Meningkatkan integrasi dalam proses perencanaan dan pelaksanaan kegiatan-kegiatan yang dibiayai dengan pinjaman dan/atau hibah luar negeri ke dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). d) Meningkatkan kemampuan dan peran dari Kementerian

Negara/Lembaga, Pemda, dan BUMN dalam merencanakan dan menyusun rencana kegiatan yang dibiayai dengan pinjaman dan/atau hibah luar negeri.

e) Meningkatkan koordinasi dengan Pemberi Pinjaman dan/atau Hibah Luar Negeri dalam menyusun dan merencanakan penggunaan dana pinjaman dan/atau hibah. (Petunjuk Teknis Pengajuan Usulan Kegiatan yang Dibiayai dari Pinjaman dan/atau Hibah Luar Negeri, yaitu : (1) Buku I Petunjuk Umum, 2006:1-5)

(23)
(24)

Keterangan Skema 1.1 : AIPRD Partnership Loan Agreement (PLA) yang mengatur persyaratan umum yang berlaku untuk semua peminjaman dana AIP. Berdasarkan kesepakatan ini ada dua perjanjian tambahan pendukung yaitu Project Loan Agreement (PrLA) dan Project Grant Agreement (PGA) yang mengatur persyaratan khusus mengenai pengelolaan penggunaan pinjaman dan dana hibah AIPRD. Semua dana yang diberikan lalu diterima oleh Departemen keuangan (Depkeu), Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas) dan Departemen Agama (Depag) bertanggung jawab penuh atas pelaksanaan program. Pihak Depdiknas dan Depag harus memastikan bahwa Pihak Sub-Nasional telah memenuhi kewajibannya sebagaimana diatur dalam SPPB (Perjanjian Block grant) dan Nota Kesepakatan (MoA) :

• KP Sekolah bertanggung jawab atas pembangunan tiap sekolah; dan

• Pemerintah daerah (untuk Depdiknas) dan Yayasan Islam (untuk Depag) bertanggung jawab atas pengelolaan dan operasional yang terus berlanjut untuk setiap sekolah setelah pembangunan konstruksi selesai. (Program Manual : Australia-Indonesia Basic Education, 2007:165).

(25)

10

pada Managing Contractor Program Management (MCPM), Independent Audit Contractor (IAC), Contractor Strategic Advisory Services (CSAS) yang memberikan sumber dana langsung pada Construction Development Consultants (CDC) dan beberapa supplier lain pada komponen peningkatan kapasitas. (Program Manual : Australia-Indonesia Basic Education, 2007:166).

Sumber – sumber yang menjelaskan bahwa masih kurangnya kualitas pendidikan di Indonesia, khususnya di Kalimantan Selatan dapat dilihat pada dari beberapa media elektronik dan media massa yang banyak memaparkan kondisi pendidikan yang masih belum memenuhi standar pendidikan dasar sembilan tahun bagi masyarakat Kalimantan Selatan.

Seperti data pembangunan pendidikan yang dikutip dari www.kalselprov.go.id yaitu situs resmi pemerintah Kalimantan Selatan yang menjelaskan mengenai Dinas Pendidikan serta program pembangunan pendidikan pada 2006 bahwa kondisi pendidikan di wilayah Kalimantan Selatan masih belum direalisasikan oleh pemerintah Indonesia. Indikator ini dapat dilihat dari 4 indikator yaitu :

a. Kesenjangan penduduk usia SD dan SMP yang masih belum berpartisipasi dalam pendidikan yang kondisinya hingga 2007 adalah

penduduk berumur 7-12 tahun yang berjumlah 354.270 orang dan penduduk berumur 13-15 tahun yang berjumlah 182.244 orang.

(26)

yang belum layak mengajar dan tersebar disemua jenjang atau

tingkatan pendididkan mulai dari TK/RA hingga SM.

c. Kondisi masyarakat Kalimantan Selatan yang masih buta aksara yaitu mencapai 44.424 orang.

d. Kondisi infrastruktur pendidikan seperti gedung atau ruang belajar siswa yang belum memadai yaitu berjumlah 8.194 sekolah yang tersebar disemua jenjang atau tingkatan pendidikan mulai dari TK/RA hingga SM, dengan jumlah sekolah dasar yang paling memprihatinkan

yaitu berjumlah 3.722 sekolah yang mengalami kerusakan ringan dan 1.860 sekolah yang mengalami kerusakan berat.

Data tersebut merupakan indikasi yang menggambarkan bahwa kondisi pendidikan di Kalimantan Selatan masih belum memiliki sarana dan prasarana yang memadai dalam mengembangkan dan meningkatkan kualitas pendidikan di wilayah Kalimantan Selatan. Maka pemerintah Indonesia seharusnya memiliki komitmen perubahan yang mampu mempertahankan harga diri bangsa agar hasil produk yaitu kualitas sumberdaya manusia yang lebih kompetetif dan dapat mengangkat derajat bangsa Indonesia di mata dunia internasional. (http://www.kalselprov.go.id/Pemerintah-Provinsi-Kalimantan-Selatan).

(27)

12

Berdasarkan uraian permasalahan tersebut di atas, maka penulis tertarik untuk menganalisa dan memformulasikan kerjasama Australia-Indonesia dalam Australia-Indonesia Basic Education Program (AIBEP) yang terfokus pada peningkatan kualitas layanan pendidikan dasar bagi masyarakat Indonesia di wilayah miskin dan terpencil khususnya propinsi Kalimantan Selatan.

Hal inilah yang melatarbelakangi penulis untuk mengambil judul penelitian :

“Peranan Australia-Indonesia Basic Education Program (AIBEP) dalam meningkatkan kualitas pendidikan sekolah dasar di indonesia (Studi kasus : Propinsi Kalimantan Selatan)”

Penelitian ini dibuat berdasarkan beberapa mata kuliah pada program studi Ilmu Hubungan Internasional, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Komputer Indonesia. Yaitu:

1. Pengantar hubungan internasional pada mata kuliah ini diperkenalkan tentang studi ilmu hubungan internasional sebagai suatu bidang studi pembelajaran, sejarah perkembangan, serta para aktor yang terlibat di dalamnya.

2. Analisis Politik Luar negeri yang mempelajari dan menjelaskan kerjasama regional merupakan salah satu prioritas kerjasama dalam pembangunan politik luar negeri.

(28)

1.2 Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang tersebut di atas, maka peneliti mencoba mengidentifikasikan masalah yang akan diteliti sebagai berikut :

1. Bagaimana langkah-langkah Australia-Indonesia Basic Education Program (AIBEP) dalam meningkatkan kualitas pendidikan sekolah dasar di Kalimantan Selatan?

2. Bagaimana implementasi Australia-Indonesia Basic Education Program (AIBEP) dalam meningkatkan kualitas pendidikan sekolah dasar di Kalimantan Selatan?

3. Bagaimana prospek pendidikan sekolah dasar di Kalimantan Selatan setelah direalisasikan Australia-Indonesia Basic Education Program (AIBEP) pada fase pertama?

1.3 Pembatasan Masalah

Program pengembangan pendidikan dasar atau Australia-Indonesia Basic Education Program (AIBEP) akan dilaksanakan pada dua fase yaitu fase pertama yang dilaksanakan pada 2006 hingga 2008 dan fase kedua yang berlangsung pada 2009 hingga 2010.

(29)

14

Kab.Hulu Sungai Utara, Kab.Tabalog, Kab.Tanah Bumbu, Kab.Balangan, dan Kota Banjar Baru.

Berdasarkan situs resmi pemerintah Kalimantan Selatan yaitu www.kalselprov.go.id yang menjelaskan bahwa indikator pokok pendidikan seperti kesenjangan penduduk usia SD yang masih belum berpartisipasi dalam pendidikan, tenaga pengajar yang belum layak mengajar, adanya masyarakat yang masih buta aksara dan kondisi infrastruktur pendidikan seperti gedung atau ruang belajar yang belum memadai. Fokus pembangunan ini akan difokuskan pada peningkatan pendidikan sekolah dasar dalam proses pembangunan infrastruktur pendidikan formal di Kalimantan Selatan.

Dalam melaksanakan program pembangunan pendidikan dalam AIBEP dibutuhkan dana yang akan digunakan dalam proses implementasi AIBEP. Pemberian dana ini dikelompokkan pada pemberian dana pinjaman dan dana hibah dari Pemerintah Australia. Penyaluran dana pinjaman dan hibah yang diberikan dalam AIBEP merupakan bentuk kerjasama antara Pemerintah Indonesia dan Australia. Proses penyaluran dana pinjaman dan hibah pada penelitian ini difokuskan pada penyaluran dana yang diberikan dalam Project Loan Agreement dan Project Grant Agreement.

(30)

1.4 Perumusan Masalah

Dengan berdasarkan hasil uraian dari identifikasi dan pembatasan masalah, maka penulis merumuskan permasalah dalam bentuk pertanyaan penelitian (research question) sebagai berikut:

“Bagaimana peranan Australia-Indonesia Basic Education Program (AIBEP) dalam meningkatkan kualitas pendidikan sekolah dasar di Kalimantan Selatan?”

1.5 Tujuan dan Kegunaan Penelitian 1.5.1 Tujuan Penelitian

Suatu kegiatan yang dilakukan hendaknya memiliki suatu tujuan tertentu yang hendak dicapai. Tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Untuk Mengetahui langkah – langkah AIBEP dalam meningkatkan kualitas pendidikan sekolah dasar di Kalimantan Selatan.

2. Untuk mengetahui implementasi AIBEP dalam meningkatkan kualitas pendidikan sekolah dasar di Kalimantan Selatan.

3. Untuk mengetahui peningkatan pendidikan sekolah dasar di Kalimantan Selatan yang menerima bantuan dan mengetahui faktor – faktor yang berpengaruh dalam mensukseskan AIBEP

1.5.2 Kegunaan Penelitian

Adapun kegunaan dari penelitian ini adalah:

(31)

16

2. Sebagai sumbangan ilmiah terhadap perkembangan ilmu Hubungan Internasional dan menambah wawasan mengenai kerjasama internasional yang di lakukan Australia-Indonesia Basic Education Program sebagai salah satu upaya pemerintah dalam meningkatkan pemerataan akses layanan pendidikan dasar yang lebih berkualitas dan terkelola, khususnya di Kalimantan Selatan.

3. Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi lebih jauh bagi penulis mengenai kondisi pendidikan di Kalimantan Selatan. 4. Sebagai pembanding bagi peneliti yang akan meneliti mengenai perjanjian

kerjasama antara Australia dan Indonesia dibidang pendidikan.

5. Diharapkan dapat menambah pengalaman dan pengetahuan dalam melaksanakan penelitian yang berpedoman pada metode dan teknik yang sifatnya ilmiah sekaligus sebagai syarat bagi penulis dalam menyelesaikan studi ilmu Hubungan Internasional di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, jurusan Hubungan Internasional, Universitas Komputer Indonesia.

1.6 Kerangka Pemikiran, Hipotesis dan Definisi Operasional 1.6.1 Kerangka Pemikiran

(32)

sesuatu itu, hal tersebut merupakan hasil dari suatu keadaan yang berdasarkan dari kondisi-kondisi maupun kejadian-kejadian pasti (Viotti, Kappi,1990:3)

Pada dasarnya, Hubungan Internasional mengacu pada seluruh bentuk interaksi hubungan antar negara. Hubungan yang terjadi di antara negara-negara tersebut dapat merupakan suatu hubungan kerjasama atau merupakan hubungan yang ditandai dengan konflik atau persaingan. Interaksi yang berlangsung diantara negara – negara sangat dipengaruhi oleh sistem internasional dimana interaksi tersebut berlangsung, pengalaman – pengalaman masa lampau dan perkiraan – perkiraan yang akan terjadi di masa datang sehingga negara – negara tersebut dapat merasakan pengaruhnya berinteraksi dengan pihak di luar dirinya.

Kini konsep Hubungan Internasional telah berubah, sejalan dengan terjadinya globalisasi, liberalisasi dan demokratisasi. Kecenderungan ini, ditandai munculnya negara-negara baru yang menimbulkan sifat ketergantungan dan keterkaitan dengan issue-issue global yang mengalami peningkatan. Yang memunculkan interaksi antar bangsa, organisasi-organisasi dan subjek-subjek hukum lainnya dalam mengatur kerjasama dalam kemajuan negaranya masing-masing.

(33)

18

Dalam memahami dinamika internasional. Anggota masyarakat internasional dapat berinteraksi dan bekerjasama antara satu negara dengan negara lainnya atau dengan organisasi – organisasi internasional, interaksi dan kerjasama ini dapat dilakukan baik oleh pihak–pihak pemerintah maupun swasta.

“Istilah Hubungan Internasional mengacu kepada semua bentuk interaksi antar anggota masyarakat yang berlainan, baik yang disponsori oleh pemerintah maupun tidak, Hubungan Internasional akan meliputi analisa kebijakan luar negeri atau proses – proses antar bangsa menyangkut segala hubungan itu” (Holsti,1992:26-27)

Transformasi HI tidak hanya terjadi antara suatu negara dengan negara lain dalam bidang diplomasi yang bersifat formal. Tetapi terjadi juga dalam hubungan sosial antar masyarakatnya. HI adalah fenomena sosial yang meliputi semua bentuk interaksi dalam kehidupan umat manusia yang melintasi batas - batas negara.

“Hubungan Internasional mencakup segala macam hubungan antar bangsa dan kelompok bangsa-bangsa dalam masyarakat dunia dan kekuatan, tekanan-tekanan proses yang menentukan cara hidup, bertindak dan berpikir dari manusia” (Wiriatmaja,1970:39)

Sketsa HI pada hakikatnya merupakan campuran antara aktor atau kesatuan – kesatuan tertentu, termasuk studi menengenai keadaan – keadaan relevan seputar interaksi tersebut. Selama berlangsungnya interaksi akan menghasilkan berbagai kegiatan dan hubungan timbal balik yang saling mempengaruhi, terhadap prilaku para pelaku interaksi. Umpan balik (Feed Back) ini, didasari ketidakmampuan untuk memenuhi dan melengkapi kebutuhan domestik negaranya.

(34)

memberikan kontribusi rill yang menguntungkan. Aliansi kolektif ini menghasilkan sifat kepentingan kelompok (negara).

“Pada dasarnya tujuan utama studi hubungan internasional adalah mempelajari perilaku internasional, yaitu perilaku aktor, negara maupun non-negara di dalam area interaksi internasional. Perilaku ini bisa berwujud perang, konflik, kerjasama, pembentukan aliansi dalam organisasi internasional dan sebagainya.” (Ma’soed,1990:28)

Lebih jauh dimensi HI, dijelaskan oleh Suwardi Wiriatmaja yang mengutip pendapat Trygive Mathisen bahwa:

“Hubungan internasional mencakup semua aspek internasional dari kehidupan sosial manusia (all international aspect of human social life), bahwa hubungan internasional lebih sesuai untuk mencakup segala macam hubungan antar bangsa dan kelompok bangsa dalam masyarakat dunia dan kekuatan-kekuatan, tekanan-tekanan, proses-proses yang menentukan cara bertindak dan berpikir manusia.” (Wiriatmadja,1982:36)

(35)

20

“Kerjasama internasional dalam masyarakat internasional merupakan suatu keharusan sebagai akibat terdapatnya hubungan interdependensia dan bertambah kompleksnya kehidupan manusia dalam bermasyarakat internasional. Kerjasama international terjadi karena nasional understanding dimana mempunyai; corak dan tujuan yang sama; keinginan yang di dukung untuk kondisi internasional yang saling membutuhkan, kerjasama itu didasari oleh kepentingan bersama diantara negara – negara namun kepentingan itu tidak identik” (Kartasasmita, 1983: 84)

Berawal dari adanya Kerjasama Internasional tersebut dihasilkan suatu kesepakatan agar keputusan tersebut dapat dilaksanakan dan dapat digunakan sebagai landasan Hukum Internasional yang mengikat negara – negara yang melakukan kerjasama tersebut.

“Istilah Hukum Internasional dalam pembahasan ini adalah hukum internasional publik, yang harus dibedakan dari hukum perdata internasional. Hukum internasional publik adalah keseluruhan kaidah dan asas hukum yang mengatur hubungan atau persoalan yang melintasi batas negara (hubungan internasional) yang bersifat perdata. Hukum internasional ialah keseluruhan kaidah dan asas yang mengatur hubungan atau persoalan yang mengatur hubungan atau persoalan yang melintasi batas negara antara, pertama; negara dengan negara, kedua; negara dengan subjek hukum lain bukan negara atau subjek hukum bukan negara, satu sama lain” (Kusumaatmadja, 1990:1)

Kebutuhan suatu negara untuk taraf hubungan internasional dengan mendefinisikan kembali makna diplomasi politik luar negerinya. Multilevel diplomacy yang bermakna, diplomasi ekonomi akan berfungsi dalam tiga tingkat: bilateral, regional dan multilateral.

(36)

Kolaborasi mengenai penerapan dan implementasi ekonomi antara negara dengan negara, juga didasarkan pada hukum permintaan dan penawaran (supply and Demand).

“Ekonomi Internasional pada umumnya diartikan sebagai bagian dari ilmu ekonomi yang mempelajari dan menganalisa tentang transaksi dan permasalahan ekonomi internasional (eksport-import) yang meliput i perdagangan dan keuangan (moneter) antar negara (inter-nation).” (Hady, 2004: 14).

Setiap pendekatan yang berhubungan dengan ekonomi akan selalu diintegrasikan pada tujuan untuk mencapai kemakmuran. Bahkan dengan kadar sumber daya yang maksimal, manusia atau negara tetap memiliki orientasi untuk mengapai kesejahteraan yang direncanakan secara optimal.

“Tujuan daripada aktivitas ekonomi internasional adalah untuk mencapai tingkat kemakmuran yang lebih tinggi bagi umat manusia. Pelaksanaan ekonomi internasional merupakan kerjasama, saling membantu antar bangsa. Dengan adanya kerjasama ini maka kebutuhan yang tidak dapat terpenuhi oleh persediaan didalam negeri dapat terpenuhi negara lain.” (Mamoer, 1974: 1).

(37)

22

Deklarasi Paris tersebut menyatakan bahwa seluruh penandatangan deklarasi sepakat akan memberikan komitmen dalam mempercepat peningkatan efektifitas pemanfaatan bantuan luar negeri melalui langkah-langkah sebagai berikut:

a. Meningkatkan kemampuan negara-negara penerima bantuan (partner) dalam menyusun strategi pembangunan nasional dan kerangka kerja operasional (dalam perencanaan, pembiayaan, dan penilaian kinerja). b. Meningkatkan kesesuaian bantuan dengan prioritas, sistem dan

prosedur serta membantu meningkatkan kapasitas negara-negara penerima bantuan (partner).

c. Meningkatkan akuntabilitas (accountability) kebijakan, strategi, dan kinerja pemanfaatan bantuan kepada masyarakat dan parlemen di negara donor dan penerima bantuan.

d. Menghilangkan duplikasi kegiatan dan melakukan rasionalisasi kegiatan donor agar dana dapat digunakan seefektif mungkin.

e. Melakukan reformasi dan menyederhanakan kebijakan dan prosedur dari donor untuk meningkatkan kerjasama dan penyesuaian prioritas, sistem dan prosedur negara-negara penerima bantuan (partner).

f. Menyusun standar dan ukuran-ukuran atas kinerja dan akuntabilitas sistem dari negara-negara penerima bantuan (partner) dalam manajemen keuangan publik, pengadaan barang dan jasa, perlindungan hukum dan lingkungan hidup, yang sejalan dengan praktek yang dapat diterima secara luas serta dapat dilaksanakan dengan mudah. (Petunjuk teknis: Pengajuan Usulan Kegiatan yang Dibiayai Dari Pinjaman dan/atau Hibah Luar Negeri, Kantor Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, 2006: 6).

(38)

Education Program yang dipublikasikan pada 2007, definisi AIBEP, AIP, dan AusAID adalah :

a. Australia-Indonesia Basic Education Program (AIBEP). Satu dari dua program utama bantuan pembangunan Australia yang didanai dari dana pinjaman AIP yang sifatnya sangat konsesional (satu lainnya adalah Eastern Indonesia National Road Improvement Project, EINRIP).

b. Australia-Indonesia Partnership for Reconstruction dan Development (AIPRD atau AIP). Dibentuk setelah bencana tsunami tahun 2004 yang mendera negara-negara Asia, program AIPRD bertanggungjawab dalam penyaluran dana hibah senilai A$500 juta dan bantuan pinjaman senilai A$500 juta yang sifatnya sangat konsesional untuk diserahkan kepada Pemerintah Republik Indonesia oleh Pemerintah Australia. Nama dari organisasi ini berubah menjadi Australia-Indonesia Partnership (AIP) pada tahun 2006.

c. Australian Agency for International Development (AusAID). Sebuah badan di bawah Pemerintah Australia yang menjalankan peran kunci dalam mengatur dan mengkoordinasikan program bantuan pengembangan resmi Pemerintah Australia untuk negara-negara lain. (Program Manual : Australia Indonesia Basic Education Program, 2007:16-17)

Pemberian bantuan pemerintah Australia pada fase pertama dalam AIBEP di Kalimantan Selatan ini berbentuk pinjaman atau hibah luar negeri yang diberikan kepada pemerintah Indonesia.

“Pinjaman Luar Negeri adalah setiap penerimaan negara baik dalam bentuk devisa dan/atau devisa yang dirupiahkan, rupiah, maupun dalam bentuk barang dan/atau jasa yang diperoleh dari pemberi pinjaman luar negeri yang harus dibayar kembali dengan persyaratan tertentu.”

“Hibah Luar Negeri adalah setiap penerimaan negara baik dalam bentuk devisa dan/atau devisa yang dirupiahkan, rupiah, maupun dalam bentuk barang dan/atau jasa yang diperoleh dari pemberi hibah luar negeri yang tidak perlu dibayar kembali.” (Petunjuk teknis: Pengajuan Usulan Kegiatan yang Dibiayai Dari Pinjaman dan/atau Hibah Luar Negeri, Kantor Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, 2006).

(39)

24

Arrangement for Basic Education Program

1. Project Loan Agreement, yang menyediakan dana sampai sebesar A$200 juta dalam bentuk pinjaman AIP dan merupakan subsidiary agreement di bawah PLA;

telah pula ditandatangani oleh Pemerintah Australia dan Pemerintah Indonesia pada 12 Juli 2006. Kesepakatan ini merupakan empat perjanjian hukum yang ditandatangani antara Pemerintah Australia dan Indonesia, yaitu:

2. Project Grant Agreement, yang menyediakan dana sampai sebesar A$52 juta dalam bentuk hibah AIP, dan sebagai merupakan subsidiary agreement di bawah PLA; dan

3. Subsidiary Arrangement for Basic Education Program, yang menyediakan dana sampai sebesar A$48 juta dalam bentuk hibah AIP dan A$55 juta dalam bentuk hibah DCP, dan sebagai subsidiary agreement di bawah perjanjian kerjasama Australia-Indonesia General Agreement on Development Cooperation 1999. (Program Manual : Australia Indonesia Basic Education Program, 2007:24)

Peranan AIBEP merupakan suatu konsep pembangunan pendidikan dasar yang dapat secara langsung membangun tingkat intelektualitas dan pemahaman mengenai teknologi. Konsep peranan nasional berkaitan dengan orientasi politik luar negeri. Peranan juga merefleksikan kecenderungan pokok terhadap variabel sistematik, geografi dan ekonomi.

“kolaborator subsistem regional yang tidak hanya mempertimbangkan dalam mengambil posisi dalam isu konflik, tetapi mereka menunjukan komitmen lebih jauh untuk mengusahakan kerjasama dengan negara-negara lain bagi pengembangan komunitas yang lebih luas, untuk mempersatukan, kerjasama dan mengintegrasikan negaranya dengan negara-negaa lain.”(Holsti, 1992 : 162)

(40)

membangun kapasitas di dalam dinas-dinas pelaksana, dan untuk membentuk perlindungan secara hukum yang sistematis.

Pendidikan merupakan investasi yang sangat penting dan berharga dalam meningkatkan kondisi penduduk suatu bangsa. Tetapi karena biaya pendidikan di Indonesia relatif tinggi, maka menyebabkan banyak anak-anak yang putus sekolah atau bahkan tidak mampu untuk bersekolah. Pemerintah melalui Departemen Pendidikan Nasional dan kemudian dibantu oleh Pemerintah Daerah kemudian merancang pendidikan dasar yang harus ditempuh oleh masyarakat mulai dari pendidikan dasar.

Definisi pendidikan yang dijabarkan dalam Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003 yang menjelaskan bahwa pendidikan merupakan proses pembelajaran untuk mengambangkan potensi peserta didik.

“Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat.”(Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003: 2)

Ada juga definisi mengenai pendidikan dasar sesuai dengan Sistem Pendidikan Nasional.

1. Pendidikan dasar merupakan jenjang pendidikan yang melandasi jenjang pendidikan menengah.

2. Pendidikan dasar berbentuk sekolah dasar (SD) dan madrasah ibtidaiyah (MI) atau bentuk lain yang sederajat serta sekolah menengah pertama (SMP) dan madrasah tsanawiyah (MTs), atau bentuk lain yang sederajat. 3. Ketentuan mengenai pendidikan dasar sebagaimana dimaksud pada ayat

(41)

26

Pemerintah Indonesia dan Australia bertujuan meningkatkan pemerataan akses untuk mendapat layanan pendidikan dasar yang lebih berkualitas dan dikelola dengan lebih baik, khususnya di wilayah yang masih tertinggal seperti propinsi Kalimantan Selatan dan beberapa lokasi utama lainnya seperti Kalimantan Tengah, Sulawesi (Selatan, Barat, Tengah, Tenggara, Utara & Gorontalo), NTB, NTT, Maluku, Maluku Utara, Lampung, Sumatra Selatan, Jawa (Barat, Tengah & Timur). Di dalam Program ini terbagi atas empat Pilar komitmen utama pengembangan dan pembangunan pendidikan yang terdiri dari :

1. Meningkatnya Pemerataan Akses untuk Mendapatkan Layanan Pendidikan Dasar (melalui pembangunan fasilitas sekolah menengah pertama di wilayah propinsi dan kabupaten yang paling miskin dan tertinggal).

2. Peningkatan Mutu Pendidikan Dasar dan Efisiensi Internal (melalui perbaikan standar dan sistem pengelolaan kinerja yang berkaitan dengan sekolah, guru, bahan pengajaran dan siswa).

3. Peningkatan Tata Kelola Layanan Pendidikan Dasar (melalui penguatan proses perencanaan & pengelolaan keuangan, serta sistim pengawasan kinerja sektor).

4. Jaminan Mobilisasi Sumberdaya dalam Sektor Pendidikan (peningkatan volume, tingkat efektivitas dan kesetaraan sumberdaya, mobilisasi dan alokasi di sektor pendidikan). (Program Manual : Australia Indonesia Basic Education Program, 2007:25)

(42)

2. Temukan Hal-hal yang perlu diperbaiki

3. Temukan Tujuan Perbaikan

4. Lakukan Proses Pemecahan Masalah 5. Pantau dan

Evaluasi Kemajuan 1. Evaluasi Kinerja

Saat I ni

Dalam perbaikan pengembangan mutu pendidikan diperlukan langkah-langkah praktis dan strategis dalam upaya meningkatkan mutu Australia-Indonesia Basic Education Program di Kalimantan Selatan. Sehubungan dengan hal tersebut, maka diambil 6 langkah utama perbaikan berkelanjutan menurut Margono Slamet, 1999 (dalam Ungsi Antara, 2002) dalam buku Menembus Kemelut Perubahan Di Indonesia yang diterbitkan oleh Unpas Press, seperti dapat dilihat pada skema dibawah ini :

Skema 1.2

Enam Langkah Utama Perbaikan Mutu Berkelanjutan

Sumber : (Jusuf, Azis, Huraerah, 2006: 193)

Pada Skema 1.2 diatas menjelaskan suatu model kegiatan perancangan mutu berkelanjutan yang berjalan secara siklus (sirkular) atau berputar. Konsekuaensi dari model perancangan semacam ini adalah menjaga konsistensi pelaksanaan program sehingga proses perbaikan mutu akan berjalan sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan.(Jusuf,Yaya,Huraerah, 2006:193-194)

(43)

28

Australia-Indonesia Basic Education Program 2006 – 2008 ini disusun dengan menggunakan pendekatan sektor secara keseluruhan (sector-wide approach) dalam rangka mewujudkan integrasi dan harmonisasi pemberian bantuan pinjaman dan hibah yang diberikan pemerintah Australia dalam AIBEP.

1.6.2 Hipotesis

Berdasarkan permasalahan yang ada dan kerangka konseptual di atas, maka penulis mengajukan hipotesis sebagai berikut:

“Jika bantuan pembangunan pendidikan yang diberikan melalui Australia-Indonesia Basic Education Program (AIBEP) dapat dimaksimalkan, maka proses peningkatan kualitas pendidikan dasar berdasarkan empat pilar pengembangan yaitu meningkatkan pemerataan akses layanan pendidikan, peningkatan mutu dan efisiensi internal, peningkatan tata kelola, dan jaminan mobilisasi sumberdaya pendidikan dasar dapat meningkatkan kualitas pendidikan sekolah dasar sesuai dengan standar pendidikan nasional”.

1.6.3 Definisi Operasional

Sesuai dengan judul yang peneliti ambil yaitu : Peranan Australia-Indonesia Basic Education Program (AIBEP) dalam meningkatkan kualitas pendidikan sekolah dasar di Indonesia (Studi kasus : Propinsi Kalimantan Selatan), maka terdapat beberapa definisi operasional yang berhubungan dengan judul tersebut, diantaranya yaitu :

(44)

disepakati oleh pemerintah Australia dan Indonesia. Program pengembangan pendidikan pada fase pertama ini berlangsung dari tahun 2006 dan direncanakan selesai pada 2008.

2. AIBEP terbagi atas empat pilar pengembangan kualitas pendidikan yaitu:

a. Meningkatnya Pemerataan Akses untuk Mendapatkan Layanan Pendidikan Dasar,

b. Peningkatan Mutu Pendidikan Dasar dan Efisiensi Internal, c. Peningkatan Tata Kelola Layanan Pendidikan Dasar dan d. Jaminan Mobilisasi Sumberdaya dalam Sektor Pendidikan.

3. Pemberian bantuan ini berbentuk pinjaman atau hibah luar negeri yang diberikan kepada pihak Indonesia. Yang tertuang dalam perjanjian pinjaman Project Loan Agreement, Project Grant Agreement dan Subsidiary Arrangement for Basic Education Program

4. Pengembangan kualitas pendidikan sekolah dasar dalam AIBEP di Kalimantan Selatan yang merupakan wilayah miskin dan terpencil dalam usaha untuk pemerataan akses layanan pendidikan dasar yang lebih berkualitas dan terkelola.

(45)

30

1.7 Metode Penelitian dan Teknik Pengumpulan Data 1.7.1 Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Metode Deskriptif-Analitis. Metode ini digunakan untuk memberikan gambaran mengenai fakta yang berhubungan dengan masalah yang diteliti. Deskripsi adalah suatu usaha yang dilakukan untuk memberikan gambaran yang akurat dan terperinci mengenai fakta tentang suatu fenomena yang ada. Sementara metode deskriptif adalah metode penelitian yang bertujuan untuk menggambarkan secara cermat karakteristik dari suatu gejala atau masalah yang diteliti dalam situasi tertentu (Silalahi, 1999: 6-7).

Metode deskriptif analitis adalah suatu metode untuk menggambarkan kenyataan dan situasi berdasarkan data yang satu dengan data yang lain berdasarkan pada teori dan konsep-konsep yang digunakan (Bailey, 1987 : 38).

(46)

1.7.2 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini akan dilakukan melalui studi kepustakaan (library research). Teknik ini mengasumsikan bahwa setiap kumpulan informasi tertulis dapat digunakan sebagai indikator sikap, nilai, dan maksud politik dengan cara menelaah secara sistematis menurut kriteria penafsiran kata dan pesan tertentu. Dengan demikian data-data yang digunakan adalah data-data sekunder yang berasal dari dokumentasi dan publikasi. Bentuk data-data tersebut dapat ditemui pada buku referensi, jurnal, majalah atau laporan dari instansi terkait, di samping pemanfaatan sumber-sumber tulisan lainnya seperti fasilitas dan jasa internet untuk mendapatkan data tertulis yang telah didokumentasikan.

1.8 Lokasi dan Waktu Penelitian 1.8.1 Lokasi Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan di beberapa lokasi, yaitu:

1. Biro Perencanaan dan Kerjasama Luar Negeri, Departemen Pendidikan Nasional, Komplek Depdiknas, Gedung C Lantai 7, Jl. Jend Sudirman, Senayan, Jakarta.

2. Kedutaan Besar Australia, Jl. H.R. Rasuna Said Kav C15-16 Kuningan, Jakarta Selatan.

(47)

32

4. Perpustakaan Universitas Komputer Indonesia, Kampus IV Lantai 7, Jalan Dipati Ukur 112, Bandung 40132 Indonesia.

1.8.2 Waktu Penelitian

Penelitian ini berlangsung sejak bulan Februari 2009 sampai dengan Agustus 2009, yang dapat dirinci sebagai berikut:

Tabel 1.1

Waktu Penelitian (Februari 2009 – Agustus 2009)

No Kegiatan

Waktu Penelitian

Feb Mar Aprl Mei Jun Jul 1 Pengajuan Judul

2 Usulan Penelitian 3 Seminar Usulan

Penelitian 4 Bimbingan

5 Pengumpulan Data 6 Sidang

1.9 Sistematika Penulisan

Penelitian ini terdiri dari lima bab. Setiap bab terdiri dari beberapa sub bab yang disesuaikan dengan pembahasan yang dilakukan. Sistematika penulisan penelitian ini adalah sebagai berikut :

BAB I Pendahuluan, yang terdiri dari latar belakang penelitian, identifikasi penelitian, maksud dan tujuan penelitian, kegunaan penelitian, kerangka pemikiran, metode penelitian, lokasi dan waktu penelitian.

(48)

pendukung bahwa topik atau materi yang diteliti seperti dalam teori Hubungan Internasional, Kerjasama Internasional, Perjanjian Internasional, Pinjaman dan Hibah Lauar Negeri, konsep Peranan, dan Pendidikan.

Bab III Objek Penelitian, yang memberikan gambaran umum mengenai Australia Indonesia Basic Education Program (AIBEP), khususnya stuktur pengelolaan AIBEP yang dihubungkan dengan proses pemberian bantuan dan lokasi di Kalimantan Selatan.

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan, dalam bagian hasil, dilaporkan data-data yang diperoleh dalam langkah-langkah AIBEP dan implementasi AIBEP dalam meningkatkan kualitas pendidikan sekolah dasar di Kalimantan Selatan dan menjelaskan prospek pendidikan sekolah dasar setelah diaplikasikannya AIBEP pada fase pertama.

(49)

34 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Hubungan Internasional

Hubungan internasional berkaitan dengan segala bentuk interaksi di antara masyarakat negara-negara, baik yang dilakukan oleh pemerintah atau warga negara. Pengkajian hubungan internasional, termasuk didalamnya pengkajian terhadap politik luar negeri atau politik internasional, dan meliputi segala segi hubungan diantara berbagai negara di dunia meliputi kajian terhadap lembaga perdagangan internasional, transportasi, komunikasi dan perkembangan nilai-nilai dan etika internsional. (Holsti, 1992:26).

Trends dari dinamika hubungan internasional juga mengacu pada semua bentuk interaksi masyarakat negara-bangsa yang berbeda-beda latar belakang dan letal geografis. Batas-batas yang memisahkan bangsa-bangsa kian tak relevan lagi dalam proses negara (nation bulding process). Bagi beberapa non-state actors bahkan batas-batas wilayah geografis tidak dihiraukan. (Perwita dan Yani, 2005:4). Semua itu terjadi karena adanya tuntutan saling membutuhkan, mengisi dan melengkapi kekurangan tiap-tiap negara yang membangun infrastruktur.

(50)

baik secara kelompok maupun perseorangan dari bangsa atau negara lain. (Rudy, 1993: 3).

Interaksi dalam hubungan internasional dilakukan oleh para aktor yang didefinisikan sebagai suatu kesatuan yang terorganisasi yang dapat memilih tujuan, memobilisasi sarana untuk mencapai tujaun dan implementasi, secara umum, ada tiga tipe aktor yaitu, organisasi internasional, aktor internasional dan negara-negara (Lenter, 1974: 3-10).

Dalam interaksi yang membentuk hubungan internasional, faktor ekonomi menjadi sangat penting dalam menentukan proses politik, dan sebaliknya, pemahaman bahwa terdapat jalinan yang saling tergantung dan tidak dapat dipisahkan antara faktor ekonomi dan politik, serta negara dengan pasar semakin diakui (Jackson dan Sorensen, 1999: 177).

Hubungan internasional tercipta dari sebuah interaksi yang terfokus pada masalah ekonomi dan perdagangan, lingkungan, energi, serta permasalahan sosial budaya (Perwita dan Yani, 2005; 128).

(51)

36

2.2 Paradigma Pluralis

Paradigma bisa diartikan sebagai aliran pemikiran yang memiliki kesamaan asumsi dasar tentang suatu bidang studi, termasuk kesepakatan tentang kerangka konseptual, petunjuk metodelogis dan teknik analisis. Selain itu, paradigma juga berfungsi untuk menentukan batas-batas ruang lingkup suatu disiplin atau kegiatan keilmuan dan menetapkan ukuran untuk menilai keberhasilan disiplin tersebut (Mas’oed, 1990:8).

Pluralis merupakan salah satu perspektif yang berkembang pesat. Kaum pluralis memandang Hubungan Internasional tidak hanya terbatas pada hubungan antar negara saja, tetapi juga merupakan hubungan antar individu dan kelompok kepentingan dimana negara tidak selalu sebagai aktor utama dan aktor tunggal.

Empat asumsi Paradigma Pluralis, yaitu:

1. Aktor-aktor non-negara adalah entitas penting dalam Hubungan Internasional yang tidak dapat diabaikan, contohnya Organisasi Internasional baik yang pemerintahan maupun non-pemerintahan, aktor transnasional, kelompok-kelompok bahkan individu.

(52)

karena suatu kebijakan yang diambil oleh suatu negara mewakili masyarakatnya.

3. Menentang asumsi realis yang menyatakan negara sebagai aktor rasional, dimana pluralis menganggap pengambilan keputusan oleh suatu negara tidak selalu didasarkan pada pertimbangan yang rasional, akan tetapi demi kepentingan-kepentingan tertentu.

4. Agenda dalam Politik Internasional adalah luas, pluralis menolak bahwa ide Politik Internasional sering didominasi dengan masalah militer. Agenda Politik Luar Negeri saat ini sudah berkembang dan militer bukanlah satu-satunya hal yang paling utama, tetapi ada hal-hal utama lain didalam Hubungan Internasional seperti ekonomi dan sosial. Contoh perhatian dari pluralis adalah dalam bidang perdagangan, keuangan, dan isu energi sehingga bagaimana hal-hal tersebut dapat menjadi perhatian utama dalam agenda politik internasional. Hal lain yang mempengaruhi dunia internasional menurut kaum pluralis adalah bagaimana mengatasi permasalahan populasi dunia di bagian negara-negara dunia ketiga. Masalah populasi tersebut dapat mempengaruhi keberadaan sumber daya alam yang berkaitan dengan isu ketahanan nasional suatu negara. (Viotti dan Kauppi, 1990:215).

2.3 Kerjasama International

(53)

38

kepentingan-kepentingan yang sama dan pada saat yang bersamaan mempunyai cukup pengetahuan dan pengendalian terhadap diri sendiri untuk memenuhi kepentingan tersebut, kesadaran akan adanya kepentingan-kepentingan yang sama dan adanya organisasi merupakan fakta yang penting dalam hal yang berguna. (Holsti, 1992:303).

Kerjasama internasional dalam masyarakat internasional merupakan suatu keharusan sebagai akibat terdapatnya hubungan interdependensia dan bertambah kompleksnya kehidupan manusia dalam bermasyarakat internasional. Kerjasama international terjadi karena nasional understanding dimana mempunyai; corak dan tujuan yang sama; keinginan yang di dukung untuk kondisi internasional yang saling membutuhkan, kerjasama itu didasari oleh kepentingan bersama diantara negara – negara namun kepentingan itu tidak identik. (Kartasasmita, 1997: 84).

Pola kerjasama yang melintasi batas-batas negara, dengan didasari struktur yang jelas dan lengkap serta diharapkan akan diproyeksikan untuk berlangsung serta melaksanakan fungsinya secara berkesinambungan dan melembaga guna mengusahakan tercapainya tujuan-tujuan yang diperlukan serta disepakati bersama, baik antara pemerintah dengan pemerintah maupun antara sesama kelompok non-pemerintah pada negara yang berbeda“ (Rudy, 1993: 3).

2.4 Perjanjian Internasional

2.4.1 Perjanjian Internasional Ditinjau Dari Sudut Hukum Publik

(54)

pergaulan antar negara. Dikutip dari www.jdih.bpk.go.id yang membahas mengenai Perjanjian Internasional dilihat dari hukum privat dan hukum publik yang dibublikasikan pada tahun 2008.

Perjanjian Internasional pada hakekatnya merupakan sumber hukum internasional yang utama untuk mengatur kegiatan negara-negara atau subjek hukum internasional lainnya. Sampai tahun 1969, pembuatan perjanjian-perjanjian Internasional hanya diatur oleh hukum kebiasaan. Berdasarkan draft-draft pasal-pasal yang disiapkan oleh Komisi Hukum Internasional, diselenggarakanlah suatu Konferensi Internasional di Wina dari tanggal 26 Maret sampai dengan 24 Mei 1968 dan dari tanggal 9 April sampai dengan 22 Mei 1969 untuk mengkodifikasikan hukum kebiasaan tersebut. Konferensi kemudian melahirkan Vienna Convention on the Law of Treaties yang ditandatangani tanggal 23 Mei 1969. Konvensi ini mulai berlaku sejak tanggal 27 Januari 1980 dan merupakan hukum internasional positif. Pasal 2 Konvensi Wina 1969 mendefinisikan perjanjian internasional (treaty) adalah suatu persetujuan yang dibuat antar negara dalam bentuk tertulis, dan diatur oleh hukum internasional, apakah dalam instrumen tunggal atau dua atau lebih instrumen yang berkaitan dan apapun nama yang diberikan kepadanya. Pengertian diatas mengandung unsur :

(55)

40

diakui sebagai pihak yang membuat perjanjian dengan persyaratan kehendak membuat perjanjian berasal dari negara-negara anggota dan perjanjian internasional yang dibuat merupakan bidang kewenangan organisasi internasional tersebut. Pembatasan tersebut terlihat pada Pasal 6 Konvensi Wina. Kapasitas gerakan-gerakan pembebasan diakui namun bersifat selektif dan terbatas. Selektif artinya gerakan-gerakan tersebut harus diakui terlebih dahulu oleh kawasan dimana gerakan tersebut berada. Terbatas artinya keikutsertaan gerakan dalam perjanjian adalah untuk melaksanakan keinginan gerakan mendirikan negaranya yang merdeka.

b) Rezim hukum internasional. Perjanjian internasional harus tunduk pada hukum internasional dan tidak boleh tunduk pada suatu hukum nasional tertentu. Walaupun perjanjian itu dibuat oleh negara atau organisasi internasional namun apabila telah tunduk pada suatu hukum nasional tertentu yang dipilih, perjanjian tersebut bukanlah perjanjian internasional.

2.4.2 Syarat Melakukan Suatu Perjanjian Internasional

(56)

a. Perundingan dimana negara mengirimkan utusannya ke suatu konferensi bilateral maupun multilateral;

b. Penerimaan naskah perjanjian (adoption of the text) adalah penerimaan isi naskah perjanjian oleh peserta konferensi yang ditentukan dengan persetujuan dari semua peserta melalui pemungutan suara;

c. Kesaksian naskah perjanjian (authentication of the text), merupakan suatu tindakan formal yang menyatakan bahwa naskah perjanjian tersebut telah diterima konferensi. Pasal 10 Konvensi Wina, dilakukan menurut prosedur yang terdapat dalam naskah perjanjian atau sesuai dengan yang telah diputuskan oleh utusan-utusan dalam konferensi. Kalau tidak ditentukan maka pengesahan dapat dilakukan dengan membubuhi tanda tangan atau paraf di bawah naskah perjanjian.

d. Persetujuan mengikatkan diri (consent to the bound), diberikan dalam bermacam cara tergantung pada permufakatan para pihak pada waktu mengadakan perjanjian, dimana cara untuk menyatakan persetujuan adalah sebagai berikut :

a. Penandatanganan, Pasal 12 Konvensi Wina menyatakan :

a. Persetujuan negara untuk diikat suatu perjanjian dapat dinyatakan dalam bentuk tandatangan wakil negara tersebut;

b. Bila perjanjian itu sendiri yang menyatakannya;

(57)

42

d. Bila full powers wakil-wakil negara menyebutkan demikian atau dinyatakan dengan jelas pada waktu perundingan.

e. Pengesahan, melalui ratifikasi dimana perjanjian tersebut disahkan oleh badan yang berwenang di negara anggota.

2.4.3 Daya Ikat Suatu Perjanjian Internasional 1. Bagi negara pihak :

Pasal 26 Konvensi Wina menyatakan bahwa tiap-tiap perjanjian yang berlaku mengikat negara-negara pihak dan harus dilaksanakan dengan itikad baik (in good faith). Pelaksanaan perjanjian itu dilakukan oleh organ-organ negara yang harus mengambil tindakan yang diperlukan untuk menjamin pelaksanaannya. Daya ikat perjanjian didasarkan pada prinsip pacta sunt servanda.

2. Bagi negara lain :

(58)

kewajiban atas persetujuan mereka dimana persetujuan tersebut diwujudkan dalam bentuk tertulis.

2.4.4 Berakhirnya Suatu Perjanjian Internasional 1. Sesuai dengan ketentuan perjanjian itu sendiri;

2. Atas persetujuan kemudian yang dituangkan dalam perjanjian tersendiri; 3. Akibat peristiwa-peristiwa tertentu yaitu tidak dilaksanakannya perjanjian,

perubahan kendaraan yang bersifat mendasar pada negara anggota, timbulnya norma hukum internasional yang baru, perang. (http://www.jdih.bpk.go.id/informasihukum/Perjanjian.pdf, 2008: 3-5)

2.5 Pinjaman dan Hibah Luar Negeri 2.5.1 Pinjaman Luar Negeri

(59)

44

selalu memberikan pledge dalam bentuk pinjaman. Sisanya memberikan pledge dalam bentuk pinjaman dan hibah. (Hibah Luar Negeri, APBN dan “Grant Trap”, 2004 :1)

Dikutip dari Petunjuk teknis: Pengajuan Usulan Kegiatan yang Dibiayai Dari Pinjaman dan/atau Hibah Luar Negeri, Kantor Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional yang di publikasikan pada tahun 2006 dapat dilihat bahwa definisi pinjaman dan hibah luar negeri adalah :

a. Pinjaman Luar Negeri adalah setiap penerimaan negara baik dalam bentuk devisa dan/atau devisa yang dirupiahkan, rupiah, maupun dalam bentuk barang dan/atau jasa yang diperoleh dari pemberi pinjaman luar negeri yang harus dibayar kembali dengan persyaratan tertentu.

b. Hibah Luar Negeri adalah setiap penerimaan negara baik dalam bentuk devisa dan/atau devisa yang dirupiahkan, rupiah, maupun dalam bentuk barang dan/atau jasa yang diperoleh dari pemberi hibah luar negeri yang tidak perlu dibayar kembali.” (Petunjuk teknis: Pengajuan Usulan Kegiatan yang Dibiayai Dari Pinjaman dan/atau Hibah Luar Negeri, Kantor Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, 2006).

(60)

sukarela). Begitu juga halnya yang terjadi dengan hibah yang diterima Pemerintah Indonesia yang terdiri atas berbagai mekanisme. Keragaman hibah tersebut secara singkat dapat diuraikan berikut ini :

2.5.2 Hibah Menurut Skema atau Bentuk 2.5.2.1Hibah Dalam Bentuk Tunai

Hibah ini sangat terbatas dan diberikan kepada negara-negara yang sangat miskin. Tujuannya untuk memperbaiki neraca pembayaran negara-negara tersebut. Indonesia pernah dua kali menerima hibah dalam skema ini meskipun Indonesia pada saat menerimanya tidak tergolong sebagai negara sangat miskin. Cara penarikan dana hibah tersebut dengan menunjukkan bukti impor atas komoditas yang eligible sesuai kesepakatan dengan pemberi hibah. (Hibah Luar Negeri, APBN dan “Grant Trap”, 2004: 4)

2.5.2.2Hibah Dalam Bentuk Barang dan Jasa Dalam Rangka Bantuan Proyek atau Kerjasama Keuangan

a. Hibah dalam bentuk barang dan jasa yang berdiri sendiri Secara mudah dapat dikatakan hibah dalam skema ini sama dengan pinjaman luar negeri untuk proyek-proyek pembangunan (pengadaan barang dan jasa). Yang membedakan adalah sumber dana dalam skema ini tidak perlu dikembalikan. Pengadaan barang dan jasa dalam rangka hibah diproses sebagaimana halnya dalam rangka pinjaman luar negeri. b. Hibah dalam bentuk barang dan jasa untuk mendukung atau sebagai

Gambar

Tabel 1.1 Waktu Penelitian (Februari 2009 – Agustus 2009)
Tabel 3.1 Daftar Propinsi Yang Menerima Bantuan AIBEP Tahun 2007
Tabel 3.2 Jumlah Kabupaten/Kota, Kecamatan dan Desa
Tabel 3.3 APM Wajar 9 Tahun dan Hasil Nilai Ujian Nasional Kalsel
+5

Referensi

Dokumen terkait